• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kesenjangan Digital Akses Internet Terhadap Persepsi Guru Madrasah Aliyah Swasta di Kota Bandarlampung (Studi pada Guru Madrasah Aliyah Swasta Yang Senjang Secara Digital di Kota Bandarlampung).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kesenjangan Digital Akses Internet Terhadap Persepsi Guru Madrasah Aliyah Swasta di Kota Bandarlampung (Studi pada Guru Madrasah Aliyah Swasta Yang Senjang Secara Digital di Kota Bandarlampung)."

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI GURU MADRASAH ALIYAH SWASTA DI KOTA BANDARLAMPUNG

(Studi Pada Guru Madrasah Aliyah Swasta Yang Senjang Secara Digital Di Kota Bandarlampung)

Oleh Hesty Prihastuti

Tujuan penelitian: 1.Mengungkapkan persepsi guru Madrasah Aliyah Swasta di Kota Bandarlampung terhadap internet, 2.Mengetahui pengaruh kesenjangan digital terhadap persepsi guru Madrasah Aliyah Swasta di Kota Bandarlampung. Menelaaah persepsi guru mengenai internet menggunakan Teori Technology acceptance Model (TAM) dengan dua konstruk yaitu: Kemudahan (Perceived Ease of Use/PEOU), dan Kebermanfaatan (Perceived Usefulness/PU). Populasi penelitian terdiri atas 8 MAS di Kota Bandarlampung, sedangkan sampelnya adalah 3 MAS yang senjang secara digital, yakni MAS Al-Hikmah sebagai sekolah kategori I, yaitu sekolah yang telah dilengkapi sarana lab komputer dan terkoneksi internet, MAS Muhammadiyah sebagai sekolah kategori II, yaitu sekolah yang telah dilengkapi sarana lab komputer namun tidak terkoneksi internet, dan MAS Al-Asy’Ariyyah sebagai sekolah kategori III, yaitu sekolah yang tidak memiliki lab komputer dan tidak terkoneksi internet. Unit analisis penelitian adalah guru di 3 sekolah yang senjang secara digital tersebut. Adapun dari hasil uji beda menunjukan adanya perbedaan persepsi pada guru mengenai internet di 3 MAS. Hasil uji beda statistik yang telah dilakukan menunjukan bahwa nilai Thitung (64.809) > Ttabel (1,996) sehingga Ho ditolak. Perbedaan tersebut terlihat di mana pada sekolah kategori I persepsi kemudahan gurunya dalam mengakses internet mencapai 75,6%, mengungguli sekolah kategori II dengan 59%, dan sekolah kategori III berjumlah 56,8%. Adapun untuk persepsi kebermanfaatan, sebanyak 91,2% guru di sekolah kategori I telah mengakui kebermanfaatan dalam menggunakan internet, sekolah kategori II sebanyak 84,2%, sementara untuk sekolah kategori III sebesar 76%. Sedangkan hasil uji pengaruh yang telah dilakukan menunjukan bahwa kesenjangan digital mempengaruhi persepsi guru mengenai internet di 3 MAS yang senjang secara digital. Hasil uji one sample t test menunjukan Thitung di tiap sekolah > Ttabel, sehingga H1 diterima. Pengaruh tersebut juga terlihat di mana pada sekolah kategori I yang sarana dan prasarana TIKnya cukup memadai, persepsi kemudahan dan kebermanfaatannya cukup tinggi dan mengungguli sekolah kategori II dan III. Artinya guru di sekolah kategori I yang telah berhasil mengimplementasikan TIK,memiliki pemahaman yang baik mengenai kemudahan dan juga kebermanfaatan penggunaan teknologi dibandingkan dengan guru di sekolah kategori II dan III yang sarana dan prasarana TIK-nya kurang memadai sehingga pemahaman guru mengenai kemudahan dan kebermanfaatan TIK lebih rendah.

(2)

on Bandarlampung’s Private Madrasah Aliyah

(A Case Study on Teachers of Private Madrasah Aliyah in Bandarlampung) By

Hesty Prihastuti

The purposes of this study are: 1. Revealing teachers’s perception towards internet on Private Madrasah Aliyah in Bandarlampung, 2. Knowing the influence of digital divide towards teachers’s perception on Private Madrasah Aliyah in Bandarlampung. Discussing teachers’s Perception using Technology Acceptance Model’s Theory (TAM) with 2 constructs, Perceived Ease of Use (PEOU), and

category school which is neither has computer laboratory, nor internet connection. Analysis unit of this research is teachers of those 3 digitally divide schools. Result of different test sample on 3 Private Madrasah Aliyah which is digitally divided showed differences on teachers’s perception about internet. The statistic test result showed that Toutput (64.809) > Ttable (1,996), therefore H0 is rejected. Those dissimilarity perceptions can be seen through

(3)

infrastructure, in the end, it made them unfamiliar and feel so weird with the idea of using internet on teaching activity. Therefore, the understanding and comprehension’s of teachers towards internet from each school is different up to their school’s ability to support. Teachers from school number 2 and 3’s perception toward internet aren’t as good as teachers from school number 1 which has good support of facilities and infrastructure towards internet/ICT.

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Hesty Prihastuti. Lahir di

Bandarlampung pada tanggal 11 Agustus 1992. Penulis

merupakan putri bungsu dari 4 bersaudara buah hati

pasangan Bapak Yusuf Hernadi dan Ibu (Almh) Ida

Hafni. Sejak kecil penulis dibesarkan di Kota

Bandarlampung dengan Islam sebagai agama yang

dianut dan diyakini.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Dinniyyah Putri

Lampung pada tahun 1997, Sekolah Dasar (SD) Negeri 3 Kurungan Nyawa

pada tahun 2003, Sekolah Menegah Pertama (SMP) Negeri 14 Bandarlampung

pada tahun 2006, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 7 Bandarlampung

pada tahun 2009, serta pendidikan Diploma 1 Bahasa Inggris LBPP LIA

Bandarlampung di tahun 2010.

Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Ilmu

Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan

(9)

PERSEMBAHAN

Seiring dengan ungkapan penuh rasa syukur kepada Allah SWT,

Kupersembahkan Karya Kecilku ini Untuk :

Ayah dan Ibu tercinta, atas semua kasih sayang, pengorbanan, kesabaran, didikan, nasehat, bimbingan, panutan, motivasi serta doa yang tidak pernah putus yang menuntun dan mengasihiku hingga sekarang.

Kakak – kakakku yang sabar dan ekstra pengertian,

memahamiku dan rela mengalah demi aku.

Keluarga besarku yang tiada henti mendukung serta mempercayaiku.

Sahabat dan seluruh teman – temanku, rekan satu jurusan, dan

rekan satu tim penelitian. Terimakasih untuk kebersamaan,

kerjasama, serta bantuan – bantuan luar biasanya. Kalian

penyemangatku.

(10)

MOTTO

Janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong.

Karena sesungguhnya kamu sekali – kali tidak dapat menembus

bumi, dan sekali – kali kamu tidak akan sampai setinggi

gunung.

(Al-Isra :37)

Being FEARLESS isn’t being 100% not FEARFUL. It’s being

terrified, but you jump anyway.

(Taylor Swift)

You can try the best you can. If you try the best you can, the

best you can is good enough.

(Radiohead)

Kita akan selalu baik – baik saja. Karena Allah Maha Baik.

(11)

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT berkat rahmat, hidayah, kekuatan, serta petunjuk-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Kesenjangan Akses Digital Internet Terhadap Persepsi Guru Madrasah aliyah Swasta (Studi Pada Guru Madrasah Aliyah Swasta Yang Senjang Secara Digital di Kota Bandarlampung).

Skripsi ini merupakan salah satu syarat guna menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun sebagai perbaikan pada skripsi ini.

Penulis menyadari selain kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki terdapat juga peran serta dan bantuan dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini sehingga dapat diterima sedemikian adanya. Tanpa bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak mungkin terselesaikan. Dalam kesempatan ini, penulis

menyampaikan ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada :

(12)

terimakasih untuk doa, semangat, dan juga mau mengalah untukku.

3. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

4. Bapak Drs. Teguh Budi Raharjo, M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. Terima kasih banyak atas saran dan bimbingannya.

