• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Kota Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pematang Siantar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Kota Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pematang Siantar"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH KOTA

TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PEMATANG SIANTAR

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

NAMA : CANDRA P. BUTAR-BUTAR

NIM : 040501066

DEPARTEMEN : EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan

(2)

ABSTRACT

One of the aim of Development Economics is to reach higher Economic Growth. High Economic Growth is all government target. All government want to reach this goal because Economic Growth can descripe the society condition and can show us about welfare index in a country or region.

The participation government in the economy is very important in a country or regional. Because government policy would give big influence to welfare society. The government has three functions, there are : Allocation Resources, Distribution Income, and Stabilization Economy, which is for increase Economic Growth.

It is common in developing countries like Indonesia, the government plays an important role on the economics. The Government Expenditures practically effect the economics activity, not only because the expenditures can create the development process, but also as the open of the component of agregate demand the could increase the domestic product.

This research use regression analysis with OLS ( Ordinary Least Square ) method by using a computer programe called EVIEWS 4.1. The study tries to analize the effects of the Government Expenditures and Consumption Expenditures on Economic Growth in Pematang Siantar City. For the purpose of analysis, the research use time series data along 1984-2006 period.

The risult of this study shows that Government Expenditures has positive effects ( significant ) on Economic Growth in Pematang Siantar City. And Consumption Expenditures has positive effects ( significant ) on Economic Growth in Pematang Siantar City. Based on the result, the hypothesize expressing that Government Expenditures and Consumption Expenditures has positive imfact on Economic Growth can be accepted.

(3)

ABSTRAK

Salah satu tujuan dari Pembangunan Ekonomi adalah mencapai Pertumbuhan Ekonomi yang tinggi. Pertumbuhan Ekonomi yang tinggi adalah target dari semua pemerintah. Semua pemerintah ingin mencapai tujuan tersebut karena Pertumbuhan Ekonomi dapat menggambarkan kondisi masyarakat dan dapat menunjukkan kita tentang indeks kesejahteraan masyarakat di suatu negara/daerah.

Partisipasi pemerintah dalam ekonomi sangat tinggi di suatu negara/daerah. Karena kebijakan pemerintah akan memberikan pengaruh besar bagi kesejahteraan masyarakat. Ada tiga fungsi pemerintah, yaitu Alokasi Sumber Daya, Distribusi Pendapatan, dan Stabilisasi Perekonomian yang dapat meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi.

Secara umum di negara berkembang seperti Indonesia, pemerintah memainkan peranan penting dalam perekonomian. Pengeluaran Pemerintah secara praktis akan mempengaruhi aktivitas perekonomian, bukan hanya Pengeluaran Pemerintah dapat menciptakan proses pembangunan, tetapi juga sebagai salah satu komponen permintaan agregat yang dapat menambah produk domestik.

Penelitian ini menggunakan analisis regresi dengan metode OLS ( Ordinary Least Square ) dan menggunakan program komputer EVIEWS 4.1. Penelitian ini mencoba menganalisis pengaruh dari Pengeluaran Pemerintah dan Pengeluaran Konsumsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Pematang Siantar. Untuk tujuan analisis, penelitian ini menggunakan data time series selama periode tahun 1984-2006.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Pengeluaran Pemerintah berpengaruh positif ( signifikan ) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Pematang Siantar. Dan Pengeluaran Konsumsi berpengaruh positif ( signifikan ) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Pematang Siantar. Berdasarkan ini, hipotesa yang menyatakan bahwa Pengeluaran Pemerintah dan Pengeluaran Konsumsi berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Pematang Siantar dapat di terima.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang maha kudus, buat kebesaran dan keajaiban-Nya yang tak terhingga dalam kehidupan penulis, yang selalu menyertai penulis dalam melakukan segala aktivitas penulis hingga sampai pada penyelesaian skripsi ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Kota Terhadap Pertumbuhan

Ekonomi Pematang Siantar ”, dimana isi dan materi skripsi ini didasarkan pada studi literatur dengan menganalisis data-data sekunder yang diperoleh dari instansi yang terkait.

" Jika Tuhan menghendaki , saya akan memimpin dengan baik ". Itulah satu kalimat yang diucapkan seorang perempuan Kepala Negara Kulit Hitam ( Liberia ) pertama di dunia yang dilantik November 2005 lalu yaitu Ellen Johnson Sirleaf. Demikian juga dalam penulisan skripsi yang sederhana ini, penulis menyadari bahwa Tuhan telah menghendaki penulisan skripsi ini sehingga dapat berjalan dengan lancar tanpa ada halangan yang berarti.

(5)

memperbaiki diri ". Karena itulah penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk bisa menjadi bahan pelajaran bagi penulis dimasa mendatang.

Pada kesempatan ini juga penulis ingin menyampaikan salam terima kasih dan senyuman hangat bagi pihak-pihak yang telah mendukung dan memberikan bimbingan berharga serta saran dan dorongan moril baik selama masa perkulihaan maupun dalam penyusunan skripsi. Terima kasih kepada :

1. Teristimewa kepada kedua orang tua saya tercinta yaitu Ayahanda Albert B. Butar-Butar (+) dan Ibunda Tiomin br. Sitorus yang telah memberikan cinta, saran-saran, dukungan dalam bentuk moril dan materil, serta tak henti-hentinya mendoakan penulis selama kuliah.

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak DR. Irsyad Lubis, Msoc, Sc, Phd, selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

5. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya, HSB, C.A.E, MSi, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan dukungan, waktu, tenaga, dan pikiran dalam penulisan skripsi ini.

(6)

7. Bapak Drs. Jonathan Sinuhaji, MSi, selaku dosen penguji II yang telah memberikan suatu perhatian lebih untuk skripsi ini.

8. Bapak Kasyful Mahalli, SE, MSi, selaku dosen wali penulis yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan kuliah.

9. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah mendukung, mendidik, dan membimbing penulis dengan baik.

10.Seluruh staf pegawai Badan Pusat Statistik Kota Pematang Siantar dan Badan Pusat Statistik Tingkat I Sumatera Utara yang telah banyak membantu dalam memperoleh data yang berhubungan dengan skripsi ini.

11.Buat kakak/abang penulis : Timoria br. Butar-Butar/S. Purba, Marisi br. Butar-Butar/ Manurung, Agus Butar-Butar/Ani Saebani br. Sitorus, Mian br. Butar/M. Nainggolan, Aris Butar/J. br. Panjaitan, Tina br. Butar-Butar/H. Sitohang, dan Rimson Butar-Butar yang telah banyak memberi dukungan dan semangat bagi penulis.

12.Buat Keponakan penulis yang lucu dan imuet-imuet : Fika, Rizky Julian, Melisa, Willy, Morgan, Andre, Via, Haykal, Kiki M, Steven, Devi, Kartini, Dewi, Fitri, Andika, Sangkot.

13.Buat kelompok kecil penulis { B'Varia dan Ronald ( Onal Pane ) } terimakasih buat doa dan semangat yang diberikan kepada penulis.

(7)

Marty, Mei, and Posma ) terima kasih buat senyum, semangat, kerjasama dan kebersamaan kita selama ini.

15.Terima kasih juga buat sobat-sobat yang tiada henti berdoa dan melangkah bersama, yang tak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu, biarlah kasih Tuhan yang senantiasa menyertai kita.

Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa dan bagi para pembaca sekalian. Akhir kata, Tinggilah Iman Kita, Tinggilah Ilmu Kita, Tinggilah Pengabdian Kita. Terimakasih.

Medan, 6 Mei 2008 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT... i

ABSTRAK... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI...vii

DAFTAR TABEL...x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR SINGKATAN... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1Latar Belakang………. 1

1.2Perumusan Masalah……….7

1.3Hipotesis………7

1.4Tujuan Penelitian……….7

1.5Manfaat Penelitian………... 8

BAB II URAIAN TEORITIS………..…………. 9

2.1 Pembangunan Ekonomi……….. 9

2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi………. 12

2.2.1 Teori Pertumbuhan Klasik……….13

2.2.2 Pendekatan Neo Klasik………..13

2.2.3 Pendekatan Keynes………....14

2.2.4 Pendekatan Neo Keynes………....15

2.2.5 Lima Teori Pertumbahan Rostow………..19

(9)

2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi… 22

2.4 Teori Pengeluaran Pemerintah... 29

2.4.1 Teori Makro... 29

2.4.2 Teori Mikro... 34

2.4.3 Klasifikasi Pengeluaran Pemerintah... 35

2.5 Teori Pengeluaran Konsumsi... 37

2.5.1 Peranan Konsumsi Dalam Pertumbuhan Ekonomi... 37

2.5.2 Konsumsi Rumah Tangga... 38

2.5.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi...40

2.5.4 Teori-Teori Konsumsi... 41

2.6 Penyusunan Arah Dan Kebijakan APBD... 49

2.6.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)... 50

2.6.2 Kriteria Penyusunan APBD... 52

2.6.3 Mekanisme Penyusunan APBD ... 53

2.6.4 Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2002 ... 54

BAB III METODE PENELITIAN……… 57

3.1 Lokasi Penelitian……….. 57

3.6.1 Koefisien Determinasi ( R-Squere )………... 59

3.6.2 Uji t-statistik ( Uji Parsial )... 60

3.6.3 Uji F-statistik ( Uji Keseluruhan )... 61

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik... 63

3.7.1Uji Multikolinearity... 63

(10)

