• Tidak ada hasil yang ditemukan

MOTIVASI TURKI DALAM JAPAN-TURKEY ECONOMIC PARTNERSHIP AGREEMENT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MOTIVASI TURKI DALAM JAPAN-TURKEY ECONOMIC PARTNERSHIP AGREEMENT"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

1

MOTIVASI TURKI DALAM

JAPAN-TURKEY ECONOMIC

PARTNERSHIP AGREEMENT

TURKEY’S MOTIVATION IN JAPAN-TURKEY ECONOMIC PARTNERSHIP AGREEMENT

Oleh:

Muhammad Iqbal Rumodar

20120510314

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(2)

MOTIVASI TURKI DALAM JAPAN TURKEY ECONOMIC

PARTNESRSHIP AGREEMENT

TURKEY’S MOTIVATION IN JAPAN-TURKEY ECONOMIC PARTNERSHIP AGREEMENT

SKRIPSI

Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

Muhammad Iqbal Rumodar

20120510314

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016

(3)

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi saya ini adalah asli dan belum pernah

diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sarjana baik di Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta ataupun di Perguruan Tinggi lain.

Dalam Skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau

dipublikasikan orang lain—kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan

sebagai acuan dalam naskah dengan jelas disebutkan nama dan dicantumkan dalam

daftar pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari

terdapat ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi

akademik sesuai dengan aturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta.

Yogyakarta, 23 Desember 2016

(4)

MOTTO

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia

mendapat pahala (dari kebaikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari

kejahatan) yang dikerjakannya. “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika

kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada

kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang

sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang

tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah

kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”

(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan

kepada kedua orang tua, Bapak Abdul Kadir Rumodar dan Ibu Markinem. Mohon

maaf karena terlambat menyelesaikan tugas ini. Semoga tetap bisa

membanggakan.

Kepada saudara-saudari, kakak Nur Fitriya Rumodar, Fachrina Ramlah Rumodar,

Taufieq Ramdani Rumodar, terima kasih sudah banyak membantu.

Kepada cah S.E.L.O, Aisyah, Krisna, Haryadi, Danar, Mirza, Nanda, Ria, Rifka,

Iqbal, Anggit, Fiki, Arief, Aik, kalian yang terbaik.

Untuk sahabat-sahabat UMY 2012, Candra, Fadhli, Ninda, Ari, Irfina, Ovi, Bimo,

Danar, Betty (Vidya Candra), terima kasih sudah banyak memberika support.

Terima Kasih atas doa dan dukungannya, tidak akan pernah saya lupakan kalian

(6)

5

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr Wb

Alhamdulillahirabbil’Alamiin, puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala

rahmat dan hidayah-Nya, serta salawat kepada Rasulullah SAW. Setelah perjuangan

keras dan panjang yang menyita waktu dan pikiran, dengan segala Syukur kepada

Allah SWT, akhirnya penyusunan skripsi berjudul “Motivasi Turki dalam

Japan-Turkey Economic Partnership Agreement”sebagai persyaratan kelulusan demi

mendapat gelar sarjana (S-1) pada jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas

Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dapat terselesaikan.

Penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyelsaian skripsi ini :

1. Syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT karena ridho dan rahmat-Nya skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar dan tanpa ada sesuatu hambatan yang berarti, serta salawat kepada Rasulullah SAW.

2. Bapak Drs. Djumadi M. Anwar., M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu baik dalam membimbing skripsi sampai tahap penyelesaian skripsi.

3. Bapak Dr. Surwandono, M.Si selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan arahan dan masukan untuk menyempurnakan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Mutia Hariati Hussin, M.Si selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan untuk menyempurnakan skripsi ini. 5. Ibu Dr. Nur Azizah selaku kepala jurusan program studi ilmu hubungan

internasional Universitas Muhammadiyah serta Ibu Siti Muslikhati, S.IP, M.Si selaku sekretaris jurusan program studi ilmu hubungan internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(7)

6

7. Seluruh pegawai administrasi jurusan HI UMY, Pak Jumari, Pak Waluyo, dan pak Ayub, Pak Nur, yang telah membantu proses administrasi sehingga berjalan lancar.

8. Seluruh anggota keluarga Rumodar yang telah banyak mendukung dan mendoakan sehingga proses penyelesaian berjalan lancar. Mama, Bapak, Kakak, Ina, Opik.

9. Teman-teman HI UMY 2012 yang telah banyak membantu dan menghibur, serta memberi dukungan untuk tetap berjuang menyelesaikan studi penulis. Candra, Fadli, Ari, Ninda, Nanda, Ovi, Irfina, Bimo, Citra, yang telah memberi semangat dan dukungan.

10.Terima kasih kepada seluruh rekan-rekan yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu penulis sampai wisuda.

Mengakhiri kata pengantar ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih

perlu masukan dan saran dari pembaca. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua

pihak serta perkembangan ilmu pengetahuan.

Wassalamu’alaikum Wr Wb

Yogyakarta, 26 Desember 2016

(8)

7

1. Kondisi Politik Dalam Negeri 8

2. Kondisi Ekonomi dan Militer 14

3. Konteks Internasional 15

D. Hipotesa 17

E. Metode Penelitian 18

F. Jangkauan Penelitian 18

G. Tujuan Penelitian 18

H. Sistematika Penulisan 19

BAB II 20

Perubahan Politik dan Ekonomi Turki Sejak Pemerintahan Profil Adalet ve Kalkinma

Partisi AKP 20

A. Profil Adalet ve Kalkinma Partisi (AKP) 20 B. Perubahan dalam Bidang Ekonomi Turki pada Pemerintahan Adalet ve Kalkinma

Partisi 28

C. Perubahan Politik Luar Negeri Turki pada Masa Pemerintahan Adalet ve Kalkinma

Partisi (AKP) 36

BAB III 41

Sejarah Perkembangan Hubungan Republik Turki dan Jepang 41 A. Hubungan Turki dan Jepang di awal abad ke-20 42

B. Era Perang Dunia Kedua 43

(9)

8

D. Hubungan Turki dan Jepang Setelah Tahun 2000 59

BAB IV 64

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemerintah Turki melakukan Perundingan Kerja sama dengan Jepang dalam Japan-Turkey Economic Partnership Agreement 64

A. Kondisi Ekonomi 64

1. Hubungan Perdagangan Turki dan Jepang 67

2. Investasi Turki dan Jepang 70

B. Politik Dalam Negeri 72

1. Aktor yang mempengaruhi dalam kebijakan Turkey-Japan Economic Partnership

Agreement 73

2. Pengambilan Kebijakan untuk Turkey-Japan Economic Partnership Agreement 76

BAB V 83

Kesimpulan 83

(10)

9

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. 1 : Skema determinan yang mempengaruhi tindakan politik luar negeri . 8 Bagan 1. 2 : Grafik ekspor dari Jepang ke Turki dan ekspor dari Turki ke Jepang

dari tahun 2009-2015 ... 69 Bagan 1. 3 Investasi Turki dengan Jepang ... 72

(11)
(12)

BAB I

A. Latar Belakang

Kondisi hubungan internasional dewasa ini banyak dipenuhi oleh isu sosial

dan budaya, lingkungan, serta isu ekonomi. Isu sosial meliputi pemberantasan

perdagangan obat-obatan terlarang, perdagangan manusia, masalah suaka dan

pengungsian, masalah pelanggaran hak asasi manusia dan lain sebagainya. Isu

pemanasan global, perubahan iklim, dan konservasi hewan langka merupakan

masalah yang populer dalam isu lingkungan, karena masalah-masalah tersebut

banyak mendapat perhatian dari masyarakat di dunia yang tergabung dalam

kelompok-kelompok aktivis peduli lingkungan. Selain itu, dalam Isu-isu ekonomi

meliputi masalah ekspor dan impor, upaya negara-negara yang bekerja sama untuk

mengurangi hambatan perdagangan atau free trade, masalah ketergantungan dan

kesenjangan, foreign direct investment (FDI), dan lain sebagainya yang mampu

mempengaruhi politik suatu negara baik itu isu domestik yang politik luar negeri

maupun isu internasional yang mampu mempengaruhi politik dalam negeri.

