• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH CARA PEMBERIAN KONSENTRAT-HIJAUAN TERHADAP RESPON FISIOLOGIS DAN PERFORMA SAPI PERANAKAN SIMENTAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH CARA PEMBERIAN KONSENTRAT-HIJAUAN TERHADAP RESPON FISIOLOGIS DAN PERFORMA SAPI PERANAKAN SIMENTAL"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

THE EFFECT OF PROVIDING FORAGE-CONCENTRATE ON PHYSIOLOGICAL RESPONSE AND PERFORMANCE OF SIMENTAL

CROSS BEEF CATTLE

By Ayu Astuti

The objective of this research was to study the effect of providing forage and concentrate on physiological response and performance of Simental Cross Beef Cattle. This research was conducted by using Randomized Block Design (RBD) with three treatments and four blocks. Beef cattle that used are bull of Simental Cross Beef Cattle with the body weight between 280359 kg. The treatment of providing forage and two hours late concentrate (P1), providing concentrate and two hours late forage (P2), providing forage together concentrate (P3). The data in this research is tested by analyzed of variance and continued with Least

Significance Difference (LSD). The result of this research showed that providing forage and concentrate was significant (P<0,05) on the respiration rate,heart rate, body temperature, dry matter intake, average daily gain, and feed

(2)

ABSTRAK

PENGARUH CARA PEMBERIAN KONSENTRAT-HIJAUAN TERHADAP RESPON FISIOLOGIS DAN PERFORMA SAPI

PERANAKAN SIMENTAL

Oleh Ayu Astuti

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh cara pemberian konsentrat dan hijauan terhadap respon fisiologis dan performa Sapi Peranakan Simental. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga perlakuan dan empat kelompok. Sapi yang digunakan adalah Sapi Peranakan Simental jantan dewasa dengan bobot tubuh 280—359 kg. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah pemberian hijauan dan dua jam kemudian konsentrat (P1), pemberian konsentrat dan dua jam kemudian hijauan (P2), serta pemberian hijauan dan konsentrat yang dilakukan secara bersama-sama (P3). Data penelitian ini di uji menggunakan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara pemberian konsentrat dan hijauan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap frekuensi pernafasan, denyut jantung, suhu tubuh, konsumsi ransum, pertambahan bobot tubuh harian, dan konversi ransum. Cara pemberian hijauan dan konsentrat yang dilakukan secara bersama-sama (P3) adalah perlakuan terbaik dalam

(3)

PENGARUH CARA PEMBERIAN KONSENTRAT- HIJAUAN TERHADAP RESPON FISIOLOGIS DAN PERFORMA SAPI

PERANAKAN SIMENTAL

Oleh

AYU ASTUTI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

Pada

Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian

111

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

PENGARUH CARA PEMBERIAN KONSENTRAT- HIJAUAN TERHADAP RESPON FISIOLOGIS DAN PERFORMA SAPI

PERANAKAN SIMENTAL

(Skripsi)

Oleh

Ayu Astuti

111

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tempo dan irama penyimpanan rumen terhadap penguraian ransum

dalam rumen ... 11

2. Tata letak Sapi Peranakan Simental selama penelitian ... 58

3. Rata-rata pola suhu dan kelembapan harian selama penelitian... 59

4. Rata-rata pola suhu harian selama penelitian... 59

5. Penimbangan sapi... 60

6. Timbangan bobot tubuh sapi ... 60

7. Pembersihan tempat minum... 60

8. Pembersihan tempat pakan... 60

9. Penimbangan sisa pakan ... 60

10. Cleaningkandang... 60

11. Peralatan kandang ... 61

12. Thermohigrometerkandang ... 61

13. Peralatan fisiologis ... 61

14. Distribusi bahan pakan... 61

15. Pengadukan konsentrat... 61

16. Pengadukan hijauan ... 61

(6)

18. Distribusi ransum ... 62

19. Pengukuran fisiologis frekuensi pernafasan... 62

20. Pengukuran fisiologis frekuensi pernafasan... 62

21. Pengukuran fisiologis frekuensi denyut jantung ... 62

(7)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Kegunaan Penelitian ... 3

1.4 Kerangka Pemikiran... 4

1.5 Hipotesis... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Penggemukan ... 8

2.2 Pencernaan Ruminansia ... 10

2.3 Pakan ... 12

2.3.1 Hijauan ... 13

2.3.2 Pakan penguat (konsentrat)... 13

2.3.3 Manajemen pemberian pakan ... 14

2.4 Metabolisme Pakan dan Fisiologis ... 15

2.5 Fisiologis Sapi... 16

2.5.1 Frekuensi pernafasan ... 16

2.5.2 Frekuensi denyut jantung ... 17

(8)

ii

2.6 Konsumsi Pakan... 19

2.7 Pertambahan Bobot Tubuh Harian... 20

2.8 Konversi Ransum ... 21

III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

3.2 Alat dan Bahan Penelitian... 22

3.2.1 Alat... 22

3.2.2 Bahan ... 23

3.3 Metode Penelitian ... 24

3.4 Pelaksanaan Penelitian... 24

3.4.1 Persiapan kandang ... 25

3.4.2 Persiapan sapi... 25

3.4.3 Pelaksanaan penelitian ... 25

3.5 Peubah yang Diamati ... 26

3.5.1 Frekuensi pernafasan ... 26

3.5.2 Frekuensi denyut jantung... 27

3.5.3 Suhu tubuh ... 27

3.5.4 Konsumsi bahan kering ransum... 27

3.5.5 Pertambahan bobot tubuh harian ... 27

3.5.6 Konversi ransum ... 28

3.6 Analisis Data ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Temperatur dan Kelembapan Kandang... 29

4.2 Pengaruh Perlakuan terhadap Frekuensi Pernafasan ... 31

4.3 Pengaruh Perlakuan terhadap Frekuensi Denyut Jantung... 33

4.4 Pengaruh Perlakuan terhadap Suhu Tubuh ... 36

(9)

iii 4.6 Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Tubuh

Harian ... 40

4.7 Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum ... 42

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 45

5.2 Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Susunan ransum penelitian... 23

2. Kandungan nutrisi ransum penelitian... 23

3. Waktu pemberian pakan penelitian ... 26

4. Rata-rata suhu dan kelembapan di kandang Desember 2014—

Januari 2015 ... 29

5. Rata-rata frekuensi pernafasan Sapi Peranakan Simental selama

penelitian ... 31

6. Rata-rata frekuensi denyut jantung Sapi Peranakan Simental selama

penelitian ... 34

7. Rata-rata suhu tubuh Sapi Peranakan Simental selama penelitian... 36

8. Rata-rata konsumsi bahan kering (BK) ransum Sapi Peranakan ...

Simental selama penelitian ... 38

9. Rata-rata pertambahan bobot tubuh harian Sapi Peranakan

Simental selama penelitian ... 41

10. Rata-rata konversi ransum Sapi Peranakan Simental selama

penelitian... 43

11. Analisis ragam frekuensi pernafasan Sapi Peranakan Simental ... 51

12. Kesimpulan beda nilai tengah frekuensi pernafasan Sapi

Peranakan Simental dengan uji BNT ... 51

13. Notasi huruf untuk membedakan nilai tengah frekuensi pernafasan

Sapi Perankan Simental ... 51

(11)

15. Kesimpulan beda nilai tengah frekuensi denyut jantung Sapi

Peranakan Simental dengan uji BNT ... 52

16. Notasi huruf untuk membedakan nilai tengah frekuensi denyut

jantung Sapi Peranakan Simental... 52

17. Analisis ragam suhu tubuh Sapi Peranakan Simental ... 53

18. Kesimpulan beda nilai tengah suhu tubuh Sapi Peranakan Simental

dengan uji BNT ... 53

19. Notasi huruf untuk membedakan nilai tengah suhu tubuh Sapi

Peranakan Simental... 53

20. Analisis ragam konsumsi bahan kering ransum Sapi Peranakan

Simental ... 54

21. Kesimpulan beda nilai tengah konsumsi bahan kering ransum

Sapi Peranakan Simental dengan uji BNT... 54

22. Notasi huruf untuk membedakan nilai tengah konsumsi bahan kering

ransum Sapi Peranakan Simental ... 54

23. Analisis ragam pertambahan bobot tubuh harian Sapi Peranakan

Simental ... 55

24. Kesimpulan beda nilai tengah pertambahan bobot tubuh harian

Sapi Peranakan Simental dengan uji BNT... 55

25. Notasi huruf untuk membedakan nilai tengah pertambahan bobot

tubuh harian Sapi Peranakan Simental ... 55

26. Analisis ragam konversi ransum Sapi Peranakan Simental ... 56

27. Kesimpulan beda nilai tengah konversi ransum Sapi Peranakan

Simental dengan uji BNT... 56

28. Notasi huruf untuk membedakan nilai tengah konversi ransum

Sapi Peranakan Simental ... . 56

29. Perhitungan kebutuhan konsumsi bahan kering ransum perekor pada

(12)
(13)
(14)

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui,

sedang kamu tidak mengetahui.

