• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap Kualitas Tidur Anak Usia Sekolah Yang Di Rawat Inap Di RSUD Dr. Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap Kualitas Tidur Anak Usia Sekolah Yang Di Rawat Inap Di RSUD Dr. Pirngadi Medan"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN AROMATERAPI LAVENDER

TERHADAP KUALITAS TIDUR ANAK USIA SEKOLAH

YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr. PIRNGADI

MEDAN

SKRIPSI

Oleh

Nenci Sihaloho

101101012

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

Judul : Pengaruh Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap Kualitas Tidur Anak Usia Sekolah Yang Di Rawat Inap Di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Nama Mahasiswa : Nenci Sihaloho

Nim : 101101012

Jurusan : S-1 Ilmu Keperawatan

Tahun : 2014

ABSTRAK

Tidur adalah salah satu kebutuhan dasar manusia, dengan kualitas tidur yang baik diharapkan memberikan peningkatan kesehatan dan membantu mempercepat tumbuh kembang pada anak usia sekolah. Masalah tidur sering dijumpai pada anak terutama anak usia sekolah yang mengalami rawat inap di rumah sakit. Masalah kualitas tidur pada anak dapat menimbulkan resiko gangguan tumbuh kembang, masalah tingkah laku dan suasana hati. Dalam penanganan masalah kualitas tidur pada anak usia sekolah yang dirawat inap dapat dilakukan dengan pemberian aromaterapi lavender, yaitu salah satu pengobatan non farmakologi dengan menggunakan bau-bauan yang berasal dari tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Desain penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan pendekatan pre post test design. Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia sekolah (6-12 tahun) sebanyak 31 orang anak pada bulan April-Mei 2014. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah accidental sampling. Analisis data menggunakan uji statistik wilcoxon. Dari hasil analisa data diperoleh negative ranks 11,00, positive ranks 220,00, dan nilai T 11,00. Berdasarkan hasil uji ini didapatkan nilai P value adalah 0,000 dengan demikian p value < α (0,000<0,05) dan skor Z diperoleh sebesar -4,146 maka Hipotesa alternatif (Ha) diterima. Penelitian ini membuktikan bahwa aromaterapi lavender dapat meningkatkan kualitas tidur. Maka disarankan untuk menerapkannya sebagai salah satu intervensi dalam meningkatkan kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap.

(4)

Title : The Effect of the Use of Lavender Aromatherapy on The Sleep Quality of School age Children Being Hospitalized in RSUD Dr. Pirngadi Medan

Student’s Name : Nenci Sihaloho Student’s ID Number : 101101012

Department : faculty of Nursing Academic Year : 2014

ABSTRACT

Sleep is human’s basic needs, with decent quality sleep it is expected to improve health and help boost the growth of school age children. Sleep problem is frequently encountered on children especially school age children who are being hospitalized. School age children quality sleep problems can lead to growth disorder, behaviour and moods. To tackle problems in sleep quality of school age children being hospitalized, lavender aromatherapy can be implemented, which is one of non-pharmacological treatment incorporating scent originated from plants. This research aimed to identify the effect of using lavender aromatherapy on sleep quality of school age children being hospitalized in RSUD Dr. Pirngadi Medan. Research design used was quasi exsperimental along with pre post test design approach. The population in this research involved school age children (6-12 years old) totaling 31 children in April-May 2014. Sample collection technique was accidental sampling. Data was analyzed by using wilcoxon. The results of analysis obtained shows negative ranks 11,00, positive ranks 220,00, and T 11,00. Based on this test, the P value obtained is 0,000, so p value < α (0,000<0,05) and score of Z obtained was -4,146 therefore alternative hypothesis is accepted. This research proves that lavender aromatherapy can boost sleep quality. It is suggested that it be applied as one of the interventions in improving sleep quality of school age children being hospitalized.

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena

kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Pengaruh Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap Kualitas Tidur Anak Usia

Sekolah yang Dirawat Inap Di RSUD Dr. Pirngadi Medan”, yang merupakan salah

satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang

telah memberi dukungan dan membimbing penulis. Baik tenaga, ide-ide, moril

maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara.

2. Nur Asnah Sitohang, S.Kep, Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah

banyak meluangkan waktu dalam memberikan pengetahuan, bimbingan,

petunjuk, saran, masukan dan arahan yang sangat membantu sehingga penulis

dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini tepat pada waktunya.

3. Siti Saidah Nasution, S.Kep, M.Kep, Sp. Mat, selaku dosen penguji 1

4. Roxsana Devi Tumanggor, S.Kep, Ns., M.Nurs, selaku dosen penguji 2

5. Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing akademik yang

(6)

6. Seluruh dosen dan staf pengajar serta civitas akademika Fakultas Keperawatan

USU yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan. Semoga

Tuhan Yang Maha Esa membalas ilmu yang telah kalian berikan dengan

keberkahan.

7. Teristimewa kepada kedua orang tua saya, ayahanda tercinta Haposan Sihaloho

dan ibunda tersayang Rohana Sihotang dan seluruh keluarga saya abang serta

kakak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan

penuh baik moril maupun material dan selalu memberikan doa dan nasehat

kepada penulis.

8. Dan juga buat teman-teman seperjuangan KBK F.Kep 2010 yang selalu saling

mendukung dan memberi semangat serta sama-sama berjuang hingga akhir.

9. Terkhusus untuk teman-teman terkasih Merliani, Puji, Dame, Frida, Yanti,

Trionyta, Novikha, dan Ida yang selalu ada dan saling mendukung satu sama

lain.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak

kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan

saran dan kritikan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua khususnya

bagi peningkatan dan pengembangan profesi keperawatan selanjutnya.

Medan, Juli 2014

(7)

DAFTAR ISI

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Tidur ... 8

2.2 Konsep Kualitas Tidur ... 14

2.3 Konsep Anak Usia Sekolah ... 17

2.4 Konsep Aromaterapi ... 21

2.5 Konsep Rawat Inap ... 30

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual ... 34

3.2 Defenisi Operasional ... 35

3.3 Hipotesa Penelitian ... 37

BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ... 38

4.2 Populasi dan Sampel ... 39

4.3 Waktu dan Tempat ... 40

4.4 Pertimbangan Etik ... 40

4.5 Instrumen Penelitian ... 41

4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 42

4.7 Tehnik Pengumpulan Data ... 43

4.8 Analisa Data ... 45

BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 47

(8)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 58 6.2 Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61

LAMPIRAN

1. Inform consent 2. Kuesioner penelitian

3. Prosedur pelaksanaan tehnik aromaterapi lavender dengan cara inhalasi 4. Surat uji validitas

5. Uji Reliabilitas Kuesioner

6. Olahan Data SPSS : Data Demografi

7. Hasil Kuesioner Sebelum Diberikan Aromaterapi Lavender (pre test) 8. Hasil Kuesioner Sesudah Diberikan Aromaterapi Lavender (post test) 9. Olahan Data SPSS : Skor Kualitas Tidur Sebelum dan Sesudah 10.Uji Hipotesis

11.Jadwal tentatif penelitian 12.Taksasi dana penelitian 13.Komisi Etik Penelitian 14.Surat Penelitian 15.Daftar riwayat hidup

(9)

DAFTAR SKEMA

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.2 Defenisi operasional variabel penelitian ... 35 Tabel 4.1 Desain penelitian ... 38 Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan data demografi anak usia sekolah di

RSUD dr. Pirngadi Medan (n=22) ... 48 Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan kualitas tidur anak usia sekolah yang

dirawat inap sebelum diberikan aromaterapi lavender Di RSUD Dr.

Pirngadi Medan 2014 ... 49 Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan kualitas tidur anak usia sekolah yang

dirawat inap sesudah diberikan aromaterapi lavender Di RSUD Dr.

Pirngadi Medan 2014 ... 49 Tabel 5.4 Pengaruh aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah

(11)

Judul : Pengaruh Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap Kualitas Tidur Anak Usia Sekolah Yang Di Rawat Inap Di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Nama Mahasiswa : Nenci Sihaloho

Nim : 101101012

Jurusan : S-1 Ilmu Keperawatan

Tahun : 2014

ABSTRAK

Tidur adalah salah satu kebutuhan dasar manusia, dengan kualitas tidur yang baik diharapkan memberikan peningkatan kesehatan dan membantu mempercepat tumbuh kembang pada anak usia sekolah. Masalah tidur sering dijumpai pada anak terutama anak usia sekolah yang mengalami rawat inap di rumah sakit. Masalah kualitas tidur pada anak dapat menimbulkan resiko gangguan tumbuh kembang, masalah tingkah laku dan suasana hati. Dalam penanganan masalah kualitas tidur pada anak usia sekolah yang dirawat inap dapat dilakukan dengan pemberian aromaterapi lavender, yaitu salah satu pengobatan non farmakologi dengan menggunakan bau-bauan yang berasal dari tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Desain penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan pendekatan pre post test design. Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia sekolah (6-12 tahun) sebanyak 31 orang anak pada bulan April-Mei 2014. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah accidental sampling. Analisis data menggunakan uji statistik wilcoxon. Dari hasil analisa data diperoleh negative ranks 11,00, positive ranks 220,00, dan nilai T 11,00. Berdasarkan hasil uji ini didapatkan nilai P value adalah 0,000 dengan demikian p value < α (0,000<0,05) dan skor Z diperoleh sebesar -4,146 maka Hipotesa alternatif (Ha) diterima. Penelitian ini membuktikan bahwa aromaterapi lavender dapat meningkatkan kualitas tidur. Maka disarankan untuk menerapkannya sebagai salah satu intervensi dalam meningkatkan kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap.

