TANGGUNGJAWAB INDUK PERUSAHAAN
TERHADAP PERIKATAN YANG DILAKUKAN
OLEH ANAK PERUSAHAAN
TESIS
Oleh
RITA DYAH WIDAWATI 077011056/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
MEDAN
TANGGUNGJAWAB INDUK PERUSAHAAN
TERHADAP PERIKATAN YANG DILAKUKAN
OLEH ANAK PERUSAHAAN
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat
Untuk memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Magister Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
RITA DYAH WIDAWATI 077011056/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
MEDAN
Judul Tesis : TANGGUNGJAWAB INDUK PERUSAHAAN TERHADAP PERIKATAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK PERUSAHAAN
Nama Mahasiswa : Rita Dyah Widawati Nomor Pokok : 077011056
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing :
(Prof. Sanwani Nasution, SH) Ketua
(Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum) (Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH) Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof.Dr. Muhammad Yamin, SH.,M.S.,C.N) (Prof.Dr.Ir. T.Chairun Nisa B, M.Sc)
Telah diuji
Pada tanggal : 25 Agustus 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Sanwani Nasution, SH
Anggota : 1. Prof.Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum 2. Prof. Dr. Suhaidi. SH, MH
ABSTRAK
Secara hukum perusahaan anggota grup tidak ada kaitannya dengan hak dan
kewajiban keluar dari perusahaan satu sama lain, akan tetapi perusahaan-perusahaan yang berada dalam perusahaan grup dimiliki oleh pemilik modal yang sama sehingga dapat dikatakan sebagai satu kesatuan kelompok kegiatan ekonomi. Meskipun dari sudut kegiatan ekonomi perusahaan dalam grup merupakan satu kesatuan, namun dari segi yuridis masing-masing perusahaan anggota grup tersebut mempunyai karakteristik tersendiri, yaitu bahwa masing-masing perusahaan yang bergabung dalam perusahaan grup adalah merupakan badan hukum-badan hukum yang berdiri sendiri.Apabila salah satu anak perusahaan melakukan perikatan dengan pihak ketiga maka keterikatan secara yuridis dari induk perusahaan dapat muncul selaku pemegang saham ia ikut serta bertanggung jawab terhadap pelunasan hutang tersebut, dengan demikian timbul permasalahan yaitu: bagaimana hubungan hukum antara induk perusahaan dengan anak perusahaan dalam perusahaan grup? Bagaimana tanggung jawab induk perusahaan terhadap perikatan yang dilakukan oleh anak perusahaan dalam perusahaan grup?. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat deskriptif dengan berpedoman pada norma-norma hukum yang terdapat dalam perundang-undangan Perseroan terbatas. Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa meskipun hubungan hukum induk perusahaan adalah sebagai pemegang saham anak perusahaan tidak berarti apabila anak perusahaan wanprestasi maka induk perusahaan dapat diminta bertanggung jawab, mereka adalah perusahaan yang mandiri jadi anak perusahaan itu sendiri yang harus bertanggung jawab dengan segala resikonya. Induk perusahaan diminta bertanggung jawab terhadap perikatan yang dilakukan oleh anak perusahaannya bila terbukti kerugian yang diderita anak perusahaan tersebut akibat ikut campurnya induk perusahaan didalam masalah manajemen dan keuangan sehingga menimbulkan anak perusahaan mengalami kekurangan keuangan atau kerugian yang berakibat tidak bisa membayar hutang pada pihak ketiga.
Disarankan agar pemerintah membuat peraturan perundang-undangan tersendiri mengenai perusahaan grup selain karena semakin bertumbuhnya perusahaan grup di Indonesia juga agar pertumbuhan perusahaan grup tidak menjurus pada praktek monopoli.
ABSTRACT
Legally, subsidiary as a group member has no right and obligstion to move out of the main corporate one other, however, the subsidiaries of the group are owned by the equity owner so that it can be said that it is an entity of economic activity. Although economically, a company of group is an entity, however, jurudically, each company of the group has typical characteristics, in which each joints the group as an independent subsidiary. When one of the subsidiaries makes an agreement with the third party, the juridical agreement of the main corporate can arise as the shareholder, it assumes liability for repayment of the liability by which the problem arises, how is the legal relationship between the main corporate on the and subsidiary in the group corporate ? How is the liability of the main corporate on the agreement madeby a subsidiary in the main corporate? The present study used a normative juridical method and descriptive analysis referring to the legal norms stipulated in the Laws of Corporate. Based on the study, it can be shareholder of the subsidiary default, the main corporate can be charged on its liability, it is an independent company bt which it has to assume the liability and any risk. The main corporate is demanded to assume the liability for any agreement made by the subsidiary if has been found that the loss of subsidiary is a consequence of the intervension of the main corporate in management and finance that make the subsidiary suffered from financial loss or damage leading ti its disability to repay the obligation to the third party.
It is suggested
It is suggested that the government makes a separate law of the group corporate in spite of the growing main corporate in Indonesia also that the growt of the group corporate no lead to monopoly.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan karena oleh KasihNya penulis dapat menyelesaikan
tulisan ini. Tesis ini adalah kewajiban bagi mahasiswa Magister Kenotariatan
Universitas Sumatra Utara untuk membuat suatu karya ilmiah dalam rangka
menyelesaikan studi dan untuk menambah wawasan, baik bagi penulis sendiri
maupun untuk pembaca tesis ini. Untuk mencapai gelar Magister Kenotariatan itulah,
penulis membuat suatu karya ilmiah yang berjudul “ Tanggung Jawab Induk
Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan”.
Diharapkan tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya serta dapat
memberikan kontribusi pada ilmu pengetahuan.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM &H, Sp.A(K), selaku Rektor
Universitas Sumatera, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada
penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister
Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah
Pasca sarjana Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH,MS,CN, selaku Ketua Program
Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.
4. Ibu Dr.T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.HUM, selaku sekretaris Program
5. Bapak Prof. Sanwani Nasution, SH, selaku ketua Tim Pembimbing
yang telah memberikan bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis ini.
6. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing
II yang telah memberikan bimbingannya sehingga penulis dapat menyeleikan
tesis ini.
7. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, selaku Dosen Pembimbing III yang
telah memberikan bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
8. Bapak Fredy, selaku Direktur Keuangan PT. Sekar Bumi, terima kasih
atas waktu dan kesempatan yang diberikan untuk bisa wawancara.
9. Seluruh staf pengajar Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.
10. Yang Terkasih Suamiku Drs. Jonner Simbolon, yang telah memberi
kesempatan untuk belajar dan yang selalu memberi semangat,
dorongan kritik dan saran untuk menyelesaikan studi dan tesis ini.
11. Yang tersayang anak-anakku Elsa Yosephine, Antony Setya Putra dan
Mayer Omega Parlindungan, mama minta maaf karena telah mengambil
waktu yang seharusnya mama beri buat kalian, semoga dengan selesainya
studi ini bisa memberikan arti buat kalian bertiga.
12. Yang terhomat orangtuaku alm. Bapak Sotopo dan alm. Ibunda Yohana
Lasmini, Yang tanpa pamrih membesarkan dan mendidik, sehingga menjadi
13. Yang terkasih adikku Indah, terimakasih atas semangat dan dorongan untuk
menyelesaikan studi ini.
14. Sahabat-sahabatku Suarni Zebua, Fadila Agustina, Melda, Tina, Vina, Dina,
Eva, Erry, Natal, Serly, Aldi, Amin, Mahruzar, Fadly, Ira, Mutia, Pak Sukri,
Pak Mahadi,Bang Agam, Zulfikar, Bangun, Corry, Susiana Simanjuntak, Bang
Sofyan (Group C) dan rekan-rekan MKN angkatan 2007, semoga setelah
selesainya studi kita ini persahabatan kita bisa tetap terjalin meskipun
kita tidak bersam-sama lagi.
