• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Paparan Kebisingan dan Karakteristik Operator SPBU terhadap Tekanan Darah di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Paparan Kebisingan dan Karakteristik Operator SPBU terhadap Tekanan Darah di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

1

HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN DAN KARAKTERISTIK OPERATOR SPBU TERHADAP TEKANAN DARAH DI

KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH :

ELISNAWATI SIBARANI 111000087

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN DAN KARAKTERISTIK OPERATOR SPBU TERHADAP TEKANAN DARAH DI

KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2015

Skripsi ini digunakan sebagai Salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

ELISNAWATI SIBARANI 111000087

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Masalah kebisingan hampir selalu dijumpai di semua tempat, yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan gangguan kenyaman lingkungan atau yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan gangguan pendengaran.

Kebisingan dapat berasal dari lalu lintas yang padat. Salah satu sumber kebisingan dari kendaraan bermotor yang ada di SPBU yang dekat dengan jalan raya. Ha ini bisa berakibat terhadap pekerja yang berada di SPBU tersebut.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan paparan kebisingan dan karakteristik operator SPBU terhadap tekanan darah di kecamatan Medan

Sunggal.

Jenis penelitian adalah survei yang bersifat analitik dengan desain Cross Secsional. Populasi dalam penelitian ini adalah operator SPBU di kecamatan Medan Sunggal yang berjumlah 126 orang dan sampel berjumlah 62 orang. Data penelitian dianalisis dengan uji Spearman dan Mann-Whitney.

Hasil penelitian yaitu rata-rata intensitas kebisingan di 9 SPBU adalah 74,14 dB dengan nilai maksimum 76,7 dB dan minimum 70,6 dB. Nilai rata-rata tekanan darah sistolik operator adalah 117,90 mmHg dan tekanan darah diastolic 79,68 mmHg. Terdapat korelasi yang positif antara usia (r=0,825) terhadap

tekanan darah sistolik, usia (r=0,522) terhadap tekanan darah diastolik, masa kerja (r=0,618) terhadap tekanan darah sistolik, masa kerja (r=0,470) terhadap tekanan darah diastolik.

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan kepada Pengelola SPBU agar memperhatikan lama kerja operator per hari dan dihubungkan dengan peraturan yang berlaku., disarankan daerah SPBU ditanam pohon yang dapat meredam kebisingan seperti bamboo dan pohon yang memiliki daun lebat, disarankan operator memakai alat pelindung diri seperti ear muff dan ear plug ketika bekerja dan operator yang mengalami kenaikan tekanan darah dianjurkan untuk

memeriksakan kesehatannya.

(5)

ABSTRACT

Problem of noise there are almost be found in every place, which can cause human health problems and undesirable of environment make hearing disorders. Noise came from heavy traffic. One of source of noise can from transportation that in pimp station near from road. This can have an impact to pump station workers.

The objective of this study to know correlated the exposure to noise and the characteristics of the workers pump station to the blood pressure in Medan Sunggal sub-district.

Type of research is a survey has analytic with research design Cross sectional. The population in this research is the pump station workers, which conducted to 126 persons and a sample of 62 people. Research is analyzed with test Spearman and Mann-Whitney.

The study found the average intensity of noise at 9 pump stations was 74,14 dB with maximum value 76,7 dB and minimum value 70,6 dB. The average of operator systolic blood pressure was 117,90 mmHg and diastolic blood

pressure was 79,69 mmHg. Significant correlation between age (r=0,825) toward systolic blood pressure, age (r=0,522) toward diastolic blood pressure, time work (r=0,618) towards systolic blood pressure, time work (r=0,470) toward diastolic blood pressure.

Based on the result of research, suggested to manager pump station give attention time work each day and related to available regulation for pump station workers, suggested pump station area planted trees can reduce noise such as bamboo and trees have dense leaf, suggested operator to wear personal protective equipments such as ear muff and ear plug when working and to check their health for workers with blood pressure increase.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Hubungan Paparan Kebisingan dan Karakteristik Operator SPBU terhadap Tekanan Darah di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015” guna

memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat.

Selama penyelesaian skripsi mulai dari awal hingga akhir selesainya

skripsi ini penulis banyak mendapat bimbinngan, dukungan dan bantuan dari

berbagai pihak, oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1 Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2 Dra. Nurmaini, MKM, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing I skripsi sekaligus

Ketua Penguji, yang telah banyak meluangkan waktu, tulus dan sabar

memberikan saran, bimbingan serta arahan dalam menyelesaikan skripsi

ini.

3 dr. Taufik Ashar, MKM, selaku Dosen Pembimbinng II skripsi sekaligus

(7)

memberikan saran, bimbingan serta arahan dalam menyelesaikan skripsi

ini.

4 Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS, selaku Dosen Penguji II yang

telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan

penulisan skripsi ini.

5 Ir. Indra Cahaya S, Msi, selaku Dosen Penguji III yang telah banyak

memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi

ini.

6 Alm. dr. Mhd. Arifin Siregar MS, selaku Dosen Pembimbing Akademik

yang memberikan dukungan dan saran-saran serta membimbing selama

penulis menjalani pendidikan.

7 Seluruh Dosen dan Staf di FKM USU yang telah memberikan bekal ilmu

selama penulis mengikuti pendidikan.

8 PT. Pertamina MOR I yang telah memberikan izin kepada penulis meneliti

dan meluangkan waktu untuk membantu dalam pengerjaan skripsi ini.

9 Teristimewa untuk kedua orangtua saya terkasih, Ayahanda ( Robert

Sibarani) dan Ibunda tercinta (Maulina Simatupang) yang tidak hentinya

mendoakan dan memberikan kasih sayangnya kepada penulis selama ini,

serta Abang (Hendry Maringan Sibarani, ST) dan Adik tersayang (Bryan

Hazler Sibarani) yang turut memberikan doa serta dukungannya kepada

(8)

10 Dongan-Dongan Family (Jufri, Darman, Jogina, Azizah, Alwin, Husnul,

Elly, Kiki, Ridho, Ella, Oney,) yang selalu bersedia menemani dan

mendoakan penulis selama ini.

11 KK Quasimodogeniti (Kak Henny, Lulu, Martha Helen, Theresia,

Martharia, Ratna) yang selalu mendoakan dan mendukung selama ini.

12 Sahabatku (Yulita, Chyntia, Putri, Nurhasanah, Rina Mawarni dan Rici

Dina) yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama ini.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini,

untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak

dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini

dapat bermanfaat bagi kita semua terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Juni 2015

(9)

DAFTAR ISI

2.2 Anatomi Dan Fisiologi Alat Pendengaran ... 12

2.2.1 Alat Pendengaran Manusia ... 12

2.2.2 Mekanisme Mendengar ... 13

2.3 Kebisingan ... 15

2.3.1 Defenisi Kebisingan ... 15

2.3.2 Jenis-jenis Kebisingan ... 16

2.3.3 Sumber Kebisingan ... 17

2.3.4 Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan ... 18

2.3.5 Kebisingan dan Produktivitas ... 20

2.3.6 Nilai Ambang Batas Kebisingan ... 21

2.3.7 Pengendalian Kebisingan ... 24

2.3.8 Pengukuran Intensitas Kebisingan ... 25

2.3.9 Kebisingan Lalu Lintas ... 26

2.4.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah ... 32

2.4.7 Pengendalian Tekanan Darah ... 41

2.5 Hubungan Paparan Kebisingan dan Karakteristik Operator SPBU dengan Tekanan Darah ... 45

2.6 Kerangka Konsep ... 46

(10)

