EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BETINA DAN PERFORMA
PEDET DI PT LEMBU JANTAN PERKASA
BETTI ZANORA
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efisiensi Reproduksi Sapi Betina dan Performa Pedet di PT Lembu Jantan Perkasa adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
ABSTRAK
BETTI ZANORA. Efisiensi Reproduksi Sapi Betina dan Performa Pedet di PT Lembu Jantan Perkasa. Dibimbing oleh HENNY NURAINI dan IIS ARIFIANTINI.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efisiensi reproduksi sapi betina dan mengkaji hubungan antara bobot badan induk terhadap bobot lahir pedet serta bangsa jantan berbeda terhadap performa pedet. Peubah yang diamati yaitu adalah Days Open (DO), Service per Conception (S/C), Conception Rate (CR), Calving Interval (CI), bobot lahir pedet pada paritas I dan II, jenis kelamin pedet, bobot induk, dan fenotip breed pedet. Sampel yang digunakan adalah 66 ekor sapi betina yang diinseminasi dengan semen brahman, limousin atau simmental yang didapat dari Balai Inseminasi Buatan (BIB) Singosari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Conception Rate 84%, Service per Conception 1.30, Calving Interval 369.44±28.37 hari dan Days Open 80.84±13.86 hari. Bobot lahir pedet yang diinseminasi dengan semen simmental menunjukkan hasil yang berbeda nyata lebih berat (P<0.05) dibandingkan bobot pedet dari bangsa brahman. Bangsa pejantan dan jenis kelamin pedet tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap bobot sapih pedet. Bobot induk saat awal kebuntingan berkorelasi nyata terhadap bobot lahir pedet.
Kata kunci : bangsa, bobot lahir pedet, bobot sapih pedet, efisiensi reproduksi
ABSTRACT
BETTI ZANORA. The Reproductive Efficiency of Cows and Performance of Calf at The PT Lembu Jantan Perkasa. Supervised by HENNY NURAINI dan IIS ARIFIANTINI.
The research was conducted to study the reproductive efficiency of cows at the Lembu Jantan Perkasa breeding farm and to find out the relationship between breed used for artificial insemination (AI) with the calf birth and wean weight. Reproductive efficiency on the Days Open (DO), Service per Conception (S/C), Conception Rate (CR), Calving Interval (CI), calf birth weight, calf wean weight, calf sexes, and calf breed phenotype were observed. Sixty six cows, were used as a sample belong to replacement stock, obtained from imported cows from Australia (brahman cross) and inseminate with brahman, limousin or simmental semen frozen from Singosari artificial insemination centre. Result demonstrates a high CR (84%) with only 1.30 S/C. The CI was only 369.44±28.37 days and DO 80.84±13.86 days respectively. Birth weight of the calf which was inseminate with simmental demonstrated significantly higher (P<0.05) compare to brahman and they was no significantly different between limousin and brahman.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BETINA DAN PERFORMA PEDET
DI PT LEMBU JANTAN PERKASA
BETTI ZANORA
ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Efisiensi Reproduksi Sapi Betina dan Performa Pedet di PT Lembu Jantan Perkasa
Nama : Betti Zanora NIM : D14114002
Disetujui oleh
Dr Ir Henny Nuraini, MSi Pembimbing I
Prof Dr Dra R. Iis Arifiantini, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September hingga Oktober 2013 ini ialah sapi potong, dengan judul Efisiensi Reproduksi Sapi Betina dan Performa Pedet di PT Lembu Jantan Perkasa.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Henny Nuraini, MSi dan Ibu Prof Dr Dra R. Iis Arifiantini, MSi selaku pembimbing. Di samping itu, terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Sutrisnak selaku manager PT Lembu Jantan Perkasa, Bapak Vira selaku kepala unit pembibitan PT Lembu Jantan Perkasa beserta semua staf yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga diucapakan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada teman-teman program alih jenis Mayor TPT 2011, Rachmat Robiansyah serta teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan bantuannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
MATERI DAN METODE 2
Lokasi dan Waktu 2
Materi 2
Ternak 2
Kandang 2
Pakan dan Minum 2
Metode 3
Peubah yang diamati 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 4
Keadaan Umum Perusahaan 4
Perkandangan dan Kapasitasnya 5
Program Pemberian Pakan 6
Jumlah dan Komposisi Sapi 6
Manajemen Perkawinan 6
Efisiensi Reproduksi Sapi Betina 7
Hubungan Antara Bobot Induk dan Bobot Lahirpada Paritas Berbeda 8 Performa Pedet dengan Jenis Kelamin dan Bangsa Sapi Pejantan yang
Berbeda 9
SIMPULAN DAN SARAN 12
Simpulan 12
Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 13
DAFTAR TABEL
1 Jumlah dan status sapi pada unit pembibitan 6
2 Peubah efisiensi reproduksi 8
3 Bobot lahir pedet berdasarkan paritas 9
4 Bobot lahir pedet berdasarkan jenis kelamin 9
5 Bobot lahir pedet (kg) dengan jenis kelamin dan bangsa pejantan
yang berbeda 10
6 Bobot sapih pedet (kg) dengan jenis kelamin dan bangsa pejantan
yang berbeda 11
7 Bobot lahir pedet berdasarkan fenotipe lahir (kg) 11
DAFTAR GAMBAR
1 Tipe kandang 5
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi protein hewani semakin meningkat. Peningkatan konsumsi protein hewani harus diikuti dengan meningkatnya produksi peternakan seperti daging, susu dan telur (Brahmantiyo 2000). Upaya untuk memenuhi hal tersebut berujung kepada upaya peningkatan populasi ternak salah satunya membuka peternakan sapi potong. Tujuan usaha peternakan sapi potong dapat dibedakan untuk program finishing dan breeding. Finishing adalah usaha peternakan yang menyediakan sapi siap potong dengan karkas yang rendah lemak sedangkan breeding adalah usaha peternakan di bidang pembibitan (pengembangbiakan) yang menghasilkan sapi bakalan.
