• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis harga pokok produksi pada rumah potong ayam tradisional "x" Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis harga pokok produksi pada rumah potong ayam tradisional "x" Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI PADA

RUMAH POTONG AYAM TRADISIONAL “X”

KELURAHAN KEBON PEDES KOTA BOGOR

SKRIPSI

PIPIN SOPIAH

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

PIPIN SOPIAH. D34102027. Analisis Harga Pokok Produksi Pada Rumah Potong Ayam Tradisional ”X” Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Zulfikar Moesa, MS Pembimbing Anggota : Alla Asmara, S.Pt. Msi

Meningkatnya jumlah penduduk dan taraf hidup masyarakat Indonesia serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan protein, akan cenderung meningkatkan permintaan produk peternakan. Berkembangnya usaha peternakan ayam broiler membuka peluang bagi masyarakat yang ingin bergerak dalam usaha pemotongan ayam broiler, baik pemotongan ayam yang dilengkapi dengan peralatan modern, maupun usaha pemotongan ayam yang bersifat tradisional.

Harga merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu perusahaan dalam pesaingan. Pembentukan harga dipengaruhi oleh struktur biaya produksi atau harga pokok produksi. Perhitungan harga pokok produksi digunakan sebagai dasar bagi penentuan harga jual, serta sebagai sarana pengendalian biaya produksi untuk tujuan efisiensi biaya. Ketepatan perusahaan menghitung atau memperkirakan harga pokok produksi akan memudahkan perusahaan untuk mengambil kebijaksanaan dalam menentukan harga jual, serta dapat menilai efisien atau tidak proses produksi yang selama ini digunakan.

Penelitian dilaksanakan di Rumah Potong Ayam (RPA) Tradisional ”X” Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor. Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 24 Maret sampai 25 April 2006.

Metode penelitian adalah studi kasus. Desain yang digunakan adalah deskriptif-analitis. Bentuk deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran umum Usaha Pemotongan Ayam. Analisa kuantitatif digunakan dalam perhitungan harga pokok produksi metode perusahaan (variable costing) dan metode Activity Based Costing (ABC). Analisa kualitatif digunakan dalam pengkajian terhadap hasil kedua metode perhitungan harga pokok produksi selama tahun 2005.

Berdasarkan hasil analisis, perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC menghasilkan harga pokok yang lebih besar dibandingkan dengan metode perusahaan (variable costing) setiap bulannya. Harga pokok rata-rata metode ABC sebesar Rp 11.663,63 sedangkan harga pokok rata-rata metode variable costing sebesar Rp 11.646,15. Rata-rata selisih sebesar Rp 17,48 per bulan. Harga pokok yang lebih tinggi pada metode ABC disebabkan karena penggunaan sumberdaya yang lebih banyak dibandingkan bila menggunakan metode variable costing. Meskipun metode ABC menghasilkan harga pokok yang lebih tinggi, tetapi perhitungan metode ABC mencerminkan pemakaian sumberdaya yang digunakan dalam proses produksi. Metode ABC dapat digunakan sebagai alternatif dalam perhitungan harga pokok perusahaan.

(3)

ABSTRACT

The Analyze of Cost of Good Manufactured in Traditional Slaughtering Chicken House “X” at Kebon Pedes Sub-District Bogor City

Sopiah, P., Z. Moesa, and A. Asmara

The aims of this research were : 1) to know production activity of the Traditional Slaughtering Chicken House “X” in Kebon Pedes Sub-District, 2) to analyze the comparison between good manufactured cost methods calculation, applied in the company (variable costing method) and Activity Based Costing (ABC) method. This research was designed as descriptive analytical research. Quantitative analysis was used in calculating variable costing method and ABC method, meanwhile qualitative analysis was used in analyzing on the results both of variable costing method and ABC method calculation. The obatained data was detailed in the form of monthly data during year 2005. Based on analysis result, good manufactured cost calculation using ABC method resulted the cost price that is higher than variable costing method. The overcosted cost price of ABC method is caused by the number of resources utilization needed in production process higher than the ones in varible costing method. The difference mean is about Rp 17,48 per month. Although ABC method resulted higher cost of good manufactured, but ABC method describe the real consumption resource needed in production process. Therefore, ABC meethod can be used as alternative for the company in calculating cost of good manufactured because the method calculate the real production cost.

(4)

ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI PADA

RUMAH POTONG AYAM TRADISIONAL “X”

KELURAHAN KEBON PEDES KOTA BOGOR

PIPIN SOPIAH

D34102027

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI PADA

RUMAH POTONG AYAM TRADISIONAL “X”

KELURAHAN KEBON PEDES KOTA BOGOR

Oleh

PIPIN SOPIAH

D34102027

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 12 September 2006

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Zulfikar Moesa, MS. Alla Asmara, S.Pt. MSi

NIP. 130 516 995 NIP. 132 159 707

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 15 November 1983. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Undang Saepudin dan Ibu Siti Halimah.

Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1990 dengan memasuki jenjang sekolah dasar di SDN Bojongmalang I, dan lulus pada tahun 1996. Pada tahun 1999, penulis menyelesaikan pendidikan di SLTPN 1 Cimaragas dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMUN I Banjar. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil’alamin, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir Program Sarjana. Skripsi ini merupakan hasil studi mengenai analisis harga pokok produksi pada usaha pemotongan ayam yang bersifat tradisional. Studi mengenai analisis harga pokok produksi dengan mengetahui perhitungan harga pokok produksi metode perusahaan dan memperkenalkan perhitungan harga pokok produksi dengan metode Activity Based Costing (ABC). Setelah dilakukan analisis perbandingan kedua metode dapat diambil keputusan pemakaian metode harga pokok produksi yang tepat.

Penelitian dilaksanakan pada salah satu perusahaan pemotongan ayam terbesar di Kelurahan Kebon Pedes. Data dianalisis dengan menggunakan analisa kuantitatif yaitu perhitungan harga pokok produksi metode perusahaan dan metode ABC, serta analisa kualitatif yaitu dengan membandingkan hasil dari kedua metode perhitungan.

Penulis menyadari bahwa tidak ada karya manusia yang sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran ataupun kritik yang membangun agar skripsi ini menjadi lebih baik.

Bogor, September 2006

(8)

DAFTAR ISI

Perbedaan Antara Sistem ABC dengan Sistem Konvensional ... 11

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

Proses Pemotongan Ayam ... 23

Biaya Produksi Karkas ... 25

Biaya Bahan Baku ... 25

Biaya Tenaga Kerja ... 27

Biaya Overhead Pabrik ... 28

Perhitungan Harga Pokok Produksi Karkas Metode Variable Costing ... 28

Perhitungan Harga Pokok Produksi Karkas Metode ABC ... 29

Analisis Perbandingan Harga Pokok Produksi Karkas Antara Metode Variable Costing dengan Metode ABC ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

Kesimpulan ... 35

Saran ... 35

UCAPAN TERIMA KASIH ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 38

LAMPIRAN ... 39

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(11)

ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI PADA

RUMAH POTONG AYAM TRADISIONAL “X”

KELURAHAN KEBON PEDES KOTA BOGOR

SKRIPSI

PIPIN SOPIAH

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(12)

RINGKASAN

PIPIN SOPIAH. D34102027. Analisis Harga Pokok Produksi Pada Rumah Potong Ayam Tradisional ”X” Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Zulfikar Moesa, MS Pembimbing Anggota : Alla Asmara, S.Pt. Msi

Meningkatnya jumlah penduduk dan taraf hidup masyarakat Indonesia serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan protein, akan cenderung meningkatkan permintaan produk peternakan. Berkembangnya usaha peternakan ayam broiler membuka peluang bagi masyarakat yang ingin bergerak dalam usaha pemotongan ayam broiler, baik pemotongan ayam yang dilengkapi dengan peralatan modern, maupun usaha pemotongan ayam yang bersifat tradisional.

Harga merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu perusahaan dalam pesaingan. Pembentukan harga dipengaruhi oleh struktur biaya produksi atau harga pokok produksi. Perhitungan harga pokok produksi digunakan sebagai dasar bagi penentuan harga jual, serta sebagai sarana pengendalian biaya produksi untuk tujuan efisiensi biaya. Ketepatan perusahaan menghitung atau memperkirakan harga pokok produksi akan memudahkan perusahaan untuk mengambil kebijaksanaan dalam menentukan harga jual, serta dapat menilai efisien atau tidak proses produksi yang selama ini digunakan.

Penelitian dilaksanakan di Rumah Potong Ayam (RPA) Tradisional ”X” Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor. Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 24 Maret sampai 25 April 2006.

Metode penelitian adalah studi kasus. Desain yang digunakan adalah deskriptif-analitis. Bentuk deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran umum Usaha Pemotongan Ayam. Analisa kuantitatif digunakan dalam perhitungan harga pokok produksi metode perusahaan (variable costing) dan metode Activity Based Costing (ABC). Analisa kualitatif digunakan dalam pengkajian terhadap hasil kedua metode perhitungan harga pokok produksi selama tahun 2005.

