• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Saman Karya Ayu Utami: Pendekatan Psikoanalisis Sigmund Freud

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Saman Karya Ayu Utami: Pendekatan Psikoanalisis Sigmund Freud"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA

DALAM NOVEL

SAMAN

KARYA AYU UTAMI

PENDEKATAN PSIKOANALISIS SIGMUND FREUD

SKRIPSI

OLEH Joko Saputra

080701037

DEPARTEMEN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA

DALAM NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI

PENDEKATAN PSIKOANALISIS SIGMUND FREUD

OLEH JOKO SAPUTRA

080701037

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana sastra dan telah disetujui oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum. Dra. Keristiana, M.Hum. NIP. 19620419 198703 2 001 NIP. 19610610 198601 2 001

Departemen Sastra Indonesia Ketua,

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Saman Karya Ayu Utami: Pendekatan Psikoanalisis Sigmund Freud” adalah benar hasil karya penulis. Judul yang dimaksud belum pernah dibuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain demi memeroleh gelar kesarjanaan. Semua sumber data yang diperoleh peneliti

telah dinyatakan dengan jelas, benar sesuai data aslinya. Apabila dikemudian hari, pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

Medan, Juni 2014 Penulis,

Joko Saputra

(4)

Abstrak

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL

SAMAN

KARYA AYU UTAMI

Oleh: Joko Saputra

Sastra Indonesia FIB USU

Psikologi dalam sastra mengandung kejadian-kejadian yang tampak lewat perilaku tokoh-tokohnya. Melalui perilaku tokoh-tokohnya akan tampak konflik batin yang dialami oleh masing-masing tokoh dalam karya sastra. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konflik batin tokoh utama berdasarkan peristiwa-peristiwa yang dialaminya dalam novel Saman Karya Ayu Utami. Untuk memperoleh hasil tersebut dipergunakan teori psikologi sastra dengan penerapan teori-teori psikoanalisis Sigmund Freud. Metode penelitian yang dipergunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dengan mendeskripsikan data-data yang sudah diidentifikasi lewat proses pembacaan berulang-ulang (hermeneutik). Dalam analisis deskriptif ini, data yang diperoleh dicatat dan dipilih berdasarkan masalah yang akan dibahas. Analisisnya dilakukan dengan menganalisis dan mendeskripsikan konflik batin tokoh utama dalam novel Saman. Konflik batin yang dimaksud dalam hal ini adalah konflik yang dialami tokoh utama yang dipengaruhi oleh alam ketidaksadaran seperti, id, ego, superego. Kemudian dilanjutkan dengan menganalisis solusi yang digunakan tokoh utama untuk menyelesaikan konflik batin yang dialaminya. Berdasarkan hasil analisis tersebut ditemukan bahwa tokoh-tokoh utama mengalami konflik batin yang didominasi oleh id, ego, dan super ego. Kepribadian tokoh yang didominasi oleh id biasanya mengalami kecemasan bawaan lahir, kepribadian tokoh yang didominasi oleh ego biasanya mengalami kecemasan sesuai kenyataan (kesadaran), dan kepribadian tokoh yang didominasi oleh super ego biasanya mengalami kecemasan moral. Kata-kata kunci:

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yangMaha Esa yang telah

memberikan kasih karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul “Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Saman

Karya Ayu Utami: Pendekatan Psikoanalisis Sigmund Freud” disusun untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana dari Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan, baik moril maupun materil. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, umur yang panjang, dan juga kuasaNya sehingga penulis masih dalam keadaan sehat wal’afiat.

2. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Dr. M. Husnan Lubis, M.A. selaku Pembantu Dekan I, Drs. Samsul Tarigan selaku Pembantu Dekan II, dan Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A. selaku

Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. selaku Ketua Departemen

Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. selaku Sekretaris Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang

(6)

4. Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I dan

Ibu Dra. Keristiana, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang juga selaku dosen penasehat akademik, yang telah banyak memberikan ilmu,

waktu, dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu dosen yang mengajar di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan

pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama menjadi mahasiswa. 6. Kedua orang tuaku yang terkasih dan tercinta, Ayahanda Wagiyo dan

Ibunda Kasmini, serta kakak kandung saya Sri Dewi Antika yang telah banyak memberikan kasih sayang, pelajaran hidup bagi penulis dan turut serta dalam mendidik, mendoakan dan mendukung baik moril maupun

materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini.

7. Terima kasih kepada Seluruh keluarga besar Unit Kegiatan Mahasiswa

Teater ‘O’ USU yang menjadi keluarga kedua saya, terima kasih atas jasa-jasa dan pelajaran yang saya terima sejak menjadi bagian dari keluarga ini, serta mampu membentuk karakter dan prilaku saya menjadi pribadi yang

kuat, cerdas, dan bijaksana.

8. Terima kasih kepada Alumni Fakultas Ilmu Budaya, senior, dan juga

adik-adik yang masih dalam satu barisan untuk selalu menjaga almamater Fakultas Ilmu Budaya.

9. Terima kasih kepada kawan-kawan stambuk 2008 jurusan Sastra Indonesia

(7)

10.Saudara-saudaraku, kakak, abang, dan adik, yang selalu mendukung,

mendoakan dan menjadi inspirasi bagi penulis dalam keadaan apa pun untuk tetap bersemangat, sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan ini.

11.Terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu saya menyelesaikan skripsi ini, walaupun namanya tidak saya sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima kritik dan saran yang membangun demi

perkembangan ilmu humaniora yang lebih bermanfaat.

Medan, Juni 2014 Penulis,

Joko Saputra

(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... . 1

1.2Rumusan Masalah ... . 8

1.3Batasan Masalah ... . 8

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian ... . 9

1.4.2 Manfaat Penelitian ... . 9

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep ... . 10

2.1.1 Konflik Batin ...11

2.1.2 Tokoh Utama ... 11

2.2 Landasan Teori ... 11

2.3 Tinjauan Pustaka ... 24

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Sumber Data ... 29

(9)

BAB IV KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL SAMAN

4.1 Konflik Batin Yang Dialami Tokoh Utama ...32

4.1.1 Konflik Pendekatan ke Pendekatan...32

4.1.2 Konflik Pendekatan ke Menghindar...37

4.1.3 Konflik Menghindar ke Menghindar...52

4.2 Solusi Yang Digunakan Saman untuk Menyelesaikan Konflik ..77

4.3 Mekanisme Pertahanan Konflik Saman...77

4.3.1 Penggantian...77

4.3.2 Sublimasi...82

4.3.3 Melawan Diri Sendiri...83

4.3.4 Rasionalisasi...84

4.3.5 Proyeksi...88

4.3.6 Regresi...89

4.3.7 Pembentukan Reaksi...90

4.3.8 Represi...100

4.3.9 Keadaan Tertahan...102

4.3.10 Agresi dan Apatis...105

4.3.11 Fantasi dan Stereotype...112

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan...115

5.2 Saran ...117

(10)

Abstrak

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL

SAMAN

KARYA AYU UTAMI

Oleh: Joko Saputra

Sastra Indonesia FIB USU

Psikologi dalam sastra mengandung kejadian-kejadian yang tampak lewat perilaku tokoh-tokohnya. Melalui perilaku tokoh-tokohnya akan tampak konflik batin yang dialami oleh masing-masing tokoh dalam karya sastra. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konflik batin tokoh utama berdasarkan peristiwa-peristiwa yang dialaminya dalam novel Saman Karya Ayu Utami. Untuk memperoleh hasil tersebut dipergunakan teori psikologi sastra dengan penerapan teori-teori psikoanalisis Sigmund Freud. Metode penelitian yang dipergunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dengan mendeskripsikan data-data yang sudah diidentifikasi lewat proses pembacaan berulang-ulang (hermeneutik). Dalam analisis deskriptif ini, data yang diperoleh dicatat dan dipilih berdasarkan masalah yang akan dibahas. Analisisnya dilakukan dengan menganalisis dan mendeskripsikan konflik batin tokoh utama dalam novel Saman. Konflik batin yang dimaksud dalam hal ini adalah konflik yang dialami tokoh utama yang dipengaruhi oleh alam ketidaksadaran seperti, id, ego, superego. Kemudian dilanjutkan dengan menganalisis solusi yang digunakan tokoh utama untuk menyelesaikan konflik batin yang dialaminya. Berdasarkan hasil analisis tersebut ditemukan bahwa tokoh-tokoh utama mengalami konflik batin yang didominasi oleh id, ego, dan super ego. Kepribadian tokoh yang didominasi oleh id biasanya mengalami kecemasan bawaan lahir, kepribadian tokoh yang didominasi oleh ego biasanya mengalami kecemasan sesuai kenyataan (kesadaran), dan kepribadian tokoh yang didominasi oleh super ego biasanya mengalami kecemasan moral. Kata-kata kunci:

(11)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Karya sastra pada hakekatnya merupakan gambaran peristiwa ataupun kejadian dalam masyarakat ketika karya itu dilahirkan oleh seorang pengarang. Gambaran peristiwa berasal dari pemikiran dan jiwa pengarang secara sadar

maupun setengah sadar. Situasi tersebut selalu memengaruhi daya imajinasi pengarang dalam menghasilkan karya, sebab kekuatan karya sastra dapat dilihat

berdasarkan kemampuan pengarang dalam mengungkapkan ekspresi kejiwaan yang tak sadar itu kedalam bentuk karyanya. Dalam novel Saman karya Ayu Utami, gambaran peristiwa yang dituangkan Ayu Utami dalam novelnya

merupakan potret kondisi warga Desa Lubukrantau untuk mempertahankan lahan karet mereka agar tidak dijual ke pihak perkebunan Anugerah Lahan Makmur

(ALM) menjadi perkebunan kelapa sawit. Ayu menampilkan peristiwa pembakaran pabrik kelapa sawit milik ALM yang dilakukan warga Desa Lubukrantau. Selain itu, Ayu Utami juga menggambarkan peristiwa peledakan di

salah satu pertambangan kilang minyak di Palembang.