Populasi sapi potong pada tahun 2009 mencapai 12.6 juta ekor dari sebelumnya sebanyak 11.8 juta ekor. Jumlah tersebut hanya mampu menyuplai 60% penyediaan daging sapi lokal yang mencapai 264 ribu ton dari total kebutuhan 322 ribu ton, 58.1 ribu ton diambil dari daging sapi bakalan impor (DPKH 2012).
Tujuan akhir usaha pembibitan sapi potong adalah menghasilkan bakalan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Untuk menghasilkan bakalan yang sehat dan bernilai ekonomi tinggi, dibutuhkan calon induk betina dan jantan yang berpotensi produksi tinggi pula. Upaya tersebut juga dapat diterapkan dengan melaksanakan teknologi tepat guna seperti Inseminasi Buatan (IB).
Efisiensi reproduksi sapi betina sangat penting karena akan memengaruhi biaya produksi. Hal ini juga akan berdampak terhadap konsumen sebagai rantai ujung tata niaga yang mengonsumsi produk akhir berupa daging. Kemampuan ternak bereproduksi secara efisien merupakan suatu keharusan dalam usaha pembibitan. Rendahnya fertilitas merupakan faktor utama kegagalan reproduksi hingga berakibat terhadap rendahnya produktivitas ternak.
Beberapa indikator efisensi reproduksi sapi betina adalah Days Open (DO), Service per Conception (S/C), Calving Interval (CI) (Atabany et al. 2011), dan Conception Rate (CR) (Toelihere 2005). Faktor yang dapat memengaruhi efisiensi reproduksi sapi betina yaitu faktor genetik dan non genetik. Jika salah satu tidak mendukung maka penampilan reproduksi akan terganggu, hal ini tentu tidak akan efisien dari segi produksi. Kendala inilah yang banyak ditemukan di peternakan rakyat dikarenakan kurangnya penanganan sapi pasca melahirkan agar cepat kembali dikawinkan.
2
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efisiensi reproduksi sapi betina dan mempelajari hubungan antara bobot induk terhadap bobot lahir pedet serta pengaruh beberapa bangsa sapi pejantan terhadap performa pedet.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang didapatkan dari PT Lembu Jantan Perkasa. Data sekunder meliputi Days Open (DO), Service per Conception (S/C), Conception Rate (CR), Calving Interval (CI), bobot lahir pedet pada paritas I dan II, jenis kelamin pedet, bobot induk, dan fenotip breed pedet dengan jumlah total sampel yang diteliti sebanyak 66 ekor replacement stock (sapi betina).
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di PT Lembu Jantan Perkasa unit pembibitan yang berlokasi di Jalan Raya Serang-Pandeglang KM 9.6 Desa Sindangsari, Kecamatan Pabuaran, Serang, Banten. Penelitian dilakukan mulai bulan September-Oktober 2013.
Materi
Ternak
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 66 ekor sapi betina yang dipilih secara purposive sampling. Sapi betina tersebut diinseminasi semen brahman, limousin dan simmental dari Balai Inseminasi Buatan (BIB) Singosari. Sapi betina berasal dari perkawinan induk brahman cross asal Australia yang juga diinseminasi semen brahman, limousin dan simmental.
Kandang
Kandang yang digunakan adalah kandang tertutup tipe atap monitor dan atap A dengan sistem koloni. Setiap kandang terdiri dari beberapa pen. Tiap pen berukuran 10 x 15 m dengan tinggi atap monitor 7 m pada bagian tengah dan 3.5 m pada bagian sampingnya.
