ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN LISTRIK PADA INDUSTRI
TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DI INDONESIA
Oleh :
RONA YUGUSTYA H14102058
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
RINGKASAN
RONA YUGUSTYA. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Listrik pada Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia (dibimbing oleh IDQAN FAHMI).
Kebutuhan tenaga listrik merupakan kebutuhan mendasar yang mempunyai peranan dalam pembangunan ekonomi suatu negara karena energi listrik menjadi motor penggerak berbagai aktifitas masyarakat terutama dalam mendukung proses industrialisasi. Hal ini dapat mempertinggi produktivitas usaha sehingga meningkatkan perekonomian negara.
Industri pemakai listrik terbesar yaitu industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Industri TPT memerlukan listrik untuk penerangan dan operasionalnya termasuk dalam proses produksi selama kurang lebih 24 jam. Khusus industri serat buatan (synthetic fiber), tidak bisa menghentikan atau memindahkan operasinya. Jika penyaluran energi listrik terhenti atau dihentikan, maka produktivitas industri TPT menjadi sangat tidak efektif karena produksi yang dihasilkan menjadi berkurang.
Permasalahan yang harus dihadapi oleh industri TPT adalah kenaikan tarif dasar listrik (TDL). Kenaikan TDL bagi pemerintah dan PLN hanya merupakan salah satu dari agenda restrukturisasi di sektor ketenagalistrikan. Sedangkan bagi industri TPT, kenaikan tersebut dapat meningkatkan biaya produksi sehingga menghambat pertumbuhan Industri. Sebagaimana diketahui bahwa industri TPT merupakan salah satu penyumbang ekspor terbesar di Indonesia. Dampak kenaikan tarif listrik yang terlalu tinggi tentunya secara tidak langsung akan mengurangi daya saing produk TPT di pasar global sehingga berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor Indonesia dan perekonomian Indonesia.
Menurut teori ekonomi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan input. Jika permintaan listrik di industri TPT terpenuhi, maka akan mempermudah industri TPT meningkatkan produktivitasnya dan meningkatkan perekonomian Indonesia. Namun secara teoritis, faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan input listrik pada industri TPT belum diketahui. Untuk dapat mengetahui faktor-faktor tersebut, maka perlu suatu analisa. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini memiliki tujuan yaitu menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan listrik industri TPT di Indonesia dan mengkaji hubungan antara faktor-faktor tersebut terhadap permintaan listrik pada industri TPT.
iii
Data yang digunakan adalah data deret waktu (time series) dari tahun 1982-2004 yang hanya mencakup dua golongan sektor yaitu industri tekstil dan industri pakaian jadi. Data diperoleh dari berbagai sumber seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), PT PLN (Persero), Departemen Perindustrian (Deperind), Pertamina, dan internet.
Pada periode 1982-2004, permintaan listrik cenderung meningkat meskipun dari periode tersebut ada beberapa periode yang mengalami penurunan. Permintaan produk pada periode 1982-2004 cenderung meningkat, sedangkan untuk harga listrik pada periode tersebut secara agregat mengalami fluktuasi. Harga solar di Indonesia dipengaruhi oleh harga solar dunia. Harga solar pada tahun 1982-2004 mengalami naik cenderung menurun walaupun pada 2002 dan 2004 meningkat drastis akibat peningkatan harga minyak mentah dunia dan pengurangan subsidi pemerintah.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN LISTRIK PADA INDUSTRI
TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DI INDONESIA
Oleh
RONA YUGUSTYA H14102058
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
v
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Rona Yugustya
Nomor Registrasi Pokok : H14102058
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Listrik Pada Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor
Menyetujui
Dosen Pembimbing,
Ir. Idqan Fahmi, M.Ec NIP. 131 803 657
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Oktober 2006
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama RONA YUGUSTYA lahir pada tanggal 9 Agustus 1985
di Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Penulis anak pertama dari dua bersaudara, dari
pasangan Nanang Iwan Setiawan dan Nining Yuningsih. Penulis mengawali
jenjang pendidikan di TK Kemala Bhayangkari 90 Semarang Tahun 1989-1990,
kemudian menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Wonotingal I Semarang
pada tahun 1996. Setelah itu, melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 11
Semarang selama satu tahun, kemudian dilanjutkan ke SLTP Negeri 3
Majalengka, lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama diterima di SMUN 2
Majalengka tahun 1999 dan lulus tahun 2002 dengan hasil yang sangat
memuaskan.
Pada tahun 2002, penulis meninggalkan ‘Kota Angin’ untuk melanjutkan
studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Melalui jalur USMI, penulis mampu masuk
ke sebuah Institut yang berada di kota yang dikenal dengan nama ‘Kota Hujan’.
Penulis diterima di Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan organisasi.
Organisasi yang pernah diikuti diantaranya Taekwondo dan Karemata. Dalam
organisasi Karemata, penulis menjabat sebagai anggota Divisi Climbing.
Sampai sekarang penulis masih aktif mengikuti organisasi Taekwondo IPB
dan pernah mengikuti beberapa kejuaraan sebagai perwakilan dari unit IPB dan
Kecamatan Darmaga, diantaranya Kejuaraan Walikota Cup sebagai peserta di
kelas Feather tahun 2004 dan Kejuaraan Eksebisi Pekan Olahrga Kabupaten
Bogor (PORKAB) Taekwondo tahun 2005 yang diselenggarakan Kabupaten
Bogor dengan meraih medali emas untuk kelas Feather. Selain itu, penulis pernah
mengikuti pertandingan olimpiade bola voli dan bola basket yang diselenggarakan
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T karena atas rahmat dan
karunia-Nya, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan
skripsi ini merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk mendapatkan gelar
Sarjana Ekonomi di Institut Pertanian Bogor.
Judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Listrik pada Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Indonesia”. Listrik merupakan faktor produksi yang sangat penting bagi industri TPT untuk
melakukan kegiatan operasionalnya maupun penerangan. Oleh sebab itu, penulis
merasa tertarik melakukan penelitian dengan topik ini.
Penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun, penulis
mencoba sedikitnya memberi informasi serta pengetahuan bagi semua pihak yang
membacanya. Untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan
penyusunan skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan
bimbingan banyak pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sangat besar kepada :
1. Keluargaku : Mamah dan Ayah yang selalu mengasihiku, mendukungku dari lahir sampai dengan sekarang yang tidak ada hentinya selalu mengirim doa
untukku. Adikku Dinar ’Sorin’ yang selalu setia menemaniku dan sedikit membantuku saat mengerjakan skripsi di rumah.
2. Ir. Idqan Fahmi, M.EC, selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi
ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
3. Dr. Sri Mulatsih, selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritikan demi perbaikan skripsi ini.
4. Jaenal Effendi, MA,selaku Komisi Pendidikan yang telah memberikan saran dan kritikan dalam tata cara penulisan.
ix
6. ’A Yoga yang selalu memberi support dan perhatian dari jauh. Terimakasih banyak...I’m sure that I can do this until finish.
7. Majalengka Taekwondo Team : Agis, Adam, @ Bohim, @ Jaren, @ Endin, yang selalu menyediakan tempat untuk berlatih, mengekspresikan diri, dan bersedia menampung semua keluh kesah penulis selama pembuatan
skripsi.
8. Majalengka Crew : A Dadan, A Acong, A Hari, A Gun-Gun, A Hengki, A Natsir, Chiwonk, Bucit, Gun-Gun, Andan dan KAPPAL. Terimakasih untuk
semua saran dan hiburannya ☺.
9. Ed’s Girl : Drie, Wee, Tante Soe, Yan, Yas, Mbah, Ema’, Darti, Icus, See, Ca, Gie, Un, V, Don, Nay, Mba On, Fan, Luh, Ai, Tree. Terimakasih banyak
buat kebersamaannya di Edelweis baik suka maupun duka.
10.Teman-teman IE 39 : Radia, Nani, Granson, Retno, A. Widi, Diana, Elka, Nungsri, Erik, Yoshika, Widi H, Rini, Rudi, serta semua teman seperjuangan
Ilmu Ekonomi angkatan 39 yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Masih banyak lagi pihak-pihak yang belum penulis tulis, tetapi penulis
sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis hingga
skripsi ini dapat selesai dengan baik. Semoga mendapat balasan-Nya, Amien.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya
dan semua pihak yang membaca.
