PT. INDOMARET PRISTAMA (INDOMARET) DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
OLEH : SULASTRI 0705211188
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Manajemen
Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara
Medan
ANALISIS PENGARUH PERAN FRANCHISOR TERHADAP KEBERHASILAN USAHA BISNIS FRANCHISE PADA
PT. INDOMARET PRISTAMA (INDOMARET) DI KOTA MEDAN
ABSTRAK
Franchise merupakan cara yang paling mudah untuk memulai dan memasuki dunia usaha. Bila semua usaha harus mulai dari nol, maka kita berhadapan dengan risiko kerugian besar karena harus melalui trial dan error yang meningkatkan risiko gagal. Dengan adanya sistem bisnis franchise, maka risiko kerugian investasi dapat diturunkan. Dalam bisnis franchise pemegang lisensi yang disebut franchisor harus membina yang biasa disebut franchisee. Bertahannya sebuah sistem franchise baru tergantung pada kemampuan franchisor untuk meminimalkan agency costs dan kemampuan franchisor untuk membina franchise sebagai agen-agennya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Peran Franchisor terhadap Keberhasilan usaha bisnis Franchise pada PT. Indomaret Pristama (INDOMARET) di kota Medan. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder dengan pengumpulan data dilakukan dengan daftar pertanyaan dan studi dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan adalah regresi linear berganda dengan menggunakan software SPSS. Hasil penelitian uji F menunjukkan bahwa Pelatihan/Training, Dukungan/Support, Menyediakan/Supply, Fasilitas Financial, Asistensi manajemen dan Mudah diakses secara simultan berpengaruh terhadap Keberhasilan usaha bisnis Franchise. Hasil uji t menunjukkan bahwa Pelatihan/Training, Dukungan/Support, Menyediakan/Supply, Fasilitas Financial, Asistensi manajemen dan Mudah diakses secara parsial berpengaruh terhadap Keberhasilan usaha bisnis Franchise. Dari hasil uji t yang dominan adalah Fasilitas financial yang mempengaruhi Keberhasilan usaha bisnis Franchise. Berdasarkan hasil dari koefisien determinasi (R2), maka diperoleh nilai R Square 0,801 sebesar cukup tinggi dalam menjelaskan Keberhasilan usaha bisnis franchise sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel independen lainnya yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini.
ANALYSIS ON THE INFLUENCE OF ROLE FRANCHISOR FRANCHISE BUSINESS TO BUSINESS SUCCESS
PT . INDOMARET PRISTAMA ( INDOMARET ) FIELD IN THE CITY
ABSTRACT
Franchise is the easiest way to get started , and enter the world of business . When all efforts should start from zero , then we are dealing with the risk of large losses due to having to go through trial and error that increases the risk of failing . With the franchise business system , the risk of investment losses can be reduced . In the franchise business licensees called franchisor must develop the so-called franchisees . The persistence of a new franchise system depends on the ability of the franchisor to minimize agency costs and the ability of the franchisor to establish the franchise as his agents . The purpose of this study is to investigate and analyze the influence of the role of Franchisor Franchise business success in PT . Indomaret Pristama ( INDOMARET ) in the city of Medan . Type of research is associative research . The data used are primary data and secondary data with the data collection is done with a list of questions and study documentation . Data analysis method used is multiple linear regression using SPSS software . The results indicate that the F test Training / Training , Support / Support , Provide / Supply , Facilities Financial , Assistance and Management Easily accessible simultaneously affect the success of a business franchise . T-test results showed that the Training / Training , Support / Support , Provide / Supply , Facilities Financial , Assistance and Management Easily accessible by partial effect on the success of the franchise business . From the results of the t test is the dominant financial facilities that affect the success of the franchise business . Based on the results of the coefficient of determination ( R2 ) , the obtained value of R Square 0.801 at high enough in explaining the success of the franchise business , while the rest is influenced by the other independent variables were not included in this study.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Swt yang telah memberikan hidayah-Nya
kepada penulis selama menjalankan kewajiban menuntut ilmu dan penyelesaian
tugas akhir. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Saw. Sebagai panutan dalam
menerangi jalan kehidupan.
Penelitian ini merupakan tugas akhir pada Program Strata-1 Ekstensi
Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Sumatera Utara, yang
mengangkat masalah Analisis Pengaruh Peran Franchisor terhadap
Keberhasilan Usaha Bisnis Franchise pada PT. Indomaret Pristama
(INDOMARET) Di Kota Medan. Penulis memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak selama melakukan penelitian dan penulisan laporan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih, terutama kepada:
1. Bapak Prof.Dr. Azhar Maksum. M.Ec.Ac., Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, SE., ME., selaku Ketua Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE., M.Si selaku Ketua Program Studi
Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dra. Setri Hiyati Siregar,SE, M.Si sebagai dosen pembimbing yang
telah bersedia menyediakan waktu serta memberikan bimbingan dan saran
untuk penyelesaian skripsi.
5. Ibu Muly Kata Sebayang, SE, M.Si sebagai Dosen Penguji yang telah
meluangkan waktu dan memberikan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
6. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya
Departemen Manajemen.
7. Seluruh pegawai Departemen Manajemen yang telah memberikan banyak
Akhirnya, penulis berharap karya tulis ini dapat memberikan sumbangan
bagi pengembangan ilmu manajemen khususnya Manajemen Pemasaran dan
bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan. Penulis menyadari bahwa karya tulis
ini masih jauh dari kesempurnaan, kritik dan saran untuk meningkatkan kualitas
ilmiah penelitian ini sangat penulis harapkan. Semoga Allah Subhanahu Wata’ala
melimpahkan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada kita semuanya.
Amin.
