• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tuberkulosis Paru Disertai Tuberkulosis Peritoneum dan Tuba Falopi yang Disangkakan Karsinoma Ovarium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tuberkulosis Paru Disertai Tuberkulosis Peritoneum dan Tuba Falopi yang Disangkakan Karsinoma Ovarium"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Tuberkulosis Paru Disertai Tuberkulosis Peritoneum dan Tuba Falopi yang

Disangkakan Karsinoma Ovarium

Bintang Y.M. Sinaga

Departemen Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedoteran USU RSUP H. Adam Malik Medan

Abstrak: Sekitar 16% dari kasus tuberkulosis yang baru didiagnosis adalah TB di luar paru. Tuberkulosis di luar paru memberikan masalah diagnostik dan terapi yang lebih banyak dibanding dengan TB paru. Hal ini disebabkan karena jumlah basil yang sedikit di tempat infeksi, sulitnya mencapai tempat infeksi dan gejala serta tanda yang ditunjukkan umumnya tidak spesifik dan tergantung organ yang terlibat.Tuberkulosis pada kasus ini adalah TB paru dengan adanya efusi pleura kanan disertai TB peritoneum dan tuba falopi yang semula disangkakan sebagai karsinoma ovarium. Diagnosa TB peritoneum dan tuba falopi ditegakkan setelah dilakukan biopsi dari tuba falopi sewaktu laparatomi dilakukan.

Kata kunci: TB paru, efusi pleura, TB peritoneum, TB tuba falopi, karsinoma ovarium

Abstract: About 16% of newly diagnosed cases of TB are extrapulmonary. Extrapulmonary tuberculosis presents more of a diagnostic and therapeutic problem than does pulmonary tuberculosis. This relates to the small number of basilli at the site of infection, difficult to reach the site of infection, and because the sign and symptom are not spesific and depend on the organ that involved. This is a case of lung tuberculosis with pleural effusion, also with tuberculosis at peritoneal and tuba fallopi that was suspected as ovarium carsinoma. Diagnosis of peritoneal and tuba fallopi tuberculosis was made after biopsy of tuba fallopi while laparatomi done.

Keywords: pulmoral TB, pleura effusion, peritoneum TB, fallopii tubae TB, ovarium carcinoma

PENDAHULUAN

Walaupun paru merupakan tempat yang paling utama terkena, sekitar 16% dari kasus baru yang didiagnosa adalah tuberkulosis (TB) di luar paru.1

Penyebaran biasanya berasal dari paru ke tempat di luar paru. Walaupun demikian, pada beberapa kasus tanda pertama dari tuberkulosis adalah di luar paru.Penyebaran di dalam tubuh biasanya terjadi secara hematogen dan limfatik, dan dapat juga terjadi secara perkontinuitatum dan tertelan.1,2

Penelitian di Skotlandia pada tahun 1993 mendapatkan distribusi daerah tuberkulosis di luar paru yaitu limfatik (37,5%), genitourinaria (23,4%), pleura (12,5%), miliar (8,6%), tulang dan sendi (5,5%), gastrointestinal (3,1%), meningitis (3,1%), perikardial (0,8%) dan kulit

Diagnosa TB di luar paru biasanya merupakan persoalan berhubung dengan gejala dan tanda yang sering tidak spesifik, ketidakmampuan mencapai tempat infeksi dan jumlah basil yang relatif sedikit di banyak tempat infeksi.1

Tingkat kepastian dari diagnosis tergantung dari kemampuan alat diagnostik seperti rontgen, prosedur biopsi hingga tindakan operasi. Diagnosis sering ditemukan secara kebetulan setelah pemeriksaan Patologi Anatomi.4

(2)

Berikut ini dilaporkan satu kasus penderita TB paru disertai TB peritoneum dan tuba falopi yang semula disangkakan dengan karsinoma ovarium.