Bogor, Oktober 2006
DAFTAR ISI
2.1.2. Pengertian Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) ... 16
2.1.3. Penelitian Terdahulu ... 19
2.2. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 22
2.3. Hipotesa ... 23
IV.KONDISI UMUM INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DI INDONESIA ... 34
4.1. Sejarah Industri TPT di Indonesia ... 34
4.2. Perkembangan Industri TPT di Indonesia ... 36
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN LISTRIK PADA INDUSTRI
TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DI INDONESIA
Oleh :
RONA YUGUSTYA H14102058
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
RINGKASAN
RONA YUGUSTYA. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Listrik pada Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia (dibimbing oleh IDQAN FAHMI).
Kebutuhan tenaga listrik merupakan kebutuhan mendasar yang mempunyai peranan dalam pembangunan ekonomi suatu negara karena energi listrik menjadi motor penggerak berbagai aktifitas masyarakat terutama dalam mendukung proses industrialisasi. Hal ini dapat mempertinggi produktivitas usaha sehingga meningkatkan perekonomian negara.
Industri pemakai listrik terbesar yaitu industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Industri TPT memerlukan listrik untuk penerangan dan operasionalnya termasuk dalam proses produksi selama kurang lebih 24 jam. Khusus industri serat buatan (synthetic fiber), tidak bisa menghentikan atau memindahkan operasinya. Jika penyaluran energi listrik terhenti atau dihentikan, maka produktivitas industri TPT menjadi sangat tidak efektif karena produksi yang dihasilkan menjadi berkurang.
Permasalahan yang harus dihadapi oleh industri TPT adalah kenaikan tarif dasar listrik (TDL). Kenaikan TDL bagi pemerintah dan PLN hanya merupakan salah satu dari agenda restrukturisasi di sektor ketenagalistrikan. Sedangkan bagi industri TPT, kenaikan tersebut dapat meningkatkan biaya produksi sehingga menghambat pertumbuhan Industri. Sebagaimana diketahui bahwa industri TPT merupakan salah satu penyumbang ekspor terbesar di Indonesia. Dampak kenaikan tarif listrik yang terlalu tinggi tentunya secara tidak langsung akan mengurangi daya saing produk TPT di pasar global sehingga berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor Indonesia dan perekonomian Indonesia.
Menurut teori ekonomi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan input. Jika permintaan listrik di industri TPT terpenuhi, maka akan mempermudah industri TPT meningkatkan produktivitasnya dan meningkatkan perekonomian Indonesia. Namun secara teoritis, faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan input listrik pada industri TPT belum diketahui. Untuk dapat mengetahui faktor-faktor tersebut, maka perlu suatu analisa. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini memiliki tujuan yaitu menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan listrik industri TPT di Indonesia dan mengkaji hubungan antara faktor-faktor tersebut terhadap permintaan listrik pada industri TPT.
iii
Data yang digunakan adalah data deret waktu (time series) dari tahun 1982-2004 yang hanya mencakup dua golongan sektor yaitu industri tekstil dan industri pakaian jadi. Data diperoleh dari berbagai sumber seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), PT PLN (Persero), Departemen Perindustrian (Deperind), Pertamina, dan internet.
Pada periode 1982-2004, permintaan listrik cenderung meningkat meskipun dari periode tersebut ada beberapa periode yang mengalami penurunan. Permintaan produk pada periode 1982-2004 cenderung meningkat, sedangkan untuk harga listrik pada periode tersebut secara agregat mengalami fluktuasi. Harga solar di Indonesia dipengaruhi oleh harga solar dunia. Harga solar pada tahun 1982-2004 mengalami naik cenderung menurun walaupun pada 2002 dan 2004 meningkat drastis akibat peningkatan harga minyak mentah dunia dan pengurangan subsidi pemerintah.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN LISTRIK PADA INDUSTRI
TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DI INDONESIA
Oleh
RONA YUGUSTYA H14102058
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
v
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Rona Yugustya
Nomor Registrasi Pokok : H14102058
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Listrik Pada Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor
Menyetujui
Dosen Pembimbing,
Ir. Idqan Fahmi, M.Ec NIP. 131 803 657
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Oktober 2006
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama RONA YUGUSTYA lahir pada tanggal 9 Agustus 1985
di Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Penulis anak pertama dari dua bersaudara, dari
pasangan Nanang Iwan Setiawan dan Nining Yuningsih. Penulis mengawali
jenjang pendidikan di TK Kemala Bhayangkari 90 Semarang Tahun 1989-1990,
kemudian menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Wonotingal I Semarang
pada tahun 1996. Setelah itu, melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 11
Semarang selama satu tahun, kemudian dilanjutkan ke SLTP Negeri 3
Majalengka, lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama diterima di SMUN 2
Majalengka tahun 1999 dan lulus tahun 2002 dengan hasil yang sangat
memuaskan.
Pada tahun 2002, penulis meninggalkan ‘Kota Angin’ untuk melanjutkan
studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Melalui jalur USMI, penulis mampu masuk
ke sebuah Institut yang berada di kota yang dikenal dengan nama ‘Kota Hujan’.
Penulis diterima di Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan organisasi.
Organisasi yang pernah diikuti diantaranya Taekwondo dan Karemata. Dalam
organisasi Karemata, penulis menjabat sebagai anggota Divisi Climbing.
Sampai sekarang penulis masih aktif mengikuti organisasi Taekwondo IPB
dan pernah mengikuti beberapa kejuaraan sebagai perwakilan dari unit IPB dan
Kecamatan Darmaga, diantaranya Kejuaraan Walikota Cup sebagai peserta di
kelas Feather tahun 2004 dan Kejuaraan Eksebisi Pekan Olahrga Kabupaten
Bogor (PORKAB) Taekwondo tahun 2005 yang diselenggarakan Kabupaten
Bogor dengan meraih medali emas untuk kelas Feather. Selain itu, penulis pernah
mengikuti pertandingan olimpiade bola voli dan bola basket yang diselenggarakan
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T karena atas rahmat dan
karunia-Nya, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan
skripsi ini merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk mendapatkan gelar
Sarjana Ekonomi di Institut Pertanian Bogor.
Judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Listrik pada Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Indonesia”. Listrik merupakan faktor produksi yang sangat penting bagi industri TPT untuk
melakukan kegiatan operasionalnya maupun penerangan. Oleh sebab itu, penulis
merasa tertarik melakukan penelitian dengan topik ini.
Penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun, penulis
mencoba sedikitnya memberi informasi serta pengetahuan bagi semua pihak yang
membacanya. Untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan
penyusunan skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan
bimbingan banyak pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sangat besar kepada :
1. Keluargaku : Mamah dan Ayah yang selalu mengasihiku, mendukungku dari lahir sampai dengan sekarang yang tidak ada hentinya selalu mengirim doa
untukku. Adikku Dinar ’Sorin’ yang selalu setia menemaniku dan sedikit membantuku saat mengerjakan skripsi di rumah.
2. Ir. Idqan Fahmi, M.EC, selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi
ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
3. Dr. Sri Mulatsih, selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritikan demi perbaikan skripsi ini.
4. Jaenal Effendi, MA,selaku Komisi Pendidikan yang telah memberikan saran dan kritikan dalam tata cara penulisan.
ix
6. ’A Yoga yang selalu memberi support dan perhatian dari jauh. Terimakasih banyak...I’m sure that I can do this until finish.
7. Majalengka Taekwondo Team : Agis, Adam, @ Bohim, @ Jaren, @ Endin, yang selalu menyediakan tempat untuk berlatih, mengekspresikan diri, dan bersedia menampung semua keluh kesah penulis selama pembuatan
skripsi.
8. Majalengka Crew : A Dadan, A Acong, A Hari, A Gun-Gun, A Hengki, A Natsir, Chiwonk, Bucit, Gun-Gun, Andan dan KAPPAL. Terimakasih untuk
semua saran dan hiburannya ☺.
9. Ed’s Girl : Drie, Wee, Tante Soe, Yan, Yas, Mbah, Ema’, Darti, Icus, See, Ca, Gie, Un, V, Don, Nay, Mba On, Fan, Luh, Ai, Tree. Terimakasih banyak
buat kebersamaannya di Edelweis baik suka maupun duka.
