• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Penggunaan Bahan pada Perawatan Luka di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Penggunaan Bahan pada Perawatan Luka di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PENGGUNAAN BAHAN PADA PERAWATAN

LUKA DI RSUD DR. DJASAMEN SARAGIH

PEMATANGSIANTAR

SKRIPSI

MEIDINA SINAGA

081101044

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Gambaran Penggunaan Bahan pada Perawatan Luka di RSUD Dr. Djasamen

Saragih Pematangsiantar ” untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai gelar

kesarjanaan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan, bimbingan, dan

dukungan dari berbagai pihak dengan memberikan pemikiran yang sangat berharga

bagi penulis baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terimakasih kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara dan Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Rosina Tarigan, S.Kp, M.Kep, Sp. KMB, CWCC selaku dosen pembimbing

skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan, dan

ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Ikhsanuddin Harahap, S.Kp, MNS selaku penguji I dan Bapak Asrizal,

S.Kep, Ns, WOC(ET)N selaku penguji II yang telah memberikan masukan yang

berharga dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Asrizal, S.Kep, Ns, WOC(ET)N, Bapak Mula Tarigan, S.Kp, M.Kes, dan

Ibu Sukarni, S.Kep, Ns, CWCS yang telah bersedia memvalidasi instrumen

(4)

5. Ibu Allen dan Ibu Endang yang telah memberikan izin penelitian dan juga

seluruh perawat di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar dan RSUD.

dr. Pirngadi Medan yang telah bersedia berpartisipasi menjadi responden

selama proses penelitian berlangsung.

6. Teristimewa penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada

orangtua tercinta Bapak S. Sinaga dan Ibu R. Pasaribu, Abang Anri Sinaga dan

Adikku Riski Sinaga yang telah memberikan dukungan moril, materil, doa, dan

segala yang terbaik untuk penulis.

7. Teman-teman stambuk 2008 Fakultas Keperawatan USU yang tidak dapat saya

sebutkan satu persatu, khususnya untuk sahabat-sahabat terbaikku Ira, Septa,

Juli, dan Gita yang menjadi tempat untuk berbagi keluh kesah, memberikan

semangat, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

8. Kak Yunita dan Ibu Damaris Gultom yang telah membantu dan memberi

masukan selama proses penelitian.

Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih selalu mencurahkan berkat dan kasih

karunia-Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan

penulis skripsi bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya profesi

keperawatan.

Medan, Juli 2012

(5)

DAFTAR ISI

1.3Proses Fisiologi Penyembuhan Luka ... 8

1.4Faktor-Faktor Penyebab Terambatnya Penyembuhan Luka ... 10

1.5Komplikasi Penyembuhan Luka ... 11

2. Perawatan Luka... 12

2.1Pengertian Perawatan Luka... 12

2.2Bahan-Bahan yang digunakan pada Perawatan Luka ... 12

2.3Pengunaan Bahan pada Berbagai Jenis Luka ... 20

Bab 3. Kerangka Penelitian 1. Kerangka Konsep... 26

2. Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 27

(6)

Bab 5. Hasil dan Pembahasan ... ... 35

1. Hasil Penelitian ... 35

2. Pembahasan………. 37

Bab 6. Kesimpulan dan Saran ... 43

1. Kesimpulan ... 43

2. Saran ... 43

Daftar Pustaka ... 46

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Peserta Penelitian ... 49

2. Jadwal Tentatif Penelitian ... 50

3. Taksasi Dana ... 51

4. Instrumen Penelitian ... 52

5. Surat izin Penelitian dari Fakultas Keperawatan USU……….. 54

6. Surat Keterangan Pengambilan data dari RSUD. Dr. Djasamen Saragih Pematang Siantar... 55

7 Surat Keterangan Selesai Penelitian dari RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 56

8 Hasil Uji Validitas Instrumen ... 57

9. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 58

10. Hasil Analisa Data ... 59

11 Hasil Analisa Data Responden ... 63

(7)

DAFTAR SKEMA

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian……… 27

Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Penggunaan Bahan-Bahan pada

(9)

Judul : Gambaran Penggunaan Bahan pada Perawatan Luka di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

Nama Mahasiswa : Meidina Sinaga

NIM : 081101044

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun Akademik : 2012

Abstrak

Metode perawatan luka berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini ditandai dengan munculnya bahan-bahan perawatan luka modern yang telah dirancang sesuai dengan karakteristik luka, sehingga proses penyembuhan luka dapat terjadi secara maksimal. Di Indonesia, penerapan metode perawatan luka modern masih minim. Pelayanan kesehatan cenderung menggunakan metode perawatan luka konvensional. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengidentifikasi penggunaan bahan pada perawatan luka di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 orang perawat yang dipilih melalui metode purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Pengambilan data dilakukan pada Februari hingga Maret 2012. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan bahan perawatan

luka di RSUD Dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar seluruhnya (100.00%) tidak

sesuai dengan karakteristik luka. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan agar perawat menggunakan bahan perawatan luka yang sesuai dengan karakteristik luka pasien.

(10)

Judul : Description Usage of The Material Wound Care In General Hospital Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

Name : Meidina Sinaga

NIM : 081101044

Departement : Bachelor of Nursing (S.Kep)

Academic Year : 2012

Abstract

Wound care methods evolve with developments in science and technology. It is characterized by the emergenc of the material of modern wound care has been designed in accordance with the characteristics of the wound, so that the wound healing process can occur to the fullest. In Indonesia, the application of modern methods of wound care is minimal. Health care services tend to use conventional methods of wound care. This descriptive study aimed to identify the use of materials on wound care in RSUD. Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. The number of samples in this study were 30 nurses selected through purposive sampling method. Data collection techniques using questionnaires. Data is collected in February and March 2012. The results are presented in the form of a frequency distribution table. The results of this study showed that the use of wound care materials in RSUD Dr Djasamen Saragih Pematangsiantar entirely (100.00%) did not match the characteristics of the wound. The results of this study can be used as input to the wound care nurse to use materials that match with characteristics of wound.

(11)

Judul : Gambaran Penggunaan Bahan pada Perawatan Luka di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

Nama Mahasiswa : Meidina Sinaga

NIM : 081101044

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun Akademik : 2012

Abstrak

Metode perawatan luka berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini ditandai dengan munculnya bahan-bahan perawatan luka modern yang telah dirancang sesuai dengan karakteristik luka, sehingga proses penyembuhan luka dapat terjadi secara maksimal. Di Indonesia, penerapan metode perawatan luka modern masih minim. Pelayanan kesehatan cenderung menggunakan metode perawatan luka konvensional. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengidentifikasi penggunaan bahan pada perawatan luka di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 orang perawat yang dipilih melalui metode purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Pengambilan data dilakukan pada Februari hingga Maret 2012. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan bahan perawatan

luka di RSUD Dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar seluruhnya (100.00%) tidak

sesuai dengan karakteristik luka. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan agar perawat menggunakan bahan perawatan luka yang sesuai dengan karakteristik luka pasien.

(12)

Judul : Description Usage of The Material Wound Care In General Hospital Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

Name : Meidina Sinaga

NIM : 081101044

Departement : Bachelor of Nursing (S.Kep)

Academic Year : 2012

Abstract

Wound care methods evolve with developments in science and technology. It is characterized by the emergenc of the material of modern wound care has been designed in accordance with the characteristics of the wound, so that the wound healing process can occur to the fullest. In Indonesia, the application of modern methods of wound care is minimal. Health care services tend to use conventional methods of wound care. This descriptive study aimed to identify the use of materials on wound care in RSUD. Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. The number of samples in this study were 30 nurses selected through purposive sampling method. Data collection techniques using questionnaires. Data is collected in February and March 2012. The results are presented in the form of a frequency distribution table. The results of this study showed that the use of wound care materials in RSUD Dr Djasamen Saragih Pematangsiantar entirely (100.00%) did not match the characteristics of the wound. The results of this study can be used as input to the wound care nurse to use materials that match with characteristics of wound.

