KAREKTERISASI IJUK PADA PAPAN KOMPOSIT
IJUK SERAT PENDEK SEBAGAI PERISAI
RADIASI NEUTRON
TESIS
OLEH
EVI CHRISTIANI S
047026003/FIS
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU FISIKA
SEKOLAH PASCASARJANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KAREKTERISASI IJUK PADA PAPAN KOMPOSIT
IJUK SERAT PENDEK SEBAGAI PERISAI
RADIASI NEUTRON
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
OLEH
EVI CHRISTIANI S
047026003/FIS
SEKOLAH PASCASARJANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis
: KARAKTERISASI IJUK PADA
PAPAN KOMPOSIT IJUK SERAT
PENDEK SEBAGAI PERISAI
RADIASI NEUTRON
Nama Mahasiswa
: EVI CHRISTIANI S
Nomor Pokok
: 047026003/FIS
Program Studi
: MAGISTER ILMU FISIKA
Menyetujui Komisi Pembimbing
Dr. Marhaposan Situmorang Ketua
Drs. Mimpin Sitepu, M.Sc Anggota
Ketua Program Studi, Direktur Sekolah Pascasarjana,
Dr. Eddy Marlianto, M.Sc Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa B, M.Sc
Telah diuji pada
tanggal: 30 Agustus 2007
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Marhaposan Situmorang
Anggota : 1. Drs. Mimpin Sitepu, M.Sc
2. Drs. H. Muhammad Syukur, MS
3. Dra. Justinon, M.Si
ABSTRAK
Telah dilakukan karakterisasi serat ijuk pada papan komposit ijuk serat
pendek untuk mengetahui apakah papan komposit ijuk serat pendek dapat digunakan
sebagai perisai radiasi neutron.
Dari karakteristik serat ijuk yang dilakukan diperoleh massa jenis serat ijuk
1,136 gram/cm3, kandungan kimia berupa kadar air 8,90 % ; selulosa 51,54 % ; hemiselulosa 15,88 % ; lignin 43,09 % dan abu 2,54 % dan dari pengujian
kandungan unsur serat ijuk yang menggunakan Analisis Aktivasi Neutron (AAN)
diperoleh kandungan unsur : Cl-38, Mn-56, K-42, Br-82, La-140, Cr-51, Fe-59, Hg
203 Sc-46 dan Zn-65. Pada pengujian papan komposit diperoleh bahwa kekuatan
impak tidak dipengaruhi massa serat tetapi panjang serat sedangkan daya serap
papan komposit ijuk terhadap neutron tidak tergantung panjang serat tetapi massa
serat.
ABSTRACT
Palmyra had been characterized at short palmyra fiber composite board to find
out that palmira composite board could be used for neutron radiation shield.
The observation got : palmyra’s fiber density was 1,136 gr/cm3, the chemical contain were water content 8,90 %, cellulose 51,54 %, hemicellulose 15,88 % ;
lignin 43,09 % and ash 2,54 %, Neutron Activation Analisist (AAN) used to find the
metal unseres of palmyra, got : Cl-38, Mn-56, K-42, Br-82, La-140, Cr-51, Fe-59,
Hg 203 Sc-46 dan Zn-65. Impact strenght at the short palmyra fiber composite board
didn’t influence with fiber mass but the long of the fiber and the absorbtion short
palmyra fiber composite board for neutron didn’t influence with the long of the fiber
but the fiber mass.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena dalam
pimpinanNya, penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “Karakteristik
Ijuk pada Papan Komposit Ijuk Serat Pendek Sebagai Perisai Radiasi Neutron.”
Tesis ini merupakan tugas akhir pada sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara Program Studi Megister Ilmu Fisika.
Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan atas kerjasama dan bantuan
banyak pihak. Karena itu pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
Rektor Universitas Sumatera Utara Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis,
DTM&H, Sp. A(K).
Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Ibu Prof. Ir. T. Chairun
Nisa B, MSc .
Ketua Program Study Magister Ilmu Fisika Bapak Dr. Eddy Marlianto, MSc, atas
segala nasihat dan saran yang diberikan kepada penulis.
Sekretariat Program Studi Magister Ilmu Fisika Bapak Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc,
atas saran – saran membangun yang diberikan kepada penulis.
Ketua Komisi Pembimbing Bapak Dr. Marhaposan Situmoran, dan Bapak Drs.
Mimpin Sitepu, MSc selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah
mencurahkan segenap pikiran, ilmu, meluangkan waktu dan kesabaran sehingga
Seluruh staf pengajar sekolah Pascasarjana Program Study Megister Ilmu Fisika
Universitas Sumatera Utara.
Ka. Bid. Operasi RSG-GAS Batan Bapak Drs. Alim Tarigan, atas segala
bimbinganya kepada penulis terutama dalam pengujian dengan menggunakan metode
Analisis Aktivasi Neutron, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.
Balai Besar Pulp dan Kertas, Departemen Perindustria khususnya Bapak Ir. Ligia
Santosa, atas kerja sama dan sumbangan pikiran kepada penulis.
Seluruh staf administrasi sekolah Pascasarjana USU yang telah memberikan
pelayanannya selama penulis mengenyam pendidikan.
Rekan-rekan angkatan 2004 : Bang Deri, Kak Herlina, Rais dan Calvin.
Keluargaku yang terkasih P. Tarigan dan Gifta yang tersayang , orang tuaku serta
kakak dan adik-adikku yang selalu mendoakan, memberikan motifasi serta semangat
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam tesis sehingga penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Penulis sangat berharap di kemudian hari ada penelitian lebih lanjut mengenai materi
tesis ini sehingga semakin memperkaya pengetahuan dalam Ilmu Fisika dan dapat
dirasakan manfaatnya bagi yang berkepentingan pada khususnya serta masyarakat
luas.
Medan, Febuari 2008
RIWAYAT HIDUP
1. Nama : Evi Christiani S
2. Tempat/Tanggal lahir : Sungai Gerong / 11 Maret 1978
3. Pekerjaan : Staf Pengajar Pedidikan Teknologi Kimia Industri,
Medan
4. Agama : Kristen Protestan
5. Orang Tua
Ayah : Ir. Yosua Sitepu
Ibu : Genep br. Ginting
6. Alamat : Jl. Kenangan XIX no. 5, psr. VI Tj. Sari, Medan
7. Pendidikan
SD : Tamansiswa 3, S. Gerong, tahun 1984 - 1990
SMP : Yaktapena 3, S. Gerong, tahun 1990 - 1993
SMA : Negeri 71, Jakarta Timur tahun 1993 – 1996
S-1 FISIKA : Universitas Sumatera Utara, tahun 1996 – 2001
S-2 ILMU FISIKA : Universitas Sumatera Utara, tahun 2004 – 2007
Medan, Febuari 2008
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i
ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii
RIWAYAT HIDUP v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.4 Hipotesa 4
BAB II TINJAUANPUSTAKA
II. 1 Pengertian Komposit dan Klasifikasi Komposit 5
II.2 Serat Alam 7
II. 3 Kandungan Kimia Serat Alam 8
II.3.1 Selulosa 8
II.3.2 Hemiselulosa 10
II.3.3 Lignin 12
II.4 Desain Papan Komposit Ijuk Serat Pendek 12
II.4.1 Bahan Pengisi Papan Komposit 12
II.4.2 Serat Ijuk 13
II.4.3 Matrik 14
II. 5 Karakteristik Papan Komposit 16
II. 5.1 MassaJenis 16
II.5.2 Kekuatan Impak 17
II.5.3 Serapan Neutron 17
II5.3.1 Struktur Inti 17
II.5.3.2 Sinar Gamma 18
II.5.3.3 Neutron 19
II.5.3.4 Bahan Perisai Neutron 20
II.5.3.5 Reaktor Nuklir 22
II.5.3.6 Sistem Rabit 25
II5.3.7 Analisis Aktivasi Neutron 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
III. 1 Pemilihan Bahan Baku 31
III. 2 Parameter yang Digunakan 31
III.3 Metode Penelitian 31
II I.3.1 Variabel Tetap 32
III.3.1.1 Massa Jenis 32
III.3.1.2 Kandungan Kimia Serat Ijuk 32
III.3.2 Pembentukan Papan Komposit Serat Ijuk Pendek 42
III.3.2.1 Bahan-bahan 42
IIL3.2.2 Pembuatan Papan Komposit 42
III.3.3 Variabel Berubah 43
III.3.3.1 Kekuatan Impak 43
III.3.3.2 Serapan Neutron Pada Papan Komposit 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. 1 Variabel Tetap 45
IV. 1.1 MassaJenis 45
IV. 1.2 Kandungan Kimia Serat Ijuk 46
IV. 1.3 Kandungan Unsur Serat Ijuk 51
IV.2 Variabel Berubah 52
IV.2.1 Kekuatan Impak 52
IV.2.2 Serapan Neutron Papan Komposit Serat Ijuk 54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.l Kesimpulan 63
V.2 Saran 64
DAFTAR PUSTAKA 65
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Sifat-sifat fisik dan kimia beberapa serat alam 7
Tabel 2.2 Kandungan selulosa dalam berbagai bahan tumbuhan 9
Tabel 2.3 Perbandingan sifat-sifat resin polyester dan epoksi 15
Tabel 2.4 Sifat Nukleon 17
Tabel 2.5 Nilai ca dan as untuk beberapa unsur 22
Tabel 4.1 Data pengukuran densitas serat ijuk 45
Tabel 4.2 Data kandungan kimia serat ijuk 50
Tabel 4.3 Kandungan unsur serat ijuk 51
Tabel 4.4 Data pengujian impak papan komposit serat ijuk 52
Tabel 4.5 Hasil cacah/menit untuk papan tanpa serat ijuk 55