Setiap pen diisi 30 ekor ternak dan lantai diberi alas serbuk gergaji. Khusus pada kandang induk laktasi terdapat shelter untuk pedet.
Pakan dan Minum
3 laktasi. Induk laktasi diberi pakan konsentrat sebanyak 7 kg ekor-1 hari-1 dan rumput sebanyak 6.4 kg ekor-1 hari-1 serta jerami utuh 2.15 kg ekor-1 hari-1.
Apabila dilakukan weaning (penyapihan) maka status induk laktasi berubah menjadi dry cow dan pedet menjadi weaner. Dry cow diberikan pakan konsentrat sebanyak 5 kg ekor-1 hari-1, rumput 3.7 kg ekor-1 hari-1 dan jerami 2.3 kg ekor-1 hari-1. Air minum diberikan ad libitum dan setiap pen diberikan mineral blok. Pemberian pakan diberikan 2 kali dalam sehari yaitu pagi dan sore.
Metode
Korelasi Pearson digunakan untuk menguji hubungan antara bobot badan induk dengan bobot lahir pedet pada paritas I dan II. Analisis regresi digunakan untuk menghitung pengaruh bobot badan induk dengan bobot lahir pedet dengan variabel dependent yaitu bobot lahir pedet dan variabel independent yaitu bobot badan induk. Uji T digunakan untuk membandingkan bobot lahir pedet jantan dan betina secara keseluruhan. Uji T juga digunakan untuk membandingkan bobot lahir dari breed fenotip pedet (brahman cross, limbrah, dan simbrah) yang lahir.
Penelitian ini juga dilakukan untuk mempelajari pengaruh jenis kelamin pedet dan bangsa sapi pejantan yang berbeda terhadap bobot lahir dan bobot sapih pedet. Bangsa sapi yang digunakan adalah brahman, limousin dan simmental dengan menggunakan rancangan Faktorial RAL. Model matematis yang digunakan adalah sebagai berikut:
αg = Pengaruh bangsa pejantan ke-g terhadap bobot lahir pedet βe = Pengaruh jenis kelamin pedet ke-e terhadap bobot lahir pedet
(αβ) ge
= Pengaruh interaksi bangsa pejantan ke-g dan jenis kelamin ke-e terhadap bobot lahir pedet
€ger = Pengaruh galat dari perlakuan bangsa pejantan ke-g dan jenis kelamin pedet ke-e serta ulangan ke-r terhadap rataan bobot lahir pedet
Model matematis untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin dan bangsa pejantan yang berbeda terhadap bobot sapih pedet menggunakan rancangan RAL Faktorial sebagai berikut :
Yger= μ + αg+ βe + (αβ) ge + €ger
Keterangan:
Yger = Nilai bobot sapih pedet pada bangasa sapi ke-g (brahman, limousin dan simmental) dan pada jenis kelamin pedet ke-e (jantan dan betina) pada ulangan ke-r
µ = Rataan umum
αg = Pengaruh bangsa pejantan ke-g terhadap bobot sapih pedet βe = Pengaruh jenis kelamin pedet ke-e terhadap bobot sapih pedet
4
€ger = Pengaruh galat dari perlakuan bangsa pejantan ke-g dan jenis kelamin pedet ke-e serta ulangan ke-r terhadap rataan bobot sapih pedet
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati adalah Days Open (DO), Service per Conception (S/C), Conception Rate (CR), Calving Interval (CI), bobot lahir pedet pada paritas I dan II, jenis kelamin pedet, bobot induk, dan fenotip breed pedet. Data yang diambil adalah data sekunder yang diperoleh dari database PT Lembu Jantan Perkasa yang kemudian diolah dengan analisis deskriptif dan analisis statistik menggunakan program Minitab 16 dan SAS 9.
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan statistik. Data yang dianalisis secara deskriptif adalah DO, S/C, CR dan CI. Analisis statistik menggunakan uji korelasi Pearson, uji regresi linier dan uji T.
Days Open (DO)
Days open atau masa kosong adalah jumlah hari yang diperoleh dari jarak waktu beranak sampai induk dikawinkan kembali hingga terjadi kebuntingan. Service per Conception (S/C)
Nilai S/C didapat dari jumlah banyaknya perkawinan atau inseminasi buatan yang dilakukan hingga ternak menjadi bunting. dengan jumlah sapi yang diinseminasi buatan dikali 100%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Perusahaan
Bapak Djaya Gunawan mendirikan PT Lembu Jantan Perkasa pada tahun 1990. Awalnya perusahaan bergerak di bidang fattening dan trading sapi potong sedangkan usaha pembibitan sapi mulai dirintis pada tahun 2004. PT Lembu Jantan Perkasa merupakan perusahaan pertama di Indonesia yang bergerak di bidang pembibitan secara intensif. Saat ini PT Lembu Jantan Perkasa memiliki 2 cabang perusahaan, yaitu di Cikalong-Jawa Barat dan di Langkat-Sumatera Utara. Perusahaan berlokasi di Jalan Raya km 9.6 Serang-Pandeglang, Desa Sindangsari, Kecamatan Pabuaran, Serang, Banten.
