• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab III Peralihan kepemilikan hak atas satuan rumah susun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bab III Peralihan kepemilikan hak atas satuan rumah susun"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Bab III

Peralihan kepemilikan hak atas satuan rumah susun

A. Pengertian Peralihan hak

Peralihan atau pemindahan hak adalah suatu perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak dari suatu pihak ke pihak lain. Berbeda dengan dialihkannya suatu hak, maka dengan dialihkannya suatu hak menunjukkan adanya suatu perbuatan hukum yang disengaja dilakukan oleh satu pihak dengan maksud memindahkan hak miliknya kepada orang lain. Dengan demikian pemindahannya hak milik tersebut diketahui atau diinginkan oleh pihak yang melakukan perjanjian peralihan hak atas tanah.

Secara umum terjadinya peralihan hak atas tanah itu dapat disebabkan oleh berbagai perbuatan hukum antara lain:

a. Jual beli b. Tukar menukar c. Hibah

d. Pemasukan dalam perusahaan e. Pembagian hak bersama

f. Pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik g. Pemberian hak tanggungan

h. Pemberian kuasa pembebanan hak tanggungan

Namun dalam kepemilikan atas satuan rumah susun, sesuai dengan pasal 54 ayat 2 UU 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun dikatakan bahwa setiap orang yang memiliki sarusun umum hanya dapat mengalihkan kepemilikannya kepada pihak lain dalam hal:

a. Pewarisan

Yang dimaksudkan dengan pewarisan adalah peralihan hak yang terjadi karena hukum dengan meninggalnya pewaris

b. Perikatan kepemilikan rumah susun setelah jangka waktu 20 tahun

(2)

Pindah tempat tinggal” antara lain karena pindah domisili, mengalami perubahan taraf hidup, lokasi pekerjaan pindah, dan terkena pemutusan hubungan kerja.

Selain mengalihkan kepemilikan atas satuan rumah susun, pemilik sarusun mempunyai kewajiban untuk memanfaatkan sarusun sesuai dengan fungsinya. Misalnya dengan menyewakan sarusun yang dimilikinya. Penyewaan sarusun terebut meliputi hak orang perseorangan atas sarusun dan pemanfaatan terhadap bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.

B. Pembelian dan Penjualan Satuan Rumah Susun

Peraturan tentang transaksi jual-beli rumah susun terdapat di dalam Pasal 42-44 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun. Isi pasal-pasal tersebut yaitu:

Pasal 42

(1) Pelaku pembangunan dapat melakukan pemasaran sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan.

(2) Dalam hal pemasaran dilakukan sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku pembangunan sekurang-kurangnya harus memiliki:

a. kepastian peruntukan ruang; b. kepastian hak atas tanah;

c. kepastian status penguasaan rumah susun; d. perizinan pembangunan rumah susun; dan

e. jaminan atas pembangunan rumah susun dari lembaga penjamin. (3) Dalam hal pemasaran dilakukan sebelum pembangunan rumah susun

(3)

Yang dimaksud dengan “hal yang diperjanjikan” adalah kondisi satuan rumah susun (sarusun) yang dibangun dan dijual kepada konsumen yang dipasarkan, termasuk melalui media promosi, antara lain, lokasi rumah susun, bentuk sarusun, spesifikasi bangunan, harga sarusun, prasarana, sarana, dan utilitas umum rumah susun, fasilitas lain, serta waktu serah terima sarusun.

Pasal 43

(1) Proses jual beli sarusun sebelum pembangunan rumah susun selesai dapat dilakukan melalui PPJB yang dibuat di hadapan notaris.

(2) PPJB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas:

a. status kepemilikan tanah; b. kepemilikan IMB;

c. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum;

d. keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen); dan e. hal yang diperjanjikan.

Dari ketentuan-ketentuan di atas, konsumen selayaknya berhati-hati dalam menandatangani berbagai kesepakatan atau perjanjian yang disodorkan oleh pihak penjual. Apabila pembangunan belum mencapai 20%, maka tidak dapat dibuat perjanjian dalam bentuk PPJB. Beberapa developer biasanya mengikat calon pembeli dengan perjanjian pemesanan. Dengan ditandatanganinya perjanjian pemesanan, konsumen sudah mulai dibebankan pembayaran berupa booking fee.

(4)

dipersiapkan sebagai syarat utama pengajuan KPA yaitu dokumen data diri, data pekerjaan sekaligus penghasilan. Rincian dokumen yang dimaksud adalah:

 fotokopi KTP pemohon dan istri,  fotokopi kartu keluarga,

 fotokopi akta nikah atau cerai,  fotokopi NPWP,

 fotokopi SPT/PPh 21,

 surat keterangan/rekomendasi perusahaan,  slip gaji 1 bulan terakhir dan

 fotokopi buku tabungan tiga bulan terakhir.