5. Ibu Dra. Ida Nurhaida, M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang telah

meluangkan banyak waktu, tenaga serta pikiran dan juga memberikan banyak sekali masukan, saran serta bimbingan yang berharga, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Drs. Sarwoko, M.Si., selaku Dosen Penguji yang telah dengan sabar membimbing, memberi masukan, saran, serta kritik yang sangat berarti bagi penulis.

7. Ibu Hestin Oktiani, S.Sos.,M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik atas saran, bimbingan, dan juga motivasinya kepada penulis.

(13)

banyak atas segala bantuannya, juga untuk kehangatannya dalam menyambut kehadiran saya dan rekan.

10.Sahabat - sahabat, Ani Annisa, Dina Ulia, Siti Fatimah, Amalia Nurdin, Emirullyta, Fitria Hani, Leni Destia, Fina Yulanda, Betrixc, Yohanna Marthalina, Pratama Dio, Hafiz, Imam Mubaraq, Yunardi Hasan, Oemar Madri Bafadhal, serta teman – teman Ilmu Komunikasi 2010, 2011, 2012, dan rekan se-almamater lainnya Terima kasih atas persahabatannya, keberadaan kalian sangat berarti bagi saya.

11.Rekan 1 penelitian, Rina Puteri, Dewi Alifia, Deka Vivi, Mbak Susan, Dendi. Terima kasih atas segala bantuan, kerjasama, dan juga semangat membara yang diberikan.

12.Teman – teman sepermainan, Shella Dyah wulansari, Sania Dita, Sri Wulandari, Dwi Ariyanti. Terima kasih karena telah tidak hanya menjadi teman ataupun sahabat, melainkan keluarga dan saudara terdekat.

(14)

Penulis mengucapkan sanjungan terima kasih yang tak terhingga serta juga maaf dengan semua kekurangan dan kesalahan yang pernah dilakukan baik dengan sengaja ataupun tidak sengaja. Semoga Allah SWT. selalu melindungi, merekatkan, menjaga ikatan persahabatan dan persaudaraan kita, serta memberikan kebaikan di setiap hela nafas hingga akhir nanti.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca di lingkungan Program Studi Ilmu Komunikasi pada khususnya, dan masyarakat luas pada umumnya. Amin.

Bandarlampung, 13 Oktober 2014

(15)
(16)

2.8 Kerangka Pikir ……….. 32

2.9 Hipotesis ………..……… 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ……….. 37

3.2 Metode Penelitian ……….…….…… 37

3.3 Definisi Konsep ………... 38

3.3.1 Digital Divide ………. 38

3.3.2 Persepsi ………..… 38

3.3.3 Internet ……… 39

3.3.4 Madrasah Aliyah Swasta ……… 40

3.4 Definisi Operasional ……….. 40

3.5 Populasi dan Sampel 3.5.1 Populasi ………. 41

3.5.2 Sampel ……….... 41

3.6 Sumber Data ………. 47

3.7 Teknik Pengumpulan Data ……… 47

3.8 Teknik Pengolahan Data ………..… 49

3.9 Teknik Pemberian Skor ………. 50

3.10 Teknik Pengujian Instrumen Penelitian ………. 50

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum MAS Al-Hikmah ……….. 54

4.1.1 Profil MAS Al-Hikmah ………. 54

4.1.2 Visi,Misi,dan Tujuan MAS Al-Hikmah ……… 55

4.1.3 Keadaan Siswa dan Guru MAS Al-Hikmah ……… 56

(17)

4.2.1 Profil MAS Muhammadiyah ……….. 62

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Uji Validitas……… 84

5.5.1 Penerimaan Pengguna Terhadap Kemudahan Menggunakan Internet ………. 94

5.5.2 Penerimaan Pengguna Terhadap Kebermanfaatan Internet …….. …. 105

5.6 Pengujian Hipotesis………. 120

5.7 Pembahasan Penelitian……… 131

(18)
(19)

Tabel 1. Data Hasil Prariset ……… 42

Tabel 9. Jumlah Siswa MAS Muhammadiyah TA 2013-14 ……….. 65

Tabel 10. Jumlah Guru MAS Muhammadiyah TA 2013-14………. 66

Tabel 11. Sarana dan Prasarana MAS Muhammadiyah ……… 67

Tabel 12. Jumlah Siswa MAS Al-Asy’ariyyah TA 2013-14 ………. 79

Tabel 13. Jumlah Guru MAS Al-Asy’ariyyah TA 2013-14 ……….…… 79

Tabel 14. Sarana dan Prasarana MAS Al-Asy’ariyyah ……… 80

Tabel 15. Hasil Uji Validitas PEOU ……….. 86

Tabel 16. Hasil Uji Validitas PU ……… 87

Tabel 17. Hasil Uji Reliabilitas ………. 89

Tabel 18. Hasil Uji Normalitas ………. 90

Tabel 19. Frekuensi Jenis Kelamin Responden di 3 MAS ……….. 91

Tabel 20. Frekuensi Bidang Studi Responden di 3 MAS ………. 92

Tabel 21. Frekuensi Jawaban Pertanyaan No.19 ……… 94

Tabel 22. Frekuensi Jawaban Pertanyaan No. 20……… 96

Tabel 23. Frekuensi Jawaban Pertanyaan No.21 ……… 98

Tabel 24. Frekuensi Jawaban Pertanyaan No. 24……… 101

Tabel 25. Frekuensi Jawaban Pertanyaan No. 29 ……….. 103

Tabel 26. Frekuensi Jawaban Pertanyaan No. 23 ……….. 105

Tabel 27. Frekuensi Jawaban Pertanyaan No. 25 ……… 107

(20)

Tabel 31. Frekuensi Jawaban Pertanyaan No. 30 ……… 115

Tabel 32. Tabel Perbandingan PEOU & PU di 3 MAS ……… 118

Tabel 33. Hasil Uji One sample Statistic di MAS I ………. 121

Tabel 34. Hasil Uji One sample Test di MAS I ……… 121

Tabel 35. Hasil Uji Hasil Uji One sample Statistic di MAS II ……….. 122

Tabel 36. Hasil Uji One sample Statistic di MAS II ……….………... 122

Tabel 37. Hasil Uji One sample Statistic di MAS III …….……… 124

Tabel 38. Hasil Uji One sample Statistic di MAS III ………. 124

Tabel 39. Hasil Uji Beda di 3 MAS ………... 126

(21)

Gambar 1.MAS Al-Hikmah ……… 54

Gambar 2. Gedung Lab Komputer MAS Al=Hikmah ……….. 59

Gambar 3. Ruang Lab Komputer + Wi-Fi MAS Al-Hikmah ……… 60

Gambar 4. MAS Muhammadiyah ……….. 62

Gambar 5. Ruang Lab Komputer MAS Muhammadiyah ………. 68

(22)
(23)
(24)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perkembangan era global pada saat ini terjadi begitu pesat dalam segala bidang, salah satunya adalah perkembangan dalam bidang teknologi informasi (TI) seperti internet. Teknologi internet merupakan sumber daya informasi yang menjangkau seluruh dunia sehingga dapat diakses oleh semua orang. Fenomena ini bisa terjadi karena antarasatu komputer dengan komputer lain di dunia dapat saling berhubungan atau berkomunikasi. (Razaq dan Ruly, 2003:9)1.

Dewasa ini, jumlah pengguna internet di seluruh dunia meningkat pesat. Data menunjukkan bahwa pertumbuhan pengguna internet telah mencapai 56,6% sepanjang periode tahun 2000-2012 (Internet World States, 20122). Berdasarkan data tersebut, Asia sebagai kontributor terbesar, menyumbang 44,8% dari total pengguna internet di seluruh dunia.Di lingkup ASEAN, Indonesia hanya berada di peringkat 6 dari 10 negara. Peringkat ini jauh lebih rendah daripada Singapura (18), Brunei Darussalam (30), Malaysia (64), Thailand (103), dan Filipina (114).

1Razaq, Abdullah & Rully Nasrullah. 2003. “Mahir Menggunakan Internet”.

