ABSTRACT
THE EFFECT OF PROVIDING FORAGE-CONCENTRATE ON PHYSIOLOGICAL RESPONSE AND PERFORMANCE OF SIMENTAL
CROSS BEEF CATTLE
By Ayu Astuti
The objective of this research was to study the effect of providing forage and concentrate on physiological response and performance of Simental Cross Beef Cattle. This research was conducted by using Randomized Block Design (RBD) with three treatments and four blocks. Beef cattle that used are bull of Simental Cross Beef Cattle with the body weight between 280—359 kg. The treatment of providing forage and two hours late concentrate (P1), providing concentrate and two hours late forage (P2), providing forage together concentrate (P3). The data in this research is tested by analyzed of variance and continued with Least
Significance Difference (LSD). The result of this research showed that providing forage and concentrate was significant (P<0,05) on the respiration rate,heart rate, body temperature, dry matter intake, average daily gain, and feed
ABSTRAK
PENGARUH CARA PEMBERIAN KONSENTRAT-HIJAUAN TERHADAP RESPON FISIOLOGIS DAN PERFORMA SAPI
PERANAKAN SIMENTAL
Oleh Ayu Astuti
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh cara pemberian konsentrat dan hijauan terhadap respon fisiologis dan performa Sapi Peranakan Simental. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga perlakuan dan empat kelompok. Sapi yang digunakan adalah Sapi Peranakan Simental jantan dewasa dengan bobot tubuh 280—359 kg. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah pemberian hijauan dan dua jam kemudian konsentrat (P1), pemberian konsentrat dan dua jam kemudian hijauan (P2), serta pemberian hijauan dan konsentrat yang dilakukan secara bersama-sama (P3). Data penelitian ini di uji menggunakan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara pemberian konsentrat dan hijauan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap frekuensi pernafasan, denyut jantung, suhu tubuh, konsumsi ransum, pertambahan bobot tubuh harian, dan konversi ransum. Cara pemberian hijauan dan konsentrat yang dilakukan secara bersama-sama (P3) adalah perlakuan terbaik dalam
PENGARUH CARA PEMBERIAN KONSENTRAT- HIJAUAN TERHADAP RESPON FISIOLOGIS DAN PERFORMA SAPI
PERANAKAN SIMENTAL
Oleh
AYU ASTUTI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN
Pada
Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian
111
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
PENGARUH CARA PEMBERIAN KONSENTRAT- HIJAUAN TERHADAP RESPON FISIOLOGIS DAN PERFORMA SAPI
PERANAKAN SIMENTAL
(Skripsi)
Oleh
Ayu Astuti
111
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tempo dan irama penyimpanan rumen terhadap penguraian ransum
dalam rumen ... 11
2. Tata letak Sapi Peranakan Simental selama penelitian ... 58
3. Rata-rata pola suhu dan kelembapan harian selama penelitian... 59
4. Rata-rata pola suhu harian selama penelitian... 59
5. Penimbangan sapi... 60
6. Timbangan bobot tubuh sapi ... 60
7. Pembersihan tempat minum... 60
8. Pembersihan tempat pakan... 60
9. Penimbangan sisa pakan ... 60
10. Cleaningkandang... 60
11. Peralatan kandang ... 61
12. Thermohigrometerkandang ... 61
13. Peralatan fisiologis ... 61
14. Distribusi bahan pakan... 61
15. Pengadukan konsentrat... 61
16. Pengadukan hijauan ... 61
18. Distribusi ransum ... 62
19. Pengukuran fisiologis frekuensi pernafasan... 62
20. Pengukuran fisiologis frekuensi pernafasan... 62
21. Pengukuran fisiologis frekuensi denyut jantung ... 62
i DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 3
1.3 Kegunaan Penelitian ... 3
1.4 Kerangka Pemikiran... 4
1.5 Hipotesis... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Penggemukan ... 8
2.2 Pencernaan Ruminansia ... 10
2.3 Pakan ... 12
2.3.1 Hijauan ... 13
2.3.2 Pakan penguat (konsentrat)... 13
2.3.3 Manajemen pemberian pakan ... 14
2.4 Metabolisme Pakan dan Fisiologis ... 15
2.5 Fisiologis Sapi... 16
2.5.1 Frekuensi pernafasan ... 16
2.5.2 Frekuensi denyut jantung ... 17
ii
2.6 Konsumsi Pakan... 19
2.7 Pertambahan Bobot Tubuh Harian... 20
2.8 Konversi Ransum ... 21
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 22
3.2 Alat dan Bahan Penelitian... 22
3.2.1 Alat... 22
3.2.2 Bahan ... 23
3.3 Metode Penelitian ... 24
3.4 Pelaksanaan Penelitian... 24
3.4.1 Persiapan kandang ... 25
3.4.2 Persiapan sapi... 25
3.4.3 Pelaksanaan penelitian ... 25
3.5 Peubah yang Diamati ... 26
3.5.1 Frekuensi pernafasan ... 26
3.5.2 Frekuensi denyut jantung... 27
3.5.3 Suhu tubuh ... 27
3.5.4 Konsumsi bahan kering ransum... 27
3.5.5 Pertambahan bobot tubuh harian ... 27
3.5.6 Konversi ransum ... 28
3.6 Analisis Data ... 28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Temperatur dan Kelembapan Kandang... 29
4.2 Pengaruh Perlakuan terhadap Frekuensi Pernafasan ... 31
4.3 Pengaruh Perlakuan terhadap Frekuensi Denyut Jantung... 33
4.4 Pengaruh Perlakuan terhadap Suhu Tubuh ... 36
iii 4.6 Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Tubuh
Harian ... 40
4.7 Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum ... 42
V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 45
5.2 Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Susunan ransum penelitian... 23
2. Kandungan nutrisi ransum penelitian... 23
3. Waktu pemberian pakan penelitian ... 26
4. Rata-rata suhu dan kelembapan di kandang Desember 2014—
Januari 2015 ... 29
5. Rata-rata frekuensi pernafasan Sapi Peranakan Simental selama
penelitian ... 31
6. Rata-rata frekuensi denyut jantung Sapi Peranakan Simental selama
penelitian ... 34
7. Rata-rata suhu tubuh Sapi Peranakan Simental selama penelitian... 36
8. Rata-rata konsumsi bahan kering (BK) ransum Sapi Peranakan ...
Simental selama penelitian ... 38
9. Rata-rata pertambahan bobot tubuh harian Sapi Peranakan
Simental selama penelitian ... 41
10. Rata-rata konversi ransum Sapi Peranakan Simental selama
penelitian... 43
11. Analisis ragam frekuensi pernafasan Sapi Peranakan Simental ... 51
12. Kesimpulan beda nilai tengah frekuensi pernafasan Sapi
Peranakan Simental dengan uji BNT ... 51
13. Notasi huruf untuk membedakan nilai tengah frekuensi pernafasan
Sapi Perankan Simental ... 51
15. Kesimpulan beda nilai tengah frekuensi denyut jantung Sapi
Peranakan Simental dengan uji BNT ... 52
16. Notasi huruf untuk membedakan nilai tengah frekuensi denyut
jantung Sapi Peranakan Simental... 52
17. Analisis ragam suhu tubuh Sapi Peranakan Simental ... 53
18. Kesimpulan beda nilai tengah suhu tubuh Sapi Peranakan Simental
dengan uji BNT ... 53
19. Notasi huruf untuk membedakan nilai tengah suhu tubuh Sapi
Peranakan Simental... 53
20. Analisis ragam konsumsi bahan kering ransum Sapi Peranakan
Simental ... 54
21. Kesimpulan beda nilai tengah konsumsi bahan kering ransum
Sapi Peranakan Simental dengan uji BNT... 54
22. Notasi huruf untuk membedakan nilai tengah konsumsi bahan kering
ransum Sapi Peranakan Simental ... 54
23. Analisis ragam pertambahan bobot tubuh harian Sapi Peranakan
Simental ... 55
24. Kesimpulan beda nilai tengah pertambahan bobot tubuh harian
Sapi Peranakan Simental dengan uji BNT... 55
25. Notasi huruf untuk membedakan nilai tengah pertambahan bobot
tubuh harian Sapi Peranakan Simental ... 55
26. Analisis ragam konversi ransum Sapi Peranakan Simental ... 56
27. Kesimpulan beda nilai tengah konversi ransum Sapi Peranakan
Simental dengan uji BNT... 56
28. Notasi huruf untuk membedakan nilai tengah konversi ransum
Sapi Peranakan Simental ... . 56
29. Perhitungan kebutuhan konsumsi bahan kering ransum perekor pada
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui,
sedang kamu tidak mengetahui.