10.Teman-teman IE 39 : Radia, Nani, Granson, Retno, A. Widi, Diana, Elka, Nungsri, Erik, Yoshika, Widi H, Rini, Rudi, serta semua teman seperjuangan
Ilmu Ekonomi angkatan 39 yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Masih banyak lagi pihak-pihak yang belum penulis tulis, tetapi penulis
sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis hingga
skripsi ini dapat selesai dengan baik. Semoga mendapat balasan-Nya, Amien.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya
dan semua pihak yang membaca.
Bogor, Oktober 2006
DAFTAR ISI
2.1.2. Pengertian Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) ... 16
2.1.3. Penelitian Terdahulu ... 19
2.2. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 22
2.3. Hipotesa ... 23
IV.KONDISI UMUM INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DI INDONESIA ... 34
4.1. Sejarah Industri TPT di Indonesia ... 34
4.2. Perkembangan Industri TPT di Indonesia ... 36
xi
4.2.2. Industri Pemintalan (Spinning) ... 42
4.2.3. Industri Kain (Weaving/Dyeing/Knitting/Finishing) ... 43
4.2.4. Industri Pakaian Jadi (Garment) ... 44
4.2.5. Industri Produk Tekstil Lainnya (Other Textile)... 45
4.3. Industri TPT di Pasar Global ... 47
4.4. Penggunaan Listrik di Industri TPT ... 48
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51
5.1. Kecenderungan (Trend) Permintaan Listrik dan Faktor-Faktor yang diduga Mempengaruhi Permintaan Listrik di Industri TPT... 51
5.2. Hasil Estimasi Model Permintaan Listrik Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia ... 56
5.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Listrik Industri TPT Di Indonesia ... 58
VI.KESIMPULAN DAN SARAN ... 61
6.1. Kesimpulan ... 61
6.2. Saran... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 63
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Tenaga Listrik yang Diminta Industri Tekstil dan Produk Tekstil di
Indonesia Tahun 1982-2004 ... 3
2. Ekspor dan Impor Industri TPT di Indonesia Tahun 2000-2005 ... 37
3. Profil Industri TPT di Indonesia Tahun 2001-2005 ... 39
4. Utilitas Produksi Industri TPT di Indonesia Tahun 2005 ... 40
5. Profil Industri Pembuatan Serat (Fiber Making) Tahun 2001-2005... 41
6. Kapasitas Mesin Pemintal Pada Beberapa Negara di Asia ... 42
7. Profil Industri Pemintalan (Spinning) Tahun 2001-2005 ... 43
8. Profil Industri Kain (Weaving/Dyeing/Knitting/Finishing) Tahun
2001-2005 ... 44
9. Profil Industri Pakaian Jadi (Garment) Tahun 2001-2005... 45
10. Profil Industri Produk tekstil Lainnya (Other Textile) Tahun
2001-2005 ... 46
11. Ekspor TPT Indonesia ke AS, Eropa, dan Jepang Tahun 2001-2005 ... 47
12. Struktur Biaya Dalam Setiap Kelompok Industri TPT Tahun 2005 ... 50
13. Hasil Estimasi Model Permintaan Listrik Industri Tekstil dan Produk
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 24
2. Trend Permintaan Listrik di Industri TPT Tahun 1982-2004 ... 52
3. Trend Permintaan Produk di Industri TPT Tahun 1982-2004 ... 53
4. Trend Harga Listrik Untuk Industri TPT Tahun 1982-2004 ... 54
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data Nominal Penelitian ... 65
2. Data Riil Penelitian ... 66
3. Hasil Estimasi Output Model Permintaan Listrik Industri TPT di
Indonesia ... 67
4. Hasil Uji Multikolinearitas Variabel Bebas pada Model Permintaan
Listrik ... 67
5. Hasil Uji Autokorelasi dan Uji Heteroskedastisitas ... 67
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada kehidupan dimasa sekarang, ketersediaan energi, terutama energi
listrik merupakan salah satu bagian yang cukup penting untuk diperhatikan agar
kesejahteraan manusia terpenuhi. Untuk itu, tingkat kebutuhan listrik harus
dipenuhi secara optimal. Kebutuhan energi listrik merupakan kebutuhan mendasar
yang mempunyai peranan dalam pembangunan ekonomi suatu negara karena
energi listrik menjadi motor penggerak berbagai aktifitas masyarakat terutama
dalam mendukung proses industrialisasi. Hal ini dapat mempertinggi
produktivitas usaha sehingga meningkatkan perekonomian negara.
Dari tahun ke tahun konsumsi masyarakat akan kebutuhan sehari-hari
meningkat sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk yang semakin
meningkat. Meningkatnya konsumsi masyarakat mendorong produsen untuk
menambah produksinya. Namun, untuk memproduksi suatu barang diperlukan
faktor-faktor produksi yang mendukung. Salah satunya adalah energi. Sumber
energi yang berperan sangat penting dalam proses produksi diantaranya adalah
bahan bakar minyak (BBM) dan listrik. Terjadinya kenaikan harga BBM
menyebabkan seluruh industri harus menanggung beban biaya yang cukup besar.
Selain kenaikan harga BBM, industri-industri tersebut harus menghadapi sebuah
permasalahan lain yaitu kenaikan tarif dasar listrik (TDL) oleh pemerintah.
Kebijakan pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL) cukup menjadi
beban bagi dunia usaha Indonesia yang saat ini sedang berusaha bangun dari
sudah mengalami kenaikan sebanyak dua kali. Kenaikan TDL ini menambah
beban bagi pengusaha, menyusul kenaikan harga BBM (solar) dan kenaikan upah
minimum regional (UMR). Secara makro, dampak kenaikan TDL sebagai
konsekuensi dari penurunan rata-rata subsidi listrik mempunyai arah yang negatif.
Hal ini ditunjukkan dari menurunnya pertumbuhan ekonomi riil (GDP riil),
menurunnya tingkat kesempatan kerja, dan meningkatnya laju inflasi. Hal ini
merupakan konsekuensi dari menurunnya sektor produksi akibat naiknya ongkos
produksi (cost of production).
Kenaikan tarif listrik dirasakan paling signifikan oleh sektor yang paling
banyak mengkonsumsi listrik dalam proses produksinya. Berdasarkan data yang
diolah dari tabel input-output, sektor yang paling banyak mengkonsumsi listrik
adalah sektor jasa perdagangan (Elektro Indonesia, Maret 2006). Termasuk dalam
sektor ini adalah para pedagang eceran, baik di mal-mal, department store,
maupun di toko-toko. Perlu diperhatikan bahwa para pedagang eceran kecil pun
dapat merasakan dampak kenaikan tarif listrik yang cukup signifikan. Selain
sektor perdagangan, sektor industri pun mengkonsumsi dan memerlukan energi
listrik dalam jumlah yang sangat besar terutama dalam kegiatan produksinya..
Salah industri pemakai listrik yang mengkonsumsi listrik dalam jumlah
sangat besar yaitu industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang merupakan salah
satu penyumbang ekspor terbesar di Indonesia. Industri benang mengkonsumsi
sekitar 4.7 persen dari total konsumsi listrik nasional, sedangkan industri tekstil
mengkonsumsi sekitar 2.8 persennya. Sementara itu untuk industri lainnya yang
juga memerlukan listrik dalam jumlah yang besar seperti industri semen hanya
3
industri barang-barang dari besi dan baja dasar hanya mengkonsumsi sekitar 1.9
persen. Pemakaian listrik pada industri TPT dapat dilihat dari jumlah tenaga listrik
yang diminta oleh industri TPT dalam kilo Watt hour (kWh) dan secara lebih jelas
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tenaga Listrik yang Diminta Industri TPT Tahun 1982-2004 Tahun Tenaga Listrik yang
Diminta (kWh) Tahun
Tenaga Listrik yang Diminta (kWh)
1982
335277000 1994 3281694297 1983
375141000 1995 4180601439 1984
446358000 1996 4625151162 1985
676691000 1997 4820545610 1986
607566000 1998 5108436023 1987
944160000 1999 9943415239 1988
1392143000 2000 12290737932 1989
1647206000 2001 6797389802 1990
1677981000 2002 5426490654
1991 2500134217 2003 6033908841
1992
3040016697 2004 6820000000 1993
2762305655 Sumber : BPS 1982-2004
Energi listrik bagi industri TPT merupakan bahan bakar penting yang
digunakan dalam proses produksi. Khusus industri serat buatan (synthetic fiber),
tidak bisa menghentikan atau memindahkan operasinya. Jika penyaluran energi
listrik terhenti atau dihentikan, maka produktivitas industri TPT menjadi sangat
tidak efektif karena produksi yang dihasilkan menjadi berkurang. Beberapa proses
produksi masih tergantung pada pasokan listrik Perusahaan Listrik Negara (PLN)
karena listrik tersebut digunakan selama 24 jam penuh. Jika terganggu, diperlukan
waktu berminggu-minggu untuk memperbaikinya terutama di industri serat fiber
Industri tekstil yang selama ini menjadi primadona didalam pasar ekspor
dihadapi berbagai masalah. Saat ini pasaran tekstil internasional sedang
mengalami kelesuan akibat melemahnya perekonomian dunia dan melimpahnya
produk tekstil di pasar internasional, terutama dari Korea Selatan dan China.
