ABSTRAK
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TESTIS SAPI (ETS) TERHADAP KONSENTRASI HORMON TESTOSTERON DAN ESTRADIOL 17β
DALAM PLASMA DARAH INDUK BETINA IKAN BAUNG (Mystus nemurus)
Oleh
I Gede Deta Kencana Putra
Penelitian tentang pemanfaatan Ekstrak Testis Sapi (ETS) pada induk betina ikan baung (Mystus nemurus) dilakukan untuk dapat menentukan dosis dan lama pemberian ETS yang optimum untuk meningkatkan konsentrasi hormon testosteron dan estradiol 17β pada darah yang maksimal sebagai hormon pemacu perkembangan gonad induk betina ikan baung (Mystus nemurus). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan lima perlakuan dan tiga pengelompokkan. Metode yang dilakukan dengan cara memberikan berbagai dosis Ekstrak Testis Sapi dan lama pemberian yang berbeda. Dosis ETS yang diujikan yaitu 0; 0,75; 1,5; 2,5 dan 4,5 mg/kg pakan. Lama pemberian ETS dilakukan selama 10; 20 dan 30 hari. Penelitian ini menggunakan induk betina ikan baung dengan bobot rata-rata 400-500 gram. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai September 2011 di Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Purbolinggo, Lampung Timur dan uji konsentrasi hormon testosteron dan
estradiol 17β diuji di Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) Ciawi, Jawa Barat dengan menggunakan metode Radioimmunoassay (RIA). Hasil penelitian menunjukkan pemberian ETS dapat meningkatkan konsentrasi hormon testosteron dan estradiol 17β dalam darah. Dosis 2,5 mg/kg pakan mampu meningkatkan konsentrasi hormon testosteron dan estradiol 17β sebesar 278,91±66,76 pg/ml dan 606,25±187,97 pg/ml. Pemberian ETS selama 30 hari dapat meningkatkan konsentrasi hormon testosteron dan estradiol 17β sebesar 254,38±93,84 pg/ml dan 514,55±137,22 pg/ml.
ABSTRACT
THE EFFECT OF DIETARY BOVINE TESTICULAR EXTRACT ON TESTOSTERON AND ESTRADIOL 17Β CONCENTRATION IN PLASMA
OF FEMALE BAGRID CATFISH (Mystus nemurus) By
I Gede Deta Kencana Putra
The research about application of Bovine Testicular Extract on female bagrid catfish (Mystus nemurus) was done for determining an optimum dosage and application periode of Bovine Testicular Extract. The aim of this research is to increase testosteron and estradiol 17β concentration on blood as gonad developing hormone on female bagrid catfish (Mystus nemurus). This research used Randomize Blocked Design with five treatments and three groups. Dosages of Bovine Testicular Extract which used as treatment were 0; 0,75; 1,5; 2,5 and 4,5 mg/kg feed. The periodes of Bovine Testicular Extract applying were 10; 20 and 30 days. This research used female bagrid catfish with average body weight of 400-500 grams. This research done on July-September 2011 at Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Purbolinggo, East Lampung. Testosterone and estradiol 17β concentration was determined by Radioimmunoassay (RIA) technique at Indonesian Research Institute for Animal Production Ciawi, West Java. The result showed that the application of Bovine Testicular Extract could increase testosteron and estradiol 17β concentration in blood. Dosage 2,5 mg/kg feed could increase testosterone concentration on 278,91±66,76 pg/ml and estradiol 17β concentration on 606,25±187,97 pg/ml. The application periode of Bovine Testicular Extract for 30 days could increase testosteron and estradiol 17β concentration on 254,38±93,84 pg/ml and 514,55±137,22 pg/ml.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A.Klasifikasi dan Morfologi Ikan Baung
Ikan baung diklasifikasikan masuk ke dalam Filum : Cordata, Kelas : Pisces,
Sub-Kelas : Teleostei, Ordo : Ostariophysi, Sub Ordo : Siluroidea, Famili :
Bagridae, Genus : Mystus, Spesies : Mystus nemurus C.V (Kottelat and Whitten, 1996; Amri dan Khairuman, 2008).
Gambar 2. Morfologi ikan baung (Efendi, 2010).
Menurut Amri dan Khairuman (2008) tubuh ikan baung terbagi atas 3
bagian, yaitu kepala, badan, dan ekor. Mulut, sepasang mata, hidung dan tutup
insang (operculum) terdapat di kepala. Ikan baung memiliki bentuk tubuh panjang, licin, dan tidak bersisik, kepalanya kasar dan depress. Di kepala,
Mata
Sirip Punggung
Sirip Dubur Sirip Perut
Sirip Dada Sungut
Sirip Ekor
9
Terdapat mata di bagian depan dan operculum di bagian belakang. Terdapat garis
linea lateralis memanjang mulai dari belakang tutup insang sampai pangkal ekor. Ikan baung memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung, sirip dada, sirip perut,
sirip dubur, dan sirip ekor. Morfologi ikan baung dapat dilihat pada Gambar 2.
Ikan baung memiliki bentuk seperti ikan patin dengan warna putih perak
pada bagian bawah dan kecoklatan pada punggung. Pada jenis-jenis tertentu ada
yang memiliki warna kehitaman. Badan ikan baung tidak bersisik dan licin karena
diliputi lendir. Pada sirip dada terdapat tulang tajam dan bersengat yang berfungsi
seperti patil. Pada bagian sirip dada juga berjari-jari keras. Terdapat sirip lemah
yang disebut adipose fin. Ikan baung memiliki sungut yang sangat panjang, bahkan mencapai dubur. Proporsi ukuran panjang tubuh adalah 5 kali tinggi atau
3-3,5 kali panjang kepala (Amri dan Kairuman, 2008).
