UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STRATA 1 MEDAN
ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL MAKRO EKONOMI DENGAN RESIKO KEBANGKRUTAN (ALTMAN Z-SCORE)
PADA PERUSAHAANPERBANKAN DI BURSA EFEK INDONESIA
DRAFT SKRIPSI
OLEH
LOLYTHA SEPTIKA SARAGIH 060502187
MANAJEMEN
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Universitas Sumatera Utara
Medan
ABSTRAK
Lolytha Septika Saragih (2010) “Analisis Hubungan Variabel Makro Ekonomi dengan Resiko Kebangkrutan Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia” ( dibawah bimbingan Drs. Syahyunan, M.Si, sebagai Dosen pembimbing, Prof. Dr. Ritha F Dalimunthe, SE, MSi, sebagai Ketua Departemen Manajemen, Dr. Isfenti Sadalia, SE, ME, sebagai Dosen Penguji I dan Syafrizal Helmi Situmorang, SE, M.Si, sebagai Dosen Penguji II).
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis hubungan variabel makro ekonomi yaitu nilai tukar, suku bunga dan inflasi dengan Resiko kebangkrutan Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan keuangan seperti neraca dan laporan laba-rugi tahun 2006 sampai tahun 2009 per kuartal serta bahan publikasi lain yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Populasi dari penelitian ini adalah Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI), pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, kriteria yang digunakan yaitu Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 2006 sampai 2009 dan terus listing (tidak pernah suspend), perusahaan yang memiliki data keuangan lengkap dan mempublikasikannya dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 dan perusahaan yang tidak melakukan merger dari tahun 2006 sampai tahun 2009.
Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis korelasi Pearson pada tingkat signifikansi 1%.
Hasil penelitian menunjukkan variabel makro ekonomi yang terdiri dari nilai tukar, suku bunga dan inflasi memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap resiko kebangkrutan Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia. Kata Kunci: Variabel Makro Ekonomi, Resiko Kebangkrutan (Altman
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih setia dan karunia, bimbingan serta berkatNya yang sungguh luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Departemen Manajemen pada Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang dapat membangun untuk menjadikan skripsi ini lebih baik lagi. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.
Penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, nasihat dan dorongan dari berbagai pihak selama perkuliahan hingga penulisan skripsi ini. Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, Msi selaku Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Nisrul Irawati, MBA, selaku Sekretaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, SE, ME, selaku Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan masukan bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Syafrizal Helmi Situmorang, SE, M.Si, selaku Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan masukan bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini 7. Seluruh Dosen di lingkungan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
yang telah berkenan mengabdikan dirinya sebagai guru bangsa dengan memberikan serta mengajarkan ilmu pengetahun yang baik serta berguna, terutama kepada penulis khususnya kepada dosen wali penulis Ibu Inneke Qamariah, SE, M.Si.
8. Seluruh Staff dan Civitas Akademi di lingkungan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah bersama-sama menciptakan lingkungan yang nyaman dan kondusif dalam menuntut ilmu serta menyelesaikan perkuliahan.
9. Seluruh Pegawai Departemen Manajemen, Bang Jumadi, Kak Dani, Kak Susi dan Kak Vina.
10.Kedua Orang tua penulis, Bapak (D. Saragih) dan mama (S. Sinaga) yang selalu ada mengasihi, mendukung dan membimbing penulis. Adik-adik penulis: Welman, Mitra dan Dinda. Terimakasih untuk kasih dan dukungannya, semoga penulis tetap bisa menjadi panutan bagi kalian. Penulis sangat mengasihi kalian.
kakak sepupuku, Bang Rudi, Kak Phie, Kak Dede, dan Bimbi. Terimakasih untuk setiap kebersamaan, dukungan dan doanya.
12.KTB penulis CiU, Sado (Anita), Melda, Nina, Ndie dan Yenny. Terimakasih atas semua dukungannya. Tidak kata yang bisa terucap untuk melukiskan betapa beruntungnya penulis memiliki sahabat seperti kalian. Adik kelompok kecil penulis: Arie, Eunika, Laura dan Yohanes, terimakasih buat segala perhatiannya dan dukungannya. penulis mengasihi kalian dekku.
13. Teman-teman seperjuangan penulis Manajemen 2006. Terimakasih buat kebersamaannya dan setiap dukungannya serta bantuannya selama perkuliahan.
14.Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam penulisan skripsi ini, yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih.
Semoga Tuhan yang Maha Esa, penuh kasih dan kesetiaan terus melimpahkan kasihNya dan terus menyertai kita.
Penulis
E. Tingkat Inflasi ... 36
1. Analisis hubungan Nilai Tukar dengan Resiko Kebangkrutan (Altman Z-Score) ... 66
2. Analisis hubungan Suku Bunga dengan Resiko Kebangkrutan (Altman Z-Score) ... 67
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
Tabel 1.1 Pergerakan Nilai Tukar, Suku Bunga dan Tingkat Inflasi ... 5
Tabel 1.2 Populasi Penelitian ... 13
Tabel 1.3 Hasil Penentuan Sampel ... 15
Tabel 1.4 Sampel Penelitian ... 16
Tabel 4.1 Nilai Resiko Kebangkrutan (Altman Z-Score) Perusahaan Perbankan di BEI ... 49
Tabel 4.2 Nilai Tukar Perusahaan Perbankan diBEI ... 54
Tabel 4.3 Nilai Suku Bunga Perusahaan Perbankan di BEI ... 58
Tabel 4.4 Nilai Inflasi pada Perusahaan Perbankan di BEI ... 61
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
ABSTRAK
Lolytha Septika Saragih (2010) “Analisis Hubungan Variabel Makro Ekonomi dengan Resiko Kebangkrutan Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia” ( dibawah bimbingan Drs. Syahyunan, M.Si, sebagai Dosen pembimbing, Prof. Dr. Ritha F Dalimunthe, SE, MSi, sebagai Ketua Departemen Manajemen, Dr. Isfenti Sadalia, SE, ME, sebagai Dosen Penguji I dan Syafrizal Helmi Situmorang, SE, M.Si, sebagai Dosen Penguji II).
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis hubungan variabel makro ekonomi yaitu nilai tukar, suku bunga dan inflasi dengan Resiko kebangkrutan Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan keuangan seperti neraca dan laporan laba-rugi tahun 2006 sampai tahun 2009 per kuartal serta bahan publikasi lain yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Populasi dari penelitian ini adalah Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI), pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, kriteria yang digunakan yaitu Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 2006 sampai 2009 dan terus listing (tidak pernah suspend), perusahaan yang memiliki data keuangan lengkap dan mempublikasikannya dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 dan perusahaan yang tidak melakukan merger dari tahun 2006 sampai tahun 2009.
Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis korelasi Pearson pada tingkat signifikansi 1%.
Hasil penelitian menunjukkan variabel makro ekonomi yang terdiri dari nilai tukar, suku bunga dan inflasi memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap resiko kebangkrutan Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia. Kata Kunci: Variabel Makro Ekonomi, Resiko Kebangkrutan (Altman
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebangkrutan (bankruptcy) biasanya diartikan sebagai kegagalan
perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba
(Supardi dan Mastuti, 2003:79). Dari segi ekonomi, perusahaan dianggap gagal
apabila mempunyai pendapatan yang negatif atau dengan kata lain pendapatan
lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam melakukan kegiatan
operasinya.
Menurut Fakhrurozie (2007:16) kebangkrutan akan cepat terjadi pada
perusahaan yang berada di negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi,
karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan
perusahaan yang mungkin tadinya sudah sakit kemudian semakin sakit dan
bangkrut. Perusahaan yang belum sakit pun akan mengalami kesulitan dalam
pemenuhan dana untuk kegiatan operasional perusahaan akibat adanya krisis
ekonomi tersebut.
Kondisi perekonomian Indonesia tidak lepas dari gejolak faktor eksternal.
Krisis keuangan global yang melanda dunia belakangan ini merupakan sumber
instabilitas yang terutama. Hal ini dikarenakan perekonomian Indonesia semakin
terintegrasi dengan perekonomian global. Selain itu, sumber dana dari luar negeri
selama ini merupakan salah satu sumber dana yang penting.
Perekonomian Indonesia kini sedang dalam kondisi sulit dan tidak stabil.
bagi para pelaku ekonomi. Stabilitas ekonomi makro dicapai ketika hubungan
variabel ekonomi makro yang utama berada dalam keseimbangan. Stabilitas
ekonomi makro juga tidak hanya tergantung pada pengelolaan besaran ekonomi
makro, tetapi juga tergantung kepada struktur pasar dan sektor-sektor terutamanya
sektor perbankan.