Berdasarkan hasil analisis, perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC menghasilkan harga pokok yang lebih besar dibandingkan dengan metode perusahaan (variable costing) setiap bulannya. Harga pokok rata-rata metode ABC sebesar Rp 11.663,63 sedangkan harga pokok rata-rata metode variable costing sebesar Rp 11.646,15. Rata-rata selisih sebesar Rp 17,48 per bulan. Harga pokok yang lebih tinggi pada metode ABC disebabkan karena penggunaan sumberdaya yang lebih banyak dibandingkan bila menggunakan metode variable costing. Meskipun metode ABC menghasilkan harga pokok yang lebih tinggi, tetapi perhitungan metode ABC mencerminkan pemakaian sumberdaya yang digunakan dalam proses produksi. Metode ABC dapat digunakan sebagai alternatif dalam perhitungan harga pokok perusahaan.

(13)

ABSTRACT

The Analyze of Cost of Good Manufactured in Traditional Slaughtering Chicken House “X” at Kebon Pedes Sub-District Bogor City

Sopiah, P., Z. Moesa, and A. Asmara

The aims of this research were : 1) to know production activity of the Traditional Slaughtering Chicken House “X” in Kebon Pedes Sub-District, 2) to analyze the comparison between good manufactured cost methods calculation, applied in the company (variable costing method) and Activity Based Costing (ABC) method. This research was designed as descriptive analytical research. Quantitative analysis was used in calculating variable costing method and ABC method, meanwhile qualitative analysis was used in analyzing on the results both of variable costing method and ABC method calculation. The obatained data was detailed in the form of monthly data during year 2005. Based on analysis result, good manufactured cost calculation using ABC method resulted the cost price that is higher than variable costing method. The overcosted cost price of ABC method is caused by the number of resources utilization needed in production process higher than the ones in varible costing method. The difference mean is about Rp 17,48 per month. Although ABC method resulted higher cost of good manufactured, but ABC method describe the real consumption resource needed in production process. Therefore, ABC meethod can be used as alternative for the company in calculating cost of good manufactured because the method calculate the real production cost.

(14)

ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI PADA

RUMAH POTONG AYAM TRADISIONAL “X”

KELURAHAN KEBON PEDES KOTA BOGOR

PIPIN SOPIAH

D34102027

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(15)

ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI PADA

RUMAH POTONG AYAM TRADISIONAL “X”

KELURAHAN KEBON PEDES KOTA BOGOR

Oleh

PIPIN SOPIAH

D34102027

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 12 September 2006

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Zulfikar Moesa, MS. Alla Asmara, S.Pt. MSi

NIP. 130 516 995 NIP. 132 159 707

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 15 November 1983. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Undang Saepudin dan Ibu Siti Halimah.

Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1990 dengan memasuki jenjang sekolah dasar di SDN Bojongmalang I, dan lulus pada tahun 1996. Pada tahun 1999, penulis menyelesaikan pendidikan di SLTPN 1 Cimaragas dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMUN I Banjar. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

(17)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil’alamin, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir Program Sarjana. Skripsi ini merupakan hasil studi mengenai analisis harga pokok produksi pada usaha pemotongan ayam yang bersifat tradisional. Studi mengenai analisis harga pokok produksi dengan mengetahui perhitungan harga pokok produksi metode perusahaan dan memperkenalkan perhitungan harga pokok produksi dengan metode Activity Based Costing (ABC). Setelah dilakukan analisis perbandingan kedua metode dapat diambil keputusan pemakaian metode harga pokok produksi yang tepat.

Penelitian dilaksanakan pada salah satu perusahaan pemotongan ayam terbesar di Kelurahan Kebon Pedes. Data dianalisis dengan menggunakan analisa kuantitatif yaitu perhitungan harga pokok produksi metode perusahaan dan metode ABC, serta analisa kualitatif yaitu dengan membandingkan hasil dari kedua metode perhitungan.

Penulis menyadari bahwa tidak ada karya manusia yang sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran ataupun kritik yang membangun agar skripsi ini menjadi lebih baik.

Bogor, September 2006

(18)

DAFTAR ISI

Perbedaan Antara Sistem ABC dengan Sistem Konvensional ... 11

(19)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

Proses Pemotongan Ayam ... 23

Biaya Produksi Karkas ... 25

Biaya Bahan Baku ... 25

Biaya Tenaga Kerja ... 27

Biaya Overhead Pabrik ... 28

Perhitungan Harga Pokok Produksi Karkas Metode Variable Costing ... 28

Perhitungan Harga Pokok Produksi Karkas Metode ABC ... 29

Analisis Perbandingan Harga Pokok Produksi Karkas Antara Metode Variable Costing dengan Metode ABC ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

Kesimpulan ... 35

Saran ... 35

UCAPAN TERIMA KASIH ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 38

LAMPIRAN ... 39

(20)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(21)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perbandingan Harga Pokok Karkas RPA Asia Afrika Antara Metode ABC dengan Metode Konvensional Bulan

Juni 2003-Januari 2004 ... 12

2. Perhitungan Harga Pokok Produksi Produk JKPT Perusahaan Kecap Dengan Metode Konvensional Periode Januari-Juni 2002 .... 13

3. Perhitungan Harga Pokok Produksi Produk Chicken Nugget PT. Japfa-Osi Food Industries dengan Metode Volume Based Costing Periode Januari-Juni 2002 ... 15

4. Perhitungan Harga Pokok Produksi Produk Chicken Nugget PT. Japfa-Osi Food Industries dengan Metode ABC Periode Januari 2002 ... 16

5. Perkembangan Nilai MIR CV. GAI Tahun 2002-2003 ... 17

6. Biaya Pembelian Ayam Hidup Selama Tahun 2005 ... 25

7. Jumlah Produksi Karkas Selama Tahun 2005 ... 26

8. Karakteristik Tenaga Kerja RPA Tradisional ”X” ... 27

9. Biaya Tenaga Kerja Selama Tahun 2005 ... 28

10. Biaya Overhead Selama Tahun 2005 ... 28

11. Perhitungan Harga Pokok Produksi Metode Perusahaan Selama Tahun 2005 ... 30

12. Perhitungan Harga Pokok Produksi Metode ABC untuk Bulan Januari Tahun 2005 ... 31

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC

untuk Bulan Februari Tahun 2005 ... 40 2. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC

untuk Bulan Maret Tahun 2005 ... 41 3. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC

untuk Bulan April Tahun 2005 ... 42 4. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC

untuk Bulan Mei Tahun 2005 ... 43 5. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC

untuk Bulan Juni Tahun 2005 ... 44 6. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC

untuk Bulan Juli Tahun 2005 ... 45 7. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC

untuk Bulan Agustus Tahun 2005 ... 46 8. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC

untuk Bulan September Tahun 2005 ... 47 9. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC

untuk Bulan Oktober Tahun 2005 ... 48 10. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC

untuk Bulan November Tahun 2005 ... 49 11. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC

(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 221,33 juta jiwa dan perkiraan tingkat pendapatan penduduk pertahun pada tahun 2005 sebesar 2500 US Dollar, merupakan negara dengan pangsa pasar terbesar ke-4 di dunia. Hal tersebut berarti peluang sekaligus masalah bagi kelangsungan iklim usaha di Indonesia, karena dengan pangsa pasar sebesar itu Indonesai merupakan sasaran empuk bagi berbagai produk negara lain apalagi pada era globalisasi saat ini.

Ditengah laju pertumbuhan ekonomi yang masih rendah karena krisis ekonomi yang belum pulih, subsektor peternakan mempunyai potensi dan peluang yang besar sebagai sumber pertumbuhan baru dalam perekonomian Indonesia. Meningkatnya jumlah penduduk dan taraf hidup masyarakat Indonesia serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan protein, akan cenderung meningkatkan permintaan produk peternakan. Khusus di bidang usaha peternakan ayam broiler, kebutuhan pasar daging unggas nasional saat ini mencapai + 1,2–1,5 juta ton/th dengan perputaran uang mencapai Rp 1,5 trilyun per tahun. Berkembangnya usaha peternakan ayam broiler membuka peluang bagi masyarakat yang ingin bergerak dalam usaha pemotongan ayam broiler, baik pemotongan ayam yang dilengkapi dengan peralatan modern, maupun usaha pemotongan ayam yang bersifat tradisional.

Sentra usaha pemotongan ayam broiler di Kota Bogor berada di Kelurahan Kebon Pedes. Usaha tersebut mulai dirintis sejak tahun 1970 oleh seorang pendatang dari Wonogiri, Jawa Tengah. Beberapa tahun kemudian mulai berdatangan urban dari propinsi yang sama dan ikut merintis usaha pemotongan ayam. Umumnya kegiatan pemotongan ayam dilakukan secara tradisional. Saat ini sentra usaha pemotongan ayam broiler di Kelurahan Kebon Pedes telah berkembang yang ditandai dengan meningkatnya jumlah unit usaha menjadi 41 unit, dan merupakan pemasok utama untuk memenuhi kebutuhan daging ayam di pasar-pasar tradisional khususnya di wilayah Kotamadya Bogor.