Tabel 4.6 Hasil cacah/menit untuk papan komposit serat ijuk
(1 = 0,5 cm dan Wf-2,00) 56
Tabel 4.7 Hasil cacah/menit untuk papan komposit serat ijuk
(l = l,OcmdanWf=2,00) 56
Tabel 4.8 Hasil cacah/menit untuk papan komposit serat ijuk
(1 = 1,5 cm dan Wf-2,00) 57
Tabel 4.9 Hasil cacah/menit untuk papan komposit serat ijuk
(1 = 0,5 cm dan Wf= 3,00) 58
Tabel 4.10 Hasil cacah/menit untuk papan komposit serat ijuk
Tabel 4.11 Hasil cacah/menit untuk papan komposit serat ijuk
(1 = 1,5 cm dan Wf = 3,00) 59
Tabel 4.12 Hasil cacah/menit untuk papan komposit serat ijuk
(1 - 0,5 cm dan Wf = 4,00)60
Tabel 4.13 Hasil cacah/menit untuk papan komposit serat ijuk
(l = l,0cmdanWf=4,00) 60
Tabel 4.14 Hasil cacah/menit untuk papan komposit serat ijuk
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar2.1 Komposit serat 6
Gambar 2.2 Komposit laminat 6
Gambar2.3 Rumus kimia selulosa 9
Gambar2.4 Bentuk umum lignin 11
Gambar2.5 Rumus kimia polyester takjenuh 16
Gambar 2.6 Konfigurasi teras reactor RSG-GAS fasilitas iradiasi 24
Gambar 2.7 Kapsul untuk iradiasi cuplikan material pada fasilitas sistem Rabbit 26
Gambar 2.8 Perbandingan kepekaan metode analisis 28
Gambar 2.9 Jenis unsur yang dapat dianalisis dengan metode AAN 28
Gambar 3.1 Diagram alir analisa kandungan unsur dengan teknik AAN 41
Gambar 3.2 Neutron scattering laboratory 44
Gambar 3.3 Sket pengambilan data serapan neutron 44
Gambar 4.1 Kekuatan impak antara panjang serat dengan fraksi berat 54
Gambar 4.2 Grafik antara cacah /menit dengan tebal papan 55
Gambar 4.3 Grafik antara cacah/menit dengan tebal sampel dengan fraksi
berat 2,00 gr 57
Gambar 4.4 Grafik antara cacah/menit dengan tebal sampel dengan fraksi
berat 3,00 gr 59
Gambar 4.5 Grafik antara cacah/menit dengan tebal sampel dengan fraksi
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Dalam industri manufaktur dibutuhkan material yang memiliki sifat-sifat istimewa
yang sulit didapat seperti logam. Komposit merupakan material alternative yang
dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Material komposit adalah
gabungan dari penguat (reinforment) dan matriks. Kelebihan material komposit jika
dibandingkan dengan logam adalah perbandingan kekuatan terhadap berat yang
tinggi, kekakuan, ketahanan terhadap korosi dan lain-lain.
Oleh karenanya, dewasa ini teknologi komposit mengalami kemajuan yang
sangat pesat. Perkembangan komposit tidak hanya komposit sintetis saja tetapi juga
mengarah ke komposit natural dikarenakan keistimewaan sifatnya yang dapat didaur
ulang (renewable) atau terbarukan, sehingga mengurangi konsumsi petrokimia
maupun gangguan lingkungan hidup.
Dalam rangka memanfaatkan serat alam (natural fibers) sebagai material temuan
yang bersifat inovatif, bahkan ide yang menakjupkan terutama untuk bahan baku
industri material komposit, dipandang perlu untuk mempelajari kemungkinan serat
ijuk dapat digunakan sebagai pengganti serat sintetis pada pembuatan material
komposit. Komposit serat alam memiliki keunggulan lain bila dibandingkan dengan
serat gelas, komposit serat alam lebih ramah lingkungan karena mampu terdegradasi
Sedangkan serat kaca sukar terdegradasi secara alami. Selain itu serat kaca juga
menghasilkan gas CO dan debu yang berbahaya bagi kesehatan jika serat gelas
didaur ulang, sehingga perlu adanya bahan alternatif pengganti serat gelas tersebut.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka pada penelitian ini dibuat kamposit
serat ijuk. Serat ijuk diperoleh dari pohon aren (Arenga pinnata Merr), yang secara
tradisional sering digunakan sebagai bahan pembugkus pangkal kayu-kayu bangunan
yang ditanam dalam tanah untuk mencegah serangan rayap. Kegunaan tersebut
didukung oleh sifat ijuk yang elastis, keras, tahan air, dan sulit dicerna oleh
organisme perusak. pendek sebagai penguatnya.
Ijuk serat pendek lalu dibentuk (didesain) menjadi papan komposit
pseudoisotropik, untuk mendesain papan komposit tersebut dipergunakan resin
polyester sebagai bahan matrik, dan serat ijuk sebagai bahan pengisinya (filler).
Adapun yang menjadi pertimbangan lain dari pemakaian serat ijuk adalah
sebagai berikut :
a. Pohon aren merupakan tumbuhan berbiji yang tumbuh menyebar disejumlah
wilayah Indonesia.
b. Serat ijuk ringan dan mempunyai sifat lentur yang besar.
c. Serat ijuk tidak mudah rusak dan tahan terhadap perubahan cuaca.
d. Serat ijuk sulit dicerna oleh organisme perusak
Disamping itu pada penelitian ini juga akan diteliti daya serap neutron oleh
material komposit tersebut diatas. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
Mulyadi (tesis, 1990) bahwa serat ijuk dapat dipakai sebagai perisai radiasi neutron,
mengingat banyaknya kandungan atom karbon yang terdapat dalam bahan serat alam
ini, yaitu lebih dari 50% sehingga dapat menyerap radiasi neutron.
I . 2 PERUMUSAN MASALAH
Material komposit yang menggunakan ijuk serat pendek sebagai pengisinya belum
dipergunakan sebagai material engineering secara luas. Sehingga dipandang perlu
untuk dapat mempelajari keunggulan komposit serat ijuk pendek ini. Salah
satunya dengan cara mengkarakteristik material komposit ijuk serat pendek. Untuk itu
serat ijuk yang dipergunakan diuji kandungan kimiawinya seperti selulosa,
hemiselulosa dan lignin yang terdapat didalamnya dan kandungan unsurnya setelah
itu dibentuk menjadi papan komposit dengan memvariasikan fraksi berat dan ukuran
panjang serat, digunakan sebagai perisai (shielding) neutron, dengan memvariasikan
panjang serat dan fraksi berat serat ijuk dengan harapan akan diperoleh kombinasi
antara panjang serat dan fraksi berat ijuk pada papan komposit serat ijuk pendek yang
4
I . 3. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini untuk dapat memperoleh kombinasi antara panjang serat
ijuk dengan fraksi berat ijuk pada papan komposit serat ijuk pendek yang effisien
untuk serapan neutron.
I . 4 HIPOTESA
Serat ijuk mengandung unsur-unsur yang dapat memperlambat neutron. Didesain
papan komposit ijuk serat pendek dengan cara memvariasikan fraksi berat dengan
panjang serat, untuk melihat perbandingan fraksi berat dan panjang serat yang efisien
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. PENGERTIAN KOMPOSIT DAN KLASIFIKASI KOMPOSIT
Komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih
material , dimana sifat mekanik dari material pembentuknya berbeda-beda.
Dikarenakan karakteristik pembentuknya berbeda-beda, maka akan diperoleh suatu
material baru yang lebih baik dari material pembentuknya, dikenal sebagai komposit.
Komposit yang terbentuk mempunyai sifat mekanik dan karakteristik yang
berbeda dari material-material pembentuknya.
Komposit yang dibentuk dari dua jenis material yang berbeda, yaitu:
1. Penguat (reinforcement).
2. Matriks, meliputi transfer energi pengikat
Dalam mendesain material komposit harus berdasar pada dua hal pokok pikiran yaitu:
1. Bahan/material yang dibuat harus difahami sifat mekasisnya lebih murah
(ekonomis), mencakup proses teknologi yang akan di gunakan untuk
pembuatan material.
2. Harus ada efek sinergetik dari bahan/material yang akan di buat. Ini berarti
penggabungan dari dua bahan/material atau lebih didapatkan material baru
yang lebih unggul dari material dasarnya.
Berdasarkan penguat yang digunakan dalam pembentukan komposit, maka
secara garis besar komposit dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu:
1. Komposit Serat (Fibrous Composites)
Merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu lapisan (lamina) yang
menggunakan penguat berupa serat. Serat yang digunakan bisa berupa serat
dengan orientasi tertentu bahkan dapat juga dalam bentuk yang lebih kompleks
seperti anyaman.
2. Komposit Laminat (Laminated Composites)
Merupakan jenis komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabung
menjadi satu dan setiap lapisnya memiliki karakteristik sifat sendiri.
3. Komposit Partikel (Particulalate Composites)
Merupakan komposit yang menggunakan partikel/serbuk sebagai penguatnya dan
terdistribusi secara merata dalam matriksnya.