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang
banyak. Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan demokrasi
ekonomi dan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan
Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta
bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan
ekonomi dan stabilitas nasional, ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.
Perbankan memiliki kedudukan yang strategis, yakni sebagai penunjang
kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian
stabilitas sistem keuangan, sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan
dan dapat dipertanggungjawabkan (Booklet Perbankan Indonesia 2008).
Secara praktis maupun teoritis telah diterima bahwa stabilitas dan efisiensi
sektor perbankan dan keuangan sangat penting bagi stabilitas ekonomi makro
setiap negara. Sektor perbankan dan keuangan yang sehat akan mampu memberi
era globalisasi finansial, stabilitas sektor perbankan dan keuangan merupakan
langkah antisipasi terhadap kemungkinan munculnya krisis dimasa akan datang.
Pada dasarnya pentingnya penguatan sektor perbankan berlandaskan pada
pendapat bahwa makin efisien dan stabil sektor perbankan, kinerja perekonomian
makin baik. Sektor perbankan yang efisien akan memberikan landasan bagi
efektifitas implementasi kebijakan stabilisasi ekonomi makro dan mobilitas modal
asing, kebijakan ekonomi makro yang tepat dan didukung oleh mantapnya
stabilitas dan efisiensi sektor perbankan akan cenderung mendapatkan arus masuk
modal asing yang besar (Johnston dan Sundrarajan, 1999 dalam Nugroho dan
Soekarni, 2003:44).
Disisi lain kondisi perbankan juga dipengaruhi lingkungan makro
ekonomi. Lingkungan makro ekonomi adalah lingkungan yang mempengaruhi
operasi perusahaan sehari-hari (Tandelilin, 2001:211). Oleh karena itu penting
bagi perusahaan untuk memperhatikan variabel-variabel makro ekonomi.
Krisis perbankan Indonesia diawali dengan memburuknya kualitas aktiva
bank, meningkatnya net open position, dan kemudian disusul dengan negatifnya
pendapatan bank (negative spread) sebagai akibat dari kebijaksanaan suku bunga tinggi sejak pertengahan semester kedua tahun 1997. Pada saat itu banyak kredit
macet di perbankan karena banyaknya debitur yang tidak sanggup membayar. Hal
inilah yang mengakibatkan banyak bank mengalami kesulitan keuangan dan
secara teknis perbankan terancam bangkrut.
Beberapa tahun belakangan ini gejolak keuangan muncul kembali yaitu
kendala di sektor perumahan Amerika serikat, yakni yang disebut dengan
subprime mortgage. Bank-bank yang memiliki investasi di subprime mortgage
secara langsung, imbasnya tentu ada yaitu kerugian investasi. Kerugian investasi
berakibat pada defisitnya dana cadangan bank-bank tersebut. Karena lalu lintas
keuangan yang begitu cepat di bank, maka kesulitan dana cadangan tersebut bisa
berimbas kepada kesulitan likuditas (Detikfinance, 17 Agustus 2007).Krisis yang
terjadi tersebut secara langsung maupun tidak langsung berimbas pula pada
perekonomian Indonesia yang ditandai dengan naik turunnya nilai tukar, inflasi
dan suku bunga.
Hal ini meningkat khususnya sejak awal semester II 2008 yang juga
berdampak kepada terdepresiasinya nilai tukar rupiah dengan volatilitas yang juga
meningkat. Dibandingkan akhir semester I 2008, nilai tukar rupiah melemah
sekitar 20,5% hingga mencapai Rp11.120 per dollar AS pada akhir semester II
2008. Pelemahan ini masih terlihat meskipun volatilitasnya sudah semakin
berkurang. Perkembangan ekonomi domestik pada awal semester II 2008 ditandai
dengan tingginya inflasi sebagai dampak dari kenaikan harga BBM dan tingginya
harga komoditas pokok dunia. Pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi pada saat
itu juga berpotensi meningkatkan tekanan inflasi ke depan sehingga Bank
Indonesia menaikkan suku bunga kebijakannya (BI rate) sebagai upaya untuk
meredam tekanan inflasi. Sejak Juli sampai dengan Oktober, secara berturut-turut
Berikut ini adalah perubahan nilai tukar, suku bunga dan tingkat inflasi
pada awal 2008 hingga akhir 2008:
Tabel 1.1
Pergerakan Nilai Tukar, Suku Bunga dan Tingkat Inflasi (Januari 2008- Desember 2008)
Bulan Nilai tukar Rupiah per
dollar AS (Rp.)
September 9340,65 10,38 12.14
Oktober 10.048,35 11,15 11.77
November 11.711,15 10,98 11.68
Desember 11.324,84 10,94 11.06
Sumber: www.bi.go.id (diolah) www.bei.co.id (diolah)
Pada Tabel 1.1 dapat dilihat pergerakan nilai tukar, suku bunga dan tingkat
inflasi dari awal tahun 2008 mengalami fluktuasi ke akhir tahun 2008.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, dapat dilihat bahwa
terdapat hubungan antara variabel makro ekonomi dengan kinerja perusahaan
terutamanya Perbankan. Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih rinci lagi
mengenai hubungan nilai tukar, suku bunga dan inflasi dengan resiko
kebangkrutan perusahaan Perbankan maka ingin dilakukan penelitian dengan
judul “Analisis Hubungan Variabel Makro Ekonomi terhadap Resiko
Kebangkrutan (Altman Z-Score) pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara nilai tukar dengan resiko
kebangkrutan (Altman Z-Score) pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek
Indonesia?
2. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara suku bunga dengan resiko
kebangkrutan (Altman Z-Score) pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek
Indonesia?
3. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara inflasi dengan resiko
kebangkrutan (Altman Z-Score) pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek
Indonesia?
C. Kerangka Konseptual
Faktor-faktor makro ekonomi dapat menyebabkan kesulitan ekonomi
bahkan krisis ekonomi baik secara langsung. Selain itu maupun tidak langsung
yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Hal ini dikarenakan lingkungan
perusahaan dipengaruhi oleh lingkungan makro ekonomi. Hadad, Santoso dan
Harianto (2003:3) mengatakan bahwa kajian mengenai indikator-indikator makro
yang dapat digunakan sebagai informasi awal adanya potensi krisis perbankan
perlu dilakukan sehingga tindakan-tindakan preventif dapat segera dilakukan
sebelum permasalahan yang ada pada perekonomian secara umum berubah
Menurut Utami dan Rahayu (2003) tingginya inflasi dan suku bunga bank
akan menyebabkan beban operasional perusahaan semakin berat serta akan
mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan; melemahnya nilai rupiah
memungkinkan beban hutang badan usaha semakin besar jika dinilai dengan
Rupiah; dan akhirnya akan berujung pada menurunnya profitabilitas perusahaan.
Ketika profitabilitas suatu perusahaan menurun, hal tersebut memungkinkan
munculnya peluang kebangkrutan.
Disisi lain bank sebagai lembaga kepercayaan tidak hanya dibutuhkan atau
bermanfaat bagi inidvidu dan masyarakat secara keseluruhan, tetapi juga berperan
dalam pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu negara. Selain itu, bank
juga dapat membantu memperlancar kegiatan transaksi, produksi serta konsumsi
melalui fungsinya sebagai lembaga yang melaksanakan lalu lintas pembayaran.
Demikian pula, bank juga berperan dalam melaksanakan kebijakan moneter, dan
efektivitas kebijakan moneter dapat berjalan dengan baik dipengaruhi oleh
kesehatan dan stabilitas bisnis perbankan (Rivai, Veithzal dan Idrus, 2007:108).
Melihat peranan perbankan yang sangat strategis, kesehatan dan stabilitas
perbankan menjadi suatu sistem yang merupakan kebutuhan suatu perekonomian
yang ingin tumbuh dan berkembang dengan baik (Rivai, Veithzal dan Idrus,
2007:108). Dan menurut Bank Dunia (2001) dalam Nugroho dan Soekarni
(2003:44): makin stabil dan efektif sektor perbankan sebagai intermediasi dana,
perbankan makin dapat memberikan kontribusi besar bagi stabilitas ekonomi
Salah satu parameter yang dapat mengukur kestabilan perekonomian yakni
dengan melihat kinerja dari stabilitas makro ekonomi. Stabillitas makro ekonomi
dapat dilihat berdasarkan beberapa indikator dasar makro ekonominya,
diantaranya suku bunga, jumlah uang yang beredar, inflasi, nilai tukar, dan
pengangguran.
