I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Peningkatan jumlah penduduk serta semakin meningkatnya pengetahuan
masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap
tahunnya. Konsumsi protein hewani penduduk Provinsi Lampung meningkat
dari 4,18% (2007) menjadi 4,33% (2008). Komposisi konsumsi protein pada
2008 berasal dari 42,18 g protein nabati dan 15,31 g protein hewani;
sementara anjuran konsumsi protein nabati sebesar 37 g/kapita/hari dan
protein hewani 15 g/kapita/hari (Dinas Peternakan Provinsi Lampung, 2009).
Sumber protein hewani antara lain daging, susu dan telur. Daging khususnya
daging ayam merupakan sumber protein yang disukai oleh konsumen. Selain
karena harganya yang relatif murah juga karena kandugan gizinya yang tinggi.
Saat ini tidak hanya daging broiler saja yang dijadikan sebagai pemenuhan
permintaan daging ayam di pasaran, terdapat alternatif lain yaitu daging yang
berasal dari ayam jantan tipe medium. Ayam jantan tipe medium merupakan
hasil sampingan dari industri pembibitan ayam. Ayam jantan di penetasan
merupakan hasil yang tidak diharapkan karena hanya ayam betina yang
Pada dasarnya ayam jantan tipe medium memiliki beberapa kelebihan selain
harga Day Old Chick (DOC) yang relatif lebih murah dibandingkan dengan DOC broiler, hasil produksinya mudah dipasarkan karena pada umumnya
rasa daging ayam jantan tipe medium hampir menyerupai ayam kampung,
serta memiliki kadar lemak abdominal yang rendah yang menyerupai ayam
kampung (Darma, 1982 dan Riyanti, 1995).
Keberhasilan pemeliharaan ayam jantan tipe medium dipengaruhi oleh 30 %
genetik dan 70% faktor lingkungan (Aksi Agraris Kanisius, 2003). Faktor
lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap kondisi ternak salah satunya
adalah jenis dan kepadatan kandang. Manajemen pemeliharaan yang baik
harus memperhatikan jenis dan kepadatan kandang yang sesuai.
Umumnya jenis kandang yang digunakan dalam pemeliharaan ayam jantan
tipe medium adalah kandang panggung. Menurut Sudaryani dan Santosa
(1999), kandang panggung adalah kandang dengan lantai renggang dan ada
jarak dengan tanah serta terbuat dari bilah-bilah bambu atau kayu. Menurut
Suprijatna, dkk. (2005), kelebihan kandang panggung adalah laju
pertumbuhan ayam tinggi, efisiensi dalam penggunaan ransum, dan kotoran
mudah dibersihkan.
Kandang dengan kepadatan yang sesuai akan menciptakan kondisi yang
nyaman bagi ternak (comfort zone). Kepadatan kandang yang tinggi akan menyebabkan ternak berada pada kondisi yang tidak nyaman. Menurut
menyebabkan suhu dan kelembaban yang tinggi sehingga akan mengganggu
fungsi fisiologis tubuh ayam. Respon fisiologis ternak yang dipengaruhi oleh
perubahan temperatur dan kelembaban adalah frekuensi pernapasan, suhu
rektal serta suhu shank. Pada kepadatan kandang yang rendah ternak
cenderung berada dalam kondisi nyaman sehingga tidak memengaruhi respon
fisiologis ayam, namun kurang efisiensi dalam produksi.
Berdasarkan hasil penelitian Yunus (2009), jenis kandang panggung dan
kandang postal tidak berpengaruh nyata terhadap frekuensi pernapasan, dan
suhu shank broiler. Penelitian Marlina (2010) menyatakan bahwa tidak adanya perbedaan antara jumlah sel darah merah, putih serta kadar
hemoglobin pada kepadatan kandang 16 ekor m-2, 19 ekor m-2 dan 22 ekor m-2 pada ayam jantan tipe medium di kandang panggung.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui kepadatan kandang yang ideal yang berpengaruh baik terhadap
respon fisiologis berupa frekuensi pernapasan, suhu rektal serta suhu shank.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1) mengetahui respon fisiologis (frekuensi pernapasan, suhu rektal serta suhu
2) mengetahui kepadatan kandang yang terbaik terhadap respon fisiologis
(frekuensi pernapasan, suhu rektal serta suhu shank) ayam jantan tipe medium pada kandang panggung.
C. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
penggunaan kepadatan kandang yang terbaik pada pemeliharaan ayam jantan
tipe medium pada kandang panggung, khususnya terhadap respon fisiologis
dan bagi peternak berguna sebagai bahan pertimbangan untuk memilih
kepadatan kandang yang terbaik dalam upaya meningkatkan produksi ayam
jantan tipe medium.
D. Kerangka Pemikiran
Ayam jantan tipe medium merupakan hasil sampingan dari industri
pembibitan ayam petelur yang dimanfaatkan peternak sebagai penghasil
daging. Ayam yang digunakan sebagai penghasil telur adalah ayam betina,
sedangkan ayam yang digunakan sebagai penghasil daging adalah ayam
jantan. Dalam usaha pembibitan, peluang untuk menghasilkan ayam betina
dan ayam jantan setiap kali penetasan adalah 50%. Dengan demikian,
kemungkinan pemanfaatan anak ayam jantan tipe medium sebagai ternak
penghasil daging sangat besar. Selain itu, ayam jantan tipe medium
mempunyai pertumbuhan dan bobot hidup yang lebih tinggi dibandingkan
murah dibandingkan dengan DOC broiler (Wahyu, 1992). Hal ini
menyebabkan, ayam jantan tipe medium berpotensi untuk dikembangkan.
Pertumbuhan ayam jantan tipe medium pada dasarnya dipengaruhi oleh dua
faktor, yaitu faktor genetik 30% dan faktor lingkungan 70%. Salah satu faktor
lingkungan yang berpengaruh adalah kandang. Faktor penting pada kandang
yang perlu diperhatikan antara lain adalah jenis kandang serta kepadatan
kandang yang digunakan. Kandang merupakan tempat untuk tidur dan
beristirahat yang berfungsi melindungi ternak dari hewan-hewan pemangsa,
membantu pertumbuhan dan perkembangan ternak lebih baik karena dengan
dikandangkan ternak tidak banyak bergerak sehingga energinya dapat
digunakan secara maksimal untuk metabolisme tubuh, terutama untuk
pembentukan daging (Cahyono, 2004).
Kandang yang banyak digunakan oleh peternak pada umumnya adalah
kandang panggung. Menurut Fadillah (2004), kandang panggung merupakan
bentuk kandang yang paling banyak dibangun untuk mengatasi kondisi panas.
Menurut Suprijatna, dkk. (2005), kelebihan kandang panggung adalah laju
pertumbuhan ayam tinggi, efisiensi dalam penggunaan ransum, dan kotoran
mudah dibersihkan .
Selain jenis kandang, kepadatan kandang juga perlu diperhatikan. Tingkat
kepadatan kandang ayam dinyatakan dengan luas lantai kandang yang tersedia
bagi setiap ekor ayam atau jumlah ayam yang dipelihara pada satu satuan luas
untuk pertumbuhan unggas dan kandang yang terlalu longgar juga kurang
efisien. Menurut Guyton dan Hall (1997), kepadatan kandang yang terlalu
tinggi akan menyebabkan suhu dan kelembaban yang tinggi sehingga akan
mengganggu fungsi fisiologis tubuh ayam. Kepadatan kandang yang ideal
telah didapat pada pemeliharaan broiler, yaitu 8--9 ekor m-2(Rasyaf, 2010). Sedangkan dalam pemeliharaan ayam jantan tipe medium itu sendiri belum di
peroleh kepadatan kandang yang ideal dalam pemeliharaannya.
Hasil penelitian Yunus (2009), jenis kandang panggung dan kandang postal
tidak berpengaruh nyata terhadap frekuensi pernapasan, dan suhu shank broiler. Namun, hal ini berbeda dengan hasil penelitian Marlina (2010) yang menyatakan bahwa tidak adanya perbedaan antara jumlah sel darah merah,
putih serta kadar hemoglobin pada kepadatan kandang 16 ekor m-2maupun pada kepadatan kandang 19 ekor m-2 dan 22 ekor m-2 di kandang panggung.
Kepadatan kandang terlalu tinggi menyebabkan suhu kandang yang tinggi
sehingga menyebabkan ternak dalam kondisi stres. Stres akibat suhu kandang
yang terlalu tinggi, dapat berpengaruh terhadap respon fisiologis yaitu berupa
peningkatan suhu tubuh, frekuensi pernafasan, dan denyut jantung.
Peningkatan temperatur udara akan meningkatkan suhu tubuh yang
bardampak terhadap meningkatkannya aktivitas penguapan melalui panting
dan peningkatan jumlah panas yang dilepas per satuan luas permukaan tubuh.
Peningkatan suhu tubuh merupakan fungsi dari suhu rektal dan suhu kulit.
panas per satuan waktu yang dilepaskan melalui saluran pernafasan (Schmidt
and Nelson, 1990).