Kejadian masyarakat yang dituangkan dalam bentuk jalinan peristiwa,

disampaikan dalam bentuk konflik (pertentangan). Konflik dapat terjadi dalam berbagai lingkungan, misalnya lingkungan sekolah, keluarga, rumah tangga, masyarakat, bahkan dalam diri seseorang yang dalam karya sastra disebut tokoh.

(12)

(karakter), pengalaman, perasaan, serta pandangan yang berbeda dengan orang

lain. Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor bawaan lahir maupun pengaruh lingkungan. Kepribadian yang dibawa manusia sejak

dilahirkan sering mengalami konflik yang dipengaruhi oleh tingkah lakunya ketika berinteraksi dengan orang lain. Interaksi tersebut sering menimbulkan konflik, baik konflik dalam diri sendiri (batin), maupun antar kelompok

masyarakat sosial yang disebabkan karena persoalan-persoalan hidup. Dalam menghadapi persoalan hidup, seseorang tidak terlepas dari jiwa manusia itu

sendiri. Secara tidak langsung konflik individu (batin) juga sering dialami oleh setiap tokoh dalam cerita, baik tokoh protagonis, antagonis, maupun pendukung. Dalam novel Saman karya Ayu Utami, konflik batin dialami oleh beberapa tokoh

yang mendukung cerita, termasuk konflik batin yang dialami tokoh utama. Tokoh utama dalam novel Saman karya Ayu Utami adalah Athanasius Wisanggeni dan

diganti namanya menjadi Saman. Saman harus mengganti namanya agar ketika kembali ke Indonesia kasusnya dapat terselesaikan, sehingga terhindar dari teror dan tuduhan yang ditunjukkan pada dirinya, sebab ia dianggap menjadi salah satu

tokoh yang melawan pihak perkebunan ALM yang memaksa warga agar tanahnya diubah menjadi tanaman kelapa sawit.

Karya sastra tidak dapat dipisahkan dari segala aspek kehidupan termasuk di dalamnya yaitu kejiwaan atau psikologi. Penelitian karya sastra melalui pendekatan psikologi sastra merupakan bentuk pemaknaan dan penafsiran sastra

(13)

sebuah novel dapat dipakai teori psikologi sastra, khususnya psikoanalisis. Dalam

psikoanalisis yang menjadi objek penelitian adalah manusia itu sendiri, meliputi kepribadian (tingkah laku) maupun organisme (tubuhnya). Salah satu novel yang

dapat dikaji dari segi psikoanalisis dengan mempertimbangkan dominasi konflik antar tokoh yaitu novel Saman karya Ayu Utami. Dalam menggunakan teori psikoanalisis, konflik batin tokoh utama yang berasal dari alam sadar dan taksadar

dalam novel dapat terungkap. Melalui penggambaran pergolakan hidup yang dialami tokoh utama, pembaca novel Saman dipengaruhi untuk memahami

sedalam mungkin apa yang dirasakan oleh tokoh dalam cerita sehingga penggambaran konflik yang dialami Saman seakan-akan nyata dan dapat dirasakan oleh pembaca secara sadar. Dalam penelitian ini, akan diungkapkan

beberapa konflik yang dialami tokoh utama dalam novel Saman karya Ayu Utami.

Novel Saman karya Ayu Utami menceritakan tentang pergolakan hidup yang

dialami oleh tokoh Saman dari masih kecil hingga dewasa. Kehidupannya banyak dipengaruhi oleh peristiwa dan gejala alam khayalan (ketidaksadaran) sehingga menimbulkan konflik batin pada dirinya. Secara logika kejadian yang dialaminya

merupakan sesuatu hal yang dianggap misterius dan mitos, serta secara akal sehat kejadian tersebut tidak mudah dipahami. Beberapa konflik yang dialami Saman

berawal dari pengalaman masa kecilnya yang penuh dengan mistis, sebab ayah dan ibunya selalu melarang Saman untuk tidak bermain-main di hutan yang berada dibelakang rumahnya. Menurut cerita bapaknya, di dalam hutan ada yang

(14)

dan merusak saraf atau membekuk darahnya yang mengakibatkan seseorang gila

dan meninggal dunia. Bahkan, ada ular jenis phiton yang suatu saat dapat mengejar dan tidak takut untuk menelan hidup-hidup tubuhnya yang kecil. Oleh

karena, Saman tidak pernah melanggar pagar pring apus yang sengaja dipasang bapaknya di kebun belakang. Seandainya dilanggar, maka sesuatu akan terjadi padanya. Lebih lanjut, menurut ibunya di dalam hutan tersebut terdapat beberapa

iblis dan peri yang siap untuk memangsa siapa saja yang berada di sana. Ibunya sering menunjukkan Saman tentang kehidupan lutung betina dan anaknya yang

tinggal di salah satu pohon yang jauh dari belakang rumahnya. Namun, Saman tidak pernah menemukan ataupun melihat setiap apa saja yang dijelaskan ibunya.

Ketika masih kecil, Saman sering mengalami guncangan jiwa yang luar biasa.

Sebab ia harus kehilangan ketiga adiknya. ketika dua orang adiknya meninggal dunia dalam kandungan, dan satu adiknya meninggal dalam umur tiga hari setelah

dilahirkan. Ketika itu sesuatu terjadi pada ibunya. Ketika kandungan ibu yang kedua berjalan tujuh bulan tiba-tiba perutnya mengecil dan tampak seperti orang yang tidak sedang mengandung. Padahal tidak ada pendarahan dan tanda-tanda

keguguran. Lalu, pada kandungan ibunya yang ketiga, Saman mendengar suara orok yang jeritnya terpotong-potong seperti tangisan bayi dari jendela lantai dua

kamar ibunya. Saman juga mendengar ibunya menembang lela lela ledhung yang biasa mendamaikan hatinya ketika ia tidur. Namun, ketika ia menemui ibunya ke lantai dua, kamar itu menjadi senyap begitu pintu menganga. Tidak ada suara bayi

(15)

hanya bisa bernafas selama tiga hari, karena sesuatu kejadian aneh yang dialami

ibunya. Hal itulah yang menyebabkan pikirannya tidak tenang dan selalu diganggu oleh sosok adik-adiknya dalam mimpi maupun pikirannya yang berasal

dari dunia lain. Bahkan, ketika ia dewasa dan menjadi pastor di tanah kelahirannya, setiap waktu Saman sering mendengar suara anak-anak balita serta lelaki di belakang tengkuknya yang tidak pernah diketahui sosok maupun

wajahnya.

Di dalam novel tersebut juga disinggung masalah akedah dan norma agama

yang dilanggar oleh Saman. Dengan harapan besar, Saman rela mengabdi menjadi Bapak Uskup (Pastor) di daerah transmigrasi Sei Kumbang di Kota Palembang yaitu Desa Lubukrantau yang rentan dengan konflik daripada harus mengabdi di

desa yang tidak pernah dikenalnya. Konflik bermula ketika PTP X perkebunan milik Cina menjual perkebunan ke pihak perkebunan ALM. Sejak perkebunan

beralih ke pihak ALM, perkebunan memaksa rakyat Desa Lubukrantau untuk menjualkan tanah mereka ke pihak ALM perkebunan kelapa sawit, serta mengganti lahan karet milik warga desa menjadi lahan kelapa sawit. Bermodalkan

keberanian dan rasa tanggung jawab, Saman memberikan motivasi dan arahan kepada masyarakat Desa Perabumulih untuk tetap tidak menjual tanah mereka.

Akan tetapi, konflik antara warga desa dengan pihak ALM tidak dapat dihindarkan. Pembakaran pabrik, lahan sawit, gudang, rumah warga menambah kekacauan desa hingga akhirnya Saman dituduh menjadi dalang semua konflik

(16)

beralaskan celana dalam perempuan milik orang lain yang berwarna biru muda

dengan renda. Kadang tubuhnya di sundut dengan bara rokok, jari-jarinya dijepit, dicambuk, disetrum, dipukul serta ditendang ke badannya. Bahkan, Saman

dituduh membangun basis kekuatan di kalangan petani untuk mempertahankan tanah mereka. Dari sinilah konflik batinnya memuncak, ketika Saman harus berbohong dengan mengakui bahwa ia adalah seorang komunis yang menyaru

sebagai pastor untuk meyebarkan agama dan mengkristenkan ribuan orang, serta ingin membangun kekuatan massa petani untuk sebuah revolusi demi negara

sosialis Sumatera. Hal itu dilakukannya agar selamat dari siksaan dari pihak ALM. Konflik batin inilah yang akhirnya mengganggu pola pikir dan jiwanya.