Saat perjanjian kredit dengan bank selesai ditandatangani, berarti telah timbul kewajiban bagi anda untuk membayar cicilan unit apartment tersebut sesuai dengan yang diperjanjikan, walaupun unit apartment masih dalam proses pembangunan. Hak akan secara resmi beralih pada saat pembangunan apartment selesai, dan dilaksanakan transaksi di hadapan notaris dalam bentuk Akta Jual Beli, dan bagi pembeli diterbitkan Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun. Hal ini diatur di dalam Pasal 44 UU Nomor 20 Tahun 2011 dimana dikatakan bahwa:

(1) Proses jual beli, yang dilakukan sesudah pembangunan rumah susun selesai, dilakukan melalui akta jual beli (AJB).

(2) Pembangunan rumah susun dinyatakan selesai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila telah diterbitkan:

a. Sertifikat Laik Fungsi; dan

b. SHM sarusun atau SKBG sarusun.

Hak kepemilikan atas satuan rumah susun merupakan hak milik atas satuan rumah susun yang bersifat perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Terdapat berbagai macam hak kepemilikan atas tanah yang dimana rumah susun tersebut didirikan, yaitu:

1. tanah hak milik

2. hak guna bangunan, atau hak pakai di atas tanah negara,

(5)

SHM sarusun sebagaimana merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang terdiri atas:

1. salinan buku tanah dan surat ukur atas hak tanah bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

2. gambar denah lantai pada tingkat rumah susun bersangkutan yang menunjukkan sarusun yang dimiliki; dan

3. pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama bagi yang bersangkutan.

Dengan memiliki SHM Satuan Rumah Susun, SHM tersebut dapat dijadikan sebagai jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.

C. Pemilikan atas Satuan Rumah Susun

Mengenai pemilikan atas satuan rumah susun diatur dalam pasal 46 – pasal 49 Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Bentuk kepemilikan yang dikenal adalah Sertifikat Hak Milik atas Rumah Susun (“SHMRS”). SHMRS adalah bentuk kepemilikan yang diberikan terhadap pemegang hak atas Rumah Susun. Bentuk Hak milik atas rumah susun ini harus dibedakan dengan jenis hak milik terhadap rumah dan tanah pada umumnya.

Pasal 46 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (“UU Rumah Susun”) berbunyi:

“Hak kepemilikan atas satuan rumah susun merupakan hak milik atas satuan rumah susun yang bersifat perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.”

Definisi dari beberapa istilah yang disebut dalam Pasal 46 UU Rumah Susun adalah sebagai berikut:

(6)

atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin mendirikan bangunan. (lihat Pasal 1 angka 4 UU Rumah Susun). 2. Bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak

terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun. (lihat Pasal 1 angka 5 UU Rumah Susun). Yang dimaksud dengan “bagian bersama”, antara lain, adalah fondasi, kolom, balok, dinding, lantai, atap, talang air, tangga, lift, selasar, saluran, pipa, jaringan listrik, gas, dan telekomunikasi (Penjelasan Pasal 25 ayat [1] UU Rumah Susun).

3. Benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun melainkan bagian yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama. (lihat Pasal 1 angka 6 UU Rumah Susun). Yang dimaksud dengan “benda bersama”, antara lain, adalah ruang pertemuan, tanaman, bangunan pertamanan, bangunan sarana sosial, tempat ibadah, tempat bermain, dan tempat parkir yang terpisah atau menyatu dengan struktur bangunan rumah susun (Penjelasan Pasal 25 ayat [1] UU Rumah Susun).

Terkait dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang memiliki hubungan erat dengan kepemilikan satuan unit rumah susun ini, rumah susun tentunya juga mempunyai kepemilikan perseorangan. Kepemilikan perseorangan ialah hak kepemilikan seseorang yang telah membeli satuan unit rumah susun. Unit di sini adalah ruangan dalam bentuk geometrik tiga dimensi yang dibatasi oleh dinding dan digunakan secara terpisah atau tidak secara bersama-sama. Hak perseorangan ini biasanya akan tergambar dalam pertelaan rumah susun. Pertelaan adalah penunjukan yang jelas atas batas masing-masing satuan rumah susun, bagian bersama, benda bersama, tanah bersama, beserta Nilai Perbandingan Proporsionalnya (NPP) beserta uraiannya. Mengenai luas/ukuran unit satuan rumah susun (“sarusun”) akan terlihat terlihat dan diuraikan dalam SHM Sarusun masing-masing pemilik.

(7)

dimaksud dengan hak milik dalam UU Rumah Susun adalah Hak Milik Atas Rumah Susun (HMRS), yakni kepemilikan yang terpisah dari tanah bersama, bagian bersama, dan benda bersama. Dengan demikian, kepemilikan yang dimaksud adalah kepemilikan perseorangan yang didapat dari membeli satuan unit rumah susun (sarusun).