(24)

Pembentukan harga dipengaruhi oleh struktur biaya produksi atau harga pokok produksi. Perhitungan harga pokok produksi digunakan sebagai dasar penentuan harga jual, serta sebagai sarana pengendalian biaya produksi untuk tujuan efisiensi biaya. Rumah Potong Ayam Tradisional “X” merupakan salah satu perusahaan pemotongan ayam terbesar di Kelurahan Kebon Pedes. Didirikan pada tahun 1970, hingga saat ini RPA tersebut memiliki karyawan sebanyak 16 orang, dengan jumlah produksi rata-rata per hari tahun 2004 mencapai 3500 kilogram karkas. Dengan sumberdaya sebanyak itu, RPA Tradisional “X” dapat dikategorikan sebagai rumah potong ayam kategori I kelas C menurut Prayitno (2003). Oleh karena itu, sudah seharusnya perusahaan memperhatikan perhitungan harga pokok produksi sebagai dasar bagi penentuan harga jual produknya, agar harga jual dari produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan produk sejenis di pasaran.

Perumusan Masalah

Suatu mata rantai dari usaha penanganan dan pengolahan produk hasil peternakan khususnya daging unggas adalah usaha pemotongan ayam, yang merupakan usaha untuk mengolah lebih lanjut ayam hidup menjadi produk karkas siap olah yang selanjutnya siap dipasarkan kepada konsumen. Skala usaha dalam usaha pemotongan ayam ditentukan oleh banyaknya ayam broiler yang merupakan input utama dalam usaha pemotongan ayam.

Kontinuitas penjualan pada Rumah Potong Ayam Tradisional “X” di Kelurahan Kebon Pedes, selain ditentukan oleh permintaan pasar, juga dapat dijaga dengan cara memproduksi daging ayam bermutu dengan harga yang memadai. Berdasarkan studi yang telah dilakukan, RPA Tradisional “X” di Kelurahan Kebon Pedes belum memperhatikan perhitungan harga pokok sebagai dasar bagi penetapan harga jualnya. Penetapan harga jual yang ditetapkan belum mencerminkan berapa besar biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produknya. Oleh karena itu, maka perhitungan harga pokok produksi dalam menentukan harga jual produk yang dilakukan secara tepat dan teliti mutlak diperlukan.

(25)

sesungguhnya. Akibatnya dapat terjadi kekeliruan dalam pembebanan biaya produksi. Total biaya produksi yang besar menyebabkan harga jual tinggi sehingga perusahaan akan kalah dalam persaingan. Sebaliknya, bila perhitungan total biaya produksi kecil maka harga jualnya rendah, tetapi perusahaan akan mengalami kerugian karena pendapatan yang diperoleh tidak mampu menutupi semua biaya yang dikeluarkan.

Terdapat kegunaan lain dengan dilakukannya perhitungan terhadap harga pokok produksi ini, yaitu perusahaan dapat mengetahui berapa besarnya keuntungan yang diraih atau kerugian yang diderita. Ketepatan perusahaan menghitung atau memperkirakan harga pokok produksi akan memudahkan perusahaan untuk mengambil kebijaksanaan dalam menentukan harga jual, serta dapat menilai efisien atau tidak proses produksi yang selama ini dilakukan.

Metode yang berdasarkan aktivitas mempunyai informasi yang akurat pada penentuan konsumsi aktivitas yang berhubungan dengan penggunaan sumberdaya dalam penanganan produk. Oleh karena itu, perusahaan lebih mampu mengendalikan proses produksi dan pembebanan biaya produksi yang lebih akurat.

Dari pemaparan diatas, maka pokok-pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana aktivitas produksi Rumah Potong Ayam Tradisional “X” di Kelurahan Kebon Pedes?

2. Bagaimana analisis perbandingan metode perhitungan harga pokok produksi yang digunakan perusahaan dan metode ABC?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui aktivitas produksi RPA Tradisional “X” di Kelurahan Kebon

Pedes.

(26)

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna untuk :

1. Pihak perusahaan, sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan penentuan harga pokok produksi.

2. Informasi dan Ilmu Pengetahuan bagi pembaca guna melakukan studi lain tentang agribisnis peternakan khususnya harga pokok produksi.

(27)

KERANGKA PEMIKIRAN

Rumah Potong Ayam (RPA) ”X” di Kelurahan Kebon Pedes bergerak di sektor pangan berbasis peternakan (agrifood), memasarkan ayam siap olah dan daging ayam berkualitas. Bisnis utamanya adalah pemotongan ayam serta produk-produk ayam bernilai tambah lainnya.

Harga merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perusahaan dalam persaingan, disamping kualitas, distribusi, promosi serta mekanisme pasar. Pembentukan harga juga dipengaruhi oleh struktur biaya produksi atau harga pokok produksi. Harga pokok merupakan suatu pertimbangan dalam menetukan harga jual dari produk-produk yang dihasilkan. Selain sebagai dasar penentuan harga jual, perhitungn harga pokok juga penting sebagai sarana pengendalian biaya produksi untuk tujuan efisiensi biaya.

(28)

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Rumah Potong Ayam

Tradisional ”X”

Perhitungan Harga Pokok Produksi Karkas

Perhitungan Harga Pokok Produksi Metode Perusahaan

Perhitungan Harga Pokok Produksi Metode ABC

Analisis Perbandingan Metode Perusahaan dengan Metode ABC

Identifikasi Biaya Produksi

Pengambilan Keputusan Pemakaian Metode Harga Pokok

Produksi yang Tepat Identifikasi Proses

(29)

TINJAUAN PUSTAKA

Rumah Potong Ayam

Definisi rumah potong ayam menurut Departemen Pertanian (1995) adalah komplek bangunan yang didesain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higienis tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong ayam atau unggas bagi masyarakat umum. Menurut Prayitno (2003), terdapat pembagian kelas usaha pemotongan ayam berdasarkan luasan peredaran daging yang dihasilkan; (1) Kelas A, yaitu usaha pemotongan ayam untuk penyediaan daging ayam kebutuhan ekspor; (2) Kelas B, yaitu usaha pemotongan ayam untuk penyediaan daging ayam kebutuhan antar propinsi daerah tingkat I; (3) Kelas C, yaitu usaha pemotongan ayam untuk penyediaan daging ayam kebutuhan antar kabupaten/kotamadya daerah tingkat II dalam satu propinsi daerah tingkat I, dan (4) Kelas D, yaitu usaha pemotongan ayam untuk penyediaan daging ayam kebutuhan daerah tingkat II. Masih menurut Prayitno (2003), pembagian kelas usaha menurut jenis kegiatan usaha pemotongan ayam terdiri dari; (1) Usaha pemotongan ayam kategori I, yaitu kegiatan pemotongan ayam milik sendiri di rumah potong milik sendiri; (2) Usaha pemotongan ayam kategori II, yaitu kegiatan menjual jasa pemotongan ayam atau melaksanakan pemotongan ayam milik orang lain, dan (3) Usaha pemotongan ayam kategori III, yaitu kegiatan pemotongan ayam pada rumah potong ayam milik pihak lain.

Karkas Ayam Broiler

Istilah ayam broiler ditujukan pada ayam tipe pedaging yang berumur di bawah 8 minggu ketika dijual dengan bobot tubuh tertentu, serta mempunyai timbunan daging dan lemak yang banyak (Amrullah, 2003). Lebih lanjut Amrullah (2003) menyatakan bahwa instink ayam broiler hanya untuk makan dan tumbuh menimbun daging dan lemak.

(30)

Biaya dan Klasifikasinya

(31)

pemeliharaan bangunan, biaya pengawasan mutu pakan, biaya operasi mesin, biaya angkutan dan bongkar muat, serta biaya listrik mesin; (4) Perilaku Biaya dalam Hubungannya dengan Perubahan Volume Kegiatan, dalam hal ini, biaya digolongkan menjadi : biaya variabel, biaya semivariabel, biaya tetap, biaya semifixed; dan (5) Jangka Waktu Manfaatnya, dalam hal ini biaya dapat digolongkan menjadi dua yakni biaya modal dan pengeluaran pendapatan.

Sistem Activity Based Costing (ABC)

Pengertian dan Definisi Sistem ABC

Mulyadi (2003), Activity-based cost system (ABC) adalah system informasi biaya berbasis aktivitas yang didesain untuk memotivasi personel dalam melakukan pengurangan biaya dalam jangka panjang melalui pengelolaan aktivitas. Lebih lanjut Mulyadi (2003) menjelaskan keyakinan dasar yang melandasi ABC system pada Gambar 1.