Panting merupakan usaha ternak untuk meningkatkan pembuangan panas tubuh dengan cara peningkatan frekuensi respirasi dan penurunan volume
inspirasi-ekspirasi (tidal volume). Panas ini dibawa oleh darah yang melewati
mukosa saluran pernafasan dan dibuang dengan melakukan penguapan air,
setelah itu darah meninggalkan saluran pernafasan masuk vena yang lebih
dingin kemudian masuk ke jantung dan selanjutnya dipompakan ke seluruh
tubuh sehingga terjadi penurunan suhu (Cogburn and Harrison, 1980).
Peningkatan frekuensi pernafasan menyebabkan peningkatan konsumsi
oksigen dan denyut jantung. Peningkatan denyut jantung berkaitan dengan
usaha penyebaran panas tubuh atau pendinginan ke seluruh tubuh (McDowell,
1972).
E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:
1) ada pengaruh kepadatan kandang terhadap frekuensi pernapasan, suhu
rektal serta suhu shank ayam jantan tipe medium pada kandang panggung; 2) terdapat kepadatan kandang terbaik terhadap frekuensi pernapasan, suhu
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ayam Jantan Tipe Medium
Saat ini terdapat beberapa jenis ayam yang dijadikan sebagai ayam penghasil
daging, diantaranya adalah ayam jantan tipe medium. Nataatmaja (1982)
menyatakan bahwa saat ini jenis bibit ayam yang beredar di pasaran, antara
lain ayam petelur (layer), ayam pedaging (broiler), dan ayam yang
mempunyai fungsi ganda (dwiguna), yaitu sebagai ayam penghasil daging dan
telur. Ayam tipe medium atau disebut juga ayam dwiguna selain sebagai
ternak penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai penghasil daging
(Suprianto, 2002). Dalam usaha pembibitan, peluang untuk menghasilkan
ayam betina dan jantan masing-masing adalah 50%. Dengan demikian,
kemungkinan pemanfaatan anak ayam jantan tipe medium sebagai ternak
penghasil daging cukup besar (Ariyanto, 1995).
Ada beberapa kelebihan dari pemeliharaan ayam jantan tipe medium
diantaranya adalah harga DOC ayam jantan tipe medium yang lebih murah
dibandingkan dengan ayam pedaging (broiler), pertumbuhan bobot hidupnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan ayam betina petelur (Riyanti, 1995).
abdominal yang lebih rendah dibandingkan dengan ayam betina. Ayam
persilangan antara galur Ross dengan galur Arbor arces menghasilkan ayam jantan dengan kandungan lemak abdominal sebesar 2,6%, sedangkan betina
2,8% (Sizemore dan Siegel, 1993). Hasil penelitian Daryanti (1982) yang
dilakukan pada ayam petelur strain Harco dan Decalb menunjukkan bahwa persentase lemak abdominal ayam petelur strain Harco pada umur enam minggu adalah 2,36%, sedangkan ayam petelur jantan Decalb 3,39%. Persentase lemak ini masih lebih rendah dari pada persentase lemak
abdominal broiler, yaitu 6,65%.
Dilihat dari segi pertumbuhan, ayam jantan tipe medium lebih baik daripada
ayam tipe ringan. Hal ini sesuai dengan Dwiyanto (1979), bahwa ayam
jantan tipe Brownick, pertumbuhannya lebih baik daripada ayam jantan tipe ringan Kimber.
B. Kandang Panggung
Suprijatna dkk. (2005) menyatakan bahwa kandang merupakan tempat ayam
tinggal dan ayam beraktivitas. Pembuatan kandang di daerah tropis memiliki
fungsi makro sebagai tempat tinggal bagi unggas agar terlindung dari
pengaruh-pengaruh buruk iklim (hujan, panas, dan angin) serta gangguan
lainnya (hewan liar atau buas dan pencurian).
Menurut Sudaryani dan Santosa (1999), kandang panggung adalah kandang
bilah-bilah bambu atau kayu. Menurut Fadilah (2004), kandang panggung
merupakan bentuk kandang yang paling banyak dibangun untuk mengatasi
temperatur panas.
Kelebihan kandang panggung adalah laju pertumbuhan ayam yang tinggi,
efisiensi dalam penggunaan ransum, dan kotoran mudah dibersihkan
(Suprijatna, dkk., 2005). Kandang panggung mempunyai ventilasi yang
berfungsi lebih baik karena udara bisa masuk dari bawah dan samping karena
pada kandang ini memiliki lantai berlubang (Fadilah, 2004). Namun
disamping mempunyai beberapa kelebihan, kandang panggung mempunyai
beberapa kekurangan diantaranya adalah tingginya biaya peralatan dan
perlengkapan, tenaga dan waktu pengelolaan meningkat, ayam mudah terluka
dan kaki bubulen sehingga ayam kesakitan dan stress (Suprijatna, dkk.,
2005).
C. Kepadatan Kandang
Kepadatan kandang akan berpengaruh terhadap kenyamanan ternak di dalam
kandang (Rasyaf, 2001). Kepadatan kandang dinyatakan sebagai satuan luas
lantai per ekor. Luas lantai kandang setiap ekor ayam antara lain tergantung
dari tipe lantai, tipe ayam, jenis kelamin, dan periode produksi (North and
Bell, 1990). Pada dasarnya kepadatan kandang akan memengaruhi
temperatur dan kelembaban yang ada di dalam kandang itu sendiri.
Kepadatan kandang yang terlalu tinggi akan memyebabkan temperatur dan
ayam. Creswell dan Hardjosworo (1979) menyarankan untuk kondisi
Indonesia digunakan luas lantai kandang 0,1 m-2 per ekor (10 ekor/m2) untuk
broiler. Kepadatan kandang optimal untuk ternak ayam dipengaruhi oleh temperatur kandang. Semakin tinggi temperatur udara dalam kandang maka
kepadatan kandang optimal semakin rendah dan sebaliknya semakin rendah
temperatur udara dalam kandang, maka kepadatan kandang optimal semakin
tinggi (Rasyaf, 2010). Hasil penelitian Nova (1995) memperlihatkan bahwa
kepadatan kandang nyata meningkatkan udara kandang, temperatur litter,dan suhu rektal.
D. Respon Fisiologis
Kepadatan kandang yang tinggi akan memengaruhi temperatur kandang
sehingga temperatur kandang akan menjadi tinggi. Linvill dan Predue (1992)
menyatakan bahwa kelangsungan hidup dan performan ternak selama
cekaman panas tergantung pada beberapa faktor iklim, terutama temperatur,
dan kelembaban udara.
Menurut Amstrong (1994), temperatur yang tinggi mengakibatkan cekaman
panas pada ternak, sehingga terjadi perubahan fisiologis berupa peningkatan
suhu tubuh, konsumsi air minum, frekuensi pernapasan, evaporasi air, dan
perubahan konsumsi ransum. McDowell (1974) juga mengatakan bahwa
ekspresi ternak yang terkena cekaman panas antara lain: 1) peningkatan suhu
minum; 3) penurunan konsumsi ransum; 4) perubahan pola tingkah laku; 5)
peningkatan laju peredaran darah; dan 6) perubahan aktivitas hormon.
1. Frekuensi pernafasan
Frekuensi pernapasan dapat digunakan sebagai indikator respon fisiologis
ayam jantan tipe medium dengan cara menghitung pergerakan thorax ayam jantan tipe medium selama 30 detik. Frekuensi pernafasan broiler pada suhu 32º C sebanyak 200 kali per menit dan frekuensi pernafasan broiler
pada suhu 36º C sebanyak 250 kali per menit (Zhou dan Yamamoto, 1997).
Suprijatna, dkk. (2005) mengatakan bahwa frekuensi pernafasan broiler saat istirahat adalah 15--25 kali per menit. Menurut Sturkei (1979), rata-rata
frekuensi pernafasan ayam saat istirahat 17--27 kali per menit. Hasil
penelitian Herlina (2009) menunjukkan frekuensi pernafasan ayam jantan
tipe medium umur 28 hari pada kandang panggung yaitu 42,96 kali/30 detik,
sedangkan pada kandang postal 51,30 kali/30 detik. Pada penelitian ini
rata-rata frekuensi pernafasan ayam jantan tipe medium minggu ke-3 sampai
minggu ke-7 adalah 46,1 kali/30 detik.
Menurut McDowell (1972), peningkatan suhu tubuh, yang merupakan
fungsi dari suhu rektal dan suhu kulit, akibat kenaikan temperatur udara,
akan meningkatkan aktivitas penguapan melalui panting dan peningkatan jumlah panas yang dilepas per satuan luas permukaan tubuh. Demikian juga
dengan naiknya frekuensi nafas akan meningkatkan jumlah panas per satuan
1990). Panting merupakan usaha ternak untuk meningkatkan pembuangan panas tubuh dengan cara peningkatan frekuensi respirasi dan penurunan
volume inspirasi-ekspirasi (tidal volume) (Cogburn and Harrison, 1980).