Sebagai orang yang mengalami konflik, tokoh utama selalu berusaha

melakukan sesuatu guna mengatasi konflik yang dirasakannya. Dalam contoh penelitian ini, akan diungkapkan solusi atau pertahanan konflik yang dilakukan

tokoh utama atas konflik yang dialaminya untuk menghindari kasus yang menimpanya. Saman nekat melarikan diri ke luar negeri melalui Medan, Pekanbaru, hingga sampai di USA. untuk menghindar dari teror dan pencarian

kembali atas tuduhan yang dilayangkan kepadanya, sehingga Saman harus kehilangan identitas diri sebagai seorang pastor muda. Tidak hanya itu, Saman

juga harus jauh dari keluarga, sahabat, serta lingkungan masyarakat Desa Lubukrantau. Setelah dua tahun berlalu, ketika kembali ke Indonesia, Saman dengan terpaksa mengganti namanya yang semula Athanasius Wisanggeni diganti

(17)

sakral. Setelah Saman tidak lagi menjadi seorang pastor, Di Desa Perabumulih ia

mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Lebih lanjut, ia berkata berbohong kepada ALM ketika diinterogasi mengenai tujuannya dalam membantu

para warga Desa Lubukrantau, agar penyiksaan yang dialaminya segera berakhir.

Novel Saman merupakan novel dwilogi karangan Ayu Utami diterbitkan pada tahun 1998. Novel yang muncul pada masa reformasi ini, dijadikan alat

propoganda para sastrawan melalui karya sastra sebagai reaksi dan aksi terhadap sistem pemerintahan Indonesia ketika sedang mengalami krisis moneter. Selain

itu, isi novel tersebut menyoroti kejadian konflik sosial yang terjadi di Kota Palembang, tepatnya di desa Lubukrantau yang merupakan gambaran rezim (kekuasaan) presiden Soeharto dengan kepemimpinan yang otoriter. Tahun 2000

(18)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, beberapa permasalahan yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Konflik-konflik batin apa sajakah yang dialami tokoh utama dalam novel Saman karya Ayu Utami?

2. Solusi apa sajakah yang dilakukan tokoh utama untuk mengatasi konflik

batin yang dialaminya dalam novel Saman karya Ayu Utami?

1.3Batasan Masalah

Batasan masalah dalam suatu penelitian sangatlah penting agar penelitian lebih terarah dan tujuan penelitian dapat tercapai. Dalam novel Saman karya Ayu Utami mencakup beberapa unsur yang mendukung cerita, tetapi dalam hal ini

penulis memfokuskan penelitian pada konflik batin yang dialami oleh tokoh Saman dalam novel, serta bagaimana solusi yang digunakan tokoh tersebut dalam

menghadapi konflik yang dialaminya itu.

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan:

1. Mendeskripsikan konflik batin apa saja yang dialami tokoh utama dalam novel Saman karya Ayu Utami.

2. Mendeskripsikan solusi yang digunakan tokoh utama untuk mengatasi konflik

(19)

1.4.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini yaitu:

1.4.2.1Manfaat Teoritis

Dapat menambah pengetahuan dalam khasanah ilmu kesusasteraan mengenai karakteristik, perwatakan, serta konflik batin yang dirasakan pemeran tokoh utama dalam sebuah novel secara jelas, dan mendeskripsikan dalam bentuk

yang lebih mudah dipahami secara langsung oleh pembaca, dan khususnya dalam studi sastra dengan tinjauan psikoanalisis Sigmund Freud.

1.4.2.2Manfaat Praktis

a. Sebagai rujukan dalam pengembangan apresiasi sastra khususnya bidang novel. b. Memberi informasi tentang konflik batin yang terdapat dalam novel, khususnya

(20)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Alwi (2007:588) mengatakan “konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apa pun yang ada

di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memenuhi hal-hal lain”.

2.1.1 Konflik Batin

2.1.1.1 Konflik

Konflik berasal dari kata kerja latin ‘configere’ yang berarti ‘saling memukul’. Konflik adalah pertentangan yang dialami seseorang maupun dengan

orang lain yang ada disekelilingnya terhadap suatu masalah, baik di dalam maupun di luar. Wirawan (2010:5) mengatakan, “Konflik adalah proses

pertentangan yang dideskrifsikan di antara dua pihak atau lebih yang saling tergantung mengenai suatu objek dengan menggunakan pola perilaku dan

interaksi”.

2.1.1.2 Batin

Batin merupakan salah satu unsur pembentuk cerita yang dialami oleh

(21)

2.1.1.3 Konflik Batin

Hatikah (2006:70) mengatakan bahwa, konflik batin merupakan suatu pertentangan (problematika) yang dialami oleh individu melalui jiwanya terhadap

sebuah objek disekelilingnya yang muncul karena adanya sesuatu yang tidak berterima oleh jiwanya dan memilih salah satu terhadap dua pertimbangan yang

ada.

2.1.2 Tokoh Utama

Nurgiyantoro (2010: 176) mengatakan, “Tokoh utama adalah tokoh yang

diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian”.

Jadi, tokoh utama adalah tokoh yang sering muncul dalam cerita serta mengalami berbagai macam peristiwa berupa konflik, sehingga menjadi perhatian

utama pembaca dalam memahami sebuah karya sastra.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Psikologi Sastra

Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari dan menyelidiki aktivitas dan

tingkah laku manusia. Aktivitas dan tingkah laku tersebut merupakan gambaran ungkapan kehidupan jiwanya. Sedangkan sastra merupakan hasil cipta manusia yang salah satunya dapat diperoleh melalui interaksi. Walgito (2004:1)

(22)

psikologis sering diartikan dengan ilrnu pengetahuan tentang jiwa”. Jiwa manusia

terdiri dari dua alam, yaitu alam sadar (kesadaran) dan alam taksadar (ketidaksadaran). Alam sadar menyesuaikan terhadap dunia luar, sedangkan alam

taksadar menyesuaikan terhadap dunia dalam. Jadi, psikologi sastra dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa yang mencakup segala aktivitas dan tingkah laku manusia yang dipengaruhi oleh alam sadar dan taksadar

melalui hasil cipta manusia melalui interaksi.

Psikologi dipelajari dalam berbagai bidang ilmu, seperti psikologi sosial,

kesehatan, agama, politik, ekonomi, maupun dalam sastra yang disebut dengan psikologi sastra. Untuk psikologi sastra, bidang ini digunakan untuk mengungkapkan kejiwaan yang terkandung dalam karya. Ratna (2010: 342)

menjelaskan bahwa, “secara defenitif, tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya”.

Di dalam karya sastra, aspek-aspek kejiwaan dapat dipahami. Aspek-aspek kejiwaan dapat ditemukan dalam karya sastra, antara lain kejiwaan pengarang, tokoh dalam karya sastra, dan kejiwaan pembaca. Dapat disimpulkan bahwa

tujuan psikologi sastra yaitu untuk mengungkapkan kejiwaan yang terkandung dalam karya sastra melalui penggambaran masalah-masalah di dalam cerita.

2.2.2 Hubungan Psikologi dengan Karya Sastra.

(23)

cipta manusia berupa lisan maupun tulisan yang berasal dari pengalaman,

interaksi, maupun perasaan seseorang. Aspek-aspek psikologi dalam karya sastra terdapat dalam teksnya. Begitu juga dalam menciptakan karya sastra seorang

pengarang tidak terlepas dari unsur kejiwaannya. Kejiwaan dalam karya sastra dapat berupa kejiwaan pengarang sebagai seorang penulis, kejiwaan tokoh-tokoh dalam karya sastra, dan kejiwaan pembaca sebagai penikmat karya sastra.

Kejiwaan dalam karya sastra sering dipaparkan pengarang melalui karakter tokoh-tokoh dalam cerita.

Pengungkapan kejiwaan dalam karya sastra digambarkan melalui bahasa teks. Bahasa teks merupakan simbol ataupun ungkapan perasaan pengarang. Maka, bahasa yang digunakan dalam karya sastra merupakan cerminan kejiwaan

yang lahir dari kehidupan seseorang. Lebih lanjut Endraswara, (2008:4) mengatakan, “Bahasa dalam sastra adalah simbol psikologis. Bahasa sastra adalah

bingkisan makna psikis yang dalam”.

Karya sastra merupakan hasil ciptaan penulis yang dipengaruhi kejiwaaan pengarang dan dituangkan dalam bentuk cerita dan menampilkan beberapa aspek

kejiwaan tokohnya, sehingga pembaca dapat memasuki alam jiwanya. Jadi, untuk mengetahui hubungan psikologi dengan karya sastra, dapat digunakan tiga cara,

yaitu memahami unsur-unsur kejiwaan seorang pengarang, tokoh dalam karya sastra, dan pembaca. Lebih lanjut, untuk mengetahui hubungan psikologi dengan karya sastra, Ratna (2010: 343) mengatakan seperti berikut.

(24)

tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra, memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca”.

Hubungan antara psikologi dengan karya sastra menurut Jatman dan Roekhan dalam Endraswara (2008:88) bahwa, antara sastra dan psikologi terdapat hubungan lintas yang bersifat tak langsung dan fungsional (nilai guna). Hubungan

lintas yang bersifat tak langsung antara psikolog (ahli psikologi) dan pengarang (pencipta karya sastra), harus mampu mengungkapkan kejiwaan manusia secara

mendalam melalui proses pengolahan untuk menjadi sebuah karya. Jika pengarang mengungkapkan dalam bentuk karya sastra, psikolog mengungkapkannya dalam bentuk formulasi teori-teori psikologi untuk dijadikan acuan yang relevan untuk

studi ilmu (ilmiah).