Medan, Desember 2013 Penulis,
DAFTAR ISI
2.5 Peran Franchsior dalam keberhasilan usaha bisnis Franchise 17
2.6 Peneliti Terdahulu ... 22
3.6 Skala Pengukuran Variabel ... 32
3.7 Jenis Data ... 32
3.9 Uji Validatas dan Reliabilitas Instrumen ... 33
3.10 Teknik Analisis Data ... 34
3.10.1 Model Persamaan Regresi Linier Sederhana ... 34
3.10.2 Uji Parsial (Uji t) ... 35
3.10 Uji Asumsi Klasik ... 35
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 29
3.10 Uji Asumsi Klasik ... 35
4.1 Gambaran Umum Perusahaan ... 35
4.1.1 Visi, Misi, Motto, dan Budaya Perusahaan ... 35
4.1.2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 35
4.1.2.1 Uji Validitas ... 35
4.1.2.2 Uji Reliabilitas ... 35
4.1.3 Uji Asumsi Klasik ... 35
4.1.3.1 Uji Normalitas ... 35
4.1.3.2 Uji Heteroskedastisitas ... 35
4.1.3.3 Uji Multikolinearitas ... 35
4.1.4 Analisis Deskriptif Responden ... 35
4.1.5 Analisis Deskriptif Variabel ... 35
4.1.6 Analisis Kuantitatif ... 35
4.1.6.1 Analisis regresi linear Berganda ... 35
4.1.6.2. Koefisien Determinasi (R²) ... 35
4.1.6.3. Uji Serempak / Uji F ... 35
4.1.6.4 Pengujian Hipotesis dengan Uji t ... 35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 29
5.1 Kesimpulan ... 35
5.2 Saran ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 38
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman Tabel
3.1 Operasionalisasi Variabel ………... 31
4.1 Hasil Uji Validitas Instrumen Peran Franchisor ………..……... 31
4.2 Hasil Uji Validitas Instrumen Keberhasilan usaha bisnis Franchise. 31
4.3 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Variabel ………... 31
4.4 Hasil Uji Multikolinieritas………... 31
4.5 Karakteristik berdasarkan Kelamin…… ………... 31
4.6 Karakteristik berdasarkan Usia………... 31
4.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan………... 31
4.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan………... 31
4.9 Distribusi Jawaban Responden Terhadap Peran Franchisor…... 31
4.10 Distribusi Jawaban Responden Terhadap Variabel Keberhasilan usaha bisnis Franchise………... 31
4.11 Analisis Regresi Linier Berganda………... 31
4.12 Nilai Koefisien Determinasi (R Square) …………... 31
4.13 Hasil Pengujian Hipotesis Secara Serempak / Uji F…………... 31
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman Gambar
2.1 Kerangka Konseptual ... 28
3.1 Instrumen Skala Interval ... 32
4.1. Diagram Pencar Hasil SPSS ... 32
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman Lampiran
ANALISIS PENGARUH PERAN FRANCHISOR TERHADAP KEBERHASILAN USAHA BISNIS FRANCHISE PADA
PT. INDOMARET PRISTAMA (INDOMARET) DI KOTA MEDAN
ABSTRAK
Franchise merupakan cara yang paling mudah untuk memulai dan memasuki dunia usaha. Bila semua usaha harus mulai dari nol, maka kita berhadapan dengan risiko kerugian besar karena harus melalui trial dan error yang meningkatkan risiko gagal. Dengan adanya sistem bisnis franchise, maka risiko kerugian investasi dapat diturunkan. Dalam bisnis franchise pemegang lisensi yang disebut franchisor harus membina yang biasa disebut franchisee. Bertahannya sebuah sistem franchise baru tergantung pada kemampuan franchisor untuk meminimalkan agency costs dan kemampuan franchisor untuk membina franchise sebagai agen-agennya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Peran Franchisor terhadap Keberhasilan usaha bisnis Franchise pada PT. Indomaret Pristama (INDOMARET) di kota Medan. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder dengan pengumpulan data dilakukan dengan daftar pertanyaan dan studi dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan adalah regresi linear berganda dengan menggunakan software SPSS. Hasil penelitian uji F menunjukkan bahwa Pelatihan/Training, Dukungan/Support, Menyediakan/Supply, Fasilitas Financial, Asistensi manajemen dan Mudah diakses secara simultan berpengaruh terhadap Keberhasilan usaha bisnis Franchise. Hasil uji t menunjukkan bahwa Pelatihan/Training, Dukungan/Support, Menyediakan/Supply, Fasilitas Financial, Asistensi manajemen dan Mudah diakses secara parsial berpengaruh terhadap Keberhasilan usaha bisnis Franchise. Dari hasil uji t yang dominan adalah Fasilitas financial yang mempengaruhi Keberhasilan usaha bisnis Franchise. Berdasarkan hasil dari koefisien determinasi (R2), maka diperoleh nilai R Square 0,801 sebesar cukup tinggi dalam menjelaskan Keberhasilan usaha bisnis franchise sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel independen lainnya yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini.
ANALYSIS ON THE INFLUENCE OF ROLE FRANCHISOR FRANCHISE BUSINESS TO BUSINESS SUCCESS
PT . INDOMARET PRISTAMA ( INDOMARET ) FIELD IN THE CITY
ABSTRACT
Franchise is the easiest way to get started , and enter the world of business . When all efforts should start from zero , then we are dealing with the risk of large losses due to having to go through trial and error that increases the risk of failing . With the franchise business system , the risk of investment losses can be reduced . In the franchise business licensees called franchisor must develop the so-called franchisees . The persistence of a new franchise system depends on the ability of the franchisor to minimize agency costs and the ability of the franchisor to establish the franchise as his agents . The purpose of this study is to investigate and analyze the influence of the role of Franchisor Franchise business success in PT . Indomaret Pristama ( INDOMARET ) in the city of Medan . Type of research is associative research . The data used are primary data and secondary data with the data collection is done with a list of questions and study documentation . Data analysis method used is multiple linear regression using SPSS software . The results indicate that the F test Training / Training , Support / Support , Provide / Supply , Facilities Financial , Assistance and Management Easily accessible simultaneously affect the success of a business franchise . T-test results showed that the Training / Training , Support / Support , Provide / Supply , Facilities Financial , Assistance and Management Easily accessible by partial effect on the success of the franchise business . From the results of the t test is the dominant financial facilities that affect the success of the franchise business . Based on the results of the coefficient of determination ( R2 ) , the obtained value of R Square 0.801 at high enough in explaining the success of the franchise business , while the rest is influenced by the other independent variables were not included in this study.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan dunia bisnis semakin pesat membuat orang berpikir lebih
kreatif untuk membuat cara yang lebih efektif dalam memajukan perekonomian
guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Dalam
melakukan kegiatan bisnis sehari-hari orang dapat melakukan dengan berbagai
cara, bisa dengan melakukan kerjasama dengan pihak lokal, atau kerjasama
dengan pihak asing, mungkin untuk kepentingan pribadi atau melakukannya untuk
kepentingan perusahaan salah satu cara itu adalah waralaba dalam istilah asing
disebut dengan franchise sebagai suatu pilihan untuk meningkatkan
perkembangan bisnis sebagai suatu bentuk perkembangan usaha.
Franchise merupakan cara yang paling mudah untuk memulai dan
memasuki dunia usaha. Bila semua usaha harus mulai dari nol, maka kita
berhadapan dengan risiko kerugian besar karena harus melalui trial dan error
yang meningkatkan risiko gagal. Dengan adanya sistem bisnis franchise, maka
risiko kerugian investasi dapat diturunkan menjadi sekitar 15 persen (Odop,2006).
Dalam bisnis franchise pemegang lisensi yang disebut franchisor harus
membina yang biasa disebut franchisee. Teori agensi menjelaskan bagaimana
mengorganisasikan hubungan dengan baik dimana salah satu pihak (the principal)
menentukan kerja, sedangkan pihak yang lain menerimanya (Eisenhardt, 1985).
Teori ini berargumentasi bahwa dalam kondisi yang tidak menentu dan
kekurangan informasi, maka akan timbul masalah diantara keduanya. Bertahannya
meminimalkan agency costs dan kemampuan franchisor untuk membina franchise
sebagai agen-agennya.
Franchising sendiri menawarkan keuntungan bagi franchisor (pemilik)
meskipun tidak ada penyatuan menyeluruh tapi semi integrated. Dari banyaknya
penggunaan sistem franchise ini perlu dilakukan kajian mendalam mengenai
hubungan relationship dalam franchise baik itu segi konflik yang terjadi dan
kepercayaan maupun keberhasilan yang diperoleh dari bisnis tersebut.
Franchise merupakan fenomena yang tidak lagi baru dalam dunia bisnis
khususnya di Indonesia, waralaba yang menjadi titik tolak adalah adanya
kesepakatan antara kedua pihak yaitu franchisor dengan franchisee yang
didasarkan pada perjanjian atau kontrak. Para pihak diberi kebebasan
untuk membuat dan menyepakati kontrak asal.
Dari tahun ke tahun, bisnis waralaba di Indonesia memang terus
meningkat. Dari hasil kajian AK and Partners (konsultan waralaba), pada periode
tahun 2009-2011 pertumbuhan pewaralaba (franchisee) nasional/lokal rata-rata
sebesar 22 persen. Indikasi ini sangat menggembirakan dan memberikan
optimisme bahwa waralaba (franchisee) nasional/lokal akan mampu terus tumbuh
dan menguasai pangsa pasar domestik secara cukup signifikan. Sedangkan
waralaba utama (master franchisee) penyandang merek dagang asing, selama
periode yang sama (2009-2011), rata-rata pertumbuhannya masih turun 2 persen.
Pada sisi lain dalam tahun 2009-2011 waralaba utama asing telah tumbuh rata-rata
9 persen/tahun. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat dan mendekati
pertumbuhan pewaralaba nasional/lokal dalam tahun 2012 mendatang (Sinar
Masuknya waralaba asing memang akan menggairahkan bisnis waralaba
di Indonesia. Kondisi ini juga dapat menjadi pemicu bagi waralaba lokal, hingga
saat ini waralaba lokal masih banyak kekurangan terutama disebabkan lemahnya
konsep seperti kriteria dan produk yang belum lengkap serta cara kerja dan
sistematika pekerjaan yang belum tertata dengan baik dan jelas. Bergairahnya
bisnis waralaba di tahun 2009 karena kondisi industri waralaba di Indonesia saat
ini menunjukkan tanda-tanda bergairah setelah terpuruk cukup lama akibat
kondisi ekonomi yang belum kondusif. Peluang dan mendorong para pengusaha
untuk mengembangkan usahanya melalui sistem waralaba. Masih banyak sektor
usaha dalam negeri yang berpotensi untuk dikembangkan.