15. Staf administrasi kak Fatima, Sari, Lisa, Winda, Afni, Bang Aldi,
Rizal,terima kasih atas bantuan selama ini dalam proses studi sampai selesainya
studi ini.
Akhirnya kata, penulis mohon maaf sebesar-besarnya kepada semua pihak, jika
ada kesalahan yang telah diperbuat baik secara sadar maupun tidak sadar, selama
penulis menyelesaikan studi ini.
Medan, Juli 2009 Penulis
RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
Nama Lengkap : Rita Dyah Widawati
Tempat/Tgl Lahir : Kediri, 30 Desember 1969
Status : Menikah
Alamat : Menteng VII G. Patriot No. 9 Medan
II. Keluarga
Nama Ayah : Alm. M. Soetopo
Nama Ibu : Alm. Y. Lasmini
Nam Suami : Drs. Jonner Simbolon
Nama Anak : 1. Elsa Yosephine
2. Antony Setya Putra
3. Mayer Omega Parlindungan
III. Pendidikan
SD : Tahun 1976 s/d Tahun 1982
SD Negeri Teluk Nibung Surabaya
SMP : Tahun 1982 s/d Tahun 1985
SMP Swasta Gatotan I Surabaya
SMA : Tahun 1985 s/d Tahun 1988
SMA Swasta Budi Luhur Surabaya
Perguruan Tinggi/S1 : Tahun 1988 s/d Tahun 1994
Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Perguruan Tinggi/S2 : Tahun 2007 s/d Tahun 2009
Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah
BAB II HUBUNGAN HUKUM ANTARA INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN DALAM
PERUSAHAAN GRUP
A. Tinjauan Umum ... 22
1. Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum ... 22
2. Pendirian PT. Menjadi Badan Hukum ... 25
3. Tahap Pengesahan Mentri ... 28
4. Pendaftaran Dan Pengumuman ... 34
5. Modal Dan Saham ... 37
a. Modal ... 37
b. Saham ... 42
6. Organ Perseroan Terbatas ... 48
a. Rapat Umum Pemegang Saham ... 48
b. Komisaris ... 55
c. Direksi ... 58
B. Hubungan Hukum Antara Induk Perusahaan Dengan ……. ……63
Anak Perusahaan . BAB III TANGGUNG JAWAB INDUK PERUSAHAAN TERHADAP PERIKATAN ANAK PERUSAHAAN DALAM PERUSAHAAN GRUP A. Doktrin Piercing The Corporate Veil ... 84
B. Campur Tangan Induk Perusahaan Ke Dalam Bisnis Anak ... 88
D. Tanggung Jawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan ... 94 Anak Perusahaan.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 104
B. Saran ... 105
B A B I
P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang
Perusahaan grup/kelompok atau lebih dikenal dengan sebutan konglomerasi
merupakan topik yang selalu menarik perhatian, karena pertumbuhan dan perkembangan
perusahaan grup yang tidak terkendali dapat menimbulkan monopoli terhadap suatu
jaringan usaha. Disisi lain perusahaan grup itu dianggap diperlukan untuk mempercepat
proses pembangunan perekonomian dalam suatu negara.
Hubungan-hubungan yang ada diantara perusahaan anggota grup dapat diartikan sebagai hubungan antara badan-badan hukum yang ada didalam suatu grup tersebut; yaitu badan hukum dengan bentuk Perseroan Terbatas. Hubungan itu dapat terjadi antara lain karena adanya keterkaitan kepemilikan yang banyak atau sedikit. Mempunyai keterikatan yang erat baik satu sama lain; dalam kebijakan menjalankan usaha maupun dalam hal pengaturan keuangan dan hubungan organisasi.Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perusahaan yang berada dibawah satu pimpinan sentral atau pengurusan bersama dikelola dengan gaya dan pola yang sama.1
Akan tetapi bahwa perusahaan-perusahaan yang terkait didalam satu
peruahaan grup haruslah perusahaan-perusahaan yang berstatus badan hukum seperti
Perseroan Terbatas.
“Karena tidak tertutup kemungkinan bahwa anak perusahaan yang tidak tergolong
dalam badan hukum pun dapat bergabung didalam suatu perusahaan grup, misalnya
perusahaan berbentuk Firma, CV (commanditeir Vennootschaap atau perseroan),
menjadi anak-anak perusahaan dari satu induk perusahaan yang bersatus badan hukum”.2
1 Emmy Simanjuntak, Seri Hukum Dagang; Perusahaan kelompok (group company/concern) , Universitas Gajah Mada, Jogyakarta, 1997, h. 5, pendapat H.J.M.N. Honne.
Perusahaan-perusahaan yang tergabung didalam kelompok yang akan dibahas
adalah yang berbentuk Perseroan Terbatas, sehingga masing-masing perusahaan telah
berstatus badan hukum. Gunawan Widjaja memberikan lima kapasitas suatu Perseroan
Terbatas, yaitu:
1. Dapat di gugat dan menggugat, yang berarti memiliki suatu persona standi in
judicio tersendiri;
2. Memiliki harta kekayaan tersendiri; memiliki harta kekayaan disini
bukanlah memiliki harta kekayaan dari suatu kesatuan, suatu badan
hukum yang dapat dicatatkan atas namanya sendiri, yang menandakan
bahwa perseroan adalah suatu subjek hukum yang mandiri;
3. Dapat memberikan kuasa;
4. Dapat membuat perjanjian, tentunya dengan segala akibat hukumnya;
5. Mampu membuat peraturan untuk mengatur kehidupan internalnya sendiri.3
Namun apabila dilihat secara mendalam, maka perusahaan-perusahaan
yang berada didalam perusahaan grup itu dimiliki oleh pemilik modal yang sama
sehingga dapat dikatakan sebagai satu kesatuan kelompok kegiatan ekonomi.
Perusahaan-perusahaan yang tergabung didalamnya adalah badan-badan
usaha yang masing-masing merupakan sebuah badan hukum
tersendiri, konsekuensinya perusahaan yang terkait dalam perusahaan grup
mempunyai hak dan kewajiban hukum masing-masing.
Selanjutnya dalam aktifitasnya, status badan hukum perusahaan anggota grup harus
dipandang sebagai pemegang hak dan kewajiban yang mandiri, termasuk dalam
hubungan antara perusahaan grup dengan pihak ketiga dimana perusahaan itu
bertanggung jawab atas kegiatan usahanya masing-masing.
Pada prinsipnya perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam suatu grup tidak
ada kaitan satu dengan yang lain dalam hal hak dan kewajiban yang dibuat oleh
masing-masing perusahaan. Mereka tidak dapat ikut bertanggung jawab kepada pihak ketiga dan
juga tidak memperoleh hak yang dihasilkan dari hubungan hukum yang dibuat oleh salah
satu perusahaan di dalam kelompok dengan pihak ketiga. “Bahkan mungkin pihak ketiga
belum tentu mengetahui bahwa perusahaan yang mengadakan perjanjian dengannya
adalah anggota pada suatu kelompok perusahaan”.4
“Yang tidak dapat dipungkiri bahwa didalam kenyataan hal tersebut tidak dapat
dipisahkan secara murni karena perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam grup
walaupun masing-masing berdiri sendiri ternyata dalam melakukan setiap kegiatan
ekonomi, tetap merupakan satu kesatuan sinergi yang disusun untuk semua kelompok”5
Hubungan-hubungan hukum yang tercipta didalam perusahaan grup/kelompok dapat
menghasilkan sebuah kondisi dimana pimpinan kelompok yang duduk mewakili
kepentingan kelompok sebagai satu kesatuan, cenderung tidak memperhatikan
kepentingan pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan masing-masing yang
berada didalam grup,sehingga tidak mudah bagi pihak ketiga membuktikan sikap atau
perbuatan pimpinan kelompok itu telah menimbulkan kerugian terhadap dirinya.
