1
HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN DAN KARAKTERISTIK OPERATOR SPBU TERHADAP TEKANAN DARAH DI
KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2015
SKRIPSI
OLEH :
ELISNAWATI SIBARANI 111000087
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN DAN KARAKTERISTIK OPERATOR SPBU TERHADAP TEKANAN DARAH DI
KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2015
Skripsi ini digunakan sebagai Salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH :
ELISNAWATI SIBARANI 111000087
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Masalah kebisingan hampir selalu dijumpai di semua tempat, yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan gangguan kenyaman lingkungan atau yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan gangguan pendengaran.
Kebisingan dapat berasal dari lalu lintas yang padat. Salah satu sumber kebisingan dari kendaraan bermotor yang ada di SPBU yang dekat dengan jalan raya. Ha ini bisa berakibat terhadap pekerja yang berada di SPBU tersebut.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan paparan kebisingan dan karakteristik operator SPBU terhadap tekanan darah di kecamatan Medan
Sunggal.
Jenis penelitian adalah survei yang bersifat analitik dengan desain Cross Secsional. Populasi dalam penelitian ini adalah operator SPBU di kecamatan Medan Sunggal yang berjumlah 126 orang dan sampel berjumlah 62 orang. Data penelitian dianalisis dengan uji Spearman dan Mann-Whitney.
Hasil penelitian yaitu rata-rata intensitas kebisingan di 9 SPBU adalah 74,14 dB dengan nilai maksimum 76,7 dB dan minimum 70,6 dB. Nilai rata-rata tekanan darah sistolik operator adalah 117,90 mmHg dan tekanan darah diastolic 79,68 mmHg. Terdapat korelasi yang positif antara usia (r=0,825) terhadap
tekanan darah sistolik, usia (r=0,522) terhadap tekanan darah diastolik, masa kerja (r=0,618) terhadap tekanan darah sistolik, masa kerja (r=0,470) terhadap tekanan darah diastolik.
Berdasarkan hasil penelitian, disarankan kepada Pengelola SPBU agar memperhatikan lama kerja operator per hari dan dihubungkan dengan peraturan yang berlaku., disarankan daerah SPBU ditanam pohon yang dapat meredam kebisingan seperti bamboo dan pohon yang memiliki daun lebat, disarankan operator memakai alat pelindung diri seperti ear muff dan ear plug ketika bekerja dan operator yang mengalami kenaikan tekanan darah dianjurkan untuk
memeriksakan kesehatannya.
ABSTRACT
Problem of noise there are almost be found in every place, which can cause human health problems and undesirable of environment make hearing disorders. Noise came from heavy traffic. One of source of noise can from transportation that in pimp station near from road. This can have an impact to pump station workers.
The objective of this study to know correlated the exposure to noise and the characteristics of the workers pump station to the blood pressure in Medan Sunggal sub-district.
Type of research is a survey has analytic with research design Cross sectional. The population in this research is the pump station workers, which conducted to 126 persons and a sample of 62 people. Research is analyzed with test Spearman and Mann-Whitney.
The study found the average intensity of noise at 9 pump stations was 74,14 dB with maximum value 76,7 dB and minimum value 70,6 dB. The average of operator systolic blood pressure was 117,90 mmHg and diastolic blood
pressure was 79,69 mmHg. Significant correlation between age (r=0,825) toward systolic blood pressure, age (r=0,522) toward diastolic blood pressure, time work (r=0,618) towards systolic blood pressure, time work (r=0,470) toward diastolic blood pressure.
Based on the result of research, suggested to manager pump station give attention time work each day and related to available regulation for pump station workers, suggested pump station area planted trees can reduce noise such as bamboo and trees have dense leaf, suggested operator to wear personal protective equipments such as ear muff and ear plug when working and to check their health for workers with blood pressure increase.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Hubungan Paparan Kebisingan dan Karakteristik Operator SPBU terhadap Tekanan Darah di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015” guna
memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat.
Selama penyelesaian skripsi mulai dari awal hingga akhir selesainya
skripsi ini penulis banyak mendapat bimbinngan, dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak, oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1 Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
2 Dra. Nurmaini, MKM, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing I skripsi sekaligus
Ketua Penguji, yang telah banyak meluangkan waktu, tulus dan sabar
memberikan saran, bimbingan serta arahan dalam menyelesaikan skripsi
ini.
3 dr. Taufik Ashar, MKM, selaku Dosen Pembimbinng II skripsi sekaligus
memberikan saran, bimbingan serta arahan dalam menyelesaikan skripsi
ini.
4 Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS, selaku Dosen Penguji II yang
telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan
penulisan skripsi ini.
5 Ir. Indra Cahaya S, Msi, selaku Dosen Penguji III yang telah banyak
memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi
ini.
6 Alm. dr. Mhd. Arifin Siregar MS, selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang memberikan dukungan dan saran-saran serta membimbing selama
penulis menjalani pendidikan.
7 Seluruh Dosen dan Staf di FKM USU yang telah memberikan bekal ilmu
selama penulis mengikuti pendidikan.
8 PT. Pertamina MOR I yang telah memberikan izin kepada penulis meneliti
dan meluangkan waktu untuk membantu dalam pengerjaan skripsi ini.
9 Teristimewa untuk kedua orangtua saya terkasih, Ayahanda ( Robert
Sibarani) dan Ibunda tercinta (Maulina Simatupang) yang tidak hentinya
mendoakan dan memberikan kasih sayangnya kepada penulis selama ini,
serta Abang (Hendry Maringan Sibarani, ST) dan Adik tersayang (Bryan
Hazler Sibarani) yang turut memberikan doa serta dukungannya kepada
10 Dongan-Dongan Family (Jufri, Darman, Jogina, Azizah, Alwin, Husnul,
Elly, Kiki, Ridho, Ella, Oney,) yang selalu bersedia menemani dan
mendoakan penulis selama ini.
11 KK Quasimodogeniti (Kak Henny, Lulu, Martha Helen, Theresia,
Martharia, Ratna) yang selalu mendoakan dan mendukung selama ini.
12 Sahabatku (Yulita, Chyntia, Putri, Nurhasanah, Rina Mawarni dan Rici
Dina) yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama ini.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak
dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini
dapat bermanfaat bagi kita semua terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.