(12)

Title : The Effect of the Use of Lavender Aromatherapy on The Sleep Quality of School age Children Being Hospitalized in RSUD Dr. Pirngadi Medan

Student’s Name : Nenci Sihaloho Student’s ID Number : 101101012

Department : faculty of Nursing Academic Year : 2014

ABSTRACT

Sleep is human’s basic needs, with decent quality sleep it is expected to improve health and help boost the growth of school age children. Sleep problem is frequently encountered on children especially school age children who are being hospitalized. School age children quality sleep problems can lead to growth disorder, behaviour and moods. To tackle problems in sleep quality of school age children being hospitalized, lavender aromatherapy can be implemented, which is one of non-pharmacological treatment incorporating scent originated from plants. This research aimed to identify the effect of using lavender aromatherapy on sleep quality of school age children being hospitalized in RSUD Dr. Pirngadi Medan. Research design used was quasi exsperimental along with pre post test design approach. The population in this research involved school age children (6-12 years old) totaling 31 children in April-May 2014. Sample collection technique was accidental sampling. Data was analyzed by using wilcoxon. The results of analysis obtained shows negative ranks 11,00, positive ranks 220,00, and T 11,00. Based on this test, the P value obtained is 0,000, so p value < α (0,000<0,05) and score of Z obtained was -4,146 therefore alternative hypothesis is accepted. This research proves that lavender aromatherapy can boost sleep quality. It is suggested that it be applied as one of the interventions in improving sleep quality of school age children being hospitalized.

(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Upaya peningkatan kualitas hidup dan perlindungan kesehatan anak telah

dilakukan pemerintah antara lain dengan mengadakan skrining bayi baru lahir,

deteksi dini tumbuh kembang anak, upaya kesehatan sekolah (UKS), penjaringan

kesehatan siswa kelas 1 SD/SMP/SMA/sederajat, pengembangan puskesmas peduli

remaja dan puskesmas mampu tatalaksana kasus kekerasan terhadap anak.

Upaya-upaya tersebut akan terus ditingkatkan oleh pemerintah sebagai bentuk kepedulian

terhadap kesehatan anak di Indonesia ( Direktorat Anak, 2012).

Tingkah laku anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak belum

mampu mengendalikan emosi atau perasaannya dan belum mempunyai tanggung

jawab yang besar. Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang

perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak yang

mengalami masalah kesehatan juga sangat mempengaruhi proses perkembangannya

(Wong, 2008).

Aktivitas fisik anak usia sekolah secara umum semakin tinggi sehingga anak

sangat rentan untuk terkena penyakit yang bisa mengganggu proses pertumbuhan dan

perkembangannya. Apabila anak dalam kondisi sakit maka orang tua akan segera

(14)

proses penyembuhannya. Anak yang tidak terbiasa dengan kondisi di rumah sakit

akan banyak mengalami kesulitan dalam proses penyembuhan tersebut. Lingkungan

rumah sakit dapat menyebabkan stress dan kecemasan pada anak terutama pada

tingkah laku anak. Pada anak yang dirawat di rumah sakit akan muncul

tantangan-tantangan yang harus dihadapinya seperti perpisahan, penyesuaian dengan lingkungan

yang asing baginya dan tenaga kesehatan yang menanganinya, pergaulan dengan

anak-anak yang sakit serta pengalaman mengikuti terapi yang menyakitkan (Wong,

2008).

Rawat inap atau hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu

alasan darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan

perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Lingkungan rumah sakit dapat

menimbulkan trauma bagi anak seperti lingkungan fisik rumah sakit, tenaga

kesehatan baik dari sikap maupun pakaian putih yang dikenakan oleh perawat.

Dengan adanya stressor tersebut, anak dapat mengalami distress seperti gangguan

tidur, pembatasan aktivitas, distress psikologis mencakup marah, takut, sedih, dan

rasa bersalah. Gangguan tidur adalah salah satu masalah yang paling sering muncul

pada anak yang dirawat inap di rumah sakit. Hal ini dikarenakan anak merasa asing

dengan lingkungan di rumah sakit yang berbeda jauh dengan lingkungan rumah,

sehingga berdampak pada kualitas tidur yang buruk bagi anak. Dan ini akan menjadi

(15)

Tidur merupakan bagian hidup manusia yang memiliki porsi banyak, rata-rata

hampir seperempat hingga sepertiga waktu digunakan untuk tidur. Tidur merupakan

proses yang diperlukan oleh manusia untuk memungkinkan sistem syaraf pulih

setelah digunakan selama satu hari, memulihkan energi kepada tubuh, khususnya

kepada otak dan sistem syaraf (The Word Book Encylopedia, 2008). Fisiologi tidur

dimulai dari irama sirkandian yang merupakan irama yang dialami individu yang

terjadi selama 24 jam. Irama sirkandian mempengaruhi pola fungsi mayor biologik

dan fungsi perilaku. Perubahan temperatur tubuh, denyut nadi, tekanan darah, sekresi

hormon, ketajaman sensori dan suasana hati juga tergantung pada pemeliharaan siklus

sirkandian. Irama sirkandian meliputi siklus rutin bangun tidur yang dapat

dipengaruhi oleh cahaya, temperatur dan faktor eksternal seperti aktivitas sosial dan

pekerjaan rutin (Potter & Perry, 2005).

Populasi anak yang dirawat di rumah sakit mengalami peningkatan yang

dramatis. Persentase anak yang dirawat dirumah sakit saat ini mengalami masalah

yang lebih serius dan kompleks dibandingkan kejadian hospitalisasi pada tahun-tahun

sebelumnya. Hampir empat juta anak dalam satu tahun mengalami rawat inap.

Rata-rata anak mendapat perawatan selama enam hari. Selain membutuhkan perawatan

yang spesial dibanding pasien lain, anak sakit juga mempunyai keistimewaan dan

karakteristik tersendiri karena anak-anak bukanlah miniatur dari orang dewasa atau

dewasa kecil. Dan waktu yang dibutuhkan untuk merawat penderita anak-anak

(16)

yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak dari normal. Namun

demikian, keadaan sakit dan lingkungan fisik rumah sakit menjadikan anak kurang

tidur atau tidak dapat tidur sama sekali.

Meningkatnya masalah kesehatan pada anak usia sekolah yang dirawat inap di

rumah sakit menjadi penting untuk dieksplorasi. Hal ini beralasan karena dapat

menyebabkan resiko terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak baik dari

segi perkembangan fisik, psikologis, sosial, maupun spiritual. Salah satunya adalah

masalah gangguan tidur yang dialami anak yang dirawat inap di rumah sakit.

Penanganan gangguan tidur dapat dibagi menjadi dua cara yaitu : secara farmakologi

dan non farmakologi. Secara farmakologi dapat diberikan obat-obatan sedatif

hipnotik seperti golongan benzodiazepim. Namun pada anak pemberian obat sangat

tidak efektif dilakukan karena mengingat anak usia sekolah yang masih dalam proses

pertumbuhan dan perkembangan yang sangat signifikan sehingga sangat beresiko

menyebabkan gangguan dan perubahan dalam tubuh. Dengan demikian

penatalaksanakan non farmakologi menjadi alternatif yang aman diantaranya adalah

dengan cara tidur sehat universal, terapi stimulus kontrol, terapi restriksi tidur, terapi

relaksasi dan biofeedback (Potter & Perry, 2005).

Penanganan kualitas tidur anak salah satu diantaranya dapat dilakukan dengan

pemberian aromaterapi lavender. Aromaterapi adalah suatu terapi yang meliputi

penggunaan minyak esensial yang berasal dari tanaman, yang dapat digunakan

(17)

(esensial oil) dan melibatkan organ penciuman manusia. Bau yang segar, harum,

merangsang sensori, reseptor dan akhirnya mempengaruhi organ yang lain (Niken,

2007). Lavender merupakan minyak esensial yang biasa digunakan untuk membuat

tidur. Efek dari lavender adalah terjadinya proses pelepasan zat-zat neurokimia yang

bersifat eoforik, relaksan, sedatif atau stimulan menurut keperluannya sehingga

menimbulkan tidur. Aroma sedatif seperti bau dari minyak lavender member efek

stimulasi nuchleus raphe yang kemudian akan melepaskan zat neurokimia serotonin.

