PERBANDINGAN EFEKTIFITAS
ANTARA MISOPROSTOL
DENGAN KATETER FOLEY
UNTUK PEMATANGAN SERVIKS
DALAM RANGKA INDUKSI PERSALINAN
TESIS
OLEH:
EKA PURNAMA DEWI R
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H. ADAM MALIK – RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN
PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM-5
Pembimbing : Prof. Dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG(K)
Dr. Christoffel L. Tobing, SpOG(K)
Penyanggah : Dr. Yusuf R. Surbakti, SpOG(K)
Dr. Muhammad Rusda Harahap, SpOG
Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K)
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
salah satu syarat untuk mencapai keahlian dalam
ABSTRAK
Tujuan : Untuk membandingkan efektifitas antara misoprostol intravaginal dengan kateter foley untuk pematangan serviks sebelum induksi persalinan
Rancangan Penelitian : Penelitian ini adalah suatu uji klinis acak terkontrol (randomized controlled trial) yang membandingkan efektivitas antara penggunaan misoprostol intravaginal dan kateter foley intraservikal untuk pematangan serviks yang dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan.
Analisa statistik : Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan disusun dalam bentuk tabel serta dianalisa dengan uji statistik statistik t – independent, uji Mann-Whitney dan uji Chi-Square menggunakan perangkat SPSS (Statistic Package for Social Science) versi 15 dengan nilai kemaknaan P < 0,05.
Hasil : Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan 30 sampel yang memenuhi kriteria penelitian, dengan randomisasi 15 sampel dimasukkan dalam kelompok misoprostol dan 15 sampel dimasukkan dalam kelompok kateter foley. Didapati bahwa subjek penelitian pada kelompok misoprostol terbanyak pada usia kurang dari 30 tahun, sedangkan pada kelompok kateter foley terbanyak pada usia lebih dari 30 tahun. Dari sebaran usia kehamilan peserta penelitian, usia kehamilan terbanyak dari kedua kelompok penelitian ini adalah pada usia kehamilan lebih dari 40 minggu. Selain itu,dari sebaran banyaknya paritas baik pada kelompok misoprostol maupun kateter foley subjek penelitian yang terbanyak adalah multiparitas. Postdatisme merupakan indikasi yang paling banyak untuk dilakukannya pematangan serviks. Angka keberhasilan misoprostol intravaginal lebih banyak dibandingkan dengan kateter foley dalam hal keberhasilan persalinan spontan yaitu sebesar 80% dan dengan kateter foley sebesar 46,7% (p<0,05). Pada kelompok misoprostol dijumpai pematangan serviks pada 13 peserta penelitian sedangkan pada kelompok kateter foley adanya pematangan serviks pada 4 peserta penelitian (p<0,05). Rerata waktu yang diperlukan mulai induksi sampai terjadinya persalinan normal pada penggunaan misoprostol intravaginal (6,5 ± 2,1) lebih pendek dibandingkan dengan kateter foley intraservikal (7,8 ± 1,5) (p>0,05). Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna antara kelompok misoprostol intravaginal dengan kelompok foley kateter dalam hal luaran bayi yang dinilai dari skor APGAR dan perawatan NICU.
Kesimpulan : Misoprostol intravaginal lebih efektif dibandingkan dengan kateter foley dalam hal mematangkan serviks, angka keberhasilan persalinan spontan dan durasi proses persalinan tanpa adanya perbedaan morbiditas perinatal yang bermakna.
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT Yang Maha
Pengasih Lagi Maha Penyayang, Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat Ridha dan
Karunia-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu
syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi. Sebagai
manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya dan masih
jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan
sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan
khususnya tentang :
”PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA MISOPROSTOL DENGAN
KATETER FOLEY UNTUK PEMATANGAN SERVIKS DALAM RANGKA
INDUKSI PERSALINAN”
Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan
rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
terhormat :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya
untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran
USU Medan.
2. Prof. Dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG (K), Kepala Departemen Obstetri dan
Ginekologi FK-USU Medan; Dr. Einil Rizar, SpOG (K), Sekretaris Departemen
Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG (K),
Medan, Dr. Deri Edianto, SpOG (K), Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis
Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; dan juga Prof. Dr. Djaffar Siddik,
SpOG (K), Prof. Dr. Hamonangan Hutapea, SpOG(K), Prof. DR. dr. M.
Thamrin Tanjung, SpOG (K), Prof. Dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG (K), Prof.
Dr. T.M. Hanafiah, SpOG (K), Prof. Dr. Budi R. Hadibroto, SpOG (K), dan Prof.
Dr. Daulat H. Sibuea, SpOG (K), yang telah bersama-sama berkenan
menerima saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di Departemen Obstetri
dan Ginekologi.
3. Prof. Dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG (K) selaku Kepala Sub Divisi
Fetomaternal atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk melakukan
penelitian tentang
”PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA MISOPROSTOL DENGAN
KATETER FOLEY UNTUK PEMATANGAN SERVIKS DALAM RANGKA
INDUKSI PERSALINAN”
sekaligus selaku pembimbing bersama dengan Dr. Christoffel L. Tobing,
SpOG(K) dengan penuh kesabaran meluangkan waktu yang sangat berharga
untuk membimbing, memeriksa dan melengkapi penulisan tesis ini hingga
selesai.
4. Dr. Yusuf R. Surbakti, SpOG(K), Dr. Muhammad Rusda Harahap, SpOG dan
Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG (K) selaku tim penyanggah dan nara sumber
dalam penulisan tesis ini, yang telah banyak memberikan bimbingan dan
masukan dalam perbaikan tesis ini.
5. Dr. Eini Rizar,SpOG (K), selaku Bapak Angkat saya selama menjalani masa
nasehat-nasehat yang bermanfaat kepada saya dalam menghadapi
masa-masa sulit selama pendidikan.
6. Dr.Letta S. Lintang, SpOG, selaku pembimbing mini referat FM saya yang
berjudul ”Acadiac Twin”, Dr. Aswar Aboet, SpOG selaku pembimbing mini
referat FER saya yang berjudul ”Endokrinologi Infertilitas” dan Dr. Deri
Edianto, SpOG(K) selaku pembimbing mini referat Onkologi saya yang
berjudul ”Terapi Laser CO2 pada Neoplasia Intraepitelial Serviks”.
7. Dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes yang telah meluangkan waktu dan pikiran
untuk membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.
8. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU/ RSUP
H. Adam Malik- RSUD Dr. Pirngadi Medan, yang secara langsung telah
banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan.
9. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan
sarana untuk bekerja sama selama mengikuti pendidikan di Departemen
Obstetri dan Ginekologi.
10. Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Pringadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana
untuk bekerja selama mengikuti pendidikan di Departemen Obstetri dan
Ginekologi.
11. Direktur RS. PTPN II Tembakau Deli, Dr. Sofian Abdul Ilah, SpOG, dan Dr.
Nazaruddin Jaffar, SpOG(K) beserta staf yang telah memberikan kesempatan
12. Direktur RSU PERTAMINA UNIT PENGOLAHAN I P. Brandan, beserta staf
atas kesempatan kerja dan bantuan moril dan materil selama saya bertugas di
rumah sakit tersebut.
13. Kepala Departemen Patologi Anatomi FK-USU beserta staf, atas kesempatan
dan bimbingan yang telah diberikan selama saya bertugas di Departemen
tersebut.
14. Kepada Dr. Harry C. Simanjuntak, SpOG, Dr. Angel Jelita, SpOG, Dr. Roy
Yustin Simanjutak, SpOG, Dr. Johny Marpaung, SpOG, Dr. Melvin NG. Barus,
SpOG, Dr. Erry S. Saragih, SpOG, Dr. M. Oky Prabudi, SpOG, dan Dr. Ronny
Ajartha Tarigan, SpOG, terima kasih banyak atas segala bimbingan, bantuan,
dan dukungannya yang telah diberikan selama ini.
15. Teman Sejawat, Asisten Ahli, Dokter Muda, Bidan, Paramedis,
karyawan/karyawati, dan pasien-pasien yang telah ikut membantu dan
bekerjasama dengan saya dalam menjalani pendidikan di Departemen Obstetri
dan Ginekologi FK-USU/RSUP H. Adam Malik - RSU Dr. Pirngadi Medan, dan
khususnya kepada Dr. Ujang R. Permana, Dr. Dudy Aldiansyah, Dr. Hayu
Lestari Haryono, Dr. Abdul Hadi, Dr. Juni H. Tarigan, Dr. Renardy R. Razali,
Dr. Adrian Setiawan, Dr. Dwi Faradina, Dr. Sim Romi, Dr. Riza H. Nasution,
Dr. M. Rizki Yaznil, Dr. Made Surya Kumara, Dr. Rizka Heriansyah, Dr. Elvira
Mutia Sungkar. Terima kasih atas kerjasama, pengertian dan bantuannya
selama ini.
Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya
sampaikan kepada kedua orang tua saya yang terkasih, Dr. H.Mistar Ritonga,
mendoakan, serta mendidik saya dengan penuh kasih sayang dari masa
kanak-kanak hingga kini, memberi contoh yang baik dalam menjalani hidup serta
motivasi selama mengikuti pendidikan ini.
Kepada yang saya hormati dan sayangi, bapak dan ibu mertua saya,
Bahrum Tanjung dan Hj. Nurpeni Marpaung yang telah banyak membantu dan
memberikan dorongan semangat serta doa kepada saya dalam mengikuti
pendidikan, saya ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya.
Buat suami yang kucintai dan kukasihi, Tosip Tanjung, ST, tiada kata yang
terindah dapat saya ucapkan selain rasa syukur kepada Allah SWT Yang Maha
Pengasih dan Penyayang, yang telah memberikan saya seorang suami yang baik
dan pengertian. Terima kasih atas semua bantuan, pengertian, kesabaran,
dorongan semangat dan doa yang diberikan kepada saya hingga dapat
menyelesaikan pendidikan ini.
Buat anakku tersayang Muhammad Nafis Syahreza Tanjung,
kebanggaanku yang sungguh spesial yang telah dianugerahkan Allah SWT
kepadaku. Ananda merupakan inspirasi dan pendorong motivasi serta pemberi
semangat bunda untuk menyelesaikan tugas-tugas. Semoga kelak ananda
menjadi anak yang berbakti dan taat terhadap agama. Amin.
Kepada adik-adik saya, Dr. Anggraini Ritonga dan Imam Kurniawan
Ritonga, serta saudara-saudara ipar saya, saya ucapkan terima kasih atas
dukungan dan doa yang diberikan kepada saya.
Akhirnya kepada seluruh keluarga handai tolan yang tidak dapat saya
yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah-Nya kepada kita
semua.
Medan, Maret 2008
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……….. i
DAFTAR ISI………. vii
DAFTAR TABEL………. ix
DAFTAR GAMBAR………. x
DAFTAR SINGKATAN………... xi
ABSTRAK……….. xii
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……….. 6
2.1. PEMATANGAN SERVIKS……… 6
2.1.1. DEFINISI……… 6
2.1.2. PENILAIAN SERVIKS….………. 5
2.2. METODE PEMATANGAN SERVIKS………. 8
a. METODE FARMAKOLOGI……….. 8
b. METODE NON FARMAKOLOGI……… 19
c. METODE MEKANIK..……… 22
d. METODE SURGIKAL………... 25
2.3. INDUKSI PERSALINAN……… 28
2.3.1. DEFINISI……… 28
2.3.2. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI INDUKSI PERSALINAN……….. 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….. 33
3.1. RANCANGAN PENELITIAN... 33
3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN... 33
3.4. JUMLAH SAMPEL ... 33
3.5. KRITERIA SAMPEL ... 34
3.6. KERANGKA KONSEPIONAL... 36
3.7. CARA KERJA... 36
3.8. KERANGKA KERJA... 38
3.9. BATASAN OPERASIONAL... 39
3.10. PENGUMPULAN DATA DAN ANALISA STATISTIK.... 40
3.11. ETIKA PENELITIAN... 40
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 42
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 5.1 KESIMPULAN……….. 5.2 SARAN……….. 51 51 51 DAFTAR PUSTAKA……… 53
PERSETUJUAN KOMITE ETIK TENTANG PENELITIAN... 58
LAMPIRAN 1 LEMBARAN INFORMASI PASIEN... 59
LAMPIRAN 2 LEMBARAN PERSETUJUAN PASIEN... 61
LAMPIRAN 3 FORMULIR DATA SUBJEK PENELITIAN... 62
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Skor Pelvik menurut Bishop... 7
Tabel 2 Teknik Pemberian Misoprostol... 11
Tabel 3 Cara pematangan serviks dengan metode farmakologi... 18
Tabel 4 Teknik Pemasangan Kateter Foley... 24
Tabel 5 Indikasi pematangan serviks dan induksi persalinan... 31
Tabel 6 Sebaran kasus berdasarkan karakteristik subjek penelitian... 42
Tabel 7 Sebaran berdasarkan indikasi pematangan serviks... 44
Tabel 8 Perbandingan keberhasilan partus spontan... 44
Tabel 9 Perbandingan keberhasilan pematangan serviks... 45
Tabel 10 Perbandingan lama waktu induksi sampai persalinan normal.. 47
Tabel 11 Luaran neonatal
(a) skor APGAR menit ke-1 dan 5...
(b) perawatan NICU...
(c) berat badan bayi... 48
49
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Proses pematangan serviks... 8
Gambar 2 Struktur kimiawi misoprostol... 9
Gambar 3 Cara pemasangan kateter foley... 23
Gambar 4 Kerangka konsepsional... 35
DAFTAR SINGKATAN
DJJ : Denyut Jantung Janin
DM : Diabetes Mellitus
EASI : Extra-Amniotic Saline Infusion
HA : Hyaluronidase Acid
IUGR : Intra Uterine Growth Restriction
KJDK : Kematian Janin Dalam Kandungan
NICU : Neonatal Intensive Care Unit
PGE1 : Prostaglandin E1
PGE2 : Prostaglandin E2
PGF 2 : Prostaglandin F2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pematangan serviks dan induksi persalinan adalah suatu prosedur umum yang
digunakan pada praktek kebidanan secara luas di seluruh dunia. Semua
kehamilan akan menuju pada suatu keadaan aterm dan proses persalinan akan
berlangsung secara spontan. Kenyataannya ada beberapa keadaan yang
membuat seorang ahli kebidanan untuk mempercepat proses persalinan dengan
mempertimbangkan keadaan ibu dan janin. 1,2
Pematangan serviks normalnya merupakan proses fisiologi dan termasuk kedalam
suatu proses biokimiawi yang kompleks. Tujuan dari pematangan serviks dan
induksi persalinan adalah untuk tercapainya proses persalinan secara spontan
dan mengurangi seksio sesarea.3
Penilaian serviks merupakan hal yang paling berpengaruh dalam keberhasilan
induksi persalinan. Sebelum dimulainya induksi persalinan, ada prosedur standar
yang harus dilakukan untuk menilai serviks, yaitu periksa dalam. Setelah kita
lakukan periksa dalam, serviks akan digolongkan ke dalam dua golongan yaitu,
matang dan belum matang (ripe atau unripe).
Sekitar setengah dari seluruh wanita yang menjalani induksi persalinan didapati
Teknik pematangan serviks dapat berupa metode farmakologi maupun non
farmakologi.3
Keberhasilan induksi persalinan tergantung dari kondisi serviks seperti konsistensi
dan konfigurasi serviks. Serviks yang tidak matang akan menimbulkan kesulitan
dalam induksi persalinan. Sangat diperlukan metode pematangan serviks yang
sederhana dan efisien sebelum induksi persalinan .
Dijumpai berbagai macam metode dari pematangan serviks dengan keuntungan
dan kerugiannya, antara lain dengan pemberian oksitosin, prostaglandin,
prostaglandin analog, penggunaan herba dan minyak kastor, atau metode
mekanik seperti penggunaan kateter foley, dan metode yang lainnya. Oksitosin
dan prostaglandin merupakan salah satu agen yang paling sering digunakan
dalam pematangan servik maupun induksi persalinan. Bahan prostaglandin telah
banyak digunakan dalam pematangan serviks dan induksi persalinan (PGE2 gel
intraservikal atau PGE2 pessarium vagina), tetapi mahal dan tidak stabil.1
Pada tahun-tahun terakhir ini, misoprostol yang merupakan suatu sintetik PGE1
analog, telah digunakan dalam pematangan serviks pada kehamilan. Keuntungan
dari penggunaan misoprostol termasuk lebih efektif, murah biayanya, stabil pada
suhu ruangan dan mudah pemberiannya baik diberikan secara oral, intravaginal
ataupun rektal.4,5 Penelitian pertama dari penggunaan misoprostol dalam
pematangan serviks adalah di negara Afrika Selatan. Penelitian berikutnya
dengan obat lain yang sering digunakan dalam pematangan serviks, termasuk
oksitosin dan prostaglandin.4
Fletcher dkk (1993) melaporkan bahwa misoprostol merupakan metode yang
efektif dan murah dalam melakukan pematangan serviks.6 Begitu juga Ekele dkk
(2007) dalam penelitiannya terhadap 151 pasien di Usmanu Danfodiyo University
Teaching Hospital Nigeria menemukan bahwa misoprostol aman dan efektif
digunakan dalam pematangan serviks dan induksi persalinan dengan angka
terjadinya persalinan normal sebesar 96%.7
Di negara berkembang, tindakan pematangan serviks yang sering dilakukan
adalah dengan pemakaian kateter foley intraservikal. Metode ini mudah dilakukan
dan murah biayanya. Teknik ini telah terbukti aman, efektif dan tidak mahal serta
kemungkinan terjadinya infeksi tidak lebih besar dari angka kejadian infeksi di
rumah sakit jika tindakan aseptik dilakukan.8
Cromi A dkk (2007) melakukan penelitian terhadap 602 wanita yang
menggunakan katetey foley dalam pematangan serviks mendapatkan bahwa
kateter foley aman digunakan untuk pematangan serviks tanpa peningkatan resiko
infeksi pada ibu dan bayi .9
1.2. PERUMUSAN MASALAH
Induksi persalinan tanpa serviks yang matang akan meningkatkan angka
kegagalan induksi persalinan dan angka kejadian seksio sesarea. Berbagai
penggunaan misoprostol intravaginal ataupun dengan penggunaan kateter foley
intraservikal. Bagaimanapun juga, tidak ada suatu metode pematangan serviks
yang secara meyakinkan memudahkan proses persalinan atau memperbaiki
luaran perinatal. Dalam penelitian ini ingin dibuktikan apakah penggunaan
misoprostol intravaginal untuk pematangan serviks yang dikuti dengan induksi
persalinan dengan mengunakan oksitosin lebih efektif dalam persalinan dan
mengurangi angka seksio sesarea dibandingkan dengan penggunaan kateter
foley intraservikal.
