Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008.
USU Repository © 2009
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA
PERKEBUNAN
( STUDI KASUS PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II )
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mendapat Gelar
SARJANA HUKUM
Oleh
Nama : Cariny F. Marbun Nim : 040200274
Departemen Hukum Keperdataan Jurusan Hukum Perdata BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA PERKEBUNAN
(STUDI KASUS DI PTPN II TANJUNG MORAWA- MEDAN)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Universitas Sumatera Utara
Diketahui Oleh:
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
( Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS ) NIP. 131 764 556
Pembimbing I Pembimbing II
( Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS ) ( Hasim Purba, SH, M.Hum )
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
ABSTRAK
Pekerja merupakan tulang punggung perusahaan. Jalannya usaha suatu perusahaan sangat bergantung pada tenaga kerja yang bekerja di dalamnya. Undang- Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Perjanjian Kerja Bersama yang dibuat oleh Perusahaan dengan Serikat Pekerja telah mengatur persoalan tenaga kerja perkebunan.
Hubungan kerja antara buruh dan majikan menunjukkan adanya kedudukan hak dan kewajiban dari kedua belah pihak. Untuk mendapatkan hasil kerja yang baik secara berkesinambungan maka kepada buruh/ tenaga kerja perlu diberikan perlindungan hukum berupa jaminan sosial tenaga kerja. Banyak perusahaan perkebunan yang belum memberikan perlindungan hukum secara pasti terhadap tenaga kerjanya. Permasalahan pada tulisan ini adalah bagaimana hubungan kesepakatan kerja antara PT. Perkebunan Nusantara II dengan pekerja, Apakah pelaksanaan perjanjian kesepakan kerja antara PT. Perkebunan Nusantara II dengan pekerja sudah melindungi hak-hak dan jaminan sosial bagi para pekerja, serta bagaimana mekanisme penyelesaian bila timbul sengketa antara pihak perusahaan dengan para pekerja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kesepakatan kerjasama antara perusahaan PT. Perkebunan Nusantara II dengan pekerja, untuk mengetahui perjanjian kesepakatan kerjasama antara perusahaan PT. Perkebunan Nusantara II dengan pekerja dalam rangka melindungi hak-hak dan jaminan sosial pekerja dan untuk mengetahui mekanisme penyelesaian sengketa antara perusahaan PT. Perkebunan Nusantara II dengan pekerja.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara II yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara yang berlokasi di Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara. Penelitian berlangsung 5 April 2008 sampai dengan 29 April 2008. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara langsung dengan staf perusahaan yang membidangi ketenagakerjaan, sedangkan data sekunder diperoleh dengan cara studi/ mempelajari semua dokumen Ketenagakerjaan yang tersedia di perusahaan. Sebagai data pendukung atau pelengkap diikutsertakan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 serta buku kepustakaan yang berhubungan dengan Hukum Ketenagakerjaan.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah
memberikan kekuatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini tepat
pada waktunya. Sebab bila dengan kekuatan penulis, penulis pasti tidak dapat
menyelesaikan skripsi ini. Tapi dengan kasih karuniaNyalah, penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
Skripsi ini berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
TENAGA KERJA PERKEBUNAN”. Skripsi ini membahas serta
mengemukakan tentang bagaimana perlindungan hukum yang diberikan oleh
pihak perkebunan terhadap seorang tenaga kerja apakah telah terlaksana dengan
baik.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih terdapat banyak
kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan ide serta sumbangan
pemikiran dari pembaca sekalian guna kesempurnaan skripsi ini.
Terwujudnya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung. Penulis menyadari bahwa
tidak akan mampu untuk membalas budi baik para pihak yang telah membantu
untuk terselesainya skripsi ini. Sebagai tanda ungkapan terima kasih, izinkanlah
penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar- besarnya
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS, sebagai Dosen Pembimbing I yang
telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Hasim Purba, SH, M.Hum, sebagai Dosen Pembimbing II yang telah
banyak membantu, mengarahkan serta memberikan banyak masukan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen lainnya yang telah banyak berjasa dalam membimbing
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
5. Bapak U.A. Syaifuddin, Nasution, SH, sebagai Kepala Urusan Hubungan
Antar Kerja yang telah mengizinkan penulis dalam melakukan riset di tempat
tersebut.
6. Bapak Yamafati Gea, SE sebagai Assisten Urusan Hubungan Antar Kerja
yang telah banyak memberikan masukkan kepada penulis dan Ibu Herlina, SH
selaku karyawan yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan
dokumen-dokumen yang penting yang penulis butuhkan.
7. Segala hormat dan terima kasih khusus penulis ucapkan kepada Papa tercinta
S. Marbun dan Mama tercinta E. Br. Siahaan atas cinta, kasih sayang
dorongan dan dukungannya, serta doanya yang tak pernah ada habisnya.
8. Terima kasih juga buat dukungan serta doa dari kakakku tersayang Cynthia
Lendria Magdalena dan juga buat adik-adikku tercinta Cyrma Vasari Marbun,
Olny Sufrina Marbun dan Audy Banihara Marbun.
9. Terima kasih buat seluruh keluarga besarku sekalian atas bantuan dan doanya.
10.Terima kasih buat orang- orang yang telah banyak membantu dan
mendukungku dalam mengerjakan skripsi ini, teman-temanku Sanaria, Maria
Ulfa, Elisabeth, Diana, Merry dan sahabat-sahabat terbaikku Wessy Trisna,
Yosua Purba, Melly Meilany, Deasy Napitupulu, Endame Ginting, Banir
Harahap, Rakutta, Natallia kepada seluruh teman-teman di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
11.Kepada seluruh pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu, yang turut berperan dalam menyelesaikan skripsi ini. Kiranya hanya
Tuhan Yesus yang dapat membalasnya.
Medan, Mei 2008
Penulis
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
D. Keaslian Penulisan
E. Tinjauan Kepustakaan
F. Metode Penelitian
G. Sistematika Penulisan
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA
A. Pengertian Tenaga Kerja
B. Macam- Macam Tenaga Kerja
C. Pembinaan Tenaga Kerja
D. Perjanjian Kerja Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan
1. Pengertian Perjanjian Kerja
2. Syarat Sahnya Perjanjian Kerja
3. Unsur- Unsur Perjanjian Kerja
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
E. Perlindungan Tenaga Kerja Menurut Undang-Undang
Ketenagakerjaan
1. Dasar Hukum Perlindungan Tenaga Kerja
2. Maksud dan Tujuan Perlindungan Tenaga kerja
3. Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja
BAB III: PENGATURAN KETENAGAKERJAAN PADA SEKTOR
PERKEBUNAN
A. Sejarah Hubungan Buruh- Buruh Perkebunan
B. Pengaturan Buruh Tenaga Kerja Perkebunan
C. Perlindungan Hak- Hak Buruh Perkebunan
BAB IV : MASALAH PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA
KERJA YANG BEKERJA DI PERKEBUNAN PTPN II
A. Hubungan Kesepakatan Kerja antara PTPN II Dengan
Pekerja
B. Perjanjian Kesepakatan Kerjasama Dalam Melindungi Hak-Hak
dan Jaminan Sosial antara PTPN II Dengan Pekerja
C. Penyelesaian Sengketa Ketenagakerjaan di Perkebunan
PTPN II
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya
dan pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya. Pembangunan itu harus
benar- benar dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai perbaikan
tingkat hidup yang berkeadilan sosial.1
Sebagaimana yang terdapat dalam pasal 27 ayat (2) Undang-undang Dasar
1945 bahwa tiap- tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan, di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara Republik
Indonesia juga ditegaskan bahwa pembangunan nasional bertujuan mewujudkan
suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materil dan spiritual berdasarkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Pembangunan dalam suatu Negara tidak terlepas dari perekonomian suatu
Negara itu sendiri, yang pada hakekatnya pembangunan itu adalah merupakan
suatu cara atau dasar untuk memperkuat perekonomian Negara yang
bersangkutan.