Gambar 2.2. Komposit laminat
serat resin Material komposit
II.2 SERAT ALAM
Serat alam adalah serat yang bayak diperoleh di alam sekitar, yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan seperti serat pelepah pisang, bambu, nenas, rosella, kelapa, ijuk,
dan lain-lain. Saat ini, serat alam mulai mendapatkan perhatian yang serius dari para
ahli material komposit karena:
• serat alam memiliki kekuatan spesifik yang tinggi karena serat alam memiliki massa janis yang rendah.
• serat alam mudah diperoleh dan merupakan sumber daya alam yang dapat diolah kembali, harganya relatif murah, dan tidak beracun.
Serat alam seperti ijuk, sabut kelapa, sisal, rami, nanas dan lain-lain merupakan hasil alam yang banyak tumbuh di Indonesia.
Tabel 2.1 Sifat – sifat fisik dan kimia beberapa serat alam
Sifat – sifat Jute Pisang Sisal Nanas Sabut
kelapa
Massa jenis (gram/cm3) 1,3 1,35 1,45 1,44 1,15
Sudut Micro-Fibrillar
(derajat) 8,1 11 10-22 14-18 30-49
Kandungan
Selulosa/Lignin (%) 61/12 65/5 67/12 81/12 43/45
Modulus elastisitas
(GN/m2) - 8-20 9-16 34-82 4-6
Kekenyalan (MN/m2) 440-533 529-754 568-640 413-1627 131-175
II.3 KANDUNGAN KIMIA SERAT ALAM
Sama seperti serat organik lainnya misalnya serat rami, kelapa, sisal, dan lain-lain,
tentunya memiliki kandungan kimia penyusun serat tersebut. Secara umum, tanaman
terbentuk dari kandungan selulosa, hemiselulosa, lignin dan abu . Komposisi bahan
penyusun ini berbeda-beda bergantung pada jenis dan tempat tumbuh tanaman
II.3.1 SELULOSA
Selulosa merupakan suatu senyawa karbohidrat yang dapat ditemukan secara
melimpah di alam ini. Selulosa terdapat didalam dinding sel tumbuhan. Selulosa
tersusun atas unit-unit glukosa yang berasal dari proses fotosintesis tumbuhan.
Kemudian dalam suatu proses yang kompleks, glukosa mengalami modifikasi secara
kimia dengan dipindahkannya satu molekul air dari setiap unit sehingga terbentuklah
anhidrid glukosa
C6H12O6 + H2O → C6H10O6 (2.1)
(glukosa) (air) (anhidrid glukosa)
Selulosa adalah suatu polimer yang terdiri dari unit-unit anhidrid glukosa yang
saling bersambungan ujung – ujungnya secara bersama-sama. Dengan eliminasi
bersama air membentuk rantai panjang yang dikenal dengan selulosa (C6H10O5)n
dengan n (derajat polimerisasi) sekitar 500 – 10000. Tinjauan bidang glukosa pada
Gambar 2.3 Rumus kimia selulosa
Molekul-molekul selulosa seluruhnya berbentuk linier dan mempunyai
kecenderungan membentuk ikatan-ikatan hidrogen intra- dan intermolekul.
Sehingga berkas-berkas selulosa membentuk agregat bersama-sama dalam bentuk
mikrofibril, daerah yang teratur (kristalin) diselingi dengan daerah yang tidak teratur
(amorf). Mikrofibril ini membentuk fibril-fibril dan akhirnya terbentuklah serat-serat
selulosa. Karena strukturnya yang berserat dan ikatan-ikatan hidrogen yang kuat
menyebabkan selulosa mempunyai kekuatan tarik yang tinggi dan tidak larut dalam
kebanyakan pelarut. Meskipun selulosa merupakan karbohidrat tetapi selulosa
bukanlah sumber makanan bagi manusia atau hewan.
Tabel 2.2 Kandungan selulosa dalam berbagai bahan tumbuhan
Bahan tanaman Selulosa ( % )
Kapas
Rami
Bambu
Kayu
Lumut
Ekor kuda
Bakteria
95-99
80-90
40-50
40-50
25-30
25-30
II.3.2 HEMISELULOSA
Disamping selulosa dalam jaringan tanaman terdapat sejumlah polisakarida yang
disebut poliosa atau hemiselulosa. Hemiselulosa semula diduga merupakan senyawa
– antara dalam biosintesis selulosa. Namun saat ini telah diketahui bahwa
hemiselulosa termasuk dalam kelompok polisakarida heterogen yang dibentuk
melalui jalan biosintesis yang berbeda dari selulosa. Hemiselulosa berbeda dari
selulosa karena komposisinya terdiri dari berbagai unit gula, rantai molekul yang
lebih pendek, dan percabangan rantai molekul.
Seperti halnya selulosa, hemisululosa berfungsi sebagai bahan pendukung dalam
dinding-dinding sel. Hemiselulosa mudah dihidrolisis oleh asam menjadi komponen -
komponen monomernya seperti D-glukosa, D-monosa, D-xilosa, L-arabinosa
dan lainnya. Kebanyakan hemiselulosa mempunyai derajat polimerisasi hanya 200,
yang artinya derajad polimerisasinya, umumnya kurang dari 200.
II.3.3 LIGNIN
Lignin adalah salah satu komponen penyusun tanaman. Pada batang tanaman,
lignin berfungsi sebagai bahan pengikat komponen penyusun lainnya, sehingga suatu
pohon bisa berdiri tegak
Lignin adalah suatu polimer yang kompleks dengan berat molekul tinggi, tersusun
atas unit-unit fenilpropan (Gambar 2.4). Meskipun tersusun atas karbon, hydrogen
dan oksigen, lignin bukanlah suatu karbohidrat dan bahkan tidak ada hubungannya
dengan golongan senyawa tersebut. Sebaliknya, lignin pada dasarnya adalah suatu
fenol. Lignin sangant stabil dan sukar dipisahkan dan mempunyai bentuk yang
Kayu lunak Kayu keras
Gambar 2.4 Bentuk umum lignin (a) kayu lunak (b) kayu keras
Lignin terdapat di antara sel-sel dan di dalam dinding sel. Di antara sel-sel, lignin
berfungsi sebagai perekat untuk mengikat sel-sel bersama-sama. Dalam dinding sel,
lignin sangat erat hubungannya dengan selulosa dan berfungsi untuk memberi
ketegaran pada sel. Lignin juga berpengaruh dalam memperkecil perubahan dimensi
sehubungan dengan perubahan kandungan air kayu dan juga dikatakan bahwa lignin
mempertinggi sifat racun kayu tahan terhadap serangan cendawan dan serangga.
Keterangan yang diberikan oleh lignin merupakan faktor penentu sifat-sifat kayu.
Lignin merupakan bahan yang tidak berwarna. Apabila lignin terkena udara,
terutama dengan sinar matahari, maka (bersama dengan karbohidrat-karbohidrat
tertentu) lama kelamaan lignin cenderung menjadi kuning. Massa yang besar dan
kekuatannya rendah karena serat-serat lignin kaku memiliki ikatan atar serat yang
lemah.
Lignin bersifat termoplastik-artinya lignin akan menjadi lunak dan dapat dibentuk
pada suhu yang lebih tinggi dan keras kembali apabila menjadi dingin. Sifat
termoplastik lignin inilah yang menjadi pedoman pembuatan papan keras (hardboard)
II.3.4 KADAR ABU
Senyawa anorganik dalam tumbuh-tumbuhan dianalisis sebagai abu dengan cara
bahan yang akan diuji dibakar pada suhu tertentu.
Komponen utama abu tumbuhan adalah kalium, kalsium dan magnesium.
Kesalahan dalam menentukan kandungan abu kemungkinan disebabkan hilangnya
sejumlah garam amonia dan logam klorida dan juga disebabkan kurang effisiennya
oksida terhadap karbonat-karbonat dari logam-logam alkali tanah (Fengel D dan
Wegener G, 1995).
II.4 DESAIN PAPAN KOMPOSIT IJUK SERAT PENDEK
Dalam rangka mendesain papan komposit ijuk serat pendek, pemakaian serat
sebagai elemen penguat sangat menentukan sifat mekanik dari komposit karena
dapat meneruskan beban yang di distribusikan oleh matrik. Orientasi, ukuran,
dan bentuk serta material serat adalah faktor-faktor yang mempengaruhi sifat
mekanik dari lamina.
Konfigurasi serat ijuk pendek pada papan komposit yang diteliti berbentuk acak,
yang bersifat pseudoisotropik. Berarti pada setiap titik lapisan material memiliki tiga
arah garis yang berbeda yang saling tegak lurus yang memiliki sifat – sifat dapat
dianggap yang sama.
II.4.1 BAHAN PENGISI PAPAN KOMPOSIT
Bahan pengisi adalah bahan yang berfungsi sebagai penguat pada komposit.
Bahan pengisi ini dapat berbentuk serat, lapisan, partikel. Pada penelitian ini
digunakan serat sebagai elemen penguat yang sangat menentukan sifat mekanik dari
komposit karena berfungsi untuk meneruskan beban yang didistribusikan oleh matrik.
