PENGARUH PEMBERIAN AROMATERAPI LAVENDER
TERHADAP KUALITAS TIDUR ANAK USIA SEKOLAH
YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr. PIRNGADI
MEDAN
SKRIPSI
Oleh
Nenci Sihaloho
101101012
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Pengaruh Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap Kualitas Tidur Anak Usia Sekolah Yang Di Rawat Inap Di RSUD Dr. Pirngadi Medan
Nama Mahasiswa : Nenci Sihaloho
Nim : 101101012
Jurusan : S-1 Ilmu Keperawatan
Tahun : 2014
ABSTRAK
Tidur adalah salah satu kebutuhan dasar manusia, dengan kualitas tidur yang baik diharapkan memberikan peningkatan kesehatan dan membantu mempercepat tumbuh kembang pada anak usia sekolah. Masalah tidur sering dijumpai pada anak terutama anak usia sekolah yang mengalami rawat inap di rumah sakit. Masalah kualitas tidur pada anak dapat menimbulkan resiko gangguan tumbuh kembang, masalah tingkah laku dan suasana hati. Dalam penanganan masalah kualitas tidur pada anak usia sekolah yang dirawat inap dapat dilakukan dengan pemberian aromaterapi lavender, yaitu salah satu pengobatan non farmakologi dengan menggunakan bau-bauan yang berasal dari tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Desain penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan pendekatan pre post test design. Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia sekolah (6-12 tahun) sebanyak 31 orang anak pada bulan April-Mei 2014. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah accidental sampling. Analisis data menggunakan uji statistik wilcoxon. Dari hasil analisa data diperoleh negative ranks 11,00, positive ranks 220,00, dan nilai T 11,00. Berdasarkan hasil uji ini didapatkan nilai P value adalah 0,000 dengan demikian p value < α (0,000<0,05) dan skor Z diperoleh sebesar -4,146 maka Hipotesa alternatif (Ha) diterima. Penelitian ini membuktikan bahwa aromaterapi lavender dapat meningkatkan kualitas tidur. Maka disarankan untuk menerapkannya sebagai salah satu intervensi dalam meningkatkan kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap.
Title : The Effect of the Use of Lavender Aromatherapy on The Sleep Quality of School age Children Being Hospitalized in RSUD Dr. Pirngadi Medan
Student’s Name : Nenci Sihaloho Student’s ID Number : 101101012
Department : faculty of Nursing Academic Year : 2014
ABSTRACT
Sleep is human’s basic needs, with decent quality sleep it is expected to improve health and help boost the growth of school age children. Sleep problem is frequently encountered on children especially school age children who are being hospitalized. School age children quality sleep problems can lead to growth disorder, behaviour and moods. To tackle problems in sleep quality of school age children being hospitalized, lavender aromatherapy can be implemented, which is one of non-pharmacological treatment incorporating scent originated from plants. This research aimed to identify the effect of using lavender aromatherapy on sleep quality of school age children being hospitalized in RSUD Dr. Pirngadi Medan. Research design used was quasi exsperimental along with pre post test design approach. The population in this research involved school age children (6-12 years old) totaling 31 children in April-May 2014. Sample collection technique was accidental sampling. Data was analyzed by using wilcoxon. The results of analysis obtained shows negative ranks 11,00, positive ranks 220,00, and T 11,00. Based on this test, the P value obtained is 0,000, so p value < α (0,000<0,05) and score of Z obtained was -4,146 therefore alternative hypothesis is accepted. This research proves that lavender aromatherapy can boost sleep quality. It is suggested that it be applied as one of the interventions in improving sleep quality of school age children being hospitalized.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Pengaruh Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap Kualitas Tidur Anak Usia
Sekolah yang Dirawat Inap Di RSUD Dr. Pirngadi Medan”, yang merupakan salah
satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang
telah memberi dukungan dan membimbing penulis. Baik tenaga, ide-ide, moril
maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
2. Nur Asnah Sitohang, S.Kep, Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu dalam memberikan pengetahuan, bimbingan,
petunjuk, saran, masukan dan arahan yang sangat membantu sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini tepat pada waktunya.
3. Siti Saidah Nasution, S.Kep, M.Kep, Sp. Mat, selaku dosen penguji 1
4. Roxsana Devi Tumanggor, S.Kep, Ns., M.Nurs, selaku dosen penguji 2
5. Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing akademik yang
6. Seluruh dosen dan staf pengajar serta civitas akademika Fakultas Keperawatan
USU yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan. Semoga
Tuhan Yang Maha Esa membalas ilmu yang telah kalian berikan dengan
keberkahan.
7. Teristimewa kepada kedua orang tua saya, ayahanda tercinta Haposan Sihaloho
dan ibunda tersayang Rohana Sihotang dan seluruh keluarga saya abang serta
kakak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan
penuh baik moril maupun material dan selalu memberikan doa dan nasehat
kepada penulis.
8. Dan juga buat teman-teman seperjuangan KBK F.Kep 2010 yang selalu saling
mendukung dan memberi semangat serta sama-sama berjuang hingga akhir.
9. Terkhusus untuk teman-teman terkasih Merliani, Puji, Dame, Frida, Yanti,
Trionyta, Novikha, dan Ida yang selalu ada dan saling mendukung satu sama
lain.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak
kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan
saran dan kritikan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua khususnya
bagi peningkatan dan pengembangan profesi keperawatan selanjutnya.
Medan, Juli 2014
DAFTAR ISI
1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Tidur ... 8
2.2 Konsep Kualitas Tidur ... 14
2.3 Konsep Anak Usia Sekolah ... 17
2.4 Konsep Aromaterapi ... 21
2.5 Konsep Rawat Inap ... 30
BAB 3. KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual ... 34
3.2 Defenisi Operasional ... 35
3.3 Hipotesa Penelitian ... 37
BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ... 38
4.2 Populasi dan Sampel ... 39
4.3 Waktu dan Tempat ... 40
4.4 Pertimbangan Etik ... 40
4.5 Instrumen Penelitian ... 41
4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 42
4.7 Tehnik Pengumpulan Data ... 43
4.8 Analisa Data ... 45
BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 47
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ... 58 6.2 Saran ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 61
LAMPIRAN
1. Inform consent 2. Kuesioner penelitian
3. Prosedur pelaksanaan tehnik aromaterapi lavender dengan cara inhalasi 4. Surat uji validitas
5. Uji Reliabilitas Kuesioner
6. Olahan Data SPSS : Data Demografi
7. Hasil Kuesioner Sebelum Diberikan Aromaterapi Lavender (pre test) 8. Hasil Kuesioner Sesudah Diberikan Aromaterapi Lavender (post test) 9. Olahan Data SPSS : Skor Kualitas Tidur Sebelum dan Sesudah 10.Uji Hipotesis
11.Jadwal tentatif penelitian 12.Taksasi dana penelitian 13.Komisi Etik Penelitian 14.Surat Penelitian 15.Daftar riwayat hidup
DAFTAR SKEMA
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2 Defenisi operasional variabel penelitian ... 35 Tabel 4.1 Desain penelitian ... 38 Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan data demografi anak usia sekolah di
RSUD dr. Pirngadi Medan (n=22) ... 48 Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan kualitas tidur anak usia sekolah yang
dirawat inap sebelum diberikan aromaterapi lavender Di RSUD Dr.
Pirngadi Medan 2014 ... 49 Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan kualitas tidur anak usia sekolah yang
dirawat inap sesudah diberikan aromaterapi lavender Di RSUD Dr.
Pirngadi Medan 2014 ... 49 Tabel 5.4 Pengaruh aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah
Judul : Pengaruh Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap Kualitas Tidur Anak Usia Sekolah Yang Di Rawat Inap Di RSUD Dr. Pirngadi Medan
Nama Mahasiswa : Nenci Sihaloho
Nim : 101101012
Jurusan : S-1 Ilmu Keperawatan
Tahun : 2014
ABSTRAK
Tidur adalah salah satu kebutuhan dasar manusia, dengan kualitas tidur yang baik diharapkan memberikan peningkatan kesehatan dan membantu mempercepat tumbuh kembang pada anak usia sekolah. Masalah tidur sering dijumpai pada anak terutama anak usia sekolah yang mengalami rawat inap di rumah sakit. Masalah kualitas tidur pada anak dapat menimbulkan resiko gangguan tumbuh kembang, masalah tingkah laku dan suasana hati. Dalam penanganan masalah kualitas tidur pada anak usia sekolah yang dirawat inap dapat dilakukan dengan pemberian aromaterapi lavender, yaitu salah satu pengobatan non farmakologi dengan menggunakan bau-bauan yang berasal dari tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Desain penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan pendekatan pre post test design. Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia sekolah (6-12 tahun) sebanyak 31 orang anak pada bulan April-Mei 2014. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah accidental sampling. Analisis data menggunakan uji statistik wilcoxon. Dari hasil analisa data diperoleh negative ranks 11,00, positive ranks 220,00, dan nilai T 11,00. Berdasarkan hasil uji ini didapatkan nilai P value adalah 0,000 dengan demikian p value < α (0,000<0,05) dan skor Z diperoleh sebesar -4,146 maka Hipotesa alternatif (Ha) diterima. Penelitian ini membuktikan bahwa aromaterapi lavender dapat meningkatkan kualitas tidur. Maka disarankan untuk menerapkannya sebagai salah satu intervensi dalam meningkatkan kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap.
