• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas dan Wewenang Pengurus PKPU Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tugas dan Wewenang Pengurus PKPU Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS DAN WEWENANG PENGURUS PKPU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN

PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

SKRIPSI

DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS-TUGAS DAN MEMENUHI SYARAT-SYARAT UNTUK MEMEPEROLEH GELAR SARJANA

HUKUM

OLEH

090200105

JEFFRIANTO SIHOTANG

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNFERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

TUGAS DAN WEWENANG PENGURUS PKPU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN

PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

SKRIPSI

DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS-TUGAS DAN MEMENUHI SYARAT-SYARAT UNTUK MEMEPEROLEH GELAR SARJANA

HUKUM

OLEH

090200105

JEFFRIANTO SIHOTANG

Disetujui oleh:

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Windha, S.H, M.Hum NIP: 197501122005012002

Pembimbing I Pembimbing II

Ramli Siregar, S.H, M.Hum Windha, S.H, M.Hum NIP: 195611101985031022 NIP: 197501122005012002

FAKULTAS HUKUM

UNFERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ABSTRAK

TUGAS DAN WEWENANG PENGURUS PKPU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN

DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *) Jeffrianto Sihotang

**) Ramli Siregar ***) Windha

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) merupakan suatu jalan yang dapat dilakukan agar debitur terhindar dari proses kepailitan. Dalam proses PKPU diangkat satu atau beberapa orang pengurus PKPU yang independen untuk bersama-sama dengan debitur PKPU mengurus harta debitur PKPU. Permasalahan dalam penulisan ini adalah tentang bagaimana pengangkatan pengurus dalam PKPU, hungungan pengurus dengan debitur PKPU, serta tentang tugas dan kewenangan pengurus PKPU yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian deskriptif dan menggunakan metode pendekatan hukum yuridis. Pengumpulan data dilakukan dengan alat pengumpulan data berupa studi kepustakaan (library research) berupa buku-buku, artikel, majalah dan internet yang erat kaitannya dengan maksud dan tujuan penulisan skripsi ini. Adapun data yg digunakan adalah data sekunder yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah analisis kualitatif.

Kesimpulan dari penulisan ini adalah bahwa pengurus PKPU diangkat oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga yang memeriksa dan memutus perkara PKPU dengan putusan. Dalam PKPU hubungan pengurus dan debitur sangat erat berdasarkan tugas dan kewenangan yang dimiliki keduanya, sehingga demi tercapainya tujuan PKPU pengurus dan debitur harus senantiasa memperhatikan dan menjaga hubungan yang baik. Undang-undang Nomor. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang telah mangatur mengenai tugas dan kewenangan pengurus PKPU dalam mengurus harta debitur PKPU bersama-sama dengan debitur PKPU, tugas mengurus yang dimaksud adalah menata harta debitur yang dilakukan sejak awal sampai berakhirnya PKPU dengan tujuan untuk meningkatkan nilai harta.

Kata kunci: pengurus, PKPU, tugas dan wewenang.

*) Mahasiswa Fakultas Hukum USU **) Dosen Pembimbing I

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang karena anugerah dan kasih-Nya sehingga penulis dimampukan untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum bagi Mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah : “Tugas dan Wewenang Pengurus PKPU Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.”

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orangtua penulis, ayah penulis Bahsar Sihotang dan ibu penulis Rumata Br.Manalu yang telah mendidik penulis dengan penuh kasih dan kesabaran, yang terus mendoakan dan memberi motivasi bagi penulis, memberikan dukungan materi dan moril yang tak terhingga dan tak terbalaskan.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H.,M.H, DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

4. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

(5)

Pembimbing II, yang selalu membimbing dan mendukung penulis dengan kesabaran dalam masa penulisan sampai selesainya skripsi ini,

6. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan selaku Dosen Pembimbing I yang juga selalu membimbing dan mendukung penulis dengan kesabaran dalam masa penulisan sampai selesainya skripsi ini, 7. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar yang telah membimbing dan memberikan

banyak ilmu kepada penulis sepanjang masa study penulis di Fakultas Hukum USU,

8. adik-adik tercinta dari penulis Samsuardi Sihotang dan Irmayanti Sihotang, beserta seluruh keluarga besar penulis yang selalu mendukung penulis dalam doa-doanya,

9. PK GMKI FH-USU beserta seluruh Civitas GMKI Komisariat FH-USU yang penulis banggakan sebagai tempat penulis boleh melayani Tuhan bersama-sama dengan saudara-saudara sepergerakan.

10.abang, kaka, teman-teman, dan adik-adik Komponen Pelayanan UKM KMK UP-FH USU, keluarga besar AGAVE, dan terkhusus kelompok kecil PETRA, (Marupa, bang Imanuel dan ka Fitri) yang selalu ada untuk mendoakan, memotivasi, dan menyemangati penulis,

(6)

Togar, Nathan, Satria, Betary dan khususnya Dessy yang selalu sedia membantu dan memberi semangat motivasi kepada penulis.

12.Seluruh rekan-rekan stambuk 2009 FH USU, adik-adik stambuk 2012 (Fredrik, Frans, Arjuna, Boby, Riswan, Ester, Maria, Fero, Theresia, dll) rekan-rekan di IMAHMI, teman-teman di Lorsem, teman-teman alumni SMA St. Petrus Sidikalang dan semua orang yang penulis kenal dan mengenal penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Tuhan senantiasa melindungi dan melimpahkan berkat untuk kita semua. Berkat bimbingan dan arahan serta petunjuk dari dosen pembimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna karena masih banyak ditemukan kelemahan dan kekurangannya, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran-saran dan arahan dari pembaca yang bersifat membangun agar penulis dapat menjadi lebih baik lagi dikemudian hari.

Akhir kata penulis berharap semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, sekian dan terimakasih.

Medan, Oktober 2013 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI... v

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah... 8

C. Tujuna dan Manfaat Penelitian... 8

D. Keaslian Penulisan... 9

E. Tinjauan Pustaka... 10

F. Metode Penelitian...14

G. Sistematika Penulisan... 18

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU... 20

A. Prosedur Permohonan PKPU... 20

B. Pihak-pihak Dalam PKPU... 31

1. Debitur... 31

2. Kreditur... 33

3. Pengurus dan hakim pengawas... 37

4. Tenaga ahli... 39

C. Pengangkatan Pengurus... 40

BAB III HUBUNGAN PENGURUS DENGAN DEBITUR DALAM PKPU A. Akibat Hukum PKPU... 49

B. Kedudukan Pengurus Dalam PKPU... 55

C. Hubungan Pengurus Dengan Debitur... 60

BAB IV TUGAS DAN WEWENANG PENGURUS PKPU DALAM UNDANG-UNDANG NO 37 TAHUN 2004...66

A. Tugas dan Wewenang Pengurus Dalam PKPU...66

B. Peran Pengurus Dalam Rencana Perdamaian...72

(8)

BAB V PENUTUP...81

A. Kesimpulan... 81

B. Saran... 82

(9)

ABSTRAK

TUGAS DAN WEWENANG PENGURUS PKPU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN

DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *) Jeffrianto Sihotang

**) Ramli Siregar ***) Windha

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) merupakan suatu jalan yang dapat dilakukan agar debitur terhindar dari proses kepailitan. Dalam proses PKPU diangkat satu atau beberapa orang pengurus PKPU yang independen untuk bersama-sama dengan debitur PKPU mengurus harta debitur PKPU. Permasalahan dalam penulisan ini adalah tentang bagaimana pengangkatan pengurus dalam PKPU, hungungan pengurus dengan debitur PKPU, serta tentang tugas dan kewenangan pengurus PKPU yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian deskriptif dan menggunakan metode pendekatan hukum yuridis. Pengumpulan data dilakukan dengan alat pengumpulan data berupa studi kepustakaan (library research) berupa buku-buku, artikel, majalah dan internet yang erat kaitannya dengan maksud dan tujuan penulisan skripsi ini. Adapun data yg digunakan adalah data sekunder yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah analisis kualitatif.

Kesimpulan dari penulisan ini adalah bahwa pengurus PKPU diangkat oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga yang memeriksa dan memutus perkara PKPU dengan putusan. Dalam PKPU hubungan pengurus dan debitur sangat erat berdasarkan tugas dan kewenangan yang dimiliki keduanya, sehingga demi tercapainya tujuan PKPU pengurus dan debitur harus senantiasa memperhatikan dan menjaga hubungan yang baik. Undang-undang Nomor. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang telah mangatur mengenai tugas dan kewenangan pengurus PKPU dalam mengurus harta debitur PKPU bersama-sama dengan debitur PKPU, tugas mengurus yang dimaksud adalah menata harta debitur yang dilakukan sejak awal sampai berakhirnya PKPU dengan tujuan untuk meningkatkan nilai harta.