(Q.S. Al-Baqarah 216)
Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.
Kupersembahkan karya kecilku ini kepada Ayahanda Sarwono, Ibunda Sri Lestari, Kakak-kakak Eka, Dwi, Anang, Eidwar, dan Adik-adik Arif, Umar,
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Jaya, Lampung Tengah pada 06 Mei 1993, sebagai
putri keempat dari lima bersaudara pasangan Bapak Sarwono dan Ibu Sri Lestari.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman kanak-kanak di TK An-Nur Bandar
Jaya pada 1999, Sekolah Dasar Kristen Bandar Jaya pada 2005, Sekolah
Menengah Pertama Negeri 3 Bandar Jaya pada 2008, dan Sekolah Menengah Atas
Negeri 1 Terbanggi Besar pada 2011.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung, Bandar Lampung pada 2011, melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Pada Januari sampai Maret 2014
penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Tanjung Harapan,
Kecamatan Marga Tiga, Kabupaten Lampung Timur. Selanjutnya, pada Juli
sampai Agustus 2014 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT Great
Giant Livestock Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah.
Selama masa studi, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Peternakan
(HIMAPET) Fakultas Pertanian sebagai anggota bidang dana dan usaha pada
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini banyak pihak yang berperan,
memberikan bantuan, bimbingan, dan petunjuk. Oleh sebab itu, dengan ketulusan
dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Erwanto, M.S.--selaku Pembimbing Utama--atas ide,
persetujuan, arahan, nasehat, dan bimbingan yang diberikan kepada penulis;
2. Bapak drh. Purnama Edy Santosa, M.Si.--selaku Pembimbing Anggota --atas
arahan, nasehat, saran, bimbingan dan ilmu yang diberikan kepada penulis;
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.--selaku Pembahas -- atas saran, nasehat,
bimbingan yang diberikan kepada penulis;
4. Bapak Dr. Ir. Rudy Sutrisna, M. S. --selaku Pembimbing Akademik yang telah
membimbing penulis selama menjadi mahasiswi di Universitas Lampung;
5. Ibu Sri Suharyati, S.Pt., M.P.-- selaku Ketua Jurusan Peternakan--atas izin
untuk melaksanakan penelitian;
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.--selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung--atas izin yang telah diberikan;
7. Ibu Tri, Mbak Chani, dan Mas Agus atas bantuan, fasilitas selama kuliah,
8. Kedua orang tua penulis Ayahanda Sarwono, Ibunda Sri Lestari, Kakak Eka
Setiawarni S.AB., Dwi Novita Sari S.T., Anang Cahyono S.Pd., Eidwar
Imansyah S.T., dan Adikku tersayang Arif Maulana, M. Umar, ZK. Sulthan
atas semua kasih sayang, nasehat, dukungan, serta do'a tulus yang selalu
tercurah tiada henti bagi penulis;
9. Bapak Ir. Heri Purwoko selaku Ketua Koperasi PT Gunung Madu Plantation
-atas kesediaannya mengizinkan kami melaksanakan penelitian;
10. Om Hendra, Om Jumari, Pak Toha, Bari, Pak Siswanto, Pak Sigit, Pak
Martoyo--atas semua bantuan dan keceriaan selam penelitian di kandang;
11. Citra, Nia, Maghfiroh, Dina, Eno, Putri, Dea, Depo, Angga, Dimas, Rahmat,
Kom, Cicik, Devi, Olin, Mifta, Bang Mawan, serta rekan-rekan yang tidak
dapat disebutkan satu-persatu atas kebersamaan dan keceriaannya selama
perkuliahan;
12. Lita, Pia, Hayu, Macul, Rida, Mb Dama, Jamet Helin, dan teman-teman kost
G15 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas keceriaan, semangat, dan
rasa persaudaraan yang diberikan;
Akhir kata, semoga semua yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan
dan rahmat dari Allah SWT, dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang berkepentingan.
Bandar lampung, September 2015
Penulis
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat
yakni pada tahun 2011 berjumlah 241.991 juta jiwa, 2012 berjumlah 245.425 juta
jiwa, 2013 berjumlah 248.818 juta jiwa (Badan Pusat Statistik, 2015),
menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan produk peternakan sebagai salah
satu pemenuhan kebutuhan pangan protein nasional. Selain itu, pengetahuan
masyarakat yang semakin paham tentang pentingnya kebutuhan protein juga
menambah peningkatan permintaan produk peternakan. Produk peternakan
merupakan sumber protein yang memenuhi sebagian besar kebutuhan protein
masyarakat selain ikan serta protein nabati. Sebagai sumber protein, produk
peternakan memiliki peran yang besar dalam mencerdaskan sumber daya
manusia.
Salah satu produk peternakan yang digemari oleh masyarakat ialah daging sapi.
Daging sapi merupakan produk peternakan yang diperlukan bagi kehidupan
manusia karena mengandung asam amino esensial lebih tinggi dari protein nabati
(Taylor dan Field, 1998). Komposisi kimia daging terdiri dari air 65—80%,
2
karbohidrat dan substansi non-nitrogen 1% sekitar (0,5—1,5%) serta konstituen
anorganik 1,0% (Forrestet al.,1975).
Usaha untuk meningkatkan pengadaan daging sapi dalam jumlah besar dapat
dilakukan dalam usahafeedlot. Feedlotadalah pemeliharaan sapi di dalam kandang tertentu, tidak dipekerjakan tetapi hanya diberi pakan dengan nutrien
yang optimal untuk menaikkan bobot tubuh dan kesehatan sapi (Darmono, 1993).
Program pengembangan usaha peternakan harus dilakukan secara efektif dan
efisien sehingga produk yang dihasilkan mampu bersaing dengan produk dari luar
negeri.
Keberhasilan usaha peternakan tidak terlepas dari faktor genetik 30% dan faktor
lingkungan 70% (Parakkasi, 1999). Salah satu faktor lingkungan yang sangat
besar memengaruhi produksi ialah pakan. Pakan memiliki peranan penting dalam
keberhasilan usaha peternakan, karena sebanyak 60—80% total biaya produksi
digunakan untuk biaya pakan (Siregar, 2003). Selain itu, ketersediaan pakan,
kualitas dan kuantitas pakan, serta manajemen pemberian pakan juga harus
diperhatikan.
Ruminansia mempunyai sifat seleksi terhadap bahan pakan yang tersedia dan
tidak ada kontrol terhadap kemungkinan buruk akibat suatu bahan pakan
(Parakkasi, 1999). Oleh karena itu, untuk mengurangi sifat seleksi bahan pakan
perlu pencarian metode pemberian pakan yang sesuai. Pakan yang diberikan pada
level yang berbeda akan menyebabkan kondisi fisiologis seperti suhu tubuh,
3
atau metabolisme yang terjadi dalam tubuh, perbedaan tersebut akan berpengaruh
terhadap respon produksi suatu ternak (Mc Dowell, 1972).