4 R. Murjiyanto, Pengantar Hukum Dagang; Aspek-Aspek Hukum Perusahaan dan Larangan Praktek Monopoli, Liberty yogyakarta, 2002, h. 69.
Dari sudut pandang hukum, pihak ketiga tentu tidak dapat dirugikan begitu saja,
hanya karena perusahaan-perusahaan dalam satu grup diorganisasikan dalam sebuah
kelompok.
Pengertian induk perusahaan tidak diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas
no. 40 tahun 2007. “R. murjiyanto memberikan pengertian induk perusahaan adalah suatu
perusahaan yang sudah besar dan berkembang kemudian membentuk beberapa
perusahaan sebagai anak perusahaan, dalam hal ini perusahaan besar itulah yang menjadi
perusahaan pusat atau induk”.6
Pada perusahaan grup (kelompok) yang para anggotanya merupakan
perusahaan-perusahaan yang telah berbentuk Perseroan Terbatas, masing-masing mempunyai direksi
yang bertugas mengurus perseroan berdasarkan anggaran dasarnya sendiri-sendiri.
Dengan induk perusahaan melakukan campur tangan atau intervensi pada anak
perusahaan diberbagai hal termasuk bidang finansial atau keuangan, sering menyebabkan
anak perusahaan mengalami kesulitan keuangan bahkan dapat menyebabkan pailit.
Meskipun dari sudut kegiatan ekonomi perusahaan grup tersebut merupakan satu
kesatuan, namun dari segi yuridis masing-masing perusahaan anggota grup tersebut
mempunyai karateristik tersendiri dalam pengertian bahwa masing-masing perusahaan
yang bergabung dalam perusahaan grup adalah merupakan badan-badan hukum yang
berdiri sendiri.
Apabila salah satu anak perusahaan memperoleh kredit dari kreditur, maka
keterikatan secara yuridis dari induk perusahaan dapat muncul karena sebagai pemegang
saham ia ikut bertanggung jawab terhadap pelunasan pinjaman atau hutang dari kreditur
tersebut.
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahannya sebagai berikut:
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan hukum antara Induk Perusahaan dengan anak perusahaan
dalam Perusahaan Grup ?
2. Bagaimana tanggung jawab Induk Perusahaan terhadap perikatan yang dilakukan oleh
anak perusahaan dalam perusahaan Grup?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu kepada judul dan permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat
dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui hubungan hukum antara sesama anggota dalam perusahaan grup.
2. Untuk mengetahui tanggung jawab induk perusahaan terhadap perikatan
yang dilakukan oleh anak perusahaan.
D. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Dari segi teoritis kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
berupa sumbangan saran dalam ilmu pengetahuan berupa teori/gagasan perkembangan
ilmu hukum, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan masalah tanggung jawab
2. Secara Praktis
a. Dari segi praktis akan memberikan masukan kepada pemerintah untuk memberikan
rambu-rambu tentang tanggung jawab induk perusahaan terhadap anak
perusahaannya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkap berbagai permasalahan yang timbul
tentang perikatan yang dibuat oleh anak perusahaan, dan induk perusahaan diminta
pertanggung jawaban atas perikatan tersebut.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan yang khususnya dilingkungan
Universitas Sumatera Utara, menunjukkan bahwa penelitian dengan judul
“TANGGUNG JAWAB INDUK PERUSAHAAN TERHADAP PERIKATAN
YANG DILAKUKAN OLEH ANAK PERUSAHAAN” belum ada yang
membahasnya, sehingga tesis ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan
keasliannya.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
“kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam
membangun atau memperbuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka
teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir pendapat, tesis sebagai pegangan
baik disetujui atau tidak disetujui”.7
Teori berguna untuk menebak menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada
fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya. “Kontinuitas perkembangan
ilmu hukum selain tergantung pada metodologi aktifitas penelitian dan imajinasi sosial
dengan ditentukan oleh teori”.8
Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan
meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. Dan dikarenakan penelitian ini
merupakan penelitian normatif, maka kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum.
Dalam pembahasan tesis ini, kerangka teori yang digunakan adalah berdasarkan
tanggung jawab dan perikatan yang akan melihat sejauh mana induk perusahaan
bertanggung jawab terhadap perikatan yang dilakukan anak perusahaannya.
Dalam ilmu hukum dikenal “doktrin keterbatasan tanggung jawab” dari suatu badan
hukum. Maksudnya secara prinsipil setiap perbuatan yang dilakukan oleh badan hukum,
maka badan hukum sendiri yang bertanggung jawab kecuali sebatas nilai saham yang
dimasukkannya. Secara hukum tanggung jawab yang normal dari sebuah perusahaan
dapat dibedakan sebagai berikut:9
1. Tanggung jawab hukum dari sutu perusahaan yang tidak berbadan hukum, dan
2. Tanggung jawab suatu perusahaan berbentuk badan hukum
Tanggung jawab hukum suatu perusahaan yang tidak berbadan hukum, bila suatu
perusahaan tidak berbadan hukum semisal perusahaan dalam bentuk firma, usaha dagang,
maka tidak ada harta yang terpisah yang merupakan harta perseroan tersebut yang
8 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI- Press, Jakarta, 1986, h. 6
ada hanyalah harta dari pemilik perusahaannya. Karena itu secara hukum tanggung
jawab hukumnya juga tidak terpisah antara tanggung jawab perseroan dengan tanggung
jawab pribadi pemilik perusahaan.
Tanggung jawab hukum dari suatu perusahaan yang berbentuk badan hukum, seperti
Perseroan Terbatas, koperasi, secara hukum pada prinsipnya harta bendanya terpisah dari
harta benda pendiri/pemiliknya.Karena itu tanggung jawab secara hukum juga dipisahkan
dari harta benda pribadi pemilik perusahaan yang berbentuk badan hukum tersebut.
Pasal 40 ayat (2) KUHD menyebutkan bahwa pemegang saham tidak bertanggung
jawab lebih dari pada jumlah penuh saham-saham itu. Prinsip yang sama juga
diberlakukan oleh undang-undang tentang Perseroan Terbatas, yang menyatakan dengan
tegas bahwa “Perseroan Terbatas adalah merupakan suatu badan hukum”
(Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 pasal ayat 1). Dan “tanggung jawabnya sebatas atas
saham-saham yang telah diambil oleh pemegang saham (Undang-Undang No.
40 Tahun 2007 pasal 3 ayat 2)“. Tapi dengan dianutnya asas piercing the corporate veil
dalam undang-undang Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007 yang terdapat dalam pasal 3
ayat (2), yang secara tegas menyatakan bahwa pertanggung jawaban dari pemegang
saham tidak berlaku lagi (hapus), dalam hal :
1. Persyaratan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
2. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung
dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi;
3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbutan hukum
4. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung
secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, sehingga
harta perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.
“Bahkan penerapan teori piercing the corporate veil dalam pengembangannya juga
membebankan tanggung jawab kepada organ perusahaan yang lain seperti direksi dan
komisaris”10
Kata perjanjian dan perikatan merupakan dua istilah yang dikenal dalam
KUHPerdata. Pengertian tentang perjanjian ditemukan dalam pasal 1313 KUHPerdata,
yang berbunyi sebagai berikut: “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Definisi
yang lebih jelas dikemukakan oleh subekti, dimana Ia memberikan perumusan bahwa
“perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau
dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.11
Untuk melengkapi definisi perjanjian yang terdapat dalam pasal 1313 KUHPerdata,
Setiawan menyatakan pendapatnya bahwa:
a. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang
bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum.
b. Perlu ditambahkan dengan kata-kata “atau saling mengikatkan dirinya” dalam
pasal 1313 KUH Perdata.
