• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Efektifitas Antara Misoprostol Dengan Kateter Foley Untuk Pematangan Serviks Dalam Rangka Induksi Persalinan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Efektifitas Antara Misoprostol Dengan Kateter Foley Untuk Pematangan Serviks Dalam Rangka Induksi Persalinan"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS

ANTARA MISOPROSTOL

DENGAN KATETER FOLEY

UNTUK PEMATANGAN SERVIKS

DALAM RANGKA INDUKSI PERSALINAN

TESIS

OLEH:

EKA PURNAMA DEWI R

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP. H. ADAM MALIK – RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN

(2)

PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM-5

Pembimbing : Prof. Dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG(K)

Dr. Christoffel L. Tobing, SpOG(K)

Penyanggah : Dr. Yusuf R. Surbakti, SpOG(K)

Dr. Muhammad Rusda Harahap, SpOG

Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K)

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi

salah satu syarat untuk mencapai keahlian dalam

(3)

ABSTRAK

Tujuan : Untuk membandingkan efektifitas antara misoprostol intravaginal dengan kateter foley untuk pematangan serviks sebelum induksi persalinan

Rancangan Penelitian : Penelitian ini adalah suatu uji klinis acak terkontrol (randomized controlled trial) yang membandingkan efektivitas antara penggunaan misoprostol intravaginal dan kateter foley intraservikal untuk pematangan serviks yang dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Analisa statistik : Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan disusun dalam bentuk tabel serta dianalisa dengan uji statistik statistik t – independent, uji Mann-Whitney dan uji Chi-Square menggunakan perangkat SPSS (Statistic Package for Social Science) versi 15 dengan nilai kemaknaan P < 0,05.

Hasil : Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan 30 sampel yang memenuhi kriteria penelitian, dengan randomisasi 15 sampel dimasukkan dalam kelompok misoprostol dan 15 sampel dimasukkan dalam kelompok kateter foley. Didapati bahwa subjek penelitian pada kelompok misoprostol terbanyak pada usia kurang dari 30 tahun, sedangkan pada kelompok kateter foley terbanyak pada usia lebih dari 30 tahun. Dari sebaran usia kehamilan peserta penelitian, usia kehamilan terbanyak dari kedua kelompok penelitian ini adalah pada usia kehamilan lebih dari 40 minggu. Selain itu,dari sebaran banyaknya paritas baik pada kelompok misoprostol maupun kateter foley subjek penelitian yang terbanyak adalah multiparitas. Postdatisme merupakan indikasi yang paling banyak untuk dilakukannya pematangan serviks. Angka keberhasilan misoprostol intravaginal lebih banyak dibandingkan dengan kateter foley dalam hal keberhasilan persalinan spontan yaitu sebesar 80% dan dengan kateter foley sebesar 46,7% (p<0,05). Pada kelompok misoprostol dijumpai pematangan serviks pada 13 peserta penelitian sedangkan pada kelompok kateter foley adanya pematangan serviks pada 4 peserta penelitian (p<0,05). Rerata waktu yang diperlukan mulai induksi sampai terjadinya persalinan normal pada penggunaan misoprostol intravaginal (6,5 ± 2,1) lebih pendek dibandingkan dengan kateter foley intraservikal (7,8 ± 1,5) (p>0,05). Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna antara kelompok misoprostol intravaginal dengan kelompok foley kateter dalam hal luaran bayi yang dinilai dari skor APGAR dan perawatan NICU.

Kesimpulan : Misoprostol intravaginal lebih efektif dibandingkan dengan kateter foley dalam hal mematangkan serviks, angka keberhasilan persalinan spontan dan durasi proses persalinan tanpa adanya perbedaan morbiditas perinatal yang bermakna.

(4)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT Yang Maha

Pengasih Lagi Maha Penyayang, Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat Ridha dan

Karunia-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu

syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi. Sebagai

manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya dan masih

jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan

sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan

khususnya tentang :

”PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA MISOPROSTOL DENGAN

KATETER FOLEY UNTUK PEMATANGAN SERVIKS DALAM RANGKA

INDUKSI PERSALINAN”

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan

rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang

terhormat :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya

untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran

USU Medan.

2. Prof. Dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG (K), Kepala Departemen Obstetri dan

Ginekologi FK-USU Medan; Dr. Einil Rizar, SpOG (K), Sekretaris Departemen

Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG (K),

(5)

Medan, Dr. Deri Edianto, SpOG (K), Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis

Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; dan juga Prof. Dr. Djaffar Siddik,

SpOG (K), Prof. Dr. Hamonangan Hutapea, SpOG(K), Prof. DR. dr. M.

Thamrin Tanjung, SpOG (K), Prof. Dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG (K), Prof.

Dr. T.M. Hanafiah, SpOG (K), Prof. Dr. Budi R. Hadibroto, SpOG (K), dan Prof.

Dr. Daulat H. Sibuea, SpOG (K), yang telah bersama-sama berkenan

menerima saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di Departemen Obstetri

dan Ginekologi.

3. Prof. Dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG (K) selaku Kepala Sub Divisi

Fetomaternal atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk melakukan

penelitian tentang

”PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA MISOPROSTOL DENGAN

KATETER FOLEY UNTUK PEMATANGAN SERVIKS DALAM RANGKA

INDUKSI PERSALINAN”

sekaligus selaku pembimbing bersama dengan Dr. Christoffel L. Tobing,

SpOG(K) dengan penuh kesabaran meluangkan waktu yang sangat berharga

untuk membimbing, memeriksa dan melengkapi penulisan tesis ini hingga

selesai.

4. Dr. Yusuf R. Surbakti, SpOG(K), Dr. Muhammad Rusda Harahap, SpOG dan

Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG (K) selaku tim penyanggah dan nara sumber

dalam penulisan tesis ini, yang telah banyak memberikan bimbingan dan

masukan dalam perbaikan tesis ini.

5. Dr. Eini Rizar,SpOG (K), selaku Bapak Angkat saya selama menjalani masa

(6)

nasehat-nasehat yang bermanfaat kepada saya dalam menghadapi

masa-masa sulit selama pendidikan.

6. Dr.Letta S. Lintang, SpOG, selaku pembimbing mini referat FM saya yang

berjudul ”Acadiac Twin”, Dr. Aswar Aboet, SpOG selaku pembimbing mini

referat FER saya yang berjudul ”Endokrinologi Infertilitas” dan Dr. Deri

Edianto, SpOG(K) selaku pembimbing mini referat Onkologi saya yang

berjudul ”Terapi Laser CO2 pada Neoplasia Intraepitelial Serviks”.

7. Dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes yang telah meluangkan waktu dan pikiran

untuk membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.

8. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU/ RSUP

H. Adam Malik- RSUD Dr. Pirngadi Medan, yang secara langsung telah

banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan.

9. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan

sarana untuk bekerja sama selama mengikuti pendidikan di Departemen

Obstetri dan Ginekologi.

10. Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi

RSUD Dr. Pringadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana

untuk bekerja selama mengikuti pendidikan di Departemen Obstetri dan

Ginekologi.

11. Direktur RS. PTPN II Tembakau Deli, Dr. Sofian Abdul Ilah, SpOG, dan Dr.

Nazaruddin Jaffar, SpOG(K) beserta staf yang telah memberikan kesempatan

(7)

12. Direktur RSU PERTAMINA UNIT PENGOLAHAN I P. Brandan, beserta staf

atas kesempatan kerja dan bantuan moril dan materil selama saya bertugas di

rumah sakit tersebut.

13. Kepala Departemen Patologi Anatomi FK-USU beserta staf, atas kesempatan

dan bimbingan yang telah diberikan selama saya bertugas di Departemen

tersebut.

14. Kepada Dr. Harry C. Simanjuntak, SpOG, Dr. Angel Jelita, SpOG, Dr. Roy

Yustin Simanjutak, SpOG, Dr. Johny Marpaung, SpOG, Dr. Melvin NG. Barus,

SpOG, Dr. Erry S. Saragih, SpOG, Dr. M. Oky Prabudi, SpOG, dan Dr. Ronny

Ajartha Tarigan, SpOG, terima kasih banyak atas segala bimbingan, bantuan,

dan dukungannya yang telah diberikan selama ini.

15. Teman Sejawat, Asisten Ahli, Dokter Muda, Bidan, Paramedis,

karyawan/karyawati, dan pasien-pasien yang telah ikut membantu dan

bekerjasama dengan saya dalam menjalani pendidikan di Departemen Obstetri

dan Ginekologi FK-USU/RSUP H. Adam Malik - RSU Dr. Pirngadi Medan, dan

khususnya kepada Dr. Ujang R. Permana, Dr. Dudy Aldiansyah, Dr. Hayu

Lestari Haryono, Dr. Abdul Hadi, Dr. Juni H. Tarigan, Dr. Renardy R. Razali,

Dr. Adrian Setiawan, Dr. Dwi Faradina, Dr. Sim Romi, Dr. Riza H. Nasution,

Dr. M. Rizki Yaznil, Dr. Made Surya Kumara, Dr. Rizka Heriansyah, Dr. Elvira

Mutia Sungkar. Terima kasih atas kerjasama, pengertian dan bantuannya

selama ini.

Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya

sampaikan kepada kedua orang tua saya yang terkasih, Dr. H.Mistar Ritonga,

(8)

mendoakan, serta mendidik saya dengan penuh kasih sayang dari masa

kanak-kanak hingga kini, memberi contoh yang baik dalam menjalani hidup serta

motivasi selama mengikuti pendidikan ini.

Kepada yang saya hormati dan sayangi, bapak dan ibu mertua saya,

Bahrum Tanjung dan Hj. Nurpeni Marpaung yang telah banyak membantu dan

memberikan dorongan semangat serta doa kepada saya dalam mengikuti

pendidikan, saya ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya.

Buat suami yang kucintai dan kukasihi, Tosip Tanjung, ST, tiada kata yang

terindah dapat saya ucapkan selain rasa syukur kepada Allah SWT Yang Maha

Pengasih dan Penyayang, yang telah memberikan saya seorang suami yang baik

dan pengertian. Terima kasih atas semua bantuan, pengertian, kesabaran,

dorongan semangat dan doa yang diberikan kepada saya hingga dapat

menyelesaikan pendidikan ini.

Buat anakku tersayang Muhammad Nafis Syahreza Tanjung,

kebanggaanku yang sungguh spesial yang telah dianugerahkan Allah SWT

kepadaku. Ananda merupakan inspirasi dan pendorong motivasi serta pemberi

semangat bunda untuk menyelesaikan tugas-tugas. Semoga kelak ananda

menjadi anak yang berbakti dan taat terhadap agama. Amin.

Kepada adik-adik saya, Dr. Anggraini Ritonga dan Imam Kurniawan

Ritonga, serta saudara-saudara ipar saya, saya ucapkan terima kasih atas

dukungan dan doa yang diberikan kepada saya.

Akhirnya kepada seluruh keluarga handai tolan yang tidak dapat saya

(9)

yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah-Nya kepada kita

semua.

Medan, Maret 2008

(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……….. i

DAFTAR ISI………. vii

DAFTAR TABEL………. ix

DAFTAR GAMBAR………. x

DAFTAR SINGKATAN………... xi

ABSTRAK……….. xii

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……….. 6

2.1. PEMATANGAN SERVIKS……… 6

2.1.1. DEFINISI……… 6

2.1.2. PENILAIAN SERVIKS….………. 5

2.2. METODE PEMATANGAN SERVIKS………. 8

a. METODE FARMAKOLOGI……….. 8

b. METODE NON FARMAKOLOGI……… 19

c. METODE MEKANIK..……… 22

d. METODE SURGIKAL………... 25

2.3. INDUKSI PERSALINAN……… 28

2.3.1. DEFINISI……… 28

2.3.2. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI INDUKSI PERSALINAN……….. 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….. 33

3.1. RANCANGAN PENELITIAN... 33

3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN... 33

(11)

3.4. JUMLAH SAMPEL ... 33

3.5. KRITERIA SAMPEL ... 34

3.6. KERANGKA KONSEPIONAL... 36

3.7. CARA KERJA... 36

3.8. KERANGKA KERJA... 38

3.9. BATASAN OPERASIONAL... 39

3.10. PENGUMPULAN DATA DAN ANALISA STATISTIK.... 40

3.11. ETIKA PENELITIAN... 40

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 42

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 5.1 KESIMPULAN……….. 5.2 SARAN……….. 51 51 51 DAFTAR PUSTAKA……… 53

PERSETUJUAN KOMITE ETIK TENTANG PENELITIAN... 58

LAMPIRAN 1 LEMBARAN INFORMASI PASIEN... 59

LAMPIRAN 2 LEMBARAN PERSETUJUAN PASIEN... 61

LAMPIRAN 3 FORMULIR DATA SUBJEK PENELITIAN... 62

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Skor Pelvik menurut Bishop... 7

Tabel 2 Teknik Pemberian Misoprostol... 11

Tabel 3 Cara pematangan serviks dengan metode farmakologi... 18

Tabel 4 Teknik Pemasangan Kateter Foley... 24

Tabel 5 Indikasi pematangan serviks dan induksi persalinan... 31

Tabel 6 Sebaran kasus berdasarkan karakteristik subjek penelitian... 42

Tabel 7 Sebaran berdasarkan indikasi pematangan serviks... 44

Tabel 8 Perbandingan keberhasilan partus spontan... 44

Tabel 9 Perbandingan keberhasilan pematangan serviks... 45

Tabel 10 Perbandingan lama waktu induksi sampai persalinan normal.. 47

Tabel 11 Luaran neonatal

(a) skor APGAR menit ke-1 dan 5...

(b) perawatan NICU...

(c) berat badan bayi... 48

49

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Proses pematangan serviks... 8

Gambar 2 Struktur kimiawi misoprostol... 9

Gambar 3 Cara pemasangan kateter foley... 23

Gambar 4 Kerangka konsepsional... 35

(14)

DAFTAR SINGKATAN

DJJ : Denyut Jantung Janin

DM : Diabetes Mellitus

EASI : Extra-Amniotic Saline Infusion

HA : Hyaluronidase Acid

IUGR : Intra Uterine Growth Restriction

KJDK : Kematian Janin Dalam Kandungan

NICU : Neonatal Intensive Care Unit

PGE1 : Prostaglandin E1

PGE2 : Prostaglandin E2

PGF 2 : Prostaglandin F2

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Pematangan serviks dan induksi persalinan adalah suatu prosedur umum yang

digunakan pada praktek kebidanan secara luas di seluruh dunia. Semua

kehamilan akan menuju pada suatu keadaan aterm dan proses persalinan akan

berlangsung secara spontan. Kenyataannya ada beberapa keadaan yang

membuat seorang ahli kebidanan untuk mempercepat proses persalinan dengan

mempertimbangkan keadaan ibu dan janin. 1,2

Pematangan serviks normalnya merupakan proses fisiologi dan termasuk kedalam

suatu proses biokimiawi yang kompleks. Tujuan dari pematangan serviks dan

induksi persalinan adalah untuk tercapainya proses persalinan secara spontan

dan mengurangi seksio sesarea.3

Penilaian serviks merupakan hal yang paling berpengaruh dalam keberhasilan

induksi persalinan. Sebelum dimulainya induksi persalinan, ada prosedur standar

yang harus dilakukan untuk menilai serviks, yaitu periksa dalam. Setelah kita

lakukan periksa dalam, serviks akan digolongkan ke dalam dua golongan yaitu,

matang dan belum matang (ripe atau unripe).

Sekitar setengah dari seluruh wanita yang menjalani induksi persalinan didapati

(16)

Teknik pematangan serviks dapat berupa metode farmakologi maupun non

farmakologi.3

Keberhasilan induksi persalinan tergantung dari kondisi serviks seperti konsistensi

dan konfigurasi serviks. Serviks yang tidak matang akan menimbulkan kesulitan

dalam induksi persalinan. Sangat diperlukan metode pematangan serviks yang

sederhana dan efisien sebelum induksi persalinan .

Dijumpai berbagai macam metode dari pematangan serviks dengan keuntungan

dan kerugiannya, antara lain dengan pemberian oksitosin, prostaglandin,

prostaglandin analog, penggunaan herba dan minyak kastor, atau metode

mekanik seperti penggunaan kateter foley, dan metode yang lainnya. Oksitosin

dan prostaglandin merupakan salah satu agen yang paling sering digunakan

dalam pematangan servik maupun induksi persalinan. Bahan prostaglandin telah

banyak digunakan dalam pematangan serviks dan induksi persalinan (PGE2 gel

intraservikal atau PGE2 pessarium vagina), tetapi mahal dan tidak stabil.1

Pada tahun-tahun terakhir ini, misoprostol yang merupakan suatu sintetik PGE1

analog, telah digunakan dalam pematangan serviks pada kehamilan. Keuntungan

dari penggunaan misoprostol termasuk lebih efektif, murah biayanya, stabil pada

suhu ruangan dan mudah pemberiannya baik diberikan secara oral, intravaginal

ataupun rektal.4,5 Penelitian pertama dari penggunaan misoprostol dalam

pematangan serviks adalah di negara Afrika Selatan. Penelitian berikutnya

(17)

dengan obat lain yang sering digunakan dalam pematangan serviks, termasuk

oksitosin dan prostaglandin.4

Fletcher dkk (1993) melaporkan bahwa misoprostol merupakan metode yang

efektif dan murah dalam melakukan pematangan serviks.6 Begitu juga Ekele dkk

(2007) dalam penelitiannya terhadap 151 pasien di Usmanu Danfodiyo University

Teaching Hospital Nigeria menemukan bahwa misoprostol aman dan efektif

digunakan dalam pematangan serviks dan induksi persalinan dengan angka

terjadinya persalinan normal sebesar 96%.7

Di negara berkembang, tindakan pematangan serviks yang sering dilakukan

adalah dengan pemakaian kateter foley intraservikal. Metode ini mudah dilakukan

dan murah biayanya. Teknik ini telah terbukti aman, efektif dan tidak mahal serta

kemungkinan terjadinya infeksi tidak lebih besar dari angka kejadian infeksi di

rumah sakit jika tindakan aseptik dilakukan.8

Cromi A dkk (2007) melakukan penelitian terhadap 602 wanita yang

menggunakan katetey foley dalam pematangan serviks mendapatkan bahwa

kateter foley aman digunakan untuk pematangan serviks tanpa peningkatan resiko

infeksi pada ibu dan bayi .9

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Induksi persalinan tanpa serviks yang matang akan meningkatkan angka

kegagalan induksi persalinan dan angka kejadian seksio sesarea. Berbagai

(18)

penggunaan misoprostol intravaginal ataupun dengan penggunaan kateter foley

intraservikal. Bagaimanapun juga, tidak ada suatu metode pematangan serviks

yang secara meyakinkan memudahkan proses persalinan atau memperbaiki

luaran perinatal. Dalam penelitian ini ingin dibuktikan apakah penggunaan

misoprostol intravaginal untuk pematangan serviks yang dikuti dengan induksi

persalinan dengan mengunakan oksitosin lebih efektif dalam persalinan dan

mengurangi angka seksio sesarea dibandingkan dengan penggunaan kateter

foley intraservikal.