2
Pembangunan bidang ketenagakerjaan sebagai bagian dari upaya
pembangunan sumber daya manusia merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dengan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, dan pelaksanaan
1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
Undang-undang Dasar 1945, diarahkan pada peningkatan harkat, martabat dan
kemampuan manusia, serta kepercayaan pada diri sendiri.3
Peran serta tenaga kerja dalam pembangunan nasional semakin meningkat
disertai tantangan dan resiko yang dihadapinya. Sebagai salah satu modal dasar
pembangunan nasional, jumlah penduduk Indonesia yang besar sekaligus juga
merupakan tantangan dalam perwujudan masyarakat yang adil dan makmur.
4
Di setiap Negara di dunia ini selalu berusaha untuk meningkatkan
perekonomiannya melalui suatu kegiatan pembangunan secara terus menerus dan
berkelanjutan. Dan apabila terjadi suatu penurunan pembangunan atau terjadinya Di samping sisi jumlah penduduk yang besar ini, menempatkan tenaga
kerja pada posisi yang cenderung lemah dibandingkan dengan posisi pengusaha.
Oleh karena itu, perlu mendapat perhatian secara khusus, supaya baik tenaga kerja
maupun pengusaha, sadar sepenuhnya akan tanggung jawabnya untuk mencapai
dan mewujudkan kesejahteraan bagi semua pihak dan perkembangan usaha sehat
sebagai sarana pendukung keberhasilan pembangunan nasional.
Kesadaran ini akan menghindari gejolak sosial di masyarakat. Baik
gejolak sosial yang timbul karena kemiskinan atau karena kesenjangan sosial.
Oleh karena itu perlu adanya suatu kepastian hukum mengenai hubungan kerja
antara pekerja dengan pengusaha yang meliputi hak-hak dan kewajiban demi
tercapainya keserasian dan keharmonisan hubungan.
3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
penghentian pembangunan tersebut maka akan terasa akibat yang langsung
terhadap keadaan perekonomian Negara itu.
Adapun pembangunan yang terus menerus ditingkatkan adalah untuk
menaikkan tingkat pendapatan atau menaikkan tingkat kehidupan rakyat, dimana
apabila tingkat pendapatan atau tingkat penghidupan rakyat rendah maka akan
sangat berpengaruh terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi Negara itu sendiri. Oleh
karena itu maka apabila tingkat pendapatan rakyat rendah harus segera diatasi
dengan memperbesar atau meningkatkan dengan cara memajukan produksi
nasional.5 Dengan peningkatan produksi nasional agar berhasil adalah tergantung
kepada tersedianya faktor-faktor produksi yang dapat digerakkan di Negara
tersebut. Salah satu faktor produksi tersebut adalah faktor tenaga kerja di samping
alam dan isinya, modal dan keahlian. Karena faktor-faktor produksi adalah
merupakan syarat utama dalam kelangsungan pelaksanaan pembangunan. Setiap
Negara di dunia ini mempunyai corak ekonomi yang berbeda- beda dalam
melaksanakan pembangunannya, namun tujuannya adalah tetap sama yaitu untuk
meningkatkan taraf hidup rakyat atau dengan perkataan lain untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyatnya (Income Perkapita) bagi seluruh penduduknya, sehingga
akan terwujud ke satu arah yang akan terpenuhinya kebutuhan yang beraneka
ragam.6
B. Perumusan Masalah
5 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
Perlindungan tenaga kerja dimuat dalam perjanjian kerja antara pekerja/
tenaga kerja dengan pengusaha yang ditambah dengan beberapa Peraturan
Pemerintah dan Undang-undang. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dibuatlah
batasan permasalahan guna mempermudah pembahasan. Dengan demikian
pembahasan tidak akan menyimpang dari materi pokok penulisan skripsi ini.
Adapun permasalahan yang coba diketengahkan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana hubungan kesepakatan kerja antara PTPN II dengan pekerja ?
2. Apakah perjanjian kesepakatan kerjasama antara PTPN II dengan pekerja
sudah melindungi hak-hak dan jaminan sosial bagi para pekerja ?
3. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa antara PTPN II dengan para
pekerja ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Dalam suatu pembahasan sudah tentu mempunyai tujuan dan manfaat
yang hendak dicapai. Begitu pula halnya dalam pembahasan permasalahan yang
telah dibicarakan diatas.
1. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam membahas
permasalahan- permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini adalah :
a. Untuk mengetahui hubungan kesepakatan kerjasama antara perusahaan
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
b. Untuk mengetahui perjanjian kesepakatan kerjasama antara perusahaan
PTPN II dengan pekerja sudah melindungi hak-hak dan jaminan sosial
pekerja.
c. Untuk mengetahui mekanisme penyelesaian apabila terjadi sengketa
antara perusahaan PTPN II dengan pekerja.
2. Manfaat Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, selain terdapat tujuan yang akan
dicapai, juga berharap dapat memberikan manfaat yang berguna.
a. Manfaat Secara Teoretis
Manfaat temetis yang diperoleh dari penelitian ini yaitu
berharap agar tulisan ini dapat menambah pengetahuan terutama
mengenai perlindungan hukum terhadap tenaga kerja perkebunan.
Dengan adanya tulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan
yang berguna baik bagi pihak perkebunan PTPN II maupun bagi
tenaga kerja perkebunan itu sendiri, sehingga hak dan kewajiban
perusahaan dan pekerja dapat terpenuhi dan terlaksana dengan baik.
b. Manfaat Secara Praktis
Manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini yaitu untuk
dapat memberikan masukan kepada pemikiran sekaligus pengetahuan
tentang hal-hal yang berhubungan dengan tenaga kerja perkebunan
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
kerja perkebunan yang bekerja di PTPN II Tanjung Morawa, sehingga
kesejahteraan para tenaga kerja perkebunan tersebut dapat terpenuhi.
D. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini adalah berdasarkan hasil buah pemikiran sendiri.
Skripsi yang dibuat ini belum pernah ada pihak yang membuatnya. Jikalaupun
memang ada, sudut pembahasannya pasti berbeda. Dengan demikian keaslian
penulisan
E. Tinjauan Kepustakaan
Menurut Undang-undang No. 13 tahun 2003, pengertian tenaga kerja
sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 1 angka 2 adalah “Setiap orang yang
mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”.
Menurut Undang-undang No. 13 tahun 2003, yang dimaksud dengan
ketenagakerjaan menurut Pasal 1 angka 1 adalah “Segala hal yang berhubungan
dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja”.
Pasal 3 Undang-undang No. 13 tahun 2003, menegaskan bahwa
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah.7
Menurut Soetikno defenisi Hukum Ketenagakerjaan/Perburuhan adalah
keseluruhan peraturan-peraturan hukum mengenai hubungan kerja yang
mengakibatkan seseorang secara pribadi ditempatkan di bawah perintah orang lain
dan mengenai keadaan-keadaan penghidupan dengan hubungan kerja tersebut. Asas pembangunan
ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional,
khususnya asas demokrasi, asas adil dan merata. Hal ini dilakukan karena
pembangunan ketenagakerjaan menyangkut multidimensional dan terkait dengan
berbagai pihak yaitu antara pemerintah, pengusaha dan pekerja/ buruh.