Orientasi, ukuran, dan bentuk serta material pengisi adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi sifat mekanik dari komposit. Syarat – syarat yang harus dimiliki serat
a. Mempunyai modulus elastik yang tinggi
b. Kekuatan lentur yang tinggi
c. Perbedaan kekuatan antara serat-serat tunggal harus rendah
d. Mampu menerima perubahan dari matriks dan menerima gaya-gaya yang
bekerja padanya (sebagai tumpuan gaya)
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan komposit serat-matriks,
diantaranya adalah orientasi serat, panjang serat, bentuk serat dan komposisi dari
serat serta adhesi antara serat dan matriks.
II.4.2 SERAT IJUK
Dalam penelitian ini dipergunakan serat ijuk yang diperoleh dari Sibolangit, sekitar
40 km dari kota Medan yang dikombinasikan dengan resin sebagai matriknya untuk
mendapatkan komposit alternatif. Keunggulan komposit serat ijuk dibandingkan
dengan serat gelas adalah komposit serat ijuk lebih ramah lingkungan karena mampu
terdegradasi secara alami dan harganya pun lebih murah bila dibandingkan serat lain
seperti serat gelas. Sedangkan serat gelas sukar terdegradasi secara alami. Selain itu
serat gelas juga menghasilkan gas CO dan debu yang berbahaya bagi kesehatan
jika serat gelas didaur ulang, sehingga perlu adanya bahan alternatif pengganti serat
gelas tersebut. Dalam industri manufaktur dibutuhkan material yang memiliki
sifat-sifat yang khusus dan khas yang sulit didapat dari material lain seperti logam.
Serat ijuk adalah serat alam yang berasal dari pohon aren. Dilihat dari bentuk,
pada umumnya bentuk serat alam tidaklah homogen. Hal ini disebabkan oleh
pertumbuhan dan pembentukan serat tersebut bergantung pada lingkungan alam dan
musim tempat serat tersebut tumbuh. Aplikasi serat ijuk masih dilakukan secara
tradisional, diantaranya digunakan sebagai bahan tali menali, pembungkus pangkal
kayu-kayu bangunan yang ditanam dalam tanah untuk mencegah serangan rayap,
penahan getaran pada rumah adat Karo, saringan air dan lain-lain. Kegunaan tersebut
didukung oleh sifat ijuk yang elastis, keras, tahan air, dan sulit dicerna oleh
II.4.3 MATRIK
Matriks adalah bahan / material yang dipergunakan sebagai pengikat bahan pengisi namun tidak mengalami reaksi kimia dengan bahan pengisi. Secara umum,
matriks berfungsi sebagai :
a. Pelindung komposit dari kerusakan-kerusakan, baik kerusakan secara mekanis
maupun kimia.
b. Untuk mentransfer beban dari luar ke bahan pengisi
c. Untuk mengikat bahan pengisi.
Secara umum, matriks dapat diklasifikasikan atas 2 jenis yaitu:
1. Termoplastik
Suatu matriks dikatakan termoplastik apabila matriks tersebut dapat menjadi
lunak kembali apabila dipanaskan dan mengeras apabila didinginkan.Hal ini
disebabkan karena molekul – molekul matriks tidak mengalami ikat silang
sehingga bahan tersebut dapat didaur ulang kembali. Contoh matriks ini adalah :
resin PP (Polypropaline), PE (Polyetylene), PVC (Polyvinylchorida), PS
(Polystyrene), Nylon dan lain-lain.
2. Termoset
Suatu matriks dikatakan termoset apabila matriks tersebut tidak dapat didaur
ulang kembali bila dipanaskan. Hal ini disebabkan molekul–molekul matriks
mengalami ikat silang, sehingga bila matriks telah mengeras tidak dapat lagi
dilunakkan. Matriks jenis ini seperti : resin epoksi, polyester, phenolik, urea
formaldehid dan lain-lain.
Dalam penelitian ini digunakan resin polyester tak jenuh sebagai bahan matrik pada
komposit yang akan dibuat. Resin polyester adalah resin yang bersifat termoset. Resin
polyester merupakan resin yang sangat banyak dipergunakan pada pembuatan
komposit karena keunggulan resin tersebut jika dibandingkan dengan resin yang lain.
a. Matriks resin polyester lebih keras.
b. Menghasilkan bahan yang transparan.
c. Bersifat tegar
d. Mempunyai daya tahan yang baik terhadap air, cuaca dan pengaruh zat-zat
kimia.
e. Dapat dikombinasi dengan semua tipe serat gelas.
f. Harganya yang lebih murah
Tabel 2.3 Perbandingan sifat-sifat resin polyester dan epoksi
SIFAT EPOKSI POLIESTER
Kerapatan ( Kg/m3) 1,1 – 1,4 1,2 – 1,5
Modulus Young (GNm-2) 3 – 6 2 – 4,5
Kekuatan tarik (MNm-2) 35 – 100 40 – 90
Kekuatan Tekan (MNm-2) 100 – 200 90 – 250
Regangan Maksimum (%) 1 – 6 2
Konduksi Panas (Wm-10C) 0,1 0,2
Temperatur maksimum (0C) 50 – 300 50 – 110
Penyusutan (%) 1 – 2 4 - 8
Pada penelitian ini, material polimer yang dipilih sebagai bahan matrik adalah resin
polyester jenis tak jenuh (unsaturated) dengan dan katalis MEKP (Methyl Ethyl
Ketone Peroxyde), yang berfungsi sebagai zat pengeras untuk mempersingkat waktu
pengerasan.
O O CH3 O O CH3
H( O-C-R-C-O-CH-CH2-O-C-CH-CH-C-O-CH-CH2 )nOH
Gambar 2.5 Rumus kimia polyester tak jenuh
Resin polyester memiliki sifat-sifat (Taurista A.Y, dkk., 1990) sebagai berikut :
1. Massa jenis ( ) = 1,2x10-9 kg/m3
2. Kekuatan tarik ( ) = 12,07x10-6 N/m2
3. Modulus elastisitas (E) = 1,18.10-3 N/m2
4. Poison rasio ( ) = 0,33
Pot-life adalah lamanya waktu yang dibutuhkan oleh resin untuk berubah dari bentuk
cair menjadi padat setelah dicampur dengan katalis.
II.5 KARAKTERISTIK PAPAN KOMPOSIT II.5.1 MASSA JENIS
Untuk mengukur massa jenis dari serat ijuk dipergunakan metode piknometer.
Dimana besarnya massa jenis dapat dihitung dengan menggunakan persamaan seperti
dibawah ini :
1
1 2
2 =
ρ (2.2)
G G
ρ ×
dengan : 1 : massa jenis aquades (gr/cm3)
2 : massa jenis serat ijuk (gr/cm3)
G1 : massa aquades dalam piknometer (gr)
II.5.2 KEKUATAN IMPAK
Pengujian kekuatan impak papan komposit ijuk serat pendek bertujuan untuk
mengetahui ketangguhan papan komposit ijuk serat pendek terhadap pembebanan
dinamis. Untuk pengujian impak ini digunakan metode Charpy
A E
Is = s (2.3)
dimana: Is : Kekuatan impak (J/m2)
Es : energi yang diserap sampel setelah tumbukan (joule)
A : luas penampang sample (m2)
II.5.3SERAPAN NEUTRON
II.5.3.1 STRUKTUR INTI
Bila ditinjau lebih dalam, atom terdiri dari inti atom (sering disebut inti) yang
menempati sekitar 10-15 bagian volume atom. Walaupun demikian, inti atomlah yang
menghasilkan gaya tarik elektrik yang menghimpun atom menjadi satu kesatuan.
Neutron adalah sebuah partikel bermassa kurang lebih sama dengan massa proton,
tetapi tidak memiliki muatan elektrik. Menurut model proton- neutron, sebuah inti
atom terdiri atas Z proton dan (A-Z) neutron yang memberikan muatan total Ze dan
massa total sekitar A, karena massa proton dan neutron kurang lebih sama, dimana Z
adalah nonor atom dan A adalah nomor massa.
Karena proton dan neutron sangat bermiripan, kecuali perbedaan muatan
elektriknya maka keduanya di kelompokkan sebagai nukleon. Beberapa sifat dari
kedua nukleon ini ditunjukkan pada tabel 2.4
Tabel 2.4 Sifat Nukleon
Nama Muatan Massa Energi
Proton +e 938,28 MeV
Neutron 0 939,57 MeV
Memang mungkin untuk mempunyai dua inti yang berbeda, dengan Z yang sama
dan A berbeda (jumlah neutron berbeda). Inti atom dengan Z yang sama dan A
berbeda disebut isotop. Contohnya hidrogen memiliki 3 isotop : hidrogen biasa (Z=1,
A=1 ), deuterium (Z=1, A=2 ) dan tritium ( Z=1, A=3 ). Ini kita lakukan dengan
menyertakan pada lambang kimianya, nomor atom Z, nomor massa A dan nomor
neutron N=A-Z dari isotop yang bersangkutan dalam bentuk penulisan sebagai
berikut :
N A
ZX
X adalah sembarang lambang kimia.
II.5.3.2 SINAR GAMMA
Sinar gamma ( ) adalah bentuk radiasi gelombang elektromagnetik. Sinar
gamma pada umumnya berasal daride-eksitasi inti. Jadi sinar gamma pada umumnya
berasal dari reaksi inti (Kaplan, 1963).
