• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relasi Kekuasaan Antara Legislatif Dan Eksekutif Dalam Konstruksi Presidensialisme Pemerintahan SBY-JK Tahun 2004-2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Relasi Kekuasaan Antara Legislatif Dan Eksekutif Dalam Konstruksi Presidensialisme Pemerintahan SBY-JK Tahun 2004-2009"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

RELASI KEKUASAAN ANTARA LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF

(DALAM KONSTRUKSI PRESIDENSIALISME PEMERINTAHAN SBY-JK

TAHUN 2004-2009)

Diajukan guna memenuhi persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Sosial dan

Ilmu Politik

DISUSUN OLEH :

ALI ARMADI MILALA

060906006

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vii

BAB I

PENDAHULUAN ...1

1. LATAR BELAKANG ... 1

2. RUMUSAN MASALAH ... 6

3. TUJUAN PENELITIAN ... 6

4. MANFAAT PENELITIAN ... 6

5. KERANGKA TEORI 5.1. Teori Negara ... 7

5.2. Sistem Pemerintahan ... 10

5.2.1. Sistem Presidensial ... 11

5.2.2. Sistem Parlementer ... 13

5.3. Teori Kekuasaan ... 16

5.4. Partai Politik ... 18

5.5. Konsep Legislatif ... 21

5.6. Konsep Eksekutif ... 24

6. METODE PENELITIAN 6.1. Jenis penelitian ... 28

6.2. Teknik Pengumpulan Data ... 29

6.3. Teknik Analisa Data ... 29

(3)

BAB II

KONFIGURASI POLITIK PEMERINTAHAN

SBY-JK TAHUN 2004-2009

1. Kekuasaan Eksekutif ... 31

1.2. Presiden dan Partai Politik ... 37

1.3. Presiden dan DPR ... 38

2. Partai Politik dan Sistem Kepartaian Politik Indonesia ... 42

2.1. Partai Politik di Indonesia ... 42

2.2. Sistem Kepartaian di Indonesia ... 48

3. Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat ... 55

BAB III

ANALISA RELASI KEKUASAAN LEGISLATIF DAN

EKSEKUTIF DALAM SISTEM PEMERINTAHAN

PRESIDENSIAL PADA PEMERINTAHAN SBY-JK

TAHUN 2004-2009

1.Tinjauan Umum Sistem Pemerintahan Presidensil Pada Masa Pemerintahan SBY-JK ... 60

2. Relasi Kekuasaan Legislatif dan Eksekutif ... 66

BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan ... 82

2. Saran ... 82

(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Partai Poltik di Kabinet Indonesia Bersatu pasca Reshufle II Tabel 2.2 Partai Politik Peserta Pemilu Tahun 2004 Beserta Perolehan Suara Tabel 2.3 Kelompok Fraksi di DPR RI Tahun 2004-2009

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Relasi Kekuasaan Antara Legislatif Dan Eksekutif Dalam Konstruksi Presidensialisme Pemerintahan SBY-JK Tahun 2004-2009”.

Skripsi ini diajukan guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Strata Satu (S1) Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh penulis terhadap Relasi Kekuasaan Antara Legislatif Dan Eksekutif Dalam Konstruksi Presidensialisme Pemerintahan SBY-JK Tahun 2004-2009. Ketertarikan penulis untuk membahas penelitian ini adalah untuk mengetahui secara mendalam relasi antara kedua lemabag tinggi negara tersebut dalam sistem pemerintahan presidensialisme pada masa Pemerintahan SBY-JK

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belumlah sempurna. Oleh karena itu dengan kerendahan hati mohon kritik dan saran yang sifatnya membangun intelektualitas untuk perbaikan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

(6)

Rudi Purba orang tua dari Queen Aruni Br Purba saya ucapkan banyak terima kasih atas dukungan moril dan doanya kepada saya. Kepada Samuel dan Queen saya sebaga bapak uda dan paman berdoa kepada Tuhan kiranya di Dia menyertai kalian supaya kelak dapat berguna untuk Tuhan, keluarga, masyarakat dan Negara. Kepada keluara besar saya yang tak mungkin semuanya dapat saya sebutkan satu persatu seperti mama dan mami uda, mama dan mami tengah yang telah banyak memberikan bantuan moril, materil dan doa saya ucapkan banyak terima kasih, kiranya Tuhan membalas semua kebaikannya. Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada impal saya Helen Joice, Erli Kasna dan Bernike Mentari Ayu yang membantu saya dalam berbagai hal dan sekaligus teman diskusi saya.

Dalam menyusun Skripsi ini, Saya banyak memperoleh bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Dengan kerendahan hati, Saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak, Drs. Humaizi, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak, Drs. Heri Kusmanto, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak, Drs. Antonius Sitepu, MSi selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan banyak saran selama penulisan skripsi ini. 4. Bapak, Indra Fauzan, S.H.I.,M.Soc.Sc selaku Dosen Pembaca yang telah

memberikan arahan dan petunjuk dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Jurusan Ilmu Politik yang telah meberikan bekal ilmu yang tak ternilai harganya selama kuliah.

(7)

7. kepada senior-senior Ilmu Politik yang telah meberikan masukan dan saran sekaligus teman diskusi saya selama masa perkuliahan.

8. Khususnya kepada sahabat-sahabat saya yang sangat baik sekali, Zafar Sidik Pohan yang sangat banyak membantu saya dalam penyelesaian skripsi ini, teman diskusi saya dan juga Brando Sinurat, Hendra Manurung, Edo Manurung, Tigor Manalu, Sabar Manalu, Amran, Jeffri, Nadiasi, Idaman Zebua, Marco Bangun, Debie, Emy, Imelda, Maria, Bella, Eka, Stella, Adel, Marda. Ayu, Silfi dan semua teman-teman ilmu politik angkatan 06 terima kasih atas dukungan, doa dan kerja samanya.

9. Kepada sahabat-sahabatku di luar perkuliahan, Junior, Andreas, Irvander, Efredi, Erwin, Jhon, Riko, Dani dan semua personil Bulang FC saya ucapkan banyak terima kasih atas dukungannya dan kerjasamanya selama ini.

Penulis dengan segala kerendahan hati yang tulus berharap skripsi saya ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang bersangkutan.

Medan, Juli 2010 Penulis

(8)

ABSTRAK

Skripsi saya ini berjudul ”Relasi Kekuasaan Antara Legislatif Dan Eksekutif Dalam Konstruksi Presidensialisme Pemerintahan SBY-JK Tahun 2004-2009”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa dan mendeskripsikan relasi kekuasaan antara Legislatif dan Eksekutif dalam konstruksi sistem presidensialisme pada masa pemerintahaan SBY-JK serta memahami relasi antara kedua lembaga tersebut dalam konstruksi sistem presidensialisme pemerintahan SBY-JK. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersumber dari buku-buku, surat kabar, majalah dan internet. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Penerapan sistem multi partai dalam sistem pemerintahan presidensial mengakibatkan kurang efektifnya pemerintahan karena sering mendapat tekanan dari parlemen yang terpolarisasi diantara berbagai kekuatan partai politik serta relasi presiden dan parlemen pada Pemerintahan SBY-JK sangat rawan dengan konflik akibat dari berbagai kepentingan partai politik di parlemen.

Untuk mengefektifkan relasi antara eksekutif dan legislatif di masa yang akan datang perlu Memperkuat sistem pemerintahan presidensil agar dalam perlaksanaan pemerintahan tidak terjadi kebuntuan antara presiden dan parlemen dan Mendesain format koalisi yang memungkinkan tegaknya disiplin partai-partai berikut klausul ganjaran dan hukuman bagi mereka jika mengingkari.

(9)

ABSTRAK

Skripsi saya ini berjudul ”Relasi Kekuasaan Antara Legislatif Dan Eksekutif Dalam Konstruksi Presidensialisme Pemerintahan SBY-JK Tahun 2004-2009”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa dan mendeskripsikan relasi kekuasaan antara Legislatif dan Eksekutif dalam konstruksi sistem presidensialisme pada masa pemerintahaan SBY-JK serta memahami relasi antara kedua lembaga tersebut dalam konstruksi sistem presidensialisme pemerintahan SBY-JK. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersumber dari buku-buku, surat kabar, majalah dan internet. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Penerapan sistem multi partai dalam sistem pemerintahan presidensial mengakibatkan kurang efektifnya pemerintahan karena sering mendapat tekanan dari parlemen yang terpolarisasi diantara berbagai kekuatan partai politik serta relasi presiden dan parlemen pada Pemerintahan SBY-JK sangat rawan dengan konflik akibat dari berbagai kepentingan partai politik di parlemen.