Kata kunci: pengurus, PKPU, tugas dan wewenang.

*) Mahasiswa Fakultas Hukum USU **) Dosen Pembimbing I

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejalan dengan perkembangan pembangunan nasional, pembangunan dunia usaha di Indonesia turut pula berkembang dengan pesat. Hal ini dapat dilihat dengan semakin banyaknya pengusaha baik yang bertindak secara pribadi maupun bersama-sama mendirikan perusahaan dengan tujuan mencari keuntungan. Orang pribadi maupun perusahaan dalam menjalankan usahanya tentu memerlukan modal, baik berupa uang maupun barang-barang. Semakin besar usaha yang akan dijalankan tentu semakin besar pula modal yang diperlukan perusahaan. Untuk memenuhi kebutuhan akan modal tersebut, sering sekali mereka melakukan pinjaman kepada pemilik modal/kreditur. Orang/perusahaan yang menerima pinjaman dari pemilik modal/kreditur secara umum disebut dengan debitur.

Saat menjalankan usaha kemungkinan debitur akan mengalami keuntungan atau kerugian. Jika debitur tersebut mengalami keuntungan tentu debitur tersebut dapat bertahan bahkan terus berkembang. Namun kenyataannya keadaan debitur tidaklah selalu dalam keadaan baik, sering sekali debitur mengalami kerugian atau kesulitan dibidang keuangan sehingga sulit untuk mempertahankan jalannya usaha dan tidak sanggup membayar utang-utangnya atau dapat dikategorikan bahwa perusahaan mengalami corporate failure jika debiturnya perusahaan.1

1

Sunarmi, Hukum Kepailitan Edisi 2 (Jakarta : Sofmedia, 2010), hlm. 3.

(11)

Pemberian pinjaman atau kredit yang diberikan kreditur kepada debitur dilakukan karena adanya kepercayaan bahwa debitur dapat mengembalikan pinjaman tersebut kepada kreditur sesuai kesepakatan. Karena itulah mengapa pinjaman dari seorang kreditur kepada seorang debitur disebut dengan kredit

(credit) yang berasal dari kata creder yang berarti kepercayaan atau trust.2

Debitur yang mengetahui bahwa keadaan keuangannya dalam kesulitan sehingga kemungkinan besar berhenti membayar utangnya, maka dapat memilih beberapa langkah dalam menyelesaikan utangnya tersebut, langkah-langkah yang dimaksud seperti mengadakan perdamaian diluar pengadilan dengan para kreditornya atau mengadakan perdamaian di dalam pengadilan apabila debitur tersebut digugat secara perdata. Debitur juga dapat mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) serta mengajukan perdamaian dalam PKPU. Langkah lain adalah dengan mengajukan permohonan agar dirinya dinyatakan pailit oleh pengadilan.

Bagi debitur membayar utang kepada kreditur sesuai dengan kesepakatan para pihak sudah merupakan suatu kewajiban. Apabila kewajiaban membayar utang tersebut berjalan lancar maka tentu tidak akan ada masalah. Namun permasalahan akan timbul ketika debitur mengalami kesulitan untuk membayar utangnya sesuai kesepakatan. Dengan kata lain debitur berada dalam keadaan berhenti membayar utang yang tentunya akan menimbulkan kerugian bagi pihak kreditur.

3

2

Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Faillissmentsverordening Juncto Undang-Undang No. 4 Tahun1998 (Jakarta : Pustaka Utama Grafity,2002), hlm. 6.

3

(12)

Berkaitan dengan alternatif pilihan-pilihan tersebut, debitur seyogianya memilih alternatif yang terbaik. Salah satu pilihan adalah mengajukan permohonan PKPU. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang pada Bab III tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dari Pasal 222 sampai dengan Pasal 294.

Berdasarkan Pasal 222 ayat 2 UU Kepailitan dan PKPU, debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan pembayaran utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur. Istilah lain dari PKPU ini adalah suspension of payment atau Surseance van Betaling, maksudnya adalah suatu masa yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga di mana dalam masa tersebut kepada pihak kreditur dan debitur diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran hutangnya dengan memberikan rencana pembayaran seluruh atau sebagian hutangnya, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi hutangnya tersebut.4

Untuk memulihkan utang-utangnya kepada kreditur, langkah PKPU ini jelas relatif lebih baik dilakukan oleh debitur.5

4

Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 15.

Dalam PKPU debitur lepas dari

5

Bramantyo Djohan Putro, Resrtukturisasi Perusahaan Berbasis Nilai (Jakarta: PPM,

(13)

peristiwa kepailitan, dimana hal ini sangat ditakuti oleh para pengusaha karena dampaknya sangat luas baik terhadap karir debitur selaku pengurus perusahaan, maupun terhadap sekalian harta kebendaannya dan juga terhadap sekian banyak nasib karyawan dan relasi-relasinya yang mungkin untuk menghimpun dan membinanya memerlukan kerja keras dan waktu yang lama. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang harus diajukan oleh debitur sebelum adanya keputusan pernyataan pailit oleh putusan Pengadilan Niaga.6

Pemberesan harta debitur pailit berarti kepunahan baik dalam harta benda perusahaan maupun nama baik debitur walaupun nantinya ada langkah-langkah rehabilitasi disediakan oleh undang-undang. Melalui PKPU ini, selama batas waktu yang telah disepakati, pihak debitur dan pengurus tidak lagi direpoti oleh gangguan dari para kreditur yang menuntut pelunasan utang, karena semua masalah telah dijadwal atas hasil kesepakatan bersama dan keputusan perdamaian tersebut bersifat mengikat sehingga situasinya akan jauh berbeda pada saat debitur berada dalam kondisi sebelum PKPU dijalankan yang mana sewaktu-waktu pihak kreditur dapat mengganggu aktivitas kerja perusahaan bahkan sewaktu waktu dapat memohonkan debitur pailit.

7

Berdasarkan Pasal 222 ayat 3 UU Kepailitan dan PKPU, pengajuan PKPU selain dilakukan oleh debitur, juga dapat dilakukan oleh kreditur yang memperkirakan bahwa debitur tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih. Hal ini menunjukan bahwa PKPU tidak dimaksud untuk kepentingan debitur saja tetapi juga untuk kepentingan para

6

Ibid., hlm. 202. 7

(14)

krediturnya, khususnya kreditur konkuren. Adapun tujuan daripada PKPU itu sendiri adalah sebagai berikut pertama, debitur mendapat waktu yang cukup untuk memperbaiki kesulitannya, dan akhirnya mampu membayar/melunasi utang-utangnya dikemudian hari; kedua, pihak kreditur dimungkinkan mendapat pembayaran piutangnya secara penuh sehingga tidak merugikannya.8

Penyelenggaraan PKPU merupakan suatu jalan untuk menghindari debitur dari proses kepailitan. Namun adakalanya PKPU yang diselenggarakan juga tidak berhasil hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang menjadi kendala, salah satunya faktor kurangnya kepercayaan dari kreditur-kreditur yang baru untuk memberi pinjaman guna kelanjutan usaha debitur, atau para kreditur baru bersedia memberikan pinjaman dengan persyaratan yang cukup memberatkan debitur, sehingga bukannya perbaikan perusahaan yang akan terjadi, malah sebaliknya. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang dimintakan oleh debitur maupun kreditur sebaiknya dilakukan dengan cukup hati-hati dan penuh ketelitian, karena sekali para pihak salah langkah dapat menyebabkan kehancuran pengelolaan harta kekayaan perusahaan debitur. Oleh sebab itu pemilihan terhadap pengurus PKPU yang berkualitas akan sangat menentukan arah atau langkah perusahaan selanjutnya.