B. Reproduksi
Ikan baung memijah pada musim hujan, yaitu pada bulan Oktober sampai
Desember (Amornsakun dan Hassan, 1997; Yusuf, 2005). Areal pemijahan
biasanya ditumbuhi tanaman air seperti rerumputan, hydrilla dan lain-lain. Kematangan gonad pertama dicapai pada umur sekitar satu tahun dimana beratnya
telah mencapai di atas 200 g. Pada ukuran tersebut, seekor ikan baung betina
memiliki fekunditas sekitar 5000 butir telur. Ikan baung dengan berat 2,7 kg
produksi telurnya mencapai 1.365 sampai 160.235 butir (Tang et al., 1999). Pada umur yang lebih tua dan berukuran panjang 42 cm serta berat badanya sekitar 800
Ikan baung tergolong ikan yang bertulang sejati (teleostei). Ikan teleostei biasanya mempunyai sepasang ovarium yang merupakan organ memanjang dan
kompak, terdapat di dalam rongga perut, berisi oogonium, oosit dengan sel-sel
folikel yang mengitarinya, jaringan penunjang atau stroma, jaringan pembuluh
darah dan saraf (Nagahama, 1983). Berdasarkan klasifikasi Wallace dan Selman
(1981) pola perkembangan oosit ikan teleostei dapat dibagi atas tiga tipe, pertama
disebut tipe sinkronisme total, yaitu semua oosit dalam ovarium dibentuk dalam
waktu yang relatif sama. Tipe sinkronisme total ditemukan pada ikan-ikan yang
mengalami migrasi (katadromous dan anadromous). Tipe kedua, tipe sinkronisme kelompok. Pada tipe sinkronisme kelompok paling sedikit terdapat dua populasi
oosit pada suatu saat. Ketiga adalah asinkronisme, yaitu oosit terdiri dari semua
tingkat perkembangan. Tipe asinkronisme ditemukan pada ikan yang memijah
sepanjang tahun, misalnya pada beberapa jenis ikan tropis.
Setiap oosit selama permulaan perkembangannya dikelilingi oleh selapis
folikel. Dengan tumbuhnya oosit, sel-sel folikel membelah diri dan membentuk
suatu lapisan folikular yang kontinyu (lapisan granulosa). Lapisan granulosa
dikelilingi bagian jaringan pengikat yang juga menjadi terorganisir membentuk
suatu lapisan luar yang berbeda dari penutup folikular yang disebut lapisan teka.
Dengan demikian oosit dikelilingi oleh dua lapisan utama, dibagian luar lapisan
teka dan dibagian dalam adalah lapisan granulosa yang masing-masing dipisahkan
oleh membran. Sel teka mengandung fibroblas, jaringan kolagen dan kapiler darah
pada beberapa jenis ikan. Sel teka dan granulosa berperan sebagai penghasil
steroid. Sel folikular pada pinggiran memainkan peranan penting dalam
11
oosit dicirikan oleh pergerakan awal dari vesikula germinalis (germinal vesicle) dan diakhiri dengan tahap pembelahan meiosis pertama (Takashima dan Hibiya,
1995).
1. Perkembangan Gonad Ikan
Selama proses reproduksi, sebagian energi dipakai untuk perkembangan
gonad. Bobot gonad ikan akan mencapai maksimum sesaat ikan akan memijah
kemudian akan menurun dengan cepat selama proses pemijahan berlangsung
sampai selesai. Menurut Effendie (2002), pertambahan bobot gonad ikan betina
pada saat stadium matang gonad dapat mencapai 10 – 25 persen dari bobot tubuh,
dan pada ikan jantan 5 – 10 persen. Lebih lanjut dikemukakan bahwa semakin
bertambahnya tingkat kematangan gonad, telur yang ada dalam gonad akan
semakin besar. Pendapat ini diperkuat oleh Kuo et al. (1979) bahwa kematangan gonad pada ikan dicirikan dengan perkembangan diameter rata-rata telur dan pola
distribusi ukuran telurnya. Kematangan gonad ikan baung dimulai apabila telah
mencapai panjang 215 mm dengan bobot 90g (Tang et al., 1999). Secara garis besar, perkembangan gonad ikan dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap
pertumbuhan gonad ikan sampai ikan menjadi dewasa kelamin dan selanjutnya
adalah pematangan gamet. Tahap pertama berlangsung mulai ikan menetas hingga
mencapai dewasa kelamin, dan tahap kedua dimulai setelah ikan mencapai
dewasa, dan terus berkembang selama fungsi reproduksi masih tetap berjalan
dipengaruhi oleh suhu dan adanya lawan jenis, faktor dalam antara lain perbedaan
spesies, umur serta sifat-sifat fisiologi lainnya.
Tingkat kematangan gonad merupakan pengelompokan kematangan gonad
ikan berdasarkan perubahan-perubahan yang terjadi pada perkembangan gonad.