Untuk mengefektifkan relasi antara eksekutif dan legislatif di masa yang akan datang perlu Memperkuat sistem pemerintahan presidensil agar dalam perlaksanaan pemerintahan tidak terjadi kebuntuan antara presiden dan parlemen dan Mendesain format koalisi yang memungkinkan tegaknya disiplin partai-partai berikut klausul ganjaran dan hukuman bagi mereka jika mengingkari.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dalam penelitian saya ini, saya akan memfokuskan penelitian pada relasi kekuasaan antara Eksekutif dan Legislatif dalam sistem presidensialisme pada pemerintahan SBY-JK. Masalah ini sangat menarik untuk diteliti karena melihat perkembangan sistem politik dan konstitusi Negara Indonesia sudah sangat jauh berbeda dari sebelumnya. Sebelum jatuhnya Soeharto dan terjadinya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 kekuasaan sangat besar dimiliki eksekutif (Presiden). Sistem yang dianut UUD 1945 adalah executive heavy yakni kekuasaan dominan berada di tangan Presiden dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional yang lazim disebut hak prerogatif.

Konstitusi memberi ruang bagi Presiden untuk sekaligus menjalankan kekuasaan legislatif (pembuat undang-undang) dan kekuasaan eksekutif (yang menjalankan undang-undang). Akibatnya bisa dilihat, selama hampir 32 tahun (1966-1998) Presiden dalam era Orde Baru menjadi penguasa “tangan besi”. Seluruh sabdanya menjadi perintah yang harus dijalankan tanpa ada bantahan, rakyat dibungkam, siapa yang coba membantah apalagi mengkoreksi perintahnya hanya akan tinggal nama belaka.1

1

http://hifdzil.wordpress.com/2008/09/08/studi-hubungan-legislatif-dengan-eksekutif/

(11)

Akan tetapi hal itu berakhir sejalan dengan reformasi yang digelorakan para mahasiswa dan kelompok masyarakat. Gerakan ini menandai terjadinya reformasi politik Indonesia yang selama 32 tahun sangat buruk. Gerakan reformasi yang mengakibatkan jatuhnya rezim otoriter Orde Baru yang ditandai dengan pernyataan pengunduran diri Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 memberi peluang bagi bangsa Indonesia untuk menata kembali kehidupan politik, ekonomi dan hukum ke arah yang lebih terbuka, adil dan demokratis. Kebutuhan akan suatu tatanan kehidupan baru tersebut kemudian di suarakan para mahasiswa melalui aksi-aksi demonstrasi menuntut suatu reformasi yang bersifat total dan menyeluruh. Di bidang politik tuntutan itu adalah suatu sitem politik demokratis di datu pihak dan pemerintahan yang bersih dari praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme di pihak lain.2

Ada beberapa prestasi besar yang dicapai gerakan reformasi Indonesia, terutama di bidang politik dan ketatanegaraan. Reformasi ini dilakukan dengan keberhasilan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia melakukan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang selama Orde Baru disakeralkan. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 ini telah membuka peluang bagi ditatanya kembali sistem politik ke arah yang lebih demokratis dengan menjunjung supremasi hukum dan kedaulatan rakyat.3

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dengan semangat kenegarawanan melalui tahapan dan pembahasan yang mendalam telah melakukan perubahan terhadap pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 sebanyak empat kali. Perubahan pertama Undang-Undang Dasar 1945 diputuskan dalam Rapat Paripurna

2

Syamsuddinn Haris. Konflik Presiden-DPR dan Dilema Transisi Demokrasi Di Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007, hal. 1

3

(12)

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-12 tanggal 19 Oktober 1999 Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Perubahan kedua Undang-Undang Dasar 1945 diputuskan pada Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tanggal 18 Agustus 2000. perubahan ketiga Undang-Undang Dasar 1945 diputuskan pada Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-7 tanggal 9 November 2001 Sidang Tahunan MPR RI. Perubahan keempat diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Pemusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-6 tanggal 10 Agustus 2002 Sidang Tahunana MPR RI.4

1. Perubahan yang bersifat peralihan kekuasaan. Misalnya peralihan kekuasaan membentuk undang-undang dari Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Dari empat kali perubahan yang telah dilakukan, dapat di kelompokkan sebagai berikut :

2. Perubahan yang bersifat penegasan pembatasan kekuasaan. Misalnya Presiden dan Wakil presiden hanya dapat memangku jabatan paling lama dua kali masa jabatan berturut-turut.

3. Perubahan yang bersifat pengimbangan kekuasaan. Misalnya, hal yang berkaitan dengan pemberian amnesti, abolisi, pengangkatan duta dan penerimaan perwakilan Negara asing harus mengindahkan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat.

4. Perubahan yang bersifat rincian atau penegasan ketentuan yang sudah ada. 5. Perubahan yang bersifat tambahan sebagai sesuatu yang baru.

4

Baca Sekretarian Jenderal MPR RI. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(13)

6. Perubahan yang bersifat meniadakan yang tidak perlu. 7. Perubahan yang bersifat membangun paradigma baru.5

Kita seharusnya tahu seberapa pentingkah persoalan relasi kekuasaan antara Legislatif dan Eksekutif, kerjasama dan konsolidasi antara dua lembaga Negara tersebut. Setelah jatunya rezim Soeharto dan terjadi amandemen Undang-Undang Dasar 1945 hubungan anatara Eksekutif dan Legislatif sangat dinamis.

Namun kemudian, tidak serta-merta kejatuhan rezim tersebut dan perubahan UUD 1945 ini membuat penyelenggaraan kekuasaan negara menjadi lebih baik. Semula sebelum jatunya rezim Soeharto kekuasaan negara cenderung bersifat executive heavy, setelah jatunya Soeharto dan UUD 1945 diamandemen kekuasaan negara cenderung berubah menjadi legislative heavy. Lembaga perwakilan (DPR) seakan menumpahkan seluruh dendam dan serapahnya karena hampir 32 tahun (1966-1998) dikekang dan berada dibawah komando eksekutif (Presiden). Sekilas legislative heavy tersebut diakomodir ke dalam perubahan UUD 1945. sebelumnya dalam UUD 1945, kewenangan DPR hanya pada tataran memberikan persetujuan pada rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden (Pasal 20 ayat (1) UUD 1945), sekarang dalam UUD NRI 1945, kewenangan DPR menjadi berlipat. Mulai dari kewenangan kekuasaan membentuk undang-undang (Pasal 20 ayat (1) UUD NRI 1945) sampai “memaksa” Presiden untuk menyetujui pemberlakuan undang-undang dengan atau tanpa pengesahan dari Presiden (Pasal 20 ayat (5) UUD NRI 1945).6

Setelah rezim pemerintahan Soeharto jatuh, sangat banyak sekali hak interpelasi maupun hak angket yang digunakan Legislatif untuk mengkritisi

5

Bagir Manan. Perkembangan UUD 1945. Yogyakarta: FH UII Press, 2004, hal. 92-94

6

(14)

kebijakan yang di buat pemerintah. Kekuasaan semakin terpusat pada lembaga DPR. Demikian halnya dalam pembentukan UU tidak terjadi keseimbangan kekuasaan. DPR mempunyai posisi yang determinan dalam penyusunan UU, termasuk juga penyusunan APBN. Hal demikianlah yang dapat mengganggu jalannya program-program pemerintahan yang telah disusun, karena DPR juga sarat dengan kepentingan golongan dan partai politik.

Menurut Syamsudin Haris format baru relasi Presiden-DPR ditandai terutama oleh terbangunnya hubungan kekuasaan yang relatif seimbang di antara kedua institusi pemerintahan tersebut. Menurutnya, relasi yang relatif seimbang itu, antara lain tercermin dalam pembentukan undang-undang (UU). Di sisi lain, setelah amandemen konstitusi, ada pergeseran ke arah semakin kuatnya otoritas kontrol dewan terhadap presiden melalui pelembagaan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, dan hak individual anggota dewan dalam mengajukan pertanyaan, usul, dan pendapat. Namun, dia mengingatkan, format baru relasi itu juga rentan terperangkap konflik ditandai terbatasnya otoritas nonlegislasi presiden dalam pengangkatan pejabat publik. Kontrol DPR yang menguat terhadap presiden menghasilkan relasi yang cenderung “sarat DPR” ketimbang suatu hubungan kekuasaan yang benar-benar seimbang antara eksekutif dan legislatif. Akibatnya, format baru tersebut memicu instabilitas dan ketidakefektifan dalam sistem demokrasi presidensial. Namun, juga mengarah pada situasi yang disebut adu prestise antara presiden dan DPR sehingga mengabaikan nasib dan aspirasi rakyat.7

Setelah jatunya rezim Soeharto yang sangat otoriter , setiap lembaga Negara semakin jelas pemisahan kekuasaan dan fungsi kerjanya. Setiap lembaga tinggi

7

(15)

Negara saling tidak bertanggung jawab terhadap lembaga lainnya dan pertanggungjawabannya hanya terhadap rakyat.

2. Rumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penilitian itu dipandang menarik, penting dan perlu untuk diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang menyatakan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah.8

8

Husani Usman dan Purnomo. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: Bumi Aksara, 2004, hal. 26

Berdasarkan yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah di atas, maka saya merumuskan masalah adalah Bagaimanakah relasi kekuasaan antara Legislatif dan Eksekutif dalam konstruksi sistem presidensialisme pada Pemerintahan SBY-JK..

3. Tujuan Penelitian

Yang menjadi tujuan penulis dalam meneliti permasalah ini adalah Untuk menganalisa dan mendeskripsikan relasi kekuasaan antara Legislatif dan Eksekutif dalam konstruksi sistem presidensialisme pada masa pemerintahaan SBY-JK serta memahami relasi antara kedua lembaga tersebut dalam konstruksi sistem presidensialisme pemerintahan SBY-JK.

4. Manfaat Penelitian

(16)

1. Untuk meningkatkan pemahaman peneliti mengenai relasi kekuasaan antara Legislatif dan Eksekutif.

2. Untuk menambah pemahaman masyarakat tentang hubungan kekuasaan antara Legislatif dan Eksekutif serta implementasi teori kekuasaan dan Negara.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan serta tambahan informasi kepada pemerintah, parlemen dan pemangku kepentingan lainnya untuk merumuskan suatu kebijakan dan undang-undang.

5. Kerangka Teori

5.1. Teori Negara

Menurut Miriam Budiardjo, Negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik, negara adalah organisasi pokok dari kekuasaan politik. Negara sebagai alat dari masyarakat untuk mengatur manusia dan masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat.9

9

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: hal 38

(17)

Beberapa pandangan menyatakan bahwa fungsi dasar daripada Negara adalah sebagai pemersatu masyarakat melalui penetapan aturan-aturan yang mengikat. Dalam hal ini Negara dapat dimengerti sebagai kesatuan masyarakat oleh suatu otoritas yang memiliki legalitas dan legitimasi di dalam suatu wilayah tertentu.10Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Roger H. Soltau bahwa Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersaman atas nama masyarakat.11

Max Weber mendefinisikan bahwa negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah dengan berdasarkan system hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberikan kekuasaan memaksa. Dalam konsep dan teori modern saat ini, bentuk negara terbagi dalam kedua yakni Negara kesatuan dan negara serikat. Negara kesatuan merupakan bentuk suatu Negara yang merdeka dan berdaulat. Dengan satu pemerintah yang mengatur seluruh daerah. Dalam negara Kesatuan, pemerintah pusat bisa melimpahkan banyak wewenang kepada kota-kota, kabupaten-kabupaten, atau satuan-satuan pemerintahan lokal. Namun, pelimpahan wewenang ini hanya diatur oleh undang-undang yang dibuat

Setiap negara harus melaksanakan fungsi penertiban untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah terjadinya konflik, negara harus melaksanakan penertiban, menjadi stabilisator pertahanan, menjaga kemungkinan serangan dari luar, mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, menegakkan keadilan melalui badan-badan pengadilan.

10

Dadang Juliantara, Negara Demokrasi Untuk Indonesia, Jakarta: Pondok Edukasi, 2002, hal. 13

11

(18)

parlemen pusat. Akan tetapi kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan pemerintah pusat.

Negara serikat kekuasaan asli dalam Negara federasi merupakan tugas Negara bagian, karena ia berhubungan dengan rakyatnya, semetara negara federasi bertugas untuk menjalankan hubungan luar negeri, pertahanan, keuangan dan urusan pos. Namun selain itu ada juga bentuk Negara yang terdiri dari tiga bentuk yaitu Monarki, Oligarki, Demokrasi. Negara monarki adalah bentuk negara yang dalam pemerintahannya hanya dikuasai dan diperintah oleh satu orang saja. Oligarki ini biasanya diperintah dari kelompok orang. Negara demokrasi adalah rakyat memiliki kekuasaan penuh dalam menjalankan pemerintahan.

Ada beberapa unsur dari Negara yaitu :

1. Wilayah. Wilayah kekuasaan suatu Negara yang mencakup darat, laut dan udara mempunyai perbatasan tertentu dengan Negara lainnya. Sesuai dengat batasan tersebutlah Negara bedaulat atas keseluruhan semua yang ada dan terkandung dalam wilayah tersebut.

2. Penduduk. Sesuai dengan teori perjanjian social, maka rakyat merupakan elemen penting dalam suatu Negara. Kekuasaan Negara menjangkau semua penduduk yang ada di wilayah Negara tersebut.

(19)

Setiap Negara yang telah terbentuk pasti memiliki tujuan. Ada beberapa tujuan daripada Negara yaitu: Mengusahakan kesejahteraan masyarakat, menegakkan keadilan, menjaga ketahan nasional dan menertibkan masyarakat untuk mencapai tujuan bersama.

5.2. Sistem Pemerintahan.

Sistem pemerintahan pada hakekatnya merupakan relasi antara kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif12

Lembaga-lembaga dalam sistem pemerintahan ini akan bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan pemerintah yang merupakan tujuan dari suatu Negara. Dalam konteks Indonesia, sistem pemerintahan akan bekerja untuk mencapai tujuan Negara Indonesia yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan . Sistem pemerintahan merupakan suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintah yang bekerja saling bergantungan dan mempengaruhi dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintah. Kekuasaan dalam suatu Negara menurut Montesquieu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Kekuasaan Eksekutif yang berarti kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan pemerintahan; Kekuasaan Legislatif yang berarti kekuasaan membentuk undang-undang; Dan Kekuasaan Yudiskatif yang berarti kekuasaan mengadili terhadap pelanggaran atas undang-undang. Komponen-komponen tersebut secara garis besar meliputi lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Jadi, sistem pemerintaha negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antar lembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan pemerintahan negara yang bersangkutan.

12

(20)

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Terdapat dua macam sistem pemerintahan yaitu pemerintahan presidensial dan parlementer.13

1. Masa jabatan presiden dan wakil presiden ditentukan lebih pasti, misalnya 4 tahun atau 5 tahun, sehingga presiden dan wakil presiden tidak dapat diberhentikan di tengah masa jabatannya karena alasan politik. Di beberapa Negara masa jabatan presiden dan wakil presiden dibatasi dengan jelas seperti di Indonesia yang hanya dapat menjabat selama 2 periode. Kabinet berada dibawah presiden dan bertanggungjawab kepada presiden.

5.2.1. Sistem Presidensial

Dalam sitem presidensial, badan eksekutif terdiri dari presiden dan para anggota kabinetnya. Badan eksekutif sama sekali terpisah dari badan legislatif sesuai dengan ajaran trias politika. Badan eksekutif tidak dapat dan tidak bias mempengaruhi pekerjaan dari pihak legislatif.

Jimli Asshiddiqie merumuskan ciri-ciri dari sitem pemerintahan presidensial yaitu :

2. Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen karena presiden tidak dipilih oleh parlemen. Ini merupakan implikasi dari sistem pemilihan langsung terhadap presiden. Presiden hanya dapat diberhentikan apabila ada pelanggaran hukum.

13

(21)

3. Presiden dipilih secara langsung ataupun melalui perantara tertentu yang tidak bersifat perwakilan permanent sebagaimana hakikat lembaga permanen. 4. Presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala Negara. 5. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen demikian juag sebaliknya.

6. Tanggung jawab pemerintahan berada di pundak presiden. Karena itu, presiden yang berwewenang membentuk pemerintahan, menyususn kabinet, serta pejabat-pejabat publik.14

Ada beberapa kelebihan sistem pemerintahan presidensial. Seperti yang dikemukakan oleh Arend Lijphart bahwa dalam sistem pemerintahan presidensial pemerintahan akan berjalan dengan stabil. Pemerintahan yang terbentuk akan terjaga kepemimpinannya selama masa periodenya. Kedua adalah pemerintaha presidensial bahwa pemilihan kepala pemerintahannya secara langsung dapat dipandang lebih demokratis daripada pemilihan tidak langsung. Ketiga dari pemerintahan presidensial adalah pemisahan kekuasan yang jelas yang dapat menghilangkan otoritarianisme dalam pemerintahan. Presiden dapat menyesuaikan program-programnya sesuai dengan masa periodenya.15

Namun ada juga kelemahan daripada sistem pemerintahan presidensial yaitu masalah kebuntuan konflik antara eksekutif dan legislatif. Ini dapat berakibat pada mandegnya roda pemerintahan dan pembangunan. Kelemahan yang lain dari sitem pemerintahan presidensial adalah bahwa sistem ini berjalan atas dasar aturan pemenang menguasai semuanya. Presiden tidak berada dibawah pengawasan

14

Jimly Assiddiqie, Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam Sejarah, dalam Hanta Yuda,

op cit hal 14-15

15

(22)

parlemen sehingga dapat menimbulkan kekuasaan mutlak. Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.