2. Suhu rektal
Temperatur lingkungan yang tinggi akan menaikkan suhu tubuh, frekuensi
pernafasan, dan denyut jantung. Dalam kondisi ini ternak akan mengeluarkan
panas melalui peningkatan laju pernafasan dan berkeringat pada ternak
ruminansia (Williamson dan Payne, 1993). Menurut Yousef (1985), produksi
panas yang berlebihan akan meningkatkan suhu tubuh dan menyebabkan
kematian bila suhu tubuh terlalu tinggi, sedangkan produksi panas yang
terlalu rendah akan mengakibatkan ternak tidak mampu bertahan terhadap
dinginnya udara luar.
Suhu tubuh merupakan indikator fisiologis yang mudah diperoleh, yang
diperoleh dengan cara mengukur suhu tubuh pada bagian rektal. Sumaryadi
dan Budiman (1986) menyatakan bahwa suhu tubuh adalah manifestasi dalam
usaha mencapai keseimbangan antara panas yang diproduksi dengan panas
yang dikeluarkan.
Menurut Suprijatna, dkk. (2005), ayam vertebrata berdarah panas dengan
tingkat metabolisme yang tinggi, suhu tubuh ayam relatif tinggi. Anak ayam
anak ayam akan meningkat setelah hari ke-4 sampai hari ke-10 dicapai suhu
yang maksimal. Suhu tubuh ayam dewasa rata-rata sekitar 40--40,7ºC.
3. Suhu shank
Suhu shank dan suhu abdominal juga merupakan indikator respon fisiologis karena produksi panas, suhu abdominal, suhu kulit shank, dan laju pernafasan broiler meningkat secara nyata pada suhu 36º C dibandingkan dengan 28º C
dan 32º C. Rata-rata suhu shank sebesar 41,0º C (Zhou dan Yamamoto, 1997).
Kepadatan kandang akan berpengaruh terhadap temperatur lingkungan di
sekitar kandang. Kepadatan kandang yang tinggi menyebabkan temperatur
lingkungan kandang yang tinggi pula. Mekanisme pelepasan panas tubuh
pada ternak ke lingkungan secara umum dapat dilakukan dengan jalur
sensible (non evaporative heat loss) dan insensible (evaporative heat loss). Jalur sensible dapat dilakukan secara konduksi, konveksi, dan radiasi, sedangkan jalur insensible melalui evaporasi atau penguapan panas baik melalui saluran pernafasan (panting) maupun melalui permukaan kulit dengan bantuan keringat (sweating) seperti pada manusia (Yousef, 1985).
Pelepasan panas secara konveksi melibatkan pergerakan molekul air (udara)
yang bersinggungan dengan kulit, dimana perpindahan panas yang terjadi
ternak, karena shank merupakan bagian tubuh ayam yang kontak langsung dengan media yaitu litter Hasil penelitian Arintoko (2008) menunjukkan suhu
shank broiler strain Cobb sebesar 38,67º C dan strainLohmann 39,01º C, sedangkan penelitian Ihvan (2008) menunjukkan bahwa suhu shank broiler pada kandang panggung sebesar 38,67º C dan pada kandang litter sebesar
III. BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 7 minggu dari 12 Februari – 29 Maret
2012, di kandang ayam milik PT Rama Jaya Lampung, Dusun Sidorejo, Desa
Krawang Sari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan.
B. Bahan dan Alat
1. Ayam penelitian
Ayam yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam jantan tipe medium
strainHysex Brown produksi PT. Ayam Manggis Jakarta sebanyak 360 ekor, yang dipelihara secara komersial di kandang panggung mulai dari
anak ayam umur sehari (DOC) sampai dengan umur 7 minggu. Bobot
awal ayam pada penelitian adalah 39,25 ±4,65 g/ekor dengan KK sebesar
2. Kandang
Kandang yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang panggung
sebanyak 18 petak dengan ukuran 1 x 1x 1 m per petak, kapasitas dalam
setiap petak berisi 16 m-2, 20 m-2 serta 24 m-2.
3. Ransum
Ransum yang digunakan pada penelitian ini adalah ransum komersial
BBR 1 (Bestfeed®) yang diproduksi PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk yang diberikan pada umur 1-49 hari. Kandungan nutrisi rasum yang
diberikan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan nutrisi ransum hasil analisis proksimat
Kandungan nutrisi BBR-1 (Bestfeed®)
Sumber: Hasil laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Universitas Lampung (2012)
*Hasil laboratorium Politeknik Lampung (2012)
** Hasil Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar Lampung (2012)
4. Air Minum
Air minum yang digunakan dalam penelitian berupa air sumur Bor yang
diberikan secara ad libitum.
5. Vaksin, Antibiotik, dan Vitamin
Vaksin yang diberikan adalah ND IB tetes mata + NDAI kill H5N1,
Gumboro MB cekok, ND IB melalui air minum, Gumboro MB melalui air minum, dan ND Lasota melalui air minum. Antibiotik yang diberikan adalah Spirafluq. Vitamin yang diberikan adalah Catalyst®, Strongfit®, dan New Low Stress-RV Plus®,dan Multicarnytol®.
6. Alat penelitian
1) Tempat ransum baki (chick feeder tray) sebanyak 20 buah yang digunakan untuk ayam umur 1--14 hari;
2) Tempat ransum gantung (hanging feeder) dan tempat air minum, masing-masing sebanyak 20 buah yang digunakan untuk ayam berumur
15--49 hari;
3) Tempat air minum menggunakan tempat air minum yang berbentuk
tabung (galon) sebanyak 20 buah;
4) Timbangan kapasitas 2 kg dengan ketelitian 20g yang digunakan untuk
5) Timbangan kapasitas 10 kg ketelitian 200g yang digunakan untuk
menimbang ayam dan ransum pada minggu 1—8;
6) Timbangan digital ketelitian 0,001g sebanyak 1 buah yang digunakan
untuk menimbang vitamin;
7) Tirai yang terbuat dari plastik 10 buah;
8) Pemanas brooder (gasolex) beserta perlengkapannya ;
9) Chick quard yang digunakan untuk menyekat DOC dalam area
brooding;
10)Hand sprayer sebanyak 2 buah; 11)Thermohygrometer, 3 buah;
12)Peralatan kebersihan (sapu, ember, lap, dan bak air);
13)Thermometer tubuh raksa untuk mengukur suhu rektal dan suhu shank; 14)Number counter untuk mengukur frekuensi pernafasan;
15)Stopwatch untuk mengukur waktu; 16)Alat tulis untuk melakukan pencatatan.
C. Rancangan Perlakuan
Penelitian ini dilakukan secara experimental menggunakan Rancangan Acak
Langkap (RAL), terdiri atas tiga perlakuan yaitu
D. Analisis Data
Setiap perlakuan diulang sebanyak 6 kali. Data yang dihasilkan dianalisis
dengan analisis ragam. Sebelum analisis ragam, data diuji terlebih dahulu
dengan uji normalitas, homogenitas, dan aditivitas. Apabila dari analisis ragam
menunjukkan bahwa perlakuan terhadap kepadatan kandang nyata dilanjutkan
dengan uji Duncan pada taraf nyata 5% (Steel dan Torrie, 1993).
E. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan kandang
Satu minggu sebelum DOC datang, kandang dibersihkan kemudian
didesinfeksi menggunakan desinfektan. Desinfeksi bertujuan untuk
membunuh bibit–bibit penyakit dengan dilakukan pada saat sanitasi
kandang. Tahapannya meliputi:
1) mencuci tempat ransum, tempat air minum, dan tirai dicuci dengan
sabun dan kemudian dibilas dengan menggunakan desinfektan;
2) membersihkan bagian luar kandang dari kotoran;
3) mencuci kandang menggunakan detergen;
4) membuat petak kandang dari bambu dengan ukuran 1 m2sebanyak 18 petak;
5) mengapuri dinding, tiang, kandang dan lantai kandang;
6) menyemprot kandang dengan desinfektan;
7) memasang tirai kandang;
2. Tahap pelaksanaan
Secara acak 1144 ekor ayam jantan tipe medium ditimbang terlebih dahulu
menggunakan timbangan kapasitas 2 kg untuk mendapatkan berat tubuh
awal masing-masing perlakuan, kemudian DOC dimasukkan ke dalam
area brooding dan diberi Chikovit® 0,05%. DOC dipelihara di area
brooding selama 2 minggu kemudian dipindahkan dalam petak kandang pada umur 15 hari dengan mengambil 360 ekor ayam yang dipilih secara
acak dari area brooding dengan bobot yang seragam dan kemudian
ditempatkan pada unit kandang yang telah diberi nomor sesuai pengacakan
perlakuan dan ulangan.
Semua data diambil dan dihitung mulai minggu ke-3 hingga minggu ke-7.