Pelaksanaan PKPU sangat di dukung oleh keterlibatan pengurus PKPU dalam mengurus asset kekayaan debitur, sehingga segala sesuatunya harus dapat penanganan yang teliti dari seorang atau beberapa pengurus PKPU yang ditunjuk dalam proses PKPU oleh pengadilan. Berhasil atau tidaknya proses PKPU sangat

8

(15)

ditentukan oleh pengurus PKPU yang handal, yang mampu melaksanakan eksistensinya sebagai pengurus yang tidak memihak kepada salah satu pihak manapun. Kreditur maupun debitur harus patuh dan tunduk kepada kewenangan pengurus PKPU yang tentunya mempunyai batas-batas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kewenangan pengurus PKPU juga berdampak pada berhasil atau tidaknya tujuan dilakukannya PKPU, yaitu untuk mencegah kepailitan seorang debitur atau perusahaan yang tidak dapat membayar tetapi mungkin dapat membayar dimasa yang akan datang dalam jangka waktu yang disepakati bersama antara debitur dan kreditur.9

Seorang kurator dalam suatu kepailitan menggantikan posisi debitur yang pailit dalam melakukan pengurusan terhadap harta kekayaannya, tetapi seorang pengurus PKPU tidak menggantikan debitur. Karena pada prinsipnya yang satu tidak dapat bertindak tanpa yang lainnya, dalam PKPU pengurus bersama-sama dengan debitur melakukan pengurusan atas perusahaan atau aset debitur.10

Pengurus PKPU harus secara terus menerus memantau usaha dari debitur. Segera setelah pengurus PKPU mengetahui adanya jumlah penghasilan tetap yang berkurang atau timbulnya biaya-biaya dari kelanjutan usaha diluar batas maksimal Pada saat Putusan Hakim Pengadilan Niaga mengabulkan permohonan PKPU, pada saat itu juga diangkatlah satu atau lebih pengurus PKPU oleh hakim tersebut yang menyebabkan pembatasan ruang gerak debitur terhadap keleluasaannya mengurus dan mempergunakan harta kekayaannya, dimana ia tidak diperkenankan untuk mengelola usahanya tanpa kerjasama dengan pengurus PKPU.

9

Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan (Malang: UMM Press, 2008), hlm. 190 10

(16)

yang diperkirakan maka pengurus PKPU harus segera menghentikan dan mengakhiri usaha perusahaan debitur tersebut. Ada pengecualian dimana pengurus PKPU oleh Undang-undang diberi hak untuk bertindak sendiri tanpa kerjasama dengan debitur, yakni jika debitur melanggar Pasal 240 UU Kepailitan dan PKPU tersebut maka pengurus PKPU memiliki kewenangan untuk melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta debitur tidak dirugikan karena tindakan debitur tersebut.11

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa debitur tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan terhadap harta debitur tanpa izin dari pengurus. Namun bagaimana hubungan kerjasama antara debitur dan pengurus dalam pengurusan harta, dan sejauh manakah kewenangan pengurus PKPU dalam pengurusan harta debitur yang diatur dalam UU Kepailitan dan PKPU. Hal inilah yang menarik untuk dikaji lebih jauh lagi, sehingga lebih jelas lagi batas-batas kewenangan serta sejauh mana peran masing-masing pihak dalam PKPU.

Berdasarkan dari uraian di atas penulis ingin melakukan penelitian dalam bentuk skripsi untuk mengetahui bagaimana kerjasama antara debitur dan pengurus dalam melaksanakan pengurusan harta debitur dalam PKPU serta tugas dan wewenang pengurus PKPU sebagaimana yang diatur dalam UU Kepailitan dan PKPU, dengan judul: “Tugas Dan Wewenang Pengurus dalam PKPU Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”

11

(17)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengangkatan pengurus dalam PKPU?

2. Bagaimana hubungan pengurus dengan debitur dalam PKPU?

3. Bagaimana tugas dan kewenangan pengurus PKPU menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana proses pengangkatan pengurus dalam PKPU. 2. Untuk mengetahui seperti apa hubungan pengurus dengan debitur dalam

PKPU.

3. Memahami tugas dan kewenangan pengurus PKPU sesuai ketentuan dalam UU Kepailitan dan PKPU.

Penelitian ini diharapkanakan memberikan manfaat/faedah bagi pihak-pihak baik secara teoritis maupun praktis, antara lain:

1. Manfaat secara teoritis

(18)

b. Merupakan bahan untuk penelitian lanjutan, baik sebagai bahan dasar maupun bahan perbandingan bagi penelitian yang lebih luas.

2. Manfaat secara praktis

a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi penegak hukum terutama dalam menyelesaikan masalah hukum yang berkenaan dengan hukum kepailitan dan PKPU.

b. Memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah akan pentingnya mengkaji lebih dalam mengenai hukum kepailitan yang berhubungan dengan tugas dan kewenangan pengurus PKPU agar permasalahan seputar PKPU dapat ditanggulangi.

D. Keaslian Penulisan

(19)

E. Tinjauan Pustaka

Selain penyelesaian dengan permohonan pailit, suatu masalah utang piutang dapat pula diselesaikan melalui mekanisme yang disebut penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Diajukannya PKPU ini biasanya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi seluruh tawaran pembayaran dari seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren. Mekanisme seperti ini dilakukan oleh debitur yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang , dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur.12

Istilah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) atau disebut juga moratorium harus dibedakan dengan gagal bayar, karena gagal bayar secara esensial berarti bahwa seorang debitur tidak melakukan pembayaran utangnya. Gagal bayar terjadi apabila si peminjam tidak mampu untuk melaksanakan pembayaran sesuai dengan jadwal pembayaran yang disepakati baik atas bunga maupun atas utang pokok.13

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah suatu masa yang diberikan oleh Hakim Pengadilan Niaga kepada debitur dan kreditur untuk menegosiasikan cara-cara pembayaran utang debitur, baik sebagian maupun seluruhnya termasuk apabila perlu merestrukturisasi utang tersebut. Diberikannya

12

Ibid.,

13

(20)

kesempatan bagi debitur untuk menunda kewajiban pembayaran utang-utangnya, maka berkemungkinan bagi debitur untuk melanjutkan usahanya, aset-aset dan kekayaan akan tetap dapat dipertahankan debitur sehingga dapat memberi suatu jaminan bagi pelunasan utang-utang kepada seluruh kreditur, dan juga memberi kesempatan kepada debitur untuk merestrukturisasi utang-utangnya, sedangkan bagi kreditur, PKPU yang telah diberikan kepada debitur juga dimaksudkan agar kreditur memperoleh kepastian mengenai tagihannya, utang piutangnya akan dapat dilunasi oleh debitur.14

Menurut Munir Fuady, istilah lain dari PKPU ini adalah suspension of payment atau Surseance van Betaling, maksudnya adalah suatu masa yang dinerikan oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga di mana dalam masa tersebut kepada pihak kreditur dan debitur diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran hutangnya dengan memberikan rencana pembayaran seluruh atau sebagian hutangnya, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi hutangnya tersebut.15

Selanjutnya menurut Fred BG Tumbuan pengajuan PKPU ini juga dalam rangka untuk menghindari kepailitan yang lazimnya bermuara dalam likuidasi harta kekayaan debitur. Khususnya dalam perusahaan, penundaan kewajiban pembayaran utang bertujuan memperbaiki keadaan ekonomi dan kemampuan

14

Kartini Muljadi, dalam Lontoh dkk, Penyelesaian Utang Piutang : Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Bandung : Alumni, 2001), hlm. 173

15

(21)

debitur untuk membuat laba, maka dengan cara seperti ini kemungkinan besar debitur dapat melunasi kewajibannya.16

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang merupakan pengunduran pembayaran utang yang sudah jatuh tempo. Permohonan PKPU dapat diajukan oleh debitur maupun krediturnya. Pengajuan permohonan PKPU harus mempunyai lebih dari satu orang kreditur dimana salah satu utangnya sudah jatuh tempo. Pembuktian yang dilakukan dalam proses PKPU adalah bersifat sederhana baik terhadap para krediturnya maupun utang-utangnya yang dapat dibuktikan dengan suatu surat perjanjaian yang telah dibuat antara debitur dengan krediturnya. Apabila debitur adalah perseroan terbatas maka permohonan PKPU atas prakarsanya sendiri (direksi) hanya dapat diajukan setelah mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dengan quorum kehadiran dan sahnya keputusan sama dengan yang diperlukan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit.17

Dalam hal permohonan diajukan oleh debitur, pengadilan dalam waktu paling lambat 3 (tiga hari) sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan harus mengabulkan PKPU Sementara dan harus menunjuk seorang hakim pengawas dari hakim pengadilan, serta mengangkat satu atau lebih pengurus PKPU yang bersama dengan debitur mengurus harta debitur.

Debitur dalam perseroan terbatas adalah direksi yang merupakan salah satu organ perseroan terbatas disamping RUPS dan komisaris.

18

16

Fred B.G. Tumbuan ,Hukum Kepailitan, Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung:Alumni,2001), hlm. 50.