Berdasarkan uraian tersebut perlu dilakukan pengkajian tentang cara pemberian
konsentrat-hijauan terhadap respon fisiologis dan performa Sapi Peranakan
Simental serta mengetahui cara pemberian konsentrat dan hijauan yang terbaik
untuk digunakan.
I.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan masalah, tujuan penelitian dirumuskan sebagai
berikut:
1. mengetahui pengaruh cara pemberian konsentrat dan hijauan yang berbeda
terhadap respon fisiologis Sapi Peranakan Simental;
2. mengetahui pengaruh cara pemberian konsentrat dan hijauan yang berbeda
terhadap performa Sapi Peranakan Simental;
3. mengetahui cara pemberian konsentrat dan hijauan yang terbaik terhadap
respon fisiologis maupun performa Sapi Peranakan Simental.
1.3 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peternak dan
4
1.4 Kerangka pemikiran
Keberhasilan usaha peternakan tidak terlepas dari faktor genetik 30% dan faktor
lingkungan 70% (Parakkasi, 1999). Faktor lingkungan yang berperan besar dalam
keberhasilan produksi ialah iklim dan pakan. Iklim yang ada di Indonesia ialah
tropis sedangkan pada umunya sapi yang digemukkan di Indonesia berasal dari
daerah subtropis. Perbedaan suhu lingkungan yang ada dapat dengan mudah
menimbulkan cekaman stres bagi sapi, sehingga dapat memengaruhi fisiologis
dan menurunkan produksi sapi.
Sapi penggemukan harus dipelihara pada kondisi lingkungan yang nyaman
(Comfort zone) dengan batas maksimum dan minimum temperatur dan
kelembapan lingkungan berada padaThermoneutral zoneagar berproduksi dengan optimal. Apabila sapi berada di luar kondisi ini sapi potong akan
mengalami stres. Sapi tergolong ternak berdarah panas (homeoterm) yang
berusaha mempertahankan suhu tubuhnya antara 38—39 °C (Purwanto, 2004).
Ternak yang tercekam panas antara lain akan direfleksikan pada respon suhu
tubuh dan frekuensi pernafasan (Monstma, 1984). Selain panas dari lingkungan
sumber panas yang didapat oleh ternak berasal dari panas metabolis pakan.
Pakan merupakan sumber nutrisi yang diperoleh ternak untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Selain ketersediaan pakan, kualitas dan kuantitas pakan,
manajemen pemberian pakan harus diperhatikan. Melalui penambahan sedikit
5
(Sarwono dan Arianto, 2002). Selain itu, pemberian pakan dengan mengatur jarak
waktu antara pemberian konsentrat dengan hijauan akan meningkatkan produksi
(Syahwani, 2004).
Umumnya pakan yang diberikan pada ternak ruminansia ialah hijauan dan pakan
tambahan (konsentrat). Hijauan merupakan semua bahan pakan yang berasal dari
tanaman dapat berupa daun-daunan, termasuk batang, ranting, dan mengandung
serat kasar lebih besar dari 18% (Williamson dan Payne, 1993). Hijauan
berfungsi menjaga alat pencernaan agar bekerja baik, bersifatbulkdan mendorong keluarnya kelenjar pencernaan. Pakan penguat (konsentrat) merupakan bahan
pakan yang mengandung serat kasar yang relatif rendah kurang dari 18% dan
mengandung karbohidrat, protein, serta lemak yang relatif banyak namun
jumlahnya bervariasi dengan jumlah air yang relatif sedikit (Williamson dan
Payne, 1993).
Pemberian pakan dengan level yang berbeda akan menyebabkan kondisi fisiologis
seperti suhu tubuh, denyut nadi dan frekuensi pernafasan akan berbeda akibat
perbedaan proses fermentasi atau metabolisme yang terjadi dalam tubuh,
perbedaan tersebut akan berpengaruh terhadap respon produksi suatu ternak
(Mc Dowell, 1972). Semakin tinggi proses metabolisme di dalam tubuh serta
pengaruh panas dari lingkungan akan mengakibatkan ternak mudah mengalami
stres (Parakkasi, 1999).
Kondisi metabolisme yang tinggi menyebabkan ternak akan selalu berupaya
mempertahankan temperatur tubuhnya pada kisaran yang normal, dengan cara
6
termoregulasi gagal, maka akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi pakan,
sehingga ternak tidak dapat berproduksi secara maksimal karena kondisi
fisiologisnya tidak bekerja secara normal. Ternak dapat berproduksi secara
optimal apabila kondisi fisiologisnya dalam keadaan normal.
Menurut Siregar (2003), pemberian konsentrat 2 jam sebelum hijauan akan
meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum, yang akan
meningkatkan konsumsi bahan kering ransum. Devendra dan Burns (1994)
menyatakan bahwa konsentrat yang lebih mudah dicerna akan memacu
pertumbuhan mikroba dan meningkatkan proses fermentasi dalam rumen.
Namun, pemberian pakan tambahan terlebih dahulu sebelum hijauan dapat
menurukan pH rumen (acidosis) karena konsentrasi VFA rumen yang meningkat
terlalu tinggi akibat konsumsi karbohidrat mudah terfermentasi. Selain itu,
naiknya pH rumen akibat konsumsi nitrogen sumber amonia yang terlalu banyak
dapat menyebabkan populasi dan aktivitas mikrobia rumen menjadi menurun
sehingga pencernaan menjadi terganggu dan menurunkan produktivitas ternak
(Tillmanet al.,1986).
Resiko gangguan pencernaan (acidosis) dapat dihindari dengan meningkatkan
keberadaanbufferdi dalam rumen. Buffertersebut dapat diperoleh dari saliva yang mengandung sebagian besar natrium bikarbonat dan sangat penting untuk
menjaga pH rumen (Tillmanet al.,1986). Pengeluaran saliva dapat dirangsang dengan memberikan sedikit hijauan yang telah dilayukan sebelum pemberian
7
Metode pemberian pakan dengan mengatur jarak waktu pemberian
konsentrat-hijauan juga dilakukan oleh Riantoet al. (2006), pada domba ekor tipis jantan. Hasilnya menyimpulkan bahwa metode pemberian pakan
hijauan-konsentrat-hijauan cenderung memperlihatkan produktivitas yang paling baik, dibandingkan
dengan metodefree choicedan metode konsentrat-hijauan.
Selain itu, metode pemberian pakan dengan mengatur jarak waktu pemberian
konsentrat-hijauan juga dilakukan oleh Iswoyo dan Widiyaningrum (2008) pada
Kambing Peranakan Etawah lepas sapih dan tidak menunjukkan perbedaan nyata
(P >0.05). Namun secara kuantitatif ada kecenderungan perlakuan kambing diberi
pakan konsentrat dan dua jam kemudian diberikan hijauan mempunyai
pertambahan bobot tubuh lebih tinggi dari perlakuan lainnya.
1.5 Hipotesis
Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan
adalah sebagai berikut:
1. cara pemberian konsentrat dan hijauan yang berbeda akan memengaruhi
respon fisiologis Sapi Peranakan Simental;
2. cara pemberian konsentrat dan hijauan yang berbeda akan memengaruhi
performa Sapi Peranakan Simental;
3. terdapat cara pemberian konsentrat dan hijauan yang terbaik terhadap
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sapi Penggemukan
Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Sapi Lokal (Bos
sundaicus), Sapi Zebu (Bos indicus), dan Sapi Eropa (Bos taurus). Bangsa Sapi penggemukan yang berkembang di Indonesia, merupakan bangsa sapi tropis,
terdiri dari sapi lokal, dan sapi impor (Sarwono dan Arianto, 2002).