(Q.S. Al-Baqarah 216)

Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.

(15)

Kupersembahkan karya kecilku ini kepada Ayahanda Sarwono, Ibunda Sri Lestari, Kakak-kakak Eka, Dwi, Anang, Eidwar, dan Adik-adik Arif, Umar,

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Jaya, Lampung Tengah pada 06 Mei 1993, sebagai

putri keempat dari lima bersaudara pasangan Bapak Sarwono dan Ibu Sri Lestari.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman kanak-kanak di TK An-Nur Bandar

Jaya pada 1999, Sekolah Dasar Kristen Bandar Jaya pada 2005, Sekolah

Menengah Pertama Negeri 3 Bandar Jaya pada 2008, dan Sekolah Menengah Atas

Negeri 1 Terbanggi Besar pada 2011.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,

Universitas Lampung, Bandar Lampung pada 2011, melalui jalur Seleksi Nasional

Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Pada Januari sampai Maret 2014

penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Tanjung Harapan,

Kecamatan Marga Tiga, Kabupaten Lampung Timur. Selanjutnya, pada Juli

sampai Agustus 2014 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT Great

Giant Livestock Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah.

Selama masa studi, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Peternakan

(HIMAPET) Fakultas Pertanian sebagai anggota bidang dana dan usaha pada

(17)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini banyak pihak yang berperan,

memberikan bantuan, bimbingan, dan petunjuk. Oleh sebab itu, dengan ketulusan

dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Erwanto, M.S.--selaku Pembimbing Utama--atas ide,

persetujuan, arahan, nasehat, dan bimbingan yang diberikan kepada penulis;

2. Bapak drh. Purnama Edy Santosa, M.Si.--selaku Pembimbing Anggota --atas

arahan, nasehat, saran, bimbingan dan ilmu yang diberikan kepada penulis;

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.--selaku Pembahas -- atas saran, nasehat,

bimbingan yang diberikan kepada penulis;

4. Bapak Dr. Ir. Rudy Sutrisna, M. S. --selaku Pembimbing Akademik yang telah

membimbing penulis selama menjadi mahasiswi di Universitas Lampung;

5. Ibu Sri Suharyati, S.Pt., M.P.-- selaku Ketua Jurusan Peternakan--atas izin

untuk melaksanakan penelitian;

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.--selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung--atas izin yang telah diberikan;

7. Ibu Tri, Mbak Chani, dan Mas Agus atas bantuan, fasilitas selama kuliah,

(18)

8. Kedua orang tua penulis Ayahanda Sarwono, Ibunda Sri Lestari, Kakak Eka

Setiawarni S.AB., Dwi Novita Sari S.T., Anang Cahyono S.Pd., Eidwar

Imansyah S.T., dan Adikku tersayang Arif Maulana, M. Umar, ZK. Sulthan

atas semua kasih sayang, nasehat, dukungan, serta do'a tulus yang selalu

tercurah tiada henti bagi penulis;

9. Bapak Ir. Heri Purwoko selaku Ketua Koperasi PT Gunung Madu Plantation

-atas kesediaannya mengizinkan kami melaksanakan penelitian;

10. Om Hendra, Om Jumari, Pak Toha, Bari, Pak Siswanto, Pak Sigit, Pak

Martoyo--atas semua bantuan dan keceriaan selam penelitian di kandang;

11. Citra, Nia, Maghfiroh, Dina, Eno, Putri, Dea, Depo, Angga, Dimas, Rahmat,

Kom, Cicik, Devi, Olin, Mifta, Bang Mawan, serta rekan-rekan yang tidak

dapat disebutkan satu-persatu atas kebersamaan dan keceriaannya selama

perkuliahan;

12. Lita, Pia, Hayu, Macul, Rida, Mb Dama, Jamet Helin, dan teman-teman kost

G15 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas keceriaan, semangat, dan

rasa persaudaraan yang diberikan;

Akhir kata, semoga semua yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan

dan rahmat dari Allah SWT, dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

yang berkepentingan.

Bandar lampung, September 2015

Penulis

(19)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

yakni pada tahun 2011 berjumlah 241.991 juta jiwa, 2012 berjumlah 245.425 juta

jiwa, 2013 berjumlah 248.818 juta jiwa (Badan Pusat Statistik, 2015),

menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan produk peternakan sebagai salah

satu pemenuhan kebutuhan pangan protein nasional. Selain itu, pengetahuan

masyarakat yang semakin paham tentang pentingnya kebutuhan protein juga

menambah peningkatan permintaan produk peternakan. Produk peternakan

merupakan sumber protein yang memenuhi sebagian besar kebutuhan protein

masyarakat selain ikan serta protein nabati. Sebagai sumber protein, produk

peternakan memiliki peran yang besar dalam mencerdaskan sumber daya

manusia.

Salah satu produk peternakan yang digemari oleh masyarakat ialah daging sapi.

Daging sapi merupakan produk peternakan yang diperlukan bagi kehidupan

manusia karena mengandung asam amino esensial lebih tinggi dari protein nabati

(Taylor dan Field, 1998). Komposisi kimia daging terdiri dari air 65—80%,

(20)

2

karbohidrat dan substansi non-nitrogen 1% sekitar (0,5—1,5%) serta konstituen

anorganik 1,0% (Forrestet al.,1975).

Usaha untuk meningkatkan pengadaan daging sapi dalam jumlah besar dapat

dilakukan dalam usahafeedlot. Feedlotadalah pemeliharaan sapi di dalam kandang tertentu, tidak dipekerjakan tetapi hanya diberi pakan dengan nutrien

yang optimal untuk menaikkan bobot tubuh dan kesehatan sapi (Darmono, 1993).

Program pengembangan usaha peternakan harus dilakukan secara efektif dan

efisien sehingga produk yang dihasilkan mampu bersaing dengan produk dari luar

negeri.

Keberhasilan usaha peternakan tidak terlepas dari faktor genetik 30% dan faktor

lingkungan 70% (Parakkasi, 1999). Salah satu faktor lingkungan yang sangat

besar memengaruhi produksi ialah pakan. Pakan memiliki peranan penting dalam

keberhasilan usaha peternakan, karena sebanyak 60—80% total biaya produksi

digunakan untuk biaya pakan (Siregar, 2003). Selain itu, ketersediaan pakan,

kualitas dan kuantitas pakan, serta manajemen pemberian pakan juga harus

diperhatikan.

Ruminansia mempunyai sifat seleksi terhadap bahan pakan yang tersedia dan

tidak ada kontrol terhadap kemungkinan buruk akibat suatu bahan pakan

(Parakkasi, 1999). Oleh karena itu, untuk mengurangi sifat seleksi bahan pakan

perlu pencarian metode pemberian pakan yang sesuai. Pakan yang diberikan pada

level yang berbeda akan menyebabkan kondisi fisiologis seperti suhu tubuh,

(21)

3

atau metabolisme yang terjadi dalam tubuh, perbedaan tersebut akan berpengaruh

terhadap respon produksi suatu ternak (Mc Dowell, 1972).

Berdasarkan uraian tersebut perlu dilakukan pengkajian tentang cara pemberian

konsentrat-hijauan terhadap respon fisiologis dan performa Sapi Peranakan

Simental serta mengetahui cara pemberian konsentrat dan hijauan yang terbaik

untuk digunakan.