10 Ibid, h. 17
Sehingga dengan saran tersebut ia memberi definisi perjanjian adalah ”suatu
perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih “12
Terhadap definisi perjanjian tersebut, para sarjana dan ahli hukum pada umumnya
memiliki pendapat yang seragam yaitu bahwa definisi perjanjian tersebut tidak lengkap
dan terlalu luas. Kiranya pandapat Sutan Remy Sjahdeini dapat dijadikan barometer
karena penjabaran luas lingkup kebebasan berkontrak cukup jelas dan mudah dicerna,
seperti dikutip Cornelius Simanjuntak dan Natalie Mulia, yaitu:
a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;
b. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian; c. Kebebasan untuk menentukan atau memilih kuasa dari perjanjian yang akan
dibuatnya;
d. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian;
e. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan Undang-Undang yang bersifat opsional (aanvullend, optional).13
Perjanjian dikatakan wanprestasi apabila salah satu pihak tidak memenuhi prestasi
yang telah dibuat. Cornelius Simanjuntak dan Natali Mulia, mendefinisikan wanprestasi:
Wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya,
dilakukan tidak menurut selayaknya. Bahwa seorang debitur disebutkan dan berada
dalam keadaan wanprestasi apabila ia dalam melakukan pelaksanaan prestasi perjanjian
telah lalai sehingga terlambat dari jadwal waktu yang ditentukan atau dalam
melaksanakan prestasi tidak menurut sepatutnya /selayaknya.14
12 Setiawan, Pokok-Pokok Perikatan, Putra A.Bardin, Bandung,1999,h. 49
13 Cornelius Simanjuntak Dan Natalie Mulia, Merger Perusahaan Publik (Suatu Kajian Hukum Korporasi), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h.27.
Abdul kadir Muhammad menambahkan bahwa untuk menentukan apakah debitor
melakukan wanprestasi perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana seorang debitor
dikatakan “sengaja” atau “lalai” tidak memenuhi prestasi, yaitu empat keadaan:
1. Debitor tidak memenuhi prestasi sama sekali;
2. Debitor memenuhi prestasi, tidak baik atau keliru;
3. Debitor memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya; atau
4. Melakukan sesuatu yang menurut pejanjian tidak boleh dilakukan.
Akibat timbul dari wanprestasi adalah keharusan bagi debitor untuk membayar
“ganti rugi/schadervergoeding” atau “pembatalan perjanjian”.15
Sebagai salah satu asas yang ada dalam kaedah hukum perjanjian, maka asas
kesepakatan dalam mengadakan perjanjian adalah merupakan salah satu faktor yang
sangat penting. Karena dalam setiap perjanjian harus ada kesepakatan atau persetujuan
dari kedua belah pihak yang berjanji, kesepakatan dalam mengadakan perjanjian ini di
dasarkan pada pasal 1338 ayat I KUHPerdata yang menyebutkan bahwa semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.
Oleh karena itu, apabila terjadi suatu sengketa karena salah satu pihak melanggar isi
perjanjian, maka pihak lainnya dapat membawanya ke pengadilan dan apabila terbukti
memang demikian kejadiannya, hakim dapat menghukum pihak yang salah berdasar
perjanjian itu.
Perbedaan dengan perundang-undangan adalah dalam hal bahwa perjanjian hanya berlaku bagi pihak yang membuatnya saja, tidak mengikat orang lain atau masyarakat umumnya, sedangkan perundang-undangan berlaku umum kepada semua pihak yang menjadi subjek pengaturannya. Perbedaan lainnya perjanjian diciptakan oleh atas
inisiatif pihak-pihak tersebut “dari bawah”, sedangkan perundang-undangan dipaksakan berlaku “dari atas” meskipun dalam perbuatannya terdapat partisipasi rakyat secara langsung melalui lembaga perwakilannya”16
Bagi kalangan bisnis, perjajian ini sering dibuat sebagai pedoman atau pegangan
dalam pelaksanaan transaksi bisnis atau penyelesaian sengketa apabila terjadi
perselisihan. Oleh karena itu perlu di buat secara cermat dan teliti untuk dapat digunakan
dalam praktek. Selain itu perlu disimpan baik sebagai dokumen untuk dijadikan bukti
apabila terjadi sengketa dikemudian hari. Perjanjian yang baik dapat mengurangi resiko
bisnis dan sampai pada tingkat tertentu mencegah ketidakpastian.
Ketentuan mengikat bagi para pihak yang mengadakan perjanjian baik terhadap
materi perjanjian yang ada disebutkan dalam perjanjian, semakin dipertegas lagi isinya
dalam pasal 1339 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa perjanjian-perjanjian tidak
hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi
jugauntuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan,
kebiasaan dan undang-undang.
Jadi setiap orang yang membuat perjanjian, dia terikat untuk memenuhi isi dari pada
perjanjian tersebut. Karena isi suatu perjanjian mengandung janji-janji yang mengikat
para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang yang isinya wajib dipatuhi dan
harus dilaksanakan. Asas kesepakatan dalam mengadakan perjanjian ini ada pula yang
mendasarkan pada pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur tentang syarat-syarat sahnya
perjanjian, dalam pasal 1320 KUHPerdata menetapkan bahwa untuk sahnya perjanjian
perlukan empat syarat :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal.
Asas kesepakatan dalam mengadakan perjanjian adalah merupakan suatu dasar yang
menjamin kebebasan orang dalam melakukan perjanjian. Hal ini juga tidak terlepas dari
sifat buku III KUHPerdata yang hanya merupakan hukum yang mengatur sehingga para
pihak sering mengenyampingkan kecuali terhadap pasal-pasal tertentu yang sifatnya
memaksa.
H.F Vollmar di dalam bukunya” Including Tot The Studie Van Het Nederlands
Burgerlijk Recht” (1) mengatakan bahwa “ditinjau dari sisinya ternyata bahwa perikatan
itu ada selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin
dapat dipaksakan terhadap kreditur kalau perlu dengan bantuan hakim”17
Sedangkan menurut Van Der burght Gr “ perikatan adalah suatu hubungan hukum
serta kekayaan antara dua orang atau lebih yang menurut ketentuan seseorang atau lebih
berhak atas sesuatu sedangkan yang seorang lagi atau lebih berkewajiban untuk itu”.18
Ketentuan-ketentuan umum tentang perikatan diatur dalam pasal 1233 dan pasal
1234 KUHPerdata yang beribunyi sebagai berikut:
a. Pasal 1233 KUHPerdata menyebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik
karena persetujuan dan baik karena undang-undang;
17 Subekti, op.cit., h. 1
b. Pasal 1234 KUHPerdata menyebutkan bahwa tiap-tiap perikatan adalah untuk
memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.
Berdasar ketentuan pasal 1233 KUHPerdata tersebut diatas, secara jelas dapat kita
ketahui bahwa sumber dari perikatan adalah berasal dari persetujuan dan undang-undang.
Dalam ketentuan pasal 1234 KUHPerdata disebutkan mengenai adanya suatu bentuk
prestasi yang terdapat dalam suatu perikatan.
Dengan demikian keduanya juga berbeda dengan konsekuensi hukumnya. Pada
perjanjian oleh karena dasar perjanjian adalah kesepakatan para pihak maka tidak
dipenuhinya prestasi dalam perjanjian akan menimbulkan ingkar janji (wanprestasi),
sedangkan tidak di penuhinya suatu prestasi dalam perikatan menimbulkan konsekuensi
hukum sebagai perbuatan melawan hukum.
Wanprestasi (ingkar janji) berarti tidak melaksanakan isi kontrak pada pihak-pihak
sebelumnya telah sepakat melaksanakannya. Untuk mencegah wanprestasi dan memberi
keadilan serta kepastian hukum kepada pihak-pihak, hukum menyediakan sanksi berupa
ganti rugi, pembatalan perjanjian dan peralihan resiko.19
Sanksi demikian merupakan sanksi perdata karena masalah kontrak menyangkut
kepentingan pribadi, yang berbeda dengan sanksi pidana berupa hukuman fisik
(pemenjaraan) terhadap pelaku kejahatan atau tindak pidana tertentu sebagaimana di atur
dalam hukum pidana.