Medan, Juni 2015
DAFTAR ISI
2.2 Anatomi Dan Fisiologi Alat Pendengaran ... 12
2.2.1 Alat Pendengaran Manusia ... 12
2.2.2 Mekanisme Mendengar ... 13
2.3 Kebisingan ... 15
2.3.1 Defenisi Kebisingan ... 15
2.3.2 Jenis-jenis Kebisingan ... 16
2.3.3 Sumber Kebisingan ... 17
2.3.4 Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan ... 18
2.3.5 Kebisingan dan Produktivitas ... 20
2.3.6 Nilai Ambang Batas Kebisingan ... 21
2.3.7 Pengendalian Kebisingan ... 24
2.3.8 Pengukuran Intensitas Kebisingan ... 25
2.3.9 Kebisingan Lalu Lintas ... 26
2.4.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah ... 32
2.4.7 Pengendalian Tekanan Darah ... 41
2.5 Hubungan Paparan Kebisingan dan Karakteristik Operator SPBU dengan Tekanan Darah ... 45
2.6 Kerangka Konsep ... 46
BAB III METODE PENELITIAN
3.5.1 Pengukuran Kebisingan dengan Alat Sound Level Meter ... 52
3.5.2 Pengukuran Tekanan Darah dengan Alat Tensi Meter ... 53
3.6 Defenisi Operasional dan Aspek Pengukuran ... 54
3.7 Teknik Analisis Data ... 55
4.2.1 Karakteristik Responden ... 58
4.2.2 Tingkat Kebisingan ... 61
4.2.3 Tekanan Darah Responden ... 62
4.3 Analisa Statistik ... 62
4.3.1 Hubungan Karakteristik Responden terhadap Tekanan Darah ... 62
4.3.2 Hubungan Intensitas Kebisingan Terhadap Tekanan Darah ... 70
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Paparan Kebisingan ... 72
5.2 Tekanan Darah ... 74
5.3 Hubungan Karakteristik Operator SPBU terhadap Tekanan Darah ... 75
5.3.1 Hubungan Jenis Kelamin terhadap Tekanan Darah ... 75
5.3.2 Hubungan Usia terhadap Tekanan Darah ... 75
5.3.3 Hubungan Lama Paparan Kebisingan terhadap Tekanan Darah ... 76
5.3.4 Hubungan Masa Kerja terhadap Tekanan Darah ... 77
5.3.5 Hubungan Kebiasaan Minum Kopi terhadap Tekanan Darah ... 78
5.3.6 Hubungan Kebiasaan Merokok terhadap Tekanan Darah ... 79
5.4 Hubungan Paparan Kebisingan terhadap Tekanan Darah ... 80
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 82
6.2 Saran ... 83
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Baku Mutu Kebisingan ... 22
Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas Kebisingan ... 23
Tabel 2.3 Pembagian Zona-zona Peruntukan ... 23
Tabel 2.4 Kategori Tekanan Darah ... 30
Tabel 3.6 Defenisi Operasional dan Aspek Pengukuran ... 54
Tabel 4.1 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin pada Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 ... 58
Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Usia pada Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 ... 58
Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Lama Paparan Kebisingan Per Hari pada Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 ... 59
Tabel 4.4 Distribusi Responden Menurut Masa Kerja pada Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 ... 59
Tabel 4.5 Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Minum Kopi pada Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 ... 59
Tabel 4.6 Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Merokok pada Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 ... 60
Tabel 4.7 Hasil Pengukuran Kebisingan pada Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 ... 61
Tabel 4.8 Hasil Pengukuran Tekanan Darah pada Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 ... 62
Tabel 4.9 Hubungan Jenis Kelamin terhadap Tekanan Darah pada Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 ... 63
Tabel 4.11 Hubungan Masa Kerja terhadap Tekanan Darah pada Operator
SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 ... 66
Tabel 4.12 Hubungan Kebiasaan Minum Kopi terhadap Tekanan Darah pada Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 ... 67
Tabel 4.13 Hubungan Kebiasaan Merokok terhadap Tekanan Darah pada
Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 ... 69
Tabel 4.14 Hubungan Paparan Kebisingan terhadap Tekanan Darah pada
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Hubungan Jenis Kelamin terhadap Tekanan Darah Sistolik ... 63
Gambar 2 Hubungan Jenis Kelamin terhadap Tekanan Darah Diastolik .... 64
Gambar 3 Hubungan Usia terhadap Tekanan Darah Sistolik ... 65
Gambar 4 Hubungan Usia terhadap Tekanan Darah Diastolik ... 65
Gambar 5 Hubungan Masa Kerja terhadap Tekanan Darah Sistolik ... 66
Gambar 6 Hubungan Masa Kerja terhadap Tekanan Darah Diastolik ... 67
Gambar 7 Hubungan Kebiasaan Minum Kopi terhadap Tekanan Darah Sistolik ... 68
Gambar 8 Hubungan Kebiasaan Minum Kopi terhadap Tekanan Darah Diastolik ... 68
Gambar 9 Hubungan Kebiasaan Merokok terhadap Tekanan Darah Sistolik ... 69
Gambar 10 Hubungan Kebiasaan Merokok terhadap Tekanan Darah Diastolik ... 70
Gambar 11 Hubungan Paparan Kebisingan terhadap Tekanan Darah Sistolik ... 71
ABSTRAK
Masalah kebisingan hampir selalu dijumpai di semua tempat, yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan gangguan kenyaman lingkungan atau yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan gangguan pendengaran.
Kebisingan dapat berasal dari lalu lintas yang padat. Salah satu sumber kebisingan dari kendaraan bermotor yang ada di SPBU yang dekat dengan jalan raya. Ha ini bisa berakibat terhadap pekerja yang berada di SPBU tersebut.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan paparan kebisingan dan karakteristik operator SPBU terhadap tekanan darah di kecamatan Medan
Sunggal.
Jenis penelitian adalah survei yang bersifat analitik dengan desain Cross Secsional. Populasi dalam penelitian ini adalah operator SPBU di kecamatan Medan Sunggal yang berjumlah 126 orang dan sampel berjumlah 62 orang. Data penelitian dianalisis dengan uji Spearman dan Mann-Whitney.
Hasil penelitian yaitu rata-rata intensitas kebisingan di 9 SPBU adalah 74,14 dB dengan nilai maksimum 76,7 dB dan minimum 70,6 dB. Nilai rata-rata tekanan darah sistolik operator adalah 117,90 mmHg dan tekanan darah diastolic 79,68 mmHg. Terdapat korelasi yang positif antara usia (r=0,825) terhadap
tekanan darah sistolik, usia (r=0,522) terhadap tekanan darah diastolik, masa kerja (r=0,618) terhadap tekanan darah sistolik, masa kerja (r=0,470) terhadap tekanan darah diastolik.
Berdasarkan hasil penelitian, disarankan kepada Pengelola SPBU agar memperhatikan lama kerja operator per hari dan dihubungkan dengan peraturan yang berlaku., disarankan daerah SPBU ditanam pohon yang dapat meredam kebisingan seperti bamboo dan pohon yang memiliki daun lebat, disarankan operator memakai alat pelindung diri seperti ear muff dan ear plug ketika bekerja dan operator yang mengalami kenaikan tekanan darah dianjurkan untuk
memeriksakan kesehatannya.
ABSTRACT
Problem of noise there are almost be found in every place, which can cause human health problems and undesirable of environment make hearing disorders. Noise came from heavy traffic. One of source of noise can from transportation that in pimp station near from road. This can have an impact to pump station workers.
The objective of this study to know correlated the exposure to noise and the characteristics of the workers pump station to the blood pressure in Medan Sunggal sub-district.
Type of research is a survey has analytic with research design Cross sectional. The population in this research is the pump station workers, which conducted to 126 persons and a sample of 62 people. Research is analyzed with test Spearman and Mann-Whitney.
The study found the average intensity of noise at 9 pump stations was 74,14 dB with maximum value 76,7 dB and minimum value 70,6 dB. The average of operator systolic blood pressure was 117,90 mmHg and diastolic blood
pressure was 79,69 mmHg. Significant correlation between age (r=0,825) toward systolic blood pressure, age (r=0,522) toward diastolic blood pressure, time work (r=0,618) towards systolic blood pressure, time work (r=0,470) toward diastolic blood pressure.
Based on the result of research, suggested to manager pump station give attention time work each day and related to available regulation for pump station workers, suggested pump station area planted trees can reduce noise such as bamboo and trees have dense leaf, suggested operator to wear personal protective equipments such as ear muff and ear plug when working and to check their health for workers with blood pressure increase.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningkatnya mobilitas orang memerlukan sarana dan prasarana
transportasi yang memadai, aman, nyaman dan terjangkau bagi masyarakat.
Dinamisnya mobilitas penduduk tidak diimbangi dengan pembangunan
infrasutruktur trasportasi yang memadai. Kapasitas jalan tidak mengalami
peningkatan, sementara jumlah kendaraan terus bertambah tanpa adanya
pembatasan.
Peningkatan pendapatan/kapita membuat masyarakat mampu untuk
membeli kendaraan seperti sepeda motor maupun mobil sebagai sarana
transportasi pribadi. Peningkatan perekonomian daerah juga menyebabkan
kebutuhan akan sarana transportasi lain seperti bus dan truk meningkat.
Akibatnya, semakin hari jumlah arus lalu lintas dan jenis kendaraan yang
menggunakan ruas-ruas jalan semakin bertambah. Hal ini akan semakin
menambah beban lalu lintas dan menimbulkan berbagai permasalahan, sebagai
contoh adalah timbulnya masalah kebisingan akibat lalu lintas.
Kemacetan tidak dapat dihindari terutama titik-titik persimpangan baik di
jalan-jalan protokol maupun di jalan kecil. Kemacetan ini mengakibatkan
kebisingan yang dapat mengganggu kesehatan. Menurut Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No. 48/MENLH/11/1996, yang dimaksud dengan
tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia
dan kenyamanan lingkungan.