Jakarta; Bentang Pustaka

2

(25)

Laporan Pembangunan Manusia 2013 yang dikeluarkan badan PBB untuk program pembangunan, United Nation Development Program(UNDP), baru-baru ini juga memperlihatkan bahwa Indonesia dalam kemajuan yang kuat dalam setiap indikator Indeks Pembangunan Manusia(IPM) dalam 40 tahun terakhir. Nilai IPM Indonesia pada 2012 meningkat menjadi 0,629, menjadikannya naik tiga posisi ke peringkat 121 dari peringkat 124 pada 2011(0,624), dari 187 negara. 3Walaupun demikian, IPM Indonesia ternyatamasih di bawah rata-rata dunia 0,694 atau regional 0,683. Sehingga dengan berat hati, Indonesia pun masih di kategorikan sebagai “Negara Pembangunan Menengah”, (Middle Developing Country), bersama dengan 45 negara lainnya.

Pemanfaatan teknologi informasi juga telah merambah dalam bidang pendidikan. Teknologi ini sangat pantas digunakan dalam lingkungan akademis karena dapat memberikan berbagai bantuan yang sangat bermanfaat dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.

Dalam rangka mengejar ketertinggalan dan melepaskan diri dari predikat sebagai Negara Pembangunan Menengah seperti yang telah disebutkan pada halaman sebelumnya, dan juga guna meningkatkan daya saing sumber daya manusianya, maka Kementerian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah memprogramkan implementasi Teknologi Informasi dan Komunikasi(TIK) dalam sistem pendidikan.

3

(26)

Ditambah lagi dengan sisi positif penggunaan internet yang begitu banyak dapat kita gunakan dan kita manfaatkan, guna membantu kehidupan sehari – hari kita agar menjadi lebih mudah. Beberapa dampak positif penggunaan intrenet yaitu : internet dapat memberikan informasi dan pengetahuan yang tak terbatas, karena dapat diakses kapan saja dan di mana saja. Hal ini tentu saja sangat berguna bagi para siswa guna menyelesaikan tugas sekolahnya, dan tentu saja akan amat sangat membantu para guru menyiapkan bahan ajar bagi kelangsungan KBM.

Manfaat berikutnya dari internet yang dapat kita gunakan yaitu internet sebagai sarana komunikasi efisien. Dengan menggunakan internet, komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar dapat dijangkau jauh lebih efisien dan praktis dengan keberadaan fungsi email, chatting, hingga voice chat.

(27)

Dampak negatif lainnya dari penggunaan internet secara tidak terkontrol yaitu

membuat penggunanya menjadi “kecanduan” atau adiksi pada internet.

Kecenderungan akan internet dapat membuat orang menjadi lupa waktu serta menjadi malas. Hal – hal inilah yang perlu diwaspadai oleh masyarakat.

Sejak tahun 1994 TIK menjadi mata pelajaran wajib dalam kurikulum sekolah mulai dari SD sampai SLTA yang mengajarkan keterampilan komputer dan internet(ICT Literacy). Kemudian TIK juga diimplementasikan dalam sistem sekolah termasuk dalam proses belajar mengajar. Fakta yang mengemuka, bahwa dalam pelaksanaannya pada derajat tertentu, terjadi kesenjangan dalam pengimplementasian TIK di sekolah – sekolah tersebut.Dengan kata lain, terdapat sekolah-sekolah yang berhasilmengimplementasikan TIK (ICT Literacy) dengan baik, dan sebagian lain mengalami kendala.

Dalam perkembangan TIK yang cepat dan menyebar luas inilah maka kemudian didapat fenomena kesenjangan digital. Pada awalnya kesenjangan digital didefinisikan sebagai perbedaan akses terhadap teknologi informasi dan komunikasi (TIK), namun seiring perkembangannya, kesenjangan digital mulai mengalami pergeseran pengertian.

Choi (2004) menyatakan bahwa, kesenjangan digital tidak hanya berbicaramengenai kesenjangan akses terhadap TIK, namun juga kesenjangan kemampuan dalam menggunakan TIK.4

4

(28)

Madrasah Aliyah atau sering disingkat MA, adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal di Indonesia yang setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), dan pengelolaannya dilakukan oleh Kementrian Agama.Madrasah Aliyah, seperti halnya sekolah menengah umum (SMU) yang berada di bawah koordinasi Depdiknas, terbagi menjadi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) dan Madrasah Aliyah Swasta (MAS). Yang disebut terakhir pengelolaannya dapat dilakukan oleh perseorangan maupun kelompok.

Keterampilan IT yang dimiliki oleh peserta didik jenjang MA tentunya tidak bisa dilepaskan dari campur tangan guru. Guru sebagai garda terdepan dalam penyiapan sumber daya manusia (human resources) yang unggul, senantiasa dituntut secara sadar untuk mau menyiapkan diri meningkatkan keterampilan IT, kompetensi, inovasi, dan kreatifitasnya.

Persepsi guru dalam penggunaan akses teknologi New Media atau internet merupakan hal yang sangat penting dalam pengimplementasian TIK di sekolah. Hal ini dikarenakan, Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian balik atau decoding dalam proses komunikasi.

(29)

kelompok budaya atau identitas.Persepsi atau cara pandang guru terhadap sesuatu media pembelajaran baru akan menentukan jenis dan kualitas komunikasi yang di lakukan dalam proses kegiatan belajar mengajar.

(30)

Ditambah lagi dengan budaya bermedia yang sudah sangat melekat dengan masyarakat Indonesia, yaitu banyaknya masyarakat yang berusia paruh baya cenderung enggan dan malas untuk belajar menggunakan dan juga mengaplikasikan TIK guna membantu kehidupan sehari - harinya, terkhusus dalam hal kaitannya dengan penelitian ini, dalam pra-riset sebelumnya terungkap bahwa cukup banyak guru Madrasah Aliyah Swasta yang berusia lanjut dengan jam terbang tinggi, serta pengalaman mengajar puluhan tahun, namun belum bisa mengaplikasikan perangkat TIK dengan baik.

Sebagian dari mereka menganggap bahwa TIK itu sulit untuk dipelajari dan

lebih suka “menugaskan” staff atau rekan guru yang relatif lebih muda dan

juga melek teknologi untuk membantu mereka dalam menyelesaikan tugas – tugas yang berkaitan dengan TIK. Hal – hal semacam inilah yang seharusnya dapat kita benahi, karena tentu saja akan sangat disayangkan, apabila di sekolah tersebut terdapat perangkat TIK yang baik serta koneksitas internet yang memadai, namun fasilitas tersebut tidak dapat dimaksimalkan dengan

baik oleh sumber daya gurunya, hanya karena mereka “malas” dan enggan

untuk belajar mengoperasikannya. Sementara di sisi lain, banyak guru – guru lainnya di sekolah yang memiliki kemampuan dan kompetensi yang baik dalam pengoperasian TIK, namun sayangnya tidak memiliki fasilitas perangkat TIK dan juga koneksitas internet yang memadai di sekolahnya.

(31)

faktanya, berkembang pula misadoptiondanmisperseptionterhadap internet yang mengemuka dan diduga berkembang di institusi - institusi pendidikan, terutama di Madrasah Aliyah Swasta sebagai objek dari penelitian ini, baik dalam proses belajar mengajar seperti misalnya persepsi yang mengatakan bahwa mengajar itu mutlak harus face to face communication (KAP).Karena disitulah letak proses atau interaksi antara guru sebagai fasilitator dan siswa sebagai pembelajarnya. Juga terhadap penggunaan individual internetseperti dampak negatif internet. Misalnya adiksi pada game, pornografi, penipuan secara online, dan lain sebagainya.

Termasuk dalam hal ini adalah pandanganyang merebak di lembaga pendidikanMadrasah Aliyah Swasta, yang notabenenya merupakan sebuahjenjang sekolah menengah yang berbasis agama Islam dimana latarbelakang pendidikan agama Islam sangat dijunjung tinggi. Madrasah Aliyah mempunyai pandangan bahwa penggunaan internet lebih banyak memberikan dampak negatif (mudharat) seperti kecanduan game online, pornografi, dan lain sebagainya yang bertentangan dengan aqidah dan syariah agama.

(32)

kelompok Islam tertentu sebagai pewakaf yang mentenagai berdirinya sarana pendidikan ini. Konsep ide dan sikap itu kemudian dieja dalam gaya mendidik.

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa terdapat kesenjangan akses digital internet yang cukup besar diantara MAS yang terdapat di Kota Bandarlampung,untuk itu, maka perlu diketahui bagaimanakah pengaruh kesenjangan akses digital internet terhadap persepsi guru di Madrasah Aliyah Swasta di Kota Bandarlampung.Perlu penulis jelaskan alasan memilih Madrasah Aliyah Swasta di Kota Bandarlampung sebagai objek penelitian adalah karena belum adanya penelitian mengenai pengaruh kesenjangan digital terhadap persepsi yang melibatkan guru Madrasah Aliyah Swasta terhadap internet.