Pengamatan perkembangan gonad dapat dibagi menjadi dua, yaitu
pengelompokan berdasarkan morfologi dan berdasarkan histologi. Dari
pengamatan secara histologi akan dapat diketahui anatomi perkembangan gonad
yang lebih jelas dan mendetail. Sedangkan pengamatan secara morfologi tidak
akan sedetail dengan cara histologi, namun cara morfologi banyak dilakukan
karena dapat dilakukan di lapangan. Pembagian tingkat kematangan gonad
berbeda setiap peneliti dan bergantung pada jenis ikan yang diteliti. Sukendi
(2001) membagi tingkat perkembangan gonad ikan baung ke dalam lima
kelompok berdasarkan morfologi dan histologi (Tabel 1).
Tabel 1. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Baung
TKG Morfologi Histologi
I ikan muda
Ovari berbentuk sepasang benang kasar terletak di kiri dan kanan rongga perut, tebal, inti sel lebih besar, sitoplasma terlihat besar.
II
masa perkembangan
13 dan lebih gelap, telur terlihat lebih jelas dan lebih besar daripada TKG III.
Pembesaran oosit disebabkan terutama oleh penimbunan kuning telur.
Pada kebanyakan ikan, kuning telur merupakan komponen penting oosit ikan
teleostei. Ada tiga tipe material kuning telur pada ikan teleostei: butiran kecil
minyak, gelembung kuning telur (yolk vesicle) dan butiran kuning telur (yolk globule). Secara umum, butiran kecil minyak yang kita kenal dengan lipid yang berantai panjang (asam lemak tidak jenuh) pertama kali muncul di daerah
perinuklear dan kemudian berpindah ke periferi (tepi sel) pada tahap selanjutnya.
trout, butiran kecil muncul segera setelah dimulainya pembentukan gelembung kuning telur (Nagahama, 1983).
Fenomena penimbunan material kuning telur oleh oosit ikan dibagi
menjadi dua fase, yakni sintesis kuning telur di dalam oosit atau vitelogenesis endogen dan penimbunan prekursor (bahan pembentuk) kuning telur yang disintesis di luar oosit atau vitelogenesis eksogen (Matty, 1985). Ketika vitelogenesis berlangsung, sebagian besar sitoplasma telur matang ditempati oleh
banyak gelembung kuning telur yang padat dengan asam lemak dan dikelilingi
oleh selapis membran pembatas. Selama tahap akhir vitelogenesis, globula kuning
telur beberapa ikan teleostei bergabung satu sama lain membentuk masa tunggal
kuning telur.
Perkembangan gonad ikan betina terdiri atas beberapa tingkat yang dapat
didasarkan atas pengamatan secara mikroskopis dan makroskopis. Secara
mikroskopis perkembangan telur diamati untuk menilai perkembangan ovarium
antara lain tebal dinding indung telur, keadaan pembuluh darah, inti butiran
minyak, dan kuning telur. Secara makroskopis perkembangan ovarium ditentukan
dengan mengamati warna indung telur, ukuran butiran telur, dan volume rongga
perut ikan. Pada ovarium ikan terdapat bakal sel telur yang dilindungi suatu
jaringan pengikat yang bagian luarnya dilapisi peritoneum dan di bagian dalam
dilapisi epitelium. Sebagian dari sel-sel epitelium akan membesar dan berisi
nukleus, yang kemudian butiran tersebut kelak akan menjadi telur. Selama
perkembangannya, ukuran oosit akan bervariasi. Pada tahap perkembangan awal,
oogonia terlihat masih sangat kecil, berbentuk bulat dengan inti sel yang sangat
15
kadang-kadang ada juga yang berbentuk tunggal. Sementara itu oogonia terus
membelah diri dengan cara mitosis. Pada ikan yang mempunyai siklus reproduksi
tahunan atau tengah tahunan akan terlihat adanya puncak-puncak pembelahan
oogonia. Pada ikan yang memijah sepanjang tahun, perbanyakan oogonia akan
terus menerus sepanjang tahun (Sinjal, 2007).
Transformasi oogonia menjadi oosit primer banyak terjadi pada tahap
pertumbuhan yang ditandai dengan munculnya kromosom. Segera setelah itu,
folikel berubah bentuk, dari semula yang berbentuk skuamosa menjadi berbentuk
kapsul oosit. Inti sel terletak pada bagian sentral dibungkus oleh lapisan
sitoplasma yang tipis. Pada perkembangan selanjutnya, oosit membentuk lapisan
korion, membran, granulosa, membran, dan teka. Butir-butir lemak juga mulai
terlihat ditumpuk pada sitoplasma dan bersamaan dengan itu muncul cortical alveoli. Butir-butir lemak ini selanjutnya akan bertambah besar pada vitelogenesis yang diawali dengan pembentukan vakuola-vakuola yang kemudian diikuti
dengan munculnya globula kuning telur, bersamaan dengan itu oosit membengkak
secara menyolok. Kuning telur pada ikan terdiri atas fosfoprotein dan lipoprotein
yang dihasilkan oleh hati kemudian disalurkan ke dalam peredaran darah (Sinjal,
Gambar 3. Proses Vitelogenesis pada ikan (Aida et al., 1991; Sinjal, 2007).
2. Peran Hormon dalam Perkembangan Ovari
Oogenesis adalah transformasi oogonia (sel germinal) menjadi oosit (sel
yang lebih kompleks) dimana Vitelogenin berakumulasi. Perkembangan awal
folikel dan oosit dipengaruhi oleh pituitari gonadotropin. Pertumbuhan oosit
terjadi karena proliferasi komponen sel dan tidak melibatkan input dari luar sel
oosit. Pada akhir masa pertumpuhan primer, tipe dari oosit telestoi meningkat 100
kali dari ukuran awal menjadi 100-200 µm dan disebut dengan oosit
previtelogenik. Proses pertumbuhan primer berlanjut selama masa hidup ikan
dimana oosit previtelogenin ada pada ovari sepanjang tahun (Subagja, 2006).