Dalam konstitusi Indonesia telah diterapkan sistem presidensial. Mekanisme check and balances diterapkan sebagai kontrol masing-masing lembaga tinggi pemerintah. Presiden tidak dapat membubarkan DPR. Begitu juga sebaliknya, DPR tidak dapat membubarkan presiden. Mekanisme pengajuan RUU yang dimiliki presiden juga mengandung arti bahwa tingginya kemungkinan musyawarah untuk mufakat dalam hal pembuatan undang-undang.

Tujuan-tujuan dari dipilihnya sistem presidensialisme di Indonesia sangat terkait dengan perjalanan sistem pemerintahan yang telah mengalami banyak pergantian semenjak proklamasi kemerdekaan. Sistem parlementer yang pernah dianut di Indonesia dinilai kurang cocok karena terlalu condong kepada demokrasi barat yang berdasarkan individualisme dalam pengambilan keputusan dengan voting:”separuh ditambah satu”. Hal ini dirasakan kurang cocok dengan jiwa bangsa Indonesia yang menganut sistem musyawarah untuk mufakat.16

Dalam sistem parlementer, ada keterikatan antar badan eksekutif dan badan legislatif. Eksekutif yang dipimpin oleh seorang perdana menteri mencerminkan kekuatan-kekuatan yang ada di parlemen. Keberlangsungan suatu pemerintahan Dalam sistem pemerintahan presidensial, badan eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang independen. Kedua badan tersebut tidak berhubungan secara langsung seperti dalam sistem pemerintahan parlementer. Mereka dipilih oleh rakyat secara terpisah

5.2.2. Sistem Parlementer

16

(23)

parlementer sangat tergantung pada konstalasi politik di parlemen. Semakin kuat dukungan dari parlemen maka semakin berkuasa pulalah pemerintahan tersebut. Namun dalam pemerintahan parlementer sering sekali terjadi jatuh bangun suatu kabinet pemerintahan. Ini sering terjadi karena berbagai macam kepentingan partai politik dalam parlemen. Pemerintahan parlementer dapat membubarkan perlemen berdasarkan suatu pertimbangan dan perencananaan.

Ciri-ciri dari sistem pemerintahan parlementer adalah sebagai berikut: 1. Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang anggotanya

dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan lembaga legislatif.

2. Anggota parlemen terdiri atas orang-orang dari partai politik yang memenangkan pemiihan umum. Partai politik yang menang dalam pemilihan umum memiliki peluang besar menjadi mayoritas dan memiliki kekuasaan besar di parlemen.

3. Pemerintah atau kabinet terdiri dari atas para menteri dan perdana menteri sebagai pemimpin kabinet. Perdana menteri dipilih oleh parlemen untuk melaksakan kekuasaan eksekutif. Dalam sistem ini, kekuasaan eksekutif berada pada perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Anggota kabinet umumnya berasal dari parlemen.

(24)

5. Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan adalah perdana menteri, sedangkan kepala negara adalah presiden dalam negara republik atau raja/sultan dalam negara monarki. Kepala negara tidak memiliki kekuasaan pemerintahan. Ia hanya berperan sebgai symbol kedaulatan dan keutuhan negara.

6. Sebagai imbangan parlemen dapat menjatuhkan kabinet maka presiden atau raja atas saran dari perdana menteri dapat membubarkan parlemen. Selanjutnya, diadakan pemilihan umum lagi untuk membentukan parlemen baru.17

Ada beberapa Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer yaitu pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai. Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas. Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi barhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.

Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer yaitu Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen. Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak bisa ditentukan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar. Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai meyoritas. Karena pengaruh mereka yang besar diparlemen dan

17

(25)

partai, anggota kabinet dapat menguasai parlemen. Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya.

5.3. Teori Kekuasaan

Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu.18

1. Kekayaan, cara memperolehnya adalah dengan menguasai sumber-sumber ekonomi, warisan dan pemberian.

Secara alamiah manusia ingin berkuasa terhadap sekelilingnya. Individu manusia ingin mempengaruhi individu yang lain untuk bernuat sesuai keinginannya. Jadi masalah kekuasaan sangat erat kaitannya dengan pengaruh dan mempengaruhi.

Ada beberapa sumber kekuasaan yaitu

2. Kedudukan, cara memperolehnya dengan kekerasan fisik, pewarisan dan sebagainya.

3. Kepercayaan, dengan meraih dukungan dari masyarakat.

Dalam perkembangannya, kekuasaan politik adalah kekuasaan yang sangat dicari individu manusia. Dalam hal ini kekuasaan untuk mempengaruhi kebijakan umum dengan tujuan agar kebijakan tersebut sesuai dengan keinginan pemegang kekuasaan itu sendiri. Kekuasaan merupakan suatu hal yang sangat krusial dan sangat rawan disalahgunakan oleh pemegangnya. Karena kekuasaan itu harus dijalankan dan

18

(26)

digunakan maka diperlukan alat atau rambu-rambu untuk mengawasi kekuasaan tersebut.

Ada beberapa rambu yang menjadi batas kekuasaan itu agar tidak menimbulakan masalah pada pelaksanaannya adalah:

1. Peraturan Perundang-undangan sebagai batasan umum yang mengharuskan semua orang tunduk kepada kesepakatan komunal, khususnya yang dikeluarkan oleh kekuasaan dalam Negara.

2. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sebagai patokan atas kehidupan asosiatif.

3. Kesepakatan kerja sebagai patokan yang harus dijadikan dasar prilaku yang mengadakan hubungan hukum.

4. Perjanjian khusus yang dibuat sebagai kesepakatan yang merupakan proyeksi atas hal-hal yang muncul senagai konsekuensi dari pelaksanaan hubungan hukum tersebut.

5. kepatutan yang berlaku dalam masyarakat setempat sebagau dasar pemberlakuan moral atas hubungan hukum tersebut.19

Dalam hal kekuasaan Negara terdapat tiga macam kekuasaan yaitu kekuasaan legislatif yang merupakan kekuasaan membuat undang-undang, kekuasaan eksekutif yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang dan kekuasaan yudikatif merupakan kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang-undang. Doktrin ini sebenarnya dikemukakan oleh pencetusnya untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Apabila kekuasaan menumpuk pada satu organisasi maka akan sangat rawan sekali terjadi absolutisme. Orang yang pertama sekali mengeluarkan

19

(27)

doktrin ini adalah John Locke melalui bukunya yang berjudul Two Treatises on Civil Government (1690) yang mengkritik raja-raja inggris pada jaman itu yang sangat absolute.

Konsep pemisahan kekuasaan ini diperjelas oleh seorang filsuf Perancis Montesquieu dalam bukunya L’Esprit des Lois untuk menjamin hak-hak warga Negara. Menurut Montesquieu, kemedekaan hak setiap individu hanya bisa dijamin apabila tiga kekuasaan tersebut tidak berada dalam satu badan. Konsep pemisahaan kekuasaan tersebut akan menimbulkan keseimbangan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan Negara.

Menurut Montesquiu, ketika kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu lembaga atau berada pada lembaga peradilan, maka tidak ada kemerdekaan. Kebebasan akan berada dalam kontrol sewenang-wenang.kekuasaan itu akan bertindak dengan kekerasan dan penindasan.20

5.4. Partai politik

Trias Politika merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak dianut di berbagai negara. Konsep dasarnya adalah, kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda. Keuasaan politik terbagi tiga lembaga yaitu Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif.

Dalam sebuah alam demokrasi, kehadiran partai politik adalah sebuah keharusan. Partai politik merupakan salah satu pilar penyangga untuk terus berlangsungnya sistem demokrasi. Selain itu ada media massa, lembaga swadaya masyarakat sebagai kelompok penekan dan lain sebagainya. Dalam sebuah alam

20

(28)

demokrasi dioerlukan suatu wadah atau sarana sebagai saluran politik untuk menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan keinginan masyarakat. Dan partai politik menrupakan salah satu sarana tersebut.