Kenaikan TDL merupakan masalah yang cukup rumit bagi pengusaha tekstil
karena berkaitan dengan perhitungan cost dan harga jual dengan buyer. Selama ini
kontrak pesanan dilakukan tiga bulan sebelum produksi sehingga perhitungan
harga jualnya masih menggunakan perhitungan sebelum kenaikan TDL. Hal ini
mengakibatkan turunnya marjin keuntungan yang diperoleh pengusaha tekstil
karena tidak mungkin lagi menaikkan harga jualnya terhadap buyer. Pada
akhirnya akan berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor Indonesia.
Pada industri tekstil, apabila tarif listrik naik sebesar 10 persen dari harga
tarif listrik, maka dapat meningkatkan biaya produksi sebesar 0.5 persen (dari
kenaikan tarif dikalikan dengan cost share dari listrik terhadap biaya produksi
keseluruhan). Hitungan ini adalah hitungan sederhana, dan belum
memperhitungkan efek pengganda (multiplier effect) dari kenaikan tarif listrik
tersebut. Perhitungan ini merupakan perkiraan gambaran kasar dampak kenaikan
tarif listrik terhadap biaya produksi pada industri tersebut (Warta Ekonomi, 14
Maret 2006).
Menurut perhitungan Danareksa Research Institute, dengan menggunakan
metode yang sedikit lebih kompleks (sudah memperhitungkan multiplier effect),
setiap kenaikan 10 persen dari tarif listrik rata-rata akan memberikan inflasi
tambahan sebesar 0.13 persen sampai 0.17 persen. Berbeda dengan perhitungan
5
besar dari perhitungan di atas. Kenaikan tarif listrik sebesar 30 persen, misalnya,
hanya akan menimbulkan dampak terhadap inflasi secara langsung sekitar 0.39
persen sampai 0.51 persen saja. Hal ini jauh lebih kecil dari dampak kenaikan
harga BBM. Dampak kenaikan tarif listrik terhadap pertumbuhan ekonomi pun
tidak terlalu besar karena hanya akan terjadi pengurangan sebesar 0.027 persen
untuk kenaikan tarif listrik sebesar 30 persen.
Kenaikan tarif listrik yang terlalu tinggi (misalnya, sampai 100 persen)
jelas akan dapat menghilangkan rangkaian pemulihan perbaikan di sisi
permintaan, karena kenaikan tersebut mengurangi daya beli masyarakat. Di tengah
suasana daya beli serta permintaan yang menurun, para pebisnis akan kesulitan
membebankan kenaikan biaya produksi ke konsumennya. Perlu diperhatikan
bahwa produk dari industri kita sebagian besar masih dipasarkan di dalam negeri.
Kenaikan di bawah 30 persen mungkin masih dapat dilakukan tanpa harus
memberikan dampak negatif yang terlalu signifikan. Akan tetapi, kenaikan yang
terlalu tinggi akan dapat menghilangkan rangkaian perbaikan pertumbuhan
ekonomi yang sedang terjadi. Di tengah lambatnya pertumbuhan ekonomi,
kenaikan tarif listrik yang terlalu tinggi dapat menjerumuskan perekonomian
menuju resesi.
1.2. Perumusan Masalah
Energi listrik dalam industri tekstil dipergunakan dalam proses spinning,
weaving, knitting, dyeing dan fibering. Pada industri tekstil, proses polimerisasi
serat sintetis (fiber) tidak akan terjadi bila tidak ada aliran listrik. Apabila aliran
listrik untuk produksi tiba-tiba terhenti, banyak bahan baku akan mengalami
perusahaan. Terganggunya proses produksi tentu mengganggu kelancaran proses
produksi pembuatan pakaian jadi. Tanpa bahan baku dari industri tekstil mungkin
untuk sementara waktu tidak terlalu mengganggu proses produksi. Tetapi jika
bahan baku tidak tersedia akibat terhentinya pasokan listrik yang cukup lama,
pasti proses produksi pakaian jadi ini akan terganggu. Hal ini membuktikan
bahwa listrik merupakan faktor yang sangat penting demi kelancaran usaha
industri TPT.
Biaya yang harus dikeluarkan industri tekstil untuk energi mencapai 8-12
persen dari total ongkos produksi, sehingga jika kenaikan tarif dasar listrik terjadi
secara otomatis akan meningkatkan biaya produksi. Untuk biaya lainnya 50-60
persen untuk bahan baku dan ongkos tenaga kerja sekitar 6 persen (Riau Pos,
2006).
Bagi industri TPT, kenaikan TDL akan berdampak sangat besar karena
menghambat pertumbuhan industri dan akan memicu kenaikan biaya produksi.
Menurut Departemen Perindustrian, kenaikan TDL mengingkari program
pemerintah yang ingin meningkatkan kinerja industri tekstil. Industri tekstil akan
semakin menurun karena saat ini tidak memungkinkan untuk melakukan efisiensi
biaya yang lainnya. Hal ini terjadi karena industri tekstil sangat membutuhkan
dana untuk memaksimalkan kinerja produksinya.
Beban industri TPT meningkat 15 persen akibat adanya program Dayamax
Plus dan kenaikan BBM.Efek yang dominan dari kenaikan tarif listrik dan BBM
meningkatkan kenaikan bahan baku dan biaya transportasi dari sektor hilir dengan
total kenaikan produksi menjadi 10 persen (www.dpr.go.id). Asosiasi Pertekstilan
7
kebijakan Dayamax dan tarif multiguna untuk pemasangan baru yang selama ini
diberlakuan bagi sektor industri. Kebijakan ini dinilai API kontraproduktif dengan
upaya pemerintah meningkatkan kinerja industri lokal (www.bisnis.com, 2006).
Bagi pemerintah dan PLN, kenaikan tarif dasar listrik (TDL) hanya
merupakan salah satu dari agenda restrukturisasi di sektor ketenagalistrikan.
Deputi Direktur Niaga dan Pelayanan Pelanggan PLN, Antony Dewono
mengatakan PT PLN hingga sekarang masih menderita kerugian operasional
akibat kenaikan harga BBM, mengingat harga jual listrik lebih rendah
dibandingkan biaya produksi, sehingga PLN bersikeras akan terus menerapkan
kebijakan Dayamax dan tarif multiguna.
Departemen Perindustrian belum dapat memastikan besaran TDL yang
ideal. Hal itu terjadi karena hingga saat ini terdapat banyak opsi yang ditawarkan
dari kalangan industri. Akibat rencana pemerintah dalam meningkatkan tarif dasar
listrik, pengusaha-pengusaha tekstil mulai merelokasikan pabriknya ke
negara-negara lainnya seperti Kamboja, Thailand, Cina dan Vietnam.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia
(APSyFI), Kustarjono Projolalito menyatakan industri sintetis akan mengalami
kesulitan bila listrik naik sebab membutuhkan listrik sehari penuh. Industri hilir
dari industri serat mengeluarkan biaya listrik mencapai 8 persen hingga 12 persen
dari seluruh biaya produksi. Jika biaya membengkak, produk sintetis yang
dihasilkan industri TPT akan sulit menyaingi harga produk negara lain.