Jindal dkk (2007) dalam penelitiannya yang membandingkan antara misoprostol

intravaginal dan kateter foley yang dilanjutkan dengan pemberian oksitosin

melaporkan bahwa misoprostol intravaginal merupakan bahan yang tidak mahal,

memiliki efektivitas yang tinggi dan mudah diberikan dalam pematangan serviks

dan induksi persalinan.10

1.3. HIPOTESA

Penggunaan misoprostol intravaginal untuk pematangan serviks sebelum induksi

persalinan lebih efektif dan mengurangi angka seksio sesarea dibandingkan

dengan penggunaan kateter foley intraservikal.

1.4. TUJUAN PENELITIAN

1.4.1. Tujuan umum

Untuk membandingkan efektifitas misoprostol intravaginal dengan kateter foley

untuk pematangan serviks sebelum induksi persalinan sehingga dapat

(19)

1.4.2. Tujuan khusus

1. Untuk membandingkan angka keberhasilan terjadinya partus spontan

antara penggunaan misoprostol intravaginal dan kateter foley.

2. Untuk menilai efektivitas antara misoprostol intravaginal dan kateter foley

dalam pematangan serviks .

3. Untuk membandingkan interval antara waktu dimulainya induksi persalinan

sampai terjadinya proses persalinan antara penggunaan misoprostol

intravaginal dengan kateter foley intraservikal.

4. Untuk menilai luaran ibu dan bayi antara pengunaan misoprostol

intravaginal dan kateter foley.

1.5. MANFAAT PENELITIAN

1. Penelitian ini dapat memperjelas peranan misoprostol sebagai salah satu

metode pematangan serviks sebelum induksi persalinan dan dapat menjadi

salah satu landasan atau pedoman untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

2. Jika efektifitas penggunaan misoprostol terbukti sebagai salah satu obat yang

dapat digunakan dalam pematangan serviks, diharapkan dapat diusulkan

penggunaannya di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan dan RSUD Dr.

Pirngadi Medan untuk kasus-kasus yang memenuhi kriteria yang sesuai

dengan penelitian ini hingga nantinya dapat menjadi salah satu alternatif obat

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PEMATANGAN SERVIKS

2.1.1. DEFINISI

Pematangan serviks adalah merupakan suatu metode yang digunakan baik

dengan metode farmakologi maupun metode yang lainya untuk melunakkan,

mendatarkan, dan atau mendilatasi dari serviks. Pematangan serviks bukanlah

bertujuan untuk meng-inisiasi persalinan tetapi untuk meningkatkan kesuksesan

dari induksi persalinan.11

Pematangan serviks merupakan suatu kondisi prapersalinan yang

memperlihatkan perubahan gambaran konfigurasi serviks baik secara biokimia,

fisik dan histologi sehingga serviks mengalami perubahan bentuk dan konsistensi.

2.1 .2.PENILAIAN SERVIKS

Penilaian serviks merupakan hal yang paling berpengaruh dalam keberhasilan

induksi persalinan. Sebelum dimulainya induksi persalinan, ada prosedur standar

yang harus dilakukan untuk menilai serviks, yaitu periksa dalam. Setelah kita

lakukan periksa dalam, serviks akan digolongkan ke dalam dua golongan yaitu,

matang dan belum matang.

Lebih dari 12 macam skor pelvik maupun skor serviks yang telah dikemukakan

pada 70 tahun terakhir ini, yang pada akhirnya Bishop pada tahun 1964

(21)

bertujuan untuk induksi persalinan melalui penelitian yang dilakukan pada

wanita-wanita multipara, usia kehamilan di atas 36 minggu dan janin letak kepala. Skor ini

berdasarkan 5 kriteria klinik, yaitu pembukaan, pendataran, penurunan kepala,

konsistensi serviks dan posisi serviks. Setiap itemnya diberi poin 0 – 3, hasil akhir

dari jumlah poin tersebut dihubungkan dengan tabel skoring. Penemuan Bishop ini

kemudian di modifikasi oleh Burnett yang sampai saat ini digunakan secara luas

di dunia kedokteran.2

Tabel 1. Skor Pelvik Menurut Bishop1,2,12,13,14

S K O R 0 1 2 3

Pendataran serviks 0 – 30% 40 – 50% 60 – 70% > 80%

Pembukaan serviks 0 1 – 2 3 – 4 5 – 6

Penurunan kepala diukur dari

bidang Hodge III (cm)

-3 -2 -1.0 +1 +2 +3

Konsistensi serviks Keras Sedang Lunak

Posisi serviks Sakral Axial Anterior

Catatan : - 3 = enggaged ; + 3 = on the perineum

Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai nilai yang diperoleh dengan

menggunakan skor Bishop, beberapa peneliti berpendapat bahwa bila di peroleh

nilai Bishop dibawah 6, diperlukan usaha untuk pematangan serviks sebelum

dilakukan induksi persalinan.1,2,13,14

Di Indonesia, umumnya kita memakai batasan angka 5 untuk penilaian pelvik

(22)

dan memerlukan tindakan pematangan serviks sebelum melanjutkan prosedur

induksi persalinan.1,3,12

Gambar 1.Proses pematangan serviks(dikutip dari 12)

2.2. METODE PEMATANGAN SERVIKS

Pematangan serviks dilakukan sebelum dilakukannya induksi persalinan bila

didapat nilai skor pelvik < 5. Beberapa metode yang umumnya dilakukan pada

proses pematangan serviks ini mencakup metode farmakologi dengan

menggunakan oksitosin, prostaglandin, prostaglandin analog yaitu misoprostol,

mifepriston dan relaksin, metode non farmakologi seperti ramuan

tumbuh-tumbuhan, minyak kastor, aktifitas seksual, stimulasi payudara dan akupuntur,

metode mekanik seperti batang laminaria dan balon kateter dan metode surgikal

seperti striping of the membrane, amniotomi dan injeksi hyaluronidase.1,12,15 Dari

beberapa cara metode non farmakologi, hanya metode mekanik dan metode

surgikal yang telah terbukti keefektifannya dalam pematangan serviks.1

a. Metode Farmakologi

(23)

1. Misoprostol

1.1. Farmakologi

Misoprostol merupakan sintetik dari prostaglandin E1 analog yang aslinya

digunakan untuk penanganan tukak lambung. Obat ini mempunyai nama

kimia (±) metil 11 alfa, 16-dihidrokdi-16 metil-9 oksoprost-13 E-en-1-oate,

dengan rumus empiris C22H38O5dan bersifat larut dalam air.1,16,17,18

Gambar 2. Struktur kimiawi misoprostol (dikutip dari 16)

Misoprostol pada awalnya tidak digunakan sebagai obat pada saat

kehamilan, tetapi pada perkembangannya penggunaan obat tersebut

diketahui dapat menyebabkan kontraksi uterus pada awal kehamilan dan

pada beberapa penelitian telah digunakan untuk induksi abortus,

pematangan serviks dan pengobatan terhadap perdarahan pasca

persalinan.Para dokter dapat menggunakan obat ini dengan terlebih dahulu

(24)

Misoprostol stabil pada suhu kamar dan stabil terhadap cahaya.

Misoprostol memiliki banyak keunggulan dan mudah dipergunakan,

terutama jika dibandingkan dengan preparat prostaglandin lainnya,

misoprostol relatif murah, stabil, mudah disimpan dan cepat diabsorbsi

sehingga banyak penelitian dilakukan berkaitan dengan penggunaannya di

bidang obstetri dan ginekologi.19,20,21

1.2. Farmakokinetik dan farmakodinamik

Misoprostol dapat dijumpai dalam bentuk tablet dengan 2 sediaan yaitu 100

g dan 200 g. Misoprostol dapat diberikan secara vaginal, oral, sublingual,

bukal maupun rektal. 16.17,18,19,20,21

Pada pemberian secara oral, misoprostol dengan cepat akan diabsorbsi

dan akan diubah menjadi metabolisme yang aktif yaitu asam misoprostol.