(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Angka kejadian luka setiap tahun semakin meningkat, baik luka akut

maupun luka kronis. Sebuah penelitian terbaru di Amerika menunjukkan

prevalensi pasien dengan luka adalah 3.50 per 1000 populasi penduduk. Mayoritas

luka pada penduduk dunia adalah luka karena pembedahan/trauma (48.00%),

ulkus kaki (28.00%), luka dekubitus (21.00%). Pada tahun 2009, MedMarket

Diligence, sebuah asosiasi luka di Amerika melakukan penelitian tentang insiden

luka di dunia berdasarkan etiologi penyakit. Diperoleh data untuk luka bedah ada

110.30 juta kasus, luka trauma 1.60 juta kasus,luka lecet ada 20.40 juta kasus,

luka bakar 10 juta kasus, ulkus dekubitus 8.50 juta kasus, ulkus vena 12.50 juta

kasus, ulkus diabetik 13.50 juta kasus, amputasi 0.20 juta pertahun, karsinoma

0.60 juta pertahun, melanoma 0.10 juta, komplikasi kanker kulit ada sebanyak

0.10 juta kasus (Diligence, 2009).

Berdasarkan tingkat keparahan luka, luka di bagi atas luka akut dan luka

kronik. Luka akut dan kronik beresiko terkena infeksi. Luka akut memiliki

serangan yang cepat dan penyembuhannya dapat diprediksi (Lazarus,et al., 1994).

Contoh luka akut adalah luka jahit karena pembedahan, luka trauma dan luka

lecet. Di Indonesia angka infeksi untuk luka bedah mencapai 2.30 sampai dengan

(14)
(15)

Pada luka kronik, waktu penyembuhannya tidak dapat diprediksi dan

dikatakan sembuh jika fungsi dan struktural kulit telah utuh. Jenis luka kronik

yang paling banyak adalah luka dekubitus, luka diabetikum, luka kanker. Jumlah

penderita luka kronik setiap tahun semakin meningkat. Prevalensi penderita ulkus

diabetika di Indonesia sekitar 15.00%, angka amputasi 30.00%, angka kematian

32.00% dan ulkus diabetika merupakan sebab perawatan rumah sakit terbanyak

sebesar 80.00% untuk diabetes mellitus. Angka kematian dan angka amputasi

masih cukup tinggi, masing-masing sebesar 32.50% dan 23.50% (Hastuti, 2008)

Perawatan luka adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk merawat

luka agar dapat mencegah terjadinya trauma (injuri) pada kulit membran mukosa

jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi yang

dapat merusak permukaan kulit. Serangkaian kegiatan tersebut meliputi

pembersihan luka, memasang balutan, mengganti balutan, pengisian (packing)

luka, memfiksasi balutan, tindakan pemberian rasa nyaman yang meliputi

membersihkan kulit dan daerah drainase, irigasi, pembuangan drainase,

pemasangan perban (Bryant, 2007).

Luka akut dan kronis membutuhkan perawatan. Perawatan luka akut dan

kronis sangat berbeda. Pada luka kronik prioritas perawatan luka adalah

mengeluarkan benda asing yang dapat bertindak sebagai fokus infeksi;

melepaskan jaringan yang mengalami devitalisasi, krusta yang tebal, pus,

(16)

epitelisasi. Seringkali hal ini memerlukan bahan perawatan luka yang harus

disesuaikan dengan karakteristik luka klien.

Pada awalnya para ahli berpendapat bahwa penyembuhan luka akan sangat

baik bila luka dibiarkan tetap kering . Mereka berpikir bahwa infeksi bakteri dapat

dicegah apabila seluruh cairan yang keluar dari luka terserap oleh pembalutnya.

Akibatnya sebagian besar luka dibalut oleh bahan kapas pada kondisi kering.

Namun ternyata pada tahun 1962 hasil penelitian yang dilakukan oleh Professor

G.D Winter yang dipublikasikan dalam jurnal Nature tentang keadaan lingkungan

yang optimal untuk penyembuhan luka menjadi dasar diketahuinya konsep “Moist

Wound Healing”. ”Moist Wound Healing” adalah metode untuk mempertahankan

kelembaban luka dengan menggunakan balutan penahan kelembaban, sehingga

penyembuhan luka dan pertumbuhan jaringan dapat terjadi secara alami.

Munculnya konsep “Moist Wound Healing” disertai dengan teknologi yang

mendukung, hal tersebut menjadi dasar munculnya pembalut luka modern.

(Mutiara, 2009).

Sebuah penelitian di Departemen Kulit, Rumah Sakit Militer Wroclaw,

Polandia tahun 2009 yang dilakukan pada 30 orang klien penderita ulkus vena (16

perempuan, 14 laki-laki, rata-rata umur 68 ± 10 hari). Pada awalnya ketigapuluh

klien ini dirawat dengan menggunakan kasa dan salin normal, tetapi selama 4

minggu perawatan tidak ada dampak penyembuhan yang positif, kemudian

peneliti mengganti metode perawatan dengan menggunakan bahan balutan

(17)

vena mencapai 40.00% dengan pengurangan luas luka mencapai 53.00%,

pengurangan cairan eksudat mencapai 66.00% dan pengurangan nyeri mencapai

96.00% dengan lama waktu penyembuhan 12 minggu (Katarzyna, 2009).

Dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan dan pemilihan

produk-produk perawatan luka kurang sesuai sangat sering ditemukan. Penggunaan dan

pemilihan produk-produk perawatan luka kurang sesuai akan menyebabkan proses

inflamasi yang memanjang dan kurangnya suplai oksigen di tempat luka. Hal-hal

tersebut akan memperpanjang waktu penyembuhan luka. Luka yang lama sembuh

disertai dengan penurunan daya tahan tubuh pasien membuat luka semakin rentan

untuk terpajan mikroorganisme yang menyebabkan infeksi (Morrison, 2004).

Munculnya infeksi akan memperpanjang lama hari rawat. Hari rawat yang lebih

lama akan meningkatkan risiko pasien terkena komplikasi penyakit lain seperti

seperti hiponatremi, hipotensi, pendarahan saluran pencernaan bagian atas, diare

dan gagal ginjal kronik. Hari rawat yang lama juga akan menambah biaya

perawatan dan perasaan tidak nyaman yang disebabkan oleh luka yang dialami

pasien (Allman, 2009).

Berdasarkan data indikator mutu pelayanan, yang diperoleh dari RSUD. Dr.

Djasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2011 (periode April sampai September)

terdapat angka kejadian dekubitus 0.00%, infeksi luka infus sebesar 1,11%,

infeksi luka operasi sebesar 0.30 %. Dari data yang diperoleh, terdapat sebuah

ruangan yaitu ruang C1 yang memiliki tingkat infeksi tertinggi yaitu untuk luka

(18)

tinggi sebagai indikator kejadian infeksi paska operasi memiliki standar

maksimal 1.50% (Kuntjoro, 2007).

Salah satu penyebab tingginya angka infeksi tersebut dapat terjadi akibat

penggunaan bahan-bahan perawatan luka yang tidak sesuai dengan karakteristik

luka. Berdasarkan alasan diatas peneliti ingin mengidentifikasi penggunaan bahan

dalam perawatan luka di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.

2. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana penggunaan bahan-bahan perawatan luka di RSUD Dr.

Djasamen Saragih Pematangsiantar ?

3. Tujuan penelitian

Mengidentifikasi penggunaan bahan pada perawatan luka di RSUD Dr.

Djasamen Saragih Pematangsiantar.

4. Manfaat Penelitian

4.1 Manajemen Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak

Manajemen RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar untuk menerapkan

metode perawatan luka modern pada Standar Operasional Prosedur (SOP)

perawatan luka dengan menyediakan bahan balutan oklusif dan membuat suatu

(19)

4.2 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang dapat memberikan

penjelasan mengenai kondisi perawatan luka di sebagian rumah sakit, dan dapat

menjadi informasi penggunaan bahan perawatan luka yang sesuai dengan

karakteristik luka.

4.3 Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian yang diperoleh dapat menjadi informasi tambahan bagi

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1.Luka

1.1 Pengertian

Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis kulit normal akibat

proses patalogis yang berasal dari internal dan eksternal dan mengenai organ

tertentu (Lazarus,et al., 1994 dalam Potter & Perry, 2006). Luka adalah kerusakan

kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh yang lain.

Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul seperti hilangnya seluruh atau

sebagian fungsi organ, respon stress simpatis, perdarahan dan pembekuan darah,

kontaminasi bakteri, dan kematian sel (Kozier, 1995).

1.2. Jenis Luka

Berdasarkan lama waktu penyembuhannya, luka dibagi menjadi 2 jenis,

yaitu:

a. Luka Akut

Luka akut adalah luka trauma yang biasanya segera mendapat penanganan

dan biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi komplikasi. Kriteria

luka akut adalah luka baru, mendadak dan penyembuhannya sesuai dengan waktu

(21)
(22)

b. Luka Kronik

Luka akut adalah luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali

(rekuren) atau terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya

disebabkan oleh masalah multi faktor dari penderita. Pada luka kronik luka gagal

sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan

punya tendensi untuk timbul kembali. Contohnya adalah ulkus tungkai, ulkus

vena, ulkus arteri (iskemi), penyakit vaskular perifer ulkus dekubitus, neuropati

perifer ulkus dekubitus (Briant, 2007).