5 jalan raya dan memiliki ketinggian 200 m dari permukaan laut serta mempunyai topografi yang landai dan datar. Suhu di kandang saat pagi (08.00) berkisar 26-27
o
C dan di saat siang (14.00) berkisar 31-32 oC.
Perkandangan dan Kapasitasnya
Kandang yang dimiliki PT Lembu Jantan Perkasa terdapat dua tipe yaitu kandang terbuka dan kadang tertutup (Gambar 1). Kandang terbuka adalah kandang yang beratap jalan tengah dan tempat pakan saja, sedangkan kandang tertutup adalah kandang yang seluruhnya beratap. Kedua tipe kandang tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kandang terbuka memiliki kelebihan yaitu biaya pembuatan lebih murah, sedangkan kekurangannya adalah sapi langsung terkena sinar matahari dan hujan. Kandang tertutup memiliki kelebihan yaitu sapi lebih merasa nyaman karena terlindungi oleh gangguan cuaca yang ekstrim dan lantainya menggunakan alas, sedangkan kekurangannya adalah biaya pembuatannya yang jauh lebih mahal. Alas yang digunakan tersebut adalah serbuk gergaji yang berfungsi untuk menyerap urin dan kotoran.
Kandang yang dimiliki oleh PT Lembu Jantan Perkasa sebanyak 16 kandang yang masing-masing kandang terdiri atas beberapa pen. Seluruh model kandang yang digunakan adalah kandang koloni. Kandang tersebut terdiri atas kandang A sampai M, weaner, hospital pen dan isolasi. Kandang A sampai G merupakan kandang pemeliharaan untuk sapi finishing, sedangkan kandang H sampai kandang M merupakan kandang sapi pembibitan. Kandang weaner adalah kandang yang digunakan untuk pedet lepas sapih. Hospital pen diperuntukkan bagi sapi yang sakit dan dalam penanganan khusus serta untuk sapi FH yang difungsikan sebagai foster mother. Foster mother merupakan induk yang diperah susunya untuk pedet yang tidak disapih oleh induknya.
(a) Kandang terbuka (b) Kandang tertutup
6
minum terbuat dari semen yang berkapasitas 1 000 L. Kapasitas kandang 30 ekor pen-1 dan luas setiap pen adalah 150 m2.
Program Pemberian Pakan
Pemberian pakan di PT Lembu Jantan Perkasa pada unit pembibitan dilakukan sebanyak 2 kali sehari yaitu saat pagi dan siang hari. Pemberian pakan pada pagi hari diberikan pada pukul 07.00 WIB hingga 09.00 WIB, sedangkan siang hari diberikan pukul 13.00 WIB hingga 15.00 WIB. Untuk memenuhi kebutuhan pakan ternaknya, PT Lembu Jantan Perkasa memiliki 2 gudang pakan yaitu gudang A dan gudang B. Gudang A memiliki luas bangunan 1 232 m2 dan gudang B memiliki luas bangunan 1 590 m2. Semua kegiatan produksi pakan dilakukan di kedua gudang ini mulai dari bongkar muat bahan baku, mixing, hingga pengepakan. Selain itu juga terdapat lahan hijauan seluas 8 ha. Lahan ini ditanami oleh rumput varietas Taiwan. Rumput ini dipilih, karena mempunyai kelebihan yaitu bisa mengalahkan pertumbuhan dari tumbuhan gulma, tahan terhadap panas dan regenerasi setiap 7 tahun sekali. Untuk memenuhi kebutuhan serat kasar, perusahaan juga memberikan jerami yang berasal dari area persawahan sekitar perusahaan.
Pertambahan bobot badan harian (PBBH) optimal untuk sapi dara yaitu 0.5 kg hari-1. Hal ini dapat tercapai apabila jumlah pemberian pakan dalam bentuk kering sebanyak 3% dari berat badan (Dikman et al. 2010). Berdasarkan hasil program pemberian pakan di PT LJP, diperoleh rataan bobot badan sampel sapi dara adalah 288±25 kg. Hasil perhitungan pemberian pakan sapi dara dalam bentuk bahan kering (BK) didapatkan sebesar 7.29 kg. Nilai ini belum mencukupi jika pemberian dalam bentuk BK sebanyak 3% bobot badan yaitu 8.64 kg. Hal ini akan berpengaruh terhadap lamanya masak kelamin dan akan kecilnya bobot pedet yang akan dilahirkan.