Jindal dkk (2007) dalam penelitiannya yang membandingkan antara misoprostol
intravaginal dan kateter foley yang dilanjutkan dengan pemberian oksitosin
melaporkan bahwa misoprostol intravaginal merupakan bahan yang tidak mahal,
memiliki efektivitas yang tinggi dan mudah diberikan dalam pematangan serviks
dan induksi persalinan.10
1.3. HIPOTESA
Penggunaan misoprostol intravaginal untuk pematangan serviks sebelum induksi
persalinan lebih efektif dan mengurangi angka seksio sesarea dibandingkan
dengan penggunaan kateter foley intraservikal.
1.4. TUJUAN PENELITIAN
1.4.1. Tujuan umum
Untuk membandingkan efektifitas misoprostol intravaginal dengan kateter foley
untuk pematangan serviks sebelum induksi persalinan sehingga dapat
1.4.2. Tujuan khusus
1. Untuk membandingkan angka keberhasilan terjadinya partus spontan
antara penggunaan misoprostol intravaginal dan kateter foley.
2. Untuk menilai efektivitas antara misoprostol intravaginal dan kateter foley
dalam pematangan serviks .
3. Untuk membandingkan interval antara waktu dimulainya induksi persalinan
sampai terjadinya proses persalinan antara penggunaan misoprostol
intravaginal dengan kateter foley intraservikal.
4. Untuk menilai luaran ibu dan bayi antara pengunaan misoprostol
intravaginal dan kateter foley.
1.5. MANFAAT PENELITIAN
1. Penelitian ini dapat memperjelas peranan misoprostol sebagai salah satu
metode pematangan serviks sebelum induksi persalinan dan dapat menjadi
salah satu landasan atau pedoman untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
2. Jika efektifitas penggunaan misoprostol terbukti sebagai salah satu obat yang
dapat digunakan dalam pematangan serviks, diharapkan dapat diusulkan
penggunaannya di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan dan RSUD Dr.
Pirngadi Medan untuk kasus-kasus yang memenuhi kriteria yang sesuai
dengan penelitian ini hingga nantinya dapat menjadi salah satu alternatif obat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PEMATANGAN SERVIKS
2.1.1. DEFINISI
Pematangan serviks adalah merupakan suatu metode yang digunakan baik
dengan metode farmakologi maupun metode yang lainya untuk melunakkan,
mendatarkan, dan atau mendilatasi dari serviks. Pematangan serviks bukanlah
bertujuan untuk meng-inisiasi persalinan tetapi untuk meningkatkan kesuksesan
dari induksi persalinan.11
Pematangan serviks merupakan suatu kondisi prapersalinan yang
memperlihatkan perubahan gambaran konfigurasi serviks baik secara biokimia,
fisik dan histologi sehingga serviks mengalami perubahan bentuk dan konsistensi.
2.1 .2.PENILAIAN SERVIKS
Penilaian serviks merupakan hal yang paling berpengaruh dalam keberhasilan
induksi persalinan. Sebelum dimulainya induksi persalinan, ada prosedur standar
yang harus dilakukan untuk menilai serviks, yaitu periksa dalam. Setelah kita
lakukan periksa dalam, serviks akan digolongkan ke dalam dua golongan yaitu,
matang dan belum matang.
Lebih dari 12 macam skor pelvik maupun skor serviks yang telah dikemukakan
pada 70 tahun terakhir ini, yang pada akhirnya Bishop pada tahun 1964
bertujuan untuk induksi persalinan melalui penelitian yang dilakukan pada
wanita-wanita multipara, usia kehamilan di atas 36 minggu dan janin letak kepala. Skor ini
berdasarkan 5 kriteria klinik, yaitu pembukaan, pendataran, penurunan kepala,
konsistensi serviks dan posisi serviks. Setiap itemnya diberi poin 0 – 3, hasil akhir
dari jumlah poin tersebut dihubungkan dengan tabel skoring. Penemuan Bishop ini
kemudian di modifikasi oleh Burnett yang sampai saat ini digunakan secara luas
di dunia kedokteran.2
Tabel 1. Skor Pelvik Menurut Bishop1,2,12,13,14
S K O R 0 1 2 3
Pendataran serviks 0 – 30% 40 – 50% 60 – 70% > 80%
Pembukaan serviks 0 1 – 2 3 – 4 5 – 6
Penurunan kepala diukur dari
bidang Hodge III (cm)
-3 -2 -1.0 +1 +2 +3
Konsistensi serviks Keras Sedang Lunak
Posisi serviks Sakral Axial Anterior
Catatan : - 3 = enggaged ; + 3 = on the perineum
Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai nilai yang diperoleh dengan
menggunakan skor Bishop, beberapa peneliti berpendapat bahwa bila di peroleh
nilai Bishop dibawah 6, diperlukan usaha untuk pematangan serviks sebelum
dilakukan induksi persalinan.1,2,13,14
Di Indonesia, umumnya kita memakai batasan angka 5 untuk penilaian pelvik
dan memerlukan tindakan pematangan serviks sebelum melanjutkan prosedur
induksi persalinan.1,3,12
Gambar 1.Proses pematangan serviks(dikutip dari 12)
2.2. METODE PEMATANGAN SERVIKS
Pematangan serviks dilakukan sebelum dilakukannya induksi persalinan bila
didapat nilai skor pelvik < 5. Beberapa metode yang umumnya dilakukan pada
proses pematangan serviks ini mencakup metode farmakologi dengan
menggunakan oksitosin, prostaglandin, prostaglandin analog yaitu misoprostol,
mifepriston dan relaksin, metode non farmakologi seperti ramuan
tumbuh-tumbuhan, minyak kastor, aktifitas seksual, stimulasi payudara dan akupuntur,
metode mekanik seperti batang laminaria dan balon kateter dan metode surgikal
seperti striping of the membrane, amniotomi dan injeksi hyaluronidase.1,12,15 Dari
beberapa cara metode non farmakologi, hanya metode mekanik dan metode
surgikal yang telah terbukti keefektifannya dalam pematangan serviks.1
a. Metode Farmakologi
1. Misoprostol
1.1. Farmakologi
Misoprostol merupakan sintetik dari prostaglandin E1 analog yang aslinya
digunakan untuk penanganan tukak lambung. Obat ini mempunyai nama
kimia (±) metil 11 alfa, 16-dihidrokdi-16 metil-9 oksoprost-13 E-en-1-oate,
dengan rumus empiris C22H38O5dan bersifat larut dalam air.1,16,17,18
Gambar 2. Struktur kimiawi misoprostol (dikutip dari 16)
Misoprostol pada awalnya tidak digunakan sebagai obat pada saat
kehamilan, tetapi pada perkembangannya penggunaan obat tersebut
diketahui dapat menyebabkan kontraksi uterus pada awal kehamilan dan
pada beberapa penelitian telah digunakan untuk induksi abortus,
pematangan serviks dan pengobatan terhadap perdarahan pasca
persalinan.Para dokter dapat menggunakan obat ini dengan terlebih dahulu
Misoprostol stabil pada suhu kamar dan stabil terhadap cahaya.
Misoprostol memiliki banyak keunggulan dan mudah dipergunakan,
terutama jika dibandingkan dengan preparat prostaglandin lainnya,
misoprostol relatif murah, stabil, mudah disimpan dan cepat diabsorbsi
sehingga banyak penelitian dilakukan berkaitan dengan penggunaannya di
bidang obstetri dan ginekologi.19,20,21
1.2. Farmakokinetik dan farmakodinamik
Misoprostol dapat dijumpai dalam bentuk tablet dengan 2 sediaan yaitu 100
g dan 200 g. Misoprostol dapat diberikan secara vaginal, oral, sublingual,
bukal maupun rektal. 16.17,18,19,20,21
Pada pemberian secara oral, misoprostol dengan cepat akan diabsorbsi
dan akan diubah menjadi metabolisme yang aktif yaitu asam misoprostol.