LAPORAN KASUS

Seorang wanita, 27 tahun, kawin, memiliki dua anak, ibu rumah tangga pada tanggal 27 Januari 2003 dikonsul ke bagian paru RS Adam Malik Medan oleh bagian onkologi obgyn RS Adam Malik Medan. Penderita dikonsul ke bagian paru karena ada kelainan pada foto toraks yang dibuat untuk keperluan persiapan laporatomi atas indikasi sangkaan karsioma ovarium. Hasil foto toraks yang dilakukan pada tanggal 16 Januari 2003 itu adalah efusi pleura dextra yang minimal.

Dari anamnesis didapat bahwa keluhan yang membuat penderita datang ke bagian obgyn RS Adam Malik Medan pertama sekali pada tanggal 13 Desember 2003, adalah keluhan perut membesar, badan lemas, mual, badan bertambah kurus, nyeri abdomen bawah sejak 1,5 bulan sebelum datang ke RS Adam Malik.

Sebelum keluhan di atas, penderita mengalami perdarahan seperti haid yang terus-menerus selama dua bulan. Dari anamnesis mengenai keluhan pernapasan, tidak ditemukan keluhan batuk, nyeri dada, dan batuk darah. Sedangkan sesak tidak dirasakan sekali, hanya saja setelah makan terasa agak menyesak.

Dari anamnesis penyakit terdahulu ternyata pasien adalah rujukan dari luar dengan diagnosa asites dan pasien sudah mendapat pengobatan Lasix tablet selama ± 4 hari sebelum ke RS Adam Malik Medan.

Dari anamnesis juga didapat bahwa pasien didiagnosis dengan tumor adneksa padat kiri + kista ovarium kanan + asites dengan sangkaan adanya suatu keganasan berdasarkan anamnese, pemeriksaan fisik luar dan dalam, CA-125 serta USG kandungan yang dilakukan di bagian onkologi obgyn RS Adam Malik Medan.

Pada pemeriksaan fisik di bagian paru didapat: keadaan umum lemah, kesadaran compos mentis, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 84 kali/menit regular, pernapasan 20 kali/menit, temperatur 36,9o

C. Pada mata ditemukan anemis, ikteris tidak ditemukan.

Pada pemeriksaan toraks depan dan belakang diperoleh:

ƒ Inspeksi: simetris, ketinggalan bernapas tidak ditemukan

ƒ Palpasi: stem fremitus kanan bawah melemah

ƒ Perkusi: beda pada paru kanan lapangan bawah. Batas jantung dalam batas normal.

ƒ Auskultasi: suara pernapasan menghilang pada paru kanan lapangan bawah. Denyut jantung 84x/menit, regular, desah tidak dijumpai

Pada pemeriksaan abdomen terlihat perut membesar dan massa tidak teraba.

Pada ekstremitas atas cyanosis, jari tabuh dan oedem tidak dijumpai.

Pada ekstremitas bawah oedem tidak dijumpai.

Sewaktu dikonsul ke paru, pasien juga membawa hasil pemeriksaan yang dilakukan untuk persiapan laparatomi.

Hasil foto toraks tanggal 16 Januari 2003 adalah efusi pleura kanan minimal.

Pada tanggal 17 Januari 2003 hasil nilai CA-125 adalah 138 u/ml (normal <35 u/ml).

Hasil BNO/IVP tanggal 22 April 2003 dalam batas normal.

Pada tanggal 26 Januari 2003 dilakukan pemeriksaan darah dengan hasil Hb 11,2 gr%, LED 27 mm/jam, leukosit 5.900/mm3

, morfologi dalam batas normal. Waktu perdarahan 3’30”, waktu trombin 16,6”, aPTT 25,6” dan waktu trombin 15,8”.

Nilai faal ginjal, kadar gula darah, faal hati dalam batas normal kecuali alkalin pospatase meningkat yaitu 302 u/l.

Jawaban bagian paru atas konsul dari bagian onkologi obgyn tanggal 27 Januari 2003 diatas adalah sebagai berikut.

Dianjurkan pemeriksaan sputum BTA DS 3X, uji tuberkulin, foto toraks ulang PA/lateral kanan, dan spirometri.

(3)

Gambar 1. Foto toraks PA dan lateral sewaktu dikonsul ke bagian paru

Hasil uji tuberkulin tanggal 30 Januari 2003 adalah (+) 16 x 15 mm.