Konsentrasi plasma asam misoprostol akan meningkat cepat dan

mencapai puncaknya dalam waktu 12 menit serta paruh waktunya 20-30

menit.17,21

Pada pemberian secara intravaginal, misoprostol diletakkan pada forniks

posterior dimana konsentrasi plasma dari asam misoprostol akan mencapai

puncaknya dalam waktu 60-70 menit dan akan berkurang secara

perlahan-lahan. Pemberian misoprostol intravaginal akan menimbulkan puncak

konsentrasi plasma yang lebih lambat dibandingkan pemberian secara oral,

(25)

klinis, dosis optimal dan interval dari pemberian misoprostol intravaginal

adalah 25 - 50 g setiap 4 – 6 jam ke dalam forniks posterior vagina.1,15,17,20

Penggunaan misoprostol lokal intravaginal secara farmakologisnya masih

belum jelas, namun diperkirakan adanya beberapa akses langsung ke

miometrium via kanalis servikalis atau melalui mekanisme transfer alir balik

obat yang panjang dari pleksus vena perivaginal ke arteriol uterus.19

Pada pemberian secara intravaginal, efek misoprostol terhadap saluran

reproduksi akan meningkat, dan efeknya terhadap saluran gastrointestinal

akan berkurang.19

Teknik pemberian misoprostol dapat dilihat pada tabel berikut ini :

TABEL 2 (dikutip dari 1)

Technique for Intravaginal Application of Misoprostol Tablet

Place one fourth of a tablet misoprostol intravaginally, without the use of any gel (gel may prevent the tablet from dissolving).

The patient should remain recumbent for 30 minutes.

Monitor FHR and uterine activity continiously for at least three hours after the last misoprostol dose.

When oxytocin augmentation required, a minimum interval of three hours is recommended after the last misoprostol dose.

Not recommended for cervical ripening in patients who have uterine scar.

Misoprostol yang diberikan secara sublingual dapat digunakan dalam

(26)

20 menit ketika diletakkan dibawah lidah dan konsentrasi akan mencapai

puncaknya dalam waktu 30 menit. Setelah pemberian 400 µg, puncak

konsentrasi misoprostol akan lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian

secara oral dan intravaginal, dikarenakan absorpsi yang cepat melalui

mukosa dan tidak melewati first-pass metabolisme melalui hepar.17

Pemberian secara bukal merupakan cara yang lain dalam pengggunaan

misoprostol. Obat ini diletakkan antara gigi dan pipi sehinga

memudahkannya untuk diabsorpsi melalui mukosa mulut. Pemberian

secara bukkal efektif diberikan pada tindakan abortus dan pematangan

serviks.17

Pemberian secara rektal akhir-akhir ini digunakan pada perdarahan paska

persalinan. Konsentrasi plasma dari asam misoprostol akan mencapai

puncaknya dalam waktu 40-65 menit, walaupun dalam penelitian lain

dinyatakan bahwa konsentrasi akan mencapai puncaknya dalam waktu 20

menit.17

Zieman dkk penelitiannya melaporkan bahwa bioavailabilitas sistemik

pemberian misoprostol pervaginam tiga kali lebih tinggi daripada pemberian

misoprostol per oral.20

Bioavailabilitas dari misoprostol akan menurun jika diberikan bersama

dengan antasida dosis tinggi dan bila diberikan bersamaan dengan diet

(27)

Misoprostol dimetabolisme di hepar dan kurang dari 1% metabolisme

aktifnya dibuang melalui urine. Pasien dengan gangguan hepar harus

menerima dosis yang lebih rendah, dan penyesuaian dosis tidak diperlukan

pada pasien dengan gangguan ginjal yang tidak memerlukan dialisa.

Misoprostol tidak mengganggu sistem metabolisme sitokrom P 450, suatu

sistem metabolisme yang terbesar yang terdapat di hati sehingga ia tidak

mempengaruhi metabolisme obat lainnya.20,21

Namun pada cara pemberian misoprostol intravaginal kadarnya dalam

plasma akan menurun juga secara perlahan. Sehingga sampai 4 jam, kadar

misoprostol dalam plasma masih bertahan sekitar 61%. Hal ini dapat terjadi

karena pada pemberian intravaginal tidak terjadi metabolisme prasistemik

oleh sistem pencernaan atau hati, seperti pada pemberian peroral.20,21

Pada kasus-kasus kematian janin dalam kandungan (KJDK) dapat

diberikan misoprostol intravaginal dengan dosis sebanyak 100 g setiap 12

jam dan menunjukkan hasil yang baik dan efek samping yang minimal.20,21

Efek dari misoprostol terhadap saluran reproduksi akan meningkat, dan

efek sampingnya terhadap saluran pencernaan akan berkurang bila

misoprostol diberikan secara intravaginal.19,20,21

Bioavailabilitas misoprostol pada janin belum didapatkan data yang pasti.

Dosis toksik misoprostol pada manusia masih belum diketahui secara

(28)

dengan tingkat insuffisiensi ginjal sehingga pengaturan dosis tidak

diperlukan dalam hubungannya dengan gangguan ginjal.20

1.2. Efek Samping

Efek samping misoprostol yang sering dilaporkan adalah mual, muntah,

diare, nyeri perut, demam, dan menggigil. Efek samping ini tergantung dari

dosis yang diberikan. Walaupun prostaglandin lainnya (prostaglandin E2

dan prostaglandin F2 ) dapat menyebabkan infark miokard dan

bronkospasme, misoprostol tidak menimbulkan gangguan tersebut.20,21

Dosis yang tinggi ataupun interval yang dipendekkan berhubungan dengan

tingginya efek samping dari misoprostol itu sendiri terutama gejala

hiperstimulasi yang ditandai dengan kontraksi yang bertahan lebih dari 90

detik atau dijumpainya lebih dari 5 kontraksi per 10 menit. Resiko ini juga

termasuk tachisistole yang ditandai dengan adanya 6 atau lebih kontraksi

pada evaluasi per 10 menit dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut, serta

hipersistole yaitu kontraksi tunggal yang terjadi minimal 2 menit selama 10

menit.1,2,19,20,21

Rafaey menemukan 62% efek samping menggigil dan Amant menemukan

42% pada subjek penelitiannya.22,23 Sementara Hofmeyr hanya

menemukan 19% pada subjek penelitiannya.24 Refaey juga melaporkan

efek samping gastrointestinal seperti 40% pada pemberian misoprostol 800

g, 31% pada pemberian 400 g. Diare terjadi pada pemberian misoprostol

(29)

Lumbiganon dkk melaporkan efek samping menggigil dan pireksia sering

terjadi pada pemberian misoprostol 600 g (28% dan 7,5%) dibandingkan

dengan pemberian misoprostol 400 g (19% dan 2%) dan oksitosin (12,5%

dan 3%). Efek samping menggigil pada pemakaian misoprostol 600 g

adalah yang tertinggi.25

Amant dan Refaey pada penelitiannya juga melaporkan pengaruh

misoprostol terhadap perubahan tekanan darah. Dari penelitian keduanya

dilaporkan bahwa tekanan darah sistolik maupun diastolik sebelum dan

sesudah melahirkan pada pemberian misoprostol tidak bermakna baik

secara klinis maupun statistik.22,23

1.3. Efek teratogenik

Mengue dkk (1998) melaporkan sebanyak 2,2% bayi baru lahir telah

terpapar dengan misoprostol, sedangkan Costa dan Vessey (1993)

melaporkan sebanyak 11% janin intrauterin yang terpapar misoprostol

mendapatkan efek teratogenik berupa defek anggota gerak dan sindroma

Mobius (paralisis nervus fasialis) akibat gangguan pembekuan darah tetapi

tidak ditemukan sebab akibat yang mutlak.19,26

Efek paparan misoprostol prenatal sulit dinilai. Di Brazil, sindroma Mobius

tidak terdaftar dalam kelainan lahir dan insidensinya dalam populasi umum

tidak diketahui.27 Pastuszak dkk (1998) menemukan adanya hubungan

kuat antara misoprostol dan sindroma Mobius, sedangkan Schuller dkk

(30)