Dalam hubungan fungsional psikologi dengan sastra, kedua bidang

bermanfaat untuk mempelajari kondisi kejiwaan seseorang. Dalam karya sastra kejiwaan seseorang yang dialami seorang tokoh berasal dari manusia yang bukan sebenarnya (khayal) atau tidak nyata dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan

psikologi sastra merupakan keadaan jiwa manusia sesungguhnya (nyata). Namun, pada hakekatnya kedua bidang ilmu saling melengkapi. Artinya, gejala kejiwaan

yang tidak dapat dibuktikan oleh psikolog dalam teorinya dapat dibantu oleh gejala kejiwaan yang dapat dibuktikan oleh seorang pengarang, atau sebaliknya.

2.2.3 Psikoanalisis Sigmund Freud

(25)

dalam Endraswara (2008: 196) mengatakan bahwa, “Manusia banyak dikuasai

oleh alam batinnya sendiri”.

Ada beberapa tokoh yang mencetuskan tentang teori psikoanalisis,

diantaranya Lacan, Bloom, Cixous, Hartman, Mithchell, dan juga Sigmund Freud. Menurut Endaswara (2008: 47) mengatakan bahwa dari beberapa tokoh yang mencetuskan teori psikoanalisis, Freud menduduki peranan utama dibandingkan

tokoh lainnya yang memiliki konsep yang bercabang-cabang. Freud (1856 – 1939) merupakan seorang sarjana kedokteran berbangsa Jerman yang

mempelopori teori psikoanalisis. Psikoanalisis yang dikemukakan Freud tidak terbatas untuk menganalisis usul-usul proses penciptaan karya. Teori yang lahir dari penelitiannya mengenai penemuan penyakit yang tidak dapat disembuhkan

dengan obat-obatan, melainkan disebabkan oleh kelainan-kelainan kejiwaan daripada kelainan organik seorang pasien. Ia menyamakan dengan menghadapi

seorang pasien. Untuk mengobati penyakit pasien, seorang psikolog tidak melakukannya dengan cara menguraikan asal-usul penyakit yang dialami pasiennya, melainkan dengan bercakap-cakap, berdialog, sehingga terungkap

seluruh depresi mentalnya melalui pernyataan-pernyataan ketidaksadaran bahasanya. Hal yang sama juga dilakukan dalam analisis terhadap karya sasta.

Teori Freud dimanfaatkan untuk mengungkapkan berbagai gejala psikologis dibalik gejala bahasa. Sehingga menurut Freud psikologi adalah alam bawah sadar, yang disadari secara samar-samar oleh individu yang bersangkutan. Lebih

(26)

“Freud menyamakan pikiran manusia dengan gunung es. Bagian kecil yang terlihat diatas permukaan air merupakan pengalaman sadar. Massa yang jauh lebih besar dipermukaan air merupakan bawah sadar, suatu gudang untuk inpuls, keinginan, dan kenangan yang tidak dapat diraih yang mempengaruhi pola pikir dan prilaku manusia”.

Dalam Alwisol (2009:26) Freud mengatakan bahwa berbagai kelainan

tingkah laku seseorang disebabkan karena beberapa faktor yang terdapat dalam alam ketidaksadaran (unconsciousness), seperti mimpi, berkhayal, melamun,

merenung, mite, maupun fantasi. Untuk mempelajari jiwa seseorang kita harus melihat keadaan alam ketidaksadarannya yang terletak jauh didalam diri seseorang. Faktor-faktor yang berada dalam ketidaksadaran bukan merupakan

faktor yang statis, melainkan masing-masing mempunyai kekuatan yang membuatnya dinamis.

Psikoanalisis Freud dikenal adanya tiga aspek, yaitu teori kepribadian, teknik evaluasi kepribadian, dan sebagai teknik terapi. Pada penelitian ini penulis memfokuskan berdasarkan teori kepribadian. Teori kepribadian menurut Sigmund

Freud terdiri atas 3 aspek, yaitu struktur kepribadian, perkembangan kepribadian, dan distribusi kepribadian. Maka, batasan penelitian ini menggunakan aspek

struktur kepribadian.

2.2.3.1 Struktur Kepribadian

(27)

faktor lingkungan dalam pembentukan kepribadian individu”. Oleh karena,

menurutnya kehidupan jiwa seseorang memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (preconscious) dan tak sadar (unconscious). Lebih

lanjut dalam Alwisol (2009:13) Freud menyatakan bahwa struktur kepribadian didukung oleh tiga elemen yaitu Id, ego, dan superego.

Struktur yang pertama adalah id. Id merupakan kepribadian seseorang

berupa pola tingkah laku bersifat turun-temurun yang dibawa sejak lahir maupun dorongan hati dan berada di alam bawah sadar. Id tidak ada hubungan dengan

kebenaran atau dilihat secara realita. Cara kerja id berhubungan dengan prinsip ingin memperoleh kesenangan (kenikmatan), yakni dengan menghindari pertikaian atau sesuatu yang dianggap membahayakan dan berharap masalah

dapat diselesaikan. Lebih lanjut dalam Alwisol (2009:13) Freud menyatakan: “...id adalah sistem kepribadian yang dibawa sejak lahir yang berisi semua aspek psikologik yang diturunkan, seperti insting, imfuls, dan drives. Dengan kata lain, Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan, yaitu berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit”.

Lebih lanjut, dalam Minderop (2011:21-22) Freud mengatakan bahwa id

merupakan energi kejiwaan dan dorongan hati atau nafsu yang dibawa sejak lahir yang menekan manusia agar memenuhi kebutuhan dasarnya seperti kebutuhan

makan, seks menolak rasa sakit.

Struktur yang kedua adalah ego. Ego berada diantara dua kekuatan yang bertentangan (id dengan super ego) yang memiliki prinsip realitas dengan

(28)

menolong manusia ego digunakan untuk mempertimbangkan apakah ia dapat

memuaskan diri tanpa mengakibatkan kesulitan atau penderitaan bagi dirinya sendiri. Ego berada di antara alam sadar dan alam bawah sadar. Dalam Alwisol

(2009:13) Freud menyatakan:

“The ego. Merupakan eksekutif pelaksana dari kepribadian yang memiliki dua tugas utama. Pertama, memilih stimuli yang hendak direspon atau insting yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya minimal”.

Tugas ego memberi tempat pada fungsi mental utama, misalnya: penalaran, penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan. Dengan alasan ini, ego merupakan pimpinan utama dalam kepribadian.

Struktur yang ketiga adalah superego. Jika id dan ego tidak memiliki moralitas karena keduanya ini tidak mengenal nilai baik dan buruk, berbeda

dengan super ego yang mengacu pada moralitas dan aturan yang harus dipatuhi dalam kepribadian seseorang terhadap suatu masalah yang dihadapi. Lebih lanjut, dalam Alwisol (2009:13) Freud menyatakan:

“The Super ego. Merupakan kekuatan moral dan etik dari kepribadian yang beroperasi memakai prinsip idealistik sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip realistik dari ego”.

Super ego sama halnya dengan ‘hati nurani’ yang mengenali nilai baik dan

(29)

Dalam sebuah kasus misalnya, ego seseorang ingin melakukan seks secara

teratur agar karirnya tidak terganggu oleh kehadiran anak; tetapi id orang tersebut menginginkan hubungan seks yang memuaskan karena seks adalah sesuatu yang

dapat membuat seseorang merasa nikmat. Kemudian super ego timbul dan menengahi dengan anggapan merasa berdosa dengan melakukan hubungan seks.

2.2.4 Konflik Batin

Menurut Wirawan dalam bukunya yang berjudul “Konflik dan manajemen

konflik” (2000:55) konflik batin dibagai atas tiga jenis, antara lain:

Pertama, konflik pendekatan ke pendekatan. Konflik yang terjadi karena harus memilih dua pilihan yang berbeda, tetapi sama-sama memiliki nilai positif

dan menguntungkan. Sebagai contoh seorang pemain sepakbola yang akan dibeli klub lain harus memilih klub yang sama kayanya. Kedua, konflik menghindar ke

menghindar. Konflik yang terjadi karena harus memilih dua hal yang sebenarnya tidak menguntungkan dan harus dihindari. Sebagai contoh, seseorang harus memilih apakah harus menjual rumah untuk sekolah, atau tidak menjual rumah,

tetapi tidak bisa melanjutkan sekolah. Ketiga, konflik pendekatan ke menghindar. Konflik yang terjadi karena seseorang mempunyai perasaan positif dan negatif

terhadap sesuatu yang sama, sehingga Ia harus memilih dua pilihan yang dapat menyenangkan perasaannya untuk menghindari kesalahan. Sebagai contoh Umar ingin menekan tombol sebagai petanda menjawab pertanyaan kuis. Akan tetapi,

(30)

2.2.5 Mekanisme Pertahanan Konflik

Freud dalam Minderop (2011: 29) mengatakan bahwa mekanisme pertahanan mengacu pada proses alam bawah sadar seseorang yang mempertahankannya

terhadap anxitas; mekanisme ini melindunginya dari ancaman ancaman eksternal atau danya impuls-impuls yang timbul dari anxitas internal dengan mendistorsi realitas dengan berbagai cara. Ia juga menambahkan bahwa dalam teori

kepribadian, mekanisme pertahanan merupakan karakteristik yang cenderung kuat dalam diri setiap orang. Mekanisme pertahanan ini tidak mencerminkan

kepribadian secara umum, tetapi juga dalam pengertian penting dapat memengaruhi perkembangan kepribadian. Namun, disatu sisi kegagalan mekanisme pertahanan memenuhi fungsi pertahanannya bisa berakibat pada

kelainan mental. Selanjutnya, kualitas kelainan mental tersebut dapat mencerminkan mekanisme pertahanan karakteristik.