Bila permohonan diajukan oleh

17

Rahayu Hartini,Op,Cit., hlm. 191. 18

(22)

kreditur, pengadilan dalam waktu paling lambat 20 (duapuluh) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan harus mengabulkan permohonan PKPU Sementara, dan harus menunjuk hakim pengawas dari hakim pengadilan serta mengangkat satu atau lebih pengurus PKPU yang bersama debitur mengurus harta debitur.19

Segera setelah PKPU Sementara diucapkan, maka pengadilan melalui pengurus wajib memanggil debitur dan kreditur yang dikenal dengan surat tercatat atau melalui kurir untuk menghadap dalam sidang yang ditentukan paling lama pada harike 45 (empat puluh lima), terhitung sejak putusan PKPU Sementara diucapkan. Apabila debitur tidak hadir dan sidang PKPU Sementara berakhir maka pengadilan wajib menyatakan debitur pailit dalam sidang yang sama (Pasal 225UU No. 37 tahun 2004),20

PKPU akan membawa akibat hukum terhadap segala kekayaan debitur, dimana selama berlangsungnya PKPU, debitur tidak dapat dipaksakan untuk membayar utang- utangnya, dan semua tindakan eksekusi yang telah dimulai untuk memperoleh pelunasan utang harus ditangguhkan. Selama PKPU berlangsung debitur tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau

tetapi jika debitur menghadiri sidang tersebut dan juga mengajukan rencana perdamaian bagi para krediturnya, maka hakim pengadilan niaga menerima permohonan PKPU Tetap dengan jangka waktu 270 (dua ratus tujuh puluh) hari, terhitung sejak permohonan PKPU sementara diterima.

19

Ibid., 20

(23)

kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya.21 Dalam proses PKPU tersebut maka dipilihlah pengurus yang berhak untuk melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta debitur tidak dirugikan karena tindakan debitur itu sendiri

F. Metode Penelitian

Kata metode berasal dari kata Yunani methods yang berarti cara atau jalan. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.22 Untuk memenuhi kriteria penulisan yang bersifat ilmiah, maka harus didukung dengan metode yang bersifat ilmiah pula, yaitu berpikir yang obyektif, dan hasilnya harus dapat dibuktikan dan di uji secara benar.23

Penelitian ilmiah itu sendiri ialah suatu proses penalaran yang mengikuti suatu alur berpikir yang logis dan dengan menggabungkan metode yang juga ilmiah karena penelitian ilmiah selalu menuntut pengujian dan pembuktian. Penelitian merupakan salah satu cara yang tepat untuk memecahkan masalah. Selain itu penelitian juga dapat digunakan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran dan dilaksanakan untuk mengumpulkan data guna memperoleh pemecahan masalah atau mendapatkan jawaban atas pokok-pokok permasalahan yang dirumuskan dalam Bab I Pendahuluan, sehingga diperlukan rencana yang sistematis. Metodologi merupakan suatu logika yang menjadi dasar

21

Rahayu Hartini, Op.Cit., hlm. 211. 22

Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta, PT. Gramedia, 1997), hlm. 6m

23

(24)

suatu penelitian ilmiah. Oleh karenanya pada saat melakukan penelitian seseorang harus memperhatikan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya.24

Pada penelitian hukum ini, peneliti menjadikan bidang ilmu hukum sebagai landasan ilmu pengetahuan induknya, oleh karena itu maka penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum. Menurut Soerjono Soekanto yang dimaksud dengan penelitian hukum adalah kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau segala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya.25

1. Spesifikasi penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif disebut juga dengan penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang memusatkan pada analisis hukum baik hukum yang tertulis dalam buku (law in books) maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui putusan pengadilan (law is decided by the judge through the judicial process).26

Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat individu suatu gejala, keadaan atau kelompok tertentu. Deskriptif analitis berarti bahwa penelitian ini menggambarkan suatu peraturan hukum dalam konteks teori-teori hukum dan pelaksanaannya serta menganalisis fakta secara cermat tentang tugas dan kewenangan pengurus dalam PKPU. Adapun pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis, yang merupakan pendekatan yang mengkonsepsikan hukum sebagai norma, kaidah

24

Ronny Hanintijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), hlm. 9.

25

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI-Press, 1986), hlm. 43. 26

(25)

maupun azas dengan tahapan berupa studi kepustakaan dengan pendekatan dari berbagai literatur. Metode penelitian juga menggabungkan dengan studi kepustakaan (libraly research ) dengan menggunakan media literatur yang ada maupun jurnal ilmiah elektronik lainnya seperti internet dan tinjauan yuridis. 2. Sumber data

Sumber data penelitian ini adalah data sekunder, dapat dibedakan menjadi bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder juga bahan hukum tertier.

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer merupakan suatu bahan hukum yang mempunyai sifat authoritative yang berarti memiliki otoritas. Bahan hukum ini terdiri dari peraturan perundang-undangan diantaranya adalah, catatan-catatan resmi maupun risalah dalam pembuatan undang-undang.

b. Bahan hukum sekunder

Yaitu berupa bahan hukum yang merupakan publikasi hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi meliputi buku-buku teks, dan jurnal. Bahan hukum sekunder yang paling utama adalah buku teks karena berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan para sarjana yang memiliki kualitas keilmuan.

c. Bahan hukum tersier

(26)

abstrak perundang undangan, bibliografi hukum, direktori pengadilan, ensiklopedia hukum, indeks majalah hukum, kamus hukum dan seterusnya, dan kedua bahan-bahan primer, sekunder dan penunjang (tersier) di luar bidang hukum, misalnya, yang berasal dari bidang sosiologi, ekonomi, ilmu politik, filsafat dan lain sebagainya, yang oleh para peneliti hukum dipergunakan untuk melengkapi ataupun menunjang data penelitiannya.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini ialah studi kepustakaan, yaitu suatu teknik yang dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder melalui pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, literatur, tulisan, maupun putusan pengadilan yang berkaitan dengan penelitian ini. Pengumpulan data-data tersebut dilakukan dengan penelitian kepustakaan.

4. Analisa data

Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan Pasal-pasal kedalam kategori-kategori atas pengertian dasar dari system hukum tersebut. Data yang berasal dari studi kepustakaan kemudian dianalisis berdasarkan metode kualitatif dengan melakukan:

(27)

b. Mengelompokkan konsep-konsep atau peraturan-peraturan yang sejenis, dalam hal ini ialah yang berhubungan dengan tugas dan kewenangan pengurus PKPU.

c. Menemukan hubungan antara berbagai peraturan atau kategori dan kemudian diolah.

d. Menjelaskan dan menguraikan hubungan antara berbagai kategori atau peraturan perundang-undangan kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif sehingga mengungkapkan hasil yang diharapkan serta kesimpulan atas permasalahan.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makna dan memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Secara terperinci materi pembahasan keseluruhan dibagi dalam 5 bab yakni sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penuliasan, dan sistematika penulisan

(28)

Bab ini berisi tentang bagaimana prosedur permohonan PKPU, pihak-pihak yang terdapat dalam PKPU, dan proses pengangkatan pengurus dalam PKPU

BAB III HUBUNGAN PENGURUS DENGAN DEBITUR DALAM PKPU Bab ini menjelaskan tentang akibat hukum PKPU, kedudukan pengurus dalam PKPU, dan menjelaskan bagaimana hubungan pengurus dengan debitur dalam PKPU.

BAB IV TUGAS DAN WEWENANG PENGURUS BERDASARKAN UU NO. 37 TAHUN 2004

Bab ini berisikan tentang tugas dan kewenangan pengurus serta pertanggungjawabannya, peran pengurus dalam rencana perdamaian, dan pengakhiran PKPU yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiaban Pembayaran Utang.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(29)

BAB II

PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU

A. Prosedur Permohonan PKPU

Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur dapat terhindar dari ancaman harta kekayaannya dilikuidasi ketika debitur telah atau akan berada dalam keadaan insolven. Cara yang pertama adalah dengan mengajukan PKPU. PKPU diatur dalam Bab III, Pasal 222 sampai dengan Pasal 294 UU Kepailitan dan PKPU. Berdasarkan Pasal 222 ayat 2 UU Kepailitan dan PKPU, debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan pembayaran utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur. Istilah lain dari PKPU ini adalah suspension of payment atau Surseance van Betaling, maksudnya adalah suatu masa yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga di mana dalam masa tersebut kepada pihak kreditur dan debitur diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran hutangnya dengan memberikan rencana pembayaran seluruh atau sebagian hutangnya, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi hutangnya tersebut.27

Cara yang kedua yang dapat ditempuh oleh debitur agar harta kekayaan terhindar dari likuidasi adalah mengadakan perdamaian antara debitur dengan para

27

(30)

krediturnya setelah debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan. Perdamaian itu memang tidak dapat menghindarkan kepailitan, karena kepailitan itu sudah terjadi, tetapi apabila perdamaian itu tercapai maka kepailitan debitur yang telah diputuskan oleh pengadilan itu menjadi berakhir.28

Tujuan pengajuan PKPU, menurut Pasal 222 ayat 2 UU Kepailitan dan PKPU, adalah untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur. Menurut penjelasan Pasal 222 ayat 2 UU Kepailitan dan PKPU, yang dimaksud dengan kreditur adalah baik kreditur konkuren maupun kreditur yang didahulukan. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah prosedur hukum (atau upaya hukum) yang memberikan hak kepada setiap debitur maupun kreditur yang tidak dapat memperkirakan melanjutkan pembayaran utangnya, yang sudah jatuh tempo.