Interaksi sinar gamma dengan materi dapat menimbulkan tiga kejadian, yaitu :
efek fotolistrik, efek Compton dan produksi pasangan. Pada efek fotolistrik, interaksi
sinar gamma langsung menimbulkan elektron lepas dari materi. Efek Compton adalah
tumbukan bukan elastis antera sinar sebagai partikel foton dan partikel elektron
dalam materi. Produksi pasangan yaitu berubahnya sinar menjadi sepasang
elektron dengan syarat energi sinar gamma lebih besar dari 1,02 MeV. Dari ketiga
macam interaksi tersebut, maka timbulnya elektron untuk mendeteksi sinar .
Interaksi intensitas sinar – dengan suatu media akan mengakibatkan intensitas
sinar – yang melaluinya berkurang secara eksponensial seperti yang ditunjukkan
pada persamaan dibawah ini :
t ialah koefisien serapan linier total yang dapat dituliskan sebagai :
Dengan : fl : koefisien serapan yang disebabkan efek foto listrik
C : koefisien serapan yang disebabkan efek Compton
lintang Compton dan nilai tampang lintang produksi pasangan (Ridwan M, dkk.,
1978).
II.5.3.3 NEUTRON
Neutron ialah partikel tak bermuatan, oleh karena itu interaksinya dengan materi sangat sangat berbeda dengan interaksi partikel bermuatan. Neutron bebas dari
pengaruh medan listrik Coulomb, akibatnya neutron bebas mendekati bahkan masuk
kedalam inti atom ataupun menembusnya.
Jika suatu neutron masuk menembus inti dan keluar lagi, maka hanya terjadi
peristiwa hamburan. Hamburan ini dapat berupa tumbukan elastis atau inelastis.
Hamburan dikatakan elastis jika keadaan sistem tetap seperti semula. Hamburan
menjadi inelastis jika inti yang ditinggalkan menjadi keadaan tereksitasi.
Kedua jenis hamburan tersebut merubah energi neutron. Besar kecilnya energi
neutron, sangat menentukan macam interaksi yang terjadi dalam materi. Kaitan
energi neutron dan kemungkinan terjadinya interaksi dituangkan dalam pengertian
neutron cross section. Energi neutron digolongkan dalam tiga golongan, yaitu :
sekitar 1 eV, neutron cepat sekitar 10 MeV atau lebih dan neutron epitermik
berenergi lebih kecil dari neutron cepat dan lebih besar dari energi termik
(Ridwan M, dkk., 1978).
II.5.3.4 BAHAN PERISAI NEUTRON
Dalam memilih bahan perisai bagi radiasi neutron, perlu diperhatikan nilai
penampang lintang mikroskopik bahan tersebut (Ridwan M, dkk., 1978). Harga
penampang lintang mikroskopik total ( tot ) untuk suatu atom dapat dinyatakan oleh
persamaan :
tot= a+ s (2.7) dengan: a : nilai tampang lintang mikroskopik absorbsi
s : nilai tampang lintang mikroskopik hamburan
Dimana pada reaksi absropsi, nilai a adalah sebagai berikut :
f a =σγ+σ
σ (2.8)
Dengan : : tampang lintang mikroskopik absorpsi radioaktif
f : tampang lintang mikroskopik absorpsi pembelahan
Pada reaksi hamburan, nilai tangkap reaksi hamburan dapat terdiri atas
penampang lintang hamburan elastis dan penampang lintang hamburan tidak elastis,
sehingga nilai penampang mikroskopis totalnya ( tot ) adalah sebagai berikut :
in s a
tot=σ +σ +σ
σ (2.9)
dimana : in : tampang lintang makroskopis hamburan tidak elastis
Sedang nilai penampang makroskopis untuk suatu atom, dapat dinyatakan seperti
∑tot = Nσtot (2.10)
dimana : tot: harga tampang lintang makroskopis total atom
N :jumlah atom per mole
Sedangkan untuk bahan perisai radiasi neutron yang terdiri dari banyak atom,
maka nilai tangkap lintang makroskopis bahan tersebut adalah :
3 2 1
bahan =∑ +∑ +∑
∑ (2.11)
dimana : bahan : tampang lintang makroskopis bahan perisai
1 : tampang lintang makroskopis atom ke 1 dari bahan perisai
2 : tampang lintang makroskopis atom ke 2 dari bahan perisai
3 : tampang lintang makroskopis atom ke 3 dari bahan perisai
Untuk bahan perisai radiasi neutron, bahan harus yang mempunyai harga s
yang besar, tetapi harga a yang kecil. Yang berarti proses penurunan energi neutron
dari energi neutron cepat ke energi termal melalui proses tumbukan tidak elastis lebih
mudah tercapai pada bahan dengan s yang lebih besar daripada dengan bahan s
yang lebih kecil. Sedang pengambilan nilai a yang kecil bertujuan agar proses
penyerapan neutron oleh bahan perisai terjadi pada reaksi radioaktif saja. Ini berarti
hasil reaksi penyerapan neutron oleh bahan perisai adalah terbentuknya pancaran
gamma saja, bukan terbentuknya pancaran neutron hasil pembelahan inti.
Tabel 2.5. Nilai a dan s untuk beberapa unsur
Unsur A
(Nomor massa)
a
(barns)
s
(barns)
H 1 0.3 20
Li 6 64 2
Be 9 0.009 6.1
C 12 0.0045 4.8
O 16 0.0016 4.1
Ca 49 0.43 9.5
II.5.3.5 REAKTOR NUKLIR
Reaktor nuklir adalah tempat terjadinya reaksi pembelahan inti (nuklir) atau dikenal
dengan reaksi fisi berantai yang terkendali. Bagian utama dari reaktor nuklir yaitu:
elemen bakar, perisai, moderator dan elemen kendali. Reaksi fisi berantai terjadi
apabila inti dari suatu unsur dapat belah (Uranium-235, Uranium-233) bereaksi
dengan neutron termal/lambat yang akan menghasilkan unsur-unsur lain dengan cepat
serta menimbulkan energi panas dan neutron-neutron baru. Reaktor nuklir
berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Reaktor Penelitian/Riset
2. Reaktor Daya (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir/PLTN)
Pada reaktor penelitian, yang diutamakan adalah pemanfaatan radiasi neutron
yang dihasilkan dari reaksi nuklir untuk keperluan berbagai penelitian dan produksi
radioisotop. Sedangkan panas yang dihasilkan dirancang sekecil mungkin, sehingga
dapat dibuang ke lingkungan. Pengambilan panas pada reaktor dilakukan dengan
sistem pendingin yang terdiri dari sistem pendingin primer dan sistem pendingin
sekunder. Panas yang berasal dari teras reaktor dibawa ke sistem pendingin primer
kemudian dilewatkan melalui alat penukar panas dan selanjutnya panas dibuang ke
Perlu diketahui bahwa pada alat penukar panas sistem pendingin primer dan sstem
pendingin sekunder tidak terjadi kontak langsung antara uap/air yang mengandung
radiasi dengan air pendingin yang dibuang ke lingkungan.
Fasilitas Reaktor Serba Guna digunakan selain untuk kegiatan-kegiatan
penelitian di bidang ilmu dan teknologi nuklir juga untuk melayani kegiatan iradiasi
nuklir. Penelitian di bidang teknologi nuklir dititikberatkan pada penelitian di bidang
bahan bakar nuklir, fisika reaktor, dan pelatihan teknisi reaktor, sedangkan pelayanan
kegiatan iradiasi nuklir dilakukan untuk penelitian uji material dan produksi isotop.
Selain fasilitas iradiasi yang berada di teras reaktor, juga terdapat fasilitas iradiasi
yang berada di luar teras melalui tabung berkas radiasi S1 hingga S6 seperti yang
ditunjukkan pada gambar (2.6). Tentang penggunaan S1 hingga S6 dapat dijelaskan
sebagai berikut : Tabung berkas S1 digunakan sebagai fasilitas Iodine Loop, tabung
berkas S2 digunakan untuk radiografi neutron, tabung berkas S3 belum digunakan,
tabung berkas S4 digunakan untuk spektrometer neutron tiga sumbu. Tabung berkas
S5 dilengkapi dengan tabung berkas neutron untuk menyalurkan berkas neutron ke
gedung Neutron Guide Hall, serta sebagian berkas neutron digunakan untuk
difraktometer neutron empat lingkaran. Terakhir, tabung berkas S6 digunakan sebagai
B S +
II.5.3.6 SISTEM RABIT
Fasilitas iradiasi Rabbit System merupakan fasilitas iradiasi yang digunakan untuk
produksi radioisotop dan untuk penelitian aktivasi neutron. Ada dua jenis Rabbit
System, yaitu Hydraulic Rabbit dan Pneumatic Rabbit System. Hydraulic Rabbit
menggunakan air sebagai media pengangkut kapsul iradiasi, sedangkan pada
Pneumatic rabbit menggunakan gas nitrogen. Di samping sebagai media pengangkut,
air dan nitrogen tersebut berfungsi sebagai pendingin kapsul selama iradiasi
berlangsung. Fasilitas iradiasi tersebut dapat digunakan untuk iradiasi sampel dengan
waktu singkat (beberapa detik) sampai waktu relatif panjang (4-6 jam). Untuk sampel
yang mempunyai isotop dengan waktu paruh pendek (orde detik) digunakan
pneumatic rabbit yang dapat melakukan pengiriman lebih cepat dari hydraulic rabbit,
sedangkan sampel yang mempunyai isotop dengan waktu paruh panjang
menggunakan hydraulic rabbit. Untuk melaksanakan iradiasi suatu sampel di dalam
fasilitas Rabbit System diperlukan suatu wadah yang disebut kapsul rabbit. Ada dua
jenis kapsul rabbit yaitu kapsul jenis Polietilen yang hanya dipakai untuk wadah
sampel dengan waktu iradiasi pendek (maksimum 40 menit) dan kapsul jenis Al-1050
yang digunakan untuk wadah sampel dengan waktu iradiasi panjang. Untuk
meningkatkan ketelitian dalam menganalisis suatu sampel dengan menggunakan
metode Analisis Aktivasi Neutron (AAN), maka perlu diketahui besarnya fluks
Gambar 2.7 Kapsul untuk iradiasi cuplikan material pada fasilitas sistem Rabbit
II.5.3.7 ANALISIS AKTIVASI NEUTRON
Seiring dengan kemajuan teknologi, ketepatan data hasil uji menjadi persyaratan
penting. Kandungan unsur suatu produk teknologi harus benar-benar diketahui
dengan presisi tinggi. Adanya unsur pengotor yang melampaui nilai batas tertentu
menjadikan suatu produk tidak dapat dilempar kepasar internasional.