Pemberian ransum dan air dilakukan secara ad-libitum. Pemberian ransum dilakukan pada pukul 09.00 WIB dan pukul 12.30 WIB dengan terlebih
dahulu menimbang kebutuhan konsumsi ransum yang akan diberikan pada
setiap harinya. Pemberian air minum dilakukan pada pukul 09.00 WIB
dan pukul 12.30 WIB dengan mengukur terlebih dahulu banyaknya air
yang akan diberikan pada saat pemberian air minum. Pengukuran sisa
ransum dilakukan seminggu sekali, sedangkan sisa air minum dilakukan
setiap hari. Mengukur temperatur dan kelembaban kandang setiap hari,
yaitu pada pukul 05.00, 15.00, 22.00 WIB berdasarkan pola suhu kandang
Program vaksinasi yang dilakukan adalah (1) vaksinasi ND IB saat ayam berumur 5 hari melalui tetes mata; (2) vaksinasi ND AI kill H5N1 saat ayam berumur 5 hari melalui suntik bawah kulit (subkutan) dengan dosis
0,2 cc/ekor; (3) vaksinasi Gumboro saat ayam berumur 16 hari melalui
cekok mulut; (4) vaksinasi ND dengan Medivac ND Clone-45 saat ayam
berumur 21 hari melalui air minum; (5) vaksinasi Gumboro saat ayam
umur 28 hari melalui air minum; (6) vaksinasi ND dengan ND Lasota saat
umur 43 hari melalui air minum.
Pemberian vitamin dan antibiotik yang dilakukan adalah Strongfit® (pagi) dan Catalyst® (siang) saat ayam berumur 1 hari, Spiralfluq® (pagi) dan
New Low Stress-RV Plus® saat ayam berumur 2 sampai 8 hari, New Low Stress-RV Plus® saat ayam berumur 9 sampai 19 hari, Catalyst® saat ayam berumur 21 sampai 31 hari, Multicarnitol® saat ayam berumur 33 sampai 37 hari, Catalyst® saat ayam berumur 39 sampai 41 hari dan 44 sampai 56 hari.
3. Tahap koleksi data
Pengamatan dilakukan terhadap respon fisiologis ayam jantan tipe
medium pada kandang panggung dengan kepadatan yang berbeda yang
meliputi frekuensi pernapasan, suhu rektal serta suhu shank sebanyak 10% dari jumlah ayam per petak masing-masing 2 ekor untuk kepadatan 16 dan
minggu. Data pendukung yang diambil berupa temperatur dan
kelembaban lingkungan dilakukan setiap hari pukul 05.00, 15.00, serta
22.00 WIB berdasarkan pola temperatur kandang yang telah di ukur.
Pengambilan data dilakukan pada temperatur ekstrim tertinggi yaitu pukul
14.30 –15.30 WIB berdasarkan pola temperatur yang sudah diperoleh.
Penentuan pola temperatur yaitu dengan cara mengukur dan mencacat
temperatur kandang setiap jam, selanjutnya menentukan pada pukul
berapa temperatur terendah dan tertinggi kandang dari hasil pencatatan.
Waktu yang menunjukkan temperatur tertinggi tersebutlah yang digunakan
dalam pengambilan data.
G. Peubah yang Diukur
1. Frekuensi pernapasan
Pengukuran frekuensi pernafasan dilakukan pada pukul 14.30–15.30 WIB
pada umur 14 sampai 49 hari. Perhitungan dilihat dari jumlah gerakan
thorax ayam selama 30 detik (Zhou dan Yamamoto, 1997). Pengukuran dilakukan 1 kali per minggu.
2. Suhu rektal
Suhu rektal (ºC)diukur dengan termometer digital pada pukul 14.30–
15.30 WIB pada umur 14 sampai 49 hari, pengukuran dilakukan dengan
cara memasukkan 1/3 bagian termometer ke dalam rektal ayam sampai
3. Suhu shank
Suhu shank (ºC)diukur dengan menggunakan dengan termometer digital pada pukul 12.00–14.00 WIB pada umur 14 sampai 49 hari, pengukuran
dilakukan dengan cara meletakkan termometer pada bagian tengah kulit
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1) Kepadatan kandang 16, 20, dan 24 ekor per m-2 berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap frekuensi pernafasan ayam jantan tipe medium pada
minggu ke-6 dan ke-7, tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap
frekuensi pernafasan minggu ke-3 sampai ke-5, dan suhu rektal serta suhu
shank minggu ke-3 sampai ke-7.
2) Kepadatan kandang 16 dan 20 ekor per m-2 memperlihatkan pengaruh terbaik terhadap frekuensi pernafasan ayam jantan tipe medium minggu
ke-6 dan ke-7.
B. Saran
Peternak dapat menggunakan kandang panggung dengan kepadatan kandang
ABSTRAK
RESPON FISIOLOGIS AYAM JANTAN TIPE MEDIUM DENGAN KEPADATAN KANDANG YANG BERBEDA PADA
KANDANG PANGGUNG Oleh
Esti Yuliana
Ayam jantan tipe medium berasal dari hasil sampingan usaha penetasan ayam petelur. Keberhasilan usaha ayam jantan tipe medium tidak terlepas dari manajemen pemeliharaan yang baik yaitu kepadatan kandang.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui respon fisiologis ayam jantan tipe medium pada kandang panggung dengan kepadatan kandang yang berbeda dan (2) mengetahui kepadatan kandang yang terbaik terhadap respon fisiologis ayam jantan tipe medium.
Penelitian dilaksanakan selama 7 minggu dari dari 09 Februari – 29 Maret 2012, di kandang panggung milik PT. Rama Jaya Lampung, Dusun Sidorejo, Desa Krawang Sari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Ayam yang digunakan adalah ayam jantan tipe medium strain Hysex sebanyak 360 ekor dengan rata-rata bobot awal 39,25±4,65 g/ekor dengan KK sebesar 8,43%.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Langkap (RAL), terdiri atas tiga perlakuan, dengan ulangan sebanyak enam kali, yaitu P1 : kepadatan kandang 16 ekor m-2, P2 : kepadatan kandang 20 ekor m-2, P3 : kepadatan kandang
24 ekor m-2. Data yang dihasilkan dianalisis dengan analisis ragam, apabila dari analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan terhadap kepadatan kandang nyata pada taraf 5%, maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan.
KEPADATAN KANDANG YANG BERBEDA PADA KANDANG PANGGUNG
(Skripsi)
Oleh Esti Yuliana
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
KEPADATAN KANDANG YANG BERBEDA PADA KANDANG PANGGUNG
Oleh Esti Yuliana
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN
pada
Jurusan Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xiii
I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang dan Masalah ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 3
C. Kegunaan Penelitian ... 4
D. Kerangka Pemikiran ... 4
E. Hipotesis ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8 A. Ayam Jantan Tipe Medium ... 8
B. Kandang Panggung ... 9
C. Kepadatan Kandang ... 10
D. Respon Fisiologis ... 11
1. Frekuensi pernafasan ... 12 2. Suhu rektal ... 13 3. Suhu shank ... 14
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 16 A.Waktu dan Tempat Penelitian... 16
1. Ayam penelitian ... 16 2. Kandang ... 17 3. Ransum ... 17
4. Air minum ... 17 5. Vaksin, antibiotik, dan vitamin... 18 6. Alat penelitian... 18
C. Rancangan perlakuan ... 19
D. Analisis data... 19
F. Pelaksanaan Penelitian ... 20
1. Persiapan kandang ... 20 2. Tahap pelaksanaan ... 20 3. Tahap koleksi data ... 22
G.Peubah yang Diukur ... 23
1. Frekuensi pernafasan ... 23 2. Suhu rektal ... 23 3. Suhu shank ... 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25 A. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Frekuensi Pernafasan... 26
B. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Suhu Rektal ... 31
C. Pengaruh Kepadatn Kandang terhadap Suhu Shank ... 34
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 39
DAFTAR PUSTAKA... 40
MEDIUM DENGAN KEPADATAN KANDANG YANG BERBEDA PADA KANDANG PANGGUNG
Nama : Esti Yuliana
NPM : 0814061010
Jurusan : Peternakan
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Sri Suharyati, S.Pt., M.P. Dian Septinova, S.Pt., M.T.A.
NIP 19680728 199402 2002 NIP 19710914 199702 2001
2. Ketua Jurusan Peternakan
Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.
1. Tim Penguji
Ketua : Sri Suharyati, S.Pt., M.P. ...
Sekretaris : Dian Septinova, S.Pt., M.T.A. ...
Penguji
Bukan Pembimbing : drh. Purnama Edy Santosa, M.Si. ...
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.
NIP 19610826 198702 1 001
PERSEMBAHAN
Ya Allah SWT dengan keikhlasan hati dan mengharap ridho-Mu
kupersembahkan karya ini sebagai tanda bakti dan cinta kasihku kepada:
Bapak dan ibu tersayang Sumarja dan Bariyah yang telah membesarkan,
mendidik, dan selalu mendoakan serta mencurahkan kasih sayangnya
dengan pengorbanan yang tulus ikhlas demi kebahagiaan dan
keberhasilanku.
Adiku Wahyu Setiaji serta keluarga besarku.
Sahabat-sahabat terbaikku.
Para pendidik atas ketulusan dan kesabarannya dalam mendidikku
MOTTO
“ Hidup tidak mudah bagi siapapun.
Tapi kita harus mempunyai kegigihan dan percaya
pada diri sendiri.