I.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan masalah, tujuan penelitian dirumuskan sebagai

berikut:

1. mengetahui pengaruh cara pemberian konsentrat dan hijauan yang berbeda

terhadap respon fisiologis Sapi Peranakan Simental;

2. mengetahui pengaruh cara pemberian konsentrat dan hijauan yang berbeda

terhadap performa Sapi Peranakan Simental;

3. mengetahui cara pemberian konsentrat dan hijauan yang terbaik terhadap

respon fisiologis maupun performa Sapi Peranakan Simental.

1.3 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peternak dan

(22)

4

1.4 Kerangka pemikiran

Keberhasilan usaha peternakan tidak terlepas dari faktor genetik 30% dan faktor

lingkungan 70% (Parakkasi, 1999). Faktor lingkungan yang berperan besar dalam

keberhasilan produksi ialah iklim dan pakan. Iklim yang ada di Indonesia ialah

tropis sedangkan pada umunya sapi yang digemukkan di Indonesia berasal dari

daerah subtropis. Perbedaan suhu lingkungan yang ada dapat dengan mudah

menimbulkan cekaman stres bagi sapi, sehingga dapat memengaruhi fisiologis

dan menurunkan produksi sapi.

Sapi penggemukan harus dipelihara pada kondisi lingkungan yang nyaman

(Comfort zone) dengan batas maksimum dan minimum temperatur dan

kelembapan lingkungan berada padaThermoneutral zoneagar berproduksi dengan optimal. Apabila sapi berada di luar kondisi ini sapi potong akan

mengalami stres. Sapi tergolong ternak berdarah panas (homeoterm) yang

berusaha mempertahankan suhu tubuhnya antara 38—39 °C (Purwanto, 2004).

Ternak yang tercekam panas antara lain akan direfleksikan pada respon suhu

tubuh dan frekuensi pernafasan (Monstma, 1984). Selain panas dari lingkungan

sumber panas yang didapat oleh ternak berasal dari panas metabolis pakan.

Pakan merupakan sumber nutrisi yang diperoleh ternak untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya. Selain ketersediaan pakan, kualitas dan kuantitas pakan,

manajemen pemberian pakan harus diperhatikan. Melalui penambahan sedikit

(23)

5

(Sarwono dan Arianto, 2002). Selain itu, pemberian pakan dengan mengatur jarak

waktu antara pemberian konsentrat dengan hijauan akan meningkatkan produksi

(Syahwani, 2004).

Umumnya pakan yang diberikan pada ternak ruminansia ialah hijauan dan pakan

tambahan (konsentrat). Hijauan merupakan semua bahan pakan yang berasal dari

tanaman dapat berupa daun-daunan, termasuk batang, ranting, dan mengandung

serat kasar lebih besar dari 18% (Williamson dan Payne, 1993). Hijauan

berfungsi menjaga alat pencernaan agar bekerja baik, bersifatbulkdan mendorong keluarnya kelenjar pencernaan. Pakan penguat (konsentrat) merupakan bahan

pakan yang mengandung serat kasar yang relatif rendah kurang dari 18% dan

mengandung karbohidrat, protein, serta lemak yang relatif banyak namun

jumlahnya bervariasi dengan jumlah air yang relatif sedikit (Williamson dan

Payne, 1993).

Pemberian pakan dengan level yang berbeda akan menyebabkan kondisi fisiologis

seperti suhu tubuh, denyut nadi dan frekuensi pernafasan akan berbeda akibat

perbedaan proses fermentasi atau metabolisme yang terjadi dalam tubuh,

perbedaan tersebut akan berpengaruh terhadap respon produksi suatu ternak

(Mc Dowell, 1972). Semakin tinggi proses metabolisme di dalam tubuh serta

pengaruh panas dari lingkungan akan mengakibatkan ternak mudah mengalami

stres (Parakkasi, 1999).

Kondisi metabolisme yang tinggi menyebabkan ternak akan selalu berupaya

mempertahankan temperatur tubuhnya pada kisaran yang normal, dengan cara

(24)

6

termoregulasi gagal, maka akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi pakan,

sehingga ternak tidak dapat berproduksi secara maksimal karena kondisi

fisiologisnya tidak bekerja secara normal. Ternak dapat berproduksi secara

optimal apabila kondisi fisiologisnya dalam keadaan normal.

Menurut Siregar (2003), pemberian konsentrat 2 jam sebelum hijauan akan

meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum, yang akan

meningkatkan konsumsi bahan kering ransum. Devendra dan Burns (1994)

menyatakan bahwa konsentrat yang lebih mudah dicerna akan memacu

pertumbuhan mikroba dan meningkatkan proses fermentasi dalam rumen.

Namun, pemberian pakan tambahan terlebih dahulu sebelum hijauan dapat

menurukan pH rumen (acidosis) karena konsentrasi VFA rumen yang meningkat

terlalu tinggi akibat konsumsi karbohidrat mudah terfermentasi. Selain itu,

naiknya pH rumen akibat konsumsi nitrogen sumber amonia yang terlalu banyak

dapat menyebabkan populasi dan aktivitas mikrobia rumen menjadi menurun

sehingga pencernaan menjadi terganggu dan menurunkan produktivitas ternak

(Tillmanet al.,1986).

Resiko gangguan pencernaan (acidosis) dapat dihindari dengan meningkatkan

keberadaanbufferdi dalam rumen. Buffertersebut dapat diperoleh dari saliva yang mengandung sebagian besar natrium bikarbonat dan sangat penting untuk

menjaga pH rumen (Tillmanet al.,1986). Pengeluaran saliva dapat dirangsang dengan memberikan sedikit hijauan yang telah dilayukan sebelum pemberian

(25)

7

Metode pemberian pakan dengan mengatur jarak waktu pemberian

konsentrat-hijauan juga dilakukan oleh Riantoet al. (2006), pada domba ekor tipis jantan. Hasilnya menyimpulkan bahwa metode pemberian pakan

hijauan-konsentrat-hijauan cenderung memperlihatkan produktivitas yang paling baik, dibandingkan

dengan metodefree choicedan metode konsentrat-hijauan.

Selain itu, metode pemberian pakan dengan mengatur jarak waktu pemberian

konsentrat-hijauan juga dilakukan oleh Iswoyo dan Widiyaningrum (2008) pada

Kambing Peranakan Etawah lepas sapih dan tidak menunjukkan perbedaan nyata

(P >0.05). Namun secara kuantitatif ada kecenderungan perlakuan kambing diberi

pakan konsentrat dan dua jam kemudian diberikan hijauan mempunyai

pertambahan bobot tubuh lebih tinggi dari perlakuan lainnya.

1.5 Hipotesis

Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan

adalah sebagai berikut:

1. cara pemberian konsentrat dan hijauan yang berbeda akan memengaruhi

respon fisiologis Sapi Peranakan Simental;

2. cara pemberian konsentrat dan hijauan yang berbeda akan memengaruhi

performa Sapi Peranakan Simental;

3. terdapat cara pemberian konsentrat dan hijauan yang terbaik terhadap

(26)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sapi Penggemukan

Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Sapi Lokal (Bos

sundaicus), Sapi Zebu (Bos indicus), dan Sapi Eropa (Bos taurus). Bangsa Sapi penggemukan yang berkembang di Indonesia, merupakan bangsa sapi tropis,

terdiri dari sapi lokal, dan sapi impor (Sarwono dan Arianto, 2002).

Menurut Sudarmono dan Sugeng (2008), ciri-ciri bangsa sapi tropis yaitu

memiliki gelambir, kepala panjang, dahi sempit, ujung telinga runcing, bahu

pendek, garis punggung berbentuk cekung, kaki panjang, tubuh relatif kecil,

dengan bobot tubuh 250—650 kg, tahan terhadap suhu tinggi, dan tahan terhadap

caplak. Sapi dari subtropis memiliki bentuk kepala pendek, ujung telinga tumpul,

garis punggung lurus, kaki pendek, bulu panjang dan kasar, tidak tahan terhadap

suhu tinggi, banyak minum, kotorannya basah, cepat dewasa kelamin, dan bentuk

tubuh besar.

