PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN BERKELANJUTAN
DI SUB DAS CISADANE HULU
MUHAMMAD AZIZ AHSONI
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.
Bogor, Maret 2008
ABSTRAK
MUHAMMAD AZIZ AHSONI. Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu. Dibimbing oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan SURIADARMA TARIGAN.
Penduduk Sub DAS Cisadane Hulu yang sebagian besar adalah petani menggantungkan hidupnya dari lahan yang ada. Laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi disertai dengan pendapatan yang rendah mengakibatkan tekanan terhadap lahan juga tinggi yang menyebabkan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Hal ini mengakibatkan kerusakan lahan dan pada akhirnya menyebabkan kesejahteraan masyarakat semakin menurun. Penelitian ini bertujuan mengkaji agroteknologi dan menyusun perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu.
Penetapan alternatif pola tanam dan agroteknologi dilakukan dengan simulasi model prediksi erosi USLE sehingga diperoleh lahan dengan nilai erosi (E) lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan (Etol). Rekomendasi pola tanam dan agroteknologi alternatif ditetapkan menggunakan analisa ekonomi pada berbagai pola tanam dan agroteknologi alternatif sehingga diperoleh pendapatan lebih besar dari pada standar hidup layak (SHL). Jika SHL tidak dapat dicapai dari berbagai pola tanam dan agroteknologi alternatif yang ada, maka ditambahkan alternatif pendapatan lain diluar sektor pertanian. Perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan diperoleh berdasarkan kajian rekomendasi agroteknologi, peluang penerapan rekomendasi agroteknologi oleh petani, kajian manfaat ekonomi lingkungan pencegahan erosi untuk petani dan kajian program stakeholder terkait.
Penggunaan lahan berkelanjutan untuk tanaman semusim adalah tumpangsari tanaman jagung manis dan kacang/timun/buncis/tomat/terong, jagung manis dan cabe yang bisa dilaksanakan di lereng kelas I (0% - 8%) dan II (8% – 15%) dengan pengolahan tanah menurut kontur atau pengolahan tanah menurut kontur ditambah dengan strip rumput. Pada kelas lereng II (8% – 15%) dan III (15% - 25%) diperlukan teras gulud yang ditanami rumput pada guludannya untuk pengendalian erosi. Agroforestry dilaksanakan pada lahan kelas lereng III (15% – 25%) – V ( >45% ) dan pada lahan dengan potensi bahaya erosi tinggi sampai dengan sangat tinggi diperlukan adanya teras bangku dengan penguat rumput. Penerapan agroteknologi tersebut dapat mengendalikan erosi (5,9 – 43,8 ton/ha/tahun) menjadi lebih kecil dari Etol (14,0 – 44,0 ton/ha/tahun) dan peningkatan pendapatan keluarga petani menjadi Rp. 20.242.400,00 – Rp. 23.234.800,00/KK/tahun.
Masyarakat bersedia melaksanakan hasil rekomendasi penggunaan lahan berkelanjutan dengan alasan secara ekonomi tidak mengurangi hasil yang di dapat (100%) dan baik untuk lingkungan (75%) tetapi belum mampu untuk melaksanakan dengan alasan tidak ada modal (95%) dan tidak tahu melaksanakannya/belum ada contoh (85%).
Watershed of Cisadane Hulu. Under academic supervision of DWI PUTRO TEJO BASKORO and SURIADARMA TARIGAN.
Inhabitants of Sub Watershed of Cisadane Hulu, who are mostly farmers, rely on the existing land for their livelihood. Considerably high rate population growth, accompanied by low income, create high pressure on land, and stimulate uses of land which are not in accordance with the land capability. This phenomena cause further land degradation which will ultimately reduce the community welfare. The objective of this study was studying the agrotechnology and compiling plan for sustainable land uses in Sub Watershed of Cisadane Hulu.
Determination of alternatives of cropping pattern and agrotechnology was conducted by model simulation of USLE erosion prediction, so that land with erosion value (E) smaller than tolerable erosion (Etol) was obtained. Recommendation of cropping pattern and agrotechnology alternatives was determined by using economic analysis at various cropping pattern and agrotechnology alternatives, so that income which was greater than the appropriate living standard (ALS), was obtained. If the ALS could not be achieved from the various cropping pattern and the existing agrotechnology alternatives, then there was addition of other alternative incomes from outside the agriculture sector. Planning of sustainable land uses was obtained by study on agrotechnology recommendation, probability of application of agrotechnology recommendation by the farmers, study on environmental economic benefit of erosion prevention for the farmer, and study on program of related stakeholders.
Sustainable land uses for annual crop were intercropping of sweet corn and peanut / cucumber / string bean / tomatoes / eggplant; and sweet corn and chili, which could be conducted in slope class I (0 % - 8 % ) and II ( 8 % - 15 % ) with contour tillage, or countur tillage with grass strip. In slope class II (8 % - 15 % ) and III (15 % - 25 %) there were needs for bund terraces with grasses in the bunds to control erosion. Agroforestry was practiced in land with slope class III (15 % - 25 %) – V (> 45 %), while on land with high to very high erosion hazard, bench terraces to strengthened with grasses were necessary. The application of this agrotechnology could reduce erosion to (5.9 – 43.8 tonnes / ha / year) whice are lower than the tolerable erosion (14.0 – 44.0 tonnes / ha / year) and increase income of farmer family to Rp 20.242.400,00 – Rp 23.234.800,00 / family / year.
People are willing to practice the recommended due to economic reason (100 %) and enviromental reason (75 %), but they had not been able to practice it due to lack of capital (95 %) and they had no knowledge on how to practice it / there had been no any examples (85 %).
©
Hak cipta milik IPB, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
MUHAMMAD AZIZ AHSONI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Penelitian : Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu
Nama : Muhammad Aziz Ahsoni NIM : A252050041
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc Ketua
Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, MSc Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Pengelolaan DAS
Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
sehingga Tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2007 ialah penggunaan lahan berkelanjutan, dengan judul Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc dan Dr. Ir. Suriadarma Tarigan, MSc sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing, serta Bapak Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MSc sebagai dosen penguji luar komisi yang telah banyak memberi saran dan masukan. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, MSc yang telah memberi jalan untuk terlaksananya penelitian ini. Terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman S-2 Program Studi Pengelolaan DAS Angkatan 2005 yang telah memberikan dorongan untuk percepatan penyelesaian tesis ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu (alm) serta seluruh keluarga dan terkhusus kepada alfia (istri) dan affan (anakku) atas segala do’a dan kasih sayangnya.
Saran dan kritik sangat diharapkan dalam penyempurnaan tesis ini, dan semoga tesis ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Boyolali Jawa Tengah pada tanggal 13 Februari 1973 dari Ayah Abdullah Satari dan Ibu Siti Choiriyah. Penulis merupakan putra ketiga dari tujuh bersaudara.
Tahun 1992 penulis lulus dari SMAN 1 Boyolali dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di Fakultas Kehutanan UGM pada Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan yang diselesaikan tahun 1997. Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada program studi ilmu pengelolaan DAS pada tahun 2005 atas beasiswa dari Departemen Kehutanan.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
PENDAHULUAN ... Latar Belakang ... 1
Kerangka Pemikiran ... 4
Tujuan Penelitian ... 9
Kegunaan Penelitian ... 9
TINJAUAN PUSTAKA ... Pengelolaan DAS Terpadu ... 10
Pembangunan Pertanian Berkelanjutan ... 11
Penggunaan Lahan ... 14
Erosi dan Dampak Erosi... 15
Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan ... 18
Perencanaan Penggunaan Lahan dan Pengelolaan DAS ... 20
BAHAN DAN METODE ... Waktu dan Tempat ... 24
Data dan Alat ... 24
Data ... 24
Alat ... 25
Pengumpulan Data ... 25
Analisa Data ... 32
Alternatif Agroteknologi ... 32
Rekomendasi Agroteknologi ... 33
Nilai Manfaat Ekonomi Lingkungan Pencegahan Erosi untuk Petani ... 33
Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan ... 35
KEADAAN UMUM WILAYAH ... Keadaan Biofisik ... 36
Letak dan Tipe Penggunaan Lahan ... 36
Topografi ... 38
Jenis Tanah ... 38
Iklim dan Hidrologi ... 39
Keadaan Sosial Ekonomi ... 40
Kependudukan ... 40
PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN BERKELANJUTAN
DI SUB DAS CISADANE HULU
MUHAMMAD AZIZ AHSONI
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.