Jumlah dan Komposisi Sapi
Pada unit pembibitan memiliki jumlah sapi 661 ekor yang terdiri atas heifer, weaners, cow, yearling bulls, yearling heifer, dan bull. Di PT Lembu Jantan Perkasa juga terdapat sapi FH sebagai foster mother. Tabel 1 menunjukkan jumlah dan status sapi unit pembibitan pada akhir pengamatan pada saat September 2013.
Tabel 1 Jumlah dan status sapi pada unit pembibitan
Status sapi Jumlah (ekor)
Sumber: PT Lembu Jantan Perkasa 2013
Manajemen Perkawinan
7 BIB Singosari. Deteksi berahi dilakukan 2 kali sehari masing-masing pada waktu 05.00–07.00 dan 16.00–18.00. Deteksi berahi dilakukan oleh petugas khusus untuk mengamati gejala-gajala sapi berahi dan mendatanya pada waktu yang telah ditentukan. Di luar waktu tersebut, apabila terlihat sapi menunjukkan gejala berahi maka akan dibantu mendata oleh petugas kandang. Gejala-gejala berahi yang sering terlihat di kandang adalah sapi yang diam saat dinaiki oleh sapi lain (standing heat) dan vulva yang mengeluarkan lendir bening.
Pelaksanaan inseminasi dilakukan dalam waktu 8-12 jam sesudah gejala berahi terlihat. Ini merupakan waktu yang tepat karena sperma yang telah disuntikkan akan mengalami transportasi dan kapasitasi selama dalam organ reproduksi sapi betina sehingga saat sudah berada di infudibulum maka sperma akan langsung membuahi sel telur. Selain waktu inseminasi, hal lain yang berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan dalam IB adalah keterampilan inseminator.
Efisiensi Reproduksi Sapi Betina
Service per Conception (S/C) adalah jumlah pelayanan inseminasi yang dibutuhkan oleh seekor betina sampai terjadinya kebuntingan atau konsepsi. Nilai S/C yang normal bekisar antara 1.6 sampai 2.0 (DPKH 2012). Semakin rendah nilai S/C, maka makin tinggi kesuburan ternak betina tersebut (Jainudeen dan Hafez 2008). Faktor yang memengaruhi tingginya angka S/C diantaranya adalah petugas inseminator dan waktu pelaksanaan IB yang dianjurkan pada pagi, sore dan malam hari (Susilawati 2001). Pada PT Lembu Jantan Perkasa didapat nilai S/C sebesar 1.30. Nilai ini menandakan tingginya kesuburan sapi betina secara keselurahan, tetapi secara individu terdapat sapi-sapi yang memilki nilai S/C mencapai angka 3. Apabila nilai S/C dilihat berdasarkan asal tetua sapi betina, maka sapi betina yang berasal dari simmental dan brahman cross yang paling baik yaitu 1.26.
Calving Interval adalah jarak waktu antara dua kelahiran yang berurutan. Hadi dan Ilham (2002) menyatakan bahwa jarak waktu beranak (CI) yang ideal adalah 12 bulan, yaitu 9 bulan bunting dan 3 bulan menyusui atau ± 365 hari. Ini menunjukkan nilai CI sudah termasuk ke dalam kategori ideal. Adapun nilai yang memengaruhi tingginya angka CI yaitu panjangnya masa kosong (Nuryadi dan Wahyuningsih 2011) dan S/C yang tinggi (Moran 2005). Hal tersebut terjadi jika kuantitas pakan yang diberikan tidak diikuti dengan kulitas pakan (Setiawan et al. 2012).
Lamanya jarak beranak pada usaha pembibitan ini adalah 369.44±28.37 hari. Jika dilihat berdasarkan riwayat keturunan maka didapat nilai CI sapi betina yang berasal dari simmental dan brahman cross 379.58±36.75 hari, limousin dan brahman cross 360.87±14.25 hari dan brahman dan brahman cross 367.89±34.1 hari.
Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan penelitian Iswoyo dan Priyantini (2008) mengungkapkan bahwa nilai CI pada sapi peranakan simmental yaitu sebesar 392.28±77.27 hari dan Ihsan (2010) untuk sapi hasil silangan limousin selama 433.67±24.3 hari.
8
sapi betina adalah 40-60 hari. Pada unit pembibitan ini didapat nilai DO yang besar, hal ini dikarenakan oleh lamanya penyapihan yang menyebabkan terlambatnya siklus berahi induk. Hal ini didukung oleh pernyataan Ball dan Peters (2004) yang menyatakan bahwa menyusui akan menghambat aktivitas ovarium.
Nilai Conception Rate (CR) pada usaha pembibitan PT LJP sudah termasuk tinggi dengan nilai 79.60%. DPKH (2012) memberikan pedoman dalam mengevaluasi keberhasilan pelaksanaan IB dengan memberikan nilai standar CR untuk lokasi introduksi, pengembangan dan, swadaya masing-masing 50%, 70% dan, 80%. Tabel 2 yang memaparkan nilai performa efisiensi di PT LJP
Tabel 2 Peubah efisiensi reproduksi
Sumber : * Direktorat Pembibitan Ternak (2012)
** didapatkan dari unit pembibitan di PT LJP. Hal ini berarti sapi silangan limousin BX lebih bagus daripada sapi limousin murni.