Title : The Effect of the Use of Lavender Aromatherapy on The Sleep Quality of School age Children Being Hospitalized in RSUD Dr. Pirngadi Medan
Student’s Name : Nenci Sihaloho Student’s ID Number : 101101012
Department : faculty of Nursing Academic Year : 2014
ABSTRACT
Sleep is human’s basic needs, with decent quality sleep it is expected to improve health and help boost the growth of school age children. Sleep problem is frequently encountered on children especially school age children who are being hospitalized. School age children quality sleep problems can lead to growth disorder, behaviour and moods. To tackle problems in sleep quality of school age children being hospitalized, lavender aromatherapy can be implemented, which is one of non-pharmacological treatment incorporating scent originated from plants. This research aimed to identify the effect of using lavender aromatherapy on sleep quality of school age children being hospitalized in RSUD Dr. Pirngadi Medan. Research design used was quasi exsperimental along with pre post test design approach. The population in this research involved school age children (6-12 years old) totaling 31 children in April-May 2014. Sample collection technique was accidental sampling. Data was analyzed by using wilcoxon. The results of analysis obtained shows negative ranks 11,00, positive ranks 220,00, and T 11,00. Based on this test, the P value obtained is 0,000, so p value < α (0,000<0,05) and score of Z obtained was -4,146 therefore alternative hypothesis is accepted. This research proves that lavender aromatherapy can boost sleep quality. It is suggested that it be applied as one of the interventions in improving sleep quality of school age children being hospitalized.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Upaya peningkatan kualitas hidup dan perlindungan kesehatan anak telah
dilakukan pemerintah antara lain dengan mengadakan skrining bayi baru lahir,
deteksi dini tumbuh kembang anak, upaya kesehatan sekolah (UKS), penjaringan
kesehatan siswa kelas 1 SD/SMP/SMA/sederajat, pengembangan puskesmas peduli
remaja dan puskesmas mampu tatalaksana kasus kekerasan terhadap anak.
Upaya-upaya tersebut akan terus ditingkatkan oleh pemerintah sebagai bentuk kepedulian
terhadap kesehatan anak di Indonesia ( Direktorat Anak, 2012).
Tingkah laku anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak belum
mampu mengendalikan emosi atau perasaannya dan belum mempunyai tanggung
jawab yang besar. Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang
perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak yang
mengalami masalah kesehatan juga sangat mempengaruhi proses perkembangannya
(Wong, 2008).
Aktivitas fisik anak usia sekolah secara umum semakin tinggi sehingga anak
sangat rentan untuk terkena penyakit yang bisa mengganggu proses pertumbuhan dan
perkembangannya. Apabila anak dalam kondisi sakit maka orang tua akan segera
proses penyembuhannya. Anak yang tidak terbiasa dengan kondisi di rumah sakit
akan banyak mengalami kesulitan dalam proses penyembuhan tersebut. Lingkungan
rumah sakit dapat menyebabkan stress dan kecemasan pada anak terutama pada
tingkah laku anak. Pada anak yang dirawat di rumah sakit akan muncul
tantangan-tantangan yang harus dihadapinya seperti perpisahan, penyesuaian dengan lingkungan
yang asing baginya dan tenaga kesehatan yang menanganinya, pergaulan dengan
anak-anak yang sakit serta pengalaman mengikuti terapi yang menyakitkan (Wong,
2008).
Rawat inap atau hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu
alasan darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Lingkungan rumah sakit dapat
menimbulkan trauma bagi anak seperti lingkungan fisik rumah sakit, tenaga
kesehatan baik dari sikap maupun pakaian putih yang dikenakan oleh perawat.
Dengan adanya stressor tersebut, anak dapat mengalami distress seperti gangguan
tidur, pembatasan aktivitas, distress psikologis mencakup marah, takut, sedih, dan
rasa bersalah. Gangguan tidur adalah salah satu masalah yang paling sering muncul
pada anak yang dirawat inap di rumah sakit. Hal ini dikarenakan anak merasa asing
dengan lingkungan di rumah sakit yang berbeda jauh dengan lingkungan rumah,
sehingga berdampak pada kualitas tidur yang buruk bagi anak. Dan ini akan menjadi
Tidur merupakan bagian hidup manusia yang memiliki porsi banyak, rata-rata
hampir seperempat hingga sepertiga waktu digunakan untuk tidur. Tidur merupakan
proses yang diperlukan oleh manusia untuk memungkinkan sistem syaraf pulih
setelah digunakan selama satu hari, memulihkan energi kepada tubuh, khususnya
kepada otak dan sistem syaraf (The Word Book Encylopedia, 2008). Fisiologi tidur
dimulai dari irama sirkandian yang merupakan irama yang dialami individu yang
terjadi selama 24 jam. Irama sirkandian mempengaruhi pola fungsi mayor biologik
dan fungsi perilaku. Perubahan temperatur tubuh, denyut nadi, tekanan darah, sekresi
hormon, ketajaman sensori dan suasana hati juga tergantung pada pemeliharaan siklus
sirkandian. Irama sirkandian meliputi siklus rutin bangun tidur yang dapat
dipengaruhi oleh cahaya, temperatur dan faktor eksternal seperti aktivitas sosial dan
pekerjaan rutin (Potter & Perry, 2005).
Populasi anak yang dirawat di rumah sakit mengalami peningkatan yang
dramatis. Persentase anak yang dirawat dirumah sakit saat ini mengalami masalah
yang lebih serius dan kompleks dibandingkan kejadian hospitalisasi pada tahun-tahun
sebelumnya. Hampir empat juta anak dalam satu tahun mengalami rawat inap.
Rata-rata anak mendapat perawatan selama enam hari. Selain membutuhkan perawatan
yang spesial dibanding pasien lain, anak sakit juga mempunyai keistimewaan dan
karakteristik tersendiri karena anak-anak bukanlah miniatur dari orang dewasa atau
dewasa kecil. Dan waktu yang dibutuhkan untuk merawat penderita anak-anak
yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak dari normal. Namun
demikian, keadaan sakit dan lingkungan fisik rumah sakit menjadikan anak kurang
tidur atau tidak dapat tidur sama sekali.
Meningkatnya masalah kesehatan pada anak usia sekolah yang dirawat inap di
rumah sakit menjadi penting untuk dieksplorasi. Hal ini beralasan karena dapat
menyebabkan resiko terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak baik dari
segi perkembangan fisik, psikologis, sosial, maupun spiritual. Salah satunya adalah
masalah gangguan tidur yang dialami anak yang dirawat inap di rumah sakit.
Penanganan gangguan tidur dapat dibagi menjadi dua cara yaitu : secara farmakologi
dan non farmakologi. Secara farmakologi dapat diberikan obat-obatan sedatif
hipnotik seperti golongan benzodiazepim. Namun pada anak pemberian obat sangat
tidak efektif dilakukan karena mengingat anak usia sekolah yang masih dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat signifikan sehingga sangat beresiko
menyebabkan gangguan dan perubahan dalam tubuh. Dengan demikian
penatalaksanakan non farmakologi menjadi alternatif yang aman diantaranya adalah
dengan cara tidur sehat universal, terapi stimulus kontrol, terapi restriksi tidur, terapi
relaksasi dan biofeedback (Potter & Perry, 2005).
Penanganan kualitas tidur anak salah satu diantaranya dapat dilakukan dengan
pemberian aromaterapi lavender. Aromaterapi adalah suatu terapi yang meliputi
penggunaan minyak esensial yang berasal dari tanaman, yang dapat digunakan
(esensial oil) dan melibatkan organ penciuman manusia. Bau yang segar, harum,
merangsang sensori, reseptor dan akhirnya mempengaruhi organ yang lain (Niken,
2007). Lavender merupakan minyak esensial yang biasa digunakan untuk membuat
tidur. Efek dari lavender adalah terjadinya proses pelepasan zat-zat neurokimia yang
bersifat eoforik, relaksan, sedatif atau stimulan menurut keperluannya sehingga
menimbulkan tidur. Aroma sedatif seperti bau dari minyak lavender member efek
stimulasi nuchleus raphe yang kemudian akan melepaskan zat neurokimia serotonin.