Menurut Murtijo (1990), penilaian terhadap keadaan individual sapi penggemukan

pada prinsipnya didasarkan pada umur, bentuk tubuh, luas tubuh, pertambahan

bobot tubuh, dan temperamen. Namun secara praktis pada umumnya penilaian

individual sapi dilakukan dengan mengamati bentuk luar sapi seperti bentuk tubuh

(27)

9

utama untuk memilih sapi bakalan ialah berbadan kurus, berumur muda (sapi

dara) dan sepasang giginya telah tanggal. Menurut Santoso (2003), sapi yang

paling baik digemukkan adalah sapi jantan, karena pertambahan bobot hariannya

yang tinggi.

Sapi Peranakan Simental berasal lembah Simme Negara Switzerland. Sapi ini

adalah bangsaBos taurusyang memiliki ciri-ciri yaitu ukuran tubuh besar, pertumbuhan otot bagus, penimbunan lemak di bawah kulit rendah, warna bulu

pada umumnya krem agak coklat atau sedikit merah, keempat kaki dari lutut serta

ujung ekor berwarna putih. Ukuran tanduk kecil, bobot sapi betina mencapai

800 kg, dan jantan 1.150 kg (Pane, 1988).

Sapi Simental murni sulit ditemukan di Indonesia. Sebagian besar sapi yang ada

di Indonesia merupakan Sapi Simentalcross. Menurut Fikar dan Ruhyadi (2010), Sapi Simental secara genetik ialah sapi penggemukan yang berasal dari wilayah

beriklim dingin, merupakan sapi tipe besar, mempunyai volume rumen yang

besar,voluntary intake(kemampuan menambah konsumsi di luar kebutuhan yang sebenarnya) tinggi danmetabolic ratecepat, sehingga menuntut tata laksana pemeliharaan yang lebih teratur. Menurut Haryanti (2009), Sapi Peranakan

Simental merupakan bangsa sapi persilangan dengan pertambahan bobot tubuh

berkisar antara 0,6—1,5 kg per hari. Comfort zoneuntuk Sapi Peranakan Simental diduga 17—28 ºC sesuai dengan asal usulnya yang berasal dari daerah

tropis dan subtropis (Aryogiet al., 2005). Menurut Abidin (2002) yang

menyatakan bahwa sapi potong dapat tumbuh optimal di daerah dengan kisaran

(28)

10

2.2 Pencernaan Ruminansia

Proses utama pencernaan ialah secara mekanik, enzimatik atau pun mikrobial.

Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut dan

gerakan-gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi otot sepanjang usus.

Pencernaan secara enzimatik atau kimiawi dilakukan oleh enzim yang dihasilkan

oleh sel-sel dalam tubuh hewan dan yang berupa getah-getah pencernaan

(Tillmanet al.,1991).

Bagian-bagian sistem pencernaan ialah mulut, faring, esofagus, rumen, retikulum,

omasum, abomasum, usus halus, usus besar serta glandula aksesoris yang terdiri

dari glandula saliva, hati, dan pankreas (Frandson, 1992). Proses utama dari

pencernaan ialah secara mekanik, hidrolisis, dan fermentatif. Proses mekanik

terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut dan gerakan-gerakan saluran

pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi otot sepanjang usus. Pencernaan

secara fermentatif dilakukan oleh mikroorganisme rumen

(Tillmanet al., 1986).

Tempo dan penyimpanan dapat memengaruhi tingkat penguraian suatu bahan

pakan dalam rumen. Penguraian dari suatu bahan pakan tidak konstan,tapi akan

berubah-ubah seiring dengan tingkat asupan pakan. Penguraian sangat tergantung

pada dua hal yakni, sifat alamiah bahan pakan dan lamanya bahan tersebut di

dalam rumen. Ketika asupan pakan(feed intake)dan kecepatan perjalanan pakan dari rumen meningkat, lama penyimpanan bahan dalam rumen dan penguraian

oleh mikroba berkurang (Sampurna, 2012). Tempo dan irama penyimpanan

(29)

11

Gambar 1. Tempo dan irama penyimpanan rumen terhadap penguraian ransum dalam rumen (Dairy Research & Technology Centre, University of Alabama dalam Sampurna 2012).

Pemberian makanan berserat kasar rendah dan banyak mengandung karbohidrat

mudah tercerna cenderung menurunkan konsentrasi VFA dan menurunkan pH

cairan rumen, akibatnya aktivitas selulolitik menurun. Kondisi tersebut akan

merubah populasi mikroba rumen (Purnama, 2013).

Ruminansia mempunyai kemampuan yang terbatas dalam mengontrol pH rumen.

Rendahnya pH rumen terjadi dengan terakumulasinya asam laktat dalam rumen.

Perubahan komposisi mikroba rumen berhubungan dengan penurunan pH rumen.

Penurunan pH rumen dari 7 menjadi 5,5 secara umum berhubungan dengan

keterlibatan biji-bijian dalam pakan. Pengaruh penurunan pH rumen diantaranya

dapat merusak bakteri selulolitik, dalam kondisi ini bakteri amilolitik menjadi

meningkat dalam rumen sehingga mengurangi populasi protozoa secara drastis

(30)

12

2.3 Pakan

Pakan adalah makanan/asupan yang diberikan kepada ternak. Ransum merupakan

susunan dua bahan pakan atau lebih yang diberikan untuk seekor ternak dan

mencukupi kebutuhan hidupnya sehari semalam. Ransum harus dapat memenuhi

kebutuhan zat nutrien yang diperlukan ternak untuk berbagai fungsi tubuhnya,

yaitu untuk hidup pokok, produksi maupun reproduksi. Terdapat empat hal

penting yang harus diperhatikan dalam menentukan kebutuhan zat nutrien pada

sapi penggemukan, yaitu: jenis kelamin (jantan atau betina), bobot tubuh, taraf

pertumbuhan atau status fisiologis (pedet, sapihan, bunting dan lain–lain) serta

tingkat produksi (Siregar, 2008). Kualitas bahan pakan ditentukan oleh

kandungan protein, tetapi dalam pemberiannya harus diseimbangkan dengan

kandungan energi dan kebutuhan vitamin-mineral (Tillmanet al.,1986).

Tingkat konsumsi ransum sapi berbeda-beda bergantung pada status fisiologinya.

Sapi dewasa dapat mengkonsumsi bahan kering minimal 1,4% bobot tubuh/hari,

sedangkan sapi kebiri umur 1 tahun dengan hijauan berkualitas baik dapat

mengkonsumsi 3% dari bobot tubuh (Parakkasi, 1999). Menurut Djanah (1985),

pemberian rumput dalam bentuk segar per ekor/hari untuk sapi dewasa ialah 10%

(31)

13

2.3.1 Hijauan

Hijauan ialah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan

berupa daun-daunan, termasuk batang, ranting, dan bunga. Hijauan ditandai

dengan jumlah serat kasar yang relatif banyak daripada berat keringnya, yaitu

lebih besar dari 18% (Williamson dan Payne, 1993). Hijauan berfungsi menjaga

alat pencernaan agar bekerja baik, membuat kenyang ternak, dan mendorong

keluarnya kelenjar pencernaan.

2.3.2 Pakan penguat (konsentrat)

Pakan penguat (konsentrat) ialah pakan yang bernutrisi tinggi dengan serat kasar

yang relatif rendah. Konsentrat mengandung serat kasar lebih sedikit daripada

hijauan yaitu kurang dari 18% dan mengandung karbohidrat, protein, serta lemak

yang relatif banyak namun jumlahnya bervariasi dengan jumlah air yang relatif

sedikit (Williamson dan Payne, 1993).

Pakan penguat mengandung jasad renik (mikroba) hidup yang sengaja

ditambahkan dalam pakan sapi atau ruminansia lainya. Melalui penambahan

sedikit pakan tambahan, kebutuhan pakan persatuan ternak dapat dikurangi.