3.8 Definisi Variabel Operasional... 66

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….67

4.1 Deskriptif Wilayah Penelitian………..67

4.1.1 Gambaran Umum Kota Pematang Siantar... 67

4.1.2 Gambaran Perekonomian Kota Pematang Siantar... 73

4.1.3 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah dan Pengeluaran Konsumsi Kota Pematang Siantar... 81

4.2 Analisis dan Pengumpulan Data... 85

4.2.1 Interpretasi Model... 86

4.2.2 Test of Goodness of Fit ( Uji Kesesuaian )... 87

4.2.3 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik………... 92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….... 96

5.1 Kesimpulan………..…. 96

5.2 Saran………..…97

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

4.1 Luas Wilayah Kota Pematang Siantar…... 67 4.2 Luas Wilayah, Jumlah Kelurahan dan Penduduk

Kota Pematang Siantar Dirinci Menurut Kecamatan 2006

Total Area, Number of Sub Urbans and Population of

Pematang Siantar City by Districts 2006... 70 4.3 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Pematang Siantar

Tahun 1984-2006 ( dalam persen )……… 75 4.4 Inflasi Kota Pematang Siantar Tahun 1984-2006

( dalam persen )……….. 77

4.5 PDRB Kota Pematang Siantar Atas Dasar Harga Konstan dan

Berlaku Tahun 1984-2006 ( dalam jutaan rupiah )……… 79 4.6 PDRB PER KAPITA Atas Dasar Harga Berlaku dan

Konstan 2000 ( 2000-2006 )

Gross Regional Domestic Product Percapita at Current

Market 2000 (2000 2006)………. 81 4.7 Pengeluaran Pemerintah ( Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran

Pembangunan ) Kota Pematang Siantar ( jutaan rupiah )………….. 82 4.8 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Kota Pematang Siantar

( dalam jutaan rupiah )………... 84 4.9 Analisis Regresi Pengeluaran Pemerintah, dan

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Rasio Pengeluaran Pemerintah Terhadap

Pendapatan Nasional………..……... 32

2.2 Anggaran Konsumsi………..45

2.3 Kendala Anggaran Konsumsi………... 47

3.1 Kurva Uji t-statistik………...61

3.2 Kurva Uji F-statistik………. 62

3.3 Kurva Uji Durbin-Watson………...65

4.1 Uji t-statistik ( Variabel Pengeluaran Pemerintah )……….. 89

4.2 Uji t-statistik ( Variabel Pengeluaran Konsumsi )……… 90

4.3 Uji F-statistik……… 92

(13)

DAFTAR SINGKATAN

ADHB = Atas Dasar Harga Berlaku ADHK = Atas Dasar Harga Konstan

APBD = Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah BPS = Badan Pusat Statistik

COR = Capital Output Ratio

DAU = Dana Alokasi Umum

DPRD = Dewan Perwakilan Rakyat Daerah GDP = Gross Domestic Bruto

GNP = Gross National Product

MPC = Marginal Propensity to Consume

MRS = Marginal Rate of Substitution

OLS = Ordinary Least Square

PEMDA = Pemerintah Daerah PDB = Produk Domestik Bruto

PDRB = Produk Domestik Regional Bruto

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

NO. LAMPIRAN

1. : Tabel Data; Data Variabel Pertumbuhan Ekonomi, Pengeluaran Pemerintah, dan Pengeluaran Konsumsi Tanpa Log

2. : Hasil Regresi Linear Berganda; Hasil Regresi Variabel Pengeluaran Pemerintah (X1) dan Pengeluaran Konsumsi (X2) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y)

3. : Uji Multikolinearity Hasil Regresi Variabel Pengeluaran Pemerintah (X1) Terhadap Pengeluaran Konsumsi (X2)

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Secara umum tujuan pembangunan ekonomi adalah mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, menjaga kestabilan harga, mengatasi masalah pengangguran, menjaga keseimbangan neraca pembayaran, dan pendistribusian pendapatan yang lebih adil dan merata. Sebagaimana cita-cita kita bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan menjadi hal yang sangat penting. Melalui pembangunan ini diharapkan akan terjadi peningkatan kemakmuran masyarakat secara bertahap dan berkesinambungan yaitu dengan cara meningkatkan konsumsinya.

(16)

Menurut Michael Todaro ( 2000, 124 ) : Pembangunan haruslah diartikan sebagai suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga-lembaga nasional termasuk pula percepatan ( akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan yang absolut ).

Dalam konteks pembangunan daerah di Indonesia diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menggalakkan prakarsa dan peran aktif masyarakat, serta meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu dalam mengisi ekonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggungjawab serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.

(17)

Sebagai sebuah organisasi atau rumah tangga, pemerintah melakukan banyak sekali pengeluaran untuk membiayai kegiatan – kegiatannya. Pengeluaran tersebut bukan saja untuk menjalankan roda pemerintahan sehari-hari akan tetapi untuk membiayai kegiatan perekonomian. Bukan berarti pemeritah turut berbisnis ( meskipun hal ini sangat sering dilakukan, terutama oleh pemerintah yang berada di negara- negara sedang berkembang ), melainkan dalam arti pemerintah harus menggerakkan dan merancang kegiatan ekonomi secara umum. Pemerintah harus merintis dan menjalankan kegiatan ekonomi yang masyarakat atau kalangan swasta tidak tertarik untuk menjalankannya. Dalam kasus lain, pemerintah memandang perlu untuk menangani sendiri berbagai kegiatan ekonomi tertentu yang menurut penilaiannya sebaiknya tidak dijalankan oleh pihak swasta. Itulah sebabnya pemerintah melakukan berbagai pengeluaran bahkan dalam jumlah besar.

(18)

nasional. Dengan itu pula dapat dianalisis seberapa pentingnya peranan pemerintah dalam perekonomian nasional.

Anggaran belanja rutin memegang peranan yang penting untuk menunjang kelancaran mekanisme sistem pemerintahan serta upaya peningkatan efisiensi dan produktifitas, yang pada gilirannya akan menunjang tercapainya sasaran dan tujuan setiap tahap pembangunan. Sedangkan pengeluaran pembangunan ditujukan untuk membiayai program-program pembangunan yang anggarannya selalu disesuaikan dengan besarnya dana yang berhasil dimobilisasi.

Alokasi anggaran tidak memberikan arah perubahan besar bagi terciptanya suatu nuansa keadilan sebagai stimulasi pertumbuhan ekonomi, dan justru menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam mengalokasikan anggaran untuk sektor-sektor vital dalam membangun suatu bangsa yang maju dan beradap seperti pada sektor pendidikan, kesehatan, dan peningkatan kualitas hidup seluruh bangsa Indonesia.

Peranan konsumsi dalam pertumbuhan ekonomi juga sangat penting untuk analisa ekonomi jangka panjang dan jangka pendek. Hal ini karena konsumsi agregat yang merupakan penjumlahan dari pengeluaran rumah tangga yang ada dalam perekonomian merupakan komponen dari pengeluaran agregat yang terpenting.

(19)

menentukan tingkat tabungan. Konsumsi juga sangat penting dalam analisa jangka pendek yaitu karena peranannya dalam penentuan agregat.

Dalam kondisi yang demikian pemerintah melalui kebijakan anggaran negara perlu memberikan perlindungan dan memulihkan kondisi sosial ekonomi masyarakat terutama yang berpenghasilan rendah. Kebijakan dimaksud dilakukan dengan mengarahkan alokasi belanja rutin yang ditujukan pada upaya peningkatan kualitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat, sedangkan pengeluaran pembangunan diarahkan untuk program proyek prasarana sosial dan program pemulihan perekonomian.

Salah satu indikasi dari kemajuan perekonomian suatu negara atau daerah adalah melalui pencapaian tingkat pertumbuhan PDRB setiap tahun. Sejak krisis ekonomi melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 membawa pada pertumbuhan ekonomi secara nasional negatif. Ketika krisis moneter terjadi yang disusul dengan krisis perbankan atau finansial, perekonomian Indonesia sangat merosot tajam. Keterpurukan ekonomi ini jelas berimbas juga terhadap perekonomian daerah tanah air.

(20)

Pematang Siantar terus meningkat hingga mengalami pertumbuhan sebesar 6,66 %, bila dibandingkan dengan tahun 2000 (5,15%) dan tahun 2001 (6,62 %). Dan hingga sampai tahun 2005 laju pertumbuhan ekonomi kota Pematang Siantar mengalami kenaikan yang positif.