Serotonin merupakan neurotransmitter yang mengatur permulaan tidur. Pada

penelitian ini dilakukan pemberian aromaterapi dengan pemakaian melalui eksterna

yaitu dengan cara inhalasi. Minyak esensial ini dapat diberikan dengan kertas tissu,

kedua belah tangan, alat penguapan, pewangi ruangan dan lain-lain. Dan semua cara

pemberian ini efektif dalam situasi yang tepat.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jawad (2008) dengan tujuan

melihat efektivitas aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur lansia di Desa

Hamparan Perak, Kab. Deli Serdang juga merupakan salah satu pembuktian bahwa

aromaterapi lavender dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas tidur. Hasil dari

penelitian yang dilakukan adalah bahwa ada pengaruh aromaterapi lavender terhadap

peningkatan kualitas tidur pada lansia, karena aroma sedatifnya dapat mengeluarkan

zat kimia serotonin yang dapat lebih mudah memudahkan tidur pada lansia.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti merasa penting melakukan

(18)

meningkatkan kualitas tidur anak. Berdasarkan penelusuran literatur yang dilakukan,

belum ada ditemukan laporan penelitian tentang pengaruh pemberian aromaterapi

lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang mengalami rawat inap di

rumah sakit di Indonesia khususnya di Medan. Atas dasar ini, penelitian ini penting

untuk dilakukan agar diperoleh hasil yang lebih akurat dan nyata tentang pengaruh

pemberian aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang

dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

1.2 RUMUSAN MASALAH PENELITIAN

Sesuai dengan teori dan latar belakang diatas, maka masalah penelitian yang

dapat dirumuskan adalah apakah ada pengaruh pemberian aromaterapi lavender

terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi

Medan ?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap

kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengidentifikasi karakteristik responden anak usia sekolah yang

dirawat inap.

2. Untuk mengidentifikasi kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap

(19)

3. Untuk mengidentifikasi kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap

sesudah pemberian aromaterapi lavender.

4. Untuk menguji pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap kualitas

tidur anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat kepada berbagai

pihak yaitu :

1.4.1 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan teori keperawatan

anak bahwa aromaterapi lavender dapat digunakan sebagai salah satu intervensi untuk

meningkatkan kualitas tidur anak.

1.4.2 Praktek keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menerangkan fakta teruji bagi praktik keperawatan

ditatanan pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di masyarakat bahwa

aromaterapi lavender dapat dijadikan sebagai salah satu intervensi non farmakologi

untuk meningkatkan kualitas tidur anak.

1.4.3 Penelitian Keperawatan

Dapat digunakan sebagai data tambahan pada pengembangan penelitian

(20)

1.4.4 Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan baru dalam menerapkan metodologi penelitian dan

memberikan asuhan keperawatan untuk meningkatkan kualitas tidur anak yang

dirawat inap dengan menggunakan aromaterapi lavender.

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Tidur

2.1.1 Defenisi Tidur

Tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa

kegiatan yang merupakan siklus yang berulang-ulang dan masing-masing

menyatakan fase kegiatan otak dan badan yang berbeda, dapat dibangunkan oleh

sebuah rangsangan sensori atau stimulus lain dari lingkungan (Tarwoto dan

Wartonah,2010).

Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang merupakan mekanisme

untuk memulihkan tubuh dan fungsinya, memelihara energi dan kesehatan, memiliki

manfaat untuk memperbaharui sel-sel tubuh yang rusak, mengeliminasi racun-racun

dan memulihkan tubuh baik secara fisik maupun emosional agar dapat bertahan hidup

(Potter & Perry, 2005).

2.1.2 Fisiologi Tidur

Siklus tidur dan bangun diatur secara terpusat diotak dan dipengaruhi oleh

kebiasaan sehari-hari dan lingkungan. Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan

tidur yang melibatkan hubungan mekanisme cerebral yang secara bergantian agar

mengaktifkan dan menekan pusat otak untuk dapat tidur dan bangun. Tidur terjadi

(22)

dua mekanisme otak yaitu Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar

Synchronizing Region (BSR) (Taylor, Lilis & LeMone, 2001).

RAS berada di batang otak bagian atas yang dipercaya terdapat sel-sel khusus

yang menyebabkan seseorang terjaga yang disebabkan oleh terjadinya pelepasan

catecholamines seperti norepinephrine diserabut syaraf RAS (Potter & Perry, 2005).

Sedangkan BSR berada di pons dan otak tengah yang merupakan bagian otak yang

mengandung sel-sel khusus yang menghasilkan serotonin yang dapat menyebabkan

seseorang tidur (Tarwoto & Wartonah, 2010).

Berbagai neurotransmitter juga terlibat dalam proses terjadinya tidur seperti

norepinefrin, acetylcholine, serotonin, dopamin, dll yang berfungsi sebagai

komunikasi antara saraf-saraf di RAS yang dilepaskan dari axon untuk mengikatkan

dirinya dengan reseptor spesifik pada sel saraf lainnya (Taylor, Lilis & LeMone,

2001). Serotonin adalah neurotransmiter utama menurunkan aktifitas RAS sehingga

menyebabkan tidur dan pada keadaan sadar, saraf-saraf dalam RAS melepaskan

katekolamin seperti norepinefrin (Tarwoto & Wartonah, 2010).

Perangsangan pada beberapa daerah spesifik otak dapat menimbulkan

keadaan tidur dengan sifat-sifat mendekati tidur alami. Daerah perangsangan yang

paling mencolok adalah nucleus raphe yang terletak diseparuh bagian bawah pons

dan medulla. Daerah ini merupakan lembaran tipis nuklei. Serat saraf dari nuklei ini

(23)

neokorteks, hipotalamus dan sebagian besar daerah sistem limbik. Selain itu

serat-serat juga menyebar kebawah menuju medulla spinalis, berakhir diradiks posterior

dimana serat-serat ini dapat menghambat sinyal-sinyal nyeri yang masuk. Juga telah

diketahui bahwa ujung serat dari neuron raphe ini mensekresikan serotonin. Juga bila

seekor binatang diberi obat menghambat serotonin, maka binatang tersebut seringkali

tidak dapat tidur selama beberapa hari berikutnya. Oleh karena itu, dianggap bahwa

serotonin merupakan bahan transmitter utama berkaitan dengan timbulnya keadaan

tidur (Taylor, Lilis & LeMone, 2001).

2.1.3 Tahapan Tidur

Setiap malam seseorang mengalami dua tipe yang saling bergantian. Tahapan

tidur normal ada dua yaitu, tahapan tidur Non Rapid Eye Movement (NREM) dan

tahapan tidur Rapid Eye Movement (REM). Tahapan tidur ini memiliki karakteristik

tertentu yang dianalisis dengan bantuan Elektroencefalograph (EEG) yang menerima

dan merekam gelombang otak, Elektrooculogram (EOG) yang merekam pergerakan

mata dan Elektromyograph (EMG) yang merekam tonus otot (Taylor, Lilis &

LeMone, 2001).

2.1.3.1Tidur Non Rapid Eye Movement (NREM)

Tidur NREM juga disebut sebagai tidur gelombang lambat. Craven &

Hirnle,(2000) menjelaskan bahwa karakteristik dari tidur NREM adalah 75% sampai

80% dari total waktu tidur orang dewasa normal yang ditandai dengan aktifitas

(24)

memiliki karakteristik tertentu. Pada setiap stadium dari tidur NREM akan

mengalami beberapa perubahan seiring dengan bertambahnya usia dimana terdapat

peningkatan kuantitas dari stadium satu dan dua serta penurunan kuantitas dari

stadium tiga dan empat.

Stadium I

Merupakan stadium paling ringan yang artinya jika seseorang tidur, masih dapat

dibangunkan dengan mudah (Tarwoto & Wartonah, 2010). Karakteristik NREM

tahap I menurut Potter & Perry (2005), yaitu merupakan tahap yang paling awal dari

tidur, tahapan ini berakhir dalam beberapa menit, terjadi penurunan fisiologis dimulai

dari penurunan secara bertahap tanda-tanda vital dan metabolisme, seseorang dengan

mudah terbangun oleh stimulus sensori seperti suara dan ketika terbangun seseorang

merasa seperti telah melamun. Juga ditandai dengan aktifitas EEG frekuensi tinggi

amplitudo rendah (Ganong, 2002).

Stadium II

Pada fase ini seseorang lebih rileks tetapi masih dapat dibangunkan dengan

memanggil namanya dan merupakan periode tidur bersuara (Potter & Perry, 2005).

