• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Toksisitas Akut Limbah Cair Industri Tahu Terhadap Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Toksisitas Akut Limbah Cair Industri Tahu Terhadap Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum)"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan Penelitian

Persiapan Wadah

Pencucian Akuarium Pengeringan Akuarium

Pengisian Air Aerasi Air

(2)

Lampiran 1. Lanjutan

Pengukuran Parameter Kualitas Air

Pengukuran Suhu Pengukuran pH

(3)

Lampiran 2. Data Jumlah Kematian Ikan Pada Uji Pendahuluan

Ulangan 1

Perlakuan Konsentrasi (%)

Jumlah Ikan (N)

Jumlah Ikan Mati Pada Jam Ke- Total Ikan

Mati (R) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 30 36 42 48

1 0% 10 ekor ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─

2 1% 10 ekor ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─

3 2% 10 ekor ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ 1 ─ 1 1 ─ 2 ─ 1 6 ekor

4 3% 10 ekor ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ 2 2 2 1 3 ─ ─ ─ ─ 10 ekor

5 4% 10 ekor ─ ─ ─ ─ ─ ─ 2 1 3 2 2 ─ ─ ─ ─ ─ ─ 10 ekor

Ulangan 2

Perlakuan Konsentrasi (%)

Jumlah Ikan (N)

Jumlah Ikan Mati Pada Jam Ke- Total Ikan

Mati (R) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 30 36 42 48

1 0% 10 ekor ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─

2 1% 10 ekor ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─

3 2% 10 ekor ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ 1 2 ─ 1 1 ─ 5 ekor

4 3% 10 ekor ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ 1 3 3 1 2 ─ ─ ─ ─ 10 ekor

5 4% 10 ekor ─ ─ ─ ─ ─ ─ 1 3 2 1 1 2 ─ ─ ─ ─ ─ 10 ekor

Ulangan 3

Perlakuan Konsentrasi (%)

Jumlah Ikan (N)

Jumlah Ikan Mati Pada Jam Ke- Total Ikan

Mati (R) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 30 36 42 48

1 0% 10 ekor ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─

2 1% 10 ekor ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─

3 2% 10 ekor ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ 1 1 ─ 2 ─ 1 5 ekor

4 3% 10 ekor ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ 1 1 3 2 3 ─ ─ ─ ─ 10 ekor

(4)

Lampiran 3. Penentuan Konsentrasi Uji Toksisitas

Dik : N = 3%

3% = 300 mL = 300000 mg/10L = 30000 mg/L n = 1% = 100 mL = 100000mg/10L = 10000 mg/L K = 5-1 = 4

Dit : a, b, c, d...? Jawab :

- Log = N

n = K (Log a – Log n) Log = 30000

10000 = 4 ( Log a – Log 10000) Log 3 = 4 ( Log a – Log 10000) 0,477 = 4 ( Log a – 4)

0,477 = 4 Log a – 16 4 Log a = 0,477 +16 4 Log a = 16,477 Log a = 4,119

a = 13152,248 ppm

= 1,31%

- Log = N

n = K (Log b – Log a) Log = 30000

10000 = 4 ( Log b – Log 13152,248) Log 3 = 4 ( Log b – 4,118)

0,477 = 4 Log b – 16,472 4 Log b = 16,472 + 0,477 4 Log b = 16,949

Log b = 4,237

b = 17258,378 ppm

(5)

Lampiran 3. Lanjutan

- Log = N

n = K (Log c – Log b) Log = 30000

10000 = 4 ( Log c – Log 17258,378) Log 3 = 4 ( Log c – 4,236)

0,477 = 4 Log c – 16,944 4 Log c = 16,944 + 0,477 4 Log c = 17,421

Log c = 4,355

c = 22659,483 ppm

= 2,26%

- Log = N

n = K (Log d – Log c) Log = 30000

10000 = 4 ( Log d – Log 22659,483) Log 3 = 4 ( Log d – 4,355)

0,477 = 4 Log d – 17,420 4 Log d = 17,420 + 0,477 4 Log d = 17,897

Log d = 4,474

d = 29785,164 ppm

(6)

Lampiran 4. Data Jumlah Kematian Ikan Pada Uji Toksisitas

Ulangan 1

Perlakuan Konsentrasi (%)

Jumlah Ikan (N)

Jumlah Ikan Mati Pada Jam Ke- Total Ikan Mati (R)

0 6 12 18 24 36 48 60 72 84 96

1 0% 10 ekor ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─

2 1,31% 10 ekor ─ ─ ─ ─ ─ 1 1 ─ ─ ─ ─ 2 ekor

3 1,72% 10 ekor ─ ─ ─ ─ ─ 2 1 ─ 1 ─ ─ 4 ekor

4 2,26% 10 ekor ─ ─ ─ ─ 2 1 1 1 ─ ─ ─ 5 ekor

5 2,97% 10 ekor ─ ─ ─ ─ 4 2 1 1 ─ ─ ─ 8 ekor

Ulangan 2

Perlakuan Konsentrasi (%)

Jumlah Ikan (N)

Jumlah Ikan Mati Pada Jam Ke- Total Ikan Mati (R)

0 6 12 18 24 36 48 60 72 84 96

1 0% 10 ekor ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─

1,31% 10 ekor ─ ─ ─ ─ ─ ─ 1 1 ─ ─ ─ 2 ekor

3 1,72% 10 ekor ─ ─ ─ ─ ─ 1 1 1 ─ ─ ─ 3 ekor

4 2,26% 10 ekor ─ ─ ─ 1 2 1 1 1 ─ ─ ─ 6 ekor

5 2,97% 10 ekor ─ ─ ─ 1 2 4 1 ─ ─ ─ ─ 8 ekor

Ulangan 3

Perlakuan Konsentrasi (%)

Jumlah Ikan (N)

Jumlah Ikan Mati Pada Jam Ke- Total Ikan Mati (R)

0 6 12 18 24 36 48 60 72 84 96

1 0% 10 ekor ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─

2 1,31% 10 ekor ─ ─ ─ ─ ─ ─ 1 ─ 1 ─ ─ 2 ekor

3 1,72% 10 ekor ─ ─ ─ ─ ─ 1 2 1 ─ ─ ─ 4 ekor

4 2,26% 10 ekor ─ ─ ─ ─ 1 2 ─ 1 1 ─ ─ 5 ekor

(7)

Lampiran 5. Data Parameter Kualitas Air

Uji Pendahuluan

0-24 Jam

Konsentrasi Ulangan Suhu (0C) DO (ppm) pH

(8)

Lampiran 5. Lanjutan

24-48 Jam

Konsentrasi Ulangan Suhu (0C) DO (ppm) pH

(9)

Lampiran 5. Lanjutan

Uji Toksisitas

0-24 Jam

Konsentrasi Ulangan Suhu (0C) DO (ppm) pH

(10)

Lampiran 5. Lanjutan

24-48 Jam

Konsentrasi Ulangan Suhu (0C) DO (ppm) pH

(11)

Lampiran 5. Lanjutan

48-72 Jam

Konsentrasi Ulangan Suhu (0C) DO (ppm) pH

(12)

Lampiran 5. Lanjutan

72-96 Jam Konsentrasi Ulangan Suhu

(0C)

DO (ppm)

pH BOD

(ppm)

(13)

Lampiran 6. Tabel Nilai Probit Persentase Mortalitas

% 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 ─ 2,67 2,95 3,12 3,25 3,36 3,45 3,52 3,59 3,66 10 3,72 3,77 3,82 3,87 3,92 3,96 4,01 4,05 4,08 4,12 20 4,16 4,19 4,23 4,26 4,29 4,33 4,36 4,39 4,42 4,45 30 4,48 4,50 4,53 4,56 4,59 4,61 4,64 4,67 4,69 4,72 40 4,75 4,77 4,80 4,82 4,85 4,87 4,90 4,92 4,95 4,97 50 5,00 5,03 5,05 5,08 5,10 5,13 5,15 5,18 5,20 5,23 60 5,25 5,28 5,31 5,33 5,36 5,39 5,41 5,44 5,47 5,50 70 5,52 5,55 5,58 5,61 5,64 5,67 5,71 5,74 5,77 5,81 80 5,84 5,88 5,92 5,95 5,99 6,04 6,08 6,13 6,18 6,23 90 6,28 6,34 6,41 6,48 6,55 6,64 6,75 6,88 7,05 7,33

(14)

Lampiran 7. Penentuan Lethal Concentration (LC50)

Penentuan LC50 Analisis Probit Menghitung nilai a dan b

b =ΣXY−

1 N(ΣX ΣY) Σx21

N (Σx)2

= 85,66553 −

1

30 (17,185 x 19,86)

73,901031 −1

30 (17,185)2

= 85,66553 – 11,37647 73,901031 −9,844140833

= 74,28906 64,05689017

=1, 159735663

a = 1

� (ΣY – bΣX) = 1

30 (19,86 –1, 159735663 x 17,185) = 1

30 (19,86 – 19,93005737) = 1

30 (–0,07005737) = –0,002335246 Persamaan Regresi

Y = a + bx

Untuk menentukan LC50 diperoleh dengan mencari terlebih dahulu x, dimana x merupakan logaritma konsentrasi bahan toksik pada Y = 5, yaitu nilai probit 50% ikan uji, sehingga turunan persamaan regresinya menjadi :

x = 5−� �

= 5 –(–0,002335246 ) 1,159735663

= 4,313341

Lethal Concentration (LC50) 96 Jam

LC50 = Anti Log x

(15)