Semua hal diatas tidak dapat dilepaskan dari peran dan fungsi pemerintah. Pemerintah mutlak diperlukan didalam setiap bentuk atau sistem perekonomian yang tidak hanya untuk menyediakan barang-barang publik, melainkan juga untuk mengalokasikan barang-barang produksi maupun konsumsi, memperbaiki distribusi pendapatan, memelihara stabilitas nasional termasuk stabilitas ekonomi serta mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Semakin meningkatnya peranan pemerintah ini dapat kita lihat dari semakin besarnya pengeluaran pemerintah dalam proporsinya terhadap penghasilan nasional dalam hal ini PDRB. Begitu juga halnya dalam pertumbuhan ekonomi di daerah seperti di Kota Pematang Siantar.

(21)

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka diperoleh permasalahan sebagai berikut :

1) Bagaimana pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pematang Siantar ?

2) Bagaimana pengaruh Pengeluaran Konsumsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pematang Siantar ?

1.3 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian. Berdasarkan permasalahan diatas maka untuk keperluan penelitian dibuat hipotesis, yaitu :

1. Pengeluaran Pemerintah berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pematang Siantar, ceteris paribus.

2. Pengeluaran Konsumsi berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pematang Siantar, ceteris paribus.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

(22)

b. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Pengeluaran Konsumsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

c. Untuk mengetahui jenis Pengeluaran Pemerintah yang paling berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

d. Untuk menambah pengetahuan penulis serta sebagai salah satu syarat bagi penulis dalam menyelesaikan perkuliahan.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

a. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi pemerintah, instansi/lembaga yang terkait dalam menentukan kebijaksanaan dan dalam usaha meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi khususnya di Kota Pematang Siantar.

b. Diharapkan penelitian ini berguna sebagai bahan studi dan tambahan literatur bagi mahasiswa/mahasiswi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara ( FE USU ), khususnya mahasiswa/i Departemen Ekonomi Pembangunan. c. Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan informasi bagi peneliti

(23)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang dapat menyebabkan perubahan-perubahan, terutama terjadi perubahan menurunnya tingkat pertumbuhan penduduk dan perubahan dari struktur ekonomi, baik peranannya terhadap pembentukan pendapatan nasional, maupun peranannya dalam penyediaan lapangan kerja ( Ahmad Mahyudi, S.E, 2004 : 1 ) .

Dalam pengertian ekonomi murni, pembangunan secara tradisional mengandung pengertian kapasitas perekonomian nasional, yang kondisi awalnya kurang lebih berada dalam keadaan statis untuk jangka waktu yang lama untuk menghasilkan dan mempertahankan tingkat kenaikan produksi nasional kotor sekitar 5,7% atau lebih setahun ( Todaro, 1995 : 139 ).

(24)

ekonomi, perubahan pada kerangka kelembagaan ( institusional framework ) dalam kehidupan masyarakat secara keseluruhan.

Definisi pembangunan tidak dapat dipisahkan dengan pengertian pembangunan ekonomi, karena pada dasarnya baik tujuan pembangunan maupun pembagunan ekonomi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bedanya, pembangunan ekonomi hanya meliputi usaha suatu masyarakat untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan mempertinggi tingkat pendapatan masyarakat, sedangkan pembangunan itu dalam pemgertian yang paling mendasar harus mencakup masalah materi dan finansial dalam kehidupan masyarakat.

Dengan demikian pengertian pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai : " Suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang " ( Todaro, 1995 : 139 ).

Dengan demikian pembangunan ekonomi mempunyai 3 sifat penting, yaitu : 1. Suatu proses yang berarti merupakan perubahan yang terjadi secara terus

menerus.

2. Usaha-usaha menaikkan tingkat pendapatan perkapita.

3. Kenaikan pendapatan perkapita itu harus terus berlangsung dalam jangka panjang.

(25)

Goedhart : 1997 ), pembangunan ekonomi adalah mengolah kekuatan riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi serta penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen.

Dari defenisi diatas menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi itu merupakan suatu proses dan suatu keadaan pendapatan yang bertambah dalam jangka waktu yang relatif sama. Pembangunan ekonomi seharusnya membawa partisipasi aktif dalam kegiatan yang bersifat produktif oleh semua anggota masyarakat yang ingin dan yang mampu untuk berperan serta dalam proses ekonomi. Kegiatan ekonomi yang produktif mengandung berbagai dampak yang positif, diantaranya menambah pendapatan nyata bagi sebahagiaan besar penduduk. Hal ini dapat meningkatkan daya konsumsinya secara kuantitatif maupun kualitatif.

(26)

2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi

Secara singkat pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang, yang ditekankan pada tiga aspek, yaitu proses, output perkapita dan jangka panjang.

Pertumbuhan ekonomi dalah suatu "proses", bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu waktu yang dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan "output per kapita". Yang perlu diperhatikan adalah dari sisi output totalnya ( GDP ) dan sisi jumlah penduduknya. Output perkapita adalah kenaikan output total dibagi jumlah penduduk ( Boediono, 1998 : 1).

(27)

2.2.1 Teori Pertumbuhan Klasik

Tokoh klasik ini dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo, Malthus, dan John Stuart Mill yang menyatakan bahwa petumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu luas tanah, jumlah penduduk, jumlah barang modal, dan teknologi yang digunakan. Para tokoh ini lebih memfokuskan perhatiannya pada pengaruh pertambahan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka mengasumsikan luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi tidak mengalami perubahan.

Teori yang menjelaskan hubungan antara pendapatan per kapita dengan jumlah penduduk disebut teori optimal penduduk. Menurut teori ini, pada awalnya pertambahan penduduk akan menyebabkan kenaikan pendapatan per kapita. Namun jika jumlah penduduk terus bertambah maka hukum hasil yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi yaitu produksi marjinal akan mengalami penurunan, dan mengubah keadaan pendapatan per kapita sama dengan produk marjinal.

2.2.2 Pendekatan Neo Klasik

Robert M. Solow

(28)

sehingga ada kemungkinan substitusi diantara faktor-faktor produksi yang terlibat dalam proses produksi.

Dalam keadaan dimana jumlah tenaga kerja melebihi pasok modal, harga, tenaga kerja ( tingkat upah ) akan menurun secara nisbi terhadap harga modal ( tingkat bunga ). Sebaliknya jika pertambahan modal melampaui pertambahan jumlah tenaga kerja, maka tingkat upah akan meningkat.

Dengan adanya perubahan pada harga faktor-faktor produksi dan melalui substitusi satu jenis faktor produksi oleh jenis faktor produksi lainnya, hal itu satu sama lain dapat membatasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dari ekuilibrium pertumbuhan.

2.2.3 Pendekatan Keynes

John Maynard Keynes

(29)

Sehingga perlu campur tangan pemerintah dengan mencetak uang maka akhirnya daya beli bertambah dan respon pengusaha menaikkan produksi maka pengangguran berkurang.

2.2.4 Pendekatan Neo Keynes

Teori Pertumbuhan Harrod-Domar

Teori Pertumbuhan Harrod-Domar dikembangkan oleh dua orang ahli ekonomi sesudah Keynes, yaitu Evsey Domar dan R. F. Harrod. Domar mengemukakan teori tersebut untuk pertama kalinya dalam tahun 1947 dalam

American Economic Review, Sedangkan Harrod telah mengemukakannya pada tahun 1939 dalam Economic Journal. Maka, pada dasarnya teori tersebut sebenarnya dikembangkan oleh kedua ahli ekonomi itu secara terpisah. Tetapi, karena inti dari teori tersebut sangat sama, maka dewasa ini ia dikenal sebagai teori Harrod-Domar.

Teori Harrod-Domar merupakan perluasan dari analisis Keynes mengenai kegiatan ekonomi nasional dan masalah penggunaan tenaga kerja. Analisis Keynes dianggap kurang lengkap, karena menyinggung persoalan mengatasi masalah-masalah ekonomi dalam jangka panjang. Analisis yang dibuat oleh Harrod dan Domar bertujuan untuk menutup kelemahan ini.

(30)

sebagai akibat dari penanaman modal pada tahun sebelumnya akan selalu sepenuhnya digunakan ?.

Dengan perkataan lain, teori Harrod- Domar pada hakikatnya berusaha untuk menunjukan syarat yang diperlukan agar pertumbuhan yang mantap atau steady growth, yang dapat didefinisikan sebagai pertumbuhan yang akan selalu menciptakan penggunaan sepenuhnya barang-barang modal akan selalu berlaku dalam perekonomian.

a. Teori Roy F. Harrod

Perhatian Harrod berkisar pada pertumbuhan ekonomi yang dapat berlangsung secara terus menerus dalam keadaan ekuilibrium yang stabil. Dalam hubungan ini oleh Harrod dipaparkan dua konsep pengertian perihal laju pertumbuhan yang menjadi kunci gagasannya, yaitu :

1. Laju pertumbuhan produksi dan pendapatan pada tingkat yang dianggap memadai dari sudut pandangan para pengusaha / calon investor. Hal ini disebut Harrod sebagai the warranted rate of growth. Pada laju yang dianggap memadai itu, para pengusaha akan meneruskan usahanya dengan melakukan investasi secara kontinu.