BAB III METODE PENELITIAN

3.5.1 Pengukuran Kebisingan dengan Alat Sound Level Meter ... 52

3.5.2 Pengukuran Tekanan Darah dengan Alat Tensi Meter ... 53

3.6 Defenisi Operasional dan Aspek Pengukuran ... 54

3.7 Teknik Analisis Data ... 55

4.2.1 Karakteristik Responden ... 58

4.2.2 Tingkat Kebisingan ... 61

4.2.3 Tekanan Darah Responden ... 62

4.3 Analisa Statistik ... 62

4.3.1 Hubungan Karakteristik Responden terhadap Tekanan Darah ... 62

4.3.2 Hubungan Intensitas Kebisingan Terhadap Tekanan Darah ... 70

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Paparan Kebisingan ... 72

5.2 Tekanan Darah ... 74

5.3 Hubungan Karakteristik Operator SPBU terhadap Tekanan Darah ... 75

5.3.1 Hubungan Jenis Kelamin terhadap Tekanan Darah ... 75

5.3.2 Hubungan Usia terhadap Tekanan Darah ... 75

5.3.3 Hubungan Lama Paparan Kebisingan terhadap Tekanan Darah ... 76

5.3.4 Hubungan Masa Kerja terhadap Tekanan Darah ... 77

5.3.5 Hubungan Kebiasaan Minum Kopi terhadap Tekanan Darah ... 78

5.3.6 Hubungan Kebiasaan Merokok terhadap Tekanan Darah ... 79

5.4 Hubungan Paparan Kebisingan terhadap Tekanan Darah ... 80

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 82

6.2 Saran ... 83

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Baku Mutu Kebisingan ... 22

Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas Kebisingan ... 23

Tabel 2.3 Pembagian Zona-zona Peruntukan ... 23

Tabel 2.4 Kategori Tekanan Darah ... 30

Tabel 3.6 Defenisi Operasional dan Aspek Pengukuran ... 54

Tabel 4.1 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin pada Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 ... 58

Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Usia pada Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 ... 58

Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Lama Paparan Kebisingan Per Hari pada Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 ... 59

Tabel 4.4 Distribusi Responden Menurut Masa Kerja pada Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 ... 59

Tabel 4.5 Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Minum Kopi pada Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 ... 59

Tabel 4.6 Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Merokok pada Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 ... 60

Tabel 4.7 Hasil Pengukuran Kebisingan pada Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 ... 61

Tabel 4.8 Hasil Pengukuran Tekanan Darah pada Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 ... 62

Tabel 4.9 Hubungan Jenis Kelamin terhadap Tekanan Darah pada Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 ... 63

(12)

Tabel 4.11 Hubungan Masa Kerja terhadap Tekanan Darah pada Operator

SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 ... 66

Tabel 4.12 Hubungan Kebiasaan Minum Kopi terhadap Tekanan Darah pada Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 ... 67

Tabel 4.13 Hubungan Kebiasaan Merokok terhadap Tekanan Darah pada

Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 ... 69

Tabel 4.14 Hubungan Paparan Kebisingan terhadap Tekanan Darah pada

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Hubungan Jenis Kelamin terhadap Tekanan Darah Sistolik ... 63

Gambar 2 Hubungan Jenis Kelamin terhadap Tekanan Darah Diastolik .... 64

Gambar 3 Hubungan Usia terhadap Tekanan Darah Sistolik ... 65

Gambar 4 Hubungan Usia terhadap Tekanan Darah Diastolik ... 65

Gambar 5 Hubungan Masa Kerja terhadap Tekanan Darah Sistolik ... 66

Gambar 6 Hubungan Masa Kerja terhadap Tekanan Darah Diastolik ... 67

Gambar 7 Hubungan Kebiasaan Minum Kopi terhadap Tekanan Darah Sistolik ... 68

Gambar 8 Hubungan Kebiasaan Minum Kopi terhadap Tekanan Darah Diastolik ... 68

Gambar 9 Hubungan Kebiasaan Merokok terhadap Tekanan Darah Sistolik ... 69

Gambar 10 Hubungan Kebiasaan Merokok terhadap Tekanan Darah Diastolik ... 70

Gambar 11 Hubungan Paparan Kebisingan terhadap Tekanan Darah Sistolik ... 71

(14)

ABSTRAK

Masalah kebisingan hampir selalu dijumpai di semua tempat, yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan gangguan kenyaman lingkungan atau yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan gangguan pendengaran.

Kebisingan dapat berasal dari lalu lintas yang padat. Salah satu sumber kebisingan dari kendaraan bermotor yang ada di SPBU yang dekat dengan jalan raya. Ha ini bisa berakibat terhadap pekerja yang berada di SPBU tersebut.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan paparan kebisingan dan karakteristik operator SPBU terhadap tekanan darah di kecamatan Medan

Sunggal.

Jenis penelitian adalah survei yang bersifat analitik dengan desain Cross Secsional. Populasi dalam penelitian ini adalah operator SPBU di kecamatan Medan Sunggal yang berjumlah 126 orang dan sampel berjumlah 62 orang. Data penelitian dianalisis dengan uji Spearman dan Mann-Whitney.

Hasil penelitian yaitu rata-rata intensitas kebisingan di 9 SPBU adalah 74,14 dB dengan nilai maksimum 76,7 dB dan minimum 70,6 dB. Nilai rata-rata tekanan darah sistolik operator adalah 117,90 mmHg dan tekanan darah diastolic 79,68 mmHg. Terdapat korelasi yang positif antara usia (r=0,825) terhadap

tekanan darah sistolik, usia (r=0,522) terhadap tekanan darah diastolik, masa kerja (r=0,618) terhadap tekanan darah sistolik, masa kerja (r=0,470) terhadap tekanan darah diastolik.

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan kepada Pengelola SPBU agar memperhatikan lama kerja operator per hari dan dihubungkan dengan peraturan yang berlaku., disarankan daerah SPBU ditanam pohon yang dapat meredam kebisingan seperti bamboo dan pohon yang memiliki daun lebat, disarankan operator memakai alat pelindung diri seperti ear muff dan ear plug ketika bekerja dan operator yang mengalami kenaikan tekanan darah dianjurkan untuk

memeriksakan kesehatannya.

(15)

ABSTRACT

Problem of noise there are almost be found in every place, which can cause human health problems and undesirable of environment make hearing disorders. Noise came from heavy traffic. One of source of noise can from transportation that in pimp station near from road. This can have an impact to pump station workers.

The objective of this study to know correlated the exposure to noise and the characteristics of the workers pump station to the blood pressure in Medan Sunggal sub-district.

Type of research is a survey has analytic with research design Cross sectional. The population in this research is the pump station workers, which conducted to 126 persons and a sample of 62 people. Research is analyzed with test Spearman and Mann-Whitney.

The study found the average intensity of noise at 9 pump stations was 74,14 dB with maximum value 76,7 dB and minimum value 70,6 dB. The average of operator systolic blood pressure was 117,90 mmHg and diastolic blood

pressure was 79,69 mmHg. Significant correlation between age (r=0,825) toward systolic blood pressure, age (r=0,522) toward diastolic blood pressure, time work (r=0,618) towards systolic blood pressure, time work (r=0,470) toward diastolic blood pressure.

Based on the result of research, suggested to manager pump station give attention time work each day and related to available regulation for pump station workers, suggested pump station area planted trees can reduce noise such as bamboo and trees have dense leaf, suggested operator to wear personal protective equipments such as ear muff and ear plug when working and to check their health for workers with blood pressure increase.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meningkatnya mobilitas orang memerlukan sarana dan prasarana

transportasi yang memadai, aman, nyaman dan terjangkau bagi masyarakat.

Dinamisnya mobilitas penduduk tidak diimbangi dengan pembangunan

infrasutruktur trasportasi yang memadai. Kapasitas jalan tidak mengalami

peningkatan, sementara jumlah kendaraan terus bertambah tanpa adanya

pembatasan.

Peningkatan pendapatan/kapita membuat masyarakat mampu untuk

membeli kendaraan seperti sepeda motor maupun mobil sebagai sarana

transportasi pribadi. Peningkatan perekonomian daerah juga menyebabkan

kebutuhan akan sarana transportasi lain seperti bus dan truk meningkat.

Akibatnya, semakin hari jumlah arus lalu lintas dan jenis kendaraan yang

menggunakan ruas-ruas jalan semakin bertambah. Hal ini akan semakin

menambah beban lalu lintas dan menimbulkan berbagai permasalahan, sebagai

contoh adalah timbulnya masalah kebisingan akibat lalu lintas.

Kemacetan tidak dapat dihindari terutama titik-titik persimpangan baik di

jalan-jalan protokol maupun di jalan kecil. Kemacetan ini mengakibatkan

kebisingan yang dapat mengganggu kesehatan. Menurut Keputusan Menteri

Negara Lingkungan Hidup No. 48/MENLH/11/1996, yang dimaksud dengan

(17)

tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia

dan kenyamanan lingkungan.

Masalah kebisingan hampir selalu dijumpai di semua tempat, yang dapat

menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyaman lingkungan atau yang

tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Efek

kebisingan dengan intensitas tinggi terhadap pendengaran berupa ketulian syaraf

telah banyak ditemukan, kebisingan selain memberikan efek terhadap

pendengaran juga dapat menimbulkan efek bukan pada pendengaran dan efek ini

bisa terjadi walaupun intensitas kebisingan tidak terlalu tinggi.