(33)

1.2Rumusan Masalah

Secara rinci masalah yang akan diungkapkan melalui penelitian ini adalah: 1) Apakah kesenjangan digital mempengaruhi persepsi Guru Madrasah

Aliyah Swasta terhadap Internet di Kota Bandarlampung?

2) Adakah perbedaan persepsi guru terhadap internet di Madrasah Aliyah Swasta yang senjang secara digital di Kota Bandarlampung?

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Mengungkapkan Persepsi guru Madrasah Aliyah Swasta di Kota Bandarlampung terhadap internet.

2) Mengetahui pengaruh kesenjangan digital terhadap persepsi guru Madrasah Aliyah Swasta di Kota Bandarlampung.

1.4Kegunaan Penelitian

Kegunaan dalam penelitian ini adalah : 1) Secara teoritis:

a. Penemuan penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu komunikasi di bidang Komunikasi Pembangunan, khususnya Komunikasi Inovasi di bidang TIK.

b. Menambah wawasan dan khazanah ilmu pengetahuan tentang Kesenjangan Digital guna melakukan penelitian berikutnya.

2) secara praktis:

(34)

a. Bahan masukan yang berharga bagi mahasiswa untuk mengetahui dampak kesenjangan digital terhadap persepsi Guru MAS, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemegang kebijakan dalam merancang strategi mentransformasi pendidikan modern melalui e-education yaitu bagi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional, Dinas Pendidikan Provinsi dan khususnya Dinas Pendidikan Kota Bandarlampung.

(35)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Digital Divide (Kesenjangan Digital)

Istilah ”kesenjangan digital” secara sederhana dijelaskan sebagai ketidaksamaan dalam hal akses pada komputer dan internet antara kelompok yang didasarkan pada satu atau lebih identifikasi sosial dan kultural. Sebagai contoh kesenjangan digital adalah perbedaan akses pada komputer dan internet antara kelompok wanita dan pria, usia tua dan muda.

Berdasarkan OECD tahun 2001, kesenjangan digital didefinisikan sebagai berikut:

"....the gap between individuals, households, businesses and geographic areas at different socio-economic levels with regard both to their opportunities to access information and communication technologies (ITs) and to their use of the Internet for a wide variety of activities ".1

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kesenjangan terjadi antara tingkat individu, rumah tangga,bisnis, dan area geografi yang tingkat sosial ekonominya berbeda, berdasarkan kesempatan mereka untuk mengakses teknologi informasi dan komunikasi.

Kesenjangan digital membahas mengenai kesenjangan antara individu yang memiliki akses dan yang mampu menggunakan teknologi

1

(36)

komunikasi dan komputer secara efektif dengan individu yang tidak mampu serta tidak memiliki akses. Mengurangi kesenjangan digital berarti membahas mengenai pengaksesan internet dan sumber dayanya, penggunaan teknologi telekomunikasi dan komputer untuk bekerja, berkomunikasi, mencari informasi, membuat dan membentuk pengetahuan yang berfungsi efektif, dan pada akhirnya menciptakan sebuah komunitas yang lebih baik dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.

2.2 Kesenjangan Digital (Digital Divide) dan Perkembangannya

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, senjang berarti dalam keadaan yang tidak simetris atau tidak sama bagian atau berlainan sekali. Sedangkan kesenjangan adalah perihal senjang atau ketidakseimbangan atau ketidaksimetrisan (KBBI, 19912). Sedangkan menurut Kamus Komputer dan Teknologi Informasi digital divide yaitu istilah yang digunakan untuk menerangkan jurang perbedaan antara mereka yang mempunyai kemampuan dalam hal akses, dan pengetahuan dalam penggunaan teknologi modern, dengan mereka yang tidak berpeluang menikmati teknologi tersebut.

Menurut Direktorat Pemberdayaan Telematika Departemen Komunikasi dan Informatika, digital divide mempunyai arti sebagai kesenjangan (gap) antara individu, rumah tangga, bisnis, (atau kelompok masyarakat) dan area geografis pada tingkat sosial ekonomi yang berbeda dalam hal kesempatan atas akses teknologi informasi dan komunikasi/TIK

2

(37)

(information and communication technologies/ ICT) atau telematika dan penggunaan internet untuk beragam aktivitas. Dengan kata lain, digital divide atau “kesenjangan digital” sebenarnya mencerminkan beragam kesenjangan dalam pemanfaatan telematika dan akibat perbedaan pemanfaatannya dalam suatu negara dan/atau antar Negara.

Menurut Yayan Sopyan3, berbicara mengenai kesenjangan digital berarti berbicara mengenai gap antara kelompok masyarakat yang bisa menikmati teknologi digital -sebagai alat untuk bekerja, berkreasi, berkreativitas, dan lain sebagainya- dan menikmati keuntungan-keuntungan yang diberikan oleh teknologi digital, dan kelompok masyarakat yang sama sekali tidak mencicipi itu. Itulah yang disebut kesenjangan digital.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa digital divideatau kesenjangan digital adalah kesenjangan teknologi, seperti perbedaan kesempatan dalam mengakses internet, tidak mampu memanfaatkan informasi, memiliki dan tidak memiliki sarana untuk mengakses internet. Penyebab terjadinya digital divide :

a. Infrastruktur

Masalah kesenjangan digital (digital divide) di Indonesia sebenarnya banyak dipengaruhi oleh tidak meratanya pembangunan infrastruktur jaringan komunikasi dan regulasi di berbagai daerah. Adanya perbedaan pola hidup antara masyarakat perkotaan dan pedesaan di daerah-daerah

3

(38)

yang sudah maju. Masyarakat perkotaan di daerah yang sudah maju mempunyai kemampuan dan wawasan yang lebih tinggi akan teknologi informasi dibandingkan masyarakat perkotaan yang hidup di daerah kurang maju. Demikian pula, masyarakat pedesaan di daerah yang sudah maju, mereka akan mempunyai pengetahuan yang sedikit lebih tinggi untuk mengenal teknologi informasi dibanding masyarakat pedesaan di daerah yang kurang maju (bahkan tidak terjangkau jaringan komunikasi sama sekali).

Contoh mudah mengenai kesenjangan infrastruktur ini yaitu orang yang memiliki akses ke komputer bisa bekerja dengan cepat. Ia bisa menulis lebih cepat dibandingkan mereka yang masih menggunakan mesin ketik manual. Contoh yang lain, orang yang mempunyai akses ke komputer internet, otomatis mempunyai wawasan yang lebih luas di bandingkan mereka yang sama sekali tidak punya akses ke informasi di Internet yang serba luas.

b. Kekurangan skill (SDM)

Kekurangan skill SDM disini bisa dikatakan sebagai minat dan kemampuan dari seseorang untuk menggunakan sarana digital. Masih banyak masyarakat yang merasa gugup, takut sehingga enggan menggunakan sarana digital seperti komputer atau laptop.

(39)

Konten berbahasa Indonesia menentukan bisa tidaknya seorang dapat mengerti mengakses internet, di Indonesia terutama kota-kota tingkat pendidikan sudah lebih tinggi. Jadi, sedikit banyak sudah mengerti bahasa Inggris. Sedangkan yang di desa, seperti petani-petani, mereka masih sangat kurang dalam menggunakan bahasa asing (Inggris).

d. Kurangnya pemanfaatan akan internet itu sendiri

Berbicara mengenai kesenjangan digital, bukanlah semata-mata persoalan infrastuktur. Banyak orang memiliki komputer, bahkan setiap hari, setiap jam- bisa mengakses Internet tetapi "tidak menghasilkan apapun". Misal, ada seorang remaja punya akses ke komputer dan Internet. Tapi yang dia lakukan hanya Chatting yang biasa-biasa saja. Tentu saja, ia tidak bisa menikmati keuntungan-keuntungan yang diberikan oleh teknologi digital. Itu artinya, kesenjangan digital tidak hanya bisa dijawab dengan penyediaan infrastruktur saja. Infrastruktur tentu dibutuhkan tetapi persoalannya adalah ketika orang punya komputer dan bisa mengakses Internet, pertanyaan berikutnya adalah, "apa yang mau diakses? Apa yang mau dia kerjakan dengan peralatan itu, dengan keunggulan-keunggulan teknologi itu.