Disamping itu, limbah industri yang akan dibuang kelingkungan harus memenuhi
baku mutu agar tidak merusak lingkungan, dimana unsur yang terkandung di
dalamnya harus diketahui dengan tepat. Ketepatan data kandungan unsur dalam
batuan tambang akan menentukan kelayakan nilai tambang. Dalam bidang medis,
banyak hal yang dapat diungkap jika diketahui dengan pasti unsur-unsur yang
terdapat dalam darah, rambut dan lain-lain. Untuk menjawab persoalan diatas dan
masih banyak lagi bidang-bidang yang dapat ditangani, dapat diselesaikan dengan
Sesuai namanya teknik Analisis Aktivasi Neutron adalah teknik untuk analisis
unsur kimia dalam suatu bahan dengan cara mengaktifkan atau membuat radioaktif
inti atom yang akan diselidiki dengan menembaknya dengan partikel neutron. Sumber
neutron yang digunakan adalah berasal dari suatu reaktor nuklir. Prinsip dasar AAN
adalah meradiasi cuplikan di dalam reaktor nuklir. Inti atom di dalam cuplikan yang
diiradiasi akan bereaksi dengan neutron sehingga terjadi suatu proses aktivasi yang
menghasilkan suatu radionuklida tertentu. Radionuklida yang terbentuk akan
memancarkan sinar-γ dan mungkin juga sekaligus sinar-β. Sinar-γ dan sinar-β yang dipancarkan mempunyai tenaga yang spesifik dan mencirikan nuklida pemancarnya.
Intensitas dari sinar-γ dan sinar-β yang dihasilkan akan sebanding dengan jumlah radionuklida yang terbentuk. Jumlah radionuklida yang terbentuk akan tergantung
pada kelimpahan isotop alamiahnya, serta sebanding pula dengan massa unsur yang
ada di dalam target tersebut. Dengan melakukan pengukuran terhadap energi sinar-γ yang terbentuk maka dapat ditetapkan unsur yang terkandung di dalam cuplikan.
Lebih lanjut, jika intensitas setiap energi-γ ini sebanding dengan massa unsur di dalam cuplikan, maka apabila dilakukan pengukuran terhadap setiap sinar-γ , dapat ditetapkan jumlah unsur tersebut.
Keunggulan teknik AAN adalah mempunyai kepekaan tinggi dibanding dengan
metode analisis lain seperti gravimetri, kalorimetri, spektrografi dan spektrometri
massa, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar (2.8). Teknik AAN juga mampu
menganalisis banyak unsur kelumit dalam suatu cuplikan dan dalam satu kali
pengukuran sampai pada orde ppm (1x10-6) bahkan untuk unsur-unsur tertentu pada
orde ppb (1x10-9). Sampai saat ini teknik AAN telah berhasil menganalisis multi
Analisis Aktivasi Neutron
Spektroskopi
Spektrografi
odet
Kalorimetri
e
Gravitrimetri
10-0 10-2 10-4 10-6 10-8
M
Tingkat Kepekaan
Gambar 2.8 Perbandingan kepekaan metode analisis
Teknik AAN telah berkembang di banyak negara dan sampai saat ini merupakan
metode analisis teruji. Reaksi inti atom bekerja pada daerah sekitar 10 -12 m.
Oleh karena itu, teknik AAN akan menghasilkan analisis dengan akurasi dan presisi
tinggi. Aplikasi teknik AAN untuk analisis multi unsur dalam berbagai jenis cuplikan
bidang lingkungan, geologi dan biologi telah banyak dilakukan pada kegiatan /
penelitian seperti yang dilakukan di BATAN, yaitu di Yogyakarta, Bandung, Jakarta
dan Serpong. Kemampuan peralatan dan teknik ini perlu dimanfaatkan secara umum
untuk masyarakat dalam rangka mendukung pembangunan di segala bidang.
Untuk cuplikan mengandung unsur W gram dan telah diiradiasi dengan neutron,
maka radioaktivitas yang dihasilkan dapat dihitung dengan persamaan sbb. :
) e 1 .( . f M
N . . W
A= θ A. σ − −λt (2.12)
Dimana : A : Aktivitas radionuklida ( s-1 )
W : Berat unsur (g)
M : Berat atom unsur (g/mol)
NA : Bilangan Avogadro ( 6,02 x 1023 mol-1 )
θ : Koeffisien kelimpahan target radionuklida di dalam unsur f : Densitas fluks neutron thermal ( n.cm-2. s-1 ) ,
σ : Penampang lintang aktivasi ( barn )
λ : Laju peluruhan produk radionuklida [ = 0,693/T1/2 (s) ]
t : Waktu iradiasi neutron ( s ) dan T1/2: Umur paruh radionuklida
Parameter M, NA, σ dan λberkaitan dengan karakteristik unsur yang dianalisis.
30
memperhatikan sinar-γ spesifik dan aktivitas yang dihasilkan (A), selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap nilai pencacahan (R).
)
ε : Effisiensi pencacahan dari detektor yang digunakan.
Secara teoritis dari persamaan (2.12) , nilai R dapat ditentukan dan dengan
demikian nilai W dapat ditentukan pula; akan tetapi apabila terdapat fluktuasi fluks
neutron dan ketidak-pastian penampang lintang aktivasi akan menyulitkan
menetapkan akurasi unsur yang dicari. Untuk itu, biasanya digunakan pengukuran
pembanding dengan cara menyertakan bahan standard dari unsur –unsur yang
BAB III
MATODOLOGI PENELITIAN
III.1 PEMILIHAN BAHAN BAKU
Serat ijuk yang dipergunakan pada penelitian ini diperoleh dari Sibolangit sekitar
40 km dari kota medan. Untuk pembuatan papan komposit dipergunakan serat ijuk
pendek dengan variasi panjang serat yang berbeda sebagai pengisi dan resin polyester
tak jenuh sebagai matriknya, dimana resin poliester tersebut tidak akan mengeras
sebelum dicampurkan dengan zat pengeras / katalis. Pada penelitian ini dipergunakan
katalis MEKP (Methyl Ethyl Ketone Peroxyde), yang berfungsi sebagaizat pengeras,
untuk mempersingkat waktu pengerasan.
III.2 PARAMETER YANG DIGUNAKAN
Parameter yang digunakan pada penelitian ini meliputi beberapa variable
diantaranya : variabel tetap yaitu kandungan unsur serat ijuk, kandungan kimia serat
ijuk, densitas serat ijuk dan variabel berubah yaitu kekuatan impak komposit serat
ijuk dengan fraksi volum dan panjang serat yang berbeda, serapan papan komposit
terhadap radiasi neutron untuk komposit serat ijuk dengan fraksi volum dan panjang
serat yang berbeda.
III.3 METODE PENELITIAN
Metode penelitian pada penelitian ini terbagi atas dua tahapan. Tahapan pertama
adalah penelitian sebelum serat ijuk yang di bentuk menjadi papan komposit, dan
III.3.1 VARIABEL TETAP III.3.1.1 MASSA JENIS
Untuk menentukan berat jenis serat ijuk dipergunakan metode piknometer.
Langkah – langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Ijuk yang berdiameter 0,1 – 0,4 mm dibersihkan dari kotoran yang menempel.
b. Setelah itu dikeringkan, lalu direndam kedalam larutan alkohol 70% selama
1 jam
c. Ijuk yang telah direndam pada larutan alkohol 70% selama 1 jam,
dikeringkan.
d. Ijuk dipotong kecil - kecil
e. Piknometer 25 ml kosong ditimbang.
f. Kedalam piknometer dimasukkan 25ml aquades , lalu ditimbang. Dicatat
massa aquades.
g. Ijuk dimasukkan kedalam piknometer hingga padat, lalu timbang. Catat massa
ijuk
h. Dihitung berat jenis serat ijuk.