Menurut data Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), hingga tahun 2012
tercatat lebih dari 1508 perusahaan franchise di Indonesia yang terdiri dari
franchise asing dan lokal. Dan total nilai bisnis dari franchise di Indonesia tercatat
mencapai Rp.132 triliun. Nilai bisnis industri franchise mendorong penyerapan
tenaga kerja yang tidak sedikit yaitu mencapai sekitar 4 juta orang (Kontan edisi
khusus, Desember 2012).
Produk franchise memiliki keunikan tersendiri. Keunikan tersebut yang
menunjukkan keunggulan yang dimiliki oleh sistem kerja sama dalam franchise.
Produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan ke dalam pasar untuk diperhatikan,
dimiliki, dipakai atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan atau
kebutuhan (Kotler, 2005).
Potensi keuntungan masa depan setiap usaha franchise harus dihitung
secara cermat dengan mempertimbangkan tingkat pertumbuhan pasar dan posisi
utama yang dihadapi perusahaan maka akan terlihat apakah perusahaan tersebut
memiliki ukuran bisnis yang ideal atau tidak. Laba perusahaan masih merupakan
tujuan yang kritis dan menjadi ukuran keberhasilan.
Memulai usaha selalu menghadapi kendala atau ketidak pastian, begitupun
dengan bisnis waralaba meskipun bisnis waralaba tingkat kesuksesan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan bisnis yang lain, tetapi bisnis waralaba memiliki
resiko yang namanya kegagalan, semua tergantung keseriusan serta perencanaan
yang matang dalam menjalankan bisnisnya. Usaha Waralaba sebagai bisnis yang
telah teruji dan memiliki perencanaan yang baik didalam perencaan bisnis
waralaba dengan bisnis biasa sangat berbeda jika dalam perencanaan bisnis pada
umumnya hanya untuk satu pihak saja maka didalam bisnis waralaba perlu
perencanaan untuk dua pihak yaitu sebagai franchisor dan sebagai franchisee.
Perencanaan Bisnis waralaba sebagai franchisor adalah perencanaan yang
dibuat untuk pemberi waralaba, sebagai contoh ada beberapa rekan yang memiliki
merek begitu terkenal dan memiliki banyak cabang dimana-mana kemudian
dengan tanpa perencanaan yang matang si pemilik bisnis tersebut bermaksud
mewaralabakan bisnisnya karena banyaknya permintaan untuk membuka cabang
dimana-mana. Pemilik bisnis beranggapan bahwa tanpa perlu perencanaan dia
sudah bisa mewaralabakan bisnisnya dan belum memiliki persiapan apa saja yang
akan terjadi nantinya.
Perencanaan yang sering dilakukan didalam bisnis waralaba adalah
merumuskan bisnis konsepnya pada bisnis yang akan di waralabakan, yang kedua
sebagai pemberi bisnis waralaba, memberikan pengetahuan dan menjelaskan
perencanaan perencanaan baik yang bersifat kualitatif ataupun operasional seperti
berapa besar outletnya, lokasinya dimana yang strategis, cara saat memulai
bisnisnya dan bagaimana menjual bisnis waralaba tentunya semua memerlukan
perencanaan yang baik.
Dalam franchising konsentrasi franchisor adalah bagaimana membuat para
mitra franchisee untuk dapat segera mandiri dan terampil dalam menjalankan
bisnis franchisenya dan menjadi sukses. Jika franchisor hanya mempersiapkan
diri untuk sekedar melakukan support saja, tanpa memberdayakan para mitra
franchisee menjadi pengusaha sukses yang mandiri, maka semakin banyak
jaringan outlet akan membuat franchisor menjadi semakin sibuk dan melepaskan
fungsi pemberdayaan kepada franchisee . Hal ini secara akumulatif juga akan
membuat para franchisee merasa franchisornya mengecewakan mereka.
Franchisor yang mengeluh dan menganggap franchise di Indonesia makin
payah, sebenarnya mereka tidak mempunyai pemahaman yang lengkap mengenai
konsentrasi pengelolaan franchise yang efektif. Mereka tidak mempunyai
program yang sistematik dan efektif untuk membimbing para franchiseenya
menjadi entrepreneur yang tangguh. Para franchisor harus membuat bobot
program yang cukup untuk menjadikan para franchisee-nya menjadi
“businessman” yang sukses.
Perkembangan bisnis di kota Medan sebagai salah satu pusat perdagangan
menimbulkan banyak perubahan. Perubahan yang paling jelas terlihat adalah
timbulnya persaingan bisnis yang semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan
berdirinya usaha-usaha baru yang bergerak dibidang usaha waralaba yang
teruji keberhasilannya dengan diperolehnya penghargaan dari Presesiden
Republik Indonesia sebagai Perusahaan Waralaba Nasional pada Tahun 2003
Pada tahun 2004 usaha indomaret telah dibuka di kota medan, salah satu
pasar modern yang saat ini sedang menjadi trend di tengah masyarakat kota
Medan. Perusahaan franchise ini juga ikut berpartisipasi dalam berbagai acara
acara sesuai dengan visi dan misi untuk memberikan pendidikan kesehatan pada
masyarakat yang menjadi alasan Indomaret. Selain itu, Indomaret juga ingin
memperkuat brandnya di tengah masyarakat.
Maraknya bisnis mini market menjadikan persaingan di dunia usaha kian
kompetitif. Kota Medan merupakan salah satu tempat yang potensial bagi para
pebisnis yang ingin mengembangkan bisnisnya. Kebutuhan akan barang-barang
konsumtif semakin hari semakin tinggi seiring dengan permintaan masyarakat.
Fakta ini dapat terlihat dengan keberadaan Indomaret yang bagi kota Medan saja
berjumlah lebih puluhan unit usaha di berbagai wilayah di kota Medan.
Jumlah usaha franchise Indomaret yang bertambah di kota Medan setiap
tahunnya menjadi indikator bahwa semakin banyak wirausahawan yang membeli
usaha franchise. Jumlah franchise yang telah ada di kota Medan hingga tahun
2012 ini sudah berjumlah 127 tenant franchise. Dengan semakin bertambahnya
usaha franchise yang ada di kota Medan, menunjukkan bahwa semakin banyak
wirausahawan yang tertarik untuk membeli usaha franchise yang risiko untuk
gagal lebih minim.
Indomaret bukan hanya menyediakan peralatan sehari-hari, tetapi juga
bawah harga pasaran. Indomaret memberikan kesempatan tentang berbagai
keunggulan menjadi franchise. Salah satunya dengan modal yang cepat kembali,
keamanan produk yang terjamin, dan laba yang cukup tinggi akan diterima.
Bukan hanya menjual produk dari berbagai kebutuhan masyarakat seperti
makanan, minuman dan produk kesehatan. Indomaret juga menyediakan pulsa,
dan setiap pembelian pulsa dengan harga tertentu akan mendapatkan hadiah
menarik.
Peranan franchisor dalam mensukseskan bisnis franchise adalah
promotion dalam menginformasikan dan mempengaruhi pihak lain sehingga
tertarik untuk melakukan transaksi produk dan barang, support service merupakan
dukungan ataupun bantuan pelayanan yang diberikan franchisor seperti
bimbingan ataupun konsultasi masalah-masalah operasional dan keuangan,
training merupakan kegiatan peningkatan kemampuan karyawan untuk mengelola
usaha dan pengambilan keputusan, control system dalam menjalankan proses
sesuai dengan petunjuk teknis yang ditetapkan, communication sebagai hubungan
yang terjalin antara franchisor dan franchise.