Menurut Sudarmono dan Sugeng (2008), ciri-ciri bangsa sapi tropis yaitu
memiliki gelambir, kepala panjang, dahi sempit, ujung telinga runcing, bahu
pendek, garis punggung berbentuk cekung, kaki panjang, tubuh relatif kecil,
dengan bobot tubuh 250—650 kg, tahan terhadap suhu tinggi, dan tahan terhadap
caplak. Sapi dari subtropis memiliki bentuk kepala pendek, ujung telinga tumpul,
garis punggung lurus, kaki pendek, bulu panjang dan kasar, tidak tahan terhadap
suhu tinggi, banyak minum, kotorannya basah, cepat dewasa kelamin, dan bentuk
tubuh besar.
Menurut Murtijo (1990), penilaian terhadap keadaan individual sapi penggemukan
pada prinsipnya didasarkan pada umur, bentuk tubuh, luas tubuh, pertambahan
bobot tubuh, dan temperamen. Namun secara praktis pada umumnya penilaian
individual sapi dilakukan dengan mengamati bentuk luar sapi seperti bentuk tubuh
9
utama untuk memilih sapi bakalan ialah berbadan kurus, berumur muda (sapi
dara) dan sepasang giginya telah tanggal. Menurut Santoso (2003), sapi yang
paling baik digemukkan adalah sapi jantan, karena pertambahan bobot hariannya
yang tinggi.
Sapi Peranakan Simental berasal lembah Simme Negara Switzerland. Sapi ini
adalah bangsaBos taurusyang memiliki ciri-ciri yaitu ukuran tubuh besar, pertumbuhan otot bagus, penimbunan lemak di bawah kulit rendah, warna bulu
pada umumnya krem agak coklat atau sedikit merah, keempat kaki dari lutut serta
ujung ekor berwarna putih. Ukuran tanduk kecil, bobot sapi betina mencapai
800 kg, dan jantan 1.150 kg (Pane, 1988).
Sapi Simental murni sulit ditemukan di Indonesia. Sebagian besar sapi yang ada
di Indonesia merupakan Sapi Simentalcross. Menurut Fikar dan Ruhyadi (2010), Sapi Simental secara genetik ialah sapi penggemukan yang berasal dari wilayah
beriklim dingin, merupakan sapi tipe besar, mempunyai volume rumen yang
besar,voluntary intake(kemampuan menambah konsumsi di luar kebutuhan yang sebenarnya) tinggi danmetabolic ratecepat, sehingga menuntut tata laksana pemeliharaan yang lebih teratur. Menurut Haryanti (2009), Sapi Peranakan
Simental merupakan bangsa sapi persilangan dengan pertambahan bobot tubuh
berkisar antara 0,6—1,5 kg per hari. Comfort zoneuntuk Sapi Peranakan Simental diduga 17—28 ºC sesuai dengan asal usulnya yang berasal dari daerah
tropis dan subtropis (Aryogiet al., 2005). Menurut Abidin (2002) yang
menyatakan bahwa sapi potong dapat tumbuh optimal di daerah dengan kisaran
10
2.2 Pencernaan Ruminansia
Proses utama pencernaan ialah secara mekanik, enzimatik atau pun mikrobial.
Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut dan
gerakan-gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi otot sepanjang usus.
Pencernaan secara enzimatik atau kimiawi dilakukan oleh enzim yang dihasilkan
oleh sel-sel dalam tubuh hewan dan yang berupa getah-getah pencernaan
(Tillmanet al.,1991).
Bagian-bagian sistem pencernaan ialah mulut, faring, esofagus, rumen, retikulum,
omasum, abomasum, usus halus, usus besar serta glandula aksesoris yang terdiri
dari glandula saliva, hati, dan pankreas (Frandson, 1992). Proses utama dari
pencernaan ialah secara mekanik, hidrolisis, dan fermentatif. Proses mekanik
terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut dan gerakan-gerakan saluran
pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi otot sepanjang usus. Pencernaan
secara fermentatif dilakukan oleh mikroorganisme rumen
(Tillmanet al., 1986).
Tempo dan penyimpanan dapat memengaruhi tingkat penguraian suatu bahan
pakan dalam rumen. Penguraian dari suatu bahan pakan tidak konstan,tapi akan
berubah-ubah seiring dengan tingkat asupan pakan. Penguraian sangat tergantung
pada dua hal yakni, sifat alamiah bahan pakan dan lamanya bahan tersebut di
dalam rumen. Ketika asupan pakan(feed intake)dan kecepatan perjalanan pakan dari rumen meningkat, lama penyimpanan bahan dalam rumen dan penguraian
oleh mikroba berkurang (Sampurna, 2012). Tempo dan irama penyimpanan
11
Gambar 1. Tempo dan irama penyimpanan rumen terhadap penguraian ransum dalam rumen (Dairy Research & Technology Centre, University of Alabama dalam Sampurna 2012).
Pemberian makanan berserat kasar rendah dan banyak mengandung karbohidrat
mudah tercerna cenderung menurunkan konsentrasi VFA dan menurunkan pH
cairan rumen, akibatnya aktivitas selulolitik menurun. Kondisi tersebut akan
merubah populasi mikroba rumen (Purnama, 2013).
Ruminansia mempunyai kemampuan yang terbatas dalam mengontrol pH rumen.
Rendahnya pH rumen terjadi dengan terakumulasinya asam laktat dalam rumen.
Perubahan komposisi mikroba rumen berhubungan dengan penurunan pH rumen.
Penurunan pH rumen dari 7 menjadi 5,5 secara umum berhubungan dengan
keterlibatan biji-bijian dalam pakan. Pengaruh penurunan pH rumen diantaranya
dapat merusak bakteri selulolitik, dalam kondisi ini bakteri amilolitik menjadi
meningkat dalam rumen sehingga mengurangi populasi protozoa secara drastis
12
2.3 Pakan
Pakan adalah makanan/asupan yang diberikan kepada ternak. Ransum merupakan
susunan dua bahan pakan atau lebih yang diberikan untuk seekor ternak dan
mencukupi kebutuhan hidupnya sehari semalam. Ransum harus dapat memenuhi
kebutuhan zat nutrien yang diperlukan ternak untuk berbagai fungsi tubuhnya,
yaitu untuk hidup pokok, produksi maupun reproduksi. Terdapat empat hal
penting yang harus diperhatikan dalam menentukan kebutuhan zat nutrien pada
sapi penggemukan, yaitu: jenis kelamin (jantan atau betina), bobot tubuh, taraf
pertumbuhan atau status fisiologis (pedet, sapihan, bunting dan lain–lain) serta
tingkat produksi (Siregar, 2008). Kualitas bahan pakan ditentukan oleh
kandungan protein, tetapi dalam pemberiannya harus diseimbangkan dengan
kandungan energi dan kebutuhan vitamin-mineral (Tillmanet al.,1986).
Tingkat konsumsi ransum sapi berbeda-beda bergantung pada status fisiologinya.
Sapi dewasa dapat mengkonsumsi bahan kering minimal 1,4% bobot tubuh/hari,
sedangkan sapi kebiri umur 1 tahun dengan hijauan berkualitas baik dapat
mengkonsumsi 3% dari bobot tubuh (Parakkasi, 1999). Menurut Djanah (1985),
pemberian rumput dalam bentuk segar per ekor/hari untuk sapi dewasa ialah 10%
13
2.3.1 Hijauan
Hijauan ialah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan
berupa daun-daunan, termasuk batang, ranting, dan bunga. Hijauan ditandai
dengan jumlah serat kasar yang relatif banyak daripada berat keringnya, yaitu
lebih besar dari 18% (Williamson dan Payne, 1993). Hijauan berfungsi menjaga
alat pencernaan agar bekerja baik, membuat kenyang ternak, dan mendorong
keluarnya kelenjar pencernaan.