Kebisingan lalu lintas menjadi sumber dominan dari kebisingan

lingkungan di perkotaan. Salah satu sumber kebisingan lalu lintas antara lain

berasal dari kendaraan bermotor, baik roda dua, tiga maupun roda empat, dengan

sumber penyebab bising antara lain bunyi klakson saat kendaraan ingin

mendahului atau minta jalan dan saat lampu lalu lintas tidak berfungsi. Gesekan

mekanis antara ban dengan badan jalan pada saat pengereman mendadak dan

kecepatan tinggi; suara knalpot akibat penekanan pedal gas secara berlebihan atau

knalpot imitasi; tabrakan antara sesama kendaraan; frekuensi mobilitas kendaraan

baik dalam jumlah maupun kecepatam (Depkes, 1995).

Data dari Dirlantas Poldasu sampai dengan tahun 2014, jumlah kendaraan

yang ada di Kota Medan telah mencapai 5.531.777 unit. Dan dari jumlah tersebut,

sepeda motor mendominasi sebanyak 86,29 persen, mobil penumpangan 7,91

(18)

Sumber kebisingan yang terkait dengan transportasi berasal dari mobil

penumpang, sepeda motor, bus dan kendaraan berat. Tiap-tiap kendaraan

menghasilkan kebisingan, namun sumber dan besarnya dari kebisingan sangat

bervariasi tergantung jenis kendaran. Oleh karena itu kebisingan akibat lalu lintas

adalah salah satu bunyi yang tidak dapat dihindari dari kehidupan modern dan

juga salah satu bunyi yang tidak dikehendaki.

Kebisingan merupakan salah satu penyebab dari “penyakit lingkungan”

yang penting dan termasuk golongan pencemar udara (Slamet, 2009). Bagi

kesehatan manusia, kebisingan dapat menimbulkan gangguan pada sistem

pendengaran dan pencernaan, stres, sakit kepala, peningkatan tekanan darah serta

dapat menurunkan prestasi kerja (Suma’mur, 2009).

Bising yang cukup keras, dengan intensitas 70 dB dapat menyebabkan

kegelisahan (nervousness), kurang enak badan, kejenuhan mendengar, sakit

lambung dan masalah peredaran darah. Begitu juga diatas 85 dB dapat

menyebabkan kemunduran yang serius pada kondisi kesehatan seseorang pada

umumnya dan bila berlangsung lama akan menyebabkan kehilangan pendengaran

sementara atau permanen dan masalah penyakit jantung serta tekanan darah tinggi

(Suma’mur, 2009).

Hubungan antara kebisingan dengan kemungkinan timbulnya gangguan

terhadap kesehatan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu intensitas

kebisingan, frekuensi kebisingan dan lamanya seseorang berada di tempat atau di

dekat bunyi tersebut, baik dari hari ke hari ataupun seumur hidupnya (Rosidah,

(19)

juga dapat menimbulkan gangguan terhadap mental emosional serta sistem

jantung dan peredaran darah. Gangguan mental emosional yaitu berupa

terganggunya kenyamanan kerja, mudah tersinggung, mudah marah. Melalui

mekanisme hormonal yaitu dihasilkan adrenalin, sehingga dapat meningkatkan

frekuensi detak jantung dan peningkatan tekanan darah. Hal tersebut termasuk

gangguan kardiovaskuler (Sasongko, 2000).

Kebisingan juga berpengaruh terhadap indra pendengaran pada intensitas

yang tinggi, selain itu dapat berpengaruh secara fisiologis yaitu terganggunya

kesehatan seperti, meningkatnya tekanan darah dan denyut jantung, risiko

serangan jantung dan gangguan pencernaan (Tarwaka, 2004). Seseorang

dikatakan tekanan darah normal bila tekanan darah sistolik <140 mmHg dan

tekanan darah diastolic <90 mmHg (WHO, 2001). Sedangkan menurut

Depertemen Kesehatan tekanan darah normal yaitu ≤ 140 mmHg tekanann darah

sistolik dan ≤90 mmHg tekanan darah diastolik (Depkes, 2006).

Hasil penelitian yang telah dilakukan Simanjuntak (2012) bahwa ada

hubungan tingkat kebisingan perusahaan percetakan dengan tekanan darah sistolik

dan diastolik pada penduduk yang tinggal di daerah Lingkungan I Pengilar X

Kelurahan Amplas Kecamatan Medan Amplas. Kebisingan dapat berhubungan

dengan terjadinya penyakit hipertensi. Hal ini didukung dengan suatu studi

epidemiologis di Amerika Serikat. Peneliti tersebut mengaitkan masyarakat,

kebisingan, serta resiko terjangkitnya penyakit hipertensi. Hasil penelitian tersebut

menyebutkan bahwa masyarakat yang terpapar kebisingan, cenderung memiliki

(20)

Stres yang cukup lama, akan menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh

darah, sehingga memacu jantung untuk bekerja lebih keras memompa darah ke

seluruh tubuh. Dalam waktu lama, tekanan darah akan naik, dan inilah yang

disebut hipertensi (Haryoto, 2005).

Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 51/Men/1999 tentang Nilai Ambang

Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja menyebutkan bahwa intensitas kebisingan 85

dB selama 8 jam kerja dalam sehari. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Boedhi

Raharjani, pada pekerja PT. Kereta Api Indonesia didapatkan hasil yaitu tekanan

darah sebelum kerja rata-rata dalam batas normal, namun sesudah kerja dicatat

adanya kenaikan tekanan darah sistolik maupun diastolik. Keadaan ini diduga kuat

bukan disebabkan oleh beban kerja masinis (ringan), tetapi lebih banyak

dipengaruhi oleh faktor tingginya tingkat kebisingan di dalam kabin kerja masinis

(Rosidah, 2003).

Suryani (2008) melaporkan kebisingan berkisar 77-88 dB dapat

meningkatkan tekanan darah masyarakat yang tinggal di sekitar terminal

Umbulharjo. Menurut Robert Koch Institusi di Jerman (Suryani, 2008)

menemukan bahwa orang yang tinggal di lingkungan dengan rata-rata tingkat

kebisingan sebesar 55 dB atau lebih, memiliki resiko dua kali lebih besar untuk

dirawat karena tekanan darah tinggi dibandingkan dengan mereka yang tinggal di

lingkungan dengan rata-rata tingkat kebisingan 50 dB.

Faktor yang mempengaruhi tekanan darah yaitu umur, faktor jenis

kelamin, faktor suku dan faktor status sosioekonomi. Faktor lingkungan (polusi

(21)

nutrisi, faktor alkohol (minuman keras), faktor kegiatan fisik, faktor denyut

jantung, faktor psikososial merupakan faktor risiko tekanan darah tinggi (WHO,

2001).

Kota Medan merupakan kota terbesar di luar pulau Jawa, penduduk yang

padat sekitar 2,6 juta jiwa dan tampak pada siang hari mobilitas penduduk

bergerak cepat. Transportasi merupakan kebutuhan yang diperlukan untuk

melakukan kegiatan lain seperti kegiatan ekonomi, sosial, pendidikan dan

lain-lain. Kecamatan Medan Sunggal adalah salah satu dari 21 kecamatan di Kota

Medan yang memiliki arus lalu lintas yang tinggi. Pengguna jalan di daerah ini

terdiri dari bermacam-macam alat angkutan seperti mobil, sepeda motor dan

becak yang selalu dijumpai di setiap jalan protokol, angkutan umum atau bus

tujuan luar kota yang akan kita jumpai di Jl. Pinang baris, truk berasal maupun

tujuan Belawan yang melintasi di Jalan Ringroad. Kemacetan menjadi hal yang

tidak bisa dihindari setiap harinya. Dampak dari kemacetan ini adalah polusi, baik

polusi udara maupun polusi suara yaitu kebisingan.

Salah satu pekerjaan yang terpapar dengan kebisingan setiap hari yaitu

operator SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum). Semua lokasi

SPBU di Kecamatan Medan Sunggal berada di pinggir jalan raya merupakan

daerah yang rawan terhadap kebisingan dan kebiasaan pengendara yang hendak

mengisi bahan bakar di SPBU tidak mematikan mesin kendaraannya sehingga

kebisingan bertambah didaerah tersebut. Berdasarkan survei pendahuluan yang

telah dilakukan bahwa intensitas kebisingan di semua SPBU Kecamatan Medan

(22)

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 membedakan

tingkat kebisingan berdasarkan zona kawasan dan peruntukannya. SPBU termasuk

dalam kawasan perdagangan dan jasa yang memiliki baku mutu kebisingan 70 dB.