Sasaran pasar Indomaret semua kalangan masyarakat. Strategi pemasaran
Indomaret diintegrasikan dengan kegiatan promosi. Secara berkala Indomaret
menjalankan program promosi dengan berbagai cara, seperti memberikan harga
khusus, undian berhadiah maupun hadiah langsung. Berdasarkan latar belakang
sebelumnya, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Pengaruh Peran Franchisor terhadap Keberhasilan usaha bisnis franchise pada
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang sebelumnya maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah Apakah Peran Franchisor berpengaruh terhadap
Keberhasilan usaha bisnis Franchise pada PT. Indomaret Pristama
(INDOMARET) di kota Medan.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dan menganalisis pengaruh Peran
Franchisor terhadap Keberhasilan usaha bisnis Franchise pada PT. Indomaret
Pristama (INDOMARET) di kota Medan.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Perusahaan
Bahan masukan bagi PT. Indomaret Pristama (INDOMARET) didalam
menyikapi fenomena yang terjadi antara Peran Franchisor terhadap
Keberhasilan usaha bisnis Franchise.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai bahan referensi dalam meneliti dan mengkaji masalah yang sama
di masa yang akan datang.
3. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan bagi peneliti tentang pengaruh Peran Franchisor
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Franchise
Franchise berasal dari bahasa Prancis, yang berarti bebas atau bebas dari
perhambaan atau perbudakan (free from servitude). Bila dihubungkan dengan
konteks usaha, franchise berarti kebebasan yang diperoleh seseorang untuk
menjalankan sendiri suatu usaha di wilayah tertentu. Sedangkan pewaralabaan
(franchising) adalah suatu aktivitas dengan sistem waralaba (franchise) yaitu
suatu sistem keterkaitan usaha yang saling menguntungkan antara pemberi
waralaba (franchisor) dan penerima waralaba (franchisee).
Menurut European Code of Ethics for Franchising, defenisi franchise
adalah franchise is a system of marketing goods and/or services and/or
technology, which is based upon a close and ongoing collaboration between
legally and financially separate and independent undertakings, the franchisor and
its individual franchisee, whereby the franchisors grants its individual franchisees
the right, and imposes the obligation, to conduct a business in accordance with
the franchisor`s concept. (franchising adalah sistem pemasaran barang dan atau
jasa dan atau teknologi, yang didasarkan pada kerja sama tertutup dan
terus-menerus antara pelaku-pelaku independen (maksudnya franchisor dan franchisee
individual) dan terpisah baik secara legal (hukum) dan keuangan, franchisor
memberikan hak kepada para individual franchisee dan membebankan kewajiban
untuk melaksanakan bisnisnya sesuai dengan konsep dari franchisor).
Menurut Anoraga (2002:239) franchise adalah suatu sistem bagi distribusi
penjualan yang dimiliki oleh pengusaha independen yang disebut “franchisee”,
walaupun pemberi franchise (franchisor) memasok franchisee dengan
pengetahuan atau identifikasi merk secara terus menerus, franchisee menikmati
hak atas profit yang diperoleh dan menanggung resiko kerugian. Franchisor
mengendalikan distribusi barang dan/atau jasa melalui suatu kontrak dengan
mengatur aktifitas franchisee, dalam hubungannya untuk pencapaian standarisasi.
Menurut Zimmerer (2008 : 80) franchise adalah suatu sistem distribusi di
mana pemilik bisnis yang semi mandiri membayar iuran dan royalty kepada
perusahaan induk untuk mendapatkan hak untuk menjual produk atau jasa dan
seringkali menggunakan format dan sistem bisnisnya.
Menurut Spinelli (2006:2) franchising terjadi ketika seseorang
mengembangkan model bisnis dan menjual hak untuk mengoperasikannya ke
pengusaha (franchisee). Franchisee biasanya mendapatkan hak untuk model
bisnis untuk jangka waktu tertentu dan di daerah geografis tertentu. Menurut
Suryana (2006:100) adalah kerja sama antara wirausaha (franchisee) dengan
perusahaan besar (franchisor/parent company) dalam mengadakan persetujuan
jual-beli hak monopoli untuk menyelenggarakan usaha (franchise).
Menurut Odop (2006:16), franchise adalah pengaturan bisnis dengan
system pemberian hak pemakaian nama dagang oleh pewaralaba kepada pihak
independen atau terwaralaba untuk menjual produk atau jasa sesuai dengan
standarisasi kesepakatan untuk membuka usaha dengan menggunakan merek
dagang/nama dagang dibawah bendera mereka.
Menurut LPPM (Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen),
Waralaba berasal dari kata “ wara “ yang berarti lebih atau istimewa dan “ laba “
berarti untung. Jadi, waralaba berarti usaha yang memberikan keuntungan yang
lebih atau istimewa – berbeda dengan sistem bisnis konvensional yang sudah ada.
AS melalui International Franchise Association (IFA) mendefenisikan
franchise sebagai hubungan kontraktual antara franchisor dengan franchisee,
franchisor berkewajiban menjaga kepentingan secara kontiniu pada bidang usaha
yang dijalankan oleh franchisee misalnya lewat pelatihan, di bawah merek dagang
yang sama, format dan standar operasional atau control pemilik (franchisor),
franchisee menanamkan investasi pada usaha tersebut dari sumber dananya
sendiri. Lebih lanjut menurut IFA, Franchise atau Waralaba pada hakekatnya
memiliki 3 elemen yaitu :
1. Dalam setiap perjanjian Waralaba, Pewaralaba (Franchisor) selaku
pemilik dari sistem Waralabanya memberikan lisensi kepada Terwaralaba
(Franchisee) untuk dapat menggunakan merek dagang/jasa dan logo yang
dimiliki oleh Pewaralaba.
2. Sistem Bisnis Keberhasilan dari suatu organisasi Waralaba tergantung dari
penerapan Sistem/Metode Bisnis yang sama antara Pewaralaba dan
Terwaralaba. Sistem bisnis tersebut berupa pedoman yang mencakup
standarisasi produk, metode untuk mempersiapkan atau mengolah produk
atau makanan, atau metode jasa, standar rupa dari fasilitas bisnis, standar
periklanan, sistem reservasi, sistem akuntansi, kontrol persediaan, dan
kebijakan dagang, dll.
3. Biaya (Fees) dalam setiap format bisnis waralaba, sang pewaralaba baik
atas penggunaan merek dan atas partisipasi dalam sistem waralaba yang
dijalankan. Biaya biasanya terdiri atas biaya awal, biaya royalti, biaya jasa,
biaya lisensi dan atau biaya pemasaran bersama. Biaya lainnya juga dapat
berupa biaya atas jasa yang diberikan kepada terwaralaba (mis: biaya
manajemen).
Menurut British Franchise Association, sebagai garansi lisensi kontraktual
satu orang (franchisor) ke pihak lain (franchisee) dengan :
1. Mengijinkan atau meminta franchisee menjalankan usaha dalam periode
tertentu pada bisnis yang menggunakan merek yang dimiliki oleh
franchisor.
2. Mengharuskan franchisor untuk melatih control secara kontiniu selama
periode perjanjian.
3. Mengharuskan franchisor untuk menyediakan asistensi terhadap franchisee
pada subyek bisnis yang dijalankan di dalam hubungan terhadap organisasi
usaha franchisee seperti training terhadap staf, merchandising, manajemen,
atau yang lainnya.
4. Meminta kepada franchisee secara periodic selama masa kerja sama
franchise untuk membayarkan sejumlah fee franchise atau royalty untuk
produk atau servis yang disediakan oleh franchisor kepada franchisee.
Defenisi waralaba juga diberikan oleh Institut Pendidikan dan Managemen
yang antara lain mendefenisikan waralaba sebagai berikut.
1. Waralaba adalah suatu sistem pemasaran atau distribusi barang dan jasa, di
mana sebuah perusahaan induk (franchisor) memberikan hak istimewa
kepada individu atau perusahaan lain (franchisee) yang berskala kecil dan
menengah.