Bogor, Maret 2008
ABSTRAK
MUHAMMAD AZIZ AHSONI. Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu. Dibimbing oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan SURIADARMA TARIGAN.
Penduduk Sub DAS Cisadane Hulu yang sebagian besar adalah petani menggantungkan hidupnya dari lahan yang ada. Laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi disertai dengan pendapatan yang rendah mengakibatkan tekanan terhadap lahan juga tinggi yang menyebabkan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Hal ini mengakibatkan kerusakan lahan dan pada akhirnya menyebabkan kesejahteraan masyarakat semakin menurun. Penelitian ini bertujuan mengkaji agroteknologi dan menyusun perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu.
Penetapan alternatif pola tanam dan agroteknologi dilakukan dengan simulasi model prediksi erosi USLE sehingga diperoleh lahan dengan nilai erosi (E) lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan (Etol). Rekomendasi pola tanam dan agroteknologi alternatif ditetapkan menggunakan analisa ekonomi pada berbagai pola tanam dan agroteknologi alternatif sehingga diperoleh pendapatan lebih besar dari pada standar hidup layak (SHL). Jika SHL tidak dapat dicapai dari berbagai pola tanam dan agroteknologi alternatif yang ada, maka ditambahkan alternatif pendapatan lain diluar sektor pertanian. Perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan diperoleh berdasarkan kajian rekomendasi agroteknologi, peluang penerapan rekomendasi agroteknologi oleh petani, kajian manfaat ekonomi lingkungan pencegahan erosi untuk petani dan kajian program stakeholder terkait.
Penggunaan lahan berkelanjutan untuk tanaman semusim adalah tumpangsari tanaman jagung manis dan kacang/timun/buncis/tomat/terong, jagung manis dan cabe yang bisa dilaksanakan di lereng kelas I (0% - 8%) dan II (8% – 15%) dengan pengolahan tanah menurut kontur atau pengolahan tanah menurut kontur ditambah dengan strip rumput. Pada kelas lereng II (8% – 15%) dan III (15% - 25%) diperlukan teras gulud yang ditanami rumput pada guludannya untuk pengendalian erosi. Agroforestry dilaksanakan pada lahan kelas lereng III (15% – 25%) – V ( >45% ) dan pada lahan dengan potensi bahaya erosi tinggi sampai dengan sangat tinggi diperlukan adanya teras bangku dengan penguat rumput. Penerapan agroteknologi tersebut dapat mengendalikan erosi (5,9 – 43,8 ton/ha/tahun) menjadi lebih kecil dari Etol (14,0 – 44,0 ton/ha/tahun) dan peningkatan pendapatan keluarga petani menjadi Rp. 20.242.400,00 – Rp. 23.234.800,00/KK/tahun.
Masyarakat bersedia melaksanakan hasil rekomendasi penggunaan lahan berkelanjutan dengan alasan secara ekonomi tidak mengurangi hasil yang di dapat (100%) dan baik untuk lingkungan (75%) tetapi belum mampu untuk melaksanakan dengan alasan tidak ada modal (95%) dan tidak tahu melaksanakannya/belum ada contoh (85%).
Watershed of Cisadane Hulu. Under academic supervision of DWI PUTRO TEJO BASKORO and SURIADARMA TARIGAN.
Inhabitants of Sub Watershed of Cisadane Hulu, who are mostly farmers, rely on the existing land for their livelihood. Considerably high rate population growth, accompanied by low income, create high pressure on land, and stimulate uses of land which are not in accordance with the land capability. This phenomena cause further land degradation which will ultimately reduce the community welfare. The objective of this study was studying the agrotechnology and compiling plan for sustainable land uses in Sub Watershed of Cisadane Hulu.
Determination of alternatives of cropping pattern and agrotechnology was conducted by model simulation of USLE erosion prediction, so that land with erosion value (E) smaller than tolerable erosion (Etol) was obtained. Recommendation of cropping pattern and agrotechnology alternatives was determined by using economic analysis at various cropping pattern and agrotechnology alternatives, so that income which was greater than the appropriate living standard (ALS), was obtained. If the ALS could not be achieved from the various cropping pattern and the existing agrotechnology alternatives, then there was addition of other alternative incomes from outside the agriculture sector. Planning of sustainable land uses was obtained by study on agrotechnology recommendation, probability of application of agrotechnology recommendation by the farmers, study on environmental economic benefit of erosion prevention for the farmer, and study on program of related stakeholders.
Sustainable land uses for annual crop were intercropping of sweet corn and peanut / cucumber / string bean / tomatoes / eggplant; and sweet corn and chili, which could be conducted in slope class I (0 % - 8 % ) and II ( 8 % - 15 % ) with contour tillage, or countur tillage with grass strip. In slope class II (8 % - 15 % ) and III (15 % - 25 %) there were needs for bund terraces with grasses in the bunds to control erosion. Agroforestry was practiced in land with slope class III (15 % - 25 %) – V (> 45 %), while on land with high to very high erosion hazard, bench terraces to strengthened with grasses were necessary. The application of this agrotechnology could reduce erosion to (5.9 – 43.8 tonnes / ha / year) whice are lower than the tolerable erosion (14.0 – 44.0 tonnes / ha / year) and increase income of farmer family to Rp 20.242.400,00 – Rp 23.234.800,00 / family / year.
People are willing to practice the recommended due to economic reason (100 %) and enviromental reason (75 %), but they had not been able to practice it due to lack of capital (95 %) and they had no knowledge on how to practice it / there had been no any examples (85 %).
©
Hak cipta milik IPB, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
MUHAMMAD AZIZ AHSONI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Penelitian : Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu
Nama : Muhammad Aziz Ahsoni NIM : A252050041
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc Ketua
Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, MSc Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Pengelolaan DAS
Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
sehingga Tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2007 ialah penggunaan lahan berkelanjutan, dengan judul Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc dan Dr. Ir. Suriadarma Tarigan, MSc sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing, serta Bapak Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MSc sebagai dosen penguji luar komisi yang telah banyak memberi saran dan masukan. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, MSc yang telah memberi jalan untuk terlaksananya penelitian ini. Terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman S-2 Program Studi Pengelolaan DAS Angkatan 2005 yang telah memberikan dorongan untuk percepatan penyelesaian tesis ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu (alm) serta seluruh keluarga dan terkhusus kepada alfia (istri) dan affan (anakku) atas segala do’a dan kasih sayangnya.
Saran dan kritik sangat diharapkan dalam penyempurnaan tesis ini, dan semoga tesis ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Boyolali Jawa Tengah pada tanggal 13 Februari 1973 dari Ayah Abdullah Satari dan Ibu Siti Choiriyah. Penulis merupakan putra ketiga dari tujuh bersaudara.
Tahun 1992 penulis lulus dari SMAN 1 Boyolali dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di Fakultas Kehutanan UGM pada Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan yang diselesaikan tahun 1997. Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada program studi ilmu pengelolaan DAS pada tahun 2005 atas beasiswa dari Departemen Kehutanan.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
PENDAHULUAN ... Latar Belakang ... 1
Kerangka Pemikiran ... 4
Tujuan Penelitian ... 9
Kegunaan Penelitian ... 9
TINJAUAN PUSTAKA ... Pengelolaan DAS Terpadu ... 10
Pembangunan Pertanian Berkelanjutan ... 11
Penggunaan Lahan ... 14
Erosi dan Dampak Erosi... 15
Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan ... 18
Perencanaan Penggunaan Lahan dan Pengelolaan DAS ... 20
BAHAN DAN METODE ... Waktu dan Tempat ... 24
Data dan Alat ... 24
Data ... 24
Alat ... 25
Pengumpulan Data ... 25
Analisa Data ... 32
Alternatif Agroteknologi ... 32
Rekomendasi Agroteknologi ... 33
Nilai Manfaat Ekonomi Lingkungan Pencegahan Erosi untuk Petani ... 33
Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan ... 35
KEADAAN UMUM WILAYAH ... Keadaan Biofisik ... 36
Letak dan Tipe Penggunaan Lahan ... 36
Topografi ... 38
Jenis Tanah ... 38
Iklim dan Hidrologi ... 39
Keadaan Sosial Ekonomi ... 40
Kependudukan ... 40
HASIL DAN PEMBAHASAN ...