Dengan kata lain, dengan cara ini pula debitur dapat menghindarkan diri dari pelaksanaan likuidasi terhadap harta kekayaannya sekalipun kepailitan sudah diputuskan oleh pengadilan. Perdamaian tersebut dapat mengakhiri kepailitan debitur hanya apabila dibicarakan bersama melibatkan semua kreditur. Apabila perdamaian hanya diajukan dan dirundingkan dengan hanya satu atau beberapa kreditur, maka kepailitan debitur tidak dapat diakhiri.

29

28

Ibid., hlm. 327.

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dapat diajukan secara sukarela oleh debitur yang telah memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat membayar utang-utangnya dan PKPU adalah suatu keringanan yang diberikan kepada suatu debitur untuk menunda pembayaran utangnya, debitur mempunyai harapan dalam waktu

29

(31)

yang relatif tidak lama akan memperoleh penghasilan yang akan cukup melunasi semua utang-utangnya.

Pada hakikatnya PKPU berbeda dengan kepailitan, PKPU tidak berdasarkan pada keadaan dimana debitur tidak membayar utangnya atau insolven dan juga tidak bertujuan dilakukannya pemberesan budel pailit. PKPU tidak dimaksudkan untuk kepentingan debitur saja, melainkan juga untuk kepentingan para krediturnya. Menurut Fred B.G. Tumbuan, PKPU bertujuan menjaga jangan sampai seorang debitur, yang karena suatu keadaan semisal keadaan likuid dan sulit memperoleh kredit, dinyatakan pailit, sedangkan bila ia diberi waktu besar kemungkinan ia akan mampu untuk melunaskan utang-utangnya, jadi dalam hal ini akan merugikan para kreditur juga.30

Kartini Muljadi, menambahkan bahwa debitur selama PKPU tidak kehilangan penguasaan dan hak (beheer en beschikking) atas kekayaannya, tetapi hanya kehilangan kebebasannya dalam menguasai kekayaannya.

Oleh karenanya dengan memberi waktu dan kesempatan kepada debitur melalui PKPU maka debitur dapat melakukan reorganisasi usahanya ataupun restrukturisasi utang-utangnya, sehingga ia dapat melanjutkan usahanya dan dengan demikian ia dapat melunasi utang-utangnya.

31

30

Ibid., hlm. 329

Apabila dalam kepailitan debitur tidak lagi berwenang mengurus dan memindahtangankan kekayaannya, tetapi dalam PKPU debitur masih dapat melakukan pengurusan dan kepemilikan atas harta kekayaannya asalkan hal tersebut disetujui oleh pengurus PKPU (Pasal 240 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU). Selanjutnya Pasal 240 ayat 4 UU Kepailitan dan PKPU menyebutkan, bahkan atas dasar kewenangan yang

31

(32)

diberikan oleh pengurus PKPU, debitur dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga semata-mata dalam rangka meningkatkan nilai harta debitur. Dalam hal ini bila untuk mendapatkan pinjaman dimintakan jaminan atau agunan maka yang dapat dijaminkan adalah terhadap harta debitur yang belum dijadikan jaminan utang sebelumnya.

Dengan demikian jelaslah perbedaan antara PKPU dan kepailitan, dimana dalam PKPU debitur tetap memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum mengalihkan dan mengurus kekayaannya sepanjang hal itu dilakukan dengan persetujuan pengurus PKPU yang ditunjuk secara khusus oleh pengadilan berkenaan dengan proses PKPU tersebut. Sedangkan dalam hal debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan, maka debitur tersebut tidak lagi berwenang untuk mengurus dan mengalihkan harta kekayaannya yang telah menjadi harta pailit. Kewenangan tersebut sepenuhnya berada ditangan kurator.

Prinsip PKPU jelas berbeda dengan prinsip kepailitan, yaitu untuk memperoleh pelunasan secara proporsional dari utang-utangnya debitur. Meskipun pada prinsipnya kepailitan masih membuka pintu menuju perdamaian.32

32

Ibid., hlm. 37.

(33)

mengajukan permohonan pembatalan perjanjian perdamaian kepada pengadilan niaga dan debitur otomatis dinyatakan pailit. Hal ini juga berbeda dengan proses

restructuring biasa, yang apabila terjadi breach perjanjian, tentunya harus dilalui proses gugat perdata yang berliku-liku dan waktunya panjang. Proses

restructuring hanya mengikat kreditur tertentu saja namun dalam PKPU mengikat semua kreditur. Sedangkan dalam kepailitan, walaupun juga ada mengenal perdamaian, namun pada dasarnya kepailitan itu ditujukan pada pemberesan harta pailit yang dilakukan dengan cara menjual seluruh boedel pailit dan membagikan hasil penjualan tersebut kepada para kreditur yang berhak menurut urutan yang ditentukan dalam undang-undang.

Perbedaan antara PKPU dengan kepailitan juga terdapat dalam bidang prosedur yang harus ditempuh. Peraturan prosedur pada PKPU kurang luas dibandingkan dengan peraturan prosedur dalam kepailitan.33

Pasal 222 UU Kepailitan dan PKPU menentukan bahwa;

PKPU harus diajukan sebelum debitur dinyatakan pailit oleh putusan Pengadilan Niaga, sebab apabila PKPU diajukan setelah debitur dinyatakan pailit, maka hal ini tidak ada gunanya lagi. Sehubungan dengan itu, maka berdasarkan Pasal 229 ayat 3 UU Kepailitan dan PKPU menentukan bahwa apabila permohonan pernyataan pailit dan permohonan PKPU diperiksa pada saat yang bersamaan, maka permohonan PKPU harus diputuskan terlebih dahulu.

1. PKPU diajukan oleh debitur yang mempunyai lebih dari 1 (satu) kreditur atau oleh kreditur

33

(34)

2. Debitur yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih dapat memohon PKPU, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur.

3. Kreditur yang memperkirakan bahwa debitur tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada debitur diberi PKPU, untuk memungkinkan debitur mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada krediturnya.

Dari ketentuan Pasal 222 diketahui bahwa yang dapat mengajukan permohonan PKPU adalah debitur dan kreditur. Debitur dapat mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang hanya apabila debitur mempunyai lebih dari satu kreditur. Selain itu, syarat lain bagi debitur agar dapat mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang, yaitu apabila debitur juga sudah dalam keadaan tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih.

(35)

jaminan pelunasan utang. Sementara itu, kreditur yang didahulukan pelunasan piutangnya adalah kreditur pemegang hak jaminan dan kreditur istimewa.

Undang-Undang Kepailitan dan PKPU menentukan tidak semua debitur dapat mengajukan sendiri permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang. Dalam hal debitur adalah bank, perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, perusahaan asuransi, perusahaan re-asuransi, dana pensiun, dan badan usaha milik negara yang bergerak di bidang kepentingan publik maka yang dapat mengajukan permohonan PKPU yaitu:34

1. Bank Indonesia dalam hal debitur adalah bank,

2. Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitur adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan

3. Menteri Keuangan dalam hal debitur adalah perusahaan asuransi, perusahaan re-asuransi dan dana pensiun, dan badan usaha milik negara yang bergerak di bidang kepentingan publik.

Permohonan PKPU dapat diajukan oleh debitur baik sebelum permohonan pernyataan pailit diajukan maupun setelah permohonan pernyataan pailit diajukan sebagimana ketentuan Pasal 222 jo Pasal 229 ayat 4 UU Kepailitan dan PKPU, yang penting sebelum adanya keputusan hakim yang tetap menyatakan debitur pailit. Sehubungan dengan dimungkinkannya permohonan PKPU diajukan setelah

34

(36)

pengadilan niaga menerima permohonan pernyataan pailit, dapat terjadi kemungkinan sebagai berikut:35

1. Permohonan pernyataan pailit telah diterima oleh pengadilan niaga tetapi belum diperiksa, dan sementara permohonan pernyataan pailit belum diperiksa, pengadilan niaga menerima pula permohonan PKPU dari debitur atau dari kreditur yang bukan pemohon kepailitan.