Proses perkembangan gonad membutuhkan ketersediaan hormon
gonadotropin secara terus menerus. Ketersediaan gonadotropin dapat dipenuhi
melalui manipulasi hormon testosteron, karena dapat memberikan umpan balik
17
1988; Sarwoto, 2001). Penggunaan 17α-metiltestosteron juga dapat memicu
kematangan gonad pada ikan kerapu bebek (Tridjoko, 1997; Sarwoto, 2001). Pada
ikan kakap putih betina dilaporkan bahwa hormon testosteron baru terdeteksi saat
persiapan pemijahan yaitu pada satu ekor betina dengan konsentrasi 150 pg/ ml,
meningkat saat pemijahan menjadi 200 pg/ ml dan ditemukan dua ekor betina
lainnya dengan konsentrasi 30 dan 90 pg/ml.
Gonadotropin yang dilepas oleh hipofisis pada awal vitelogenesis dikenal
dengan GtH I. Hormon ini terbawa aliran darah menuju gonad dan pada sel teka
menstimulir terbentuknya hormon testosteron. Selanjutnya hormon testosteron
menuju sel granulosa dan oleh enzim aromatase dikonversi menjadi hormon E2.
Hormon E2 dilepaskan oleh gonad kemudian mengikuti aliran darah menuju hati
untuk proses vitelogenesis (Yaron, 1995). Vitelogenesis merupakan aspek penting
dalam pertumbuhan oosit yang meliputi rangkaian proses (1) adanya sirkulasi
estrogen (estradiol 17β-17b) dalam darah merangsang hati untuk mensintesis dan
mensekresikan Vg yang merupakan prekursor protein kuning telur; (2) Vg
diedarkan menuju lapisan permukaan oosit yang sedang tumbuh; (3) secara
selektif, Vg akan ditangkap oleh reseptor dalam endositosis, dan (4) terjadi
translokasi sitoplasma membentuk badan kuning telur bersamaan dengan
pembelahan proteolitik dari Vg menjadi subunit lipoprotein kuning telur,
lipovitelin, dan fosvitin. Adanya Vg menunjukkan terjadinya akumulasi
lipoprotein kuning telur di dalam oosit. Pada beberapa jenis ikan selama
pertumbuhan oosit terjadi peningkatan Indeks Somatik Gonad (IGS) 1 sampai
Pada ikan betina, ovari berespons terhadap peningkatan konsentrasi
gonadotropin dengan meningkatkan secara tidak langsung produksi estrogen,
yakni E2 (Devlin dan Nagahama, 2002). Hormon E2 merupakan hormon yang
sangat penting yang dihasilkan oleh ovari terutama pada ikan betina yang sedang
mengalami proses vitelogenesis. Hormon E2 mengalami peningkatan secara
bertahap pada fase vitelogenesis sejalan dengan meningkatnya ukuran diameter
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu Dan Tempat
Penelitian dilaksanakan bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat di
Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Purbolinggo, kecamatan Purbolinggo, kabupaten
Lampung Timur.
B. Alat Dan Bahan
Alat yang akan digunakan dalam penelitian adalah kolam dengan ukuran
30x15x1m3 untuk pemeliharaan induk, Happa dengan ukuran 1x1x1m3, alat suntik,
tabung polietilen, kamera digital, sprayer, timbangan digital, gelas ukur, penggaris,
dan alat ukur kualitas air (termometer, DO meter, dan pH meter).
Bahan yang akan digunakan adalah ikan baung betina dengan ukuran 400
-500 gr sebanyak 45 ekor, Ekstrak Testis Sapi (ETS), alkohol 70%, larutan EDTA,
C. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan berupa Rancangan Acak
Kelompok (RAK) yang terdiri dari lima jenis perlakuan dan tiga pengelompokkan.
Perlakuan pada penelitian ini yaitu pemberian pakan tanpa campuran ETS (kontrol)
dan pemberian pakan yang dicampurkan ETS pada induk betina ikan baung dengan
berbagai dosis yaitu 0,75; 1,5 ; 2,5 dan 4,5 mg/kg pakan dengan pengelompokkan
lama pemberian selama 10 hari pertama, 20 hari pertama, dan 30 hari pertama.
Table 2. Desain penelitian.
Pengelompokan pemberian ETS
Dosis hormon
Ekstrak Testis Sapi (mg/kg pakan)
10 hari 0 0,75 1,5 2,5 4,5
20 hari 0 0,75 1,5 2,5 4,5
30 hari 0 0,75 1,5 2,5 4,5
Pengaruh dari perlakuan dan pengelompokkan terhadap konsentrasi hormon
testosteron dan estradiol 17β dalam darah dihitung menggunakkan analisis ragam
21 Model statistik yang digunakkan adalah sebagai berikut (Mattjik, 2002).
Yij = µ + τi+ βj + εij Keterangan :
Yij = Pengaruh dosis pemberian ETS ke-i dan lama pemberian ke-j
µ = Nilai tengah data
τi = Pengaruh dosis pemberian ETS ke-i
βj = Pengaruh lama pemberian pakan ber-ETS ke-j
εij = Galat percobaan perlakuan dosis ETS ke-i dengan lama pemberian
ke-j
i = Dosis penyuntikan ETS
j = pengelompokkan (1, 2, 3)
D. Parameter yang Diamati
1. Konsentrasi Hormon Testosteron
Pengukuran hormon testosteron pada darah ikan baung dilakukan dengan
menggunakan metode Radioimmunoassay (RIA) (Lampiran 3) di Balai Penelitian Ternak (BALITNAK), Ciawi, Jawa Barat.