Saat itu diagnosa dari bagian paru adalah efusi pleura kanan ec TB paru tersangka, dan diberi pengobatan obat anti tuberkulosis Rifampisin 450 mg, Isoniazid 300 mg, Pirazinamid 1000 mg, Etambutol 1000 mg, Streptomisin 750 mg.

Hasil spirometri pada tanggal 29 Januari 2003: FVC: 53% prediksi dan FEV1: 60% prediksi. Kesimpulan: restriksi sedang-berat dan obstruksi sedang. Toleransi paru selama dan sesudah operasi adalah resiko sedang dan tidak ada kontra indikasi laporatomi.

Follow up sesudah konsul paru:

ƒ Pada tanggal 21 Pebruari 2003, pasien datang dengan keadaan umum yang baik, untuk rawat inap di bagian onkologi obgyn dengan tujuan dilakukan tindakan laparatomi atas indikasi sangkaan karsinoma ovarium.

ƒ Pada tanggal 25 Pebruari 2003 dilakukan laparatomi. Pada saat operasi dilaporkan terlihat papil-papil menutupi dinding dalam peritoneum, intestine, colon, uterus dan kedua tuba. Hepar, lien dan diapragma licin. Kelenjar getah bening pelvis tidak membesar. Uterus besar biasa, kedua tuba falopi membesar terlihat abses tubaovarium yang lengket ke kolon dan rektum. Dilakukan adesiolisis dan salpingektomi sinistra.

ƒ Hasil inprint Patologi Anatomi sewaktu operasi adalah proses radang kronik spesifik

ƒ Keadaan umum post operasi: baik.

ƒ Hasil dari bagian Patologi Anatomi pada tanggal 4 Maret 2003 berasal dari sediaan tuba falopi yang dikirim adalah: proses radang kronik spesifik TBC, tidak dijumpai tanda-tanda keganasan.

ƒ Selanjutnya pascaoperasi pasien berobat jalan di bagian paru. Dilakukan foto toraks ulang 2 bulan sesudah pengobatan, terlihat infiltrat berkurang tapi sudut kostofrenikus kanan masih tumpul.

Gambar 2. Foto toraks PA setelah 2 bulan

pengobatan dengan obat anti tuberkulosis

(4)

bulan-PEMBAHASAN

Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan di dunia, terutama negara berkembang. Di seluruh dunia sekitar sepertiga penduduk dunia, 2 milyar manusia, telah terinfeksi TB dan 2 juta orang mati karena TB setiap tahun. Di Indonesia TB merupakan salah satu penyebab tersering kematian. Jumlah penderita TB di Indonesia adalah nomor tiga terbanyak di dunia setelah India dan Cina. Menurut laporan WHO (2003), jumlah seluruh kasus baru di Indonesia adalah 582.000 orang pertahun atau 271/1000 populasi.6

Tuberkulosis juga merupakan masalah kesehatan yang penting bagi kaum perempuan di dunia. WHO memperkirakan sedikitnya ada satu juta perempuan yang meninggal setiap tahunnya akibat tuberkulosis, sedangkan kematian maternal setahunnya adalah setengah juta orang. Berarti tuberkulosis membunuh sedikitnya dua kali lebih banyak perempuan daripada kematian akibat kehamilan/persalinan.7

Tuberkulosis biasanya diklasifikasikan atas tuberkulosis paru atau tuberkulosis di luar paru. Tuberkulosis paru dapat dikategorikan atas TB primer dan TB post primer. TB primer terjadi pada saat pertama sekali terekspos dengan basil tuberkulosis. Basil yang sampai ke alveoli dapat memulai infeksi dengan multiplikasi basil tuberkulosis di paru yang disebut fokus Ghon. Sistem limfatik mengalirkan basil ke limfe di hilus. Fokus Ghon dan limfadenopati hilus membentuk kompleks primer atau disebut juga TB primer. Selanjutnya TB primer ini dapat sembuh tanpa gejala klinis atau terjadi TB paru dan efusi pleura atau menyebar melalui aliran darah ke tempat lain sehingga dapat terjadi meningitis, perikarditis atau miliar. Bisa juga terjadi basil yang hidup dorman di paru. Sedangkan TB post primer terjadi sesudah beberapa bulan atau tahun. Ini dapat terjadi akibat reaktivasi basil yang dorman atau reinfeksi. TB post primer biasanya mengenai paru yang disebut TB paru, tetapi dapat juga melibatkan bagian lain dari tubuh yang disebut dengan TB di luar paru.1,2