2. Selain itu oleh Harrod juga ditunjukkan adanya the natural of growth, yang sifatnya berbeda dari warranted rate yang dimaksud diatas tadi. Dengan

natural rate of growth dimaksud laju pertumbuhan produksi dan pendapatan sebagaimana itu ditentukan oleh kondisi dasar ( fundamental conditions )

(31)

bertambah, dan (b). Meningkatkan produktivitas kerja karena kemajuan teknologi. Kondisi dasar itu yang berkisar pada pertambahan angkatan kerja dan peningkatan produktivitas kerja sekaligus menjadi batas maksimal bagi laju pertumbuhan produksi ( dan pendapatan riil ).

Saran pendapat Harrod yaitu pertumbuhan kontinu dalam ekuilibrium ( dengan kestabilan pendapatan dan kesempatan kerja penuh ) hanya bisa dipakai jika dipenuhi kedua syarat yang dimaksud diatas, yaitu berlangsungnya laju pertumbuhan yang warranted maupun laju pertumbuhan yang natural. Dengan kata lain, dalam suatu konstelasi ekonomi dimana warranted rate of growth adalah identik dengan

natural rate of growth. Akan tetapi, faktor-faktor yang menentukan warranted growth rate berlainan dan ( independent ) dari faktor-faktor yang menentukan natural growth rate. Oleh sebab itu, jarang sekali terjadi dan mungkin hanya secara kebetulan bahwa warranted growth rate ( laju pertumbuhan yang dianggap memadai dari sudut investor ) adalah sama dengan natural growth rate ( laju pertumbuhan yang ditentukan oleh kondisi dasar berkenaan dengan pertumbuhan angkatan kerja dan peningkatan produktivitas ).

(32)

b. Teori Evsey D. Domar

Gagasan Domar berpangkal tolak pada berlakunya asas investment multiplier. Laju pertumbuhan pada permintaan efektif langsung dihadapkan kepada pertumbuhan kapasitas produksi. Dalam modelnya diungkapkan bahwa pertumbuhan pada permintaan adalah sama dengan pertambahan investasi ( I ) dikalikan oleh multiplier ( I/s ). Sedangkan, pertumbuhan pada kapasitas produksi adalah sama dengan investasi ( I ) dibagi oleh kapital-output ratio ( k ). Alhasil pertumbuhan pada permintaan adalah sama dengan pertumbuhan pada kapasitas produksi : ∆I/I = s/k.

Laju pertumbuhan yang tercermin pada persamaan diatas oleh Domar dianggap sebagai laju pertumbuhan yang kritis ( critical rate of growth ) yang analog dengan warranted rate of growth dalam model Harrod. Di dalam investasi melebihi laju pertumbuhannya yang dimaksud diatas tadi, maka penyimpangan tersebut menyebabkan bahwa ∆I/I ( yang sama dengan pertumbuhan permintaan ) akan lebih meningkat secara nisbi dibandingkan dengan s/k ( pertumbuhan pada kapasitas produksi ) : I/I>s/k. Keadaan demikian akan membawa investasi dalam jumlah yang semakin besar.

(33)

2.2.5 Lima Teori Pertumbuhan Rostow

Prof. W.W memunculkan teori pertumbuhan yang memakai pendekatan perkembangan sejarah dalam menjelaskan proses perkembangan dan pembangunan ekonomi. Teori pertumbuhan Rostow ini muncul pada awalnya merupakan artikel yang dimuat dalam Economic Journal ( Maret, 1956 ). Selanjutnya dikembangkan dalam bukunya yang berjudul The Stages Of Economic Growth ( 1960 ). Teori perkembangan Rostow ini termasuk dalam linier dalam tahapan pertumbuhan ekonomi, yaitu memandang proses pembangunan sebagai tahap-tahap perkembangan yang harus dilalui oleh seluruh negara.

Menurut Rostow proses pembangunan dan pertumbuhan dapat dibedakan dalam lima tahap dan posisi setiap negara di dunia dapat digolongkan ke dalam salah satu dari kelima tahap pertumbuhan ekonomi yang dijelaskan.

a. Tahap Masyarakat Tradisional ( The Tradisional Society )

Masyarakat tradisional ialah suatu masyarakat yang strukturnya dibangun di dalam fungsi produksi yang terbatas berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi pra-Newton terhadap dunia fisik. Akan tetapi, konsep tentang masyarakat tradisional itu sama sekali tidak berarti statis, dan konsep itu tidak selalu mengabaikan pertambahan output. Namun kenyataan pokok tentang masyarakat tradisional adalah adanya suatu batas tertinggi untuk tingkat output dan pendapatan perkapita.

(34)

ruang lingkup yang relatif sempit, tetapi masih dapat terjadi upaya untuk berlangsungnya mobilitas vertikal, dan memasukkan masyarakat yang beraneka ragam dan yang selalu berubah ini ke dalam suatu kategori yang seragam atas dasar adanya batas tertinggi untuk produksi dan produktivitas teknis ekonomi mereka, memanglah sangat sedikit artinya.

b. Tahap Peletakan Dasar Untuk Tinggal Landas(The Precondition For Take Off)

Tahap Precondition atau disebut tahap peralihan ( transisi ) adalah merupakan tahap untuk meletakkan dasar dan syarat-syarat untuk beralih pada periode berikutnya

( tahap take off ) dimana perekonomian akan dapat berkembang dengan cukup pesat. Pada tahap peralihan atau tahap meletakkan dasar ini, di dalam perekonomian dan kehidupan masyarakat mulai banyak terdapat perubahan-perubahan yang menyimpang dari kebiasaan masyarakat yang tradisional, maka mulai terdapat pembaruan - pembaruan dalam ilmu pengetahuan dan teknologinya yang telah bertambah luas dan telah mulai berkembang untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan ekonomi yang lebih maju.

c. Tahap Tinggal Landas( The Take Off )

(35)

Selama tahap lepas landas ini, terdapat industri-industri baru yang merupakan

leading sectors ( sektor pemimpin dan penggerak ) yang berkembang dengan pesat serta menghasilkan keuntungan-keuntungan besar, dimana pada umumnya keuntungan-keuntungan ini diinvestasikan kembali kedalam industri-indutri yang baru maupun yang semula. Dan demikian seterusnya perkembangan berbagai bidang industri ini dapat mendorong kemajuan dan pembaruan perekonomian nasional untuk selanjutnya.

d. Tahap Gerak Menuju Kematangan( The Drive To Maturity )

Dalam tahap gerak menuju kematangan ini, perekonomian negara yang bersangkutan telah "matang', dimana pemakaian ilmu pengetahuan dan teknologi yang modern telah berkembang dan meluas ke seluruh bidang dan sektor perekonomian. Pada tahap ini, perekonomian nasional telah mencapai apa yang disebut sebagai keadaan "momentum" yaitu dimana perekonomian dalam masyarakat yang bersangkutan telah dapat berjalan dan berkembang atas kekuatan sendiri.

Jadi perekonomian masyarakat dalam periode ini sudah menimbulkan kekuatan - kekuatan pada dirinya sendiri yang disebut sebagai self generating forces, yaitu kekuatan-kekuatan yang ada dari lingkungan dalam perekonomiannya sendiri yang mampu untuk bergerak lebih maju dan berkembang dengan sendirinya.

(36)

penduduk dalam masyarakat dan negaranya telah memiliki tingkat konsumsi berlebihan yang sangat jauh melampaui pemenuhan kebutuhan pokoknya dalam hal makanan, pakaian, perumahan, dan lainnya.

e. Tahap Era Konsumsi Tinggi Secara Massa( the age of high mass consumption )

Era konsumsi massa besaran-besaran ini ditandai dengan migrasi penduduk ke wilayah pinggiran kota, pemakaian mobil secara luas, serta meluasnya pemakaian barang-barang konsumsi dan peralatan rumah tangga yang tahan lama. Pada tahap ini, keseimbangan dan arah perhatian masyarakat beralih orientasi dari penawaran ke permintaan, dari persoalan produksi ke persoalan konsumsi dan kesejahteraan dalam arti luas.

Kecenderungan kepada konsumsi besar-besaran atas barang yang tahan lama, ketiadaan pengangguran, dan peningkatan kesadaran akan jaminan sosial, dapat pula membawa masyarakatnya kepada laju pertumbuhan penduduk yang relatif semakin tinggi ( Kamaluddin, 1998 : 94 ).