2. Konsentrasi Hormon Estradiol 17β
Pengukuran hormon estradiol 17β pada darah ikan baung dilakukan dengan
3. Kualitas Air
Pengamatan kualitas air yang dilakukan berupa pengamatan terhadap suhu,
pH, dan oksigen terlarut. Pengukuran suhu dilakukan setiap hari pada pagi hari
pada pukul 08.00 dan sore hari pada pukul 15.00. Pengukuran pH dan Oksigen
terlarut dilakukan seminggu sekali.
E. Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan
Pada tahap persiapan dilakukan beberapa kegiatan yang meliputi persiapan
kolam dan pemeliharaan induk. Persiapan kolam dilakukan dengan melapisi kolam
berukuran 30x15x1m3 menggunakan terpal. Selanjutnya kolam diisi dengan air
sampai ketinggian sekitar 80 cm dan dibiarkan sampai hari ke-7. Selanjutnya
dilakukan pemasangan happa sesuai pengacakan yang telah dilakukan. Induk betina
ikan baung selanjutnya ditimbang dan diletakkan pada masing-masing happa
sebanyak 3 ekor. Masa adaptasi ikan dilakukan selama 7 hari dengan pemberian
pakan buatan. Pemberian makan induk selama pemeliharaan dilakukan sebanyak dua
23 2. Pembuatan Pakan Berhormon
Pembuatan pakan yang mengandung ETS dilakukan dengan melarutkan ETS
sesuai dosis pada larutan alkohol 70% sebanyak 50 ml. Larutan ETS selanjutnya
dimasukkan ke dalam sprayer dan disemprotkan secara merata pada pakan yang telah
disiapkan berupa pakan tenggelam. Pakan dikeringanginkan selama 24 jam agar
alkohol menguap.
3. Pemberian Pakan
Induk betina ikan baung diberi pakan yang mengandung ETS sesuai dosis
yaitu 0; 1; 2; 3; 4 mg/kg pakan dan pengelompokkan lama pemberian pakan yaitu 10
hari, 20 hari, 30 hari. Frekuensi pemberian pakan dilakuakan 3 kali sehari yaitu pada
pukul 07.00, 12.00 dan 17.00. pakan yang diberikan sebanyak 5% dari bobot induk
betina ikan baung.
4. Pengontrolan Kualitas Air
Pengamatan suhu air dilakuan setiap hari pada pagi siang dan sore hari.
Pengamatan untuk pH dan oksigen terlarut dilakukan setiap seminggu sekali.
Penambahan air dilakukan setiap minggu sekali untuk menjaga volume air kolam
5. Pengamatan dan Pengumpulan Data
Pengamatam untuk melihat respon ikan uji terhadap perlakuan diamati pada
awal dan akhir periode penelitian dengan mengambil sampel darah. Pengumpulan
data dilakukan dengan mengambil darah induk baung pada tiap happa. Pengamatan
kualitas air yang meliputi suhu perairan dilakukan setiap hari dan untuk pH dan DO
dilakukan setiap 7 hari sekali.
Ikan yang akan diambil darahnya dipingsankan terlebih dahulu menggunakan
minyak cengkeh dengan dosis 0,3 ml/liter air. Ikan yang telah pingsan selanjutnya
diambil darahnya menggunakan alat suntik yang telah dilapisi dengan larutan EDTA
untuk mencegah penggumpalan darah. Darah diambil sebanyak 1-1,5 ml pada bagian
pangkal sirip ekor. Darah selanjutnya ditampung pada tabung polietilen. Darah yang
telah terkumpul selanjutnya disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 2-4
menit untuk memisahkan antara sel darah dengan plasma darah. Plasma darah
(supernatan) yang diperoleh selanjutnya ditampung kembali dalam tabung polietilen untuk diuji kandungan testosteron dan estradiol 17βnya. Plasma darah disimpan
dalam freezer -20°C untuk mencegah plasma darah mengalami kerusakan (Zanuy et al, 1999). Uji kadar hormon testosteron dan estradiol 17β dilakukan di Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) Ciawi, Jawa Barat. Uji kadar hormon testosteron
25 F. Analisis Data
Hasil pengamatan kadar hormon testosteron dan estradiol 17β dalam darah
induk betina ikan baung diuji dengan menggunakan sidik ragam dengan selang
kepercayaan 95% menggunakan software SPSS versi 19. Hasil yang diperoleh
terdapat perbedaan antara perlakuan yang diberikan, maka dilanjutkan dengan uji
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Pemberian Ekstrak Testis Sapi (ETS) yang dicampurkan pada pakan tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan konsentrasi hormon testosteron
dan estradiol 17β dalam darah induk betina ikan baung (Mystus nemurus).