Karakteristik Lokasi Pengamatan Intensif ... 46
Iklim ... 46
Topografi ... 46
Tanah ... 47
Penggunaan Lahan ... 48
Satuan Lahan Homogen ... 51
Kependudukan ... 54
Pendidikan ... 54
Kesehatan ... 56
Mata Pencaharian ... 56
Tipe Penggunaan Lahan ... 59
Evaluasi Pola Tanam dan Agroteknologi ... 61
Prediksi Erosi ... 65
Nilai Manfaat Ekonomi Lingkungan Pencegahan Erosi untuk Petani ... 69
Alternatif pola Tanam dan Agroteknologi ... 71
Analisa Biaya dan Pendapatan Petani ... 77
Rekomendasi Pola Tanam dan Agroteknologi ... 86
Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan ... 91
Keberlanjutan Ekologi ... 91
Keberlanjutan Ekonomi ... 92
Keberlanjutan Sosial dan Budaya ... 92
KESIMPULAN DAN SARAN ... Kesimpulan ... 94
Saran ... 95
DAFTAR PUSTAKA ... 96
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Luas wilayah Sub DAS Cisadane Hulu berdasar administrasi
kecamatan ... 36
2. Sebaran penggunaan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu ... 38
3. Sebaran kelas lereng di Sub DAS Cisadane Hulu ... 38
4. Sebaran jenis tanah Sub DAS Cisadane Hulu ... 39
5. Curah hujan tahunan Sub DAS Cisadane Hulu ... 40
6. Jumlah dan kepadatan penduduk di Sub DAS Cisadane Hulu ... 40
7. Tingkat pendidikan penduduk di Sub DAS Cisadane Hulu ... 41
8. Mata pencaharian utama penduduk di Sub DAS Cisadane Hulu ... 42
9. Sebaran kelas lereng di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 46
10.Jenis dan karakteristik umum tanah di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 47
11.Penggunaan lahan di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 49
12.Sebaran penggunaan lahan menurut kelas lereng di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 50
13.Satuan lahan homogen di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 53
14.Tingkat pendidikan masyarakat Desa Wates Jaya dan Pasir Buncir ... 55
15.Persentase tingkat pendidikan petani penggarap di lokasi pengamatan intensif di Sub DAS Cisadane Hulu ... 56
16.Mata pencaharian masyarakat Desa Wates Jaya dan Pasir Buncir ... 57
17.Persentase luas lahan garapan masyarakat di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 58
18.Pola tanam masyarakat di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 59
20.Pola tanam aktual di beberapa titik pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 64
21.Nilai erosivitas hujan (R) di Sub DAS Cisadane Hulu ... 66
22.Nilai erodibilitas tanah (K) di Sub DAS Cisadane Hulu... 67
23.Rata-rata nilai LS berdasar kelas lereng di Sub DAS Cisadane Hulu... 67
24.Luas kisaran kelas indeks bahaya erosi setiap pola penggunaan lahan di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 69
25.Perbandingan hasil prediksi erosi (A) dan erosi yang masih dapat ditoleransikan (ETol) berdasar pola tanam aktual di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 72
26.Perbandingan hasil prediksi erosi (A) dan erosi yang masih dapat ditoleransikan (ETol) berdasar pola tanam dan agroteknologi alternatif di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 74
27.Alternatif agroteknologi berdasar CP Maksimum di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 75
28.Rata-rata pendapatan masyarakat dari pertanian berdasar pola tanam aktual di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 78
29.Rata-rata pendapatan petani diluar usaha tani di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 79
30.Rata-rata pendapatan masyarakat diluar usahatani lahan kering berdasar pola tanam lahan kering aktual di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 80
31.Pendapatan masyarakat berdasar pola tanam dan agroteknologi alternatif untuk tanaman semusim di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 80
32.Analisis biaya dan pendapatan masyarakat berdasar pola tanam dan agroteknologi alternatif untuk tanaman semusim lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 82
33.Rata-rata pendapatan keluarga petani berdasar agroteknologi alternatif di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 83
34.Analisis biaya dan pendapatan masyarakat berdasar pola tanam dan agroteknologi alternatif (teras bangku) untuk tanaman semusim lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 84
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Kerangka pemikiran perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan di
Sub DAS Cisadane Hulu ... 6
2. Tahapan pelaksanaan penelitian perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu ... 7
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Peta jenis tanah Sub DAS Cisadane Hulu ... 99
2. Peta penggunaan lahan Sub DAS Cisadane Hulu ... 100
3. Peta kelas lereng Sub DAS Cisadane Hulu ... 101
4. Rata-rata curah hujan bulanan pada 5 Stasiun pengukur curah hujan
Sub DAS Cisadane Hulu ... 102
5. Peta arahan fungsi dan pemanfaatan ruang Sub DAS Cisadane Hulu ... 103
6. Peta kelas lereng lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 104
7. Peta jenis tanah lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 105
8. Peta penggunaan lahan lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane
Hulu ... 106
9. Peta satuan lahan homogen di lokasi pengamatan intensif Sub DAS
Cisadane Hulu ... 107
10.Peta pola tanam aktual di lokasi pengamatan intensif Sub DAS
Cisadane Hulu ... 108
11.Nilai erosivitas hujan (R) Sub DAS Cisadane Hulu ... 109
12.Kriteria dan nilai erodibilitas tanah (K) Sub DAS Cisadane Hulu ... 110
13.Faktor panjang dan kemiringan lereng Sub DAS Cisadane Hulu ... 111
14.Pola tanam aktual dan nilai CP di lokasi pengamatan intensif Sub DAS
Cisadane Hulu ... 112
15.Nilai faktor C berbagai tanaman dan pola tanam ... 116
16.Nilai faktor tindakan konservasi dan pengelolaan lahan (CP) ... 117
17.Hasil prediksi erosi di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane
Hulu ... 118
18.Peta indeks bahaya erosi di lokasi pengamatan intensif Sub DAS
Cisadane Hulu ... 119
19.Perhitungan nilai manfaat ekonomi lingkungan pencegahan erosi untuk petani di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu
20.Perhitungan nilai manfaat ekonomi lingkungan pencegahan erosi untuk petani di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu
(tahap pemeliharaan teras) ... 121
21.Nilai biaya pencegahan erosi di lokasi pengamatan intensif Sub DAS
Cisadane Hulu ... 122
22.Nilai manfaat pencegahan penurunan produktivitas lahan di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 123
23.Nilai manfaat pencegahan kehilangan unsur hara di lokasi pengamatan
intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 125
24.Evaluasi kelayakan ekonomi upaya pencegahan erosi dengan pembuatan teras di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane
Hulu ... 127
25.Perhitungan nilai erosi yang masih dapat ditoleransikan (Etol) di lokasi
pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 128
26.Contoh perhitungan usaha tani di lokasi pengamatan intensif Sub DAS
Cisadane Hulu ... 129
27.Rata-rata pendapatan petani dari usaha sawah di lokasi pengamatan
intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 134
28.Rata-rata pendapatan petani dari usaha ternak domba di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 135
29.Rata-rata pendapatan petani dari usaha lain-lain di lokasi pengamatan
intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 136
30.Pola tanam alternatif berdasar tingkat produktivitas lahan di lokasi
pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 137
31.Evaluasi kelayakan ekonomi agroteknologi agroforestry di lokasi
pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 138
32.Peta pola tanam dan agroteknologi alternatif di lokasi pengamatan
intensif Sub DAS Cisadane Hulu ... 139
33.Peta pola tanam dan agroteknologi alternatif di Sub DAS Cisadane
Latar Belakang
Sumberdaya lahan merupakan salah satu modal dasar pembangunan
pertanian. Sejalan dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, kebutuhan
lahan untuk berbagai penggunaan seperti pemukiman, industri, pertokoan,
pendidikan, pariwisata, transportasi, pertanian dan lain-lain juga meningkat.
Sementara itu jumlah lahan yang tersedia relatif tetap sehingga terjadi
ketidakseimbangan antara jumlah penduduk dan kebutuhan lahan yang
mengakibatkan terjadinya konversi lahan pertanian, penyerobotan tanah negara,
perambahan hutan, pengusahaan lahan kering perbukitan dan lahan berlereng
yang seringkali tidak sesuai dengan kemampuan daya dukung lahan tersebut.
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai bagian dari
pembangunan wilayah sampai saat ini masih menghadapi berbagai masalah yang
kompleks dan saling terkait. Permasalahan tersebut antara lain kesadaran
masyarakat yang rendah tentang pelestarian manfaat sumber daya alam dan masih
belum adanya keterpaduan antar sektor dan antar instansi sehingga
mengakibatkan terjadinya erosi, banjir dan kekeringan.