Menurut Levenbach memberikan defenisi Hukum Perburuhan adalah
hukum yang berkenaan dengan keadaan kehidupan yang langsung bersangkut
paut dengan hubungan verja.
Mok berpendapat bahwa Hukum Ketenagakerjaan/ Perburuhan adalah
hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan di bawah pimpinan
orang lain dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bergantung dengan
pekerjaan itu.
8
Iman Soepomo memberikan defenisi Hukum Ketenagakerjaan/
Perburuhan sebagai himpunan peraturan- peraturan baik tertulis maupun tidak
tertulis yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang
lain dengan menerima upah.9
Manullang menyatakan bahwa tujuan Hukum Ketenagakerjaan ialah:
7 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
a. Untuk mencapai/melaksanakan keadilan sosial dalam bidang
ketenagakerjaan; dan
Menjelaskan bahwa hukum ketenagakerjaan harus menjaga ketertiban,
keamanan dan keadilan bagi pihak- pihak yang terkait dalam proses
produksi, untuk dapat mencapai ketenangan bekerja dan kelangsungan
berusaha.
b. Untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas
dari pengusaha.10
Di latar belakangi adanya pengalaman selama ini yang kerap kali terjadi
kesewenang- wenangan pengusaha terhadap pekerja/ buruh. Untuk itu
diperlukan suatu perlindungan hukum secara komprehensif dan konkret
dari pemerintah.11
10 Sendjun H. Manulang, Pokok- Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hlm 2.
11 Abdul Hakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm 7.
Hukum Ketenagakerjaan dapat bersifat perdata (privat) dan dapat bersifat
publik. Dikatakan bersifat perdata oleh karena sebagaimana kita ketahui bahwa
hukum perdata mengatur kepentingan orang perorangan, dalam hal ini adalah
antara tenaga kerja dan pengusaha, yaitu dimana mereka mengadakan suatu
perjanjian yang disebut dengan Perjanjian Kerja. Sedangkan mengenai hukum
perjanjian terdapat atau diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Buku
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
1. Dalam hal-hal tertentu Negara atau pemerintah turut campur tangan dalam
masalah- masalah ketenagakerjaan, misalanya dalam masalah Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK);
2. Adanya sanksi-sanksi atau aturan- aturan hukum di dalam setiap
undang-undang/ peraturan perundang-undangan di bidang ketenagkerjaan.12
Adapun tujuan pembangunan ketenagakerjaan menurut Pasal 4
Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah:13
a. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan
manusiawi;
b. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyesuaian tenaga kerja yang
sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;
c. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan
kesejahteraan; dan
d. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan penelitian dapat lebih
terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode
penelitian yang digunakan adalah dengan cara:
12 Sendjun H. Manulang, loc. cit., hlm 2.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
a. Penelitian Kepusatakaaan (Library Research)
Penelitian kepustakaan ini dilakukan dengan studi kepustakaan
berdasarkan sumber-sumber bacaan seperti: buku-buku,
perundang-undangan yang berhubungan dengan Ketenagakerjaan yang dijadikan
sebagai landasan berpikir guna penyusunan penelitian dalam penulisan
skripsi ini.
b. Penelitian Lapangan (Field Research)
Penelitian ini dilakukan dengan melakukan riset yaitu melakukan
wawancara dan mengambil data dari tempat riset berupa dokumen
Ketenagakerjaan dan selanjutnya data tersebut dianalisis guna
penyusunan penulisan skripsi ini.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang
menggambarkan masalah dengan cara menjabarkan fakta-fakta secara
sistematik sehingga lebih mudah dipahami dan disimpulkan. Kesimpulan yang
diberikan selalu jelas data faktualnya sehingga semuanya selalu dapat
dikembalikan langsung pada data yang diperoleh.
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian dilakukan secara normatif yaitu mendasarkan pada
tinjauan peraturan perundang-undangan. Pendekatan undang-undang
dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
4. Sumber Data
Sumber data yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini diperoleh dari
perpustakaan dan dokumen-dokumen resmi. Data yang dipergunakan
dalam skripsi ini terdiri dari data primer, sekunder dan data tertier. Data
tersebut diperlukan untuk menjawab permasalahan yang menjadi fokus
penelitian, yakni:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan
merupakan landasan utama yang dipakai dalam penulisan skripsi ini,
yakni terdiri dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan Ketenagakerjaan.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, majalah,
tulisan dan pendapat para pakar hukum jurnal ilmiah, laporan dan hasil
penelitian dan lain-lain.
c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder yang berasal di kamus (hukum), ensiklopedia, majalah, surat
keterangan dan sebagainya yang dipergunakan untuk melengkapi
ataupun menunjang penulisan skripsi ini.
5. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
hukum normatif dan terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier.
Sedangkan tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan cara membaca,
mempelajari, mengidentifikasi literatur-literatur, laporan penelitian,
dokumen resmi serta sumber bacaan lainnya dengan memfotokopi,
menyalin atau memindahkan data yang relevan dengan penulisan skripsi
ini.
6. Analisis Data
Terhadap data yang sudah diperoleh melalui data primer, data sekunder
dan tertier selanjutnya dilakukan pengolahan data, yakni kegiatan untuk
mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis.
Selanjutnya data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif yaitu data
yang tidak berbentuk angka, tetapi lebih banyak berupa narasi, cerita,
dokumen tertulis dan tidak tertulis.
G. Sistematika Penulisan
Dalam usaha penyelesaian skripsi ini, penulis menyusunnya berdasarkan
sistematika penulisan ilmiah, terdiri dari bab- bab sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan. Yang termasuk kedalam bab ini adalah : Latar Belakang,
Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian
Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
BAB II : Tinjauan Umum Tentang Tenaga Kerja. Dalam bab ini dibahas tentang
Pengertian Tenaga Kerja, Macam- Macam Tenaga Kerja, Pembinaan
Tenaga Kerja, Perjanjian Kerja Menurut Undang-undang
Ketenagakerjaan yang meliputi: Pengertian Perjanjian Kerja, Syarat
Sahnya Perjanjian Kerja, Unsur- Unsur Perjanjian Kerja, Jenis-jenis
Perjanjian Kerja. Yang terakhir adalah Perlindungan Tenaga Kerja
Menurut Undang-undang Ketenagakerjaan yang terdiri dari : Dasar
Hukum Perlindungan Tenaga Kerja, Maksud dan Tujuan Perlindungan
Tenaga Kerja, Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja.
BAB III: Pengaturan Ketenagakerjaan Pada Sektor Perkebunan. Dalam bab ini
dibahas tentang Sejarah Hubungan Buruh- Buruh Perkebunan,
Pengaturan Buruh Tenaga Kerja Perkebunan, Perlindungan Hak-hak
Buruh Perkebunan.
BAB IV : Masalah Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Yang Bekerja
di Perkebunan PTPN II. Yang termasuk ke dalam bab ini adalah :
Hubungan Kesepakatan Kerja antara PTPN II Dengan Pekerja,
Perjanjian Kesepakatan Kerjasama Dalam Melindungi Hak-Hak dan
Jaminan Sosial antara PTPN II dengan Pekerja, Penyelesaian Sengketa
Ketenagakerjaan di Perkebunan PTPN II.