2.3 Konsep Dasar Persepsi 2.3.1 Pengertian Persepsi

(40)

Menurut Leavitt (dalam Desmita, 2011: 1174), ”Perception dalam pengertian sempit adalah penglihatan, yaitu bagaimana seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas, perception adalah pandangan, yaitu

bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu”. Para ahli

dengan pandangan masing-masing mendefinisikan persepsi secara berbeda-beda. Berikut adalah definisi persepsi menurut beberapa ahli yang dikutip dari Desmita (2011: 117), :

1). Chaplin mengartikan persepsi sebagai ”Proses mengetahui atau

mengenali objek dan kejadian objektif melalui indera,

2). Morgan mengartikan persepsi sebagai ”The process of discriminating among stimuli and of interpreting their meaning,

3). Matlin mendefinisikan, “Perception is a process that uses our previous knowledge to gather and interpret the stimuli that our sense register,

4). Matsumoto mendefinisikan, “Perception is the process of gathering information about the world trough our senses”.

MenurutKamus Besar Bahasa Indonesia, persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu. Proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Bimo Walgito (2004: 705) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan suatu proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yangditerima oleh organisme atau individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti,dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu. Respon sebagai

4

Desmita. 2011. “Psikologi Perkembangan”. Jakarta; Rosdakarya

5Walgito,Bimo. 2004. “Pengantar Psikologi Umum”.

(41)

akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu dengan berbagai macam bentuk. Stimulus mana yang akan mendapatkan respon dari individu tergantung pada perhatian individu yang bersangkutan.

Berdasarkan haltersebut, perasaan, kemampuan berfikir, pengalaman-pengalaman yang dimiliki individu tidak sama, maka dalam mempersepsi sesuatu stimulus,hasil persepsi mungkin akan berbeda antar individu satu dengan individu lain.Setiap orang mempunyai kecenderungan dalam melihat benda yang sama dengan cara yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut bisa dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah pengetahuan, pengalaman dan sudut pandangnya. Persepsi juga bertautan dengan cara pandang seseorang terhadap suatu objek tertentu dengan cara yang berbeda-beda dengan menggunakan alat indera yang dimiliki, kemudian berusaha untuk menafsirkannya. Persepsi baik positif maupun negatif ibarat file yang sudah tersimpan rapi di dalam alam pikiran bawah sadar kita. File itu akan segera muncul ketika ada stimulus yang memicunya, ada kejadian yang membukanya. Persepsi merupakan hasil kerja otak dalam memahami atau menilai suatu hal yang terjadi di sekitarnya.

Jalaludin Rakhmat (2007: 516) menyatakan persepsi adalah pengamatan tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperolehdengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.Slameto ( 2010 :1027) memberi pendapat bahwasanya persepsi adalah proses yang menyangkut

6

Rakh at, Jalaludi . 2007. “Psikologi Ko u ikasi”. Bandung; Remaja Rosdakarya

7

(42)

masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi manusia terus-menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu indera penglihat, pendengar, peraba, perasa, dan pencium. Sedangkan Miftah Toha (2009:1418) juga menerangkan bahwa Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi.

Desmita (2011:1199)menerangkan bahwa dalam psikologi kontemporer persepsi secara umum diperlakukan sebagai variable campur tangan (intervening variable), yang dipengaruhi oleh faktor-faktor stimulus dan faktor-faktor yang ada pada subjek yang menghadapi stimulus tersebut. Oleh sebab itu, persepsi seseorang terhadap suatu benda atau realitas belum tentu sesuai dengan benda atau realitas yang sesungguhnya. Demikian juga, pribadi-pribadi yang berbeda akan mempersepsikan sesuatu secara berbeda pula.

Dari berbagai penjelasan di atas, dapat ditarik suatu kesamaan pendapat bahwapersepsi merupakan suatu proses yang dimulai dari penglihatan hinggaterbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri individu sehingga

8

Thoha, Miftah. 2009. “Suatu Pendekatan Prilaku”.Jakarta; raja Grafindo Persada 9

(43)

individu sadarakan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yangdimilikinya.

2.3.2 Proses Pembentukan dan Faktor yangMempengaruhi Persepsi Proses pembentukan persepsi sebagai pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli. Setelah mendapat stimuli, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi dengan "interpretation", begitu juga berinteraksi dengan "closure". Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan tentang mana pesan yang dianggap penting dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan interpretasi berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara menyeluruh. Interpretasijuga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.

Bimo Walgito ( 2010 : 10110) menjelaskan bahwa ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi agar individu dapat mengadakan persepsi, yaitu : 1).Adanya objek yang dipersepsi. Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima

10

(44)

yang bekerja sebagai reseptor. Namun sebagian terbesar stimulus dating dari luar individu.

2).Adanya indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf, yaitu merupakan alat untuk menerima stimulus. Di samping itu harus ada pula syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respons diperlukan syaraf motoris.

3). Adanya perhatian, merupakan langkah pertama sebagai persiapan dalam mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.

Dari hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mengadakan persepsi ada beberapa faktor yang berperan, yang merupakan syarat agar terjadi persepsi, yaitu : objek atau stimulusyang dipersepsi, alat indera dan syaraf - syaraf serta pusat susunan syaraf,yang merupakansyarat fisiologis, dan perhatian, yang merupakan syarat psikologis.

2.3.3 Bentuk-Bentuk Persepsi

(45)

1) Persepsi Positif

Persepsi positif yaitu persepsi atau pandangan terhadap suatu obyek dan menuju pada suatu keadaan dimana subyek yang mempersepsikan cenderung menerima obyek yang ditangkap karena sesuai dengan pribadinya

2). Persepsi Negatif

Yaitu persepsi atau pandangan terhadap suatu obyek dan menunjuk pada keadaan dimana subyek yang mempersepsi cenderung menolak obyek yang ditangkap karena tidak sesuai dengan pribadinya.

2.3.4 Jenis-Jenis Persepsi

Proses pemahaman terhadap rangsang atau stimulus yang diperoleh oleh indera menyebabkan persepsi terbagi menjadi beberapa jenis.

a. Persepsi visual

Persepsi visual didapatkan dariinderapenglihatan. b. Persepsi auditori

Persepsi auditori didapatkan dari indera pendengaran yaitu telinga. c. Persepsi perabaan

Persepsi pengerabaan didapatkan dari indera taktil yaitu kulit. d. Persepsi penciuman

Persepsi penciuman atau olfaktori didapatkan dari indera penciuman yaitu hidung.

e. Persepsi pengecapan

(46)

2.3.5 Proses dan Sifat Persepsi

Alport (dalam Mar’at, 199111) proses persepsi merupakan suatu proses kognitif yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, dan pengetahuan individu. Walgito (dalam Hamka, 200212) menyatakan bahwa terjadinya persepsi merupakan suatu yang terjadi dalam tahap-tahap berikut:

1. Tahap pertama, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses kealaman atau proses fisik, merupakan proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indera manusia.

2. Tahap kedua, merupakan tahap yang dikenal dengan proses fisiologis, merupakan proses diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor (alat indera) melalui saraf-saraf sensoris.

3. Tahap ketiga, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses psikologik, merupakan proses timbulnya kesadaran individu tentang stimulus yang diterima reseptor.

4. Tahap ke empat, merupakan hasil yang diperoleh dari proses persepsi yaitu berupa tanggapan dan perilaku.

Menurut Newcomb (dalam Arindita, 200313), ada beberapa sifat yang menyertai proses persepsi, yaitu:

11

Mar’at, 1991. Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia.

12

Hamka, Muhammad. 2002. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pengawasan Kerja dengan Motivasi

Berprestasi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Fakultas Psikologi.