Dalam hal mempertahankan ego terdapat beberapa pokok yang harus diperhatikan. Pertama, bahwa mekanisme pertahanan merupakan konstruk psikologis. Berdasarkan observasi terhadap prilaku individu. Kedua, perilaku

seseorang membutuhkan informasi deskriptif yang bukan penjelasan tentang perilaku. Ketiga, semua mekanisme pertahanan dapat dijumpai dalam kehidupan

(31)

Sistem pertahanan konflik batin dapat dibedakan atas beebrapa macam, antara

lain:

(a) Penggantian (pengalihan)

Mekanisme pertahanan ego dalam bentuk penggantian merupakan pengalihan perasaan tidak senang terhadap suatu objek ke objek lainnya yang lebih

memungkinkan.

(b) Sublimasi

Minderop (2011:34) mengatakan bahwa sublimasi terjadi apabila

tindakan-tindakan yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial untuk menggantikan perasaan yang tidak nyaman dan merugikan orang yang mengalami konflik batin.

(c) Melawan Diri Sendiri

Mekanisme pertahanan dalam bentuk melawan diri sendiri adalah suatu bentuk penggantian paling khusus, dimana seseorang menjadikan dirinya sendiri

sebagai target pengganti.

(d) Rasionalisasi

Menurut Hilgard, dalam Minderop (2011:35), rasionalisasi merupakan sistem

pertahanan ego yang memiliki tujuan untuk mengurangi kekecewaan ketika gagal mencapai suatu tujuan dengan memberikan motif (alasan) yang dapat diterima

(32)

(e) Proyeksi (menutupi kesalahannya kepada orang lain)

Terkadang sesuatu yang tidak kita inginkan dan tidak kita terima sering melimpahkan masalah itu kepada orang lain. Misalnya, seseorang harus bersifat

kritis dan bersikap kasar kepada orang lain.

(f) Regresi (sifat primitif)

Menurut Boeree (2004:53), regresi adalah salah satu mekanisme

pertahanan ego dimana individu akan kembali ke masa-masa di mana dia mengalami tekanan psikologis.

(g) Pembentukan Reaksi

Pembentukan reaksi merupakan sistem pertahanan ego yang dilakukan seseorang dengan cara melakukan dan menentukan sikap berpura-pura terlihat

meyakinkan, dan agar dihormati di lingkungannya untuk menghindari rasa takut dan ejekan dari orang lain karena adanya tekanan sehingga membuatnya merasa

aman.

(h) Represi (dekat dan mengenang pengalaman masa kecil)

Menurut Freud, salah satu sistem pertahanan ego yang paling kuat untuk

mengatasi konflik batin yang dialami oleh seorang individu adalah represi. Freud menjelaskan bahwa pengalaman masa kecil seseorang yang diyakini banyak

(33)

(i) Keadaan Tertahan (menyembunyikan)

Keadaan tertahan merupakan proses mengatasi kecemasan seseorang dengan cara menyembunyikan sesuatu rahasia dari permasalahan yang

melimpahnya, yang dapat membuatnya nyaman dan tidak menyakiti orang lain serta tanpa menyinggung perasaannya.

(j) Agresi dan Apatis

Menurut Hilgard dalam Minderop (2011: 39) agresi merupakan proses mekanisme pertahanan dengan penyerangan tertuju kepada orang-orang yang

tidak bersalah dan mencari kambing hitam untuk proses pelampiasan terhadap seseorang karena mengalami frustasi. Sedangkan apatis adalah cara menarik diri dan bersikap seakan-akan pasrah terhadap keadaan guna meredam rasa kecemasan

atas konflik yang dialami seseorang.

(k) Fantasi dan stereotype

Menurut Hilgard dalam Minderop (2011: 39) Fantasi adalah mekanisme pertahanan ego dengan cara masuk ke dunia khayal, daripada realitas untuk mendapatkan solusi terhadap masalah yang ada. Sedangkan Stereotype adalah

prilaku pertahanan diri dengan memperlihatkan prilaku pengulangan terus menerus dengan mengulangi perbuatan yang tidak bermanfaat dan tampak sangat

(34)

2.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian terhadap karya ilmiah dapat diperoleh melalui beberapa teknik dan metode untuk mengkaji. Termasuk mencari referensi bacaan dan bahan untuk

memperoleh data dan hipotesa. Untuk memperkuat pengkajian, selain dipaparkan beberapa tinjauan pustaka yang telah dimuat dalam bentuk skripsi, tesis, maupun disertasi, akan dipaparkan pula beberapa kajian terhadap novel Saman karya Ayu

Utami yang pernah diteliti oleh penulis dalam berbagai pendekatan.

Penelitian yang dilakukan oleh Ririn Ambarini (UDS, 2008) dalam

tesisnya yang berjudul Konflik Batin Dolour Darcy Dengan Pendekatan Psikoanalisis Freud Terhadap Tokoh Utama Novel Poor Man’s Orange Karya

Ruth Park. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berbagai konflik batin yang

dialami oleh tokoh utama (Dolour Darcy), dan bagaimana solusi yang digunakan tokoh utama untuk menyelesaikan konflik yang dialaminya. Untuk mengetahui

tujuan itu akan dikumpulkan data dari novel Poor Man’s Orange dengan menggunakan metode pembacaan heuristik dan hermeneutik dengan teknik catat pada kartu data. Setelah data terkumpul, data tersebut dianalisis dengan

menggunakan teori psikoanalisis yang dikemukakan oleh Sigmund Freud. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam novel Poor Man’s Orange

terdapat konflik batin berupa ketragisan yang dialami Dolour Darcy dikarenakan adanya hubungan yang erat antara tokoh utama dengan struktur novel berupa alur dan latar sehingga konflik tokoh utama mendomisi setiap kejadian yang dialami

(35)

Penelitian yang dilakukan oleh Annisa Imania Yunar (UDS, 2014) dalam

skripsinya yang berjudul Konflik Batin Tokoh Cecile dalam Novel Bonjour Tristesse Karya Francoise Sagan: Pendekatan Psikoanalitis. Penelitian kali ini

bertujuan menjawab rumusan masalah penelitian, yaitu berupa unsur-unsur intrinsik

novel Bonjour Tristesse, dan problematika yang dialami tokoh Cécile dalam novel

Bonjour Tristesse yang memengaruhi mekanisme pertahanan tokoh utama. Untuk mengetahui tujuan itu akan dikumpulkan data dari novel Bonjour Tristesse dengan

metode deskriptif analisis yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan data-data

yang didapat dari sumber data yaitu novel Bonjour Tristesse dan terjemahannya,

kemudian menganalisisnya. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa di dalam novel Bonjour Tristesse struktur kepribadian tokoh Cécile mempengaruhi

mekanisme pertahanan dirinya yang didominasi oleh represi dan pembentukan reaksi.

Penelitian yang dilakukan oleh Yesca Marcelino (UDS, 2010) dalam skripsinya yang berjudul Konflik Batin yang Dialami Tokoh Utama Chris Taylor dalam Film Platoon. Penelitian kali ini bertujuan mengetahui bagaimana tekanan

mental dan konflik batin Chris Taylor dalam menghadapi perang yang terjadi di

lingkungannya. Untuk mengetahui tujuan penelitian akan dikumpulkan data dari film Platoon dengan dua sumber data yaitu dilakukan dengan cara mendeskripsikan data-data yang didapat dari data utama (film) dan data pembantu berupa buku dan

internet, kemudian menganalisisnya dengan metode Pikoanalisis Sigmund Freud. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam film Platoon, konflik

batin yang dialami tokoh Chris Taylor diakibatkan perang yang berkecamuk sehingga

(36)

Pada dasarnya, masih banyak penulis yang meneliti mengenai konflik batin tokoh

utama melalui pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud dalam karya sastra. namun, penulis hanya memasukkan beberapa kajian guna mewakili sebuah

hipotesa. Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut, dapat diketahui bahwa ada beberapa penelitian terdahulu yang sama dengan penelitian ini yaitu dalam analisis psikoanalisis Sigmund Freud. Adapun yang membedakan antara

penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah judul buku yang dijadikan sebagai objek penelitian. Dengan demikian, orisinilitas penelitian ini dapat

dipertanggungjawabkan secara akademik.

Selain penelitian yang membahas tentang konflik tokoh utama, saya juga memaparkan beberapa kajian terhadap novel Saman karya Ayu Utami yang

pernah diteliti oleh penulis dalam berbagai pendekatan. Penelitian yang dilakukan Lina Puspita Yuniati (UNS, 2005) skripsinya “Pandangan Dunia Pengarang

dalam Novel Saman Karya Ayu Utami” menyimpulkan bahwa pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam novel Saman ini terlihat dari solusi yang diberikan oleh pengarang dari permasalahan yang dihadapi oleh tokoh

problematik. Tokoh problematik dalam novel Saman yaitu tokoh yang bernama Saman. Berdasarkan solusi yang diberikan oleh pengarang pada tokoh

problematik ini dapat disimpulkan bahwa pandangan dunia pengarang yaitu pengarang mempunyai rasa simpati pada nasib yang dialami oleh penduduk transmigrasi Sei Kumbang dan pengarang berusaha untuk menolak pandangan

(37)

Penelitian yang dilakukan Oktivita (UMS, 2009) skripsi yang berjudul

Perilaku Seksual dalam Novel Saman Karya Ayu Utami : Tinjauan Psikologi Sastra” disimpulkan bahwa perilaku seksualitas yang dilakukan oleh tokoh-tokoh

dalam cerita merupakan gambaran perilaku manusia sekarang yang sangat mengutamakan kesenangan duniawi daripadi memikirkan resiko serta pengaruhnya untuk masa sekarang dan yang akan datang. Kaitannya dengan

penelitian kami ini yaitu teori yang digunakan dengan referensi tersebut juga menerapkan teori psikologi sastra tetapi analisis yang saya gunakan adalah

pendekatan psikoanalisis Freud.