19 Sanusi Bintang dan Dahlan, op. cit. h. 11
Induk perusahaan yang merupakan perusahaan mandiri dan yang mendirikan atau
membentuk anak perusahaan yang mandiri pula dalam batas-batas tertentu dalam
membuat perjanjian dan perbuatan-perbuatan hukum perusahaan lainnya dengan pihak ke
tiga masih turut campur dalam penentuannya. Hal ini tentu berhubungan dengan adanya
kepemilikan mayoritas saham yang dimiliki induk perusahaan sehingga induk
perusahaan dapat mengendalikan anak perusahaannya.
Bila terjadi wanpretasi atas perjanjian yang telah dibuat oleh anak perusahaan,
kalau di lihat dari sifat kemandirian anak perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas
tentunya induk perusahaan tidak dapat di minta pertanggung jawabannya, karena setiap
perusahaan yang melakukan perbuatan hukum tentunya hanya perusahaan tersebutlah
yang dapat menikmati dan mempertanggung jawabkan segala akibat yang
ditimbulkannya.
2. Konsepsi
Pemakaian konsep perlu di jelaskan bahwa konsepsi adalah satu bagian terpenting
dari teori, karena konsep adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang
sebelumnya hanya dalam pikiran.
“Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori,
observasi dan abstraksi”.20
Induk perusahaan sebagai perusahaan yang telah mendirikan anak perusahaan
tentunya mempunyai maksud dan tujuan untuk membentuk anak perusahaan. Pendirian
anak perusahaan tersebut tidak terlepas dari tujuan perusahaan mengembangkan sayap
untuk memperbesar usaha dan keuntungan, dengan membentuk anak perusahaan dalam
bentuk Pereroan Terbatas yang mempunyai tanggung jawab sendiri dan mandiri.
Menurut Munir Fuady ada tiga cara untuk membentuk perusahaan kelompok
yaitu:
1. Ekspansi Vertikal, dalam hal ini penggabungan perusahaan bergerak dari hilir ke hulu, misalnya pengusaha garmen yang hendak memperluas jaringannya dengan mendirikan usaha tenun sendiri dan selanjutnya mendirikan perusahaan batik keris. 2. Ekspansi Horizontal, dengan bermotif menekan resiko dilakukan ekspansi melalui
diversifikasi usaha. Dalam hal ini bidang usaha dari satu perusahaan anak dengan perusahaan lainnya sangat berbeda. Istilah konglomerat atau perusahaan kelompok ditujukan untuk bentuk-bentuk seperti ini. Termasuk ke dalam kelompok ini antara lain: Bakrie Group, Sekar Group
3. Campuran antara ekspansi vertical dan horizontal , bentuk campuran ini melakukan ekspansi usaha ke dua arah, terkadang perluasan usaha dengan memperhatikan hubungan dagang dari hulu ke hilir tetapi terkadang tanpa memperhatikan hubungan tersebut sama sekali.21
Dengan terbentuknya perusahaan baru maka akan semakin baik yang berarti adanya
peningkatan dalam pembangunan. Terbentuknya perusahaan baru setidaknya akan
menimbulkan:
1. Penerimaan pajak dari keuntungan yang diperoleh
2. Membuka kesempatan kerja.
Dalam hal ini dengan terbentuknya perusahaan secara otomatis akan menyerap
tenaga kerja, dengan demikian akan tercipta kepentingan yang seimbang antara
kepentingan pemilik modal (pengusaha) dan kepentingan pemerintah serta masyarakat.
Beberapa definisi konsep dasar untuk memperjelas, yaitu:
“Tanggung jawab adalah kewajiban, wewenang dan hal yang melekat pada suatu
kedudukan”.22
Tanggung jawab adalah kewajiban yang harus dipikul oleh orang/badan akan sesuatu
yang telah di dibuatnya.
“Induk perusahaan adalah perusahaan yang menjalankan usaha sendiri dan menjalankan
pengendalian operasional pada anak perusahaannya”.23
Perseroan Terbatas, menurut pasal 1 ayat (1) undang-undang no. 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas yang selanjutnya di sebut perseroan adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan
usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksananya.
Anak perusahaan adalah perusahaan yang mempunyai hubungan khusus dengan
perusahaan induk dan perusahaan lain dalam satu kelompok, dengan demikian untuk
pengangkatan dan pemberhentian direksi dan komisaris maupun penentuan kebijakan
kegiatan usaha perusahaan sangat di pengaruhi oleh induk perusahaannya.
G. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu
pengetahuan maupun teknologi. Hal ini di sebabkan karena penelitian bertujuan untuk
mengungkapkan kebenaran secara sistimatis, metodologis dan konsisten. Melalui proses
22 Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2001, h. 619
penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telah
dikumpulkan.”24
“Oleh karena penelitian merupakan suatu sarana ilmiah bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, maka metodologi penelitian yang diterapkan harus senantiasa
disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya”.25 “Penelitian hukum
merupakan suatu kegiatan ilmiah yang dianalisa berdasarkan pada metode, sistematika
dan dengan jalan menganalisanya.26
Dengan demikian metode penelitian adalah merupakan upaya ilmiah untuk
memakai dan memecah suatu permasalahan berdasarkan metode tertentu. Sehubungan
dengan permasalahan sebelumnya dapat dikemukakan beberapa hal, diantaranya:
1. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, karena ingin menggambarkan kajian terhadap
tanggung jawab induk perusahaan terhadap perikatan yang dibuat anak perusahaanya.
2. Metode Pendekatan
Penelitian ini menggunakan metode pedekatan yuridis normatif. Penelitian hukum
normatif atau kepustakaan mencakup:27
a. Penelitian terhadap asas-asas hukum; b. Penelitian terhadap sistimatik hukum;
c. Penelitian terhadap sinkronisasi vertikal dan horizontal; d. Perbandingan hukum;
e. Sejarah hukum
24 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, 2005, h. 5-6
25 Sorjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, h. 64
“Metode penelitian sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research), yaitu suatu
penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun
sebagai law as it decided by the judge through judicial process”. 28
3. Teknik Pengumpulan Data
Sebagai penelitian hukum normatif, teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah melalui studi kepustakaan ( library research), bahan
kepustakaan tersebut merupakan dasar yang dalam ilmu penelitian digolongkan sebagai
data sekunder, untuk mendapatkan konsep teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran
konseptual dari peneliti terdahulu tanpa mengganggu kerangka pemikiran yang
dipergunakan dalam penelitian ini, dan di tambah dengan data dari nara sumber yang
diperoleh dari wawancara yang berkaitan dengan objek penelitian.
Bahan utama dari penelitian ini adalah data sekunder yang dilakukan dengan
menghimpun bahan-bahan berupa:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, berupa ketentuan
perundang-undangan antara lain undang-undang nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan terbatas, Kitab undang-undang Hukum Dagang, Kitab undang-undang
Hukum Perdata.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis bahan-bahan hukum primer
tersebut, antara lain berupa buku-buku rujukan yang relevan, hasil karya tulis ilmiah
dan berbagai makalah yang berkaitan.
c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk dan penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder berupa kamus umum, kamus bahasa,
surat kabar, artikel, internet.
4. Alat Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta
dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini diperoleh
melalui:
1. Studi dokumen atau kepustakaan (library research), yang terdiri dari:
a. Bahan hukum primer
Yang meliputi segala jenis peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
masalah yang diteliti.
b. Bahan hukum sekunder
Yang meliputi pendapat para pakar hukum yang bersumber pada buku-buku berisi
teori atau pendapat para ahli hukum.