Serotonin merupakan neurotransmitter yang mengatur permulaan tidur. Pada
penelitian ini dilakukan pemberian aromaterapi dengan pemakaian melalui eksterna
yaitu dengan cara inhalasi. Minyak esensial ini dapat diberikan dengan kertas tissu,
kedua belah tangan, alat penguapan, pewangi ruangan dan lain-lain. Dan semua cara
pemberian ini efektif dalam situasi yang tepat.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jawad (2008) dengan tujuan
melihat efektivitas aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur lansia di Desa
Hamparan Perak, Kab. Deli Serdang juga merupakan salah satu pembuktian bahwa
aromaterapi lavender dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas tidur. Hasil dari
penelitian yang dilakukan adalah bahwa ada pengaruh aromaterapi lavender terhadap
peningkatan kualitas tidur pada lansia, karena aroma sedatifnya dapat mengeluarkan
zat kimia serotonin yang dapat lebih mudah memudahkan tidur pada lansia.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti merasa penting melakukan
meningkatkan kualitas tidur anak. Berdasarkan penelusuran literatur yang dilakukan,
belum ada ditemukan laporan penelitian tentang pengaruh pemberian aromaterapi
lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang mengalami rawat inap di
rumah sakit di Indonesia khususnya di Medan. Atas dasar ini, penelitian ini penting
untuk dilakukan agar diperoleh hasil yang lebih akurat dan nyata tentang pengaruh
pemberian aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang
dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan.
1.2 RUMUSAN MASALAH PENELITIAN
Sesuai dengan teori dan latar belakang diatas, maka masalah penelitian yang
dapat dirumuskan adalah apakah ada pengaruh pemberian aromaterapi lavender
terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi
Medan ?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap
kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengidentifikasi karakteristik responden anak usia sekolah yang
dirawat inap.
2. Untuk mengidentifikasi kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap
3. Untuk mengidentifikasi kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap
sesudah pemberian aromaterapi lavender.
4. Untuk menguji pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap kualitas
tidur anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat kepada berbagai
pihak yaitu :
1.4.1 Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan teori keperawatan
anak bahwa aromaterapi lavender dapat digunakan sebagai salah satu intervensi untuk
meningkatkan kualitas tidur anak.
1.4.2 Praktek keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menerangkan fakta teruji bagi praktik keperawatan
ditatanan pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di masyarakat bahwa
aromaterapi lavender dapat dijadikan sebagai salah satu intervensi non farmakologi
untuk meningkatkan kualitas tidur anak.
1.4.3 Penelitian Keperawatan
Dapat digunakan sebagai data tambahan pada pengembangan penelitian
1.4.4 Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan baru dalam menerapkan metodologi penelitian dan
memberikan asuhan keperawatan untuk meningkatkan kualitas tidur anak yang
dirawat inap dengan menggunakan aromaterapi lavender.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Tidur
2.1.1 Defenisi Tidur
Tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa
kegiatan yang merupakan siklus yang berulang-ulang dan masing-masing
menyatakan fase kegiatan otak dan badan yang berbeda, dapat dibangunkan oleh
sebuah rangsangan sensori atau stimulus lain dari lingkungan (Tarwoto dan
Wartonah,2010).
Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang merupakan mekanisme
untuk memulihkan tubuh dan fungsinya, memelihara energi dan kesehatan, memiliki
manfaat untuk memperbaharui sel-sel tubuh yang rusak, mengeliminasi racun-racun
dan memulihkan tubuh baik secara fisik maupun emosional agar dapat bertahan hidup
(Potter & Perry, 2005).
2.1.2 Fisiologi Tidur
Siklus tidur dan bangun diatur secara terpusat diotak dan dipengaruhi oleh
kebiasaan sehari-hari dan lingkungan. Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan
tidur yang melibatkan hubungan mekanisme cerebral yang secara bergantian agar
mengaktifkan dan menekan pusat otak untuk dapat tidur dan bangun. Tidur terjadi
dua mekanisme otak yaitu Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar
Synchronizing Region (BSR) (Taylor, Lilis & LeMone, 2001).
RAS berada di batang otak bagian atas yang dipercaya terdapat sel-sel khusus
yang menyebabkan seseorang terjaga yang disebabkan oleh terjadinya pelepasan
catecholamines seperti norepinephrine diserabut syaraf RAS (Potter & Perry, 2005).
Sedangkan BSR berada di pons dan otak tengah yang merupakan bagian otak yang
mengandung sel-sel khusus yang menghasilkan serotonin yang dapat menyebabkan
seseorang tidur (Tarwoto & Wartonah, 2010).
Berbagai neurotransmitter juga terlibat dalam proses terjadinya tidur seperti
norepinefrin, acetylcholine, serotonin, dopamin, dll yang berfungsi sebagai
komunikasi antara saraf-saraf di RAS yang dilepaskan dari axon untuk mengikatkan
dirinya dengan reseptor spesifik pada sel saraf lainnya (Taylor, Lilis & LeMone,
2001). Serotonin adalah neurotransmiter utama menurunkan aktifitas RAS sehingga
menyebabkan tidur dan pada keadaan sadar, saraf-saraf dalam RAS melepaskan
katekolamin seperti norepinefrin (Tarwoto & Wartonah, 2010).
Perangsangan pada beberapa daerah spesifik otak dapat menimbulkan
keadaan tidur dengan sifat-sifat mendekati tidur alami. Daerah perangsangan yang
paling mencolok adalah nucleus raphe yang terletak diseparuh bagian bawah pons
dan medulla. Daerah ini merupakan lembaran tipis nuklei. Serat saraf dari nuklei ini
neokorteks, hipotalamus dan sebagian besar daerah sistem limbik. Selain itu
serat-serat juga menyebar kebawah menuju medulla spinalis, berakhir diradiks posterior
dimana serat-serat ini dapat menghambat sinyal-sinyal nyeri yang masuk. Juga telah
diketahui bahwa ujung serat dari neuron raphe ini mensekresikan serotonin. Juga bila
seekor binatang diberi obat menghambat serotonin, maka binatang tersebut seringkali
tidak dapat tidur selama beberapa hari berikutnya. Oleh karena itu, dianggap bahwa
serotonin merupakan bahan transmitter utama berkaitan dengan timbulnya keadaan
tidur (Taylor, Lilis & LeMone, 2001).
2.1.3 Tahapan Tidur
Setiap malam seseorang mengalami dua tipe yang saling bergantian. Tahapan
tidur normal ada dua yaitu, tahapan tidur Non Rapid Eye Movement (NREM) dan
tahapan tidur Rapid Eye Movement (REM). Tahapan tidur ini memiliki karakteristik
tertentu yang dianalisis dengan bantuan Elektroencefalograph (EEG) yang menerima
dan merekam gelombang otak, Elektrooculogram (EOG) yang merekam pergerakan
mata dan Elektromyograph (EMG) yang merekam tonus otot (Taylor, Lilis &
LeMone, 2001).
2.1.3.1Tidur Non Rapid Eye Movement (NREM)
Tidur NREM juga disebut sebagai tidur gelombang lambat. Craven &
Hirnle,(2000) menjelaskan bahwa karakteristik dari tidur NREM adalah 75% sampai
80% dari total waktu tidur orang dewasa normal yang ditandai dengan aktifitas
memiliki karakteristik tertentu. Pada setiap stadium dari tidur NREM akan
mengalami beberapa perubahan seiring dengan bertambahnya usia dimana terdapat
peningkatan kuantitas dari stadium satu dan dua serta penurunan kuantitas dari
stadium tiga dan empat.
Stadium I
Merupakan stadium paling ringan yang artinya jika seseorang tidur, masih dapat
dibangunkan dengan mudah (Tarwoto & Wartonah, 2010). Karakteristik NREM
tahap I menurut Potter & Perry (2005), yaitu merupakan tahap yang paling awal dari
tidur, tahapan ini berakhir dalam beberapa menit, terjadi penurunan fisiologis dimulai
dari penurunan secara bertahap tanda-tanda vital dan metabolisme, seseorang dengan
mudah terbangun oleh stimulus sensori seperti suara dan ketika terbangun seseorang
merasa seperti telah melamun. Juga ditandai dengan aktifitas EEG frekuensi tinggi
amplitudo rendah (Ganong, 2002).