2. Waralaba merupakan sebuah metode pendistribusian barang dan jasa kepada
masyarakat konsumen, yang dijual kepada pihak lain.
2.2 Subyek dan Obyek Franchise
Dalam sebuah perikatan atau perjanjian tentu terdapat adanya subyek dan
obyek dari perikatan tersebut. Subyek dan obyek hukum dari franchise, sehingga
terbentuknya sebuah perikatan franchise yaitu:
a. Subyek franchise
Subyek hukum franchise dalam sebuah perikatan franchise, terdiri dari 2
(dua) yaitu sebagai berikut :
1. Franchisor
Franchisor adalah orang atau badan usaha yang memberikan lisensi, baik
berupa paten, penggunaan merek perdagangan / merek jasa, ciri khas
maupun hal-hal pendukung lainnya kepada franchise.
2. Franchisee
Franchisee adalah orang atau badan usaha yang menerima lisensi dari
franchisor untuk dapat menggunakan merek perdagangan / merek jasa
maupun ciri khas dari franchisor, namun harus tetap tunduk kepada
peraturan dan tata cara dari franchisor.
Selain 2 (dua) subyek hukum franchise yang telah dikemukakan tadi,
ternyata masih terdapat dua pihak lainnya yang dapat dikaitkan sebagai subyek
hukum franchise dalam perjanjian franchise yang juga terkena dampak dari
a. Franchise lain dalam sebuah sistem franchise (franchising system) yang
sama.
b. Konsumen atau klien dari franchise maupun masyarakat sebagai pengguna
produk dan jasa pada umumnya.
2.3 Penggolongan Franchise
Penggolongan franchise menurut East Asian Executive Report. East Asian
Executive Report telah menggolongkan franchise dalam 3 golongan yakni sebagai
berikut:
1. Product franchise
Franchise jenis ini, seorang atau badan usaha penerima franchise hanya
bertindak mendistribusikan produk dari rekannya dengan pembatasan areal,
seperti : pengecer bahan bakar Shell yang telah dibagi jaringan atau divisi
wilayah pendistribusiannya.
2. Processing franchise or manufacturing franchise
Franchise jenis ini, seorang atau badan usaha pemberi franchise (franchisor)
hanya memegang peranan memberi know-how, dari suatu proses produksi,
seperti : Minuman ringan Coca Cola.
3. Business formal / System franchise
Franchise jenis ini, seorang atau badan usaha pemberi franchise (franchisor)
sudah memiliki cara yang unik dalam menyajikan produk dalam satu paket
2.4 Keunggulan dan kelemahan franchise
Menurut Anoraga (2002:241), keunggulan bisnis dengan menggunakan
system franchise adalah sebagai berikut :
a. Bimbingan
Kelemahan usaha kecil yang menyolok adalah kurangnya kemampuan
manajerial. Seseorang dengan ketrampilan manajerial yang terbatas
mungkin dapat diterima oleh perusahaan besar, karena ia hanya salah satu
dari sekian banyak manajer. Tetapi tidak seorangpun dapat menutupi
kelemahan tersebut bila menjadi seorang manajer franchise. Banyak
franchisor mencoba mengatasi kekurangan atau kurang pengalaman dengan
memberikan beberapa bentuk pelatihan.
b. Brand name
Investor yang menandatangani perjanjian franchise mendapat hak untuk
menggunakan promosi nama merk secara nasional maupun regional. Hal ini
mengidentifikasikan unit lokal dengan suatu produk atau jasa yang terkenal.
c. Produk yang terjamin.
Franchisor dapat menawarkan kepada franchisee suatu produk dan metode
pengorperasian bisnis yang terjamin. Produk atau jasa yang terkenal dan
diterima oleh masyarakat luas.
d. Bantuan finansial.
Melalui kerjasama dengan perusahaan franchise, investor individual mungkin
dapat terjamin bantuan finansialnya. Biaya permulaan bisnis yang sangat
tinggi, dan investor prospektif biasanya memiliki dana yang terbatas. Dalam
reputasinya dan pengendalian keuangannya dapat mempertinggi tingkat kredit
investor dengan bank lokal. Sedangkan kelemahan dari bisnis franchise ini
adalah :
a. Biaya
Franchisee harus membayar biaya franchise. Sebagai imbalannya franchisor
dapat memberikan pelatihan, bimbingan atau memberi dukungan lainnya yang
memerlukan biaya.
b. Pengendalian eksternal
Seseorang yang menandatangani perjanjian franchise kehilangan beberapa
kebebasan. Franchisor, dalam hal mengoperasikan seluruh tempat penjualan
franchise sebagai suatu bisnis harus melakukan pengendalian atas aktivitas
promosional, catatan finansial, penyewaan, prosedur pelayanan, dan
pengembangan manajerial. Walaupun bermanfaat, pengendalian ini tidak
menyenangkan bagi seseorang yang mencari kebebasan.
c. Program pelatihan yang lemah
Beberapa franchisor telah mengembangkan program pelatihan yang baik.
Tetapi beberapa promotor menjanjikan pelatihan tetapi tidak pernah terealisasi.
Dalam kasus lain, program pelatihan lemah, terlalu singkat ,dan diberikan oleh
pelatih yang tidak memiliki keterampilan instruksional. Fasilitas kadangkala
tidak sesuai bagi pelatihan dan pengembangan yang sebenarnya.
2.5 Peran Franchisor dalam Keberhasilan usaha bisnis Franchise
Peran franchisor dalam keberhasilan usaha bisnis franchisee dapat
dikonseptualkan dengan 4 (empat) fase yaitu : Yang pertama adalah perkenalan
keberhasilan dan keuntungan. Fase yang kedua dapat dengan perkembangan, awal
ketika bisnis mulai berfungsi. Selama fase ini, franchisor menawarkan dukungan
kepada franchisee baru dan hubungan antar keduanya mulai berkembang. Pada
fase ini, hubungan antara keduanya dapat menjadi problematik jika franchisor
tidak memberikan dukungan atau training yang tepat.
Ketika tiap partisipan dapat mengerti apa yang diharapakan oleh yang lain,
maka dapat dikatakan bahwa fase kedewasaan telah dicapai. Pada point ini,
franchisee memiliki kesan yang akurat terhadap keahlian dan kompetensitas
franchisor dan kontribusi franchisor terhadap hubungannya dengan franchisee.
Namun sebaliknya apabila tahap akhir dalam hubungan antara frenchisee dan
franchisor terjadi penolakan. Kemungkinan yang pertama adalah, bisnis tidak
berjalan baik sehingga franchisee termotivasi untuk mengakhiri hubungan dengan
franchisor, dan kemungkinan kedua yaitu bisnis berjalan terus dan hubungan
antara franchisee dan franchisor menjadi lebih solid.
Permasalahaan franchise dapat dialami oleh dua pihak baik itu fanchisee
maupuun franchisor juga. Menurut Karamoy (2004) hal-hal yang perlu
diperhatikan bagi pebisnis franchise ini banyak, tapi hal penting yang harus
mendapat penekanan yaitu manajemen hubungan atau franchise relationship
management.
Franchise yang menghadapi tekanan baik internal maupun eksternal
secara signifikan, tekanan-tekanan tersebut dapat menyebabkan kekacauan sistem
yang akan berimbas pada penyedia eksternal, customer, dan supplier juga
franchisee dalam sistem franchise (Kaufmann, 1990 dalam Tikoo, 2005: 329).
franchisor dimana kedua pihak saling tergantung, terikat oleh kontrak, dan
banyaknya franchisee yang mengajukan komplain kepada franchisor.
Format bisnis franchise telah berkembang secara luas dalam sector
ekonomi di USA dan UK (Mandelsohn, 1995:69). Pemberian ijin franchisor
kepada franchisee untuk mengembangkan bisnis menggunakaan mereknya. Pada
dasarnya franchisor menyediakan proses managerial kepada franchisor untuk
menjalankan bisnis sesuai dengan kontrak franchise (Cughlan, 2001 : 86). Sistem
franchise tidak hanya sekedar sistem ekonomi tapi juga system sosial karena
adanya unsur relationship yang berdasarkan dimensi ketergantungan, komunikasi
dan konflik (Stern dan Reve dalam Tikoo, 2005: 331). Hubungan antara
franchisor dalam mempengaruhi franchisee sering disertai dengan konflik.