Kita harus percaya bahwa kita diberi suatu bakat dan
berapapun pengorbanannya, kita harus mendapatkannya”
(Marie Curie)
“Orang yang paling cerdas ialah orang yang banyak
menghitung-hitung atau evaluasi atau intropeksi
(amal-perbuatan) dirinya dan beramal untuk kehidupan
setelah kematian”
(At - Tirmidzi)
“Life start from nothing to be something,
then becoming someone and finally to be no one
because the only one is Allah Swt”
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Labuhan Ratu pada 25 Juli 1990, sebagai putri pertama dari
dua bersaudara pasangan Bapak Sumarja dan Ibu Bariyah.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak Pertiwi Labuhan Ratu 7
pada 1996; Sekolah SD N I Labuhan Ratu pada 2002; Sekolah Menengah
Pertama Negeri I Way Jepara pada 2005; Sekolah Menengah Atas Negeri I Way
Jepara pada 2008.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung, Bandar Lampung Pada 2008, melalui jalur PKAB. Pada
Juli sampai Agustus 2011 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Indra
Putra Subing, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah.
Selanjutnya, pada Januari sampai Februari 2012 penulis melaksanakan Praktik
Umum (PU) di Jarkasih Farm Desa Tanjung Waras Kecamatan Natar Lampung Tengah.
Selama masa studi, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Peternakan
(HIMAPET) Fakultas Pertanian sebagai Sekretaris Anggota Bidang IV Dana dan
Usaha periode 2009/2010, Anggota Bidang II Pendidikan dan Pelatihan
2010/2011. Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten Mata Kuliah
SANWACANA
Syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat, rahmat,
dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Sri Suharyati, S.Pt., M.P.--selaku Pembimbing Utama--atas bimbingan,
kesabaran, perhatian, motivasi terbaik, arahan, dan ilmu yang diberikan
selama masa studi dan penyusunan skripsi;
2. Ibu Dian Septinova, S.Pt., M.T.A.--selaku Pembimbing Anggota--atas
bimbingan, saran, nasehat, dan ilmu yang diberikan selama masa studi dan
penyusunan skripsi;
3. Bapak drh. Purnama Edi Santosa, M.Si.--selaku Pembahas--atas bimbingan,
saran, dan bantuannya;
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.--selaku Ketua Jurusan Peternakan--atas
izin dan bimbingannya;
5. Bapak Ir. Arif Qisthon, M.Si.--selaku Sekertaris Jurusan Peternakan dan
Pembimbing Akademik --atas izin dan bimbingannya;
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.--selaku Dekan Fakultas
7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Peternakan atas bimbingan, nasehat, motivasi
dan ilmu yang diberikan selama masa studi;
8. Mas Feri, Mbak Erni, dan Mas Agus atas bantuan, fasilitas selama kuliah,
selama penelitian dan penyusunan skripsi;
9. Ayah, Ibu tercinta, Adek Wahyu, Nenek ku, beserta keluarga besarku atas
semua kasih sayang, nasehat, kesabaran, motivasi, dukungan, dan keceriaan di
keluarga serta do'a tulus yang selalu tercurah tiada henti bagi penulis;
10.Andi Afrian, Aditya Rahmat, dan Ratih pramitha, sahabat seperjuangan saat
penelitian atas kerjasama, dorongan semangat, dan rasa persaudaraan yang
diberikan;
11.Aan, Dwi, Nidia, Ari, Ana, Neka, Nike,Rudi, Zul, Fazar, Adit, Dedi S, Dwi J,
Anam, Bayu, Deni, Yudi, Tegar, Cahyo, Fikri, dan seluruh teman, saudara
penulis PTK ’08, 09, 10, 11 yang tidak dapat dituliskan namanya satu persatu
atas do’a, kenangan, perhatian, semangat, kebersamaan, dan bantuannya
selama ini;
12.Mbak Mel, Yunita, Darma, Laras, Eka, Nurul, Rita, Diah, Rina, Dina, Titik,
teman-teman Asrama Sofi tercinta yang senantiasa memberikan semangat,
canda tawa, serta keceriaan selama ini.
Semoga semua yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dan rahmat
dari Allah SWT, dan penulis berharap karya ini dapat bermanfaat. Amin.
Bandar lampung, Juni 2012
Penulis
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Peningkatan jumlah penduduk serta semakin meningkatnya pengetahuan
masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap
tahunnya. Konsumsi protein hewani penduduk Provinsi Lampung meningkat
dari 4,18% (2007) menjadi 4,33% (2008). Komposisi konsumsi protein pada
2008 berasal dari 42,18 g protein nabati dan 15,31 g protein hewani;
sementara anjuran konsumsi protein nabati sebesar 37 g/kapita/hari dan
protein hewani 15 g/kapita/hari (Dinas Peternakan Provinsi Lampung, 2009).
Sumber protein hewani antara lain daging, susu dan telur. Daging khususnya
daging ayam merupakan sumber protein yang disukai oleh konsumen. Selain
karena harganya yang relatif murah juga karena kandugan gizinya yang tinggi.
Saat ini tidak hanya daging broiler saja yang dijadikan sebagai pemenuhan
permintaan daging ayam di pasaran, terdapat alternatif lain yaitu daging yang
berasal dari ayam jantan tipe medium. Ayam jantan tipe medium merupakan
hasil sampingan dari industri pembibitan ayam. Ayam jantan di penetasan
merupakan hasil yang tidak diharapkan karena hanya ayam betina yang
Pada dasarnya ayam jantan tipe medium memiliki beberapa kelebihan selain
harga Day Old Chick (DOC) yang relatif lebih murah dibandingkan dengan DOC broiler, hasil produksinya mudah dipasarkan karena pada umumnya
rasa daging ayam jantan tipe medium hampir menyerupai ayam kampung,
serta memiliki kadar lemak abdominal yang rendah yang menyerupai ayam
kampung (Darma, 1982 dan Riyanti, 1995).
Keberhasilan pemeliharaan ayam jantan tipe medium dipengaruhi oleh 30 %
genetik dan 70% faktor lingkungan (Aksi Agraris Kanisius, 2003). Faktor
lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap kondisi ternak salah satunya
adalah jenis dan kepadatan kandang. Manajemen pemeliharaan yang baik
harus memperhatikan jenis dan kepadatan kandang yang sesuai.
Umumnya jenis kandang yang digunakan dalam pemeliharaan ayam jantan
tipe medium adalah kandang panggung. Menurut Sudaryani dan Santosa
(1999), kandang panggung adalah kandang dengan lantai renggang dan ada
jarak dengan tanah serta terbuat dari bilah-bilah bambu atau kayu. Menurut
Suprijatna, dkk. (2005), kelebihan kandang panggung adalah laju
pertumbuhan ayam tinggi, efisiensi dalam penggunaan ransum, dan kotoran
mudah dibersihkan.
Kandang dengan kepadatan yang sesuai akan menciptakan kondisi yang
nyaman bagi ternak (comfort zone). Kepadatan kandang yang tinggi akan menyebabkan ternak berada pada kondisi yang tidak nyaman. Menurut
menyebabkan suhu dan kelembaban yang tinggi sehingga akan mengganggu
fungsi fisiologis tubuh ayam. Respon fisiologis ternak yang dipengaruhi oleh
perubahan temperatur dan kelembaban adalah frekuensi pernapasan, suhu
rektal serta suhu shank. Pada kepadatan kandang yang rendah ternak
cenderung berada dalam kondisi nyaman sehingga tidak memengaruhi respon
fisiologis ayam, namun kurang efisiensi dalam produksi.
Berdasarkan hasil penelitian Yunus (2009), jenis kandang panggung dan
kandang postal tidak berpengaruh nyata terhadap frekuensi pernapasan, dan
suhu shank broiler. Penelitian Marlina (2010) menyatakan bahwa tidak adanya perbedaan antara jumlah sel darah merah, putih serta kadar
hemoglobin pada kepadatan kandang 16 ekor m-2, 19 ekor m-2 dan 22 ekor m-2 pada ayam jantan tipe medium di kandang panggung.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui kepadatan kandang yang ideal yang berpengaruh baik terhadap
respon fisiologis berupa frekuensi pernapasan, suhu rektal serta suhu shank.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1) mengetahui respon fisiologis (frekuensi pernapasan, suhu rektal serta suhu
2) mengetahui kepadatan kandang yang terbaik terhadap respon fisiologis
(frekuensi pernapasan, suhu rektal serta suhu shank) ayam jantan tipe medium pada kandang panggung.
C. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
penggunaan kepadatan kandang yang terbaik pada pemeliharaan ayam jantan
tipe medium pada kandang panggung, khususnya terhadap respon fisiologis
dan bagi peternak berguna sebagai bahan pertimbangan untuk memilih
kepadatan kandang yang terbaik dalam upaya meningkatkan produksi ayam
jantan tipe medium.