Hubungan Antara Bobot Induk dan Bobot Lahir pada Paritas Berbeda
Pengamatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan performa pedet salah satunya dengan melihat performa induk. Selain lingkungan, performa induk merupakan faktor yang memengaruhi performa pedet. Hasil analisis statistik korelasi Pearson menunjukkan bahwa pada paritas I terdapat hubungan yang sangat nyata (P<0.01) antara bobot badan induk dan bobot lahir pedet dengan nilai korelasi r = 0.386. Koefisien determinasi (R2) menunjukkan bahwa keragaman bobot lahir pedet dipengaruhi oleh bobot badan induk sebesar 14.9% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Nilai ini sangat kecil tetapi berpengaruh sangat nyata terhadap bobot lahir pedet.
9 Hasil analisis korelasi dan regresi menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata (P>0.05) pada paritas II dengan nilai korelasi antara bobot badan induk dan bobot lahir pedet adalah r = 0.014 dari nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.0%. Hartati dan Dicky (2008) berpendapat bahwa tidak adanya hubungan antara bobot badan induk dan bobot lahir pada paritas berikutnya kemungkinan lebih disebabkan karena faktor lingkungan.
Hasil analisis menggunakan uji T pada Tabel 3 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara bobot lahir pedet jantan dan pedet betina pada paritas I dan paritas II. Bobot lahir pedet jantan tidak berbeda nyata antara paritas I dan paritas II sedangkan bobot lahir pedet betina sangat berbeda nyata (P<0.01) antara paritas I dan paritas II. Hal ini bisa dikarenakan persaingan antara induk dalam memperoleh pakan di dalam kandang sehingga ada induk yang tersingkir oleh induk yang dominan yang menyebabkan konsumsi pakan menjadi berbeda.
Tabel 3 Bobot lahir pedet berdasarkan paritas
Paritas Rataan ± SD
PerformaPedet dengan Jenis Kelamin dan Bangsa Sapi Pejantan yang Berbeda
Hasil analisis deskriptif dan uji T menunjukkan bahwa bobot lahir pedet jantan dan betina hasil persilangan induk BX dengan beberapa bangsa pejantan pada penelitian ini adalah 24.2±2.40 kg untuk pedet jantan dan 23.86±2.85 kg untuk pedet betina. Bobot lahir merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan pedet sapi. Sapi dengan bobot lahir yang besar dan lahir secara normal akan lebih mampu mempertahankan kehidupannya (Prasojo et al. 2010). Tanpa melihat asal tetua dan paritas induk, bobot lahir jantan dan betina (Tabel 4) tidak ada perbedaan yang nyata (P>0.05).
Tabel 4 Bobot lahir pedet berdasarkan jenis kelamin
10
bobot badan pedet adalah jumlah pedet yang diamati. Pada penelitian ini jumlah pedet yang diamati sebanyak 118 ekor sedangkan penelitian Prasojo et al. (2010) sebanyak 799 ekor pedet. Semakin banyak data yang diteliti maka semakin tinggi tingkat ketelitiannya.
Kadarsih (2004) melaporkan bahwa bobot badan pedet sapi dipengaruhi oleh tempat, di dataran tinggi pedet sapi jantan ataupun pedet sapi betina menunjukkan bobot badan yang lebih berat dibandingkan dengan pedet sapi yang induknya dipelihara di dataran berbukit ataupun dataran rendah. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Syukur dan Afandi (2009) yang mengungkapkan bahwa produktivitas ternak selama ini diperkirakan 70% dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor genetik.
Selain dari jenis kelamin pedet, performa pedet juga dipengaruhi oleh bangsa sapi. Sapi betina yang dikawinkan dengan bangsa pejantan yang terseleksi diharapkan dapat menghasilkan pedet dengan pertumbuhan yang baik. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan IB yang bertujuan untuk menghasilkan bakalan dan calon bibit induk yang bernilai ekonomis.