13

Arinindita, S. 2003. “Hubungan Antara Persepsi Kualitas Pelayanan dan Citra Bank dengan Loyalitas Nasabah. Skripsi. Surakarta; Fakultas PSikologi UMS ( tidak diterbitkan) diakses melalui

(47)

a. Konstansi (menetap): Dimana individu mempersepsikan seseorang sebagai orang itu sendiri walaupun perilaku yang ditampilkan berbeda-beda. b. Selektif: persepsi dipengaruhi oleh keadaan psikologis si perseptor. Dalam

arti bahwa banyaknya informasi dalam waktu yang bersamaan dan keterbatasan kemampuan perseptor dalam mengelola dan menyerap informasi tersebut, sehingga hanya informasi tertentu saja yang diterima dan diserap.

c. Proses organisasi yang selektif: beberapa kumpulan informasi yang sama dapat disusun ke dalam pola-pola menurut cara yang berbeda-beda.

2.4Kesenjangan Digital dan Pengaruhnya Terhadap Persepsi

Perkembangan teknologi, terutama teknologi informasi dan komunikasi atau lebih dikenal dengan TIK, telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia. Di era modern saat ini, informasi sudah menjadi kebutuhan yang sangat vital bagi seluruh kalangan. Hampir semua bidang kebutuhan tak lepas dari dunia informasi.

(48)

Adanya kesenjangan digital ini tentunya akan berpengaruh terhadap persepsi masyarakat yang tak memiliki akses terhadap internet. Bagaimana tidak, ketika memang mereka memiliki akses terhadap internet dan didukung dengan kesadaran yang penuh maka mereka akan mendapatkan perespsi positif atas penggunaan dan pemanfaatan teknologi internet tersebut. Bahwa mereka ternyata dapat memanfaatkan internet guna melancarkan dan juga memudahkan kehidupan sehari – hari mereka. Namun ketika mereka tak memiliki akses terhadap internet, maka persepsi terhadap internet yang diharapkan cenderung tidak akan terwujud. Karena bagaimana mungkin mereka akan mempersepsikan sesuatu yang tidak pernah mereka rasakan penggunaannya oleh diri mereka sendiri.

2.5Konsep Dasar Internet

Internet adalah rangkaian atau jaringan sejumlah komputer yang saling berhubungan. Internet berasal dari kata interconnected-networking. Internet merupakan jaringan global yang menghubungkan suatu jaringan (network) dengan jaringan lainnya di seluruh dunia. Media yang menghubungkan bisa berupa kabel, kanal satelit maupun frekuensi radio.

(49)

2.6Tinjauan Tentang Madrasah Aliyah Swasta

Pengertian madrasah berasal dari bahasa Arab sebagai keterangan tempat (dzaraf), dari akar kata: “Darasa”, yang mempunyai arti “tempat belajar

para pelajar”, atau diartikan “jalan” (Thariq), sedangkan kata “Midras

diartikan sebagai “buku yang dipelajari” atau “tempat belajar”.Padanan madrasah dalam bahasa indonesia adalah sekolah. Pada umumnya, pemakaian kata madrasah dalam arti sekolah tersebut, mempunyai konotasi khusus yaitu sekolah-sekolah agama islam yang berjenjang dari madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah

Pendidikan madrasah lahir sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan peserta didik sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional serta peraturan pemerintah sebagai pelaksanaannya, dijelaskan bahwa pendidikan madrasah khususnya Aliyah (MA) merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama yaitu; dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa dan kesesuainnya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian.

(50)

2010tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, yangdimaksud dengan Madrasah Aliyah adalah salah satu bentuk satuanpendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yangmenyelenggarakan pendidikan umum dengan ciri khas agamaIslam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dariSMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasilbelajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.

Madrasah Aliyah sebagai salah satu jenjang pendidikanmenengah pada sistem pendidikan nasional terbagi menjadiMadrasah Aliyah Negeri (MAN), yang pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah, dan Madrasah Aliyah Swasta (MAS), yang dalam pengelolaannya dilakukan oleh pihak perseorangan maupun kelompok, namun tetap dalam pengawasan oleh Kementerian Agama.

Tujuan yang ingin dicapai oleh Madrasah Aliyah (MA) tidak terlepas dari tujuan pendidikan nasional, karena Madrasah Aliyah merupakan sub sistem dari Sistem Pendidikan Nasional (SPN). Akan tetapi secara spesifik, berdasarkan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No.37014 tahun 1993 tentang Madrasah Aliyah (MA) dijelaskan bahwa tujuan pendidikan Madrasah Aliyah (MA) meliputi :

1. Meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

14

(51)

2. Meningkatkan pengetahuan siswa untuk mengembangkan dirisejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian yang dijiwai ajaran agama Islam.

3. Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakatdalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungansosial, budaya dan alam sekitarnya yang dijiwai ajaran agamaIslam.

Penyelenggaraan pendidikan madrasah Aliyah (MA) setingkat dengan pendidikan umum bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia; mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan demokratis; menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi; memiliki dan etos budaya kerja; dan dapat memasuki dunia kerja atau dapat mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Kurikulum Madrasah Aliyah sama dengan kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA), hanya saja pada MA terdapat porsi lebih banyak mengenai pendidikan Agama Islam. Selain mengajarkan mata pelajaran sebagaimana sekolah sekolah umum, Madrasah Aliyah juga menambahkan pelajaran – pelajaran khusus dalam Kegiatan Belajar Mengajarnya, diantaranya yaitu : 1. Al qur’an dan hadist

2. Aqidah dan Akhlaq 3. Fiqih

(52)

Kurikulum pendidikan Madrasah Aliyah harus lebih menitik beratkan pada pencapaian ilmu keagamaan, pengetahuan dan teknologi yang dijiwai dengan semangat iman dan taqwa. Bentuk kurikulum yang terintegrasi antara agama (iman dan takwa), pengetahuan dan teknologi merupakan tuntutan kebutuhan masyarakat dari lulusan pendidikan Madarsah Aliyah. Sehingga berdasarkan penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa Madrasah Aliyah Swasta adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal di Indonesia yang setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), dan pengelolaannya dilakukan oleh Kementrian Agama, namun pada pelaksanaannya di jalankan oleh masyarakat/pihak swasta dan non pemerintah.

Sementara itu, Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

2.7Model Penerimaan Teknologi Menurut Technology Acceptance

Model (TAM)

(53)

Komunikasi (TIK) akan mempengaruhi sikapnya dalam penerimaan terhadap teknologi tersebut.

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhinya adalah persepsi pengguna terhadap kemanfaatan dan kemudahan penggunaan TIK sebagai suatu tindakan yang beralasan dalam konteks pengguna teknologi, sehingga alasan seseorang dalam melihat manfaat dan kemudahan penggunaan TIK menjadikan tindakan/perilaku orang tersebut sebagai tolak ukur dalam penerimaan sebuah teknologi.Model TAM yang dikembangkan berdasarkan teori psikologi ini menjelaskan bahwa perilaku seseorang dalam menggunakan komputer didasarkan pada kepercayaan (belief), sikap (attitude), keinginan (intention), dan hubungan perilaku pengguna (user behaviourrelationship).

Tujuan model ini untuk menjelaskan faktor-faktor utama dari perilaku pengguna terhadap penerimaan pengguna teknologi. Secara lebih terinci menjelaskan tentang penerimaan TIK dengan dimensi-dimensi tertentu yang dapat mempengaruhi diterimanya TIK oleh pengguna (user). Model ini menempatkan faktor sikap dari tiap-tiap perilaku pengguna dengan dua variabel yaitukemudahan penggunaan (ease of use) dan kemanfaatan (usefulness).Ada lima konstruk yang mendukung variabel-variabel tersebut, antara lain:

1. Perceived Ease of Use (PEOU)

(54)

dapatdengan mudah dipahami dan digunakan.Beberapa indikator kemudahan penggunaanteknologi informasi, meliputi:

a. Komputer sangat mudah dipelajari

b. Komputer mengerjakan dengan mudah apa yang diinginkan oleh pengguna c. Komputer sangat mudah untuk meningkatkan keterampilan pengguna d. Komputer sangat mudah untuk dioperasikan

2. Perceived Usefulness (PU)

Persepsi terhadap kemanfaatan didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana penggunaan suatuteknologi dipercaya akan mendatangkan manfaat bagi orang yang menggunakannya. Dimensi tentang kemanfaatan teknologi informasi meliputi:

a. Kegunaan, meliputi dimensi: menjadikan pekerjaan lebih mudah, bermanfaat, menambah produktivitas

b. Efektivitas, meliputi dimensi: mempertinggi efektivitas, mengembangkan kinerja pekerjaan

3. Attitude Toward Using (ATU)

(55)

4. Behavioral Intention to Use (ITU)

Behavioral Intention to Use adalah kecenderungan perilaku untuk tetap menggunakan suatu teknologi. Tingkat penggunaan sebuah teknologi komputer pada seseorang dapat diprediksi dari sikap perhatiannya terhadap teknologi tersebut, misalnya keinginanan menambah peripheral pendukung, motivasi untuk tetap menggunakan, serta keinginan untuk memotivasi pengguna lain.