Skripsi Agustina Fridomi (USM 2005) yang berjudul “Perlawanan Perempuan Terhadap Hegemoni Laki-Laki dalam Novel Saman dan Larung

Karya Ayu Utami: Sebuah Pendekatan Feminisme” menyimpulkan bahwa perkembangan zaman seperti saat ini, perempuan menuntut adanya persamaan

hak. Tokoh perempuan modern dalam Saman dan Larung terbuka terhadap perubahan-perubahan yang dianggap dapat memperbaiki kondisi kaum perempuan. Karena itu mereka menolak hegemoni laki-laki yang merendahkan

kaum perempuan dengan melakukan deskontruksi atau mempertanyakan kembali segala sesuatu yang menyangkut nasib perempuan dalam agama maupun budaya.

Penelitian yang dilakukan Hani Solikhah (USM 2011) yang berjudul “Potret Seksualitas dan Kritik Sosial dalam Novel Saman Karya Ayu Utami: Kajian Semiotika” menyimpulkan bahwa seksualitas yang dipaparkan oleh

(38)

sebuah potret perilaku seksual yang di dalamnya mengkaji perilaku seks

menyimpang, terutama adalah keterkaitan antara seksual dengan hak-hak perempuan.

Dari beberapa analisis yang mengkaji novel Saman Karya Ayu Utami, umumnya membahas persoalan tentang seksualitas dan hak-hak perempuan. Dengan demikian, dibutuhkan pembahasan baru terhadap novel Saman agar

memperkaya dan membuka pesan dalam novel. Maka, penulis mencoba mengkaji novel tersebut dari segi konflik yang dialami oleh tokoh utamanya, terutama

konflik batin. Jadi, sepengetahuan penulis belum ada yang membahas novel Saman menggunakan teori Psikoanalisis Sigmund Freud. Maka penelitian ini berjudul “Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Saman Karya Ayu Utami

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Sumber Data

Adapun yang menjadi sumber data yang akan dianalisis adalah :

Judul Saman

Pengarang Ayu Utami

Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia

Tebal Buku 205 Halaman

Ukuran 13,5 cm x 20 cm

Cetakan 31

Tahun Mei 2013

Warna Sampul Ungu, Abu-abu, putih, kuning,

cokelat

Gambar Sampul Lukisan kaca oleh Ayu Utami

Desain Sampul Wendie Artswenda

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Noor (2013: 138) mengatakan, “Data merupakan informasi yang diterima tentang suatu kenyataan atau fenomena empiris berupa seperangkat ukuran

(40)

menggunakan teknik: wawancara (interview), angket (questionnaire), pengamatan

(observation), studi dokumentasi, dan Fokus Group Discussion (FGD). Dalam penelitian kali ini teknik yang digunakan berupa teknik hermeneutika (baca ulang)

dan Dokumen (kepustakaan).

3.2.1 Hermeneutika

Hermeneutika merupakan teknik penelititan terhada suatu objek dengan cara

membaca berulang- ulang. Pada penelitian kali ini yang menjadi objek penelitian adalah novel Saman karya Ayu Utami. Dengan membaca berulang-ulang maka

akan ditemukan inti permasalahan sebuah penelitian yang menjadi tujuan objek itu diteliti.

3.2.2 Dokumen (Kepustakaan)

Teknik pengumpulan data melalui dokumen dapat ditemukan melalui data dan fakta yang tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi dan

kepustakaan. Pada penelitian ini menggunakan teknik dokumen berupa buku, website, dan laporan-laporan berita dan tulisan yang berhubungan dengan penelitian di perpustakaan maupun media massa dan elektronika.

3.3 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan cara yang digunakan dalam mengkaji data penelitian. Secara umum teknik analisis data terdiri dari teknik kualitatif dan kuantitatif. Menurut Denzin dan Licoln (2009:13) mengatakan, “Penelitian

(41)

penelitian kali ini penulis menggunakan penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian

deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang dan memusatkan perhatian pada

masalah aktual.

Dalam analisis deskriptif, data yang diperoleh dicatat dan dipilih berdasarkan masalah yang akan dibahas. Cara kerjanya adalah dengan

mendeskripsikan data-data yang sudah diidentifikasi lewat proses pembacaan berulang-ulang (hermeneutika). Analisis tersebut didasari oleh teori-teori

(42)

BAB IV

KONFLIK BATIN YANG DIALAMI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL SAMAN

4.1 Jenis-Jenis Konflik Batin yang Dialami Tokoh Utama Dalam Novel

Saman

Menurut Wirawan dalam bukunya yang berjudul “Konflik dan manajemen

konflik” (2000:55) konflik batin dibagai atas tiga jenis, antara lain; konflik pendekatan ke pendekatan, pendekatan ke menghindar, dan menghindar ke

menghindar. Dalam Novel Saman dapat ditemukan ketiga jenis konflik batin yang dirasakan oleh tokoh utama.

4.1.1 Konflik Pendekatan ke Pendekatan

Konflik pendekatan ke pendekatan merupakan konflik yang terjadi karena seseorang harus memilih dua pilihan yang berbeda, tetapi sama-sama memiliki

nilai positif yang saling menguntungkan. Sebagai contoh seorang pemain sepakbola yang akan dikontrak klub internasional harus memilih satu klub

diantara dua klub yang sama kayanya. Pada Novel Saman terdapat beberapa konflik batin yang dialami tokoh utama berdasarkan jenis konflik pendekatan ke pendekatan.

(43)

yang memiliki latar belakang kepribadian sosial yang tinggi, maka Saman harus

menggunakan cara yang dianggap sopan. Oleh karena, demi mewujudkan keinginannya agar ditugaskan di Desa Lubukrantau, Saman harus meminta izin

kepada Pater Westenberg agar diizinkan tinggal lebih lama di Lubukrantau. Akan tetapi, Pater Westenberg menyuruh Saman untuk menghubungi Romo Daru. Saman harus meminta persetujuan terlebih dahulu dari Romo Daru untuk bisa

tinggal lama bersama keluarga Mak Argani di Lubukrantau. Akhirnya, Saman menelepon Romo Daru agar mengijinkanya untuk tinggal di Lubukrantau. Konflik

batin yang dialami Saman adalah jenis konflik batin pendekatan ke pendekatan. Hal itu terlihat ketika Saman memiliki dua pilihan yang tidak merugikan bagi dirinya karena baik Pater Westenberg maupun Romo Daru selalu mengizinkan

Saman untuk tetap tinggal di Gereja maupun di Lubukrantau. Superego mengatakan bahwa Saman harus meminta restu dari Romo Daru yang dianggap

orang yang lebih tua dan dihormati di pastoran. Pada tahap ini ego mewujudkan keinginan superego dengan meminta izin Romo Daru sebagai orang yang lebih

senior di gereja daripada Pater Westenberg.

“Wis menghela nafas, sebab itu berarti ia harus menghubungi Bapa Uskup dan meminta izinnya. Biasanya Uskup tidak tergesa-gesa mengambil keputusan. Apalagi untuk persoalan yang tak ada hubungannya dengan Gereja. Selain itu juga, berarti ia membutuhkan rekomendasi dari Pater Westenberg sendiri. Ditatapnya pria itu, dengan matanya ia memohon tolong pada Romo Daru untuk melobi agar ia ditempatkan di kota ini (S, 2013: 84).

(44)

perkebunan swasta Anugerah Lahan Makmur (yang telah membeli lahan sawit

dari perkebunan PTP X) tentang tindakan jahat yang dilakukan pihak perkebunan ALM kepada warga Lubukrantau. Id menginginkan Saman agar memenangkan

perseteruan sengketa lahan dengan cara melawan pihak perkebunan swasta ALM dengan menuntutnya ke jalur hukum. Saman mencela pihak perkebunan ALM dengan berburuk sangka dan berpandangan negatif kepada perkebunan Anugerah

Lahan Makmur. Pada kenyataannya, dalam ajaran agama hal itu sangat dilarang karena telah melakukan tindakan fitnah sehingga siapa saja yang melakukan

perbuatan tersebut akan merasa berdosa besar. Namun, superego menahan ego agar tidak cepat berburuk sangka sebab untuk mengurus surat perjanjian kepada ratusan warga membutuhkan waktu lebih lama dan mungkin saja memang ada

maksud baik pihak perkebunan ALM agar sistem administrasi praktis dan cepat. Dalam hal ini ego tidak bekerja dalam batin Saman. Id Saman dalam keadaan

tidak sadar hanya menerka-nerka dengan bertanya kesal dalam hatinya tentang tindakan pihak perkebunan ALM yang licik dengan memberikan blanko yang merugikan dan terkesan memanfaatkan kebodohan warga Lubukrantau. Konflik

batin yang dialami Saman termasuk jenis konflik batin pendekatan ke pendekatan yang tidak merugikan pihak manapun.