Masalah kebisingan hampir selalu dijumpai di semua tempat, yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyaman lingkungan atau yang
tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Efek
kebisingan dengan intensitas tinggi terhadap pendengaran berupa ketulian syaraf
telah banyak ditemukan, kebisingan selain memberikan efek terhadap
pendengaran juga dapat menimbulkan efek bukan pada pendengaran dan efek ini
bisa terjadi walaupun intensitas kebisingan tidak terlalu tinggi.
Kebisingan lalu lintas menjadi sumber dominan dari kebisingan
lingkungan di perkotaan. Salah satu sumber kebisingan lalu lintas antara lain
berasal dari kendaraan bermotor, baik roda dua, tiga maupun roda empat, dengan
sumber penyebab bising antara lain bunyi klakson saat kendaraan ingin
mendahului atau minta jalan dan saat lampu lalu lintas tidak berfungsi. Gesekan
mekanis antara ban dengan badan jalan pada saat pengereman mendadak dan
kecepatan tinggi; suara knalpot akibat penekanan pedal gas secara berlebihan atau
knalpot imitasi; tabrakan antara sesama kendaraan; frekuensi mobilitas kendaraan
baik dalam jumlah maupun kecepatam (Depkes, 1995).
Data dari Dirlantas Poldasu sampai dengan tahun 2014, jumlah kendaraan
yang ada di Kota Medan telah mencapai 5.531.777 unit. Dan dari jumlah tersebut,
sepeda motor mendominasi sebanyak 86,29 persen, mobil penumpangan 7,91
Sumber kebisingan yang terkait dengan transportasi berasal dari mobil
penumpang, sepeda motor, bus dan kendaraan berat. Tiap-tiap kendaraan
menghasilkan kebisingan, namun sumber dan besarnya dari kebisingan sangat
bervariasi tergantung jenis kendaran. Oleh karena itu kebisingan akibat lalu lintas
adalah salah satu bunyi yang tidak dapat dihindari dari kehidupan modern dan
juga salah satu bunyi yang tidak dikehendaki.
Kebisingan merupakan salah satu penyebab dari “penyakit lingkungan”
yang penting dan termasuk golongan pencemar udara (Slamet, 2009). Bagi
kesehatan manusia, kebisingan dapat menimbulkan gangguan pada sistem
pendengaran dan pencernaan, stres, sakit kepala, peningkatan tekanan darah serta
dapat menurunkan prestasi kerja (Suma’mur, 2009).
Bising yang cukup keras, dengan intensitas 70 dB dapat menyebabkan
kegelisahan (nervousness), kurang enak badan, kejenuhan mendengar, sakit
lambung dan masalah peredaran darah. Begitu juga diatas 85 dB dapat
menyebabkan kemunduran yang serius pada kondisi kesehatan seseorang pada
umumnya dan bila berlangsung lama akan menyebabkan kehilangan pendengaran
sementara atau permanen dan masalah penyakit jantung serta tekanan darah tinggi
(Suma’mur, 2009).
Hubungan antara kebisingan dengan kemungkinan timbulnya gangguan
terhadap kesehatan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu intensitas
kebisingan, frekuensi kebisingan dan lamanya seseorang berada di tempat atau di
dekat bunyi tersebut, baik dari hari ke hari ataupun seumur hidupnya (Rosidah,
juga dapat menimbulkan gangguan terhadap mental emosional serta sistem
jantung dan peredaran darah. Gangguan mental emosional yaitu berupa
terganggunya kenyamanan kerja, mudah tersinggung, mudah marah. Melalui
mekanisme hormonal yaitu dihasilkan adrenalin, sehingga dapat meningkatkan
frekuensi detak jantung dan peningkatan tekanan darah. Hal tersebut termasuk
gangguan kardiovaskuler (Sasongko, 2000).
Kebisingan juga berpengaruh terhadap indra pendengaran pada intensitas
yang tinggi, selain itu dapat berpengaruh secara fisiologis yaitu terganggunya
kesehatan seperti, meningkatnya tekanan darah dan denyut jantung, risiko
serangan jantung dan gangguan pencernaan (Tarwaka, 2004). Seseorang
dikatakan tekanan darah normal bila tekanan darah sistolik <140 mmHg dan
tekanan darah diastolic <90 mmHg (WHO, 2001). Sedangkan menurut
Depertemen Kesehatan tekanan darah normal yaitu ≤ 140 mmHg tekanann darah
sistolik dan ≤90 mmHg tekanan darah diastolik (Depkes, 2006).
Hasil penelitian yang telah dilakukan Simanjuntak (2012) bahwa ada
hubungan tingkat kebisingan perusahaan percetakan dengan tekanan darah sistolik
dan diastolik pada penduduk yang tinggal di daerah Lingkungan I Pengilar X
Kelurahan Amplas Kecamatan Medan Amplas. Kebisingan dapat berhubungan
dengan terjadinya penyakit hipertensi. Hal ini didukung dengan suatu studi
epidemiologis di Amerika Serikat. Peneliti tersebut mengaitkan masyarakat,
kebisingan, serta resiko terjangkitnya penyakit hipertensi. Hasil penelitian tersebut
menyebutkan bahwa masyarakat yang terpapar kebisingan, cenderung memiliki
Stres yang cukup lama, akan menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh
darah, sehingga memacu jantung untuk bekerja lebih keras memompa darah ke
seluruh tubuh. Dalam waktu lama, tekanan darah akan naik, dan inilah yang
disebut hipertensi (Haryoto, 2005).
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 51/Men/1999 tentang Nilai Ambang
Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja menyebutkan bahwa intensitas kebisingan 85
dB selama 8 jam kerja dalam sehari. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Boedhi
Raharjani, pada pekerja PT. Kereta Api Indonesia didapatkan hasil yaitu tekanan
darah sebelum kerja rata-rata dalam batas normal, namun sesudah kerja dicatat
adanya kenaikan tekanan darah sistolik maupun diastolik. Keadaan ini diduga kuat
bukan disebabkan oleh beban kerja masinis (ringan), tetapi lebih banyak
dipengaruhi oleh faktor tingginya tingkat kebisingan di dalam kabin kerja masinis
(Rosidah, 2003).
Suryani (2008) melaporkan kebisingan berkisar 77-88 dB dapat
meningkatkan tekanan darah masyarakat yang tinggal di sekitar terminal
Umbulharjo. Menurut Robert Koch Institusi di Jerman (Suryani, 2008)
menemukan bahwa orang yang tinggal di lingkungan dengan rata-rata tingkat
kebisingan sebesar 55 dB atau lebih, memiliki resiko dua kali lebih besar untuk
dirawat karena tekanan darah tinggi dibandingkan dengan mereka yang tinggal di
lingkungan dengan rata-rata tingkat kebisingan 50 dB.
Faktor yang mempengaruhi tekanan darah yaitu umur, faktor jenis
kelamin, faktor suku dan faktor status sosioekonomi. Faktor lingkungan (polusi
nutrisi, faktor alkohol (minuman keras), faktor kegiatan fisik, faktor denyut
jantung, faktor psikososial merupakan faktor risiko tekanan darah tinggi (WHO,
2001).
Kota Medan merupakan kota terbesar di luar pulau Jawa, penduduk yang
padat sekitar 2,6 juta jiwa dan tampak pada siang hari mobilitas penduduk
bergerak cepat. Transportasi merupakan kebutuhan yang diperlukan untuk
melakukan kegiatan lain seperti kegiatan ekonomi, sosial, pendidikan dan
lain-lain. Kecamatan Medan Sunggal adalah salah satu dari 21 kecamatan di Kota
Medan yang memiliki arus lalu lintas yang tinggi. Pengguna jalan di daerah ini
terdiri dari bermacam-macam alat angkutan seperti mobil, sepeda motor dan
becak yang selalu dijumpai di setiap jalan protokol, angkutan umum atau bus
tujuan luar kota yang akan kita jumpai di Jl. Pinang baris, truk berasal maupun
tujuan Belawan yang melintasi di Jalan Ringroad. Kemacetan menjadi hal yang
tidak bisa dihindari setiap harinya. Dampak dari kemacetan ini adalah polusi, baik
polusi udara maupun polusi suara yaitu kebisingan.