Lampiran 8. Perhitungan Statistik Jumlah Kematian Ikan Bawal Air Tawar Pada Uji Toksisitas

Ulangan

Perlakuan

L0 (Kontrol) L1 (1,31%) L2 (1,72%) L3 (2,26%) L4 (2,97%)

1 0 2 4 5 8

2 0 2 3 6 8

3 0 2 4 5 9

Jumlah 0 6 11 16 25

Rata-rata 0 2 3,67 5,33 8,33

FK

=

58

2

3 x 5

=

3364

15

=

224,267

JK Total = (4+4+4+16+9+16+25+36+25+64+64+81) – 224,267 = 348 – 224,267

= 123,733 JKLimbah = 36+121+256+625

3 - 224,267 = 346 – 224,267

= 121,733

JKGalat = 123,733 – 121,733 = 2

Tabel Anova

Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Limbah Cair Industri Tahu Terhadap Kematian Ikan Bawal Air Tawar

SK DB JK KT FHitung

FTabel

5% 1%

Limbah 4 121,733 30,43 152,15** 3,48 5,98

Galat 10 2 0,2

(16)

Lampiran 8. Lanjutan

KK =√KT Galatγ

x 100%

=

√0,2

3,87

x 100%

=

0,44

3,87

x 100%

=

0,1136 x 100% = 11,36 %

Uji Lanjutan Duncan

Duncanα

=

Pα(p,v)xSȳ

S

ȳ = √ KTG

γ

=

√0,2

3

= √0,067 = 0,258

P0,05 (5,10) = 3,43 x 0,258 = 0,885 P0,01 (5,10) = 4,96 x 0,258

(17)

Lampiran 8. Lanjutan

Hasil Uji Duncan Pengaruh Limbah Cair Industri Tahu Terhadap Kematian Ikan Bawal Air Tawar

Perlakuan Rata-rata Beda Dengan

Kematian Ikan Lo L1 L2 L3

L0 (Kontrol) 0 - - - -

L1 (1,31%) 2 2 - - -

L2 (1,72%) 3,67 3,67 1,67 - -

L3 (2,26%) 5,33 5,33 3,33 1,66 -

L4 (2,97%) 8,33 8,33 6,33 4,66 3

Duncan0,05= 0,88 Duncan0,01= 1,28

Kesimpulannya adalah :

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Agung, T dan H.S. Winata. 2009. Pengolahan Air Limbah Industri Tahu dengan Menggunakan Teknologi Plasma. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan. Vol. 2 (2) : 20−27.

Angraini., M. Sutisna dan Y. Pratama. 2014. Pengolahan Limbah Cair Tahu Secara Anaerob Menggunakan Sistem Batch. Jurnal Institut Teknologi Nasional. Bandung. Vol. 1(2)

Arie, U. 2000. Budidaya Bawal Air Tawar Untuk Konsumsi Dan Hias. Penebar Swadaya. Jakarta.

Assagaf, F., A.Wullur dan A.Yudistira. 2013. Uji Toksisitas Akut (Lethal Dose

50) Ekstrak Etanol Daun Gedi Merah (Abelmoschus manihot L.) Terhadap Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus L.). Jurnal Ilmiah Farmasi. Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT. Manado. Vol 2(1).

Atmojo, D.W. 2009. Uji Toksisitas Akut Penentuan LD50 Ekstrak Valerian (Valeriana officinalis) Terhadap Mencit BALB/C. Skripsi. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro. Semarang.

Bosman, O., F.H.Taqwa dan Marsi. 2013. Toksisitas Limbah Cair Lateks Terhadap Kelangsungan Hidup, Pertumbuhan Dan Tingkat Konsumsi Oksigen Ikan Patin (Pangasius sp). Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Indralaya. Vol 1(2) :148-160. Daelami, D. 2001. Agar Ikan Sehat. Penebar Swadaya. Cianjur.

Djarijah AS. 2001. Budidaya Ikan Bawal. Yogyakarta: Kanisius.

Damayanty, M.M dan N.Abdulgani. 2013. Pengaruh Paparan Sub Lethal Insektisida Diazinon 600 EC terhadap Laju Konsumsi Oksigen dan Laju Pertumbuhan Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus). Jurnal Sains Dan Seni POMITS. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Vol 2(2) : 2337-3520. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Effendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta.

(19)

Haetami, K., Junianto., Y. Andriani. 2005. Tingkat Penggunaan Gulma Air Azolla Pinnata Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Dan Konversi Pakan Ikan Bawal Air Tawar. Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran. Bandung.

Husin, A. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu dengan Biofiltrasi Anaerob dalam Reaktor Fixed – Bed. [Tesis] Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.

Husni, H dan Esmiralda. 2010. Uji Toksisitas Akut Limbah Cair Industri Tahu terhadap Ikan Mas (Cyprinus carpio Lin). Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Andalas. Padang.

Isyuniarto., W. Usada., Suryadi dan A. Purwadi. 2006. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Teknik Lucutan Plasma. Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan-BATAN. Yogyakarta

Kaswinarni, F. 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat dan Cair Industri Tahu. [Tesis] Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang. Komisi Pestisida. 1983. Pedoman Umum Pengujian Laboratorium Toksisitas

Lethal Pestisida Pada Ikan Untuk Keperluan Pendaftaran. Departemen Pertanian. Jakarta.

Kordi, M.G.H.K. dan A.B. Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Kottelat, M.A.J., W.S. Ningrat., Kartika, dan S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Jakarta : Periplus Edition (HK) Ltd.

Kusriani, P., Widjanarko dan N. Rohmawati. 2012. Uji Pengaruh Sublethal Pestisida Diazinon 60 EC terhadap Rasio Konversi Pakan (FCR) dan Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Jurnal Penelitian Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya. Malang. Vol 1(1) : 36 - 42.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82. 2001. Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta.

Pratiwi, Y., S. Sunarsih dan W.F. Windi. 2012. Uji Toksisitas Limbah Cair

Laundry Sebelum Dan Sesudah Diolah Dengan Tawas Dan Karbon Aktif Terhadap Bioindikator (Cyprinus carpio L). Jurnal. Fakultas Sains Terapan, Institut Sains dan Teknologi prind. Yogyakarta.

(20)

Depok, Sleman, D.I.Yogyakarta. Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN Veteran Yogyakarta. Yogyakarta. Rahayu, S. S., V.S.A. Budiarti, E. Supriyanto. 2012. Rekayasa Pengolahan

Limbah Cair Industri Tahu Dan Tempe Dalam Upaya Mendapatkan Sumber Energi Pedesaan. Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang. Semarang.

Ramdhini, R.N. 2010. Uji Toksisitas Terhadap Artemia Salina Leach. Dan Toksisitas Akut Komponen Bioaktif Pandanus conoideus var. conoideus

Lam. Sebagai Kandidat Antikanker. Skripsi. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Retnomurti, H.P. 2008. Pengujian Toksisitas Akut Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) secara In Vivo. [Skripsi] Program Sarjana Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rudiyanti, S dan A.D. Ekasari. 2009. Pertumbuhan Dan Survival Rate Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) Pada Berbagai Konsentrasi Pestisida Regent 0,3 G. Jurnal Saintek Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro. Semarang. Vol 5(1): 39 – 47.

Rumampuk, N.D., S. Tilaar., dan S. Wullur. 2010. Median Lethal Concentration

(LC50) Insektisida Diklorometan pada Nener Bandeng (Chanos chanos). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. UNSRAT. Manado. Vol. 6 (2) : 87−91.

Sahar, B. 2010. Manajemen Risiko Pembenihan Larva Ikan Bawal Air Tawar Studi Kasus Pada Ben’s Fish Farm Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sianturi, P., R. Ezraneti dan M.B. Mulya. 2014. Uji Toksisitas Akut Limbah Cair

Industri Tahu Terhadap Ikan Patin (Pangasius sp.). Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Soeksmanto, A., P. Simanjuntak dan M.A.Subroto. 2010. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Air Tanaman Sarang Semut (Myrmecodia pendans) Terhadap Histologi Organ Hati Mencit. Jurnal Natur Indonesia. Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI. Bogor. Vol 12(2) : 152-155.

Sukadi. 1999. Pencemaran Sungai Akibat Buangan Limbah dan Pengaruhnya terhadap BOD dan DO. Jurusan Pendidikan Teknin Bangunan, Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung. Bandung.

(21)

Syafriadiman., E. Huri dan S. Harahap. 2009. Toksisitas Limbah Cair Minyak Bumi Terhadap Benih Kerapu Bebek (Cromileptis altivelis). Jurnal Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau. Pekanbaru. Vol 37(1) : 93 – 102.

Syakti, D., Hidayati, dan A. Siregar. 2012. Agen Pencemaran Laut. IPB Press. Bogor.

Syauqi, A. 2009. Kelangsungan Hidup Benih Bawal Air Tawar Colossoma macropomum Cuvier. Pada Sistem Pengangkutan Tertutup Dengan Padat Penebaran 43,86 dan 129 Ekor/Liter. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tahir, A. 2012. Ekotoksikologi Dalam Perspektif Kesehatan Ekosistem Laut. Penerbit Karya Putra Darwati. Bandung.