2. Permohonan pernyataan pailit telah diterima oleh pengadilan niaga, dan sementara permohonan pernyataan pailit itu sedang diperiksa oleh pengadilan niaga, debitur atau kreditur yang bukan pemohon kepailtan juga mengajukan PKPU.

Prosedur permohonan PKPU diuraikan berdasarkan ketentuan Pasal 224 UU Kepailitan dan PKPU yang berbunyi sebagai berikut:

1. Permohonan PKPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222 harus diajukan kepada pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dengan ditandatangani oleh pemohon dan oleh advokadnya.

2. Dalam hal pemohon adalah debitur, permohonan PKPU harus disertai daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang debitur beserta suratbukti secukupnya.

3. Dalam hal pemohon adalah kreditur, pengadilan wajib memanggil debitur melalui juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7(tujuh) hari sebelum sidang.

4. Pada sidang sebagaimana dimaksud pada ayat 3, debitur mengajukan daftar yang memuat sifat, jumlah piutang dan utang debitur beserta surat bukti secukupnya dan bila ada rencana perdamaian.

5. Pada surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat dilampirkan rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222.

6. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1, ayat 2 , ayat 3, ayat (4) dan ayat 5 berlaku mutatis mutandis sebagai tata cara pengajuan PKPU sebagaimana dimaksud pada ayat 1.

35

(37)

Berdasarkan ketentuan Pasal 224 UU Kepailitan dan PKPU tersebut, maka permohonan PKPU harus diajukan secara tertulis kepada Pengadilan Niaga disertai dengan daftar uraian mengenai harta beserta surat-surat bukti selayaknya. Surat permohonan itu harus ditandatangani baik oleh debitur maupun penasehat hukumnya.36

Terhadap permahonan PKPU yang diajukan ke pengadilan niaga, maka pengadilan terlebih dahulu akan memutus PKPU Sementara kepada debitur sebelum PKPU Tetap. Adapun tujuan PKPU Sementara ini adalah :

Dengan demikian, debitur harus menunjuk penasehat hukum bila ingin mengajukan permohonan PKPU. Namun permohonan tersebut tidak dapat diajukan sendiri oleh penasehat hukum tetapi harus bersama-sama dengan debitur. Pada surat permohonan tersebut dapat juga dilampirkan rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222.

1. Agar segera tercapai keadaan diam (stay atau standstill)37

2. Memberi kesempatan kepada debitur untuk menyusun rencana perdamaian berikut segala persiapan-persiapan yang diperlukan apabila rencana perdamaian belum dilampirkan dalam pengajuan PKPU sebelumnya.

sehingga memudahkan pencapaian kata sepakat diantara kreditur dengan debitur menyangkut pada rencana perdamaian yang dimaksudkan oleh debitur.

Dalam hal permohonan diajukan oleh debitur, pengadilan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan, sebagaimana dimaksud di atas, hakim harus mengabulkan PKPU Sementara dengan batas waktu 45 hari dan harus menunjuk seorang hakim pengawas serta

36

Ibid., hlm. 341. 37

(38)

mengangkat satu orang atau lebih pengurus yang bersama-sama debitur mengurus harta si debitur. Namun apabila permohonan diajukan oleh kreditur, pengadilan dalam waktu paling lambat 20 hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan tersebut, harus mengabulkan PKPU Sementara dan harus menunjuk hakim pengawas serta mengangkat satu atau lebih pengurus yang bersama-sama debitur mengurus harta debitur tersebut.

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara berlaku sejak tanggal PKPU Sementara tersebut ditetapkan dan berlangsung sampai dengan tanggal sidang yang paling lambat diselenggarakan pada hari ke 45 terhitung sejak PKPU Sementara ditetapkan. Segera setelah ditetapkannya putusan PKPU Sementara, pengadilan melalui pengurus wajib memanggil debitur dan kreditur dengan surat tercatat atau melalui kurir, untuk menghadap dalam sidang yang diselenggarakan paling lambat pada hari ke-45 terhitung setelah keputusan PKPU Sementara ditetapkan.

Pada hakekatnya PKPU Tetap diberikan oleh para kreditur dan bukan oleh pengadilan niaga, dengan kata lain PKPU Tetap diberikan berdasarkan kesepakatan debitur dan para krediturnya mengenai rencana perdamaian yang diajukan oleh debitur. Dan Pengadilan Niaga hanya memberikan putusan pengesahan atau konfirmasi saja atas kesepakatan antara debitur dan para kreditur konkuren tersebut. Tidak dibenarkan bagi Pengadilan Niaga untuk mengeluarkan keputusan yang tidak sesuai dengan kehendak atau kesepakatan debitur dan para krediturnya.38

38

(39)

Pasal 229 UU Kepailitan dan PKPU menentukan bahwa pemberian PKPU Tetap berikut perpanjangannya ditetapkan oleh Pengadilan berdasarkan:

1. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditur konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara diakui dari kreditur konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut; dan 2. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah Kreditur yang piutangnya

dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan Kreditur atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut.

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tetap lahir setelah proses sidang dimaksud di atas dilaksanakan dan keputusan sidang menetapkan bahwa PKPU sementara diputus menjadi PKPU tetap. Apabila PKPU tetap ini disetujui oleh para kreditur maka rencana perdamaian tersebut ditetapkan menjadi perjanjian perdamaian yang disepakati oleh para pihak, tidak boleh melebihi batas waktu 270 hari sudah termasuk perpanjangannya terhitung sejak PKPU sementara ditetapkan. Namun apabila dalam sidang tidak dapat ditetapkan persetujuan PKPU sementara maka dalam sidang tersebut debitur dinyatakan pailit.39

Selama berlangsungnya PKPU sementara maupun PKPU tetap, berdasarkan Pasal 242 UU Kepailitan dan PKPU debitur tidak dapat dipaksa untuk membayar utang-utangnya lagi. Selain itu, semua tindakan eksekusi yang

39

(40)

telah dimulai dalam rangka pelunasan utang harus ditangguhkan dan semua sita yang telah diletakkan gugur dan dalam hal debitur disandera, debitur harus segera dilepaskan segera setelah diucapkan keputusan PKPU tetap atau setelah keputusan pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan hukum tetap.40

Undang-undang mewajibkan begitu permohonan PKPU sementara diputus oleh pihak Pengadilan Niaga pengurus wajib segera mengumumkan putusan PKPU dalam Berita Negara Republik Indonesia dan dalam satu atau lebih surat kabar harian yang ditunjuk oleh hakim pengawas dan pengumuman itu juga harus memuat undangan untuk hadir pada persidangan yang merupakan rapat permusyawaratan hakim berikut pengumuman tentang tanggal, tempat dan waktu sidang, nama hakim pengawas dan nama serta alamat pengurus dan apabila pada surat permohonan dilampirkan rencana perdamaian, maka hal ini harus disebutkan dalam pengumuman tersebut, dan pengumuman itu harus dilakukan dalam waktu paling lambat 21 hari sebelum tanggal sidang direncanakan. Demikian juga dalam halnya telah disetujuinya PKPU tetap dan pengesahan rencana perdamaian maka keputusan tersebut harus diumumkan dengan cara sebagaimana disebut di atas.

B. Pihak-Pihak dalam PKPU 1. Debitur

Berdasarkan pada ketentuan Pasal 1 angka 1 UU Kepailitan dan PKPU, yang dimaksud dengan debitur adalah orang yang mempunyai hutang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih dimuka

40

(41)

pengadilan. Dalam PKPU debitur belum atau tidak dinyatakan pailit tetapi oleh Majelis Hakim diberi penundaan kewajiban pembayaran utang dengan putusan. Debitur ini, sejak putusan PKPU diucapkan maka bersama-sama dengan pengurus berhak mengurus harta debitur.41

Sesuai dengan Pasal 222 UU Kepailitan dan PKPU, debitur yang mempunyai lebih dari satu kreditur dapat mengajukan PKPU bila ia tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Maksud pengajuan oleh debitur ini ialah untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur. Debitur yang mengajukan ini dapat berupa debitur perorangan ataupun debitur badan hukum.