Gambar 1. Keyakinan Dasar yang melandasai ABC System Sumber : Mulyadi (2003)

Menurut Garrison dan Nooreen (2003), Activity Based Costing adalah metode penentuan harga pokok yang didesain untuk melengkapi para manajer dengan informasi harga untuk strategi perusahaan dan keputusan lain yang kemungkinan besar akan mempengaruhi kapasitas sehingga timbul biaya tetap. ABC awalnya digunakan sebagai tambahan daripada sebagai pengganti pada sistem penentuan harga yang biasa digunakan oleh perusahaan. Ditambahkan oleh Hannon (2000), bahwa Inti dari Activity Based Costing adalah untuk menghubungkan aktivitas-aktivitas dari cost driver ke produk yang akan memikul beban atau biaya dari masing-masing aktivitas tersebut.

Manfaat Metode ABC

Mulyadi (2003), mengemukakan beberapa manfaat yang diharapkan dari penerapan ABC system sebagai berikut : (1) menyediakan informasi berlimpah tentang aktivitas yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk dan

(32)

jasa bagi pelanggan (customer); (2) menyediakan fasilitas untuk menyusun dengan cepat anggaran berbasis aktivitas (activity-based budget); (3) menyediakan informasi biaya untuk memantau implementasi rencana pengurangan biaya; dan (4) menyediakan secara akurat dan multidimensi biaya produk dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan.

Ivana (2004), dalam penelitiannya mengenai penentuan harga pokok produksi karkas pada Rumah Potong Ayam (RPA) Asia dengan menggunakan metode full costing, variable costing, dan activity based costing, diketahui bahwa harga pokok karkas dengan menggunakan metode full costing sebesar Rp 14.632,38 per kilogram merupakan harga pokok rata-rata tertinggi. Harga pokok rata-rata terendah sebesar Rp 8.361,25 per kilogram diperoleh dengan menggunakan metode variable costing. Menggunakan metode activity based costing (ABC) harga pokok rata-rata yang diperoleh sebesar Rp 12.580,25 per kilogram berada di antara metode full costing dan variable costing. Harga pokok yang diperoleh dengan menggunakan metode ABC akan overcosted untuk produk yang diproduksi dalam jumlah sedikit (Ivana, 2004). Selanjutnya Ivana (2004) menambahkan bahwa perusahaan sebaiknya mempertimbangkan penggunaan metode ABC sebagai alternatif dalam menghitung harga pokok produksi karena perhitungannya benar-benar mencerminkan konsumsi sumberdaya.

Hierarki Biaya dalam Metode ABC

(33)

dengan kegiatan untuk mempertahankan kapasitas yang dimiliki perusahaan, terdiri dari biaya depresiasi bangunan, depresiasi mesin dan biaya overhead lain-lain.

Berdasarkan penelitian Hasibuan (2005) tentang penetapan harga pokok produksi unit usaha pakan ternak, diketahui bahwa penggunaan ABC diawali denagn tahap mengidentifikasi jenis aktivitas yang terjadi dalam proses produksi konsentrat. Jenis aktivitas yang dapat diidentifikasi dalam proses produksi konsentrat Unit Usaha Pakan Ternak KPS-Bogor terdiri dari : inspeksi, supervisi, operasi mesin mixer, operasi mesin jahit otomatis, penyusutan peralatan timbang, listrik mesin mixer, listrik mesin jahit, pemeliharaan bangunan, dan pengawasan mutu pakan ternak.

Perbedaan Antara Sistem ABC dengan Sistem Konvensional

Menurut Garrison dan Nooreen (2003), dalam perhitungan biaya konvnsional, hanya biaya manufaktur yang dibebankan pada produk. Biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum dianggap sebagai biaya periodik dan tidak dibebankan pada produk. Akan tetapi, banyak dari biaya nonmanufaktur yang merupakan bagian dari biaya produksi, seperti pemasaran, distribusi, dan pelayanan produk. Contoh lainnya, gaji salesman, biaya pengapalan dan biaya garansi dapat dengan mudah dibebankan pada setiap produk. Dalam metode ABC, produk dibebani oleh biaya overhead. Intinya, kita akan menentukan biaya lengkap suatu produk daripada hanya biaya manufakturnya saja. Ditambahakan Hilton et al., (2003) bahwa Sistem penentuan harga pokok yang digunakan oleh banyak perusahaan tidak menunjukkan biaya-biaya tidak langsung seperti gaji supervisor dan biaya utilitas yang berhubungan langsung dengan produk. Selain itu, dalam penggunaan metode konvensional, perusahaan membebankan biaya-biaya tidak langsung pada produk menggunakan alokasi tambahan seperti jam tenaga kerja langsug atau jam mesin. ABC adalah metode penentuan harga pokok yang pertama-tama menunjukkan biaya pada aktivitas-aktivitas, kemudian pada barang dan jasa berdasarkan seberapa banyak barang dan jasa tersebut menggunakan aktivitas-aktivitas.

(34)

Tabel 1. Perbandingan Harga Pokok Produksi Karkas RPA Asia Afrika antara Metode ABC dengan Metode Konvensional Bulan Juni 2003 – Januari 2004

Metode perhitungan harga pokok yang digunakan perusahaan sangat sederhana, bahkan tidak sesuai dengan kaidah perhitungan harga pokok menurut standar akuntansi Indonesia, karena harga pokok tidak menggambarkan penggunaan biaya yang seharusnya menjadi komponen harga pokok. Bila hal ini terus terjadi akan menyebabkan pengambilan keputusan yang dapat merugikan perusahaan. Dalam metode ABC, harga pokok produksi yang dihasilkan benar-benar mencerminkan konsumsi sumberdaya aktivitas yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk (Ivana, 2004).

Harga Pokok dan Fungsinya

Pengertian Harga Pokok

Mulyadi (2000), mengemukakan bahwa istilah harga pokok dugunakan untuk menunjukkan pengorbanan sumber ekonomi dalam pengolahan aktiva (berupa persediaan bahan baku) menjadi aktiva lain (berupa persediaan produk jadi). Swashta dan Ibnu (1998) mengemukakan bahwa salah satu prinsip bagi manajemen dalam penentuan harga adalah menitikberatkan pada kemauan pembeli untuk harga yang ditentukan dengan jumlah yang cukup untuk menutup ongkos-ongkos dan menghasilkan laba.

(35)

telah menetapkan harga jual berdasarkan pada harga pokok produknya. Harga jual yang ditetapkan oleh perusahaan sebesar Rp 458,33 sedangkan harga jual distributor atau agen adalah sebesar Rp 500,00 per unit bila dibeli di tempat distributor atau agen tersebut, dan bila diantar langsung ke pengecer maka harga jualnya adalah sebesar Rp 1.500,00 – Rp 2.000,00 per unit.

Tujuan Perhitungan Harga Pokok Produksi

Menurut Mulyadi (2000), informasi harga pokok produksi yang dihitung untuk jangka waktu tertentu bermanfaat bagi manajemen untuk : a) menentukan harga jual produk; b) memantau realisasi biaya produksi; c) menghitung laba atau rugi periodik dan d) menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan neraca.

Rahany (2003) dalam penelitiannya mengenai penetapan harga pokok prduksi kecap, menemukan bahwa nilai harga pokok produksi berbeda-beda tiap bulannya. Perbedaan tersebut akan mempengaruhi keuntungan perusahaan dan harga jual kecap, karena penetuan harga jual tersebut mempertimbangkan biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum selain harga pokok produksi (Tabel 2.)

Tabel 2. Perhitungan Harga Pokok Produksi JKPT Perusahaan Kecap dengan Metode Konvensional Periode Januari – Juni 2002

Bulan Produksi B. Bhn Baku BTKL BOP HPP/krat (krat) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp/krat)

Januari 4174 30.398.314,44 4.369.430,00 9.802.728,52 10.678,12

Februari 4034 29.387.725,56 4.574.230,00 10.961.310,92 11.133,93

Maret 4751 34.600.477,22 4.731.995,00 12.394.244,85 10.887,54

April 4532 33.005.548,89 4.759.740,00 11.463.225,22 10.862,43

Mei 4782 34.862.243,33 4.451.280,00 11.742.677,48 10.688,35

Juni 4504 32.801.631,11 4.451.280,00 11.545.163,61 10.834,39

Sumber : Rohany,2003

(36)

Metode Penentuan Harga Pokok Produksi

Metode penentuan harga pokok produksi adalah cara memperhitungkan unsure-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi (Mulyadi, 2000). Lebih lanjut Mulyadi (2000), menjelaskan bahwa dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi, terdapat dua pendekatan : (1) Full Costing, merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi, dan (2) Variable Costing, merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variable ke dalam harga pokok produksi, terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik.