Dari hasil penelitian Tikoo (2005: 329) peran franchisor meliputi
permintaan, ancaman dan perjanjian mempunyai hubungan positif terhadap
perselisihan hubungan franchise. Konflik sendiri biasanya terjadi disesbabkan
oleh asimetri distribusi atas kekuatan franchisor (Quinn dan Doherty, 2000: 354)
Aspek konflik harus dikelola untuk menciptakan hubungan baik antara franchisor
dan franchisee. Karena hubungan franchise tidak dapat dikendalikan oleh
ketergantungan franchisee. Sehingga peran franchisor diatas mempunyai
hubungan negatif terhadap ketergantungan franchisee. Artinya keterikatan
franchisee tidak bisa dilakukan dengan tekanan pihak franchisor. Sehingga solusi
terbaik adalah terciptanya hubungan fair/adil atas 2 arah antara franchisor dengan
franchisee (Tikoo, 2005:329) misal menggunakan pertukaran informasi
(information exchange), kesanggupan (promise), pengendalian diri (restrain) atas
franchisee. Dimensi dari hubungan baik antara franchisor dan franchisor adalah
information exchange, recommedations, promises, request, treat, legalistic pleas
(Tikoo, 2005: 329).
Menurut Johnsin (1999:4) kualitas hubungan digambarkan sebagai
kedalaman dan iklim organisasi dari sebuah hubungan antar perusahaan. Ada juga
yang menyatakan kualitas hubungan sebagai evaluasi menyeluruh dari kekuatan
hubungan (Smit, 1998; Garbarino dan Johnson, 1999). Dalam dunia franchise ada
beberapa studi yang menyatakan variabel yang menggambarkan atas kualitas
hubungan dalam jaringa franchise yaitu kepercayaan komitmen, konflik,
kekeluargaan, kerjasama. Sehingga merupakan suatu hal yang penting mengukur
kualitas hubungan antara franchisor dengan franchisee untuk menetapkan
kekuatan hubungan ini dan untuk menjelaskan bahwa bukan hanya dalam network
patner tapi dalam kinerja penjualan.
a. Kepercayaan
Kepercayaan adalah hal terpenting penentu kesuksesan kerjasama
Disamping itu kepercayaan dapat digambarkan dalam 2 komponen berbeda
yaitu kredibilitas dan benevolence (kebajikan) (Monroy dan Alzola, 2005:
585). Kredibilitas mnegacu pada perluasan dimana 1 partner mempercayai
bahwa partner lain memiliki kacakapan untuk menampilkan kerja yang
efektif dan dapat diandalkan. Sedangkan benevolence berdasarkan
perluasan dimana satu partner mempercayai partner lain karena memiliki
b. Komitmen
Beberapa peneliti menyatakan bahwa komitmen adalah unsur yang
essensial dalam kesuksesan hubungan. Menurut Varadarajan and
Cunningham (1995) Komitmen penting sebagai hasil dari kerjasama yang
mengurangi potensi ketertarikan alternatif ke hal lain dan akhirnya mampu
meningkatkan profit. Geyskens (1996 dalam Monroy dan Alzola, 2005:
585) menyatakan bahwa perbedaan antara komitmen afektif dan komitmen
kalkulatif adalah hal yang terpenting dalam hubungan antar organisasi.
Secara umum komitmen afektif menghubungkan dengan keinginan untuk
meneruskan hubungan karena pengaruh positif kedepan dalam
mengidentifikasi partnernya. Partner yang memiliki komitmen afektif
meneruskan hubungan karena menyukai partner lain, enjoyment dan rasa
setia dan rasa memiliki. Namun sebaliknya komitmen kalkulatif merupakan
komitmen yang berdasarkan pada perluasan partner yang menerima
kebutuhan dalam menjaga hubungan yang mengacu pada perpindahan
biaya yang ditinggalkan. Yang menghasilkan perhitungan antara biaya dan
manfaat termasuk penetapan investasi yang dibuat dalam sebuah hubungan.
c. Relasionalism (rasa kekeluargaan)
Realsionalism dapat disebut sebagai kerjasama sosial yang
mempertimbangkan referensi dari evaluasi perilaku patner. Pada
kenyataannya mereka mengijinkan pertimbangan atas kenyamanan dari
tindakan satu pihak dengan standar yang pasti dalam melengkapi penyusunan
relasionalism adalah flexibilitas, solidaritas, mutuality dan harmonisasi
konflik.
2.6 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Sarosa (2006) dengan judul “ Pengaruh Faktor Dukungan dari Franchisor, Alasan Ekonomis, Pemasaran, dan Pribadi
pada Keputusan memilih Format dan Merek Franchise” bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keputusan memilih format
dan merek franchise dan faktor mana yang paling dominan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa faktor pemasaran tidak berpengaruh terhadap keputusan
memilih format danmerek franchise, sedangkan faktor dukungan dari franchisor,
alasan ekonomis, dan pribadi berpengaruh terhadap keputusan memilih format
dan merek franchise.
Penelitian yang dilakukan oleh Simarmata (2012) dengan judul ”Analisis
peranan franchisor terhadap Suksesnya bisnis franchise pada Mc. Donald’s
cabang ring road Medan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menganalisis peranan franchisor dalam promotion, support service, training,
control system dan communication terhadap suksesnya bisnis franchise pada Mc
Donald’s Cabang Ring Road Medan. Teknik analisis data penelitian ini adalah
analisis deskriptif Kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa promotion,
support service, training, control system, communication yang dilakukan oleh
franchisor memiliki peranan yang sangat penting sekali. Karena segala sesuatunya
sangat membutuhkan dukungan langsung dari pihak franchisor. Dimulai dari
pemberian awal waralaba hingga prosedur, standard perusahaan, pelatihan
sesuai dengan prosedur dan telah berhasil, franchise masih memerlukan peranan
franchisor dalam segi pengawasan dan penyelesaian masalah. Peranan yang
paling dominan dalam penelitian ini adalah promosi.
2.7 Kerangka Konseptual
Dalam perluasan dan meningkatnya sistem franchise diperlukan sebuah
inovasi manajerial dalam improvisasi peningkatan sinergi dan pembagian
sumberdaya agar optimal dalam mengelola franchise diperlukan kualitas
kerjasama yang baik. Sehingga improvisasi perusahaan dapat dinyatakan dalam
hubungan franchisor dan franchise dalam jangka panjang untuk membentuk
jaringan yang kuat.
Sistem franchise tidak hanya sekedar sistem ekonomi tapi juga sistem
sosial karena adanya unsur relationship yang berdasarkan dimensi
ketergantungan, komunikasi dan konflik (Stern dan Reve dalam Tikoo, 2005:
331). Hubungan antara franchisor dalam mempengaruhi franchisee sering disertai
dengan konflik. Dari hasil penelitian Tikoo (2005: 329) peran franchisor meliputi
permintaan, ancaman dan perjanjian mempunyai hubungan positif terhadap
perselisihan hubungan franchise. Konflik sendiri biasanya terjadi disebabkan oleh
asimetri distribusi atas kekuatan franchisor (Quinn dan Doherty, 2000: 354)
Aspek konflik harus dikelola untuk menciptakan hubungan baik antara franchisor
dan franchisee.
Hubungan franchise tidak dapat dikendalikan oleh ketergantungan
franchisee, sehingga peran franchisor diatas mempunyai hubungan negatif
terhadap ketergantungan franchisee. Artinya keterikatan franchisee tidak bisa
terciptanya hubungan fair/adil atas 2 arah antara franchisor dengan franchisee
(Tikoo,2005:329) misal menggunakan pertukaran informasi (information
exchange), kesanggupan (promise), pengendalian diri (restrain) atas penekanan
sebelumnya demand, treat dan legalistic dalam mempengaruhi franchisee.