Akibatnya, semakin banyak perusahaan yang gulung tikar dan jumlah
Dampak buruk kenaikan tarif listrik yang juga perlu dipikirkan oleh
pemerintah adalah laju inflasi. Setelah harga BBM ditetapkan pada akhir tahun
2005, inflasi sepanjang tahun 2005 meningkat hingga 18 persen. Jika tarif listrik
terlalu tinggi dan terlalu dini maka dikhawatirkan angka inflasi kembali
meningkat drastis. Saat ini tarif listrik rata-rata PLN adalah Rp580/kWh atau
US$0.58 per kWh, masih berada di bawah US$0.06 per kWh. Tarif listrik
Indonesia sebesar US$0,06 per kWh terbilang murah jika dibandingkan dengan
negara ASEAN lainnya. Tarif listrik di Thailand sebesar US$0.07 per kWh,
Filipina US$0.074 per kWh, Malaysia US$0.077 per kWh, dan Kamboja US$0.09
per kWh (Cybernews.net, 12 Maret 2006).
Selama tarif listrik yang sesuai nilai riilnya belum bisa diberlakukan,
pemerintah masih berkewajiban memberikan subsidi. Namun, subsidi yang
selama ini membebani APBN seringkali tidak tepat sasaran. Masih besar
kemungkinan pelanggan yang mampu membayar listrik, ikut menikmati subsidi.
Hal ini pernah terjadi sebelum krisis ekonomi 1997, dimana industri menengah
dan besar ikut menikmati tarif listrik murah. Namun, di awal tahun 2005
pemerintah mulai menghapus subsidi listrik karena melihat tidak adanya kenaikan
produktivitas yang signifikan pada industri TPT dalam melangsungkan usahanya
dan hanya menambah beban bagi pemerintah.
Sampai saat ini industri TPT memerlukan listrik untuk penerangan dan
operasionalnya termasuk dalam proses produksi selama kurang lebih 24 jam,
sehingga kenaikan TDL akan berakibat langsung terhadap kelangsungan usaha
industri TPT. Sebagai konsekuensinya, industri TPT harus bisa melakukan
9
Listrik merupakan salah satu faktor produksi pada industri TPT sehingga
permintaan listrik termasuk ke dalam permintaan faktor produksi atau yang
disebut dengan permintaan input atau turunan. Menurut teori ekonomi, permintaan
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya harga input itu sendiri, harga
input lain, permintaan akan produk, kuantitas input komplementer dan input
subtitusi, dan perubahan teknologi. Jika permintaan listrik di industri TPT
terpenuhi, maka akan mempermudah industri TPT meningkatkan produktivitasnya
dan meningkatkan perekonomian Indonesia. Namun secara teoritis, faktor-faktor
yang mempengaruhi permintaan input listrik pada industri TPT belum diketahui.
Untuk dapat mengetahui faktor-faktor tersebut, maka perlu suatu analisa.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang dapat dikaji dalam
penelitian ini yaitu faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi permintaan
listrik pada industri TPT di Indonesia dan bagaimana hubungannya antara
faktor-faktor tersebut dengan permintaan listrik di industri TPT ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini yaitu menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan
listrik industri TPT di Indonesia dan mengkaji hubungan antara faktor-faktor
tersebut dengan permintaan listrik pada industri TPT.
1.4. Kegunaan Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan :
1. Dapat memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang dapat
2. Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi industri TPT dan pemerintah
dalam perkembangan industri TPT.
3. Dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi pembaca dan informasi bagi
peneliti lainnya untuk penelitan yang sejenis.
1.5. Ruang Lingkup Studi
Data selang waktu yang digunakan dalam menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan listrik di industri TPT yaitu mulai dari tahun 1982
sampai dengan tahun 2004. Industri tekstil yang diteliti hanya mencakup dua
golongan sektor, diantaranya industri tekstil dan industri pakaian jadi.
Penelitian ini dibatasi pada hubungan antara permintaan listrik dengan
permintaan produk, harga listrik, harga solar, dan krisis ekonomi. Oleh karena itu,
analisis akan difokuskan hanya pada faktor-faktor yang diduga mempengaruhi
permintaan listrik. Listrik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah listrik yang
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Konsep Dasar Permintaan
Permintaan adalah jumlah barang yang diminta oleh konsumen pada suatu
pasar. Menurut Rahardja dan Manurung (2001), permintaan adalah keinginan
konsumen untuk membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga selama
periode waktu tertentu. Kottler dan Amstrong (1992) menyatakan bahwa
konsumen akan memilih produk yang menghasilkan kepuasan yang tertinggi dan
keinginan konsumen tersebut akan menjadi permintaan bila didukung oleh daya
beli. Dari sudut permintaan, barang dapat dibedakan dalam dua golongan, yaitu:
1. Barang konsumsi yaitu barang yang langsung dikonsumsi oleh orang untuk
mencapai kepuasan.
2. Barang yang dipakai untuk input dalam proses produksi selanjutnya.
Permintaan akan faktor produksi merupakan kelanjutan dari teori perilaku
produsen. Faktor produksi diminta oleh dunia usaha karena dengan bantuan faktor
produksi sebagai input, produsen dapat menghasilkan barang dan jasa yang dijual
di pasar barang. Oleh karena itu, permintaan akan faktor produksi bersifat turunan
(derived demand) yang berpangkal dari fungsi produksi di dalam perusahaan
(Case dan Fair, 2000).
Permintaan input disebut dengan derived demand. Input dibeli oleh
perusahaan untuk dipergunakan dalam proses produksi. Oleh karena itu,
bahwa perusahaan yang menggunakan input yang dibeli itu bertujuan
memaksimumkan keuntungan yang ingin diperolehnya.
Permintaan turunan merupakan permintaan sumber daya input yang
tergantung pada permintaan keluaran (output) atau produk yang diproduksi
menggunakan sumber daya tersebut (Case dan Fair, 2001). Input dapat bersifat
komplementer atau subtitusi. Dua input yang dapat digunakan bersama-sama
dapat meningkatkan manfaat keduanya, atau saling melengkapi.
Fungsi permintaan adalah permintaan yang dinyatakan dalam hubungan
matematis dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam fungsi
permintaan dapat diketahui hubungan antara variabel tidak bebas (dependent
variable) dan variabel-variabel bebas (independent variables). Persamaan
matematis yang menjelaskan hubungan antara tingkat permintaan dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dapat dituliskan sebagai berikut (Rahardja
dan Manurung, 2001) :
Dx = f (Px, Py, Y, T, Id, Pop, Pp, Adv) ...(2.1)
Dimana :
Dx = Jumlah barang atau jasa yang diminta
Px = Harga barang itu sendiri
Py = Harga barang lain
Y = Pendapatan per kapita
Id = Jumlah pendapatan rata-rata
T = Selera
Pop = Jumlah penduduk
13
Adv = Upaya produsen meningkatkan penjualan
Dx adalah variabel tidak bebas (dependent variable). Nilainya ditentukan
oleh variabel-variabel lainnya yaitu yang berada di sisi kanan persamaan.
Variabel-variabel tersebut disebut variabel bebas (independent variable) karena
besar nilainya tidak tergantung besarnya nilai variabel lain.
Fungsi permintaan input dapat diturunkan dari fungsi produksi. Fungsi
produksi menunjukkan produk maksimum yang dapat diperoleh dengan sejumlah
masukan tertentu, pada teknologi tertentu yang menyatakan hubungan antara input
dan output. Jadi barang produksi merupakan variabel tidak bebas dan faktor
produksi (input) merupakan variabel bebas. Secara matematis, fungsi produksi
dapat dinyatakan sebagai :
Y = f ( X1,...,Xn ) ...(2.2)
Dimana Y adalah output dan X adalah input-input yang digunakan untuk
memproduksi Y.
Menurut Rahardja dan Manurung (2001), kurva permintaan merupakan
tempat titik yang masing-masing menggambarkan tingkat maksimum pembelian
pada harga tertentu dengan ceteris paribus. Kurva permintaan mempunyai slope
negatif dari kiri atas ke kanan bawah, dimana jika terjadi penurunan harga akan
menambah jumlah komoditi yang diminta (Nicholson, 2001).