Pada UU Kepailitan dan PKPU menentukan tidak semua debitur dapat mengajukan sendiri permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang. Ada beberapa pengecualian sehingga permohonan PKPU hanya dapat diajukan oleh pihak yang berwenang yaitu:

a. Bank Indonesia jika debiturnya bank;

b. Bapepam jika debiturnya perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, dan lembaga penyimpanan dan penyelesaian;

c. Menteri Keuangan jika debiturnya perusahaan asuransi, reasuransi, dana pensiun dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik;

41

(42)

2. Kreditur

Berdasarkan pada ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Kepailitan dan PKPU, yang dimaksud dengan kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. Dalam PKPU terdapat beberapa jenis kreditur yakni:

a. Kreditur separatis.

Diatur dalam Pasal 56 UU Kepailitan dan PKPU. Yang dimaksud dengan kreditur separatis adalah kreditur yang memiliki jaminan hutang kebendaan (hak jaminan), seperti pemegang hak tanggungan, hipotik, gadai, fidusia, dan hak agunan atas kebendaan lainnya. Kreditur ini mempunyai kedudukan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan kreditur lainnya. Kreditur ini dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Namun pelaksanaannya harus ditangguhkan terhitung 90 hari sejak tanggal putusan pailit diucapkan. Kreditur separatis dapat mengajukan permohonan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta debitur dan tetap memiliki hak untuk didahulukan dari kreditur yang lain.42

b. Kreditur preferen.

Berdasarkan pada Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUH Perdata, yang dimaksud dengan kreditur preferen adalah kreditur yang memiliki hak istimewa atau hak prioritas sesuai dengan yang diatur oleh undang-undang yang bersangkutan. Dalam kepailitan kreditur preferen mendapat

42

(43)

hak untuk didahulukan pembayarannya atas semua harta pailit berdasarkan sifat piutangnya. Pembayarannya diistimewakan atas hasil penjualan barang bergerak maupun barang tetap dari harta debitur pailit. Tagihan yang preferen atas hasil eksekusi benda tertentu milik debitur antara lain:43

1) ongkos-ongkos pengadilan

2) privelege orang yang menyewakan. 3) privelege si penjual

4) biaya menyelamatkan barang 5) biaya pembuatan (upah tukang)

6) hak istimewa pemilik rumah penginapan. 7) upah angkutan

8) hak istimewa para tukang batu, tukang kayu dan tukang bangunan, 9) hak istimewa atas penggantian serta pembayaran yang harus dipikul

oleh pegawai yang memangku jabatan umum c. Kreditur konkuren.

Berdasarkan pada Pasal 1131 jo. Pasal 1132 KUH Perdata. Kreditur golongan ini adalah semua Kreditur yang tidak masuk Kreditur separatis dan tidak termasuk Kreditur preferen. Kreditur konkuren atau disebut juga kreditur bersaing adalah semua kreditur yang memiliki piutang tanpa ikatan tertentu. Dalam kepailitan para kreditur konkuren akan

43

J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan (Bandung : Citra Aditya

(44)

memperoleh pembayaran piutangnya menurut perimbangan besar kecilnya piutang sebagaimana diatur dalam Pasal 1132 KUHPdt. Umumnya kreditur konkuren adalah kreditur yang paling rentan mengalami kerugian dalam kepailitan dan harus berusaha keras mendapatkan bagiannya menurut persentase yang ditentukan dalam rapat verifikasi.44

PKPU pada dasarnya, hanya berlaku/ditujukan pada para kreditur konkuren saja. Walaupun pada UU Kepailitan dan PKPU pada Pasal 222 ayat 2 tidak disebut lagi perihal kreditur konkuren sepereti halnya ketentuan dalam Pasal 212 Undang-undang No. 4 Tahun 1998 yang secara jelas menyebutkan bahwa debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren.45

a. Tagihan yang dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya.

Namun pada Pasal 244 UU Kepailitan dan PKPU menyatakan bahwa dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 246, penundaan kewajiban pembayaran utang tidak berlaku terhadap :

44

Ibid. 45

(45)

b. Tagihan biaya pemeliharaan, pengawasan atau pendidikan yang sudah harus dibayar dan hakim pengawas harus menentukan jumlah tagihan yang sudah ada dan belum dibayar sebelum penundaan kewajiban pembayaran utang yang bukan merupakan tagihan dengan hak untuk diistimewakan.

c. Tagihan yang diistimewakan terhadap benda tertentu milik debitur maupun terhadap seluruh harta debitur yang tidak tercakup pada point b. Walaupun PKPU ini hanya berlaku bagi para kreditur konkuren saja, tapi hasil seluruh kesepakatan mengenai rencana perdamaian tetap berlaku dan mengikat seluruh para kreditur baik kreditur konkuren maupun para kreditur separatis dan dalam pelaksanaan sidang-sidang senantiasa harus mengikut sertakan seluruh para krediturnya. Termasuk hak untuk mengeluarkan suara selama Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ini berjalan, termasuk pula dalam menanggapi usul-usul rencana perdamaian.46

Menurut Remy Sjahdeini Kesepakatan mengenai rencana perdamaian hanya mempunyai arti apabila setiap kreditur terikat baik kreditur konkuren maupun kreditur preferen. Apabila tidak setiap kreditur terikat dengan perdamaian yang tercapai, maka kedudukan debitur dan kepentingan para kreditur yang terikat dengan perdamaian tersebut dapat dibahayakan oleh kreditur yang tidak terikat yaitu kreditur preferen. Kreditur yang tidak terikat dengan perdamaian itu dapat mengajukan permohonan pailit. Apabila permohonan pailit ini dikabulkan oleh

46

(46)

pengadilan, maka perdamaian yang telah disepakati antara debitur dan para kreditur konkuren dan sedang berjalan implementasinya akan harus dihentikan.47

Dalam PKPU dikenal juga adanya panitia kreditur. Panitia Kreditur adalah pihak yang mewakili pihak kreditur sehingga panitia kreditur tentu akan memperjuangkan segala kepentingan hukum dari pihak kreditur. Pengadilan harus mengangkat panitia kreditur apabila:

48

a. Permohonan PKPU meliputi utang yang bersifat rumit atau banyak kreditur; atau

b. Pengankatan tersebut dikehendaki oleh Kreditur yang mewakili paling sedikit setengah bagian dari seluruh jumlah tagihan yang diakui.

Mekanisme PKPU selain dilakukan oleh debitur, juga dapat dilakukan oleh kreditur yang memperkirakan bahwa Debitur tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada Debitur diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan Debitur mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada krediturnya.

3. Pengurus dan hakim pengawas

Untuk pelaksanaan PKPU, menurut UU Kepailitan dan PKPU perlu ditunjuk hakim pengawas dan pengurus PKPU oleh pengadilan, dimana baik hakim pengawas dan pengurus mempunyai tugas dan fungsimasing-masing untuk melancarkan proses PKPU. Menurut Pasal 225 ayat 2 UU Kepailitan dan PKPU, bersamaan dengan pemberian putusan PKPU Sementara, Pengadilan Niaga harus

47

Sutan Remy Sjahdeini Op.Cit., hlm. 327-328. 48

(47)

menunjuk seorang hakim pengawas dari hakim pengadilan serta mengangkat satu atau lebih pengurus yang bersama dengan debitur mengurus harta debitur.

Menurut Pasal 240 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU, dengan diangkatnya seorang atau lebih pengurus, maka serta merta kekayaan debitur berada dibawah pengawasan pengurus PKPU. Sejak tanggal dimulainya PKPU Sementara, maka debitur tidak berwenang lagi melakukan tindakan pengurusan atau pengalihan yang menyangkut kekayaannya tanpa persetujuan pengurus PKPU.49

Berdasarkan Pasal 1 ayat 8 UU Kepailitan dan PKPU yang dimaksud dengan hakim pengawas ialah hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan dalam putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang. Tugas dan wewenang hakim pengawas dalam perkara PKPU tidak ditentukan secara tegas sebagaimana perkara kepailitan. Akan tetapi, berdasarkan ketentuan Pasal 225 ayat 4, Pasal 226 ayat 1 dan Pasal 228 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU yang menyatakan sidang selambat-lambatnya pada hari ke-45 yang telah ditetapkan oleh Majelis hakim pemeriksa dan pemutus perkara PKPU dimana didengar keterangan debitur, hakim pengawas dan kreditur yang hadir atau kuasanya maka hakim pengawas melaksanakan tugas dan wewenang secara mutatis mutandis menyesuaikan dengan ketentuan pada perkara kepailitan.

Mengenai pengurus akan dibahas lebih jauh dalam poin pembahasan berikutnya.