Secara historis, gagasan membentuk partai politik dengan segala perangkatnya telah dibicarakan di Eropa Barat sejak lama. Ketika itu terdapat keinginan untuk melahirkan suatu lembaga politik yang mampu menyalurkan dan menyampaikan sapirasi masyarakat.21

Akan tetapi melihat perkembangan demokrasi, peranan dan fungsi partai politik semakin komplit. Ini diakibatkan karena harapan yang sangat besar terhadap keberadaan partai politik tersebut dalam sistem politik yang berkembang. Maka fungsi dan perana partai politik semakin besar seperti yang dikemukakan oleh Ramlan Surbakti sebagai berikut.

Pada dasarnya partai politik hanya sebagai artikulasi yang merupakan sebagai penyambung aspirasi rakyat terhadap pemegang kekuasaan dan pelaksana kebijakan.

22

Agregasi kepentingan merupakan cara bagaimana tuntutan-tuntutan yang dilancarkan oleh kelompok-kelompok yang berbeda digabungkan menjadi alternatif-1. Artikulasi Kepentingan.

Artikulasi kepentingan merupakan suatu proses peng-input-an berbagai kebutuhan, tuntutan, dan kepentingan melalui wakil-wakil kelompok yang masuk dalam lembaga legislatif, agar kepentingan mereka dapat terwakili dan terlindungi dalam pembuatan kebijakan publik.

2. Agregasi Kepentingan

21

Miriam. Op cit hal. 159

22

(29)

alternatif pembuatan kebijakan publik. Dalam hal ini partai politik harus sebagai pilar umtuk menyampaikan dan berusaha untuk mengabulkan kepentingan masyarakat tersebut dalam sebuah kebijakan yang dikeluarakan pemerintah.

3. Sosialisasi Politik

Sosialisasi politik merupakan suatu cara untuk memperkenalkan nilai-nilai politik, sikap-sikap dan etika politik yang berlaku atau dianut suatu Negara. Sosialiasi politik sebagai salah satu fungsi partai politik memiliki tujuan untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang berbagai hal mengenai praktek-praktek politik yang terjadi di masyarakat.

4. Rekrutmen Politik

Rekrutmen politik merupakan salah satu fungsi partai politik yang dalam prosesnya melakukan seleksi anggota kelompok untuk mewakili kelompoknya dalam menduduki jabatan-jabatan politis maupun administratif. Dalam hal ini partai politik dituntut untuk menghasilkan politisi-politisi yang berkualitas dan dapat menjalankan tugas dan wewenang dengan benar dan bertanggung jawab.

5. Komunikasi Politik

(30)

Partai politik sebagai satu-satunya organisasi yang ikut dalam pemilihan umum menandakan bahwa peranannya sangat besar dalam suatu perjalanan bangsa. Karena begitu besar peranannya dalam sistem pemerintahan maka partai politik menjadi sarana sekelompok orang atau individu untuk mendapatkan kekuasaan. Jadi peranan partai politik yang pada awalnya adalah sangat mulia menjadi ternodai oleh pragmatisme segelintir orang untuk mencapai kekuasaan. Setelah mencapai kekuasaan tersebut mereka menggunakan partai politik juga untuk memainkan peranan dan mempertahankan kekuasaan tersebut. Atas nama legitimasi dari suara rakyat yang mereka dapatkan di pemilihan umum mereka dengan leluasa melaksanakan suatu kekuasaan. Partai politik menjadi peserta pemilu akan menghasilkan orang-orang yang menduduki jabatan politis seperti presiden dan anggota parlemen. Partai politik tidak lagi menjadi demokratis yang mempunyai derajat representatif yang tinggi terhadapa para pemilihnya. Partai politik sekarang ini sebagai saluran dasar hanya untuk segelintir orang. Partai politik hanya berjuang untuk mengamankan kepentingan pimpinan atau anggotanya saja dan mengabaikan aspirasi dari para konstituennya.

5.5. Legislatif

Legislatif adalah lembaga untuk membuat undang-undang. Menurut Miriam Budiardjo, badan legislatif adalah lembaga yang membuat undang-undang. Anggota-anggotanya dianggap mewakili rakyat.23

23

Miriam,dasar-dasar..op cit, hal.173

(31)

sebetulnya kita dapatkan bentuk konkret dari idealisme bahwa di dalam Negara rakyatlah yang berdaulat sepenuhnya. Di dalam Negara demokrasi yang peraturan perundangan harus berdasarkan kedaulatan rakyat, maka badan perwakilan rakyat harus dianggap sebagai badan yang mempunyai kekuasaan tertinggi untuk menyusun undang-undang, badan inilah yang disebut legisltif.24

Praktek lembaga perwakilan rakyat dapat ditelusuri sejak masa Yunani Kuno dalam Dewan Polis atau Eklesia yang mempunyai tugas memberi pertimbangan kepada eksekutif. Di samping itu juga menetapkan hukum melalui perdebatan anggota. Sejak itu sampai saat ini keberadaan lembaga perwakilan atau legislatif mendapat dukungan dari masyarakat. Ide-idenya selalu berkembang seiring dengan dinamika peradaban manusia itu sendiri.

Oleh karena itu, rakyat memberikan legalitas kekuasaan kepada Negara untuk melindungi mereka. Karena rakyat tidak mungkin melaksanakan pemerintahan sendiri maka dibuatlah konsep perwakilan politik sebagai dasar legitimasi kekuasaan yang diberikan rakyat tersebut. Mekanisme perwakilan sejatinya adalah hubungan antara wakil dan yang diwakili. Wakil melaksanakan suatu hal yang seharusnya sesuai dengan tuntutan terwakil. Hubungan demikian merupakan tetap berangkat dari kepentingan yang diwakili.

25

Sejak abad kelima sebelum masehi, di Kekaisaran Romawi terdapat satu lembaga bernama senat yang mempunya wewenang sebagai badan perimbangan, Sejak saat itu lembaga legislatif terus mengalami perkembangan dan penyempurnaan fungsi dan wewenangnya sebagai suatu lembaga Negara.

24

C.S.T.Kansil dan Christine Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta, Bumi Aksara, 2003, hal. 10

25

(32)

belum sebagai lembaga pembuat undang-undang. Dalam sejarahnya, parlemen dalam bentuknya skarang bermula di Inggris di penghujung abad ke-12. ketika itu ada satu lembaga bernama Magnum Concilium, yang dibentuk oleh Raja Henry III, terdiri dari para tokoh gereja dan para tuan tanah atau para baron. Para baron dan tuan tanah bahkan diangkat langsung oleh raja. Mereka diundang untuk membicarakan masalah kerajaan. Baru pada penghujung abad ke-14 parlemen dimanfaatkan oleh raja Inggris sebagai badan konsultasi dalam pembuatan undang-undang. Kemudian, di awal abad ke-15 parlemen berfungsi sebagai badan pembuat undang-undang namun belum sepenuhnya sebagai badan perwakilan rakyat. Parlemen sebagi badan pembuat undang-undang sekaligus sebagai lembaga perwakilan rakyat melalui pemilihan baru terbentuk di Inggris di abad ke-18.26 Menurut Antonius Sitepu, sejak demokrasi menjadi simbol Negara modern, maka untuk merealisasikan gagasan demokrasi yang normatif, yaitu suatu pemerintahan yang dijalankan dengan kehendak rakyat maka perlu dibuat suatu lembaga perwakilan.27

Menurut Paimin Napitupulu ada empat fungsi dari lembaga legislatif sebagai lembaga perwakilan rakyat yaitu:28

1. Fungsi Integrasi, yang mencakup kewenangan untuk ikut menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan ikut mengendalikan atau memecah pertentangan-pertentangan yang timbul dalam masyarakat terutama yang bersifat disintegrasi.

2. Fungsi pemeliharaan sistem ketatanegaraan yang mencakup kewenangan memelihara kesinambungan sistem ketatanegaraan berdasarkan Pancasila dan

26

Ibid, hal. 19

27

Antonius Sitepu, Sistem Politik Indonesia, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2006, hal. 10

28

(33)

UUD 1945, membuat agar rakyat merasa terwakili dengan menyalurkan aspirasi mereka, memberikan legitimasi kepada sistem ketatanegaraan, mencegah terjadinya tindakan-tindakan inkonstitusional.

3. Fungsi Pengawasan, yang mencakup kewenangan untuk menjaga agar kehidupan bernegara sesuai dengan haluan Negara, mengusahakan agar para penyelenggara negara peka dan tanggap terhadap kebutuhan dan kepentingan rakyat, tidak menyimpang dari tugas dan kewajiban masing-masing.