Sangat penting bagi franchisor yang memiliki kapabilitas untuk dapat
dijelaskan kepada franchisee dalam memudahkan mengatur unit kualitas
hubungan franchise kepercayaan komitmen kalkulatif komitmen kekeluargaan
afektif franchise. Atas pertimbangan tersebut penting untuk menentukan faktor
yang menentukan kesuksesan berorganisasi terutama dalam sitem franchise.
Franchisor adalah orang atau badan usaha yang memberikan lisensi, baik
berupa paten, penggunaan merek perdagangan / merek jasa, ciri khas maupun
hal-hal pendukung lainnya kepada franchise. Pemberi waralaba atau franchisor akan
secara terus menerus memberikan berbagai jenis pelayanan yang berbeda-beda
menurut tipe format bisnis yang diwaralabakan.
Kunjungan berkala dari Franchisor atau ke staf pendukung lapangan guna
membantu memperbaiki atau mencegah penyimpangan-penyimpangan terhadap
pelaksanaan yang dapat menyebabkan kesulitan dagang bagi franchisee,
menghubungkan antara franchisor dan seluruh franchisee secara bersama-sama
untuk saling bertukar pikiran dan pengalaman, adanya inovasi produk atau konsep
termasuk penelitian mengenai kemungkinan-kemungkinan pasar serta
kesesuaiannya dengan bisnis yang ada, diberikannya pelatihan dan
fasilitas-fasilitas pelatihan dan dilakukan riset pasar, penerbitan iklan dan promosi pada
Franchisor harus dapat memberikan dukungan penuh untuk mengadakan
pelatihan untuk membantu franchisee dalam meningkatkan kemampuan mereka
mengenai franchisee, menyajikan pengarahan yang bermanfaat terhadap kegiatan
usaha/bisnis franchisee untuk tujuan mempertahankan intergrasi system
franchisee secara keseluruhan bagi semua pihak yang berkepentingan,
memberikan perhatian khusus untuk setiap pelanggaran yang dilakukan oleh
franchisee dan Franchisor dapat melakukan komunikasi dengan baik sesuai
dengan mekanisme terhadap franchisee untuk melakukan perubahan-perubahan
dan perbaikan-perbaikan serta saling pengertian dalam mewujudkan kepentingan
bersama. Kontrak franchise mengacu pada aspek operasional unit franchisee
seperti produk yang ditawarkan, jam kerja pelatihan untuk franchisee yang
disediakan franchisor. Selanjutnya aspek yang membentuk dimensi konten adalah
Training
Franchisor memberikan kontribusi kepada franchisee pengetahuan yang
diperlukan pengembangan dan pemenuhan konsep bisnis dimana yang
utama mengacu pada transfer kepemilikan know-how mengenai produksi
dan operasi pelayanan. Lebih dari itu franchisor memberikan semangat
kepada franchisee untuk menggunakan program pelatihan tanpa dikenakan
biaya hasilnya peserta meningkat dan masalah prasangka buruk akan
menurun (Bradach, 1998).
a. Support
Franchisor bersedia mendukung dan menyarankan franchisee dalam
setiap konsep bisnis star-up dan operasional. Kebanyakan franchisor mau
asistensi secara umum dalam bisnis start-up Oleh karena itu franchisee
memperoleh kebebasan untuk mengoperasikan dalam kontrol, asistensi
dan didukung linkungan, sementara itu pada saat yang sama diperoleh juga
manfaat dari merek, manajemen profesional (Fulop, 2000: 27).
b. Informasi
Franchisor juga menyediakan kepada franchisee dengan informasi penting
mengenai kondisi kontrak franchise baik itu kewajibannya misalnya
pertimbangan financial. Lebih lagi adanya sitem yang sah mengenai
keterbukaan informasi utama yang ada dalam kontrak franchise (Fulop,
2000). Pada kenyataannya informasi yang cukup terbuka oleh pihak
franchisor akan memberikan kontribusi pada tingkat kepuasan franchisee
dalam melakukan pembelian dan operasional outlet franchise. Dimensi
asistensi (bantuan) oleh franchisor cukup penting menolong franchisee
dalam bentuk keuangan, supplay dan saran pemasaran. Dimensi ini dapat
disederhanakan dalam elemen berikut :
1. Supply
Franchisor yang menyediakan franchisee dengan berbagai material
dan produk akan meningkatkan kewajiban kontrak dengan efektif.
Kontrak franchise memerlukan franchisee agar membeli input
spesifik dari franchisor. Franchisee juga dapat menggunakan
eksternal suplier dengan pemberian daftar nama suplier oleh
franchisor. Namun seringkali franchisee menggunakan distribusi
rantai internal dalam kegiatan operasi dengan harga yang lebih
2. Fasilitas Financial
Franchisor bersedia menyediakan bantuan financial untuk
franchise tidak secara langsung maupun secara langsung dengan
menyediakan pinjaman
3. Asistensi manajemen
Franchisor membantu franchisee dalam pengelolaan bisnis.
Franchisor menyediakan bantuan dengan menyediakan dukungan
praktek dalam manajemen praktek, akuntansi dan pelayanan
pemasaran dan bantuan yang lain
4. Accessibility (Kemudahan jalan)
Accessibility mengacu pada hubungan franchisor dengan
franchisee. Pada saat franchisee bergabung rantai hubungan akan
menjaga hubungan secara konstan Adanya komunikasi yang teratur
dengan franchisee merupakan salah satu sumber ketersediaan
kekuatan tanpa paksaan oleh franchisor.
Berdasarkan teori, maka kerangka konseptual dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Stern dan Reve (dalam Tikoo, 2005).
Keberhasilan usaha bisnis Franchisee Indomaret
(Y) Peran Franchisor :
1. Pelatihan/Training (X1) 2. Dukungan/Support (X2) 3. Menyediakan/Supply (X3) 4. Fasilitas Financial(X4) 5. Asistensi manajemen (X5) 6. Mudah diakses/Komunikasi
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian menggunakan deskriptif kuantitatif dengan mengukur
kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih. Menurut Arikunto (2006:13),
menyatakan bahwa ”penelitian kuantitatif memiliki kejelasan unsur yang dirinci
sejak awal, langkah penelitian yang sistematis, menggunakan sampel yang hasil
penelitiannya diberlakukan untuk populasi, memiliki hipotesis jika perlu,
memiliki desain jelas dengan langkah-langkah penelitian dan hasil yang
diharapkan, memerlukan pengumpulan data yang dapat mewakili, serta ada
analisis data yang dilakukan setelah semua data terkumpul”.
Kuncoro (2003:53) menyatakan bahwa ”Penelitian deskriptif kuantitatif
meliputi pengumpulan data untuk menguji hipotesis atau menjawab mengenai
status terakhir dari subjek penelitian”. Adapun sifat penelitian ini adalah
penelitian yang bersifat menjelaskan (descriptive eksplanatory). Hal ini sesuai
dengan fenomena yang terjadi di objek penelitian mengenai” Analisis Pengaruh
Peran Franchisor terhadap Keberhasilan Usaha Bisnis Franchise pada PT.