Salah satu isu kontemporer dalam hubungan internasional adalah kerja

sama internasional. Negara pada umumnya melakukan hubungan kerja sama untuk

meningkatkan kesejahteraan negaranya, salah satu bidang kerja sama untuk

mencapai kesejahteraan dalam negeri adalah dengan menjalin kerja sama ekonomi

dengan negara lain. Kerja sama ekonomi antarnegara bisa berupa kerja sama

ekonomi di dalam suatu organisasi internasional seperti world trade organization,

atau dalam suatu perjanjian antar negara, misal ASEAN-CHINA Free Trade

(13)

perjanjian kerja sama ekonomi (economic partnership) atau perjanjian free trade

agreement (FTA) yang sering muncul dewasa ini. Salah satu negara yang

melakukan kerja sama bilateral adalah Jepang, yang telah mengadakan perjanjian

kerja sama ekonomi dengan Indonesia, Thailand, India, Tiongkok, Swiss, Vietnam,

Australia, kemudian dengan beberapa negara lagi yang masih dalam tahap negosiasi

seperti dengan Kanada, Korea Selatan, Kolombia, dan Turki. (Ministry Of Foreign

Affair of Japan, 2015) Hal yang serupa juga dilakukan oleh Republik Turki yang

telah menjalin kerja sama ekonomi melalui perjanjian perdagangan bebas dengan

beberapa negara secara bilateral, seperti perjanjian perdagangan bebas Turki dan

Lebanon yang tinggal menunggu tahap ratifikasi, dan perjanjian perdagangan bebas

Turki dan Suriah yang statusnya saat ini ditunda karena posisi politik luar negeri

pemerintah Turki terhadap rezim Suriah. Serta dengan negara-negara seperti Israel,

Macedonia, Kroasia, Bosnia-Herzegovina, Palestina, Maroko, Tunisia, Mesir,

Albania, Georgia, Montenegro, Serbia, Chile, Yordania, Korea Selatan, dan

Mauritius. (Morrison, 2014) Selain itu, Turki juga menjalin kerja sama ekonomi

dengan Jepang. Perlu diketahui Hubungan bilateral antara Turki dengan Jepang

semakin intens sejak dekade terakhir.

Dalam sejarahnya hubungan kedua negara, yaitu Turki dan Jepang) telah

ada sejak abad ke 19 yang pada saat itu Turki masih dalam era kesultanan Ustmani

dan Jepang masih dalam era Meiji. Pada tahun 1890 Sultan Abdulhamid II Ottoman

mengirim sebuah medali dengan kapal yang dipimpin oleh Osman Pasha untuk

Kaisar Meiji Jepang. Dalam perjalanan pulang Kapal Ertuğrul yang membawa

delegasi Turki terjebak dalam badai dan tenggelam di lepas pantai Jepang, awak

(14)

diselamatkan. (Çolakoğlu, 2014) Di era modern hubungan kedua negara secara

resmi dimulai pada tahun 1924, yang pada saat itu Jepang membuka kedutaan besar

di Ankara saat Republik Turki baru terbentuk, kemudian Turki membuka kedutaan

besar di Tokyo setahun setelahnya. Namun saat perang dunia II pecah Turki

memutuskan hubungannya dengan Jepang kemudian menyatakan perang melawan

Jepang dan Jerman di tahun 1945. Setelah Perang Dunia II usai, kedua negara

kembali membuka kedutaan besar di masing-masing negara pada tahun 1953 dan

di tahun 1954 Jepang membuka Konsulat Jenderal di Istanbul. (Ministry Of Foreign

Affair of Japan, 2015)

Pada tahun 1985 pemerintah Turki dan Turkish Airlines membantu warga

Jepang untuk meninggalkan Iran saat terjadi perang Iran-Irak. Kemudian

pemerintah di Turki membuat sebuah keputusan untuk mengirim sebuah pesawat

Turkish Airlines ke Teheran untuk mengevakuasi sekitar 200 warga Jepang yang

berisiko terkena serangan udara yang dilakukan oleh Irak, yang saat itu pemerintah

Jepang gagal dalam upaya mengirim pesawat untuk menyelamatkan warga Jepang.

Hal ini menyebabkan respons besar di Jepang dan memperkuat citra Turki sebagai

salah satu aliansi yang dapat diandalkan Jepang. Selain itu, kedua negara juga saling

membantu dalam hal penanggulangan bencana seperti Jepang yang memberikan

bantuan darurat ke Turki ketika negara itu dilanda gempa bumi besar di Izmit pada

tahun 1999 dan di tahun 2011 Vandan Turki memberikan bantuan ke Jepang saat

terjadi gempa Bumi dahsyat pada Maret 2011. (Higashino, 2014)

Sejak dibukanya kedutaan besar di masing-masing negara, hubungan

Turki dan Jepang awalnya berfokus dalam melakukan kerja sama di bidang

(15)

(cultural exchange) di masing-masing negara dan dibukanya Turkish-Japanese

foundation culture center di Ankara tahun 1998 oleh Presiden Suleyman Demirel

dan Pangeran serta Putri Tomohito dari Mikasa. Kemudian sejak tahun 2000

pejabat negara dari Turki mulai melakukan kunjungan-kunjungan resmi ke Jepang

dan begitu pun sebaliknya (Ministry Of Foreign Affair of Japan, 2015). Tujuan dari

kunjungan-kunjungan tersebut selain untuk memperkuat hubungan kedua negara

dibidang sosial-budaya juga untuk membahas mengenai peningkatan kerja sama di

bidang ekonomi, yaitu Turki dan Jepang berusaha untuk meningkatkan volume

perdagangan kedua negara yang berada pada angka US $4 miliyar, juga

meningkatkan investasi asing langsung (foreign direct investment) dari Jepang ke

Turki. (Kanan, 2015)

Pada bidang ekonomi pada tahun 1987, Federasi Bisnis Jepang yang

disebut dengan Keidanren mengadakan pertemuan dengan Dewan Hubungan

Ekonomi Luar Negeri Turki (The Foreign Economic Relations Board) untuk

membentuk Japan-Turkey Joint Economic Commitee. Terdiri dari perwakilan

pemerintah, sektor swasta dan akademisi, anggota JTC telah bertemu lebih dari dua

puluh kali sejak awal organisasi. Mereka telah dicapai beberapa kesepakatan dan

beberapa undang-undang.Tujuan dibentuknya komite ini adalah untuk memajukan

dan memperkuat hubungan ekonomi antara Turki dengan Jepang. Kemudian pada

tahun 1992 Jepang dan Turki menandatangani sebuah perjanjian mengenai promosi

timbal balik dan perlindungan investasi, perjanjian ini disebut dengan The

Japan-Turkey Agreement on Investment dan pada tahun 1993 perjanjian ini mulai

diberlakukan. Tujuan dari ditandatanganinya perjanjian ini adalah untuk

(16)

perlakuan yang saling menguntungkan baik dalam bidang investasi dan aktivitas

komersial yang berhubungan dengan investasi maupun dalam perlindungan aset

investasi.

Selanjutnya pada tahun 1993 Turki dan Jepang telah menyimpulkan

negosiasi perjanjian untuk Penghindaran Pajak Berganda dan Pencegahan

Pengelakan Pajak dengan memperhatikan pada pajak penghasilan. Perjanjian ini

ditandatangani oleh Turki dan Jepang pada tahun 1993 dan mulai diberlakukan pada

tahun 1994. Perjanjian pajak ganda ini adalah kesepakatan rutin yang tidak

membedakan hubungan bilateral antara kedua negara atau karakter hubungan

perdagangan mereka dengan negara lain, tetapi tetap merupakan prasyarat untuk

hubungan ekonomi yang lebih dekat dan dasar untuk kerja sama strategis bilateral.

(Morrison, 2014)

Perundingan dengan Jepang terkait peningkatan kerja sama ekonomi

bilateral ini tampaknya semakin serius dengan dimulainya perundingan untuk

Japan-Turkey Economic Partnership Agreement (EPA). Negosiasi antara

Turki-Jepang tentang EPA telah dimulai sejak Desember 2014. (Kanan, 2015) Dalam

perundingannya, Jepang diwakili oleh Suzuki Toshiro (ketua Perdagangan

internasional & kerja sama ekonomi) dan beberapa perwakilan dari kementrian

lainnya, sedangkan Turki diwakili oleh Murat Yapici (Direktur jenderal bidang

Kerja sama Uni Eropa) dan beberapa perwakilan dari kementrian lain. (Ministry Of

Foreign Affair of Japan, 2015)

Pada perundingan putaran pertama, kedua pihak membahas metode

negosiasi dan lingkup negosiasi seperti perdagangan barang dan jasa. Pada putaran

(17)

kekayaan intelektual, perbaikan lingkungan bisnis, belanja pemerintah, Sanitary

and Phytosanitary Measures (SPS), hambatan teknis dalam perdagangan

(Technical Barriers to Trade), perdagangan elektronik, ketenagakerjaan dan

ketentuan umum. Pada perundingan putaran ketiga, kedua pihak membahas

mengenai bidang perdagangan barang, perdagangan bidang jasa, investasi, hak atas

kekayaan intelektual, peningkatan lingkungan bisnis, belanja pemerintah,

perdagangan elektronik, dan aturan-aturan umum, aturan-aturan mengenai asal

barang (rule of origin), prosedur bea cukai, persaingan dan penyelesaian sengketa,

Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS), hambatan teknis dalam perdagangan

(Technical Barriers to Trade), (Ministry Of Foreign Affair of Japan, 2015).

Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS) adalah peraturan yang menjamin

bahwa perdagangan barang yang dilakukan telah memenuhi standar kesehatan dan

tidak mengancam kesehatan manusia, hewan dan, tumbuhan. Standar kesehatan

yang ditentukan oleh suatu negara harus berdasarkan penelitian ilmiah dan tidak

bersifat diskriminatif. Sedangkan Technical Barriers to Trade adalah kesepakatan

yang bertujuan untuk memastikan bahwa peraturan teknis, standar, dan prosedur

pemeriksaan bersifat non-diskriminatif dan tidak menciptakan hambatan yang tidak

perlu terhadap perdagangan. (Morrison, 2014)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, penulis

mengangkat rumusan masalah yaitu : Mengapa Turki meningkatkan kerja sama

ekonomi dengan Jepang dalam Japan-Turkey Economic Partnership Agreement

(18)

C. Kerangka Berpikir

Teori Pembuatan Kebijakan Luar Negeri

Menurut C. Plano dan Roy Olton, kebijakan luar negeri merupakan strategi

atau rencana tindakan yang diputuskan oleh para pembuat keputusan negara untuk

menghadapi negara lain atau entitas politik internasional lainnya, dan dikendalikan

untuk mencapai tujuan nasionalnya yang spesifik, dituangkan dalam kepentingan

nasional. Kebijakan luar negeri yang dikeluarkan oleh suatu negara memang

bertujuan untuk mencapai kepentingan nasional masyarakat yang diperintahnya,

walaupun kepentingan nasional suatu negara pada saat itu ditentukan oleh pihak

yang berkuasa pada era tersebut. Untuk memenuhi kepentingan nasionalnya,

negara-negara maupun aktor lain dari negara tersebut mengadakan berbagai macam

kerja sama bilateral, trilateral, regional ataupun multilateral (Perwita & Yani,

2005). Dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri menurut William D. Coplin,

mendapat pengaruh dari berbagai pertimbangan tertentu. Menurut William D

Coplin dalam membuat kebijakan luar negeri, para pembuat kebijakan dipengaruhi

oleh tiga pertimbangan yaitu; pertama, kondisi politik dalam negeri, kedua, kondisi

atau kemampuan ekonomi dan militer danketiga, konteks internasional yaitu posisi

(19)

Penjelasan dari uraian di atas, oleh William D Coplin dibuatkan model sebagai

berikut.

1. Kondisi Politik Dalam Negeri

Dalam model tersebut, Coplin lebih berfokus pada pengambil keputusan

(decision maker) atau pihak yang berperan utama dalam membuat keputusan dalam

berhubungan dengan negara lain. Menurut Coplin, kebijakan luar negeri mendapat

pengaruh dari kondisi politik dalam negeri, karena adanya interaksi antara pembuat

kebijakan luar negeri dengan aktor atau entitas di dalam negeri yang berupaya

mempengaruhi politik luar negeri. Aktor yang mempengaruhi kebijakan luar negeri

ini disebut “policy influencer”. (Coplin & Marbun, 2003)

Coplin juga menjelaskan Hubungan antara pengambil keputusan dengan

policy influencers terjadi secara timbal balik. Hubungan antara pembuat kebijakan

dengan policy influencers disebut dengan “policy influencer system. Pengambil

keputusan membutuhkan policy influencers karena mereka merupakan sumber

dukungan baginya, dukungan itu berupa kesetiaan angkatan bersenjata, dukungan Politik dalam

Bagan 1. 1 : Skema determinan yang mempengaruhi tindakan politik luar negeri

(20)

finansial dari para pengusaha, dukungan rakyat dalam pemilu, atau ketidaksudian

rakyat untuk melawan pemerintah. Di sisi lain, policy influencers membutuhkan

pengambil keputusan untuk mempermudah jalan tuntutannya diputuskan sebagai

suatu kebijakan. Apabila tuntutan policy influencers tidak dipenuhi oleh pengambil

keputusan, maka sebagian atau bahkan seluruh dukungan dari policy influencers

kepada pengambil keputusan akan hilang. Pengambil keputusan tidak selalu

menanggapi tuntutan itu secara positif. Tetapi, para pengambil keputusan akan

mengakomodasi sampai batas tertentu untuk bisa mengabaikan tuntutan itu. (Coplin

& Marbun, 2003)

Teori William D Coplin tersebut diperkuat oleh pendapat David Easton

tentang sistem politik. Menurut Easton, Kondisi Politik Dalam Negeri merupakan

gambaran mengenai “dukungan dan tuntutan” yang datang dari warga negaranya

atau oleh Easton disebut dengan input. Input yang berupa tuntutan dan dukungan

tersebut akan mempengaruhi proses pembuatan kebijakan dan selanjutnya akan

membentuk kondisi dalam negeri. Sehingga para pembuat keputusan dapat

mengacu pada kondisi dalam negeri, apakah dukungan dan tuntutan dari aktor-aktor

di dalam negeri sependapat dengan kebijakan yang telah dibuat oleh pembuat

kebijakan. (Budiardjo, 2003)

Terdapat empat aktor politik dalam negeri yang mempengaruhi para

pembuat kebijakan luar negeri (policy influencer) yaitu Birokrat (bureaucratic

influencer), Partai (Partisan influencer), Kelompok Kepentingan (Interest

influencer), dan Massa atau pendapat masyarakat (Mass influencer). Keempat aktor

politik dalam negeri tersebut, yang dikemukakan oleh Coplin, mirip dengan empat

(21)

terpilih serta anggota partai, elit administratif atau para birokrat, para elit

kepentingan, dan elit komunikasi. Yang berbeda dari keduanya adalah kategori

partai yang mempengaruhi (Partisan influencer), Coplin membedakan aktor yang

mempengaruhi dengan para pembuat kebijakan sehingga pada kategori partai yang

mempengaruhi kebijakan luar negeri, tidak termasuk para pejabat terpilih seperti

yang dikemukakan oleh Gabriel Almond. Coplin juga menjelaskan bahwa

meskipun perlu dibedakan antara pembuat kebijakan dengan policy influencer,

namun terkadang cukup sulit untuk mengadakan perbedaan itu karena sering kali

satu pihak memainkan dua peran sekaligus. Yaitu peran sebagai policy influencer

dan sebagai pembuat kebijakan, terutama dalam birokrasi politik luar negeri.

(Coplin & Marbun, 2003)

a. Birokrat yang Mempengaruhi (bureaucratic influencer)

Birokrat yang mempengaruhi atau bureaucratic influencer merupakan

kategori policy influencer yang ada di setiap negara. Birokrat ini sendiri merupakan

organisasi-organisasi yang berskala luas sebagai bagian dari lembaga eksekutif

yang biasanya tersusun berdasarkan posisi-posisi fungsional dalam

kebijakan-kebijakan ekonomi, politik luar negeri, maupun kesejahteraan sosial. Coplin

menggunakan istilah bureaucratic influencer sebagai rujukan terhadap

individu-individu dan organisasi-organisasi dalam lembaga eksekutif pemerintah yang

berperan dalam membantu para pembuat kebijakan dalam menyusun maupun

melaksanakan kebijakan-kebijakan. (Coplin & Marbun, 2003)

Terkadang anggota birokrasi juga memainkan peran sebagai pembuat

kebijakan sehingga sulit untuk membuat pembeda antara birokrasi yang bertindak

(22)

tersebutlah yang membuat birokrasi menjadi kelompok yang begitu berpengaruh

dalam proses pembuatan kebijakan. Para birokrasi tersebut mempunyai akses

langsung kepada para pembuat kebijakan, yaitu mereka menyalurkan informasi

kepada para pembuat kebijakan dan kemudian melaksanakan kebijakan yang

dikeluarkan oleh pembuat kebijakan itu, dan dalam banyak kasus para birokrat ini

tidak secara terbuka menolak kebijakan-kebijakan yang dibuat. (Coplin & Marbun,

2003)

Kelompok birokrasi bertindak di belakang layar dengan memberikan

informasi-informasi untuk mengambil kebijakan dan kemudian digunakan sebagai

instrumen untuk melaksanakan kebijakan itu. Pengaruh birokrasi dalam

pengambilan kebijakan ditentukan oleh tingkat kepercayaan kelompok birokrasi

terhadap pengambil kebijakan, sehingga dukungan dari rakyat tidak begitu

diperhitungkan oleh birokrat dalam mempengaruhi kebijakan. (Coplin & Marbun,

2003)

b. Partai yang Mempengaruhi (Partisan influencer)

Partai yang mempengaruhi kebijakan atau Partisan influencer adalah

kategori policy influencer yang bertindak untuk menerjemahkan tuntutan publik

menjadi tuntutan politis yang kemudian disampaikan kepada para pembuat

kebijakan terkait dengan kebijakan-kebijakan pemerintah. Policy influencer

kategori ini berupaya untuk mempengaruhi kebijakan dengan cara menekan pihak

pihak yang berkuasa di pemerintahan dan dengan menyediakan kader-kader yang

mampu berperan dalam pembuatan kebijakan. Partisan influencer juga sering

berfungsi sebagai informasi dua arah antara para pembuat kebijakan dengan

(23)

influencer memainkan peran yang terbatas dalam memengaruhi kebijakan luar

negeri satu negara. Alasan utamanya adalah karena Partisan influencer lebih

cenderung untuk memperhatikan keadaan politik dalam negeri dibandingkan politik

luar negeri. isu yang sering diperhatikan oleh partisan influencer biasanya

merupakan isu keamanan nasional, imigrasi, dan bantuan luar negeri. meski

demikian, pembuat keputusan membutuhkan dukungan dari kelompok ini demi

memelihara rezim. (Coplin & Marbun, 2003)

c. Kepentingan yang Mempengaruhi (Interest influencer)