4. Fungsi Kepemimpinan, yang mencakup kewenangan untuk ikut dalam penemuan dan pengemblengan pemimpin dan calon pemeimpin politik serta mendorong agar para pemimpin Negara memperhatikan kepentingan nasional. Keberadaan lembaga legislatif sangat penting sebagai representasi dari kedaulatan rakyat. Lembaga legislatif juga yang mempunyai kemampuan untuk mengartikulasikan kepentingan rakyat dalam bentuk undang-undang. Legislatif tidak memiliki kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan eksekutif. Tugasnya adalah mendesain mekanisme pemerintah serta prinsip-prinsip dasar untuk dijalankan pemerintah.29

Eksekutif merupakan suatu organ yang berisikan personil yang kineranya selalu dituntut untuk menciptakan kemakmuran bagi rakyatnya. Secara harafiah eksekutif adalah kekuasaan melaksanakan undang-undang.

5.6. Eksekutif

30

29

Henry J. Schmandt. op cit, hal. 404

30

Samsul Wahidin. Op cit. hal. 68

(34)

Negara seperti raja atau presiden beserta menteri-menterinya.31 Kekuasaan eksekutif dalam suatu negara ialah merupakan kekuasaan dimana dijalankannya segala kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan badan legislatif dan menyelenggarakan undang-undang yang telah diciptakan oleh badan legislatif. Akan tetapi, dalam perkembangannya pada masa negara modern seperti saat ini kekuasaan badan eksekutif jauh lebih luas karena kekuasaannya dapat pula mengajukan rancangan undang-undang pada lembaga legislatif.32

1. Menunjukkan aktivitas atau proses pemerintahan yaitu melakukan kontrol atas pihak lain secara eksternaldan secara administratif juga mempunyai mekanisme kontrol internal yaitu melakukan kontrol atas kinerjanya sendiri. Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD.” Ditinjau dari teori pembagian kekuasaan, yang dimaksud kekuasaan pemerintahan adalah kekuasaan eksekutif. Sebagai kekuasaan eksekutif, penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan presiden dapat dibedakan antara kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat umum dan kekusaan penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat khusus.Menurut Samsul Wahidin, eksekutif sebagai lembaga yang sering disebut sebagai pemerintah mempunyai arti sebagai berikut :

2. Mengklarifikasi masalah-masalah Negara dalam hal berbagai permasalahan itu dijumpai dalam kinerjanya. Hal ini sebagai refleksi dari kinerja yang bersifat luas sehingga ke dalam memerlukan jabaran lebih terrinci terhadap kekuasaan yang dimiliki.

31

Miriam, Dasar-Dasar …0p cit, hal. 208

32

(35)

3. Menunjukkan kedudukan personil yang memperoleh kekuasaan konkrit dan harus menjalankannya.

4. Menunjukkan mekanisme bagaimana harus melaksanakan kinerja pemerintah terhadap rakyat yang diperintah.33

Kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat umum adalah kekuasaan menyelenggarakan administrasi negara. Presiden adalah pimpinan tertinggi penyelenggaraan administrasi negara meliputi lingkup tugas dan wewenang yang sangat luas, yaitu setiap bentuk perbuatan atau kegiatan administrasi negara. Lingkup tugas dan wewenang ini makin meluas sejalan dangan makin meluasnya tugas-tugas dan wewenang negara atau pemerintahan. Tugas dan wewenang tersebut dapat dikelompokan ke dalam beberapa golongan: 34

1. Tugas dan wewenang administrasi dibidang keamanan dan ketertiban umum. Tugas dan wewenang memelihara, menjaga, dan menegakan keamanan dan ketertiban umum merupakan tugas dan wewenang paling awal dan tradisional setiap pemerintahan. Bahkan dapat dikatakan bahwa asal mula pembentukan negara dan pemerintahan pertama-tama ditujukan pada usaha memelihara, menjaga, dan menegakan keamanan dan ketertiban umum. Tugas semacam ini terdapat juga dalam tujuan membentuk pemerintahan Indonesia merdeka, yaitu “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia “

2. Tugas dan wewenang menyelenggarakan tata usaha pemerintahan mulai dari surat- menyurat sampai kepada dokumentasi dan lain-lain. Tugas-tugas

33

Samsul Wahidin, Dimensi, op cit, hal. 69-70

34

(36)

ketatausahaan termasuk salah satu tugas tradisonal pemerintahan baik berupa surat menyurat maupun pencatatan-pencatan untuk mengetahui keadaan dalam bidang-bidnag tertentu serta memberi pelayanan administrasi kepada masyarakat.

3. Tugas dan wewenang administrasi negara di bidang pelayanan umum. Tugas dan wewenang pelayanan umum makin penting sehingga pekerjaan dan tugas administrasi negara lazim disebut sebagai pelayanan publik. Melayani masyarakat, pada saat ini dipandang sebagai hakikat penyelenggaraan administrasi negara untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Pelayanan umum meliputi penyediaan fasilitas umum seperti jalan, taman, dan lapangan olahraga. Hal-hal seperti perizinan, pemberian dispensasi, dan semacamnya dan pula digolongkan sebagai bentuk-bentuk pelayanan umum termasuk pula ke dalam tugas-tugas pelayanan adalah bantuan-bantuan seperti subsidi atau bentuk-bentuk bantuan lain, yang sekaligus mengandung pula fungsi pengawasan dan ketertiban.

4. Tugas dan wewenang administrasi negara di bidang penyelenggaraan kesejahteraan umum. Baik dalam pembukaan maupun Batang Tubuh UUD 1945 terdapat berbagai ketentuan dan keterangan mengenai kewajiban negara atau pemerintah untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum, membangun sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang bersendikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

(37)

menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang melanggar undang-undang.

Ni’matul Huda berpendapat bahwa dengan terpisahnya kewenangan membentuk undang-undang dan pelaksana undang-undang, maka sesungguhnya ditinggalkan pula teori “pembagian kekuasaan” menjadi “pemisahan kekuasaan” (seperation of power) dengan prinsip checks and balances sebagai ciri melekatnya. Hal ini juga merupakan penjabaran lebih jauh dari kesepakatan untuk memperkuat sistem presidensial.35

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian tersebut adalah metode deskriptif. Metode penelitian deskripif dilakukan dengan menganalisa data dan fakta. Metode penelitian deskripstif sebagai sebuah proses pemecahan suatu masalah yang diteliti dengan menerangkan keadaan sebuah objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya.

Dengan terpisahnya 3 kewenangan di 3 lembaga yang berbeda tersebut, diharapkan jalannya pemerintahan negara tidak timpang, terhindar dari korupsi pemerintahan oleh satu lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check and balances. Walaupun demikian, jalannya Trias Politika di tiap negara tidak selamanya mulus atau tanpa halangan. Dalam prakteknya banyak sekali ketimpangan dan pelanggaran.

6. Metodologi Penelitian

6.1. Jenis Penelitian

36

35

Huda Ni’Matul. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2005, Hal. 19

36

(38)

Berdasarkan itu, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif memberikan kesempatan ekspresi dan penjelasan lebih besar dari orang yang melakukan penelitian.37 Pendekatan ini juga lebih menekankan analisinya pada proses pengambilan keputusan secara induktif dan juga deduktif serta analisis pada fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan metode ilmiah.38

37

Lisa Harrison. Metodologi Penelitian Politik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, hal. 86

38

Burhan Bungin.Metode Penelitian Sosial. Surabaya: Airlangga University Press, 2001, hal. 47

6.2. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mencapai penelitian yang baik, dalam kelengkapan data penelitian maka peneliti menggunakan sistem kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data yang bersumber dari kepustakaan. Sumber tersebut diperoleh dengan membaca serta memahami data-data yang bersumber dari buku, majalah, jurnal dan sumber lainnya yang masih berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti dalam karya ilmiah tersebut.

6.3. Teknik Analisa data

Setelah data-data terkumpulkan, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data. Teknik analisis penelitian ini bersifat deskriptif kearah tujuan untuk memberikan gambaran mengenai situasi dan kondisi yang terjadi. Data-data yang terkumpul akan dieksplorasi secara mendalam dan selanjutnya akan menghasilakn kesimpulan yang menjelaskan masalah yang diteliti.

7. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika dari penulisan penelitian ini adalah :

(39)

Bab ini terdiri dari : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metodologi penelitian dan Sistematika Penulisan

BAB II : DESKRIPSI UMUM OBJEK PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai konfigurasi politik pemerintahan SBY-JK dan hubungannya dengan relasi kekuasaan antara eksekutif dan legislatif.

BAB III : ANALISA HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan disajikan hasil analisa dari penelitian mengenai relasi kekuasaan antara eksekutif dan legislatif dalam konstruksi sistem presidensialisme pada masa pemerintahan SBY-JK.