2.3.2 Pakan penguat (konsentrat)
Pakan penguat (konsentrat) ialah pakan yang bernutrisi tinggi dengan serat kasar
yang relatif rendah. Konsentrat mengandung serat kasar lebih sedikit daripada
hijauan yaitu kurang dari 18% dan mengandung karbohidrat, protein, serta lemak
yang relatif banyak namun jumlahnya bervariasi dengan jumlah air yang relatif
sedikit (Williamson dan Payne, 1993).
Pakan penguat mengandung jasad renik (mikroba) hidup yang sengaja
ditambahkan dalam pakan sapi atau ruminansia lainya. Melalui penambahan
sedikit pakan tambahan, kebutuhan pakan persatuan ternak dapat dikurangi.
Apabila setiap hari ternak membutuhkan 10—11 kg bahan kering (BK) untuk
menaikkan 1 kg bobot tubuh maka, penggunaan pakan tambahan mampu
mengurangi jumlah pakan (Sarwono dan Arianto, 2002). Teknologi pakan ternak
yang digunakan dalam usaha penggemukan dikenal denganGrain Fed yang berarti usaha penggemukan sapi dengan pemberian konsentrat 80—85% dan
14
2.3.3 Manajemen pemberian pakan
Tingkat konsumsi ternak ruminansia umumnya didasarkan pada konsumsi bahan
kering pakan, baik dalam bentuk hijauan maupun konsentrat dan persentase
konsumsi bahan kering memiliki grafik meningkat sejalan dengan pertambahan
bobot tubuh sampai tingkat tertentu, kemudian mengalami penurunan. Menurut
Tillmanet al.(1991), kebutuhan konsumsi ransum pada sapi potong dalam bahan kering sebanyak 3—4% dari bobot tubuhnya.
Teknik pemberian pakan yang baik untuk mencapai pertambahan bobot tubuh
yang lebih tinggi pada penggemukan sapi potong ialah dengan mengatur jarak
waktu antara pemberian konsentrat dengan hijauan. Pemberian konsentrat dapat
dilakukan dua atau tiga kali dalam sehari semalam. Hijauan diberikan sekitar dua
jam setelah pemberian konsentrat pada pagi hari dan dilakukan secara bertahap
minimal empat kali dalam sehari semalam (Siregar, 2003). Frekuensi pemberian
hijauan yang lebih sering dilakukan dapat meningkatkan kemampuan sapi untuk
mengkonsumsi ransum dan juga meningkatkan kecernaan bahan kering hijauan itu
sendiri (Mc Cullough, 1973).
Menurut Riantoet al.(2006), pemberian hijauan sedikit sebelum atau bersama-sama konsentrat menyebabkan produksi saliva meningkat, sehinggabufferdalam rumen menjadi kuat. Bufferyang kuat mampu mempertahankan pH rumen, sehingga populasi mikroba tetap terjaga dan mampu mengkonsumsi pakan lebih
banyak serta meningkatkan pertambahan bobot tubuh harian. Menurut Meat and
Livestock Australia (2010), pemberian hijauan sebelum konsentrat akan
15
2.4 Metabolisme Pakan dan Fisiologis
Metabolisme adalah sejumlah proses yang meliputi sintesa (anabolisme) dari
protoplasma dan perombakannya (katabolisme) dalam organisme hidup, sehingga
terjadi perubahan kimia dalam sel dan menghasilkan energi. Pemberian pakan
dengan level yang berbeda akan menyebabkan kondisi fisiologis seperti suhu
tubuh, denyut nadi, dan frekuensi pernafasan akan berbeda akibat perbedaan
proses fermentasi atau metabolisme yang terjadi dalam tubuh, perbedaan tersebut
akan berpengaruh terhadap respon produksi suatu ternak (Mc Dowell, 1972).
Semakin tinggi level pakan yang diberikan, maka energi yang dikonsumsi
semakin tinggi, yang berakibat pada meningkatnya panas yang diproduksi dari
dalam tubuh, akibat tingginya proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh
serta ditambah pengaruh panas lingkungan dapat menyebabkan ternak mudah
mengalami stres.
Kondisi tersebut menyebabkan ternak akan selalu berupaya mempertahankan
temperatur tubuhnya pada kisaran yang normal, dengan cara melakukan
mekanisme termoregulasi (Frandson, 1992). Apabila mekanisme termoregulasi
gagal, maka akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi pakan, sehingga ternak
tidak dapat berproduksi secara maksimal karena kondisi fisiologisnya tidak
bekerja secara normal. Aktivitas fisiologi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah proses pencernaan makanan (Tillmanet al., 1986). Seekor ternak dapat berproduksi secara maksimal jika kondisi fisiologisnya dalam
16
2.5 Fisiologis Sapi
Sapi termasuk hewanhomeotermyang mampu mempertahankan dan
mengeluarkan panas tubuh dalam upaya menjaga suhu tubuh tetap pada kisaran
normal. Sapi melakukanhomeostasisuntuk mengatur tubuh sehingga tetap stabil dengan cara mempertahankan konsentrasi zat-zat dalam tubuh, pH, suhu tubuh,
dan frekuensi pernafasan agar konstan untuk menjaga stabilitas panas organ-organ
vital dalam fungsi tubuh (Heath dan Olusanya, 1985).
Menurut Purwantoet al.(1995), kondisi fisiologi ternak dapat diukur melalui laju pernafasan dan suhu tubuh. Faktor-faktor yang memengaruhi kondisi fisiologi
ternak adalah suhu, kelembapan, konsumsi pakan, umur, aktivitas otot,
kebuntingan, dan stres. Jika tekanan meningkat sedikit, pernafasan menjadi dalam
dan cepat. Peningkatan frekuensi respirasi terjadi ketika ada peningkatan
permintaan oksigen yaitu setelah olah raga, terekspos oleh suhu lingkungan,
kelembapan relatif tinggi, dan kegemukan (Rakhman, 2008).
Menurut Bayer (1984), kondisi fisiologis sapi muda lebih tinggi dibandingkan
dengan ternak yang lebih tua.
2.5.1 Frekuensi pernafasan
Frekuensi pernafasan merupakan upaya ternak untuk mengurangi panas tubuh
yang disebabkan oleh lingkungan. Padacomfort zoneyang ideal, Swenson (1977) menyatakan bahwa frekuensi pernafasan yang normal pada sapi penggemukan
adalah sekitar 20 kali/menit, dan menurut Jackson dan Cockeroft (2002), respirasi
17
pedet. Menurut Hafez (1968), ketika ternak mengalami cekaman panas maka
ternak akan meningkatkan penguapan air melalui kulit atau melalui saluran
pernafasan.
Mariyonoet al.(1993) menyatakan bahwa suhu dan kelembapan udara yang tinggi akan menyebabkan kenaikan frekuensi pernafasan guna menyesuaikan diri
dengan lingkungan. Tingginya frekuensi pernafasan dalam waktu lama dapat
menyebabkanover ventilasiyang akan memengaruhi konsumsi pakan,
pemanfaatan energi, dan pembangkitan panas sehingga dapat menurunkan total
efisiensi penampilan ternak (Heath dan Olusanya, 1985).
Ma’sumet al. (1992) menyatakan bahwa salah satu cara untuk mempertahankan panas tubuh pada saat suhu udara dalam kandang yang tinggi adalah dengan cara
meningkatkan frekuensi pernafasan. Menurut Kellyet al.(1984), frekuensi pernafasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya ialah ukuran tubuh,
umur, aktifitas fisik, kegelisahan, suhu lingkungan, kebuntingan, adanya
gangguan pada saluran pencernaan, kondisi kesehatan hewan, dan posisi hewan.
2.5.2 Frekuensi denyut jantung
Padacomfort zoneyang ideal, Swenson (1977) menyatakan bahwa frekuensi denyut jantung yang normal pada sapi penggemukan adalah sekitar 70 kali/menit.