Salah satu pekerjaan yang terpapar dengan kebisingan setiap hari yaitu
operator SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum). Semua lokasi
SPBU di Kecamatan Medan Sunggal berada di pinggir jalan raya merupakan
daerah yang rawan terhadap kebisingan dan kebiasaan pengendara yang hendak
mengisi bahan bakar di SPBU tidak mematikan mesin kendaraannya sehingga
kebisingan bertambah didaerah tersebut. Berdasarkan survei pendahuluan yang
telah dilakukan bahwa intensitas kebisingan di semua SPBU Kecamatan Medan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 membedakan
tingkat kebisingan berdasarkan zona kawasan dan peruntukannya. SPBU termasuk
dalam kawasan perdagangan dan jasa yang memiliki baku mutu kebisingan 70 dB.
Dari hasil survei maka dapat disimpulkan bahwa kebisingan di area SPBU telah
melewati baku mutu kebisingan. Berdasarkan penjelasan diatas perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai hubungan paparan kebisingan dan karakteristik
operator SPBU dengan tekanan darah di Kecamatan Medan Sunggal.
1.2 Perumusan Masalah
Lokasi SPBU yang berada di pinggir jalan raya merupakan daerah yang
rawan terhadap kebisingan, serta adanya karakteristik operator seperti usia, jenis
kelamin, lama paparan kebisingan per hari, masa kerja, kebiasaan minum kopi dan
kebiasaan merokok yang dapat berpengaruh terhadap tekanan darah pada operator
SPBU tersebut. Hal inilah yang menjadi dasar bagi peneliti untuk mengetahui
hubungan paparan kebisingan dan karakteristik operator SPBU dengan tekanan
darah di Kecamatan Medan Sunggal tahun 2015.
1.3Tujuan Penelitian 1.3.1Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan paparan kebisingan dan karakteristik
operator SPBU terhadap tekanan darah di Kecamatan Medan Sunggal Tahun
1.3.2 Tujuan Khusus
1 Untuk mengetahui intensitas kebisingan di SPBU Kecamatan Medan Sunggal
tahun 2015.
2 Untuk mengetahui tekanan darah pada operator SPBU di Kecamatan Medan
Sunggal tahun 2015.
3 Untuk mengetahui hubungan karakteristik operator SPBU (usia, jenis
kelamin, lama paparan kebisingan per hari, masa kerja, kebiasaan minum
kopi dan kebiasaan merokok) terhadap tekanan darah di Kecamatan Medan
Sunggal tahun 2015.
4 Untuk mengetahui paparan kebisingan terhadap tekanan darah operator SPBU
di Kecamatan Medan Sunggal tahun 2015.
1.4Manfaat Penelitian 1. Bagi Mahasiswa
a. Mampu melakukan suatu pengukuran untuk mengetahui intensitas
kebisingan dengan menggunakan sound level meter dan pengukuran
tekanan darah.
b. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang pengetahuan hubungan
paparan kebisingan dan karakteristik operator SPBU terhadap tekanan
darah.
c. Dapat digunakan sebagai tambahan pengalaman yang tak ternilai
2. Bagi Pertamina/ Pengelola SPBU
a. Dapat digunakan sebagai masukan tentang tingkat kebisingan yang ada di
lingkungan kerja.
b. Dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan informasi yang
bermanfaat dalam melaksanakan tindakan koreksi agar didapat
23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bunyi / Suara
2.1.1 Defenisi Bunyi / Suara
Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar
dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber
bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau
penghantar lainnya (Suma’mur, 2009). Defenisi lain, suara adalah sensasi yang
dihasilkan yang dihasilkan ketika getaran longitudinal dari molekul – molekul dari lingkungan luar tubuh, di mana terjadi perubahan yaitu kompresi dan peregangan
molekul suara yang bergantian, ini menimbulkan fluktuasi di dalam tekanan udara
(atmosphersic pressure) secara berulang – ulang disebut gelombang suara (sound wave) dan akan dirambat ke segala arah, kemudian mencapai gendang
pendengaran (membrane tympani). Perubahan pada gerakan ini merupakan
perubahan tekanan pada membran timpani telinga kita maka membran ini akan
bergetar sebagai jawaban pada fluktuasi tekanan udara tersebut. Getaran ini akan
sampai di otak dan diinterpretasikan sebagai suara (Ganong, 1995).
2.1.2 Karakteristik Suara
Terdapat 2 karakteristik utama yang menentukan kualitas suatu bunyi atau
suara, yaitu (Suma’mur, 2009) :
1. Frekuensi
Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik dengan satuan Herz
Sesuatu benda jika bergetar menghasilkan bunyi atau suara dengan frekuensi
tertentu yang merupakan ciri khas dari benda tersebut. Biasanya suatu kebisingan
terdiri atas campuran sejumlah gelombang sederhana dari aneka frekuensi.
2. Intensitas
Intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu
satuan logaritmis yang disebut decibel (dB) dengan memperbandingkannya
dengan kekuatan standar 0,0002 dine (dyne)/cm2 yaitu kekuatan bunyi dengan
frekuensi 1.000 Hz yang tepat dapat didengar telinga normal. Dalam rumus :
dB = 2010 log (p/p0)
p = intensitas suatu bunyi
p0 = intensitas bunyi standar (0,0002 dine/cm2)
2.1.3 Sumber Bunyi / Suara
Sumber bunyi adalah sumber getaran yang dihasilkan dari suatu
gelombang bunyi. Sumber getaran tersebut menggetarkan semua medium yang
ada di sekelilingnya. Adapun wujud-wujud dari sumber bunyi dibedakan menjadi
sumber bunyi sebagai senar atau disebut juga dawai, pita dan permukaan
(Soedojo, 1999).
Sumber bunyi dapat berupa benda-benda yang mampu bergetar, seperti
denar gitar, tali suara manusia atau disebut juga dengan pita suara, loudspeaker,
serta bunyi tepuk tangan. Penerima bunyi tersebut adalah telinga manusia, ada
juga suatu alat yang dapat menerima bunyi yaitu microphone. Bunyi harus
bunyi tersebut tidak mampu merambat sampai ke penerima bunyi yang disebut
dengan pendengaran.
2.2 Anatomi Dan Fisiologi Alat Pendengaran 2.2.1 Alat Pendengaran Manusia
Alat pendengaran pada manusia berupa telinga. Telinga merupakan organ
pendengaran dan juga memainkan peran penting dalam mempertahankan
keseimbangan. Bagian-bagian yang berperan dalam pendengaran yaitu (Watson,
2002) :
a. Telinga Bagian Luar
Terdiri dari daun telinga, liang atau kanal telinga sampai membrane
tympani. Daun telinga berfungsi sebagai pengumpal energi bunyi dan di
konsentras pada membrane tympani (Tambunan, 2005). Telinga bagian luar
berfungsi sebagai mikrofon yaitu menampung gelombang suara dan
menyebabkan membrane timpany bergetar. Semakin tinggi frekuensi getaran
semakin cepat pula membran tersebut bergetar begitu pula sebaliknya
(Buchari, 2007).
b. Telinga Bagian Tengah
Telinga bagian tengah merupakan ruang kecil dalam tulang temporal,
dipisahkan oleh membran timpani dari telinga bagian luar, dinding selanjutnya
dibentuk oleh dinding bagian lateral telinga dalam (Watson, 2002). Mulai dari
membrane tympani sampai tube eustachius, yang terdiri dari tiga buah tulang
pendengaran (osicles) yaitu tulang malleus, Incus, stapes (Tambunan, 2005).
dari membrane timpany dan meneruskan getaran yang telah diperbesar ke oval
window yang bersifat fleksibel. Oval window ini terdapat pada ujung dari
cochlea (Buchari, 2007).
c. Telinga Bagian Dalam
Telinga dalam berada di belakang tulang tengkorak kepala terdiri dari
cochlea (rumah siput) dan oval window (tingkat oval). Cochlea berbentuk
spiral (seperti rumah siput) dengan isi cairan di dalamnya (Tambunan, 2005),
terdapat membran basiler dan organ corti yang terdiri dari sel-sel rambut yang
merupakan reseptor pendengaran (Buchari, 2007). Organ corti mengandung
lebih dari 20.000 sel sensor, terletak pada membran basiler, sejumlah rambut
halus terletak pada ujung sel sensor tersebut dan berhadapan dengan membran
tektorial, dan serat-seratnya bergabung bersama sel-sel rambut untuk
tersambung/memben-tuk saraf pendengaran. Jika suara sampai pada telinga
luar maka akan diteruskan ke gendang yang akan mengentarkan dan
menggerakkan tulang pendengaran. Tulang tapes melekat pada oval window
dan cairan pada saluran membran yang diubah menjadi gerakan gelombang,
dan berbalik kemudian merangsang organ corti (Tambunan, 2005).