Pada tahap ini terjadi kumparan tidur (Sleep Spindle), dan terjadi letupan-letupan

gelombang mirip alfa (Ganong, 2002). Karakteristiknya adalah bola mata berhenti

bergerak, tonus otot masih berkurang, tidur lebih dalam dari fase pertama, fase ini

(25)

Kemajuan relaksasi, untuk terbangun relatif mudah dan tahapan berakhir 10-20 menit

(Potter & Perry, 2005).

Stadium III

Fase tidur ini lebih dalam dari fase sebelumnya. Karakteristiknya adalah tanda-tanda

vital menurun tetapi tetap teratur, otot-otot dalam keadaan santai penuh, seseorang

akan sulit dibangunkan dan jarang bergerak, serta peningkatan fungsi penyimpanan

energi (Potter & Perry, 2005). Fase ini berlangsung 10% dari total waktu tidur atau

selama 15-30 menit (Craven & Hirnle, 2000).

Stadium IV

Fase ini merupakan tidur yang lambat dan dalam dengan karakteristiknya adalah

sangat sulit untuk dibangunkan, pernafasan dan nadi menurun, tekanan darah

menurun, suhu menurun dan metabolisme lambat dan otot-otot relaksasi (Potter &

Perry, 2005).

2.1.3.2Tidur Rapid Eye Movement (REM)

Tahap tidur REM sangat berbeda dari tidur NREM. Tidur REM adalah

tahapan tidur yang paling aktif. Pola nafas dan denyut jantung tidak teratur dan tidak

terjadi pembentukan keringat. Sepanjang tidur malam yang normal tidur REM

berlangsung selama 5-30 menit dan biasanya muncul rata-rata setiap 90 menit,

(26)

tersebut tidur. Karakteristik tidur REM yaitu lebih sulit dibangunkan dibandingkan

dengan tidur NREM, pada orang dewasa normal REM yaitu 20-25% dari tidur

malamnya, jika individu terbangun pada tidur REM biasanya terjadi mimpi, tidur

REM penting untuk keseimbangan mental, emosi, juga berperan dalam belajar,

memori dan adaptasi (Tarwoto & Wartonah, 2010).

Skema 1. Tahapan Tidur (dikutip dari fundamental of nursing by Potter & Perry) (2005)

Mengantuk

Stadium 1 NREM Stadium 2 NREM Stadium 3 NREM

REM Stadium 4 NREM

Stadium 2 NREM Stadium 3 NREM

2.1.4 Fungsi Tidur

Fungsi tidur yang adekuat secara jelas tidak diketahui (Hidayat, 2006).

Walaupun demikian kekurangan tidur dalam waktu yang lama dapat menyebabkan

kematian. Manfaat tidur yaitu untuk menjaga keseimbangan mental, emosional,

kesehatan, mengurangi stress pada paru, kardiovaskuler,endokrin, dan lain-lain.

Potter & Perry (2005) menyebutkan bahwa salah satu teori mengatakan tidur

adalah saat untuk memulihkan dan mempersiapkan energi untuk periode berikutnya.

(27)

memulihkan proses biologis, dimana selama tahapan NREM stadium 4 tubuh

mengeluarkan hormon pertumbuhan yang memperbaiki sel-sel epitel penting seperti

sel-sel otak. Tidur NREM berfungsi sebagai waktu untuk memulihkan fisik. Sintesa

protein juga berlangsung selama tidur.

Tahapan tidur REM penting untuk pemulihan kognitif dengan meningkatnya

kelancaran aliran darah cerebral, meningkatnya aktivitas cortisol, meningkatnya

konsumsi oksigen yang membantu penyimpanan memori dan proses belajar (Potter &

Perry, 2005). Tidur REM berfungsi sebagai waktu untuk memulihkan mental dan

emosional.

2.2 Konsep Kualitas Tidur

2.2.1 Pengkajian Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah suatu keadaan yang dapat dilihat dari kemampuan

individu dalam mempertahankan tidur dan mendapat kebutuhan tidur yang cukup dari

tidur REM dan NREM, pada sebagian orang ditentukan oleh kuantitas tidur

(Alcott,2007). Kualitas tidur dapat diketahui dengan melakukan pengkajian yang

meliputi data subjektif dan objektif (Craven & Hirnle, 2000).

Data subjektif merupakan kriteria yang sangat penting untuk menentukan

kualitas tidur seseorang melalui pernyataan subjektif mengenai kualitas tidur yang

dialaminya. Pernyataan subjektif ini sangat bervariasi pada individu (Potter & Perry,

2005). Dalam pernyataan subjektif, individu biasanya melaporkan pengalaman tidur

(28)

untuk tertidur, frekuensi seringnya terbangun pada malam hari dan waktu bangun

dipagi hari (Craven & Hirnle,2000).

Data objektif dapat dilihat dari pemeriksaan fisik dan diagnostik (Tarwoto &

Wartonah, 2010). Pemeriksaan fisik dapat diobservasi dari penampilan wajah seperti

adanya lingkaran hitam disekitar mata, mata sayu dan konjungtiva merah. Dapat juga

dilihat dari perilaku dan tingkat energi individu seperti perilaku iritabel, kelelahan,

respon lambat, sering menguap, bingung, postur tubuh tidak stabil dan tangan tremor

serta pusing dan mual. Dari pemeriksaan diagnostik dapat dilakukan dengan merekam

proses tidur dengan alat-alat seperti EEG (electroencephalogram) untuk melihat

aktivitas listrik otak, EMG (electromyogram) untuk pengukuran tonus otot dan EOG

(electrooculogram) untuk melihat pergerakan mata (Potter & Perry, 2005).

Walaupun pengukuran kualitas tidur dengan perekaman proses tidur dengan

EEG, EMG, EOG dalam hal ini data objektif memberikan hasil yang valid namun

dengan pengukuran kualitas tidur menggunakan data subjektif sangat dibutuhkan

dalam mengkaji kualitas tidur. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Vitiello et

al (2004) yang meneliti tentang korelasi antara hasil yang didapatkan beberapa

partisipan yang diukur kualitas tidurnya secara subjektif dengan menggunakan

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan secara objektif dengan menggunakan

polysomnography memiliki hubungan yang sangat signifikan meliputi variabel

jumlah waktu tidur, waktu yang dihabiskan di tempat tidur, latensi tidur, dan efisiensi

(29)

melaporkan korelasi antara pengukuran tidur dengan data objektif yang dilakukan

oleh teman sekamar dan laporan pribadi mencapai angka 0,84 yang mengindikasikan

bahwa korelasi yang sangat kuat.

Sehubungan dengan hal diatas pengukuran kualitas tidur dengan

menggunakan alat-alat EEG, EOG, dan EMG merupakan pengukuran kualitas tidur

yang standard, namun tidak memungkinkan untuk dilakukan pada penelitian ini

karena alat yang tidak tersedia, sehingga pengukuran kualitas tidur dengan

menggunakan data subjektif dengan menggunakan kuesioner PSQI dan data

observasi dapat menjadi parameter kualitas tidur yang digunakan dalam penelitian ini.

2.2.2 Kualitas Tidur Anak Usia Sekolah

Lama tidur yang dibutuhkan seseorang tergantung pada tahap perkembangan

atau usianya. Semakin tua usia seseorang, semakin sedikit pula lama tidur yang

diperlukan atau dengan kata lain waktu yang diperlukan untuk tidur bagi anak-anak

lebih banyak jika dibandingkan dengan orang dewasa. Pola tidur normal pada anak

usia sekolah adalah 10 jam per hari. Kebiasaan tidur setiap orang adalah bervariasi

tergantung pada kebiasaan yang dibawa semasa perkembangannya menjelang

dewasa, aktivitas pekerjaan, usia, kondisi kesehatan dan lain sebagainya (Tarwoto &

Wartonah, 2010).

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengkaji kualitas tidur anak usia

(30)

jumlah atau frekuensi terjaga pada anak selama tidur, perasaan anak saat bangun

tidur, persepsi anak tentang kedalaman tidur, dan persepsi anak tentang kepuasan

tidur.

Kebutuhan tidur yang cukup ditentukan selain oleh faktor jumlah jam tidur

(kuantitas), juga oleh faktor kedalaman tidur (kualitas tidur). Seseorang dapat tidur

dengan waktu yang pendek, namun dengan kedalaman tidur yang cukup. Sehingga

dengan demikian, pada saat bangun tidur, akan terasa segar kembali dan pola tidur

yang demikian tidak akan mengganggu kesehatan. Kurang tidur yang sering terjadi

dan berkepanjangan, dapat mengganggu kesehatan fisik dan mempengaruhi sistem

syaraf, menyebabkan terjadinya perubahan suasana kejiwaan (psikis), kurang tanggap

terhadap adanya rangsangan (lamban), dan kurang dapat berkonsentrasi (Ramadhan,

2008).

Ada beberapa tanda yang perlu diperhatikan pada anak yang kurang istirahat

atau tidur, yaitu : mengungkapkan rasa lelah, lingkar hitam disekitar mata, tremor dan

postur tubuh tidak stabil, konsentrasi menurun dan respon lambat, pusing dan mual,

konjungtiva merah, menangis, rewel, cengeng, bingung, dan sering menguap

(Ramadhan, 2008).