Stadium II
Pada fase ini seseorang lebih rileks tetapi masih dapat dibangunkan dengan
memanggil namanya dan merupakan periode tidur bersuara (Potter & Perry, 2005).
Pada tahap ini terjadi kumparan tidur (Sleep Spindle), dan terjadi letupan-letupan
gelombang mirip alfa (Ganong, 2002). Karakteristiknya adalah bola mata berhenti
bergerak, tonus otot masih berkurang, tidur lebih dalam dari fase pertama, fase ini
Kemajuan relaksasi, untuk terbangun relatif mudah dan tahapan berakhir 10-20 menit
(Potter & Perry, 2005).
Stadium III
Fase tidur ini lebih dalam dari fase sebelumnya. Karakteristiknya adalah tanda-tanda
vital menurun tetapi tetap teratur, otot-otot dalam keadaan santai penuh, seseorang
akan sulit dibangunkan dan jarang bergerak, serta peningkatan fungsi penyimpanan
energi (Potter & Perry, 2005). Fase ini berlangsung 10% dari total waktu tidur atau
selama 15-30 menit (Craven & Hirnle, 2000).
Stadium IV
Fase ini merupakan tidur yang lambat dan dalam dengan karakteristiknya adalah
sangat sulit untuk dibangunkan, pernafasan dan nadi menurun, tekanan darah
menurun, suhu menurun dan metabolisme lambat dan otot-otot relaksasi (Potter &
Perry, 2005).
2.1.3.2Tidur Rapid Eye Movement (REM)
Tahap tidur REM sangat berbeda dari tidur NREM. Tidur REM adalah
tahapan tidur yang paling aktif. Pola nafas dan denyut jantung tidak teratur dan tidak
terjadi pembentukan keringat. Sepanjang tidur malam yang normal tidur REM
berlangsung selama 5-30 menit dan biasanya muncul rata-rata setiap 90 menit,
tersebut tidur. Karakteristik tidur REM yaitu lebih sulit dibangunkan dibandingkan
dengan tidur NREM, pada orang dewasa normal REM yaitu 20-25% dari tidur
malamnya, jika individu terbangun pada tidur REM biasanya terjadi mimpi, tidur
REM penting untuk keseimbangan mental, emosi, juga berperan dalam belajar,
memori dan adaptasi (Tarwoto & Wartonah, 2010).
Skema 1. Tahapan Tidur (dikutip dari fundamental of nursing by Potter & Perry) (2005)
Mengantuk
Stadium 1 NREM Stadium 2 NREM Stadium 3 NREM
REM Stadium 4 NREM
Stadium 2 NREM Stadium 3 NREM
2.1.4 Fungsi Tidur
Fungsi tidur yang adekuat secara jelas tidak diketahui (Hidayat, 2006).
Walaupun demikian kekurangan tidur dalam waktu yang lama dapat menyebabkan
kematian. Manfaat tidur yaitu untuk menjaga keseimbangan mental, emosional,
kesehatan, mengurangi stress pada paru, kardiovaskuler,endokrin, dan lain-lain.
Potter & Perry (2005) menyebutkan bahwa salah satu teori mengatakan tidur
adalah saat untuk memulihkan dan mempersiapkan energi untuk periode berikutnya.
memulihkan proses biologis, dimana selama tahapan NREM stadium 4 tubuh
mengeluarkan hormon pertumbuhan yang memperbaiki sel-sel epitel penting seperti
sel-sel otak. Tidur NREM berfungsi sebagai waktu untuk memulihkan fisik. Sintesa
protein juga berlangsung selama tidur.
Tahapan tidur REM penting untuk pemulihan kognitif dengan meningkatnya
kelancaran aliran darah cerebral, meningkatnya aktivitas cortisol, meningkatnya
konsumsi oksigen yang membantu penyimpanan memori dan proses belajar (Potter &
Perry, 2005). Tidur REM berfungsi sebagai waktu untuk memulihkan mental dan
emosional.
2.2 Konsep Kualitas Tidur
2.2.1 Pengkajian Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah suatu keadaan yang dapat dilihat dari kemampuan
individu dalam mempertahankan tidur dan mendapat kebutuhan tidur yang cukup dari
tidur REM dan NREM, pada sebagian orang ditentukan oleh kuantitas tidur
(Alcott,2007). Kualitas tidur dapat diketahui dengan melakukan pengkajian yang
meliputi data subjektif dan objektif (Craven & Hirnle, 2000).
Data subjektif merupakan kriteria yang sangat penting untuk menentukan
kualitas tidur seseorang melalui pernyataan subjektif mengenai kualitas tidur yang
dialaminya. Pernyataan subjektif ini sangat bervariasi pada individu (Potter & Perry,
2005). Dalam pernyataan subjektif, individu biasanya melaporkan pengalaman tidur
untuk tertidur, frekuensi seringnya terbangun pada malam hari dan waktu bangun
dipagi hari (Craven & Hirnle,2000).
Data objektif dapat dilihat dari pemeriksaan fisik dan diagnostik (Tarwoto &
Wartonah, 2010). Pemeriksaan fisik dapat diobservasi dari penampilan wajah seperti
adanya lingkaran hitam disekitar mata, mata sayu dan konjungtiva merah. Dapat juga
dilihat dari perilaku dan tingkat energi individu seperti perilaku iritabel, kelelahan,
respon lambat, sering menguap, bingung, postur tubuh tidak stabil dan tangan tremor
serta pusing dan mual. Dari pemeriksaan diagnostik dapat dilakukan dengan merekam
proses tidur dengan alat-alat seperti EEG (electroencephalogram) untuk melihat
aktivitas listrik otak, EMG (electromyogram) untuk pengukuran tonus otot dan EOG
(electrooculogram) untuk melihat pergerakan mata (Potter & Perry, 2005).
Walaupun pengukuran kualitas tidur dengan perekaman proses tidur dengan
EEG, EMG, EOG dalam hal ini data objektif memberikan hasil yang valid namun
dengan pengukuran kualitas tidur menggunakan data subjektif sangat dibutuhkan
dalam mengkaji kualitas tidur. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Vitiello et
al (2004) yang meneliti tentang korelasi antara hasil yang didapatkan beberapa
partisipan yang diukur kualitas tidurnya secara subjektif dengan menggunakan
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan secara objektif dengan menggunakan
polysomnography memiliki hubungan yang sangat signifikan meliputi variabel
jumlah waktu tidur, waktu yang dihabiskan di tempat tidur, latensi tidur, dan efisiensi
melaporkan korelasi antara pengukuran tidur dengan data objektif yang dilakukan
oleh teman sekamar dan laporan pribadi mencapai angka 0,84 yang mengindikasikan
bahwa korelasi yang sangat kuat.
Sehubungan dengan hal diatas pengukuran kualitas tidur dengan
menggunakan alat-alat EEG, EOG, dan EMG merupakan pengukuran kualitas tidur
yang standard, namun tidak memungkinkan untuk dilakukan pada penelitian ini
karena alat yang tidak tersedia, sehingga pengukuran kualitas tidur dengan
menggunakan data subjektif dengan menggunakan kuesioner PSQI dan data
observasi dapat menjadi parameter kualitas tidur yang digunakan dalam penelitian ini.
2.2.2 Kualitas Tidur Anak Usia Sekolah
Lama tidur yang dibutuhkan seseorang tergantung pada tahap perkembangan
atau usianya. Semakin tua usia seseorang, semakin sedikit pula lama tidur yang
diperlukan atau dengan kata lain waktu yang diperlukan untuk tidur bagi anak-anak
lebih banyak jika dibandingkan dengan orang dewasa. Pola tidur normal pada anak
usia sekolah adalah 10 jam per hari. Kebiasaan tidur setiap orang adalah bervariasi
tergantung pada kebiasaan yang dibawa semasa perkembangannya menjelang
dewasa, aktivitas pekerjaan, usia, kondisi kesehatan dan lain sebagainya (Tarwoto &
Wartonah, 2010).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengkaji kualitas tidur anak usia
jumlah atau frekuensi terjaga pada anak selama tidur, perasaan anak saat bangun
tidur, persepsi anak tentang kedalaman tidur, dan persepsi anak tentang kepuasan
tidur.