Dari hasil survei maka dapat disimpulkan bahwa kebisingan di area SPBU telah

melewati baku mutu kebisingan. Berdasarkan penjelasan diatas perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut mengenai hubungan paparan kebisingan dan karakteristik

operator SPBU dengan tekanan darah di Kecamatan Medan Sunggal.

1.2 Perumusan Masalah

Lokasi SPBU yang berada di pinggir jalan raya merupakan daerah yang

rawan terhadap kebisingan, serta adanya karakteristik operator seperti usia, jenis

kelamin, lama paparan kebisingan per hari, masa kerja, kebiasaan minum kopi dan

kebiasaan merokok yang dapat berpengaruh terhadap tekanan darah pada operator

SPBU tersebut. Hal inilah yang menjadi dasar bagi peneliti untuk mengetahui

hubungan paparan kebisingan dan karakteristik operator SPBU dengan tekanan

darah di Kecamatan Medan Sunggal tahun 2015.

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan paparan kebisingan dan karakteristik

operator SPBU terhadap tekanan darah di Kecamatan Medan Sunggal Tahun

(23)

1.3.2 Tujuan Khusus

1 Untuk mengetahui intensitas kebisingan di SPBU Kecamatan Medan Sunggal

tahun 2015.

2 Untuk mengetahui tekanan darah pada operator SPBU di Kecamatan Medan

Sunggal tahun 2015.

3 Untuk mengetahui hubungan karakteristik operator SPBU (usia, jenis

kelamin, lama paparan kebisingan per hari, masa kerja, kebiasaan minum

kopi dan kebiasaan merokok) terhadap tekanan darah di Kecamatan Medan

Sunggal tahun 2015.

4 Untuk mengetahui paparan kebisingan terhadap tekanan darah operator SPBU

di Kecamatan Medan Sunggal tahun 2015.

1.4Manfaat Penelitian 1. Bagi Mahasiswa

a. Mampu melakukan suatu pengukuran untuk mengetahui intensitas

kebisingan dengan menggunakan sound level meter dan pengukuran

tekanan darah.

b. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang pengetahuan hubungan

paparan kebisingan dan karakteristik operator SPBU terhadap tekanan

darah.

c. Dapat digunakan sebagai tambahan pengalaman yang tak ternilai

(24)

2. Bagi Pertamina/ Pengelola SPBU

a. Dapat digunakan sebagai masukan tentang tingkat kebisingan yang ada di

lingkungan kerja.

b. Dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan informasi yang

bermanfaat dalam melaksanakan tindakan koreksi agar didapat

(25)

23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bunyi / Suara

2.1.1 Defenisi Bunyi / Suara

Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar

dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber

bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau

penghantar lainnya (Suma’mur, 2009). Defenisi lain, suara adalah sensasi yang

dihasilkan yang dihasilkan ketika getaran longitudinal dari molekul – molekul dari lingkungan luar tubuh, di mana terjadi perubahan yaitu kompresi dan peregangan

molekul suara yang bergantian, ini menimbulkan fluktuasi di dalam tekanan udara

(atmosphersic pressure) secara berulang – ulang disebut gelombang suara (sound wave) dan akan dirambat ke segala arah, kemudian mencapai gendang

pendengaran (membrane tympani). Perubahan pada gerakan ini merupakan

perubahan tekanan pada membran timpani telinga kita maka membran ini akan

bergetar sebagai jawaban pada fluktuasi tekanan udara tersebut. Getaran ini akan

sampai di otak dan diinterpretasikan sebagai suara (Ganong, 1995).

2.1.2 Karakteristik Suara

Terdapat 2 karakteristik utama yang menentukan kualitas suatu bunyi atau

suara, yaitu (Suma’mur, 2009) :

1. Frekuensi

Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik dengan satuan Herz

(26)

Sesuatu benda jika bergetar menghasilkan bunyi atau suara dengan frekuensi

tertentu yang merupakan ciri khas dari benda tersebut. Biasanya suatu kebisingan

terdiri atas campuran sejumlah gelombang sederhana dari aneka frekuensi.

2. Intensitas

Intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu

satuan logaritmis yang disebut decibel (dB) dengan memperbandingkannya

dengan kekuatan standar 0,0002 dine (dyne)/cm2 yaitu kekuatan bunyi dengan

frekuensi 1.000 Hz yang tepat dapat didengar telinga normal. Dalam rumus :

dB = 2010 log (p/p0)

p = intensitas suatu bunyi

p0 = intensitas bunyi standar (0,0002 dine/cm2)

2.1.3 Sumber Bunyi / Suara

Sumber bunyi adalah sumber getaran yang dihasilkan dari suatu

gelombang bunyi. Sumber getaran tersebut menggetarkan semua medium yang

ada di sekelilingnya. Adapun wujud-wujud dari sumber bunyi dibedakan menjadi

sumber bunyi sebagai senar atau disebut juga dawai, pita dan permukaan

(Soedojo, 1999).

Sumber bunyi dapat berupa benda-benda yang mampu bergetar, seperti

denar gitar, tali suara manusia atau disebut juga dengan pita suara, loudspeaker,

serta bunyi tepuk tangan. Penerima bunyi tersebut adalah telinga manusia, ada

juga suatu alat yang dapat menerima bunyi yaitu microphone. Bunyi harus

(27)

bunyi tersebut tidak mampu merambat sampai ke penerima bunyi yang disebut

dengan pendengaran.

2.2 Anatomi Dan Fisiologi Alat Pendengaran 2.2.1 Alat Pendengaran Manusia

Alat pendengaran pada manusia berupa telinga. Telinga merupakan organ

pendengaran dan juga memainkan peran penting dalam mempertahankan

keseimbangan. Bagian-bagian yang berperan dalam pendengaran yaitu (Watson,

2002) :

a. Telinga Bagian Luar

Terdiri dari daun telinga, liang atau kanal telinga sampai membrane

tympani. Daun telinga berfungsi sebagai pengumpal energi bunyi dan di

konsentras pada membrane tympani (Tambunan, 2005). Telinga bagian luar

berfungsi sebagai mikrofon yaitu menampung gelombang suara dan

menyebabkan membrane timpany bergetar. Semakin tinggi frekuensi getaran

semakin cepat pula membran tersebut bergetar begitu pula sebaliknya

(Buchari, 2007).

b. Telinga Bagian Tengah

Telinga bagian tengah merupakan ruang kecil dalam tulang temporal,

dipisahkan oleh membran timpani dari telinga bagian luar, dinding selanjutnya

dibentuk oleh dinding bagian lateral telinga dalam (Watson, 2002). Mulai dari

membrane tympani sampai tube eustachius, yang terdiri dari tiga buah tulang

pendengaran (osicles) yaitu tulang malleus, Incus, stapes (Tambunan, 2005).

(28)

dari membrane timpany dan meneruskan getaran yang telah diperbesar ke oval

window yang bersifat fleksibel. Oval window ini terdapat pada ujung dari

cochlea (Buchari, 2007).

c. Telinga Bagian Dalam

Telinga dalam berada di belakang tulang tengkorak kepala terdiri dari

cochlea (rumah siput) dan oval window (tingkat oval). Cochlea berbentuk

spiral (seperti rumah siput) dengan isi cairan di dalamnya (Tambunan, 2005),

terdapat membran basiler dan organ corti yang terdiri dari sel-sel rambut yang

merupakan reseptor pendengaran (Buchari, 2007). Organ corti mengandung

lebih dari 20.000 sel sensor, terletak pada membran basiler, sejumlah rambut

halus terletak pada ujung sel sensor tersebut dan berhadapan dengan membran

tektorial, dan serat-seratnya bergabung bersama sel-sel rambut untuk

tersambung/memben-tuk saraf pendengaran. Jika suara sampai pada telinga

luar maka akan diteruskan ke gendang yang akan mengentarkan dan

menggerakkan tulang pendengaran. Tulang tapes melekat pada oval window

dan cairan pada saluran membran yang diubah menjadi gerakan gelombang,

dan berbalik kemudian merangsang organ corti (Tambunan, 2005).

2.2.2 Mekanisme Mendengar

Suara dari lingkungan akan diterima daun telinga dan liang telinga yang

merupakan bagian telinga luar. Semua bunyi yang mencapai telinga kita

sebenarnya merupakan tenaga suatu gelombang suara. Selanjutnya gelombang

suara akan menggetarkan gendang telinga (membrane tympani) yang merupakan

(29)

telinga tengah yang berisi tulang-tulang pendengaran. Tulang tersebut antara lain

tulang-tulang malleus, incus dan stapes. Sebagian tulang malleus melekat pada

sisi dalam gendang telinga dan akan bergetar bila membran tympani bergetar.