III.3.1.2 KANDUNGAN KIMIA SERAT IJUK
Untuk menentukan kandungan kimia yang terkandung di dalam serat ijuk dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Penyerbukan serat ijuk yang akan diuji
a. Serat ijuk dihaluskan dengan menggunakan Willey Mill
b. Disaring dengan menggunakan screen shaker
2. Analisa sampel
Kadar Air
Penentuan kadar air dilakukan berdasarkan pada SNI 14-0496-1989.
a. Timbang berat kering botol timbang yang telah dipanaskan di dalam oven
pada suhu 105 ± 3 oC selama 1 jam, setelah itu didinginkan di dalam desikator
hingga suhu kamar. Lalu ditimbang kembali dengan ketelitian 0,5 mg.
b. Timbang 1-2 gr sampel dalam botol timbang, masukkan ke oven. Buka
tutupnya dan dipanaskan selama 3 jam pada suhu 105 ± 3 oC.
c. Setelah 3 jam, tutup botol ditimbang di dalam oven ( dikerjakan dalam oven ).
Botol timbang dimasukkan ke dalam desikator dan didinginkan hingga suhu
kamar setelah itu ditimbang kembali dengan ketelitian 0,5 mg.
d. Ulangi pengeringan sampel yang akan diuji hingga mempunyai berat tetap
(selisih penimbangan tidah boleh lebih dari 0,1 %)
e. Penentuan kadar air dengan menggunakan rumus :
1 2 1
(%) B
B B air
Kadar = − (3.1)
Dimana : B1 : Massa sempel sebelum dipanaskan (gr)
B2 : Massa sempel setelah dikeringkan (gr)
Kadar Selulosa
Penentuan kadar selulosa dilakukan berdasarkan SNI 14-0444-1989, sebagai
berikut :
a. Kondisikan agar suhu air, asam asetat dan natrium hidroksida tetap
b. Cawan masir dan botol timbang dipanaskan pada oven suhu 105 ± 3 ºC
sampai berat tetap. Dinginkan dalam desikator sampai suhu kamar lalu
ditimbang dengan ketelitian 0,5 mg.
c. Timbang 3,0 gr sampel
d. Masukkan sampel kedalam gelas piala 250 ml. Thermostat diatur pada suhu
20 ± 0,2 ºC, hingga suhu reaksi tetap 20 ºC.
e. Basahi sampeli dengan 15 ml larutan natrium hidroksida 17,5 % dan di
maserasi dengan batang pengaduk selama 1 menit. Tambahkan 10 ml Natruim
hidroksida 17,5 % dan aduk selama 45 detik. Penambahan 10 ml Natrium
hidroksida 17,5 % berikut aduk selama 15 detik.
f. Biarkan campuran dalam termostat selama 3 menit.
g. Tanpa mengeluarkan gelas piala dalam termostat, tambahkan 10 ml natrium
hidroksida 17,5 % dan aduk selama 10 menit.
h. Lakukan penambahan hingga 3 x 10 ml natrium hirdroksida 17,5 %
setelah 2,5 ; 5 ; 7,5 menit. Biarkan dalam thermostat selama 30 menit dalam
keadaan tertutup.
i. Tambahkan 100 ml air suling (suhun 20 ºC) dan biarkan selama 30 menit
j. Tuangkan campuran sampel kedalam cawan masir (yang dilengkapi dengan
labu isap), kemudian isap dengan pompa vacum, kemudian bersihkan gelas
piala dengan menggunakan 25 ml natrium hidroksida 8,3 % pada 20 º C.
k. Cuci endapan dengan 5 x 50 ml air suling (suhu 20 º C). Filtrat yang di dapat
dipergunakan untuk menentukan selulosa dan .
l. Pindahkan cawan masir ke labu isap yang lain dan endapan dicuci dengan 400
ml air suling.
m. Tambahkan asam asetat 2N pada suhu 20 º C dan aduk selama 5 menit.
n. Cuci endapan dengan air suling ( suhu kamar ) , sampai bebas asam, diuji
o. Dikeringkan endapan dengan cara memasukkan cawan masir ke oven
(105 ± 3 ºC ). Didinginkan dalam desikator dan ditimbang, ulangi perlakuan
tersebut sampai berat tetap.
p. Dihitung kadar -selulosa dengan menggunakan rumus :
%
kedalam labu ukur 500 ml, tambahkan air suling hingga level yang ditentukan.
r. Pipet 50 ml filtrat kedalam erlenmeyer 500 ml
s. Tambahkan 10 ml Kalium dicromat 0,4N
t. Tambahkan 90 ml Asam Sulfat pekat. Jaga supaya suhunya tidak mencapai
130 ºC selama oksidasi. Aduk selama 10 menit.
u. Dinginkan pada suhu kamar dan masukkan kedalam erlenmeyer liter.
Tambahkan 500 ml air suling.
v. Tambahkan 2 gr Kalium Yodida, aduk dan biarkan selama 5 menit.
w. Titrasi dengan 0,1N Natrium tio sulfat, tambahkan indikator larutan kanji
dekat titik akhir titrasi. Titik akhir terjadi pada perubahan warna dari biru tua
ke hijau muda.
x. Buat blanko dengan penambahan 50 ml Natrium hidroksida 0,5N pada suhu
yang sama.
y. Perhitungan kadar selulosa ( dan ) dengan menggunakan rumus :
Dimana : V1 : Kebutuhan Na2S2O3 pada titrasi filtrat
V2 : Kebutuhan Na2S2O3 pada titrasi blanko
N : Normalitas Na2S2O3
W : berat sempel kering oven (gr)
6,85 : mg selulosa setara dengan 1 miliequivalent dari K2Cr2O7
Kadar Hemiselulosa
Penentuan kadar air dilakukan berdasarkan SNI 14-1561-1989, sebagai berikut :
a. Timbang 1 gr sample, lalu dimasukkan kedalam labu distilasi
b. Tambahkan 100 ml Asam klorida 3,85N dan beberapa butir batu didih. Diberi
tanda batas permukaan larutan lalu pasangkan pada alat destilasi.
c. Isi corong pisah dengan Asam klorida 3,85N sampai tanda batas dan pasang
kondensor.
d. Lakukan pemanasan dan diatur kecepatan destilasi hingga diperleh
kira-kira 25 ml distilat per 10 menit. Ditampung distilat yang dihasilkan melalui
corong yang dilengkapi kertas saring kedalam gelas ukur 500ml.
e. Pertahankan volume larutan dalam labu distilasi dengan mengatur
penambahan Asam Klorida dari corong pemisah.
f. Hentikan distilasi setelah diperoleh distilat sebanyak 270 ml. Dilakukan
pengujian furfural dalam distilat tetes terakhir dengan cara meneteskannya
pada kertas saring yang telah dibasahi larutan aniline asetat. Apabila timbul
warna merah jambu lanjutkan distilasi sampai distilat terakhir tidak
mengandung furfural (volume distilat maksimal 360 ml)
g. Tuangkan distilat secara kuantitatif kedalam gelas-gelas ke dalam gelas piala
yang telah berisi 40 ml larutan floroglusinol sampai terjadi pengendapan.
h. Bila volume total belum mencapai 400 ml tambahkan Asam Klorida 3,85N
i. Lakukan pengujian furfural terhadap cairan jernih diatas endapan. Apabila
timbul warna merah jambu tambahkan larutan floroglusinol sampai terjadi
pengendapan.
j. Timbang berat kering cawan Gooch dan media penyaring yang akan
dipergunakan sebagai saringan.
k. Lakukan penyaringan dengan menggunakan cawan Gooch dengan kertas
saring dan asbes sebagai media penyaring. Cuci endapan dengan 150 ml air
suling.
l. Keringkan cawan Gooch yang berisi endapan dalam lemari pengering pada
suhu 150 ± 3°C selama 2 jam lalu didinginkan.
m. Tempatkan cawan Gooch yang berisi endapan kedalam gelas piala 100 ml,
ditambahkan 20 ml Etanol 95% kedalam cawan Gooch, kemudian
ditempatkan dalam penagas air 60°C dan biarkan selama 10 menit.
n. Keluarkan gelas piala dan cawan Gooch lalu dilakukan pengisapan untuk
menghilangkan Etanol.
o. Ulangi kembali menempatkan cawan Gooch yang berisi endapan kedalam
gelas piala 100 mL, ditambahkan 20 ml etanol 95% kedalam cawan Gooch,
kemudian ditempatkan dalam penagas air 60°C dan biarkan selama 10 menit dan mengeluarkan lagi gelas piala dan cawan Gooch lalu dilakukan
pengisapan untuk menghilangkan etanol sampai larutan Etanol tidak lagi
berwarna.
p. Cawan Gooch yang berisi endapan dikeringkan dalam lemari pengering pada
suhu 150 ± 3°C selama 4 jam. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan timbang. Ulangi pengeringan dan penimbangan sampai diperoleh berat tetap
dan ditetapkan sebagai a.
q. Hitung kadar hemiselulosa dalam sample dengan menggunakan persamaan
(
)
Penentuan kadar lignin dilakukan berdasarkan SNI 14-0492-1990 (RSNI 3),
adalah sebagai berikut :
a. Timbang (1,0 ± 0,1)gr sample
b. Ekstrasi sample dengan alkohol benzene 1 : 2
c. Dipindahkjan sample uji bebas ekstraktif ke dalam gelas piala 50 ml
kemudian ditambahkan asam sulfat 72% sebanyak 15,0 ml. Penambahan
dilakukan secara perlahan-lahan dalam bak perendam dalam temperature
(20 ±1) °C sambil diaduk dan maserasi dengan batang pengaduk selama 2 samapi 3 menit.