2.2.6 Teori Pertumbuhan Kuznet

(37)

1. Kanaikan output secara berkesinambungan adalah manifestasi atau perwujudan dari apa yang disebut sebagai pertumbuhan ekonomi, sedangkan kemampuan menyediakan berbagai jenis barang itu sendiri merupakan tanda kematangan ekonomi (economic maturity) di suatu negara yang bersangkutan. 2. Perkembangan teknologi merupakan dasar atau pra kondisi bagi

berlangsungnya suatu pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan, tetapi tidak cukup itu saja masih dibutuhkan faktor-faktor lain.

3. Guna mewujudkan potensi pertumbuhan yang terkandung didalam teknologi, maka perlu diadakan serangkaian penyesuaian kelembagaan, sikap, dan ideologi ( Todaro, 2000 : 144 ).

Ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa. Ketiganya adalah :

1. Akumulasi Modal

(38)

dilengkapi dengan berbagai investasi penunjang yang disebut investasi infrastruktur ekonomi dan sosial.

2. Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja ( yang terjadi beberapa tahun kemudian setelah pertumbuhan penduduk ) secara tradisional dianggap sebagian salah satu faktor positif yang yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga produktif, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar. Dimana positif atau negatifnya pertambahan penduduk bagi upaya pembangunan ekonomi sepenuhnya tergantung pada kemampuan sistem perekonomian yang bersangkutan, adapun kemampuan itu sendiri lebih lanjut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input atau faktor-faktor penunjang, seperti kecakapan manajerial dan administrasi.

3. Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknologi dapat terbagi atas tiga kelompok, yaitu ;

(39)

Kemajuan teknologi yang hemat tenaga kerja, sebagian besar kemajuan teknologi pada abad kedua puluh adalah teknologi yang hemat tenaga kerja, jumlah pekerja yang dibutuhkan dalam berbagai kegiatan produksi mulai semakin sedikit.

Kemajuan teknologi yang hemat modal, merupakan fenomena yang relatif langka, hal ini dikarenakan hampir semua penelitian dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan di negara-negara maju dengan tujuan utama menghemat pekerja dan bukan untuk menghemat modal.

2.3 Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dapat dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan faktor non ekonomi ( Kamaluddin, 1999 : 21 ).

(1). Faktor Ekonomi

a). Sumber Daya Alam

Yang dimaksud dengan sumber daya alam atau "tanah" meliputi luas dan kesuburan tanah, letak dan susunannya, kekayaan hutan, sumber mineral, iklim, sumber air, sumber lautan dan sebagainya.

(40)

b). Sumber Daya Manusia atau Tenaga Kerja

Sumber Daya Manusia merupakan tenaga kerja dalam proses produksi dan pembangunan memegang peranan yang penting juga. Dalam hal ini peranan Sumber Daya Manusia ( SDM ) tersebut dalam proses produksi dan pembangunan pertama-tama ditentukan oleh jumlah ( kuantitas ) serta mutu ( kualitas ) tenaga kerja yang tersedia.

c). Permodalan dan Akumulasi Modal

Permodalan merupakan persediaan faktor produksi yang secara fisik dapat dihasilkan maupun diproduksi. Jika stok modal meningkat dalam jangka waktu tertentu dikatakan terjadinya akumulasi modal atau pembentukan modal. Prof. Nurse mengemukakan bahwa makna pembentukan modal adalah dimana masyarakat tidak melakukan keseluruhan kegiatannya pada saat ini sekedar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumsi yang mendesak ( sekarang ), tetapi mengarahkan sebagian dari modal tersebut untuk pembuatan ( pembentukan ) barang modal, alat-alat perlengkapan, mesin, sarana pengangkutan, pabrik dan peralat-alatannya, dan lain-lain yang sejenis. Dalam pengertian ini pembentukan modal merupakan investasi yang menaikkan stok modal yang kemudian dapat meningkatkan output nasional dan pendapatan nasional.

(41)

menggalakkan tabungan dan menyalurkannya kejalur dan sasaran yang dikehendaki, dan (3). Mempergunakan tanbungan itu untuk investasi barang modal.

d). Tenaga Manajerial dan Organisasi Produksi

Organisasi produksi merupakan bagian penting dalam proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Organisasi ini berkaitan dengan penggunaan faktor produksi dalam berbagai kegiatan perekonomian dan pembangunan. Organisasi ini bersifat melengkapi atau komplementer terhadap tenaga kerja dan modal serta membantu meningkatkan produktivitas. Organisasi produksi ini dilaksanakan dan diatur oleh tenaga manajerial dalam berbagai kegiatannya sehari-hari.

e). Kemajuan dan Pemanfaatan Teknologi

Prof. Kuznet mengemukakan lima pola penting kemajuan teknologi dalam pertumbuhan ekonomi modern. Kelima pola tersebut adalah penemuan ilmiah yang menghasilkan penyempurnaan pengetahuan teknik, invensi, inovasi, penyempurnaannya, dan penyebarluasan ( pemakaian ) penemuan baru tersebut dalam kehidupan masyarakat. Selanjutnya dikemukakan bahwa inovasi meliputi dua macam hal, yaitu: 1). Terjadinya penurunan biaya yang tidak menghasilkan perubahan pada kualitas produk, 2). Berlangsungnya pembaruan yang mencipkatan produk baru dan permintaan baru terhadap produk tersebut.

f). Pembagian Kerja dan Perluasan Skala Produksi

(42)

tersebut menghasilkan kemampuan produksi dan produktivitas tenaga kerja, sehingga akan menjadi lebih efisien daripada sebelumnya, disamping itu pembagian kerja tersebut akan mampu pula menghasilkan ditemukannya mesin baru dan berbagai proses baru dalam berproduksi.

(2). Faktor Non Ekonomi

Selain faktor-faktor ekonomi yang penting dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah faktor non ekonomi. Kedua faktor tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi.

Faktor non ekonomi tersebut adalah :

a). Faktor Sosial,

b). Faktor Manusia, dan

c). Faktor Politik.

Kondisi politik suatu negara sangat mempengaruhi perekonomian negara tersebut, jika suatu negara mengalami krisis politik otomatis perekonomian akan terganggu dan pertumbuhan ekonomi tidak akan meningkat atau bahkan akan bisa mengalami penurunan. Dalam hal ini pemerintah memegang peranan penting. Struktur politik dan administrasi yang lemah merupakan penghambat bagi perkembangan ekonomi.

(43)

Faktor sosial budaya juga dapat mempengaruhi perekonomian. Budaya yang sudah mengalami kemajuan akan termotivasi untuk mencari tambahan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat, semakin beragam, dan banyaknya kebutuhan akan mendorong manusia untuk mencari pendapatan. Seperti dikemukakan oleh Nurkse bahwa pembangunan ekonomi berkaitan dengan peranan manusia, pandangan masyarakat, kondisi politik dan latar belakang historis suatu negara. Peranan manusia dalam hal ini bukan semata-mata tergantung pada kuantitas sumber daya manusianya, akan tetapi bagaimana sumber daya manusia tersebut dapat efisien dalam menghasilkan output.

2.4 Teori Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Teori mengenai pengeluaran pemerintah dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu teori makro dan teori mikro.

2.4.1 Teori Makro

a. Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

(44)

pengeluaran pemerintah terhadap pendapat nasional relatif besar. Hal ini dikarenakan pada tahap ini pemerintah harus menyediakan berbagai sarana dan prasarana. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan guna memacu pertumbuhan agar dapat lepas landas. Bersamaan dengan itu porsi investasi swasta juga meningkat. Tetapi besarnya peranan pemerintah adalah pada tahap ini banyak kegagalan pasar yang ditimbulkan perkembangan ekonomi itu sendiri, yaitu kasus eksternalitas negatif, misalnya pencemaran lingkungan. Dalam suatu proses pembangunan, menurut Musgrave rasio investasi total terhadap pendapatan nasional semakin besar, tetapi rasio investasi pemerintah terhadap pendapatan nasional akan semakin mengecil.

Sementara itu Rostow berpendapat bahwa pada tahap lanjut pembangunan terjadi peralihan aktivitas pemerintah, dari penyediaan prasarana ekonomi ke pengeluaran - pengeluaran untuk layanan sosial seperti kesehatan dan pendidikan.

Teori Rostow dan Musgrave adalah pandangan yang timbul dari pengamatan atas pengalamam pembangunan ekonomi yang dialami banyak negara, tetapi tidak di sadari oleh suatu teori tertentu. Selain tidak jelas, apakah tahap pertumbuhan ekonomi terjadi dalam tahap demi tahap atau beberapa tahap dapat terjadi secara simultan.

b. Hukum Wagner

(45)

hukum aktivitas pemerintah yang selalu meningkat ( law of ever increasing state aktivity ).

Hukum tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

GpC : Pengeluaran pemerintah per kapita

YpC : Produk atau pendapatan nasional per kapita t : Indeks waktu

Menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat yaitu tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, perkembangan ekonomi, perkembangan demokrasi dan ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintahan.