2.2.2 Mekanisme Mendengar
Suara dari lingkungan akan diterima daun telinga dan liang telinga yang
merupakan bagian telinga luar. Semua bunyi yang mencapai telinga kita
sebenarnya merupakan tenaga suatu gelombang suara. Selanjutnya gelombang
suara akan menggetarkan gendang telinga (membrane tympani) yang merupakan
telinga tengah yang berisi tulang-tulang pendengaran. Tulang tersebut antara lain
tulang-tulang malleus, incus dan stapes. Sebagian tulang malleus melekat pada
sisi dalam gendang telinga dan akan bergetar bila membran tympani bergetar.
Tulang stapes berhubugan dengan selaput oval window (tingkat oval) yaitu telinga
bagian dalam. Karena ketiga tulang pendengaran saling bersendi satu sama lain
maka akan menjembatani getaran dari gendang telinga, memperkeras dan
menyampaikan ke telinga dalam (Watson, 2002).
Cochlea termasuk telinga dalam berisi cairan elektrolik yang mempunyai
struktur pipa dengan dua setengah lingkaran yang mirip rumah siput. Pergerakan
tulang-tulang pendengaran akan menggetarkan selaput oval window yang
menyebabkan aliran cairan cochlea. Aliran tersebut akan menggerakkan sel-sel
rambut yang halus yang melekat pada saluran cochlea, pada saat inilah terjadi
perubahan gelombang suara menjadi gelombang listrik. Potensial listrik yang
timbul akan diteruskan ke otak untuk diolah/diterjemahkan melalui saraf
pendengaran. Peristiwa gelombang suara menjadi potensial listrik pada saraf
melalui tulang-tulang pendengaran ini dinamakan sebagai gejala sensasi bunyi
atau bone conductio. Proses terjadinya getaran pada gendang telinga dan
kemudian sampai pada tulang pendengaran dinamakan air conduction, sehingga
gelombang yang datang dari telinga luar sampai ke telinga dalam berlangsung
2.3 Kebisingan
2.3.1 Defenisi Kebisingan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 48/MENLH/11/1996
yang dimaksud dengan kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha
atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan manusia dan kenyaman lingkungan.
Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar
dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber
bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau
penghantar lainnya dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh
karena mengganggu atau timbul di luar kemauan orang yang bersangkutan, maka
bunyi-bunyian atau suara demikian dinyatakan sebagai kebisingan (Suma’mur, 2009).
Kebisingan menurut Sv Szokolay dalam jurnal penelitian Setiawan (2010)
didefenisikan sebagai getaran-getaran yang tidak teratur, dan memperlihatkan
bentuk yang tidak biasa. Faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah
pola intensitas, frekuensi dan pembangkitan.bunyi terjadi ketika telinga manusia
mendengar pada tekanan kecil yang naik turun di udara, yang disebabkan oleh
pergerakan getaran dari benda padat. Kebisingan dapat dideskripsikan dalam
beberapa istilah dari tiga variable yaitu amplitude, frekuensi dan pola waktu. Dari
1. Amplitudo
Kerasnya dari suatu bunyi bergantung pada amplitude dari naik turunnya
tekanan atmosfir di atas dan di bawah yang digabungkan dengan gelombang
suara. Dan besarnya berlaku pada tekanan suara dalam gelombang suara yang
dinyatakan dalam root-mean-square (rms).
2. Frekuensi
Suara adalah fluktuasi dari tekanan udara. Bilangan dari terjadinya
fluktuasi waktu dalam satu detik disebut frekuensi. Dalam akustik frekuensi
dinyatakan dalam satuan Hertz (Hz). Hubungan frekuensi dengan panjang
gelombang dinyatakan dalam :
f λ = v
3. Pola waktu
Karakteristik pentung yang ketiga dari kebisingan yaitu variasi dalam
waktu.
2.3.2 Jenis-jenis Kebisingan
Secara umum kebisingan dapat dikelompokkan berdasarkan kontinuitas,
intensitas dan spectrum frekuensi sura yang ada, seperti berikut (Chandra, 2005) :
1 Steady state and narrow band noise
Kebisingan yang terus menerus dengan spectrum suara yang sempit seperti
suara mesin dan kipas angin.
2 Nonsteady state and narrow band noise
Kebisingan yang tidak terus menerus dengan spectrum suara yang sempit
3 Kebisingan intermiten
Kebisingan semacam ini terjadi sewaktu-waktu dan terputus, misalnya suara
pesawat terbang dan kereta api.
4 Kebisingan impulsive
Kebisingan yang impulsive atau memekakkan telinga, misalnya bunyi
tembakan bedil, meriam, atau ledakan bom.
Berdasarkan sumber kebisingan dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam
kebisingan, yaitu (Wardhana, 2001) :
1. Kebisingan impulsive, yaitu kebisingan yang datangnya tidak secara terus
menerus, akan tetapi sepotong-sepotong. Contohnya: kebisingan yang datang
dari suara palu yang dipukulkan, kebisingan yang datang dari mesin
pemancang tiang pancang.
2. Kebisingan kontinyu, yaitu kebisingan yang datang secara terus menerus
dalam waktu yang cukup lama. Contohnya: kebisingan yang dating dari suara
mesin yang dijalankan (dihidupkan).
3. Kebisingan semi kontinyu (intermittent), yaitu kebisingan kontinyu yang
hanya sekejap, kemudian hilang dan mungkin akan datang lagi. Contohnya:
suara mobil atau pesawat terbang yang sedang lewat.
2.3.3 Sumber Kebisingan
Sumber-sumber kebisingan menurut Prasetio (1985) dapat bersumber dari:
1. Bising interior yaitu sumber bising yang bersumber dari manusia, alat-alat
2. Bising outdoor yaitu sumber bising yang berasal dari lalu lintas, transportasi,
industry, alat-alat mekanis yang terlihat dalam gedung, tempat-tempat
pembangunan gedung, perbaikan jalan, kegiatan olahraga dan lain-lain di luar
ruangan atau gedung.
2.3.4 Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan
Pengaruh utama kebisingan terhadap kesehatan adalah kerusakan pada
indra pendengar yang dapat menyebabkan ketulian progresif. Pengaruh tersebut
tentunya sangat penting bagi higiene perusahaan dan kesehatan kerja (Chandra,
2005).
Dampak kebisingan terhadap kesehatan adalah sebagai berikut: (Prabu, 2009):
a. Gangguan Fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila
terputus – putus atau yang datangnya tiba – tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, kontruksi pembuluh darah perifer
terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan
sensoris.
Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala.
Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi vestibular dalam telinga
dalam yang akan menimbulkan efek pusing/vertigo. Perasaan mual, susah tidur
dan sesak napas disebabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf,
keseimbangan organ dan keseimbangan elektrolit. Melalui makanisme hormonal
b. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi,
kejengkelan, kecemasan, ketakutan dan cepat marah. Bila kebisingan diterima
dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis,
jantung, stres, kelelahan.
c. Gangguan komunikasi
Kebisingan bisa mengganggu komunikasi yang sedang berlangsung (tatap
muka/ via telepon). Tingkat kenyaringan suara yang dapat mengganggu
percakapan diperhatikan dengan seksama karena suara yang mengganggu
komunikasi tergantung konteks suasana.
d. Gangguan tidur
Kualitas tidur seseorang dapat dibagi menjadi beberapa tahap mulai dari
keadaan terjaga sampai tidur terlelap. Kebisingan bisa menyebabkan gangguan
dalam bentuk perubahan tahap tidur. Gangguan yang terjadi dipengaruhi oleh
beberapa factor antara lain motivasi bangun, kenyaringan, lama kebisingan,
fluktuasi kebisingan dan umur manusia. Standart kebisingan yang berhubungan
dengan gangguan tidur sulit ditetapkan karena selain tergantung faktor – faktor tersebut di atas, gangguan kebisingan terhadap tidur juga berhubungan dengan
karakteristik individual. Environmental protection Agency menetapkan bahwa
tingkat kebisingan harian 45 dB A cukup untuk melindungi seseorang dari
e. Efek pada pendengaran
Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera
pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan
diterima secara umum dari zaman dulu. Mula – mula efek bising pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah
pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus menerus di
area bising maka terjadi tuli menetap dan tidak dapat normal kembali, biasanya
dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian semakin meluas ke frekuensi
sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya digunakan untuk
percakapan (Prabu, 2009).