Horngren (1994), metode perhitungan harga pokok produksi terdiri dari dua metode yaitu : (1) Metode Volume Based Costing adalah suatu system dimana pola konsumsi input, jumlah overhead serta overhead per unit produk dialokasikan pada masing-masing produk berdsasarkan volume atau unit. Alokasi ini kurang mencerminkan biaya aktivitas penanganan produk yang sesungguhnya walaupun mudah untuk diterapkan, dan (2) Metode Activity Based Costing adalah suatu metode yang menelusuri biaya atas dasar aktivitas dan penanganan produk sesungguhnya. Konsep ini mendorong identifikasi aktivitas yang bernilai tambah dan aktivitas yang tidak bernilai tambah. Dalam hal ini dibutuhkan data yang lebih akurat.

(37)

Tabel 3. Perhitungan Harga Pokok Produksi Produk Chicken Nugget PT. Japfa-Osi Food Industries dengan Metode Volume Based Costing Periode Januari – Juni 2002

Bulan Produksi B.Bhn Baku BTKL BU BO BD HPP/kg

Sumber : Siswanto, 2003

Keterangan : BTKL : Biaya Tenaga kerja Lnagsung

BU : Biaya Utilitas

BO : Biaya Operasi

BD : Biaya Depresiasi

HPP : Harga Pokok Produksi

Penentuan harga pokok produksi dengan cara diatas, jelas tidak mencerminkan konsumsi sumberdaya (faktor-faktor produksi) secara sesungguhnya. Walaupun mudah diaplikasikan, tetapi dapat berakibat salah dalam pembebanan pada biaya utility, biaya overhead pabrik dan biaya penyusutan. Produk dalam jumlah besar akan menerima pembebanan ketiga biaya tersebut lebih besar dan untuk produk yang diproduksi dalam jumlah kecil akan mendapat pembebanan yang lebih kecil, meskipun biaya produksinya tinggi (Siswanto, 2003).

Selanjutnya Siswanto (2003) mencoba menerapkan sistem activity based costing (ABC) pada PT. Japfa-Osi Food Industries. Tahap pertama yang dilakukan adalah identifikasi aktivitas, kemudian membuat ringkasan konsumsi aktivitas proses produksi chicken nugget tersebut. Biaya overhead akan dibebankan kepada produk berdasarkan konsumsi aktivitasnya secara nyata. Aktivitas-aktivitas yang dapat diidentifikasi sebagai activity drivers adalah aktivitas blending, forming, coating, frying, baking, freezing, dan packaging. Aktivitas overhead yang dihitung adalah tenaga kerja langsung, set-up, supervisi, inspeksi, listrik mesin-mesin (grinding, blender, formax, milkwash, sprayer, breeder sprayer, fryer, steam oven, freezer, packing), pemeliharaan mesin, dan depresiasi bangunan dan mesin.

(38)

tetapi perhitungan ini telah mencatat biaya produksi yang benar-benar terjadi pada setiap proses produksi. Informasi ini sangat diperlukan oleh manajemen perusahaan dalam usaha melakukan efisiensi produksi (Siswanto, 2003). Tabel 4. menjelaskan perhitungan harga pokok produksi produk Chicken Nugget dengan metode ABC periode Januari 2002.

Tabel 4. Perhitungan Harga Pokok Produksi Produk Chicken Nugget PT Japfa-Osi Food Industries dengan Metode ABC Periode Januari 2002

Keterangan Chicken Nugget (1) (2)

1. Produksi (kg) 19.392,00

2. Biaya Tingkat Unit Aktivitas (Rp)

a. Biaya Tenaga Kerja Langsung 6.115.223,00

3. Biaya Tingkat Batch Aktivitas

a. Biaya Bahan Baku 222.605.448,00

b. Biaya Set-Up 4.250.000,00

c. Biaya Supervisi 627.718,75

JUMLAH 227.528.166,75

4. Biaya Tingkat Produk Aktivitas

a. Biaya Inspeksi 1.242.000,00

b. Biaya Pemeliharaan 9.993,86 c. Biaya Depresiasi Mesin 10.004.979,72

JUMLAH 11.256.973,72

5. Biaya Tingkat Fasilitas Aktivitas (Rp)

a. Biaya Depresiasi Bangunan 423.250,57 b. Biaya Overhead lain-lain 37.900.568,94

JUMLAH 38.323.819,51

HPP TOTAL (Rp) 301.360.969,00

HPP per kg (Rp) 15.540,48

(39)

Harga Jual

Menurut Swashta dan Ibnu (1998), harga jual adalah sejumlah uang (ditambah beberapa barang kalau mungkin), yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta layanannya. Selanjutnya Swashta dan Ibnu (1998) mengemukakan bahwa ada tiga metode pendekatan harga jual yaitu : (1) Pendekatan Harga Plus (Cost Plus Pricing Method), dalam metode ini harga jual per unit ditentukan dengan menghitung jumlah seluruh biaya per unit ditambah jumlah tertentu untuk menutup laba yang dikehendaki pada unit tersebut (margin); (2) Penetapan Harga Jual Mark-up (Mark-Up Pricing Method), pada intinya metode ini sama dengan pendekatan harga plus, hanya saja pedagang atau perusahaan lebih banyak menggunakan penetapan harga mark-up dan (3) Penetapan Harga Break Even (Break Even Pricing), dalam metode ini penetapan harga berdasarkan harga pasar dan masih mempertimbangkan biaya. Perusahaan dikatakan dalam keadaan break even bilamana penghasilan yang diterima sama dengan biaya yang dikeluarkan, dengan anggapan bahwa harga jual sudah tertentu.

Sugiarto (2004) dalam penelitiannya mengenai penetapan harga jual nata de coco, diketahui bahwa perusahaan menggunakan metode pendekatan harga plus dalam penentuan harga jual produknya, yakni dengan menggunakan persentase Marginal Income Ratio (MIR) sebagai bagian dari hasil penjualan produk yang tersedia untuk menutup biaya tetap dan laba yang ditetapkan per tahun.

Tabel 5. Perkembangan Nilai MIR CV. GAI Tahun 2002 – 2003 Tahun Jenis Produk Harga Jual Biaya Variabel/unit MIR

(Rp/gelas) (Rp/gelas) (%)

(40)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini merupakan studi kasus pada Rumah Potong Ayam (RPA) Tradisional “X” yang berlokasi di Kelurahan Kebon Pedes Kotamadya Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa RPA Tradisional “X” di Kelurahan Kebon Pedes merupakan salah satu perusahaan pemotongan ayam terbesar di Kelurahan Kebon Pedes. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2006.

Desain

Penelitian ini didesain sebagai penelitian deskriptif–analitis. Bentuk deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran umum Usaha Pemotongan Ayam. Informasi data yang didapat serta hasil analisisnya disajikan dalam bentuk tabulasi dan gambar, sesuai dengan hasil yang diperoleh di lapang. Penjelasan secara analisis digunakan untuk mengetahui harga pokok produksi yang digunakan di perusahaan dan harga pokok produksi berdasarkan metode Activity Based Costing (ABC).

Data dan Instrumentasi

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengambilan data primer dilakukan dengan observasi/pengamatan langsung dan wawancara. Pengamatan langsung dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang terjadi selama proses produksi, sedangkan wawancara dilakukan untuk mengetahui kebijakan manajemen pengelola UPA selama tahun 2005. Data sekunder diperoleh dari literatur-literatur lain yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan.

Pengumpulan Data

(41)

Analisis Data

Data dan informasi yang telah dikumpulkan diolah dan disajikan dalam bentuk tabulasi, agar mempermudah dalam melakukan analisis data. Data yang diperoleh dibuat secara rinci setiap bulan dan diolah secara manual dengan menggunakan software excel.

Analisa data dikelompokkan menjadi analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan terutama pada perhitungan harga pokok produksi dengan cara yang biasa dilakukan oleh perusahaan (metode variable costing) dan dengan metode ABC, sedangkan analisis kualitatif diperlukan dalam melakukan pengkajian terhadap hasil kedua jenis perhitungan harga pokok produksi pada tahun 2005.

Analisa Harga Pokok Produksi dengan Metode Perusahaan

Perhitungan harga pokok produksi karkas per kilogram diperoleh dari penjumlahan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik per bulan dibagi jumlah produksi karkas per bulan.

Analisa Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC

Perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC diawali dengan pengidentifikasian proses pemotongan ayam yang akan menghasilkan karkas sebagai produk akhir (finished good) yang dihasilkan perusahaan. Aktivitas yang diidentifikasi dalam pemotongan antara lain : tahap penerimaan ayam, tahap penyembelihan, tahap pencelupan ke air panas, tahap pencabutan bulu, tahap pengeluaran isi perut, tahap pencucian dan tahap pengemasan. Biaya overhead yang dikeluarkan akibat dilakukannya aktivitas tersebut antara lain : biaya tenaga kerja langsung, biaya listrik, pemeliharaan mesin, serta depresiasi bangunan, mesin dan kendaraan

Perhitungan harga pokok produksi selanjutnya diperoleh dari penjumlahan komponen-komponen biaya dalam metode ABC. Komponen biaya dalam metode ABC terdiri dari empat kelompok biaya aktivitas (Hansen dan Maryanne,1999) yaitu 1.Biaya Aktivitas Tingkat Unit (unit level activity cost), diperoleh dengan

(42)

2.Biaya Aktivitas Tingkat Batch (batch level activity cost), diperoleh dari penjumlahan biaya supervisi dan biaya inspeksi.