Sekitar 16% dari kasus tuberkulosis adalah TB di luar paru.1

TB di luar paru lebih sering ditemukan pada penderita HIV dibandingkan dengan penderita yang tidak menderita HIV.1,2,3

Tuberkulosis di luar paru memberikan masalah diagnostik dan terapi yang lebih banyak dibandingkan dengan TB paru. Sebagian

disebabkan karena kasus ini kurang sering sehingga tidak terlalu familiar kepada beberapa klinisi. Hal ini juga disebabkan karena jumlah basil yang sedikit di tempat infeksi, sulitnya mencapai tempat infeksi sehingga konfirmasi diagnostik lebih sulit didapat dan prosedur invasif hingga tindakan bedah kadang-kadang diperlukan untuk menegakkan diagnosis.1

Sedangkan tanda dan gejala yang ditunjukkan umumnya tidak spesifik dan didominasi oleh efek sistemik seperti demam, kehilangan berat badan, anoreksia dan lemah. Gejala lain tergantung dari organ dan keparahan organ yang terlibat.1,4

Hal ini juga menyebabkan sulitnya penegakan diagnosis berdasarkan gejala dan tanda yang ditunjukkan.

Kesulitan mendiagnosa TB di luar paru juga diperlihatkan dari hasil autopsi. Di Amerika Serikat: 18% TB miliar, meningeal dan TB peritoneum terdiagnosa setelah penderita meninggal. Pada pasien HIV di Italia, dilaporkan hanya 70% dari autopsi yang didiagnosa TB di luar paru secara klinis. Hal ini menunjukkan adanya underdiagnosed pada kasus TB di luar paru.3

Tuberkulosis genitalia pada wanita biasanya terjadi akibat penyebaran hematogen dari fokus primer organ lain terutama di paru, walaupun dapat terjadi secara perkontinuitatum dari tuberkulosis peritoneum.1,3,8

Pada genitalia wanita maka infeksi pertama paling sering terjadi di tuba falopi dan biasanya bilateral, berikutnya endometrium.8

Gambaran klinis yang dapat dilihat adalah berupa infertilitas, gangguan haid, penyakit inflamasi pelvis, keputihan, nyeri abdomen, kehamilan ektopik, dan pada 50% kasus dapat teraba massa adneksa pada pemeriksaan. Gejala lain adalah tidak khas sperti malaise, penurunan berat badan, kelelahan tak beralasan, demam subfebris.1,3,8

Diagnostik TB genitalia wanita mencakup kombinasi dari pemeriksaan mikrobiologi, histologi dan radiografi. Pemeriksaan radiologi foto toraks bertujuan untuk mencari adanya fokus primer di paru.8

Tidak adanya kelainan pada foto paru tidak menghilangkan kemungkinan adanya tuberkulosis genitalis. Pada ± 50% kasus TB genito urinaria ditemukan kelainan pada paru.9

(5)

dapat dipergunakan untuk pemeriksaan histologi dan bakteriologi. Selain itu uji tuberkulin juga dapat membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis.8

Sedangkan tuberkulosis peritoneum terjadi akibat reaktivasi fokus primer di paru yang dibawa oleh aliran darah, atau penyebaran langsung dari kelenjar getah bening di mesentrium, intestin atau tuba flopi. Kebanyakan pasien akan memperlihatkan tanda asites. Gejala berkembang beberapa minggu hingga bulan yaitu adanya perut membesar akibat asites, demam, penurunan berat badan, dan nyeri abdomen.3,8

Sekitar 16% penderita TB peritoneum didapat diare. Sekitar 48-62% penderita memperlihatkan kelainan foto toraks berupa tuberkulosis paru.3