Tulang stapes berhubugan dengan selaput oval window (tingkat oval) yaitu telinga

bagian dalam. Karena ketiga tulang pendengaran saling bersendi satu sama lain

maka akan menjembatani getaran dari gendang telinga, memperkeras dan

menyampaikan ke telinga dalam (Watson, 2002).

Cochlea termasuk telinga dalam berisi cairan elektrolik yang mempunyai

struktur pipa dengan dua setengah lingkaran yang mirip rumah siput. Pergerakan

tulang-tulang pendengaran akan menggetarkan selaput oval window yang

menyebabkan aliran cairan cochlea. Aliran tersebut akan menggerakkan sel-sel

rambut yang halus yang melekat pada saluran cochlea, pada saat inilah terjadi

perubahan gelombang suara menjadi gelombang listrik. Potensial listrik yang

timbul akan diteruskan ke otak untuk diolah/diterjemahkan melalui saraf

pendengaran. Peristiwa gelombang suara menjadi potensial listrik pada saraf

melalui tulang-tulang pendengaran ini dinamakan sebagai gejala sensasi bunyi

atau bone conductio. Proses terjadinya getaran pada gendang telinga dan

kemudian sampai pada tulang pendengaran dinamakan air conduction, sehingga

gelombang yang datang dari telinga luar sampai ke telinga dalam berlangsung

(30)

2.3 Kebisingan

2.3.1 Defenisi Kebisingan

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 48/MENLH/11/1996

yang dimaksud dengan kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha

atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan

gangguan kesehatan manusia dan kenyaman lingkungan.

Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar

dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber

bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau

penghantar lainnya dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh

karena mengganggu atau timbul di luar kemauan orang yang bersangkutan, maka

bunyi-bunyian atau suara demikian dinyatakan sebagai kebisingan (Suma’mur, 2009).

Kebisingan menurut Sv Szokolay dalam jurnal penelitian Setiawan (2010)

didefenisikan sebagai getaran-getaran yang tidak teratur, dan memperlihatkan

bentuk yang tidak biasa. Faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah

pola intensitas, frekuensi dan pembangkitan.bunyi terjadi ketika telinga manusia

mendengar pada tekanan kecil yang naik turun di udara, yang disebabkan oleh

pergerakan getaran dari benda padat. Kebisingan dapat dideskripsikan dalam

beberapa istilah dari tiga variable yaitu amplitude, frekuensi dan pola waktu. Dari

(31)

1. Amplitudo

Kerasnya dari suatu bunyi bergantung pada amplitude dari naik turunnya

tekanan atmosfir di atas dan di bawah yang digabungkan dengan gelombang

suara. Dan besarnya berlaku pada tekanan suara dalam gelombang suara yang

dinyatakan dalam root-mean-square (rms).

2. Frekuensi

Suara adalah fluktuasi dari tekanan udara. Bilangan dari terjadinya

fluktuasi waktu dalam satu detik disebut frekuensi. Dalam akustik frekuensi

dinyatakan dalam satuan Hertz (Hz). Hubungan frekuensi dengan panjang

gelombang dinyatakan dalam :

f λ = v

3. Pola waktu

Karakteristik pentung yang ketiga dari kebisingan yaitu variasi dalam

waktu.

2.3.2 Jenis-jenis Kebisingan

Secara umum kebisingan dapat dikelompokkan berdasarkan kontinuitas,

intensitas dan spectrum frekuensi sura yang ada, seperti berikut (Chandra, 2005) :

1 Steady state and narrow band noise

Kebisingan yang terus menerus dengan spectrum suara yang sempit seperti

suara mesin dan kipas angin.

2 Nonsteady state and narrow band noise

Kebisingan yang tidak terus menerus dengan spectrum suara yang sempit

(32)

3 Kebisingan intermiten

Kebisingan semacam ini terjadi sewaktu-waktu dan terputus, misalnya suara

pesawat terbang dan kereta api.

4 Kebisingan impulsive

Kebisingan yang impulsive atau memekakkan telinga, misalnya bunyi

tembakan bedil, meriam, atau ledakan bom.

Berdasarkan sumber kebisingan dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam

kebisingan, yaitu (Wardhana, 2001) :

1. Kebisingan impulsive, yaitu kebisingan yang datangnya tidak secara terus

menerus, akan tetapi sepotong-sepotong. Contohnya: kebisingan yang datang

dari suara palu yang dipukulkan, kebisingan yang datang dari mesin

pemancang tiang pancang.

2. Kebisingan kontinyu, yaitu kebisingan yang datang secara terus menerus

dalam waktu yang cukup lama. Contohnya: kebisingan yang dating dari suara

mesin yang dijalankan (dihidupkan).

3. Kebisingan semi kontinyu (intermittent), yaitu kebisingan kontinyu yang

hanya sekejap, kemudian hilang dan mungkin akan datang lagi. Contohnya:

suara mobil atau pesawat terbang yang sedang lewat.

2.3.3 Sumber Kebisingan

Sumber-sumber kebisingan menurut Prasetio (1985) dapat bersumber dari:

1. Bising interior yaitu sumber bising yang bersumber dari manusia, alat-alat

(33)

2. Bising outdoor yaitu sumber bising yang berasal dari lalu lintas, transportasi,

industry, alat-alat mekanis yang terlihat dalam gedung, tempat-tempat

pembangunan gedung, perbaikan jalan, kegiatan olahraga dan lain-lain di luar

ruangan atau gedung.

2.3.4 Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan

Pengaruh utama kebisingan terhadap kesehatan adalah kerusakan pada

indra pendengar yang dapat menyebabkan ketulian progresif. Pengaruh tersebut

tentunya sangat penting bagi higiene perusahaan dan kesehatan kerja (Chandra,

2005).

Dampak kebisingan terhadap kesehatan adalah sebagai berikut: (Prabu, 2009):

a. Gangguan Fisiologis

Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila

terputus – putus atau yang datangnya tiba – tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, kontruksi pembuluh darah perifer

terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan

sensoris.

Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala.

Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi vestibular dalam telinga

dalam yang akan menimbulkan efek pusing/vertigo. Perasaan mual, susah tidur

dan sesak napas disebabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf,

keseimbangan organ dan keseimbangan elektrolit. Melalui makanisme hormonal

(34)

b. Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi,

kejengkelan, kecemasan, ketakutan dan cepat marah. Bila kebisingan diterima

dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis,

jantung, stres, kelelahan.

c. Gangguan komunikasi

Kebisingan bisa mengganggu komunikasi yang sedang berlangsung (tatap

muka/ via telepon). Tingkat kenyaringan suara yang dapat mengganggu

percakapan diperhatikan dengan seksama karena suara yang mengganggu

komunikasi tergantung konteks suasana.

d. Gangguan tidur

Kualitas tidur seseorang dapat dibagi menjadi beberapa tahap mulai dari

keadaan terjaga sampai tidur terlelap. Kebisingan bisa menyebabkan gangguan

dalam bentuk perubahan tahap tidur. Gangguan yang terjadi dipengaruhi oleh

beberapa factor antara lain motivasi bangun, kenyaringan, lama kebisingan,

fluktuasi kebisingan dan umur manusia. Standart kebisingan yang berhubungan

dengan gangguan tidur sulit ditetapkan karena selain tergantung faktor – faktor tersebut di atas, gangguan kebisingan terhadap tidur juga berhubungan dengan

karakteristik individual. Environmental protection Agency menetapkan bahwa

tingkat kebisingan harian 45 dB A cukup untuk melindungi seseorang dari

(35)

e. Efek pada pendengaran

Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera

pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan

diterima secara umum dari zaman dulu. Mula – mula efek bising pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah

pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus menerus di

area bising maka terjadi tuli menetap dan tidak dapat normal kembali, biasanya

dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian semakin meluas ke frekuensi

sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya digunakan untuk

percakapan (Prabu, 2009).

2.3.5 Kebisingan dan Produktivitas Kerja

Menurut Chandra (2005) kebisingan ternyata mempunyai efek yang

merugikan terhadap produktivitas kerja. Pengaruh-pengaruh negatif dari

kebisingan, antara lain:

1. Gangguan.

Menurut WHO, kebisingan adalah suara-suara yang tidak dikehendaki.

Besarnya gangguan bergantung pada jenis dan intensitas suatu kebisingan.