Pemeriksaan denyut jantung pada sapi dapat dilakukan berbagai cara, diantaranya
memeriksa arteri dibagian wajah, median, ekor bagian tengah dan rongga dada
18
Ensminger (1990) denyut jantung normal sapi ialah 60—70 kali per menit.
Penurunan dan peningkatan denyut nadi dipengaruhi oleh beban panas yang
diterima tubuh, semakin tinggi panas tubuh, maka denyut nadi akan semakin
tinggi. Menurut Habebet al.(1992), jika temperatur tubuh tinggi menyebabkan ternak akan meningkatkan mekanisme termoregulasi dengan cara meningkatkan
denyut nadi.
2.5.3 Suhu tubuh
Wiliamson dan Payne (1993) menyatakan bahwa kisaran normal suhu rektal pada
ternak mamalia adalah 37—39 °C. Subronto (2003) menyatakan bahwa suhu
tubuh yang normal pada sapi sekitar 37,9—39,0 °C, sapi muda sekitar
38,1—39,5 °C. Ternak harus mengadakan penyesuaian secara fisiologis agar
suhu tubuh tetap konstan antara 38—39 °C. Hal ini dilakukan untuk
mempertahankan suhu tubuh berada dalam kisaran normal, sehingga ternak
memerlukan keseimbangan antara produksi panas dengan keseimbangan panas
yang dilepaskan tubuhnya (Purwantoet al., 1995).
Monstma (1984) menyatakan bahwa suhu tubuh mamalia biasanya mengalami
fluktuasi harian yaitu sekitar 1—2 °C, mencapai minimum di pagi hari dan
maksimum pada siang hari. Kellyet al.(1984) menyatakan bahwa secara
fisiologis, suhu tubuh akan meningkat hingga 1,5 ºC pada saat setelah makan, saat
partus, terpapar suhu lingkungan yang tinggi, dan ketika hewan banyak
beraktifitas fisik maupun psikis. Suhu tubuh pada ternakhomeothermbervariasi dan dipengaruhi umur, jenis kelamin, musim, siang atau malam, lingkungan,
19
2.6 Konsumsi Pakan
Parakkasi (1999) menyatakan bahwa tinggi rendahnya konsumsi pakan
dipengaruhi oleh palatabilitas dan keseimbangan zat makanan. Menurut
Tillmanet al.(1991), palatabilitas pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya rasa, bentuk dan bau dari pakan itu sendiri. Selain itu,
Ensminger (1990) menjelaskan faktor yang memengaruhi palatabilitas untuk
ternak ruminansia adalah sifat fisik (kecerahan warna hijauan, rasa, tekstur
pakan), kandungan nutrisi, dan kandungan kimia pakan.
Konsumsi bahan kering menurut Lubis (1992) dipengaruhi oleh beberapa hal
diantaranya : 1) faktor pakan, meliputi daya cerna dan palatabilitas; dan 2) faktor
ternak yang meliputi bangsa, jenis kelamin, umur, dan kondisi kesehatan ternak.
Fungsi bahan kering pakan antara lain sebagai pengisi lambung, perangsang
dinding saluran pencernaan, dan menguatkan pembentukan enzim, apabila ternak
kekurangan bahan kering menyebabkan ternak merasa tidak kenyang.
Kemampuan ternak untuk mengkonsumsi bahan kering berhubungan erat dengan
kapasitas fisik lambung dan saluran pencernaan secara keseluruhan
(Parakkasi, 1999). Menurut Hume (1982), konsumsi bahan kering pakan
dipengaruhi oleh kemampuan rumen untuk menampung bahan kering, selain itu
semakin cepatnya bahan pakan meninggalkan rumen maka semakin banyak pula
pakan yang masuk atau terkonsumsi.
Pemberian pakan konsentrat dalam kondisi yang baik dan tidak ada efek
20
meningkatkan daya cerna pakan secara keseluruhan, makin banyak konsentrat
yang dapat dicerna, sehingga arus pakan dalam saluran pencernaan menjadi lebih
cepat, dan menyebabkan pengosongan rumen meningkat serta menimbulkan
sensasi lapar pada ternak (Haryanti, 2009).
2.7 Pertambahan Bobot Tubuh Harian
Pengukuran pertambahan bobot tubuh digunakan untuk mengukur sejauh mana
pakan tersebut dapat dimanfaatkan oleh ternak selain untuk kebutuhan hidup
pokok. Menurut Murtidjo (1990), pertumbuhan dapat diketahui dengan
pengukuran kenaikan bobot tubuh yang dengan mudah dapat dilakukan melalui
penimbangan berulang-ulang serta mencatat pertambahan bobot tubuh setiap hari,
minggu, dan bulan. Menurut Haryanti (2009), Sapi Peranakan Simental
merupakan bangsa sapi persilangan dengan pertambahan bobot tubuh berkisar
antara 0,6—1,5 kg/hari. Menurut Siregar (2008), pertambahan bobot tubuh sapi
ditentukan oleh berbagai faktor, terutama jenis sapi, jenis kelamin, umur, ransum,
dan teknik pengelolaannya.
Bobot tubuh ternak senantiasa berbanding lurus dengan tingkat konsumsi
pakannya. Makin tinggi tingkat konsumsi pakan, maka semakin tinggi bobot
tubuhnya (Kartadisastra, 1997). Kenaikan bobot tubuh terjadi apabila pakan yang
dikonsumsi telah melebihi kebutuhan hidup pokok, maka kelebihan nutrien akan
diubah menjadi jaringan daging dan lemak sehingga pertambahan bobot tubuh
tampak menjadi lebih jelas (Williamson dan Payne, 1993).
Kartadisastra (1997) menambahkan bahwa apabila jumlah pakan yang dikonsumsi
21
2.8 Konversi Ransum
Konversi ransum digunakan sebagai tolak ukur efisiensi produksi, semakin rendah
nilai konversi berarti efisiensi penggunaan pakan semakin tinggi. Konversi
ransum merupakan pembagian antara konsumsi ransum dengan bobot tubuh yang
dicapai (Siregar, 2003).
Menurut Martawidjaja (2001), konversi pakan dipengaruhi oleh kualitas pakan,
pertambahan bobot tubuh dan kecernaan artinya bahwa semakin baik kualitas
pakan yang di konsumsi akan menghasilkan pertambahan bobot tubuh yang lebih
tinggi dan lebih efisien dalam penggunaan pakan. Menurut Siregar (2003),
konversi pakan yang baik adalah 8,56—13,29 dan efisiensi penggunaan pakan
22
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Kandang Peternakan Koperasi PT Gunung
Madu Plantation Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah pada
Bulan Desember 2014—Januari 2015 dan analisis pakan dilakukan di
Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang koloni dengan
sistem pemeliharaan diikat dan dilengkapi dengan tempat pakan serta tempat
minum masing-masing individu, timbangan sapi Sonic tipe A12E ketelitian
23
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 ekor Sapi Peranakan
Simental jantan. Pakan dan sapi penggemukan yang digunakan adalah milik
Peternakan Koperasi PT Gunung Madu di Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten
Lampung Tengah. Susunan ransum dan kandungan nutrisi ransum yang
[image:41.595.119.509.305.552.2]digunakan dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Susunan ransum penelitian
Jenis Bahan Pakan Persentase (%)
- Kulit singkong 29,76
- Onggok 29,76
- Kulit kopi 7,75
- Bungkil Kelapa Sawit 6,64
- Ellot 3,32
- Dedak Padi 4,43
- Dolomit 0,04
- Suplemen 0,04
- Urea 0,04
- Garam 0,04
- Tebon Jagung 14,88
- Urea 0,15
- Molases 2,98
- Garam 0,15
Jumlah 100,00
Tabel 2. Kandungan nutrisi ransum penelitian
Nutrisi Campuran Hijauan Konsentrat
---(%)---Bahan Kering* 38,44 40,69 28,32
Protein Kasar* 7,71 7,44 9,49
Lemak Kasar* 4,53 3,82 9,14
Serat Kasar* 17,56 17,92 15,25
Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen* 51,95 51,79 52,99
[image:41.595.114.514.601.717.2]24
3.3 Metode Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan tiga perlakuan dan empat kelompok.
Perlakuan yang diberikan dalam pemberian hijauan dan konsentrat yaitu:
1. P1 : pemberian hijauan dan dua jam kemudian konsentrat;
2. P2 : pemberian konsentrat dan dua jam kemudian hijauan;
3. P3 : pemberian hijauan dan konsentrat secara bersama-sama.
Kelompok yang diberikan dalam penelitian ini adalah:
K1: sapi dengan bobot tubuh 280—299 kg;
K2: sapi dengan bobot tubuh 300—319kg;
K3: sapi dengan bobot tubuh 320—339 kg;
K4: sapi dengan bobot tubuh 340—359 kg.