Indomaret Pristama (Indomaret) di Kota Medan”.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian akan dilaksanakan di Indomaret yang berada di kota
Medan. Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari 2013 sampai dengan bulan
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh Franchise
Indomaret yang berada di kota Medan. Populasi Franchise Indomaret berjumlah
127 Franchise sampai pada Tahun 2013.
3.3.2 Sampel
Sampel sebagai bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi Franchise Indomaret pada tahun 2013. untuk menentukan minimal
sampel yang dibutuhkan jika ukuran populasi diketahui, dapat digunakan rumus
Slovin seperti berikut :
2
e : tingkat kesalahan dalam pengambilan sampel
Populasi (N) sebanyak 127 konsumen dan tingkat kesalahan (e) sebesar
10% maka besarnya sampel adalah: 55,94
)
menjadi 56 franchise). Teknik pengambilan sampel dilakukan melalui dengan
metode purposive sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan pada
karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai sangkut paut dengan
karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya, jadi pengambilan sampel
dilakukan dengan syarat sebagai berikut:
1. Lokasi franchise yang terletak di wilayah kotamadya Medan
3.4 Batasan Operasional
Berdasarkan perumusan masalah, uraian teoritis, dan hipotesis yang
diajukan maka variabel-variabel dalam penelitian adalah sebagai berikut :
1. Variabel bebas (independent variable) adalah Peran Franchisor
2. Variabel terikat (dependent variabel) (Y) adalah Keberhasilan Usaha Bisnis
Franchise
3.5 Definisi Operasional
Definisi dari variabel-variabel dalam penelitian memberikan penjelasan
tentang permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini definisi operasionalisasi
masing-masing variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1 Operasionalisasi
Variabel sebagai berikut :
Tabel.3.1 Operasionalisasi Variabel
Variabel Definisi Indikator Skala
Pengukuran merek jasa, ciri khas maupun hal-hal pendukung lainnya kepada franchise
1. Memberikan training 2. Memberikan Support
suatu sistem distribusi di mana pemilik bisnis yang semi mandiri membayar iuran dan royalty kepada keberhasilan usaha bisnis
2. Mendapatkan hak untuk menjual produk sesuai dengan perjanjian
3. Membayar royalty sesuai dengan perjanjian
4. Menikmati hak atas profit 5. Membantu mengurangi
resiko
3.6 Skala Pengukuran Variabel
Teknik skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala interval.
Skala interval adalah skala pengukuran yang banyak digunakan untuk mengukur
fenomena/gejala sosial dimana pihak responden diminta melakukan ranking
terhadap preferensi tertentu sekaligus memberikan nilai (rate) terhadap preferensi
tersebut (Sugiyono, 2006). Kriteria pengukurannya dapat dilihat pada Tabel 3.2 :
Tabel 3.2
Instrumen Skala Interval
No. Pertanyaan Skor
1. Sangat Setuju 5
2. Setuju 4
3. Kurang Setuju/ Ragu-Ragu 3
4. Tidak Setuju 2
5. Sangat Tidak Setuju 1
Sumber: Sugiyono (2006) 3.7 Jenis Data
Jenis dan sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian :
1. Data primer merupakan data yang langsung diperoleh melalui hasil
wawancara dan penyebaran kuesioner kepada Franchise Indomaret yang
berada di kota Medan.
2. Data sekunder diperoleh melalui studi dokumentasi berupa
dokumen-dokumen resmi yang diterbitkan PT. Indomaret Pristama (Indomaret).
3.8 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Daftar pernyataan atau kuesioner yang diberikan kepada Franchise Indomaret
2. Wawancara (interview) yang dilakukan kepada pihak manajemen Indomaret di
Kota Medan yang bertujuan untuk memberikan informasi dan keterangan
yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
3. Studi dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari data
berupa dokumen-dokumen Indomaret berupa sejarah singkat berdirinya
organisasi, struktur organisasi, visi, misi dan lain-lain yang dibutuhkan dalam
penelitian ini.
3.9 UJi Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Uji validitas dan reliabilitas instrumen dilakukan kepada 30 responden di
luar responden yang dijadikan sampel penelitian PT. Indomaret Pristama
(Indomaret) di kota Medan.
3.9.1 Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu
kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner
mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.
Pengujian validitas instrumen dengan bantuan perangkat lunak SPSS, nilai
validitas dapat dilihat pada kolom Pearson Correlation. Jika angka korelasi yang
diperoleh lebih besar dari pada angka kritik (r hitung > r tabel) maka instrumen
tersebut dikatakan valid. Jika nilai Corrected Item Total Corelation setiap
3.9.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan
reliabel atau handal jika jawaban dari responden terhadap pertanyaan adalah
konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Jawaban responden terhadap
pertanyaan dikatakan reliabel jika masing-masing pertanyaan dijawab secara
konsisten. Pengujian reliabilitas dalam penelitian menggunakan one shot atau
pengukuran sekali saja dan untuk pengujian reliabilitasnya digunakan uji statistik
Cronbach Alpha. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika Cronbach
Alpha > 0,60. Cronbach Alpha yang baik adalah yang mendekati 1. Untuk
mempermudah menguji validitas angket dan reliabilitas angket akan dibantu
dengan menggunakan program SPSS.
3.10 Uji Asumsi Klasik 3.10.1 Uji Normalitas
Ghozali (2005:112) menyatakan bahwa uji normalitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki
distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t mengasumsikan bahwa nilai
residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik
menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi
apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan
3.10.2 Uji Multikolonieritas
Multikolinearitas adalah keadaan di mana variabel independen dalam
persamaan regresi punya korelasi (hubungan) yang erat satu sama lain.
Multikolinearitas dapat di lihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan nilai
Tolerance.
Dasar pengambilan keputusan uji multikolinearitas (Suliyanto, 2005:75) :
Jika nilai VIF<10 atau nilai Tolerance > 0,10 maka tidak terjadi multikolinearitas
Jika nilai VIF>10 atau nilai Tolerance < 0,10 maka tidak terjadi multikolinearitas.
3.10.3 Uji Heteroskedastisitas
Menurut Ghozali (2005:105), uji heteroskedastisitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual
satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika
berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang
homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas dalam
penelitian ini dideteksi dengan menggunakan analisis grafik dan Varian tak
bersyarat.
Analisis Grafik, yaitu dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada
grafik scatterplot, di mana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu
X adalah residual (Y prediksi-Y sesungguhnya). Dasar pengambilan keputusan
untuk heteroskedastitas dengan analisis grafik (Ghozali, 2005:105): Jika tidak ada
pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada
titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar
kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
3.11Teknik Analisis Data
3.11.1 Model Persamaan Regresi Linier Berganda
Model analisis data yang digunakan untuk menjawab pengaruh peran
franchisor yang tediri dari Pelatihan/Training (X1), Dukungan/Support (X2),
Menyediakan/Supply (X3), Fasilitas Financial(X4), Asistensi manajemen (X5) dan Mudah diakses (X6) terhadap keberhasilan usaha bisnis franchise pada PT.
Indomaret Pristama (Indomaret) di Kota Medan dengan menggunakan model
persamaan regresi linier berganda dengan rumus sebagai berikut :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + e
Keterangan : Y = Keberhasilan usaha bisnis franchise
a = Bilangan konstan
b1 - b6 = Koefisien regresi variabel independen
X1 = Pelatihan/Training X2 = Dukungan/Support
X3 = Menyediakan/Supply X4 = Fasilitas Financial X5 = Asistensi manajemen
X6 = Mudah diakses e = Error term
Pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen diuji dengan
3.11.2. Uji F (Uji secara Simultan)
Uji F dilakukan untuk menguji secara simultan pengaruh dari variabel
independent terhadap variabel dependent.
Model hipotesis yang digunakan dalam uji F ini adalah
H0 : b1, b2, b3 = 0 (Pelatihan/Training, Dukungan/Support,
Menyediakan/Supply, Fasilitas Financial, Asistensi
manajemen dan Mudah diakses secara simultan tidak
berpengaruh terhadap keberhasilan usaha bisnis
franchise pada PT. Indomaret Pristama (Indomaret) di
Kota Medan).
H1: b1, b2, b3 ≠ 0 (Pelatihan/Training, Dukungan/Support, Menyediakan/Supply, Fasilitas Financial, Asistensi
manajemen dan Mudah diakses secara simultan
berpengaruh terhadap keberhasilan usaha bisnis
franchise pada PT. Indomaret Pristama (Indomaret) di
Kota Medan).
Uji hipotesis tersebut maka nilai Fhitung akan dibandingkan dengan nilai Ftabel dengan kriteria pengambilan keputusan yaitu :
H0 diterima (H1 ditolak) jika Fhitung < Ftabel pada α= 5%