BAB V : Kesimpulan dan Saran. Dalam bab ini dibahas tentang Kesimpulan dan
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II ), 2008.
USU Repository © 2009
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA
A. Pengertian Tenaga Kerja
Pengertian tenaga kerja dalam hukum Ketenagakerjaan Indonesia dalam
hal ini seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003,
sedikitnya ada 3 macam pengertian. Pertama, tenaga kerja adalah setiap orang
yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan /atau jasa baik
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.14
Kedua, buruh adalah pekerja yang bekerja di perusahaan, dan dalam
pekerjaannya harus tunduk pada perintah dan peraturan kerja yang diadakan oleh
perusahaan (majikan) yang bertanggung jawab atas lingkungan perusahaannya,
dan buruh/ pekerja akan memperoleh upah serta jaminan hidup lainnya yang wajar
dari perusahaan (majikan).15 Ketiga, pekerja/ buruh adalah setiap orang yang
bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.16
Dalam KUHPerdata terdapat juga mengenai istilah buruh yaitu pada Buku
II Pasal 1601-1603 serta pada Peraturan- Peraturan Ketenagakerjaan. Selain itu
istilah buruh masih dijumpai dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 yang
menyatakan buruh adalah barang siapa yang bekerja pada majikan dengan
14 Pasal 1angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39.
15 Saiful Anwar, Sendi-Sendi Hubungan Pekerja Dengan Pengusaha, Fakultas Hukum UISU, 1991, hlm 3.
16 Pasal 1angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
menerima upah.17 Dalam hal ini harus ada majikan baik perorangan ataupun
Badan Usaha, dan adanya upah sebagai imbalan yang baik.18
Pengertian tenaga kerja menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003
berarti bahwa tenaga kerja terdiri dari orang yang sedang melakukan pekerjaan
atau orang yang akan melakukan pekerjaan, dalam hal ini masih mencari
pekerjaan. Jadi semata- mata hanya dilihat dari batas umur, yaitu minimum 15
tahun dan maximum 55 tahun.
19
Pengertian pekerja seperti yang terdapat di dalam
Pasal 3 angka (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 dapat diartikan bahwa
yang disebut sebagai pekerja itu adalah hanya tenaga kerja yang sudah bekerja.
Yang mana dengan adanya istilah pekerja tadi adalah untuk menggantikan istilah
buruh yang tetap disalahartikan sehingga sering menimbulkan masalah karena
istilah buruh dianggap sama seperti pekerja kasar yang selalu mendapat tekanan
dari pihak majikan.20
Dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 1947 tentang Kecelakaan Kerja,
bahwa yang termasuk dalam pengertian buruh atau pekerja adalah21
17 Darwan Prints, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, hlm 23.
18 Ibid., hlm 23.
19 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm 10.
20 Pasal 3 angka 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39.
21 Undang- Undang Nomor 33 Tahun 1947 tentang Kecelakaan Kerja.
: pertama,
magang, murid dan sebagainya yang bekerja pada perusahaan yang diwajibkan
memberikan tunjangan dalam hal mereka menerima upah. Kedua, mereka yang
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
tunjangan, kecuali jika mereka yang memborong pekerjaan itu sendiri yang
menjalankan perusahaan yang diwajibkan memberikan tunjangan. Ketiga, mereka
yang bekerja pada seorang yang memborongkan pekerjaan yang biasanya
dikerjakan diperusahaan yang diwajibkan memberikan tunjangan. Mereka itu
dianggap bekerja diperusahaan majikannya yang memborongkan itu sendiri
(menjalankan suatu perusahaan yang diwajibkan memberikan tunjangan dalam
mana pekerjaan yang diborongkan itu dikerjakan).
B. Macam-Macam Tenaga Kerja
Selain tenaga kerja tetap, masih ada dikenal beberapa macam tenaga kerja
lainnya seperti tenaga kerja harian lepas, tenaga kerja borongan, dan tenaga kerja
kontrak.
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-03/MEN/1994;
Tenaga Kerja Harian Lepas adalah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha
untuk melakukan pekerjaan tertentu yang berubah- ubah dalam hal waktu maupun
kontinyuitas pekerjaan dengan menerima upah didasarkan atas kehadirannya
secara harian.22
22 Pasal 1angka 2 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER -03/MEN/1994 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Tenaga Kerja Borongan dan Tenaga Kerja Kontrak.
Contohnya seorang pekerja yang bekerja sebagai tenaga kerja
harian lepas pada sebuah pabrik sepatu. Ia digaji berdasarkan kehadirannya setiap
hari, bila ia tidak bekerja pada hari kerjanya maka ia tidak akan menerima upah.
Dengan demikian jelaslah bahwa tenaga kerja harian lepas menerima upah sesuai
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
Tenaga Kerja Borongan adalah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha
untuk melakukan pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dengan
menerima upah didasarkan atas volume pekerjaan atau satuan hasil kerja.23
Tenaga Kerja Kontrak adalah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha
untuk melekukan pekerjaan tertentu dengan menerima upah yang didasarkan atas
kesepakatan untuk hubungan kerja untuk waktu tertentu dan atau selesainya
pekerjaan tertentu.
Contohnya seorang pekerja yang bekerja sebagai pembuat sapu. Ia digaji sesuai
dengan jumlah sapu yang dihasilkannya maka makin bertambah pula upah yang
diperolehnya. Demikian pula halnya dengan pekerja bangunan yang berada
dibawah perintah seorang Mandor, mereka bekerja untuk menyelesaikan sebuah
bangunan, dimana kontrak kerja mereka didasarkan atas selesainya suatu
pekerjaan, yaitu selesainya bangunan tersebut. Mereka akan menerima upah
seminggu sekali dan hubungan kerja mereka akan berakhir apabila bangunan
tesebut telah selesai dibangun.
24
23 Pasal 1angka 3 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER -03/MEN/1994 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Tenaga Kerja Borongan dan Tenaga Kerja Kontrak.
24 Pasal 1angka 4 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER -03/MEN/1994 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Tenaga Kerja Borongan dan Tenaga Kerja Kontrak.
Contoh seseorang yang dikontrak bekerja sebagai karyawan
tidak tetap di PTPN II Tanjung Morawa pada jangka waktu tertentu. Ia bekerja
dan menerima upah untuk jangka waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian
kerja. Bila masa kerjanya telah berakhir dan pihak perusahaan tidak
memperpanjang kontrak kerjanya lagi, maka sejak saat itu ia tidak mempunyai
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
pihak perusahaan memperpanjang kontrak kerjanya, maka ia akan terus bekerja
pada perusahaan tersebut sampai habis jangka waktu yang tercantum di dalam
perpanjangan perjanjian kerjanya.
C. Pembinaan Tenaga Kerja
Dalam hal pembinaan tenaga kerja yang dimaksud dalam pembinaan ini
mungkin bermacam- macam cara sesuai dengan kemampuan dari perusahaan yang
bersangkutan. Kemungkinan pembinaan yang diberikan oleh perusahaan kepada
tenaga kerja adalah berupa pendidikan, keterampilan, kursus dan lain sebagainya
yang langsung dikelola perusahaan itu sendiri yang mungkin juga dilakukan di
luar perusahaan yang kesemuanya adalah tanggungan perusahaan.
Tenaga kerja sebagai bagian yang integral dari pembangunan nasional
merupakan salah satu modal utama dalam pelaksanaan pembangunan. Oleh
karena itu tenaga kerja harus dibina, baik keahlian maupun keterampilan selaras
dengan tuntutan perkembangan pembangunan dan teknologi agar dapat
didayagunakan seefektif dan semaksimal mungkin.