Penelitian yang dilakukan oleh The Latin American Collaborative Study of

Congenital Malformation tahun 2000, dari 4673 bayi dengan malformasi

kongenital dan 4980 bayi sebagai kontrol, mencatat adanya peningkatan

malformasi kongenital yaitu transverse limb defects, ring-shaped

constrictions of extremities, arthrogryposis, hyrdrocephalus,

holoprosencephaly, dan extrophy of the bladder, tetapi bukan sindroma

Mobius, pada bayi yang terpapar dengan misoprostol selama kehamilan.19

2. Oksitosin

Oksitosin pertama kali disintesis oleh du Vigneaud (1950) dari senyawa

okta-peptida dan sampai saat ini dipergunakan secara luas untuk induksi

persalinan.15 Secara fisiologi, persalinan yang distimulasi dengan oksitosin

sama kerjanya dengan persalinan alamiah walaupun sensitivitas dan

respon individual terhadap oksitosin ini berbeda-beda. Berdasarkan

farmakologinya, oksitosin sintetik memberikan respon pada uterus 3 – 5

menit setelah masuk ke dalam tubuh dan dapat bertahan pada plasma

selama 40 menit.29

Oksitosin mempunyai banyak keuntungan, kuat dan mudah digunakan,

mempunyai waktu paruh yang pendek ( 1-5 menit) dan secara umum

ditoleransi dengan baik. Dosis berkaitan dengan efek yang ditimbulkan,

oleh karena oksitosin hampir sama dengan struktur vasopresin, dapat

menyebabkan anti diuretikum, dimana bila diberikan dalam dosis tinggi (40

mU/menit) dapat menyebabkan intoksikasi cairan, hiperstimulasi uterus

(31)

rate (FHR) monitoring yang berkesinambungan. Apabila timbul masalah

pada FHR, dosis oksitosin dapat dipelankan atau bahkan dapat dihentikan

sama sekali. Lalu posisi ibu diubah menjadi miring, pemberian oksigen dan

pemberian cairan.2,21

3. PGE2

Dinoprostol (PGE2) dapat diberikan secara intravaginal maupun

intraservikal merupakan obat yang secara luas digunakan untuk

pematangan serviks maupun induksi persalinan. Ada 2 bentuk sediaan

Dinoprostol yang beredar di pasaran, yaitu Prepidil Gel yang mengandung

0,5 mg Dinoprostol, sedangkan Cervidil mengandung 10 mg

Dinoprostol.12,29 Efek samping yang paling sering timbul dari pemakaian

(32)

Tabel 3. Cara pematangan serviks dengan metode farmakologi (dikutip

Cervidil 10mg will release 0.3mg /3hr remove after 12 hours

or

****Misoprostol 25mcg-50mcg per/vagina (¼ to ½ tab)

***May start with higher dose for IUFD

Bishop score < 5

Initiate Pitocin for augmentation or induction of labor

4. Mifepriston

Mifepriston adalah suatu sintetik steroid anti progesteron oral yang

mengandung anti glukokortikoid. Progesteron mencegah kontraksi uteri,

(33)

Hanya sedikit informasi yang dapat menerangkan mengenai luaran bayi

dan efek samping pada ibu dengan memakai preparat ini. Sediaan dari

preparat ini adalah tablet yang mengandung 200 mg zat aktif anti

progesteron.30

5. Relaksin

Relaksin merupakan hormon polipeptida yang dihasilkan dari korpus

luteum, desidua dan korion manusia. Polipeptida ini telah diteliti pada

manusia, dengan menggunakan relaksin porcine yang telah dijernihkan 1-4

mg pada gel pervaginal atau endoserviks. Belum ada penelitian dalam

menentukan nilai pematangan untuk serviks yang belum matang dan untuk

induksi persalinan tanpa stimulasi aktivitas uterus. Dari penelitian terhadap

penggunaan relaksin ini, menunjukkan bahwa dosis 1-4 mg tidak

menyebabkan toksisitas maternal ataupun fetal. Penggunaan relaksin

sampai saat ini masih dalam percobaan klinis, sehingga untuk sementara

penggunaannya masih belum dianjurkan.1,31,32

c. Metode Non Farmakologi

Yang termasuk dalam metode non farmakologi adalah :

1. Ramuan tumbuh-tumbuhan

Beberapa suplemen yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang diracik

sedemikian rupa untuk penggunaan pematangan serviks ini paling banyak

digunakan oleh para bidan. Umumnya yang digunakan adalah evening

primerose oil, black haw, black and blue cohosh dan red raspberry leaves,

(34)

proses pematangan serviks tetapi dipercaya selama bertahun-tahun untuk

mempersiapkan seorang wanita dalam proses persalinan serta

menimbulkan kontraksi uterus. Segala resiko dan keuntungan dari

bahan-bahan diatas tidak diketahui oleh karena tidak bukti medis yang

mendukung.1

2. Minyak Kastor

Penggunaan minyak kastor juga direkomendasikan sebagai salah satu cara

pematangan serviks pada masa yang lalu. Mekanisme dari metode ini

sampai sekarang masih belum jelas. Ada sebuah literatur yang meneliti 100

wanita sukarelawan yang mendapat minyak kastor dibandingkan yang tidak

mendapat terapi. Tidak terdapat perbedaan pada keadaan obstetrik

maupun hasil luaran bayi, dari wawancara, para partisipan yang

mendapatkan minyak kastor mengalami mual-mual dan rasa tidak

nyaman.1

3. Aktifitas seksual

Aktifitas seksual secara umum digunakan untuk memulai suatu inisiasi

persalinan. Aktifitas seksual ini biasanya mencakup stimulasi pada daerah

payudara, dimana hal tersebut dapat merangsang pengeluaran oksitosin.

Dengan adanya penetrasi segmen bawah uterus terstimulasi yang

menyebabkan pengeluaran prostaglandin. Orgasme pada wanita juga

dapat menyebabkan kontraksi uterus dan semen pada pria mengandung

prostaglandin yang mempunyai peranan penting pada pematangan

(35)

4. Masase Payudara

Pemijatan payudara serta stimulasi puting susu menyebabkan pengeluaran

oksitosin dari hipofise posterior sehingga terjadi kontraksi uterus.1,31 Metode

ini dilakukan dengan memasase ringan pada salah satu puting susu atau

daerah areolar mammae dengan jari ibu. Untuk menghindari lecet pada

daerah tersebut maka sebaiknya diberikan minyak pelicin (baby oil).

Lamanya tiap kali melakukan masase ini dapat berlangsung ½ sampai 1

jam kemudian istirahat beberapa jam dan kemudian dilakukan kembali.

Sehingga dalam satu hari maksimal dilakukan 3 jam. Tidak dianjurkan

untuk melakukan tindakan ini pada kedua payudara secara bersamaan,

karena ditakutkan terjadinya perangsangan yang berlebihan.1,14

5. Akupuntur

Teknik daripada akupuntur adalah menusukkan jarum yang sangat halus

pada beberapa lokasi yang bertujuan untuk pencegahan dan pengobatan

penyakit. Pada sistem pengobatan tradisional Cina akupuntur dianggap

menstimulasi saluran qi (diucapkan ”chee”) atau energi. Aliran energi ini

mengalir sepanjang 12 meridian dengan titik-titik tertentu sepanjang

meridian ini. Setiap titik diberi nama dan nomor dan dihubungkan dengan

sistem organ tertentu. Pada pengobatan barat, dianggap bahwa akupuntur

dan stimulasi syaraf transkutan (TENS) dapat merangsang pelepasan

prostaglandin dan oksitosin. Kebanyakan penelitian yang melibatkan

akupuntur tidak baik dalam metodologi penelitiannya dan tidak memenuhi

kriteria untuk analisis. Diperlukan uji klinis acak untuk mengevaluasi peran

(36)

d. Metode Mekanik

Metode mekanik telah berkembang selama bertahun-tahun dalam melakukan

pematangan serviks sebelum dilakukan induksi persalinan. Hampir semua cara

mekanik dalam pematangan serviks mempunyai cara kerja yang sama yaitu

menstimulasi pelepasan prostaglandin. Banyak faktor resiko yang dihubungkan

dengan metode ini, termasuk infeksi, perdarahan, ruptura membran, dan

plasenta disruption. Yang termasuk dalam metode mekanik yaitu :

1. Laminaria

Merupakan higroskopik dilator, yang berfungsi untuk mengabsorbsi cairan

pada endoserviks dan jaringan sekitarnya. Alat ini dapat menyebabkan

dilatasi pada endoserviks. Produk ini dapat berupa dilator yang alami dari

batang laminaria japonicum ataupun yang sintetik.1,30,32

2. Balon kateter

Ahli obstetri telah menggunakan balon kateter selama lebih dari 100 tahun

untuk induksi persalinan. Barnes, pada pertengahan abad ke-19,

merupakan orang yang pertamakali menggambarkan penggunaan balon

kateter untuk pematangan serviks. Semenjak itu, beberapa variasi dari

penggunaan balon kateter tersebut telah dikembangkan. Akhir – akhir ini

pemasangan foley kateter pada intraservikal merupakan cara yang efektif

untuk proses pematangan serviks.1 Pada saat ini yang paling banyak

digunakan adalah kateter foley dengan ukuran balon 25-50 ml. Dari

berbagai penelitian, ukuran kateter foley yang paling banyak disarankan

(37)

kemudian dimasukkan kedalam serviks sampai balon dari kateter melewati

ostium uteri internum dari serviks selama waktu 8-12 jam. 32,33,34,35

Gambar 3. Cara pemasangan kateter foley (dikutip dari 35)

Pematangan serviks dengan cara ini diduga dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain adanya tekanan mekanis balon kateter tersebut sehingga

selaput ketuban dari segmen bawah rahim (SBR) terlepas, akibatnya

lisosom dalam sel-sel desidua akan terlepas, sehingga enzim litik akan

dibebaskan diantaranya fosfolipase A yang berpengaruh dalam

pembentukan asam arakidonat dari fosfolipid, sehingga terjadi peningkatan

pembentukan prostaglandin. Bahan yang terbentuk ini akan menyebabkan

perubahan fisik dan biokimiawi pada serviks dan disertai adanya tekanan

mekanis akan membuat serviks menjadi semakin matang.4,5,11,3,37Beberapa

(38)

Teknik untuk pemasangan kateter foley dapat dilihat pada tabel berikut:

TABEL 4 (dikutip dari 1)

Technique for Placement of Balloon Dilators

The catheter is introduced into the endocervix by direct visualization or blindly by locating the cervix with the examining fingers and guiding the catheter over the hand and fingers through the endocervix and into the potential space between the amniotic membrane and the lower uterine segment.