Faktor yang mempengaruhi kualitas maupun kuantitas tidur secara umum

(31)

dan tidak tenang, kelelahan, emosi tidak stabil, beberapa jenis obat-obatan dan

penggunaan alkohol (Ramadhan, 2008).

2.3 Konsep Anak Usia Sekolah

2.3.1 Defenisi Anak Usia Sekolah

Anak usia sekolah adalah anak yang berumur 6 sampai 12 tahun yang masih

duduk di sekolah dasar dari kelas 1 sampai kelas 6 dan perkembangan sesuai usianya(

Wong, 2008).

Rentang kehidupan yang dimulai dari usia 6 sampai mendekati 12 tahun

memiliki berbagai label, yang masing-masing menguraikan karakteristik penting dari

periode tersebut. Periode usia pertengahan ini sering kali disebut usia sekolah atau

masa sekolah (Wong, 2008).

2.3.2 Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah

a) Perkembangan Biologis

Selama masa kanak-kanak pertengahan, pertumbuhan tinggi dan berat badan

terjadi lebih lambat tetapi pasti jika dibandingkan dengan masa sebelumnya. Antara

usia 6-12 tahun, anak-anak akan mengalami pertumbuhan sekitar 5 cm per tahun

untuk mencapai tinggi badan 30-60 cm dan berat badannya akan bertambah hampir

dua kali lipat, bertambah 2-3 kg per tahun. Tinggi rata-rata anak usia 6 tahun adalah

sekitar 116 cm dan berat badannya sekitar 21 kg; tinggi rata-rata anak usia 12 tahun

(32)

laki-laki cenderung sedikit lebih tinggi dan kadang-kadang sedikit lebih berat dari

anak perempuan ( Wong, 2008).

b) Perkembangan Psikososial

Masa kanak-kanak pertengahan adalah periode perkembangan psikoseksual

yang dideskripsikan oleh Freud sebagai periode laten, yaitu waktu tenang antara fase

Odipus pada masa kanak-kanak awal dan erotisisme masa remaja. Selama waktu ini,

anak-anak membina hubungan dengan teman sebaya sesama jenis setelah pengabdian

pada tahun-tahun sebelumnya dan didahului ketertarikan pada lawan jenis yang

menyertai pubertas ( Wong, 2008).

Menurut Erikson perkembangan psikososial ada 2 tahap yaitu tahap industri

atau pencapaian dan tahap inferioritas atau perasaan kurang berharga. Dimana tahap

industri, anak usia sekolah ingin mengembangkan keterampilan dan berpartisipasi

dalam pekerjaan yang berarti dan berguna secara sosial. Dengan tumbuhnya rasa

kemandirian, anak usia sekolah ingin terlibat dalam tugas yang dapat dilakukan

sampai selesai. Sedangkan pada tahap inferioritas, anak usia sekolah tidak

dipersiapkan untuk memikul tanggung jawab yang terkait dengan perkembangan rasa

pencapaian, perasaan kurang berharga dapat timbul dari anak itu sendiri dan dari

(33)

c) Perkembangan Kognitif

Tahap operasional konkret menurut J.Piaget adalah anak mampu

menggunakan proses berpikir untuk mengalami peristiwa dan tindakan. Pemikiran

egosentris yang kaku pada tahun-tahun prasekolah digantikan dengan proses pikiran

yang memungkinkan anak melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. Selama

tahap ini anak mengembangkan pemahaman mengenai hubungan antara sesuatu hal

dan ide. Anak mengalami kemajuan dari pembuat penilaian berdasarkan apa yang

mereka lihat (pemikiran perseptual) sampai membuat penilaian berdasarkan alasan

mereka (konseptual) ( Wong, 2008).

d) Perkembangan Moral

Menurut Kohlberg, pola pikir anak mulai berubah dari egosentrisme ke pola

pikir logis, mereka juga bergerak melalui tahap perkembangan kesadaran diri dan

standar moral. Anak mempelajari standar-standar untuk perilaku yang dapat diterima,

bertindak sesuai dengan standar tersebut dan merasa bersalah jika melanggarnya.

Anak usia sekolah mampu menilai suatu tindakan berdasarkan niat dibandingkan

akibat yang dihasilkannya. Peraturan dan penilaian tidak lagi bersifat mutlak dan

otoriter serta lebih banyak kebutuhan dan keinginan orang lain. Mereka mampu

memahami dan menerima bagaimana memperlakukan orang lain dan seperti

(34)

e) Perkembangan Spiritual

Perkembangan spiritual pada anak usia sekolah mempunyai batasan berfikir

yang sangat konkret, tetapi pelajar yang baik dan memiliki kemauan besar untuk

mengenal Tuhan. Mereka menggambarkan Tuhan adalah “sayang” dan “membantu”

dan mereka sangat tertarik dengan adanya surga dan neraka. Dengan perkembangan

kesadaran diri dan perhatian terhadap peraturan, anak takut masuk neraka karena

kesalahan dalam perbuatannya. Anak usia sekolah ingin dan berharap dihukum

apabila mereka melakukan kesalahan dan jika diberi pilihan anak lebih memilih

hukuman yang sesuai dengan kejahatannya. Sering kali anak menggambarkan

penyakit dan cedera adalah hukuman karena kelakuan yang buruk yang nyata maupun

kelakuan buruk dalam pikiran anak. Konsep agama harus dijelaskan kepada anak

dalam istilah yang konkret. Anak merasa nyaman dengan berdoa atau melakukan

ritual agama lainnya, dan aktivitas ini merupakan bagian kegiatan sehari-hari anak.

Hal ini dapat membantu anak dalam melakukan koping dalam menghadapi situasi

yang mengancam ( Wong, 2008).

f) Perkembangan Sosial

Anak usia sekolah akan bersosialisasi dengan kelompok teman sebaya. Selain

orang tua dan sekolah, kelompok teman sebaya memberi sejumlah hal yang penting

kepada temannya yang lain. Anak usia sekolah memiliki budaya mereka sendiri,

(35)

kelompok dan melepaskan diri dari kelompok orang dewasa. Identifikasi dengan

teman sebaya memberi pengaruh kuat bagi anak dalam memperoleh kemandirian dari

orang tua. Bantuan dan dukungan kelompok memberi anak rasa aman yang cukup

untuk menghindari resiko penolakan dari orang tua yang disebabkan oleh setiap

kemenangan kecil dalam perkembangan kemandirian (Wong, 2008).

2.4 Konsep Aromaterapi

2.4.1 Pengertian Aromaterapi

Aromaterapi berasal dari dua kata yaitu aroma dan terapi. Dimana aroma

berarti bau harum atau bau-bauan dan terapi berarti pengobatan. Aromaterapi adalah

salah satu cara pengobatan penyakit dengan menggunakan bau-bauan yang umumnya

berasal dari tumbuh-tumbuhan serta berbau harum, gurih enak dan biasanya disebut

dengan minyak atsiri (Agusta, 2000).

Aromaterapi adalah suatu terapi yang meliputi penggunaan minyak esensial

yang berasal dari tanaman, yang dapat digunakan sebagai salah satu terapi alternatif

dengan memanfaatkan uap minyak/minyak atsiri (esensial oil) dan melibatkan organ

penciuman manusia.

2.4.2 Aromaterapi Lavender

Lavender oil yang umum digunakan dalam perawatan memiliki nama latin

lavunda angustifolia. Minyak lavender ini berasal dari bunga lavender, wanginya

(36)

digunakan untuk mengobati luka. Kandungan zat aktif yang dimiliki lavender

berkasiat sebagai penghilang rasa sakit, antiseptik, meregenerasi sel kulit dan

menenangkan sel saraf, mengatasi ketegangan otot, dan mengatasi gangguan

pencernaan. Minyak lavender dapat digunakan sebagai campuran minyak pijat,

diteteskan pada air mandi untuk berendam, inhalasi atau pewangi ruangan dan

memberikan efek relaksasi. Lavender dikenal dengan sebutan bahasa latin lavandula

officinalis L. Vera. Minyak lavender diperoleh dengan cara distilasi bunga.

Komponen kimia utama yang dikandungnya adalah ester jenis linalil asetat, linalool,

alkohol, oksida, keton dan aldehid (Agusta, 2000).

Minyak levender sangat bersifat serba guna, sangat cocok untuk merawat kulit

terbakar, terkelupas, dan juga membantu kasus insomnia/sulit tidur. Aromanya

berkasiat membangkitkan kesehatan, cinta, dan kedamaian (Agusta, 2000). Lavender

juga bersifat analgesik; untuk nyeri kepala, nyeri otot, bersifat antibakterial,

antifungal, antiinflamasi, antiseptik, dan penenang (Price, 1997). Sejauh ini tidak ada

kontraindikasi yang diketahui dan tidak terdapat iritasi atau sensitisasi jika digunakan

pada kulit dan juga tidak mengiritasi mukosa. lavender adalah aromaterapi yang

sangat aman yang banyak digunakan untuk keperluan-keperluan rumah tangga dan

wanginya yang banyak digemari (Price, 1997).