1.3 Proses Fisiologis Penyembuhan Luka

Proses fisiologis Penyembuhan Luka dapat dibagi ke dalam 4 fase utama, yaitu:

a. Hemostasis

Hemostatis : Pada fase ini terjadi peningkatan perlekatan platelet. Platelet

akan bekerja untuk menutup kerusakan pembuluh darah. Jaringan yang rusak akan

merangsang adenosin diphosphat (ADP) membentuk platelet. Platelet yang

dibentuk berfungsi untuk merekatkan kolagen dan mensekresi faktor yang

merangsang pembekuan darah. Pembekuan darah diawali dengan produksi

trombin yang akan membentuk fibrin dari fibrinogen. Hubungan fibrin diperkuat

oleh agregasi platelet menjadi hemostatik yang stabil. Platelet juga mensekresi

platelet yang terkait dengan faktor pertumbuhan jaringan (platelet-associated

growth factor). Hemostatis terjadi dalam waktu beberapa menit setelah injuri

(23)

b. Inflamasi

Pada proses penyembuhan ini biasanya terjadi proses pembersihan debris.

Respon jaringan yang rusak : jaringan yang rusak dan sel mast melepaskan

plasma dan polimorfonuklear ke sekitar jaringan. Neutropil memfagositosis

mikroorganisme dan berperan sebagai pertahanan awal terhadap infeksi. Jaringan

yang rusak juga akan menyebabkan vasodilatasi dari pembuluh darah sekeliling

yang masih utuh serta meningkatkan penyediaan darah ke daerah tersebut,

sehingga menjadi merah dan hangat. Permeabilitas kapiler-kapiler darah

meningkat dan cairan yang kaya akan protein mengalir kedalam spasium

intertisial, menyebabkan edema lokal dan mungkin hilangnya fungsi di atas sendi

tersebut. Makrofag mengadakan migrasi ke luar dari kapiler dan masuk ke dalam

darah yang rusak sebagai reaksi terhadap agens kemotaktik yang dipacu oleh

adanya cedera. Makrofag mampu memfagosit bakteri. Makrofag juga mensekresi

faktor pertumbuhan seperti faktor pertumbuhan fibrobalas (FGF), faktor

pertumbuhan epidermal (EGF), faktor pertumbuhan beta trasformasi (tgf) dan

interleukin-1 (IL-1).

c. Fase Proliferasi

Fibroblas meletakkan subtansi dasar dan serabut-serabut kolagen serta

pembuluh darah baru mulai menginfiltrasi luka. Begitu kolagen diletakkan, maka

terjadi peningkatan yang cepat pada kekuatan regangan luka. Kapiler-kapiler

dibentuk oleh tunas endothelial, suatu proses yang disebut angiogenesis. Bekuan

(24)

enzim yang diperlukan. Tanda-tanda inflamasi mulai berkurang. Jaringan yang

dibentuk dari gelung kapiler baru, yang menopang kolagen dan subtansi dasar,

disebut jaringan granulasi karena penampakannya yang granuler dan warnanya

merah terang. Fase ini berlangsung selama 3-24 hari.

d. Maturasi (Remodelling)

Pada tahap maturasi terjadi proses epitelisasi, kontraksi dan reorganisasi

jaringan ikat. Setiap cedera yang mengakibatkan hilangnya kulit, sel epitel pada

pinggir luka dan sisa-sisa folikel rambut, serta glandula sebasea dan glandula

sudorivera membelah dan mulai bermigrasi diatas jaringan glandula baru. Karena

jaringan tersebut hanya dapat bergerak diatas jaringan yang hidup, maka mereka

hidup dibawah eskar atau dermis yang mengering. Apabila jaringan tersebut

bertemu dengan sel-sel epitel lain, yang juga mengalami migrasi, maka mitosis

berhenti, akibat inhibisi kontak. Kontraksi luka disebabkan karena miofibroblas

kontraktil membantu menyatukan tepi-tepi luka. Terdapat suatu penurunan

progresif alam vaskularitas jaringan parut, yang berubah dalam penampilannya

dari merah kehitaman menjadi putih. Serabut- serabut kolagen mengadakan

reorganisasi dan kekuatan regangan meningkat (O’Leary, 2007).

1.4 Faktor-Faktor yang dapat Penghambat Penyembuhan Luka

Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, ada banyak

faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka, yaitu (Morrison, 2004):

a. Faktor intrinsik

Faktor intrinstik meliputi faktor- faktor patofisiologi umum (misalnya,

(25)

penurunan daya tahan terhadap infeksi) dan faktor fisiologi normal yang berkaitan

dengan usia dan kondisi lokal yang merugikan pada tempat luka (misalnya,

eksudat yang berlebihan, dehidrasi, infeksi luka, trauma kambuhan, penurunan

suhu luka, pasokan darah yang buruk, edema, hipoksia lokal, jaringan nekrotik,

pengelupasan jaringan yang luas, produk metabolik yang berlebihan, dan benda

asing).

b. Faktor ekstrinsik

Faktor ekstrinsik meliputi penatalaksanaan luka yang tidak tepat (misalnya,

pengkajian luka yang tidak tepat, penggunaan bahan perawatan luka primer yang

tidak sesuai, dan teknik penggantian balutan yang ceroboh).

1.5 Komplikasi Penyembuhan Luka

Menurut Potter & Perry (2006) komplikasi penyembuhan luka meliputi :

a. Infeksi

Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan

atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2-7 hari setelah

pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulen, peningkatan

drainase, nyeri, kemerahan, bengkak disekeliling luka, peningkatan suhu, dan

peningkatan jumlah sel darah putih.

b. Dehisen

Dehisen adalah terpisahnya lapisan luka secara parsial atau total. Dehisen

sering terjadi pada luka pembedahan abdomen dan terjadi setelah regangan

(26)

c. Eviserasi

Terpisahnya lapisan luka secara total dapat menimbulkan eviserasi

(keluarnya organ viseral melalui luka yang terbuka). Bila terjadi evisersasi,

perawat meletakkan handuk steril yang dibasahi dengan salin normal steril di atas

jaringan yang keluar untuk mencegah masuknya bakteri dan kekeringan pada

jaringan tersebut.

d. Fistul

Fistul adalah saluran abnormal yang berada diantara dua buah organ atau

diantara organ dan bagian luar tubuh.

2. Perawatan Luka

2.1 Pengertian

Perawatan luka adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk merawat

luka agar dapat mencegah terjadinya trauma (injuri) pada kulit membran mukosa

atau jaringan lain, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit.

Serangkaian kegiatan itu meliputi pembersihan luka, memasang balutan,

mengganti balutan, pengisian (packing) luka, memfiksasi balutan, tindakan

pemberian rasa nyaman yang meliputi membersihkan kulit dan daerah drainase,

irigasi, pembuangan drainase, pemasangan perban (Briant, 2007).

2.2 Bahan-bahan pada Perawatan Luka

Perawatan luka menggunakan berbagai bahan perawatan antara lain balutan,

(27)

a. Pembalut luka

Pembalutan luka bertujuan untuk mengabsorsi eksudat dan melindungi luka

dari kontaminasi eksogen. Penggunaan balutan juga harus disesuaikan dengan

karakteristik luka.

Jenis-jenis balutan antara lain :

1. Balutan kering

Luka-luka dengan kulit yang masih utuh atau tepi kulit yang dipertautkan

mempunyai permukaan yang kering sehingga balutan tidak akan melekat, maka

pada keadaan seperti ini paling sering digunakan kasa dengan jala-jala yang lebar,

kasa ini akan melindungi luka dan memungkinkan sirkulasi udara yang baik

melalui balutan. Dengan demikian uap lembab dari kulit dapat menguap dan

balutan tetap kering (Schrock, 1995).

2. Balutan basah kering

Balutan kasa terbuat dari tenunan dan serat non tenunan, rayon, poliester, atau

kombinasi dari serat lainnya. Kasa dari kapas digunakan sebagai pembalut

pertama dan kedua, kasa tersedia sebagai pembalut luka, spons, pembalut

melingkar dan kaus kaki. Berbagai produk tenunan ada yang kasar dan berlubang,

tergantung pada benangnya. Kasa berlubang yang baik sering digunakan untuk

membungkus, seperti balutan basah lembab normal salin. Kasa katun kasar,

seperti balutan basah lembab normal salin, digunakan untuk debridemen non

selektif (mengangkat debris atau jaringan yang mati).