(22)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2015 di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah thermometer digunakan untuk mengukur temperatur air. DO-meter untuk mengukur kadar oksigen terlarut dalam air. pH-meter untuk mengukur pH air. Gelas ukur untuk mengambil air dan larutan induk sesuai dengan takarannya. Aerator untuk menyuplai oksigen terlarut bagi ikan yang ada di akuarium. Akuarium berukuran 40 x 20 x 20 cm sebagai media hewan uji dan perlakuan. Tanggok kecil digunakan untuk mengambil ikan dari akuarium. Sifon digunakan untuk mengambil kotoran-kotoran ikan yang berada di dalam akuarium. Gayung digunakan untuk mengambil air sesuai dengan takarannya. Ember digunakan untuk menampung air dan alat tulis digunakan untuk mencatat hasil penelitian serta kamera digunakan untuk dokumentasi.

(23)

Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan satu kontrol dengan masing– masing tiga kali ulangan. Penelitian ini terdiri atas uji pendahuluan dan uji toksisitas yang masing-masing dengan 5 perlakuan yang berbeda dan pengulangan yang sama sebanyak 3 x pengulangan. Dokumentasi tahap - tahap kegiatan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Penentuan konsentrasi sesuai USEPA (United States Environmental Protection Agency) adalah sebagai berikut :

Perlakuan 1 : Kontrol (Tanpa limbah cair tahu)

Perlakuan 2 : 1% (limbah cair 100 mL dan air 9900 mL) Perlakuan 3 : 2% (limbah cair 200 mL dan air 9800 mL) Perlakuan 4 : 3% (limbah cair 300 mL dan air 9700 mL) Perlakuan 5 : 4% (limbah cair 400 mL dan air 9600 mL)

Persiapan Penelitian

(24)

Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan batas kisaran kritis (critical range test) yang menjadi dasar dari penentuan konsentrasi untuk menentukan ambang batas atas (N) dan ambang batas bawah (n) yang digunakan dalam uji defenitif atau uji toksisitas yang sesungguhnya. Konsentrasi ambang batas atas adalah konsentrasi terendah dari bahan uji yang dapat menyebabkan semua ikan uji mati pada periode waktu pemaparan 24 jam. Sedangkan konsentrasi ambang batas bawah adalah konsentrasi tertinggi dari bahan uji yang dapat menyebabkan semua hewan uji hidup setelah pemaparan 48 jam. Jumlah konsentrasi bahan uji (limbah cair tahu) sebanyak 4 konsentrasi dan 1 kontrol masing-masing dengan 3 x pengulangan.

Prosedur Uji Pendahuluan

(25)

Uji Toksisitas

Konsentrasi perlakuan uji defenitif diperoleh dari hasil uji penentuan selang konsentrasi nilai ambang batas atas dan nilai ambang batas bawah. Digunakan untuk mengetahui toksisitas akut, menentukan nilai LC50–96 jam. Nilai LC50 yang dilihat adalah nilai yang dapat mematikan ikan pada jam ke–96.

Prosedur Uji Toksisitas

Selama pengamatan ikan tidak diberi makan dan tidak dilakukan pergantian air dan setiap perlakuan diberi aerasi agar kematian ikan tidak disebabkan karena kekurangan oksigen. Parameter yang diukur adalah mortalitas ikan yang dihitung pada jam ke – 0, 6, 12, 18, 24, dan selanjutnya dilakukan perhitungan setiap 12 jam sekali sampai jam ke–96. Sedangkan pengukuran parameter kualitas air dilakukan setiap hari.

Penentuan konsentrasi menggunakan rumus (Syakti, dkk., 2012) sebagai berikut : Log N/n = K (log a – log n)

a/n = b/a = c/b = d/c = N/d

Keterangan:

N : Konsentrasi ambang atas n : Konsentrasi ambang bawah K : Jumlah konsentrasi yang diuji

a,b,c,d : Konsentrasi yang diuji, nilai a sebagai konsentrasi terkecil.

(26)

dinyatakan berkemampuan toksik akut bila secara langsung mampu membunuh 50% atau lebih populasi uji dalam selang waktu yang singkat.

Mortalitas

Persentase mortalitas ikan uji diperoleh dengan mengikuti rumus :

% =

��

�� x 100

Keterangan:

M : Persentase mortalitas hewan uji (%) Mt : Jumlah ikan uji yang mati (ekor) Mo : Jumlah ikan uji awal (ekor)

LC50

Proses analisis data yang digunakan untuk menentukan nilai LC50 adalah Analisis Probit (Metode Hubbert). Analisis tersebut merupakan hubungan nilai logaritma konsentrasi bahan toksik uji dan nilai Probit dari persentase mortalitas hewan uji yang merupakan fungsi linier Y = a + bx. Nilai LC50 diperoleh dari anti log x, dimana x adalah logaritma konsentrasi bahan toksik pada Y = 5, yaitu nilai Probit 50% hewan uji, maka persamaan regresi menjadi :

� =� − �

Dengan nilai a dan b diperoleh berdasarkan persamaan sebagai berikut :

�=��� −

� (����) ���

� (��)�

�= �

(27)

Persamaan regresi: Y = a + bx LC50 = anti log x

Keterangan:

Y : Nilai Probit Mortalitas

X : Logaritma konsentrasi bahan uji a : Konstanta

b : Slope/ kemiringan x : Nilai X pada Y = 5

n : Jumlah hewan uji per akuarium

Analisis Data

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan untuk memperoleh konsentrasi toksikan yang akan digunakan dalam uji toksisitas. Berdasarkan uji pendahuluan didapat nilai ambang batas atas dan ambang batas bawah. Jumlah kematian ikan bawal air tawar dalam uji pendahuluan dengan konsentrasi 1%-4% (Lampiran 2) menunjukkan adanya ambang batas atas dan ambang batas bawah. Jumlah ikan yang mati pada uji pendahuluan, dapat diperoleh grafik seperti pada Gambar 3.

Gambar 3. Jumlah Kematian Ikan Pada Uji Pendahuluan

Konsentrasi terendah dari bahan uji yang dapat menyebabkan semua ikan uji mati pada periode waktu pemaparan 24 jam (ambang batas atas) adalah 3%. Konsentrasi tertinggi dari bahan uji yang dapat menyebabkan semua hewan uji hidup setelah pemaparan 48 jam (ambang batas bawah) adalah 1% (Gambar 3).

0 0

5

10 10

0 2 4 6 8 10 12

Kontrol 1 2 3 4

Jum

la

h I

ka

n

y

ang

m

at

i (

eko

r)

(29)

Pada uji pendahuluan selama 48 jam juga dilakukan pengukuran kualitas air setiap 1 x 24 jam. Nilai suhu berkisar 28,00C − 28,50C, DO berkisar 3,1 mg/l − 5,4 mg/l, dan pH berkisar 4,9 − 7,5. Hasil pengukuran menghasilkan nilai kisaran yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Kisaran Suhu, DO, dan pH pada Uji Pendahuluan

Parameter Konsentrasi (%)

Suhu (0C) DO (mg/l) pH

0 28,0-28,5 5,3-5,4 7,4-7,5

1 28,0-28,2 4,6-4,7 6,9-7,1

2 28,0-28,3 4,1-4,3 6,1-6,5

3 28,0-28,2 3,6-3,8 5,4-5,9

4 28,0-28,2 3,1-3,3 4,9-5,3

Tabel 2 di atas menunjukkan semakin tinggi konsentrasi limbah cair industri tahu mengakibatkan berkurangnya DO. Pada konsentrasi 4% memiliki nilai DO terendah dengan kisaran 3,1 mg/l − 3,3 mg/l, sedangkan konsentrasi 0% memiliki nilai DO tertinggi dengan kisaran 5,3 mg/l – 5,4 mg/l.

Uji Toksisitas

(30)

pada konsentrasi tertinggi yaitu 2,97%. Berdasarkan jumlah ikan yang mati pada uji toksisitas, dapat diperoleh grafik seperti pada Gambar 4.

[image:30.595.139.508.166.366.2]

Konsentrasi (%)

Gambar 4. Jumlah Kematian Ikan Pada Uji Toksisitas

Pada uji toksisitas selama 96 jam dilakukan pengukuran parameter suhu, DO, BOD, pH dan amoniak (NH3-N) yang diukur pada jam ke 72-96. Nilai suhu berkisar 28,00C − 29,00C, DO berkisar 3,2 mg/l – 5,2 mg/l, pH berkisar 5,2 − 7,5. Nilai BOD berkisar 4,55 mg/l – 32,80 mg/l, dan amoniak (NH3-N) berkisar 0,02 mg/l – 9,60 mg/. Data parameter kualitas air dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil pengukuran menghasilkan nilai kisaran yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Kisaran Suhu, DO, dan pH Pada Uji Toksisitas

Parameter Konsentrasi (%)

Suhu (0C) DO (mg/l) pH BOD* NH3-N*

0 28,0-28,6 5,1-5,2 7,4-7,5 4,21-4,79 0,02-0,02 1,31 28,6-28,8 4,5-4,9 6,2-6,8 19,85-20,70 0,15-1,60 1,72 28,3-28,8 4,0-4,6 5,9-6,5 26,87-27,55 1,50-2,80 2,26 28,6-29,0 3,6-4,2 5,5-6,2 29,76-30,21 2,80-6,00 2,97 28,2-28,5 3,2-3,7 5,2-5,7 32,00-33,85 4,10-9,60 Keterangan : * = Diukur hanya pada hari terakhir

0 2 4 5 8 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kontrol 1,31 1,72 2,26 2,97

[image:30.595.113.513.607.734.2]
(31)

Tabel 3 menunjukkan pada konsentrasi 2,97% memiliki nilai DO terendah dengan kisaran 3,2 mg/l − 3,7 mg/l, sedangkan konsentrasi 0% memiliki nilai DO tertinggi dengan kisaran 5,1 mg/l − 5,2 mg/l. Nilai pH tertinggi terdapat p ada konsentrasi 0% dengan kisaran 7,4 − 7,5 dan pH terendah terdapat pada konsentrasi 2,97% dengan kisaran 5,2 − 5,7. Suhu relatif stabil dengan kisaran 28,00C – 29,00C tetapi kandungan DO dan pH berubah-ubah. Adanya perbedaan jumlah konsentrasi yang diberikan dapat mempengaruhi nilai DO dan pH air.