2.3.5 Kebisingan dan Produktivitas Kerja
Menurut Chandra (2005) kebisingan ternyata mempunyai efek yang
merugikan terhadap produktivitas kerja. Pengaruh-pengaruh negatif dari
kebisingan, antara lain:
1. Gangguan.
Menurut WHO, kebisingan adalah suara-suara yang tidak dikehendaki.
Besarnya gangguan bergantung pada jenis dan intensitas suatu kebisingan.
Pada umumnya kebisingan bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi yang
terputus-putus atau yang datangnya secara tiba-tiba dan tidak terduga.
Pengaruh kebisingan akan sangat terasa apabila sumber kebising-an tersebut
2. Komunikasi dengan pembicaraan.
Risiko potensial pada pendengaran terjadi, apabila komunikasi dengan
pembicaraan harus dilakukan secara berteriak. Gangguan komunikasi
semacam itu dapat menyebabkan gangguan pada pekerjaan atau bahkan
mengakibatkan kesalahan dan kecelakaan kerja terutama pada pekerja baru.
Pengaruh pada komunikasi percakapan dapat dipastikan dengan cara
mengukur rata-rata intensitas oktaf-oktaf di antara 600-1.200; 1.200-2.400;
dan 2.400-4.800 Hz. Nilai yang dihasilkan disebut Tingkat Gangguan
Pembicaraan (Speech Interference Level).
3. Efek pada pekerjaan.
Kebisingan dapat mengganggu konsentrasi pekerja pada pekerjaannya,
terutama suara yang bernada tinggi, karena dapat menimbulkan reaksi
psikologis dan kelelahan. Pada pekerjaan yang lebih banyak menggunakan
otak, kebisingan sebaiknya ditekan serendah mungkin.
4. Reaksi masyarakat.
Apabila kebisingan akibat suatu proses produksi sudah sedemikian
hebatnya, pengaruhnya pasti sangat besar. Masyarakat sekitar pun pasti
mengajukan protes dan menuntut agar kegiatan produksi tersebut segera
dihentikan.
2.3.6 Nilai Ambang Batas Kebisingan
Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan sebagai faktor bahaya di tempat
kerja adalah standar sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat
pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 (delapan) jam sehari dari 5
(lima) hari kerja seminggu atau 40 jam seminggu. NAB kebisingan tersebut
merupakan ketentuan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor:
Kep-51/Men/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Temapat Kerja dan
merupakan standar dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 16-7063-2004 Nilai
Ambang Batas iklim kerja (panas), kebisingan getaran tangan-lengan dan radiasi
sinar ultra ungu di tempat kerja. SNI dimaksud juga memberikan informasi
tentang pengendalian kebisingan yang dilakukan sehubungan dengan tingkat
paparan sebagaimana substansinya (Suma’mur, 2009).
Batasan nilai tingkat untuk beberapa kawasan atau lingkungan Menurut
Menteri Negara Lingkungan Hidup dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1 Baku Mutu Kebisingan
Zona Kawasan / Lingkungan Kesehatan Tingkat Kebisingan dB a. Peruntukan Kawasan
1. Perumahan dan Pemukiman 55
2. Perdagangan dan Jasa 70
3. Perkantoran dan Perdagangan 65
4. Ruang Terbuka Hijau 50
5. Industri 70
6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60
7. Rekreasi 70
1. Rumah Sakit atau Sejenisnya 55
2. Sekolah dan Sejenisnya 55
3. Tempat Ibadah atau Sejenisnya 55
Selain melalui tingkat keras, kebisingan juga dikaitkan dengan lama
paparannya. Semakin keras tingkat bunyi, semakin pendek waktu paparan yang
disarankan bagi telinga.
Standar kebisingan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja
No.51/MEN/1999 adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas Kebisingan
Waktu Pemaparan Intensitas Kebisingan (dB)
8 Jam 85
Sumber : Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51/MEN/1999.
Keterangan : Tidak boleh terapajan lebih dari 140 dB, walaupun sesaat.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 718 Tahun 1987 tentang kebisingan yang
berhubungan dengan kesehatan menyatakan pembagian wilayah dalam 4 zona :
Tabel 2.3 Pembagian zona-zona peruntukan
Zona Peruntukan Tingkat Kebisingan dB (A)
Dianjurkan Diperbolehkan A Laboratorium, rumah sakit, panti perawatan 35 45
B Rumah, sekolah, tempat rekreasi 45 55
C Kantor, pertokoan 50 60
D Industry, terminal, stasiun KA 60 70
2.3.7 Pengendalian Kebisingan
Kebisingan dapat dikendalikan dengan cara, antara lain (Budiono, 2003):
1. Pengendalian Secara Teknis
a) Mengubah cara kerja dari yang menimbulkan bising menjadi berkurang
suara yang menimbulkan bisingnya.
b)Menggunakan penyekat dinding dan langit-langit yang kedap suara.
c) Mengisolasi mesin-mesin yang menjadi sumber kebisingan.
d)Substitusi mesin yang bising dengan mesin yang kurang bising.
e) Menggunakan fondasi mesin yang baik agar tidak ada sambungan yang
goyang dan mengganti bagian-bagian logam dengan karet.
f) Modifikasi mesin atau proses.
g)Merawat mesin dan alat secara teratur dan periodic sehingga dapat
mengurangi suara bising.
2. Pengendalian secara administrasi
a) Pengadaan ruang kontrol pada bagian tertentu (misalnya bagian diesel).
b)Tenaga kerja di bagian tersebut hanya melihat dari ruang berkaca yang
kedap suara dan sesekali memasuki ruang berbising tinggi, dalam waktu
yang telah ditentukan, serta menggunakan APD (ear muff).
c) Pengaturan jam kerja, disesuaikan dengan NAB yang ada. Cara ini
dilakukan untuk mengurangi waktu pemajanan dan tingkat kebisingan,
sehingga suara yang diterima organ pendengaran pekerja, masih dalam
3. Pengendalian secara medis
Pemeriksaan audiometri sebaiknya dilakukan pada saat awal masuk kerja,
secara periodik, secara khusus dan pada akhir masa kerja.
4. Penggunaan Alat Pelindung Diri
Apabila pengendalian secara teknis dan administrasi belum dapat mereduksi
tingkat dan lama kebisingan yang diterima maka digunakan alat pelindung
kebisingan yaitu ear plug atau ear muff disesuaikan dengan jenis pekerjaan,
konsidi dan penurunan intensitas kebisingan yang diharapkan.
2.3.8 Pengukuran Intensitas Kebisingan
Standar alat untuk mengukur kebisingan adalah Sound Level Meter (SLM).
Pengukuran dalam SLM dikategorikan dalam tiga jenis karakter respon frekuensi,
yaitu ditunjukkan dalam skala A, B, dan C. Skala A yang ditemukan paling dapat
mewakili batas pendengaran manusia dan respon telinga manusia terhadap
kebisingan, termasuk kebisingan yang dapat menimbulkan gangguan
pendengaran. Skala A tersebut dinyatakan dalam satuan dBA (Djalante, 2010).
Dalam penelitian Buchari (2007), menjelaskan untuk alat ukur kebisingan
yaitu Sound Level Meter (SLM) dan untuk mengukur ambang pendengaran
digunakan alat Audiometer. Sound Level Meter (SLM) adalah alat untuk
mengukur suara. Mekanisme kerja dari SLM adalah apabila ada benda bergetar,
maka akan menyebabkan terjadinya perubahan tekanan udara yang mana
perubahan tersebut dapat ditangkap oleh alat ini, sehingga akan menggerakkan
meter petunjuk atau jarum petunjuk. Sedangkan untuk Audiometer, adalah alat
suara yang paling lemah yang dapat didengar manusia. Audiogram adalah chart
hasil pemerikasaan audiometri.