(28)

3. Balutan modern

Kemajuan ilmu pengetahuan dalam perawatan luka telah mengalami

perkembangan yang sangat pesat. Hal ini tidak terlepas dari dukungan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu tersebut

dapat dilihat dari banyaknya inovasi terbaru dalam perkembangan produk bahan

pembalut luka modern. Bahan pembalut luka modern adalah produk pembalut

hasil teknologi tinggi yang mampu mengontrol kelembapan disekitar luka. Bahan

balutan luka modern ini di disesuaikan dengan jenis luka dan eksudat yang

menyertainya.

Jenis-jenis balutan luka yang mampu mempertahankan kelembaban antara lain

(Briant, 2007) :

a. Alginat

Alginat banyak terkandung dalam rumput laut cokelat dan kualitasnya

bervariasi. Polisakarida ini digunakan untuk bahan regenerasi pembuluh darah,

kulit, tulang rawan, ikatan sendi dan sebagainya. Apabila pembalut luka dari

alginat kontak dengan luka, maka akan terjadi infeksi dengan eksudat,

menghasilkan suatu jel natrium alginat. Jel ini bersifat hidrofilik, dapat ditembus

oleh oksigen tapi tidak oleh bakteri dan dapat mempercepat pertumbuhan jaringan

baru. Selain itu bahan yang berasal dari alginat memiliki daya absorpsi tinggi,

dapat menutup luka, menjaga keseimbangan lembab disekitar luka, mudah

digunakan, bersifat elastis. antibakteri, dan nontoksik.

Alginat adalah balutan primer dan membutuhkan balutan sekunder seperti

(29)

menyerap eksudat, memberi kelembaban, dan melindungi kulit di sekitarnya agar

tidak mudah rusak. Untuk memperoleh hasil yang optimal balutan ini harus

diganti sekali sehari. Balutan ini dindikasi untuk luka superfisial dengan eksudat

sedang sampai banyak dan untuk luka dalam dengan eksudat sedang sampai

banyak sedangkan kontraindikasinya adalah tidak dinjurkan untuk membalut luka

pada luka bakar derajat III.

b. Hidrogel

Hidrogel tersedia dalam bentuk lembaran (seperti serat kasa, atau jel) yang

tidak berperekat yang mengandung polimer hidrofil berikatan silang yang dapat

menyerap air dalam volume yang cukup besar tanpa merusak kekompakkan atau

struktur bahan. Jel akan memberi rasa sejuk dan dingin pada luka, yang akan

meningkatkan rasa nyaman pasien. Jel diletakkan langsung diatas permukaan

luka, dan biasanya dibalut dengan balutan sekunder (foam atau kasa) untuk

mempertahankan kelembaban sesuai level yang dibutuhkan untuk mendukung

penyembuhan luka. Indikasi balutan ini adalah digunakan pada jenis luka dengan

cairan yang sedikit sedangkan kontraindikasinya adalah luka yang banyak

mengeluarkan cairan

c. Foam Silikon Lunak

Balutan jenis ini menggunakan bahan silikon yang direkatkan, pada

permukaan yang kontak dengan luka. Silikon membantu mencegah balutan foam

(30)

Hasilnya menghindarkan luka dari trauma akibat balutan saat mengganti balutan,

dan membantu proses penyembuhan. Balutan luka silikon lunak ini dirancang

untuk luka dengan drainase dan luas.

d. Hidrokoloid

Balutan hidrokoloid bersifat ”water-loving” dirancang elastis dan merekat

yang mengandung jell seperti pektin atau gelatin dan bahan-bahan absorben atau

penyerap lainnya. Balutan hidrokoloid bersifat semipermiabel, semipoliuretan

padat mengandung partikel hidroaktif yang akan mengembang atau membentuk

jel karena menyerap cairan luka. Bila dikenakan pada luka, drainase dari luka

berinteraksi dengan komponen-komponen dari balutan untuk membentuk seperti

jel yang menciptakan lingkungan yang lembab yang dapat merangsang

pertumbuhan jaringan sel untuk penyembuhan luka. Balutan hidrokoloid ada

dalam bermacam bentuk, ukuran, dan ketebalan. Balutan hidrokoloid digunakan

pada luka dengan jumlah drainase sedikit atau sedang. Balutan jenis ini biasanya

diganti satu kali selama 5-7 hari, tergantung pada metode aplikasinya, lokasi luka,

derajat paparan kerutan-kerutan dan potongan-potongan, dan inkontinensia.

Balutan ini diindikasi kan pada luka pada kaki, luka bernanah, sedangkan

kontraindikasi balutan ini adalah tidak digunakan pada luka yang terinfeksi.

e. Hidrofiber

Hidrofiber merupakan balutan yang sangat lunak dan bukan tenunan atau

balutan pita yang terbuat dari serat sodium carboxymethylcellusole, beberapa

bahan penyerap sama dengan yang digunakan pada balutan hidrokoloid.

(31)

membentuk jel yang lunak yang sangat mudah dieliminasi dari permukaan luka.

Hidrofiber digunakan pada luka dengan drainase yang sedang atau banyak, dan

luka yang dalam dan membutuhkan balutan sekunder. Hidrofiber dapat juga

digunakan pada luka yang kering sepanjang kelembaban balutan tetap

dipertahankan (dengan menambahkan larutan normal salin). Balutan hidrofiber

dapat dipakai selama 7 hari, tergantung pada jumlah drainase pada luka (Briant,

2007).

b. Larutan pembersih

Proses pembersihan luka terdiri dari memilih cairan yang tepat untuk

membersihkan luka dan menggunakan cara-cara mekanik yang tepat untuk

memasukkan cairan tersebut tanpa menimbulkan cedera pada jaringan luka

(AHPCR, 1994). Tujuan pembersih luka adalah untuk menegeluarkan debris

organik maupun anorganik sebelum menggunakan balutan untuk mempertahankan

lingkungan yang optimum pada tempat luka untuk proses penyembuhan. Adanya

debris yang terus menerus, termasuk benda asing, jaringan lunak yang mengalami

devitalisasi, krusta, dan jaringan nekrotik dapat memperlambat penyembuhan dan

menjadi fokus infeksi. Membersihkan luka dengan lembut tetapi mantap akan

membuang kontaminan yang mungkin akan menjadi sumber infeksi.

Menurut pedoman AHCPR 1994, cairan pembersih yang dianjurkan adalah

Sodium klorida. Normal salin aman digunakan pada kondisi apapun

(Lilley&Aucker, 1999). Sodium klorida atau natrium klorida tersusun atas Na dan

(32)

(Henderson, 1992). Sodium klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang

paling sering adalah sodium klorida 0,90 %. Ini adalah konsentrasi normal dari

sodium klorida dan untuk alasan ini Sodium Klorida disebut juga salin normal

(Lilley& Aucker, 1999). Normal salin merupakan larutan isotonis yang aman

untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering,

menjaga kelembapan disekitar luka, membantu luka menjalani proses

penyembuhan serta mudah didapat dan harga relatif lebih murah (Bryant, 2007).

c. Agen topikal

Agen topikal terdiri dari antiseptik dan antibakteri. Antiseptik adalah

bahan-kimia yang dioleskan pada kulit atau jaringan yang hidup untuk menghambat dan

membunuh mikroorganisme (baik yang bersifat sementara maupun yang tinggal

menetap pada luka) dengan demikian akan mengurangi jumlah total bakteri yang

ada pada luka.

Pada perawatan luka modern, pemakaian antiseptik yang diperkenalkan oleh

Lister, seperti povidone-iodine, hypoclorite, asam asetat tidak digunakan lagi

pada luka-luka terbuka dan luka bersih seperti luka bedah (akut) dan luka-luka

kronik. Pemakaian povidone iodine hanya digunakan pada luka-luka akut maupun

kronik yang dapat menunjukkan kesembuhan (healable wound), luka yang

mengalami infeksi. Povidone iodine juga digunakan untuk mensterilkan alat dan

permukaan kulit yang utuh yang akan dioperasi. Sehingga, untuk mencegah

kerusakan jaringan baru pada luka, WHO menyarankan agar tidak lagi

menggunakan antiseptik pada luka bersih, tetapi menggunakan normal salin

(33)

Agen topikal golongan antibiotik yang sering digunakan adalah bacitracin,

silver sulfadiazine, neomysin, polymyxin. Pemberian antibakteri diindikasikan

pada luka yang memiliki tanda-tanda infeksi (Moon, 2003).

d. Balutan sekunder (Secondary dressing)

Balutan sekunder adalah bahan perawatan luka yang memberikan efek

terapi atau berfungsi melindungi, megamankan dan menutupi balutan primer.