Persentase Mortalitas

[image:31.595.113.511.593.753.2]

Hasil persentase mortalitas ikan bawal air tawar menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi yang diberikan maka semakin besar nilai persentase mortalitas ikan bawal air tawar. Pada konsentrasi 1,31% ikan bawal air tawar mati sebanyak 6 ekor (20%) dalam waktu 96 jam. Pada konsentrasi 1,72% ikan bawal air tawar mati sebanyak 11 ekor (36,67%) dalam waktu 96 jam. Pada konsentrasi 2,26% ikan bawal air tawar mati sebanyak 16 ekor (53,33%) dalam waktu 96 jam. Pada konsentrasi 2,97% ikan bawal air tawar mati sebanyak 25 ekor (83,33%) dalam waktu 96 jam. Persentase mortalitas yang diperoleh dari Lampiran 3 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Persentase Mortalitas Ikan Bawal Air Tawar dalam Uji Toksisitas

Konsentrasi (ppm) Ulangan

0 13152,248 17258,378 22659,483 29785,164 1 0 2 4 5 8

(32)

Pada uji toksisitas limbah cair industri tahu menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi limbah maka semakin banyak jumlah kematian ikan bawal air tawar, sedangkan semakin rendah konsentrasi limbah maka semakin sedikit jumlah ikan bawal air tawar yang mati. Data mortalitas ikan bawal air tawar pada uji toksisitas merupakan angka acuan untuk menghitung nilai lethal konsentrasi dengan analisa probit.

Analisis Probit

[image:32.595.117.511.469.642.2]

Berdasarkan persentase mortalitas, dapat diperoleh tabel analisis probit untuk menentukan nilai LC50 selama 96 jam. Tabel analisis probit yang terdapat dalam Lampiran 6 digunakan untuk menentukan nilai LC50 ikan bawal air tawar dengan bahan toksik limbah cair industri tahu dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Analisis Probit Ikan Bawal Air Tawar dengan Bahan Toksik Limbah Cair Industri Tahu

C N R P X Y XY X2

0 30 0 0 ─ ─ ─ ─ 13152,248 30 6 20,00 4,119 4,16 17,135 16,966 17258,378 30 11 36,67 4,237 4,67 19,787 17,952 22659,483 30 16 53,33 4,355 5,08 22,123 18,966 29785,164 30 25 83,33 4,474 5,95 26,620 20,017 Jumlah 17,185 19,86 85,665 73,901

Keterangan :

(33)

Berdasarkan analisis probit dan persamaan regresi untuk penentuan LC50 (Lampiran 7), maka diperoleh nilai LC50 96 jam sebesar 20575,04911 ppm (2,057%). Oleh sebab itu, pada konsentrasi 2,057% dapat mematikan ikan bawal air tawar sebanyak 50% dalam jangka waktu 96 jam.

Pembahasan

Uji Pendahuluan

Hasil penelitian melalui uji pendahuluan menunjukkan bahwa terjadi jumlah mortalitas yang berbeda-beda pada setiap perlakuan. Perbedaan konsentrasi menyebabkan tingkat mortalitas ikan semakin tinggi apabila konsentrasi limbah cair yang digunakan semakin tinggi. Hal tersebut diketahui berdasarkan penggunaan jumlah konsentrasi, dimana pada konsentrasi 0% dan 1% tidak ditemui kematian pada ikan selama 48 jam waktu pemaparan. Sementara pada konsentrasi 2% ditemukan sejumlah ikan yang mengalami kematian sebesar 53,33% selama 48 jam waktu pemaparan. Selanjutnya terjadi peningkatan jumlah mortalitas pada konsentrasi 3% dan 4% yaitu sebesar 100% dalam waktu pemaparan 24 jam. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin tinggi konsentrasi limbah cair yang digunakan maka akan meningkatkan jumlah mortalitas dan mempercepat terjadinya proses kematian pada ikan.

(34)

jumlah mortalitas ikan pada setiap perlakukan konsentrasi, pada konsentrasi yang semakin tinggi menyebabkan jumlah mortalitas semakin besar dan kematian ikan juga semakin cepat. Hal tersebut mengindikasikan kualitas lingkungan akan semakin memburuk apabila konsentrasi limbah cair industri tahu semakin tinggi di suatu perairan. Kaswinarni (2007) menyatakan bahwa limbah industri tahu pada umumnya dibagi menjadi dua bentuk, yaitu limbah padat dan limbah cair yang umumnya dibuang secara langsung tanpa pengelolaan terlebih dahulu sehingga menghasilkan bau busuk dan mencemari lingkungan.

Berdasarkan hasil uji pendahuluan maka didapatkan konsentrasi ambang batas bawah sebesar 1% dan ambang batas atas sebesar 3%. Ambang batas bawah yang dimaksud adalah konsentrasi tertinggi dari bahan uji, dimana semua hewan uji hidup setelah pemaparan selama 48 jam. Ambang batas atas yang dimaksud adalah konsentrasi terendah dari bahan uji yang menyebabkan semua ikan uji mati setelah pemaparan selama 24 jam. Husni dan Esmiralda (2010) menyatakan bahwa uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan batas kisaran kritis (critical range test) yang menjadi dasar dalam penentuan konsentrasi yang digunakan dalam uji lanjutan atau uji toksisitas untuk menentukan nilai LC50 dari bahan uji terhadap hewan uji selama waktu pemaparan.

(35)

sementara pada perlakuan dengan menggunakan limbah menyebabkan DO menurun hingga berkisar antara 3,1-3,3 pada perlakuan dengan konsentrasi tertinggi yaitu 4%. Kemudian nilai pH juga mengalami penurunan dari perlakuan tanpa limbah (kontrol) berkisar antara 7,4-7,5 menurun hingga 4,9-5,3 pada perlakuan dengan pemberian limbah sebesar 4%. Djarijah (2001) melaporkan bahwa kisaran kualitas air yang optimal bagi kelangsungan hidup ikan bawal yaitu suhu berkisar antara 27-290C, DO berkisar 2,4-6 mg/l serta pH berkisar 7-8.

Agung dan Hanry (2009) menyatakan bahwa limbah cair industri tahu memiliki beban pencemaran yang tinggi. Hal ini menjadi penyebab menurunnya kualitas air dan menyebabkan kematian pada ikan bawal. Kaswinarni (2007) menambahkan bahwa apabila limbah cair industri tahu dibuang tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu dapat menyebabkan kerusakan dan mencemari lingkungan.

Uji Toksisitas

(36)

batas atas dan ambang batas bawah uji pendahuluan melalui perhitungan jumlah konsentrasi pada uji lanjutan (toksisitas) berdasarkan rumus Syakti dkk,. (2012).

Jumlah konsentrasi ambang batas atas pada uji pendahuluan sebsar 3% menyebabkan jumlah mortalitas sebesar 100%, sementara pada uji toksisitas konsentrasi tertinggi yaitu sebesar 2,97% menyebabkan jumlah mortalitas hanya sebesar 83,33%. Hal ini disebabkan karena berkurangnya jumlah konsentrasi zat toksik limbah cair industri tahu sehingga menurunkan kemampuan zat toksik limbah tahu untuk menyebabkan kematian pada ikan, sehingga masih ditemukan ikan yang hidup sebesar 16,67%. Sementara pada konsentrasi terendah yaitu 1,31% terjadi mortalitas hanya sebesar 20%. Hal ini terjadi karena perlakuan pada konsentrasi 1,31% merupakan konsentrasi terendah. Pada hasil uji pendahuluan yaitu nilai ambang batas bawah sebesar 1% dimana ikan uji seluruhnya hidup. Sementara pada konsentrasi 1,31% terjadi kematian sebesar 20%. Hal ini disebabkan karena bertambahnya konsentrasi zat toksik limbah cair tahu, sehingga menyebabkan kemampuan toksik limbah cair tahu semakin tinggi dan menyebabkan kematian pada ikan bawal namun dalam jumlah yang lebih rendah.

(37)

akan mengganggu kelangsungan hidup organisme yang tinggal di dalamnya. Kaswinarni (2007) menyatakan bahwa limbah cair industri tahu apabila dibuang ke lingkungan tanpa pengolahan terlebih dahulu akan menyebabkan kerusakan pada lingkungan serta memiliki bau busuk. Husin (2008) menambahkan bahwa limbah cair yang dibuang secara langsung tanpa adanya pengelolaan terlebih dahulu ke lingkungan perairan dapat menyebabkan kematian mahluk hidup dalam air termasuk mokroorganisme (jasad renik) yang berperan dalam keseimbangan biologis air.