Konsentrasi plasma asam misoprostol akan meningkat cepat dan
mencapai puncaknya dalam waktu 12 menit serta paruh waktunya 20-30
menit.17,21
Pada pemberian secara intravaginal, misoprostol diletakkan pada forniks
posterior dimana konsentrasi plasma dari asam misoprostol akan mencapai
puncaknya dalam waktu 60-70 menit dan akan berkurang secara
perlahan-lahan. Pemberian misoprostol intravaginal akan menimbulkan puncak
konsentrasi plasma yang lebih lambat dibandingkan pemberian secara oral,
klinis, dosis optimal dan interval dari pemberian misoprostol intravaginal
adalah 25 - 50 g setiap 4 – 6 jam ke dalam forniks posterior vagina.1,15,17,20
Penggunaan misoprostol lokal intravaginal secara farmakologisnya masih
belum jelas, namun diperkirakan adanya beberapa akses langsung ke
miometrium via kanalis servikalis atau melalui mekanisme transfer alir balik
obat yang panjang dari pleksus vena perivaginal ke arteriol uterus.19
Pada pemberian secara intravaginal, efek misoprostol terhadap saluran
reproduksi akan meningkat, dan efeknya terhadap saluran gastrointestinal
akan berkurang.19
Teknik pemberian misoprostol dapat dilihat pada tabel berikut ini :
TABEL 2 (dikutip dari 1)
Technique for Intravaginal Application of Misoprostol Tablet
Place one fourth of a tablet misoprostol intravaginally, without the use of any gel (gel may prevent the tablet from dissolving).
The patient should remain recumbent for 30 minutes.
Monitor FHR and uterine activity continiously for at least three hours after the last misoprostol dose.
When oxytocin augmentation required, a minimum interval of three hours is recommended after the last misoprostol dose.
Not recommended for cervical ripening in patients who have uterine scar.
Misoprostol yang diberikan secara sublingual dapat digunakan dalam
20 menit ketika diletakkan dibawah lidah dan konsentrasi akan mencapai
puncaknya dalam waktu 30 menit. Setelah pemberian 400 µg, puncak
konsentrasi misoprostol akan lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian
secara oral dan intravaginal, dikarenakan absorpsi yang cepat melalui
mukosa dan tidak melewati first-pass metabolisme melalui hepar.17
Pemberian secara bukal merupakan cara yang lain dalam pengggunaan
misoprostol. Obat ini diletakkan antara gigi dan pipi sehinga
memudahkannya untuk diabsorpsi melalui mukosa mulut. Pemberian
secara bukkal efektif diberikan pada tindakan abortus dan pematangan
serviks.17
Pemberian secara rektal akhir-akhir ini digunakan pada perdarahan paska
persalinan. Konsentrasi plasma dari asam misoprostol akan mencapai
puncaknya dalam waktu 40-65 menit, walaupun dalam penelitian lain
dinyatakan bahwa konsentrasi akan mencapai puncaknya dalam waktu 20
menit.17
Zieman dkk penelitiannya melaporkan bahwa bioavailabilitas sistemik
pemberian misoprostol pervaginam tiga kali lebih tinggi daripada pemberian
misoprostol per oral.20
Bioavailabilitas dari misoprostol akan menurun jika diberikan bersama
dengan antasida dosis tinggi dan bila diberikan bersamaan dengan diet
Misoprostol dimetabolisme di hepar dan kurang dari 1% metabolisme
aktifnya dibuang melalui urine. Pasien dengan gangguan hepar harus
menerima dosis yang lebih rendah, dan penyesuaian dosis tidak diperlukan
pada pasien dengan gangguan ginjal yang tidak memerlukan dialisa.
Misoprostol tidak mengganggu sistem metabolisme sitokrom P 450, suatu
sistem metabolisme yang terbesar yang terdapat di hati sehingga ia tidak
mempengaruhi metabolisme obat lainnya.20,21
Namun pada cara pemberian misoprostol intravaginal kadarnya dalam
plasma akan menurun juga secara perlahan. Sehingga sampai 4 jam, kadar
misoprostol dalam plasma masih bertahan sekitar 61%. Hal ini dapat terjadi
karena pada pemberian intravaginal tidak terjadi metabolisme prasistemik
oleh sistem pencernaan atau hati, seperti pada pemberian peroral.20,21
Pada kasus-kasus kematian janin dalam kandungan (KJDK) dapat
diberikan misoprostol intravaginal dengan dosis sebanyak 100 g setiap 12
jam dan menunjukkan hasil yang baik dan efek samping yang minimal.20,21
Efek dari misoprostol terhadap saluran reproduksi akan meningkat, dan
efek sampingnya terhadap saluran pencernaan akan berkurang bila
misoprostol diberikan secara intravaginal.19,20,21
Bioavailabilitas misoprostol pada janin belum didapatkan data yang pasti.
Dosis toksik misoprostol pada manusia masih belum diketahui secara
dengan tingkat insuffisiensi ginjal sehingga pengaturan dosis tidak
diperlukan dalam hubungannya dengan gangguan ginjal.20
1.2. Efek Samping
Efek samping misoprostol yang sering dilaporkan adalah mual, muntah,
diare, nyeri perut, demam, dan menggigil. Efek samping ini tergantung dari
dosis yang diberikan. Walaupun prostaglandin lainnya (prostaglandin E2
dan prostaglandin F2 ) dapat menyebabkan infark miokard dan
bronkospasme, misoprostol tidak menimbulkan gangguan tersebut.20,21
Dosis yang tinggi ataupun interval yang dipendekkan berhubungan dengan
tingginya efek samping dari misoprostol itu sendiri terutama gejala
hiperstimulasi yang ditandai dengan kontraksi yang bertahan lebih dari 90
detik atau dijumpainya lebih dari 5 kontraksi per 10 menit. Resiko ini juga
termasuk tachisistole yang ditandai dengan adanya 6 atau lebih kontraksi
pada evaluasi per 10 menit dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut, serta
hipersistole yaitu kontraksi tunggal yang terjadi minimal 2 menit selama 10
menit.1,2,19,20,21
Rafaey menemukan 62% efek samping menggigil dan Amant menemukan
42% pada subjek penelitiannya.22,23 Sementara Hofmeyr hanya
menemukan 19% pada subjek penelitiannya.24 Refaey juga melaporkan
efek samping gastrointestinal seperti 40% pada pemberian misoprostol 800
g, 31% pada pemberian 400 g. Diare terjadi pada pemberian misoprostol
Lumbiganon dkk melaporkan efek samping menggigil dan pireksia sering
terjadi pada pemberian misoprostol 600 g (28% dan 7,5%) dibandingkan
dengan pemberian misoprostol 400 g (19% dan 2%) dan oksitosin (12,5%
dan 3%). Efek samping menggigil pada pemakaian misoprostol 600 g
adalah yang tertinggi.25
Amant dan Refaey pada penelitiannya juga melaporkan pengaruh
misoprostol terhadap perubahan tekanan darah. Dari penelitian keduanya
dilaporkan bahwa tekanan darah sistolik maupun diastolik sebelum dan
sesudah melahirkan pada pemberian misoprostol tidak bermakna baik
secara klinis maupun statistik.22,23
1.3. Efek teratogenik
Mengue dkk (1998) melaporkan sebanyak 2,2% bayi baru lahir telah
terpapar dengan misoprostol, sedangkan Costa dan Vessey (1993)
melaporkan sebanyak 11% janin intrauterin yang terpapar misoprostol
mendapatkan efek teratogenik berupa defek anggota gerak dan sindroma
Mobius (paralisis nervus fasialis) akibat gangguan pembekuan darah tetapi
tidak ditemukan sebab akibat yang mutlak.19,26
Efek paparan misoprostol prenatal sulit dinilai. Di Brazil, sindroma Mobius
tidak terdaftar dalam kelainan lahir dan insidensinya dalam populasi umum
tidak diketahui.27 Pastuszak dkk (1998) menemukan adanya hubungan
kuat antara misoprostol dan sindroma Mobius, sedangkan Schuller dkk
Penelitian yang dilakukan oleh The Latin American Collaborative Study of
Congenital Malformation tahun 2000, dari 4673 bayi dengan malformasi
kongenital dan 4980 bayi sebagai kontrol, mencatat adanya peningkatan
malformasi kongenital yaitu transverse limb defects, ring-shaped
constrictions of extremities, arthrogryposis, hyrdrocephalus,
holoprosencephaly, dan extrophy of the bladder, tetapi bukan sindroma
Mobius, pada bayi yang terpapar dengan misoprostol selama kehamilan.19
2. Oksitosin
Oksitosin pertama kali disintesis oleh du Vigneaud (1950) dari senyawa
okta-peptida dan sampai saat ini dipergunakan secara luas untuk induksi
persalinan.15 Secara fisiologi, persalinan yang distimulasi dengan oksitosin
sama kerjanya dengan persalinan alamiah walaupun sensitivitas dan
respon individual terhadap oksitosin ini berbeda-beda. Berdasarkan
farmakologinya, oksitosin sintetik memberikan respon pada uterus 3 – 5
menit setelah masuk ke dalam tubuh dan dapat bertahan pada plasma
selama 40 menit.29
Oksitosin mempunyai banyak keuntungan, kuat dan mudah digunakan,