Pembinaan yang dilakukan pemerintah terhadap unsur-unsur dan
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu
dan terkoordinasi dengan mengikutsertakan organisasi pengusaha, Serikat Pekerja
/ Serikat Buruh dan organisasi profesi terkait, baik melalui kerjasama nasional
maupun Internasional.25
25 Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan 2003, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003, hlm 22.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
kebijakan- kebijakan sesuai wewenang yang diberikan undang-undang sehingga
tujuan pembangunan ketenagakerjaan dapat tercapai yaitu :26
a. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;
b. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;
c. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan
kesejahteraan; dan
d. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
D. Perjanjian Kerja Menurut Undang-undang Ketenagakerjaan
1. Pengertian Perjanjian Kerja
Jika membicarakan tentang pengertian perjanjian kerja, haruslah terlebih
dahulu mengetahui apa yang dimaksud dengan perjanjian. Pengertian tentang
perjanjian diatur oleh KUHPerdata pasal 1313 yang berbunyi :
“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.27
Dengan adanya pengertian tentang perjanjian seperti ditentukan di atas,
bisa diambil kesimpulan bahwa kedudukan antara para pihak yang
mengadakan perjanjian adalah sama dan seimbang. Hal ini akan berlainan jika
pengertian tentang perjanjian tersebut dibandingkan dengan kedudukan
perjanjian kerja.28
26 Pasal 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39.
27 R. Subekti, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta,2001, hlm 338.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
Jika pengertian mengenai perjanjian seperti tersebut di atas dilihat secara
mendalam, akan terlihat bahwa pengertian tersebut ternyata mempunyai arti
yang luas dan umum sekali sifatnya, selain itu juga tanpa menyebutkan untuk
tujuan apa perjanjian tersebut dibuat. Hal tersebut terjadi karena di dalam
pengertian perjanjian menurut konsepsi pasal 1313 KUHPerdata, hanya
menyebutkan tentang pihak yang atau lebih mengikatkan dirinya pada pihak
lainnya, dan sama sekali tidak menentukan untuk tujuan apa suatu perjanjian
tersebut dibuat.29
Suatu perjanjian akan lebih luas juga tegas artinya, jika pengertian
mengenai perjanjian tersebut diartikan sebagai suatu persetujuan dengan mana
dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal
dalam lapangan harta kekayaan.30 Dalam suatu perjanjian, dikenal adanya asas
kebebasan berkontrak atau freedom of contract. Maksud asas tersebut adalah
bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat perjanjian yang berisi dan
macam apa pun, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan
dan ketertiban umum. Atau dengan pengertian lain asas kebebasan berkontrak
memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat, untuk
mengadakan perjanjian yang berisi apa saja dan dalam bentuk apa saja,
sepanjang tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.31
Perjanjian kerja merupakan kesepakatan untuk mengadakan ikatan, yang
di dalamnya ditentukan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan, seperti
29 R. Subekti, loc.cit., hlm 338.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
syarat-syarat dan bentuknya. Perjanjian kerja yang dalam bahasa Belanda
biasa disebut Arbeidsovereenkoms, dapat diartikan dalam beberapa
pengertian.32
Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan, yang mengikatkan diri untuk mengerjakan buruh itu dengan membayar upah.
Pengertian yang pertama disebutkan dalam ketentuan pasal
1601a KUHPerdata, mengenai Perjanjian Kerja disebutkan bahwa :
“Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu si buruh, mengikatkan dirinya untuk di bawah perintahnya pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah.”
Kalimat “dibawah perintah pihak lain” menunjukkan bahwa adanya
hubungan antara pekerja dengan majikan yaitu hubungan antara bawahan dan
atasan. Pengusaha memberikan perintah kepada pekerja untuk melakukan
pekerjaan tertentu. Dengan adanya wewenang untuk memerintah inilah yang
membedakan antara perjanjian kerja dengan perjanjian lainnya.
Selain itu pengertian mengenai Perjanjian Kerja juga di ketengahkan
oleh seorang pakar Hukum Perburuhan Indonesia, yaitu Bapak R.Iman
Soepomo, yang menerangkan bahwa perihal pengertian tentang Perjanjian
Kerja, beliau mengemukakan bahwa :
33
32 Lalu Husni, op. cit., hlm 54.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
Selanjutnya perihal pengertian Perjanjian Kerja, ada lagi pendapat
Subekti, beliau menyatakan dalam bukunya Aneka Perjanjian, disebutkan
bahwa Perjanjian Kerja adalah :
Perjanjian antara seorang “buruh” dengan seorang “majikan”, perjanjian
mana ditandai oleh ciri- ciri; adanya suatu upah atau gaji tertentu yang
diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (bahasa Belanda
“dierstverhanding”) yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang satu
(majikan) berhak memberikan perintah- perintah yang harus ditaati oleh pihak
yang lain.34
2. Syarat Sahnya Perjanjian Kerja
Dalam hukum perjanjian di Indonesia ada menganut asas kebebasan
berkontrak yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yaitu
semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya.35
34 Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni Bandung, Cet. II, 1977, hlm 63. 35 R. Subekti, op. cit., hlm 307.
Setiap orang dapat membuat perjanjian dengan
syarat-syarat tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang,
sehingga perjanjian tersebut mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Mengenai sahnya suatu perjanjian, diatur dalam Buku III Bab 2 bagian kedua
yaitu Pasal 1320, Pasal 1321, Pasal 1322, Pasal 1323, Pasal 1324 dan Pasal
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
Adapun syarat sahnya suatu perjanjian seperti yang terdapat dalam Pasal
1320 KUHPerdata, yang berbunyi : Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan
empat syarat :36
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
c. Suatu hal tertentu;
d. Suatu sebab yang halal;
Syarat pertama dan syarat kedua dikenal dengan sebutan syarat obyektif.
Disebut syarat obyektif karena berhubungan langsung dengan orang atau
subyek yang membuat perjanjian. Jika salah satu dari syarat obyektif ini tidak
dipenuhi, Hakim dapat membatalkan perjanjian tersebut setelah sebelumnya
diadakan permohonan dari pihak yang bersangkutan. Sepanjang belum
diadakan pembatalan, perjanjian tersebut masih berlaku sah bagi para pihak.37
Syarat ketiga dan keempat, disebut dengan syarat Subyektif. Artinya,
dalam hal kedua syarat ini tidak dipenuhi, Hakim dapat membatalkan
perjanjian tersebut walaupun pihak yang bersangkutan telah mengadakan
permohonan pembatalan. Karena telah dinyatakan batal demi hukum, maka
perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada.38
36 Ibid., hlm 305.
37 Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1977, hlm 16.
38 Ibid., hlm 16.
Pasal 1321 KUHPerdata adalah :
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
Pasal 1322 ayat (1) bunyinya adalah:
“Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu perjanjian selain apabila kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi pokok perjanjian”.
Pasal 1322 ayat (2) bunyinya adalah:
“Kekhilafan itu tidak menjadi sebab kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi menge nai dirinya orang dengan siapa seorang bermaksud membuat suatu perjanjian, kecuali jika perjanjian itu telah dibuat terutama karena mengikat dirinya orang tersebut”.
Pasal 1323, bunyinya adalah:
“Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat suatu perjanjian, merupakan alasan untuk batalnya perjanjian, juga apabila paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak ketiga, untuk kepentingan siapa perjanjian tersebut tidak telah dibuat”.