B. Saran
Dalam periode pengamatan respon ikan uji perlu rentang pengamatan yang
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TESTIS SAPI (ETS)
TERHADAP KONSENTRASI HORMON TESTOSTERON DAN
ESTRADIOL
17β
DALAM PLASMA DARAH INDUK BETINA
IKAN BAUNG (
Mystus nemurus
)
(Skripsi)
Oleh
I Gede Deta Kencana Putra
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR ISI
2. Peran Hormon dalam Perkembangan Ovari………. ... 16
III. METODE PENELITIAN
E. Pelaksanaan Penelitian……….. ... 22
1. Persiapan………....…… ... 22
2. Pembuatan Pakan Berhormon………..…….. ... 23
3. Pemberian Pakan…….……….…….. ... 23
4. Pengontrolan Kualitas Air………. ... 23
5. Pengamatan dan Pengumpulan Data………. ... 24
iii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil………. ... 26
1. Konsentrasi Hormon Testosteron……… ... 26
2. Konsentrasi Hormon Estradiol 17β ……… .. 27
3. Kualitas Air………. ... 30
B. Pembahasan………. ... 30
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan……….……… ... 35
B. Saran………... ... 35 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Aida, K., A. Shimizu, K. Asahina, and I. Hanyu. 1991. Photoperiodism in reproduction in bitterlings. p. 139-141. Proceedings of The Fourth
International Symposium on The Reproductive Physiology of Fish. Univ. of East Anglia, Norwich, U.K.
Amornsakun, A. dan A. Hassan.1997. Some Aspect in Early Life Stages in Larval Green Catfish (Mystus nemurus).Indon. Fish. Res. J. 3:64-70.
Amri, K., dan Khairuman. 2008. Ikan Baung. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 88 hal.
Cerda, J.B.G., Calman G.J, Lafleur Jr, and S. Limesand. 1996. Pattern of
Vitellogenesis and Folicle Maturational Competence During the Ovarian Folicular Cycle of Fundulus Heteroclitus. Gen. Comp Endocrinol 103: 24-35. Cholik, F. 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. Victoria Kreasi
Mandiri. Jakarta. 41 hal.
Cindelaras, S. 2005. Perkembangan Embrio Ikan Zebra Danio (Brachydanio rerio). Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Devlin, R.H. and Y. Nagahama.2002. Sex Determination and Sex Differentiation in Fish: An Overview of Genetic, Physiological, and Environmental Influences.
Aquaculture 208: 191-364.
Djojosoebagio A.S. 1996. Fisiologi Kelenjar Endokrin Volume ke-1. Bogor:PAU Ilmu Hayat. Intitut Pertanian Bogor.
Efendi, E. 2010. Analisis Pertumbuhan dan Kelulushidupan Larva Ikan Baung (Mystus nemurus) yang Diberi Pakan Berbeda. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
37
Handoyo,B.,D.Day, C.Harimurti, Solaiman.2005. Decline in Fertilization and Hatching Rates of Green Catfish (Mystus nemurus) after Ovulation. Freshwater Aquaculture Development Center. Jambi.
Hassin, S., Z. Yaron, and Y. Zohar. 1991. Follicular Steroidogenesis, Steroid Profiles and Oogenesis in the European Sea Bass, Dicentrarchus labrax. p. 100.
Proceedings of The Fourth International Symposium on The Reproductive Physiology of Fish. Univ. of East Anglia, Norwich, U.K. 7-12 July 1991. Ishibashi, H., M. Kobayashi., T. Koshiishi., T. Moriwaki., K. Tachibana., M.
Tsuchimoto, K. Soyano., T. Iguchi., C. Mori., and K. Arizono.2002. Induction of Plasma Vitellogenin Synthetis by the Commercial Fish Diets in Male Goldfish (Carassius auratus) and Dietary Phytoestrogens. Journal of Health Science, 48(5) 427-434.
Kuo, C.M., C.E. Nash, and W.D. Watanabe. 1979. Induce breeding experiment with milkfish, Chanos chanos (Forskal), in Hawaii. Aquaculture.18:95-105. Lagler, K. F., J.E. Bardach, K.K. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology.
Second edition. John Willey and Son’s. New York. 506p.
Marte, C. L., L. W. Crim, and N. M. Sherwood. 1988. Induced Gonadal Maturation and Rematuration in Milkfish; Limited Success with Chronic administration of Testosteron and Gonadotropin Releasing Hormon Analogue (GnRH).
Aquaculture. 74 : 131-146.
Matty, A.J. 1985. Fish endocrinology. Timber press. Portland. 267 hal.
Murtidjo, B.A. 2001. Beberapa Metode Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius. Yogyakarta.
Nagahama, Y. 1983. The Fungsional Morphology of Teleost Gonads.. In. W.S. Hoar and Randall (Eds). Fish physiology IX A. Acad. Press. New York . p. 187-212.
Pamungkas, A. J. 2006. Efektifitas Hormon 17α-Metiltestosteron dan LHRH-α dalam Mencapai Tingkat Kematangan Gonad Siap Memijah pada Ikan Belida (Notopetrus chitala). Tesis Program Pascasarjana. IPB. Bogor.
Partodiharjo, S. 1982. Ilmu Produksi Hewan. Mutiara, Jakarta. 161 hal.
Sarwoto, M.N. 2001. Pengaruh Pemberian Hormon Testosteron melalui emulsi W/O/W LG (C14) terhadap Gonad Calon Induk Betina Ikan Jambal Siam (Pangasius hypophthalmus). Tesis program pascasarjana. IPB. Bogor. 6-14 hal.
Sinjal, H.J. 2007. Kajian Penampilan Reproduksi Ikan Lele (Clarias gariepinus) Betina melalui Penambahan Ascrobyl Phosphate Magnesium sebagai Sumber
Vitamin C dan Implantasi Estradiol 17β. Tesis program pascasarjana. IPB. 7-21 hal.