D. Kerangka Pemikiran
Ayam jantan tipe medium merupakan hasil sampingan dari industri
pembibitan ayam petelur yang dimanfaatkan peternak sebagai penghasil
daging. Ayam yang digunakan sebagai penghasil telur adalah ayam betina,
sedangkan ayam yang digunakan sebagai penghasil daging adalah ayam
jantan. Dalam usaha pembibitan, peluang untuk menghasilkan ayam betina
dan ayam jantan setiap kali penetasan adalah 50%. Dengan demikian,
kemungkinan pemanfaatan anak ayam jantan tipe medium sebagai ternak
penghasil daging sangat besar. Selain itu, ayam jantan tipe medium
mempunyai pertumbuhan dan bobot hidup yang lebih tinggi dibandingkan
murah dibandingkan dengan DOC broiler (Wahyu, 1992). Hal ini
menyebabkan, ayam jantan tipe medium berpotensi untuk dikembangkan.
Pertumbuhan ayam jantan tipe medium pada dasarnya dipengaruhi oleh dua
faktor, yaitu faktor genetik 30% dan faktor lingkungan 70%. Salah satu faktor
lingkungan yang berpengaruh adalah kandang. Faktor penting pada kandang
yang perlu diperhatikan antara lain adalah jenis kandang serta kepadatan
kandang yang digunakan. Kandang merupakan tempat untuk tidur dan
beristirahat yang berfungsi melindungi ternak dari hewan-hewan pemangsa,
membantu pertumbuhan dan perkembangan ternak lebih baik karena dengan
dikandangkan ternak tidak banyak bergerak sehingga energinya dapat
digunakan secara maksimal untuk metabolisme tubuh, terutama untuk
pembentukan daging (Cahyono, 2004).
Kandang yang banyak digunakan oleh peternak pada umumnya adalah
kandang panggung. Menurut Fadillah (2004), kandang panggung merupakan
bentuk kandang yang paling banyak dibangun untuk mengatasi kondisi panas.
Menurut Suprijatna, dkk. (2005), kelebihan kandang panggung adalah laju
pertumbuhan ayam tinggi, efisiensi dalam penggunaan ransum, dan kotoran
mudah dibersihkan .
Selain jenis kandang, kepadatan kandang juga perlu diperhatikan. Tingkat
kepadatan kandang ayam dinyatakan dengan luas lantai kandang yang tersedia
bagi setiap ekor ayam atau jumlah ayam yang dipelihara pada satu satuan luas
untuk pertumbuhan unggas dan kandang yang terlalu longgar juga kurang
efisien. Menurut Guyton dan Hall (1997), kepadatan kandang yang terlalu
tinggi akan menyebabkan suhu dan kelembaban yang tinggi sehingga akan
mengganggu fungsi fisiologis tubuh ayam. Kepadatan kandang yang ideal
telah didapat pada pemeliharaan broiler, yaitu 8--9 ekor m-2(Rasyaf, 2010). Sedangkan dalam pemeliharaan ayam jantan tipe medium itu sendiri belum di
peroleh kepadatan kandang yang ideal dalam pemeliharaannya.
Hasil penelitian Yunus (2009), jenis kandang panggung dan kandang postal
tidak berpengaruh nyata terhadap frekuensi pernapasan, dan suhu shank broiler. Namun, hal ini berbeda dengan hasil penelitian Marlina (2010) yang menyatakan bahwa tidak adanya perbedaan antara jumlah sel darah merah,
putih serta kadar hemoglobin pada kepadatan kandang 16 ekor m-2maupun pada kepadatan kandang 19 ekor m-2 dan 22 ekor m-2 di kandang panggung.
Kepadatan kandang terlalu tinggi menyebabkan suhu kandang yang tinggi
sehingga menyebabkan ternak dalam kondisi stres. Stres akibat suhu kandang
yang terlalu tinggi, dapat berpengaruh terhadap respon fisiologis yaitu berupa
peningkatan suhu tubuh, frekuensi pernafasan, dan denyut jantung.
Peningkatan temperatur udara akan meningkatkan suhu tubuh yang
bardampak terhadap meningkatkannya aktivitas penguapan melalui panting
dan peningkatan jumlah panas yang dilepas per satuan luas permukaan tubuh.
Peningkatan suhu tubuh merupakan fungsi dari suhu rektal dan suhu kulit.
panas per satuan waktu yang dilepaskan melalui saluran pernafasan (Schmidt
and Nelson, 1990).
Panting merupakan usaha ternak untuk meningkatkan pembuangan panas tubuh dengan cara peningkatan frekuensi respirasi dan penurunan volume
inspirasi-ekspirasi (tidal volume). Panas ini dibawa oleh darah yang melewati
mukosa saluran pernafasan dan dibuang dengan melakukan penguapan air,
setelah itu darah meninggalkan saluran pernafasan masuk vena yang lebih
dingin kemudian masuk ke jantung dan selanjutnya dipompakan ke seluruh
tubuh sehingga terjadi penurunan suhu (Cogburn and Harrison, 1980).
Peningkatan frekuensi pernafasan menyebabkan peningkatan konsumsi
oksigen dan denyut jantung. Peningkatan denyut jantung berkaitan dengan
usaha penyebaran panas tubuh atau pendinginan ke seluruh tubuh (McDowell,
1972).
E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:
1) ada pengaruh kepadatan kandang terhadap frekuensi pernapasan, suhu
rektal serta suhu shank ayam jantan tipe medium pada kandang panggung; 2) terdapat kepadatan kandang terbaik terhadap frekuensi pernapasan, suhu
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ayam Jantan Tipe Medium
Saat ini terdapat beberapa jenis ayam yang dijadikan sebagai ayam penghasil
daging, diantaranya adalah ayam jantan tipe medium. Nataatmaja (1982)
menyatakan bahwa saat ini jenis bibit ayam yang beredar di pasaran, antara
lain ayam petelur (layer), ayam pedaging (broiler), dan ayam yang
mempunyai fungsi ganda (dwiguna), yaitu sebagai ayam penghasil daging dan
telur. Ayam tipe medium atau disebut juga ayam dwiguna selain sebagai
ternak penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai penghasil daging
(Suprianto, 2002). Dalam usaha pembibitan, peluang untuk menghasilkan
ayam betina dan jantan masing-masing adalah 50%. Dengan demikian,
kemungkinan pemanfaatan anak ayam jantan tipe medium sebagai ternak
penghasil daging cukup besar (Ariyanto, 1995).
Ada beberapa kelebihan dari pemeliharaan ayam jantan tipe medium
diantaranya adalah harga DOC ayam jantan tipe medium yang lebih murah
dibandingkan dengan ayam pedaging (broiler), pertumbuhan bobot hidupnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan ayam betina petelur (Riyanti, 1995).
abdominal yang lebih rendah dibandingkan dengan ayam betina. Ayam
persilangan antara galur Ross dengan galur Arbor arces menghasilkan ayam jantan dengan kandungan lemak abdominal sebesar 2,6%, sedangkan betina
2,8% (Sizemore dan Siegel, 1993). Hasil penelitian Daryanti (1982) yang
dilakukan pada ayam petelur strain Harco dan Decalb menunjukkan bahwa persentase lemak abdominal ayam petelur strain Harco pada umur enam minggu adalah 2,36%, sedangkan ayam petelur jantan Decalb 3,39%. Persentase lemak ini masih lebih rendah dari pada persentase lemak
abdominal broiler, yaitu 6,65%.
Dilihat dari segi pertumbuhan, ayam jantan tipe medium lebih baik daripada
ayam tipe ringan. Hal ini sesuai dengan Dwiyanto (1979), bahwa ayam
jantan tipe Brownick, pertumbuhannya lebih baik daripada ayam jantan tipe ringan Kimber.
B. Kandang Panggung
Suprijatna dkk. (2005) menyatakan bahwa kandang merupakan tempat ayam
tinggal dan ayam beraktivitas. Pembuatan kandang di daerah tropis memiliki
fungsi makro sebagai tempat tinggal bagi unggas agar terlindung dari
pengaruh-pengaruh buruk iklim (hujan, panas, dan angin) serta gangguan
lainnya (hewan liar atau buas dan pencurian).
Menurut Sudaryani dan Santosa (1999), kandang panggung adalah kandang
bilah-bilah bambu atau kayu. Menurut Fadilah (2004), kandang panggung
merupakan bentuk kandang yang paling banyak dibangun untuk mengatasi
temperatur panas.
Kelebihan kandang panggung adalah laju pertumbuhan ayam yang tinggi,
efisiensi dalam penggunaan ransum, dan kotoran mudah dibersihkan
(Suprijatna, dkk., 2005). Kandang panggung mempunyai ventilasi yang
berfungsi lebih baik karena udara bisa masuk dari bawah dan samping karena
pada kandang ini memiliki lantai berlubang (Fadilah, 2004). Namun
disamping mempunyai beberapa kelebihan, kandang panggung mempunyai
beberapa kekurangan diantaranya adalah tingginya biaya peralatan dan
perlengkapan, tenaga dan waktu pengelolaan meningkat, ayam mudah terluka
dan kaki bubulen sehingga ayam kesakitan dan stress (Suprijatna, dkk.,
2005).
C. Kepadatan Kandang
Kepadatan kandang akan berpengaruh terhadap kenyamanan ternak di dalam
kandang (Rasyaf, 2001). Kepadatan kandang dinyatakan sebagai satuan luas
lantai per ekor. Luas lantai kandang setiap ekor ayam antara lain tergantung
dari tipe lantai, tipe ayam, jenis kelamin, dan periode produksi (North and
Bell, 1990). Pada dasarnya kepadatan kandang akan memengaruhi
temperatur dan kelembaban yang ada di dalam kandang itu sendiri.