Kompleksitas permasalahan pengelolaan DAS memunculkan adanya
paradigma baru dalam pengelolaan DAS berupa pemberdayaan masyarakat dalam
usaha pengelolaan DAS ditingkat operasional dan pelaksanaan dengan
menggunakan pendekatan bottom up. Ada beberapa hal penting dalam paradigma
baru ini yaitu (1) pengelolaan dilaksanakan secara terpadu lintas sektoral, (2)
peningkatan peran serta masyarakat (partisipatif), (3) peningkatan penyuluhan
2
kepada petani di kawasan DAS (khususnya bagian hulu) (Priyono dan Cahyono
2003).
Pola pemanfaatan lahan di kawasan hulu DAS merupakan salah satu
bagian yang paling krusial dalam pengelolaan DAS. Jika upaya peningkatan
kesejahteraan dan usaha ekonomi masyarakat di kawasan hulu DAS ini bisa
disinergikan dengan perbaikan pengeloaan DAS, maka upaya menemukan pola
pemanfaatan lahan yang sesuai bisa dinilai telah mendekati kenyataan. Untuk
menemukan pola pemanfaatan lahan yang sesuai bukan saja dibutuhkan
pengetahuan teknis, ekonomi dan agro-ekologi, melainkan juga pemahaman
situasional antar masyarakat kawasan DAS. Pemahaman situasional ini mencakup
aspek hubungan saling menghargai (mutual respect) secara sosial, politik, budaya
dan keamanan bersama (LP3ES 2006).
Banjir besar yang melanda Jakarta dan sekitarnya pada Bulan Februari
2007 telah membuka kesadaran kembali terhadap pentingnya pengelolaan DAS
secara terpadu. Penanganan banjir saat ini dititikberatkan pada pengendalian
banjir di bagian hilir dengan pembuatan berbagai bangunan sipil seperti
bendungan, dam penahan, sodetan sungai, pendalaman sungai dan kanalisasi.
Sementara sumber penyebab banjir yang diantaranya adalah kerusakan daerah
resapan dibagian hulu yang berupa lahan kritis yang menyebabkan terganggunya
fungsi hidrologis daerah hulu kurang mendapat perhatian. Salah satu strategi yang
dapat diterapkan untuk mengurangi lahan kritis adalah dengan merehabilitasi
lahan kritis tersebut yang dituangkan dalam suatu rencana rehabilitasi lahan dan
dan adopsi bentuk penggunaan lahan yang sesuai dengan praktek pengelolaan
lahan yang cocok (Nugroho, 2002)
Sub DAS Cisadane Hulu dengan luas wilayah 23.739,4 ha merupakan
bagian dari DAS Cisadane seluas 156.043,0 ha yang berhulu di Kabupaten Bogor
dan bermuara di teluk Jakarta, sehingga ikut menyumbang terjadinya banjir yang
terjadi di Jakarta dan sekitarnya. Secara administratif Sub DAS Cisadane Hulu
terletak di Kecamatan Cijeruk, Caringin, Ciawi, Tamansari, Ciomas dan Cisarua
Kabupaten Bogor dan Kecamatan Bogor Selatan, Bogor Timur dan Bogor Tengah
dan Bogor Barat Kota Bogor Propinsi Jawa Barat.
Topografi di Sub DAS Cisadane Hulu bervariasi dari datar sampai dengan
sangat curam. Dari hasil analisis kelerengan sebagian besar Sub DAS Cisadane
Hulu berada pada kelas lereng I (datar) seluas 10.530,8 ha (44,36%) dan kelas
lereng V (sangat curam) seluas 4.974,4 ha (20,95%). Laju pertumbuhan
penduduk di Sub DAS Cisadane Hulu sebesar 1,2 % / tahun dengan tingkat
pendapatan berkisar antara Rp. 1.850.000,00 s/d Rp. 1.900.000,00 /kapita/tahun
(BP DAS Citarum Ciliwung, 2003). Laju pertumbuhan penduduk yang cukup
tinggi disertai dengan pendapatan yang rendah mengakibatkan tekanan terhadap
lahan semakin tinggi yang menyebabkan penggunaan lahan yang tidak sesuai
dengan kemampuannnya. Hal ini mengakibatkan kerusakan lahan dan pada
akhirnya akan menyebabkan kesejahteraan masyarakat semakin menurun.
Berdasarkan uraian diatas, masalah yang dapat disusun dalam penelitian
ini adalah : (1) penggunaan lahan di lokasi umumnya tidak menerapkan teknik
4
(2) tingkat kesejahteraan penduduk masih rendah. Oleh karena itu perlu adanya
suatu perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu.
Kerangka Pemikiran
Sebagai bagian hulu dari DAS Cisadane, Sub DAS Cisadane Hulu
berperan sebagai daerah resapan yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan
fungsi hidrologi, sementara penggunaan lahan dan pengelolaan sumberdaya alam
untuk kegiatan pertanian masih mendominasi kehidupan masyarakat di kawasan
tersebut. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan meningkatnya kebutuhan,
tekanan terhadap lahan juga meningkat yang mengakibatkan terjadinya kerusakan
lahan sehingga mengganggu fungsi hidrologi daerah hulu dan pada akhirnya akan
menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu,
diperlukan adanya pemahaman tentang pola penggunaan lahan dan sumberdaya
alam pertanian sehingga dapat dirumuskan perencanaan penggunaan lahan
berkelanjutan. Untuk dapat memahami penggunaan lahan yang dilakukan di Sub
DAS Cisadane Hulu, karena keterbatasan waktu dan biaya diperlukan adanya
lokasi pengamatan intensif yang dapat menggambarkan pola pemanfaatan lahan
di Sub DAS Cisadane Hulu secara keseluruhan.
Lokasi pengamatan intensif dilaksanakan di Areal Model Penanganan
Konservasi Tanah dan Air Sub DAS Cisadane Hulu DAS Cisadane yang secara
administratif terletak di Desa Pasir Buncir Kecamatan Caringin dan Desa Wates
Jaya Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. Desa Pasir Buncir dan Wates Jaya
yang merupakan salah satu wilayah resapan DAS Cisadane yang telah mengalami
banyak perubahan penggunaan lahan seperti dari perkebunan dan semak belukar
sebagian besar dimiliki oleh perusahaan swasta yang dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk kegiatan pertanian meskipun tidak sesuai dengan kelas
kemampuan lahan dan hutan yang dikelola oleh Balai TN. Gunung Gede
Pangrango serta sebagian kecil tanah milik masyarakat berupa pemukiman dan
sawah. Topografi lokasi didominasi oleh kelas lereng agak curam sampai sangat
curam yang digunakan untuk kebun dan hutan (1.672,6 ha) dan sebagian kecil
pada kelas lereng datar dan bergelombang yang digunakan untuk sawah dan
pemukiman (97,4 ha) (BP DAS Citarum Ciliwung, 2007). Masyarakat Desa Pasir
Buncir dan Wates Jaya sebagian besar (67,71%) menggantungkan hidupnya dari
pertanian dan dari petani tersebut 51% sebagai buruh tani dan 31% penggarap
(Distanhut 2006) dengan rata – rata pendapatan Rp.11.849.550,00/tahun.
Pemilihan lokasi pengamatan intensif ini didasarkan beberapa
pertimbangan, antara lain (i) merupakan wilayah model yang akan dijadikan
contoh untuk kegiatan penanganan konservasi tanah dan air lokasi lain yang
merupakan unsur penting dalam pengelolaan DAS, (ii) merupakan bagian hulu
DAS Cisadane yang sebagian wilayahnya telah beralih fungsi yang dapat
mengancam fungsi hidrologis dari DAS Cisadane, (iii) adanya praktek pertanian
yang belum menerapkan teknik konservasi tanah dan air yang benar, dan (iv)
tingkat pendapatan dan pendidikan masyarakat yang masih rendah.
Penggunaan lahan dan sumberdaya alam yang dilakukan masyarakat pada
dasarnya merupakan resultan dari berbagai faktor sosial, ekonomi dan kondisi
sumberdaya lahan yang dihadapi. Secara umum terdapat 4 kelompok faktor yang
memiliki pengaruh terhadap pola penggunaan lahan dan sumberdaya alam yaitu :
6
teknologi dan (4) faktor lingkungan biofisik yang dihadapkan pada petani.
Kerangka pemikiran perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan di Sub DAS
Cisadane Hulu dapat dilihat pada Gambar 1.