Dengan asumsi bahwa input yang diminta mempunyai produktivitas
marjinal yang menurun (diminishing marginal productivity), kurva permintaan
input adalah fungsi bersudut negatif terhadap harga input yang diminta. Apabila
harga input turun, maka lebih banyak input yang diminta, ceteris paribus. Karena
input, jelas bahwa apabila harga output naik, maka kurva permintaan input akan
bergeser kekanan, yang berarti lebih banyak input akan diminta pada harga yang
sama, ceteris paribus.
Permintaan input merupakan derived demand yang diturunkan secara
tidak langsung dari fungsi permintaan output, sehingga semua penggeser
permintaan dari output juga merupakan penggeser permintaan input. Tetapi hal ini
telah tercermin pada harga output yang merupakan penggeser dari permintaan
input. Pergeseran kurva permintaan faktor produksi perusahaan dapat dipengaruhi
oleh permintaan akan produk perusahaan, kuantitas input komplementer dan input
subtitusi, harga input lain, dan perubahan teknologi (Case dan Fair, 2001).
Permintaan industri TPT terhadap listrik berkaitan erat dengan derived
demand. Permintaan listrik pada industri TPT dapat diturunkan dari permintaan
terhadap produk akhir. Derived demand digunakan untuk menunjukkan daftar
permintaan bagi input yang dipakai dalam menghasilkan produk akhir. Derived
demand juga menyangkut sistem pemasaran secara keseluruhan ataupun fungsi
permintaan pada industri.
Pada suatu penelitian perlu diketahui bagaimana kepekaan fungsi
permintaan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya. Konsep elastisitas
mengukur perubahan jumlah yang diminta terhadap perubahan faktor-faktor yang
mempengaruhinya seperti harga dan pendapatan. Besarnya koefisien elastisitas
permintaan ditunjukkan oleh perbandingan antara persentase perubahan dalam
variabel tidak bebas (jumlah barang yang diminta) dan persentase perubahan
15
harga barang lain dan pendapatan (Rahardja dan Manurung, 2001). Adapun
rumus untuk mengukur koefisien elastisitas permintaan adalah :
ED = % perubahan jumlah yang diminta = ∆Q x P ...(2.3) % perubahan harga ∆P Q
Lebih jelas lagi Sadono (1982) mendefinisikan elastisitas permintaan
adalah suatu pengukuran kuantitatif yang menunjukkan sampai dimana besarnya
pengaruh perubahan salah satu variabel bebas terhadap perubahan permintaan
dengan menganggap pengaruh variabel yang lain adalah konstan. Menurut Putong
(2003), ada beberapa macam elastisitas dari permintaan diantaranya :
1. Elastisitas harga (own price elasticity) merupakan besarnya respon perubahan
permintaan suatu barang tehadap perubahan harga suatu barang dengan
menganggap nilai peubah yang lain dalam fungsi permintaan tetap (ceteris
paribus). Semakin peka jumlah barang yang diminta terhadap perubahan
harga maka akan semakin besar elastisitas permintaannya. Elastisitas harga
dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ep = ∂qi / qi ...(2.4) ∂pi / pi
i = 1, 2, ..., n
Besarnya elastisitas harga (Ep) berturut-turut, menunjukkan kriteria sebagai
berikut Ep < 1 (inelastis), Ep > 1 (elastis), Ep = 1 (elastis unitarian), Ep = 0
(inelastis sempurna) dan Ep = ~ (elastis tak terhingga).
2. Elastisitas silang (cross elasticity) merupakan suatu ukuran untuk melihat
kepekaan dari permintaan akan suatu komoditi terhadap perubahan harga
komoditi lainnya. Elastisitas silang dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ej = ∂qi / qi ...(2.5) ∂pj / pj
Nilai elastisitas silang bisa negatif dan positif. Apabila nilai elastisitas
bertanda positif maka menunjukkan bahwa barang yang bersangkutan
mempunyai hubungan substitusi dengan barang lain, sedangkan bila bertanda
negatif menunjukkan hubungan yang komplementer.
3. Elastisitas pendapatan (income elasticity) merupakan suatu ukuran kepekaan
dari jumlah yang diminta terhadap perubahan pendapatan dengan anggapan
pengaruh dari faktor-faktor lain yang mempengaruhi permintaan tidak
berubah. Nilai elastisitas pendapatan (EY) pada umumnya positif, karena
kenaikan pendapatan akan meningkatkan jumlah barang yang diminta.
Elastisitas dapat dirumuskan sebagai berikut :
EY = ∂qi / qi ...(2.6) ∂m / m
i = 1, 2, ..., n
2.1.2 Pengertian Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pengertian industri dapat diartikan
sebagai suatu unit usaha yang melakukan kegiatan ekonomi yang mempunyai
tujuan untuk menghasilkan barang dan jasa yang terletak pada suatu bangunan
atau lokasi tertentu serta mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai
produksi dan struktur biaya serta ada seseorang atau lebih yang bertanggung
jawab atas resiko usaha tersebut. Tekstil merupakan hasil dari proses pertenunan
maupun perajutan benang yang hasilnya akan terbentuk tesktil lembaran, tenunan
ataupun rajutan, sedangkan produk tekstil adalah proses lanjutan dari lembaran
tekstil yang diproses menjadi pakaian jadi untuk individu.
Tekstil sebagai kata benda diartikan sebagai pakaian, yang dibuat dengan
cara ditenun atau dirajut (kain) atau serat (benang) untuk ditenun atau dirajut
17
berhubungan dengan kain dan pembuatan kain. Industri tekstil merupakan
rangkaian industri dari hulu ke hilir yaitu industri pembuatan serat, pemintalan,
pertenunan, pencelupan, penyempurnaan serta pakaian jadi (Badan Pusat Statistik,
2003). Industri tekstil yang berkembang selama ini merupakan satu kesatuan
kegiatan yang terdiri dari (Wibowo, 1982) :
1. Industri pembuatan serat (fiber making), yaitu industri yang mengolah bahan
dasar sintetis yang berasal dari minyak bumi yang dikenal dengan nama
‘chips’ untuk menjadi serat-serat sintetis.
2. Industri pemintalan (spinning), yaitu industri yang mengolah serat sintetis dan
serat alam sehingga menghasilkan benang campuran dan benang sintetis.
3. Industri pertenunan (weaving), yaitu industri yang melakukan penenunan
benang dari tahappemintalan sehingga dihasilkan produk kain mentah.
4. Industri finishing (dyeing dan printing), yaitu industri yang melakukan proses
pencelupan warna dan pencetakan yang selanjutnya disempurnakan melalui
proses penyempurnaan untuk menghasilkan lembaran kain yang diinginkan.
5. Industri pembuatan pakaian jadi, yaitu industri yang mengolah bahan kain
menjadi produk akhir yang berupa pakaian jadi yang siap dikonsumsi.
Menurut Badan Pusat Statistik, industri tekstil di Indonesia dibagi menjadi
5 (lima) kelompok industri diantaranya industri serat buatan, industri pemintalan,
industri pertenunan, industri pakaian jadi, dan industri lain-lain. Namun, menurut
Departemen Perindustrian industri tekstil dibagi menjadi lima jenis industri, yaitu
industri serat, industri benang, industri kain, industri pakaian jadi, dan industri
Secara teknis, struktur industri TPT nasional dibagi menjadi tiga
sub-sektor, yaitu :
1. Sub-Sektor Industri Hulu (Upstream)
Menurut Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) (2006), industri hulu terdiri
dari industri yang menghasilkan benang, diantaranya industri pembuatan serat
(fiber making) seperti kapas, serat sintetik, serat selulosa, nylon, arcylic, sutra
dan lain-lain, serta industri pemintalan (spinning). Umumnya, industri pada
sektor hulu bersifat padat modal, teknologi madya dan moderen (
full-automatic), berskala besar, jumlah tenaga kerja relatif kecil, dan output per
tenaga kerja besar.
2. Sub-Sektor Menengah (Midstream)
Menurut API (2006), sektor menengah terdiri dari industri yang memproduksi
kain mentah lembaran hingga industri pengolahan memproduksi kain jadi.