BABA IV : PENUTUP

(40)

BAB II

KONFIGURASI POLITIK PEMERINTAHAN SBY-JK

TAHUN 2004-2009

1. Kekuasaan Eksekutif

Setelah mengalami perubahan sebanyak empat kali maka terjadi pula perubahan kekuasaan eksekutif yang sangat drastis. Ini merupakan implikasi dari terauma masa orde baru yang mana lembaga eksekutif sangat dominan. Sehingga masyarakat sipil dan organisasi masyarakat menginginkan penyempurnaan batasan kekusaan lembaga eksekutif.

Berikut adalah kekuasaan eksekutif menurut UUD 1945

Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Dalam kewenangannya sebagai kepala pemerintahan tentu juga presiden juga menjabat sebagai kepala Negara. Ini menanadakan bahwa Negara Indonesia menganut sistem presidensialisme. Kekuasaan Presiden sebagai kepala negara hanyalah kekuasaan administratif, simbolis dan terbatas yang merupakan suatu kekuasaan disamping kekuasaan utamanya sebagai kepala pemerintahan.

(41)

Rakyat. Dari perubahan tersebut terjadi pergeseran kekuasaan membentuk undang-undang yang semula berada pada presiden ke lembaga DPR. Presiden hanya berhak mengajukan undang-undang.

Pasal 5 ayat (2) berbunyi Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang sebagaimana mestinya. Setelah rancangan undang mendapat persetujuan bersama oleh eksekutif dan legislatif menjadi undang-undang, maka presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang tersebut.

Pasal 10 mengatakan bahwa Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala Negara memegang kendali atau sebagai panglima tertinggi atas angkatan bersenjata.

Pasal 11 ayat (1) berbunyi Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain.39

Pasal 11 ayat (2), Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Dalam hal ini kewenangan presiden masih terikat juga oleh kewenangan legislatif berupa bentuk persetujuan. Semua hal diatas tidak berlaku tanpa persetuajuan lembaga legislatif.

40

39

Perubahan keempat UUD 1945

40

Perubahan ketiga UUD 1945

(42)

bahwa perjanjian internasional yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat seperti kedaulatan Negara, keuangan Negara dan perjanjian yang mengharuskan pembentukan undang-undang baru seperti ratifikasi perjanian internasional.

Pasal 12 berisis Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang. Kewenangan presiden dalam menyatakan keadaan bahaya tentu dengan alasan yang kuat seperti dalam menyataka darurat militer atau darurat sipil

Pasal 13 ayat (1) Presiden mengangkat duta dan konsul dan ayat (2) dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.41 Serta ayat (3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan menperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.42

Pasal 14 ayat (1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.

Dalam mekanisme pemberian pertimbangan DPR selama ini adalah melakukan pemanggilan satu perstau calon duta besar yang diajukan presiden. DPR melakukan semacam uji kelayakan dan menyampaikan hasil uji kelayakan tersebut kepada presiden sebagai bahan pertimbangan presiden untuk mengambil keputusan tentang pengangkatan duta besar tersebut. Demikian halnya dengan penerimaan penempatan duta besar Negara lain. Presiden seyogianya memberikan pemberitahuan sebelumnya kepada DPR dalam penerimaan duta besar Negara lain sehingga DPR dapat memberikan pertimbangan.

43

41

Perubahan pertama UUD 1945

42

Perubahan pertama UUD 1945

43

Perubahan pertama UUD 1945

(43)

Akan tetapi pemberian grasi dan rehabilitasi tersebut dengan memperhatikan pertimbangan daru Mahkamah Agung. Grasi merupakan dihapuskannya sanksi hukuman terhadap narapidana demikian juga rehabilitasi merupakan pemulihan nama baik seseorang yang rusak akibat putusan pengadilan.44

Pasal 14 ayat (2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.45

Pasal 15 menyatakan bahwa Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang.

Dalam memberi amnesty dan abolisi memperhatikan pertimangan DPR karena ini bersifat politis.

46

Pasal 16 berbunyi Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutanya diatur dalam undang-undang.47

Pasal 17 yat (2) menyatakan bahwa Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Ini merupakan kewenangan mutlak yang dimiliki presiden. Pembentukan kabinet merupakan hak prerogatif dari presiden. Dalam Dewan pertimbangan inilah yang sering disebut Wantimpres yang pada masa pemerintahan SBY-JK beranggotakan sembilan orang yaitu: Ali Alatas, Emil Salim, Sjahrir, Rachmawati Soekarno Putri, T.B Silalahi, Yenny Wahid, A.Gani, dan lainnya. Jika sebelumnya ada lembaga Negara yang memberikan pertimbangan kepada presiden yang setingkat dengan presiden yaitu Dewan Pertimbangan Agung. Namun lembaga itu dihapus dan dibuat Wantimpres yang secara langsung melekat pada lembaga presiden

44

Jimly Asshiddiqie. Komentar Atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hal. 50

45

Perubahan pertama UUD 1945

46

Perubahan pertama UUD 1945

47

(44)

pembentukan kabinet, presiden memiliki kekuasaan tunggal dalam menyususn kabinetnya. Presiden terbebas dari intervensi partai politik dan lebih mengedepankan profesionalisme dan kemampuan daripada akomodatif terhadapa kepentingan partai politik. Namun dalam kenyataannya, pembentukan kabinet Indonesia Bersatu SBY-JK sangat kental dengan pembentukan kabinet dalam sistem pemerintahan parlementer.

Pasal 20 ayat (2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.

Pasal 20 ayat (4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.

Pasal 22 ayat (1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang. Dalam hal darurat, presiden dapat menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang mengharuskan Presiden menetapkan sesuatu kebujakan atau melakukan suatu tindakan yang melanggar undang-undang yang sah. Untuk itu perlu diadakan perubahan undang-undang itu, akan tetapi waktu yang tersedia tidak mencukupi, sementara kebijakan yang bersangkutan sudah sangat mendesak dibutuhkan segera, maka timbullah keadaan yang disebut kegentingan yang memaksa. Untuk itulah pasal ini memberikan fasilitas konstitusional kepada presiden untuk menerbitkan perpu yang dari segi bentuknya adalah PP, tetaoi berisi materi yang seharusnya diatur dalam UU.48

48

Jimly. Komentar, op cit, hal. 70

(45)

Pasal 23 ayat (2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.49

Pasal 23F ayat (1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.

Dalam hal ini presiden melalui amanat presiden memberikan wewenang kepada Menteri Keuangan dalam menyusun RAPBN dan membahasnya bersama DPR untuk mendapat persetujuan bersama menjadi undang-undang. Undang-undang RAPBN akan selalu datang dari presiden sebagai pelaksana anggaran.

50

Pasal 24B ayat (3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Presiden membentuk panitia seleksi untuk memilih calon anggota BPK untuk diajukan ke DPR. DPR akan memilih calon yang telah ditentukan oleh presiden dan setelah itu diresmikan oleh presiden.

Dalam pasal 24A ayat (3) presiden memiliki kewenangan untuk menetapkan hakim agung dari calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan.

51

Dalam pasal 24C ayat (3) presiden memiliki kewenangan untuk menunjuk tiga orang calon hakim konstitusi dan menetapkan sembilan orang anggota hakim konstitusi. Sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden tersebut adalah yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.

49

Perubahan ketiga UUD 1945

50

Perubahan ketiga UUD 1945

51

(46)

1.2. Presiden-Partai Politik

Pola relasi kekuasaan presiden dan partai politik pada era pemerintahan SBY-JK yang memiliki kekuatan signifikan di DPR sangat dipengaruhi sejauh mana intervensi partai politik terhadap Presiden Yudhoyono dan sebaliknya sejauh mana presiden mengakomodasi kepentingan partai politik dalam komposisi dan proses penyususnan kabinet.52

Kompromi politik dalam penyusunan dan perombakan kabinet selama pemerintahan SBY-JK selalu disertai maneuver dan intervensi partai politik yang tergabubg dalam koalisi pendukung pemerintah. Intervensi partai politik terhadap presiden terlihat bila Presiden Yudhoyono berencana mencopot seorang menteri dari partai politik. Partai politik tersebut mengancam akan mencabut dukungannya kepada pemerintah. Model lain, apabila ada menteri tidak loyal kepada partainya, partai itu Dalam pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sangat jelas ada kompromi politik antara SBY dan partai politik pendukung pemerintah. SBY-JK mengakomodasi kepentingan partai tersebut dengan menempatkan kader-kader partai tersebut di kabinetnya. Partai Persatuan Pembangunan menempatkan dua kadernya di kabinet yaitu Suryadarma Ali sebagai Menteri Koprasi dan Usaha Menengah dan Bachtiar Chamsah sebagai menteri sosial. Partai Amanat Nasional juga menempatkan dua kadernya di kabinet yaitu Hatta Radjasa sebagai Menteri Perhubungan dan Bambang Sudibyo sebagai Menteri Pendidikan Nasional. Demikian juga dengan Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Bulan Bintang Yang masing-masing menempatkan kadernya 2 orang di kabinet serta PKPI mendapatkan 1 kursi kabinet.