3.Biaya Aktivitas Tingkat Produk (product sustaining level activity cost), diperoleh dari penjumlahan biaya pemeliharaan mesin dan bangunan.

4.Biaya Aktivitas Tingkat Fasilitas (facility sustaining level activity cost), diperoleh dari penjumlahan biaya depresiasi bangunan yang dihitung menurut luas lahan yang digunakan untuk proses produksi, depresiasi mesin, depresiasi kendaraan dan biaya overhead.

Secara matematis perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC dirumuskan sebagai berikut :

BTu : Biaya aktivitas tingkat unit (Rp) BTb : Biaya aktivitas tingkat batch (Rp) BTp : Biaya aktivitas tingkat produk (Rp) BTf : Biaya aktivitas tingkat fasilitas (Rp)

Definisi Istilah

1. Activity Based Costing (ABC) adalah sistem akuntansi yang terfokus pada aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan produk atau jasa.

(43)

3. Biaya Tenaga Kerja Langsung adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk mengupah tenaga kerja langsung dimana jasa yang diberikan dapat dihitung langsung dalam pembuatan produk.

4. Biaya Overhead metode Variable Costing adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung yang berkaitan dengan proses produksi. Diantaranya biaya listrik, biaya minyak tanah, biaya solar dan biaya oli per bulan.

5. Biaya Overhead metode ABC adalah biaya tidak langsung, yaitu biaya yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai oleh perusahaan. Misalnya biaya solar, biaya oli dan biaya plastik pembungkus.

6. Biaya Produksi adalah biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap dijual, meliputi biaya bahan baku, biaya penolong, biaya penyusutan dan lain-lain.

7. Cost Driver adalah biaya pemicu yang dikeluarkan akibat melakukan suatu

aktivitas produksi seperti jam tenaga kerja langsung.

8. Harga Pokok Produksi adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi 1 kilogram produk karkas ayam broiler.

9. Karkas Ayam Broiler adalah hasil pengolahan ayam broiler, yang meliputi tahap pemotongan, pencabutan bulu, pengeluaran jeroan, pemotongan kepala dan kaki, sehingga diperoleh bagian tubuh tanpa bulu, darah, kaki, kepala, leher dan organ dalam.

(44)

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Umum Kelurahan Kebon Pedes

Kelurahan Kebon Pedes merupakan salah satu dari 31 kelurahan yang ada di Kotamadya Bogor, yang berlokasi di Kecamatan Tanah Sareal, Kotamadya Bogor dengan luas wilayah 104 Ha. Suhu udara rata-rata setiap bulan 260C dengan kelembaban udara + 70 %. Curah hujan rata-rata per tahun 3500 – 4000 mm dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari.

Kelurahan Kebon Pedes terdiri dari 13 Rukun Warga (RW) dan 74 Rukun Tetangga (RT). Jumlah penduduk Kelurahan Kebon Pedes pada tahun 2005 sebanyak 20.482 jiwa yang terdiri dari 4540 Kepala Keluarga. Tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 0,44 % per tahun. Sebesar 22,12 % mata pencaharian pokok penduduk adalah sebagai pegawai baik Pegawai Negeri Sipil maupun swasta, dan yang lainnya bekerja sebagai pedagang, pengusaha, pengemudi dan pekerjaan pertukangan. Letak wilayah Kelurahan Kebon Pedes yang strategis yakni hanya sekitar 8 – 10 km dengan pusat pemerintahan serta pusat perdagangan, memudahkan pengusaha pemotongan ayam untuk memasarkan hasil usahanya.

(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Pemotongan Ayam

Kegiatan pemotongan dilakukan dalam ruangan yang sama mulai dari penyembelihan sampai pengemasan karkas dan produk siap untuk dipasarkan. Pemotongan ayam dilakukan dengan cara menyembelih ayam satu per satu menggunakan pisau, teknologi yang digunakan adalah mesin pencabut bulu. Proses pemotongan ayam dilakukan melalui tahapan seperti pada Gambar 4.

Gambar 4. Proses Pemotongan Ayam

Penerimaan Ayam. Perusahaan mengambil ayam hidup dari perusahaan peternakan dan poultry shop yang berlokasi di daerah Bogor, Sukabumi dan Cianjur dengan menggunakan kendaraan, keranjang, dan tenaga kerja sendiri. Oleh karena itu resiko penyusutan akibat kematian menjadi tanggungjawab perusahaan. Beberapa poultry shop yang menjadi pemasok perusahaan adalah Poultry shop Januputro, Poultry shop Hartono dan Perusahaan Peternakan Primatama Karya Persada.

Penyembelihan

Pencelupan ke Air Panas

Pencabutan Bulu

Pengeluaran Isi Perut

Pencucian

(46)

Penyembelihan. Penyembelihan pada pemotongan tradisional dilakukan satu per satu oleh pekerja bagian pemotongan. Ayam langsung diambil dari keranjang plastik dan dilakukan pemotongan sebagaimana lazimnya memotong secara halal yang didahului dengan membaca “basmalah” setelah itu ayam langsung ditampung di bak agar darah keluar sebelum dimasukkan ke dalam air panas.

Pencelupan ke Air Panas. Ayam yang telah disembelih kemudian dimasukkan ke drum berisi air panas dengan suhu kurang lebih 550C sambil diaduk. Tujuan pencelupan ke dalam air panas adalah agar mempermudah dalam proses pencabutan bulu. Jumlah ayam yang dimasukkan sebanyak 7 – 10 ekor selama 90 detik per ekor karena jika terlalu lama akan menyebabkan kulit ayam menjadi kering.

Pencabutan Bulu. Proses pencabutan bulu dilakukan dengan memasukkan ayam ( 7 – 10 ekor) ke dalam mesin pencabut bulu sesudah ayam diangkat dari drum air panas. Waktu yang diperlukan untuk mencabut bulu adalah 1 – 2 menit per ekor. Ayam yang telah terlihat bersih dari bulu diangkat dari mesin dan bulu-bulu halus yang masih tersisa dicabut oleh tangan. Proses pencabutan bulu menghasilkan sisa berupa bulu ayam yang selama ini dilakukan penanganan dengan dikumpulkan dalam karung kemudian dibuang ke tempat penampungan sampah.

Pengeluaran Isi Perut. Setelah pencabutan bulu selesai, ayam diambil dari dalam mesin lalu ditumpuk di lantai untuk selanjutnya dilakukan pengeluaran isi perut. Pengeluaran isi perut dialakukan dengan penyobekan pada daging antara kloaka dengan tulang dada menggunakan pisau, kemudian tangan kanan masuk ke rongga perut untuk mengeluarkan isi perut (jeroan). Masing-masing bagian dari isi perut kemudian dikelompokkan sesuai jenisnya, yaitu bagian hati dan ampela, usus serta jantung. Setelah dikeluarkan bagian jeroannya, selanjutnya karkas ayam dimasukkan ke dalam tong plastik berisi air bersih.

(47)

Pengemasan. Proses pengemasan terhadap karkas ayam dan jeroan dilakukan secara sederhana yaitu dengan memasukkan ke dalam karung atau kantong plastik untuk selanjutnya siap dibawa ke pasar. Karkas yang telah selesai dikemas diangkut dengan menggunakan kendaraan bak terbuka (pick-up) untuk kemudian dibawa ke kios-kios milik perusahaan yang berada di Pasar Anyar Raya, Pasar Gunung Gede dan Pasar Jambu Dua. Saluran pemasaran yang digunakan perusahan yakni menjual langsung produk ke konsumen di pasar, selain itu perusahaan juga menerima pemesanan karkas dari restoran-restoran yang berada di Kotamadya Bogor. Pemesanan biasanya dilakukan melalui telepon. Untuk pemesanan seperti ini pemotongan ayam dilakukan pada sore hari.