Permasalahan penggunaan lahan dan tingkat kesejahteraan masyarakat
yang masih rendah di Sub DAS Cisadane Hulu dapat diselesaikan dengan cara
penyusunan rencana penggunaan lahan berkelanjutan. Tahapan pelaksanaan
penelitian dalam penyusunan rencana penggunaan lahan berkelanjutan di Sub
Lingkungan Sosial Ekonomi
Karakteristik petani Teknologi Lingkungan biofisik
Rekomendasi agroteknologi Valuasi Ekonomi
(Manfaat lingkungan pencegahan erosi untuk
petani)
Agroteknologi saat ini
Alternatif agroteknologi 1. Faktor penyebab
masyarakat
memanfaatkan lahan 2.Faktor penyebab
masyarakat melakukan tipe agroteknologi saat ini
Peluang penerapan rekomendasi agroteknologi
oleh petani
Perencanaan penggunaan
[image:34.595.119.512.90.480.2]lahan berkelanjutan Kebijakan dan program stakeholder
8
Gambar 2. Tahapan Pelaksanaan Penelitian Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu
Satuan lahan homogen
A < ETol
Alternatif agroteknologi Rekomendasi agroteknologi Ya Pendapatan > Standar hidup layak
Alternatif pendapatan
diluar pertanian Overley peta :
penggunaan lahan, jenis tanah, kelas lereng Lokasi pengamatan intensif
Tidak
Valuasi Ekonomi
Nilai manfaat lingkungan pencegahan erosi utk petani
Pendapatan Biaya Biaya bangunan KTA Pendapatan akibat kenaikan produktifitas lahan Biaya penurunan penggunaan pupuk Ya Tidak Kenaikan Produktifitas lahan Pencegahan dampak negatif Peluang penerapan rekomendasi agroteknologi oleh petani Perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan
Kebijakan dan program stakeholder Penurunan
Tujuan Penelitian
1. Mengkaji agroteknologi yang dapat diterapkan dalam rangka penggunaan
lahan berkelanjutan.
2. Menyusun perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan di Sub DAS
Cisadane Hulu.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan
bagi pemilik/pengguna lahan untuk mengelola lahannya dan pemerintah
Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan instansi terkait lainnya dalam pengelolaan
penggunaan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu, khususnya untuk lahan yang telah
TINJAUAN PUSTAKA
Pengelolaan DAS Terpadu
Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan
timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala
aktifitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta
meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan
(Dephut 2006). Pengelolaan DAS terpadu merupakan upaya pengelolaan
sumberdaya yang menyangkut berbagai pihak yang mempunyai kepentingan
berbeda-beda, sehingga keberhasilannya sangat ditentukan oleh banyak pihak,
tidak sematamata oleh pelaksana langsung di lapangan tetapi oleh pihak-pihak
yang berperan dari tahapan perencanaan, monitoring sampai dengan evaluasinya
(Dephut 2006). Lebih lanjut dikatakan bahwa beberapa hal yang mengharuskan
pengelolaan DAS diselenggarakan secara terpadu adalah:
1. Terdapat keterkaitan antar berbagai kegiatan (multi sektor) dalam pengelolaan
sumberdaya dan pembinaan aktifitasnya.
2. Melibatkan berbagai disiplin ilmu yang mendasari dan mencakup berbagai
bidang kegiatan.
3. Batas DAS tidak selalu bertepatan (coincide) dengan batas wilayah
administrasi pemerintahan.
4. Interaksi daerah hulu sampai hilir yang dapat berdampak negatif maupun
positif sehingga memerlukan koordinasi antar pihak.
Keterpaduan mengandung pengertian terbinanya keserasian, keselarasan,
keseimbangan dan koordinasi yang berdaya guna dan berhasil guna. Keterpaduan
dalam segala hal mulai dari penyusunan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan penilaian hasil-hasilnya
Pembangunan Pertanian Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi
kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang
untuk memenuhi kebutuhan mereka ( Komisi Brundtland 1987, dalam Fauzi
2006). Konsep pembangunan berkelanjutan adalah suatu konsep pembangunan
yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengorbankan generasi
yang akan datang. Keberlanjutan pembangunan dilihat dalam tiga dimensi
keberlanjutan sebagaimana dikemukakan oleh Seregeldin (19960 sebagai “a
trianguler framework”, yakni keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan ekologi.
Spangenber (1999) menambahkan dimensi kelembagaan (institution) sebagai
dimensi keempat, sehingga keempat dimensi tersebut membentuk suatu prisma
keberlanjutan (prism of sustainability) (Rustiadi, Saefulhakim dan Panuju 2006).
Menurut (Reijntjes, Haverkort dan Bayer 1992, dalam Noy 2005)
pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk
usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus
mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan melestarikan
sumberdaya alam. Namun demikian, banyak orang menggunakan definisi yang
lebih luas dan menilai pertanian bisa dikatakan pertanian berkelanjutan jika
mencakup hal-hal berikut :
1. Mantap secara ekologis, yang berarti bahwa kualitas sumberdaya alam
dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara keseluruhan dan
12
ini akan dipenuhi jika tanah dikelola dan kesehatan tanaman, hewan serta
masyarakat dipertahankan melalui proses biologis (regulasi sendiri).
Sumberdaya lokal dipergunakan sedemikian rupa sehingga kehilangan unsur
hara, biomassa dan energi bisa ditekan serendah meungkin serta mampu
mencegah pencemaran.
2. Bisa berlanjut secara ekonomis, yang berarti bahwa petani bisa cukup
menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan dan/ atau pendapatan sendiri serta
mendapatkan penghasilan yang mencukupi untuk mengembalikan tenaga dan
biaya yang dikeluarkan. Keberlanjutan ekonomis ini bisa diukur bukan hanya
dalam hal produk usaha tani yang langsung, namun juga dalam hal fungsi
seperti melestarikan sumberdaya alam dan meminimalkan resiko.
3. Adil, yang berarti bahwa sumberdaya dan kekuasaan terdistribusikan
sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat
terpenuhi dan hak-hak mereka dalam penggunaan lahan, modal yang
memadai, bantuan teknis serta peluang pemasaran terjamin.
4. Manusiawi, yang berarti bahwa semua bentuk kehidupan (tanaman, hewan dan
manusia) dihormati. Integritas budaya dan spiritualitas masyarakat dijaga dan
dipelihara.
5. Luwes, yang berarti bahwa masyarakat pedesaaan mampu menyesuaikan diri
dengan perubahan kondisi usaha tani yang berlangsung terus, misalnya
pertambahan penduduk, kebijakan, permintaan pasar dan sebagainya. Hal ini
meliputi bukan hanya perkembangan teknologi yang baru dan sesuai, namun
Menurut Sinukaban (1994) penerapan pertanian konservasi merupakan
salah satu alternatif yang perlu diprogramkan untuk membangun pertanian
berkelanjutan di lahan kering. Sistem pertanian konservasi (conservation farming
system) adalah sistem pertanian yang mengintegrasikan teknik konservasi tanah
dan air kedalam sistem pertanian yang telah ada dengan tujuan untuk
meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan kesejahteraan petani dan
sekaligus menekan erosi sehingga sistem pertanian tersebut dapat berlanjut secara
terus menerus tanpa batas (sustainable).
Lebih lanjut dikatakan bahwa ciri-ciri sistem pertanian konservasi
(conservation farming system) adalah sebagai berikut :
1. Produksi pertanian cukup tinggi sehingga petani tetap bergairah melanjutkan
usahanya.
2. Pendapatan petani cukup tinggi sehingga petani dapat mendisain masa depan
keluarganya dan pendapatan usaha taninya.
3. Teknologi yang diterapkan, baik teknologi produksi maupun teknologi
konservasi adalah teknologi yang dapat diterapkan (sesuai kemampuan) dan
diterima oleh petani dengan senang hati sehingga sistem pertanian tersebut
dapat diteruskan oleh petani dengan kemampuannya tanpa bantuan dari luar
secara terus menerus.
4. Komoditi yang diusahakan adalah komoditi yang sesuai dengan kondisi
biofisik daerah, dapat diterima oleh petani, dan laku dipasar.
5. Erosi sangat minimal, sehingga produktivitas dapat dipertahankan/
14
6. Penguasaan lahan dapat menjamin keamanan investasi jangka panjang
(longterm investment security).
Penggunaan lahan
Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) lahan didefinisikan
sebagai suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan
vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya.
Menurut Arsyad (2006) penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai
setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spirituil. Penggunaan lahan
dapat dikelompokkan kedalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan
pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian se
cara garis besar dibedakan kedalam macam penggunaan lahan berdasarkan atas
penyediaan air dan komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di
atas lahan tersebut. Berdasarkan hal ini dikenal macam penggunaan lahan seperti
tegalan, sawah, kebun kopi, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, hutan
lindung, padang alang-alang dan sebagainya.