2.4.3 Sifat Teraupetik Aromaterapi

Bau yang segar, harum, merangsang sensori, reseptor dan akhirnya

mempengaruhi organ yang lain. Berbeda dengan obat kimiawi sintetis, pemakaian

(37)

oleh tubuh, sehingga tidak memperberat kerja organ-organ tubuh minyak esensial

masuk ke sirkulasi tubuh dan menuju organ sasaran untuk memberikan reaksi (Niken,

2007).

Aromaterapi yang dipakai bisa berupa pengharum ruangan, dupa (incense

stick), cologne/parfum, minyak esensial yang dibakar bersama air diatas tungku kecil,

atau bentuk-bentuk yang lainnya. Aromaterapi selalu dihubungkan dengan hal-hal

menyenangkan agar membuat jiwa, tubuh dan pikiran merasa relaks dan bebas.

Aromaterapi digunakan untuk relaksasi dan pengobatan.

Banyak alasan mengapa minyak esensial atau aromaterapi perlu

diikutsertakan dalam proses penyembuhan penyakit, karena minyak esensialnya

memiliki banyak sifat yang positif dan memberikan efek seperti yang diinginkan

seperti antiseptik, antibiotik, analgetik, sedatif dan sebagainya, tetapi hanya sedikit

yang memiliki kekurangan seperti yang bersifat mengiritasi kulit seperti daun kayu

manis, daun cengkeh. Hal penting mengapa minyak esensial disukai adalah karena

aromanya yang menyenangkan. Bahan ini banyak sekali digunakan dalam keperluan

rumah tangga (contohnya lemon dan lavender) dan diterima dengan baik oleh karena

jauh lebih menyenangkan dan aman bila dibandingkan dengan pemakaian karbol.

Aromanya sendiri akan memberikan efek dan manfaat kepada orang yang

(38)

a. Antiseptik dan Antibiotik

Minyak esensial memiliki kerja dan efek yang multiple misalnya minyak

esensial yang dipakai dalam pengobatan infeksi respiratorius, minyak ini bukan saja

memberikan kasiat antiseptik, tetapi juga mukolitik, anti inflamasi dan seterusnya.

Contoh lainnya adalah penggunaan minyak esensial dalam sistem pencernaan yang

sekalipun bersifat antiseptik, kerja minyak esensial ini tidak mengganggu kerja flora

usus serta fungsi sekresi saluran cerna sehingga berbeda dengan antibiotik yang tidak

dikehendaki. Penggunaan minyak esensial merupakan cara yang pasti untuk

menghindari fenomena timbulnya resistensi pada mikroba karena essence aromatic

dapat membunuh secara selektif strain kuman yang resisten. Beberapa minyak

esensial yang berkhasiat antiseptik dan antibiotik antara lain lavender, peppermint,

cengkih, mawar, lemon dan lain sebagainya. Sifat antiseptik minyak esensial ini juga

dapat digunakan sebagai sarana yang sangat menyenangkan dan efektif untuk

desinfeksi udara dalam ruangan tertutup, sehingga ideal untuk digunakan dalam

kamar klien, unit luka bakar, bagian resepsionis, ruang tunggu dan lain-lain (Price,

1997).

b. Analgesik

Banyak minyak esensial memiliki sifat analgesik hingga derajat tertentu dan

mengapa terjadi demikian tampaknya tidak ada keterangan yang dapat menjelaskan,

(39)

sifat analgetik ini terjadi akibat efek antiinflamasi, sirkulasi serta detoksifikasi dan

juga sifat anastesi dari minyak esensial itu sendiri. Senyawa fenol yang terdapat pada

minyak cengkeh sudah dikenal sebagai obat yang dapat menghilangkan pegal, nyeri

otot, dan sakit gigi. Pada kulit, minyak yang kaya dengan senyawa terpene memiliki

efek analgesik, khususnya obat yang mengandung paracymene (Price, 1997).

Beberapa minyak esensial memiliki sifat sedatif universal sebagai pereda

nyeri, misalnya chamomile, canaga ordorata, citrus bergamia, cengkeh, lavender dan

masih banyak jenis minyak esensial lain berkhasiat sebagai analgesik.

c. Pengatur Keseimbangan

Aromaterapi memiliki khasiat yang benar-benar dirasakan untuk mengatur

keseimbangan. Minyak esensial merupakan campuran yang komplek dari berbagai

konsistensi alami sebagian diantaranya bersifat stimulant sementara sebagian lainnya

bersifat sedatif sehingga satu minyak esensial bias saja memperlihatkan efek

stimulasi pada suatu keadaan lain. Efek ini dikenal sebagai efek adaptogenik. Salah

satu contoh minyak esensial yang dapat digunakan sebagai pengatur keseimbangan

tekanan darah yaitu kenanga atau canaga ordorata (Price, 1997).

d. Hormonal

Sebagian minyak esensial memiliki kecenderungan untuk menormalkan

sekresi hormonal dan kerjanya ini diperkirakan terjadi secara langsung atau hipofise.

(40)

samping. Contoh dari minyak esensial yang bersifat hormonal yaitu pinus, geranium,

rosemary yang dapat merangsang korteks kelenjar adrenal, ekstrak biji fanel memiliki

efek estrogenic (Price, 1997).

e. Sedatif

Dimasa lampau, sifat-sifat sedatif pada minyak esensial hamper dianggap

sebagai lelucon, namun saat ini beberapa jenis minyak esensial sudah diselidiki dan

ternyata efektif sebagai sedatif. Jenis-jenis minyak esensial tersebut adalah lavender

yang dapat menenangkan sistem saraf pusat karena kandungan citronella serta

senyawa monoterpena lainnya.

Lavender dikenal sebagai minyak penenang dan kini banyak digunakan dalam

bangsal rumah sakit untuk membantu pasien tidur, efek sedatif pada lavender

diperkirakan terjadi sebagian karena adanya senyawa-senyawa coumarin dalam

minyak tersebut sekalipun kandungannya rendah.

Selain memiliki banyak manfaat aromaterapi juga memiliki efek yang tidak

diinginkan. Namun demikian, efek ini sangat jarang dan kebanyakan terjadi setelah

pemberian yang overdosis. Selain itu efek samping yang terjadi biasanya sebagai

akibat penyalahgunaan minyak esensial, misalnya menggunakan minyak esensial

untuk menggugurkan kandungan ataupun anak-anak yang meminum minyak esensial

(41)

Efek yang biasanya ditimbulkan yaitu iritasi pada kulit, iritasi pada membran

mukosa, fototoksisitas, nefrotoksitas. Namun hal ini baru terjadi jika penggunaan

aromaterapi yang tidak sesuai dengan ketentuan dan overdosis. Namun kebanyakan

minyak esensial dilaporkan aman digunakan karena hanya sedikit yang dapat

menyebabkan efek yang tidak diinginkan.

2.4.4 Cara Penggunaan Aromaterapi

Ada banyak cara yang dapat digunakan dalam pemakaian aromaterapi, baik

pemakaian melalui interna maupun eksterna. Pemakaian melalui interna yaitu melalu

oral dan pemakaian melalui eksterna yaitu dengan cara pijat, rendaman, kompres dan

inhalasi (Agusta, 2000).

Inhalasi merupakan cara konservatif pada pemakaian minyak esensial dalam

lingkungan asuhan kesehatan. Minyak esensial ini dapat diberikan dengan kertas

tissue, kedua belah tangan, alat penguapan, pewangi ruangan dan lain-lain. Dan

semua cara pemberian ini efektif dalam situasi yang tepat.

2.4.5 Cara Kerja Aromaterapi

a. Absorbsi melalui kulit

Berdasarkan kelarutannya dalam lipid yang ditemukan dalam stratum

korneum, minyak esensial dianggap mudah diserap. Penyerapan senyawa-senyawa

(42)

dalam kompleks saluran limfe serta darah, kelenjar keringat, saraf, serta masuk ke

dalam aliran darah dan menuju kesetiap sel tubuh untuk bereaksi (Agusta, 2000).

Ada banyak faktor yang menentukan kecepatan dan kuantitas setiap substansi

dalam menembus kulit, namun secara umum kulit merupakan membran

semipermeabel yang sedikit banyak mudah ditembus oleh substansi. Sifat-sifat

fisikokimia molekul seperti berat molekul serta susunan spasial liposolubilitas,

koefisien difusi dan disosiasi merupakan dasar terjadinya penetrasi kulit.

b. Pemberian melalui nasal

Akses lewat jalur nasal merupakan cara yang paling cepat dan efektif untuk

pengobatan permasalahan emosional seperti susah tidur, stres, depresi dan juga

beberapa tipe nyeri kepala. Hal ini karena hidung mempunyai hubungan langsung

dengan otak yang bertanggung jawab dalam memicu respon efek aromaterapi untuk

mencapai otak.