Biaya Produksi Karkas

Biaya Bahan Baku. Bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan karkas adalah ayam broiler. Perusahaan memperoleh ayam hidup dari perusahaan peternakan ayam yang tersebar di wilayah Bogor, Sukabumi dan Cianjur. Sistem pembelian yang selama ini dilakukan yaitu perusahaan memesan ayam (per kilogram) ke perusahaan peternakan kemudian uang ditransfer ke rekening peternak setelah ayam diambil. Jangka waktu pembayaran sekitar 1 – 5 hari. Rincian besarnya biaya bahan baku selama tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Biaya Pembelian Ayam Hidup Selama Tahun 2005

Bulan Jumlah Ayam Variasi Harga Total Biaya

(48)

Dari Tabel 6. dapat dilihat bahwa kebutuhan bahan baku berubah-ubah setiap bulannya, sesuai dengan ketersediaan ayam di peternak dan daya beli pasar. Jumlah pembelian terkecil terjadi pada bulan April dan September 2005. Pada bulan April terjadi kelangkaan ayam broiler hidup di pasaran, sehingga menyebabkan harga broiler hidup mengalami kenaikan. Seperti terlihat pada Tabel 6. bahwa harga ayam hidup tertinggi terjadi pada bulan April yaitu mencapai Rp 7600,00 per kilogram. Pembelian terkecil juga terjadi pada bulan September, yaitu sebanyak 192.000 kilogram. Hal itu dikarenakan adanya wabah flu burung yang terjadi di beberapa daerah sehingga masyarakat cenderung mengurangi konsumsi daging ayam. Jumlah pembelian ayam hidup terbanyak yaitu pada bulan Juli dan November 2005, mencapai 300.000 kilogram. Hal ini disebabkan bulan Juli merupakan masa libur sekolah sehingga terjadi kenaikan permintaan daging untuk konsumsi rumah tangga, sedangkan pada bulan November 2005 permintaan daging ayam meningkat dikarenakan tingginya permintaan daging ayam di pasaran seiring menjelang tibanya Hari Raya Idul Fitri.

Perlu diketahui bahwa dalam proses produksi untuk menghasilkan karkas terjadi penyusutan bobot badan. Hal ini disebabkan dalam proses tersebut terjadi penghilangan bulu, darah, bagian dalam ayam (jeroan), kepala dan ceker. Rumah potong ayam tradisional “X” mengasumsikan bahwa penyusutan bobot badan bervariasi antara 35 – 40 % per kilogram bobot badan. Tabel 7. menunjukkan jumlah produksi karkas yang dihasilkan perusahaan selama tahun 2005.

(49)

Biaya Tenaga Kerja. Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan proses produksi. Jumlah tenaga kerja pemotong dari bulan Januari – Maret 2005 berjumlah 10 (sepuluh) orang dan sejak bulan April – Desember 2005 bertambah menjadi 11 (sebelas) orang. Tenaga kerja untuk pengangkutan termasuk supir sebanyak 3 (tiga) orang. Waktu kerja yang berlaku mulai pukul 03.00 sampai 06.00 WIB untuk pemotongan pagi hari dan dipasarkan mulai pukul 06.30, kemudian dilakukan pemotongan lagi pada pukul 08.00-12.00 WIB untuk dipasarkan siang hari. Khusus bagian pengangkutan, jam kerja mulai pukul 06.30 sampai 10.30, kemudian pukul 13.00 sampai 16.00 WIB. Rata-rata jumlah jam kerja untuk satu orang karyawan pemotong adalah 217,5 jam per bulan. Upah tenaga kerja bagian pemotongan adalah sebesar Rp 700.000,00 per bulan per orang, sedangkan untuk supir sebesar Rp 1.000.000,00 per bulan.

Tabel 8. Karakteristik Tenaga Kerja pada RPA Tradisional “X”

Jenis Tenaga Kerja Jumlah Upah/org/bln Januari-Maret April-Desember (Rp)

Supir 3 3 1.000.000,00

Pengangkutan 2 2 700.000,00

Pemotong 5 6 700.000,00

(50)

Tabel 9. Biaya Tenaga kerja Selama Tahun 2005

Sumber : Data Perusahaan (diolah)

Biaya Overhead Pabrik. Biaya overhead pabrik adalah komponen biaya lain selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja yang berkaitan dengan proses produksi. Jenis biaya overhead pabrik yang dimasukkan dalam perhitungan harga pokok produksi adalah biaya listrik, biaya minyak tanah, biaya plastik pembungkus, biaya bahan bakar solar dan biaya oli per bulan. Komponen biaya overhead pabrik dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Biaya Overhead Selama Tahun 2005

Bulan B. Listrik B. Minyak Tnh B. Plastik B. Solar B. Oli Total

Sumber : Data Perusahaan (diolah)

(51)

sehingga pemakaian biaya bahan bakar (biaya minyak tanah), biaya listrik dan biaya plastik pembungkus mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan-bulan lain. Biaya overhead tertinggi terjadi pada bulan September 2005, mencapai Rp 10.402.000,00. Tingginya biaya overhead tersebut terutama dipengaruhi oleh komponen biaya minyak tanah yang secara signifikan menunjukkan jumlah tertinggi selama tahun 2005 dibandingkan bulan-bulan lain dalam periode analisis.

Perhitungan Harga Pokok Produksi Karkas Metode Variable Costing

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa metode perhitungan harga pokok produksi yang selama ini digunakan perusahaan adalah berdasarkan metode variable costing yaitu dengan menjumlahkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Harga pokok karkas per kilogram diperoleh dengan membagi total harga produksi dengan jumlah produksi (kg) pada bulan tersebut. Sebagai contoh pada bulan Januari 2005 total harga pokok produksi sebesar Rp 1.596.651.000,00. Harga pokok karkas per kilogram sebesar Rp 11.705,65 diperoleh dengan membagi total harga pokok produksi dengan jumlah produksi pada bulan Januari yaitu sebanyak 136.400 kilogram karkas. Tabel 11. menunjukkan besarnya harga pokok produksi yang ditetapkan perusahaan selama tahun 2005. Dari Tabel 11. terlihat bahwa harga pokok yang ditentukan perusahaan berubah-ubah sesuai dengan jumlah produksi karkas yang dihasilkan setiap bulan.

Perhitungan Harga Pokok Produksi Karkas dengan Metode ABC

Hierarki Biaya

(52)
(53)

Setelah tahapan identifikasi aktivitas, selanjutnya dibuat ringkasan perkiraan perhitungan harga pokok karkas dengan menggunakan metode Activity Based Costing (ABC). Perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode ABC merupakan penjumlahan dari setiap jenis aktivitas untuk memproduksi karkas. Harga pokok karkas per kilogram diperoleh dari jumlah biaya seluruh aktivitas dibagi dengan jumlah produk yang dihasilkan. Salah satu perhitungan harga pokok produksi karkas dengan metode ABC untuk bulan Januari tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC untuk Bulan Januari Tahun 2005

Uraian Keterangan Persentase

(1) (2) (3)

Produksi (kg) 136.400,00

Biaya Aktivitas Tingkat Unit (Rp)

a.Biaya Tenaga Kerja Langsung 14.195.000,00 0,89

b.Biaya Listrik 756.000,00 0,05

c.Biaya Minyak Tanah 2.100.000,00 0,13

d.Biaya bahan Baku 1.575.000.000,00 98,49

JUMLAH 1.592.051.000,00 99,56

Biaya Aktivitas Tingkat Batch (Rp)

a.Biaya Inspeksi 65.625,00 0,004

b.Biaya Supervisi 131.250,00 0,008

JUMLAH 196.875,00 0,012

Biaya Aktivitas Tingkat Produk (Rp)

a.Biaya Pemeliharaan Mesin dan Kendaraan 500.000,00 0,03

Biaya Aktivitas Tingkat Fasilitas (Rp)

a.Biaya Depresiasi Bangunan 875.000,00 0,055

(54)

dikarenakan adanya komponen biaya bahan baku yang mencapai 98,49 % dari total harga pokok produksi. Hierarki biaya terbesar selanjutnya adalah biaya aktivitas tingkat fasilitas (0,40 %), biaya aktivitas tingkat produk (0,03 %), dan terakhir biaya aktivitas tingkat batch produksi (0,01 %).

Analisis Perbandingan Harga Pokok Produksi Antara Metode Variable Costing dengan Metode ABC

Perhitungan harga pokok prduksi yang selama ini digunakan perusahaan adalah menggunakan metode variable costing, yaitu menjumlahkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Dalam metode Activity Based Costing (ABC), harga pokok produksi diperoleh dari penjumlahan konsumsi aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam proses produksi untuk menghasilkan satu kilogram karkas. Ringkasan hasil perhitungan harga pokok produksi antara metode ABC dengan metode perusahaan selama Tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Perbandingan Harga Pokok Produksi Menurut Metode ABC dengan Metode Perusahaan Selama Tahun 2005

Bulan Komponen Metode ABC HPP HPP

Keterangan : HPP : Harga Pokok Produksi BTU : Biaya Tingkat Unit BTB : Biaya Tingkat Batch BTP : Biaya Tingkat Produk BTF : Biaya Tingkat Fasilitas

(55)

Berdasarkan informasi dari Tabel 13, dapat diketahui bahwa harga pokok produksi yang diperoleh dengan metode ABC menghasilkan harga pokok produksi yang overcosted (lebih besar) untuk setiap satu kilogram karkas dibandingkan dengan metode perusahaan (variable costing). Komponen biaya terbesar dalam metode ABC terdapat pada biaya tingkat unit, rata-rata mencapai 99,55 % dari total harga produksi. Tingginya persentase tersebut dikarenakan adanya komponen biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, rata-rata mencapai 98,52 % dan 0,94 % dari total harga pokok produksi. Komponen biaya terbesar kedua adalah biaya tingkat fasilitas, rata-rata mencapai 0,41 %, sebagian besar dipengaruhi oleh biaya overhead pabrik (0,28 %), sisanya terdiri dari biaya-biaya depresiasi bangunan, mesin dan kendaraan. Komponen biaya tingkat produk yang terdiri dari biaya pemeliharaan mesin dan bangunan, rata-rata sebesar 0,03 % dari total harga pokok produksi. Komponen biaya terkecil dalam metode ABC adalah biaya pada tingkat batch, rata-rata sebesar 0,01 % dari total harga pokok produksi, terdiri dari biaya inspeksi dan supervisi.