2. Wawancara yang dilakukan terhadap nara sumber dalam penelitian ini
yaitu pada PT. Sekar Bumi, Sidoarjo, Jawa Timur yang dalam hal ini di wakili
5. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian merupakan suatu hal yang sangat penting guna
memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang diteliti. Dimana data yang
telah dikumpulkan dengan studi kepustakaan tersebut selanjutnya dianalisis dengan
menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan melakukan identifikasi yang logis
dan sistematis, untuk kemudian ditarik kesimpulan dari data yang dianalisis tersebut
dengan menggunakan metode secara deduktif. Dipilihnya metode analisis deduktif
ini adalah agar gejala-gejala normatif yang diperhatikan dapat dianalisis dari berbagai
aspek secara mendalam dan terintegral antara aspek yang satu dengan yang lain, sehingga
dengan demikian diharapkan dapat menjawab permasalahan yang diteliti.
B A B II
HUBUNGAN HUKUM ANTARA INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN DALAM PERUSAHAAN GROUP
A. Tinjauan Umum
1. Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum
Istilah Perseroan Terbatas ada beraneka ragam dipakai pada beberapa
negara, seperti: Aktiengesellschaft atau disingkat A.G (untuk Jerman,Austria dan
disingkat N.V (untuk Belanda) dan Company limited Shares (untuk inggris).29
Salah satu bentuk badan usaha yang cukup banyak diminati dalam praktek bisnis adalah Perseroan Terbatas, karena Perseroan Terbatas diyakini dapat menjadi sarana untuk pemupukan modal yang lebih besar jika dibandingkan dengan bentuk badan usaha lainnya seperti: Perusahaan Dagang (PD), Firma (Fa), Perseroan Komanditer (CV).30
“Selain itu Perseroan Terbatas juga dapat masuk ke Pasar Modal atau bursa
efek apabila telah memenuhi syarat yang ditentukan Undang-Undang Pasar Modal.31
Oleh karena bentuk badan usaha Perseroan Terbatas tersebut banyak diminati maka
perlu diketahui kelebihan dan kekurangan bentuk badan hukum Perseroan Terbatas:
1. Kelebihan Perseroan Terbatas:
a. Memungkinkan pengumpulan modal besar; b. Tanggung jawab terbatas;
c. Pengalihan kepemilikan lebih mudah; d. Jangka waktu yang tidak terbatas; e. Manajemen yang lebih kuat;
f. Untuk Penanam Modal Asing (PMA) ada fasilitas bebas pajak (tax holiday).
29 H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Djambatan, Jakarta, 1995, h.89-90. 30 Sentoso Sembiring, Hukum Perusahaan Dalam Peraturan Perundang-Undangan, Nuansa Aulia, Bandung, 2006, h.13.
2. Kekurangan Perseroan Terbatas:
a. Pengenaan pajak ganda;
b. Ketentuan perundangan lebih ketat;
c. Rahasia perusahaan relatif kurang terjamin;
d. Pendirian perusahaan relatif rumit, lama, dan biaya lebih besar;
e. Untuk penanam modal asing (pma), sedikit rentan terhadap situasi dan kondisi sosial politik dan keamanan suatu Negara.32
Menurut Agus budiarto, bentuk Perseroan terbatas banyak diminati oleh para pengusaha karena Perseroan Terbatas mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri dan berpotensi memberikan keuntungan baik bagi instansinya sendiri maupun bagi para pendukungnya (pemegang saham). Ini bisa dilihat dalam realita yang ada ditengah-tengah kita, organisasi ekonomi (badan usaha) yang dimiliki oleh konglomerat yang menguasai beberapa sektor perekonomian bentuknya adalah Perseroan Terbatas. Mula-mula sebagai perusahaan yang biasa saja (kecil), lambat laun berkembang menjadi Perusahaan raksasa, dia mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri dan memberikan keuntungan bagi lembaganya maupun pemegang sahamnya.33
Perseroan Terbatas merupakan persekutuan yang berbentuk badan hukum.
Bentuk badan hukum ini tidak disebut persekutuan tetapi persero karena modal badan
hukum ini terdiri dari sero-sero atau saham-saham.
mempunyai hak dan kewajiban dalam hubungan hukum sama seperti manusia biasa atau natural person , dia bisa menggugat ataupun digugat,bisa membuat keputusan dan bisa mempunyai hak dan kewajiban layaknya manusia.34
Menurut R. Soerjatin suatu Perseroan Terbatas adalah suatu perserikatan:
1. Dalam mana tak dikenal para anggotanya; 2. Yang harus didirikan dengan akta otentik; 3. Yang merupakan suatu badan hukum;
4. Dalam mana para anggotanya bertanggung jawab terbatas;
5. Yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk didirikannya dan untuk menjalankan usahanya.35
Didalam Undang-Undang Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007 tidak
dijelaskan lebih lanjut apa yang dimaksudkan dengan badan hukum . Hanya
dalam Pasal 7ayat( 4) Undang-Undang Perseroan Terbatas menyebutkan kapan
perseroan memperoleh status badan hukum yaitu pada tanggal diterbitkannya
keputusan Mentri mengenai pengesahan badan hukum perseroan.
Perseroan Terbatas dapat diakui sebagai badan hukum karena ciri-ciri
tertentu seperti yang ditentukan dalam Undang-Undang, yaitu:
1. Adanya organisasi yang teratur;
2. Mempunyai harta kekayaan sendiri;
3. Melakukan hubungan hukum sendiri;
4. Mempunyai tujuan sendiri.36
34 Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Perusahaan Mengenai Bentuk-Bentuk Badan Usaha Di Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandung, 1997, h. 52.
35 R. Suryatin, Hukum Dagang I dan II, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1982, h.57-58
Dari rumusan yang diberikan diatas dapat diketahui bahwa suatu Perseroan
Terbatas sebagai bentuk modern corporation memiliki setidaknya tiga
karasteristik tambahan yaitu :
1. Kepemilikannya diwadahkan dalam bentuk saham-saham yang dapat dengan mudah dipindahtangankan atau dialihkan kepada siapapun juga;
2. Mempunyai masa hidup yang abadi dengan jangka waktu pendirian yang tidak ditentukan lamanya, yang tidak digantungkan pada masa hidup pemegang sahamnya.
3. Sifat tanggung jawab yang tidak hanya terbatas pada pemegang saham, tidak hanya untuk tanggung jawab perdata melainkan juga tanggung jawab atas suatu tindak pidana yang dilakukan oleh perseroan. Disamping itu dikenal juga pertanggung jawaban terbatas terhadap para pengurusnnya.37
Dengan dinyatakannya suatu perusahaan berstatus badan hukum dengan
sifat tanggung jawabnya yang terbataspun hadir demi hukum bagi kepentingan
pemegang saham.
Hal ini berarti bahwa seorang pemegang saham terbatas kepada sahamnya sendiri yang telah diambil itu mengenai pertanggungjawabannya atas segala tindak tanduk, keuntungan dan kerugian dari pada Perseroan Terbatas yang bersangkutan. Ia hanya bertanggung jawab atas jumlah sahamnya. Jika belum disetor harus disetor penuh. Tetapi kalau sudah disetor maka hanya sejumlah nilai dari sahamnya itu saja yang dia harus bertanggung jawab terhadap Perusahaan dan terhadap pihak ketiga yang menuntut dari Perseroan Terbatas. Maka ini adalah sifat dari pada suatu Limited
Company-nya suatu Perseroan Terbatas, terbatas dalam tanggung jawab para
pemegang sahamnya.38
2. Pendirian Perseroan Terbatas Menjadi Badan Hukum
Sebuah Perseroan Terbatas berdiri atau “ada” semata-mata karena adanya
perjanjian yang dibuat oleh dua orang atau lebih dihadapan notaris untuk
37 Gunawan Wijaya, op.cit. h. 11
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang
Perseroan Terbatas dan peraturan pelaksananya (Undang-Undang Perseroan Terbatas
Pasal 1 ayat 1).