5. Actual System Usage (ASU)

Actual System Usage adalah kondisi nyata penggunaan sistem. Dikonsepkan dalam bentuk pengukuran terhadap frekuensi dan durasi waktu penggunaan teknologi. Seseorang akan puas menggunakan sistem jika mereka meyakini bahwa sistem tersebut mudah digunakan dan akan meningkatkan produktifitas mereka, yang tercermin dari kondisi nyata penggunaan.

Adapun dalam penelitian ini, dari 5 konstruk yang telah dijelaskan diatas, hanya 2 konstruk yang akan digunakan karena dirasa sesuai dengan tema penelitian, yaitu konstruk Perceived Ease of Use (PEOU) dan juga konstruk Perceived Usefulness (PU).

2.8Kerangka Pikir

(56)

Internet memiliki semua karakteristik yang dimiliki oleh media lainnya, bahkan internet cenderung sebagai media personal. Internet menyediakan banyak sekali informasi, hiburan, media interaksi dan lain-lain. Karakteristik serba ada yang dimiliki oleh internet ini tentunya menjadi media bagi para guru MA yang dituntut untuk memberikan pendidikan, tidak hanya pendidikan umum, namun juga pendidikan yang berbasis IT kepada para peserta didiknya, sehingga kualifikasi keahlian yang dimiliki mampu memenuhi syarat untuk mengisi keterampilan yang wajib untuk dimiliki oleh para peserta didik MA.

Namun untuk memanfaatkan internet tersebut terdapat beberapa persyaratan yaitu kemudahan dalam menggunakan dan kemanfaatan. Oleh karena itu keterampilan menggunakan internet harus dibarengi dengan adanya koneksitas atau akses ke internet. Bagi guru MA Swasta tentu hal ini sangat penting mengingat merekalah yang memberikan keterampilan itu kepada para peserta didiknya. Jika mereka tak mampu atau tak memiliki keahlian dalam memanfaatkan internet, tentu saja kualifikasi yang dibutuhkan tadi tak akan terpenuhi secara maksimal.

(57)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan mengenai Pengaruh Kesenjangan Akses Digital Internet Terhadap Persepsi GuruMadrasah Aliyah Swastayang senjang secara digital di Kota Bandarlampung. Untuk mengetahui hal tersebut, peneliti menggunakan model TAM.

Persepsi merupakan suatu proses yang dimulai dari penglihatan hingga terbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri individu sehingga individu sadarakan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya. Atau dalam kaitannya dengan penelitian ini, persepsi diartikan sebagai pandangan, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (dalam hal ini TIK/ internet).

Persepsi kebermanfaatan dan kemudahan penggunaan(memberikan dasar dari perilaku penerimaan komputer dan akses teknologi internet. Bagaimana jiwa dari TAM masuk dalam situasi persepsi terhadap internet dan bagaimana proses itu mendapat pengawalan dari literasi internet pada individu.

(58)

Bagan 1 : Kerangka Pikir Internet

Kesenjangan Digital

MA Swasta A MA Swasta B MA Swasta C

Teori TAM

konstrukPEOU dan PU:

(59)

2.9Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas pertanyaan yang sudah menjadi rumusan penelitian. Namun jawaban sementara ini pun masih harus diuji kebenarannya melalui penelitian. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Hipotesis 1 :

H0 : Kesenjangan digital tidak mempengaruhi persepsi guru Madrasah Aliyah Swasta terhadap internet di Kota Bandarlampung

H1: Kesenjangan digital mempengaruhi persepsi guru Madrasah Aliyah Swasta terhadap internet di Kota Bandarlampung

Hipotesis 2 :

H0 : Tidak terdapatperbedaan persepsi guru Madrasah Aliyah Swasta pada sekolah – sekolah yang senjang secara digital

(60)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif.Penelitian deskriptif kuantitatif adalah kegiatan penelitian yang dimulai dari menghimpun data, menyusun data, mengatur data, mengolah data, menyajikan dan menganalisa data. Tipe penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu variabel, gejala, peristiwa atau keadaan (Martono: 20131).

3.2Metode Penelitian

Metode penelitian ini merupakan penelitian survei. Penelitian survey adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.2 Ciri khas penelitian ini adalah data dikumpulkan dari responden yang banyak jumlahnya dengan menggunakan kuesioner.3 Kuesioner merupakan lembaran yang berisi beberapa pertanyaan dengan struktur yang baku.

1

H K, Martono. 2013. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung; Rosdakarya 2

Singarimbun, Masri. 2006. MetodologiPenelitian. Jakarta LP3ES. Hal 3

3

(61)

3.3Definisi Konsep

Definisi Konsep adalah batasan - batasan terhadap variabel yang dijadikan pedoman dalam penelitian, sehingga tujuan dan arah penelitian tidak menyimpang. Untuk menghindari penyimpangan dan memberi arah dalam menafsirkan konsep–konsep yang ada, maka dalam penelitian ini dirumuskan definisi konseptual sebagai berikut :

3.3.1 Digital Divide

Digital divide adalah kesenjangan teknologi, seperti internet, yang diakibatkan perbedaan struktur sosial, gender, tingkat ekonomi dan pendidikan. Kesenjangan yang dimaksudkan adalah adanya perbedaan akses internet antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya.

3.3.2 Persepsi

(62)

Dengan menggunakan PEOU, kita dapat mencari tahu sejauh mana para pengguna IT, (dalam hal ini, Guru MAS), percaya bahwa menggunakan teknologi akan mengurangi usaha (baik waktu dan tenaga)para guru tersebut dalam menggunakan perangkat TI. Davis (1986) memberikan beberapa indikator konstruk PEOU, yaitu : Easy to learn, Controlable, Clear and Understabel, Flexible, Easy to become skilfull, dan Easy to use.

Sedangkan kebermanfaatan pengguna TI (Guru MAS) dengan menggunakan konstruk kedua yaitu Perceived Usefulnes, dapat diketahui dari kepercayaan pengguna TI dalam memutuskan penerimaan TI, dengan satu kepercayaan bahwa penggunaan TI tersebut memberikan konstribusi positif bagi mereka. Digunakannya kedua jenis konstruk ini adalah karena konstruk PU dan juga PEOU merupakan 2 konstruk yang memiliki pengaruh secara positif dan signifikan serta penting dalam mempengaruhi sikap, minat dan prilaku seseorang dalam menggunakan teknologi informasi sehingga sangat sesuai apabila diterapkan dalam penelitian ini. 3.3.3 Internet

(63)

3.3.4 Madrasah Aliyah Swasta

Madrasah Aliyah atau sering disingkat MA, adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal di Indonesia yang setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), dan pengelolaannya dilakukan oleh Kementrian Agama. Madrasah Aliyah, seperti halnya sekolah menengah umum (SMU) yang berada di bawah koordinasi Depdiknas, terbagi menjadi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) dan Madrasah Aliyah Swasta (MAS). Yang disebut terakhir pengelolaannya dapat dilakukan oleh perseorangan maupun kelompok

Sedangkan menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah

3.4Definisi Operasional

(64)

3.5 Populasi dan Sampel 3.5.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai karakteristik tertentu telah ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut Singarimbun, populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya dapat diduga.4Populasi dalam penelitian ini adalah guru di 8 Madrasah Aliyah Swasta di Bandarlampung yang berjumlah 207 guru. Dari 8 Madrasah Aliyah Swasta yang berjumlah 207 guru nantinya akan dijadikan sampel menjadi 3 Madrasah Aliyah Swasta menurut kategori.

3.5.2 Sampel

Menurut Nawawi, sampel merupakan bagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya dalam suatu penelitian.5Sampel dalam penelitian ini adalah tiga sekolah yang senjang secara digital, sementara unit analisisnya adalah guru di tiga sekolah yang senjang secara digital.