(45)

Tidak ada sebab maupun sesuatu hal yang mengakibatkan Saman tiba-tiba mengubah pikirannya. Awalnya Saman sangat semangat menolong dengan ikhlas

warga Lubukrantau demi mengambil semua hak-hak mereka dan mempertahankan lahan karet mereka yang dipaksa oleh perkebunan ALM untuk

menggantinya menjadi lahan kelapa sawit. Hal itulah yang mengakibatkan Saman mengalami kebimbangan ketika ia tiba-tiba berubah pikiran dan mengambil sikap dengan menuruti pihak perkebunan ALM daripada melawan dan meneror

perkebunan dengan melakukan perlawanan. Saman beranggapan bahwa tidak akan bermasalah apabila lahan karet milik warga diganti dengan kelapa sawit

sebab menurut Saman tanaman kelapa sawit dan karet dapat di panen pada umur yang sama, yaitu dalam jangka lima tahun. Konflik batin Saman memuncak ketika Saman merenungi perjuangan mempertahankan lahan karet bersama warga

Lubukrantau sangat beresiko nantinya jika warga tidak sanggup mempertahankan lahan tersebut. Id menginginkan Saman untuk melakukan cara yang bisa

mengambil jalan damai dan memeroleh keuntungan tanpa mengalami kerugian. Di sisi lain, Superego Saman menginginkan ego agar warga Lubukrantau menyetujui semua perjanjian pergantian tanaman karet menjadi kelapa sawit

asalkan perjanjian jelas dan konkret. Menurut Saman kedua tanaman tersebut juga membawa berkah. Superego Saman mengajarkan bagaimana sebuah

(46)

batinnya. Jenis konflik batin yang dialami Saman adalah pendekatan ke

pendekatan. Jika benar lahan karet diganti dengan tanaman kelapa sawit maka hal itu juga menguntungkan warga Lubukrantau untuk lima tahun ke depan.

“Ia juga teringat pertemuannya dengan Upi. Sudah enam tahun lalu yang menyeretnya hingga begitu terlibat di perkebunan. Namun, kini sanggupkah mereka mempertahankan pohon-pohon itu dari kekuatan yang begitu besar? Haruskah kita bertahan? Dan mengundang teror lebih lama? Bukankah yang kita inginkan adalah sebuah desa yang makmur? Tidakkah sebaiknya kita setuju mengubah pohon karet dengan sawit, asalkan perjanjiannya tidak merugikan? Kelapa sawit juga sudah bisa di panen pada umur lima tahun (S, 2013:98).

Konflik antara warga Lubukrantau dengan perkebunan ALM tidak dapat dihindarkan. Saman mengalami kekhawatiran yang sangat tinggi ketika Saman

hanya ditemani ibu-ibu di salah satu langgar Lubukrantau yang di tinggal oleh beberapa bapak yang pergi untuk membakar pabrik perkebunan ALM. Untuk

menghindari rasa ketakutan Saman beserta para ibu yang berada di langgar Saman mencoba menenangkan para ibu untuk berdoa dan bersalawat sesuai kepercayaan agamanya. Dalam hal ini id menginginkan ego melakukan cara untuk mengatasi

situasi menakutkan tersebut agar tetap menghadapi situasi dengan tenang walaupun keadaan sangat membahayakan bagi diri mereka. Akhirnya hal yang

tidak diinginkan pun terjadi. Saman merasa bahwa kedatangan para lelaki dengan menggunakan jaket hitam membahayakan dirinya dan juga ibu-ibu. Ego mulai muncul ketika Saman mengatakan “Insya Allah” yang artinya “mudah-mudahan”

(47)

pemilik kuasa dan keputusan terakhir dan berterima kasih kepadaNya. Superego

Saman menginginkan agar sesama umat beragama harus saling menghormati dan menghargai walaupun agamanya berbeda. Jenis konflik batin yang dialami Saman

pada kutipan di bawah adalah konflik pendekatan ke pendekatan. Dalam kehidupan sehari-hari dengan ada niat baik saja seseorang dapat memeroleh pahala yang besar bahkan jika niat tersebut disertai dengan doa dan diaplikasikan

secara benar maka keinginannya akan terkabul.

“Mereka mengiya. Lalu Wis meminta wanita-wanita itu bersalawat. “berdoalah yang lantang. Selantang mungkin. Insya Allah, doa kita meredakan kemarahan orang-orang” Semoga Tuhan melembutkan hati orang-orang yang mungkin akan mengepung (S, 2010:102).

4.1.2 Konflik Pendekatan ke Menghindar

Konflik pendekatan ke menghindar merupakan konflik yang terjadi karena seseorang mempunyai perasaan positif dan negatif terhadap sesuatu yang

sama, sehingga seseorang harus memilih dua pilihan yang dapat menyenangkan perasaannya untuk menghindari kesalahan yang ada. Sebagai contoh Umar ingin

menekan tombol sebagai petanda untuk menjawab pertanyaan lomba cerdas-cermat. Akan tetapi, Umar takut jawabannya salah. Akhirnya, Umar tidak jadi menekan tombol. Dalam novel Saman dapat ditemukan beberapa jenis konflik

pendekatan ke menghindar yang dialami Saman.

Saman mengalami konflik batin yang begitu cemas. Saman tiba-tiba

(48)

meminta pertolongan dengan menjumpai ayahnya yang berada di lantai dasar

rumah. Id menginginkan Saman agar memeroleh kelegahan hati karena sesuatu keanehan dan kengerian yang menimpa Saman ketika melihat keadaan ibunya

yang mengalami sesuatu hal tidak sadar dalam tidurnya. Superego Saman mengatakan bahwa dengan memanggil orang yang sedang tidur adalah perlakuan tidak baik sebab seseorang yang sedang istirahat masih dalam keadaan lemah dan

tidak sadar. Akan tetapi di satu sisi Saman membutuhkan ketenangan dan kenyamanan. Pada akhirnya superego menyuruh ego untuk memanggil ayahnya

yang masih bekerja di lantai dasar. Jenis konflik batin yang dialami tokoh Saman merupakan jenis konflik pendekatan ke menghindar. Jika Saman memilih diam maka Saman akan mengalami rasa cemas secara terus menerus sehingga ia

menghampiri ayahnya agar rasa kecemasannya dapat teratasi.

“Setelah berulang-ulang memanggil tanpa dijawab, Wis beranjak ke luar kamar. Ibunya tetap tak terusik, seperti arca batu di sebuah candi yang purba. Wis menuruni tangga kayu yang tanpa penerang, mencari ayah di ruang bawah dengan cemas (S, 2013:54).

Sikap ragu, terkejut, dan diam merupakan tindakan refleks dari tingkah laku Saman yang mengingatkan kembali ingatannya kepada kejadian masa lalu

yang dialami keluarganya ketika masih kecil. Pengalaman semasa kecil yang dialami Saman dirumahnya dulu telah mengembalikan sesuatu yang ingin dicarinya selama ini. Superego Saman mengatakan agar lebih baik diam daripada

(49)

bercerita dapat menahan emosinya kembali muncul. Jenis konflik batin yang

dialami Saman pada kutipan di bawah adalah pendekatan ke menghindar. Hal tersebut terlihat ketika keinginan Saman yang begitu tinggi untuk merasakan

kembali kejadian masa lalu Saman di rumahnya terdahulu yang kini dihuni oleh keluarga lain. Saman sangat penasaran akan keadaan yang dialami wanita dengan kehamilannya. Namun, jika Saman tidak memberanikan kembali ke rumah itu,

maka rasa kepuasan Saman untuk memenuhi penasarannya tidak dapat terpenuhi.

“Waktu ia akhirnya pergi ke sana dengan agak ragu, seorang perempuan muda yang tengah mengandung muncul membukakan pintu. Wis terkejut, tak siap menghadapi orang lain di rumah masa kecilnya, tak siap menjadi asing di bekas tempat tinggalnya. Dan wanita itu hamil tua, seperti ibu ketika hidup di situ. Untuk beberapa detik, Wis tak bisa berkata-kata (S, 2013:60).

Saman tidak ingin menyinggung perasaan Asti seorang wanita yang

sedang hamil tua dan kini menetap dirumah tersebut. Saman merasa ketakutan apabila menceritakan tentang kejadian yang pernah dialaminya kepada wanita itu karena akan menyebabkan Asti tersinggung dan sakit hati yang dapat

menyebabkan Asti takut dan cemas. Jadi, untuk menghindari hal tersebut Saman hanya berani menceritakan kepada suami Asti yaitu Ichwan yang dianggapnya

dapat diajak bercerita dengan terbuka tentang pengalaman masa lalunya tersebut. Dua bulan menjelang persalinan kelahiran anak Asti, akhirnya Asti berangkat ke Jakarta. Sejak keberangkatan Asti ke Jakarta Saman mulai berani menceritakan

(50)

berbagi pengalaman kecilnya kepada orang lain. Ego Saman “bekerja” pada saat

Saman menceritakan kepada Ichwan tentang bagaimana kejadian yang sesungguhnya, bahwa adiknya pernah dilahirkan di rumahnya dan meninggal pada

hari ke tiga. Superego Saman bekerja dengan tidak menceritakan dan menyembunyikan cerita kepada Ichwan dan Asti mengenai kedua adik Saman yang meninggal di dalam kandungan ibunya. Hal tersebut dilakukan karena

superego takut ego bekerja di luar kendali sehingga dapat menyakiti keluarga Ichwan. Konflik batin yang dialami tokoh utama pada kutipan di bawah adalah

jenis konflik pendekatan ke menghindar. Jika Saman tidak menceritakan kejadian yang sesungguhnya maka Saman mengalami kecemasan dan Ichwan tidak berhati-hati dalam menjaga kehamilan istrinya. Namun dengan menceritakan

kejadian tersebut kepada Ichwan menyebabkan Saman merasa lega dan tidak dibayang-bayangi rasa ketakutan.