Berdasarkan hasil penelitian, proses terjadinya kematian pada ikan bawal setelah pemberian limbah cair tahu dimulai dari pergerakan ikan yang tidak stabil dan ikan cenderung naik ke atas permukaan air. Sifat lain yang tampak juga terlihat dari ikan bawal yaitu meloncat ke atas permukaan air dan kemudian ikan akan semakin lemas hingga tidak bergerak samasekali, hal ini mengindikasikan bahwa limbah cair tahu sangat berpotensi merusak kualitas air sehingga mampu membunuh hewan uji. Syafriadiman dkk., (2009) melaporkan bahwa proses terjadinya mortalitas berawal dari perubahan tingkah laku yang abnormal, tubuh membentuk garis vertikal dengan permukaan air, benih ikan jatuh ke dasar akuarium dan akhirnya ikan mati. Rudiyanti dan Astri (2009) juga menambahkan bahwa ikan yang terkena racun bahan pencemar dapat diketahui dengan gerakan hiperaktif, menggelepar, lumpuh dan kemudian mati.

(38)

penurunan kualitas air, diamana semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka kualitas air terlihat semakin memburuk karena semakin banyaknya bahan pencemar dalam air. Hasil penelitian menunjukkan penurunan kualitas air terjadi pada parameter DO yaitu dari 5,2 mg/l (kontrol) menurun hingga 3,2 mg/l pada perlakuan dengan konsentrasi tertinggi yaitu 2,97%. Menurut Sukadi (1999) konsentrasi bahan pencemar yang terlarut dan terendap dapat menurunkan nilai DO dalam air. Parameter pH juga mengalami penurunan dari pH sebesar 7,5 (kontrol) menurun hingga 5,2. Sementara pada parameter suhu masih dalam kisaran yang optimal untuk kelangsungan hidup ikan yaitu berkisar antara 28,00C − 29,00C. Djarijah (2001) melaporkan bahwa kisaran kualitas air yang optimal bagi kelangsungan hidup ikan bawal yaitu suhu berkisar antara 27-290C, DO berkisar antara 2,4-6 mg/l serta pH berkisar 7-8.

Berdasarkan hasil penelitian nilai BOD berkisar antara 4,55 mg/l – 32,80 mg/l. Dalam hal ini terjadi peningkatan nilai BOD dari perlakuan tanpa limbah sebesar 4,55 mg/l, yang kemudian meningkat hingga 32,80 mg/l pada perlakuan dengan konsentrasi limbah cair tahu terbesar yaitu 2,97%. Suparjo (2009) menyatakan bahwa kandungan nilai BOD berpengaruh terhadap menurunnya kandungan oksigen terlarut (DO) sehingga akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air pada suatu perairan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, kriteria kualitas air berdasarkan baku mutu kelas III bahwa nilai baku mutu BOD pada suatu perairan adalah sebesar 6 mg/L.

(39)

Meningkatnya kandungan amoniak hingga melebihi batas kadar optimal dapat menyebabkan kematian pada hewan uji. Peningkatan kadar amoniak yaitu pada kontrol rata-rata sebesar 0,02 kemudian meningkat pada setiap pemberian limbah cair tahu yaitu hingga 9,60 mg/l pada perlakuan dengan konsentrasi tertinggi. Effendi (2003) melaporkan bahwa batas maksimum kadar amoniak pada suatu perairan terhadap ikan bawal air tawar adalah sebesar 0,1 mg/l. Berdasarkan hal tersebut serta terjadinya kenaikan kadar amoniak tinggi diduga menjadi salah satu faktor yang kuat menyebabkan tingginya mortalitas ikan bawal.

Analisis Probit

Hasil analisis probit berdasarkan persamaan regresi untuk penentuan LC50 selama 96 jam adalah sebesar 20575,05477 ppm (2,057%). Artinya pada konsentrasi 2,057% dapat mematikan ikan bawal air tawar sebanyak 50% dalam jangka waktu 96 jam. Nilai LC50 96 jam sebesar 2,057% dapat dinyatakan bahwa tingkat daya racun limbah cair industri tahu terhadap kelangsungan hidup ikan bawal air tawar rendah. Hal ini sesuai dengan Komisi Pestisida Departemen Pertanian (1983) yang menyatakan bahwa suatu bahan pencemar memiliki LC50-96 jam >100 mg/L termasuk bahan pencemar dengan daya racun yang rendah.

(40)

Limbah cair tahu disimpulkan bersifat akut terhadap ikan bawal pada perairan setelah waktu pemaparan selama 96 jam dengan konsentrasi 2,057% yang menunjukkan terjadinya penurunan kualitas air sehingga menyebabkan terjadinya mortalitas dalam jangka waktu yang cukup singkat. Tahir (2012) melaporkan bahwa uji toksisitas akut dilakukan dengan suatu jangka waktu pemaparan untuk mengestimasi LC50 24 jam atau LC50 96 jam. Atmojo (2009) juga menambahkan bahwa ketoksikan akut adalah derajat efek toksik suatu senyawa yang terjadi secara singkat setelah pemberian dosis tunggal.

Pada perhitungan analisis sidik ragam (ANOVA) yang terdapat pada Lampiran 8 dalam uji defenitif diperoleh hasil bahwa konsentrasi limbah cair industri tahu yang berbeda-beda memberikan pengaruh sangat nyata terhadap mortalitas ikan bawal air tawar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sianturi dkk., (2014) bahwa semakin tinggi konsentrasi limbah cair industri tahu yang diberikan terhadap ikan patin, maka akan meningkatkan jumlah mortalitas.

(41)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Semakin tinggi konsentrasi limbah cair industri tahu yang masuk ke perairan maka mortalitas ikan bawal air tawar akan semakin meningkat. 2. Nilai Lethal Concentration (LC50) 96 jam dari limbah cair industri tahu

terhadap ikan bawal air tawar adalah sebesar 20575,05477 ppm (2,057 %).

Saran

(42)

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum)

Ikan bawal air tawar merupakan ikan ekonomis penting, baik pada tingkat benih sebagai ikan hias maupun pada tingkat dewasa sebagai ikan konsumsi. Sebagai ikan hias, disamping mempunyai bentuk tubuh yang khas dan warna yang menarik (sehingga disebut red belly), juga dapat berenang cepat dan mudah dipelihara dalam akuarium. Sedangkan sebagai ikan konsumsi, ikan ini sangat digemari masyarakat karena mempuyai daging yang tebal dan gurih, serta cepat pertumbuhannya (Haetami, dkk., 2005).

(43)

Gambar 2. Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum)

Klasifikasi dan tatanama ikan bawal air tawar menurut Kottelat, dkk., (1993) adalah sebagai berikut:

Filum : Chordata Subfilum : Craniata Kelas : Pisces Subkelas : Neopterigii Ordo : Cypriniformes Subordo : Cyprinoidea Famili : Characidae Genus : Colossoma

Spesies : Colossoma macropomum

(44)

berukuran kecil. Oleh karena itu pembesaran ikan bawal sebaiknya dilakukan secara monokultur di kolam air tenang tanpa pergantian air, kolam air mengalir (kolam air deras) dan jala apung yang dipasang di pinggir waduk atau danau (Yulianti 2007).

Bawal air tawar menjadi ikan hias boleh dibilang wajar karena bentuk tubuhnya cukup unik, pipih seperti ikan discus. Selain itu, warnanya menarik, gerakannya mempesona dan mempunyai sifat bergerombol bila dipelihara dalam jumlah banyak. Oleh karenanya, ikan ini terutama yang masih kecil sering dipelihara dalam akuarium yang dipajang dalam rumah. Menjadi ikan konsumsi, bawal pun juga boleh dibilang wajar karena pertumbuhannya cepat dan dapat mencapai ukuran besar (500gram) (Arie, 2000).

Kualitas Air Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum)

Mutu Air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air. Sedangkan baku mutu lingkungan adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/ atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup (Purwanta, 2013).

(45)
[image:45.595.112.512.292.464.2]

kadar logam), dan parameter biologi (keberadaan plankton, dan bakteri) (Syauqi, 2009). Ikan bawal air tawar termasuk tidak banyak menuntut lingkungan bagus sebagai media hidupnya. Ikan ini mampu bertahan pada perairan yang kondisinya jelek sekalipun, namun akan tumbuh dengan normal dan optimal pada perairan yang sesuai dengan persyaratan habitatnya. Kisaran kualitas air yang optimal untuk ikan bawal air tawar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kualitas air yang optimal untuk ikan bawal air tawar (Colossoma Macropomum).

Parameter Nilai Sumber

Suhu 27-290C

Oksigen Terlarut 2,4-6 mg/l Djarijah (2001) Karbondioksida Maksimal 5,6 mg/l

pH 7-8

Amoniak Maksimal 0,1 mg/l

Nitrit Maksimal 1 mg/l Effendi (2003)

Alkalinitas 50-300 mg/l CaCO3 Sumber : Syauqi (2009)

Limbah Cair Industri Tahu

(46)

berasal dari bekas pencucian kedelai, perendaman kedelai, air bekas pembuatan tahu dan air bekas perendaman tahu (Agung dan Hanry, 2009).