Jenis-jenis balutan sekunder antara lain:

a. Pita perekat (adhesive tape)

Beberapa pita perekat yang sering digunakan dalam perawatan luka antara

lain (Knottenbelt, 2003) :

1. Plester cokelat terdiri dari bahan tenunan katun sewarna kulit dengan perekat

Zinc oksida berpori dengan daya lekat kuat namun tidak sakit saat dilepas.

Plester ini diindikasikan untuk plester serbaguna, retensi bantalan penutup luka,

fiksasi infus.

2. Plester luka Non Woven, terbuat dari bahan akrilik yang hipoalergenik. Kertas

pelindung terbuat dari silikon bergaris dan memiliki crack back, yang

memudahkan pemakaian (teknik asepsis), mengikuti lekuk tubuh, perlindungan

menyeluruh untuk mencegah kontaminasi. Plester ini memiliki daya lekat

optimal (tidak terlalu lengkat dikulit namun tidak mudah lepas). Plester ini

diindikasikan untuk retensi bantalan penutup luka, fiksasi infus. Contoh :

(34)

b. Balutan Perekat (Adhesive Dressing)

Contohnya : Perekat Alginat, perekat hidrokoloid, transparent film.

c. Perban

Contohnya: Balutan tubular, balutan kompresi tinggi.

e. Semprotan perekat

Semprotan perekat merupakaan cara lain untuk mempertahankan balutan

agar tetap pada tempatnya. Beberapa lapis kasa diletakkan langsung pada luka,

kemudian balutan dipenuhi dengan semprotan perekat, dan setelah mengering,

kelebihan kasa digunting. Jenis ini disemprotkan langsung pada luka yang akan

segera mengering dan memberikan perlindungan yang baik (Morrison, 2004).

2.3 Penggunaan Bahan pada Berbagai Luka

a. Perawatan luka berdasarkan karakteristik luka

1 Perawatan luka yang memiliki jaringan nekrotik

Jaringan nekrotik sering dijumpai pada luka kronis seperti ulkus iskemi,

ulkus neuropatik, ulkus vena, dan ulkus dekubitus. Debridemen adalah

pengangkatan jaringan yang sudah mengalami nekrosis yang bertujuan untuk

menyokong pemulihan luka. Indikasi debridemen adalah luka akut atau kronik

dengan jaringan nekrosis, luka terinfeksi dengan jaringan nekrotik. Pemilihan

metode debridemen harus berdasarkan karakteristik jaringan nekrotik yang ada

pada luka klien.

(35)

1. Debridemen mekanik, yaitu dengan kompres basah kering (wet to dry),

hidroterapi, dan irigasi luka. Metode debridemen mekanik ini diindikasikan

untuk luka dengan jumlah jaringan nekrotik yang banyak dan luka infeksi.

Dengan demikian pemantauaan untuk daerah yang terkena mudah untuk

dilakukan.

2. Debridemen pembedahan (surgical), yaitu dengan bedah insisi. Metode ini

merupakan cara yang paling cepat untuk membuang jaringan nekrotik dalam

jumlah banyak. Dampak negatif dari debridemen ini adalah peningkatan

resiko pasien terhadap perdarahan, anestesi, dan sepsis. Fakta yang sering

terjadi adalah banyak infeksi yang terjadi setelah operasi terutama pada

orang-orang yang memiliki status kesehatan yang tidak optimal.

3. Debridemen autolisis, yaitu lisisnya jaringan nekrotik dengan sendirinya oleh

enzim badan sel darah putih, yang memasuki daerah luka selama proses

inflamasi. Debridemen autolisis hanya digunakan pada klien yang tidak

terinfeksi dengan jumlah jaringan nekrotik yang terbatas. Debridemen

autolisis ini dapat dilakukan dengan menggunakan balutan yang dapat

mempertahankan kelembaban seperti hidrokoloid, hidrogel, alginat.

2. Penatalaksanaan luka yang terinfeksi

Kebanyakan luka kronis dikontaminasi oleh mikroorganisme yang sangat

banyak yang tampaknya tidak memperlambat proses penyembuhan.Pada luka

(36)

charcoal dressing) sebagai penghilang rasa bau (deodoriser) yang efektif. Jika

terdapat eksudat dalam jumlah yang tidak terlalu banyak, maka balutan busa yang

menyerap dan dilapisi arang (Morrison, 2004).

3. Penatalaksanaan luka dengan banyak eksudat

Sekalipun jaringan nekrotik dan jaringan tampak jelas terinfeksi telah

diangkat dari bidang luka, luka dapat terus menghasilkan eksudat dalam jumlah

banyak yang dapat menembus balutan non-oklusif dan meningkatkan risiko

infeksi luka. Eksudat dapat juga mengikis tepi luka jika jaringan sekitarnya

menjadi terendam air. Volume eksudat berkurang pada waktunya, tetapi sampai

stadium tersebut diperlukan balutan yang bisa menyerap dan tidak melekat.

(Morrison, 2004).

Luka-luka yang bereksudat dibagi ke dalam tiga kategori, tergantung kedalaman

dan tingkat eksudat yang dihasilkan (Morrison, 2004), antara lain :

a. Untuk luka-luka superfisial dengan eksudat sedikit sampai sedang,

pemilihan balutan meliputi: Lembaran hidrokoloid. Lembar balutan ini

tidak memerlukan balutan sekunder dan cukup mudah untuk melihat kapan

balutan tersebut perlu diganti.

b. Untuk luka superfisial dengan eksudat sedang sampai banyak, pilihan

balutan seperti balutan alginat.

c. Untuk luka dalam dengan eksudat sedang sampai banyak, pilihan balutan

meliputi: granula atau pasta hidrokoloid, hidrogel yang bergranulasi

balutan alginat, balutan alginat dalam bentuk pita atau tali sangat berguna

(37)

4. Perawatan luka dalam yang bersih dengan sedikit eksudat

Bila jumlah eksudat sudah berkurang, maka silastic foam merupakan suatu

cara pembalutan yang sangat bermanfaat khususnya pada luka dalam yang bersih

berbentuk cawan, seperti sinus pilonidal yang sudah dieksisi, atau dekubitus luas

didaerah sakrum. Untuk luka yang lebih kecil, pasien atau yang memberi

perawatan, dapat melakukan desinfeksi dua kali sehari dengan foam stent atau

menutup luka tersebut.

b. Perawatan luka berdasarkan etiologinya (Suriadi, 2004)

1. Luka insisi bedah

Lakukan pengkajian kondisi area operasi yang meliputi kondisi balutan,

adanya perdarahan, drain, insisi atau jahitan. Lakukan pembersihan luka dimulai

pada pusat luka ke arah keluar dan secara perlahan-lahan karena luka setelah

operasi terdapat sedikit edema. Gunakan normal salin untuk membersihkan luka.

Hindari penggunaan larutan yang bersifat sitotoksik seperti hydrogen perokside

dan povidone iodine karena dapat merusak jaringan dan memperlambat

penyembuhan luka. Pertahankan kondisi luka tetap bersih dan termasuk

lingkungan tempat tidur pasien. Penggantian balutan tergantung pada kondisi

balutan bersih atau kotor. Bila kondisi balutan kering dan bersih balutan diganti 2

atau 3 hari sekali setelah operasi dan juga tergantung jenis balutan yang

digunakan. Jenis balutan yang disarankan adalah balutan yang dapat

(38)

penggantian balutan kering akan menekan permukaan yang mengakibatkan

pertumbuhan jaringan sehat yang terganggu dan menimbulkan rasa nyeri.

2. Ulkus Arteri

Lakukan pengkajian tanda-tanda infeksi, bila keadaan luka kering dan eskar

keras, jangan lakukan debridemen. Hindari terapi (kompresi) karena dapat

menghambat aliran darah. Lakukan balutan dengan teknik steril dan pertahankan

lingkungan dalam keadaan lembab. Gunakan balutan hidrokoloid jika ada untuk

menjaga kelembaban lingkungan luka. Pada saat berbaring posisi kepala

ditinggikan 5 sampai 7 derajat yang bertujuan untuk menyokong sirkulasi daerah

kulit dan ke bagian ekstremitas.