Sektor ini meliputi industri yang bergerak pada bidang pertenunan (weaving),
perajutan (knitting), dan penyempurnaan (finishing). Sifat dari industri sektor
menengah adalah semi padat modal dan teknologi yang dipakai telah
berkembang dengan penyerapan tenaga kerjanya lebih besar dari sektor hulu.
3. Sektor hilir (downstream)
Industri pada sektor hilir menurut API adalah pakaian jadi (garment). Sektor
ini paling banyak menyerap tenaga kerja sehingga sifat industrinya adalah
padat karya. Pembeda sektor hilir dan sektor hulu maupun sektor menengah
adalah pada jumlah tenaga kerjanya, yaitu sebagian besar tenaga kerjanya
19
Pada rentang waktu penelitian yang dilakukan, yaitu 1982-2004, sektor
industri TPT telah mengalami perubahan dalam pembagian golongan pokok
industri. Tahun 1982-1997, industri TPT terbagi dalam empat golongan pokok
dengan tiga digit yang terdiri dari ISIC 321 (industri tekstil), ISIC 322 (industri
pakaian jadi kecuali untuk keperluan kaki), ISIC 323 (industri kulit dan
barang-barang dari kulit, kulit imitasi kecuali untuk keperluan kaki dan pakaian), dan
ISIC 324 (industri barang-barang untuk keperluan kaki dari kulit). Kemudian pada
tahun 1998-2004 terjadi perubahan pengklasifikasian golongan pokok pada
industri TPT menjadi dua digit, yaitu KLUI 17 (industri tekstil) dan KLUI 18
(industri pakaian jadi).
2.1.3 Penelitian Terdahulu
Menurut penelitian Widyantoro (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan tenaga listrik yaitu pertumbuhan ekonomi (PDB), harga listrik dan
jumlah pelanggan atau cakupan listrik (rasio elektrifikasi). Dari hasil regresi
ekonometrikanya, secara umum terlihat variabel PDB dan cakupan listrik
menunjukkan elastisitas positif. Sedangkan untuk harga listrik menunjukkan
elastisitas negatif baik untuk Jawa-Bali maupun Indonesia. Selain itu, koefisien
LR Term cukup besar, dibandingkan dengan koefisien lainnya, sehingga
menunjukkan adanya masalah stok dan delay demand yang cukup besar.
Terlihat pula dampak perubahan dari harga, pendapatan dan ketersediaan
listrik terhadap permintaan listrik yang tidak langsung terlihat. Dari seluruh
skenario permintaan tahun 1998-2000, pertumbuhan permintaan naik cukup tinggi
tinggi, akan tetapi permintaan listrik tersebut masih lebih tinggi dibanding
pertumbuhan PDB.
Intensitas konsumsi terhadap PDB masih di atas satu yang menunjukkan
penggunaan energi belum efektif dan efisien. Dari segi komposisi, terlihat bahwa
komposisi fungsi permintaan listrik rerata baik Jawa-Bali maupun Indonesia
dalam sektor industri terbesar masih sangat dominan dibandingkan sektor rumah
tangga, komersial dan publik.
Pada penelitian Yulaekha (2005), permasalahan industri TPT dalam
mengahadapi kuota per 1 Januari 2005 dibagi menjadi 2 bagian, yaitu
permasalahan eksternal dan internal. Tantangan eksternal adalah penghapusan
kuota di pasar utama ekspor, yaitu AS dan Uni Eropa, per 1 Januari 2005, dan
persaingan dengan Cina, India, Vietnam, dan Pakistan.
Masalah internal yang menghambat perkembangan industri TPT adalah
pertama, peningkatan biaya yang mempengaruhi daya saing yang disebabkan oleh
kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan BBM, penyelundupan dan proses bea cukai
(tarif dan pungutan), kenaikan Upah Minimum Regional (UMR), kenaikan
ekonomi biaya tinggi (ebit) karena desentralisasi yang menyebabkan kenaikan
pajak lokal dan meningkatnya korupsi serta tingginya harga komponen impor
mulai dari benang dan zat pewarna tekstil. Kedua, adalah masalah buruh. Ketiga,
sulitnya aliran kredit membuat upaya ekspansi modal juga tersendat. Penurunan
produktivitas pada industri tekstil juga disebabkan tidak adanya pergantian mesin
dan teknologi. Implikasinya, biaya produksi semakin mahal.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor produksi bahan baku (R)
21
output TPT Indonesia. Untuk tenaga kerja, modal dan dummy krisis memberikan
pengaruh tidak nyata terhadap peningkatan output. Produktivitas yang terbesar
adalah energi dan bisa dikatakan bahwa terjadi efisiensi dalam penggunaan energi
(bahan bakar, gas dan listrik). Meskipun secara kuantitatif penggunaan faktor
produksi ini lebih sedikit, namun ternyata dapat menghasilkan output yang lebih
besar.
Dalam upaya peningkatan produktivitas energi, langkah-langkah yang
harus dilakukan yaitu pertama memberikan insentif biaya energi terhadap industri
yang export oriented. Kedua, mengembangkan riset terhadap energi lain sebagai
pengganti bahan bakar minyak (BBM) yang ketersediaannya sudah mulai
berkurang dan mahal. Ketiga, mengembangkan dan menggunakan mesin tekstil
dan suku cadang berbahan bakar non-BBM serta keempat membuat hukum
tentang penggunaan energi yang cukup ketat terutama untuk sektor energi.
Perbedaan penelitian yang akan dianalisis dengan penelitian sebelumnya
yaitu jika pada penelitian sebelumnya menganalisa permintaan listrik pada
kelompok Rumah Tangga di Indonesia periode 1998-2000. Faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan tenaga listrik pada kelompok Rumah Tangga yaitu
pertumbuhan ekonomi (PDB), harga listrik dan jumlah pelanggan atau cakupan
listrik (rasio elektrifikasi). Pada penelitian kali ini akan menganalisa permintaan
listrik pada kelompok Industri khususnya industri tekstil dan produk tekstil (TPT)
di Indonesia periode 1982-2004. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan
listrik pada industri TPT diantaranya harga listrik, permintaan produk, harga solar
2.2 Kerangka Pemikiran Konseptual
Industri TPT merupakan salah satu industri andalan yang mampu
memberikan kontribusi terbesar dalam perekonomian Indonesia. Perkembangan
industri TPT yang meningkat terus menerus sangat diharapkan agar mampu
menghadapi persaingan dari luar. Dengan adanya peningkatan produktivitas pada
industri TPT, maka para konsumen akan dapat merasakan kepuasan dalam
mengkonsumsi produk.
Peningkatan permintaan konsumen menyebabkan kebutuhan akan semua
faktor produksi ikut meningkat. Salah satu faktor produksi tersebut adalah bahan
bakar energi. Tanpa ada bahan bakar, produk tidak dapat diproses dan dihasilkan
dengan cepat sesuai dengan permintaan konsumen. Bahan bakar energi yang
paling banyak digunakan oleh industri TPT adalah listrik. Peningkatan permintaan
konsumen akan produk TPT membuat industri TPT harus lebih meningkatkan
kebutuhannya terhadap bahan bakar.
Adanya kenaikan pada harga BBM terutama solar menyebabkan industri
TPT lebih banyak menggunakan energi lainnya, salah satunya listrik. Hal ini
membuat industri TPT mengurangi pasokan solar dan lebih banyak menggunakan
tenaga listrik yang berasal dari PLN. Dengan demikian, listrik merupakan salah
satu bahan bakar energi yang sangat penting bagi industri TPT sehingga
permintaan listrik tersebut perlu dilakukan analisis untuk mengetahui faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi permintaan listrik di Industri TPT. Faktor-faktor
yang diduga mempengaruhi permintaan listrik diantaranya permintaan produk,
23
memperlihatkan bagaimana pengaruh krisis ekonomi terhadap permintaan listrik
pada industri TPT.
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan listrik dianalisa dengan
menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Dari hasil analisis tersebut
dapat diketahui faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap permintaan listrik
dan besarnya pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap permintaan listrik industri
TPT di Indonesia. Hasil analisis tersebut akan diperoleh kesimpulan yang menjadi
hasil penelitian. Dari penelitian ini diperlukan pula saran yang merupakan solusi
yang tepat bagi industri TPT dalam melakukan efisiensi bahan bakar akibat
kenaikan harga solar dan harga listrik. Secara konseptual analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi permintaan listrik industri TPT akan dijelaskan pada
kerangka pemikiran konseptual (Gambar 1).