Kebutuhan tidur yang cukup ditentukan selain oleh faktor jumlah jam tidur
(kuantitas), juga oleh faktor kedalaman tidur (kualitas tidur). Seseorang dapat tidur
dengan waktu yang pendek, namun dengan kedalaman tidur yang cukup. Sehingga
dengan demikian, pada saat bangun tidur, akan terasa segar kembali dan pola tidur
yang demikian tidak akan mengganggu kesehatan. Kurang tidur yang sering terjadi
dan berkepanjangan, dapat mengganggu kesehatan fisik dan mempengaruhi sistem
syaraf, menyebabkan terjadinya perubahan suasana kejiwaan (psikis), kurang tanggap
terhadap adanya rangsangan (lamban), dan kurang dapat berkonsentrasi (Ramadhan,
2008).
Ada beberapa tanda yang perlu diperhatikan pada anak yang kurang istirahat
atau tidur, yaitu : mengungkapkan rasa lelah, lingkar hitam disekitar mata, tremor dan
postur tubuh tidak stabil, konsentrasi menurun dan respon lambat, pusing dan mual,
konjungtiva merah, menangis, rewel, cengeng, bingung, dan sering menguap
(Ramadhan, 2008).
Faktor yang mempengaruhi kualitas maupun kuantitas tidur secara umum
dan tidak tenang, kelelahan, emosi tidak stabil, beberapa jenis obat-obatan dan
penggunaan alkohol (Ramadhan, 2008).
2.3 Konsep Anak Usia Sekolah
2.3.1 Defenisi Anak Usia Sekolah
Anak usia sekolah adalah anak yang berumur 6 sampai 12 tahun yang masih
duduk di sekolah dasar dari kelas 1 sampai kelas 6 dan perkembangan sesuai usianya(
Wong, 2008).
Rentang kehidupan yang dimulai dari usia 6 sampai mendekati 12 tahun
memiliki berbagai label, yang masing-masing menguraikan karakteristik penting dari
periode tersebut. Periode usia pertengahan ini sering kali disebut usia sekolah atau
masa sekolah (Wong, 2008).
2.3.2 Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah
a) Perkembangan Biologis
Selama masa kanak-kanak pertengahan, pertumbuhan tinggi dan berat badan
terjadi lebih lambat tetapi pasti jika dibandingkan dengan masa sebelumnya. Antara
usia 6-12 tahun, anak-anak akan mengalami pertumbuhan sekitar 5 cm per tahun
untuk mencapai tinggi badan 30-60 cm dan berat badannya akan bertambah hampir
dua kali lipat, bertambah 2-3 kg per tahun. Tinggi rata-rata anak usia 6 tahun adalah
sekitar 116 cm dan berat badannya sekitar 21 kg; tinggi rata-rata anak usia 12 tahun
laki-laki cenderung sedikit lebih tinggi dan kadang-kadang sedikit lebih berat dari
anak perempuan ( Wong, 2008).
b) Perkembangan Psikososial
Masa kanak-kanak pertengahan adalah periode perkembangan psikoseksual
yang dideskripsikan oleh Freud sebagai periode laten, yaitu waktu tenang antara fase
Odipus pada masa kanak-kanak awal dan erotisisme masa remaja. Selama waktu ini,
anak-anak membina hubungan dengan teman sebaya sesama jenis setelah pengabdian
pada tahun-tahun sebelumnya dan didahului ketertarikan pada lawan jenis yang
menyertai pubertas ( Wong, 2008).
Menurut Erikson perkembangan psikososial ada 2 tahap yaitu tahap industri
atau pencapaian dan tahap inferioritas atau perasaan kurang berharga. Dimana tahap
industri, anak usia sekolah ingin mengembangkan keterampilan dan berpartisipasi
dalam pekerjaan yang berarti dan berguna secara sosial. Dengan tumbuhnya rasa
kemandirian, anak usia sekolah ingin terlibat dalam tugas yang dapat dilakukan
sampai selesai. Sedangkan pada tahap inferioritas, anak usia sekolah tidak
dipersiapkan untuk memikul tanggung jawab yang terkait dengan perkembangan rasa
pencapaian, perasaan kurang berharga dapat timbul dari anak itu sendiri dan dari
c) Perkembangan Kognitif
Tahap operasional konkret menurut J.Piaget adalah anak mampu
menggunakan proses berpikir untuk mengalami peristiwa dan tindakan. Pemikiran
egosentris yang kaku pada tahun-tahun prasekolah digantikan dengan proses pikiran
yang memungkinkan anak melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. Selama
tahap ini anak mengembangkan pemahaman mengenai hubungan antara sesuatu hal
dan ide. Anak mengalami kemajuan dari pembuat penilaian berdasarkan apa yang
mereka lihat (pemikiran perseptual) sampai membuat penilaian berdasarkan alasan
mereka (konseptual) ( Wong, 2008).
d) Perkembangan Moral
Menurut Kohlberg, pola pikir anak mulai berubah dari egosentrisme ke pola
pikir logis, mereka juga bergerak melalui tahap perkembangan kesadaran diri dan
standar moral. Anak mempelajari standar-standar untuk perilaku yang dapat diterima,
bertindak sesuai dengan standar tersebut dan merasa bersalah jika melanggarnya.
Anak usia sekolah mampu menilai suatu tindakan berdasarkan niat dibandingkan
akibat yang dihasilkannya. Peraturan dan penilaian tidak lagi bersifat mutlak dan
otoriter serta lebih banyak kebutuhan dan keinginan orang lain. Mereka mampu
memahami dan menerima bagaimana memperlakukan orang lain dan seperti
e) Perkembangan Spiritual
Perkembangan spiritual pada anak usia sekolah mempunyai batasan berfikir
yang sangat konkret, tetapi pelajar yang baik dan memiliki kemauan besar untuk
mengenal Tuhan. Mereka menggambarkan Tuhan adalah “sayang” dan “membantu”
dan mereka sangat tertarik dengan adanya surga dan neraka. Dengan perkembangan
kesadaran diri dan perhatian terhadap peraturan, anak takut masuk neraka karena
kesalahan dalam perbuatannya. Anak usia sekolah ingin dan berharap dihukum
apabila mereka melakukan kesalahan dan jika diberi pilihan anak lebih memilih
hukuman yang sesuai dengan kejahatannya. Sering kali anak menggambarkan
penyakit dan cedera adalah hukuman karena kelakuan yang buruk yang nyata maupun
kelakuan buruk dalam pikiran anak. Konsep agama harus dijelaskan kepada anak
dalam istilah yang konkret. Anak merasa nyaman dengan berdoa atau melakukan
ritual agama lainnya, dan aktivitas ini merupakan bagian kegiatan sehari-hari anak.
Hal ini dapat membantu anak dalam melakukan koping dalam menghadapi situasi
yang mengancam ( Wong, 2008).
f) Perkembangan Sosial
Anak usia sekolah akan bersosialisasi dengan kelompok teman sebaya. Selain
orang tua dan sekolah, kelompok teman sebaya memberi sejumlah hal yang penting
kepada temannya yang lain. Anak usia sekolah memiliki budaya mereka sendiri,
kelompok dan melepaskan diri dari kelompok orang dewasa. Identifikasi dengan
teman sebaya memberi pengaruh kuat bagi anak dalam memperoleh kemandirian dari
orang tua. Bantuan dan dukungan kelompok memberi anak rasa aman yang cukup
untuk menghindari resiko penolakan dari orang tua yang disebabkan oleh setiap
kemenangan kecil dalam perkembangan kemandirian (Wong, 2008).
2.4 Konsep Aromaterapi
2.4.1 Pengertian Aromaterapi
Aromaterapi berasal dari dua kata yaitu aroma dan terapi. Dimana aroma
berarti bau harum atau bau-bauan dan terapi berarti pengobatan. Aromaterapi adalah
salah satu cara pengobatan penyakit dengan menggunakan bau-bauan yang umumnya
berasal dari tumbuh-tumbuhan serta berbau harum, gurih enak dan biasanya disebut
dengan minyak atsiri (Agusta, 2000).
Aromaterapi adalah suatu terapi yang meliputi penggunaan minyak esensial
yang berasal dari tanaman, yang dapat digunakan sebagai salah satu terapi alternatif
dengan memanfaatkan uap minyak/minyak atsiri (esensial oil) dan melibatkan organ
penciuman manusia.
2.4.2 Aromaterapi Lavender
Lavender oil yang umum digunakan dalam perawatan memiliki nama latin
lavunda angustifolia. Minyak lavender ini berasal dari bunga lavender, wanginya
digunakan untuk mengobati luka. Kandungan zat aktif yang dimiliki lavender
berkasiat sebagai penghilang rasa sakit, antiseptik, meregenerasi sel kulit dan
menenangkan sel saraf, mengatasi ketegangan otot, dan mengatasi gangguan
pencernaan. Minyak lavender dapat digunakan sebagai campuran minyak pijat,
diteteskan pada air mandi untuk berendam, inhalasi atau pewangi ruangan dan
memberikan efek relaksasi. Lavender dikenal dengan sebutan bahasa latin lavandula
officinalis L. Vera. Minyak lavender diperoleh dengan cara distilasi bunga.