Berdasarkan latar belakang dan teori yang telah dikemukakan, maka
model kerangka konseptual yang digunakan adalah sebagai berikut:
Gambar 1.1: Kerangka Konseptual
Inflasi Suku Bunga
Nilai Tukar
Resiko Kebangkrutan
Sumber : Hadad (2003); Utami (2003); Rivai (2007) (diolah)
D. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah
diuraikan, maka hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan yang signifikan antara nilai tukar dengan resiko
kebangkrutan (Altman Z-Score) pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek
Indonesia?
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara suku bunga dengan resiko
kebangkrutan (Altman Z-Score) pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara inflasi dengan resiko kebangkrutan
(Altman Z-Score) pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis
hubungan variabel makro ekonomi (nilai tukar, suku bunga dan inflasi) dengan
resiko kebangkrutan (Altman Z-Score) pada perusahaan Perbankan di Bursa Efek
Indonesia.
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat yaitu:
a. Bagi Perusahaan Perbankan
Sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan untuk pengambilan
keputusan dalam usaha manajemen untuk mengurangi resiko dan
memperhatikan kondisi perbankan yang dihadapi oleh perusahaan .
b. Bagi Pihak Lain
Sebagai informasi tambahan dan bahan rujukan bagi yang ingin
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan variabel makro
ekonomi (nilai tukar, suku bunga dan inflasi) dengan resiko kebangkrutan
c. Bagi Penulis
Sebagai penambah ilmu dan pengetahuan serta wawasan tentang hubungan
nilai tukar, suku bunga dan inflasi dengan resiko kebangkrutan pada
perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia.
F. Metode Penelitian
1. Batasan Operasional
Adapun batasan operasional penelitian yang ditetapkan meliputi:
a. Data nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS, suku bunga dan tingkat inflasi
per kuartal selama periode Januari 2006-Desember 2009. Dalam hal ini
suku bunga yang digunakan adalah suku bunga rill yaitu suku bunga SBI.
b. Data laporan keuangan perusahaan yang meliputi laporan keuangan
perusahaan Perbankan per kuartal selama periode tahun 2006 sampai
dengan tahun 2009.
2. Definisi Operasional Variabel
Berdasarkan pada permasalahan dan hipotesis yang akan diuji, definisi
operasional variabel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Variabel Terikat (Y)
Variabel terikat yang akan diteliti yaitu resiko kebangkrutan yang diukur
dengan menggunakan rumus Altman Z-score yang ditemukan oleh
Altman. Altman Z-score digunakan untuk meramalkan tingkat
rasio kemudian dimasukkan dalam suatu persamaan diskriminan (Altman,
1982:106).
Secara matematis persamaan Altman Z-score dirumuskan sebagai berikut: Z = 1,2(Y1) + 1,4(Y2) + 3,3(Y3) + 0,6(Y4) + 1.0(Y5)
Dimana:
Y1 = Modal Kerja/Total Aktiva (%)
Y2 = Laba Ditahan/Total Aktiva (%)
Y3 = Laba Sebelum dan Pajak (EBT)/Total Aktiva (%)
Y4 = Nilai Pasar Modal Sendiri/Total hutang (%)
Y5 = Penjualan/Total Aktiva (x)
Z = Indeks secara keseluruhan
b. Variabel bebas (X)
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Nilai Tukar (X1)
Nilai tukar merupakan harga mata uang suatu negara yang dinyatakan
dalam mata uang asing negara lainnya (Sukirno, 2004:397). Artinya
mengukur suatu mata uang negara dari perspektif valuta asing.
Nilai tukar diukur dengan perubahan nilai tukar mata uang Rupiah
terhadap Dollar AS setelah disesuaikan dengan tingkat inflasi (Utami
dan Rahayu, 2003) dengan mengunakan rumus:
4
Perubahan dari nilai tukar akan berpengaruh terhadap pendapatan
transaksi valas/derivatif. Oleh sebab itu, maka rata-rata nilai tukar ini
haruslah dikaitkan dengan Other Operating Revenue (expense)
masing-masing perusahaan dengan rumus:
kuartal
Suku bunga yaitu berupa suku bunga rill yang dihitung dari perubahan
suku bunga SBI jangka waktu 1 bulan yang telah disesuaikan dengan
tingkat inflasi (Utami dan Rahayu, 2003) yang dihitung dengan rumus:
4
Perubahan tingkat suku bunga akan berpengaruh terhadap utang
masing-masing perusahaan kepada pihak ketiga (Liabilities) sehingga didapat perubahan suku bunga yang berbeda dari masing-masing
perusahaan tergantung pada total liabilitasnya yang dapat dihitung
dengan rumus:
Rata-rata suku bunga per kuartal x total liabilities
3) Inflasi (X3)
Inflasi merupakan kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk
secara keseluruhan (Tandelilin 2001: 212). Data inflasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data per bulan menurut Indeks
Harga Konsumen yang kemudian dirata-ratakan menjadi data kuartal
4
Inflasi akan menyebabkan terjadinya kenaikan suku bunga perusahaan
yang pada akhirnya juga akan menyebabkan hutang perusahaan
perbankan pada pihak ketiga berupa beban bunga akan menjadi
meningkat. Oleh karena itu, rata-rata inflasi per kuartal akan dikaitkan
dengan beban bunga (interest expenses) masing-masing perusahaan
(Utami dan Rahayu, 2003) yang dapat dihitung dengan rumus:
Rata-rata inflasi per kuartal x interest expenses
3. Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan Perbankan di
Bursa Efek Indonesia (BEI) yaitu sebanyak 28 perusahaan, yang ditunjukkan pada
Tabel 1.2 berikut ini:
Tabel 1.2
Populasi Penelitian
No Kode Emiten Nama Emiten Tanggal Listing
1 AGRO Bank Agroniaga Tbk 08 Agustus 2003
2 INPC Bank Artha Graha Internasional Tbk 23 Agustus 1990
3 BBKP Bank Bukopin Tbk 10 Juli 2006
4 BNBA Bank Bumi Arta Tbk 01 Juni 2006
5 BACA Bank Capital Indonesia Tbk 04 Oktober 2007 6 BBCA Bank Central Asia Tbk. 31 Mei 2000 7 BNGA Bank CIMB Niaga Tbk 29 November 1989
8 BDMN Bank Danamon Indonesia Tbk 06 Desember 1989 9 BAEK Bank Ekonomi Raharja Tbk 08 Januari 2008
10 BEKS Bank Eksekutif Interational Tbk 13 Juli 2001
11 SDRA Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk 15 Desember 2006 12 BABP Bank ICB Bumiputera Tbk 15 Juli 2002
13 BNII Bank Intl Indonesia Tbk 21 November 1989
14 BKSW Bank Kesawan Tbk 21 November 2002
15 BMRI Bank Mandiri Tbk 14 Juli 2003
16 MAYA Bank Mayapada International Tbk 29 Agustus 1997
18 BCIC Bank Mutiara Tbk. 25 Juni 1997 19 BBNI Bank Negara Indonesia (persero) Tbk 25 November 1996 20 BBNP Bank Nusantara Parahyangan Tbk 10 Januari 2001 21 NISP Bank OCBC Nisp Tbk 20 Oktober 1994 No Kode Emiten Nama Emiten Tanggal Listing
22 BNLI Bank Permata Tbk 15 Januari 1990
23 BBRI Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 10 Oktober 2003
24 BSWD Bank Swadesi Tbk 01 Mei 2002
25 BTPN Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 12 Maret 2008 26 BVIC Bank Victoria International Tbk 30 Juni 1999 27 MCOR Bank Windu Kentjana International Tbk 03 Juli 2007 28 PNBN PAN Indonesia Bank Tbk 29 Desember 1982 Sumber: www.idx.co.id (diolah) (2010)
Penarikan sampel yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode
Purposive Sampling. Menurut Sugiyono (2005), “Purposive Sampling ialah metode yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai
pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam sampelnya atau penentuan sampel untuk tujuan
tertentu”. Adapun kriteria-kriteria penentuan sampel dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak tahun
2006 sampai 2009 dan terus listing (tidak pernah suspend).
b.Perusahaan yang memiliki data keuangan lengkap dan mempublikasikannya
dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009.
c. Perusahaan yang tidak melakukan merger dari tahun 2006-2009.
Dari kriteria diatas maka perusahaan yang memenuhi syarat untuk
dijadikan sampel adalah sebanyak 17 sampel dimana hasil penentuan sampel
Tabel 1.3
Hasil Penentuan Sampel
No Keterangan Jumlah Perusahaan
1 Populasi Penelitian 28
2 Perusahaan Perbankan yang tidak terdaftar di Bursa Efek
Indonesia sejak tahun 2009 sampai sekarang dan pernah
suspend.