2.3.9 Kebisingan Lalu Lintas
Perkembangan yang semakin meningkat pada transportasi di jalan raya
tentunya mempunyai dampak lingkungan di sepanjang jalan yang ramai dengan
sarana transportasi. Di negara berkembang seperti Indonesia, yang pengaturan dan
penyediaan kendaraan umum belum tertata secara baik, masyarakat akan
cenderung menggunakan kendaraan pribadi untuk mendukung kegiatannya.
Berdasar kecepatan dan kenyamanan berkendara maka kendaraan bermotor
pribadi lebih dipilih dibanding kendaraan tidak bermotor. Kebisingan di
perkotaan yang padat lalu lintasnya bukan merupakan masalah baru lagi, tetapi
permasalahan lama yang perlu dipecahkan bersama. Meski kini
kelompok-kelompok masyarakat pengguna sepeda telah terbentuk, seperti Bike to Work,
namun jumlah anggotanya masih sedikit. Di waktu mendatang diharapkan
pengguna sepeda terus meningkat jumlahnya sehingga dapat menurunkan polusi
udara dan bunyi. Hal itu juga perlu didukung dengan penyediaan jalur khusus
sepeda agar keselamatan dan kenyamanan pengguna sepeda.
Kebisingan pada kendaraan bermotor terutama bersumber pada mesin dan
saluran gas buang. Juga terdapat sumber lain meski bukan sumber pokok, yaitu
gesekan roda dengan jalan dan klakson. Pada kendaraan bermotor dengan usia
pembuatan 10 tahun ke bawah serta yang mesinnya terawat dengan baik,
kebisingan yang dihasilkan mesin dapat dianggap sesuai baku. Hal ini
tertentu. Bila jumlah dan jenis kendaraan sesuai baku makan munculnya
kebisingan dapat dihindari. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terpenuhi.
Ruas jalan dipenuhi kendaraan melebihi kemampuan hingga terjadi kemacetan.
Keadaan ini, tentu menimbulkan polusi udara dan bunyi (Mediastika, 2009).
Sumber kebisingan lalu lintas termasuk dalam kriteria kebisingan garis,
kebisingan tersebut ditimbulkan oleh suara-suara dari kendaraan bermotor yang
melewati jalanan dan semakin padatnya lalu lintas yang ada di jalan tersebut.
Adapun penyebab kebisingan dari kendaraan bermotor adalah mesin dari
kendaraan bermotor itu sendiri biasanya berjenis mesin bakar, jenis kipas
pendingin kendaraan, bagian sistem pembuangan kendaraan yang berbeda-beda,
dan model kendaraan. Selain penyebab kebisingan dari kendaraan tersebut, ada
pula parameter dari kendaraan itu sendiri yaitu kecepatan dan kepadatan
kendaraan bermotor yang ada di lalu lintas jalan, komposisi kendaraan bermotor
tersebut, sifat dari pengemudi kendaraannya sendiri, dan kestabilan atau
ketidakstabilan lalu lintas kendaraan bermotor. Selain parameter lalu lintas, ada
pula parameter dari jalan yang dilalui oleh kendaraan, yaitu kondisi yang
membentuk fisik dari jalan, contohnya bentuk jalan, kemiringan jalan,
kelengkungan jalan atau tikungan jalan, permukaan jalan yang berbeda-beda dan
2.4 Tekanan Darah
2.4.1 Defenisi Tekanan Darah
Tekanan darah adalah daya dorong ke semua arah pada seluruh permukaan
yang tertutup pada dinding bagian dalam jantung dan pembuluh darah (Sloane,
2004).
Tekanan darah adalah menunjukkan keadaan dimana tekanan yang
dikenakan oleh darah pada pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke
seluruh anggota tubuh, dengan kata lain tekanan darah juga berarti kekuatan yang
dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh (Guyton dan
Hall, 2006).
Tekanan darah juga sering disebut sebagai suara di mana detak jantung
pertama kali di dengar dengan bantuan alat stetoskop. Tekanan darah dapat dilihat
dengan mengambil dua ukuran yang biasa ditunjukkan dengan angka seperti
berikut: 120/80 mmHg. Angka 120 mmHg menunjukkan tekanan pada pembuluh
arteri ketika jantung berkontraksi, yang biasanya disebut dengan sistolik. Angka
80 mmHg menunjukan jantung sedang berelaksasi disebut tekanan darah diastolik
(Ganong, 1995).
2.4.2 Sistem Sirkulasi Tekanan Darah
Darah mengambil oksigen dari dalam paru-paru. Darah yang mengandung
oksigen ini memasuki jantung dan kemudian dipompakan ke seluruh bagian tubuh
melalui pembuluh darah yang disebut arteri. Pembuluh darah yang lebih besar
bercabang-cabang menjadi pembuluh-pembuluh darah lebih kecil hingga
pembuluh-pembuluh darah sangat kecil yang disebut kapiler. Jaringan ini
mengalirkan darah ke sel-sel tubuh dan menghantarkan oksigen untuk
menghasilkan energi yang dibutuhkan demi kelangsungan hidup. Kemudian
darah, yang sudah tidak beroksigen kembali ke jantung melalui pembuluh darah
vena, dan di pompa kembali ke paru-paru untuk mengambil oksigen lagi. Saat
jantung berdetak, otot jantung berkontraksi untuk memompakan darah ke seluruh
tubuh. Tekanan tertinggi berkontraksi dikenal sebagai tekanan sistolik. Kemudian
otot jantung rileks sebelum kontraksi berikutnya, dan tekanan ini paling rendah,
yang dikenal sebagai tekanan diastolik. Tekanan sistolik dan diastolik ini diukur
ketika Anda memeriksakan tekanan darah (Beevers, 2002).
2.4.3 Jenis Tekanan Darah
Tekanan darah terdiri dari 2 (dua) bagian besar, yaitu : Tekanan darah
sistolik adalah tekanan darah yang diturunkan sampai suatu titik dimana denyut
dapat dirasakan. Tekanan yang terjadi apabila oto jantung berdenyut memompa
untuk mendorong darah keluar melalui pembuluh darah arteri. Tekanan ini
berkisar antara 95-140 mmHg. Sedangkan tekanan darah diastolik adalah tekanan
di atas arteri brakialis perlahan-lahan dikurangi sampai bunyi jantung atau denyut
arteri dengan jelas dapat didengar dan titik dimana bunyi mulai menghilang
tekanan ini berkisar antara 60-95 mmHg (Tahang, 2004). Perbedaan tekanan
darah antara sistolik dan diastolik disebut tekanan nadi dan normalnya adalah
2.4.4 Klasifikasi Tekanan Darah
Tekanan darah diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu :
1 Tekanan darah normal
Seseorang dikatakan mempunyai tekanan darah normal bila tekanan darah
uuntuk sistolik <140 mmHg dan diastolik ,90 mmHg (Guyton dan Hall,
2006). Nilai tekanan darah normal:
a. Pada usia 15-29 tahun : sistolik 90-120 mmHg, diastolik 60-80 mmHg.
b. Pada usia 30-49 tahun : sistolik 110-140 mmHg, diastolik 70-90 mmHg.
c. Pada usia >50 tahun : sistolik 120-150 mmHg, diastolik 70-90 mmHg.
2 Tekanan darah rendah
Seseorang dikatakan mempunyai tekanan darah rendah bila tekanan darah
untuk sistolik <100 mmHg dan diastolik <60 mmHg (Watson, 2002).
3 Tekanan darah tinggi
Seseorang dikatakan mempunyai tekanan darah tinggi apabila untuk tekanan
darah sistolik >140 mmHg dan diastolik >90 mmHg (Watson, 2002).