Pasal 1324 ayat (1), bunyinya adalah:
“Paksaan telah terjadi, apabila perbuatan itu sedemikian rupa hingga dapat menakutkan seorang yang berpikir sehat, dan apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata”.
Pasal 1324 ayat (2), bunyinya adalah:
“Dalam mempertimbangkan hal itu, harus diperhatikan usia, kelamin, dan kedudukan Orang-orang yang bersangkutan”.
Pasal 1337 bunyinya adalah:
“Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”.
Penjelasan dari keempat syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian
dapat dilihat sebagai berikut :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
“Pengertian sepakat dapat diumpamakan sebagai pernyataan
kehendak yang disetujui (overeenstomende wilsverklaring) antara para
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
Sedangkan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi
(acceptatie).39
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Jadi kata sepakat adalah, bahwa kedua subjek yang membuat
perjanjian itu harus setuju mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang
harus dibuat itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga harus
dikehendaki oleh pihak yang lain, mereka menghendaki sesuatu yang sama
secara timbal balik.
Suatu perjanjian harus dibuat oleh orang yang benar- benar
mempunyai kewenangan untuk membuat perjanjian. Dengan kata lain
pihak yang bersangkutan harus cakap untuk berbuat menurut hukum, dan
harus mengetahui benar akan tanggung jawab yang akan dipikulnya
sebagai akibat dari perjanjian yang dibuatnya itu. Namun mengenai siapa-
siapa yang dianggap cakap untuk melakukan perbuatan hukum, tidak
dinyatakan secara jelas oleh undang-undang.
Pasal 1330 KUHPerdata, menyatakan bahwa Orang-orang yang
dianggap tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah :40
1. Orang yang belum dewasa,
2. Mereka-mereka yang berada dibawah pengampuan (curatele), dan
3. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh
undang-undang telah melanggar membuat perjanjian tertentu.
39 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm 74.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
Menurut Pasal 1330 KUHPerdata, orang dewasa adalah orang yang
telah berumur 21 tahun, atau yang berumur kurang dari 21 tahun tetapi
telah menikah. Menurut Undang-Undang Pokok Perkawinan No.1 Tahun
1974, batas usia dewasa ditentukan 19 tahun. Tentang batas usia dewasa
menurut Mahkamah Agung belum mempunyai kesepakatan bersama.
Namun dapat dikatakan bahwa batas usia dewasa dalam KUHPerdata
adalah 21 tahun dan yang belum pernah menikah.41
Orang yang berada di bawah pengampuan (curatele) adalah orang
yang tidak sehat akal pikirannya, dan diasuh oleh pengampunya (curator).
Menurut Pasal 433 KUHPerdata, apabila orang yang berada dibawah
pengampuan hendak melakukan perbuatan hukum, maka dia diwakili oleh
pengampunya.42
c. Suatu hal tertentu
Dalam Pasal 108 KUHPerdata, bahwa seorang wanita yang telah
menikah hendak membuat suatu perjanjian, memerlukan izin dari
suaminya. Maksud dari pasal ini adalah bahwa wanita yang bersuami
dianggap tidak cakap membuat perjanjian. Pasal ini dianggap bertentangan
dengan kebebasan yang dimiliki oleh setiap individu. Karena pasal ini
dianggap merendahkan derajat kaum wanita, maka dikeluarkanlah Surat
Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.3 Tahun 1963, tertanggal 14
Agustus 1963 yang salah satu isinya menyatakan agar para hakim tidak
lagi menerapkan Pasal 108 KUHPerdata dalam pertimbangan hukumnya.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
Suatu perjanjian haruslah mempunyai objek (bepaald onderwerp)
tertentu. Dalam hal perjanjian kerja yang menjadi objeknya adalah
pekerjaan.
Menurut Pasal 1333 KUHPerdata, bahwa paling sedikit yang
menjadi objek perjanjian harus dapat ditentukan jenisnya, baik mengenai
benda berwujud atau benda tidak berwujud.
Syarat bahwa prestasi itu harus tertentu atau dapat ditentukan,
maksudnya adalah untuk menentukan hak dan kewajiban para pihak jika
timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian. Jika prestasi tidak jelas
sehingga perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan, maka dianggap tidak ada
objek perjanjian. Akibatnya tidak dipenuhinya syarat ini, perjanjian itu
batal demi huku m.
d. Suatu sebab yang halal
Syarat terakhir untuk menentukan sahnya suatu perjanjian adalah
suatu sebab yang halal. Yang dimaksud dengan sebab adalah isi perjanjian
itu sendiri.
Dalam hal perjanjian kerja, yang dimaksud dengan suatu sebab yang
halal adalah bahwa isi perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang, moral, adat istiadat, kesusilaan dan sebagainya.43
Perjanjian kerja yang bersumber dari Pasal 1338 KUHPerdata
menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku dan
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
akan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Menurut Pasal 1338 KUHPerdata, persetujuan itu tidak dapat ditarik
kembali, selain dengan kata sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-
alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.44
Persetujuan itu haruslah dilakukan dengan itikad baik, dan mengikat
kedua belah pihak yang membuatnya.45
3. Unsur- Unsur Perjanjian Kerja
Persetujuan berlaku sebagai
undang-undang, maksudnya adalah dalam hal ini bahwa perusahaan
tersebut bersifat memaksa apabila ada pihak yang tidak mematuhinya,
maka pihak yang lain dapat meminta kepada Pengadilan agar pihak itu
melaksanakan persetujuan, atau dipaksa untuk mentaati persetujuan yang
telah dibuat itu.
Adapun yang menjadi unsur- unsur dalam perjanjian kerja adalah
sebagai berikut :46
a. Adanya unsur pekerjaan (work)
Di dalam suatu perjanjian kerja tersebut haruslah ada suatu pekerjaan
yang diperjanjikan dan dikerjakan sendiri oleh pekerja yang membuat
perjanjian kerja tersebut. Pekerjaan mana yaitu yang dikerjakan oleh
44 R. Subekti, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta,2001, hlm 342.
45 Ibid., hlm 342.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
pekerja itu sendiri, haruslah berdasarkan dan berpedoman pada perjanjian
kerja.47
b. Adanya unsur pelayanan (service)
Pekerja yang melaksanakan pekerjaan atas dasar perjanjian kerja
tersebut, pada pokoknya wajib untuk melaksanakannya sendiri. Sebab
apabila para pihak itu bebas untuk melaksanakan pekerjaan itu, untuk
dilakukan sendiri atau menyuruh pada orang lain untuk melakukannya,
akibatnya hal tersebut akan sulit untuk dikatakan sebagai pelaksanaan dari
perjanjian kerja.
Seperti yang ditegaskan dalam Pasal 1603 a KUHPerdata bunyinya adalah:
“Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya; hanyalah dengan izin majikan ia dapat menyuruh seseorang ketiga menggantikannya”.
Pekerjaan yang dilakukan pekerja itu sangat bersifat pribadi karena
berhubungan dengan kemampuan serta keahliannya, oleh karenanya jika
pekerja meninggal dunia, maka perjanjian kerja tersebut putus demi
hukum.