Tuberkulosis peritoneum dapat didiagnosa dengan cara melakukan parasentesis asites, walaupun basil biasanya tidak dapat ditemukan. Kultur cairan peritoneum dapat meningkatkan hasil hingga 63-83% tapi ini memakan waktu dan untuk hasil terbaik dilakukan sentrifug cairan sebanyak 1 liter untuk kemudian dilakukan kultur. Mikobakterium tuberkulosis didapat pada 83% pasien dengan tindakan ini.1

Pemeriksaan CT abdomen dapat memberikan informasi yang sangat membantu dalam menegakkan diagnosis tuberkulosis abdominal dibanding ultrasound. Adanya asites dengan densitas tinggi dan limfadenopati abdomen dengan densitas rendah pada pusat (mengarah nekrosis) sangat berhubungan dengan tuberkulosis peritonitis. CT tidak hanya menghasilkan sensitifitas yang tinggi terhadap pemeriksaan keterlibatan kelenjar limfe tapi juga dapat mengevaluasi keadaan mesentrium, omentum dan saluran urogenital wanita dengan lebih baik.7

Biopsi peritoneum dilakukan terbaik secara laparaskopi atau laporatomi mini. Secara karakteristik, deposit putih kecil (<5mm) yang miliar terlihat dan perlengketan-perlengketan antara peritoneum dan organ sangat sering. Biopsi peritoneum secara “blind” juga sering dilakukan, terutama pada negara berkembang, tetapi tindakan invasive tetap lebih baik. Analisa cairan asites juga dapat membedakannya dari asites yang disebabkan penyakit hepar yang kronis.3

Prinsip terapi TB di luar paru sama dengan TB paru tetapi waktu pengobatan lebih lama,

pertama adalah Rifampicin, INH, Pyrazinamid, Ethambutol, disusul dengan pemberian INH dan Rifampicin selama 7 atau 10 bulan.5

Pemberian kortikosteroid pada TB di luar paru masih kontroversial. WHO mengindikasi pemberian kortikosteroid pada TB meningitis, TB perikarditis, TB pleura efusi yang berat, TB kelenjar adrenal, TB laring dengan obstruksi saluran nafas yang mengancam jiwa, TB saluran ginjal, TB kelenjar yang sangat besar.5

Sedangkan pemberian kortikosteroid pada TB peritoneum dan tuba masih kontroversial.3

Ada yang menganjurkan pemberian kortikosteroid pada keadaan striktura saluran seperti striktur tuba falopi,9

dan pada tuberkulosis peritoneum ada yang menganjurkan pemberian jika cairan asites banyak.1

Indikasi bedah pada TB genitalia wanita adalah striktura dari tuba falopi yang menyebabkan infertil, nyeri yang persisten, perdarahan uterus yang berat, terus menerus dan berulang, kemungkinan keganasan, TB endometrium yang berulang.9

Sedangkan indikasi bedah pada TB peritoneum adalah perdarahan masif dan obstruksi.3

Karsinoma ovarium adalah penyebab kematian terbanyak dari kanker sistem reproduksi.11

Sayangnya, gejala dan tanda dapat asimtomatis atau hanya berupa terasa tekanan pada pelvis dan gejala gastro intestinal. Wanita dengan karsinoma ovarium yang luas dapat mengalami pembengkakan dan nyeri abdomen, massa abdomen yang teraba disertai asites.11,12

Dari pemeriksaan laboratorium, kadar CA-125 >35 unit dapat mengindikasikan adanya karsinoma ovarium. Pemeriksaan lain yang dapat dipergunakan sebagai alat diagnostik adalah ultrasonografi. Tetapi abses tubaovarium dapat menyerupai gambaran karsinoma ovarium pada pemeriksaan USG. Eksplorasi laparatomi adalah pendekatan standar yang digunakan untuk mendiagnosa.12

(6)

endometriosis, sirosis, TB peritoneum dan lain sebagainya.13

Pada penderita ini yang semula didiagnosis sebagai karsinoma ovarium berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, USG dan CA-125, ternyata setelah dilakukan laparatomi, terlihat adanya papil yang menyebar di peritoneum dan adanya perlengketan-perlengketan ke kolon dan rektum yang mengindikasikan adanya tuberkulosis peritoneum. Juga terlihat abses pada kedua tuba dan ovarium dan hasil biopsi adalah proses tuberkulosis.