The balloon reservoir is inflated with 30 to 50 mL of normal saline.

The balloon is retracted so that it rests on the internal os.

Additional steps that may be taken:

• Apply pressure by adding weights to the catheter end.

Constant pressure: attach 1 L of intravenous fluids to the catheter end and suspend it from the end of the bed.

Intermittent pressure: gently tug on the catheter end two to four times per hour.

• Saline infusion12:

Inflate catheter with 40 mL of sterile water or saline.

Infuse sterile saline at a rate of 40 mL per hour using an infusion pump. Remove six hours later or at the time of spontaneous expulsion or rupture of membranes (whichever occurs first).

• Prostaglandin E2 infusion14

Pemasangan balon kateter merupakan kontraindikasi terhadap plasenta

previa ataupun perdarahan antepartum. Kontraindikasi relatif lainnya

(39)

Menurut beberapa ahli, kateter foley disebutkan memiliki keuntungan yang

lebih signifikan bila dibandingkan dengan preparat prostaglandin.1

Kenyataan inilah yang menyebabkan pemakaian foley kateter dalam proses

pematangan serviks menjadi meningkat. Penggunaan kateter balon dan

obat farmakologi secara bersamaan telah menunjukkan keefektifan dalam

pematangan serviks.36

Beberapa penelitian melaporkan efek samping dari pematangan serviks

dengan menggunakan kateter foley, yang paling sering dijumpai adalah

demam intrapartum atau postpartum dan perdarahan pervaginam setelah

pemasangan kateter foley. Efek samping yang paling jarang ditemukan

adalah ketuban pecah dini ataupun prolapsus tali pusat. 36

Akhir-akhir ini, extra-amniotic saline infusion (EASI) merupakan modifikasi

yang sukses dari kateter balon dalam pematangan serviks. Dari 13

penelitian dimana kateter balon digunakan untuk pematangan serviks

dengan atau tanpa EASI melaporkan bahwa metode ini dapat menambah

skor Bishop dan mengurangi jarak dari induksi sampai persalinan.13,36

e. Metode Surgikal

1. Striping of the membran

Striping of the membran dapat meningkatkan aktifitas dari phospolipase A2

dan prostaglandin F2 (PGF 2 ) yang diketahui dapat menyebabkan

dilatasi pada serviks dan menstimulasi prostaglandin.1,16 Caranya adalah

dengan memasukkan jari telunjuk melalui serviks sehingga menyentuh

(40)

untuk melepaskan membran yang menempel pada segmen bawah

rahim.1,3,16 Resiko dari tindakan ini adalah infeksi, perdarahan, pecah

ketuban secara tiba-tiba dan rasa ketidaknyamanan pada pasien. Dari

review Cochrane, striping of the membrane sendiri tidak banyak

memberikan efek klinis yang bermakna, tetapi bila digunakan sebagai

tambahan terapi pada pemakaian oksitosin dapat mempercepat persalinan

spontan.1,3

2. Amniotomi

Amniotomi artifisialis dilakukan dengan cara memecahkan selaput ketuban

baik di bagian depan (fore water) maupun di bagian belakang (hind water)

dengan suatu alat khusus (drewsmith catheter Mc Donald klem).31

Beberapa teori mengemukakan bahwa :

o Amniotomi dapat mengurangi beban rahim sebesar 40% sehingga

tenaga kontraksi rahim dapat lebih kuat membuka serviks.

o Amniotomi menyebabkan berkurangnya aliran darah di dalam rahim

kira-kira 40 menit setelah amniotomi dikerjakan, sehingga

berkurangnya oksigenasi otot rahim dan keadaan ini meningkatkan

kepekaan otot rahim.

o Amniotomi menyebabkan kepala dapat langsung menekan dinding

serviks dimana didalamnya banyak terdapat saraf-saraf yang

merangsang kontrraksi rahim.31

Amniotomi telah terbukti dapat meningkatkan produksi prostaglandin.

(41)

kompresi funikuli, infeksi pada ibu dan janin, deselerasi DJJ, perdarahan

pada plasenta previa atau plasenta letak rendah dan juga dapat

menyebabkan luka pada janin.1,13 Bila setelah dilakukan amniotomi

dikerjakan, 6 jam kemudian, belum ada tanda-tanda permulaan persalinan

maka harus diikuti dengan cara-cara lain untuk merangsang persalinan ,

misalnya dengan infus oksitosin.1,31 Amniotomi ini sendiri dapat menjadi

prosedur induksi persalinan terutama pada keadaan serviks sudah matang

(skor pelvik >5). Metode amniotomi sendiri untuk induksi persalinan secara

signifikan lebih berhasil apabila digabungkan dengan pemberian oksitosin.

3. Hyaluronidase

Hyaluronidase Acid (HA) merupakan salah satu glikosaminoglikan yang

paling penting dalam proses pematangan serviks. Seperti yang kita ketahui,

konsentrasi HA meningkat sehubungan dengan onset persalinan. HA

mempunyai kemampuan untuk menarik molekul air yang dapat

menyebabkan perlunakan serviks.37

Baru-baru ini ditemukan, molekul HA dosis rendah yang dapat

menyebabkan neovaskularisasi dan produksi interleukin yang membantu

proses pematangan serviks. 37

Green dan Gupta menyatakan bahwa suntikan HA-ase intraservikal dapat

menurunkan persalinan ± 2 jam. Li melaporkan penggunaan suntikan

HA-ase sebelum induksi persalinan dapat meningkatkan Bishop skor dan

meningkatkan angka persalinan pervaginam.Metode ini dilakukan dengan

(42)

Lyophylized HA-ase diinjeksikan pada 2 tempat di serviks, yaitu posisi jam

6 dan jam 12.37

Para ahli berkesimpulan bahwa pemakaian intraservikal HA-ase

merupakan prosedur yang sederhana, relatif murah, efektif, metode yang

beresiko rendah untuk pematangan serviks, menurunkan waktu persalinan

dan meningkatkan kemungkinan persalinan pervaginam bahkan pada

wanita dengan riwayat seksio sesarea.37

2.3. INDUKSI PERSALINAN

2.3.1. DEFINISI

Induksi persalinan adalah suatu inisiasi kontraksi uterus sebelum timbulnya onset

persalinan spontan yang bertujuan untuk terjadinya persalinan.13 Tujuan induksi

persalinan adalah untuk mempermudah persalinan pervaginam dengan

merangsang kontraksi uterus sebelum terjadinya persalinan spontan. Umumnya

induksi persalinan menjadi pilihan terapi apabila keuntungan untuk mempercepat

persalinan lebih besar daripada resiko menunda persalinan. Keuntungan induksi

persalinan ini dititikberatkan pada resiko ibu dan janin.3

Induksi persalinan berbeda dengan akselerasi persalinan dimana pada akselerasi

persalinan, tindakan tersebut dilakukan pada wanita hamil yang telah inpartu.

Tindakan akselerasi ini sendiri mempunyai tujuan untuk meningkatkan frekuensi,

(43)

Menurut The National Center for Health Statistics, rata-rata keseluruhan induksi

persalinan di Amerika Serikat telah ,meningkat dari 90 per 1000 kelahiran hidup

pada 1989 menjadi 184 per 1000 kelahiran hidup pada 1997. Di Australia, pada

tahun 2002 sebanyak 26,6% wanita hamil mendapat tindakan induksi persalinan.3

Berbagai metode mekanik dan farmakologi telah digunakan dalam induksi

persalinan, dan tidak ada satupun metode atau agen yang sesuai terhadap semua

situasi klinis. Untuk kondisi klinis tertentu seperti preeklampsia berat, induksi

persalinan harus dilakukan. Untuk kondisi yang lain, perbandingan antara resiko

terhadap dilanjutkannya kehamilan terhadap resiko dilakukannya induksi

pesalinan belumlah jelas sampai saat sekarang ini. Lebih lanjut, perbandingan

resiko tehadap keuntungan dari induksi persalinan mungkin dipengaruhi oleh

metode yang digunakan dalam induksi pesalinan. Induksi persalinan

membutuhkan pengawasan terhadap janin dan kontraksi uterus.3

Ada beberapa faktor klinis yang mempengaruhi pilihan dari induksi persalinan,

antara lain paritas, kondisi dari serviks, kondisi dari selaput ketuban, ada tidaknya

riwayat seksio sesarea pada persalinan sebelumnya. Paritas sangat penting

karena wanita yang telah melahirkan sebelumnya cenderung lebih sensitif

terhadap stimulasi obat-obatan. Kondisi dari serviks wanita dapat dinilai dari

pemeriksaan dalam dan dinilai berdasarkan skor Bishop. 1,3,13,15 Ketika skor

Bishop mencapai 5, kemungkinan keberhasilan dalam persalinan pervaginam

semakin besar. Follow-up telah menunjukkan bahwa skor Bishop berhubungan

dengan persalinan lama atau induksi yang gagal dan perlu segera dilakukan

(44)