Tata letak perlakuan terlampir pada lampiran gambar 2.
3. 4 Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap persiapan dan
tahap pemeliharaan. Tahap persiapan dilaksanakan selama dua minggu meliputi
penimbangan bobot tubuh awal, adaptasi terhadap lingkungan kandang dan pakan
perlakuan. Tahap pemeliharaan dilaksanakan selama empat minggu dengan
mengamati konsumsi bahan kering ransum, pertambahan bobot tubuh, frekuensi
25
3.4.1 Persiapan kandang
Kandang dan semua peralatannya sebelum digunakan dibersihkan dahulu untuk
mencegah berkembangnya mikroba patogen yang dapat mengganggu kesehatan.
3.4.2 Persiapan sapi
Sapi sebelum diberi pakan perlakuan diberi obat cacing untuk menghilangkan
parasit dalam saluran pencernaan. Persiapan sapi dilakukan selama 2 minggu
untuk adaptasi terhadap lingkungan kandang dan pakan perlakuan serta
penimbangan bobot tubuh awal. Setiap satu perlakuaan terdiri dari 4 satuan
percobaan sehingga dengan tiga perlakuan dalam penelitian ini membutuhkan
12 ekor sapi.
3.4.3 Pelaksanaan penelitian
Tahapan pelaksaan pemeliharaan adalah sebagai berikut:
1. membersihkan kandang, tempat pakan dan mencatat sisa pakan setiap pagi,
yaitu pukul 06.30—07.00 WIB;
2. memberikan pakan tiga sampai enam kali sehari dan menimbang setiap
26
Tabel 3. Waktu pemberian pakan penelitian.
Perlakuan Waktu Pemberian Pakan (WIB)
07.00 10.00 13.00 16.00 18.00 20.00
P1 Hijauan Konsentrat Hijauan Konsentrat Hijauan Konsentrat P2 Konsentrat Hijauan Konsentrat Hijauan Konsentrat Hijauan
P3 Bersamaan - Bersamaan - Bersamaan
-Keterangan :
P1 : pemberian hijauan dan dua jam kemudian konsentrat; P2 : pemberian konsentrat dan dua jam kemudian hijauan; P3 : pemberian konsentrat dan hijauan secara bersama-sama.
3. membersihkan lantai kandang secara manual dengan menyemprotkan air setiap
pagi, pukul 08.00—09.00 WIB;
4. mencari pola suhu dan kelembapan harian dengan mengamati suhu di kandang
setiap jam dan mencatatnya untuk menetapkan suhu kritis ternak;
5. mengukur parameter respon fisiologis tubuh ternak pada suhu kritis tiap
minggunya, yang meliputi frekuensi pernafasan, denyut jantung; dan
pengukuran suhu.
3.5 Peubah yang diamati
Peubah penelitian yang diamati antara lain:
3.5.1 Frekuensi pernafasan
Pengukuran frekuensi pernafasan dilakukan dengan cara menghitung pergerakan
tulang dada dan tulang rusuk (Ensminger, 1990). Pengamatan respon frekuensi
pernafasan dilakuakan setiap satu minggu sekali yaitu pada suhu kritis selama satu
27
3.5.2 Frekuensi denyut jantung
Frekuensi denyut jantung diukur menggunakanstetoskopdengan meletakkan tangan pada bagian dada sebelah kiri dekat jantung sapi (Yanis, 1996).
Melakukan pengamatan respon frekuensi denyut jatung setiap satu minggu sekali
selama satu menit pada suhu kritis.
3.5.3 Suhu tubuh
Pengukuran suhu tubuh sapi diukur dengan menggunakanIR Termometer DT-8806C ketelitian 0,3 °C yang ditembakkan di mata, ataupun hidung.
Pengukuran suhu tubuh dilakukan pada suhu kritis.
3.5.4 Konsumsi bahan kering ransum
Konsumsi pakan dihitung dengan cara mencari selisih pakan yang diberikan
dengan sisa pakan tiap harinya dan dikonversikan ke dalam bahan kering serta
dinyatakan dalam kg/ekor/hari (Parakkasi, 1999). Konsumsi pakan rata-rata
harian merupakan jumlah konsumsi pakan selama masa pemeliharaan dibagi lama
waktu pemeliharaan.
Konsumsi BK = Ransum pemberian x (%BK) Sisa ransum x (%BK) Waktu Pemeliharaan (hari)
3.5.5 Pertambahan bobot tubuh harian
Pertambahan bobot tubuh ternak diperoleh dari bobot tubuh akhir dikurangi bobot
28
PBBH = Bobot tubuh akhir(kg) Bobottubuh awal(kg) Waktu Pemeliharaan (hari)
3.5.6 Konversi ransum
Konversi ransum merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang
dikonsumsi berdasarkan bahan kering dan pertambahan bobot tubuh dalam
interval waktu yang sama (Usmanet al.,2013).
Konversi ransum = Jumlah bahan kering ransum (kg ekor har) Pertambahan bobot tubuh (kg ekor hari)
3. 6 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dan jika
memberikan hasil yang berbeda nyata akan dilanjutkan dengan Uji BNT untuk
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. cara pemberian konsentrat dan hijauan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap
frekuensi pernafasan, frekuensi denyut jantung, dan suhu tubuh Sapi
Peranakan Simental;
2. cara pemberian konsentrat dan hijauan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap
konsumsi ransum, pertambahan bobot tubuh harian, dan konversi ransum
Sapi Peranakan Simental;
3. cara pemberian hijauan dan konsentrat yang terbaik adalah perlakuan
pemberian hijauan dan konsentrat secara bersama-sama (P3).