(8)
3 Perusahaan yang tidak memiliki data keuangan lengkap dan
tidak mempublikasikannya dari tahun tahun 2006 sampai dengan tahun 2009.
(1)
4 Perusahaan melakukan merger (2)
Jumlah sampel 17
Sumber : www.idx.co.id (diolah) (2010)
Pada Tabel 1.3 dapat dilihat bahwa dari 28 perusahaan Perbankan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia hanya terdapat 17 perusahaan yang memenuhi
kriteria penentuan sampel yang telah ditentukan. Adapun daftar nama perusahaan
Perbankan yang dijadikan sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.4 sebagai
Tabel 1.4
Sampel Penelitian
No Kode Emiten Nama Emiten Tanggal Listing 1 BBCA Bank Central Asia Tbk. 31 Mei 2000
2 BDMN Bank Danamon Indonesia Tbk 06 Desember 1989 3 BEKS Bank Eksekutif Interational Tbk 13 Juli 2001
4 BABP Bank ICB Bumiputera Tbk 15 Juli 2002 5 BNII Bank Intl Indonesia Tbk 21 November 1989
6 BKSW Bank Kesawan Tbk 21 November 2002
7 BMRI Bank Mandiri Tbk 14 Juli 2003
8 MAYA Bank Mayapada International Tbk 29 Agustus 1997
9 MEGA Bank Mega Tbk 04 Juli 2000
10 BBNI Bank Negara Indonesia (persero) Tbk 25 November 1996 11 BBNP Bank Nusantara Parahyangan Tbk 10 Januari 2001 12 NISP Bank OCBC Nisp Tbk 20 Oktober 1994
13 BNLI Bank Permata Tbk 15 Januari 1990
14 BBRI Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 10 Oktober 2003
15 BSWD Bank Swadesi Tbk 01 Mei 2002
16 BVIC Bank Victoria International Tbk 30 Juni 1999 17 PNBN PAN Indonesia Bank Tbk 29 Desember 1982
Sumber: www.idx.co.id (diolah) (2010)
4. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia
melalui media internet dengan situs www.bi.go.id dan www.idx.co.id.
b. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai Februari 2010 sampai dengan Mei 2010.
5. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang
bersumber dari data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung
penelitian dan literatur ilmiah lainnya yang berkaitan dengan topik bahasan dalam
penelitian.
Data sekunder tersebut meliputi data suku bunga, nilai tukar Rupiah terhadap
Dollar AS, tingkat inflasi dan laporan keuangan perusahaan Perbankan.
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu melalui
studi dokumentasi berupa literatur jurnal penelitian-penelitian, serta
laporan-laporan yang dipublikasikan untuk mendapatkan masalah yang akan diteliti serta
laporan-laporan yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia dan Bursa Efek
Indonesia (BEI) melalui media internet.
7. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a.Analisis Deskriptif
Metode analisis deskriptif adalah suatu metode analisis dimana data-data
yang dikumpulkan, diklasifikasikan, dianalisis, dan diinterpretasikan
secara objektif sehingga memberikan informasi dan gambaran mengenai
topik yang dibahas.
b. Metode Analisis Statistik
1) Analisis Korelasi Pearson
Analisis korelasi ini digunakan untuk pasangan pengamatan data rasio
yang menunjukkan hubungan linear. Korelasi ini sering juga disebut
Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat Bantu SPSS versi 16.0 for windows untuk menghitung koefisien Korelasi Pearson.
Koefisien korelasi adalah suatu angka indeks yang melukiskan
hubungan antara dua rangkaian data yang dihubungkan. Dengan kata
lain, koefisien korelasi adalah ukuran atau indeks dari hubungan antara
dua variabel. Koefisien korelasi besarnya antara -1 sampai 1. tanda
positif dan negatif menunjukkan arti atau arah dari hubungan koefisien
korelasi tersebut.
Korelasi positif nilainya berada antara 0 sampai +1, nilai (+)
menjelaskan bahwa apabila suatu variabel naik, maka akan
menyebabkan kenaikan pada variabel lainnya dan sebaliknya. Korelasi
negatif nilainya berada diantara -1 sampai 0, nilai (–) tersebut
menjelaskan bahwa apabila suatu variabel naik maka variabel yang
lainnya akan turun dan sebaliknya (Sitomorang, dkk, 2010:83)
Menghitung nilai koefisien Korelasi Pearson dapat dilakukan dengan
menghitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
k = Koefisien korelasi
x = Deviasi rata-rata variabel X
= X - X
= Y - Y
2) Pengujian Hipotesis
Pengujian ini dilakukan untuk menguji signifikansi dari koefisien
korelasi yang diperoleh. Pengujian signifikansi menggunakan rumus
sebagai berikut (Suharyadi dan Purwanto, 2004:466):
t = r 2
1 2
r n
Dimana:
t = Nilai thitung
r = Nilai koefisien korelasi
n = Jumlah data pengamatan
Bentuk pengujian:
H0: b1=0, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel
bebas (nilai tukar, suku bunga dan inflasi) dengan variabel terikat
resiko kebangkrutan.
H0: b1≠0, artinya ada hubungan yang signifikan antara variabel bebas
(nilai tukar, suku bunga dan inflasi) dengan variabel terikat resiko
kebangkrutan.
Selanjutnya akan dilakukan uji signifikan dengan membandingkan
hubungan yang nyata (signifikan) terhadap resiko kebangkrutan dan
sebaliknya. Dapat disimpulkan sebagai berikut:
H0 diterima jika - ttabel≤ thitung ≤ ttabel
BAB II
URAIAN TEORETIS
A.
Penelitian TerdahuluHadad, Santoso dan Harianto (2003) dalam penelitiannya yang berjudul
“Indikator Krisis Perbankan” dengan menggunakan model Logit yang diadaptasi
dari model yang dikemukakan oleh Hardy dan Pazarbasioglu (1999) menyatakan
bahwa terdapat keterkaitan antara terjadinya krisis atau severe distress pada industri perbankan dengan pertumbuhan PDB riil, real effective exchange rate, pertumbuhan pemberian kredit kepada sektor riil, perubahan simpanan
masyarakat, pertumbuhan konsumsi swasta. Sementara itu, perubahan investasi
dan laju inflasi tidak secara signifikan mempengaruhi terjadinya krisis atau severe distress pada industri perbankan.
Nugroho dan Soekarni (2003) dalam penelitiannya yang berjudul
”Penguatan Ekonomi Domestik” yaitu pada bab III: Stabilitas Sektor Perbankan
dan Keuangan sebagai Upaya memperkuat Ekonomi menyatakan bahwa sektor
keuangan dan perbankan yang efisien akan memberikan landasan bagi efektivitas
implementasi kebijakan stabilitas ekonomi makro dan mobilitas modal pada
penggunaan yang tepat. Oleh sebab itu penting bagi suatu negara untuk terus
memperhatikan kondisi stabilitas sektor perbankan dan keuangannya. Selain itu,
hasil penelitian ini telah diuji melalui berbagai tahapan proses penelitian panjang
dan sangat ketat dalam bentuk diskusi, seminar dan penilaian dari pembuatan riset
Fakhrurozie (2007)melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh
Kebangkrutan Bank dengan metode Altman Z-Score Terhadap Harga Saham
Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Jakarta” dengan hasil penelitian menunjukan
bahwa analisis rasio Altman Z-Score, pada tahun 2003 sampai tahun 2005
diperoleh nilai Z-Score yang masih rendah di bawah nilai 1,20 sehingga seluruh bank masuk dalam kategori bangkrut. Hanya satu bank yang pada tahun 2004
yang nilainya Altman Z-Score sebesar 1,83 itupun masih dalam kategori grey
area. Sedangkan analisis regresi sederhana dengan SPSS versi 13.00, diperoleh
model untuk memprediksi harga saham adalah persamaan Y = 0,024 + 0,208 X,
Thitung = 4,182, koefisien determinasi R Square (R2) = 0,215.
Berdasarkan hasil analisis Altman Z-Score dapat disimpulkan dari tahun 2003 sampai 2005 seluruh perusahaan perbankan masuk dalam kategori bangkrut.
Dari analisis regresi sederhana, dapat disimpulkan bahwa nilai Altman Z-Score
berpengaruh terhadap harga saham sebesar 21,50% sedangkan 78,50%
dipengaruhi faktor lain.
B.
Lembaga KeuanganLembaga keuangan adalah badan usaha yang kekayaannya terutama
berbentuk asset keuangan (financial assets) atau tagihan (claims), seperti saham dan obligasi (Rivai, Veithzal dan Idrus, 2007: 15).