(56)
(57)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Proses produksi untuk menghasilkan karkas ayam broiler meliputi tahap-tahap : penerimaan ayam, penyembelihan, pencelupan ke air panas, pencabutan bulu, pengeluaran isi perut, pencucian dan pengemasan karkas.

2. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC menghasilkan harga pokok yang lebih besar (overcosted) dibandingkan dengan metode perusahaan (variable costing).

3. Perhitungan harga pokok dengan metode variable costing tidak memasukkan biaya inspeksi, biaya supervisi, biaya pemeliharaan mesin dan kendaraan, serta biaya depresiasi mesin, bangunan dan kendaraan.

4. Meskipun metode ABC menghasilkan harga pokok produksi yang lebih tinggi, tetapi perhitungan metode ABC benar-benar mencerminkan konsumsi sumberdaya yang digunakan dalam proses produksi.

Saran

Bahan masukan terhadap hasil penelitian ini :

1. Metode ABC sebaiknya digunakan sebagai alternatif perusahaan dalam menghitung harga pokok produksi karena perhitungannya benar-benar mencerminkan biaya produksi.

(58)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya berkat limpahan rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan umatnya sampai akhir zaman.

Terima kasih untuk Apa dan Mamah yang tidak pernah lelah memberikan do’a, dorongan dan kasih sayang tidak berujung sehingga penulis bisa seperti sekarang. Terima kasih untuk adik-adikku Ade Pipih Maesaroh dan Firman Fauzi atas kasih sayang dan do’anya. Terima kasih untuk De Neneng atas bantuannya selama penulis menyelesaikan studi. Terima kasih untuk keluarga besar Bapak Kodir dan Bapak Didi atas semua bantuan yang telah diberikan.

Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Ir. Zulfikar Moesa, MS. dan Alla Asmara, SPt. MSi selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, saran dan nasehat selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih kepada Ir. Ujang Sehabudin selaku dosen penguji seminar, Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc.Agr dan Ir. Dwi Margi Suci, MS selaku dosen penguji sidang atas saran, koreksi dan masukannya. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Ir. Sony Listen dan Pak Sarimin beserta karyawan Rumah Potong Ayam H. Darno atas segala bantuan, masukan dan dukungan kepada penulis selama pengambilan data di lapangan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga besar Yayasan Goodwill International (Mr. dan Mrs. Hara, Mr. Charles Pollard, Mr. Steve Askew, Bu Cri, Mba Rosa dan Mas Broto) atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan selama tahun terakhir masa studi penulis. Terima kasih kepada keluarga besar Asrama Putri Darmaga, teman seperjuangan Angkatan Lemot, Ngeyel, Pelor dan Lambret, serta semua pihak di Asrama tercinta yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih kepada keluarga besar Sosial Ekonomi Industri Peternakan Angkatan ’39 atas kebersamaan, dukungan dan bantuan selama menempuh masa studi di almamater tercinta Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2006

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunungbudi. Bogor. Garrison, R. H. and Noreen, E. W. 2003. Managerial Accounting. Tenth Edition. Mc.

Graw-Hill Companies, Inc. New York.

Hannon, N. J. 2000. Managerial Accounting Activities. South Western College Publishing. Ohio.

Hansen, D.R. dan Maryanne, M.M. 1999. Management Accounting. Alih Bahasa : Ancella A. Hermawan. PT. Erlangga. Jakarta.

Hasibuan, G. H. 2005. Kajian penetapan harga pokok produksi dengan metode Activity Based Costing. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Hilton, R. W; Maher and Frank H. Selto. 2003. Cost Management; Strategies for Business Decisions. 2nd edition. Mc. Graw-Hill Companies, Inc. New York. Horngren, C.T. 1994. Akuntansi Biaya dengan Pendekatan Manajerial. Edisi

Indonesia. Salemba Empat. Jakarta.

http : //www.deptan.go.id/bsp/buletin/bab1.pdf [21 Juli 2006]

Ivana, E. 2004. Analisis penentuan harga pokok produksi karkas dengan menggunakan metode Full Costing, Variable Costing dan Activity Based Costing. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Mulyadi. 2000. Akuntansi Biaya. Aditya Media. Yogyakarta.

_______.2003. Activity-Based Cost System. UPP AMP YKPN. Yogyakarta.

Murharjadi, A. 2005. Kajian penetapan harga pokok produksi untuk menentukan harga jual nata de coco pada PD. Central Nata De Coco (CNDC). Skripsi. Departemen ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Prayitno, M. A. 2003. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rohany, L. A. 2003. Penetapan harga pokok produksi kecap dengan pendekatan Activity Based Costing. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(60)

Sugiarto, D. 2004. Analisis biaya dan perhitungan harga pokok sebagai dasar penetapan harga jual produksi nata de coco. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(61)
(62)

Lampiran 1. Perhitungan Harga Pokok Produksi Karkas dengan Metode Activity Based Costing untuk Bulan Februari Tahun 2005

Uraian Keterangan Persentase

Produksi (kg) 130.200,00

Biaya Aktivitas Tingkat Unit (Rp)

a. Biaya Tenaga Kerja Langsung 14.195.000,00 0,93

b. Biaya Listrik 754.000,00 0,05

c. Biaya Minyak Tanah 2.200.000,00 0,14

d. Biaya Bahan Baku 1.500.000.000,00 98,44

JUMLAH 1.517.149.000,00 99,56

Biaya Aktivitas Tingkat Batch (Rp)

a. Biaya Inspeksi 62.625,00 0,004

b. Biaya Supervisi 131.250,00 0,009

JUMLAH 198.875,00 0,013

Biaya Aktivitas Tingkat Produk (Rp)

Biaya Pemeliharaan 500.000,00 0,04

Biaya Aktivitas Tingkat Fasilitas (Rp)

a. Biaya Depresiasi Bangunan 875.000,00 0,06 b. Biaya Depresiasi Mesin 26.250,00 0,002 c. Biaya Depresiasi Kendaraan 875.000,00 0,06

d. Biaya Overhead 4.200.000,00 0,27

JUMLAH 5.876.250,00 0,392

HPP Total (Rp) 1.523.722.925,00 100,00

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Tabel 1.  Perbandingan Harga Pokok Produksi Karkas RPA Asia Afrika antara Metode  ABC dengan Metode Konvensional Bulan Juni 2003 – Januari 2004
Tabel 2.  Perhitungan Harga Pokok Produksi JKPT Perusahaan Kecap dengan Metode Konvensional Periode Januari – Juni 2002
Tabel 3. Perhitungan Harga Pokok Produksi  Produk Chicken Nugget PT.     Japfa-Osi Food Industries dengan Metode Volume Based Costing Periode Januari – Juni 2002
+7

Referensi

Dokumen terkait

Harga pokok produksi pada saat kenaikan produksi bertambah 2000 menjadi 4000 bibit dengan metode variable costing memiliki nilai terkecil bila dibandingkan dengan metode

Pembebanan biaya tidak langsung dengan menggunakan activity based costing system dapat menghasilkan perhitungan harga pokok produksi dan harga jual yang berbeda dibandingkan

Perhitungan harga pokok produksi dengan metode variable costing atau direct costing yang telah dibuat oleh penulis, didapatkan hasil yang berbeda dengan

Perbandingan metode full costing dan variable costing dalam perhitungan harga pokok produksi pada perusahaan untuk penentuan harga jual menunjukkan metode full costing memiliki

Analisis kuantitatif, yaitu penulis menggunakan metode variabel costing dalam perhitungan harga pokok, yaitu metode penentuan harga pokok produksi yang

UMKM Getuk Goreng “BUNGA MAWAR” sebaiknya menggunakan perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing dalam proses produksi dibandingkan

Perbandingan Metode Variable Costing dengan Metode Full Costing dalam Perhitungan Harga Pokok Produksi pada Pengolahan Usaha Kopra.. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar,

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perhitungan harga pokok produksi berdasarkan metode variable costing lebih tinggi dari perhitungan harga pokok produksi menurut pemilik