Klasifikasi tekanan darah bagi orang dewasa usia 18 tahun ke atas yang
tidak sedang dalam pengobatan tekanan darah tinggi dan tidak menderita penyakit
serius dalam jangka waktu tertentu menurut Seventh Report of the Joint National
Committe VII (JNC VII) on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of
High Blood Pressure adalah sebagai berikut:
Tabel 2.4 Kategori Tekanan Darah
Tekanan Darah Sistolik Diastolik
Normal Pre-hipertensi
Di bawah 120 Di bawah 80
120-139 80-89
Darah tinggi atau hipertensi (stadium 1) 140-159 90-99
Darah tinggi atau hipertensi (stadium 2 atatu
berbahaya) Diatas 160 Di atas 100
2.4.5 Pengukuran Tekanan Darah
Untuk mengukur tekanan darah maka perlu dilakukan pengukuran tekanan
darah secara rutin. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara langsung
atau tidak langsung. Pada metode langsung, kateter arteri dimasukkan ke dalam
arteri. Walaupun hasilnya sangat tepat, akan tetapi metode pengukuran ini sangat
berbahaya dan dapat menimbulkan masalah kesehatan lain (Smeltzer & Bare,
2001). Menurut Nursecerdas (2009), bahaya yang dapat ditimbulkan saat
pemasangan kateter arteri yaitu nyeri inflamasi pada lokasi penusukkan, bekuan
darah karena tertekuknya kateter, perdarahan: ekimosis bila jarum lepas dan
tromboplebitis. Sedangkan pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan
menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop. Sphgmomanometer tersusun
atas manset yang dapat dikembangkan dan alat pengukur tekanan yang
berhubungan dengan ringga dalam manset. Alat ini dikalibrasi sedemikian rupa
sehingga tekanan yang terbaca pada manometer seseuai dengan tekanan dalam
milimeter air raksa yang dihantarkan oleh arteri brakialis (Smeltzer & Bare,
2001).
Adapun cara pengukuran tekanan darah dimulai dengan membalutkan
manset dengan kencang dan lembut pada lengan atas dan dikembangkan dengan
pompa. Tekanan dalam manset dinaikkan sampai denyut radial atau brakial
menghilang. Hilangnya denyutan menunjukkan bahwa tekanan sistolik darah telah
dilampaui dan arteri brakialis telah tertutup. Manset dikembangkan lagi sebesar 20
sampai 30 mmHg diatas titik hilangnya denyutan radial. Kemudian manset
palpasi. Dengan palpasi kita hanya dapat mengukur tekanan sistolik. Sedangkan
dengan auskultasi kita dapat mengukur tekanan sistolik dan diastolik dengan lebih
akurat (Smeltzer & Bare, 2001).
Untuk mengauskultasi tekanan darah, ujung stetoskop yang berbentuk
corong atau diafragma diletakkan pada arteri brakialis, tepat di bawah lipatan siku
(rongga antekubital), yang merupakan titik dimana arteri brakialis muncul
diantara kedua kaput otot biseps. Manset dikempeskan dengan kecepatan 2 sampai
3 mmHg per detik, sementara kita mendengarkan awitan bunyi berdetak, yang
menunjukkan tekanan darah sistolik. Bunyi tersebut dikenal sebagai Bunyi
Korotkoff yang terjadi bersamaan dengan detak jantung, dan akan terus terdengar
dari arteri brakialis sampai tekanan dalam manset turun di bawah tekanan
diastolik dan pada titik tersebut, bunyi akan menghilang (Smeltzer & Bare, 2001).
2.4.6 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tekanan Darah
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah yaitu :
1. Usia
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin
besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko
terkena hipertensi. Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan
tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya
meningkat ketika berumur lima puluhan dan enam puluhan (Gunawan, 2001).
2. Jenis Kelamin
Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria lebih
2,29 untuk kenaikan tekanan darah sistolik dan 3,76 untuk kenaikan tekanan
darah diastolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat
meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita. Namun, setelah
memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita tinggi. Bahkan
setelah umur 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi
dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal (Depkes,
2006).
Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon
estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein
(HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam
mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen
dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause.
Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon
estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses
ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya
sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada
wanita umur 45-55 tahun (Dwi, 2009).
3. Masa Kerja
Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja pada suatu
organisasi, lembaga dan sebagainya. Masa kerja seseorang perlu diketahui
karena masa kerja merupakan salah satu indikator tentang kecenderungan para
pekerja dalam melaksanakan aktivitas kerjanya.
1. masa kerja baru (< 2 tahun)
2. masa kerja lama (> 2 tahun)
Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia
terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Suma’mur, 2009).
4. Ras
Kajian populasi selalu menunjukkan bahwa aras tekanan darah pada
masyarakat kulit hitam lebih tinggi ketimbang aras pada golongan suku lain.
Suku bangsa mungkin berpengaruh pada hubungan antara umur dan tekanan
darah, seperti yang ditujukkan oleh kecenderungan tekanan darah yang
meninggi bersamaan dengan bertambahnya umur secara progresif pada orang
Amerika berkulit hitam keturunan Afrika ketimbang pada orang Amerika
berkulit putih. Perbedaan tekanan darah rata-rata antara kedua golongan
tersebut beragam, mulai dari yang agak lebih rendah dari 5 mmHg (0,67 kPa)
pada usia 20-an sampai hampir 20 mmHg (2,67 kPa) pada usia 60-an. Orang
Amerika hitam keturunan Afrika telah menunjukkan pula mempunyai tekanan
darah yang lebih tinggi daripada orang Afrika hitam. Hal ini memberi kesan
bahwa ada penambahan pengaruh lingkungan pada kecenderungan kesukuan
Peran kesukuan yang bebas dari faktor lingkungan perlu dijelaskan pada
golongan suku Lin di Negara yang mempunyai keanekaragaman suku (WHO,
5. Faktor Sosial Ekonomi
Di negara-negara yang berada pada tahap pasca-peralihan perubahan
ekonomi dan epidemiologi, selalu dapat ditunjukkan bahwa aras tekanan darah
dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi terdapat pada golongan
sosioekonomi rendah. Hubungan yang terbalik itu ternyata berkaitan dengan
tingkat pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan. Akan tetapi, dalam
masyarakat yang berada dalam masa peralihan atau pra-peralihan, aras tinggi
tekanan darah dan prevalensi-hipertensi yang lebih tinggi ternyata terdapat
pada golongan sosioekonomi yang lebih tinggi. Ini barangkali
menggambarkan tahap awal epidemik penyakit kardiovaskular (WHO, 2001).
6. Faktor Genetik
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga
mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer
(esensial). Faktor genetik juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain, yang
kemudian menyebabkan seseorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga
berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel. Bila
kedua orang tua menderita hipertensi maka sekitar 45% turun ke anak -
anaknya dan bila salah satu orang tua yang menderita hipertensi maka sekitar
30% turun ke anak-anaknya (Depkes, 2006).
7. Kebiasaan Merokok
Nikotin menyebabkan kenaikan tekanan arteri dan denyut jantung oleh
a. Nikotin meransang pelepasan epinetrinlokal dari saraf adregenik dan
meningkatkan sekresi katekolamin dari modula adrenalis dan dari jaringan
kromafin di jantung.
b. Nikotin bekerja pada kemoreseptor di glomus caroticus dan glomera aotica
yang menyebabkan peningkatan denyut jantung dan tekanan arteri.
c. Nikotin bekerja langsung pada miokardium untuk menginduksi efek
inotropik dan kronotopik positif.
Nikotin dalam merokok dapat mengakibatkan jantung berdenyut lebih
cepatdan penyempitan pembuluh saluran– saluran nadi sehingga menyababkan jantung terpaksa memompa dengan lebih kuat untuk memenuhi kebutuhan
darah ke seluruh tubuh (Singgih, 1995).
8. Kebiasaan Minum Kopi
Minum kopi yang mengandung kafein disebut dapat menghasilkan
perubahan dalam hemodinamik diantaranya dapat meningkatkan tekanan
darah (Lane, 1993). Dalam tubuh manusia senyawa kafein dapat memacu
hormon adrenalin, yang berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah dan
detak jantung, sekresi asam lambung, senyawa gula pada aliran darah dan otot
dalam kondisi siap beraktivitas.
Sebahagian orang, minum kopi dapat menimbulkan jantung
berdebar-debar, denyutnya bisa melebihi 80 kali per menit. Hal itu disebabkan efek
stimulan kopi. Mengkonsumsi kopi secara berlebihan dapat meningkatkan
tekanan darah, yang berpotensi mempercepat terjadinya penyakit jantung