1. Pengertian Bank
Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
perubahan Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan, bank adalah
(financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan
dana (idle fund surplus unit) kepada pihak yang membutuhkan dana atau
kekurangan dana (deficit unit) pada waktu yang ditentukan. 2. Peranan Perbankan dalam Perekonomian
Menurut Rivai, Veithzal dan Idrus (2007:109) bank sebagai lembaga
kepercayaan mempunyai peran yang penting dalam suatu perekonomian yaitu:
a. Sebagai lembaga intermediasi yang merupakan sumber pembiayaan bagi
dunia usaha, baik berupa investasi maupun produksi dalam rangka
mendorong pertumbuhan ekonomi.
b. Memberikan jasa lalu lintas pembayaran. Dengan sistem pembayaran yang
efisien, aman dan lancar, perkonomian akan berjalan dengan lancar.
c. Sebagai sarana dalam pelaksanaan kebijakan moneter. Kebijakan moneter
bertujuan untuk menjaga stabilitas harga dan mendorong pertumbuhan
ekonomi, antara lain dengan cara mengendalikan jumlah uang yang
beredar.
Karena perannya tersebut, setiap negara selalu berupaya agar lembaga
perbankan selalu berada dalam kondisi yang sehat, aman, dan stabil.
C.
Kebangkrutan1. Pengertian Kebangkrutan
Kebangkrutan (Bankruptcy) biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan
dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba (Supardi dan
kebangkrutan adalah dimana suatu institusi dinyatakan oleh keputusan pengadilan
bila debitur memiliki dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu
hutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Beberapa pengertian kebangkrutan menurut Martin dalam Supardi dan Mastuti
(2003:79) yaitu:
a. Kegagalan Ekonomi (Economic Distressed)
Kegagalan dalam ekonomi berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau
pendapatan perusahaan dan tidak mampu menutupi biayanya sendiri. Hal
ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang
dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban.
b. Kegagalan Keuangan (Financial Distressed)
Pengertian financial distressed menurut Supardi dan Mastuti (2003:79)
mempunyai makna kesulitan dana baik dalam arti dana dalam pengertian
kas atau dalam pengertian modal kerja.
2. Faktor-Faktor Penyebab Kebangkrutan
Menurut Jauch dan Glueck dalam Akhyar (2000:139) faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya kebangkrutan padaperusahaan adalah :
a. Faktor Umum
1) Sektor Ekonomi
Faktor-faktor penyebab kebangkrutan dari sektor ekonomi adalah
gejala inflasi dan deflasi dalam harga barang dan jasa, kebijakan
hubungannya dengan uang asing serta neraca pembayaran, surplus atau
defisit dalam hubungannya dengan perdagangan luar negeri.
2) Sektor Sosial
Faktor sosial sangat berpengaruh terhadap kebangkrutan cenderung
pada perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi
permintaan terhadap produk dan jasa ataupun cara perusahaan
berhubungan dengan karyawan.
3) Teknologi
Penggunaan teknologi informasi juga menyebabkan biaya yang
ditanggung perusahaan membengkak terutama untuk pemeliharaan dan
implementasi.
4) Sektor Pemerintah
Pengaruh dari sektor pemerintah berasal dari kebijakan pemerintah
terhadap pencabutan subsidi pada perusahaan dan industri, pengenaan
tariff ekspor dan impor barang berubah, kebijakan undang-undang baru
bagi perbankan atau tenaga kerja dan lain-lain.
b. Faktor Eksternal Perusahaan
1) Faktor Pelanggan atau Nasabah
Perusahaan harus bisa mengidentifikasi sifat konsumen, karena
berguna untuk menghindari kehilangan konsumen, juga untuk
menciptakan peluang untuk menemukan konsumen baru dan
menghindari menurunnya hasil penjualan dan mencegah konsumen
2) Faktor Pemasok/Kreditur
Kekuatannya terletak pada pemberian pinjaman dan mendapatkan
jangka waktu pengembalian hutang yang tergantung kepercayaan
kreditor terhadap kelikuiditasan suatu bank.
3) Faktor Pesaing/Bank Lain
Faktor ini merupakan hal yang harus diperhatikan karena menyangkut
perbedaan pemberian pelayanan kepada nasabah, perusahaan juga
jangan melupakan pesaingnya karena jika produk pesaingnya lebih
diterima oleh masyarakat perusahaan tersebut akan kehilangan nasabah
dan mengurangi pendapatan yang diterima.
c. Faktor Internal Perusahaan
Faktor-faktor yang menyebabkan kebangkrutan secara internal menurut
Harnanto dalam Akhyar (2000:140) sebagai berikut :
1) Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada nasabah sehingga akan
menyebabkan adanya penunggakan dalam pembayaran sampai
akhirnya tidak dapat membayar.
2) Manajemen tidak efisien yang disebabkan karena kurang adanya
kemampuan, pengalaman, keterampilan, sikap inisiatif dari
manajemen.
3) Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan dimana sering dilakukan
oleh karyawan, bahkan manajer puncak sekalipun sangat merugikan
3. Resiko Kebangkrutan
Dalam pengindeintifikasian kebangkrutan dapat digunakan Altman Z-Score.
Menurut Altman (1968) dalam Altman (1982:99-125), Altman Z-score adalah
suatu alat yang digunakan untuk meramalkan tingkat kebangkrutan suatu
perusahaan dengan menghitung nilai dari beberapa rasio lalu kemudian dimasukan
dalam suatu persamaan diskriminan, maka berdasarkan analisis ini apabila nilai Z
dari perusahaan yang diteliti lebih kecil dari 1,81 berisiko tinggi terhadap
kebangkrutan, bila nilai Z berada diantara 1,81 sampai dengan 2,99 dikatakan
berpeluang besar untuk bangkrut, bila di atas nilai 2,99 atau Z > 2,99 aman dari
risiko kebangkrutan. Untuk menghitung nilai Z, terlebih dahulu kita harus
menghitung lima jenis rasio keuangan, yaitu:
Y1 = Modal Kerja/Total Aktiva (%)
Y2 = Laba Ditahan/Total Aktiva (%)
Y3 = Laba Sebelum dan Pajak (EBT)/Total Aktiva (%)
Y4 = Nilai Pasar Modal Sendiri/Total hutang (%)
Y5 = Penjualan/Total Aktiva (x)
Z = Indeks secara keseluruhan
Secara matematis persamaan Altman Z-score ini bisa dirumuskan sebagai
berikut:
Z = 1,2(Y1) + 1,4(Y2) + 3,3(Y3) + 0,6(Y4) + 1,0(Y5)
Altman Z-score ini ditemukan oleh Altman (1968), tujuan dari analisis ini adalah ramalan terhadap kebangkrutan digunakan sebagai suatu kasus yang
akan diteliti dalam suatu konteks ramalan kebangkrutan dimana suatu
metodologi statistik multidiskriminan digunakan. Adapun rasio-rasio tersebut
yaitu:
1. Modal Kerja / Total Aktiva (%)
Rasio ini mengukur likuiditas dengan membandingkan aktiva lancar bersih
dengan total aktiva. Aktiva lancar bersih atau modal kerja didefinisikan
sebagai total aktiva lancar dikurangi total kewajiban lancar. Umumnya,
bila perusahaan mengalami kesulitan keuangan, modal kerja akan turun
lebih cepat daripada total aktiva menyebabkan rasio ini turun.
2. Laba Ditahan / Total Aktiva (%)
Rasio ini mengukur kemampulabaan kumulatif dari perusahaan. Pada
beberapa tingkat, rasio ini juga mencerminkan umur perusahaan, karena
semakin muda perusahaan, semakin sedikit waktu yang dimilikinya untuk
membangun laba kumulatif. Bila perusahaan mulai merugi, tentu saja nilai
dari total laba ditahan mulai turun.
3. EBT / Total Aktiva (%)
Rasio ini mengukur kemampulabaan yaitu tingkat pengembalian dari
aktiva, yang dihitung dengan membagi laba sebelum pajak (EBT) tahunan
perusahaan dengan total aktiva pada neraca akhir tahun. Rasio ini juga
dapat digunakan sebagai ukuran seberapa besar produktivitas penggunaan
dana yang dipinjam. Bila rasio ini lebih besar dari rata-rata tingkat bunga
yang dibayar, maka berarti perusahaan menghasilkan uang yang lebih
4. Modal Sendiri / Total Hutang (%)
Rasio ini merupakan kebalikan dari rasio hutang per modal sendiri. Nilai
modal sendiri yang dimaksud adalah nilai pasar modal sendiri, yaitu
jumlah saham perusahaan dikalikan dengan harga pasar per lembar
sahamnya. Umumnya perusahaan-perusahaan yang gagal,
mengakumulasikan lebih banyak hutang dibandingkan modal sendiri.