Pada umumnya kebisingan bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi yang

terputus-putus atau yang datangnya secara tiba-tiba dan tidak terduga.

Pengaruh kebisingan akan sangat terasa apabila sumber kebising-an tersebut

(36)

2. Komunikasi dengan pembicaraan.

Risiko potensial pada pendengaran terjadi, apabila komunikasi dengan

pembicaraan harus dilakukan secara berteriak. Gangguan komunikasi

semacam itu dapat menyebabkan gangguan pada pekerjaan atau bahkan

mengakibatkan kesalahan dan kecelakaan kerja terutama pada pekerja baru.

Pengaruh pada komunikasi percakapan dapat dipastikan dengan cara

mengukur rata-rata intensitas oktaf-oktaf di antara 600-1.200; 1.200-2.400;

dan 2.400-4.800 Hz. Nilai yang dihasilkan disebut Tingkat Gangguan

Pembicaraan (Speech Interference Level).

3. Efek pada pekerjaan.

Kebisingan dapat mengganggu konsentrasi pekerja pada pekerjaannya,

terutama suara yang bernada tinggi, karena dapat menimbulkan reaksi

psikologis dan kelelahan. Pada pekerjaan yang lebih banyak menggunakan

otak, kebisingan sebaiknya ditekan serendah mungkin.

4. Reaksi masyarakat.

Apabila kebisingan akibat suatu proses produksi sudah sedemikian

hebatnya, pengaruhnya pasti sangat besar. Masyarakat sekitar pun pasti

mengajukan protes dan menuntut agar kegiatan produksi tersebut segera

dihentikan.

2.3.6 Nilai Ambang Batas Kebisingan

Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan sebagai faktor bahaya di tempat

kerja adalah standar sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat

(37)

pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 (delapan) jam sehari dari 5

(lima) hari kerja seminggu atau 40 jam seminggu. NAB kebisingan tersebut

merupakan ketentuan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor:

Kep-51/Men/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Temapat Kerja dan

merupakan standar dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 16-7063-2004 Nilai

Ambang Batas iklim kerja (panas), kebisingan getaran tangan-lengan dan radiasi

sinar ultra ungu di tempat kerja. SNI dimaksud juga memberikan informasi

tentang pengendalian kebisingan yang dilakukan sehubungan dengan tingkat

paparan sebagaimana substansinya (Suma’mur, 2009).

Batasan nilai tingkat untuk beberapa kawasan atau lingkungan Menurut

Menteri Negara Lingkungan Hidup dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1 Baku Mutu Kebisingan

Zona Kawasan / Lingkungan Kesehatan Tingkat Kebisingan dB a. Peruntukan Kawasan

1. Perumahan dan Pemukiman 55

2. Perdagangan dan Jasa 70

3. Perkantoran dan Perdagangan 65

4. Ruang Terbuka Hijau 50

5. Industri 70

6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60

7. Rekreasi 70

1. Rumah Sakit atau Sejenisnya 55

2. Sekolah dan Sejenisnya 55

3. Tempat Ibadah atau Sejenisnya 55

(38)

Selain melalui tingkat keras, kebisingan juga dikaitkan dengan lama

paparannya. Semakin keras tingkat bunyi, semakin pendek waktu paparan yang

disarankan bagi telinga.

Standar kebisingan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja

No.51/MEN/1999 adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas Kebisingan

Waktu Pemaparan Intensitas Kebisingan (dB)

8 Jam 85

Sumber : Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51/MEN/1999.

Keterangan : Tidak boleh terapajan lebih dari 140 dB, walaupun sesaat.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 718 Tahun 1987 tentang kebisingan yang

berhubungan dengan kesehatan menyatakan pembagian wilayah dalam 4 zona :

Tabel 2.3 Pembagian zona-zona peruntukan

Zona Peruntukan Tingkat Kebisingan dB (A)

Dianjurkan Diperbolehkan A Laboratorium, rumah sakit, panti perawatan 35 45

B Rumah, sekolah, tempat rekreasi 45 55

C Kantor, pertokoan 50 60

D Industry, terminal, stasiun KA 60 70

(39)

2.3.7 Pengendalian Kebisingan

Kebisingan dapat dikendalikan dengan cara, antara lain (Budiono, 2003):

1. Pengendalian Secara Teknis

a) Mengubah cara kerja dari yang menimbulkan bising menjadi berkurang

suara yang menimbulkan bisingnya.

b)Menggunakan penyekat dinding dan langit-langit yang kedap suara.

c) Mengisolasi mesin-mesin yang menjadi sumber kebisingan.

d)Substitusi mesin yang bising dengan mesin yang kurang bising.

e) Menggunakan fondasi mesin yang baik agar tidak ada sambungan yang

goyang dan mengganti bagian-bagian logam dengan karet.

f) Modifikasi mesin atau proses.

g)Merawat mesin dan alat secara teratur dan periodic sehingga dapat

mengurangi suara bising.

2. Pengendalian secara administrasi

a) Pengadaan ruang kontrol pada bagian tertentu (misalnya bagian diesel).

b)Tenaga kerja di bagian tersebut hanya melihat dari ruang berkaca yang

kedap suara dan sesekali memasuki ruang berbising tinggi, dalam waktu

yang telah ditentukan, serta menggunakan APD (ear muff).

c) Pengaturan jam kerja, disesuaikan dengan NAB yang ada. Cara ini

dilakukan untuk mengurangi waktu pemajanan dan tingkat kebisingan,

sehingga suara yang diterima organ pendengaran pekerja, masih dalam

(40)

3. Pengendalian secara medis

Pemeriksaan audiometri sebaiknya dilakukan pada saat awal masuk kerja,

secara periodik, secara khusus dan pada akhir masa kerja.

4. Penggunaan Alat Pelindung Diri

Apabila pengendalian secara teknis dan administrasi belum dapat mereduksi

tingkat dan lama kebisingan yang diterima maka digunakan alat pelindung

kebisingan yaitu ear plug atau ear muff disesuaikan dengan jenis pekerjaan,

konsidi dan penurunan intensitas kebisingan yang diharapkan.

2.3.8 Pengukuran Intensitas Kebisingan

Standar alat untuk mengukur kebisingan adalah Sound Level Meter (SLM).

Pengukuran dalam SLM dikategorikan dalam tiga jenis karakter respon frekuensi,

yaitu ditunjukkan dalam skala A, B, dan C. Skala A yang ditemukan paling dapat

mewakili batas pendengaran manusia dan respon telinga manusia terhadap

kebisingan, termasuk kebisingan yang dapat menimbulkan gangguan

pendengaran. Skala A tersebut dinyatakan dalam satuan dBA (Djalante, 2010).

Dalam penelitian Buchari (2007), menjelaskan untuk alat ukur kebisingan

yaitu Sound Level Meter (SLM) dan untuk mengukur ambang pendengaran

digunakan alat Audiometer. Sound Level Meter (SLM) adalah alat untuk

mengukur suara. Mekanisme kerja dari SLM adalah apabila ada benda bergetar,

maka akan menyebabkan terjadinya perubahan tekanan udara yang mana

perubahan tersebut dapat ditangkap oleh alat ini, sehingga akan menggerakkan

meter petunjuk atau jarum petunjuk. Sedangkan untuk Audiometer, adalah alat

(41)

suara yang paling lemah yang dapat didengar manusia. Audiogram adalah chart

hasil pemerikasaan audiometri.

2.3.9 Kebisingan Lalu Lintas

Perkembangan yang semakin meningkat pada transportasi di jalan raya

tentunya mempunyai dampak lingkungan di sepanjang jalan yang ramai dengan

sarana transportasi. Di negara berkembang seperti Indonesia, yang pengaturan dan

penyediaan kendaraan umum belum tertata secara baik, masyarakat akan

cenderung menggunakan kendaraan pribadi untuk mendukung kegiatannya.

Berdasar kecepatan dan kenyamanan berkendara maka kendaraan bermotor

pribadi lebih dipilih dibanding kendaraan tidak bermotor. Kebisingan di

perkotaan yang padat lalu lintasnya bukan merupakan masalah baru lagi, tetapi

permasalahan lama yang perlu dipecahkan bersama. Meski kini

kelompok-kelompok masyarakat pengguna sepeda telah terbentuk, seperti Bike to Work,

namun jumlah anggotanya masih sedikit. Di waktu mendatang diharapkan

pengguna sepeda terus meningkat jumlahnya sehingga dapat menurunkan polusi

udara dan bunyi. Hal itu juga perlu didukung dengan penyediaan jalur khusus

sepeda agar keselamatan dan kenyamanan pengguna sepeda.