Dengan demikian Perseroan Terbatas adalah suatu badan yang sengaja
dibentuk untuk melakukan usaha tertentu oleh orang-orang atau badan hukum yang
disebut sebagai pendiri.
Pasal 38 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menentukan bahwa suatu
Perseroan Terbatas harus didirikan dengan suatu akta otentik, dengan demikian maka
“akta otentik itu merupakan syarat mutlak untuk Perseroan Terbatas, dengan lain
perkataan apabila tidak ada suatu akta otentik, badan atau perserikatan itu tidak
merupakan suatu Perseroan Terbatas melainkan suatu CV atau firma”39
Pasal 1870 KUHPerdata menentukan bahwa suatu akta otentik memberi suatu
bukti yang sempurna tentang apa yang termuat didalamnya antara pihak beserta ahli
warisnya atau orang yang mendapat hak dari pada mereka. Dari ketentuan tersebut
ternyata pada hakekatnya suatu akta otentik merupakan suatu alat pembuktian yang
sempurna, mengenai apa yang disebutkan/dinyatakan dalam akta itu. Dengan
demikian isi dari pada akta itu mencerminkan kehendak para pihak atau apa yang
tercantum dalam akta itu mempunyai kekuatan pembuktian formil.
Prosedur pendirian Perseroan Terbatas ditempuh dengan melalui beberapa tahap:
1. Tahap akta notaris
Pada tahap ini yang merupakan tahap pertama dari pendirian suatu Perseroan
Terbatas, para pendiri diwajibkan untuk membuat akta pendirian suatu Perseroan
Terbatas berbentuk akta otentik (dengan akta notaris). Ini sesuai dengan
Ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang tentang Perseroan
Terbatas no. 40 tahun 2007.
2. Tahap Pengesahan Mentri
Akta pendirian yang notarial dari Perseroan Terbatas tersebut haruslah
diajukan ke Mentri Hukum Dan Hak Asasi Manusia untuk mendapatkan
Pengesahannnya (Pasal 7 ayat (4)) Undang-Undang Perseroan Terbatas no. 40
tahun 2007.
3. Tahap Pendaftaran Dalam daftar Perusahaan
Anggaran dasar yang telah disahkan oleh mentri tersebut selanjutnya harus di
proses pendaftarannya dalam daftar perusahaan yang disediaklan (Pasal 29)
Undang-Undang Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007.
4. Tahap Pengumuman Dalam Tambahan Berita Negara
Ini adalah tahap terakhir dari proses pendirian suatu Perseroan Terbatas, yakni
mengumumkan anggaran dasar Perseroan Terbatas yang bersangkutan dalam
Tambahan Berita Negara Republik Indonesia (Pasal 30) Undang-Undang
Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007.
Akta pendirian yang notarial dari Perseroan Terbatas tersebut
haruslah diajukan ke mentri untuk mendapatkan pengesahannya.
Dengan telah berstatus badan hukum maka tanggung jawab Perseroan Terbatas
dalam tindakannya menjadi mandiri sebagai badan hukum, sehingga terjadi
perubahan dalam tanggung jawab para pemegang saham yaitu ia tidak
bertanggung jawab atas kerugian dari perseroan yang melibihi nilai saham yang
telah diambil ( Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 3 ayat 1).
Hal ini berarti bahwa seorang pemegang saham bertanggung jawab sebatas
pada sahamnya atas segala tindak tanduk, keutungan dan kerugian dari Perseroan
Terbatas yang bersangkutan.
Proses mendapatkan pengesahan dari Mentri diajukan oleh pendiri atau
kuasanya (dalam hal ini hanya notaris yang diperbolehkan),mengajukan permohonan
melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara
elektronik kepada mentri dengan mengisi format isian yang memuat
sekurang-kurangnya (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 9 ayat 1):
a. Nama dan tempat kedudukan perseroan;
b. Jangka waktu berdirinya perseroan;
c. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan;
d. Jumlah modal dasar,modal ditempatkan dan modal disetor;
Pengesahan sebagai badan hukum harus diajukan kepada mentri paling
lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak akta pendirian ditandatangani (Pasal 10
ayat 1).
Permohonan untuk mendapat pengesahan dari mentri tersebut dapat
ditolak, penolakan tersebut langsung diberitahukan beserta alasannya kepada
pemohon secara elektronik (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 10 ayat 4).40
Dan apabila permohonan untuk mendapat pengesahan telah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, Mentri langsung menyatakan tidak berkeberatan
atas permohonan yang bersangkutan secara elektronik (Undang-Undang no. 40 tahun
2007 Pasal 10 ayat 3).
Dalam Undang-Undang dikatakan bahwa pengertian kata “orang” dalam
hal pendirian Perseroan Terbatas harus dipandang sebagai subjek hukum
dalam arti luas yaitu orang-orang, perorangan atau badan hukum. Jadi dimungkinkan
dalam Perseroan Terbatas sebagai badan hukum dapat melakukan perjanjian.
Akta pendirian merupakan anggaran dasar yang berisi keterangan tentang
identitas Perseroan Terbatas seperti (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 8
ayat 2):
a. Nama lengkap, tempat dan tangal lahir, pekerjaan, tempat tinggal
dan kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat
kedudukan dan
b. Alamat lengkap serta nomor dan tanggal keputusan Mentri mengenai
pengesahan badan hukum dari pendiri Pereroan.41
c. Nama Lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat
tinggal, kewarganegaraan anggota direksi dan komisaris yang pertama
kali diangkat.
d. nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham,
rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan
disetor.
Didalam anggaran dasar memuat sekurang-kurangnya (Undang-Undang no. 40
tahun 2007 Pasal 15 ayat 1):
a. Nama dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan,
b. Maksud dan tujuan serta kegitan usaha Perseroan yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang dimaksud dengan “kegiatan usaha
Perseroan, adalah kegiatan yang dilakukan Perseroan dalam rangka
mewujudkan maksud dan tujuan tersebut.
c. Jangka waktu berdirinya perseroan,
d. Besarnya jumlah modal dasar,modal yang ditempatkan, dan modal yang
disetor,
e. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk
tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham dan nilai
nominal setiap saham,
f. Nama jabatan dan jumlah anggota direksi dan dewan komisaris,
g. Penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang saham,
h. Tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota direksi
dan komisaris,
i. Tata cara penggunaan laba dan pembagian deviden.
Mengingat terbatasnya pengaturan mengenai Perseroan Terbatas dalam Undang-Undang, maka hal-hal lain yang belum cukup diatur dalam peraturan perundang-undangan dibenarkan kepada Perseroan Terbatas untuk mengatur sendiri dalam anggaran dasar hal-hal yang masih dianggap perlu. Tentu saja sejauh hal-hal tersebut tidak bertentangan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan kata lain terdapat suatu keleluaaan bagi Perseroan Terbatas untuk menetapkan hal-hal yang dianggap perlu dan yang belum diatur dalam peraturan yang ada. Oleh karena itu dalam menyusun akta pendirian atau anggaran dasar Perseroan Terbatas harus benar-benar dipersiapkan dengan sebaik-baiknya sehingga masalah-masalah yang perlu dan dianggap mendasar bisa dituangkan secara jelas dan lengkap dalam anggaran dasar.42
Dalam penggunaan nama Perseroan Terbatas, Persero tidak boleh menggunakan
nama yang (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 16 ayat 1):
a. Telah dipakai secara sah oleh Perseroan lain atau mirip dengan nama
Perseroan lain;
b. Bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan;
j. Sama atau mirip dengan nama lembaga Negara, lembaga pemerintah atau
lembaga internasional;
k. Tidak sesuai dengan maksud dan tujuan, serta kegiatan usaha, atau
menunjukkan maksud dan tujuan Perseroan saja tanpa nama diri;
l. Terdiri atas angka atau rangkaian angka, huruf atau rangkaian huruf yang
tidak membentuk kata;
m. Mempunyai arti sebagai Perseroan, badan hukum, atau persekutuan perdata.