Kelompok kepentingan yang mempengaruhi atau Interest influencer

adalah sekelompok orang yang bergabung atas dasar serangkaian kesamaan

kepentingan yang cakupan kepentingan tersebut tidak luas sehingga tak sama

dengan aktivitas kelompok partai, dan dalam banyak hal kepentingan tersebut

bersifat ekonomis. Interest influencer biasanya memainkan peranan yang besar

karena banyak organisasi dan kelompok-kelompok informal dari berbagai macam

kepentingan, baik ekonomis maupun non-ekonomis, mempunyai sumber finansial

yang besar sehingga mampu mempengaruhi para pembuat kebijakan, terutama

dalam negara yang menerapkan sistem demokrasi di negaranya. (Coplin & Marbun,

2003)

Interest influencer menggunakan beberapa cara untuk membentuk

dukungan atas kepentingan mereka, biasanya dengan melakukan orasi atau

kampanye yang ditujukan baik kepada birokrasi, kelompok partai, maupun kepada

pembuat kebijakan. Selain itu, kelompok ini dapat menjanjikan dukung finansial

atau mengancam akan menarik dukungan finansialnya. Terkadang kelompok ini

(24)

kepentingannya yang kemudian bisa menekan pengambil kebijakan. (Coplin &

Marbun, 2003)

d. Massa yang Mempengaruhi (Mass influencer)

Massa yang mempengaruhi atau Mass influencer yang dimaksudkan oleh

Coplin adalah opini publik yang mengacu pada iklim opini yang berkembang dalam

masyarakat yang menjadi pertimbangan bagi para pembuat kebijakan dalam

membuat kebijakan luar negeri. Dalam negara demokrasi, para pembuat kebijakan

memerlukan Mass influencer atau massa karena peran mereka dalam pemilihan

umum. Para pembuat kebijakan merumuskan berbagai keputusan dengan

memperhitungkan dampak yang timbul terhadap opini publik dan di pemilihan

umum berikutnya. (Coplin & Marbun, 2003)

Namun Coplin menjelaskan bahwa, dengan memperhitungkan opini

publik bukan berarti bahwa para pembuat kebijakan dikendalikan oleh opini massa

atau Mass influencer tersebut. Dalam beberapa kasus, para pembuat kebijakan

menggunakan peluang untuk memanipulasi opini publik untuk mendukung

kebijakan yang mereka buat. Walaupun masyarakat dapat dengan mudah

mengakses informasi, tapi jarang dari mereka yang menyaring informasi yang

mereka peroleh. Serta, walaupun masyarakat mampu menyaring informasi yang

diperoleh, sebagian dari masyarakat tersebut tidak memiliki kemampuan dalam

memberikan arahan yang baik kepada para pembuat kebijakan politik luar negeri.

Dalam sebagian kasus, opini publik digunakan oleh pas pembuat kebijakan untuk

merasionalisasikan atau membenarkan tindakan-tindakan politik luar negeri yang

dibuat dan bukan menggunakan opini publik sebagai penentu kebijakan. Pembuat

(25)

menjelang pemilihan umum, sehingga para pembuat kebijakan memperhatikan

dampak suatu kebijakan terhadap opini publik dan pada pemilu yang akan datang.

(Coplin & Marbun, 2003)

2. Kondisi Ekonomi dan Militer

Dari segi kondisi ekonomi dan militer, menurut Coplin setiap negara

patutnya memperhatikan kemampuan dan kondisi ekonomi ataupun militernya agar

dapat mewujudkan tujuan dari kebijakan luar negerinya. Dari segi ekonomi, sektor

kapasitas produksi barang dan jasa serta kebergantungan suatu negara pada

perdagangan dan finansial internasional menjadi aspek yang perlu diperhatikan.

(Coplin & Marbun, 2003)

Turki telah berhasil meningkatkan perekonomiannya sejak krisis yang

melanda Turki di tahun 2000-2001 dengan melakukan perubahan kebijakan

keuangan. Sejak AKP berkuasa di Turki, pemerintah Turki berusaha melaksanakan

liberalisasi ekonomi, peningkatan investasi asing. (Alfan, 2015) Setelah

diberlakukannya kebijakan yang memfokuskan pada ekspor, aktivitas ekspor

menjadi hal yang penting bagi Turki. Sehingga muncul kemajuan terutama di sektor

industri pangan, automobile, besi, dan tekstil. (ISPAT, 2014) Dibalik pertumbuhan

ekonominya, angka pengangguran di Turki cukup tinggi, menurut laporan dari

Turkish Statistics Institute (TurkStat) pengangguran di Turki terus meningkat, di

awal tahun 2012 angka pengangguran mencapai 8,2% dari total populasi Turki, dan

di akhir tahun 2013 mencapai 9,10%. kenaikan angka pengangguran diikuti dengan

penurunan jumlah investasi yang masuk ke Turki. Dari 16,1 Miliar USD (tahun

2011), menjadi 13,2 Miliar USD (tahun 2012), dan turun lagi menjadi 12,4 Miliar

(26)

dikatakan bahwa perdagangan internasional dan investasi asing merupakan hal

yang penting bagi Turki, sehingga pemerintah Turki berusaha untuk meningkatkan

perdagangan internasionalnya dan aliran masuk investasi asing ke Turki.

3. Konteks Internasional

Selanjutnya menurut Coplin, faktor yang memengaruhi kebijakan luar

negeri adalah konteks internasional. Pada dasarnya para peneliti hubungan

internasional percaya bahwa konteks internasional, sering disebut juga sistem

internasional, mampu mempengaruhi perilaku suatu negara. Perubahan tatanan

dunia pasca Perang Dingin, yaitu saat negara-negara di dunia mulai berfokus pada

pembangunan ekonomi negaranya, membawa dampak yang bagi perilaku suatu

negara dengan negara lain. (Coplin & Marbun, 2003)

Menurut penjelasan Coplin, ada tiga elemen penting yang berkaitan

dengan dampak konteks internasional terhadap politik atau kebijakan luar negeri

suatu negara. Ketiga faktor itu adalah faktor geografis, ekonomi, dan politik. Selain

itu Coplin juga menjelaskan bahwa konteks internasional suatu negara meliputi

lokasi yang ditempati negara tersebut, dalam kaitannya dengan negara-negara lain

di dalam sistem tersebut, dan berbagai hubungan ekonomi dan politik yang dimiliki

negara tersebut dengan negara lain. (Coplin & Marbun, 2003)

Pada umumnya, faktor geografis yang memainkan peran penting dalam

kebijakan luar negeri suatu negara. Karena kerja sama regionalisme terjadi akibat

faktor geografis yang dimiliki sekelompok negara. Faktor yang tidak kalah penting

lainnya adalah faktor hubungan ekonomi. Arus pertukaran barang dan jasa serta

arus modal dinilai mampu membuat suatu negara bergantung pada negara lain atau

(27)

negara lain juga turut berperan dalam kebijakan luar negeri suatu negara. Hubungan

politik antarnegara ini yang berperan dalam aliansi antarnegara, serta hubungan

perang dan damai. (Coplin & Marbun, 2003)

Di era yang sekarang ini, banyak negara-negara yang menjalin hubungan

satu sama lain yang bersifat kerja sama. Kerja sama antarnegara dilakukan untuk

mencari solusi dari suatu masalah kolektif maupun untuk meningkatkan

kesejahteraan di masing-masing negara. Setidaknya dengan melakukan kerja sama

internasional, setiap negara berusaha untuk mencari solusi dari dua tipe masalah.

Tipe pertama terkait dengan keadaan di lingkungan internasional yang jika tidak

dicari solusinya maka akan memberikan kerugian bagi negara-negara yang terlibat,

misalnya masalah imigran gelap, peredaran narkoba, dan perdagangan manusia.

Tipe yang kedua yaitu masalah yang membawa konsekuensi secara luas terhadap

lingkungan internasional sehingga dianggap sebagai permasalahan yang menjadi

tanggung jawab bersama. Isu-isu pada tipe kedua ini sering dibahas dalam forum

kerja sama multilateral. (Coplin & Marbun, 2003)

Coplin menjelaskan, terdapat dua anggapan yang mendasari terjadinya

kerja sama antarnegara. Yang pertama adalah anggapan bahwa suatu masalah tidak

dapat diselesaikan jika tidak dilakukan kerja sama, dengan kata lain perlu ada kerja

sama antarnegara untuk menyelesaikan suatu masalah. Anggapan yang kedua

adalah bahwa penyatuan sumber daya akan mampu meniadakan kerugian berlebih,

akibat dari usaha yang sia-sia, dan mampu meningkatkan efisiensi dari suatu

pelaksanaan pekerjaan negara dalam bidang apapun. Terbatasnya sumber daya,

seperti tenaga kerja dan pendidik yang terampil, modal, dan bahan mentah, dapat

(28)

ekonomi, banyak kerja sama antarnegara yang berusaha memajukan pertumbuhan

ekonomi di negaranya masing-masing dengan memperhatikan peningkatan

perdagangan, pengaturan pasar, dan stabilitas kondisi finansial internasional.