Kebisingan pada kendaraan bermotor terutama bersumber pada mesin dan

saluran gas buang. Juga terdapat sumber lain meski bukan sumber pokok, yaitu

gesekan roda dengan jalan dan klakson. Pada kendaraan bermotor dengan usia

pembuatan 10 tahun ke bawah serta yang mesinnya terawat dengan baik,

kebisingan yang dihasilkan mesin dapat dianggap sesuai baku. Hal ini

(42)

tertentu. Bila jumlah dan jenis kendaraan sesuai baku makan munculnya

kebisingan dapat dihindari. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terpenuhi.

Ruas jalan dipenuhi kendaraan melebihi kemampuan hingga terjadi kemacetan.

Keadaan ini, tentu menimbulkan polusi udara dan bunyi (Mediastika, 2009).

Sumber kebisingan lalu lintas termasuk dalam kriteria kebisingan garis,

kebisingan tersebut ditimbulkan oleh suara-suara dari kendaraan bermotor yang

melewati jalanan dan semakin padatnya lalu lintas yang ada di jalan tersebut.

Adapun penyebab kebisingan dari kendaraan bermotor adalah mesin dari

kendaraan bermotor itu sendiri biasanya berjenis mesin bakar, jenis kipas

pendingin kendaraan, bagian sistem pembuangan kendaraan yang berbeda-beda,

dan model kendaraan. Selain penyebab kebisingan dari kendaraan tersebut, ada

pula parameter dari kendaraan itu sendiri yaitu kecepatan dan kepadatan

kendaraan bermotor yang ada di lalu lintas jalan, komposisi kendaraan bermotor

tersebut, sifat dari pengemudi kendaraannya sendiri, dan kestabilan atau

ketidakstabilan lalu lintas kendaraan bermotor. Selain parameter lalu lintas, ada

pula parameter dari jalan yang dilalui oleh kendaraan, yaitu kondisi yang

membentuk fisik dari jalan, contohnya bentuk jalan, kemiringan jalan,

kelengkungan jalan atau tikungan jalan, permukaan jalan yang berbeda-beda dan

(43)

2.4 Tekanan Darah

2.4.1 Defenisi Tekanan Darah

Tekanan darah adalah daya dorong ke semua arah pada seluruh permukaan

yang tertutup pada dinding bagian dalam jantung dan pembuluh darah (Sloane,

2004).

Tekanan darah adalah menunjukkan keadaan dimana tekanan yang

dikenakan oleh darah pada pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke

seluruh anggota tubuh, dengan kata lain tekanan darah juga berarti kekuatan yang

dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh (Guyton dan

Hall, 2006).

Tekanan darah juga sering disebut sebagai suara di mana detak jantung

pertama kali di dengar dengan bantuan alat stetoskop. Tekanan darah dapat dilihat

dengan mengambil dua ukuran yang biasa ditunjukkan dengan angka seperti

berikut: 120/80 mmHg. Angka 120 mmHg menunjukkan tekanan pada pembuluh

arteri ketika jantung berkontraksi, yang biasanya disebut dengan sistolik. Angka

80 mmHg menunjukan jantung sedang berelaksasi disebut tekanan darah diastolik

(Ganong, 1995).

2.4.2 Sistem Sirkulasi Tekanan Darah

Darah mengambil oksigen dari dalam paru-paru. Darah yang mengandung

oksigen ini memasuki jantung dan kemudian dipompakan ke seluruh bagian tubuh

melalui pembuluh darah yang disebut arteri. Pembuluh darah yang lebih besar

bercabang-cabang menjadi pembuluh-pembuluh darah lebih kecil hingga

(44)

pembuluh-pembuluh darah sangat kecil yang disebut kapiler. Jaringan ini

mengalirkan darah ke sel-sel tubuh dan menghantarkan oksigen untuk

menghasilkan energi yang dibutuhkan demi kelangsungan hidup. Kemudian

darah, yang sudah tidak beroksigen kembali ke jantung melalui pembuluh darah

vena, dan di pompa kembali ke paru-paru untuk mengambil oksigen lagi. Saat

jantung berdetak, otot jantung berkontraksi untuk memompakan darah ke seluruh

tubuh. Tekanan tertinggi berkontraksi dikenal sebagai tekanan sistolik. Kemudian

otot jantung rileks sebelum kontraksi berikutnya, dan tekanan ini paling rendah,

yang dikenal sebagai tekanan diastolik. Tekanan sistolik dan diastolik ini diukur

ketika Anda memeriksakan tekanan darah (Beevers, 2002).

2.4.3 Jenis Tekanan Darah

Tekanan darah terdiri dari 2 (dua) bagian besar, yaitu : Tekanan darah

sistolik adalah tekanan darah yang diturunkan sampai suatu titik dimana denyut

dapat dirasakan. Tekanan yang terjadi apabila oto jantung berdenyut memompa

untuk mendorong darah keluar melalui pembuluh darah arteri. Tekanan ini

berkisar antara 95-140 mmHg. Sedangkan tekanan darah diastolik adalah tekanan

di atas arteri brakialis perlahan-lahan dikurangi sampai bunyi jantung atau denyut

arteri dengan jelas dapat didengar dan titik dimana bunyi mulai menghilang

tekanan ini berkisar antara 60-95 mmHg (Tahang, 2004). Perbedaan tekanan

darah antara sistolik dan diastolik disebut tekanan nadi dan normalnya adalah

(45)

2.4.4 Klasifikasi Tekanan Darah

Tekanan darah diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu :

1 Tekanan darah normal

Seseorang dikatakan mempunyai tekanan darah normal bila tekanan darah

uuntuk sistolik <140 mmHg dan diastolik ,90 mmHg (Guyton dan Hall,

2006). Nilai tekanan darah normal:

a. Pada usia 15-29 tahun : sistolik 90-120 mmHg, diastolik 60-80 mmHg.

b. Pada usia 30-49 tahun : sistolik 110-140 mmHg, diastolik 70-90 mmHg.

c. Pada usia >50 tahun : sistolik 120-150 mmHg, diastolik 70-90 mmHg.

2 Tekanan darah rendah

Seseorang dikatakan mempunyai tekanan darah rendah bila tekanan darah

untuk sistolik <100 mmHg dan diastolik <60 mmHg (Watson, 2002).

3 Tekanan darah tinggi

Seseorang dikatakan mempunyai tekanan darah tinggi apabila untuk tekanan

darah sistolik >140 mmHg dan diastolik >90 mmHg (Watson, 2002).

Klasifikasi tekanan darah bagi orang dewasa usia 18 tahun ke atas yang

tidak sedang dalam pengobatan tekanan darah tinggi dan tidak menderita penyakit

serius dalam jangka waktu tertentu menurut Seventh Report of the Joint National

Committe VII (JNC VII) on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of

High Blood Pressure adalah sebagai berikut:

Tabel 2.4 Kategori Tekanan Darah

Tekanan Darah Sistolik Diastolik

Normal Pre-hipertensi

Di bawah 120 Di bawah 80

120-139 80-89

Darah tinggi atau hipertensi (stadium 1) 140-159 90-99

Darah tinggi atau hipertensi (stadium 2 atatu

berbahaya) Diatas 160 Di atas 100

(46)

2.4.5 Pengukuran Tekanan Darah

Untuk mengukur tekanan darah maka perlu dilakukan pengukuran tekanan

darah secara rutin. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara langsung

atau tidak langsung. Pada metode langsung, kateter arteri dimasukkan ke dalam

arteri. Walaupun hasilnya sangat tepat, akan tetapi metode pengukuran ini sangat

berbahaya dan dapat menimbulkan masalah kesehatan lain (Smeltzer & Bare,

2001). Menurut Nursecerdas (2009), bahaya yang dapat ditimbulkan saat

pemasangan kateter arteri yaitu nyeri inflamasi pada lokasi penusukkan, bekuan

darah karena tertekuknya kateter, perdarahan: ekimosis bila jarum lepas dan

tromboplebitis. Sedangkan pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan

menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop. Sphgmomanometer tersusun

atas manset yang dapat dikembangkan dan alat pengukur tekanan yang

berhubungan dengan ringga dalam manset. Alat ini dikalibrasi sedemikian rupa

sehingga tekanan yang terbaca pada manometer seseuai dengan tekanan dalam

milimeter air raksa yang dihantarkan oleh arteri brakialis (Smeltzer & Bare,

2001).