Bahwa dalam melakukan pekerjaan yang dilakukan sebagai
manifestasi adanya perjanjian kerja tersebut, pekerja haruslah tunduk pada
perintah orang lain, yaitu pihak pemberi kerja dan harus tunduk dan di
bawah perintah orang lain, si majikan. Dengan adanya ketentuan tersebut,
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
menunjukkan bahwa si pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya berada
di bawah wibawa orang lain, yaitu si majikan.48
Alasannya, karena unsur pelayanan atau service dalam melakukan
pekerjaan tersebut tidak terdapat di dalamnya. Sebab mereka itu dalam
melakukan pekerjaannya, tidak tunduk dan tidak di bawah perintah orang
lain. Karena mereka mempunyai keahlian tertentu yang tidak dipunyai dan
dikuasai si pemberi kerja, yaitu si klien.
Dengan adanya ketentuan tersebut maka seorang misalnya Pengacara
dalam melayani kliennya menangani sebuah kasus di pengadilan, mereka
itu dalam melakukan pekerjaannya, tidak bisa disamakan dengan
pengertian melaksanakan perjanjian kerja.
49
Karena itu jika suatu pekerjaan yang tujuannya bukan untuk
memberikan manfaat bagi si pemberi kerja, tetapi mempunyai tujuan
untuk kemanfaatan si pekerja itu sendiri, maka perjanjian tersebut jelas
bukan merupakan perjanjian kerja.
Di samping itu, di dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerjaan itu
harus bermanfaat bagi si pemberi kerja. Dengan demikian bisa diambil
suatu kesimpulan bahwa prinsip dalam unsur ini adalah suatu kewajiban
yang harus dilakukan oleh si pekerja dan harus bermanfaat bagi si pemberi
kerja, dan sesuai dengan apa yang dimuat di dalam isi perjanjian kerja.
50
c. Adanya unsur waktu tertentu (time).
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
Bahwa dalam melakukan hubungan kerja tersebut, haruslah
dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian
kerja. Oleh karena itu dalam melakukan pekerjaannya, pekerja tersebut
tidak boleh melakukan sekehedak dari si majikan dan juga tidak boleh
dilakukan dalam kurun waktu seumur hidup, jika pekerjaan tersebut
dilakukan selama hidup dari pekerja tersebut, di sinilah sisi pribadi
manusia akan hilang, sehingga timbullah apa yang dinamakan perbudakan
dan bukan perjanjian kerja.51
d. Adanya unsur upah (pay)
Dengan kata lain dalam pelaksanaan pekerjaannya, si buruh tidak
boleh bekerja dalam batas waktu yang lama atau seenaknya saja, akan
tetapi harus dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan pada
perjanjian kerja, dan pelaksanaan pekerjaannya tidak boleh bertentangan
dengan ketentuan perundang-undangan, kebiasaan setempat dan ketertiban
umum.
Seseorang yang bekerja dalam melaksanakan pekerjaannya bukan
bertujuan untuk mendapatkan upah, akan tetapi yang menjadi tujuannya
adalah selain upah, maka pelaksanaan pekerjaan tersebut sulit untuk
dikatakan sebagai pelaksanaan dari perjanjian kerja. Sebaliknya jika
seseorang yang bekerja tersebut bertujuan untuk mendapatkan manfaat
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
bagi diri si pekerja dan bukan untuk bertujuan mencari upah. Maka unsure
keempat dalam suatu perjanjian kerja ini tidak terpenuhi.52
4. Jenis-jenis Perjanjian Kerja
Maka tidaklah heran dikatakan bahwa upah mempunyai peranan
yang cukup penting dalam suatu hubungan kerja (perjanjian kerja). Suatu
hubungan kerja yang tidak mempunyai unsur upah bukanlah merupakan
hubungan kerja.
Dalam pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja terdapat beberapa
macam dan jenis dari perjanjian kerja. Jenis-jenis perjanjian kerja tersebut
antara lain sebagai berikut:53
a. Perjanjian Kerja Tertentu
Yang dimaksud dengan pengertian Perjanjian Kerja Tertentu yang
sekarang lazim disebut dengan Kesepakatan Kerja Tertentu, terdapat
dalam Pasal 1 huruf a Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor
05/MEN/1986, yang bunyinya adalah :
Kesepakatan Kerja Tertentu adalah kesepakatan kerja antara pekerja dengan pengusaha, yang diadakan untuk waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.
b. Perjanjian Kerja Persaingan atau Concurentie Beding
Perjanjian kerja ini diatur pada Pasal 1601 x ayat (1) KUHPerdata,
yang memberikan ketentuan bahwa pengertian Perjanjian Kerja Persaingan
adalah :
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
“Suatu janji antara majikan dan buruh di mana pihak yang belakangan ini dibatasi dalam kekuasaannya untuk setelah berakhirnya hubungan kerja, bekerja dengan atau cara. Perjanjian tersebut hanyalah sah, jika dibuat dalam perjanjian tertulis atau dalam peraturan perusahaan, dengan seorang buruh dewasa”.54
c. Perjanjian Kerja Di Rumah
Dalam KUHPerdata maupun dalam peraturan perundang-undangan
tidak ditemukan secara tegas mengenai pengertian perjanjian kerja di
rumah. Tetapi pengertian perjanjian kerja di rumah ada dikemukakan oleh
seorang pakar Hukum Perburuhan Belanda yaitu M.G. Rood, yang
memberikan batasan-batasan tentang pengertian perjanjian kerja di rumah
sebagai berikut :
“Perjanjian kerja di rumah adalah suatu perjanjian di mana pihak yang satu, pekerja, membuat suatu persetujuan dengan pihak lain, yaitu orang yang memberi pekerjaan, si majikan, untuk di bawah pengawasan majikan melakukan pekerjaan di rumah dengan imbalan yang saling disetujui sebelumnya antara kedua belah pihak”.
d. Perjanjian Kerja Laut
Pengertian tentang perjanjian kerja laut dapat ditemukan pada pasal
395 KUHDagang, yang berbunyi:55
54 R. Subekti, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta,2001, hlm 399.
55 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm 110.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
Sedangkan pengertian perjanjian kerja laut menurut G. Kartasapoetra
dalam bukunya yang berjudul Hukum Perburuhan di Indonesia
Berlandaskan Pancasila yaitu:56
E. Perlindungan Tenaga Kerja Menurut Undang-undang Ketenagakerjaan
“Perjanjian kerja laut adalah perjanjian yang diselenggarakan antara seorang pengusaha angkutan kapal disatu pihak dan seorang tenaga kerja dipihak lain, di mana yang terakhir ini mengikatkan diri untuk bekerja pada pengusaha angkutan kapal, sebagai Nahkoda atau pelaut dengan menerima upah”.
1. Dasar Hukum Perlindungan Tenaga Kerja
Sejak awal tahun 1980, orde baru mulai memacu Industrialisasi
Orientasi Eksport (IOE), yang kemudian disusul dengan merosot tajamnya
harga minyak dan gas bumi di pasaran Indonesia yang mengakibatkan
munculnya berbagai masalah, misalnya dalam hal pemberian upah serta
pemberian perlindungan hukum terhadap tenaga kerja yang mulai terasa tidak
sesuai lagi dengan seharusnya.
Sering didengar himbauan- himbauan dari banyak pihak agar upah tidak
hanya dipandang sebagai faktor produksi dan agar hubungan perburuhan
hendaknya memperlihatkan miniature yang lebih manusiawi, terlebih- lebih
mengenai perlindungan hukum terhadap tenaga kerja, namun sejalan dengan
hal itu kita dapat melihat kasus- kasus yang mengundang keprihatinan
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
terhadap kaum pekerja. Contohnya dalah dimutasikannya seorang tenaga kerja
tanpa melalui prosedur pemeriksaan terlebih dahulu karena suatu peristiwa
hilangnya sejumlah uang yang nilai nominalnya cukup besar di dalam brankas
kantor dimana tenaga kerja itu bekerja. Kenyataan di atas dapat dijadikan
sebagai bahan acuan mengenai bagaimana sebenarnya kondisi perburuhan di
negara kesatuan ini. Artinya, masih banyak lagi masalah- masalah yang telah
dan mungkin masih dialami tenaga kerja yang sama sekali belum terungkap.