Kebijakan-kebijakan ekonomi yang dibuat selain untuk meningkatkan

perdagangan, juga untuk memperbaiki kondisi ekonomi secara umum dengan

meningkatkan produktivitas dan kesempatan kerja. (Coplin & Marbun, 2003)

D. Hipotesa

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan di

atas, penulis munculkan hipotesa dari rumusan masalah “mengapa Turki

meningkatkan kerja sama ekonomi dengan Jepang dalam Japan-Turkey Economic

Partnership Agreement (EPA)? “ adalah :

1. Karena Turki berusaha meningkatkan perdagangan internasional dan

investasi asing dengan Jepang.

2. Karena Turki mendapat pengaruh dari Kementrian Ekonomi Turki untuk

meningkatkan kerja sama dalam Economic Partnership Agreemnet.

E. Metode Penelitian

Penulis melengkapi data dengan menggunakan metode studi pustaka yaitu

dengan menghimpun data sekunder yang memuat informasi-informasi yang

berkaitan dengan topik penelitian (rumusan masalah), seperti buku-buku, media

massa cetak maupun elektronik (online), dan sumber-sumber lain yang tepercaya.

F. Jangkauan Penelitian

Untuk memudahkan penelitian, penulis membatasi jangka waktu antara

(29)

beberapa pembahasan penulis akan menyajikan data di luar jangka waktu penelitian

tersebut, yang sekiranya perlu untuk dibahas.

G. Tujuan Penelitian

 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor atau penyebab yang

mendorong pemerintah Turki dalam memulai kerja sama ekonomi bilateral

dengan Jepang, dengan menggunakan Teori pembuatan kebijakan luar negeri

milik William D. Coplin.

 Penelitian ini juga bertujuan untuk menambah bahan bacaan yang berkaitan

dengan politik luar negeri Turki dan secara spesifik membahas tentang

hubungan Turki dan Jepang dalam Japan-Turkey Economic Partnership

Agreement

H. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan

masalah, kerangka teori yang digunakan, hipotesa, metode

penelitian, jangkauan penelitian dan tujuan penelitian.

Bab II : Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang perkembangan

ekonomi dan politik Turki sejak pemerintahan AKP, yang akan

membahas mengenai profil partai AKP, Inovasi kebijakan-kebijakan

dalam hal ekonomi dan politik luar negeri Turki.

Bab III : Pada bab ini akan membahas sejarah dan dinamika perkembangan

hubungan bilateral Jepang dan Turki. Bab ini akan dikaji dalam

(30)

Dunia II, pada masa setelah Perang Dunia II, serta pada masa setelah

tahun 2000.

Bab VI : Pada bab ini penulis akan menjelaskan sistem pengambilan

keputusan di Pemerintahan Turki, selanjutnya akan membahas

faktor-faktor yang mendorong pemerintah Turki dalam memulai

perjanjian kerja sama ekonomi dengan Jepang.

Bab V : Pada bab ini berisi kesimpulan dan ringkasan singkat dari uraian

(31)

BAB II

Perubahan Politik dan Ekonomi Turki Sejak Pemerintahan Profil Adalet ve

Kalkinma Partisi AKP

A. Profil Adalet ve Kalkinma Partisi (AKP)

Adalet ve Kalkinma Partisi (AKP) merupakan hasil bentukan dari

partai-partai basis Islam terdahulu yang dulunya dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi

Turki. Partai-partai Islam pada era awal berdirinya Republik Turki mendapat

tekanan dari pemerintah dan sulit untuk tampil dalam kancah politik Turki. Namun,

sejak tahun 1961 dengan adanya konstitusi baru yang lebih liberal, memberikan

sedikit ruang kebebasan untuk berpendapat bagi kelompok keagamaan untuk

mengemukakan pendapat. Dalam situasi yang tampaknya lebih bersahabat ini,

memberikan kesempatan bagi kelompok Islamis untuk mendirikan partai

berorientasi islam di Turki. Partai basis Islam yang dibentuk pada masa itu adalah

partai Islam pimpinan Necmettin Erbakan, yaitu Partai Tatanan Nasional (Milli

Nizam Partisi, disingkat MNP) yang dibentuk pada tahun 1969. Namun tidak

berselang lama, partai tersebut dibubarkan oleh mahkamah konstitusi Turki atas

dasar pertimbangan “menggunakan nilai agama sebagai tujuan politiknya”, yang

dianggap bertentangan dengan ide sekularisme yang dianut oleh Republik Turki.

Sehingga elit-elit sekuler Turki menolak untuk memberikan kebebasan berpolitik

bagi masyarakat yang terinspirasi dan mendukung nilai-nilai Islam. (Erdogan,

1999)

Militer yang berusaha menegakkan ideologi sekuler yang tercantum dalam

(32)

Turki. Namun partai yang berhaluan Islam tidak dihilangkan melainkan

diperbolehkan untuk beraktivitas atau dengan kata lain kelompok-kelompok Islam

ditekan aktivitas politiknya oleh pemerintah militer. Hal ini dikarenakan militer

berusaha membendung perkembangan paham komunisme di era perang dingin.

Partai Islamis baru mendapat pengawasan yang sangat ketat pada saat memanasnya

isu “anti-sekularisme” di Turki tahun 1997 dan sempat dibubarkan pada tahun

1998. (Alfan, 2015)

Aksi militer yang mengambil alih pemerintahan ditandai dengan kudeta 28

Februari 1997 yang sering disebut dengan “Proses Februari 1997 atau kudeta Post

modern”, dan dari kudeta Februari 1997 tersebut militer mengajukan memorandum

kepada parlemen yang tujuannya untuk memastikan bahwa ideologi sekularisme

ditegakkan, negara mengontrol pendidikan Islam, pelarangan penggunaan fasilitas

keagamaan untuk maksud politik, dikendalikannya kelompok media yang

menentang militer, mantan anggota militer yang pernah menentang sekularisme

tidak diizinkan untuk bekerja di birokrasi pemerintahan atau sektor swasta

manapun, pencegahan pengaruh ekstrimis ke dalam tubuh militer, perguruan tinggi,

peradilan, dan birokrasi, penyelesaian masalah politik di Turki bukan berdasar pada

komunitas agama. (Alfan, 2015) Tekanan-tekanan tersebut membuat partai Islam

harus dibubarkan serta menghasilkan respon dari para politisi Islamis yang

berusaha untuk tetap eksis di kancah perpolitikan Turki.

Setelah partai berorientasi Islam dibubarkan, para aktivis partai (elit

Partai) tersebut kemudian membentuk partai Kebaikan (dalam bahasa Turki disebut

dengan Fazilet Partisi, FP) tahun 1998 yang di dalamnya terpecah menjadi dua

(33)

politik Erbakan, para tradisionalis, dan faksi kedua adalah mereka yang kontra

dengan faksi tradisionalis dan memilih pemikiran politik yang realistis yang dapat

menguntungkan, yaitu faksi reformis. (Alfan, 2015) Faksi tradisionalis, yang

dipimpin oleh Recai Kutan, lebih mendominasi dalam kepengurusan partai

sehingga faksi reformis, yang dipimpin Abdullah Gul, terpinggirkan dari partai ini.

Perseteruan antara faksi tradisionalis dan faksi reformis mencapai puncaknya pada

pasca-kongres I FP di bulan Mei 2000, saat Abdullah Gul dikalahkan Kutan,

kemudian Abdullah Gul dilaporkan ke komisi disiplin partai dengan alasan telah

mengadakan pertemuan dengan Deniz Baykal, pemimpin CHP. (Alfan, 2015) Satu

tahun kemudian, yakni pada Juni 2001, Fazilet Partisi dibubarkan pemerintah

dengan alasan bahwa partai ini anti-sekuler. Kedua faksi dalam FP, faksi

tradisionalis dan faksi reformis, memutuskan untuk berpisah dan menempuh jalan

politik masing-masing. Faksi tradisionalis yang dipimpin Kutan membentuk Partai

Kebahagiaan (Saadet Partisi, SP), sedangkan faksi reformis yang dipimpin

Abdullah Gul memilih bergabung dengan Recep Tayyip Erdogan dan membentuk

partai Keadilan dan Pembangunan (Adalet ve Kalkinma Partisi, AKP). (Alfan,

2015)

Setelah dibubarkan, pecahan dari partai Islamis muncul lagi untuk

mengikuti pemilu tahun 2002. Pecahan dari partai Islamis yang “mendadak

populer” adalah Adalet ve Kalkinma Partisi (AKP) yang berhasil menang telak pada

pemilu 2002. Penyebabnya adalah kandidat-kandidat AKP yang populer di

masyarakat dan ideologi partai yang moderat dengan mendukung pasar bebas,

demokrasi-konservatif, menekankan nilai-nilai tradisional Turki-religius, pro-Uni

(34)

masyarakat kecewa dengan pemerintahan sekuler karena mereka dinilai tidak bisa

mengatasi masalah krisis ekonomi tersebut, sehingga masyarakat beralih pada AKP

yang punya figur berprestasi dalam membangun kota Istanbul. (Alfan, 2015)

Adalet ve Kalkinma Partisi (AKP) oleh masyarakat luar dianggap sebagai

partai yang berhaluan Islam dan berorientasi pada nilai-nilai ajaran Islam.