Komponen kimia utama yang dikandungnya adalah ester jenis linalil asetat, linalool,
alkohol, oksida, keton dan aldehid (Agusta, 2000).
Minyak levender sangat bersifat serba guna, sangat cocok untuk merawat kulit
terbakar, terkelupas, dan juga membantu kasus insomnia/sulit tidur. Aromanya
berkasiat membangkitkan kesehatan, cinta, dan kedamaian (Agusta, 2000). Lavender
juga bersifat analgesik; untuk nyeri kepala, nyeri otot, bersifat antibakterial,
antifungal, antiinflamasi, antiseptik, dan penenang (Price, 1997). Sejauh ini tidak ada
kontraindikasi yang diketahui dan tidak terdapat iritasi atau sensitisasi jika digunakan
pada kulit dan juga tidak mengiritasi mukosa. lavender adalah aromaterapi yang
sangat aman yang banyak digunakan untuk keperluan-keperluan rumah tangga dan
wanginya yang banyak digemari (Price, 1997).
2.4.3 Sifat Teraupetik Aromaterapi
Bau yang segar, harum, merangsang sensori, reseptor dan akhirnya
mempengaruhi organ yang lain. Berbeda dengan obat kimiawi sintetis, pemakaian
oleh tubuh, sehingga tidak memperberat kerja organ-organ tubuh minyak esensial
masuk ke sirkulasi tubuh dan menuju organ sasaran untuk memberikan reaksi (Niken,
2007).
Aromaterapi yang dipakai bisa berupa pengharum ruangan, dupa (incense
stick), cologne/parfum, minyak esensial yang dibakar bersama air diatas tungku kecil,
atau bentuk-bentuk yang lainnya. Aromaterapi selalu dihubungkan dengan hal-hal
menyenangkan agar membuat jiwa, tubuh dan pikiran merasa relaks dan bebas.
Aromaterapi digunakan untuk relaksasi dan pengobatan.
Banyak alasan mengapa minyak esensial atau aromaterapi perlu
diikutsertakan dalam proses penyembuhan penyakit, karena minyak esensialnya
memiliki banyak sifat yang positif dan memberikan efek seperti yang diinginkan
seperti antiseptik, antibiotik, analgetik, sedatif dan sebagainya, tetapi hanya sedikit
yang memiliki kekurangan seperti yang bersifat mengiritasi kulit seperti daun kayu
manis, daun cengkeh. Hal penting mengapa minyak esensial disukai adalah karena
aromanya yang menyenangkan. Bahan ini banyak sekali digunakan dalam keperluan
rumah tangga (contohnya lemon dan lavender) dan diterima dengan baik oleh karena
jauh lebih menyenangkan dan aman bila dibandingkan dengan pemakaian karbol.
Aromanya sendiri akan memberikan efek dan manfaat kepada orang yang
a. Antiseptik dan Antibiotik
Minyak esensial memiliki kerja dan efek yang multiple misalnya minyak
esensial yang dipakai dalam pengobatan infeksi respiratorius, minyak ini bukan saja
memberikan kasiat antiseptik, tetapi juga mukolitik, anti inflamasi dan seterusnya.
Contoh lainnya adalah penggunaan minyak esensial dalam sistem pencernaan yang
sekalipun bersifat antiseptik, kerja minyak esensial ini tidak mengganggu kerja flora
usus serta fungsi sekresi saluran cerna sehingga berbeda dengan antibiotik yang tidak
dikehendaki. Penggunaan minyak esensial merupakan cara yang pasti untuk
menghindari fenomena timbulnya resistensi pada mikroba karena essence aromatic
dapat membunuh secara selektif strain kuman yang resisten. Beberapa minyak
esensial yang berkhasiat antiseptik dan antibiotik antara lain lavender, peppermint,
cengkih, mawar, lemon dan lain sebagainya. Sifat antiseptik minyak esensial ini juga
dapat digunakan sebagai sarana yang sangat menyenangkan dan efektif untuk
desinfeksi udara dalam ruangan tertutup, sehingga ideal untuk digunakan dalam
kamar klien, unit luka bakar, bagian resepsionis, ruang tunggu dan lain-lain (Price,
1997).
b. Analgesik
Banyak minyak esensial memiliki sifat analgesik hingga derajat tertentu dan
mengapa terjadi demikian tampaknya tidak ada keterangan yang dapat menjelaskan,
sifat analgetik ini terjadi akibat efek antiinflamasi, sirkulasi serta detoksifikasi dan
juga sifat anastesi dari minyak esensial itu sendiri. Senyawa fenol yang terdapat pada
minyak cengkeh sudah dikenal sebagai obat yang dapat menghilangkan pegal, nyeri
otot, dan sakit gigi. Pada kulit, minyak yang kaya dengan senyawa terpene memiliki
efek analgesik, khususnya obat yang mengandung paracymene (Price, 1997).
Beberapa minyak esensial memiliki sifat sedatif universal sebagai pereda
nyeri, misalnya chamomile, canaga ordorata, citrus bergamia, cengkeh, lavender dan
masih banyak jenis minyak esensial lain berkhasiat sebagai analgesik.
c. Pengatur Keseimbangan
Aromaterapi memiliki khasiat yang benar-benar dirasakan untuk mengatur
keseimbangan. Minyak esensial merupakan campuran yang komplek dari berbagai
konsistensi alami sebagian diantaranya bersifat stimulant sementara sebagian lainnya
bersifat sedatif sehingga satu minyak esensial bias saja memperlihatkan efek
stimulasi pada suatu keadaan lain. Efek ini dikenal sebagai efek adaptogenik. Salah
satu contoh minyak esensial yang dapat digunakan sebagai pengatur keseimbangan
tekanan darah yaitu kenanga atau canaga ordorata (Price, 1997).
d. Hormonal
Sebagian minyak esensial memiliki kecenderungan untuk menormalkan
sekresi hormonal dan kerjanya ini diperkirakan terjadi secara langsung atau hipofise.
samping. Contoh dari minyak esensial yang bersifat hormonal yaitu pinus, geranium,
rosemary yang dapat merangsang korteks kelenjar adrenal, ekstrak biji fanel memiliki
efek estrogenic (Price, 1997).
e. Sedatif
Dimasa lampau, sifat-sifat sedatif pada minyak esensial hamper dianggap
sebagai lelucon, namun saat ini beberapa jenis minyak esensial sudah diselidiki dan
ternyata efektif sebagai sedatif. Jenis-jenis minyak esensial tersebut adalah lavender
yang dapat menenangkan sistem saraf pusat karena kandungan citronella serta
senyawa monoterpena lainnya.
Lavender dikenal sebagai minyak penenang dan kini banyak digunakan dalam
bangsal rumah sakit untuk membantu pasien tidur, efek sedatif pada lavender
diperkirakan terjadi sebagian karena adanya senyawa-senyawa coumarin dalam
minyak tersebut sekalipun kandungannya rendah.
Selain memiliki banyak manfaat aromaterapi juga memiliki efek yang tidak
diinginkan. Namun demikian, efek ini sangat jarang dan kebanyakan terjadi setelah
pemberian yang overdosis. Selain itu efek samping yang terjadi biasanya sebagai
akibat penyalahgunaan minyak esensial, misalnya menggunakan minyak esensial
untuk menggugurkan kandungan ataupun anak-anak yang meminum minyak esensial
Efek yang biasanya ditimbulkan yaitu iritasi pada kulit, iritasi pada membran
mukosa, fototoksisitas, nefrotoksitas. Namun hal ini baru terjadi jika penggunaan
aromaterapi yang tidak sesuai dengan ketentuan dan overdosis. Namun kebanyakan
minyak esensial dilaporkan aman digunakan karena hanya sedikit yang dapat
menyebabkan efek yang tidak diinginkan.
2.4.4 Cara Penggunaan Aromaterapi
Ada banyak cara yang dapat digunakan dalam pemakaian aromaterapi, baik
pemakaian melalui interna maupun eksterna. Pemakaian melalui interna yaitu melalu
oral dan pemakaian melalui eksterna yaitu dengan cara pijat, rendaman, kompres dan
inhalasi (Agusta, 2000).
Inhalasi merupakan cara konservatif pada pemakaian minyak esensial dalam
lingkungan asuhan kesehatan. Minyak esensial ini dapat diberikan dengan kertas
tissue, kedua belah tangan, alat penguapan, pewangi ruangan dan lain-lain. Dan
semua cara pemberian ini efektif dalam situasi yang tepat.