3. Ulkus Vena

Lakukan pengkajian kondisi area luka. Ganti balutan dengan teknik steril.

Bersihkan luka dengan salin normal. Bila terdapat jaringan nekrotik lakukan

debridemen. Lakukan terapi kompresi, yang bertujuan untuk memperlancar aliran

limfatik, reduksi tekanan vena superfisial dan mengurangi aliran balik ke

pembuluh vena yang dalam. Pemberian obat topikal tergantung jumlah eksudat

dan ukuran luka, ada tidaknya infeksi dan karakteristik sekeliling luka. Apabila

menggunakan balutan untuk kelembaban lingkungan dapat menggunakan

hidrokoloid, transparan film, dan foam. Lakukan peninggian posisi pada daerah

kaki, hal yang dapat meningkatkan sensitivitas pada sekeliling luka.; hindari

larutan atimikrobial, hindari bahan yang sifatnya lengket. Prinsip perawatan luka

pada ulkus vena adalah meningkatkan pengisian kembali ke vena, yang akan

(39)

4. Neuropati perifer ulkus diabetik

Penggunaan balutan pada neoropatik perifer ulkus diabetik dapat

disesuaikan dengan jumlah eksudat yang dihasilkan oleh luka. Balutan yang

sering digunakan adalah hidrogel. Balutan ini digunakan ketika luka sedang

kering dengan tujuan menghasilkan sedikit cairan untuk melembabkan permukaan

luka. Balutan foam digunakan ketika luka menghasilkan cairan eksudat yang

banyak sampai sedang dan balutan alginat digunakan ketika luka menghasilkan

banyak cairan eksudat.

5. Ulkus Dekubitus

Perawatan luka dekubitus mencakup 3 prinsip : debridemen, pembersihan

dan dressing. Debridemen dilakukan untuk mencegah infeksi yang lebih luas.

Debridemen bertujuan untuk mengangkat jaringan yang sudah mengalami

nekrosis. Pada setiap luka yang akan diganti selalu dibersihkan. Bahan-bahan

yang perlu dihindari untuk membersihkan luka seperti povidone iodine, larutan

sodium hypoclorite. Gunakan normal salin sebagai larutan pembersih luka.

Gunakan balutan hidrokoloid, tetapi jika luka menghasilkan banyak cairan

eksudat (lebih dari 50% balutan primer dalam rentang waktu kurang dari 24 jam

(40)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan

bagaimana seseorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis

beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah (Hidayat, 2009). Kerangka

konseptual penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penggunaan bahan

perawatan luka di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

(41)

2. Definisi Operasional

Variabel Defenisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala

(42)
(43)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

murni yang bertujuan mengidentifikasi gambaran penggunaan bahan pada

perawatan luka di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.

2. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006). Populasi

dalam penelitian ini adalah perawat pelaksana di ruang inap dimana terdapat

pasien yang mengalami luka. Ruang rawat tersebut adalah paviliun A, paviliun B,

paviliun C dan paviliun Anak, ICU, ruang 12, ruang 17, ruang C1, ruang C2,

ruang C3, ruang paviliun kebidanan, ruang nifas, dan poli bedah. Jumlah

keseluruhan perawat pelaksana pada ruang rawat tersebut adalah 167 orang (data

tahun 2010).

Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu

juga memiliki karakteristik tertentu, jelas, dan lengkap dan dianggap bisa

mewakili populasi (Hasan, 2008). Pengambilan sampel dilakukan dengan

menggunakan cara purposive sampling, yaitu suatu teknik penetapan responden

dengan cara memilih responden di antara populasi sesuai dengan yang

dikehendaki peneliti sehingga responden tersebut dapat mewakili karakteristik

(44)

responden yang digunakan adalah kriteria inklusi, yaitu karakteristik responden

yang layak diambil untuk penelitian, antara lain perawat pelaksana di ruang rawat

inap di mana terdapat luka pada pasien, perawat yang bertugas melakukan

perawatan luka dan bersedia menjadi responden penelitian.

Bailey menyatakan bahwa untuk penelitian yang akan menggunakan analisa

statistik, ukuran sampel yang paling minimum adalah 30. Berhubung penelitian

ini akan menggunakan analisa data statistik univariat, maka jumlah sampel pada

penelitian ini adalah 30 orang (Hasan, 2002).

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

dengan alasan tersedianya sampel yang memadai, dan penelitian mengenai

penggunaan bahan pada perawatan luka di rumah sakit tersebut belum pernah

diteliti. Penelitian ini telah dilaksanakan selama lima bulan yaitu pada Februari

sampai dengan Juni 2012.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan etik yaitu, peneliti meminta

kesediaan calon responden untuk mengikuti penelitian dengan menandatangani

informed concent. Jika calon responden tidak bersedia peneliti tetap menghargai

hak-hak responden untuk tidak terlibat dalam penelitian.

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan

namanya, pada lembar pengumpulan data. Peneliti cukup memberikan kode pada

(45)

dijaga dengan tidak menuliskan nama responden pada instrumen penelitian tetapi

hanya menuliskan inisial namanya saja untuk menjaga kerahasiaan semua

informasi yang diberikan. Data-data yang telah diperoleh dari calon responden

juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian (Nursalam, 2008).

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket (kuesioner),

yaitu kuesioner penggunaan bahan-bahan pada perawatan luka yang disusun oleh

peneliti mengacu kepada tinjauan pustaka. Kuesioner ini menggunakan

pernyataan tertutup dengan pilihan jawaban “Ya” atau “Tidak”. Kuesioner ini

terdiri dari 13 pernyataan. Dari 13 pernyataan, terdapat 1 pernyataan negatif yaitu

pada nomor 10, dan 12 pernyataan positif yaitu pada nomor 1-9,11-12 dan 13.

Penilaian kuesioner ini menggunakan skala Dichotomy dengan skor pilihan untuk

pernyataan positif nomor 2,4,5,9 dan pernyataan negatif, benar (B)=0, salah (S)=1

dan untuk penyataan positif nomor 1,3,6,7 dan 8, benar (B) = 1, salah (S)=0. Total

skor berkisar antara 0-13 untuk setiap pernyataan, sehingga nilai terendah yang

mungkin dicapai adalah 0 dan nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 13.

Semakin tinggi jumlah skor maka penggunaan bahan perawatan luka di RSUD Dr.

Djasamen Saragih Pematangsiantar semakin sesuai dengan jenis luka.

Berdasarkan rumus statistik Sudjana (2002), P = ������� ����� �����������

P merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi dikurang nilai

(46)

penggunaan (sesuai atau tidak sesuai), maka akan diperoleh panjang kelas sebesar

7. Dengan menggunakan nilai P, maka penggunaan bahan-bahan perawatan luka

dikategorikan sebagai berikut :

0-6 = Penggunaan bahan-bahan perawatan luka tidak sesuai jenis luka

7-13 = Penggunaan bahan-bahan perawatan luka sesuai jenis luka.

6. Validitas dan Realibilitas Instrumen

Instrumen untuk variabel penggunaan bahan-bahan perawatan luka dibuat

oleh peneliti, sehingga perlu dilakukan uji validitas untuk mengetahui seberapa

besar derajat kemampuan alat ukur dalam mengukur secara konsisten sasaran

yang akan diukur. Pengujian validitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah

pengujian validitas isi. Validitas isi adalah suatu keputusan tentang bagaimana

instrumen dengan baik mewakili karakteristik yang diteliti. Pengujian validitas isi

dilakukan dengan memberikan instrumen penelitian, kriteria dan lembar penilaian

Content Validity Index (CVI) kepada tiga orang ahli perawatan luka yaitu dua

orang dosen keperawatan medikal bedah, Bapak Asrizal, S.Kep, Ns,WOC(ET)N,

Bapak Mula Tarigan S.Kp, M.Kes, dan seorang perawat Ibu Sukarni S. Kep, Ns,

CWCS. Hasil uji validitas dikatakan valid dilihat berdasarkan Coefisient Validity

Index (CVI ). Kriteria Penilaian CVI (Content Validity Index) menurut Polite &

Beck, 2006 adalah sebagai berikut, setiap pernyataan diberi skor 1 jika pernyataan

dinyatakan tidak valid, skor 2 diberi jika pernyataan dinyatakan valid tetapi

membutuhkan revisi, dan skor 3 diberikan jika pernyataan valid tidak

membutuhkan revisi. Setelah itu, nilai validitas dihitung dengan mengunakan

(47)

Nilai validitas (r) = ∑ ���������������ℎ��

∑ �������������������������������ℎ���������

Suatu instrumen dikatakan valid jika nilai Coefisient Validity Index mencapai

0.70. Hasil uji validitas yang didapat, kuesioner penggunaan bahan perawata luka

memiliki nilai Coefisient Validity Index sebesar 0.78 sehingga instrumen yang

digunakan peneliti telah valid.