Anggapan ini muncul di tengah masyarakat luas karena AKP merupakan

“keturunan” dari partai Islam di masa lalu, yang mana para pembentuk partai ini

adalah pengikut dari ide-ide Necmettin Erbakan. Seorang peneliti dari Cambridge

University, M. Hakan Yavuz melakukan studi pada partai ini mengatakan bahwa di

dalam AKP terdapat dua haluan ideologis yaitu haluan Turki-Islam dan haluan

Islam-Turki. Haluan Turki-Islam lebih mendorong persaudaraan politik dan rasa

nasionalisme daripada rasa persaudaraan yang berdasar sesama muslim, tapi tetap

menganggap bahwa Islam adalah asas yang penting bagi kebudayaan Turki.

Sedangkan haluan Islam-Turki lebih mendorong persaudaraan Islam, baru

kemudian rasa persaudaraan nasionalisme. Bagi haluan Islam-Turki kebudayaan

dan identitas bangsa merupakan cerminan dari nilai-nilai Islam era Dinasti

Ustmaniyah, dan haluan ini memiliki keraguan terhadap ideologi kemalisme yang

diterapkan di Turki. (Alfan, 2015)

Meskipun banyak yang menganggap bahwa partai ini adalah partai

berorientasi Islam, dari pihak partai ini sendiri malah menolak diklasifikasikan

sebagai partai berorientasi Islam. Dokumen-dokumen resmi dan pidato-pidato para

petinggi partai yang menekankan bahwa Adalet ve Kalkinma Partisi (AKP) adalah

partai demokrat-konservatif dan bukan partai Islam. Salah satu contoh pidato kader

(35)

Partai Islam, ungkapan yang disampaikan oleh Erdoğan yang mengatakan bahwa

AKP bukan partai Islamis melainkan partai demokrat-konservatif. (Taşpınar, 2012)

Selain itu, pidato dari Hüseyin Çelik yang dalam pidatonya mengkritik media barat

yang dalam mendeskripsikan AKP selalu menggunakan kata-kata “partai Islam”,

“Islamis”, “berbasis Islam” dan sebagainya, Celik juga menekankan dalam

pidatonya bahwa AKP adalah partai Demokrat-Konservatif yang menekankan

nilai-nilai moral dan sosial. (Hürriyet Daily News, 2010)

Dengan adanya pernyataan dari para elit-elit Adalet ve Kalkinma Partisi

(AKP) yang menyatakan bahwa Adalet ve Kalkinma Partisi (AKP) merupakan

partai demokrat-konserfatif yang menjunjung tinggi nilai moral dan sosial, serta

bukan merupakan partai berorientasi Islam, tentu terdapat perbedaan dengan

partai-partai “induk” yang dulunya adalah partai-partai tempat para elit AKP berlaga dalam ranah

politik di Turki. Perbedaan-perbedaan tersebut lebih cenderung bersifat

transformatif, yaitu Adalet ve Kalkinma Partisi (AKP) menjadi berbeda setelah para

elitnya mendapat berbagai pengalaman dalam berpolitik di dalam partai-partai

induk yang terdahulu. Partai-partai induk tersebut misalnya adalah Partai

Kesejahteraan (PK) atau dalam bahasa Turki disebut Refah Patisi (RP) dan partai

Kebaikan (dalam bahasa Turki disebut dengan Fazilet Partisi, FP). (Alfian, 2015)

Menurut Ziya Öniş perbedaan-perbedaan antara Adalet ve Kalkinma

Partisi (AKP), Refah Patisi (RP), dan Fazilet Partisi (FP) terlihat dalam beberapa

aspek. Aspek-aspek tersebut adalah aspek peran ekonomi negara, aspek

demokratisasi, Nasionalisme, Nilai keagamaan dan nilai moral, Sentralisasi dan

Pemerintahan lokal, Orientasi kebijakan luar negeri, dan gaya berpolitik. (Öniş,

(36)

Pada Aspek peran ekonomi negara Refah Partisi (RP) sangat menekankan

peran negara dalam perekonomian seperti meredistribusikan ekonomi, selain itu

pemerintah juga harus memiliki peran aktif dalam memberikan subsidi dalam

pembangunan industri. Menurut partai ini, privatisasi tidak ditekankan. Menurut

Fazilet Partisi (FP) dalam aspek peran ekonomi negara terdapat beberapa acuan

dalam peran negara untuk mendistribusikan perekonomian, lebih menekankan pada

persaingan atau kompetisi pasar, dan yakin pada kekuatan pasar dan privatisasi.

Sedangkan menurut Adalet ve Kalkinma Partisi (AKP) perekonomian negara harus

sejalan dengan nilai-nilai ekonomi liberal, menekankan investasi asing, mendukung

privatisasi dan regulasi ekonomi pasar yang tepat, mempertimbangkan keadilan

sosial, menyediakan layanan sosial dalam batasan anggaran belanja yang sesuai

dengan program IMF. (Öniş, 2006)

Dalam aspek demokratisasi, menurut Refah Partisi (RP) hak-hak individu

atau perseorangan tidak dipertimbangkan, partai ini sangat menekankan hak-hak

sosial dan adanya kebebasan melakukan praktik-praktik keagamaan. Menurut

Fazilet Partisi (FP) hak-hak individu dan hak asasi manusia sangat ditekankan,

sebagai bagian dari hak berdemokrasi terutama dalam lingkup menjalankan

praktik-praktik keagamaan. Sedangkan menurut Adalet ve Kalkinma Partisi (AKP)

konsolidasi demokratik sangat ditekankan dengan adanya perbaikan-perbaikan

secara terus-menerus dalam bidang hak-hak asasi manusia dan hak-hak warga sipil,

adanya keterlibatan yang kuat dari masyarakat madani, dan sesekali

mempertimbangkan kebebasan beragama. (Öniş, 2006)

Dalam aspek nasionalisme, Refah Partisi (RP) sangat besar rasa

(37)

pemimpin bagi dunia Islam. Sedangkan Fazilet Partisi (FP) tidak begitu

menonjolkan rasa nasionalisme. Dan Adalet ve Kalkinma Partisi (AKP) sangat

kosmopolitan dalam cara berpandang, elemen-elemen nasionalistis agak

diredupkan. (Öniş, 2006)

Dari segi agama dan nilai moral, Refah Partisi (RP) sangat kuat dalam

menonjolkan nilai keagamaan. Partai ini secara spesifik membuat garis besar

rekomendasi-rekomendasi yang secara khusus mengambil referensi dari nilai-nilai

dan ajaran Islam. Hal tersebut yang menjadikan pembeda atau karakteristik utama

dari program-program Refah Partisi (RP). Sedangkan Fazilet Partisi (FP)

menekankan prinsip-prinsip moral dan nilai-nilai moral meskipun tidak secara

eksplisit menyebutkan referensi dari Islam atau nilai-nilai Islam. Partai ini, Fazilet

Partisi (FP), mendorong adanya kebebasan beragama sebagai bagian dari agenda

hak-hak individu dan demokratisasi yang lebih luas. Sedangkan Adalet ve Kalkinma

Partisi (AKP) menggunakan aturan-aturan dari sekularisme sebagai titik

dasar-dasar referensi. Prinsip-prinsip moral dan nilai-nilai moral dianggap sebagai norma

sosial yang berkembang secara luas di kalangan masyarakat Turki dan bukan secara

spesifik menekankan pada nilai-nilai Islam. Partai ini juga beranggapan bahwa

kebebasan beragama merupakan program yang lebih luas dari demokratisasi. (Öniş,

2006)

Dari segi bentuk pemerintahan sentralisasi dan desentralisasi/pemerintah

lokal, Refah Partisi (RP) menekankan adanya peran aktif dari pemerintah pusat dan

sangat sedikit mengacu pada pemerintahan di bawahnya atau pemerintah lokal.

Sedangkan Menurut Fazilet Partisi (FP), perlu diterapkannya desentralisasi dan

(38)

ve Kalkinma Partisi (AKP), senada dengan Refah Partisi, sangat menekankan pada

desentralisasi dan kapasitas pembuatan kebijakan dari pemerintah-pemerintah

lokal. (Öniş, 2006)

Dalam aspek orientasi kebijakan luar negeri, Refah Partisi (RP) sangat

anti-Barat dan anti-Uni Eropa, serta dengan keras menolak keberadaan Israel dan

berusaha menjalin hubungan yang lebih dengan dengan dunia Islam. Sedangkan

Fazilet Partisi (FP) lebih tertarik pada kebijakan luar negeri dengan pendekatan

yang aktif dan seimbang, menolak sikap-sikap yang anti terhadap barat maupun

anti-Uni Eropa, dan tidak secara eksplisit atau terang-terangan merujuk kepada

negara-negara muslim. Adalet ve Kalkinma Partisi (AKP) memiliki sikap yang saga

berbeda, partai ini (Adalet ve Kalkinma Partisi, AKP) menyatakan sangat pro-Barat

dan Pro-Uni Eropa dan memiliki komitmen penuh dan kuat untuk menjadi anggota

Uni Eropa, bersikap terbuka dalam menyetujui penyelesaian masalah pada isu-isu

luar negeri yang dianggap penting, misalnya kasus Siprus, serta mengikuti

pendekatan yang seimbang terhadap negara-negara Timur Tengah. (Öniş, 2006)

Dalam gaya berpolitik partai-partai tersebut juga memiliki ciri khas asing

asing. Refah Partisi (RP) memiliki gaya berpolitik yang agresif, asertif atau tegas,

dan percaya diri, serta, partai ini sering kali menggunakan retorika-retorika populis.