Nama Perseroan harus didahului dengan perkataan Perseroan Terbatas
atau disingkat PT (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 16 ayat 2).
“Pada akhir nama Perseroan ditambah singkatan kata “Tbk”, dalam hal tidak ada
tulisan singkatan”Tbk” berarti Perseroan tertutup”.43
Tindakan hukum untuk mendirikan perseroan pada asasnya mempunyai 2
unsur yang harus dibedakan tetapi saling mengikat. Unsur pertama adalah
pendirian Perseroan Terbatas sendiri dengan anggaran dasarnya yang menentukan
identitas dan pengaturannya, dan unsur yang kedua adalah keikutsertaan dari pada
pendiri sebagai pemegang saham.
“Dengan demikian merupakan suatu keharusan bagi para pendiri agar akta
pendirian Perseroan Terbatas yang telah dibuat oleh notaris tersebut diajukan untuk
mendapat pengesahan dari mentri Hukum dan Hak Asasi manusia, agar Perseroan
Terbatas memperoleh status badan hukum”.44 Karena sebelum akta pendirian
mendapat pengesahan status Perseroan Terbatas belum sebagai badan hukum,
43 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, h. 120.
dengan demikian pendiri Perseroan Terbaras atau pemegang saham
bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan atas nama perseroan
(Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 3 ayat 2). Meskipun demikian (Undang-Undang-(Undang-Undang
memberi peluang kepada pemegang saham agar perikatan yang dilakukan tersebut
dapat mengikat perseroan setelah perseroan berbadan hukum, yaitu:
Apabila perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk
kepentingan perseroan yang belum didirikan mengikat perseroan setelah
perseroan menjadi badan hukum apabila Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
pertama perseroan secara tegas menyatakan menerima atau mengambil alih
sxsemua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan
oleh calon pendiri atau kuasanya.
Sesuai Pasal 6 dan Pasal 7 angka 4 Undang-Undang Perseroan Terbatas no. 40
tahun 2007, Perseroan Terbatas menjadi badan hukum setelah akta pendiriannya
mendapat pengesahan untuk jangka waktu sesuai yang ditetapkan dalam anggaran
dasarnya.45
“Bila dilihat secara mendalam Pasal 6 tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
dalam hal anggaran dasar tidak menyebutkan jangka waktu berdirinya suatu
Perseroan Terbatas maka Perseroan Terbatas itu berdiri untuk jangka waktu yang
tidak terbatas”.46
4. Pendaftaran dan Pengumuman
Setelah akta pendirian mendapat pengesahan dari Mentri, tahap
berikutnya adalah mendaftarkan perseroan.
“Daftar perseroan diselenggarakan oleh Mentri Hukum dan Hak Asasi
Manusia. Daftar perseroan memuat data tentang perseroan yang meliputi
(Undang-Undang No. 40 tahun 2007 Pasal 29 ayat 2):
a. Nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta kegiatan
usaha,
jangka waktu pendirian dan permodalan;
b. Alamat lengkap perseroan:
(1) Perseroan mempunyai nama dan tempat kedudukan dalam wilayah
Negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar;
(2) Perseroan mempunyai alamat lengkap sesuai dengan tempat kedudukannya;
(3) Dalam surat menyurat, pengumuman yang diterbitkan oleh perseroan,
barang cetakan dan akta dalam hal perseroan menjadi pihak yang
harus menyebutkan nama dan alamat lengkap perseroan.
c. Nomor dan tanggal akta pendirian dan keputusan Mentri
mengenai pengesahan badan hukum perseroan .
d. Nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan
persetujuan Mentri, mulai berlaku sejak tanggal diterbitkannya keputusan
Mentri mengenai persetujuan perubahan anggaran dasar.
e. Nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan
tanggal penerimaan pemberitahuan oleh Mentri. Perubahan anggaran
dasar mulai berlaku sejak tanggal diterbitkannya surat penerimaan
pemberitahuaan perubahan anggaran dasar oleh mentri.
f. nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta pendirian dan
akta perubahan anggaran dasar;
g. nama lengkap dan alamat pemegang saham, anggota direksi, dan anggota
dewan komisaris perseroan;
h. nomor dan tanggal akta pembubaran atau nomor dan tanggal penetapan
pengadilan tentang pembubaran perseroan yang telah diberitahukan
kepada mentri;
i. berakhirnya status badan hukum perseroan;
j. neraca dan laporan rugi laba dari tahun buku yang bersangkutan bagi perseroan
yang diaudit.
Data perseroan sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (3)
Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007, dimasukkan dalam daftar perseroan
pada tanggal yang bersamaan dengan tanggal:
a. Keputusan Mentri mengenai pengesahan badan hukum perseroan, persetujuan atas
b.Penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar yang tidak memerlukan
persetujuan; atau
c.Penerimaan pemberitahuan data perseroan yang bukan merupakan perubahan
anggaran dasar.
Jadi dalam hal ini yang di daftarkan bukan Perseroan Terbatasnya melainkan
akta pendirian dan akta perubahan anggaran dasar.
Dengan demikian setiap perusahaan termasuk perusahaan asing yang
berkedudukan dan menjalankan usahanya di wilayah Negara Republik Indonesia dan
telah memiliki izin, wajib didaftarkan dalam daftar Perusahaan. Perusahaan tersebut
meliputi:
1. Perseroan Terbatas; 2. Koperasi;
3. Persekutuan Komanditer (CV); 4. Firma;
5. Perusahaan perorangan lainnya yang melaksanakan kegiatan usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.47
Setelah dilakukan proses pendaftaran perusahaan, maka tahap berikutnya
adalah diumumkan ke dalam tambahan berita Negara Republik Indonesia.
Pengumuman dilakukan oleh Mentri, dalam waktu paling lambat 14 (empat
belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya keputusan Mentri
(Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 30 ayat 2).
5. Modal dan Saham
a. Modal
Untuk mengelola suatu perseroan dibutuhkan suatu modal yang disebut modal
dasar yang menjadi modal awal untuk melakukan segala kegiatan atau aktifitas
perseroan.”Menurut Rudi Prasetya yang dimaksud dengan modal Perseroan adalah
keseluruhan nilai nominal dari saham yang ada dalam Perseroan Terbatas”.48
Selanjutnya perlu dimengerti bahwa pengertian modal perseroan tidak ada
sangkut pautnya dengan pengertian ekonomis dalam hubungan dengan harta
kekayaan Perseroan Terbatas, karena pengertian harta kekayaan dalam hal ini
adalah jumlah harta yang menjadi milik perseroan setelah dibayarkan
hutang-hutang perseroan.
Menurut Achnad Ichsan, harta kekayaan itu merupakan modal dalam arti
ekonomi, yang selalu mengalami perubahan tergantung pada kemajuan maupun
kemunduran badan usaha yang bersangkutan, sedangkan modal perseroan itu tetap
Menurut I.G. Rai Widjaya untuk mengelola suatu Perseroan diperlukan adanya
modal yang disebut modal dasar Perseroan atau authorized capital,Modal Perseroan
dibedakan antara lain:
1. Modal dasar (authorized capital)
adalah jumlah saham maksimum yang dapat dikeluarkan oleh perseroan, sehingga modal dasar terdiri atas seluruh nominal saham.
2. Modal ditempatkan (issued capital atau sub scribed capital)
adalah saham yang telah diambil dan sebenarnya telah terjual kepada pendiri maupun pemegang saham perusahaan. Jadi para pendiri demikian juga para pemegang saham perseroan telah menyanggupi untuk mengambil bagian sebesar