Bobot lahir merupakan salah satu hal yang penting dalam pola pertumbuhan. Bobot lahir menurut Prasojo et al. (2010) merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan pedet sapi. Sapi dengan bobot lahir yang besar dan lahir secara normal akan lebih mampu mempertahankan kehidupannya. PT Lembu Jantan Perkasa menginseminasi calon bibit dan induk betina dengan semen yang berasal dari BIB Singosari. Bangsa sapi jantan yang digunakan adalah simmental, brahman dan limousin. Pada Tabel 5 disampaikan data bobot lahir pedet
Tabel 5 Bobot lahir pedet (kg) dengan jenis kelamin dan bangsa pejantan yang
Berdasarkan hasil uji statistik jenis kelamin anak tidak memengaruhi bobot lahir pedet dari 3 bangsa yang diteliti. Interaksi antara bangsa pejantan dan jenis kelamin juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap bobot lahir pedet. Bobot lahir pedet dari 3 bangsa tersebut antara 22 sampai dengan 30 kg. Bobot lahir pedet yang berasal dari pejantan simmental lebih berat (P<0.05) dibandingkan dengan bobot lahir pedet dari sapi brahman, tetapi tidak berbeda dengan bobot pedet limousin demikian juga antara limousin dengan brahman.
11 Weaning (penyapihan) adalah proses pemisahan induk dengan anaknya. Proses penyapihan di unit pembibitan dilakukan saat usia anak sapi berumur 2–3 bulan. Pedet yang telah disapih akan dijual berdasarkan kriteria bobot badan dan jenis kelaminnya. Pada masa pra sapih, selain menyusu kepada induknya pedet juga mulai diberikan hijauan pengenalan. Hal ini berguna untuk menstimulir mikroba rumen pedet untuk mencerna serat kasar.
Penyapihan dilakukan berdasarkan kondisi induk dan kondisi pedet. Apabila penyapihan dilakukan maka status pedet menjadi weaner dan induk laktasi menjadi dry cow. PT LJP memasarkannya weaner ke beberapa daerah di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Berikut bobot sapih pedet disajikan pada Tabel 6 Tabel 6 Bobot sapih pedet (kg) dengan jenis kelamin dan bangsa pejantan yang
berbeda
Jenis kelamin Bangsa pejantan
Brahman Limousin Simmental (kg)
Jantan 83.14±4.14 84.67±5.67 82.45±5.41 Betina 75.71±8.88 84.60± .93 82.69±10.12 Rataan ± SD 79.43±7.69a 84.64±5.23a 82.58±8.13a
Keterangan : Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (P<0.05).
Hasil uji didapatkan bahwa perlakuan bangsa pejantan tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap bobot sapih pedet. Begitu pula jenis kelamin serta interaksi antara perlakuan dan jenis kelamin tidak memengaruhi bobot sapih pedet. Jika data bobot sapih diamati secara deskriptif, maka bobot sapih pedet yang berasal dari simmental, limousin dan brahman relatif bagus. Hal ini dilihat dari pertambahan bobot badan 0.65±0.1 kg dengan lama pemeliharaan 91.27±27.97 hari karena sesuai dengan penelitian Hartati dan Dicky (2008) yang mendapatkan peningkatan laju pertumbuhan pedet pada bulan pertama 0.36 kg dan 0.40 kg pada bulan kedua pada sapi PO.
Pada database unit pembibitan terdapat data breed fenotipe pedet saat lahir. Data ini berguna untuk mengetahui breed fenotip yang terinterpretasi yang dinilai secara visualisasi oleh para supervisor pembibitan. Hal ini juga bertujuan untuk mempersiapkan pedet-pedet yang akan menjadi bakalan sapi kurban terutama sapi dengan breed fenotip brahman yang berjenis kelamin jantan. Karena kecenderungan masyarakat Muslim yang ingin berkurban dengan sapi besar dan berwarna dominan putih. Hasil data bobot lahir berdasarkan fenotip breed saat lahir dapat dilihat pada Tabel 7
Tabel 7 Bobot lahir pedet berdasarkan fenotipe lahir (kg)
Breed fenotip pedet Jantan Betina Rataan ± SD
(kg)
Brahman 24.04 ± 2.55 22.67 ± 2.86 23.35 ± 2.77a Simbrah 24.47 ± 2.20 25.68 ± 1.92 25.15 ± 2.11b Limbrah 24.21 ± 2.44 23.64 ± 2.73 24.00 ± 2.52ab
12
Pada Gambar 2 ditampilkan perbedaan fenotip pedet antara brahman, simbrah dan limbrah
(a) Brahman (b) Limbrah
(c) Simbrah
Gambar 2 Fenotip breed pedet: (a) Brahman, (b) Limbrah, (c) Simbrah Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji T menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara rataan bobot lahir pedet berfenotip brahman dengan bobot lahir pedet berfenotip simbrah (P<0.05). Untuk rataan bobot lahir pedet berfenotip brahman dengan limbrah dan simbrah dengan limbrah tidak berbeda nyata.
Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa efisiensi reproduksi pada sapi-sapi betina pada unit pembibitan di PT Lembu Jantan Perkasa sudah tergolong baik. Bangsa pejantan yang menghasilkan bobot lahir yang besar adalah bangsa simmental.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
13
Saran
Sapi betina hasil persilangan limousin BX baik digunakan sebagai calon bibit induk. Pedet pra sapih perlu diberikan pakan tambahan berupa konsentrat khusus pedet.