Lebih lanjut dikatakan bahwa jika berbagai aspek lain penggunaan lahan
seperti skala usaha atau luas tanah yang diusahakan, intensitas penggunaan input,
penggunaan tenaga kerja, orientasi pasar dan sebagainya dipertimbangkan , maka
akan didapatkan tipe penggunaan lahan yang memberikan gambaran yang lebih
rinci mengenai penggunaan lahan seperti 1) ladang, 2) tanaman semusim
campuran, lahan kering permanen, tidak intensif, 3) tanaman semusim campuran,
lahan kering permanen, intensif, 4) sawah beririgasi, satu kali setahun, tidak
(karet, kopi, coklat, jeruk) tidak intensif, 7) perkebunan besar, intensif, 8) hutan
produksi alami, 9) hutan produksi, tanaman pinus, 10) padang penggembalaan,
tidak intensif dan lain-lain.
Erosi dan Dampak Erosi
Arsyad (2006) mendefininisikan erosi sebagai peristiwa pindahnya atau
terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh
media alami. Jadi pada peristiwa erosi tanah atau bagian tanah dari suatu tempat
terkikis dan terangkut yang kemudian diendapkan pada suatu tempat lain.
Pengangkutan atau pemindahan tersebut terjadi oleh media alami yaitu air dan
angin. Lebih lanjut dikatakan bahwa erosi ditentukan oleh faktor-faktor sebagai
berikut : iklim, topografi, vegetasi, tanah dan manusia.
Perkiraan jumlah erosi yang akan terjadi pada suatu lahan bila
pengelolaan tanah tidak mengalami perubahan dilakukan dengan menggunakan
rumus Universal Soil Loss Equation (USLE) (Wischmeier and Smith 1978)yaitu :
A = R x K x LS x C x P
Dengan pengertian bahwa : A = Jumlah erosi dalam ton/ha/tahun, R = faktor
erisivitas hujan, K = faktor erodibilitas tanah, LS = faktor panjang dan kemiringan
lereng, C = faktor tanaman (penggunaan tanah), P = faktor teknik konservasi
tanah.
Dari kelima faktor yang menentukan nilai prediksi erosi tersebut,
faktor-faktor yang memungkinkan untuk dimodifikasi secara teknologi dan ekonomi
adalah faktor C dan P. Beberapa cara untuk memodifikasi nilai CP misalnya
penanaman secara terus menerus, rotasi tanaman, pergiliran tanaman, tumpang
16
berdasarkan hasil-hasil penelitian plot erosi, baik di dalam maupun di luar daerah
penelitian. Pengaruh pola tanam dan jenis tanaman tidak saja tergantung pada
jenis vegetasi, kerapatan, kualitas pertumbuhan, pengelolaan tanaman, tetapi
bervariasi antara bulan dan musim. Oleh karena itu, efektifitas tanaman dalam
menurunkan tingkat erosi sangat tergantung pada kelebatannya selama
perlindungan yang diberikan oleh tanaman dan sistem pengelolaannya yang paling
sedikit (Sinukaban 1989).
Erosi merupakan suatu proses alami yang pasti terjadi selama adanya agen
pembawa erosi, sehingga tidak dapat dihindari seluruhnya. Upaya pencegahan
erosi, berarti upaya mengurangi laju erosi sampai mendekati laju erosi yang
terjadi karena proses alami, dengan demikain diperlukan adanya suatu
pemahaman yang benar tentang proses terjadinya erosi (Morgan 1986).
Penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau
ditoleransi adalah perlu oleh karena tidaklah mungkin menekan laju erosi menjadi
nol dari tanah-tanah yang diusahakan untuk pertanian terutama pada tanah-tanah
yang berlereng. Akan tetapi suatu kedalaman tanah tertentu harus dipelihara agar
terdapat suatu volume tanah yang cukup dan baik bagi tempat berjangkarnya akar
tanaman dan tempat untuk menyimpan air serta unsur hara yang diperlukan oleh
tanaman sehingga tanaman/tumbuhan dapat tumbuh dengan baik. Laju erosi yang
dinyatakan mm/tahun atau ton/ha/tahun yang terbesar yang masih dapat dibiarkan
atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi
pertumbuhan tanaman/tumbuhan yang memungkinkan tercapainya produktifitas
yang tinggi secara lestari disebut erosi yang masih dapat dibiarkan atau
Erosi yang terjadi dapat mengakibatkan hilangnya lapisan tanah atas yang
subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah
untuk menyerap dan menahan air, sementara itu tanah yang terangkut akan
diendapkan ditempat lain. Menurut Arsyad (2006) kerusakan yang ditimbulkan
oleh peristiwa erosi terjadi di 2 tempat yaitu 1) pada tanah tempat erosi terjadi dan
2) pada tempat tujuan akhir tanah yang terangkut tersebut diendapkan. Lebih
lanjut dikatakan bahwa dampak yang diakibatkan oleh erosi tersebut dapat
langsung maupun tidak langsung.
Dampak langsung erosi di tempat kejadian erosi (on-site) antara lain
kehilangan lapisan tanah yang baik bagi berjangkarnya akar tanaman, kehilangan
unsur hara dan kerusakan struktur tanah, peningkatan penggunaan energi untuk
produksi, kemerosotan produktivitas tanah, kerusakan bangunan konservasi dan
bangunan lainnya dan pemiskinan penggarap/pemilik tanah. Dampak di luar
tempat kejadian erosi (off-site) yang secara langsung terjadi antara lain
pelumpuran dan pendangkalan waduk, sungai, saluran dan badan air lainnya;
kerusakan ekosistem perairan dan lain-lain.
Dampak tidak langsung di tempat kejadian erosi (on-site) antara lain
berkurangnya alternatif penggunaan lahan, timbulnya dorongan/tekanan untuk
membuka lahan baru dan lain-lain, sementara dampak tidak langsung di luar
tempat kejadian erosi (off-site) antara lain kerugian oleh memendeknya umur
waduk, meningkatnya frekuensi dan besarnya banjir.
Pembangunan pertanian dengan intensifikasi pertanian menyebabkan
terjadinya peningkatan pencemaran lingkungan akibat pemakaian pupuk dan
18
tanah atau seluruhnya diangkut tanaman melainkan ada yang larut di dalam aliran
permukaan. Bahan ini menjadi sumber polusi setelah memasuki badan air dan
dikenal dengan non-point source pollution (NPSP). Dampak non-point source
pollution ini dapat dikategorikan dalam dua bagian yaitu (i) dampak yang terjadi
pada badan air (in stream impact) dan (ii) dampak di luar badan air (off stream
impact) (Sihite 2001).
Lebih lanjut dikatakan bahwa banyak dampak yang terjadi dapat diamati
pada badan-badan air yang ada seperti sungai, danau, atau waduk; sehingga
dampak yang ditimbulkan disebut dampak instream. Sedangkan dampak yang lain
dapat terjadi sebelum partikel-partikel tanah tersebut mencapai badan-badan air
atau sesudahnya seperti dijumpai pada kejadian banjir, penggunaan air untuk
kebutuhan domestik, irigasi, atau yang lain; sehingga dampak yang ditimbulkan
disebut sebagai dampak off-stream.
Mencegah terjadinya erosi di daerah rawan erosi (kemiringan lereng terjal,
pinggir sungai) atau ditempat dimana praktek-praktek pertanian dilakukan tanpa
mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air, adalah usaha yang paling
ekonomis dan efektif untuk dilaksanakan dalam rangka menurunkan laju erosi
(Asdak, 2004)
Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan
Sumberdaya alam, selain menghasilkan barang dan jasa yang dapat
dikonsumsi secara langsung maupun tidak langsung juga menghasilkan manfaat
ekologi. Permasalahan yang sering muncul dalam pengelolaan sumber daya alam,
khususnya penggunaan lahan adalah adanya berbagai dampak negatif yang
dampak negatif yang besar, seperti banjir, hilangnya mata air dll. Dengan
demikian manfaat yang diperoleh dari penggunaan lahan tidak sebanding dengan
biaya sosial yang harus ditanggung akibat kerusakan sumber daya alam yang telah
terjadi.
Kebijakan lingkungan banyak dipengaruhi oleh ekonomi lingkungan.