Anamnesis berupa perut membesar, nyeri abdomen bawah, pendarahan pervaginam selama 2 bulan, mual, badan lemah, berat badan menurun ternyata dapat dimiliki oleh TB peritoneum dan TB genitalia wanita selain karsinoma ovarium.

Bahkan dari pemeriksaan dalam yang didapat adanya massa, pemeriksaan USG berupa massa pada adneksa disertai kista ovarium dan asites juga dapat merupakan diagnosa tuberkulosis selain karsinoma ovarium.

Pemeriksaan CA-125 juga dapat memberikan hasil positif palsu pada TB peritoneum. Beberapa laporan mendapatkan adanya TB peritoneum yang menyerupai karsinoma ovarium dengan tanda-tanda asites dan peningkatan serum CA-125.14-17

Terlihat bahwa diagnosis tuberkulosis ekstra paru sering sulit dilakukan. Tetapi dapat diingat bahwa banyak pasien dengan TB di luar paru juga mempunyai TB paru dan uji tuberkulin juga dapat membantu diagnosis. Pada pasien ini hasil pemeriksaan kuman BTA DS 3 kali dari sputum negative, dan dari foto toraks terlihat adanya lesi minimal di paru kanan disertai efusi pleura kanan minimal. Juga didapatkan adanya uji tuberkulin (+) 16x15 mm.

Terapi pasien ini selanjutnya adalah pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) di bagian paru. Dan pasien dalam keadaan umum yang baik setelah terapi disertai berat badan meningkat. Pada foto toraks 2 bulan setelah pemberian OAT terlihat lesi di paru berkurang, tetapi sudut kostoprenikus kanan tetap tumpul.

KESIMPULAN

Tuberkulosis masih merupakan permasalahan di Indonesia. Sekitar 16% dari kasus baru tuberkulosis yang didiagnosa merupakan TB di luar paru. Diagnostik dan penanganan TB ekstra paru mempunyai

permasalahan yang lebih banyak dibanding TB paru karena tanda dan gejala yang sering tidak spesifik dan sulitnya mencapai tempat infeksi.

Telah dilaporkan kasus seorang wanita, 27 tahun, mempunyai anak 2 orang, yang didiagnosa karsinoma ovarium berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, USG kandungan dan CA-125 yang meningkat di bagian obstetri ginekologi. Direncanakan tindakan laparatomi. Pada persiapan laparatomi dilakukan foto toraks dengan hasil efusi pleura kanan minimal dan lesi minimal pada paru kanan. Pasien dikonsulkan ke bagian Paru. Dianjurkan pemeriksaan sputum BTA DS 3X dan uji Tuberkulin dengan hasil BTA negatif dan uji Tuberkulin (+) 16x15 mm, yang kemudian didiagnosa sebagai efusi pleura dextra ec TB paru tersangka.

Pada saat laparatomi terlihat papil-papil pada peritoneum disertai perlengketan-perlengketan di rongga abdomen yang megindikasikan adanya TB peritoneum disertai abses pada kedua tuba ovarium yang sewaktu dilakukan biopsi pada tuba hasinya adalah proses TBC dan tidak ditemukan tanda keganasan. Tindakan yang dilakukan adalah salpingektomi sinistra dan adesiolisis.

Selanjutnya pasien berobat jalan di Poliklinik Paru dengan terapi obat anti tuberkulosis dan menunjukkan perbaikan keadaan umum dan peningkatan berat badan selama 4 bulan terapi dan bulan-bulan berikutnya.

Dari kasus ini terlihat bahwa pada pasien yang mempunyai keluhan di tempat lain disertai adanya proses TB di paru, harus dipikirkan adanya hubungan diantara keduanya, terutama di negara kita.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hopewell PC, Bloom BR. Tuberculosis and Other Mycobacterial Diseases. In: Murray JF, Nadel JA, editors. Textbook of Respiratory Medicine I, 3rd

ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 2000, 1043-105.