Siregar, M. 1999. Stimulasi Pematangan Gonad Bakal Induk Betina Ikan Jambal Siam (Pangasius hypophthalmus F) dengan Hormon HCG. Tesis program pascasarjana.IPB. Bogor. 41 hal.
Subagja, J. 2006. Implantasi LHRH-α dengan Kombinasi Dosis 17α-Metiltestosteron terhadap Perkembangan Gonad Ikan Balashark (Balantiocheilus
melanopetrus BLEEKER). Tesis program pascasarjana. IPB. Bogor.
Sukendi. 2001. Biologi Reproduksi dan Pengendaliannya dalam Upaya Pembenihan Ikan Baung (Mystus nemurus CV) dari Perairan Sungai Kampar, Riau. Disertasi program pascasarjana. IPB.
Sularto. 2002. Pengaruh Implantasi LHRH dan Estradiol-17_ terhadap
Perkembangan Gonad Ikan Pangasius Jambal. Tesis Pascasarjana IPB. 60 hal.
Supriyadi.2005. Efektifitas Pemberian Hormon 17α Metiltestosteron dan HCG yang
Dienkapsulasi di dalam Emulsi terhadap Perkembangan Gonad Ikan Baung (Hemibagrus nemurus Blkr):Analisis Procrutes (Tesis).Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Susana, B.P. 2008. Growth Hormone and Somatolactin Function During Sexual Maturation of Female Atlantic Salmon. Dissertation. Departement of Zoology/Zoophisiology. Gotenborg University. Sweden.
Susanto, H. 1999. Teknik Kawin Suntik Ikan Ekonomis. Penebar Swadaya, Jakarta. Takashima and T. Hibiya. 1995. An Atlas of Fish Histologi, Normal and Pathological
Feature Second Edition. Kodansha Ltd, Tokyo. 195p.
Tan-Fermin, J.D., S. Ijiri, H. Ueda, S. Adachi, and K. Yamauchi. 1997. Ovarian Development and Serum Steroid Hormone Profiles in Hatchery-bred Female
39
Tang, U. M., H. Alawi, dan R.M. Putra. 1999. Pematangan Gonad Ikan Baung (Mystus nemurus) dengan Pakan dan Lingkungan yang Berbeda. Hayati, 6:10-12.
Tang, U. M. dan R. Affandi. 2000. Biologi Reproduksi Ikan. Bogor. 150 hal.
Tang, U. M., R. Affandi, R. Widjajakusuma, H. Setijanto, dan M. F. Rahardjo. 2000. Pengaruh Salinitas terhadap gradient Osmotik dan Tingkat Kelangsungan Hidup Larva Ikan Baung. Hayati 7:97-100.
Tridjoko, B. Slamet, dan D. Makatutu. 1997. Pematangan Induk Kerapu Bebek
(Cromileptes altivelis) dengan Rangsangan Suntikan Hormon LHRH-a dan 17 alpha-methyltestoteron. J. Penel. Perikanan Indonesia, 3(4):30-34.
Utiah,A.2006.Penampilan Reproduksi Induk Ikan Baung (Hemibagrus nemurus Blkr) dengan Pemberian Pakan Buatan yang Ditambahkan Asam Lemak N-6 dan N-3 Dan Dengan Implantasi Estradiol-17 dan Tiroksin. Disertasi.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor.
Wallace, R. A. and K. Selman. 1981. Cellular and Dynamic Aspects of Oocyte Growth in Teleosts. Amer. Zool., 21:325-343.
Yaron, Z. 1995. Endocrine Control of Gametogenesis and Spawning Induction in the Carp. Aquaculture, 129: 49-73.
Yusuf, N. S. 2005. Efektifitas Hormon LHRH analog dan Estradiol-17β melalui Emulsi W/O/W terhadap Perkembangan Gonad Ikan Baung. Tesis program pascasarjana. IPB. Bogor. 7-10 hal.
Zairin, M., Furukawa, and Aida. 1992. Induction of Ovulation by HCG Injection in Tropical Walking Catfish (Clarias batrachus) Reared under 23-25°C. Nippon Suisan.Gakkaishi, 58:1681-1685.
Zairin, M. JR., K. Sumartadinata dan H. Arafah. 1996. Aktivasi Proses Vitelogenesis untuk Pematangan Gonad ikan Balashark (Balantiocheilus melanopetrus
BLEEKER) Betina. Biosfera 5: 39-47.
Zanuy, S., M. Carillo, J. Mateos, V. Trudeau dan O. Kah. 1999. Effect of Sustained administration of Testoterone in Pre-pubertal Sea Bass (Dicentrartus labrax
L). Aquaculture, 177: 21-35.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang maha Esa atas segala
anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal usul penelitian
yang berjudul “Profil Konsentrasi Testosteron terhadap Perkembangan Gonad
Ikan Baung (Mystus nemurus) dengan Pemberian Ekstrak Testis Sapi (ETS) pada
Berbagai Aras Dosis”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Wardiyanto, S.Pi, M.P.
sebagai Pembimbing I dan Ibu Munti Sarida, S.Pi. sebagai pembimbing II yang
telah memberikan berbagai saran dan meluangkan waktu untuk dapat
mengkonsultasikan proposal usul penelitian ini. Penulis berharap semoga proposal
usul penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang membaca.
Bandar Lampung, April 2011
Penulis
Judul : Pengaruh Pemberian Ekstrak Testis Sapi (ETS)
terhadap Konsentrasi Hormon Testosteron dan
Estradiol 17β dalam Plasma Darah Induk Betina Ikan Baung (Mystus nemurus)
Nama : I Gede Deta Kencana Putra
Nomor Pokok Mahasiswa : 0714111041
Jurusan/Program Studi : Budidaya Perairan
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing
Wardiyanto, S.Pi, M.P. Tarsim, S.Pi, M.Si.