Apabila setiap hari ternak membutuhkan 10—11 kg bahan kering (BK) untuk

menaikkan 1 kg bobot tubuh maka, penggunaan pakan tambahan mampu

mengurangi jumlah pakan (Sarwono dan Arianto, 2002). Teknologi pakan ternak

yang digunakan dalam usaha penggemukan dikenal denganGrain Fed yang berarti usaha penggemukan sapi dengan pemberian konsentrat 80—85% dan

(32)

14

2.3.3 Manajemen pemberian pakan

Tingkat konsumsi ternak ruminansia umumnya didasarkan pada konsumsi bahan

kering pakan, baik dalam bentuk hijauan maupun konsentrat dan persentase

konsumsi bahan kering memiliki grafik meningkat sejalan dengan pertambahan

bobot tubuh sampai tingkat tertentu, kemudian mengalami penurunan. Menurut

Tillmanet al.(1991), kebutuhan konsumsi ransum pada sapi potong dalam bahan kering sebanyak 3—4% dari bobot tubuhnya.

Teknik pemberian pakan yang baik untuk mencapai pertambahan bobot tubuh

yang lebih tinggi pada penggemukan sapi potong ialah dengan mengatur jarak

waktu antara pemberian konsentrat dengan hijauan. Pemberian konsentrat dapat

dilakukan dua atau tiga kali dalam sehari semalam. Hijauan diberikan sekitar dua

jam setelah pemberian konsentrat pada pagi hari dan dilakukan secara bertahap

minimal empat kali dalam sehari semalam (Siregar, 2003). Frekuensi pemberian

hijauan yang lebih sering dilakukan dapat meningkatkan kemampuan sapi untuk

mengkonsumsi ransum dan juga meningkatkan kecernaan bahan kering hijauan itu

sendiri (Mc Cullough, 1973).

Menurut Riantoet al.(2006), pemberian hijauan sedikit sebelum atau bersama-sama konsentrat menyebabkan produksi saliva meningkat, sehinggabufferdalam rumen menjadi kuat. Bufferyang kuat mampu mempertahankan pH rumen, sehingga populasi mikroba tetap terjaga dan mampu mengkonsumsi pakan lebih

banyak serta meningkatkan pertambahan bobot tubuh harian. Menurut Meat and

Livestock Australia (2010), pemberian hijauan sebelum konsentrat akan

(33)

15

2.4 Metabolisme Pakan dan Fisiologis

Metabolisme adalah sejumlah proses yang meliputi sintesa (anabolisme) dari

protoplasma dan perombakannya (katabolisme) dalam organisme hidup, sehingga

terjadi perubahan kimia dalam sel dan menghasilkan energi. Pemberian pakan

dengan level yang berbeda akan menyebabkan kondisi fisiologis seperti suhu

tubuh, denyut nadi, dan frekuensi pernafasan akan berbeda akibat perbedaan

proses fermentasi atau metabolisme yang terjadi dalam tubuh, perbedaan tersebut

akan berpengaruh terhadap respon produksi suatu ternak (Mc Dowell, 1972).

Semakin tinggi level pakan yang diberikan, maka energi yang dikonsumsi

semakin tinggi, yang berakibat pada meningkatnya panas yang diproduksi dari

dalam tubuh, akibat tingginya proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh

serta ditambah pengaruh panas lingkungan dapat menyebabkan ternak mudah

mengalami stres.

Kondisi tersebut menyebabkan ternak akan selalu berupaya mempertahankan

temperatur tubuhnya pada kisaran yang normal, dengan cara melakukan

mekanisme termoregulasi (Frandson, 1992). Apabila mekanisme termoregulasi

gagal, maka akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi pakan, sehingga ternak

tidak dapat berproduksi secara maksimal karena kondisi fisiologisnya tidak

bekerja secara normal. Aktivitas fisiologi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya adalah proses pencernaan makanan (Tillmanet al., 1986). Seekor ternak dapat berproduksi secara maksimal jika kondisi fisiologisnya dalam

(34)

16

2.5 Fisiologis Sapi

Sapi termasuk hewanhomeotermyang mampu mempertahankan dan

mengeluarkan panas tubuh dalam upaya menjaga suhu tubuh tetap pada kisaran

normal. Sapi melakukanhomeostasisuntuk mengatur tubuh sehingga tetap stabil dengan cara mempertahankan konsentrasi zat-zat dalam tubuh, pH, suhu tubuh,

dan frekuensi pernafasan agar konstan untuk menjaga stabilitas panas organ-organ

vital dalam fungsi tubuh (Heath dan Olusanya, 1985).

Menurut Purwantoet al.(1995), kondisi fisiologi ternak dapat diukur melalui laju pernafasan dan suhu tubuh. Faktor-faktor yang memengaruhi kondisi fisiologi

ternak adalah suhu, kelembapan, konsumsi pakan, umur, aktivitas otot,

kebuntingan, dan stres. Jika tekanan meningkat sedikit, pernafasan menjadi dalam

dan cepat. Peningkatan frekuensi respirasi terjadi ketika ada peningkatan

permintaan oksigen yaitu setelah olah raga, terekspos oleh suhu lingkungan,

kelembapan relatif tinggi, dan kegemukan (Rakhman, 2008).

Menurut Bayer (1984), kondisi fisiologis sapi muda lebih tinggi dibandingkan

dengan ternak yang lebih tua.

2.5.1 Frekuensi pernafasan

Frekuensi pernafasan merupakan upaya ternak untuk mengurangi panas tubuh

yang disebabkan oleh lingkungan. Padacomfort zoneyang ideal, Swenson (1977) menyatakan bahwa frekuensi pernafasan yang normal pada sapi penggemukan

adalah sekitar 20 kali/menit, dan menurut Jackson dan Cockeroft (2002), respirasi

(35)

17

pedet. Menurut Hafez (1968), ketika ternak mengalami cekaman panas maka

ternak akan meningkatkan penguapan air melalui kulit atau melalui saluran

pernafasan.

Mariyonoet al.(1993) menyatakan bahwa suhu dan kelembapan udara yang tinggi akan menyebabkan kenaikan frekuensi pernafasan guna menyesuaikan diri

dengan lingkungan. Tingginya frekuensi pernafasan dalam waktu lama dapat

menyebabkanover ventilasiyang akan memengaruhi konsumsi pakan,

pemanfaatan energi, dan pembangkitan panas sehingga dapat menurunkan total

efisiensi penampilan ternak (Heath dan Olusanya, 1985).

Ma’sumet al. (1992) menyatakan bahwa salah satu cara untuk mempertahankan panas tubuh pada saat suhu udara dalam kandang yang tinggi adalah dengan cara

meningkatkan frekuensi pernafasan. Menurut Kellyet al.(1984), frekuensi pernafasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya ialah ukuran tubuh,

umur, aktifitas fisik, kegelisahan, suhu lingkungan, kebuntingan, adanya

gangguan pada saluran pencernaan, kondisi kesehatan hewan, dan posisi hewan.

2.5.2 Frekuensi denyut jantung

Padacomfort zoneyang ideal, Swenson (1977) menyatakan bahwa frekuensi denyut jantung yang normal pada sapi penggemukan adalah sekitar 70 kali/menit.

Pemeriksaan denyut jantung pada sapi dapat dilakukan berbagai cara, diantaranya

memeriksa arteri dibagian wajah, median, ekor bagian tengah dan rongga dada

(36)

18

Ensminger (1990) denyut jantung normal sapi ialah 60—70 kali per menit.

Penurunan dan peningkatan denyut nadi dipengaruhi oleh beban panas yang

diterima tubuh, semakin tinggi panas tubuh, maka denyut nadi akan semakin

tinggi. Menurut Habebet al.(1992), jika temperatur tubuh tinggi menyebabkan ternak akan meningkatkan mekanisme termoregulasi dengan cara meningkatkan

denyut nadi.

2.5.3 Suhu tubuh

Wiliamson dan Payne (1993) menyatakan bahwa kisaran normal suhu rektal pada

ternak mamalia adalah 37—39 °C. Subronto (2003) menyatakan bahwa suhu

tubuh yang normal pada sapi sekitar 37,9—39,0 °C, sapi muda sekitar

38,1—39,5 °C. Ternak harus mengadakan penyesuaian secara fisiologis agar

suhu tubuh tetap konstan antara 38—39 °C. Hal ini dilakukan untuk

mempertahankan suhu tubuh berada dalam kisaran normal, sehingga ternak

memerlukan keseimbangan antara produksi panas dengan keseimbangan panas

yang dilepaskan tubuhnya (Purwantoet al., 1995).