2.4.5 Cara Kerja Aromaterapi
a. Absorbsi melalui kulit
Berdasarkan kelarutannya dalam lipid yang ditemukan dalam stratum
korneum, minyak esensial dianggap mudah diserap. Penyerapan senyawa-senyawa
dalam kompleks saluran limfe serta darah, kelenjar keringat, saraf, serta masuk ke
dalam aliran darah dan menuju kesetiap sel tubuh untuk bereaksi (Agusta, 2000).
Ada banyak faktor yang menentukan kecepatan dan kuantitas setiap substansi
dalam menembus kulit, namun secara umum kulit merupakan membran
semipermeabel yang sedikit banyak mudah ditembus oleh substansi. Sifat-sifat
fisikokimia molekul seperti berat molekul serta susunan spasial liposolubilitas,
koefisien difusi dan disosiasi merupakan dasar terjadinya penetrasi kulit.
b. Pemberian melalui nasal
Akses lewat jalur nasal merupakan cara yang paling cepat dan efektif untuk
pengobatan permasalahan emosional seperti susah tidur, stres, depresi dan juga
beberapa tipe nyeri kepala. Hal ini karena hidung mempunyai hubungan langsung
dengan otak yang bertanggung jawab dalam memicu respon efek aromaterapi untuk
mencapai otak.
Jika minyak esensial dihirup, molekul-molekul atsiri dalam minyak tersebut
akan terbawa oleh arus turbulen ke langit-langit hidung. Pada langit-langit hidung
terdapat silia yang menjulur dari sel-sel reseptor kedalam saluran hidung. Kalau
molekul minyak tertahan pada silia, suatu impuls akan ditransmisikan lewat bulbus
olfaktorius dan traktus olfaktorius ke dalam sistem limbik. Proses ini akan memacu
respon memori dan emosional yang lewat hipotalamus yang bekerja sebagai
lain dan bagian tubuh lainnya. Pesan yang diterima akan diubah menjadi kerja
sehingga terjadi pelepasan zat-zat neurokimia yang bersifat eoforik, relaksan, sedatif,
atau stimulan menurut keperluan tubuh. Kemudian serabut-serabut dari nervus
olfaktorius membawa impuls kedalam bagian otak yang kecil tetapi signifikan yaitu
lokus seruleus dan nucleus raphe. Noreadrenalin terkonsentrasi dalam lokus seruleus
dan serotonin dalam nucleus raphe. Selanjutnya aroma sedatif seperti bau minyak
lavender memberi efek stimulasi nucleus raphe yang kemudian akan melepaskan zat
neurokimia serotonin. Serotonin merupakan neurotransmitter yang mengatur
permulaan tidur (Somer & Elizabeth, 1999).
2.4.6 Penggunaan Aromaterapi Lavender untuk Meningkatkan Kualitas Tidur
Menurut Potter & Perry (2005), fisiologi tidur dimulai dari irama sirkandian
yang merupakan irama yang dialami individu yang terjadi selama 24 jam. Irama
sirkandian mempengaruhi pola fungsi mayor biologik dan fungsi perilaku. Perubahan
temperatur tubuh, denyut nadi, tekanan darah, sekresi hormon, ketajaman sensori dan
suasana hati juga tergantung pada pemeliharaan siklus sirkandian. Irama sirkandian
meliputi siklus rutin bangun tidur yang dapat dipengaruhi oleh cahaya, temperatur
dan faktor eksternal seperti aktivitas sosial dan pekerjaan rutin.
Dari beberapa terapi dalam penanganan kualitas tidur pada anak tersebut salah
satu diantaranya dapat dilakukan dengan pemberian aromaterapi lavender. Lavender
merupakan minyak esensial yang dapat digunakan untuk mempengaruhi tidur.
pasien dengan kandungan minyak esensialnya yang merupakan zat penenang akan
memudahkan terjadinya tidur.
Jika minyak esensial dihirup, molekul-molekul atsiri dalam minyak tersebut
akan terbawa oleh arus turbulen kelangit-langit hidung. Pada langit-langit hidung
terdapat bulu-bulu halus (silia) yang menjulur dari sel-sel reseptor kedalam saluran
hidung. Bila molekul minyak terkunci pada bulu-bulu maka suatu impuls
elektromagnetik akan ditransmisikan lewat bulbus olfaktorius dan traktus olfaktorius
kedalam sistem limbik (amindala serta hipokampus). Proses ini akan memicu respon
memori dan emosional yang lewat hipotalamus yang bekerja sebagai pemancar serta
regulator menyebabkan pesan tersebut dikirim kebagian otak yang lain dan bagian
tubuh lainnya. Pesan yang diterima akan diubah menjadi kerja sehingga terjadi
pelepasan zat-zat neurokimia yang bersifat eoforik, relaksan, sedatif atau stimulan
menurut keperluannya.
Noradrenalin terkonsentrasi dalam lokus seruleus dan serotonin dalam nucleus
raphe. Selanjutnya aroma sedatif seperti bau minyak lavender memberi efek stimulasi
nucleus raphe yang kemudian akan melepaskan zat neurokimia serotonin. Serotonin
merupakan neurotransmitter yang mengatur permulaan tidur (Somer & Elizabeth,
2.5 Konsep Rawat Inap
2.5.1 Defenisi Rawat Inap
Rawat inap atau hospitalisasi merupakan keadaan krisis yang mengharuskan
anak dirawat atau tinggal di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif, yang
menyebabkan terjadi perubahan psikis pada anak. Keadaan ini terjadi karena anak
berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru sehingga kondisi tersebut
menjadi faktor penyebab buruknya kualitas tidur pada anak ( Wong, 2008).
Rawat inap merupakan pengalaman bagi individu karena faktor penyebab
kualitas tidur yang buruk yang dialami dan menimbulkan perasaan yang tidak
nyaman dan aman, seperti: lingkungan yang asing, berpisah dengan orang terdekat,
kehilangan kebebasan dan kemandirian, pengalaman yang berkaitan dengan
pelayanan kesehatan dan perilaku petugas rumah sakit (Wong, 2008).
2.5.2 Dampak Rawat Inap
Perawatan di rumah sakit merupakan masalah besar dan menimbulkan
ketakutan, kecemasan, bagi anak. Dampak rawat inap yang dialami anak akan
menimbulkan stress dan rasa tidak nyaman. Efek dan jumlah stress tergantung pada
persepsi anak terhadap diagnosa penyakit dan pengobatan (Supartini, 2004).
Anak-anak dapat bereaksi terhadap stress rawat inap sebelum mereka masuk,
selama dirawat, dan setelah pemulangan mereka ke rumah. Anak akan cenderung
terjadi berhubungan dengan rawat inap adalah takut dengan lingkungan rumah sakit,
kegiatan rumah sakit, tindakan perawat yang menyakitkan dan takut akan kematian.
Konsep sakit yang dimiliki anak bahkan lebih penting dibandingkan usia dan
kematangan intelektual dalam memperkirakan tingkat kecemasan sebelum dirawat.
Reaksi rawat inap pada anak bersifat individual dan tergantung pada tahapan usia
perkembangan anak. Emosional pada anak sering ditunjukkan dengan ekspresi
menagis, marah dan berduka sebagai bentuk yang wajar dalam mengatasi stress
akibat rawat inap ( Wong, 2008).
Anak sering menganggap sakit adalah hukuman untuk perilaku buruk, hal ini
terjadi karena anak masih mempunyai keterbatasan koping. Anak juga mempunyai
kesulitan dalam pemahaman mengapa mereka sakit, tidak bisa bermain dengan teman
sebayanya, mengapa mereka terluka dan nyeri sehingga mereka harus ke rumah sakit
dan harus mengalami rawat inap. Reaksi anak tentang hukuman yang diterimanya
dapat bersifat tidak kooperatif, menyebabkan anak menjadi marah. Sehingga anak
kehilangan kontrol sehubungan terganggunya fungsi motorik yang mengakibatkan
berkurangnya percaya diri pada anak, sehingga tugas perkembangan yang sudah
dicapai akan terhambat ( Wong, 2008).
2.5.3 Reaksi Anak Usia Sekolah Terhadap Sakit dan Rawat Inap
Anak usia sekolah membayangkan rawat inap di rumah sakit adalah
terbatas dan terhenti. Anak akan bertanya mengapa berada di rumah sakit, bingung,
dan bermacam pertanyaan yang akan ditanya dikarenakan anak tidak mengetahui
yang sedang terjadi ( Wong, 2008). Reaksi rawat inap pada anak bersifat individual
dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak. Pengalaman
sebelumnya di rumah sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping
yang dimiliki anak ( Supartini, 2004).