mempunyai waktu paruh yang pendek ( 1-5 menit) dan secara umum
ditoleransi dengan baik. Dosis berkaitan dengan efek yang ditimbulkan,
oleh karena oksitosin hampir sama dengan struktur vasopresin, dapat
menyebabkan anti diuretikum, dimana bila diberikan dalam dosis tinggi (40
mU/menit) dapat menyebabkan intoksikasi cairan, hiperstimulasi uterus
rate (FHR) monitoring yang berkesinambungan. Apabila timbul masalah
pada FHR, dosis oksitosin dapat dipelankan atau bahkan dapat dihentikan
sama sekali. Lalu posisi ibu diubah menjadi miring, pemberian oksigen dan
pemberian cairan.2,21
3. PGE2
Dinoprostol (PGE2) dapat diberikan secara intravaginal maupun
intraservikal merupakan obat yang secara luas digunakan untuk
pematangan serviks maupun induksi persalinan. Ada 2 bentuk sediaan
Dinoprostol yang beredar di pasaran, yaitu Prepidil Gel yang mengandung
0,5 mg Dinoprostol, sedangkan Cervidil mengandung 10 mg
Dinoprostol.12,29 Efek samping yang paling sering timbul dari pemakaian
Tabel 3. Cara pematangan serviks dengan metode farmakologi (dikutip
Cervidil 10mg will release 0.3mg /3hr remove after 12 hours
or
****Misoprostol 25mcg-50mcg per/vagina (¼ to ½ tab)
***May start with higher dose for IUFD
Bishop score < 5
Initiate Pitocin for augmentation or induction of labor
4. Mifepriston
Mifepriston adalah suatu sintetik steroid anti progesteron oral yang
mengandung anti glukokortikoid. Progesteron mencegah kontraksi uteri,
Hanya sedikit informasi yang dapat menerangkan mengenai luaran bayi
dan efek samping pada ibu dengan memakai preparat ini. Sediaan dari
preparat ini adalah tablet yang mengandung 200 mg zat aktif anti
progesteron.30
5. Relaksin
Relaksin merupakan hormon polipeptida yang dihasilkan dari korpus
luteum, desidua dan korion manusia. Polipeptida ini telah diteliti pada
manusia, dengan menggunakan relaksin porcine yang telah dijernihkan 1-4
mg pada gel pervaginal atau endoserviks. Belum ada penelitian dalam
menentukan nilai pematangan untuk serviks yang belum matang dan untuk
induksi persalinan tanpa stimulasi aktivitas uterus. Dari penelitian terhadap
penggunaan relaksin ini, menunjukkan bahwa dosis 1-4 mg tidak
menyebabkan toksisitas maternal ataupun fetal. Penggunaan relaksin
sampai saat ini masih dalam percobaan klinis, sehingga untuk sementara
penggunaannya masih belum dianjurkan.1,31,32
c. Metode Non Farmakologi
Yang termasuk dalam metode non farmakologi adalah :
1. Ramuan tumbuh-tumbuhan
Beberapa suplemen yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang diracik
sedemikian rupa untuk penggunaan pematangan serviks ini paling banyak
digunakan oleh para bidan. Umumnya yang digunakan adalah evening
primerose oil, black haw, black and blue cohosh dan red raspberry leaves,
proses pematangan serviks tetapi dipercaya selama bertahun-tahun untuk
mempersiapkan seorang wanita dalam proses persalinan serta
menimbulkan kontraksi uterus. Segala resiko dan keuntungan dari
bahan-bahan diatas tidak diketahui oleh karena tidak bukti medis yang
mendukung.1
2. Minyak Kastor
Penggunaan minyak kastor juga direkomendasikan sebagai salah satu cara
pematangan serviks pada masa yang lalu. Mekanisme dari metode ini
sampai sekarang masih belum jelas. Ada sebuah literatur yang meneliti 100
wanita sukarelawan yang mendapat minyak kastor dibandingkan yang tidak
mendapat terapi. Tidak terdapat perbedaan pada keadaan obstetrik
maupun hasil luaran bayi, dari wawancara, para partisipan yang
mendapatkan minyak kastor mengalami mual-mual dan rasa tidak
nyaman.1
3. Aktifitas seksual
Aktifitas seksual secara umum digunakan untuk memulai suatu inisiasi
persalinan. Aktifitas seksual ini biasanya mencakup stimulasi pada daerah
payudara, dimana hal tersebut dapat merangsang pengeluaran oksitosin.
Dengan adanya penetrasi segmen bawah uterus terstimulasi yang
menyebabkan pengeluaran prostaglandin. Orgasme pada wanita juga
dapat menyebabkan kontraksi uterus dan semen pada pria mengandung
prostaglandin yang mempunyai peranan penting pada pematangan
4. Masase Payudara
Pemijatan payudara serta stimulasi puting susu menyebabkan pengeluaran
oksitosin dari hipofise posterior sehingga terjadi kontraksi uterus.1,31 Metode
ini dilakukan dengan memasase ringan pada salah satu puting susu atau
daerah areolar mammae dengan jari ibu. Untuk menghindari lecet pada
daerah tersebut maka sebaiknya diberikan minyak pelicin (baby oil).
Lamanya tiap kali melakukan masase ini dapat berlangsung ½ sampai 1
jam kemudian istirahat beberapa jam dan kemudian dilakukan kembali.
Sehingga dalam satu hari maksimal dilakukan 3 jam. Tidak dianjurkan
untuk melakukan tindakan ini pada kedua payudara secara bersamaan,
karena ditakutkan terjadinya perangsangan yang berlebihan.1,14
5. Akupuntur
Teknik daripada akupuntur adalah menusukkan jarum yang sangat halus
pada beberapa lokasi yang bertujuan untuk pencegahan dan pengobatan
penyakit. Pada sistem pengobatan tradisional Cina akupuntur dianggap
menstimulasi saluran qi (diucapkan ”chee”) atau energi. Aliran energi ini
mengalir sepanjang 12 meridian dengan titik-titik tertentu sepanjang
meridian ini. Setiap titik diberi nama dan nomor dan dihubungkan dengan
sistem organ tertentu. Pada pengobatan barat, dianggap bahwa akupuntur
dan stimulasi syaraf transkutan (TENS) dapat merangsang pelepasan
prostaglandin dan oksitosin. Kebanyakan penelitian yang melibatkan
akupuntur tidak baik dalam metodologi penelitiannya dan tidak memenuhi
kriteria untuk analisis. Diperlukan uji klinis acak untuk mengevaluasi peran
d. Metode Mekanik
Metode mekanik telah berkembang selama bertahun-tahun dalam melakukan
pematangan serviks sebelum dilakukan induksi persalinan. Hampir semua cara
mekanik dalam pematangan serviks mempunyai cara kerja yang sama yaitu
menstimulasi pelepasan prostaglandin. Banyak faktor resiko yang dihubungkan
dengan metode ini, termasuk infeksi, perdarahan, ruptura membran, dan
plasenta disruption. Yang termasuk dalam metode mekanik yaitu :
1. Laminaria
Merupakan higroskopik dilator, yang berfungsi untuk mengabsorbsi cairan
pada endoserviks dan jaringan sekitarnya. Alat ini dapat menyebabkan
dilatasi pada endoserviks. Produk ini dapat berupa dilator yang alami dari
batang laminaria japonicum ataupun yang sintetik.1,30,32
2. Balon kateter
Ahli obstetri telah menggunakan balon kateter selama lebih dari 100 tahun
untuk induksi persalinan. Barnes, pada pertengahan abad ke-19,
merupakan orang yang pertamakali menggambarkan penggunaan balon
kateter untuk pematangan serviks. Semenjak itu, beberapa variasi dari
penggunaan balon kateter tersebut telah dikembangkan. Akhir – akhir ini
pemasangan foley kateter pada intraservikal merupakan cara yang efektif
untuk proses pematangan serviks.1 Pada saat ini yang paling banyak
digunakan adalah kateter foley dengan ukuran balon 25-50 ml. Dari
berbagai penelitian, ukuran kateter foley yang paling banyak disarankan
kemudian dimasukkan kedalam serviks sampai balon dari kateter melewati
ostium uteri internum dari serviks selama waktu 8-12 jam. 32,33,34,35
Gambar 3. Cara pemasangan kateter foley (dikutip dari 35)
Pematangan serviks dengan cara ini diduga dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain adanya tekanan mekanis balon kateter tersebut sehingga
selaput ketuban dari segmen bawah rahim (SBR) terlepas, akibatnya
lisosom dalam sel-sel desidua akan terlepas, sehingga enzim litik akan
dibebaskan diantaranya fosfolipase A yang berpengaruh dalam
pembentukan asam arakidonat dari fosfolipid, sehingga terjadi peningkatan
pembentukan prostaglandin. Bahan yang terbentuk ini akan menyebabkan
perubahan fisik dan biokimiawi pada serviks dan disertai adanya tekanan
mekanis akan membuat serviks menjadi semakin matang.4,5,11,3,37Beberapa
Teknik untuk pemasangan kateter foley dapat dilihat pada tabel berikut:
TABEL 4 (dikutip dari 1)
Technique for Placement of Balloon Dilators
The catheter is introduced into the endocervix by direct visualization or blindly by locating the cervix with the examining fingers and guiding the catheter over the hand and fingers through the endocervix and into the potential space between the amniotic membrane and the lower uterine segment.