Kebijakan mengurangi suatu dampak lingkungan akan dipengaruhi oleh
perhitungan biaya yang harus dikeluarkan untuk mengurangi (preventif) atau
memperbaiki dan manfaat yang akan diperoleh kemudian (Spash, 1997 dalam
Sihite 2001). Preventif dipahami sebagai perlakuan sebelum terjadinya dampak
(ex-ante) sedangkan perbaikan merupakan perlakuan setelah dampak terjadi (
ex-post). Pengambilan kebijakan ataupun keputusan apakah preventif atau perbaikan
harus dibuat terutama untuk melihat besar investasi yang dikeluarkan untuk
tindakan preventif maupun biaya untuk memperbaiki dampak yang sudah terjadi
(Barrett dan Segerson, 1997 dalam Sihite 2001).
Permasalahan utama dalam pengelolaan DAS adalah bahwa keuntungan
dari program pengelolaan DAS seperti fungsi hidrologis yang baik, erosi yang
rendah dan berkurangnya dampak ikutan di hilir (banjir, sedimentasi) tidak
mempunyai nilai ekonomi atau tidak mempunyai nilai pasar langsung. Oleh
karena itu, perlindungan ini tidak mempunyai nilai moneter langsung. Di dalam
ekonomi hal ini dikenal dengan eksternalitas.
Metode yang umum digunakan dalam melihat manfaat perlindungan DAS
adalah perubahan produktivitas. Pendekatan ini didasarkan kepada interaksi dan
perubahan dalam input/output dalam sistem produksi yang dipengaruhi oleh
20
pengaruh erosi terhadap sistem usahatani, atau sedimentasi di waduk. Dalam hal
ini ada beberapa pendekatan analisis biaya yang juga dapat dilakukan. Misalnya
seberapa besar manfaat yang diperoleh dengan membiayai pencegahan dampak
(pendekatan pengeluaran preventif) dan biaya ganti dari jasa lingkungan
(misalnya penggunaan pupuk akibat kehilangan hara dalam erosi tanah) (Sihite
2001).
Lebih lanjut dikatakan bahwa analisis biaya dan manfaat (ABM)
merupakan salah satu teknik valuasi ekonomi yang koheren untuk mengorganisasi
dan mengemukakan informasi yang diinginkan dalam terminologi nilai moneter.
Sama dengan teknik lainnya, pemahaman akan interaksi lingkungan dan ekonomi
tetap diperlukan (Enters, 1998). Langkah utama yang diperlukan dalam ABM
antara lain adalah (i) identifikasi semua komponen yang relevan dengan analisis;
(ii) kuantiifikasi dampak fisik dan (iii) valuasi dampak dalam nilai moneter.
Perencanaan Penggunaan Lahan dan Pengelolaan DAS
Permasalahan pengelolaan DAS yang berupa semakin rusaknya kondisi
DAS yang ditandai dengan terganggunya siklus hidrologi, penurunan kualitas dan
kuantitas sumber daya alam di DAS berupa tanah, air, vegetasi dan lain-lain yang
mengakibatkan penurunan produktivitas lahan, baik secara langsung maupun tidak
langsung mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian didalam
menganalisis sebab dan akibat serta usaha-usaha penanggulangannya, adalah
wajar bila disepakati dengan diagnosis ekologi disamping ekonomi sehingga
manfaat dari pembangunan DAS yang diorientasikan kepada segi-segi
masyarakat dapat dirasakan oleh segenap lapisan masyarakat (Alrasyid dan
Heryati 2002).
Dephut (2006) menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan akhir
pengelolaan DAS yaitu terwujudnya kondisi yang optimal dari sumber daya
tanah, air dan vegetasi, maka kegiatan pengelolaan DAS meliputi empat upaya
pokok, yaitu:
1. Pengelolaan lahan melalui usaha konservasi tanah dalam arti yang luas.
2. Pengelolaan air melalui pembangunan sumber daya air.
3. Pengelolaan vegetasi, khususnya pengelolaan hutan yang memiliki fungsi
perlindungan terhadap tanah dan air.
4. Pembinaan kesadaran dan kemampuan manusia dalam penggunaan sumber
daya alam secara bijaksana, sehingga ikut berperan serta pada upaya
pengelolaan DAS.
DAS sebagai satu ekositem berimplikasi pada setiap kegiatan yang akan
dilakukan perlu mengikuti suatu perencanaan yang tidak merusak lingkungan
hidup atau sumber daya alam sehingga tetap dapat menjaga kondisi keseimbangan
berbagai unsur yang membentuk ekosistem DAS tersebut. Unsur utama yang ada
di dalam DAS antara lain terdiri dari komponen-komponen vegetasi, tanah,
termasuk tanah pertanian dan pemukiman, air (sungai), makhluk hidup termasuk
manusia dan segala upaya yang dilakukan di dalam DAS (Alrasyid dan Heryati
2002).
Menurut LP3ES (2006) Pemanfaatan lahan dan sumberdaya alam yang
dilakukan masyarakat pada dasarnya merupakan resultan dari berbagai faktor
22
terdapat 4 kelompok faktor yang memiliki pengaruh terhadap pola pemanfaatan
lahan dan sumberdaya alam yaitu : (1) faktor lingkungan sosial ekonomi, (2)
karakteristik rumah tangga petani, (3) teknologi dan (4) faktor lingkungan fisik
yang dihadapkan pada petani.
Lebih lanjut dikatakan bahwa faktor lingkungan sosial ekonomi meliputi 4
komponen utama yaitu: (1) kebijakan pemerintah seperti penyaluran kredit
bersubsidi, pengendalian harga, pengaturan tata niaga komoditas yang diusahakan
petani, dan seterusnya; (2) kelembagaan yang terkait dengan kegiatan produksi
pertanian seperti lembaga penyuluhan, lembaga keuangan desa, kelompok tani
dan koperasi unit desa; (3) budaya masyarakat seperti norma dan orientasi
kegiatan produksi, pola kerja sambatan, pola bawon dalam kegiatan panen; dan
(4) infrastruktur ekonomi dan pertanian seperti sarana transportasi dan jaringan
irigasi. Karakteristik petani dapat berupa penguasaan lahan garapan, pemilikan
modal usahatani, ukuran rumah tangga, sumber pendapatan rumah tangga, dan
pola konsumsi rumah tangga. Faktor teknologi meliputi metoda, alat dan kualitas
input yang digunakan dalam kegiatan pertanian. Sedangkan faktor lingkungan
fisik dapat berupa kesuburan lahan yang dimiliki petani, kondisi topografi lahan
garapan, kondisi iklim (seperti curah hujan) dan tata air setempat.
Keempat kelompok faktor tersebut bekerja secara simultan mempengaruhi
pola pemanfaatan lahan yang dimiliki petani, kegiatan produksi pertanian, kualitas
usahatani, pola usahatani yang dilakukan petani, dan pemanfaatan sumberdaya
alam lainnya. Dinamika faktor-faktor tersebut akan menentukan output yang
Lebih lanjut output yang dihasilkan petani dapat diwujudkan menjadi
pendapatan rumah tangga petani. Dalam hal ini besarnya pendapatan yang
diperoleh kembali dipengaruhi oleh bekerjanya faktor sosial ekonomi melalui
mekanisme pembentukan harga baik pada pasar input maupun pasar output.
Tingkat pendapatan yang diperoleh selanjutnya akan mempengaruhi pola
pemanfatan lahan dan sumberdaya alam lainnya, kegiatan produksi pertanian,
kualitas usahatani dan pola usahatani yang dilakukan petani melalui aktivitas
konsumsi rumah tangga dan investasi.
Dalam jangka panjang interaksi keempat kelompok faktor di atas bersifat
dinamis. Kebijakan pemerintah dapat diubah dan disesuaikan dengan tujuan dan
permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan. Begitu pula faktor
teknologi dapat berubah sejalan dengan temuan teknologi yang senantiasa
berkembang. Sedangkan kondisi lingkungan fisik seperti kondisi iklim juga dapat
mengalami perubahan dalam jangka panjang akibat perubahan ekosistem baik
yang terjadi secara lokal atau secara global seperti anomali iklim El Nino dan La
Nina yang semakin sering terjadi akhir-akhir ini. Pada skala mikro perubahan
kondisi lingkungan fisik dapat berupa turunnya kesuburan lahan akibat erosi.
Dinamika jangka panjang seluruh faktor di atas pada gilirannya akan berpengaruh
terhadap dinamika pola pemanfaatan lahan dan sumberdaya alam yang dilakukan
oleh masyarakat pedesaan, yang pada gilirannya hal ini akan berpengaruh besar
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan selama 3 bulan dari bulan Juli sampai dengan
September 2007 di Sub DAS Cisadane Hulu, yang secara administratif terletak di
Kabupaten Bogor dan Kota Bogor Propinsi Jawa Barat dengan lokasi pengamatan
intensif di Desa Pasir Buncir Kecamatan Caringin dan Desa Wates Jaya
Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat (Gambar 3).