NIP. 1969070520001121001 NIP. 197610122000121001
2. Ketua Program Studi Budidaya Perairan
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Wardiyanto, S.Pi, M.P. ………
Sekretaris : Tarsim, S.Pi, M.Si. ………
Penguji
Bukan Pembimbing : Berta Putri, S.Si, M.Si ………
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 196108261987021001
Ayah adalah inspirasiku
Ibu adalah doaku
Adik dan keluarga adalah motivasiku
Hidup adalah sebuah pilihan
Kemampuan berpikir, berbicara dan berbuat
Modal dasar kita untuk memperbaiki diri
Karena sesungguhnya
Kita diberikan kesempatan hidup menjadi
Manusia
Agar kita bisa
Memperbaiki karma kita
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Rama Murti, Kecamatan Seputih Raman,
Kabupaten Lampung Tengah pada tanggal 16 Maret 1989,
anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan Bapak I
Wayan Arsa dan Ibu Kamsiyah yang beralamat di Seputih
Raman, Lampung Tengah.
Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) PKK Rama Murti (1995-1996), Sekolah
Dasar (SD) di SD Negeri 1 Rama Murti (1996-2001), Sekolah Menengah Pertama
(SMP) di SMP Negeri 1 Seputih Raman (2002-2004), Sekolah Menengah Atas
(SMA) di SMA Negeri 1 Kota Gajah (2004-2007).
Tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Sutudi Budidaya
Perairan Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif pada
organisasi internal dan eksternal kampus. Organisasi internal kampus meliputi
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Hindu sebagai anggota Bidang Penelitian dan
Pengembangan 2007-2008, Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan
2008-2009, Ketua Umum UKM Hindu Unila 2009-2010, Dewan Penasehat UKM
Hindu Unila 2010-2011, Himpunan Mahasiswa Budidaya Perairan Universitas
2007-2008, Sekretaris Bidang Penelitian dan Pengembangan 2008-2009. Penulis juga
aktif di organisasi eksternal kampus yaitu sebagai anggota Kesatuan Mahasiswa
Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) 2008-2010.
Beberapa kegiatan yang pernah diikuti oleh penulis meliputi Program Kreativitas
Mahasiswa Kewirausahaan (PKM-K) pada tahun 2009, Duta Mahasiswa Fakultas
Pertanian pada tahun 2009, dan Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) pada
SANWACANA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan anugerah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian
Ekstrak Testis Sapi (ETS) terhadap Konsentrasi Hormon Testosteron dan
Estradiol dalam Darah Induk Betina Ikan Baung (Mystus nemurus)”.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
perikanan. Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan
karena banyak keterbatasan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun sangat diharapkan agar penulis dapat menjadi lebih baik
dikemudian hari.
Selama pelaksanaan penelitian hingga penyelesaian skripsi ini banyak pihak-pihak
yang sangat membantu baik secara moril maupun materil, yang telah memberikan
saran, doa, dan dukungannya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ayah, Ibu dan Adik-adikku, yang telah memberikan semangat, dukungan, kasih
sayang dan doa selama penulisan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., sebagai Dekan Fakultas Pertanian
3. Ibu Ir. Siti Hudaidah, M.Sc., sebagai Ketua Program Studi Budidaya Perairan
Universitas Lampung.
4. Bapak Wardiyanto, S.Pi., M.P., sebagai Pembimbing 1 yang telah memberikan
bimbingan dan saran dalam penulisan skripsi ini.
5. Bapak Tarsim, S.Pi., M.Si., sebagai Pembimbing 2 yang telah memberikan
gagasan, saran, dukungan moril maupun materil dalam penulisan skripsi ini.
6. Ibu Berta Putri, S.Si, M.Si, sebagai Penguji yang telah memberikan kritik dan
saran dalam penelitian ini.
7. Ibu Munti Sarida, S.Pi dan Bapak Moh Muhaemin, S.Pi, M.Si sebagai Dosen
Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan selama kuliah dan
pelaksanaan penelitian ini.
8. Bapak Sugiyanto, S.P., sebagai Kepala Balai Benih Ikan Sentral (BBIS)
Purbolinggo, Lampung Timur dan semua staf yang telah mengizinkan dan
mendukung pelaksaan penelitian.
9. Mas Bambang, yang telah banyak membantu dalam pengadaan surat-surat yang
mendukung dalam pelaksanaan penelitian dan skripsi ini.
10.Oriend, Sutan, Jhonatan, Noni, Dewa, Andika, Hasyim, Vivi, Selly, Edi, Aprian,
Musani, Angga, Kang Hasym, Dwi Mulyasih, Heri, Rama, Revy, Yeni, Devira,
Tutut dan semua sahabat-sahabatku yang tidak bisa kusebutkan satu persatu yang
telah memberikan semangat serta dukungan saat perkuliahan hingga penulisan
skrispsi ini.
11.Teman-teman angkatan 2007, kakak dan adik tingkat yang tidak bisa disebutkan
12.Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan serta dukungannya hingga
selesainya penelitian dan penulisan skripsi ini.
Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih, semoga Tuhan Yang Maha
Kuasa membalas segala kebaikan pihak yang telah membantu penyelesaian
penulisan skripsi ini. Semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Amiin.
Bandar Lampung, Januari 2012
Penulis