Sedangkan gaya berpolitik Fazilet Partisi (FP) cenderung lebih defensif dan lebih

tenang. Adalet ve Kalkinma Partisi (AKP) memiliki gaya berpolitik yang lebih

menekankan pada berdialog dan membangun konsensus, cenderung mengatakan

partainya sebagai ‘Demokrat Konservatif’ dan mendefinisikan partainya secara

(39)

B. Perubahan dalam Bidang Ekonomi Turki pada Pemerintahan Adalet ve

Kalkinma Partisi

Sebelum Adalet ve Kalkinma Partisi (AKP) menang dalam pemilihan

umum tahun 2002, kondisi ekonomi Turki sedang mengalami krisis ekonomi.

Krisis ekonomi itu disebut sebagai krisis ekonomi terbesar dalam sejarah Republik

Turki jika dibandingkan dengan krisis ekonomi lainnya yang pernah melanda Turki.

Setidaknya telah terjadi tiga kali krisis ekonomi dalam sejarah Republik Turki yaitu

yang pertama pada tahun 1930, 1970, dan tahun 2000. Akibat dari terjadinya

gejolak politik yang tidak stabil di Turki pada masa awal pembentukan Republik

Turki, perekonomian Turki juga terkena dampaknya. (Onder, 1990) Pemerintah

Turki selama awal 1930-an melakukan pemulihan ekonomi dan menyusun doktrin

yang dikenal sebagai etatism, yaitu industrialisasi yang dipimpin negara dan

menerapkan perekonomian tertutup. Namun perkembangan ekonomi Republik

Turki, sejak berdirinya tahun 1923, berjalan lambat dan stagnan pada akhir

1940-an akibat per1940-ang dunia II. (Onder, 1990) Kemudi1940-an Pada tahun 1970 Turki dil1940-anda

krisis ekonomi yang pada saat itu pemerintah Turki gagal mengambil tindakan yang

memadai untuk menghadapi efek dari kenaikan harga minyak dunia di tahun

1973-1974 yang membuat pemerintah melakukan pinjaman jangka pendek dari kreditur

asing, yang berakibat pada kudeta militer di tahun 1971. Dan pada tahun 1979,

krisis semakin memuncak, angka pengangguran meningkat, dan perindustrian tidak

berproduksi secara maksimal. (Onder, 1990)

Krisis moneter yang pernah melanda berbagai negara mulai tahun 1998,

mulai melanda Turki pada tahun 2000-2001. Pemerintah Turki saat itu dipandang

(40)

mengatasi praktik korupsi di dalam pemerintahan. Pemerintahan sekuler yang

dipimpin oleh Ecevit tidak mampu mengeluarkan Turki dari krisis ekonomi pada

November 2000 yang kemudian bertambah parah dengan adanya krisis ekonomi

pada Februari 2001. (Alfan, 2015) Krisis tersebut merupakan krisis ekonomi

terparah dalam sejarah Turki yang ditandai dengan produk nasional bruto (Gross

National Product, GNP) menurun sebanyak 9,4%, selain itu pendapatan per kapita

anjlok dari 2.986 USD menjadi 2.110 USD per tahun. Krisis ekonomi tersebut juga

menyebabkan pengangguran, banyak perusahaan skala kecil menjadi bangkrut,

yang menjadikan krisis ekonomi ini dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat

Turki. (Alfan, 2015) Selain itu, Krisis ekonomi yang terjadi di Turki tahun

2000-2001 juga membawa dampak yang sangat dramatis yang ditandai dengan

penurunan ekonomi secara struktural yang tidak dapat dikendalikan, terutama di

sektor perbankan umum yang merupakan salah satu pendorong dalam menambah

likuiditas dalam sistem ekonomi Turki. Kemudian sektor-sektor yang baru terkena

dampak dari krisis ekonomi tahun 2001 ini adalah seluruh lapisan masyarakat

Turki, orang-orang kaya maupun orang miskin, orang-orang bersekolah maupun

yang tidak sekolah, semuanya merasakan dampak negatif dari krisis tersebut.

Terjadi pengangguran yang terus meningkat disertai kebangkrutan yang terjadi

secara meluas, terutama bagi sektor usaha kecil-menengah. Sektor perbankan

merasakan dampak krisis secara drastis dan harus melakukan pengurangan jumlah

yang besar dari karyawannya. Bahkan para konglomerat merasakan terjadinya

pengurangan dari penghasilan keuntungan yang didapatkan akibat krisis 2001 ini.

(41)

Krisis ekonomi yang melanda Turki tersebut mulai dapat selesaikan sejak

kemenangan AKP. Setelah berhasil memenangkan pemilihan umum di tahun 2002

dan menjadi partai dominan dalam pemerintahan Turki, pemerintahan AKP

membuat kebijakan yang sarat dengan nilai-nilai perubahan atau kebijakan reformis

yang bertujuan untuk secara signifikan meningkatkan komitmen terhadap upaya

pemerintah dalam menjaga kestabilan fiskal untuk jangka panjang dan mereformasi

kebijakan politik terkait hubungan dengan Uni Eropa. (Öniş, 2009)

Kebijakan-kebijakan yang bersifat reformis ini digagas oleh Uni Eropa dan International

Monetary Fund (IMF), pada dasarnya didukung oleh kelompok-kelompok bisnis

dari dalam negeri, baik itu konglomerat atau kelompok bisnis berskala besar

maupun kelompok bisnis berskala menengah dan kecil. Bagi kelompok-kelompok

bisnis ini, adanya kombinasi dalam perubahan politik dan ekonomi mampu

membentuk peraturan-peraturan yang berdasarkan pada aturan dasar ekonomi yang

mampu mengatasi ketidakseimbangan dan buruknya acuan dalam pembangunan

pada era sebelumnya, yaitu kesuksesan perekonomiannya sangat bergantung pada

hubungan politik yang bersifat patron-klien dan adanya dukungan dari pemerintah.

(Öniş, 2009)

IMF telah terlibat dengan manajemen ekonomi makro di Turki baik

sebelum dan setelah krisis, dan memberikan bantuan keuangan sebesar $ 20,4

miliar, antara 1999 dan 2003. Setelah krisis, Turki menerapkan strategi untuk

menaikkan suku bunga dan mempertahankan nilai tukar yang tinggi. Pemerintah

Turki kemudian mengikuti kebijakan fiskal kontraksioner, dan berjanji untuk

(42)

privatisasi, dan mengurangi peran sektor publik dalam kegiatan ekonomi. (Yeldan

& Ünüvar, 2015)

Pertumbuhan yang cepat, didorong oleh arus masuk besar-besaran dari

modal keuangan asing, yang terpikat oleh tingkat signifikan pengembalian tinggi

yang ditawarkan di dalam negeri. sehingga salah satu fenomena yang paling sering

diungkapkan di masa pemerintahan AKP pasca krisis 2001 adalah fenomena

munculnya gelombang besar pada sektor investasi swasta baik itu dari dalam negeri

maupun dari luar negeri yang menjadi pendongkrak pemulihan ekonomi Turki

paskah krisis 2001. (Yeldan & Ünüvar, 2015) Fenomena ini muncul dikarenakan

Turki mampu memenuhi persyaratan anggaran yang ketat dari IMF yang hasilnya

berupa turunnya angka inflasi hingga satu digit yang mampu meningkatkan rasa

percaya diri dalam kecakapan pemerintah yang berkomitmen pada kestabilan dan

perubahan, ditambah dengan jatuhnya tingkat suku bunga riil yang menjadi sebuah

pertanda terhadap kepercayaan dari para investor. (Öniş, 2009)

Karakteristik yang mendasari aturan-aturan keuangan pasca krisis Turki

sangat bergantung pada pemeliharaan suku bunga yang tinggi dalam mengantisipasi

peningkatan arus modal asing ke dalam perekonomian domestik. Ditambah dengan

kebijakan fiskal kontraksioner yang menyeluruh, program ini mendapat sumber

utama pertumbuhannya pada aliran masuk dana asing. (Yeldan & Ünüvar, 2015)

Selain itu, krisis ekonomi yang parah memicu keharusan reformasi pada

aturan-aturan keuangan negara, termasuk amandemen dalam UU CBRT (The Central Bank

of the Republic of Turkey) pada April 2001, yang kemudian memberikan

independensi kepada Bank Sentral. Pada awal masa jabatan di pemerintahan, para

(43)

sebagai bagian dari strategi promosi dalam upaya untuk membangun kembali

kepercayaan dari investor asing ke negara itu. (Yeldan & Ünüvar, 2015)

Kebijakan-kebijakan yang bersifat reformis dari pemerintahan AKP

dalam mengatasi masalah perekonomian pasca krisis 2001 oleh Anakcı

diklasifikasikan menjadi dua kelompok kebijakan umum yaitu kebijakan

re-Regulation dan kebijakan de-Regulation. Kebijakan re-Regulation antara lain,

sebagai berikut :

1. Peningkatan disiplin fiskal peningkatan transparansi dan

akuntabilitas dalam proses pembuatan anggaran belanja negara,

serta memperbaiki administrasi perpajakan.