D. Kepemilikan Sarusun oleh WNA

Sering kita bertanya- tanya apakah orang asing bisa memiliki tanah padahal di Indonesia menganut asas “Larangan Pengasingan Tanah” Jika mengacu pada asas tersebut, tentu saja orang asing tidak bisa memiliki tanah di Indonesia. Namun, apakah orang asing mutlak tidak dapat memiliki hak atas tanah di Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu mengacu pada sejumlah peraturan yang mengatur tentang kepemilikan hak atas tanah oleh WNA.

Pengaturan kepemilikan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (“HMSRS”) memiliki keterkaitan dengan adanya Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (“SHM sarusun”). Definisi dari SHM sarusun dapat kita lihat dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (“UU Rumah Susun”) yang berbunyi:

“Sertifikat hak milik sarusun yang selanjutnya disebut SHM sarusun adalah tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah negara, serta hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak pengelolaan.”

(8)

Berdasarkan undang-undang tersebut, WNA hanya diperbolehkan memiliki hak pakai.

Adapun definisi hak pakai terdapat dalam Pasal 41 ayat (1) UUPA yang berbunyi:

“Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsungoleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalamkeputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian denganpemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segalasesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.”

Oleh karena itu, WNA yang mau memiliki HMSRS harus cermat sebelum membeli unit rumah susun. Ia harus mengetahui apakah bangunan rumah susun yang hendak ia miliki itu berdiri di atas tanah yang berstatus hak pakai atau tidak.

Hal ini juga sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 42 UUPA yang hanya membolehkan WNA untuk memiliki hak pakai. Bunyi selengkapnya pasal tersebut adalah:

“Yang dapat mempunyai hak pakai ialah: a. warga-negara Indonesia;

b. orang asing yang berkedudukan di Indonesia;

c. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;

d. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.”

(9)

Pengaturan mengenai WNA hanya boleh memiliki HMSRS yang bangunan rumah susun itu dibangun di atas tanah dengan hak pakai atas tanah negara juga dapat kita lihat dalam Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia (“PP 41/1996”). WNA dapat memiliki HMSRS dengan mengacu pada ketentuan Pasal 2 PP No. 41/1996 yang berbunyi:

“Rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh orang asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah:

1. Rumah yang berdiri sendiri yang dibangun di atas bidang tanah: a. Hak Pakai atas tanah Negara

b. Yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah.

2. Satuan rumah susun yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai atas tanah Negara.”

Selain persyaratan tersebut, terdapat satu persyaratan lagi yang diatur oleh peraturan turunan PP No. 41/1996, yaitu Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing (“Peraturan MNA/BPN 7/1996”).

Pasal 2 ayat (2) Peraturan MNA/BPN 7/1996 berbunyi:

“Rumah yang dapat dibangun atau dibeli dan satuan rumah susun yang dapat dibeli oleh orang asing dengan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah rumah atau satuan rumah susun yang tidak termasuk klasifikasi rumah sederhana atau rumah sangat sederhana.”

(10)

a. harga perolehan tanah dan rumah tidak lebih dari pada Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah),

b. luas tanah tidak lebih dari pada 200 M2, di daerah perkotaan dan tidak

lebih daripada 400 M2, untuk di luar daerah perkotaan.

Referensi

Dokumen terkait

sehingga dengan dilakukannya novasi Bank dengan novator harus membuat akad-akad baru, baik akad pembiayaan maupun akad turutannya (accesoir). Selain syarat-syarat diatas,

Sarana kesehatan dengan Kemampuan Pelayanan Gawat Darurat Pada tabel 49 menunjukkan sarana kesehatan dengan kemampuan Pelayanan Gawat Darurat selama tahun 2012 sebesar

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan wanita pada masa klimakterium (masa peralihan yang berlangsung beberapa tahun sebelum dan beberapa tahun

Dengan adanya motivasi kerja yang baik akan menghasilkan dorongan bagi karyawan untuk bekerja lebih baik namun tanpa adanya pelatihan yang akan meningkatkan

Hal ini karena pada kedua metode tersebut terdapat perbedaan beberapa parameter: Pada metode AASHTO terdapat Structur number (SN) yang di dalam perhitungan SN

Aplikasi sidang tilang (hakim) menggunakan teknologi Near Field Communication (NFC) dapat membaca data tilang yang tersimpan dalam kartu RFID untuk diproses pada saat sidang tilang

8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang dimaksud dengan reksadana adalah wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal, untuk selanjutnya diinvestasikan

Dengan segala kerendahan dan keyakinan diri yang kuat, penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat, hidayah dan