The balloon reservoir is inflated with 30 to 50 mL of normal saline.
The balloon is retracted so that it rests on the internal os.
Additional steps that may be taken:
• Apply pressure by adding weights to the catheter end.
Constant pressure: attach 1 L of intravenous fluids to the catheter end and suspend it from the end of the bed.
Intermittent pressure: gently tug on the catheter end two to four times per hour.
• Saline infusion12:
Inflate catheter with 40 mL of sterile water or saline.
Infuse sterile saline at a rate of 40 mL per hour using an infusion pump. Remove six hours later or at the time of spontaneous expulsion or rupture of membranes (whichever occurs first).
• Prostaglandin E2 infusion14
Pemasangan balon kateter merupakan kontraindikasi terhadap plasenta
previa ataupun perdarahan antepartum. Kontraindikasi relatif lainnya
Menurut beberapa ahli, kateter foley disebutkan memiliki keuntungan yang
lebih signifikan bila dibandingkan dengan preparat prostaglandin.1
Kenyataan inilah yang menyebabkan pemakaian foley kateter dalam proses
pematangan serviks menjadi meningkat. Penggunaan kateter balon dan
obat farmakologi secara bersamaan telah menunjukkan keefektifan dalam
pematangan serviks.36
Beberapa penelitian melaporkan efek samping dari pematangan serviks
dengan menggunakan kateter foley, yang paling sering dijumpai adalah
demam intrapartum atau postpartum dan perdarahan pervaginam setelah
pemasangan kateter foley. Efek samping yang paling jarang ditemukan
adalah ketuban pecah dini ataupun prolapsus tali pusat. 36
Akhir-akhir ini, extra-amniotic saline infusion (EASI) merupakan modifikasi
yang sukses dari kateter balon dalam pematangan serviks. Dari 13
penelitian dimana kateter balon digunakan untuk pematangan serviks
dengan atau tanpa EASI melaporkan bahwa metode ini dapat menambah
skor Bishop dan mengurangi jarak dari induksi sampai persalinan.13,36
e. Metode Surgikal
1. Striping of the membran
Striping of the membran dapat meningkatkan aktifitas dari phospolipase A2
dan prostaglandin F2 (PGF 2 ) yang diketahui dapat menyebabkan
dilatasi pada serviks dan menstimulasi prostaglandin.1,16 Caranya adalah
dengan memasukkan jari telunjuk melalui serviks sehingga menyentuh
untuk melepaskan membran yang menempel pada segmen bawah
rahim.1,3,16 Resiko dari tindakan ini adalah infeksi, perdarahan, pecah
ketuban secara tiba-tiba dan rasa ketidaknyamanan pada pasien. Dari
review Cochrane, striping of the membrane sendiri tidak banyak
memberikan efek klinis yang bermakna, tetapi bila digunakan sebagai
tambahan terapi pada pemakaian oksitosin dapat mempercepat persalinan
spontan.1,3
2. Amniotomi
Amniotomi artifisialis dilakukan dengan cara memecahkan selaput ketuban
baik di bagian depan (fore water) maupun di bagian belakang (hind water)
dengan suatu alat khusus (drewsmith catheter Mc Donald klem).31
Beberapa teori mengemukakan bahwa :
o Amniotomi dapat mengurangi beban rahim sebesar 40% sehingga
tenaga kontraksi rahim dapat lebih kuat membuka serviks.
o Amniotomi menyebabkan berkurangnya aliran darah di dalam rahim
kira-kira 40 menit setelah amniotomi dikerjakan, sehingga
berkurangnya oksigenasi otot rahim dan keadaan ini meningkatkan
kepekaan otot rahim.
o Amniotomi menyebabkan kepala dapat langsung menekan dinding
serviks dimana didalamnya banyak terdapat saraf-saraf yang
merangsang kontrraksi rahim.31
Amniotomi telah terbukti dapat meningkatkan produksi prostaglandin.
kompresi funikuli, infeksi pada ibu dan janin, deselerasi DJJ, perdarahan
pada plasenta previa atau plasenta letak rendah dan juga dapat
menyebabkan luka pada janin.1,13 Bila setelah dilakukan amniotomi
dikerjakan, 6 jam kemudian, belum ada tanda-tanda permulaan persalinan
maka harus diikuti dengan cara-cara lain untuk merangsang persalinan ,
misalnya dengan infus oksitosin.1,31 Amniotomi ini sendiri dapat menjadi
prosedur induksi persalinan terutama pada keadaan serviks sudah matang
(skor pelvik >5). Metode amniotomi sendiri untuk induksi persalinan secara
signifikan lebih berhasil apabila digabungkan dengan pemberian oksitosin.
3. Hyaluronidase
Hyaluronidase Acid (HA) merupakan salah satu glikosaminoglikan yang
paling penting dalam proses pematangan serviks. Seperti yang kita ketahui,
konsentrasi HA meningkat sehubungan dengan onset persalinan. HA
mempunyai kemampuan untuk menarik molekul air yang dapat
menyebabkan perlunakan serviks.37
Baru-baru ini ditemukan, molekul HA dosis rendah yang dapat
menyebabkan neovaskularisasi dan produksi interleukin yang membantu
proses pematangan serviks. 37
Green dan Gupta menyatakan bahwa suntikan HA-ase intraservikal dapat
menurunkan persalinan ± 2 jam. Li melaporkan penggunaan suntikan
HA-ase sebelum induksi persalinan dapat meningkatkan Bishop skor dan
meningkatkan angka persalinan pervaginam.Metode ini dilakukan dengan
Lyophylized HA-ase diinjeksikan pada 2 tempat di serviks, yaitu posisi jam
6 dan jam 12.37
Para ahli berkesimpulan bahwa pemakaian intraservikal HA-ase
merupakan prosedur yang sederhana, relatif murah, efektif, metode yang
beresiko rendah untuk pematangan serviks, menurunkan waktu persalinan
dan meningkatkan kemungkinan persalinan pervaginam bahkan pada
wanita dengan riwayat seksio sesarea.37
2.3. INDUKSI PERSALINAN
2.3.1. DEFINISI
Induksi persalinan adalah suatu inisiasi kontraksi uterus sebelum timbulnya onset
persalinan spontan yang bertujuan untuk terjadinya persalinan.13 Tujuan induksi
persalinan adalah untuk mempermudah persalinan pervaginam dengan
merangsang kontraksi uterus sebelum terjadinya persalinan spontan. Umumnya
induksi persalinan menjadi pilihan terapi apabila keuntungan untuk mempercepat
persalinan lebih besar daripada resiko menunda persalinan. Keuntungan induksi
persalinan ini dititikberatkan pada resiko ibu dan janin.3
Induksi persalinan berbeda dengan akselerasi persalinan dimana pada akselerasi
persalinan, tindakan tersebut dilakukan pada wanita hamil yang telah inpartu.