DAFTAR PUSTAKA
Atabany A, Purwanto BP, Tahormat T, Anggraeni A. 2011. Hubungan masa kosong dengan produktivitas pada sapi perah Friesian Holstein di Baturraden Indonesia. Media Petern. 34 (2): 77-82.
Ball PJH, Peters AR. 2004. Reproduction in Cattle. Ed ke-3. Oxford (UK): Blackwell.
Brahmantiyo B. 2000. Sifat fisik dan kimia daging sapi Brahman Cross, Angus dan Murray Grey. Med Vet. Vol. 7(2) : 9-11.
[DPKH] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Direktorat Pembibitan Ternak. 2012. Pedoman Pelaksanaan Manajemen Pembibitan Ternak Terpadu Tahun 2012. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian.
Dikman DM, Affandhy L, Ratnawati D. 2010. Petunjuk Teknis Perbaikan Teknologi Reproduksi Sapi Potong Induk. Loka Penelitian Sapi Potong. Pasuruan (ID): Kementerian Pertanian
Gesita SF. 2009. Pengaruh bangsa pejantan terhadap bobot lahir sapi di PT. Lembu Betina Subur Kandi resot kota Sawahlunto [skripsi]. Padang (ID): Universitas Andalas.
Hadi PU, Ilham N. 2002. Problem dan prospek pengembangan usaha pembibitan sapi potong di Indonesia. J.Litbang Pertanian. 21 (4): 148-157.
Hartati, Dicky DM. 2008. Hubungan bobot hidup induk saat melahirkan terhadap pertumbuhan pedet sapi Peranakan Ongole di Foundation Stock. Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan Veteriner. Loka Penelitian sapi Potong. Pasuruan. 111-115.
Ihsan MN, Wahjuningsih S. 2011. Penampilan reproduksi sapi potong di kabupaten Bojonegoro. J. Ternak Tropika. 12 (2): 76-80
Iswoyo, Widiyaningrum P. 2008. Performans reproduksi sapi Peranakan Simmental (psm) hasil inseminasi buatan di kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah. J. Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. 11(3).
Jainudeen MR, Hafez ESE. 2008. Cattle And Buffalo In Reproduction In Farm Animals. Ed ke-7. Maryland (US): Williams & Wilkins.
Kadarsih S. 2004. Performans Sapi Bali bedasarkan ketinggian tempat di daerah transmigrasi Bengkulu : I Performans pertumbuhan. J. Ilmu-Ilmu Pertanian 6 (1): 50-56.
Moran J. 2005. Tropical Dairy Farming. Feeding Management for Small Holder Dairy Farmers in Humid Tropics. Collingwood VIC (AU): Lanandlinks Pr. Muslim KN, Nugroho H, Susilawati T. 2012. Hubungan antara bobot badan induk
14
Nuryadi, Wahjuningsih S. 2011. Penampilan reproduksi sapi Peranakan Ongole dan Peranakan Limousin di Kabupaten Malang. J. Ternak Tropika. 12 (1): 76-81.
Prasojo G, Arifiantini I, Mohamad K. 2010. Korelasi antara lama kehuntingan, bohot lahir dan jenis kelamin pedet hasil inseminasi buatan pada sapi Bali. J. Vet. 11(1) : 41-45.
Piatkowska EC, Szewczuk M, Chocilowicz E, Kontancik N. 2012. Comparison of Limousin And Simmental primiparous cows based on the variability of age at first calving, body weight and the analysis of their growth and development. EIPAU Med. 15 (2).
Riyadhi M, Arifiantini I, Purwantara B. 2010. Kajian morfologi spermatozoa sapi Simmental di beberapa balai inseminasi buatan di Indonesia. Hameruzoa. 1(2) : 1-7.
Susilawati T. 2001. Spermatology. Malang (ID): Universitas Barwijaya Pr.
Stevenson JS. 2001. Synchronization of estrus and ovulation in dairy cows. Advan. in Dairy Tech 13 : 379-392.
Syukur SH, Afandi. 2009. Perbedaan waktu pemberian pakan pada sapi jantan lokal terhadap income over feed cost. J. Agroland. 16 (1) : 72-77.
15
RIWAYAT HIDUP
Betti Zanora lahir di Sawahlunto, Sumatera Barat pada tanggal 15 Januari 1990. Penulis merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara dari pasangan Bapak Radisman dan Ibu Hj. Maryetti. Pada tahun 1996 penulis mulai mengikuti pendidikan di tingkat Sekolah Dasar Negeri (SDN) 03 Aur Tajungkang dan lulus pada tahun 2002. Penulis melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Sawahlunto dan lulus pada tahun 2005. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Sawahlunto dan lulus pada tahun 2008.