5. Penjualan/Total Aktiva (kali)
Rasio perputaran modal adalah standar rasio keuangan yang
menggambarkan kemampuan peningkatan penjualan dari aktiva
perusahaan yang merupakan suatu ukuran dari kemampuan manajemen
dalam menghadapi kondisi yang kompetitif. Rasio akhir ini cukup penting,
walaupun dalam faktanya signifikan dari ukuran rasio ini tidak dapat
dilihat semuanya tapi karena relasi yang unik diantara variabel dalam
model ini, rasio penjualan/total aktiva menjadi rangking kedua dalam
kontribusi keseluruhan ketepatan model diskriminan.
D. Variabel Makro Ekonomi
Kinerja perusahaan sangat tergantung dari keadaan ekonomi secara
keseluruhan. Oleh sebab itu, perusahaan harus memperhitungkan variabel makro
ekonomi dalam mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.
Variabel makro ekonomi adalah alat atau indikator yang menggambarkan
Menurut Tandelilin (2001:214) terdapat beberapa variabel makro ekonomi
yang mempenaruhi kinerja dan profitabilitas perusahaan yaitu:
1. PDB (Product Domestic Bruto)
2. Inflasi
3. Tingkat suku bunga
4. Kurs Rupiah
5. Anggaran deficit
6. Investasi swasta
7. Neraca perdagangan dan pembayaran.
E. Nilai Tukar
Nilai tukar merupakan harga mata uang suatu negara yang dinyatakan
dalam mata uang asing negara lainnya (Sukirno 2004:397).
1. Teori Nilai Tukar
Berikut ini adalah beberapa teori yang berkaitan dengan nilai tukar valuta
asing (Berlianta, 2004: 18-21):
a. Balance of Payment Approach
Pendekatan ini didasarkan pada pendapat bahwa nilai tukar valuta
ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan terhadap valuta
tersebut. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur kekuatan
b. Teori Purchasing Power Parity
Teori ini berusaha untuk menghubungkan nilai tukar dengan daya beli
valuta tersebut terhadap barang dan jasa. Pendekatan ini menggunakan apa
yang disebut law of one price sebagai dasar. Dalam Law of one price
disebutkan bahwa dengan asumsi tertentu, dua barang yang identik
haruslah mempunyai harga yang sama.
Ada dua versi teori ini yaitu:
1) Versi absolut yang menyatakan bahwa nilai tukar adalah perbandingan
harga barang di dua negara. Ukuran yang digunakan adalah rata-rata
tertimbang dari seluruh barang yang ada di negara tersebut.
2) Versi relatif yang mengatakan bahwa pergerakan nilai tukar valuta dua
negara adalah sama dengan selisih kenaikan harga barang di kedua
negara tersebut pada periode tertentu.
c. Fisher Effect
Teori Fisher Effect diperkenalkan oleh Irving Fisher. Teori ini mengatakan bahwa tingkat suku bunga nominal suatu negara akan sama dengan tingkat
suku bunga riil ditambah tingkat inflasi di negara itu. Dari pernyataan
tersebut dapat digambarkan dalam persamaan matematika sederhana
seperti berikut:
d. International Fisher Effect
Pendapat ini didasari oleh Fisher Effect bahwa pergerakan nilai mata uang suatu negara dibanding negara lain (pergerakan kurs) disebabkan oleh
perbedaan suku bunga nominal yang ada di kedua negara tersebut.
2. Sistem Nilai Tukar
Sistem nilai tukar menurut Madura (2006:219-225) dapat dikategorikan dalam
beberapa jenis berdasarkan seberapa kuat tingkat pengawasan pemerintah
pada nilai tukar.
Secara umum nilai tukar dapat dibagi menjadi:
a. Sistem Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange Rate)
Dalam sistem nilai tukar tetap, nilai tukar mata uang dibuat konstan
ataupun hanya diperbolehkan berfluktuasi dalam kisaran yang sempit.
b. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas (Freely Floating Exchange Rate)
Pada sistem nilai tukar mengambang bebas, nilai tukar ditentukan
sepenuhnya oleh pasar tanpa intervensi dari pemerintah. Pada kondisi nilai
tukar yang mengambang, nilai tukar akan disesuaikan secara
terus-menerus sesuai dengan kondisi penawaran dan permintaan dari mata uang
tersebut.
c. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (Managed Floating
Exchange Rate)
Pada sistem mengambang terkendali, fluktuasi nilai tukar dibiarkan
sewaktu-waktu pemerintah dapat melakukan intervensi untuk
menghindarkan fluktuasi yang terlalu jauh dari mata uangnya.
d. Sistem Nilai Tukar Terikat (Pegged Exchange Rate)
Pada sistem nilai tukar terikat, mata uang lokal dikaitkan nilainya pada
sebuah valuta asing atau pada sebuah jenis mata uang tertentu.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar
Kurs nilai tukar akan berubah sepanjang waktu karena perubahan kurva
permintaan dan penawaran. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan kurva
permintaan dan penawaran (Madura, 2006:128-134) adalah:
a. Tingkat Inflasi Relatif
b. Suku Bunga Relatif
c. Tingkat Pendapatan Relatif
d. Pengendalian Pemerintah
e. Prediksi Pasar
f. Interaksi Faktor
F. Suku Bunga
1. Pengertian Suku Bunga
Suku bunga adalah harga yang dibayar “peminjam” (debitur) kepada “pihak
yang meminjamkan” (kreditur) untuk pemakaian sumber daya selama interval
waktu tertentu (Fabozzi, 1999: 204). Jadi dengan demikian suku bunga adalah
2. Fungsi Suku Bunga
Menurut Sunariyah (2006:80-81) suku bunga memiliki beberapa fungsi dalam
perekonomian antara lain sebagai berikut:
a. Sebagai daya tarik bagi penabung individu, institusi maupun lembaga yang
mempunyai dana lebih untuk dinvestasikan.
b. Tingkat suku bunga dapat digunakan sebagai alat kontrol bagi pemerintah
terhadap dana langsung atau investasi pada sektor-sektor ekonomi.
c. Tingkat suku bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam rangka
mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu
perekonomian.
d. Pemerintah dapat memanipulasi tingkat bunga untuk meningkatkan
produksi, sebagai akibatnya tingkat suku bunga dapat digunakan untuk
mengontrol tingkat inflasi.
3. Teori Tentang Tingkat Bunga
Menurut Sunariyah (2006:81-93) ada beberapa teori dalam penentuan tingkat
suku bunga yaitu:
a. Teori Klasik
Menurut teori klasik, permintaan dan penawaran investasi pada pasar
modal menentukan tingkat bunga.
b. Teori Preferensi Likuiditas Tingkat Tabungan
Menurut Keynes, teori klasik hanya untuk tingkat bunga jangka panjang,
Keynes mengembangkan teori preferensi likuiditas untuk menjelaskan
harga yang dikeluarkan debitur untuk mendorong kreditur memindahkan
uang tersebut. Tetapi uang yang dikeluarkan oleh debitur tersebut
mempunyai resiko berupa tidak diterimanya tingkat suku bunga tertentu.
c. Teori Dana Pinjaman
Teori ini berasumsi bahwa tingkat bunga ditentukan oleh kekuatan dan
penawaran dana pinjaman. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan
dana pinjaman dalam perekonomian antara lain:
1) Permintaan pinjaman untuk konsumsi.
2) Permintaan pinjaman oleh unit bisnis.
3) Permintaan pinjaman untuk pemerintah.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dana pinjaman
adalah:
1) Tabungan domestik yang dilakukan baik oleh perusahaan, masyarakat
dan pemerintah.
2) Pengeluaran kelebihan uang oleh masyarakat.
3) Dana dari sistem perbankan domestik: pengeluaran kartu kredit dari
bank menciptakan rekening kredit pada bank dan meningkatkan
penawaran untuk dan pinjaman.
4) Meminjam dana luar negeri.
Perpotongan antara permintaan dana pinjaman dan penawaran dana
pinjaman akan menentukan tingkat bunga dipasar dan kuantitas dana
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga
Brigham dan Houston (2006:191), menyatakan ada beberapa faktor yang
mempengaruhi tingkat bunga yaitu:
1) Kebijakan Bank Sentral
Bank Sentral mengambil peranan penting dalam mengendalikan
jumlah uang yang beredar. Jika bank sentral ingin merangsang
perekonomian, Bank Sentral akan meningkatkan pertumbuhan
penawaran uang. Dampak awal dari langkah ini adalah menurunkan
tingkat suku bunga. Akan tetapi, jumlah uang yang beredar yang tinggi
juga akan menyebabkan terjadinya peningkatan ekspektasi tingkat
inflasi yang selanjutnya akan dapat mendorong naiknya tingkat suku
bunga. Dengan demikian kebijakan yang dilakukan Bank Sentral
mempengaruhi tingkat suku bunga.