5.2 Saran
Sebaiknya manajemen pemberian ransum pada penggemukan Sapi Peranakan
Simental menggunakan cara pemberian hijauan dan konsentrat yang diberikan
secara bersama-sama, serta perlunya perbaikan kualitas ransum untuk memenuhi
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z.Y.S. 2002. Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka. Jakarta
Aksi Agraris Kanisius. 1991. Petunjuk Beternak Sapi Potong dan Kerja. Kanisius. Yogyakarta
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Aryogi, Sumadi, dan W. Hardjosubroto. 2005. Performa Sapi Silangan
Peranakan Ongole di dataran rendah studi kasus di Kecamatan Kota Anyar Kabupaten Probolinggo Jawa Timur. Skripsi. Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Yogyakarta
Badan Pusat Statistik. 2015. Perkiraan Penduduk Beberapa Negara (Juta) 2000-2013. http://www.bps.go.id/. Diakses pada 23 Januari 2015
Bayer. 1984. Book for Farmers. Leverkusen. Germany
Darmono. 1993. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius Yogyakarta
Devendra, C dan M. Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor
Djanah, D. 1985. Makanan Ternak Herbivora. Yasaguna. Jakarta
Ensminger, M.L. 1990. Feed and Nutrition. 2nd Edition. The Ensminger Publ. Co. California
Ewing, S.A., D.C.J.R Lay, and E.V. Borell. 1999. Farm animal well being stress physiology animal behavior and environmental design. Prentice-Hall. Inc. New Jersey
Fikar, S dan Ruhyadi. 2010. Beternak dan Bisnis Sapi Potong. Agromedia Pustaka. Jakarta Selatan
47
Forrest, J.C., E.D. Aberle, H. B. Hedrick, M.D. Judge, and R.A. Merkel. 1975. Principles of Meat Science. W. H. Freeman and Company. San Francisco
Habeb, A., M. Alnaimy, I.F. Marai, and T.H. Kamal. 1992. Heat Stress. Clive Phillips and David Piggins (Ed). Farm Animal and the Environment. Cambridge University Press. New York. Pp125–127
Hafez, E.S.E. 1968. Adaptation of Domestic Animals. Lea and Febiger. Philadelphia
Haryanti, N.W. 2009. Kualitas pakan dan kecukupan nutrisi Sapi Simental di Peternakan Mitra Tani Andini, Kelurahan Gunung Pati, Kota Semarang. Tugas Akhir. Fakultas Peternakan. Universitas Diponogoro
Hattu, G.H.C. 1988. Daya tahan panas Sapi Bali di Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Undana Kupang. Nusa Tenggara Timur
Heath, E., and S. Olusanya. 1985. Anatomy and Physiology of Tropical Livestock. Longman Scientific and Technical. England
Hume, I.D. 1982. Digestion and Protein Microbalism. In a Course Manual in Nutrition and Growth. Australian Universities. Australian Vice
Choncellors Committee. Sidney
Ganong, W.F. 2002. Fisiologi Kedokteran. Kedokteran EGC. Jakarta
Isnaini, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius. Yogyakarta
Iswoyo dan Widiyaningrum. 2008. Pengaruh jarak waktu pemberian pakan konsentrat dan hijauan terhadap produktivitas Kambing Peranakan Etawa lepas sapih. Jurnal Ilmiah Ilmu Peternakan. Universitas Semarang. 11 (2): 70-74
Jackson GG, and Cockeroft P.D. 2002. Clinical examination of farm animal. Oxford. Blackwell Sci. 10(3): 121-123
Kartadisastra, H.R. 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius. Yogyakarta
Kelly, C.F., T.E. Bond, and N.R. Ittner. 1984. Water cooling for livestock in hot climates. Agr. Pp 36: 173-175
Kearl, L.C. 1982. Nutrient Requirements of Ruminants in Developing Countries (NRC). Utah State University. Logan Utah
48
Ma’sum, D., Mariyono dan Lukman, A. 1992. Pengaruh penggunaan beberapa macam atap kandang terhadap status faali dan pertumbuhan Sapi Perah dara. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak. 3 (1): 5-7
Mariyono, Ma’sum, Umiyasihdan Yusran. 1993. Eksistensi sapi perah induk berkemampuan produksi tinggi dalam usaha peternakan rakyat. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak. 3: 2-4
Martawidjaja, M. 2001. Pengaruh taraf pemberian konsentrat terhadap keragaan kambing kacang betina sapihan. Prosiding Seminar
Nasional Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak. Bogor. 5: 6-8
Mc Dowell, R.E. 1972. Improvement of Livestock Production in Warm Climates. W.H. Freeman and Co. San Francisco. Pp. 12-18
Mc Cullough, K.G. 1973. The african elephants deficient in essential fatty acids. Nature. 242: 267-268
Meat and Livestock Australia. 2010. Pedoman Untuk Pemberian Pakan Sapi Ternak Asia Tenggara. Meat and Livestock Australia Ltd. Australia
Monstma, G. 1984. Tropical animal production I (Climats and Housing). T20 D Lecture Notes. 232: 400-403
Murtidjo, B.A. 1990. Beternak Sapi Potong. Kanisius. Yogyakarta
Nova, K. 2010. Ilmu Lingkungan Ternak. Jurusan Peternakan. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung
Pane, I. 1988. Pemuliabiakan Ternak Sapi. Gramedia. Jakarta
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia Press. Jakarta
Purnama, A.F. 2013. Amonia cairan rumen, pH, dan urea plasma darah kambing kacang jantan yang mendapat wafer pakan komplit mengandung tongkol jagung. Skripsi. Fakultas Peternakana. Universitas Hasanudin. Makasar
Purwanto, B.P. 2004. Biometeorologi Ternak1. http//www.gfmipb.
net/kuliah/biomet/Biometeorologi_Ternak.htm - 130k. Diakses pada 25 November 2014
Purwanto B.P., A.B. Santoso, dan Andi Murfi. 1995. Fisiologi Lingkungan. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor
49
Rakhman, A. 2008. Studi pengaruh unsur cuaca terhadap respon fisiologi dan produksi susu Sapi Perah PFH di Desa Cibogo dan Lengansari, Lembang, Bandung Barat. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB. Bogor
Rasyid, A., Mariyono, L. Affandhy, dan M.A. Yusran. 1994. Tampilan fisiologis Sapi Madura yang dipekerjakan di lahan kering dengan pakan berbeda. Prosiding Pertemuan Ilmiah Hasil Penelitian Peternakan Lahan Kering. Departemen Pertanian. Malang. 4: 325-327
Rianto, E., D. Anggalina, S. Dartosukarno, dan A. Purnomoadi. 2006. Pengaruh metode pemberian pakan terhadap produktivitas domba ekor tipis.
Prosiding Seminar Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan- Badan Litbang Pertanian. Bogor. 3: 254-257
Rumetor, S.D. 2003. Stres panas pada sapi perah laktasi. Makalah Falsafah Sains. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor
Sampurna, I.P. 2012. Pakan dan Nutrisi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Press. Bali
Santosa, U. 2003. Tatalaksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta
Sarwono, B dan Arianto H.B. 2002. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Penebar Swadaya. Jakarta
Siregar, S.B. 2003. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta
---. 2008. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta
Stell, R.G.D. and J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Gramedia. Jakarta
Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mammalia) 1. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Sudarmono dan Sugeng. 2008. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta
Syahwani, R. 2004. Pengaruh cara pemberian pakan dan penambahan probiotik pada pakan terhadap konsumsi dan kecernaan serat kasar pada domba. Thesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor
Swenson, M.J. 1977. Dukes’ Physiologis of Domestic Animals. Vail-Ballou Press. United States. Amerika
50
Taylor, R.E. and T.G. Field. 1998. Scientifie Farm Animal Production. Prentice-Hall International (UK) Ltd. London
Tillman, A.D., Hartadi, Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan Lebdosoekodjo. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
Tillman, A.D., Hartadi, Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan Lebdosoekodjo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Edisi 4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Tomaszewska, M.W., J.M. Mastika, A. Djaja Negara, S. Gardiner, dan T.R.Wiradarya. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press. Surabaya
Usman, Y., E.M. Sari., dan N. Fadilla. 2013. Evaluasi pertambahan bobot badan Sapi Aceh jantan yang diberi imbangan antara hijauan dan konsentrat di balai pembibitan ternak unggul indrapuri. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala. Aceh
West J.W. 2003. Effects of heat-stress on production in dairy cattle. J Dairy Sci. 6: 2131-2141
Williamson, G and W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan Daerah Tropis. Terjemahan S.G.N. Djiwa Darmadja. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Yanis, M. 1996. Pengaruh lama penganginan terhadap respon termoregulasi pada Sapi Dara Fries Holland (FH). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Djuanda. Bogor
Yoshimoto, T. 2011. Frequency components of systolic blood pressure