Secara grafik, rasio pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional ( GpC/YpC atau G/Y ) ditunjukkan oleh eksponensial sebagaimana terlihat pada gambar 2.1 (a).

(46)

t G/Y

0 (a)

Gompertizian G/Y

0 (b) t

Gambar 2.1 Rasio Pengeluaran Pemerintah Terhadap pendapatan Nasional

c. Teori Peacock dan Wiseman

(47)

Menurut Peacock dan Wiseman, perkembangan ekonomi menyebabkan pungutan pajak meningkat yang meskipun tarif pajaknya mungkin tidak berubah pada gilirannya mengakibatkan pengeluaran pemerintah meningkat pula. Jadi dalam keadaan normal, kenaikan pendapatan nasional menaikkan pula baik penerimaan maupun pengeluaran pemerintah.

Apabila keadaan normal jadi terganggu, katakanlah karena perang atau eksternalitas lain, maka pemerintah terpaksa harus memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan dimaksud. Konsekuensinya timbul tuntutan untuk memperoleh penerimaan pajak lebih besar. Pungutan pajak yang lebih besar menyebabkan dana swasta untuk investasi dan modal kerja menjadi berkurang. Efek ini disebut efek pengalihan ( displacement effect ), yaitu adanya suatu gangguan sosial dalam perekonomian menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah.

(48)

Hipotesa yang dikemukakan oleh Peacock dan Wiseman mendapat kritikan dari Bird. Bird menyatakan bahwa selama terjadinya gangguan sosial memang terjadi pengalihan aktivitas pemerintah dari pengeluaran sebelum gangguan ke aktivitas yang berhubungan dengan gangguan tersebut. Hal ini akan menyebabkan kenaikan pengeluaran pemerintah dalam persentasenya terhadap GNP, Akan tetapi setelah terjadinya gangguan. Jadi menurut Bird, efek pengalihan hanya merupakan gejala dalam jangka pendek, tetapi tidak terjadi dalam jangka panjang. Suatu hal yang perlu dicatat dari teori Peacock dan Wiseman adalah bahwa mereka mengemukakan adanya toleransi pajak, yaitu suatu limit perpajakan , akan tetapi mereka tidak menyatakan pada tingkat berapakah toleransi pajak tersebut.

Clarke menyatakan bahwa limit perpajakan sebesar 25% dari pendapatan nasional. Apabiala limit dilampaui maka akan terjadi inflasi dan gangguan sosial lainnya.

2.4.2 Teori Mikro

(49)

pelabuhan udara baru. Pelaksanaan pembuatan pelabuhan udara tersebut menimbulkan permintaan akan barang lain yang dihasilkan oleh sektor swasta, seperti semen, baja, alat-alat pengangkutan dan sebagainya.

2.4.3 Klasifikasi Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah dapat dinilai dari berbagai segi sehingga dapat dibedakan menjadi ( Suparmoko, 1996 ; 47 - 48 ) :

a. Pengeluaran itu merupakan investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi dimasa-masa yang akan datang.

b. Pengeluaran itu langsung memberikan kesejahteraan dan kegembiraan bagi masyarakat.

c. Merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang.

d. Menyediakan kesempatan kerja lebih banyak dan penyebaran tenaga beli yang lebih luas.

Pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menurut dua klasifikasi, yaitu :

1. Pengeluaran Rutin

Pengeluaran rutin yaitu pengeluaran untuk pemeliharaan atau penyelenggaraan roda pemerintahan sehari-hari, meliputi : belanja pegawai, belanja barang, berbagai macam subsidi ( subsidi daerah dan subsidi harga ), angsuran dan bunga utang pemerintah, serta jumlah pengeluaran lain.

(50)

produktivitas, yang pada gilirannya akan menunjang tercapainya sasaran dan tujuan setiap tahap pembangunan. Penghematan dan efisiensi pengeluaran rutin perlu dilakukan untuk menambah besarnya tabungan pemerintah yang diperlukan untuk pembiayaan pembangunan nasional. Penghematan dan efisiensi tersebut antara lain diupayakan melalui penajaman alokasi pengeluaran rutin, pengendalian dan koordinasi pelaksanaan pembelian barang dan jasa kebutuhan departemen/lembaga negara non departemen, dan pengurangan berbagai macam subsidi secara bertahap.

2. Pengeluaran Pembangunan

Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan baik prasarana fisik dan nonfisik. Dibedakan atas pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek. Pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk membiayai program-program pembangunan sehingga anggarannya selalu disesuaikan dengan dana yang dimobilisasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada berbagi bidang sesuai dengan prioritas yang telah direncanakan.

Dalam teori ekonomi makro, pengeluaran pemerintah terdiri dari tiga pos utama yang dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa.

(51)

3. Pengeluran pemerintah untuk transfer payments. Transfer payments adalah bukan pembelian barang/jasa oleh pemerintah di pasar barang, pos ini mencatat pembayaran atau pemberian pemerintah langsung kepada warganya yang meliputi misalnya, pembayaran subsidi atau bantuan langsung kepada berbagai golongan masyarakat, pembayaran pensiun, pembayaran bunga untuk pinjaman pemerintah kepada masyarakat. Secara ekonomis transfer payments mempunyai status dan pengaruh yang sama dengan pos gaji pegawai, meskipun secara administrasi keduanya berbeda ( Boediono, 2001 : 110-112 ).

Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran pemerintah itu. Semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah semakin besar pula pengeluaran pemerintah yang bersangkutan.

2.5 Teori Pengeluaran Konsumsi

2.5.1 Peranan Konsumsi Dalam Pertumbuhan Ekonomi

(52)

Kontribusi konsumsi agregat pada GDP mencapai 50–60 % melebihi kontibusi komponen – komponen lain yang menyusun GDP. Disamping itu dikenal

Marginal To Consume ( MPC ) yang merupkan komponen utama dari multiplier. Perkembangan masyarakat yang begitu cepat menyebabkan prilaku – prilaku konsumsi yang begitu cepat. Hal ini merupakan alasan lain yang memberikan study tentang konsumsi rumah tangga tetap relevan.

Dalam analisa jangka panjang, konsumsi sangat penting peranannya dalam pertumbuhan ekonomi karena menentukan tingkat tabungan. Konsumsi juga sangat penting dalam alasan jangka pendek yaitu karena peranannya dalam permintaan agregat.

2.5.2 Konsumsi Rumah Tangga

Konsumsi rumah tangga meliputi semua pengeluaran barang dan jasa ( baik barang yang tahan lama maupun barang yang tidak tahan lama ) dikurangi hasil penjualan netto ( penjualan dikurangi pembelian ) barang-barang bekas atau tidak terpakai yang dilakukan oleh suatu rumah tangga. Selain untuk pengeluaran untuk bahan makanan, minuman, pakaian , bahan bakar dan jasa-jasa, termasuk juga barang yang tidak ada duanya ( tidak diproduksi kembali seperti karya seni, barang antik dan lain-lain ).

(53)

tangga yang ditempati seperti sewa rumah, perbaikan, rekening listrik, air, telepon dan lain-lain merupakan konsumsi rumah tangga.

Dalam hal barang yang mempunyai kegunaan ganda, maka pembelian dan biaya operasional barang tersebut harus dialokir secara proporsional terhadap masing-masing kegiatan yang dilakukan. Misalnya mobil selain digunakan untuk keperluan rumah tangga juga dipakai sebagai penunjang dalam usaha kegiatan rumah tangga tersebut. Pengeluaran sewa, bahan bakar, listrik, air dan jasa lainnya yang digunakan untuk bermacam-macam aktivitas oleh rumah tangga juga harus diperkirakan pengeluaran untuk masing-masing kegiatan tersebut terhadap sumbangan yang diberikan.

Konsep yang dipakai dalam perhitungan pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah :

Pengeluaran konsumsi rumah tangga yang terbatas pada wilayah domestik suatu region.

Pengeluaran konsumsi rumah tangga yang terbatas pada rumah-rumah penduduk suatu region.

(54)

Pengertian yang kedua adalah pengeluaran konsumsi pemerintah dalam wilayah domestik dengan pembelian langsung oleh rumah tangga penduduk diluar region, dikurangi dengan pengeluaran rumah tangga bukan penduduk yang dilakukan oleh wilayah tersebut. Konsep pengeluaran rumah tangga dalam komponen PDRB adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga penduduk.

2.5.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi

a. Faktor-Faktor Ekonomi

Pendapatan Rumah Tangga( household Income )

Pendapatan rumah tangga sangat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi. Biasanya makin tinggi pendapatan , tingkat konsumsi makin tinggi. Karena ketika tingkat pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi menjadi semakin tinggi.