Tindakan akselerasi ini sendiri mempunyai tujuan untuk meningkatkan frekuensi,
Menurut The National Center for Health Statistics, rata-rata keseluruhan induksi
persalinan di Amerika Serikat telah ,meningkat dari 90 per 1000 kelahiran hidup
pada 1989 menjadi 184 per 1000 kelahiran hidup pada 1997. Di Australia, pada
tahun 2002 sebanyak 26,6% wanita hamil mendapat tindakan induksi persalinan.3
Berbagai metode mekanik dan farmakologi telah digunakan dalam induksi
persalinan, dan tidak ada satupun metode atau agen yang sesuai terhadap semua
situasi klinis. Untuk kondisi klinis tertentu seperti preeklampsia berat, induksi
persalinan harus dilakukan. Untuk kondisi yang lain, perbandingan antara resiko
terhadap dilanjutkannya kehamilan terhadap resiko dilakukannya induksi
pesalinan belumlah jelas sampai saat sekarang ini. Lebih lanjut, perbandingan
resiko tehadap keuntungan dari induksi persalinan mungkin dipengaruhi oleh
metode yang digunakan dalam induksi pesalinan. Induksi persalinan
membutuhkan pengawasan terhadap janin dan kontraksi uterus.3
Ada beberapa faktor klinis yang mempengaruhi pilihan dari induksi persalinan,
antara lain paritas, kondisi dari serviks, kondisi dari selaput ketuban, ada tidaknya
riwayat seksio sesarea pada persalinan sebelumnya. Paritas sangat penting
karena wanita yang telah melahirkan sebelumnya cenderung lebih sensitif
terhadap stimulasi obat-obatan. Kondisi dari serviks wanita dapat dinilai dari
pemeriksaan dalam dan dinilai berdasarkan skor Bishop. 1,3,13,15 Ketika skor
Bishop mencapai 5, kemungkinan keberhasilan dalam persalinan pervaginam
semakin besar. Follow-up telah menunjukkan bahwa skor Bishop berhubungan
dengan persalinan lama atau induksi yang gagal dan perlu segera dilakukan
Idealnya, agen induksi persalinan harus menyerupai persalinan spontan dan
menghindari aktifitas uterus yang berlebihan. Bagaimanapun juga, karena
mekanisme yang mengontrol inisiasi dari proses persalinan belum dimengerti
secara pasti, Kekhawatiran yang utama dari induksi persalinan adalah persalinan
yang tidak efektif dan aktivitas uterus yang berlebihan. Kedua masalah tersebut
dapat menyebabkan meningkatnya resiko seksio sesarea. Aktifitas uterus yang
berlebihan digambarkan dengan adanya kontraksi yang berlebihan dari uterus
baik dari intensitas maupun frekuensi yang dapat menyebabkan gangguan dari
sirkulasi uteroplasenter dan akhirnya dapat menimbulkan penurunan oksigenasi
terhadap janin.14
Saat ini oksitosin merupakan bahan yang paling sering digunakan dalam induksi
persalinan.Metode-metode terbaru yang sedang dikembangkan adalah memakai
preparat anti progestin, estrogen, DHEAS, relaksin, dan nitrit oksida.1,34 Prinsip
yang mendasar, metode induksi yang paling sederhana dilakukan apabila serviks
sudah matang dan diharapkan persalinan dapat terjadi dalam beberapa jam
setelah induksi persalinan.34
2.4. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI PEMATANGAN SERVIKS DAN
INDUKSI PERSALINAN
Indikasi dari induksi persalinan harus dipertimbangkan dimana keuntungan dari
persalinan spontan lebih besar dibandingkan dengan resiko dari pematangan
serviks dan induksi persalinan terhadap ibu dan janin.13 Induksi persalinan
sebagai usaha untuk mempercepat terjadinya proses persalinan harus dilakukan
dan kontraindikasi induksi persalinan itu sendiri. Indikasi dan kontraindikasi dari
induksi persalinan juga merupakan indikasi dan kontra indikasi dari pematangan
serviks.
Salah satu indikasi utama dari pematangan serviks dan induksi persalinan adalah
kehamilan postdatisme dengan usia kehamilan 41 minggu. Indikasi yang lain
adalah termasuk ketuban pecah dini, IUGR, kondisi medis dari ibu (DM, gangguan
ginjal, hipertensi dalam kehamilan), sindroma anti fosfolipid, chorioamnionitis dan
KJDK. Indikasi utama dari induksi persalinan ini sendiri dalam 40 tahun terakhir
ini, dapat di kelompokkan menjadi indikasi ibu, indikasi janin, indikasi sosial
ataupun gabungan dari indikasi tersebut diatas, pengelompokan indikasi tersebut
dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini. 3,34
Tabel 5. Indikasi dari pematangan serviks dan induksi persalinan (dikutip dari 3)
Kontraindikasi pematangan serviks dan induksi persalinan :13,14,31
1. Malposisi dan malpresentasi janin
2. Insufisiensi plasenta
3. Panggul sempit
4. Disproporsi sefalopelvik
5. Cacat rahim
6. Gemelli
7. Distensi yang berlebihan ( hidramnion )
8. Plasenta previa
9. Tumor pelvis
10. Skor pelvik < 5, merupakan pengecualian oleh karena dapat dilakukan
proses pematangan serviks sebelumnya
Menurut ACOG, Practice Bulletin, Induction of Labor, 19993, ada beberapa kondisi
obstetri yang tidak bertentangan dengan induksi persalinan tetapi membutuhkan
perhatian lebih, antara lain :
1. Satu atau lebih persalinan dengan seksio sesaria low transverse insicion.
2. Presentasi bokong
3. Penyakit jantung ibu
4. Kehamilan multi janin
5. Polihidramnion
6. Bagian menonjol diatas pintu panggul dalam.
7. Hipertensi berat
8. Pola irama jantung janin tidak normal tetapi tidak membutuhkan persalinan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini adalah suatu uji klinis acak terkontrol (Randomized Controlled Trial)
yang membandingkan efektivitas antara penggunaan misoprostol intravaginal dan
kateter foley intraservikal untuk pematangan serviks.
3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr.
Pirngadi Medan. Penelitian dilakukan mulai November 2007 sampai jumlah
sampel tercapai.
3.3. SAMPEL PENELITIAN
Sampel penelitian adalah seluruh ibu hamil yang akan melahirkan di kamar
bersalin RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan yang memenuhi
kriteria penelitian (kriteria inklusi) mulai bulan November 2007 sampai jumlah
sampel tercapai.
3.4. JUMLAH SAMPEL
Besar sampel penelitian dihitung dengan memakai rumus :
2σ2 (Z1-α/2 + Z1-β ) 2
n1=n2 = ---
Keterangan:
n = besar sampel minimum
Z1-α/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α =5% 1,96
Z1-β = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada β =90% 1,28
σ2 = harga varians di populasi (1,5)
μ0-μa = perkiraan selisih nilai mean yang diteliti dengan mean di
populasi = 1,8 jam
Maka diperoleh :
2(1,5)2 (1,96 + 1,28 ) 2
n1=n2 = --- = 14,58
(1,8) 2
Dengan pembulatan maka diperoleh besar sampel 15 kasus.
3.5. KRITERIA SAMPEL
3.5.1.Kriteria Inklusi
1. Semua pasien hamil yang akan dilakukan terminasi terhadap
kehamilannya di kamar bersalin RSUP H. Adam Malik Medan dan
RSUD Dr. Pirngadi Medan.
2. Tidak ada riwayat seksio sesarea pada kehamilan sebelumnya.
3. Kehamilan dengan presentasi kepala.
3.5.2. Kriteria Eksklusi
1. Pasien hamil yang kontra indikasi untuk dilakukan pematangan serviks
dan induksi persalinan, yaitu :
Malposisi dan malpresentasi janin
Insufisiensi plasenta
Panggul sempit
Disproporsi sefalopelvik
Cacat rahim
Gemelli
Distensi yang berlebihan ( hidramnion )
Plasenta previa
Tumor pelvis
3.6. KERANGKA KONSEPSIONAL
Terminasi kehamilan
Misoprostol
Kateter foley
Skor pelvik/ pematangan serviks
Keberhasilan persalinan spontan
Waktu induksi sampai persalinan
Luaran neonatal
3.7. CARA KERJA
Pengumpulan data diperoleh dari penderita yang berkunjung ke Poliklinik Obstetri
atau yang berada di kamar bersalin yang memenuhi syarat-syarat penelitian yang
ditetapkan (kriteria inklusi), selanjutnya dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
1. Wawancara tentang identitas, riwayat kehamilan sekarang, maupun
riwayat kehamilan sebelumnya serta penyakit-penyakit yang pernah
dideritanya
2. Pasien selaku calon peserta penelitian diberi keterangan tentang tujuan
dan prosedur penelitian. Bila setuju, pasien dimintakan persetujuan
tertulisnya,bila tidak setuju pasien sebagai calon peserta penelitian
berhak menolak ikut dalam penelitian.
3. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan secara umum meliputi keadaan
umum, tanda-tanda vital, pemeriksaan fisik dan laboratorium rutin.
Pemeriksaan obstetrik yang lengkap meliputi pemeriksaan luar dan
pemeriksaan dalam dan dilakukan penilaian skor pelvik.
4. Pasien calon peserta penelitian ditatalaksanakan sesuai dengan nomor
random yang telah dibuat dengan menggunakan random secara blok.
5. Kemudian pasien dibagi kedalam kedua kelompok dimana kelompok I
mendapat misoprostol tablet 50 µg intravaginal yang diletakkan di dalam
kassa gulung dan diletakkan di forniks posterior dan kelompok II
dilakukan pemasangan kateter foley no.18 intraservikal dimana balon
kateter dikembangkan dengan diiisi cairan NaCl 0,9% sebanyak 30 cc,
untuk pematangan serviks.
6. Pada kelompok misoprostol, setelah 6 jam dilakukan penilaian ulang skor
kelompok dengan pemberian oksitosin 10 IU per drips fls pertama
dengan tetesan dimulai dari 4 tetes/menit kemudian dinaikkan jumlah
tetesan sebanyak 4 tetes tiap 15 menit sampai tercapai kontraksi yang
adekuat dengan jumlah tetesan maksimum adalah 40 tetes/menit.