2) Surplus atau Defisit Anggaran Negara
Surplus atau defisitnya anggaran negara mempengaruhi suku bunga.
Jika suatu negara membelanjakan uang lebih banyak daripada yang
diperoleh melalui pajak, maka akan terjadi defisit, dan defisit tersebut
harus ditutupi dengan cara melakukan pinjaman atau mencetak uang.
Jika pemerintah melakukan pinjaman, maka hal ini akan menambah
permintaan dari sumber dana untuk mendorong naik tingkat suku
bunga. Jika pemerintah mencetak uang, maka hal ini akan
meningkatkan ekspektasi tingkat inflasi dimasa depan yang juga akan
3) Faktor-faktor Internasional
Faktor-faktor internasional misalnya neraca perdagangan asing dan
tingkat suku bunga dari negara-negara lain. Jika suatu negara lebih
banyak melakukan impor daripada ekspor maka negara tersebut
mengalami defisit neraca perdagangan. Ketika defisit neraca
perdagangan terjadi, defisit tersebut harus didanai dan sumber
pendanaan yang utama adalah utang. Oleh sebab itu, semakin besar
defisit perdagangan, maka semakin besar jumlah yang harus dipinjam,
dan seiring dengan meningkatnya pinjaman, maka tingkat suku bunga
juga akan ikut naik.
4) Tingkat Aktivitas Bisnis.
Ketika perekonomian suatu negara berkembang, perusahaan akan
membutuhkan modal dan negara cenderung akan meningkatkan jumlah
uang beredar sebagai usaha untuk merangsang perekonomian. Dengan
demikian permintaan modal akan menambah jumlah uang yang
beredar yang akan mendorong naiknya tingkat suku bunga.
G. Tingkat Inflasi
1. Pengertian Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk-produk
secara keseluruhan. Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi
ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi mengalami
harga-harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang terlalu tinggi juga
menyebabkan penurunan daya beli uang (Purchasing Power of Money)
(Tandelilin, 2001:212).
2. Jenis-jenis Inflasi
Sehubungan dengan kompleksnya faktor yang menjadi sumber terjadinya
inflasi atau banyaknya variabel yang berpengaruh terhadap inflasi, maka dapat
pula dilakukan pengelompokan terhadap jenis-jenis inflasi berdasarkan sudut
pandang (Khalwaty, 2000:31-35) sebagai berikut:
a. Ditinjau dari asal terjadinya, inflasi dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1) Domestic Inflation yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri.
2) Imported Inflation yaitu inflasi yang terjadi di dalam negeri karena adanya pengaruh kenaikan harga dari luar negeri.
b. Ditinjau dari intensitasnya, inflasi dapat dibedakan menjadi:
1) Creeping Inflation yaitu inflasi yang terjadi dengan laju pertumbuhan berlangsung lambat karena kenaikan harga-harga berlansung secara
perlahan-lahan.
2) HyperInflation atau Galloping Inflation yaitu inflasi yang sangat berat timbul akibat adanya kenaikan harga-harga yang umumnya
berlangsung cepat.
c. Ditinjau dari sudut bobotnya, inflasi dapat dibedakan menjadi empat yaitu:
1) Inflasi ringan yaitu inflasi dengan laju pertumbuhan yang berlangsung
perlahan dan berada pada posisi satu digit atau dibawah 10% per
2) Inflasi sedang yaitu inflasi dengan tingkat laju pertumbuhan berada
diantara 10-30% per tahun atau melebihi dua digit.
3) Inflasi berat yaitu merupakan inflasi dengan laju pertumbuhan berada
diantara 30-100% per tahun.
4) Inflasi sangat berat yaitu inflasi dengan laju pertumbuhan melampaui
100% per tahun.
3. Teori Inflasi
Teori kuantitas menjelaskan bahwa sumber utama terjadinya inflasi adalah
karena adanya kelebihan permintaan sehingga uang yang beredar di masyrakat
bertambah banyak (Khalwaty 2000:15-31). Teori kuantitas membedakan sumber
inflasi menjadi:
a. Demand Full Inflation
Inflasi terjadi karena adanya permintaan agregatif dimana kondisi produksi
telah berada pada kesempatan kerja penuh (full employment) sehingga
kenaikan permintaan tidak lagi mendorong kenaikan output (produksi)
tetapi hanya mendorong kenaikan harga-harga.
b. Cost Push Inflation
Pada kondisi ini tingkat penawaran lebih rendah jika dibandingkan dengan
tingkat permintaan. Ini karena adanya kenaikan harga faktor produksi
sehingga produsen terpaksa mengurangi produksinya sampai jumlah
tertentu. Penawaran total (aggregate supply) yang terus menurun karena
semakin mahalnya biaya produksi akan menyebabkan kenaikan
didorong oleh beberapa faktor, yakni adanya tuntutan kenaikan upah
tenaga kerja, industri yang monopolis, kenaikan bahan baku industri,
kebijakan pemerintah.
c. Structural Approach
Dengan pendekatan struktur ekonomi, terjadinya inflasi dipandang karena
tidak seimbangnya struktur ekonomi. Untuk itu, inflasi akan dapat
ditanggung dengan melakukan pembenahan pada semua struktur ekonomi.
d. Monetary Approach
Dengan pendekatan moneter, inflasi dinilai sebagai suatu fenomena
moneter, yaitu keadaan yang disebabkan terlalu banyaknya uang yang
beredar dibandingkan dengan kesediaan masyarakat untuk memiliki atau
menyimpan uang tersebut yang akhirnya akan menaikkan permintaan
(excess demand for goods). e. Accounting Approach to Inflation
Diketahui bahwa terjadinya inflasi bersumber pada perkembangan
harga-harga pada kelompok barang dan jasa yang digunakan untuk menyusun
BAB III
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia
Bursa Efek Jakarta adalah salah satu bursa saham yang dapat memberikan
peluang investasi dan sumber pembiayaan dalam upaya mendukung pembangunan
ekonomi nasional. Bursa Efek Jakarta berperan juga dalam upaya
mengembangkan pemodal lokal yang besar dan solid untuk menciptakan pasar
modal Indonesia yang stabil.
Bursa Efek Jakarta berawal dari bursa efek di Jakarta pada abad XIX. Pada
tahun 1912 dengan bantuan pemerintah kolonial Belanda, bursa efek pertama
Indonesia didirikan di Batavia, Pusat Pemerintahan kolonial Belanda dan dikenal
sebagai Jakarta pada saat ini.
Bursa Batavia sempat ditutup selama periode perang dunia pertama.
Kemudian dibuka lagi pada tahun 1925. Selain bursa Batavia, pemerintah kolonial
juga menoperasikan bursa paralel di Surabaya dan Semarang. Namun, kegiatan
bursa ini dihentikan kembali ketika terjadi pendudukan oleh tentara Jepang di
Batavia. Pada tahun 1952, tujuh tahun setelah Indonesia memproklamirkan
kemerdekaannya, bursa saham dibuka lagi di Jakarta dengan memperdagangkan
saham dan obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan belanda sebelum
perang dunia. Kegiatan bursa saham kemudian berhenti lagi ketika pemerintahan
Bursa saham kembali dibuka dan ditangani oleh Badan Pelaksana Pasar
Modal (BAPEPAM) pada tanggal 22 Mei 1995 yang merupakan sebuah institusi
baru dibawah Departemen Keuangan. Kegiatan perdagangan dan kapitalisasi
saham meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 1990 seiring dengan
perkembangan pasar financial dan sektor swasta. Bursa saham diswastanisasi
menjadi PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tanggal 13 Juli 1992. Swastanisasi
menjadi PT BEJ ini mengakibatkan beralihnya fungsi Bapepam menjadi Badan
Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM).
Bursa Efek Jakarta meluncurkan Jakarta Automated System (JATS) pada tanggal 22 Mei 1995 yang merupakan sebuah sistem perdagangan otomatis yang
menggantikan sistem perdagangan manual. Sistem perdagangan dengan JATS ini
mampu memfasilitasi perdagangan efek dalam frekwensi yang lebih besar serta
dapat menjamin kegiatan transaksi yang fair dan transparan dibandingkan dengan sistem perdagangan manual.