Adapun cara pengukuran tekanan darah dimulai dengan membalutkan

manset dengan kencang dan lembut pada lengan atas dan dikembangkan dengan

pompa. Tekanan dalam manset dinaikkan sampai denyut radial atau brakial

menghilang. Hilangnya denyutan menunjukkan bahwa tekanan sistolik darah telah

dilampaui dan arteri brakialis telah tertutup. Manset dikembangkan lagi sebesar 20

sampai 30 mmHg diatas titik hilangnya denyutan radial. Kemudian manset

(47)

palpasi. Dengan palpasi kita hanya dapat mengukur tekanan sistolik. Sedangkan

dengan auskultasi kita dapat mengukur tekanan sistolik dan diastolik dengan lebih

akurat (Smeltzer & Bare, 2001).

Untuk mengauskultasi tekanan darah, ujung stetoskop yang berbentuk

corong atau diafragma diletakkan pada arteri brakialis, tepat di bawah lipatan siku

(rongga antekubital), yang merupakan titik dimana arteri brakialis muncul

diantara kedua kaput otot biseps. Manset dikempeskan dengan kecepatan 2 sampai

3 mmHg per detik, sementara kita mendengarkan awitan bunyi berdetak, yang

menunjukkan tekanan darah sistolik. Bunyi tersebut dikenal sebagai Bunyi

Korotkoff yang terjadi bersamaan dengan detak jantung, dan akan terus terdengar

dari arteri brakialis sampai tekanan dalam manset turun di bawah tekanan

diastolik dan pada titik tersebut, bunyi akan menghilang (Smeltzer & Bare, 2001).

2.4.6 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tekanan Darah

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah yaitu :

1. Usia

Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin

besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko

terkena hipertensi. Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan

tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya

meningkat ketika berumur lima puluhan dan enam puluhan (Gunawan, 2001).

2. Jenis Kelamin

Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria lebih

(48)

2,29 untuk kenaikan tekanan darah sistolik dan 3,76 untuk kenaikan tekanan

darah diastolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat

meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita. Namun, setelah

memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita tinggi. Bahkan

setelah umur 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi

dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal (Depkes,

2006).

Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon

estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein

(HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam

mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen

dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause.

Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon

estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses

ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya

sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada

wanita umur 45-55 tahun (Dwi, 2009).

3. Masa Kerja

Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja pada suatu

organisasi, lembaga dan sebagainya. Masa kerja seseorang perlu diketahui

karena masa kerja merupakan salah satu indikator tentang kecenderungan para

pekerja dalam melaksanakan aktivitas kerjanya.

(49)

1. masa kerja baru (< 2 tahun)

2. masa kerja lama (> 2 tahun)

Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia

terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Suma’mur, 2009).

4. Ras

Kajian populasi selalu menunjukkan bahwa aras tekanan darah pada

masyarakat kulit hitam lebih tinggi ketimbang aras pada golongan suku lain.

Suku bangsa mungkin berpengaruh pada hubungan antara umur dan tekanan

darah, seperti yang ditujukkan oleh kecenderungan tekanan darah yang

meninggi bersamaan dengan bertambahnya umur secara progresif pada orang

Amerika berkulit hitam keturunan Afrika ketimbang pada orang Amerika

berkulit putih. Perbedaan tekanan darah rata-rata antara kedua golongan

tersebut beragam, mulai dari yang agak lebih rendah dari 5 mmHg (0,67 kPa)

pada usia 20-an sampai hampir 20 mmHg (2,67 kPa) pada usia 60-an. Orang

Amerika hitam keturunan Afrika telah menunjukkan pula mempunyai tekanan

darah yang lebih tinggi daripada orang Afrika hitam. Hal ini memberi kesan

bahwa ada penambahan pengaruh lingkungan pada kecenderungan kesukuan

Peran kesukuan yang bebas dari faktor lingkungan perlu dijelaskan pada

golongan suku Lin di Negara yang mempunyai keanekaragaman suku (WHO,

(50)

5. Faktor Sosial Ekonomi

Di negara-negara yang berada pada tahap pasca-peralihan perubahan

ekonomi dan epidemiologi, selalu dapat ditunjukkan bahwa aras tekanan darah

dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi terdapat pada golongan

sosioekonomi rendah. Hubungan yang terbalik itu ternyata berkaitan dengan

tingkat pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan. Akan tetapi, dalam

masyarakat yang berada dalam masa peralihan atau pra-peralihan, aras tinggi

tekanan darah dan prevalensi-hipertensi yang lebih tinggi ternyata terdapat

pada golongan sosioekonomi yang lebih tinggi. Ini barangkali

menggambarkan tahap awal epidemik penyakit kardiovaskular (WHO, 2001).

6. Faktor Genetik

Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga

mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer

(esensial). Faktor genetik juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain, yang

kemudian menyebabkan seseorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga

berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel. Bila

kedua orang tua menderita hipertensi maka sekitar 45% turun ke anak -

anaknya dan bila salah satu orang tua yang menderita hipertensi maka sekitar

30% turun ke anak-anaknya (Depkes, 2006).

7. Kebiasaan Merokok

Nikotin menyebabkan kenaikan tekanan arteri dan denyut jantung oleh

(51)

a. Nikotin meransang pelepasan epinetrinlokal dari saraf adregenik dan

meningkatkan sekresi katekolamin dari modula adrenalis dan dari jaringan

kromafin di jantung.

b. Nikotin bekerja pada kemoreseptor di glomus caroticus dan glomera aotica

yang menyebabkan peningkatan denyut jantung dan tekanan arteri.

c. Nikotin bekerja langsung pada miokardium untuk menginduksi efek

inotropik dan kronotopik positif.

Nikotin dalam merokok dapat mengakibatkan jantung berdenyut lebih

cepatdan penyempitan pembuluh saluran– saluran nadi sehingga menyababkan jantung terpaksa memompa dengan lebih kuat untuk memenuhi kebutuhan

darah ke seluruh tubuh (Singgih, 1995).

8. Kebiasaan Minum Kopi

Minum kopi yang mengandung kafein disebut dapat menghasilkan

perubahan dalam hemodinamik diantaranya dapat meningkatkan tekanan

darah (Lane, 1993). Dalam tubuh manusia senyawa kafein dapat memacu

hormon adrenalin, yang berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah dan

detak jantung, sekresi asam lambung, senyawa gula pada aliran darah dan otot

dalam kondisi siap beraktivitas.

Sebahagian orang, minum kopi dapat menimbulkan jantung

berdebar-debar, denyutnya bisa melebihi 80 kali per menit. Hal itu disebabkan efek

stimulan kopi. Mengkonsumsi kopi secara berlebihan dapat meningkatkan

tekanan darah, yang berpotensi mempercepat terjadinya penyakit jantung

Gambar

Tabel 2.1   Baku Mutu Kebisingan
Tabel 2.3   Pembagian zona-zona peruntukan
Tabel 2.4   Kategori Tekanan Darah
Tabel 3.1Uraian Defenisi Operasional dan Aspek Pengukuran Variabel Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambaran Indeks Massa Tubuh Pasien Diabetes Melitus di Poli Rawat Jalan Penyakit Dalam RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Pada penelitian ini didapatkan bahwa

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini telah diterima, selanjutnya akan dibahas lebih jauh mengenai

Sementara itu, Fenger (2003), menyatakan jika isolasi lilitan tidak memiliki ketebalan yang cukup atau mengalami penuaan, maka isolasi akan rusak bila

Tidak adanya hubungan antara kepatuhan ibu hamil trimester III dalam mengonsumsi tablet zat besi selama kehamilan dengan kejadian anemia menunjukkan bahwa banyak faktor yang

SUPRASTRUKTUR DAN MAKROSTRUKTUR WACANA DAKWAH DALAM MEDIA SOSIAL I NSTAGRAM: TI NJAUAN PADA AKUN INSTAGRAM RIA YUNITA ( @r iar icis1795). Siti Hannah Sekar w

Putar arah theodolit sebesar 90 o dari sudut yang terbentuk dari kedua titik tadi (90 o ke arah kiri dari A-1) dan letakan rambu ukur di tempat yang terlihat

Karakteristik dari bahan yang bersifat paramagnetik adalah memiliki momen magnetik permanen yang akan cenderung menyearahkan diri sejajar dengan arah medan magnet dan

Bambu dibelah tangensial sehingga tebalnya sekitar setengah tebal bambu utuh (Gambar 2.2) hasil pengujian disajikan dalam Tabel 2.3. Hasil pengujian menunjukan bahwa bambu