Uji realibilitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui tingkat

konsistensi sebuah instrumen untuk memberikan hasil ukuran yang sama tentang

sesuatu yang diukur pada waktu yang berlainan (Hasan, 2002). Uji realibilitas ada

dua, yaitu realibilitas eksternal dan realibilitas internal. Uji reliabilitas eksternal

dilakukan pada 10 orang responden (Azwar,2003). Pengambilan data untuk uji

reliabel dilakukan di RSUD dr. Pirngadi Medan, dengan pertimbangan kedua

rumah sakit tersebut memiliki kriteria yang sama. Realibilitas internal instrumen

penelitian ini diuji dengan menggunakan uji KR-20 karena jenis pernyataan pada

kuesioner adalah pernyataan dengan jawaban dikotomi (Arikunto, 2006). Hasil uji

reliabilitas KR-20 dari instrumen di dapatkan nilai reliabilitas 0.78. Instrumen

yang baru akan reliabel jika memiliki nilai reliabilitas lebih dari 0.70 (Polite &

Hungler, 1995), sehingga instrumen penelitian ini dapat dinyatakan reliabel.

7. Prosedur pengumpulan data

Prosedur pengumpulan data yang digunakan adalah dengan mengisi

(48)

penelitian dari Fakultas Keperawatan USU dan surat izin dari lokasi penelitian,

yaitu RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.

Setelah mendapat izin dari RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

peneliti bertemu dengan calon responden dan menjelaskan terlebih dahulu kepada

responden tentang maksud, tujuan dan prosedur penelitian serta menanyakan

kesediaan calon responden. Calon responden yang bersedia, diminta untuk

menandatangani informed concent (surat persetujuan). Responden dipersilahkan

untuk mengisi kuesioner yang diajukan peneliti. Selama pengisian kuesioner,

peneliti mendampingi responden dan responden diberi kesempatan untuk bertanya

pada peneliti bila ada pernyataan yang tidak dimengerti. Setelah kuesioner selesai

diisi oleh responden, peneliti mengumpulkan kembali kuesioner dengan terlebih

dahulu memeriksa kelengkapan jawaban.

8. Analisa Data

Setelah seluruh data terkumpul, maka peneliti mengadakan analisa data

melalui beberapa tahap. Pertama mengecek kelengkapan data responden dan

memastikan jawaban telah diisi, kemudian data yang sesuai diberi kode untuk

memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Langkah

selanjutnya yaitu pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan

komputerisasi. Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah statistik univariat. Statistik univariat adalah suatu prosedur

untuk menganalisa data dari satu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan

suatu hasil penelitian (Polite & Hungler, 1999). Pengolahan data penggunaan

(49)

mana hasilnya akan dibagi menjadi dua kategori penggunaan yaitu penggunaan

bahan-bahan perawatan luka belum sesuai jenis luka dengan skor 0-6 dan

penggunaan bahan-bahan perawatan luka sudah sesuai jenis luka dengan skor

(50)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang deskripsi

penggunaan bahan pada perawatan luka di RSUD Dr. Djasamen Pematangsiantar.

Penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Juni 2012 dengan

jumlah responden sebanyak 30 orang perawat. Hasil penelitian ini menguraikan

karakteristik demografi responden dan penggunaan bahan pada perawatan luka.

1.1. Karakteristik Demografi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan diketahui bahwa

sebanyak 3 orang responden berada pada rentang usia 25 sampai 29 tahun, lama

bekerja 1-5 tahun sebanyak 2 responden (6.70%). Responden yang berumur 35

sampai 40 tahun ada sebanyak 9 orang (3.00%), lama bekerja lebih dari 10 tahun

ada sebanyak 8 orang (26.70%). Mayoritas responden berada pada rentang usia

30-34 tahun yaitu sebanyak 18 responden (60.00 %). Pendidikan dari perawat

adalah DIII Keperawatan (100.00%) dan lama bekerja kebanyakan diantara 5

sampai 10 tahun sebanyak 20 responden (66.70%). Untuk lebih jelasnya tentang

(51)

Tabel 1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan karakteristik data demografi di RSUD. Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

No. Karakteristik Frekuensi Persentase

1.2 Deskripsi Penggunaan Bahan pada Perawatan Luka

Deskripsi penggunaan bahan-bahan pada perawatan luka berdasarkan

penelitian yang telah dilakukan di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

diketahui bahwa seluruh perawat tidak menggunakan bahan perawatan luka yang

sesuai dengan karakteristik luka pasien (100.00%), gambaran penggunaan bahan

pada perawatan luka dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Penggunaan Bahan-Bahan pada Perawatan Luka

No. Karakteristik Frekuensi Persentase

1. Sesuai karakteristik luka 0.00 100.00

(52)

3. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 30 orang perawat,

ditemukan bahwa seluruh perawat (100.00%) di RSUD Dr. Djasamen Saragih

Pematangsiantar tidak menggunakan bahan perawatan luka yang sesuai dengan

karakteristik luka pasien. Walaupun penggunaan bahan perawatan luka mayoritas

tidak sesuai dengan karakteristik luka, masih ada penggunaan bahan yang tepat

yaitu pemakaian salin normal sebagai larutan pembersih luka. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa seluruh perawat (30 orang) menggunakan salin normal

sebagai cairan pembersih pada perawatan luka akut seperti luka operasi, luka

superfisial, dan luka kronik, termasuk luka kronik yang menghasilkan jaringan

nekrotik. Menurut pedoman AHCPR 1994 menyatakan bahwa cairan pembersih

yang dianjurkan adalah normal salin (Sodium klorida). Sodium klorida atau

Natrium klorida tersusun atas Na dan Cl yang memiliki komposisi sama seperti

plasma darah, dengan demikian aman bagi tubuh (Morrison, 2004).

Berdasarkan hasil penelitian ini seluruh perawat (100.00%) menggunakan

povidone iodine sebagai larutanantiseptik pada luka bedah (akut) dan 23 perawat

(76.60%) menggunakan povidone iodine sebagai larutan antiseptik pada luka

kronik, termasuk juga pada luka kronik yang menghasilkan jaringan nekrotik.

Penggunaan povidone iodine di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

belum tepat karena tidak sejalan dengan WHO yang tidak menyarankan

penggunaan povidone iodine pada luka bersih seperti luka hasil pembedahan dan

luka kronis. Hal ini disebabkan povidone iodine bersifat toksik yang dapat

(53)

dilakukan oleh Brena, et al., 1980 menunjukkan bahwa pengunaan antiseptik

menunjukkan efek buruk terhadap fisiologi penyembuhan luka. Penggunaan

povidone iodine pada luka bersih seperti luka operasi dapat menyebabkan

berhentinya aliran pembuluh darah kecil. Berdasarkan pemaparan diatas dapat

disimpulkan penggunaan antiseptik pada perawatan luka di RSUD Dr. Djasamen

Saragih Pematangsiantar belum tepat.

Berdasarkan hasil penelitian ini penggunaan balutan di RSUD Dr. Djasamen

Saragih Pematangsiantar menunjukkan bahwa 30 perawat (100.00 %)

menggunakan balutan basah kering untuk merawat semua jenis luka akut.

Penggunaan balutan basah kering dapat menghambat proses penyembuhan luka.

Hal ini disebabkan karena kasa konvensional terbuat dari material tekstil katun

yang tersusun dari serabut-serabut anyaman yang akan menyebabkan kasa

melekat pada permukaan luka. Hal ini akan menyebabkan luka kembali ke fase

inflamasi. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Gates

dan Holloway (2002) yang dilakukan pada 40 orang ibu yang menjalani operasi

Caesar menunjukkan bahwa luka yang dirawat dengan balutan yang dapat

mempertahankan kelembaban lebih cepat menutup (5 hari) jika dibandingkan

dengan luka yang dibalut dirawat dengan balutan basa kering (8 hari).

Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan balutan

pada perawatan luka di RSUD Dr. Djasamen belum tepat.

Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa 93.38% (28 perawat)

(54)

kronik yang disertai dengan jaringan nekrotik. Penggunaan balutan basah kering

dapat menyebabkan trauma pada jaringan yang akan sembuh dan menimbulkan

nyeri pada pasien. Penelitian yang dilakukan Mwipatayi (2004) pada 10 orang

pasien luka kronik dengan jaringan nekrotik, dua diantaranya dilakukan

debridemen autolisis menggunakan balutan polyacrylate mengalami penurunan

luas area luka dari 26,4 cm2 menjadi 21,4 cm2 dalam waktu 5 hari. Sedangkan

delapan orang pasien lagi dirawat menggunakan balutan basah kering mengalami

penurunan luas area luka dari 25 cm2 menjadi 23 cm2 dalam waktu 5 hari.

Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa debridemen autolisis dengan balutan

polyacrylate sangat efektif pada semua jenis luka.

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa manajemen

luka modern tidak lagi menyarankan penggunaan debridemen mekanik sebagai

pilihan utama. Peneliti lebih menyarankan penggunaan debridemen autolisis pada

luka yang memiliki jaringan nekrotik. Penggunaan debridemen autolisis

memberikan banyak manfaat seperti cara pemakaian yang efektif, lebih aman,

karena debridemen ini menggunakan mekanisme pertahanan tubuh sendiri untuk

membersihkan jaringan nekrotik, tidak menimbulkan nyeri.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa 100,00% (30 perawat) di

RSUD. Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tidak menggunakan balutan yang

dapat mempertahankan kelembaban (moist wound healing) seperti balutan oklusif

ataupun balutan yang menyerap cairan (absorben dressing). Penggunaan balutan

oklusif dapat mempercepat proses penyembuhan luka karena balutan ini dapat

(55)

makrofag tetap hidup dan penting untuk reaksi enzim yang tergantung terhadap

air dan oksigen sehingga proses penyembuhan luka tidak terganggu (Novriansyah,

2008).

Manfaat lain yang didapatkan dari penggunaan balutan yang dapat

mempertahankan kelembaban adalah frekuensi pergantian balutan yang lebih

sedikit jika dibandingkan dengan balutan basah kering (wet to dry). Berkurangnya

frekuensi penggantian balutan di rumah sakit akan mengurangi waktu perawat

dalam merawat luka, dengan demikian perawat bisa mengerjakan pekerjaan lagi

lebih efektif. David (2010) menyatakan bahwa tidak banyak rumah sakit yang

menerapkan metode perawatan luka modern. Di Indonesia sendiri hanya ada 25

rumah sakit atau 2.47% dari total 1012 rumah sakit yang ada dan RSUD Dr.

Djasamen Saragih Pematangsiantar merupakan salah satu rumah sakit yang tidak

menerapkan perawatan luka modern. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan

bahwa RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar belum menggunakan

balutan yang sesuai dengan karakteristik luka.

Hasil penelitan ini menunjukkan bahwa seluruh perawat (30 responden)

tidak menggunakan silastic foam untuk menutup luka kronik yang berbentuk

cawan. Silastic foam adalah balutan yang direkomendasikan untuk luka yang

berada di daerah yang sulit di mana proteksi dan immobilisasi sangat bermanfaat.

Balutan ini juga dapat digunakan pada luka dengan jumlah eksudat sudah

(56)

pilonidal yang sudah dieksisi, atau dekubitus luas didaerah sakrum (Morrison,

2004).

RSUD Dr. Djasamen tidak menyediakan balutan silastic foam pada luka

yang berbentuk cawan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti dengan

perawat, perawat biasanya menggunakan kasa deeper sebagai pengisi lukanya.

Pengisian luka menggunakan kasa deeper bertujuan untuk menyerap cairan yang

berlebih dan mengontrol perdarahan. Pengunaan kasa deeper pada perawatan luka

menyebabkan pergantian balutan yang lebih sering, Pergantian balutan yang

sering akan menyebabkan jaringan granulasi yang tumbuh menjadi rusak. Hal ini

akan membuat penyembuhan luka menjadi terlambat.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh perawat (100.00%) di

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematang Siantar menggunakan plester cokelat

sebagai perekat balutan pada perawatan luka akut dan kronik. Penelitian yang

dilakukan Cutting (2007) menunjukkan bahwa luka yang dirawat menggunakan

plester cokelat menyebabkan peningkatan pelapasan kulit secara paksa (peel

force) selama dua minggu pertama periode perawatan, dan meningkat secara

signifikan jika dibandingkan dengan luka yang dirawat menggunakan perekat

hidrokoloid. Pada penggunaan perekat hidrokoloid pegangkatan kulit secara paksa

dapat dicegah, karena perekat ini dapat mempertahankan kelembaban kulit secara

konsisten. Plester cokelat lebih cocok digunakan sebagai fiksasi infus atau kateter.

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan penggunaan balutan sekunder jenis

(57)

perekat (adhesive tape). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan penggunaan

balutan sekunder di RSUD Dr. Djasmen Pematangsiantar belum tepat.

Pada luka yang megalami infeksi yang menghasilkan eksudat yang berbau

busuk, dapat digunakan balutan arang aktif (activated charcoal dressing), sebagai

penghilang bau (deodoriser) yang efektif (Morrison, 2004). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa 100.00% (30 responden) perawat tidak menggunakan

balutan arang aktif sebagai penghilang rasa bau pada luka yang menghasilkan bau.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Hamptomp (2003) yang

melakukan penelitian pada 20 orang pasien luka kronik yang menghasilkan bau,

diperoleh bahwa 50.00% dari pasien menyatakan bau pada luka pasien hilang

sama sekali, dan 35.00 % menyatakan bau pada luka bisa dikontrol.

Menurut peneliti, bau yang ditimbulkan oleh luka dapat mempengaruhi

psikologi pasien. Pasien dapat mengalami perubahan citra diri, merasa malu, dan

depresi. Perawatan luka yang holistik tidak hanya berpusat pada kesembuhan luka

pasien tapi juga berusaha untuk mengatasi akibat dari luka yang dialami pasien.

Dengan demikian peneliti menyarankan manajemen luka RSUD Dr. Djasamen

(58)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan

dan saran mengenai gambaran penggunaan bahan pada perawatan luka di RSUD

Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.

1. Kesimpulan

Gambaran pengunaaan bahan pada perawatan luka dikategorikan tidak sesuai

dengan karakteristik luka (100,00%). Berdasarkan hasil penelitian, dapat

disimpulkan bahwa manajemen luka RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

masih menerapkan metode perawatan luka konvensional. Perawat di RSUD Dr.

Djasamen Saragih Pematangsiantar membersihkan luka menggunakan normal salin,

menggunakan povidone iodine sebagai antiseptik. Untuk penggunaan balutan,

manajemen luka RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar masih

mengandalkan balutan basah kering (wet to dry) baik pada luka akut maupun luka

kronik. Balutan basah kering (wet to dry) adalah balutan yang menggunakan kasa

yang dibasahi dengan normal salin dan difiksasi menggunakan plester cokelat.

Perawat menggunakan bahan yang sama untuk merawat semua jenis luka akut dan

Gambar

Tabel 2.  Distribusi Frekuensi dan Persentase Penggunaan Bahan-Bahan pada Perawatan Luka

Referensi

Dokumen terkait

Studi kasus pada penelitian ini yaitu pasang surut air laut di Kota Semarang. pada tahun 2016 dimulai 1 Januari – 31 Desember dengan

Gambar 4.41 Prototipe layar laporan distribusi grade dan nilai akhir tanpa

Karakter ini diberi nama wong, karakter tokoh ini adalah salah satu pemuda yang berasal dari kerajaan yang sama dengan tokoh utama jun. Chen merupakan teman akrab

Secara umum, CSD (2001) menilai bahwa metode agregasi tersebut terlalu bersifat spesifik dan mempunyai banyak kekurangan jika digunakan untuk mengakomodir

Hal tersebut maka timbul gagasan proyek Pusat Sinematografi di Surabaya sebagai wadah penampungan apresiasi dan pengembangan karya film dari sineas Indonesia (khususnya dari

listening team untuk materi meng pengaruh globalisasi dalam be terhadap kehidupan, kualifikas Sangat Baik, guru sudah dapat me dalam kelompok-kelompok dan s sudah

[r]

yang dipertanyakan dan menentukan sumber (melalui benda konkrit, dokumen, buku, eksperimen) untuk menjawab bereksperimen menggunakan peralatan dan kelengkapan komponen dan