Monstma (1984) menyatakan bahwa suhu tubuh mamalia biasanya mengalami

fluktuasi harian yaitu sekitar 1—2 °C, mencapai minimum di pagi hari dan

maksimum pada siang hari. Kellyet al.(1984) menyatakan bahwa secara

fisiologis, suhu tubuh akan meningkat hingga 1,5 ºC pada saat setelah makan, saat

partus, terpapar suhu lingkungan yang tinggi, dan ketika hewan banyak

beraktifitas fisik maupun psikis. Suhu tubuh pada ternakhomeothermbervariasi dan dipengaruhi umur, jenis kelamin, musim, siang atau malam, lingkungan,

(37)

19

2.6 Konsumsi Pakan

Parakkasi (1999) menyatakan bahwa tinggi rendahnya konsumsi pakan

dipengaruhi oleh palatabilitas dan keseimbangan zat makanan. Menurut

Tillmanet al.(1991), palatabilitas pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya rasa, bentuk dan bau dari pakan itu sendiri. Selain itu,

Ensminger (1990) menjelaskan faktor yang memengaruhi palatabilitas untuk

ternak ruminansia adalah sifat fisik (kecerahan warna hijauan, rasa, tekstur

pakan), kandungan nutrisi, dan kandungan kimia pakan.

Konsumsi bahan kering menurut Lubis (1992) dipengaruhi oleh beberapa hal

diantaranya : 1) faktor pakan, meliputi daya cerna dan palatabilitas; dan 2) faktor

ternak yang meliputi bangsa, jenis kelamin, umur, dan kondisi kesehatan ternak.

Fungsi bahan kering pakan antara lain sebagai pengisi lambung, perangsang

dinding saluran pencernaan, dan menguatkan pembentukan enzim, apabila ternak

kekurangan bahan kering menyebabkan ternak merasa tidak kenyang.

Kemampuan ternak untuk mengkonsumsi bahan kering berhubungan erat dengan

kapasitas fisik lambung dan saluran pencernaan secara keseluruhan

(Parakkasi, 1999). Menurut Hume (1982), konsumsi bahan kering pakan

dipengaruhi oleh kemampuan rumen untuk menampung bahan kering, selain itu

semakin cepatnya bahan pakan meninggalkan rumen maka semakin banyak pula

pakan yang masuk atau terkonsumsi.

Pemberian pakan konsentrat dalam kondisi yang baik dan tidak ada efek

(38)

20

meningkatkan daya cerna pakan secara keseluruhan, makin banyak konsentrat

yang dapat dicerna, sehingga arus pakan dalam saluran pencernaan menjadi lebih

cepat, dan menyebabkan pengosongan rumen meningkat serta menimbulkan

sensasi lapar pada ternak (Haryanti, 2009).

2.7 Pertambahan Bobot Tubuh Harian

Pengukuran pertambahan bobot tubuh digunakan untuk mengukur sejauh mana

pakan tersebut dapat dimanfaatkan oleh ternak selain untuk kebutuhan hidup

pokok. Menurut Murtidjo (1990), pertumbuhan dapat diketahui dengan

pengukuran kenaikan bobot tubuh yang dengan mudah dapat dilakukan melalui

penimbangan berulang-ulang serta mencatat pertambahan bobot tubuh setiap hari,

minggu, dan bulan. Menurut Haryanti (2009), Sapi Peranakan Simental

merupakan bangsa sapi persilangan dengan pertambahan bobot tubuh berkisar

antara 0,6—1,5 kg/hari. Menurut Siregar (2008), pertambahan bobot tubuh sapi

ditentukan oleh berbagai faktor, terutama jenis sapi, jenis kelamin, umur, ransum,

dan teknik pengelolaannya.

Bobot tubuh ternak senantiasa berbanding lurus dengan tingkat konsumsi

pakannya. Makin tinggi tingkat konsumsi pakan, maka semakin tinggi bobot

tubuhnya (Kartadisastra, 1997). Kenaikan bobot tubuh terjadi apabila pakan yang

dikonsumsi telah melebihi kebutuhan hidup pokok, maka kelebihan nutrien akan

diubah menjadi jaringan daging dan lemak sehingga pertambahan bobot tubuh

tampak menjadi lebih jelas (Williamson dan Payne, 1993).

Kartadisastra (1997) menambahkan bahwa apabila jumlah pakan yang dikonsumsi

(39)

21

2.8 Konversi Ransum

Konversi ransum digunakan sebagai tolak ukur efisiensi produksi, semakin rendah

nilai konversi berarti efisiensi penggunaan pakan semakin tinggi. Konversi

ransum merupakan pembagian antara konsumsi ransum dengan bobot tubuh yang

dicapai (Siregar, 2003).

Menurut Martawidjaja (2001), konversi pakan dipengaruhi oleh kualitas pakan,

pertambahan bobot tubuh dan kecernaan artinya bahwa semakin baik kualitas

pakan yang di konsumsi akan menghasilkan pertambahan bobot tubuh yang lebih

tinggi dan lebih efisien dalam penggunaan pakan. Menurut Siregar (2003),

konversi pakan yang baik adalah 8,56—13,29 dan efisiensi penggunaan pakan

(40)

22

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di Kandang Peternakan Koperasi PT Gunung

Madu Plantation Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah pada

Bulan Desember 2014—Januari 2015 dan analisis pakan dilakukan di

Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang koloni dengan

sistem pemeliharaan diikat dan dilengkapi dengan tempat pakan serta tempat

minum masing-masing individu, timbangan sapi Sonic tipe A12E ketelitian

(41)

23

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 ekor Sapi Peranakan

Simental jantan. Pakan dan sapi penggemukan yang digunakan adalah milik

Peternakan Koperasi PT Gunung Madu di Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten

Lampung Tengah. Susunan ransum dan kandungan nutrisi ransum yang

[image:41.595.119.509.305.552.2]

digunakan dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Susunan ransum penelitian

Jenis Bahan Pakan Persentase (%)

- Kulit singkong 29,76

- Onggok 29,76

- Kulit kopi 7,75

- Bungkil Kelapa Sawit 6,64

- Ellot 3,32

- Dedak Padi 4,43

- Dolomit 0,04

- Suplemen 0,04

- Urea 0,04

- Garam 0,04

- Tebon Jagung 14,88

- Urea 0,15

- Molases 2,98

- Garam 0,15

Jumlah 100,00

Tabel 2. Kandungan nutrisi ransum penelitian

Nutrisi Campuran Hijauan Konsentrat

---(%)---Bahan Kering* 38,44 40,69 28,32

Protein Kasar* 7,71 7,44 9,49

Lemak Kasar* 4,53 3,82 9,14

Serat Kasar* 17,56 17,92 15,25

Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen* 51,95 51,79 52,99

[image:41.595.114.514.601.717.2]
(42)

24

3.3 Metode Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak

Kelompok (RAK) dengan tiga perlakuan dan empat kelompok.

Perlakuan yang diberikan dalam pemberian hijauan dan konsentrat yaitu:

1. P1 : pemberian hijauan dan dua jam kemudian konsentrat;

2. P2 : pemberian konsentrat dan dua jam kemudian hijauan;

3. P3 : pemberian hijauan dan konsentrat secara bersama-sama.

Kelompok yang diberikan dalam penelitian ini adalah:

K1: sapi dengan bobot tubuh 280—299 kg;

K2: sapi dengan bobot tubuh 300—319kg;

K3: sapi dengan bobot tubuh 320—339 kg;

K4: sapi dengan bobot tubuh 340—359 kg.

Tata letak perlakuan terlampir pada lampiran gambar 2.