Menurut Wong (2008) reaksi anak terhadap sakit dan rawat inap dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu : perkembangan anak terhadap sakit berbeda-beda sesuai
tingkat perkembangan anak. Berkaitan dengan umur anak, semakin muda anak maka
akan semakin sukar baginya untuk menyesuaikan diri mereka tentang pengalaman di
rumah sakit; Pengalaman rawat inap di rumah sakit sebelumnya, apabila anak pernah
mengalami perawatan yang tidak menyenangkan saat di rawat inap, akan
menyebabkan anak takut dan trauma, dan sebaliknya apabila saat dirawat inap anak
mendapatkan perawatan yang baik dan menyenangkan maka anak akan lebih
kooperatif pada perawat dan dokter; dukungan keluarga, anak akan mencari
dukungan dari orang tua dan saudara kandungnya untuk melepaskan tekanan akibat
penyakit yang dideritanya; dan perkembangan koping dalam menangani stresor pada
anak baik dalam menerima keadaan bahwa anak harus dirawat inap, maka akan lebih
kooperatif anak tersebut dalam menjalani perawatan di rumah sakit.
Stresor yang dihadapi anak usia sekolah yang dirawat inap adalah lingkungan
terapi, berpisah dengan orang tua dalam arti sementara. Anak usia sekolah
membayangkan dirawat inap merupakan hukuman, terpisah, merasa tidak nyaman
dan keterbatasan aktivitas. Anak menjadi ingin tahu dan bingung, anak selalu
bertanya kenapa orang itu, mengapa berada di rumah sakit, bermacam pertanyaan
anak yang akan ditanyakan karena anak tidak mengetahui apa yang sedang terjadi
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah hubungan yang berkaitan antara satu konsep
dengan konsep lainnya dengan masalah-masalah yang akan diteliti. Kerangka konsep
ini berguna untuk menghubungkan dan menjelaskan secara panjang lebar tentang
suatu topik yang dibahas (Setiadi, 2007).
Kerangka konseptual dalam penelitian ini menggambarkan aromaterapi
lavender (variabel independen) mempengaruhi kualitas tidur ( variabel dependen)
pada anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan.
Dari uraian tersebut, maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian
Keterangan :
: Diteliti
: Hubungan
Skema 3.1. Kerangka penelitian pengaruh pemberian aromaterapi lavender
terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap di
RSUD Dr. Pirngadi
Hipotesa dalam penelitian ini adalah hipotesa alternatif (Ha) yaitu ada
pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian Quasi eksperimen dengan
menggunakan pre post test design. Penelitian ini menggunakan satu kelompok
penelitian dimana kelompok tersebut diobservasi sebelum dilakukan intervensi
kemudian diobservasi lagi sesudah intervensi.
Rancangan ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Pre Test Perlakuan Post Test
01 X 02
Sumber : Notoatmodjo, 2010
Keterangan :
01 = Pengukuran kualitas tidur anak sebelum diberikan intervensi
aromaterapi lavender
02 = Pengukuran kualitas tidur anak setelah diberikan intervensi
aromaterapi lavender
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah anak yang berusia 6-12 tahun yang
dirawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan sebanyak 31 orang anak pada bulan April-Mei
2014 (Diperoleh dari buku rawatan ruang rawat inap Melati dan Mawar, 2014).
4.2.2 Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang terjangkau yang digunakan menjadi
subjek penelitian. Pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu dari keseluruhan
populasi karena populasi dalam penelitian ini ≤ 100. Tehnik pengambilan sampel
dalam penelitian ini adalah accidental sampling. Dari 31 responden didapatkan 22
responden yang memenuhi kriteria penelitian sedangkan 9 responden tidak
dimasukkan sebagai sampel karena tidak memenuhi kriteria penelitian yaitu karena
lama rawat inap hanya 2 hari.
Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah anak usia sekolah yaitu 6-12 tahun,
bersedia menjadi responden, telah mengalami rawat inap minimal 3 hari, dapat
berbahasa Indonesia dengan baik, tingkat kesadaran compos mentis, tidak menderita
gangguan penciuman, dan orang tua setuju anaknya menjadi responden.
Kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah anak dengan kebutuhan khusus
(anak autism, anak dengan penyakit hidrosefalus, penurunan kesadaran, anak yang
anak dengan penyakit kronis), dan anak yang mengkonsumsi obat-obatan jenis
sedatif.
4.3 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April - Mei 2014 di ruang rawat inap
Melati dan Mawar di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Jumlah responden yang diperoleh
peneliti di ruang rawat inap Melati perminggu rata-rata didapat 6 orang anak dan di
ruang rawat inap Mawar rata-rata perminggu 2 orang. Dilakukan di rumah sakit ini
karena merupakan rumah sakit tipe B rujukan wilayah Sumatera Utara yang
merupakan rumah sakit pendidikan dan penelitian, lokasinya mudah dijangkau dan
strategis, dan pengurusan surat izin penelitian yang mudah sehingga dapat
memudahkan peneliti mengambil sampel sesuai dengan kriteria sampel yang sudah
ditentukan peneliti.
4.4 Pertimbangan Etik
Etika dalam penelitian ini setelah sidang proposal selesai peneliti mengajukan
permohonan etika penelitian dari komite etika setempat yaitu dari Komite Etik
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Peneliti kemudian mengajukan
izin penelitian kepada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setelah
surat izin diberikan, peneliti mengajukan permohonan penelitian ke Direktur RSUD
Dr. Pirngadi Medan, kemudian Kepala Instalasi Rawat Inap dan kepala ruangan rawat
inap. Sesudah diterima oleh pihak rumah sakit, peneliti menemui dan menjelaskan
penelitian. Calon responden yang bersedia berpartisipasi melakukan penelitian maka
harus mengisi lembar persetujuan (informed consent) dan yang tidak bersedia maka
peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak tanpa ada tekanan fisik
maupun psikologis (dalam hal ini orang tua responden sebagai aspek legalitas).
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama
lengkap tetapi mencantumkan inisial atau memberi kode pada masing-masing lembar
kuesioner pengumpulan data. Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti
dan hanya kelompok data tertentu saja yang disajikan sebagai hasil penelitian.
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini berisi data demografi, kuesioner kualitas tidur dan
data observasi yaitu mengobservasi fisik anak apakah ada tanda dan gejala kurang
tidur . Instrumen ini disusun berdasarkan tinjauan pustaka dan dikonsultasikan ke
dosen pembimbing, serta telah dilakukan revisi oleh dosen pembimbing. Bagian yang
direvisi adalah pertanyaan kuesioner kualitas tidur no 1-6 dan tambahan data
observasi.
4.5.1 Kuesioner Data Demografi
Kuesioner data demografi disusun oleh peneliti yang terdiri dari usia, jenis
kelamin, suku bangsa, agama, pengalaman dirawat, dan lama dirawat. Data demografi
4.5.2 Kuesioner Kualitas Tidur pada Anak Usia Sekolah
Instrumen penelitian tentang kualitas tidur anak yang dirawat inap terdiri dari
6 pertanyaan dan 9 data observasi. Penilaian menggunakan lembar observasi
kuesioner kualitas tidur dengan cara menetapkan bobot jawaban terhadap tiap-tiap
pertanyaan. Apabila jawaban pertanyaan benar diberi skor 1 dan apabila jawaban dari
pertanyaan salah diberi skor 0. Sedangkan penilaian lembar data observasi jika
menjawab ada diberi skor 0 dan jika menjawab tidak ada diberi skor 1. Total skor
diperoleh terendah 0 dan tertinggi 15. Perhitungan data hasil pengukuran
dikategorikan berdasarkan rumus statistik menurut Sudjana(1992).
Panjang kelas =
= 7,5 = 8
Dengan demikian maka kualitas tidur anak usia sekolah dikategorikan sebagai
berikut : kualitas tidur buruk = 0 – 7 dan kualitas tidur baik =8–15. Semakin tinggi
skor maka semakin baik kualitas tidur anak yang dirawat inap.
4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas adalah suatu instrumen akan dikatakan valid bila mampu
mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang
diteliti secara tepat. Uji yang digunakan peneliti untuk mengetahui validitas kuesioner
kualitas tidur pada anak usia sekolah yang dirawat inap adalah dengan menggunakan
tehnik content validity (>0,7) yang membuktikan instrumen lebih valid. Uji validitas
ini dilakukan oleh staf dosen bagian keperawatan anak strata magister keperawatan