Kepadatan kandang yang terlalu tinggi akan memyebabkan temperatur dan
ayam. Creswell dan Hardjosworo (1979) menyarankan untuk kondisi
Indonesia digunakan luas lantai kandang 0,1 m-2 per ekor (10 ekor/m2) untuk
broiler. Kepadatan kandang optimal untuk ternak ayam dipengaruhi oleh temperatur kandang. Semakin tinggi temperatur udara dalam kandang maka
kepadatan kandang optimal semakin rendah dan sebaliknya semakin rendah
temperatur udara dalam kandang, maka kepadatan kandang optimal semakin
tinggi (Rasyaf, 2010). Hasil penelitian Nova (1995) memperlihatkan bahwa
kepadatan kandang nyata meningkatkan udara kandang, temperatur litter,dan suhu rektal.
D. Respon Fisiologis
Kepadatan kandang yang tinggi akan memengaruhi temperatur kandang
sehingga temperatur kandang akan menjadi tinggi. Linvill dan Predue (1992)
menyatakan bahwa kelangsungan hidup dan performan ternak selama
cekaman panas tergantung pada beberapa faktor iklim, terutama temperatur,
dan kelembaban udara.
Menurut Amstrong (1994), temperatur yang tinggi mengakibatkan cekaman
panas pada ternak, sehingga terjadi perubahan fisiologis berupa peningkatan
suhu tubuh, konsumsi air minum, frekuensi pernapasan, evaporasi air, dan
perubahan konsumsi ransum. McDowell (1974) juga mengatakan bahwa
ekspresi ternak yang terkena cekaman panas antara lain: 1) peningkatan suhu
minum; 3) penurunan konsumsi ransum; 4) perubahan pola tingkah laku; 5)
peningkatan laju peredaran darah; dan 6) perubahan aktivitas hormon.
1. Frekuensi pernafasan
Frekuensi pernapasan dapat digunakan sebagai indikator respon fisiologis
ayam jantan tipe medium dengan cara menghitung pergerakan thorax ayam jantan tipe medium selama 30 detik. Frekuensi pernafasan broiler pada suhu 32º C sebanyak 200 kali per menit dan frekuensi pernafasan broiler
pada suhu 36º C sebanyak 250 kali per menit (Zhou dan Yamamoto, 1997).
Suprijatna, dkk. (2005) mengatakan bahwa frekuensi pernafasan broiler saat istirahat adalah 15--25 kali per menit. Menurut Sturkei (1979), rata-rata
frekuensi pernafasan ayam saat istirahat 17--27 kali per menit. Hasil
penelitian Herlina (2009) menunjukkan frekuensi pernafasan ayam jantan
tipe medium umur 28 hari pada kandang panggung yaitu 42,96 kali/30 detik,
sedangkan pada kandang postal 51,30 kali/30 detik. Pada penelitian ini
rata-rata frekuensi pernafasan ayam jantan tipe medium minggu ke-3 sampai
minggu ke-7 adalah 46,1 kali/30 detik.
Menurut McDowell (1972), peningkatan suhu tubuh, yang merupakan
fungsi dari suhu rektal dan suhu kulit, akibat kenaikan temperatur udara,
akan meningkatkan aktivitas penguapan melalui panting dan peningkatan jumlah panas yang dilepas per satuan luas permukaan tubuh. Demikian juga
dengan naiknya frekuensi nafas akan meningkatkan jumlah panas per satuan
1990). Panting merupakan usaha ternak untuk meningkatkan pembuangan panas tubuh dengan cara peningkatan frekuensi respirasi dan penurunan
volume inspirasi-ekspirasi (tidal volume) (Cogburn and Harrison, 1980).
2. Suhu rektal
Temperatur lingkungan yang tinggi akan menaikkan suhu tubuh, frekuensi
pernafasan, dan denyut jantung. Dalam kondisi ini ternak akan mengeluarkan
panas melalui peningkatan laju pernafasan dan berkeringat pada ternak
ruminansia (Williamson dan Payne, 1993). Menurut Yousef (1985), produksi
panas yang berlebihan akan meningkatkan suhu tubuh dan menyebabkan
kematian bila suhu tubuh terlalu tinggi, sedangkan produksi panas yang
terlalu rendah akan mengakibatkan ternak tidak mampu bertahan terhadap
dinginnya udara luar.
Suhu tubuh merupakan indikator fisiologis yang mudah diperoleh, yang
diperoleh dengan cara mengukur suhu tubuh pada bagian rektal. Sumaryadi
dan Budiman (1986) menyatakan bahwa suhu tubuh adalah manifestasi dalam
usaha mencapai keseimbangan antara panas yang diproduksi dengan panas
yang dikeluarkan.
Menurut Suprijatna, dkk. (2005), ayam vertebrata berdarah panas dengan
tingkat metabolisme yang tinggi, suhu tubuh ayam relatif tinggi. Anak ayam
anak ayam akan meningkat setelah hari ke-4 sampai hari ke-10 dicapai suhu
yang maksimal. Suhu tubuh ayam dewasa rata-rata sekitar 40--40,7ºC.
3. Suhu shank
Suhu shank dan suhu abdominal juga merupakan indikator respon fisiologis karena produksi panas, suhu abdominal, suhu kulit shank, dan laju pernafasan broiler meningkat secara nyata pada suhu 36º C dibandingkan dengan 28º C
dan 32º C. Rata-rata suhu shank sebesar 41,0º C (Zhou dan Yamamoto, 1997).
Kepadatan kandang akan berpengaruh terhadap temperatur lingkungan di
sekitar kandang. Kepadatan kandang yang tinggi menyebabkan temperatur
lingkungan kandang yang tinggi pula. Mekanisme pelepasan panas tubuh
pada ternak ke lingkungan secara umum dapat dilakukan dengan jalur
sensible (non evaporative heat loss) dan insensible (evaporative heat loss). Jalur sensible dapat dilakukan secara konduksi, konveksi, dan radiasi, sedangkan jalur insensible melalui evaporasi atau penguapan panas baik melalui saluran pernafasan (panting) maupun melalui permukaan kulit dengan bantuan keringat (sweating) seperti pada manusia (Yousef, 1985).
Pelepasan panas secara konveksi melibatkan pergerakan molekul air (udara)
yang bersinggungan dengan kulit, dimana perpindahan panas yang terjadi
ternak, karena shank merupakan bagian tubuh ayam yang kontak langsung dengan media yaitu litter Hasil penelitian Arintoko (2008) menunjukkan suhu
shank broiler strain Cobb sebesar 38,67º C dan strainLohmann 39,01º C, sedangkan penelitian Ihvan (2008) menunjukkan bahwa suhu shank broiler pada kandang panggung sebesar 38,67º C dan pada kandang litter sebesar
III. BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 7 minggu dari 12 Februari – 29 Maret
2012, di kandang ayam milik PT Rama Jaya Lampung, Dusun Sidorejo, Desa
Krawang Sari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan.
B. Bahan dan Alat
1. Ayam penelitian
Ayam yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam jantan tipe medium
strainHysex Brown produksi PT. Ayam Manggis Jakarta sebanyak 360 ekor, yang dipelihara secara komersial di kandang panggung mulai dari
anak ayam umur sehari (DOC) sampai dengan umur 7 minggu. Bobot
awal ayam pada penelitian adalah 39,25 ±4,65 g/ekor dengan KK sebesar
2. Kandang
Kandang yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang panggung
sebanyak 18 petak dengan ukuran 1 x 1x 1 m per petak, kapasitas dalam
setiap petak berisi 16 m-2, 20 m-2 serta 24 m-2.
3. Ransum
Ransum yang digunakan pada penelitian ini adalah ransum komersial
BBR 1 (Bestfeed®) yang diproduksi PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk yang diberikan pada umur 1-49 hari. Kandungan nutrisi rasum yang
diberikan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan nutrisi ransum hasil analisis proksimat
Kandungan nutrisi BBR-1 (Bestfeed®)
Sumber: Hasil laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Universitas Lampung (2012)
*Hasil laboratorium Politeknik Lampung (2012)
** Hasil Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar Lampung (2012)
4. Air Minum
Air minum yang digunakan dalam penelitian berupa air sumur Bor yang
diberikan secara ad libitum.
5. Vaksin, Antibiotik, dan Vitamin
Vaksin yang diberikan adalah ND IB tetes mata + NDAI kill H5N1,
Gumboro MB cekok, ND IB melalui air minum, Gumboro MB melalui air minum, dan ND Lasota melalui air minum. Antibiotik yang diberikan adalah Spirafluq. Vitamin yang diberikan adalah Catalyst®, Strongfit®, dan New Low Stress-RV Plus®,dan Multicarnytol®.