Limbah industri tahu pada umumnya dibagi menjadi dua bentuk limbah, yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat pabrik pengolahan tahu berupa kotoran hasil pembersihan kedelai (batu, tanah, kulit kedelai, dan benda padat lain yang menempel pada kedelai) dan sisa saringan bubur kedelai yang disebut dengan ampas tahu. Limbah padat yang berupa kotoran berasal dari proses awal (pencucian) bahan baku kedelai dan umumnya limbah padat yang terjadi tidak begitu banyak (0,3)% dari bahan baku kedelai. Limbah cair pada proses produksi tahu berasal dari proses perendaman, pencucian kedelai, pencucian peralatan proses produksi tahu, penyaringan dan pengepresan/pencetakan tahu. Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut dengan air dadih. Cairan ini mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai. Limbah ini sering dibuang secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu sehingga menghasilkan bau busuk dan mencemari lingkungan (Kaswinarni, 2007).

(47)

Karakteristik Limbah Cair Industri Tahu

Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu yang meningkat di lingkungan perairan akan mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas, serta tegangan permukaan. Suhu limbah cair yang dihasilkan dari proses pencetakan tahu 30°C-35°C dan sekitar 80°C-100°C dari air bekas merebus kedelai. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Senyawa-senyawa berupa protein dan karbohidrat memiliki jumlah yang paling besar yaitu 40%-60% dan 25%-50% sedangkan lemak 10%. Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu protein (N-total) sebesar 226,06- 434,78 mg/l, sehingga masuknya limbah cair tahu ke lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen di perairan tersebut (Husni dan Esmiralda, 2010).

Beberapa karakteristik limbah cair industri tahu yang penting antara lain : 1. Padatan tersuspensi , yaitu bahan-bahan yang melayang dan tidak larut dalam

air. Padatan tersuspensi sangat berhubungan erat dengan tingkat kekeruhan air, semakin tinggi kandungan bahan tersuspensi tersebut maka air akan semakin keruh.

2. Biochemical Oxygen Demand (BOD), merupakan parameter untuk menilai jumlah zat organik yang terlarut serta menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan oleh aktivitas mikroba dalam menguraikan zat organik secara biologis di dalam limbah cair. Limbah cair industri tahu mengandung bahan-bahan organik terlarut yang tinggi.

(48)

mengoksidasi seluruh material baik organik maupun anorganik yang terdapat dalam air. Jika kandungan senyawa organik dan anorganik cukup besar, maka oksigen terlarut di dalam air dapat mencapai nol sehingga tumbuhan air, ikan dan hewan air lainnya yang membutuhkan oksigen tidak memungkinkan hidup.

4. Nitrogen – total (N-Total) yaitu fraksi bahan-bahan organik campuran senyawa kompleks antara lain asam-asam amino, gula amino dan protein (polimer asam amino). Dalam analisis limbah cair, N-Total terdiri dari campuran N-organik, N-Amonia, nitrat dan nitrit. Nitrogen organik dan nitrogen amonia dapat ditentukan secara analitik menggunakan metode Kjeldahl, sehingga lebih lanjut konsentrasi total keduanya dapat dinyatakan sebagai Total Kjeldahl Nitrogen (TKN). Senyawa-senyawa N-Total adalah senyawa-senyawa yang mudah terkonversi menjadi amonium (NH4+) melalui aksi mikroorganisme dalam lingkungan air atau tanah.

5. Derajat keasaman (pH). Air limbah industri tahu sifatnya cenderung asam pada keadaan asam ini akan terlepas zat-zat yang mudah menguap. Hal ini mengakibatkan limbah cair industri tahu mengeluarkan bau busuk (Husin, 2008).

Mortalitas

(49)

per dikali satuan. Mortalitas khusus mengekspresikan pada jumlah satuan kematian per 1000 individu per tahun, hingga rata-rata mortalitas sebesar 9.5 berarti pada populasi 100.000 terdapat 950 kematian per tahun. Mortalitas berbeda dengan morbiditas yang merujuk pada jumlah individual yang memiliki penyakit selama periode waktu tertentu (Daelami, 2001).

Apabila pada perairan terdapat limbah organik dengan kadar yang cukup tinggi maka kadar oksigen terlarut cepat sekali mengalami pengurangan. Keadaan perairan dengan kadar oksigen terlarut yang sangat rendah maka akan berbahaya bagi organisme akuatik. Polutan toksik dapat mengakibatkan kematian (letal) maupun bukan kematian (sub letal), misalnya terganggunya pertumbuhan, tingkah laku dan karakteristik morfologi berbagai organisme akuatik (Bosman dkk, 2013).

Polutan toksik dapat mengakibatkan kematian (lethal) maupun bukan kematian (sub-lethal), misalnya terganggunya pertumbuhan, tingkah laku, dan karakteristik morfologi berbagai organisme akuatik. Polutan toksik ini biasanya berupa bahan – bahan yang bukan bahan alam,misalnya pestisida, detergen, dan bahan artifisial lainnya (Effendi, 2003).

(50)

Rudiyanti dan Astri (2009) menyatakan bahwa ikan yang terkena racun bahan pencemar dapat diketahui dengan gerakan hiperaktif, menggelepar, lumpuh dan kemudian mati. Secara klinis hewan yang terkontaminasi racun memperlihatkan gejala stress bila dibandingkan dengan kontrol, ditandai dengan menurunnya nafsu makan, gerakan kurang stabil, dan cenderung berada di dasar. Hal ini diduga sebagai suatu cara untuk memperkecil proses biokimia dalam tubuh yang teracuni, sehingga efek lethal yang terjadi lebih lambat.

Uji Pendahuluan (Nilai Kisaran)

Uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan batas kisaran kritis (critical range test) yang menjadi dasar dari penentuan konsentrasi yang digunakan dalam uji lanjutan atau uji toksisitas sesungguhnya, yaitu konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian terbesar mendekati 50% dan kematian terkecil mendekati 50% (Husni dan Esmiralda, 2010).

(51)

Uji Toksisitas

Uji toksisitas dilakukan untuk mengevaluasi konsentrasi bahan kimia dan durasi pemaparan yang dibutuhkan agar dihasilkan kriteria efek. Efek dari suatu bahan kimia bisa jadi tidak signifikan dimana organisme perairan dapat melakukan seluruh aktivitasnya secara normal, dan hanya dengan keberadaan stress lingkungan (contoh : perubahan dalam pH, DO, dan suhu) bahan kimia tersebut menimbulkan dampak buruk yang terdeteksi dengan baik. Efek buruk juga dapat ditimbulkan oleh terjadinya interaksi antara bahan kimia minoritas (yang tidak terdeteksi pada awal uji) dengan bahan kimia utama yang diuji, walaupun tanpa kehadiran stress lingkungan. Uji toksisitas dilakukan untuk mengukur tingkatan respons yang dihasilkan oleh level spesifik dari suatu stimulus (konsentrasi bahan uji kimia) (Tahir, 2012).

Penelitian toksisitas sangat penting untuk mengetahui batas toksisitas dan konsentrasi aman, sehingga akan ada kerugian minimum untuk biota air kedepannya. Di antara beberapa penelitian tentang toksisitas, bioassay yang merupakan salah satu metode yang paling umum digunakan dalam studi lingkungan akuatik dengan organisme yang sesuai. Penggunaan ikan sebagai bioassay karena ikan dapat beradaptasi terhadap kondisi laboratorium serta ketersediaan mereka melimpah dan tingkat bervariasi kepekaan terhadap zat beracun (Damayanty dan Nurlita, 2013).

(52)

toksikologi perairan. Uji tersebut berfungsi untuk mengetahui apakah effluent

yang masuk ke badan air penerima mengandung senyawa toksik dalam konsentrasi tertentu menyebabkan kematian hewan uji yang dinyatakan dalam nilai LC50. Hewan uji yang digunakan adalah ikan karena dapat menunjukkan reaksi terhadap perubahan fisik air maupun terhadap senyawa pencemar terlarut dalam batas konsentrasi tertentu (Husni dan Esmiralda, 2010).

Uji toksisitas akut adalah suatu pengujian untuk menetapkan potensi toksisitas akut LD50, menilai berbagai gejala toksik, spektrum efek toksik, dan mekanisme kematian. Tujuan uji toksisitas akut adalah untuk mendeteksi adanya toksisitas suatu zat, menentukan organ sasaran dan kepekaannya, memperoleh data bahayanya setelah pemberian suatu senyawa secara akut dan untuk memperoleh informasi awal yang dapat digunakan untuk menetapkan tingkat dosis yang diperlukan untuk uji toksisitas selanjutnya (Soeksmanto dkk, 2010).

Uji toksisitas dibedakan menjadi uji toksisitas akut, subkronik, dan kronik. Uji toksisitas akut dirancang untuk menentukkan Lethal dose atau disingkat LD50 suatu zat. LD50 didefinisikan sebagai dosis tunggal suatu zat yang secara statistik diperkirakan akan membunuh 50% hewan percobaan (Assagaf dkk, 2013).

(53)

menyebabkan 50% kematian hewan uji (LC50) dalam waktu yang relatif pendek (Esmiralda, 2010).

Uji toksisitas akut merupakan uji yang dirancang untuk mengevaluasi toksisitas relatif dari suatu bahan kimia terhadap organisme perairan tertentu dalam suatu pemaparan jangka pendek terhadap berbagai konsentrasi bahan kimia uji. Kriteria efek yang paling umum digunakan adalah kematian (pada ikan), ketiadaan gerakan/immobility dan kehilangan keseimbangan (pada avertebrata), dan pertumbuhan (pada alga). Uji toksisitas akut dapat dilakukan dengan suatu jangka waktu pemaparan yang telah ditentukan (time-dependent test) untuk mengestimasi LC50 24 jam atau LC50 96 jam atau mengestimasi EC50 48 jam. Akan tetapi, uji toksisitas akut juga dapat dilakukan dengan batas waktu pemaparan yang tidak ditentukan sebelumnya (time independent test) (Tahir, 2012).