Idealnya, agen induksi persalinan harus menyerupai persalinan spontan dan

menghindari aktifitas uterus yang berlebihan. Bagaimanapun juga, karena

mekanisme yang mengontrol inisiasi dari proses persalinan belum dimengerti

secara pasti, Kekhawatiran yang utama dari induksi persalinan adalah persalinan

yang tidak efektif dan aktivitas uterus yang berlebihan. Kedua masalah tersebut

dapat menyebabkan meningkatnya resiko seksio sesarea. Aktifitas uterus yang

berlebihan digambarkan dengan adanya kontraksi yang berlebihan dari uterus

baik dari intensitas maupun frekuensi yang dapat menyebabkan gangguan dari

sirkulasi uteroplasenter dan akhirnya dapat menimbulkan penurunan oksigenasi

terhadap janin.14

Saat ini oksitosin merupakan bahan yang paling sering digunakan dalam induksi

persalinan.Metode-metode terbaru yang sedang dikembangkan adalah memakai

preparat anti progestin, estrogen, DHEAS, relaksin, dan nitrit oksida.1,34 Prinsip

yang mendasar, metode induksi yang paling sederhana dilakukan apabila serviks

sudah matang dan diharapkan persalinan dapat terjadi dalam beberapa jam

setelah induksi persalinan.34

2.4. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI PEMATANGAN SERVIKS DAN

INDUKSI PERSALINAN

Indikasi dari induksi persalinan harus dipertimbangkan dimana keuntungan dari

persalinan spontan lebih besar dibandingkan dengan resiko dari pematangan

serviks dan induksi persalinan terhadap ibu dan janin.13 Induksi persalinan

sebagai usaha untuk mempercepat terjadinya proses persalinan harus dilakukan

(45)

dan kontraindikasi induksi persalinan itu sendiri. Indikasi dan kontraindikasi dari

induksi persalinan juga merupakan indikasi dan kontra indikasi dari pematangan

serviks.

Salah satu indikasi utama dari pematangan serviks dan induksi persalinan adalah

kehamilan postdatisme dengan usia kehamilan 41 minggu. Indikasi yang lain

adalah termasuk ketuban pecah dini, IUGR, kondisi medis dari ibu (DM, gangguan

ginjal, hipertensi dalam kehamilan), sindroma anti fosfolipid, chorioamnionitis dan

KJDK. Indikasi utama dari induksi persalinan ini sendiri dalam 40 tahun terakhir

ini, dapat di kelompokkan menjadi indikasi ibu, indikasi janin, indikasi sosial

ataupun gabungan dari indikasi tersebut diatas, pengelompokan indikasi tersebut

dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini. 3,34

Tabel 5. Indikasi dari pematangan serviks dan induksi persalinan (dikutip dari 3)

(46)

Kontraindikasi pematangan serviks dan induksi persalinan :13,14,31

1. Malposisi dan malpresentasi janin

2. Insufisiensi plasenta

3. Panggul sempit

4. Disproporsi sefalopelvik

5. Cacat rahim

6. Gemelli

7. Distensi yang berlebihan ( hidramnion )

8. Plasenta previa

9. Tumor pelvis

10. Skor pelvik < 5, merupakan pengecualian oleh karena dapat dilakukan

proses pematangan serviks sebelumnya

Menurut ACOG, Practice Bulletin, Induction of Labor, 19993, ada beberapa kondisi

obstetri yang tidak bertentangan dengan induksi persalinan tetapi membutuhkan

perhatian lebih, antara lain :

1. Satu atau lebih persalinan dengan seksio sesaria low transverse insicion.

2. Presentasi bokong

3. Penyakit jantung ibu

4. Kehamilan multi janin

5. Polihidramnion

6. Bagian menonjol diatas pintu panggul dalam.

7. Hipertensi berat

8. Pola irama jantung janin tidak normal tetapi tidak membutuhkan persalinan

(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini adalah suatu uji klinis acak terkontrol (Randomized Controlled Trial)

yang membandingkan efektivitas antara penggunaan misoprostol intravaginal dan

kateter foley intraservikal untuk pematangan serviks.

3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr.

Pirngadi Medan. Penelitian dilakukan mulai November 2007 sampai jumlah

sampel tercapai.

3.3. SAMPEL PENELITIAN

Sampel penelitian adalah seluruh ibu hamil yang akan melahirkan di kamar

bersalin RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan yang memenuhi

kriteria penelitian (kriteria inklusi) mulai bulan November 2007 sampai jumlah

sampel tercapai.

3.4. JUMLAH SAMPEL

Besar sampel penelitian dihitung dengan memakai rumus :

2σ2 (Z1-α/2 + Z1-β ) 2

n1=n2 = ---

(48)

Keterangan:

n = besar sampel minimum

Z1-α/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α =5% 1,96

Z1-β = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada β =90% 1,28

σ2 = harga varians di populasi (1,5)

μ0-μa = perkiraan selisih nilai mean yang diteliti dengan mean di

populasi = 1,8 jam

Maka diperoleh :

2(1,5)2 (1,96 + 1,28 ) 2

n1=n2 = --- = 14,58

(1,8) 2

Dengan pembulatan maka diperoleh besar sampel 15 kasus.

3.5. KRITERIA SAMPEL

3.5.1.Kriteria Inklusi

1. Semua pasien hamil yang akan dilakukan terminasi terhadap

kehamilannya di kamar bersalin RSUP H. Adam Malik Medan dan

RSUD Dr. Pirngadi Medan.

2. Tidak ada riwayat seksio sesarea pada kehamilan sebelumnya.

3. Kehamilan dengan presentasi kepala.

(49)

3.5.2. Kriteria Eksklusi

1. Pasien hamil yang kontra indikasi untuk dilakukan pematangan serviks

dan induksi persalinan, yaitu :

Malposisi dan malpresentasi janin

Insufisiensi plasenta

Panggul sempit

Disproporsi sefalopelvik

Cacat rahim

Gemelli

Distensi yang berlebihan ( hidramnion )

Plasenta previa

Tumor pelvis

3.6. KERANGKA KONSEPSIONAL

Terminasi kehamilan

Misoprostol

Kateter foley

Skor pelvik/ pematangan serviks

Keberhasilan persalinan spontan

Waktu induksi sampai persalinan

Luaran neonatal

(50)

3.7. CARA KERJA

Pengumpulan data diperoleh dari penderita yang berkunjung ke Poliklinik Obstetri

atau yang berada di kamar bersalin yang memenuhi syarat-syarat penelitian yang

ditetapkan (kriteria inklusi), selanjutnya dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :

1. Wawancara tentang identitas, riwayat kehamilan sekarang, maupun

riwayat kehamilan sebelumnya serta penyakit-penyakit yang pernah

dideritanya

2. Pasien selaku calon peserta penelitian diberi keterangan tentang tujuan

dan prosedur penelitian. Bila setuju, pasien dimintakan persetujuan

tertulisnya,bila tidak setuju pasien sebagai calon peserta penelitian

berhak menolak ikut dalam penelitian.

3. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan secara umum meliputi keadaan

umum, tanda-tanda vital, pemeriksaan fisik dan laboratorium rutin.

Pemeriksaan obstetrik yang lengkap meliputi pemeriksaan luar dan

pemeriksaan dalam dan dilakukan penilaian skor pelvik.

4. Pasien calon peserta penelitian ditatalaksanakan sesuai dengan nomor

random yang telah dibuat dengan menggunakan random secara blok.

5. Kemudian pasien dibagi kedalam kedua kelompok dimana kelompok I

mendapat misoprostol tablet 50 µg intravaginal yang diletakkan di dalam

kassa gulung dan diletakkan di forniks posterior dan kelompok II

dilakukan pemasangan kateter foley no.18 intraservikal dimana balon

kateter dikembangkan dengan diiisi cairan NaCl 0,9% sebanyak 30 cc,

untuk pematangan serviks.

6. Pada kelompok misoprostol, setelah 6 jam dilakukan penilaian ulang skor

(51)

kelompok dengan pemberian oksitosin 10 IU per drips fls pertama

dengan tetesan dimulai dari 4 tetes/menit kemudian dinaikkan jumlah

tetesan sebanyak 4 tetes tiap 15 menit sampai tercapai kontraksi yang

adekuat dengan jumlah tetesan maksimum adalah 40 tetes/menit.