d. Setelah terdispersi sempurna, ditutup gelas piala dengan kaca alroji dan
dibiarkan didalam bak perendam selama 2 jam dan dilakukan pengadukan
e. Tambahkan air suling sebanyak 300 ml ke dalam labu erlenmeyer 1000 ml
dan sample dipindahkan dari dari gelas piala secara kuantitatif. Air suling
ditambahkan lagi sampai volumenya 575 ml, sehingga konsentrasi asam sulfat
menjadi 3%.
f. Larutan dipanaskan dalam erlenmeyer sampai mendidih dan dibiarkan di atas
penangas air selama 4 jam dengan api kecil. Dijaga agar volume larutan tetap.
g. Dinginkan dan diamkan sampai endapan lignin yang terbentuk mengendap
sempurna.
h. Larutan didekantasikan dan endapan dipindahkan secara kuantitatif ke cawan
masir dengan dilapisi kertas yang telah ditimbang sebelumnya.
i. Endapan lignin di cuci sampai terbebas dari asam dengan air panas ( uji
dengan lakmus )
j. Cawan masir berisi endapan lignin dikeringkan dalam oven (105±3)°C, lalu dinginkan dalam desikator dan ditimbang samapi berat konstan.
k. Pengerjaan dilakukan dua kali penetapan (duplo)
l. Hitung kadar lignin yang terkandung didalam sample dengan menggunakan
persamaan :
= ×10000
B A
x (3.6)
Dengan : x : kadar lignin ( % )
A : Berat endapan lignin ( gr )
B : Berat sample kering oven ( gr )
Kadar Abu
Penentuan kadar abu dilakukan berdasarkan SNI 14-0442-1989, adalah sebagai
a. Masukkan cawan porselen yang telah di isi sampel dalam tanur pada suhu
950 ± 25 ºC selama lebih kurang 3 jam atau hingga sisa pembakaran berwarna
putih.
b. Dinginkan cawan dan sisa pembakaran hingga suhu ruang uji.
c. Timbang sisa pembakaran
d. Penentuan kadar abu dengan menggunakan rumus
100%
ker ×
=
sampel ing
berat
pembakaran sisa
berat abu
Kadar (3.7)
III.3.1.3 KANDUNGAN UNSUR SERAT IJUK
Penentuan kandungan unsur yang terdapat didalam serat ijuk dilakukan dengan cara
kualitatif dengan menggunakan metode analisis aktivasi neutron.
Untuk menentukan kandungan unsur pada serat ijuk dilakukan sebagai berikut :
1. Kalibrasi MCA ( Multi Canal Analisist )
Kalibrasi MCA dilakukan dengan menggunakan sampel standart yang
memancarkan sinar .
2. Iradiasi serat ijuk dengan neutron
Serat ijuk yang akan di iradiasi dimasukkan kedalam tiga tempat iradiasi.
Dimana ketiga tempat iradiasi tersebut memiliki waktu radiasi yang
berbeda-beda, yaitu :
1. Untuk waktu iradiasi pendek ( t = 1 menit ) serat ijuk di tempatkan pada
NRS1
2. Untuk waktu iradiasi sedang ( t = 15 menit ) serat ijuk di tempatkan pada
NRS2
3. Untuk waktu iradiasi panjang ( t = 1 jam ) serat ijuk di tempatkan pada
Setelah itu serat ijuk yang telah teraktivasi tersebut dicacah dengan menggunakan
detektor Hp Ge dan dianalisis dengan MCA dengan lama pencacahan 200-1200 detik
setelah mengalami peluruhan 2-3 hari.
CUPLIKAN/ STANDAR (orde mg / μg )
PERLAKUAN AWAL DENGAN PROSES KIMIA
IRADIASI di REAKTOR : a). Irad. pendek: orde detik b). Irad sedang : orde menit c). Irad. panjang: orde jam/hari
PENENTUAN BANYAK UNSUR
DENGAN AAN
HASIL ANALISIS KUALITATIF: Jumlah dan jenis unsur yang terkandung dlam cuplikan yang dianalisis.
III.3.2 PEMBENTUKAN PAPAN KOMPOSIT SERAT IJUK PENDEK III.3.2.1 BAHAN – BAHAN
Bahan – bahan yang dipergunakan pada pembuatan papan komposit ijuk serat pendek
adalah sebagai berikut :
1. Serat ijuk
Serat ijuk yang dipergunakan diperoleh dari Sibolangit sekitar 40 km dari kota
medan. Cara pemilihan serat ijuk yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
a. Dipilah – pilah serat ijuk yang akan dipergunakan. Dipilih ijuk yang
berdiameter 0,1 – 0,4 mm.
b. Serat ijuk dipotong – potong ± 10 cm
c. Serat ijuk dibersihkan dengan menggunakan air yang mengalir untuk
menghilangkan kotoran / debu yang menempel pada ijuk.
d. Serat dijemur dibawah sinar matahari hingga kering.
e. Serat direndam di dalam alkohol 70 % selama 1 jam, setelah itu
dikeringkan kembali.
f. Serat ijuk lalu dipotong – potong kembali dengan ukuran 5 mm, 10
mm dan 15 mm.
2. Resin Polyester dengan merek dagang Yukalac, tipe 157 BQTN – EX
3. Katalis Methyl Ethyl Ketone Peroxida (MEKP) sebagai katalisator
4.Wax yang berfungsi sebagai lapisan pelekang pada alat pencetak agar papan
komposit yang dibentuk tidak lengket pada alat pencetak.
5. Aseton untuk membersihkan alat pencetak
III.3.2.2 PEMBUATAN PAPAN KOMPOSIT
1.Alat pencetak dibersihkan dengan kuas yang telah dibasahi aseton.
2.Wax dioleskan pada permukaan alat pencetak agar papan komposit yang dicetak
3.Resin Poliester decampurkan dengan katalis MEKP di dalam beaker plastic
dengan perbandingan antara resin dan katalis 100 : 1, kemudian diaduk.
4.Campuran resin dengan katalis di campurkan dengan serat ijuk yang telah
dipotong - potong dengan ukuran yang ditentukan, dimasukkan kedalam beaker
glass plastik , diaduk hingga merata.
5.Kemudian di tuang ke dalam alat pencetak.
6.Dipasangkang sepasang spacer pada sisi kanan dan kiri alas cetakan, dengan
ketebalan 2,5 mm.
7.Cetakan ditutup dan ditekan dengan alat penekan manual.
8.Dibiarkan selama 18 jam pada suhu kamar.
III.3.3 VARIABEL BERUBAH III.3.3.1 KEKUATAN IMPAK
Pengujian kekuatan impak papan komposit ijuk serat pendek bertujuan untuk
mengetahui ketangguhan papan komposit ijuk serat pendek terhadap pembebanan
dinamis. Penentuan kekuatan impak dilakukan berdasarkan standard pengujian
ASTM nomor: D - 256 ,dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Papan komposit di potong-potong dengan panjang ± 60,00 mm, lebar 13,50 mm
2. Papan komposit yang telah dipotong diletakkan pada span yang berjarak 40,00
mm
3. Godam di posisikan tepat diatas papan komposit
4. Godam di lepaskan tiba-tiba menumbuk papan komposit.
5. Dicatat energi yang dihasilkan.
III.3.3.2 SERAPAN NEUTRON PADA PAPAN KOMPOSIT IJUK SERAT PENDEK
Penentuan serapan neutron dilakukan pada lokasi SN 3 seperti ditunjukkan
gambar 3.2. Penentuan serapan neutron dilakukan berdasarkan langkah-langkah
44
1. Hitung/ukur cacah neutron tanpa sempel (latar belakang) sebanyak 3 kali.
2. Tempatkan papan komposit pada bagian depan sumber neutron lalu diukur cacah
neutron yang melaluinya sebanyak 3 kali.
3. Tambahkan papan komposit yang kedua lalul diperlakukan sama seperti
langkah b.
4. Seterusnya hingga papan komposit yang keempat
Gambar 3.2 Neutron Scattering Laboratory
Colimator radiasi
neutron Sampel Detektor BF3
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 VARIABEL TETAP IV.1.1 MASSA JENIS
Persamaan yang dipergunakan untuk menentukan massa jenis menggunakan
persamaan (2.1)
Diperoleh data-data seperti pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Data pengukuran densitas serat ijuk
Piknometer 10 ml
Hasil Pengukuran Massa ( gr ) Rata-rata No. Pengukuran
1 2 3 4 5 (gr)
1 Piknometer kosong 15,31 15,30 15,30 15,31 15,31 15,306
2 Piknometer berisi aquadest 25,57 25,57 25,57 25,57 25,56 25,568
3 Piknometer berisi serat ijuk 26,67 26,66 26,67 26,67 26,66 26,666
Dari data diperoleh :
G1 = Piknometer berisi aquadest - Piknometer kosong = 10,262 gr
IV.1.2 KANDUNGAN KIMIA SERAT IJUK
Kadar air
Sebelum kandungan kimia serat ijuk ditentukan terlebih dahulu dilakukan
penyerbukan serat ijuk yang dipergunakan, setelah itu ditentukan kadar air serat ijuk.
Dimana pada penentuan kadar air berdasarkan persamaan (3.1) ini diperoleh data
sebagai berikut :
Berat awal sampel 1 = 1,0506 gr
Berat awal Sampel 2 = 1,0509 gr
Berat sampel 1 setelah pemanasan = 0,9596 gr
Berat sampel 2 setelah pemanasan = 0,9538 gr
Untuk menentukan kadar hemiselulosa menggunakan persamaan (3.2) dan (3.3)