(54)

Uji toksisitas secara kuantitatif dapat ditinjau dari lamanya waktu, yang dapat diklasifikasikan menjadi toksisitas akut, sub akut, dan kronis. Toksisitas akut adalah efek total pada dosis tunggal dalam 24 jam pemaparan. Toksisitas akut bersifat mendadak, waktu singkat, biasanya reversibel. Dosis merupakan jumlah racun yang masuk ke dalam tubuh. Besar kecilnya dosis menentukan efek secara biologi (Ramdhini, 2010).

Toksisitas akut adalah efek total yang didapat pada dosis tunggal/multiple dalam 24 jam pemaparan. Toksisitas akut sifatnya mendadak, waktu singkat, biasanya reversibel, yang secara statistik dapat menyebabkan kematian 50% dari hewan percobaan, dinyatakan dengan LC50. Nilai LC50 sangat berguna untuk menentukan klasifikasi zat kimia sesuai dengan toksisitas relatifnya (Retnomurti, 2008).

LC50

(55)

Parameter Kualitas Air

Untuk menghindari terjadinya wabah penyakit akibat kualitas air yang tidak baik, sebaiknya air yang akan dimanfaatkan untuk memelihara ikan dianalisis terlebih dahulu. Pemeriksaan air ditujukan terhadap sifat fisika, kimia, dan keadaan biota air lainnya, khususnya makhluk hidup yang berpotensi mengganggu kehidupan ikan, baik berupa pemangsa (predator), penyaing (kompetitor), ataupun jasad penyebab penyakit (pathogen). Dengan demikian, air yang digunakan benar-benar layak bagi kehidupan ikan yang akan dipelihara (Daelami, 2001).

1. Oksigen terlarut

Oksigen yang diperlukan biota air untuk pernapasannya harus terlarut dalam air. Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehingga bila ketersediaannya di dalam air tidak mencukupi kebutuhan biota budidaya, maka segala aktivitas biota akan terhambat. Kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai kepentingan pada dua aspek, yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang tergantung pada metabolisme ikan. Perbedaan kebutuhan oksigen dalam suatu lingkungan bagi ikan dari spesies tertentu disebabkan oleh adanya perbedaan struktur molekul sel darah ikan, yang mempengaruhi hubungan antara tekanan parsial oksigen dalam air dan derajat kejenuhan oksigen dalam dalam sel darah (Kordi dan Tancung, 2007).

2. Suhu

(56)

Perubahan suhu ini dampaknya akan tampak jelas terutama bila terjadi perubahan dari dingin ke panas. Dampak yang jelas terlihat adalah stress dengan gejala ikan berenang melonjak-lonjak, mengapung dan bernafas di permukaan, serta terjadi kematian bila hal tersebut berlangsung relatif lama. Kisaran suhu yang baik bagi kepentingan budidaya ikan adalah antara 25-32 0C. Kisaran suhu ini umumnya terjadi di daerah beriklim tropis, seperti Indonesia. Dengan demikian, Indonesia mempunyai kondisi yang menguntungkan untuk usaha budidaya ikan (Daelami, 2001). Suhu air mempengaruhi kelarutan oksigen. Kenaikan temperatur dapat menyebabkan menurunnya kelarutan oksigen di perairan. Apabila ikan mengalami kekurangan oksigen maka sistem fisiologis dalam tubuhnya tidak akan berfungsi dengan baik sehingga dapat menyebabkan stres (Sipahutar, dkk., 2013). 3. Derajat keasaman (pH)

Keadaan pH yang dapat mengganggu kehidupan ikan adalah pH yang terlalu rendah (sangat asam) atau sebaliknya terlalu tinggi (sangat basa). Setiap jenis ikan akan memperlihatkan respon yang berbeda terhadap perubahan pH dan dampak yang ditimbulkannya berbeda (Daelami, 2001).

4. Amoniak

(57)
(58)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu industri kecil yang banyak mendapat sorotan dari segi lingkungan adalah industri kecil tahu. Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah padat (Rahayu, dkk., 2012). Limbah tahu banyak mengandung protein dan karbohidrat tinggi sehingga pembusukan oleh mikroorganisme pembusuk sangat mudah terjadi. Limbah cair yang dihasilkan oleh industri ini memiliki potensi pencemaran lingkungan yang cukup tinggi bila langsung dibuang ke badan air. Air limbah tersebut mengandung bahan organik, bila langsung dibuang kebadan air penerima tanpa adanya proses pengolahan maka akan menimbulkan pencemaran, seperti menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap dan berkurangnya oksigen yang terlarut dalam air sehingga mengakibatkat organisme yang hidup didalam air terganggu karena kehidupannya tergantung pada lingkungan sekitarnya. Pencemaran yang dilakukan terus menerus akan mengakibatkan kematian organisme yang ada dalam air (Agung dan Hanry, 2009).

(59)

beban organik terlalu tinggi, maka akan tercipta kondisi anaerobik yang menghasilkan produk dekomposisi berupa amonia, karbondioksida, asam asetat, hirogen sulfida, dan metana. Senyawa-senyawa tersebut sangat toksik bagi sebagian besar hewan air, dan akan menimbulkan gangguan.

Ikan bawal air tawar (Collossoma macropomum) adalah salah satu jenis ikan budidaya yang mulai digemari oleh konsumen, habitat asli ikan bawal air tawar berasal dari Brazil. Ikan bawal air tawar mulai digemari oleh masyarakat karena rasa dagingnya serta ukurannya yang besar. Pada habitat awalnya ikan bawal air tawar hidup di perairan sungai, semakin majunya teknologi budidaya saat ini membuat budidaya ikan bawal air tawar dapat dikembangbiakkan di dalam kolam pemeliharaan (Sahar, 2010).

Ikan bawal air tawar memiliki nilai ekonomis yang tinggi, daging yang cukup enak dan gurih,dan pada kondisi perairan dengan kandugan oksigen terlarut kurang, ikan ini mampu bertahan hidup hingga beberapa jam. Keistimewaannya tersebutlah yang membuat banyak petani ikan membudidayakannya. Apabila limbah cair industri tahu masuk ke perairan budidaya tersebut tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu maka ikan budidaya bawal air tawar tersebut dapat mengalami kematian sehingga sangat merugikan bagi para petani yang membudidayakan ikan bawal air tawar tersebut. Oleh sebab itu, dilakukan uji toksisitas untuk mengetahui konsentrasi maksimal limbah cair industri tahu yang masuk ke perairan.

(60)

uji merupakan salah satu bentuk penelitian toksikologi perairan yang berfungsi untuk mengetahui apakah effluent atau badan perairan penerima mengandung senyawa toksik dalam konsentrasi yang menyebabkan toksisitas akut. Parameter yang diukur biasanya berupa kematian hewan uji, yang hasilnya dinyatakan sebagai konsentrasi yang menyebabkan 50% kematian hewan uji (LC50).

Rumusan Masalah

Limbah cair industri tahu mengandung bahan organik yang tinggi maka apabila limbah cair industri tahu dibuang langsung ke badan air tanpa pengolahan terlebih dahulu maka akan dapat menghambat kelangsungan hidup ikan dan biota air lainnya bahkan dapat menyebabkan kematian pada ikan. Berdasarkan hal tersebut,diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah limbah cair industri tahu menghambat kelangsungan hidup ikan bawal air tawar?

2. Berapakah nilai LC50 dari limbah cair industri tahu terhadap ikan bawal air tawar?

Kerangka Pemikiran

(61)

perairan tanpa pengolahan terlebih dahulu. Limbah cair industri tahu yang dibuang ke perairan tanpa pengolahan terlebih dahulu dapat menimbulkan dampak negatif berupa penurunan kualitas badan air penerima seperti suhu, DO dan pH sehingga mempengaruhi kehidupan ikan bawal di perairan. Limbah cair industri tahu yang masuk ke badan perairan dapat menjadi toksik dan bahkan menyebabkan kematian ikan bawal di perairan. Tingkat toksik limbah cair industri tahu dapat ditentukan melalui mortalitas ikan bawal dan perhitungan nilai LC50. Kerangka pemikiran penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi limbah cair industri tahu terhadap tingkat mortalitas ikan bawal air tawar.

2. Untuk mengetahui nilai Lethal Concentration (LC50) dari limbah cair industri tahu terhadap ikan bawal air tawar.

Perairan Limbah Cair Industri Tahu

Kualitas Air Uji Toksisitas

(62)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan informasi tentang pengaruh konsentrasi limbah cair industri tahu terhadap tingkat mortalitas ikan bawal air tawar serta nilai

(63)

i

ABSTRAK

MARS SELLA SINURAT. Uji Toksisitas Akut Limbah Cair Industri Tahu Terhadap Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum). Di bawah bimbingan HESTI WAHYUNINGSIH dan DESRITA.