7. Sedangkan pada kelompok kateter foley, setelah 12 jam dilakukan
penilaian ulang skor pelvik kemudian dilanjutkan dengan induksi
persalinan pada kedua kelompok dengan pemberian oksitosin 10 IU per
drips flask (fls) pertama dengan tetesan dimulai dari 4 tetes/menit
kemudian dinaikkan jumlah tetesan sebanyak 4 tetes tiap 15 menit
sampai tercapai kontraksi yang adekuat dengan jumlah tetesan
maksimum adalah 40 tetes/menit.
8. Pemberian oksitosin flask (fls) kedua dilanjutkan sampai terjadinya
persalinan dimana dosis oksitosin yang diberikan sebesar 10 IU dengan
jumlah tetesan 40 tetes/menit.
9. Induksi persalinan dikatakan gagal jika setelah pemberian oksitosin 10 IU
per drips sebanyak 2 fls belum terjadi persalinan atau selama pemberian
3.8. KERANGKA KERJA
Ibu yang akan bersalin di
RSUP H. Adam Malik
dan RSUD Dr. Pirngadi Medan.
Kriteria inklusi untuk pematangan serviks dan induksi persalinan
Pengambilan sampel secara acak
Pematangan serviks dengan kateter foley intraservikal
Pematangan serviks dengan misoprostol intravaginal
Gambar 5. Kerangka kerja
Induksi persalinan dengan oksitosin fls I Induksi persalinan dengan oksitosin fls I
3.9. BATASAN OPERASIONAL
1. Pematangan serviks : suatu mekanisme yang dilakukan terhadap serviks
dengan skor pelvik < 5 agar terjadi pematangan serviks sehingga dapat
dilakukannya induksi persalinan.
2. Induksi persalinan : suatu mekanisme yang dilakukan terhadap ibu hamil
yang belum inpartu untuk memulai suatu persalinan dengan
menstimulasi uterus.
3. Kateter Foley : suatu alat yang terbuat dari karet digunakan untuk
membantu proses berkemih, dapat digunakan untuk pematangan serviks
secara intraservikal.
4. Misoprostol : merupakan prostaglandin E1 yang digunakan untuk
gangguan gastrointestinal dan akhir-akhir ini dapat digunakan sebagai
suatu metode untuk pematangan serviks dan induksi persalinan yang
dapat diberikan secara oral, rektal dan vaginal.
5. Oksitosin : obat sintetik yang analog dengan hormon oksitosin yang
dihasilkan oleh hipofise posterior yang digunakan untuk menstimulasi
kontraksi uterus.
6. Persalinan : suatu proses mengeluarkan hasil konsepsi berupa janin dan
plasenta.
7. Kontraksi uterus (his) : gerakan otot uterus yang terjadi secara periodik
dalam proses persalinan, disebut adekuat bila tercapai kontraksi
sebanyak 4-6 kali dalam 10 menit dengan durasi 40-60 detik lamanya.
8. Skor pelvik : parameter yang digunakan untuk menilai kematangan
yaitu pembukaan, pendataran, penurunan kepala, konsistensi serviks
dan posisi serviks.
9. Seksio sesarea : proses persalinan dimana janin dan plasenta
dikeluarkan melalui abdomen
10. Fetal distress : gawat janin yang ditandai dengan denyut jantung janin >
180 kali/mnt atau < 100 kali/mnt.
11.Maternal distress : perburukan keadaan dari ibu yang dilihat dari
keadaan umum dan tanda vital dari ibu.
12. Gagal induksi : keadaan dimana telah selesai dilakukannya induksi
persalinan dengan oksitosin 10 IU per drips sebanyak 2 fls tetapi tidak
terjadi proses persalinan normal
13. Usia kehamilan : usia dari kehamilan ibu pada saat penelitian ini
dilakukan.
3.10. PENGUMPULAN DATA DAN ANALISA STATISTIK
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan disusun dalam bentuk tabel
serta dianalisa dengan uji statistik statistik t – independent, uji Mann-Whitney dan
uji Chi-Square menggunakan perangkat SPSS (Statistic Package for Social
Science) versi 15 dengan nilai kemaknaan P < 0,05..
3.11. ETIKA PENELITIAN
Semua peserta diberikan penjelasan mengenai tujuan, keuntungan dan kerugian
serta cara yang dilakukan pada penelitian ini, penelitian dilakukan setelah terdapat
persetujuan sukarela dari masing-masing peserta dengan menandatangani surat
Setiap peserta berhak mengetahui hasil pemeriksaan yang dilakukan
terhadapnya. Karena alasan apapun, peserta boleh menarik diri dari penelitian.
Penelitian ini telah disetujui oleh Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU/
RSUP H. Adam Malik Medan-RSUD Dr. Pirngadi Medan yan diteruskan dan
disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan FK-USU dengan No. 16/
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan 30 sampel yang memenuhi kriteria
penelitian, dengan randomisasi 15 sampel dimasukkan dalam kelompok
misoprostol dan 15 sampel dimasukkan dalam kelompok kateter foley.
Tabel 6.Sebaran kelompok kasus berdasarkan karakteristik subjek penelitian
antara kelompok misoprostol intravaginal dan kateter foley
intraservikal.
Tabel karakteristik diatas menyajikan sebaran kelompok berdasarkan karakteristik
dari kedua kelompok penelitian yaitu usia ibu, usia kehamilan, paritas dan
pendidikan ibu. Pada penelitian ini dapat kita lihat bahwa subjek penelitian pada
kelompok misoprostol terbanyak pada usia kurang dari 30 tahun, sedangkan pada
kelompok kateter foley terbanyak pada usia lebih dari 30 tahun. Berdasarkan
kelompok usia subjek penelitian, tidak didapatkan perbedaan yang bermakna
antara kedua kelompok baik misoprostol maupun kateter foley.
Dari sebaran usia kehamilan peserta penelitian, usia kehamilan terbanyak dari
kedua kelompok penelitian ini adalah pada usia kehamilan lebih dari 40 minggu,
yaitu 9 orang pada kelompok misoprostol dan 7 orang pada kelompok kateter
dimana tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna.
Selain itu,dari sebaran banyaknya paritas baik pada kelompok misosrostol
maupun kateter foley subjek penelitian yang terbanyak adalah multiparitas.
Secara uji statistik hal ini tidak berbeda secara bermakna.
Berdasarkan karakteristik pendidikan peserta penelitian, antara kelompok
misoprostol dan kateter foley tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna.
Pendidikan yang terbanyak dari kedua kelompok ini adalah SMA.
Secara statistik dapat disimpulkan bahwa karakteristik usia ibu, usia kehamilan,
paritas dan pendidikan antara kedua kelompok tidak dijumpai perbedaan
Tabel 7. Sebaran kelompok berdasarkan indikasi pematangan serviks antara
kedua kelompok penelitian.
Misoprostol Kateter foley Indikasi
Oligohidramnion 1 6,7 0 0 0,485
Jumlah 15 100 15 100
Uji Chi-Square
Tabel 7 menyajikan sebaran kelompok berdasarkan indikasi pematangan serviks.
Disini dapat dilihat bahwa pada kelompok misoprostol dan kateter foley,
postdatisme merupakan indikasi yang paling banyak untuk dilakukannya
pematangan serviks. Tampak dari indikasi pematangan serviks antara kedua
kelompok tidak dijumpai perbedaan bermakna (p>0,05).
Tabel 8. Perbandingan angka keberhasilan terjadinya partus spontan antara
kedua kelompok penelitian.
Misoprostol Kateter Foley Induksi
Dari tabel diatas didapati bahwa pada peserta penelitian yang diberikan
pematangan serviks yang dilanjutkan dengan induksi persalinan lebih banyak
yaitu sebesar 80% dan dengan kateter foley sebesar 46,7%. Hal ini
menggambarkan perbedaan yang bermakna (p<0,05).
Owolabi dkk (2005) dalam penelitiannya menemukan bahwa tidak dijumpai
perbedaan angka seksio sesarea antara misoprostol intravaginal dan kateter foley
yang digunakan dalam pematangan serviks dan induksi persalinan.38
Tabowei dkk (2003) dan Adeniji dkk (2005) juga tidak menjumpai perbedaan
yang bermakna antara penggunaan misoprostol intravaginal dan kateter foley
intrservikal dalam hal metode persalinan.39,40
Tabel 9. Perbandingan keberhasilan pematangan serviks pada kedua
kelompok penelitian.
Misoprostol Kateter foley Kelompok
n % n % p
Matang 13 86,7 4 26,7
Tidak matang 2 13,3 11 73,3 0,001
Jumlah 15 100 15 100
Uji Chi-Square
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada kelompok misoprostol dijumpai
pematangan serviks pada 13 peserta penelitian sedangkan pada kelompok kateter
foley adanya pematangan serviks pada 4 peserta penelitian. Hal ini menunjukkan