Data dan Alat Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer yang
meliputi (1) data biofisik lokasi pengamatan intensif yaitu tekstur tanah, struktur
tanah, panjang dan kemiringan lereng, kandungan NPK tanah, penggunaan lahan,
metode konservasi tanah yang sudah digunakan yang diperoleh dari hasil
pengukuran dan pengamatan di lapangan dan (2) data sosial ekonomi budaya yaitu
kependudukan, sarana produksi, pendapatan keluarga, kepemilikan lahan, respon
terhadap penggunaan lahan berkelanjutan, pengetahuan tentang teknik konservasi
tanah dan air, alasan pemanfaatan lahan yang diperoleh dari hasil wawancara dan
kuesioner. Data sekunder meliputi (1) data biofisik Sub DAS Cisadane Hulu yaitu
peta tanah tinjau mendalam DAS Cisadane Hulu skala 1 : 100.000 (Puslittanah
dan Agroklimat 1992), peta rupa bumi skala 1 : 25.000 lembar 1209-143
(Bakosurtanal 1998), 1209-141, 1209-142 (Bakosurtanal 1999),
1209-123,1209-124,1209-132 (Bakosurtanal 2000), peta faktor erodibilitas tanah dan klas lereng
dan PPLH UGM 1987), data curah hujan bulanan (BMG Dramaga Bogor 2007,
peta RTRW Kabupaten Bogor, Peta RTRW Kota Bogor, Kabupaten Bogor Dalam
Angka 2007, Kota Bogor dalam Angka 2007, Monografi Kecamatan dan
Kecamatan dalam angka, Laporan tahunan dan rencana kerja stake holder (Dinas
Pertanaian dan Kehutanan, Dinas Peternakan dan Perikanan, BP DAS Ciliwung
Cisadane, Dinas Agroindistri, UPTD penyuluhan, TN. Gunung Gede Pangrango).
Alat
Alat yang digunakan adalah peta kerja, abney level untuk mengukur
kemiringan lereng, meter roll untuk mengukur panjang lereng, GPS untuk
menentukan posisi dan arah lokasi pengamatan, plastik contoh untuk menentukan
kandungan N dan P, kandungan bahan organik, tekstur dan struktur tanah, alat
dokumentasi dan seperangkat komputer PC.
Pengumpulan Data
Data primer diperoleh melalui pengamatan, pengukuran, wawancara dan
kuisioner di lokasi pengamatan intensif dengan menggunakan sampel berdasarkan
kriteria sebagai berikut :
a. Lokasi pengamatan intensif ditentukan secara purposif yaitu di areal Model
Penanganan Konservasi Tanah dan Air Sub DAS Cisadane Hulu DAS
Cisadane, yang secara administratif terletak di Desa Pasir Buncir Kecamatan
Caringan dan Desa Wates Jaya Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor
b. Satuan lahan homogen, diperoleh dengan cara menumpangsusunkan (overley)
1) peta jenis tanah (Lampiran 1), 2) peta penggunaan lahan (Lampiran 2) dan
26
c. Tanah, contoh tanah diambil dengan teknik pengambilan sampel secara
stratified random sampling dengan kriteria : 1) lokasi mewakili tipe
penggunaan lahan yang ada (kebun campuran, tegalan, hutan, sawah), 2)
lokasi mewakili kelas kelerengan 0 – 8%, 8 – 15%, 15 – 25%, 25 – 35% dan >
45%.
d. Responden, penentuan responden dalam penelitian ini adalah petani pemilik
lahan atau penggarap atau penyewa sebanyak 20%. Selain itu juga dipilih
responden yang memiliki keterkaitan dengan penggunaan lahan di Sub DAS
Cisadane Hulu secara purposif seperti kepala desa, ketua RW, petugas
penyuluh kehutanan dan pertanian, tokoh masyarakat, pejabat dinas
kehutanan, pertanian, serta pemilik lahan (PT. PAP, PT. Panggung, CV
Kertajaga, Balai TN Gunung Gede Pangrango).
Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dari berbagai instansi
terkait seperti BP DAS Citarum-Ciliwung, Dinas Pertanian dan Kehutanan
kabupaten Bogor, dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, BMG, BPS,
BPSDA, Kantor Kecamatan, Kantor kelurahan dan lain-lain seperti kebijakan
pemerintah dan pemilik lahan, tugas pokok dan fungsi, program kerja, infra
struktur ekonomi, peta-peta dan lain-lain.
Secara rinci data yang diperlukan dan cara pengumpulannya dalam
penelitian ini adalah :
a. Lingkungan sosial ekonomi meliputi (1) kebijakan pemerintah dan pemilik
lahan seperti tugas pokok dan fungsi, program kerja, perencanaan penggunaan
lahan, program penyuluhan dan lain-lain; (2) kelembagaan yang terkait
keuangan desa, kelompok tani dan koperasi unit desa; (3) budaya masyarakat
seperti norma dan orientasi kegiatan produksi, pola kerja dan tata waktu; dan
(4) infrastruktur ekonomi dan pertanian seperti sarana transportasi, pasar,
bank, pabrik, home industri dan jaringan irigasi diperoleh dari wawancara,
kuisioner dan data sekunder.
b. Karakteristik petani meliputi penguasaan lahan garapan, pemilikan modal
usahatani, ukuran rumah tangga, sumber pendapatan rumah tangga,
ketrampilan/kemampuan dibidang lain dan pola konsumsi rumah tangga
diperoleh dengan wawancara dan kuisioner.
c. Teknologi pertanian yang sudah dilaksanakan meliputi jenis tanaman dan pola
tanam, metoda, alat dan teknik konservasi tanah yang digunakan dalam
kegiatan pertanian diperoleh dengan pengamatan di lapangan dan wawancara.
d. Lingkungan fisik dapat berupa tekstur dan struktur tanah, kondisi topografi
lahan garapan, kondisi iklim (seperti curah hujan, suhu) dan tata air setempat
yang diperoleh dengan pengamatan di lapangan dan data sekunder
e. Faktor penyebab masyarakat memanfaatkan lahan perusahaan diperoleh
melalui kuesioner dengan menghitung prosentase faktor-faktor yang
menyebabkan masyarakat memanfaatkan lahan perusahaan meliputi lahan
sendiri tidak cukup atau tidak punya lahan (x1), diijinkan oleh perusahaan
(x2), pendapatan keluarga tidak cukup (x3), lahan tidak dikelola/lahan
terlantar (x4), ikut-ikutan yang lain (x5), banyak waktu luang (x6), lain-lain
(x7)
f. Tipe penggunaan lahan diperoleh berdasarkan pengamatan di lapangan
28
g. Faktor penyebab masyarakat menerapkan agroteknologi saat ini diperoleh
melalui kuesioner dengan menghitung prosentase faktor penyebab masyarakat
menerapkan teknologi penggunaan lahan saat ini meliputi menyesuaikan
dengan modal (x1), ketersediaan tenaga kerja (x2), pengetahuan tentang teknik
konservasi tanah dan air (x3), kebiasaan bertani (x4), bukan lahan sendiri (x5),
lain-lain (x6).
h. Analisa usaha tani
Analisa usaha tani saat ini dilakukan untuk menilai pendapatan petani dari
lahan yang dikelola saat ini dengan analisis anggaran arus uang tunai (cash
flow analysis) (Soekartawi 2002) diperoleh dengan cara kuesioner dan
wawancara.
- Penerimaan usaha tani (TR), merupakan perkalian antara produksi
tanaman ke-i (Yi) dan harga produksi tanaman ke-I (Pyi) dan dapat ditulis
sebagai :
TR = Yi Pyi =
∑
( Y1 Py1 + Y2 Py2 + … + Yn Pyn )=
n
i 1
dimana : TR = total penerimaan usaha tani, Yi = produksi tanaman ke-i,
Pyi = harga produksi tanaman ke-i.
- Total biaya usaha tani, merupakan nilai semua keluaran yang dipakai
dalam usaha tani selama proses produksi baik yang langsung maupun tidak
langsung. dan dapat ditulis sebagai :
TC = FC + VC
VC = Xi Pxi =
∑
( X1 Px1 + X2 Px2 + … + Xn Pxn )=
n
dimana : TC = total biaya usaha tani, FC = biaya tetap, VC = biaya tidak
tetap, Xi = input usaha tani ke-i,