Dalam praktik, hakim pengawas menetapkan hari, tanggal, waktu dan tempat rapat Kreditur yang disampaikan kepada pengurus untuk membicarakan

49

(48)

rencana perdamaian yang ditawarkan oleh debitur pemohon PKPU.50

Rapat kreditur diketuai oleh hakim pengawas dengan dibantu oleh panitera pengganti serta dihadiri oleh pengurus, debitur dan para kreditur. Hakim pengawas meminta keterangan kepada debitur perihal rencana perdamaian yang ditawarkan, yang dilampiri daftar harta debitur dan daftar kreditur yang menyebutkan nama, alamat, jumlah dan sifat piutang dari kreditur. Setelah itu, hakim pengawas meminta keterangan kepada pengurus perihal pencatatan harta debitur. Kemudian berdasarkan keterangan debitur dan pengurus, hakim pengawas meminta pendapat para kreditur apakah dapat menerima atau menyetujui rencana pendamaian yang ditawarkan oleh debitur. Ataukah para kreditur dapat menyetujui pemberian PKPU secara tetap yang dimintakan oleh debitur guna membicarakan rencana perdamaian pada rapat kreditur selanjutnya. Rencana perdamaian yang telah diajukan harus disetujui atau ditolak oleh rapat kreditur melalui pemungutan suara, dan untuk selanjutnya harus disahkan atau ditolak pada sidang pengesahan.

Berbeda dengan perdamaian dalam kepailitan, perdamaian dalam PKPU dapat diajukan oleh kreditur selain debitur. Hal ini adalah logis karena tidak mungkin perdamaian dalam kepailitan diajukan oleh kreditur karena kepailitan itu sendiri telah dimohonkan sebelumnya oleh kreditur bersangkutan. Perbedaan nyata lain adalah perdamaian dalam PKPU secara tegas memungkinkan debitur untuk menyelesaikan sebagian dari seluruh utangnya kepada kreditur.

51

4. Tenaga ahli

50

Ibid., hlm. 182. 51

(49)

Setelah diterimanya permohonan PKPU oleh Pengadilan Niaga, baik PKPU Sementara maupun PKPU Tetap maka hakim pengawas dapat mengangkat satu atau lebih tenaga ahli.52

a. akuntan publik untuk mengaudit keuangan perusahaan pihak debitur berikut dengan rincian utang piutang perusahaan tersebut.

Pengangkatan tenaga ahli ini, dimungkinakan menurut ketentuan Pasal 238 UU Kepailitan dan PKPU, para tenaga ahli yang ditunjuk dapat berupa :

b. Konsultan hukum untuk meneliti perkara, gugatan-gugatan terutama yang sedang berjalan termasuk konsultan hukum perburuhan mengenai kondisi dan hubungan perburuhan di perusahaan tersebut terutama bagi perusaahan yang mempekerjakan banyak buruh

c. Notaris untuk meneliti bentuk-bentuk perjanjian yang diperlukan terutama dalam rangka penyusunan rencana perdamaian.

C. Pengangkatan Pengurus dalam PKPU

Pengurus adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam perkara PKPU untuk mengurus harta debitur debitur bersama-sama dengan debitur dibawah pengawasan hakim pengawas.53

52

Ibid., hlm. 175.

Balai Harta Peninggalan (BHP) yang dimaksud adalah instansi pemerintahyang berada dibawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang melakukan pelayanan jasa hukum dibidang kepailitan dan PKPU serta bidang lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

53

(50)

Pengurus sebagai seorang profesional dalam perkara PKPU berbeda dengan kurator dalam perkara pailit. Kendatipun dua profesi ini melekat pada diri satu orang, namun tugas dan tanggung jawab yang dijalankan berbeda. Pengurus adalah orang yang mengurusi harta debitur bersama-sama dengan debitur, sedangkan kurator adalah orang yang diberi kewenangan untuk mengurus dan membereskan harta debitur pailit. Dalam melakukan pengurusan atau pemberesan kurator mempunyai kewenangan untuk menjual aset debitur pailit sedangkan pengurus tidak berwenang menjual harta debitur dalam PKPU.

Disamping perbedaan antara pengurus dan kurator tersebut terdapat juga beberapa persamaan yaitu :54

1. Pengurus dan kurator sama-sama diangkat oleh majelis hakim.

2. Pengurus maupun kurator, dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya diawasi oleh hakim pengawas.

3. Pengurus dan kurator bertanggungjawab terhadap kesalahan dan kelalaiannya dalam melaksanakan tugas yang menyebabkan kerugian terhadap harta debitur. 4. Pengurus dan kurator wajib terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi

Manusia.

Syarat untuk dapat diangkat menjadi pengurus sama dengan kurator. Pengurus yang diangkat harus terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pengurus harus independen, artinya pengurus tidak boleh memiliki benturan kepentingan dengan debitur atau kreditur. Pasal 234 ayat 3 UU Kepailitan dan PKPU menyatakan bahwa yang dapat menjadi pengurus adalah:

54

(51)

1. orang perseorangan yang berdomisili di wilayah Negara Republik Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus harta debitur; dan

2. terdaftar pada kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan.”

Lebih jauh lagi mengenai syarat untuk dapat diangkat menjadi pengurus, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor M.01-HT.05.10 Tahun 2005 tentang Pendaftaran Kurator dan Pengurus, pada Pasal 2 ditentukan syarat untuk dapat didaftarkan sebagai kurator dan pengurus, yakni:

1. Warga Negara Indonesia yang berdomisili di Indonesia 2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

3. Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 4. Sarjana hukum atau sarjana ekonomi jurusan akuntansi

5. Telah mengikuti pelatihan calon kurator dan pengurus yang diselenggarakan oleh organisasi profesi kurator dan pengurus bekerjasama dengan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

6. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidanan yang diancam dengan hukuman pidana 5 (lima) tahun penjara atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukuman tetap

7. Tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan 8. Membayar biaya pendaftaran, dan

(52)

Pasal 234 ayat 1 menentukan bahwa pengurus PKPU yang diangkat harus independen dan tidak memiliki benturan kepentingan dengan debitur atau kreditur. Pengurus PKPU yang diangkat harus independen dimana dia adalah seseorang atau badan yang tidak berada dibawah salah satu pihak yang sedang bersengketa, sehingga independensinya benar-benar terjaga.55

Penunjukan pengurus PKPU oleh Pengadilan Niaga dapat berdasarkan usul dari debitur, kreditur atau atas kewenangannya sendiri, dengan memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:56

1. Sebelum menerima penunjukkan, pengurus PKPU harus memastikan dirinya memiliki kompetensi dan kapasitas yang cukup untuk menjalankan penugasan tersebut. Kompetensi dan kapasitas yang dimaksud adalah mengenai itikad baik pengurus PKPU dalam hal menilai dirinya mengenai kemampuannya serta kapasitas/kualifikasi dari dirinya sendiri untuk melakukan proses pengurusan harta kekayaan debitur dalam PKPU. Oleh sebab itu pengurus PKPU harus mengikuti pendidikan keahlian khusus dan sertifikasi yang dilakukan oleh lembaga Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (selanjutnya disebut AKPI) atau pihak lain yang diakreditasi oleh AKPI. Pendidikan keahlian khusus bagi kurator dan pengurus PKPU terdiri dari pendidikan dasar dan pendidikan lanjutan. Mengenai standart keahlian khusus tidak dijelaskan lebih lanjut dalam peraturan atau Standart Kurator dan Pengurus.

2. Sebelum menerima penugasan, pengurus PKPU harus memastikan dirinya tidak memiliki benturan kepentingan dengan debitor maupun kreditor,

Referensi

Dokumen terkait

37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang memberikan wewenang kepada kreditur untuk memohonkan PKPU berdasarkan Pasal 222 ayat (1)

Bila merujuk pada pasal 209 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang UUK-PKPU yang bunyinya sebagai berikut “Putusan pernyataan pailit berakibat demi hukum dipisahkannya

dari kepailitan dan likuidasi terhadap harta bendanya.Sedangkan menurut Sutan “Akan tetapi, ada kalanya juga sebenarnya permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

Dalam hal pemohon adalah Debitor, permohonan PKPU harus disertai daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, jumlah hutang debitor beserta surat bukti secukupnya,

• UU Kepailitan memberi kesempatan kepada debitor yang tidak dapat atau sudah memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh tempo dan

JOURNAL OF LAW AND POLICY TRANSFORMATION 61 Dengan demikian, maka titik singgung mengadili dalam perkara kepailitan dan PKPU pada lembaga keuangan syariah terletak pada

Setelah adanya putusan pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga, Kurator akan menjalankan tugasnya untuk melakukan pengurusan dan pemberesan terhadap boedel pailit.13 UU

Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992 Ahmad yani dan Gunawan Widjaya, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002 Analisa Yahaan, Kepailitan Dan Penundaan