7. Sedangkan pada kelompok kateter foley, setelah 12 jam dilakukan

penilaian ulang skor pelvik kemudian dilanjutkan dengan induksi

persalinan pada kedua kelompok dengan pemberian oksitosin 10 IU per

drips flask (fls) pertama dengan tetesan dimulai dari 4 tetes/menit

kemudian dinaikkan jumlah tetesan sebanyak 4 tetes tiap 15 menit

sampai tercapai kontraksi yang adekuat dengan jumlah tetesan

maksimum adalah 40 tetes/menit.

8. Pemberian oksitosin flask (fls) kedua dilanjutkan sampai terjadinya

persalinan dimana dosis oksitosin yang diberikan sebesar 10 IU dengan

jumlah tetesan 40 tetes/menit.

9. Induksi persalinan dikatakan gagal jika setelah pemberian oksitosin 10 IU

per drips sebanyak 2 fls belum terjadi persalinan atau selama pemberian

(52)

3.8. KERANGKA KERJA

Ibu yang akan bersalin di

RSUP H. Adam Malik

dan RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Kriteria inklusi untuk pematangan serviks dan induksi persalinan

Pengambilan sampel secara acak

Pematangan serviks dengan kateter foley intraservikal

Pematangan serviks dengan misoprostol intravaginal

Gambar 5. Kerangka kerja

Induksi persalinan dengan oksitosin fls I Induksi persalinan dengan oksitosin fls I

(53)

3.9. BATASAN OPERASIONAL

1. Pematangan serviks : suatu mekanisme yang dilakukan terhadap serviks

dengan skor pelvik < 5 agar terjadi pematangan serviks sehingga dapat

dilakukannya induksi persalinan.

2. Induksi persalinan : suatu mekanisme yang dilakukan terhadap ibu hamil

yang belum inpartu untuk memulai suatu persalinan dengan

menstimulasi uterus.

3. Kateter Foley : suatu alat yang terbuat dari karet digunakan untuk

membantu proses berkemih, dapat digunakan untuk pematangan serviks

secara intraservikal.

4. Misoprostol : merupakan prostaglandin E1 yang digunakan untuk

gangguan gastrointestinal dan akhir-akhir ini dapat digunakan sebagai

suatu metode untuk pematangan serviks dan induksi persalinan yang

dapat diberikan secara oral, rektal dan vaginal.

5. Oksitosin : obat sintetik yang analog dengan hormon oksitosin yang

dihasilkan oleh hipofise posterior yang digunakan untuk menstimulasi

kontraksi uterus.

6. Persalinan : suatu proses mengeluarkan hasil konsepsi berupa janin dan

plasenta.

7. Kontraksi uterus (his) : gerakan otot uterus yang terjadi secara periodik

dalam proses persalinan, disebut adekuat bila tercapai kontraksi

sebanyak 4-6 kali dalam 10 menit dengan durasi 40-60 detik lamanya.

8. Skor pelvik : parameter yang digunakan untuk menilai kematangan

(54)

yaitu pembukaan, pendataran, penurunan kepala, konsistensi serviks

dan posisi serviks.

9. Seksio sesarea : proses persalinan dimana janin dan plasenta

dikeluarkan melalui abdomen

10. Fetal distress : gawat janin yang ditandai dengan denyut jantung janin >

180 kali/mnt atau < 100 kali/mnt.

11.Maternal distress : perburukan keadaan dari ibu yang dilihat dari

keadaan umum dan tanda vital dari ibu.

12. Gagal induksi : keadaan dimana telah selesai dilakukannya induksi

persalinan dengan oksitosin 10 IU per drips sebanyak 2 fls tetapi tidak

terjadi proses persalinan normal

13. Usia kehamilan : usia dari kehamilan ibu pada saat penelitian ini

dilakukan.

3.10. PENGUMPULAN DATA DAN ANALISA STATISTIK

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan disusun dalam bentuk tabel

serta dianalisa dengan uji statistik statistik t – independent, uji Mann-Whitney dan

uji Chi-Square menggunakan perangkat SPSS (Statistic Package for Social

Science) versi 15 dengan nilai kemaknaan P < 0,05..

3.11. ETIKA PENELITIAN

Semua peserta diberikan penjelasan mengenai tujuan, keuntungan dan kerugian

serta cara yang dilakukan pada penelitian ini, penelitian dilakukan setelah terdapat

persetujuan sukarela dari masing-masing peserta dengan menandatangani surat

(55)

Setiap peserta berhak mengetahui hasil pemeriksaan yang dilakukan

terhadapnya. Karena alasan apapun, peserta boleh menarik diri dari penelitian.

Penelitian ini telah disetujui oleh Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU/

RSUP H. Adam Malik Medan-RSUD Dr. Pirngadi Medan yan diteruskan dan

disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan FK-USU dengan No. 16/

(56)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan 30 sampel yang memenuhi kriteria

penelitian, dengan randomisasi 15 sampel dimasukkan dalam kelompok

misoprostol dan 15 sampel dimasukkan dalam kelompok kateter foley.

Tabel 6.Sebaran kelompok kasus berdasarkan karakteristik subjek penelitian

antara kelompok misoprostol intravaginal dan kateter foley

intraservikal.

(57)

Tabel karakteristik diatas menyajikan sebaran kelompok berdasarkan karakteristik

dari kedua kelompok penelitian yaitu usia ibu, usia kehamilan, paritas dan

pendidikan ibu. Pada penelitian ini dapat kita lihat bahwa subjek penelitian pada

kelompok misoprostol terbanyak pada usia kurang dari 30 tahun, sedangkan pada

kelompok kateter foley terbanyak pada usia lebih dari 30 tahun. Berdasarkan

kelompok usia subjek penelitian, tidak didapatkan perbedaan yang bermakna

antara kedua kelompok baik misoprostol maupun kateter foley.

Dari sebaran usia kehamilan peserta penelitian, usia kehamilan terbanyak dari

kedua kelompok penelitian ini adalah pada usia kehamilan lebih dari 40 minggu,

yaitu 9 orang pada kelompok misoprostol dan 7 orang pada kelompok kateter

dimana tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna.

Selain itu,dari sebaran banyaknya paritas baik pada kelompok misosrostol

maupun kateter foley subjek penelitian yang terbanyak adalah multiparitas.

Secara uji statistik hal ini tidak berbeda secara bermakna.

Berdasarkan karakteristik pendidikan peserta penelitian, antara kelompok

misoprostol dan kateter foley tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna.

Pendidikan yang terbanyak dari kedua kelompok ini adalah SMA.

Secara statistik dapat disimpulkan bahwa karakteristik usia ibu, usia kehamilan,

paritas dan pendidikan antara kedua kelompok tidak dijumpai perbedaan

(58)

Tabel 7. Sebaran kelompok berdasarkan indikasi pematangan serviks antara

kedua kelompok penelitian.

Misoprostol Kateter foley Indikasi

Oligohidramnion 1 6,7 0 0 0,485

Jumlah 15 100 15 100

Uji Chi-Square

Tabel 7 menyajikan sebaran kelompok berdasarkan indikasi pematangan serviks.

Disini dapat dilihat bahwa pada kelompok misoprostol dan kateter foley,

postdatisme merupakan indikasi yang paling banyak untuk dilakukannya

pematangan serviks. Tampak dari indikasi pematangan serviks antara kedua

kelompok tidak dijumpai perbedaan bermakna (p>0,05).

Tabel 8. Perbandingan angka keberhasilan terjadinya partus spontan antara

kedua kelompok penelitian.

Misoprostol Kateter Foley Induksi

Dari tabel diatas didapati bahwa pada peserta penelitian yang diberikan

(59)

pematangan serviks yang dilanjutkan dengan induksi persalinan lebih banyak

yaitu sebesar 80% dan dengan kateter foley sebesar 46,7%. Hal ini

menggambarkan perbedaan yang bermakna (p<0,05).

Owolabi dkk (2005) dalam penelitiannya menemukan bahwa tidak dijumpai

perbedaan angka seksio sesarea antara misoprostol intravaginal dan kateter foley

yang digunakan dalam pematangan serviks dan induksi persalinan.38

Tabowei dkk (2003) dan Adeniji dkk (2005) juga tidak menjumpai perbedaan

yang bermakna antara penggunaan misoprostol intravaginal dan kateter foley

intrservikal dalam hal metode persalinan.39,40

Tabel 9. Perbandingan keberhasilan pematangan serviks pada kedua

kelompok penelitian.

Misoprostol Kateter foley Kelompok

n % n % p

Matang 13 86,7 4 26,7

Tidak matang 2 13,3 11 73,3 0,001

Jumlah 15 100 15 100

Uji Chi-Square

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada kelompok misoprostol dijumpai

pematangan serviks pada 13 peserta penelitian sedangkan pada kelompok kateter

foley adanya pematangan serviks pada 4 peserta penelitian. Hal ini menunjukkan

Gambar

Gambar 5      Kerangka kerja...................................................................
Tabel 1. Skor Pelvik Menurut Bishop1,2,12,13,14
Gambar 1. Proses pematangan serviks(dikutip dari 12)
TABEL 2 (dikutip dari 1)
+7

Referensi

Dokumen terkait