(7)

3. Seaton RA. Extra – Pulmonary Tuberculosis. In: Seaton A, Seaton D, Leitch AG, editors. Crofton and Douglas’s Respiratory Diseases II, 5th

ed. London: Blackwell Science Ltd; 2000, 528-41.

4. TB A Clinical Manual for South East Asia. Geneva: WHO; 1997.

5. Tuberkulosis. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika; 2006.

6. World Health Organization. Global Tuberculosis Control. Surveillance, Planning, Financing. WHO Report 2003. Geneva: WHO; 2003.

7. WHO. TB Advocacy, A Practical Guide. Geneva: WHO; 1998.

8. Goldfarb DS, Saiman L. Tuberculosis of the genitourinary tract. In: Rom WM, Garay SM, editors. Tuberculosis, 2nd

ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2004, 549-63.

9. Patel K. Tuberculosis of the Genitourinary System. Available from http://www. emedicine.com/med/topic3073.htm.

10. Field S, Lewis S. Intestinal and peritoneal tuberculosis. In: Rom WM, Garay SM, editors. Tuberculosis, 2nd

ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2004, 549-63.

11. Mackay HT. Gynecology. In: Tierney LM, McPhee SJ, Papadakis MA, editors. Current Medical Diagnosis & Treatment, 40th

ed. New York: Lange Medical/McGraw-Hill; 2001, 731-46.

12. Fleischer AC. Ovary, Malignant Tumors. Available from http://www.emedicine.com/ radio/topic511.htm.

13. Teng N. Adnexal Tumors. Available from http://www.emedicine.com/med/topic2830 .htm.

14. Piura B, Rabinovich A, Leron E, Yamai-Inbar I, Mazor M. Peritoneal Tuberculosis Mimicking Ovarian Carcinoma with Ascites and Elevated Serum CA-125: Case report and review of literature. Eur J. Gynaecol Oncol 2002; 23(2): 120-2.

15. Takeshima F, Ilamabe S, Yamasa T, et al. Two Cases of Tuberculosis Peritonitis and Clinical Significance of Serum CA-125. Kekkaku 1989; 64 (1): 25-30.

16. Lachman E, Moodley J, Pitsoc SB. Peritoneal Tuberculosis Imitating Ovarian Carcinoma “Special Category”. Acta Obstet Gynecol Seand 1985; 64(8): 677-9.

Gambar

Gambar 1. Foto toraks PA dan lateral sewaktu dikonsul ke bagian paru

Referensi

Dokumen terkait

penulisan tesis yang berjudul “ Keanekaragaman Spesies Ikan yang Terdapat di Pulau Jefman, Distrik Salawati Utara, Kabupaten Raja Ampat ”. Penulisan tesis ini terlaksana

Istilah kecerdasan emosi pada mulanya dilontarkan oleh dua ahli psikologi, yakni Peter Salovey, dari Universitas Harvard, dan John Mayer, dari Universitas New

Ketiga, memperbaiki diri peserta didik dari berbagai sifat dan amal tidak terpuji (amal al- syai‟at) yang telah dilakukannya, baik dipandang dari perspektif agama

Penelitian untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat tradisional, cara meramu, cara pengobatan, khasiatnya, dan upaya masyarakat

Kegiatan awal. Siswa dan bertanya jawab tentang menganalisis laporan. Siswa berkelompok sesuai dengan kegiatan sebelumnya Kegiatan Inti. Mendengarkan pembacaan laporan teman.

a.. Tampaknya, dalam Tabel l 1 baik &lt;li dalam kantor maupun di mana saja pemakai bahasa Larnpung lebih senang memakai bahasanya. Hal ini disebabkan oleh rasa

Akhir kata, penulis berharap semoga Laporan Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan mahasiswa mahasiswa Jurusan Administrasi Bisnis di

dalam G-30-S/PKI. Hal- hal diatas harus menjadi dasar kebijakan seleksi.. penerimaan karyawan baru bagi setiap organisasi dan perusahaan. Job specification. Dalam