6. Alat penelitian
1) Tempat ransum baki (chick feeder tray) sebanyak 20 buah yang digunakan untuk ayam umur 1--14 hari;
2) Tempat ransum gantung (hanging feeder) dan tempat air minum, masing-masing sebanyak 20 buah yang digunakan untuk ayam berumur
15--49 hari;
3) Tempat air minum menggunakan tempat air minum yang berbentuk
tabung (galon) sebanyak 20 buah;
4) Timbangan kapasitas 2 kg dengan ketelitian 20g yang digunakan untuk
5) Timbangan kapasitas 10 kg ketelitian 200g yang digunakan untuk
menimbang ayam dan ransum pada minggu 1—8;
6) Timbangan digital ketelitian 0,001g sebanyak 1 buah yang digunakan
untuk menimbang vitamin;
7) Tirai yang terbuat dari plastik 10 buah;
8) Pemanas brooder (gasolex) beserta perlengkapannya ;
9) Chick quard yang digunakan untuk menyekat DOC dalam area
brooding;
10)Hand sprayer sebanyak 2 buah; 11)Thermohygrometer, 3 buah;
12)Peralatan kebersihan (sapu, ember, lap, dan bak air);
13)Thermometer tubuh raksa untuk mengukur suhu rektal dan suhu shank; 14)Number counter untuk mengukur frekuensi pernafasan;
15)Stopwatch untuk mengukur waktu; 16)Alat tulis untuk melakukan pencatatan.
C. Rancangan Perlakuan
Penelitian ini dilakukan secara experimental menggunakan Rancangan Acak
Langkap (RAL), terdiri atas tiga perlakuan yaitu
D. Analisis Data
Setiap perlakuan diulang sebanyak 6 kali. Data yang dihasilkan dianalisis
dengan analisis ragam. Sebelum analisis ragam, data diuji terlebih dahulu
dengan uji normalitas, homogenitas, dan aditivitas. Apabila dari analisis ragam
menunjukkan bahwa perlakuan terhadap kepadatan kandang nyata dilanjutkan
dengan uji Duncan pada taraf nyata 5% (Steel dan Torrie, 1993).
E. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan kandang
Satu minggu sebelum DOC datang, kandang dibersihkan kemudian
didesinfeksi menggunakan desinfektan. Desinfeksi bertujuan untuk
membunuh bibit–bibit penyakit dengan dilakukan pada saat sanitasi
kandang. Tahapannya meliputi:
1) mencuci tempat ransum, tempat air minum, dan tirai dicuci dengan
sabun dan kemudian dibilas dengan menggunakan desinfektan;
2) membersihkan bagian luar kandang dari kotoran;
3) mencuci kandang menggunakan detergen;
4) membuat petak kandang dari bambu dengan ukuran 1 m2sebanyak 18 petak;
5) mengapuri dinding, tiang, kandang dan lantai kandang;
6) menyemprot kandang dengan desinfektan;
7) memasang tirai kandang;
2. Tahap pelaksanaan
Secara acak 1144 ekor ayam jantan tipe medium ditimbang terlebih dahulu
menggunakan timbangan kapasitas 2 kg untuk mendapatkan berat tubuh
awal masing-masing perlakuan, kemudian DOC dimasukkan ke dalam
area brooding dan diberi Chikovit® 0,05%. DOC dipelihara di area
brooding selama 2 minggu kemudian dipindahkan dalam petak kandang pada umur 15 hari dengan mengambil 360 ekor ayam yang dipilih secara
acak dari area brooding dengan bobot yang seragam dan kemudian
ditempatkan pada unit kandang yang telah diberi nomor sesuai pengacakan
perlakuan dan ulangan.
Semua data diambil dan dihitung mulai minggu ke-3 hingga minggu ke-7.
Pemberian ransum dan air dilakukan secara ad-libitum. Pemberian ransum dilakukan pada pukul 09.00 WIB dan pukul 12.30 WIB dengan terlebih
dahulu menimbang kebutuhan konsumsi ransum yang akan diberikan pada
setiap harinya. Pemberian air minum dilakukan pada pukul 09.00 WIB
dan pukul 12.30 WIB dengan mengukur terlebih dahulu banyaknya air
yang akan diberikan pada saat pemberian air minum. Pengukuran sisa
ransum dilakukan seminggu sekali, sedangkan sisa air minum dilakukan
setiap hari. Mengukur temperatur dan kelembaban kandang setiap hari,
yaitu pada pukul 05.00, 15.00, 22.00 WIB berdasarkan pola suhu kandang
Program vaksinasi yang dilakukan adalah (1) vaksinasi ND IB saat ayam berumur 5 hari melalui tetes mata; (2) vaksinasi ND AI kill H5N1 saat ayam berumur 5 hari melalui suntik bawah kulit (subkutan) dengan dosis
0,2 cc/ekor; (3) vaksinasi Gumboro saat ayam berumur 16 hari melalui
cekok mulut; (4) vaksinasi ND dengan Medivac ND Clone-45 saat ayam
berumur 21 hari melalui air minum; (5) vaksinasi Gumboro saat ayam
umur 28 hari melalui air minum; (6) vaksinasi ND dengan ND Lasota saat
umur 43 hari melalui air minum.
Pemberian vitamin dan antibiotik yang dilakukan adalah Strongfit® (pagi) dan Catalyst® (siang) saat ayam berumur 1 hari, Spiralfluq® (pagi) dan
New Low Stress-RV Plus® saat ayam berumur 2 sampai 8 hari, New Low Stress-RV Plus® saat ayam berumur 9 sampai 19 hari, Catalyst® saat ayam berumur 21 sampai 31 hari, Multicarnitol® saat ayam berumur 33 sampai 37 hari, Catalyst® saat ayam berumur 39 sampai 41 hari dan 44 sampai 56 hari.
3. Tahap koleksi data
Pengamatan dilakukan terhadap respon fisiologis ayam jantan tipe
medium pada kandang panggung dengan kepadatan yang berbeda yang
meliputi frekuensi pernapasan, suhu rektal serta suhu shank sebanyak 10% dari jumlah ayam per petak masing-masing 2 ekor untuk kepadatan 16 dan
minggu. Data pendukung yang diambil berupa temperatur dan
kelembaban lingkungan dilakukan setiap hari pukul 05.00, 15.00, serta
22.00 WIB berdasarkan pola temperatur kandang yang telah di ukur.
Pengambilan data dilakukan pada temperatur ekstrim tertinggi yaitu pukul
14.30 –15.30 WIB berdasarkan pola temperatur yang sudah diperoleh.
Penentuan pola temperatur yaitu dengan cara mengukur dan mencacat
temperatur kandang setiap jam, selanjutnya menentukan pada pukul
berapa temperatur terendah dan tertinggi kandang dari hasil pencatatan.
Waktu yang menunjukkan temperatur tertinggi tersebutlah yang digunakan
dalam pengambilan data.
G. Peubah yang Diukur
1. Frekuensi pernapasan
Pengukuran frekuensi pernafasan dilakukan pada pukul 14.30–15.30 WIB
pada umur 14 sampai 49 hari. Perhitungan dilihat dari jumlah gerakan
thorax ayam selama 30 detik (Zhou dan Yamamoto, 1997). Pengukuran dilakukan 1 kali per minggu.
2. Suhu rektal
Suhu rektal (ºC)diukur dengan termometer digital pada pukul 14.30–
15.30 WIB pada umur 14 sampai 49 hari, pengukuran dilakukan dengan
cara memasukkan 1/3 bagian termometer ke dalam rektal ayam sampai
3. Suhu shank
Suhu shank (ºC)diukur dengan menggunakan dengan termometer digital pada pukul 12.00–14.00 WIB pada umur 14 sampai 49 hari, pengukuran
dilakukan dengan cara meletakkan termometer pada bagian tengah kulit
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Frekuensi Pernapasan
Hasil analisis ragam menunjukkan kepadatan kandang 16, 20, 24 ekor per m-2 pada kandang panggung tidak berpengaruh terhadap rata-rata frekuensi
pernapasan ayam jantan tipe medium minggu ke-3, ke-4, dan ke-5 (P>0,05).
Hal ini disebabkan oleh bobot tubuh ayam yang relatif masih ringan dan sama
pada setiap perlakuan sehingga menyebabkan kepadatan tidak memengaruhi
frekuensi pernapasan. Semakin bertambahnya bobot tubuh maka semakin
tinggi aktivitas metabolik ternak sehingga panas tubuh semakin tinggi, hal
tersebut menyebabkan perubahan respon fisiologis berupa peningkatan
frekuensi pernafasan (Nova, 1995).
Rata-rata frekuensi pernafasan ayam jantan tipe medium minggu ke-3 sampai
ke-7 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel tersebut menunjukkan frekuensi
pernafasan ayam jantan tipe medium pada minggu ke-3 sampai minggu ke-7
Tabel 2. Rata-rata frekuensi pernafasan ayam jantan tipe medium minggu ke-3
Keterangan : P1 : kepadatan kandang 16 ekor m-2 P2 : kepadatan kandang 20 ekor m-2 P3 : kepadatan kandang 24 ekor m-2
Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Meskipun temperatur lingkungan tinggi, namun suhu yang tinggi tersebut
relatif sama pada setiap kepadatan kandang sehingga respon fisiologis ternak