Kekayaan Rumah Tangga( household wealth )

(55)

Tingkat Bunga( interest rate )

Tingkat bunga yang tinggi dapat mengurangi konsumsi. Dengan tingkat bunga yang tinggi, maka biaya ekonomi dari kegiatan konsumsi akan semakin mahal. Sedangkan bagi mereka yang meminjam kenaikan tingkat bunga akan mengurangi konsumsi. Tingkat bunga yang tinggi akan menyebabkan menyimpan uang di bank terasa lebih menguntungkan ketimbang dikonsumsi. Jika tingkat bunga rendah yang terjadi adalah sebaliknya.

Perkiraan Tentang Masa Depan( household expectation about the future )

Jika rumah tangga merasa masa depannya makin baik, mereka akan lebih leluasa untuk melakukan konsumsi. Karenanya pengeluaran konsumsi cenderung meningkat. Jika rumah tangga memperkirakan masa depannya jelek, mereka pun akan menekan konsumsi.

b. Faktor-Faktor Non Ekonomi

Faktor-faktor non ekonomi yang paling berpengaruh terhadap besarnya konsumsi daerah adalah faktor sosial budaya masyarakat. Misalnya berubahnya pola kebiasaan makan, perubahan etika dan tata nilai karena ingin meniru kelompok masyarakat lain yang dianggap lebih hebat.

2.5.4 Teori-Teori Konsumsi

a. John Maynard Keynes

(56)

pada suatu waktu tertentu secara sederhana dapat digunakan untuk keperluan konsumsi ( consumption = C ) dan di tabung ( saving = S ).

Secara matematis dituliskan :

Y = C + S

Pada saat tingkat income masyarakat sangat rendah pada umumnya pengeluaran rumah tangga lebih besar dari pendapatan, sehingga pengeluaran konsumsi saat itu tidak hanya dibiayai oleh pendapatan saja tetapi juga menggunakan sumber-sumber lain seperti tabungan dari waktu sebelumnya, menjual harta rumah tangga atau meminjam. Selanjutnya pada suatu tingkat income yang cukup tinggi, konsumsi rumah tangga akan sama besar dengan incomenya. Bila income meningkat lagi, maka rumah tangga akan mengalami kondisi kelebihan income karena pada saat itu pengeluaran pemerintah lebih rendah dari incomenya. Pada saat itulah rumah tangga dapat menabung kelebihan income yang tidak digunakan untuk konsumsi.

Secara umum adanya pertambahan income ( ∆Y ) diimbangi masyarakat dengan menambah konsumsinya ( ∆C ). Rasio perubahan terhadap perubahan income dikenal dengan kecenderungan mengkonsumsi marginal ( marginal propercity to consume = MPC ).

Secara matematis ditulis :

MPC = ∆C/∆Y

(57)

lebih kecil dibanding dengan perubahan incomenya sehingga 0 ≤ MPC ≤ 1 dan terdapat selisih yang positif akan menjadi tabungan ( ∆S ).

Secara matematis ditulis :

∆Y = ∆C + ∆S

b. Teori Irving Fisher

Irving Fisher menganalisa bagaimana seorang konsumen yang rasional dan berpandangan kedepan membuat pilihan antara waktu yang berbeda ( intemporal choice ). Fisher menunjukkan kendala yang dihadapi konsumen dan bagaimana mereka memilih antara konsumsi dan tanbungan. Ketika seseorang memutuskan berapa banyak pendapatan yang dikonsumsi dan berapa banyak yang akan ditabung, dia akan mempertimbangkan kondisi sekarang dan kondisi yang akan datang. Semakin banyak dia konsumsi hari ini, maka semakin sedikit yang dia konsumsi dimasa yang akan datang.

Menurut Irving Fisher dan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi :

1) The Intertemporal Budget Constraint

(58)

Untuk penyederhanaan dianggap konsumen menghadapi dua ( 2 ) periode waktu. Pada periode pertama, tabungan sama dengan pendapatan dikurangi konsumsi, sehingga :

S = Y1– C1

Pada periode kedua, konsumsi sama dengan akumulasi tabungan, termasuk pendapatan bunganya ditambah dengan pendapatan pada periode kedua, sehingga :

C2 = ( 1 + r ) S + Y2

Dimana : S = Tabungan

Y1 = Pendapatan pertama

C1 = Konsumsi pertama

C2 = Konsumsi kedua

Y2 = Pendapatan kedua

r = Suku bunga

Jika konsumsi pertama lebih kecil dari pendapatan pertama , konsumen akan menabung, sehingga nilai S lebih besar dari nol. Jika konsumsi pertama lebih besar dari pendapatan periode pertama, konsumen akan meminjam, sehingga nilai S lebih kecil dari nol. Untuk mendapat kendala anggaran konsumen ( consumer's budget cons Traint ). Kedua persamaan diatas dapat dikombinasikan :

C2 = ( 1 + r ) ( Y1 - C1) + Y2

Secara matematis dapat diperoleh :

( 1 + r ) C1 + C2 = ( 1 + r ) Y1 + Y2

(59)

Persamaan ini menghubungkan konsumsi pada dua periode. Jika suku bunga sama dengan nol, kendala anggaran menunjukkan bahwa total konsumsi pada dua periode sama dengan total pendapatan pada dua periode. Pada umumnya suku bunga lebih besar dari nol, sehingga konsumsi dan pendapatan periode mendatang di diskon dengan faktur ( 1 + r ). Nilai diskonting ini berasal dari pendapatan bunga dan tabungan, karena konsumen mendapatkan bunga dari pendapatan saat ini yang ditabung, maka pendapatan mendatang bernilai lebih kecil dari pada saat ini. Dan juga karena konsumsi mendatang dibayar dari tabungan, maka konsumsi mendatang biayanya lebih kecil dari konsumsi saat ini. Faktur 1/1 + r adalah harga dari konsumsi kedua yang diukur dengan konsumsi periode pertama yang harus dikorbankan untuk mendapat 1 unit tambahan konsumsi periode kedua.

C2

Gambar 2.2 Anggaran Konsumsi

(60)

tidak ada tabungan ataupun pinjaman pada kedua periode. Pada titik B, konsumen tidak mengkonsumsi pada periode pertama dan menabung seluruh pendapatannya, sehingga konsumen pada periode kedua menjadi ( 1 + r ) Y1 + Y2. Pada titik C,

konsumen sama sekali tidak melakukan konsumsi pada periode kedua, sehingga konsumen pertama sebesar Y1 + ( Y2 / ( 1 + r ) ).

Konsumen memilih kombinasi di bawah kendala anggaran karena dia tidak menghabiskan seluruh pendapatan. Sepanjang konsumen rasional, dimana mereka lebih banyak menyukai konsumsi yang banyak dibanding konsumsi yang lebih sedikit maka konsumen akan selalu memilih titik-titik pada garis kendala anggaran daripada dibawah garis anggaran.

2) Selera Konsumen

Selera konsumen mengenai konsumsi pertama dan konsumsi kedua ditunjukkan oleh kurva indiferen. Kurva indiferen menunjukkan kombinasi konsumsi pertama dan kedua yang memberikan tingkat kepuasan yang sama pada konsumen kemiringan di setiap titik pada kurva indiferen menunjukkan tambahan konsumsi periode kedua yang diperlukan jika konsumsi periode pertama dikurangi sebesar satu satuan. Kemiringan ini disebut tingkat konsumsi marjinal atau marginal rate of substitution ( MRS ). Nilai MRS menunjukkan jumlah konsumsi periode kedua yang ingin disubstitusi dengan konsumsi periode pertama.

(61)

kombinasi konsumsi yang besar diperoleh konsumen semakin besar. Jadi konsumen lebih menyukai I2 daripada I1.

3) Optimisasi

Untuk mendapatkan kebahagian yang maksimal, konsumen akan berusaha mencapai kurva indiferen yang setinggi-tingginya. Tetapi mereka dibatasi oleh anggaran yang dimilikinya.

C1

C2

Kons

umsi Ked

u

a

Konsumsi Pertama

I1

I2

I3

0

Gambar 2.3 Kendala Anggaran Konsumsi

Gambar diatas menunjukkan bahwa beberapa kurva indiferen memotong garis kendala anggaran, kondisi optimum yaitu kombinasi kedua konsumsi pada kedua periode dicapai pada titik 0 dimana garis kendala anggaran menyinggung kurva indiferen I2.

(62)

disimpulkan konsumen akan memilih kombinasi konsumsi pada kedua periode sampai tercapai MRS sama dengan 1 ditambah suku bunga riil ( Teddy H, dkk, 2001 : 222 ).

4) Pengaruh Perubahan Pendapatan Konsumen

Jika kendala anggaran semakin tinggi, berarti konsumen dapat mencapai kurva indiferen yang semakin tinggi pula. Dengan demikian konsumen dapat memperoleh kombinasi konsumsi yang lebih besar pula dengan kenaikan pendapat.