2.3 Hipotesis
1. Permintaan produk mempunyai hubungan yang positif dengan permintaan
listrik.
2. Harga listrik berhubungan negatif terhadap permintaan listrik.
3. Harga solar mempunyai hubungan yang positif terhadap permintaan listrik.
4. Dummy krisis berpengaruh negatif terhadap permintaan listrik pada industri
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Konseptual Perkembangan Industri
TPT di Indonesia
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Listrik di Industri TPT :
1. Permintaan Produk 2. Harga Listrik 3. Harga Solar 4. Dummy Krisis
Permintaan Listrik
Implikasi
Hubungan Antara Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Listrik dengan Permintaan Listrik pada Industri TPT Melalui Analisis
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Data dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
merupakan data deret waktu (time series) dari tahun 1982-2004. Data diperoleh
dari berbagai sumber seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Asosiasi Pertekstilan
Indonesia (API), Departemen Perindustrian (Deperind), PT PLN (Persero),
Pertamina, internet dan referensi lainnya yang relevan. Data yang digunakan
dalam penelitian pada tahun 1982-2004 hanya mencakup dua golongan pokok
yaitu industri tekstil dan industri pakaian jadi.
3.2 Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kuantitatif yaitu dengan
melihat pengaruh variabel-variabel yang diteliti. Model penelitian yang digunakan
untuk mengkaji fungsi permintaan listrik industri TPT dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya adalah regresi linear. Data statistik yang diestimasi merupakan
data time series dari tahun 1982-2004 diolah dengan menggunakan Microsoft Exel
2003 dan software E-Views 4.1.
3.2.1 Analisis Regresi
Analisis regresi adalah teknik statistika yang berguna untuk memeriksa
dan memodelkan hubungan diantara variabel-variabel yang akan digunakan.
Penyelesaian persamaan pada penelitian menggunakan metode kuadrat terkecil
(Ordinary Least Square Method).
Pendugaan nilai koefisien regresi dengan metode kuadrat terkecil (OLS)
tujuan tersebut, metode OLS akan menghasilkan pendugaan yang baik apabila
asumsi-asumsi yang mendasarinya terpenuhi, diantaranya :
1. Nilai rata-rata hitung dari deviasi yang berhubungan dengan setiap variabel
independen harus sama dengan nol.
2. Tidak adanya korelasi berurutan (autokorelasi) dalam setiap variabel dalam
model.
3. Asumsi homokedastisitas atau penyebaran yang sama. Dengan kata lain,
berarti bahwa populasi Y yang berhubungan dengan berbagai nilai X
mempunyai varians yang sama.
4. Tidak terdapat multikolinearitas, yang berarti tidak terdapat hubungan linear
yang pasti antara variabel independen.
Pemilihan metode OLS untuk meramalkan model disebabkan oleh
mudahnya penggunaan dan pendeskripsian hasil dari regresi. Disamping itu,
metode ini juga lebih sederhana jika dibandingkan dengan metode lain karena
metode ini merupakan metode yang cukup sering digunakan para peneliti
dibidang ekonomi untuk melihat hubungan antara variabel-variabel ekonomi.
Hubungan antara permintaan listrik dengan faktor-faktor yang
mempengaruhinya perlu disederhanakan dalam suatu model. Untuk mendapatkan
model permintaan listrik supaya dapat dipertanggungjawabkan sebaiknya
mempunyai dasar logik secara fisik maupun ekonomi, mudah dianalisa dan
mempunyai implikasi ekonomi. Secara umum, model regresi linier dengan data
time series dapat dituliskan sebagai berikut :
27
Dimana Yt adalah variabel terikat yang dipengaruhi oleh variabel bebasnya,
sedangkan X1t, X2t,Xnt adalah himpunan variabel bebas. α dan adalah parameter
yang nilainya tidak diketahui sehingga diduga menggunakan statistik sampel.
ε
tadalah komponen sisaan yang tidak diketahui nilainya.
Berdasarkan persamaan (3.1), maka didapat suatu bentuk linear dari
persamaan listrik sebagai berikut:
Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + e ...(3.2)
Dimana Y adalah permintaan listrik yang merupakan variabel terikat di dalam
model, sedangkan X1, X2, X3, X4 merupakan variabel-variabel yang
mempengaruhi permintaan listrik. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka model
permintaan listrik yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
DLR = α + β1 DTR + β2 PLR + β3 PSR + β4 DK + e ...(3.3)
Dimana :
DLR = Permintaan Listrik Riil di Sektor Industri TPT (kWh)
DTR = Permintaan Produk Riil di Industri TPT (juta Rp)
PLR = Harga Jual Listrik Riil dari PLN (Rp/kWh)
PSR = Harga Solar Riil di Sektor Industri (Rp/liter)
DK = Dummy Krisis ( 0 = 1982-1996 ; 1 = 1997-2004 )
α = intercept
e = error/galat
1, 2, 3, 4 = Koefisien Regresi
Persamaan di atas menggunakan model dalam bentuk riil untuk
bentuk riil lebih mencerminkan kemampuan yang sesungguhnya, karena jika nilai
nominalnya naik, maka nilai riilnya belum tentu akan naik.
Data riil yang telah dihasilkan kemudian dihitung nilai elastisitasnya untuk
melihat besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dan untuk
mempermudah menjelaskan hasil analisa. Berdasarkan persamaan (2.3) dan (3.2),
maka rumus untuk mencari nilai elastisitas permintaan untuk masing-masing
variabel bebas adalah sebagai berikut :
ED = βi ( Xi ) ...(3.4)
Y
Dimana :
ED : Elastisitas Permintaan
i : Koefisien regresi variabel bebasi
Xi : Rata-rata variabel bebasi
Y : Rata-rata variabel terikat
i : 1, 2, ..., n
3.2.2 Uji Ekonometrika dan Statistik
Model dapat dikatakan baik jika hasil regresi yang telah didapat kemudian
diuji melalui uji ekonometrika dan uji statistik. Uji ekonometrika diantaranya uji
autokorelasi, uji multikolinear dan uji heteroskedastisitas. Uji statistik digunakan
pada model penduga melalui uji F, sedangkan parameter-parameter regresi dapat
diuji melalui uji t, serta uji koefisien determinasi.
a. Uji Multikolinear
Multikolinear adalah adanya hubungan linear diantara beberapa atau semua
variabel bebas dalam model regresi (Gujarati, 1997). Dalam model, sering
29
bebas dengan variabel terikat. Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat
koefisien korelasi antar variabel bebas yang terdapat pada matriks korelasi.
Jika terdapat koefisien korelasi yang lebih besar dari |0,8|, maka didalam
model tersebut terdapat gejala multikolinearitas. Jika terdapat korelasi diantara
beberapa variabel bebas, maka korelasi dapat diabaikan melalui uji Klein.
Berdasarkan uji Klein bahwa korelasi antara variabel bebas bisa diabaikan
apabila nilai koefisien korelasinya lebih kecil dari nilai koefisien determinasi
atau keragamannya (korelasi keseluruhannya).
b. Uji Autokorelasi
Autokorelasi merupakan gejala adanya korelasi antara serangkaian observasi
yang diurutkan menurut deret waktu (time series) (Gujarati, 1997). Suatu
model dapat dikatakan baik apabila telah memenuhi asumsi tidak terdapat
gejala autokorelasi. Adanya gejala autokorelasi pada suatu model akan
menyebabkan suatu model memiliki suatu selang kepercayaan yang semakin
lebar dan pengujian menjadi kurang akurat, mengakibatkan hasil dari uji-t dan
uji-F menjadi tidak sah dan penaksiran regresi akan menjadi sensitif terhadap
fluktuasi penyampelan (Gujarati, 1997). Pada program E-Views 4.1, uji
autokorelasi dilakukan dengan melihat probability Obs*R-squared pada uji
Breusch-Godfrey Serial Corelation Lagrange Multiplier (LM Test).
Hipotesis :
H0 : ρ = 0
H1 : ρ≠ 0
Kiteria Uji :