Jika minyak esensial dihirup, molekul-molekul atsiri dalam minyak tersebut

akan terbawa oleh arus turbulen ke langit-langit hidung. Pada langit-langit hidung

terdapat silia yang menjulur dari sel-sel reseptor kedalam saluran hidung. Kalau

molekul minyak tertahan pada silia, suatu impuls akan ditransmisikan lewat bulbus

olfaktorius dan traktus olfaktorius ke dalam sistem limbik. Proses ini akan memacu

respon memori dan emosional yang lewat hipotalamus yang bekerja sebagai

(43)

lain dan bagian tubuh lainnya. Pesan yang diterima akan diubah menjadi kerja

sehingga terjadi pelepasan zat-zat neurokimia yang bersifat eoforik, relaksan, sedatif,

atau stimulan menurut keperluan tubuh. Kemudian serabut-serabut dari nervus

olfaktorius membawa impuls kedalam bagian otak yang kecil tetapi signifikan yaitu

lokus seruleus dan nucleus raphe. Noreadrenalin terkonsentrasi dalam lokus seruleus

dan serotonin dalam nucleus raphe. Selanjutnya aroma sedatif seperti bau minyak

lavender memberi efek stimulasi nucleus raphe yang kemudian akan melepaskan zat

neurokimia serotonin. Serotonin merupakan neurotransmitter yang mengatur

permulaan tidur (Somer & Elizabeth, 1999).

2.4.6 Penggunaan Aromaterapi Lavender untuk Meningkatkan Kualitas Tidur

Menurut Potter & Perry (2005), fisiologi tidur dimulai dari irama sirkandian

yang merupakan irama yang dialami individu yang terjadi selama 24 jam. Irama

sirkandian mempengaruhi pola fungsi mayor biologik dan fungsi perilaku. Perubahan

temperatur tubuh, denyut nadi, tekanan darah, sekresi hormon, ketajaman sensori dan

suasana hati juga tergantung pada pemeliharaan siklus sirkandian. Irama sirkandian

meliputi siklus rutin bangun tidur yang dapat dipengaruhi oleh cahaya, temperatur

dan faktor eksternal seperti aktivitas sosial dan pekerjaan rutin.

Dari beberapa terapi dalam penanganan kualitas tidur pada anak tersebut salah

satu diantaranya dapat dilakukan dengan pemberian aromaterapi lavender. Lavender

merupakan minyak esensial yang dapat digunakan untuk mempengaruhi tidur.

(44)

pasien dengan kandungan minyak esensialnya yang merupakan zat penenang akan

memudahkan terjadinya tidur.

Jika minyak esensial dihirup, molekul-molekul atsiri dalam minyak tersebut

akan terbawa oleh arus turbulen kelangit-langit hidung. Pada langit-langit hidung

terdapat bulu-bulu halus (silia) yang menjulur dari sel-sel reseptor kedalam saluran

hidung. Bila molekul minyak terkunci pada bulu-bulu maka suatu impuls

elektromagnetik akan ditransmisikan lewat bulbus olfaktorius dan traktus olfaktorius

kedalam sistem limbik (amindala serta hipokampus). Proses ini akan memicu respon

memori dan emosional yang lewat hipotalamus yang bekerja sebagai pemancar serta

regulator menyebabkan pesan tersebut dikirim kebagian otak yang lain dan bagian

tubuh lainnya. Pesan yang diterima akan diubah menjadi kerja sehingga terjadi

pelepasan zat-zat neurokimia yang bersifat eoforik, relaksan, sedatif atau stimulan

menurut keperluannya.

Noradrenalin terkonsentrasi dalam lokus seruleus dan serotonin dalam nucleus

raphe. Selanjutnya aroma sedatif seperti bau minyak lavender memberi efek stimulasi

nucleus raphe yang kemudian akan melepaskan zat neurokimia serotonin. Serotonin

merupakan neurotransmitter yang mengatur permulaan tidur (Somer & Elizabeth,

(45)

2.5 Konsep Rawat Inap

2.5.1 Defenisi Rawat Inap

Rawat inap atau hospitalisasi merupakan keadaan krisis yang mengharuskan

anak dirawat atau tinggal di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif, yang

menyebabkan terjadi perubahan psikis pada anak. Keadaan ini terjadi karena anak

berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru sehingga kondisi tersebut

menjadi faktor penyebab buruknya kualitas tidur pada anak ( Wong, 2008).

Rawat inap merupakan pengalaman bagi individu karena faktor penyebab

kualitas tidur yang buruk yang dialami dan menimbulkan perasaan yang tidak

nyaman dan aman, seperti: lingkungan yang asing, berpisah dengan orang terdekat,

kehilangan kebebasan dan kemandirian, pengalaman yang berkaitan dengan

pelayanan kesehatan dan perilaku petugas rumah sakit (Wong, 2008).

2.5.2 Dampak Rawat Inap

Perawatan di rumah sakit merupakan masalah besar dan menimbulkan

ketakutan, kecemasan, bagi anak. Dampak rawat inap yang dialami anak akan

menimbulkan stress dan rasa tidak nyaman. Efek dan jumlah stress tergantung pada

persepsi anak terhadap diagnosa penyakit dan pengobatan (Supartini, 2004).

Anak-anak dapat bereaksi terhadap stress rawat inap sebelum mereka masuk,

selama dirawat, dan setelah pemulangan mereka ke rumah. Anak akan cenderung

(46)

terjadi berhubungan dengan rawat inap adalah takut dengan lingkungan rumah sakit,

kegiatan rumah sakit, tindakan perawat yang menyakitkan dan takut akan kematian.

Konsep sakit yang dimiliki anak bahkan lebih penting dibandingkan usia dan

kematangan intelektual dalam memperkirakan tingkat kecemasan sebelum dirawat.

Reaksi rawat inap pada anak bersifat individual dan tergantung pada tahapan usia

perkembangan anak. Emosional pada anak sering ditunjukkan dengan ekspresi

menagis, marah dan berduka sebagai bentuk yang wajar dalam mengatasi stress

akibat rawat inap ( Wong, 2008).

Anak sering menganggap sakit adalah hukuman untuk perilaku buruk, hal ini

terjadi karena anak masih mempunyai keterbatasan koping. Anak juga mempunyai

kesulitan dalam pemahaman mengapa mereka sakit, tidak bisa bermain dengan teman

sebayanya, mengapa mereka terluka dan nyeri sehingga mereka harus ke rumah sakit

dan harus mengalami rawat inap. Reaksi anak tentang hukuman yang diterimanya

dapat bersifat tidak kooperatif, menyebabkan anak menjadi marah. Sehingga anak

kehilangan kontrol sehubungan terganggunya fungsi motorik yang mengakibatkan

berkurangnya percaya diri pada anak, sehingga tugas perkembangan yang sudah

dicapai akan terhambat ( Wong, 2008).

2.5.3 Reaksi Anak Usia Sekolah Terhadap Sakit dan Rawat Inap

Anak usia sekolah membayangkan rawat inap di rumah sakit adalah

(47)

terbatas dan terhenti. Anak akan bertanya mengapa berada di rumah sakit, bingung,

dan bermacam pertanyaan yang akan ditanya dikarenakan anak tidak mengetahui

yang sedang terjadi ( Wong, 2008). Reaksi rawat inap pada anak bersifat individual

dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak. Pengalaman

sebelumnya di rumah sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping

yang dimiliki anak ( Supartini, 2004).

Menurut Wong (2008) reaksi anak terhadap sakit dan rawat inap dipengaruhi

oleh beberapa faktor, yaitu : perkembangan anak terhadap sakit berbeda-beda sesuai

tingkat perkembangan anak. Berkaitan dengan umur anak, semakin muda anak maka

akan semakin sukar baginya untuk menyesuaikan diri mereka tentang pengalaman di

rumah sakit; Pengalaman rawat inap di rumah sakit sebelumnya, apabila anak pernah

mengalami perawatan yang tidak menyenangkan saat di rawat inap, akan

menyebabkan anak takut dan trauma, dan sebaliknya apabila saat dirawat inap anak

mendapatkan perawatan yang baik dan menyenangkan maka anak akan lebih

kooperatif pada perawat dan dokter; dukungan keluarga, anak akan mencari

dukungan dari orang tua dan saudara kandungnya untuk melepaskan tekanan akibat

penyakit yang dideritanya; dan perkembangan koping dalam menangani stresor pada

anak baik dalam menerima keadaan bahwa anak harus dirawat inap, maka akan lebih

kooperatif anak tersebut dalam menjalani perawatan di rumah sakit.