2. Penguatan otonomi Bank Sentral melalui perlindungan hukum.

3. Meningkatkan otonomi Badan Pengatur dan Pengawas Bank dan

memperketat regulasi perbankan dan sistem keuangan.

4. Memperkuat kedudukan badan pengatur otonom di beberapa

daerah ekonomi termasuk Energy dan komunikasi.

5. Transparansi yang jauh lebih besar dalam proses privatisasi.

(C,Anakcı, dalam Öniş, 2009)

Sedangkan kebijakan de-Regulation antara lain :

1. Liberalisasi ekonomi yang lebih lanjut seperti penghapusan

monopoli negara dalam sektor listrik dan produksi tembakau.

2. Pengurangan tarif pajak perusahaan.

3. Mengurangi hambatan administratif untuk investasi asing

langsung (Foreign direct Investment, FDI).

(44)

5. Revitalisasi program pertanian. (C, Anakcı, dalam Öniş, 2009)

Sejak AKP menjadi partai yang memerintah Turki kemajuan-kemajuan di

bidang ekonomi mulai terlihat, sebagai hasil dari upaya pemerintahan AKP dalam

melakukan perubahan-perubahan di bidang ekonomi dan sosial politik di Turki.

Pemerintahan AKP menganggap bahwa perubahan mampu mengantarkan pada

stabilitas yang lebih besar, selain itu Pemerintahan AKP juga menganggap bahwa

faktor eksternal seperti dorongan untuk menjadi anggota di Uni Eropa atau tekanan

dari International Monetary Fund (IMF), dapat menjadi penentu dalam memicu

perubahan dan meningkatkan kesejahteraan. (Öztürk, 2011) Pada tahun 2003,

Pemerintahan AKP melaksanakan program stabilitas yang ditawarkan oleh IMF

serta mengadopsi kebijakan yang berisi strategi untuk menjadi anggota penuh Uni

Eropa, sebagai pendorong dalam mewujudkan perubahan yang diharapkan.

Langkah-langkah tersebut pada akhirnya membuahkan hasil, pada tahun 2002-2007

Turki mengalami kondisi terpanjang dalam pertumbuhan ekonomi yang tidak

mengalami gangguan dengan rata-rata persentase sebesar 6-7% tiap tahunnya.

(Öztürk, 2011) Kemudian pada tahun 2010, GDP per kapita Turki telah meningkat

tiga kali lipat sejak tahun 2002, Majalah Time menyebutkan bahwa sejak AKP

pertama berkuasa defisit APBN telah turun menjadi dua pertiga. Dari tahun 2002

sampai 2010, GDP tumbuh dengan tingkat tahunan sebesar 4,8%, lebih besar dari

Rusia, Brasil dan Korea Selatan. Pada tahun 2010, GDP Turki tumbuh 8,9%.

(Ghosh, 2011) Sehingga, untuk pertama kalinya dalam sejarah modern, Turki

mampu pulih dengan baik dari krisis ekonomi global tahun 2009 dan

(45)

serta nilai ekspor naik lebih dari empat kali lipat dari 32 miliar USD pada tahun

2002 menjadi 132 miliar USD pada 2009. (Migdalovitz, 2011)

Karena pertumbuhan ekonomi Turki yang semakin kuat di bawah

pemerintahan AKP yang dipimpin oleh Erdoğan, majalah Newsweek memberi

julukan “The Robust Man” kepada Erdoğan. Selain itu, kolom Newsweek

menjelaskan bahwa dengan perekonomian Turki yang kuat, kelompok G20 mampu

mengungguli G7 di dalam tatanan ekonomi global, karena Turki, Brazil, India dan

negara G20 lainnya semakin memainkan peran penting dalam perekonomian

global. (Alfan, 2015) Pertumbuhan ekonomi Turki merupakan buah dari kebijakan

orientasi ekspor yang diterapkan pada tahun 1980-an yang menjadikan Turki

mandiri dan ekspansif dalam bidang perdagangan. Turki masih bergantung pada

kerja sama dengan negara-negara Eropa seperti Jerman, Inggris, dan Italia. Namun

di sisi lain, perdagangan dengan negara-negara Timur Tengah juga berkembang

ketika Turki mulai mengajak negara-negara di Timur Tengah untuk mengadakan

kawasan perdagangan bebas (Free Trade area), seperi dengan Yordania, Lebanon,

dan Suriah. Sebagai dampak, perdagangan barang dan jasa serta perdagangan

energi menjadikan Turki dan negara-negara tetangganya saling terikat. (Alfan,

2015)

Perkembangan ekonomi Turki yang baik setelah krisis ekonomi yang

melanda Turki di tahun 2001, merupakan bentuk nyata dari upaya pemerintahan

AKP untuk merealisasikan misi mereka yaitu menjadikan Turki sebagai negara

dengan ekonomi yang besar di dunia. Peraturan-peraturan pasca krisis Turki di

bawah pemerintahan AKP sedikit banyak mengikuti langkah-langkah yang diambil

(46)

modal asing dan diharuskan mematuhi syarat untuk mengadopsi atau mengelola

kebijakan kontraksioner untuk mendapatkan kepercayaan investor dan kredit

internasional. Upaya tersebut hanya berfokus pada memperoleh anggaran yang

seimbang, pengeluaran fiskal yang mapan, dan kebijakan moneter yang relatif

kontraksioner dengan berkomitmen pada suku bunga riil yang tinggi. (Yeldan &

Ünüvar, 2015)

C. Perubahan Politik Luar Negeri Turki pada Masa Pemerintahan Adalet

ve Kalkinma Partisi (AKP)

Pergeseran dalam kebijakan Turki terhadap negara tetangganya yang

dramatis dan dapat dijelaskan hanya dengan bertumpu pada faktor internasional,

regional, dan domestik. Pada faktor internasional dan regional, yang berpengaruh

besar dalam perubahan arah kebijakan Turki adalah pecahnya Uni Soviet.

Sebagaimana Amerika Serikat dan sekutunya Eropa berusaha untuk mengisi

kekosongan kekuasaan politik di kawasan Eurasia. Mereka telah mencoba untuk

membuat Turki sebagai model negara yang menggabungkan Islam "moderat"

dengan sekularisme region tersebut. (Murinson, 2012)

Di sektor domestik, sebelum AKP berkuasa di Turki, berdasarkan

konstitusi 1981, Milli Güvenlik Kurulu (MGK) atau Dewan Keamanan Nasional

Turki dibentuk dengan fungsi sebagai badan yang mengkoordinasikan kebijakan.

Sementara peran penting dalam pengambilan kebijakan luar negeri secara

tradisional dipercayakan kepada militer dan birokrasi negara melalui mekanisme

MGK. Reformasi institusional dan konstitusional oleh AKP telah membatasi

Gambar

Tabel Perdagangan (ekspor dan import) Turki dan Jepang
Grafik Perdagangan Internasional Turki dengan Jepang

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian pembahasan penelitian yang telah GLEXDW \DQJ EHUMXGXO ³3HQJHPEDQJDQ -DULQJDQ Local Area Network Menggunakan PC Router Sistem Operasi Linux Redhat 9 Pada

tida dak k di disi sipl plin in te teru ruta tama ma da dala lam m di disip sipli lin n %ak %aktu tu da dan n ti tida dak k ad ada a ke kema maua uan n un untu

Hipotesis Ketiga (H3), Fhitung > Ftabel (3,703 > 3,090) dengan demikian H03 ditolak dan Ha3 diterima Dalam hal ini berarti secara simultan Price Earning

Artinya, mereka yang dipercayakan mengarahkan dan mengatur politik negara jelas adalah subjek yang selalu bergelut dengan politik secara konkret , akan tetapi masyarakat

No Kode Daerah Pembiayaan Penerimaan SiLPA TA sebelumnya Pencairan dana cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Penerimaan Pinjaman Daerah dan Obligasi

Dengan adanya aplikasi sistem pakar ini maka dapat membantu efisiensi waktu dalam memperoleh hasil dari kerusakan-kerusakan yang terjadi pada handphone serta

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil kegiatan dapat disimpulkan bahwa ikan nila mampu memanfaatkan detritus dan plankton yang tumbuh dari limbah dan sumber karbon yang

Pada tataran ini, kaum muda sebagai generasi digital native yang merupakan pengguna media sosial turut menjadi audiens dalam paparan berita dan informasi terkait topik