Kegiatan penyebaran data sebagai konsumsi publik juga dapat dilakukan
dengan cepat. Data-data tersebut antara lain Data Order, Data Transaksi, Data
Indeks dan Stock Summary. Data Order meliputi order time (waktu order entry), kode saham, kode papan, kode broker (untuk papan reguler, kode broker tidak
dikirim), harga, volume, tipe investor (lokal/asing) dan nomor Order. Data
transaksi meliputi trade time (waktu terjadinya transaksi), kode saham, kode
papan, nomor transaksi, harga, volume, kode broker beli, kode broker jual
(lokal/asing), nomor order beli dan nomor order jual. Data indeks meliputi nilai
papan pengembangan/MDX) dan nilai index sektoral. Data stock summary
meliputi previous price, harga saham tertinggi, harga saham terendah, perubahan harga saham dibanding hari sebelumnya, harga pembukaan, total volume yang
diperdagangkan, total frekwensi, total nilai perdagangan, index saham, harga dan
volume order beli terbaik serta harga dan volume order jual terbaik
Pada tahun 2007 penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) dengan Bursa
Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).
Adapun tujuannya yaitu agar mampu bersaing secara internasional.
B. Gambaran Umum Masing-masing Perusahaan Perbankan
1. Bank Central Asia, Tbk
BCA secara resmi berdiri pada tanggal 21 Februari 1957 dengan nama
Bank Central Asia NV. Semula bank ini merupakan penggabungan usaha antara
Bank Sarana Indonesia (1976), Bank Gemari (1976), dan Indo Commercial Bank
(1979). Pada tanggal 11 Mei 2000, bank merubah statusnya menjadi go public
atas usulan IBRA (Indonesian Bank Restructuring Agency).
2. Bank Danamon Indonesia, Tbk
Bank Danamon Indonesia Tbk (Bank Danamon) didirikan pada tahun
1956 dengan nama PT Bank Kopra Indonesia. Pada tahun 1976 namanya menjadi
Bank Danamon Indonesia hingga kini. Bank Danamon menjadi bank devisa
swasta pertama di Indonesia tahun 1976 dan Perseroan Terbuka pada tahun 1989.
Pada tahun 2000, delapan bank BTO lainnya dilebur ke dalam Bank
satu pilar perbankan nasional. Pada tahun 2003, Bank Danamon diambil alih oleh
Konsorsium Asia Finance Indonesia sebagai pemegang saham pengendali.
3. Bank Eksekutif Interational, Tbk
PT. Bank Eksekutif Internasional, Tbk didirikan berdasarkan akta Notaris
Sugiri Kadarisman, SH nomor 34 tanggal 11 September 1992 dan perubahannya
nomor 65 tanggal 16 Januari 1996 yang menjelaskan perubahan nama
PT.Executive International Bank menjadi perseroan PT. Bank Eksekutif
Internasional. Bank ini mulai beroperasi tanggal 9 Agustus 1993 dan pada tanggal
13 Juli 2001, bank ini telah menjadi bank go public.
4. Bank ICB Bumiputera, Tbk
Bank Bumiputera mulai beroperasi sejak 12 Januari 1990 sebagai
perusahaan yang dimiliki oleh AJB Bumiputera 1912, perusahaan asuransi jiwa
tertua di Indonesia. Pada tahun 2002 Bank Bumiputera go-public dan struktur
kepemilikan pemegang saham pada saat itu adalah AJB Bumiputera (37,50%), PT
Cipta Usaha Citra Dana (37,50%) dan Masyarakat (25,00%).
5. Bank Intl Indonesia, Tbk
PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII) didirikan pada tanggal 15 Mei
1959 dan memperoleh status bank umum devisa pada tahun 1988 serta
mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada
tahun 1989 melalui penawaran umum saham perdana (initial public offering). Pada 30 September 2008 Maybank, melalui Maybank Offshore Corporate
Services (Labuan) Sdn. Bhd. (MOCS), anak perusahaan yang dimiliki
Holdings Pte. Ltd, pemilik 55,51% saham BII. Pada Desember 2008, MOCS
menyelesaikan penawaran tender untuk sisa saham BII.
6. Bank Kesawan, Tbk
Bank Kesawan Tbk didirikan dengan nama NV Chunghwa Shangyeh (The
Chinese Trading Company Limited). NV Chunghwa Shangyeh bergerak dalam
bidang simpan pinjam keuangan selain juga bergerak di bidang perdagangan
umum. Pada tahun 1958 NV Chunghwa Shangyeh resmi melakukan kegiatan
sebagai Bank Umum dan pada tahun 1962 bentuk usaha berganti menjadi
Perseroan Terbatas dengan nama PT Bank Chunghwa Shangyeh.
Pada tahun 1965, PT Bank Chunghwa Shangyeh berganti nama menjadi
PT Bank Kesawan. Tahun 1995, Bank Kesawan memperoleh persetujuan menjadi
Pedagang Valuta Asing dan selanjutnya pada tahun 1996 mendapatkan izin
menjadi Bank Umum Devisa maupun Bank Persepsi, yaitu Bank yang dapat
menerima pajak. Bank Kesawan menjadi Bank Publik pada tahun 2002 dengan
Penawaran Saham Umum Perdana sejumlah 78,8 juta lembar melalui Bursa Efek
Jakarta.
7. Bank Mandiri, Tbk
Bank Mandiri didirikan pada 2 Oktober 1998, sebagai bagian dari program
restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Pada
bulan Juli 1999, empat bank pemerintah: Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara,
8. Bank Mayapada International, Tbk
Bank Mayapada berdiri sejak tanggal 7 September 1989 dengan nama PT.
Bank Mayapada Internasional. Bank ini memulai beroperasi secara komersial
pada 16 Maret 1990 dan pada 3 Juni 1993 bank ini memperoleh ijin usaha sebagai
bank devisa. Bank mulai tercatat pada Bursa Efek Jakarta pada tanggal 7 Agustus
1997 dengan penawaran perdana atas 65 juta lembar saham dengan nilai nominal
Rp. 500.00 per lembar.
9. Bank Mega, Tbk
Bank ini berdiri pada tanggal 15 April 1969 dengan nama PT. Bank
Karman. Pada tanggal 18 Januari 1992 mengganti namanya menjadi PT. Mega
Bank, kemudian pada tanggal 17 Januari 2000 mengganti namanya lagi menjadi
PT. Bank Mega, Tbk. Bank ini melakukan penawaran perdana saham dengan
menjual 12.500 juta saham di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya.
10. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk
Berdiri sejak 1946, BNI yang dahulu dikenal sebagai Bank Negara
Indonesia, merupakan bank pertama yang didirikan dan dimiliki oleh Pemerintah
Indonesia. Bank ini kemudian berubah menjadi Bank Negara Indonesia (Persero)
pada tanggal 31 Juli 1992. Bank ini go public pertama kali pada tanggal 25
November 1996 dengan menjual sahamnya kepada masyarakat di Bursa Efek
11.Bank Nusantara Parahyangan, Tbk
Bank ini berdiri pada tanggal 23 Agustus 1976 dengan nama PT. Bank
Pasar Karya Parahyangan dan pada bulan Maret 1989 berubah menjadi bank
komersial dengan nama PT. Bank Nusantara Parahyangan. Bank ini berstatus
perusahaan PMDN. Pada tahun 2000, bank melakukan penawaran umum atas atas
sahamnya.
12.Bank OCBC Nisp, Tbk
PT. Bank NISP Tbk, yang kini menjadi PT. Bank OCBC NISP Tbk.,
merupakan bank keempat tertua di Indonesia, didirikan di Bandung pada tanggal 4
April 1941 dengan nama NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank.
Bank NISP mendapatkan statusnya sebagai bank umum pada tahun 1964,
kemudian menjadi bank devisa pada tahun 1990 dan mencatatkan sahamnya di
Bursa Efek Indonesia pada tahun 1994.
Pada akhir tahun 2008, OCBC Bank-Singapura adalah pemegang saham
pengendali dengan memiliki 74,73% saham Bank NISP melalui beberapa akuisisi
sejak tahun 2004. Untuk lebih mengoptimalkan hubungan dengan OCBC Bank
Singapura, maka Bank NISP merubah namanya menjadi PT. Bank OCBC NISP
Tbk.
13.Bank Permata, Tbk
Bank ini didirikan pada tanggal 15 Januari 1955 dan pada bulan juni 1956
bank ini memperoleh ijin untuk melakukan transaksi pertukaran mata uang asing.
Bank ini telah mengalami penggabungan usaha, yaitu dengan PT. Bank