52

(47)

mendesak presiden agar menteri tersebut dicopot dari kabinet. Jika tidak diganti, partai tersebut mengancam menarik dukungannya kepada presiden.53

(3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

Dengan demikian kekuasaan Presiden Yudhoyono tersandera oleh kepentingan pragmatis partai politik yang ingin mendapatkan jatah kekuasaan. Dan hal ini tidak dapat diabaikan oleh presiden karena hal itu menjadi keharusan dalam sistem pemerintahan yang menganut paham multi partai.

1.3. Presiden-DPR

Pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla merupakan hasil pemilihan secara langsung oleh rakyat. Pemerintahan tersebut merupakan pemerintahan pertama di Indonesia hasil dari pemilihan langsung oleh rakyat. Sebagai bukti bahwa karakteristik presidensialisme pada pemerintahan SBY-JK telah terpenuhi dalam pemilihan langsung oleh rakyat. Pada pemerintahan sebelumnya pemilihan presiden dilakukan oleh parlemen. Pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 6A :

(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.

(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.

53

(48)

(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang.

Model pemilihan presiden secara langsung ini merupakan hasil amandemen ketiga Undang-Undang Dasar 1945 sebagai bentuk penyempurnaan sistem pemerintahan presidensial.

Implikasi dari pemilihan presiden secara langsung adalah hubungan presiden dan parlemen hanya sebatas pengawasan dan keseimbangan. Presiden dan parlemen sebagai lembaga mandiri menjalankan kekuasaan masing-masing. Antara kedua lembaga tersebut tidak dapat saling membubarkan. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 7C menyebutkan presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.54

54

Perubahan ketiga UUD 1945

(49)

Setelah amandemen Undang-Undang Dasar 1945, relasi kedua lembaga tersebut semakin mandiri dan setara. Presiden sebagai lembaga pelaksana undang-undang tidak lagi mendominasi kekuasaan sebagiaman terjadi sebelum Undang-Undang Dasar 1945 diamandemen. Presiden hanya sebatas melaksanakan undang-undang dan sedikit terlibat dalam pembahasan undang-undang-undang-undang dan parlemen melaksankan kekuasaan membuat undang-undang dan menjalankan fungsi kontrol bagi pemerintah terhadap pelaksanaan undang-undang tersebut. Namun dalam pelaksanaan sistem pemerintahan presidensial dalam pemerintahan SBY-JK terlihat sekali bahwa DPR sangat dominan. Ini telihat dalam penunjukan Kapolri dan Pangliam TNI yang dalam strukutur setingkat dengan menteri dan berada di bawah presiden harus mendapat persetujuan DPR. Demikian juga dengan penunjukan duta besar juga harus mendapat persetujuan DPR. Dalam proses penunjukan Kapolri dan Panglima TNI terjadi dinamika yang sangat keras sekali antara Presiden dan DPR. Sebagai contoh ketika Presiden SBY menunjuk Jenderal Sutanto sebagai calon tunggal Kapolri sangat banyak pertentangan dari kalangan DPR karena membuat mereka tidak memungkinkan melakukan deal-deal politik dengan calon. Demikian juga dengan calon Panglima TNI ketika itu Jenderal Endriartono Sutarto yang juga dalam hal ini Presiden mengajukan calon tunggal.

(50)

paling memojokkan pemerintah adalah lolosnya hak angket DPR terhadap kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM. Ini juga menandakan terjadinya kontrol DPR terhadap pemerintah yang terlalu kuat yang membuat pemerintahan SBY-JK berjalan tidak efektif.

Potensi pemakzulan oleh DPR juga sangat jelas adanya, walaupun pemakzulan tersebut masih melalui pengadilan di Mahkamah Konstitusi.

2. Partai Politik Indonesia dan Sistem Kepartaian

2.1. Partai politik di Indonesia

Politik kepartaian di Indonesia dimulai sejak Wakil Presiden Mohammad Hatta mengeluarkan Maklumat No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang menyatakan bahwa Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebelum terbentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat diserahi kekuasaan eksekutif, yang sehari-hari dilakukan oleh Badan Pekerja KNIP.

Selain mengeluarkan Maklumat No. X, Mohammad Hatta juga pernah mengeluarkan Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 tentang anjuran kepada rakyat untuk membentuk partai-partai politik, yang isinya berbunyi sebagai berikut:

(51)

1. Pemerintah menyukai timbulnya partai politik karena dengan adanya partai-partai itulah dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran paham yang ada dalam masyarakat.

2. Pemerintah berharap supaya partai-partai politik itu telah tersusun, sebelum dilangsungkannya pemilihan anggota Badan-badan Perwakilan Rakyat pada bulan Januari 1946.

Dengan anjuran itu, berdirilah 10 partai politik, yaitu:

1. Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia), yang dipimpin oleh Dr. Soekiman Wirjosandjoyo, berdiri 7 November 1945.

2. PKI (Partai Komunis Indonesia), yang dipimpin oleh Mr. Moch. Yusuf, berdiri 7 November 1945.

3. PBI (Partai Buruh Indonesia), yang dipimpin oleh Njono, berdiri 8 November 1945.

4. Partai Rakyat Jelata, yang dipimpin oleh Sutan Dewanis, berdiri 8 November 1945.

5. Parkindo (Partai Kristen Indonesia), yang dipimpin oleh Ds. Probowinoto, berdiri 10 November 1945.

6. PSI (Partai Sosialis Indonesia), yang dipimpin oleh Mr. Amir Sjarifuddin, berdiri 10 November 1945.

(52)

8. PKRI (Partai Katholik Republik Indonesia), yang dipimpin oleh I.J. Kasimo, berdiri 8 Desember 1945.

9. Permai (Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia), yang dipimpin oleh J.B. Assa, berdiri 17 Desember 1945.

10.PNI (Partai Nasional Indonesia), yang dipimpin oleh Sidik Djojosukarto, berdiri 29 Januari 1946. PNI didirikan sebagai hasil penggabungan antara PRI (Partai Rakyat Indonesia), Gerakan Republik Indonesia, dan Serikat Rakyat Indonesia, yang masing-masing telah berdiri antara bulan November dan Desember 1945.

Sejak keluarnya maklumat tersebut, partai poiltik di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat sampai pada pemilu 1971. Akan tetapi pada perkembangan berikutnya, satu hal yang cukup menyakitkan bagi nafas demokrasi dan politik kepartaian adalah kebijakan penciutan partai politik atau fusi partai yang dibuat oleh rezim Orde Baru. Jika pada pemilu sebelumnya diikuti oleh banyak partai, maka sejak pemilu tahun 1971 sampai 1997 hanya diikuti oleh tiga partai saja, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Golongan Karya (Golkar)

Gambar

Tabel 2.2 Partai Politik Peserta Pemilu Tahun 2004 Beserta Perolehan Suara
Tabel 2.3 Kelompok Fraksi di DPR RI Tahun 2004-2009
Tabel 3.1 Interpelasi dan Angket Pada Pemerintahan SBY-JK

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini diperoleh dengan menguji hipotesis penelitian yaitu: “Peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang diajarkan dengan model PBI lebih baik dari pada siswa

Pernyataan pemberlakuan secara retroaktif suatu pemberlakuan perundang-undangan pidana akan menjadi permasalahan manakala pernyataan “hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum

PT Pan Brothers (PBRX) Tbk menuturkan akan melakukan pemecahan nominal per lembar saham (stock spilt) sebanyak 1:4 dari nilai nominal per lembar saham sebesar Rp100 menjadi Rp25

Keanekaragaman Nudibranchia dan tutupan karang di perairan Pasir Putih menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu tertinggi pada Karang Mayit diikuti oleh Teluk Pelita

[r]

Hal tersebut sekiranya selaras dengan kebijakan yang sudah dijalankan oleh pemerintah terkait pola hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dimana sejak 1 Januari 2001

Pagrindinis tiek Latvijos valstybinės lei- dyklos literatūros aklųjų raštu redakcijos, tiek Lietuvos valstybinės pedagoginės lite- ratūros leidyklos vadovėlių

Kawasan Inti Cagar Budaya Istana Kadariah merupakan kawasan bernilai sejarah yang mulai berdiri sejak tahun 1771. Kawasan ini meliputi seluruh area perkembangan fisik di