“Setiap kali ada waktu yang layak, Wis menyempatkan diri mampir, tanpa mengakui yang sebetulnya ia rindukan. Dua bulan sebelum saat melahirkan, Asti pulang ke Jakarta. Barulah Wis bercerita kepada Ichwan tentang adiknya yang terakhir, yang lahir dan mati pada hari ketiga. Barangkali, itu karena klinik di sini kurang steril, mereka menyimpulkan. Ia tetap menyimpan kisah dua adiknya yang hilang dalam kandungan (S, 2013:62).

Saman tidak tahu cara apa yang dilakukannya agar dapat lebih dekat

(51)

ketika mengharapkan kedatangan suara-suara itu muncul kembali. Hal itu

dilakukan Saman untuk menghindari rasa kecemasannya yang semakin tinggi. Ego sempat bekerja dengan melakukan doa sembari menggenggam koran sebagai

media berdoa. Namun superego melarang ego untuk melakukan hal itu, dan memilih bekerja agar Saman berdoa ke pastoran saja daripada di rumah itu karena superego merasa berdoa di pastoran lebih baik dan tenang. Menurut superego

berdoa di pastoran akan memeroleh petunjuk daripada berdoa dengan memegang koran dan mengharapkan sesuatu yang menjurus ke perbuatan syirik dengan

menduakan Tuhan. Konflik batin yang dialami tokoh utama pada kutipan di bawah adalah jenis konflik pendekatan ke menghindar. Jika Saman tetap berdoa di rumah tersebut Saman akan mengalami kejadian yang aneh dan membuat hatinya

kembali trauma.

“Namun, kata-kata dalam koran itu selalu saja membukakan jalan bagi memorinya tentang rumah itu. Sesekali ia melipatnya untuk berdoa, doa yang tak ia tahu bedanya dari sekadar harap-harap cemas, agar ia bisa berhubungan dengan suara-suara itu...apakah permintaan semacam pantas di sebut doa? Layaknya meminta Tuhan memuaskan penasaran pribadi? Ia membuka kembali bacaannya tetapi hanya mengulang-ulang paragraf yang sama. Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke pastoran. (S, 2013:63).

Pada kutipan di bawah sangat terlihat jelas bahwa Saman mengalami konflik batin yang begitu berat ketika hatinya merasa khawatir akibat perasaan ambang inderawi yang mengatakan bahwa ada orang lain di ruangan tersebut

(52)

itu. Menurut saman hal tersebut akan lebih berbahaya daripada kedatangan iblis

karena perampok dianggap nyata. Id menginginkan bagaimana cara yang dilakukan ego Saman untuk tidak menghindari dirinya dari rasa khawatir karena

kebiasaan manusia ketika melihat sesuatu di luar panca inderanya pasti akan mengalami ketegangan terutama pada indera perasa manusia yaitu saraf bulu kuduk di belakang tengkuk kepala. Id direspon oleh ego (kesadarannya) dengan

menyalakan lampu ruangan untuk melihat sosok yang datang di ruangan kamarnya. Superego mengawasi kerja ego agar terhindar dari pikiran negatif

dengan menggunakan sesuatu benda senjata untuk melawan. Akhirnya superego menginginkan ego untuk menyalakan lampu sebagai petanda mengecek tamu atau sesuatu yang datang ke rumah. Konflik batin yang dialami oleh Saman yaitu

konflik pendekatan ke menghindar. Hal itu terbukti dari rasa nekat Saman dengan berani menyalakan lampu ruangan karena ia memiliki prasangka negatif atas

kedatangan suara-suara seseorang yang ternyata bukan siapa-siapa.

Ketika bola dipadamkan, ia merasakan sesuatu. Bukan suara, bukan pula bunyi, tetapi perasaan ambang inderawi bahwa ada orang lain di ruang itu, di dekatnya. Saraf-saraf refleksnya mencuatkan cemas, jari-jarinya kembali menyalakan lampu. Tapi dalam terang ia tak melihat siapa-siapa. Syukurlah bukan rampok atau maling (S, 2013:63).

Konflik batin Saman memuncak ketika ia menyerah karena badannya terasa lemas sehingga Saman tidak tahu harus berbuat apa dalam menghadapi

(53)

seorang diri saja. Superego Saman mengatakan bahwa kepada sesama orang lain

maupun tetangga harus menjalin kerjasama dan memiliki rasa kasih sayang serta tolong menolong. Keinginan id dan superego langsung direspon oleh ego Saman

dengan melangkah yakin walaupun dengan rasa ngeri dan terpukau kemudian Saman berlari memanggil para tetangga untuk datang dan membantunya menolong wanita cacat yang kejebur ke dalam sumur. Ego Saman pun melakukan

cara untuk menarik perhatian warga dan orang sekitar rumah dengan teriakan Saman yang begitu keras agar orang berlari dan membantunya menolong wanita

itu dari dalam sumur. Jenis konflik batin yang dialami Saman yaitu pendekatan ke menghindar. Saman berharap dengan suara teriakan dan berlari memanggil tetangganya Saman dapat menolong nyawa wanita yang kejebur ke dalam sumur

bersama mereka sebab jika itu tidak dilakukan maka Saman akan menyelamatkan wanita itu seorang diri dan kemungkinan wanita tersebut tidak akan tertolong

sebab sumur itu sangat dalam.

“Wis melangkah menuju bunyi, dengan terpukau dan ngeri...lelaki itu merasa lemas karena tidak tahu harus berbuat apa, bahkan untuk sejenak tak yakin dengan apa yang sedang terjadi. Akhirnya ia berteriak memanggil bantuan, sambil berlari ke pintu belakang tetangga terdekat. “tolong! Seorang anak kecemplung sumur (S, 2013: 67).

Kepedulian dan perhatian Saman terhadap tokoh Upi sangatlah tinggi. Upi yang merupakan seorang wanita yang memiliki masalah kelainan cacat mental

(54)

dialami Saman. Id Saman menuntut ego untuk menyenangkan Upi agar

memeroleh tempat tinggal yang layak seperti manusia yang waras. Kehadiran Upi dalam kehidupan Saman menyebabkan Saman merasa iba terhadap

penderitaan dan keadaan yang dialami Upi. Pada penggalan isi novel di bawah, keinginan superego dilanggar oleh Saman ketika Saman mengalami ketakutan atas hukuman yang ditujukan padanya akibat perbuatan yang dilakukan Saman

dengan mengunci kandang Upi. Saman merasa bahwa mengurung seseorang tanpa kesalahan adalah melanggar norma hak azasi manusia. Tahap lamunan

Saman sempat berpikir, seandainya Upi itu adalah laki-laki dan Saman adalah perempuan maka akan berbeda keadaannya. Ego yang muncul pada batinnya adalah Saman ingin mencoba membantu energi id secara rasional agar tidak

mencapai tahap superego. Jenis konflik yang dialami Saman adalah konflik pendekatan ke menghindar. Saman terpaksa mengunci kandang Upi yang telah

dibuatnya hampir seminggu lebih karena Upi tiba-tiba melakukan hal yang dianggap Saman sangat aneh. Sigale-gale yang diciptakannya tidak mampu menciptakan ketertarikan Upi selama Saman masih berada disamping Upi. Upi

sempat menyentuh tangan Saman, namun Saman langsung mengunci kandang Upi agar terhindar dari kejadian yang negatif (perzinaan) antara keduanya.

Dengan alasan tersebut, maka Saman menghindari perzinahan agar terhindar dari perbuatan maksiat. Walaupun di satu sisi Upi merasa kesakitan berhubungan seks dengan Sigale-gale yang dianggap Upi memiliki kenikmatan yang luar biasa.

Gambar

Gambar Sampul

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini yaitu: (1) mendeskripsikan struktur yang membangun novel Sang Maharani karya Agnes Jessica, dan (2) mendeskripsikan konflik batin tokoh utama dalam novel

Berdasarkan analisis psikologi sastra, konflik batin tokoh utama dalam novel Pusparatri karya Nurul Ibad meliputi: (1) konflik mendekat-menjauh, yaitu konflik batin

Berdasarkan analisis psikologi sastra, konflik batin tokoh utama dalam novel Pusparatri karya Nurul Ibad meliputi: (1) konflik mendekat-menjauh, yaitu konflik batin

Adapun faktor yang paling berpengaruh sebagai pemicu munculnya konflik batin adalah faktor eksternal, (3) Bentuk penyelesaian konflik batin pada tokoh utama dalam novel DT

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mendeskripsikan konflik batin yang dialami oleh tokoh utama dalam novel Assalamualaikum Beijing karya Asma Nadia.. HASIL

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bentuk konflik batin yang terjadi pada tokoh utama novel yang berjudul “Tuhan Izinkan Aku Menjadi

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa emosional yang dialamalai tokoh Saman dalam novel Saman karya Ayu Utami yaitu: 1 emosional konsep rasa bersalah terhadap

Bentuk-Bentuk Konflik Batin pada Tokoh Utama dalam Novel Rasa Karya Tere Liye Konflik batin terdiri dari berbagai macam jenis yang dapat terjadi dalam diri seseorang.. Bentuk konflik