Sampel penelitian ini diambil melalui beberapa tahap:

1. Tahap I adalah mengklasifikasikan sekolah berdasarkan:

a. Keadaan kesenjangan digital yaitu jumlah komputer dan distribusinya.

b. Koneksitas internet dan access point c. Rasio murid-komputer pada lab

Dari sensus tersebut kemudian didapatkan data hasil observasi dari poin-poin diatas adalah sebagai berikut:

4

Singarimbun, Masri, Op,Cit Hal 108

5

(65)

Tabel 1. Hasil sensus pra-riset 8 Madrasah Aliyah Swasta

Sumber: Hasil Pra-riset Madrasah Aliyah Swasta Bandarlampung 2013

Dari data sensus diatas bisa dilihat adanya kesenjangan digital yang terjadi antara 8 Madrasah Aliyah Swasta di Kota Bandarlampung. Selanjutnya adalah menentukan 3 Madrasah Aliyah Swasta yang sesuai dengan kategori kesenjangan digital, yaitu:

1. Kategori 1:

Adalah Madrasah Aliyah Swasta yang memiliki laboratorium komputer dan memiliki koneksitas internet.

2. Kategori 2:

Adalah Madrasah Aliyah Swasta yang memiliki laboratorium komputer namun tidak memiliki koneksitas internet.

3. Kategori 3:

(66)

2. Tahap II menetapkan tiga sampel MAS yang masing-masing mewakili kategori dalam kesenjangan digital.

Tabel 1 diatas merupakan data hasil pra riset peneliti yang telah dilakukan pada tanggal 25 Oktober – 2 November 2013 di 8 MAS yang ada di Kota Bandarlampung, yang nantinya dari 8 MAS ini akan dilakukan klasifikasi berdasarkan urutan jumlah komputer, koneksitas internet, dan juga rasio perbandingan jumlah komputerdan jumlah siswa, sehingga berdasarkan klasifikasi tersebut, didapatkanlah 3 Madrasah Aliyah Swasta yang sesuai dengan kategori sekolah yang telah ditetapkan sebelumnya dan akan dijadikan sampel dalam penelitian ini.

Berikut alur penentuan sampel dari 8 sekolah MAS: K = 1 + 3,3 Log n

= 1 + 3,3 Log 8 = 1 + 3,3 Log (0,90) = 1 + 2,97

K = 3,97

Dibulatkan menjadi 4 *K = Kelas

n = banyaknya data

Data jumlah kepemilikan komputer terbesar : 40 (MAS Al – Hikmah) Data jumlah kepemilikan komputer terkecil : 0 (MAS Al –Asy’Ariyah)

Range= jumlah data terbesar – jumlah data terkecil = 40 – 0

(67)

Kelas Interval = Range / Kelas = 40 / 4

= 10

Sehingga dari perhitungan ini, didapatkanlah kategori sekolah berdasarkan kelas interval dari jumlah kepemilikan komputer di Lab sekolah, yaitu :

Tabel 2 : Tabel kategorisasi sekolah berdasarkan interval kepemilikan komputer

Interval kepemilikan komputer di sekolah

Kategori Sekolah

0 – 10 III

11 - 20

II 21 - 30

31 - 40 I

Sumber : Hasil pra riset 2013

(68)

jumlah komputer, maka didapatkanlah 3 MAS yang sesuai dengan kategori guna dijadikan sampel dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

Tabel 3 : Tabel hasil pemilihan sampel penelitian

Kategori I 31-40 Koneksitas Rasio Komputer : siswa

MAS Al-Hikmah 512 1:06

Kategori II 11-30 Koneksitas Rasio Komputer : siswa

MASHidayatul Islamiyah 100 1:06

MAS Muhammadiyah - 1:03

Kategori III 0-10 Koneksitas Rasio Komputer : siswa

MAS Al-Asy'ariyah - 1 : -

MAS Masriqul Anwar - 1:32

MAS Mathla'ul Anwar - 1:32

MAS Al-Utrujiyyah 125 1:17

MAS Tgia Perkemas 125 1:09

Sumber : Hasil pra riset 2013

(69)

internet, dan Madrasah Aliyah Swasta Al-Asy’Ariyyah sebagai sekolah kategori III, yaitu sekolah yang tidak memiliki perangkat komputer, koneksitas internet, serta rasio perbandingan komputer : siswa yang buruk.

3. Tahap III yaitu menentukan guru yang menjadi responden di 3 sekolah yang senjang secara digital.

Dalam pengambilan sampel sendiri, apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua. Jika subjeknya lebih besar dari 100, maka diambil antara 10-15 atau 20-25% atau lebih (Suharmisi Arikunto, 2002:109). 6

Mengingat yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah guru yang berada di 3 sekolah yang senjang secara digital sebanyak 68 orang, maka jumlah seluruh guru di 3 sekolah tersebut akan dijadikan sampel dalam penelitian ini (total sampling). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4: Jumlah guru di 3 MAS yang dijadikan sampel

No. Nama Sekolah Jumlah Guru

1. MAS Al-Hikmah 23

2. MAS Muhammadiyah 20

3. MAS Al-asy'ariyah 25

Jumlah 68

Sumber : Hasil pra riset 2013

6

(70)

3.6 Sumber Data

Sumber data adalah subjek darimana data diperoleh, apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya maka sumber data disebut responden. (Masri Singarimbun, 2001).

a. Data Primer

Data Primer adalah sumber data utama dalam penelitian. Data yang diperoleh dari informan melalui wawancara secara langsung dan dari catatan di lapangan yang relevan dengan masalah yang sedang diteliti dengan tujuan sebagai tambahan informasi.

b. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang dipergunakan untuk mendukung data primer. Data ini diperoleh dengan mencari fakta yang sebenarnya dengan cara mencari informasi dan dicocokkan dengan hasil wawancara. Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia sehingga kita tinggal mencari danmengumpulkan.

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang lengkap, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenaran ilmiahnya, penulis mempergunakan pengumpulan data sebagai berikut:

(71)

apabila responden menyatakan jawaban Sangat Setuju terkait pertanyaan yang diberikan, maka nilai atau skornya adalah 4, apabila responden menjawab pilihan jawaban Setuju, maka skornya adalah 3. Demikian halnya apabila responden memilih pilihan jawaban Tidak setuju, maka poin atau skornya adalah 2, dan terakhir apabila responden memilih pilihan jawaban Sangat Tidak setuju mengenai permasalahan yang akan dikaji dan diteliti dalam penelitian ini, maka poinnya adalah 1.

2. Studi Pustaka, yaitu pengumpulan data dari berbagai literatur untuk mendukung penelitian seperti data-data, keadaan persiapan sekolah, serta informasi – informasi terkait persepsi, internet, dan juga teori yang berkaitan dengan tema penelitian ini. Dalam hal ini, peneliti mengumpulkan jurnal, penelitian – penelitian terdahulu serta data – data dari tiap sekolah yang terkait dengan tema dan tujuan dari penelitian ini.

Gambar

Tabel 29. Frekuensi Jawaban Pertanyaan No. 27 ……………………………………...      111
Gambar 1.MAS Al-Hikmah ……………………………………………………………       54
Tabel 3 : Tabel hasil pemilihan sampel penelitian
Tabel 4: Jumlah guru di 3 MAS yang dijadikan sampel
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Untuk mendapatkan bahan ajar yang lebih baik lagi iti, peneliti lain dapat memperhatikan saran atau masukan dari guru pada angket kelayakan bahan ajar yaitu

[r]

IMPLEMENTATION OF POLICY OF VILLAGE BUDGET IN IMPROVING BANDAR SAKTI VILLAGE DEVELOPMENT. (BUDGETARY FISCAL YEAR

Dalam hal bentuk pertanggungjawaban pengangkut akibat penolakan yang dilakukan maskapai Sriwijaya Air adalah ganti kerugian atas pembatalan penerbangan yang terjadi

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Kualitas pesan, Daya tarik, Frekuensi iklan terhadap efektifitas iklan Indomie baik secara prasial maupun simultan.Sampel

Semua kasus yang menimpa majalah Tempo tersebut tidak juga membuat. awak redaksinya jera dalam menerbitkan berita yang

Keterangan Tidak melampirkan perjanjian kerjasama penyediaan bahan readymix Tidak melampirkan sertifikat uji tera Batching Plant yang ditawarkan Tidak melampirkan