3. 4 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap persiapan dan

tahap pemeliharaan. Tahap persiapan dilaksanakan selama dua minggu meliputi

penimbangan bobot tubuh awal, adaptasi terhadap lingkungan kandang dan pakan

perlakuan. Tahap pemeliharaan dilaksanakan selama empat minggu dengan

mengamati konsumsi bahan kering ransum, pertambahan bobot tubuh, frekuensi

(43)

25

3.4.1 Persiapan kandang

Kandang dan semua peralatannya sebelum digunakan dibersihkan dahulu untuk

mencegah berkembangnya mikroba patogen yang dapat mengganggu kesehatan.

3.4.2 Persiapan sapi

Sapi sebelum diberi pakan perlakuan diberi obat cacing untuk menghilangkan

parasit dalam saluran pencernaan. Persiapan sapi dilakukan selama 2 minggu

untuk adaptasi terhadap lingkungan kandang dan pakan perlakuan serta

penimbangan bobot tubuh awal. Setiap satu perlakuaan terdiri dari 4 satuan

percobaan sehingga dengan tiga perlakuan dalam penelitian ini membutuhkan

12 ekor sapi.

3.4.3 Pelaksanaan penelitian

Tahapan pelaksaan pemeliharaan adalah sebagai berikut:

1. membersihkan kandang, tempat pakan dan mencatat sisa pakan setiap pagi,

yaitu pukul 06.30—07.00 WIB;

2. memberikan pakan tiga sampai enam kali sehari dan menimbang setiap

(44)
[image:44.595.116.556.120.191.2]

26

Tabel 3. Waktu pemberian pakan penelitian.

Perlakuan Waktu Pemberian Pakan (WIB)

07.00 10.00 13.00 16.00 18.00 20.00

P1 Hijauan Konsentrat Hijauan Konsentrat Hijauan Konsentrat P2 Konsentrat Hijauan Konsentrat Hijauan Konsentrat Hijauan

P3 Bersamaan - Bersamaan - Bersamaan

-Keterangan :

P1 : pemberian hijauan dan dua jam kemudian konsentrat; P2 : pemberian konsentrat dan dua jam kemudian hijauan; P3 : pemberian konsentrat dan hijauan secara bersama-sama.

3. membersihkan lantai kandang secara manual dengan menyemprotkan air setiap

pagi, pukul 08.00—09.00 WIB;

4. mencari pola suhu dan kelembapan harian dengan mengamati suhu di kandang

setiap jam dan mencatatnya untuk menetapkan suhu kritis ternak;

5. mengukur parameter respon fisiologis tubuh ternak pada suhu kritis tiap

minggunya, yang meliputi frekuensi pernafasan, denyut jantung; dan

pengukuran suhu.

3.5 Peubah yang diamati

Peubah penelitian yang diamati antara lain:

3.5.1 Frekuensi pernafasan

Pengukuran frekuensi pernafasan dilakukan dengan cara menghitung pergerakan

tulang dada dan tulang rusuk (Ensminger, 1990). Pengamatan respon frekuensi

pernafasan dilakuakan setiap satu minggu sekali yaitu pada suhu kritis selama satu

(45)

27

3.5.2 Frekuensi denyut jantung

Frekuensi denyut jantung diukur menggunakanstetoskopdengan meletakkan tangan pada bagian dada sebelah kiri dekat jantung sapi (Yanis, 1996).

Melakukan pengamatan respon frekuensi denyut jatung setiap satu minggu sekali

selama satu menit pada suhu kritis.

3.5.3 Suhu tubuh

Pengukuran suhu tubuh sapi diukur dengan menggunakanIR Termometer DT-8806C ketelitian 0,3 °C yang ditembakkan di mata, ataupun hidung.

Pengukuran suhu tubuh dilakukan pada suhu kritis.

3.5.4 Konsumsi bahan kering ransum

Konsumsi pakan dihitung dengan cara mencari selisih pakan yang diberikan

dengan sisa pakan tiap harinya dan dikonversikan ke dalam bahan kering serta

dinyatakan dalam kg/ekor/hari (Parakkasi, 1999). Konsumsi pakan rata-rata

harian merupakan jumlah konsumsi pakan selama masa pemeliharaan dibagi lama

waktu pemeliharaan.

Konsumsi BK = Ransum pemberian x (%BK) Sisa ransum x (%BK) Waktu Pemeliharaan (hari)

3.5.5 Pertambahan bobot tubuh harian

Pertambahan bobot tubuh ternak diperoleh dari bobot tubuh akhir dikurangi bobot

(46)

28

PBBH = Bobot tubuh akhir(kg) Bobottubuh awal(kg) Waktu Pemeliharaan (hari)

3.5.6 Konversi ransum

Konversi ransum merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang

dikonsumsi berdasarkan bahan kering dan pertambahan bobot tubuh dalam

interval waktu yang sama (Usmanet al.,2013).

Konversi ransum = Jumlah bahan kering ransum (kg ekor har) Pertambahan bobot tubuh (kg ekor hari)

3. 6 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dan jika

memberikan hasil yang berbeda nyata akan dilanjutkan dengan Uji BNT untuk

(47)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. cara pemberian konsentrat dan hijauan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap

frekuensi pernafasan, frekuensi denyut jantung, dan suhu tubuh Sapi

Peranakan Simental;

2. cara pemberian konsentrat dan hijauan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap

konsumsi ransum, pertambahan bobot tubuh harian, dan konversi ransum

Sapi Peranakan Simental;

3. cara pemberian hijauan dan konsentrat yang terbaik adalah perlakuan

pemberian hijauan dan konsentrat secara bersama-sama (P3).

5.2 Saran

Sebaiknya manajemen pemberian ransum pada penggemukan Sapi Peranakan

Simental menggunakan cara pemberian hijauan dan konsentrat yang diberikan

secara bersama-sama, serta perlunya perbaikan kualitas ransum untuk memenuhi

(48)

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z.Y.S. 2002. Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka. Jakarta

Aksi Agraris Kanisius. 1991. Petunjuk Beternak Sapi Potong dan Kerja. Kanisius. Yogyakarta

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Aryogi, Sumadi, dan W. Hardjosubroto. 2005. Performa Sapi Silangan

Peranakan Ongole di dataran rendah studi kasus di Kecamatan Kota Anyar Kabupaten Probolinggo Jawa Timur. Skripsi. Fakultas Peternakan

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Yogyakarta

Badan Pusat Statistik. 2015. Perkiraan Penduduk Beberapa Negara (Juta) 2000-2013. http://www.bps.go.id/. Diakses pada 23 Januari 2015

Bayer. 1984. Book for Farmers. Leverkusen. Germany

Darmono. 1993. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius Yogyakarta

Devendra, C dan M. Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor

Djanah, D. 1985. Makanan Ternak Herbivora. Yasaguna. Jakarta

Ensminger, M.L. 1990. Feed and Nutrition. 2nd Edition. The Ensminger Publ. Co. California

Ewing, S.A., D.C.J.R Lay, and E.V. Borell. 1999. Farm animal well being stress physiology animal behavior and environmental design. Prentice-Hall. Inc. New Jersey

Fikar, S dan Ruhyadi. 2010. Beternak dan Bisnis Sapi Potong. Agromedia Pustaka. Jakarta Selatan

(49)

47

Forrest, J.C., E.D. Aberle, H. B. Hedrick, M.D. Judge, and R.A. Merkel. 1975. Principles of Meat Science. W. H. Freeman and Company. San Francisco

Habeb, A., M. Alnaimy, I.F. Marai, and T.H. Kamal. 1992. Heat Stress. Clive Phillips and David Piggins (Ed). Farm Animal and the Environment. Cambridge University Press. New York. Pp125–127

Hafez, E.S.E. 1968. Adaptation of Domestic Animals. Lea and Febiger. Philadelphia

Haryanti, N.W. 2009. Kualitas pakan dan kecukupan nutrisi Sapi Simental di Peternakan Mitra Tani Andini, Kelurahan Gunung Pati, Kota Semarang. Tugas Akhir. Fakultas Peternakan. Universitas Diponogoro

Hattu, G.H.C. 1988. Daya tahan panas Sapi Bali di Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Undana Kupang. Nusa Tenggara Timur

Heath, E., and S. Olusanya. 1985. Anatomy and Physiology of Tropical Livestock. Longman Scientific and Technical. England