5) Pengaruh Perubahan Suku Bunga Riil Pada Konsumen

Pengaruh perubahan suku bunga riil pada konsumen dapat dikelompokkan menjadi dua ; Pertama dalam hal konsumen adalah penabung dan kedua konsumen adalah peminjam. Para ahli ekonomi membagi pengaruh kenaikan suku bunga riil ini kedalam dua bagian, yaitu efek pendapatan dan efek substitusi. Efek pendapatan menunjukkan perubahan konsumsi karena beralih ke kurva indiferen yang lebih tinggi. Karena konsumen sebagai penabung, kenaikan suku bunga membuat konsumen semakin makmur. Jika konsumsi periode pertama dan kedua ada barang normal, maka kenaikan kemakmuran akan digunakan untuk menaikkan konsumsi pada kedua periode. Jadi efek pendapatan cenderung akan menaikkan konsumsi konsumen pada kedua periode.

(63)

konsumsi kedua. Jadi efek substitusi cenderung untuk menambah konsumsi kedua dan mengurangi konsumsi pertama.

6) Kendala Meminjam ( constrain on borrowing )

Model Fisher mengkonsumsi bahwa konsumen dapat meminjam dan menabung. Kemampuan untuk meminjam memungkinkan kondisi saat ini lebih besar pada pendapatan saat ini. Ketidakmampuan untuk meminjam membatasi konsumsi tidak mampu melebihi pendapatannya. Kendala untuk meminjam dapat ditulis

sebagai : C1≤ Y1

Ketidaksamaan ini menunjukkan bahwa konsumsi periode satu kurang dari atau sama dengan pendapatan periode satu. Tambahan kendala ini pada konsumen disebut borrowing constrain atau kadang-kadang disebut dengan liquidity constrain.

Analisis tentang kendala meminjam menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat dua fungsi konsumsi, pada sebagian konsumen kendala meminjam tidak membatasi dan konsumsi tergantung pada nilai sekarang dari pendapatan sepanjang hidupnya yaitu

(

1+r

)

Y +

Y1 2 . Pada sebagian konsumen yang lain kendala meminjam membatasi

dua fungsi konsumsinya C1+Y1. Jadi pada konsumen yang ingin meminjam tetapi

tidak bisa, konsumsinya semata-mata ditentukan oleh pendapatannya saat ini.

2.6 Penyusunan Arah dan Kebijakan Umum APBD

(64)

mendukung kegiatannya PEMDA perlu memupuk pembentukan modal, terutama dari pajak, retribusi dan pendapatan lainnya dengan merencanakan penggunaannya secara sistematis menurut kebutuhannya.

Perencanaan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu perencanaan jangka panjang ( lima tahunan ), perencanaan jangka menengah ( tiga tahunan ), dan perencanaan jangka pendek ( satu tahunan ). Penganggaran daerah termasuk kategori perencanaan jangka pendek yang merupakan bagian dari perencanaan jangka menengah dan perencanaan jangka panjang. Penganggaran daerah terdiri atas : formulir kebijakan anggaran ( budget policy formulation ) dan perencanaan operasional anggaran ( budget operation planning ). Penyusunan arah kebijakan umum APBD termasuk kategori formulasi kebijakan angaran berkaitan dengan analisa fiskal, sedang perencanaan operasional anggaran lebih ditekankan pada alokasi sumber daya.

2.6.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD )

(65)

APBD sepatutnya disusun secara seimbang antara penerimaan dan pengeluaran. Sejarah dan pengalaman nasional maupun internasional menunjukkan informasi yang kuat bahwa perbedaan elastisitas penerimaan dan pengeluaran atas penyerahan fungsi-fungsi pelayanan pada berbagai jenjang pemerintahan pada setiap kasus akan segera mengarah pada munculnya kembali permasalahan ketimpangan vertikal atas kemampuan daerah untuk menutupi pembiayaan pembangunan baik pemerintah propinsi maupun kabupaten/kota.

Secara normatif PP No. 105 tahun 2000 mengatur langkah-langkah penyusunan APBD, yang selanjutnya dijabarkan dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 tahun 2002 tentang pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah, dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( Kep Mendagri No. 29 tahun 2002 ).

(66)

SEKDA. Setelah arah dan kebijaksanaan umum APBD tersusun, Pemerintah Daerah menetapkan strategi dan prioritas pengelolaan dan menfokuskan pada identifikasi kondisi yang ada, isu strategi, dan kecenderungan ke depan.

Dalam tahapan penyusunan APBD, Pemerintah Daerah ( PEMDA ) berfungsi sebagai penyusun rancangan APBD yang diusulkan kepada DPRD untuk mendapat persetujuan. Untuk itu, maka mulai dari penyusunan rancangan APBD, Pemerintah Daerah harus benar-benar serius menumbuhkan rasa saling pengertian dan kepercayaan DPRD dalam menghadapi kendala-kendala yang juga sedang dan akan dihadapi oleh Pemerintah Daerah.

Penyusunan arah dan kebijakan umum APBD pada dasarnya merupakan bagian dari upaya pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam rencana strategi daerah. Tingkat pencapaian atau kinerja pelayanan yang di rencanakan dalam satu tahun anggaran pada dasarnya merupakan tahapan dan perkembangan dari kinerja pelayanan yang diharapkan pada rencana jangka menengah dan rencana jangka panjang.

2.6.2 Kriteria Penyusunan APBD

Arah dan kebijakan umum APBD dapat disusun berdasarkan kriteria sebagai berikut :

(67)

b) Sesuai dengan aspirasi masyarakat yang berkembang dan mempertimbangkan kondisi dan kemampuan daerah.

c) Memuat arah yang diinginkan dan kebijakan umum yang disepakati sebagai pedoman penyusunan strategi dan prioritas APBD serta penyusunan rancangan APBD dalam satu tahun anggaran.

d) Disusun dan disepakati bersama antara DPRD dengan Pemerintah Daerah. e) Memberikan fleksibilitas untuk dijabarkan lebih lanjut dan memberi peluang

untuk pengembangan kreativitas pelaksanaannya.

2.6.3 Mekanisme Penyusunan APBD

Dalam rangka menyiapkan Rancangan APBD, Pemerintah Daerah bersama-sama DPRD menyusun arah dan kebijakan umum APBD. Dasar penyusunan arah dan kebijakan umum APBD adalah sebagai berikut :

a) Arah dan kebijakan umum APBD pada dasarnya adalah rencana tahunan yang merupakan bagian dari rencana jangka menengah dan rencana jangka panjang yang dimuat dalam Rencana Strategi Daerah atau dokumen perencanaan lainnya. Pemerintah Daerah dan DPRD menggunakan rencana strategi atau dokumen perencanaan lainnya sebagai dasar penyusunan Arah dan Kebijakan Umum APBD.

(68)

Penjaringan aspirasi masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, antara lain : dengan pendapatan, turun lapangan, kuesioner, dialog interaktif, kotak saran, kotak pos, telpon bebas pulsa, website, inspeksi mendadak, dan media massa.

c) Penjaringan aspirasi masyarakat dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada masyarakt untuk berpartisipasi dan terlibat dalam proses penganggaran daerah. Partisipasi dan keterlibatan masyarakat dapat berupa ide, pendapat, dan saran sebagai masukan yang bermanfaat dalam penganggaran daerah dimasa yang akan datang.

d) Konsep awal arah dan kebijakan umum APBD dapat juga disusun berdasarkan pokok-pokok pikiran DPRD.

e) Disamping itu, penyusunan arah dan kebijakan umum APBD disetiap daerah harus memperhatikan pokok-pokok kebijkan pengelolaan Keuangan Daerah dan Pemerintah Atasan.

f) Pemerintah Daerah dan DPRD dapat melibatkan masyarakat pemerhati atau tenaga ahli untuk penyusunan konsep arah dan kebijakan umum APBD.

2.6.4 Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002

Gambar

Tabel Data;
Gambar 2.1 Rasio Pengeluaran Pemerintah Terhadap pendapatan Nasional
Gambar 2.2 Anggaran Konsumsi
Gambar 2.3 Kendala Anggaran Konsumsi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengeluaran rutin berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, sementara pengeluaran pembangunan berpengaruh positif

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis pengaruh pengeluaran pembangunan pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di jawa timur untuk mengetahui variabel

(6) Variabel ekspor, pembentukan modal, dan pengeluaran pemerintah secara simultan berpengaruh terhadap PDB baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.. Kata Kunci:

Hal tersebut dapat diketahui dari data pada tabel 8 yang menunjukkan bahwa variabel Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan (X1) memiliki nilai probabilitas

Hasil penelitian yang menunjukkan tidak adanya pengaruh pengeluaran konsumsi rumah tangga dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi ini sangat kontraditif

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis pengaruh pengeluaran pembangunan pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di jawa timur untuk mengetahui variabel

PAD Provinsi Aceh setelah tsunami sebagai variabel terikat (dependent variable) mampu dijelaskan oleh variabel pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran Pemerintah Aceh

Berdasarkan hasil pengujian simultan yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari variabel independen pengeluaran pemerintah dan tenaga kerja secara bersama-sama terhadap variabel