Stresor yang dihadapi anak usia sekolah yang dirawat inap adalah lingkungan

(48)

terapi, berpisah dengan orang tua dalam arti sementara. Anak usia sekolah

membayangkan dirawat inap merupakan hukuman, terpisah, merasa tidak nyaman

dan keterbatasan aktivitas. Anak menjadi ingin tahu dan bingung, anak selalu

bertanya kenapa orang itu, mengapa berada di rumah sakit, bermacam pertanyaan

anak yang akan ditanyakan karena anak tidak mengetahui apa yang sedang terjadi

(49)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah hubungan yang berkaitan antara satu konsep

dengan konsep lainnya dengan masalah-masalah yang akan diteliti. Kerangka konsep

ini berguna untuk menghubungkan dan menjelaskan secara panjang lebar tentang

suatu topik yang dibahas (Setiadi, 2007).

Kerangka konseptual dalam penelitian ini menggambarkan aromaterapi

lavender (variabel independen) mempengaruhi kualitas tidur ( variabel dependen)

pada anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Dari uraian tersebut, maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian

(50)

Keterangan :

: Diteliti

: Hubungan

Skema 3.1. Kerangka penelitian pengaruh pemberian aromaterapi lavender

terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap di

(51)
(52)

RSUD Dr. Pirngadi

Hipotesa dalam penelitian ini adalah hipotesa alternatif (Ha) yaitu ada

pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah

(53)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian Quasi eksperimen dengan

menggunakan pre post test design. Penelitian ini menggunakan satu kelompok

penelitian dimana kelompok tersebut diobservasi sebelum dilakukan intervensi

kemudian diobservasi lagi sesudah intervensi.

Rancangan ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Pre Test Perlakuan Post Test

01 X 02

Sumber : Notoatmodjo, 2010

Keterangan :

01 = Pengukuran kualitas tidur anak sebelum diberikan intervensi

aromaterapi lavender

02 = Pengukuran kualitas tidur anak setelah diberikan intervensi

aromaterapi lavender

(54)

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah anak yang berusia 6-12 tahun yang

dirawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan sebanyak 31 orang anak pada bulan April-Mei

2014 (Diperoleh dari buku rawatan ruang rawat inap Melati dan Mawar, 2014).

4.2.2 Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang terjangkau yang digunakan menjadi

subjek penelitian. Pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu dari keseluruhan

populasi karena populasi dalam penelitian ini ≤ 100. Tehnik pengambilan sampel

dalam penelitian ini adalah accidental sampling. Dari 31 responden didapatkan 22

responden yang memenuhi kriteria penelitian sedangkan 9 responden tidak

dimasukkan sebagai sampel karena tidak memenuhi kriteria penelitian yaitu karena

lama rawat inap hanya 2 hari.

Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah anak usia sekolah yaitu 6-12 tahun,

bersedia menjadi responden, telah mengalami rawat inap minimal 3 hari, dapat

berbahasa Indonesia dengan baik, tingkat kesadaran compos mentis, tidak menderita

gangguan penciuman, dan orang tua setuju anaknya menjadi responden.

Kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah anak dengan kebutuhan khusus

(anak autism, anak dengan penyakit hidrosefalus, penurunan kesadaran, anak yang

(55)

anak dengan penyakit kronis), dan anak yang mengkonsumsi obat-obatan jenis

sedatif.

4.3 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April - Mei 2014 di ruang rawat inap

Melati dan Mawar di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Jumlah responden yang diperoleh

peneliti di ruang rawat inap Melati perminggu rata-rata didapat 6 orang anak dan di

ruang rawat inap Mawar rata-rata perminggu 2 orang. Dilakukan di rumah sakit ini

karena merupakan rumah sakit tipe B rujukan wilayah Sumatera Utara yang

merupakan rumah sakit pendidikan dan penelitian, lokasinya mudah dijangkau dan

strategis, dan pengurusan surat izin penelitian yang mudah sehingga dapat

memudahkan peneliti mengambil sampel sesuai dengan kriteria sampel yang sudah

ditentukan peneliti.

4.4 Pertimbangan Etik

Etika dalam penelitian ini setelah sidang proposal selesai peneliti mengajukan

permohonan etika penelitian dari komite etika setempat yaitu dari Komite Etik

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Peneliti kemudian mengajukan

izin penelitian kepada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setelah

surat izin diberikan, peneliti mengajukan permohonan penelitian ke Direktur RSUD

Dr. Pirngadi Medan, kemudian Kepala Instalasi Rawat Inap dan kepala ruangan rawat

inap. Sesudah diterima oleh pihak rumah sakit, peneliti menemui dan menjelaskan

(56)

penelitian. Calon responden yang bersedia berpartisipasi melakukan penelitian maka

harus mengisi lembar persetujuan (informed consent) dan yang tidak bersedia maka

peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak tanpa ada tekanan fisik

maupun psikologis (dalam hal ini orang tua responden sebagai aspek legalitas).

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama

lengkap tetapi mencantumkan inisial atau memberi kode pada masing-masing lembar

kuesioner pengumpulan data. Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti

dan hanya kelompok data tertentu saja yang disajikan sebagai hasil penelitian.

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini berisi data demografi, kuesioner kualitas tidur dan

data observasi yaitu mengobservasi fisik anak apakah ada tanda dan gejala kurang

tidur . Instrumen ini disusun berdasarkan tinjauan pustaka dan dikonsultasikan ke

dosen pembimbing, serta telah dilakukan revisi oleh dosen pembimbing. Bagian yang

direvisi adalah pertanyaan kuesioner kualitas tidur no 1-6 dan tambahan data

observasi.

4.5.1 Kuesioner Data Demografi

Kuesioner data demografi disusun oleh peneliti yang terdiri dari usia, jenis

kelamin, suku bangsa, agama, pengalaman dirawat, dan lama dirawat. Data demografi

(57)

4.5.2 Kuesioner Kualitas Tidur pada Anak Usia Sekolah

Instrumen penelitian tentang kualitas tidur anak yang dirawat inap terdiri dari

6 pertanyaan dan 9 data observasi. Penilaian menggunakan lembar observasi

kuesioner kualitas tidur dengan cara menetapkan bobot jawaban terhadap tiap-tiap

pertanyaan. Apabila jawaban pertanyaan benar diberi skor 1 dan apabila jawaban dari

pertanyaan salah diberi skor 0. Sedangkan penilaian lembar data observasi jika

menjawab ada diberi skor 0 dan jika menjawab tidak ada diberi skor 1. Total skor

diperoleh terendah 0 dan tertinggi 15. Perhitungan data hasil pengukuran

dikategorikan berdasarkan rumus statistik menurut Sudjana(1992).

Panjang kelas =

= 7,5 = 8

Dengan demikian maka kualitas tidur anak usia sekolah dikategorikan sebagai

berikut : kualitas tidur buruk = 0 – 7 dan kualitas tidur baik =8–15. Semakin tinggi

skor maka semakin baik kualitas tidur anak yang dirawat inap.

4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas adalah suatu instrumen akan dikatakan valid bila mampu

mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang

diteliti secara tepat. Uji yang digunakan peneliti untuk mengetahui validitas kuesioner

kualitas tidur pada anak usia sekolah yang dirawat inap adalah dengan menggunakan

tehnik content validity (>0,7) yang membuktikan instrumen lebih valid. Uji validitas

ini dilakukan oleh staf dosen bagian keperawatan anak strata magister keperawatan

Gambar

Tabel 3.2 Defenisi operasional variabel penelitian
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.4
+4

Referensi

Dokumen terkait

Based on the problem, the writer has aim of the study is to describe the students’ mastery in understanding text of the seventh year students of SMP N 1 Jogonalan

kecuali dalam hal para kreditur preferen, nasabah penyimpan, dan kreditur hutang senior telah menerima pembayaran secara penuh dalam proses likuidasi dan dengan tidak

Menur ut Utomo (2012) dalam penelitian jangka panjangnya, ker usakan akibat pengolahan tanah intensif dan per baikan tanah oleh pengolahan tanah minimum atau konser vasi

Pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan kepala madrasah di MI Muhammadiyah Ringinanom, MI Miftahul Ulum Bandung dan MI Darul Ulum Karangasem dalam

UUD 1945 yang dijadikan sebagai landasan Konstitusional tentunya perlu diadakannya amandemen atau perubahan untuk pasal – pasal yang kurang sesuai dengan

Disarankan kepada pihak kampus khususnya jajaran dosen pengampuh mata kuliah akuntansi khususnya akuntansi keuangan lanjutan agar bisa memotivasi mahasiswa supaya

Namun masih ada yang belum mengetahui tentang rambu lalu lintas, penerapan teknologi 3D hologram sebagai media interaktif pengenalan rambu lalu lintas ini

Salah satu yang menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih barang yang akan dikonsumsi atau tempat belanja yang akan dikunjungi adalah kualitas pelayanan atau kualitas dari