Hume, I.D. 1982. Digestion and Protein Microbalism. In a Course Manual in Nutrition and Growth. Australian Universities. Australian Vice

Choncellors Committee. Sidney

Ganong, W.F. 2002. Fisiologi Kedokteran. Kedokteran EGC. Jakarta

Isnaini, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius. Yogyakarta

Iswoyo dan Widiyaningrum. 2008. Pengaruh jarak waktu pemberian pakan konsentrat dan hijauan terhadap produktivitas Kambing Peranakan Etawa lepas sapih. Jurnal Ilmiah Ilmu Peternakan. Universitas Semarang. 11 (2): 70-74

Jackson GG, and Cockeroft P.D. 2002. Clinical examination of farm animal. Oxford. Blackwell Sci. 10(3): 121-123

Kartadisastra, H.R. 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius. Yogyakarta

Kelly, C.F., T.E. Bond, and N.R. Ittner. 1984. Water cooling for livestock in hot climates. Agr. Pp 36: 173-175

Kearl, L.C. 1982. Nutrient Requirements of Ruminants in Developing Countries (NRC). Utah State University. Logan Utah

(50)

48

Ma’sum, D., Mariyono dan Lukman, A. 1992. Pengaruh penggunaan beberapa macam atap kandang terhadap status faali dan pertumbuhan Sapi Perah dara. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak. 3 (1): 5-7

Mariyono, Ma’sum, Umiyasihdan Yusran. 1993. Eksistensi sapi perah induk berkemampuan produksi tinggi dalam usaha peternakan rakyat. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak. 3: 2-4

Martawidjaja, M. 2001. Pengaruh taraf pemberian konsentrat terhadap keragaan kambing kacang betina sapihan. Prosiding Seminar

Nasional Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak. Bogor. 5: 6-8

Mc Dowell, R.E. 1972. Improvement of Livestock Production in Warm Climates. W.H. Freeman and Co. San Francisco. Pp. 12-18

Mc Cullough, K.G. 1973. The african elephants deficient in essential fatty acids. Nature. 242: 267-268

Meat and Livestock Australia. 2010. Pedoman Untuk Pemberian Pakan Sapi Ternak Asia Tenggara. Meat and Livestock Australia Ltd. Australia

Monstma, G. 1984. Tropical animal production I (Climats and Housing). T20 D Lecture Notes. 232: 400-403

Murtidjo, B.A. 1990. Beternak Sapi Potong. Kanisius. Yogyakarta

Nova, K. 2010. Ilmu Lingkungan Ternak. Jurusan Peternakan. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Pane, I. 1988. Pemuliabiakan Ternak Sapi. Gramedia. Jakarta

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Purnama, A.F. 2013. Amonia cairan rumen, pH, dan urea plasma darah kambing kacang jantan yang mendapat wafer pakan komplit mengandung tongkol jagung. Skripsi. Fakultas Peternakana. Universitas Hasanudin. Makasar

Purwanto, B.P. 2004. Biometeorologi Ternak1. http//www.gfmipb.

net/kuliah/biomet/Biometeorologi_Ternak.htm - 130k. Diakses pada 25 November 2014

Purwanto B.P., A.B. Santoso, dan Andi Murfi. 1995. Fisiologi Lingkungan. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor

(51)

49

Rakhman, A. 2008. Studi pengaruh unsur cuaca terhadap respon fisiologi dan produksi susu Sapi Perah PFH di Desa Cibogo dan Lengansari, Lembang, Bandung Barat. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB. Bogor

Rasyid, A., Mariyono, L. Affandhy, dan M.A. Yusran. 1994. Tampilan fisiologis Sapi Madura yang dipekerjakan di lahan kering dengan pakan berbeda. Prosiding Pertemuan Ilmiah Hasil Penelitian Peternakan Lahan Kering. Departemen Pertanian. Malang. 4: 325-327

Rianto, E., D. Anggalina, S. Dartosukarno, dan A. Purnomoadi. 2006. Pengaruh metode pemberian pakan terhadap produktivitas domba ekor tipis.

Prosiding Seminar Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan- Badan Litbang Pertanian. Bogor. 3: 254-257

Rumetor, S.D. 2003. Stres panas pada sapi perah laktasi. Makalah Falsafah Sains. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

Sampurna, I.P. 2012. Pakan dan Nutrisi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Press. Bali

Santosa, U. 2003. Tatalaksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta

Sarwono, B dan Arianto H.B. 2002. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Penebar Swadaya. Jakarta

Siregar, S.B. 2003. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta

---. 2008. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta

Stell, R.G.D. and J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Gramedia. Jakarta

Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mammalia) 1. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Sudarmono dan Sugeng. 2008. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta

Syahwani, R. 2004. Pengaruh cara pemberian pakan dan penambahan probiotik pada pakan terhadap konsumsi dan kecernaan serat kasar pada domba. Thesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor

Swenson, M.J. 1977. Dukes’ Physiologis of Domestic Animals. Vail-Ballou Press. United States. Amerika

(52)

50

Taylor, R.E. and T.G. Field. 1998. Scientifie Farm Animal Production. Prentice-Hall International (UK) Ltd. London

Tillman, A.D., Hartadi, Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan Lebdosoekodjo. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta

Tillman, A.D., Hartadi, Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan Lebdosoekodjo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Edisi 4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Tomaszewska, M.W., J.M. Mastika, A. Djaja Negara, S. Gardiner, dan T.R.Wiradarya. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press. Surabaya

Usman, Y., E.M. Sari., dan N. Fadilla. 2013. Evaluasi pertambahan bobot badan Sapi Aceh jantan yang diberi imbangan antara hijauan dan konsentrat di balai pembibitan ternak unggul indrapuri. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala. Aceh

West J.W. 2003. Effects of heat-stress on production in dairy cattle. J Dairy Sci. 6: 2131-2141

Williamson, G and W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan Daerah Tropis. Terjemahan S.G.N. Djiwa Darmadja. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Yanis, M. 1996. Pengaruh lama penganginan terhadap respon termoregulasi pada Sapi Dara Fries Holland (FH). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Djuanda. Bogor

Yoshimoto, T. 2011. Frequency components of systolic blood pressure

Gambar

Gambar                                                                                                     Halaman
Tabel                                                                                                           Halaman
Gambar 1.  Tempo dan irama penyimpanan rumen terhadap penguraian ransumdalam rumen (Dairy Research & Technology Centre, University ofAlabama dalam Sampurna 2012).
Tabel 2.  Kandungan nutrisi ransum penelitian
+2

Referensi

Dokumen terkait

Alamat Kuasa : LUMENTA, SITORUS &amp; PARTNERS Intellectual Property, Corporate &amp; Commercial Practices Graha Simatupang Tower II B, 7th Floor Jalan TB Simatupang, Kav...

dari siswa siswi tersebut akan dikembalikan apabila yang mengambil atau menjemputnya adalah orang tua para murid. Hal ini dikarenakan untuk memberi efek jera kepada

Pengaplikasian Beauveria bassiana dilakukan dengan menggunakan sprayer dengan cara disemprotkan pada tanaman padi saat 7 hari setelah tanaman diinfestasi hama wereng batang

anisopliae yang diaplikasikan secara disemprot menunjukkan efektifitas yang rendah terhadap nimfa wereng coklat, sedangkan yang diaplikasikan di sekitar perakaran

Hasil analisis menunjukan bahwa ikan teri hasil penelitian pada semua perlakuan dapat dibedakan secara sangat nyata dengan ikan teri komersial berdasarkan atribut tekstur dan

Hal ini diduga merupakan pengaruh dari pemberian taurin dengan dosis tersebut, di mana taurin diduga bereaksi secara antagonis dalam melawan sel kanker dengan hasil yang

Data yang diperoleh dari kuesioner disajikan dalam bentuk tabel distribusi, kecenderungan pola komunikasi, kecenderungan kemandirian anak, hubungan karakteristik orang tua tunggal

Lahan gambut dapat dikembangkan sebagai lahan pertanian dengan jenis komoditas yang beragam meliputi tanaman perkebunan, hortikultura, dan pangan (kelapa sawit, karet, kopi