Berhubungan dengan persoalan- persoalan yang telah dikemukakan di
atas, muncullah undang-undang untuk memberi keadilan sosial bagi tenaga
kerja, untuk menciptakan daya kerja yang tinggi, efisien serta tepat guna, baik
itu pihak pemerintah maupun swasta sudah seharusnya memberikan semacam
motivasi atau ransangan- ransangan kepada tenaga kerja seperti gaji yang
sesuai, bonus- bonus ataupun tunjangan-tunjangan lain.
Mengacu pada Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan
rancangan Pembangunan Bidang Ketenagakerjaan, maka pemerintah telah
melaksanakan program pembinaan dan perlindungan tenaga kerja, antara lain:
a. Bidang Pengupahan, mencakup dua bagian yaitu :
1. Mengusahakan agar upah terendah yang dibayarkan kepada tenaga
kerja, menuju ke arah memenuhi kebutuhan pokok minimum pada
berbagai jabatan dan sektor ;
2. Sebagai bagian dari usaha pemerataan hasil pembangunan,
mengusahakan agar perbedaan upah diantara berbagai jabatan dan
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
b. Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja, antara lain :
1. Melaksanakan pengawasan yang lebih efektif tentang pelaksanaan
norma kesehatan serta keselamatan kerja di perkebunan- perkebunan;
2. Semua perundang-undangan dan peraturan ketenagakerjaan yang
sudah tidak sesuai lagi akan diadakan penyempurnaan-
penyempurnaan, misalnya mengenai kecelakaan, peraturan mengenai
pendaftaran serikat pekerja (buruh) dan sebagainya.
c. Bidang Kelembagaan, yaitu serikat pekerja di Indonesia yang sejak awal
PELITA II telah berhasil menyatukan diri ke dalam satu masalah untuk
menciptakan program kegiatan yang mendorong peningkatan
kesejahteraan tenaga kerja.
Dalam kaitannya dengan masalah ini, perlu ditinjau kembali untuk
perbaikan aspek kelembagaan yang menyangkut hubungan kerja akan
dilaksanakan terus sehingga mendekati penyempurnaan yang dapat membawa
keadilan, kesehatan dan keselamatan bagi semua pihak, untuk itulah perlu
dipahami secara mendalam tentang hakekat makna perlindungan bagi tenaga
kerja sehingga persoalan-persoalan yang berhubungan dengan tenaga kerja
tidak muncul lagi ke permukaan.
2. Maksud dan Tujuan Perlindungan Tenaga Kerja
Pada hekekatnya maksud dan tujuan dari perlindungan tenaga kerja
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
agar mereka dapat mencapai kesejahteraan serta mendapatkan rasa aman
sewaktu menjalankan pekerjaannya.
Perlindungan terhadap tenaga kerja harus dijalankan setiap perusahaan.
Karena para pekerja adalah tulang punggung perusahaan. Tanpa adanya
pekerja, tidak akan mungkin perusahaan itu bisa jalan dan berpartisipasi dalam
pembangunan.57 Menyadari akan pentingnya pekerja bagi perusahaan,
pemerintah dan masyarakat, maka perlu dilakukan pemikiran agar pekerja
dapat menjaga keselamatan dalam menjalankan pekerjaannya. Demikian pula
perlu diusahakan ketenangan dan kesehatan pekerja agar apa yang
dihadapinya dalam pekerjaan dapat diperhatikan semaksimal mungkin,
sehingga kewaspadaan dalam menjalankan pekerjaan itu tetap terjamin.
Pemikiran-pemikiran itu merupakan program perlindungan kerja, yang dalam
praktek sehari-hari berguna untuk dapat mempertahankan produktivitas dan
kestabilitasan perusahaan.58
Maksud perlindungan tenaga kerja disini adalah perlindungan bagi buruh
dengan jalan memberikan santunan, maupun dengan jalan meningkatkan
pengakuan hak asasi manusia, perlindungan fisik dan teknis serta sosial dan
ekonomi, melalui norma yang berlaku dalam lingkungan kerja tersebut.59
Perlindungan tenaga kerja bertujuan untuk menghindarkan buruh dari
tindakan sewenang- wenang yang bisa saja dilakukan oleh majikannya serta
untuk memberikan perlindungan kepada pihak buruh baik terhadap pihak
57 Lalu Husni, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Raja Grafindo, Jakarta, 1996, hlm 95. 58 Ibid., hlm 96.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
majikan maupun terhadap tempat dimana buruh bekerja serta terhadap alat-
alat kerjanya.60
Secara garis besar perlindungan tenaga kerja ini secara umumnya akan
mencakup :61
1. Norma Keselamatan Kerja; yang meliputi keselamatan kerja yang
bertalian dengan mesin pesawat, alat-alat kerja bahan dan proses
pengerjaannya, keadaan tempat kerja dan lingkungan serta cara- cara
melakukan pekerjaan.
2. Norma Keselamatan Kerja dan Heigiene Kesehatan Kerja Perusahaan ;
yang meliputi pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan pekerja,
dilakukan dengan mengatur pemberian obat-obatan, perawatan tenaga
kerja yang sakit.
3. Norma Kerja ; yang meliputi perlindungan terhadap tenaga kerja yang
bertalian dengan waktu bekerja, sistem pengupahan, istirahat, cuti, kerja
wanita, anak, kesusilaan ibadah menurut agama keyakinan masing-masing
yang diakui oleh pemerintah, kewajiban sosial kemasyarakatan dan
sebagainya guna memelihara kegairahan dan moril kerja yang menjamin
daya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang sesuai dengan
martabat manusia dan moral.
4. Tenaga Kerja yang mendapat kecelakaan dan atau menderita penyakit
kuman akibat pekerjaan, berhak atas ganti rugi perawatan dan rehabilitas
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan ( Studi Kasus PT. Perkebunan
akibat kecelakaan dan atau penyakit akibat pekerjaan, ahli warisnya
berhak mendapat ganti kerugian.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Iman Soepomo membagi
perlindungan pekerjaan ini menjadi 3 (tiga) macam :62
1. Perlindungan Ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan
dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan
yang cukup memenuhi keperluan sehari-hari baginya beserta keluarganya,
termasuk dalam hal pekerja tersebut tidak mampu bekerja karena sesuatu
di luar.
2. Perlindungan Sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan
usaha kemasyarakatan, yang tujuannya memungkinkan pekerja itu
mengecam dan memperkembangkan perikehidupannya sebagai manusia
pada umumnya, dan sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga ;
atau yang biasa disebut ; kesehatan kerja.
3. Perlindungan Teknis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan
dengan usaha-usaha untuk menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan yang
dapat ditimbulkan oleh pesawat-pesawat atau alat kerja lainnya atau oleh
bahan yang diolah atau dikerjakan perusahaan. Di dalam pembicaraan
selanjutnya, perlindungan jenis ini disebut dengan keselamatan kerja.
Dengan demikian, mengingat pentingnya suatu perlindungan bagi tenaga
kerja, serta mengingat sedemikian besarnya peranan tenaga kerja dalam
pembangunan serta dalam mewajarkan produktivitas di perusahaan, sehingga