Perubahan parameter fisika kimia air akan mengganggu kehidupan biota di dalamnya, satu diantara jenis biota tersebut adalah ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum). Uji toksisitas digunakan untuk menentukan status limbah cair industri tahu terhadap tingkat mortalitas ikan bawal air tawar. Oleh sebab itu, diperlukan nilai Lethal Concentration (LC50) 96 jam yang merupakan konsentrasi yang menyebabkan 50% hewan uji mati dalam pemaparan waktu 96 jam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai LC50 dari limbah cair industri tahu terhadap ikan bawal air tawar dan pengaruh konsentrasi limbah cair industri tahu terhadap tingkat mortalitas ikan bawal air tawar. Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2015. Prosedur penelitian antara lain uji pendahuluan, uji toksisitas, dan analisis probit. Uji toksisitas limbah cair industri tahu menghasilkan tingkat mortalitas ikan bawal air tawar diantaranya pada perlakuan konsentrasi 1,31% mematikan 20% ikan, konsentrasi 1,72% mematikan 36,67% ikan, konsentrasi 2,26% mematikan 53,33% ikan, dan konsentrasi 2,97% mematikan 83,33% ikan. Hasil penelitian menunjukan nilai LC50 96 jam dari limbah cair industri tahu terhadap ikan bawal air tawar adalah 20575,049 ppm (2,05%).

(64)

ii

ABSTRACT

MARS SELLA SINURAT. Acute Toxicity Test of Tofu Industrial Wastewater for Freshwater Pomfret (Colossoma macropomum). Under academic supervision by HESTI WAHYUNINGSIH AND DESRITA.

Changes of chemical and physic parameters of water will disrupt the organism life in it, one of the types of organisms is freshwater pomfret (Colossoma macropomum). Toxicity tests are used to determine the status of tofu industrial wastewater for the mortality rate of freshwater pomfret. Therefore, the required value of Lethal Concentration (LC50) 96 hours which is the concentration that causes 50% of test animals died within 96 hours of exposure time. This study aims to determine the LC50 value of tofu industrial wastewater for the freshwater pomfret and the concentration effect of tofu industrial wastewater for the mortality rate of freshwater pomfret. The study was conducted from July until August 2015. Research procedures include preliminary testing, toxicity testing, and probit analysis. Toxicity testing of tofu industrial wastewater for freshwater pomfret mortality rate in treatment concentration 1,31% kill 20% of the fish, 1,72% kill 36,67% of the fish, 2,26% kill 53,33% of the fish, and 2,97 % kill 83,33% of the fish. The investigations showed results that LC50 value for 96 hours of tofu industrial wastewater to the freshwater pomfret is 20575,049 ppm (2,05%).

(65)

UJI TOKSISITAS AKUT LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU

TERHADAP IKAN BAWAL AIR TAWAR

(Colossoma macropomum)

MARS SELLA SINURAT

110302073

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(66)

UJI TOKSISITAS AKUT LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU

TERHADAP IKAN BAWAL AIR TAWAR

(Colossoma macropomum)

SKRIPSI

MARS SELLA SINURAT

110302073

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(67)

UJI TOKSISITAS AKUT LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU

TERHADAP IKAN BAWAL AIR TAWAR

(Colossoma macropomum)

SKRIPSI

Oleh:

MARS SELLA SINURAT 110302073

Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

(68)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Uji Toksisitas Akut Limbah Cair Industri Tahu Terhadap Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum)

Nama : Mars Sella Sinurat

NIM : 110302073

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Dr. Hesti Wahyuningsih, S.Si, M.Si Desrita, S.Pi, M.Si Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

(69)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Mars Sella Sinurat

Nim : 110302073

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Uji Toksisitas Akut Limbah Cair Industri Tahu Terhadap Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum)”

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Medan, Desember 2015

(70)

i

ABSTRAK

MARS SELLA SINURAT. Uji Toksisitas Akut Limbah Cair Industri Tahu Terhadap Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum). Di bawah bimbingan HESTI WAHYUNINGSIH dan DESRITA.

Perubahan parameter fisika kimia air akan mengganggu kehidupan biota di dalamnya, satu diantara jenis biota tersebut adalah ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum). Uji toksisitas digunakan untuk menentukan status limbah cair industri tahu terhadap tingkat mortalitas ikan bawal air tawar. Oleh sebab itu, diperlukan nilai Lethal Concentration (LC50) 96 jam yang merupakan konsentrasi yang menyebabkan 50% hewan uji mati dalam pemaparan waktu 96 jam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai LC50 dari limbah cair industri tahu terhadap ikan bawal air tawar dan pengaruh konsentrasi limbah cair industri tahu terhadap tingkat mortalitas ikan bawal air tawar. Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2015. Prosedur penelitian antara lain uji pendahuluan, uji toksisitas, dan analisis probit. Uji toksisitas limbah cair industri tahu menghasilkan tingkat mortalitas ikan bawal air tawar diantaranya pada perlakuan konsentrasi 1,31% mematikan 20% ikan, konsentrasi 1,72% mematikan 36,67% ikan, konsentrasi 2,26% mematikan 53,33% ikan, dan konsentrasi 2,97% mematikan 83,33% ikan. Hasil penelitian menunjukan nilai LC50 96 jam dari limbah cair industri tahu terhadap ikan bawal air tawar adalah 20575,049 ppm (2,05%).

(71)

ii

ABSTRACT

MARS SELLA SINURAT. Acute Toxicity Test of Tofu Industrial Wastewater for Freshwater Pomfret (Colossoma macropomum). Under academic supervision by HESTI WAHYUNINGSIH AND DESRITA.

Changes of chemical and physic parameters of water will disrupt the organism life in it, one of the types of organisms is freshwater pomfret (Colossoma macropomum). Toxicity tests are used to determine the status of tofu industrial wastewater for the mortality rate of freshwater pomfret. Therefore, the required value of Lethal Concentration (LC50) 96 hours which is the concentration that causes 50% of test animals died within 96 hours of exposure time. This study aims to determine the LC50 value of tofu industrial wastewater for the freshwater pomfret and the concentration effect of tofu industrial wastewater for the mortality rate of freshwater pomfret. The study was conducted from July until August 2015. Research procedures include preliminary testing, toxicity testing, and probit analysis. Toxicity testing of tofu industrial wastewater for freshwater pomfret mortality rate in treatment concentration 1,31% kill 20% of the fish, 1,72% kill 36,67% of the fish, 2,26% kill 53,33% of the fish, and 2,97 % kill 83,33% of the fish. The investigations showed results that LC50 value for 96 hours of tofu industrial wastewater to the freshwater pomfret is 20575,049 ppm (2,05%).

(72)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Samosir pada tanggal 07 Agustus 1992. Penulis adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara dari Bapak Piktor Sinurat dan Ibu Nurmayati Simarmata. Pendidikan formal yang ditempuh oleh penulis adalah Sekolah Dasar (SD) Negeri 174605 Simarmata pada tahun 1998-2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Simarmata pada tahun 2004- 2007 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Pangururan pada tahun 2007-2010. Penulis kemudian melanjutkan studi ke perguruan tinggi negeri yaitu Universitas Sumatera Utara pada program studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian pada tahun 2011 melalui seleksi ujian tertulis UMB-PTN.

(73)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat dan kasih-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Uji Toksisitas Akut Limbah Cair Industri Tahu Terhadap Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum)”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana perikanan (S.Pi) pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dengan tulus kepada orangtua penulis bapak tercinta P.Sinurat dan ibu tersayang N.Simarmata. Ucapan terimakasih juga kepada ibu Dr. Hesti Wahyuningsih, S.Si, M.Si selaku ketua komisi pembimbing skripsi dan ibu Desrita, S.Pi, M.Si selaku anggota komisi pembimbing. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku ketua jurusan dan seluruh dosen serta staf tata usaha program studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih kepada kakak Effy Junita, Novalena, adik Naomi, Patar Mangohal Tua, Ellizabeth Margareth, Ramos Pahala Tua. Terkhusus kepada kekasih saya Fery J Sihotang dan teman terbaik saya yang mendukung dan membantu saya dalam melakukan penelitian ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan terkhusus dalam bidang manajemen sumberdaya perairan.

Medan

Gambar

Tabel Anova
Gambar 3. Jumlah Kematian Ikan Pada Uji Pendahuluan
Tabel 2. Nilai Kisaran Suhu, DO, dan pH pada Uji Pendahuluan
Tabel 3. Nilai Kisaran Suhu, DO, dan pH Pada Uji Toksisitas
+4

Referensi

Dokumen terkait

prestasi belajar siswa MI Darussalam Ngentrong Tulungagung. : Tidak ada pengaruh media audio visual terhadap motivasi dan. prestasi belajar siswa MI Darussalam Ngentrong

setelah dilakukan pengurangan karyawan rata-rata beban kerja menjadi 94.89% dengan jumlah karyawan yang optimal adalah 3 orang.. Pada

The test results indicate that comparable accuracy-level are obtained from the proposed filters compared with extended Kalman filter in positioning, velocity and attitude when

Peraturan Kepala BKPM RI Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal. Peraturan Kepala BKPM Nomor 15 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara

In this method, the handheld devices using GPS technology to provide the location of the users, e.g., smart phone, is used as the positioning equipment; an emergency

pimpinan cabang, tidak hanya kunjungan saja tetapi setiap kegiatan yang. dilakukan oleh pimpinan ranting juga selalu

Kemasan Budaya lokal ini diaplikasikan dalam bentuk produk dekoratif yang memanfaatkan limbah (sisa konveksi) menjadi produk baru yang bernilai jual sebagai inovasi ekonomi

Manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan metode yang lebih cepat dan mudah dalam uji daya antiinflamasi pada sediaan atau bahan lainnya..