• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Serangga Penyerbuk pada Pertanaman Mentimun Pengaruh Keberadaan Habitat Alami

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman Serangga Penyerbuk pada Pertanaman Mentimun Pengaruh Keberadaan Habitat Alami"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PENYERBUK PADA

PERTANAMAN MENTIMUN: PENGARUH KEBERADAAN

HABITAT ALAMI

CICI INDRIANI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman Serangga Penyerbuk pada Pertanaman Mentimun: Pengaruh Keberadaan Habitat Alami adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

(4)
(5)

ABSTRAK

CICI INDRIANI. Keanekaragaman Serangga Penyerbuk pada Pertanaman Mentimun: Pengaruh Keberadaan Habitat Alami. Dibimbing oleh DAMAYANTI BUCHORI.

Penyerbukan merupakan langkah awal yang penting untuk reproduksi seksual tanaman berbunga. Serangga penyerbuk berperan penting dalam penyerbukan tanaman berbunga, termasuk tanaman mentimun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh keberadaan habitat alami terhadap keanekaragaman serangga penyerbuk serta mengetahui pengaruh keanekaragaman serangga penyerbuk terhadap pembentukan buah. Penelitian dilakukan pada enam lokasi pertanaman mentimun dengan jarak yang berbeda dari habitat alam. Tiga lokasi dikategorikan dekat habitat alami (D), dengan jarak sekitar ≤200 m dantiga lokasi lainnya dikategorikan jauh dari habitat alami (J), dengan jarak sekitar

≥1000 m, dengan jarak antar lokasi minimal 1,5 km. Pengamatan keanekaragaman serangga penyerbuk dilakukan dengan dua metode, yaitu Sweeping Net dan perangkap malaise. Penghitungan jumlah bunga dilakukan dengan menghitung bunga yang terbuka dan bunga yang tertutup pada empat sub plotdengan masing-masing panjang 1 m x 1 m. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi lahan pertanian mempengaruhi keanekaragaman serangga penyerbuk. Keanekaragaman serangga penyerbuk tertinggi ditemukan pada pagi hari, yaitu pada pukul 09.00 dan 11.00, serta tidak ada korelasi antara jumlah spesies serangga penyerbuk dan jumlah bunga.

(6)
(7)

ABSTRACT

CICI INDRIANI. Diversity of Insect Pollinator on Cucumber Crop: The Influences of Natural Habitat. Supervised by DAMAYANTI BUCHORI.

Pollination is a critical first step in sexual reproduction of flowering plants. Insect pollinator plays an important role in pollination prosess of flowering plants, including cucumber. The aims of this study are to determine the influence of natural habitats toward the diversity insect pollinators and to gain informations of the relationship between insect pollinator diversity and the number of flowers. The research was set up in six locations with different distances from the natural habitat. Three locations are categorized as being in a close proximity to natural habitat (D), which is about ≤200 m and three other locations are categorized as far from natural habitats (J), with a distance of ≥1000 m.The distance between the locations are 1.5 km. Observations were conducted by two methods, sweeping net and malaise traps. Number of flowers were counted using the amount of flower activities which open and close at four points for each by 1 m x 1 m plot. Results showed that agricultural land conditions affect the abundance of insect pollinators. The highest diversity of insects were found in the morning, e.g.- at 09:00 am and 11:00 am. No correlation were found between the numbers of species of insect pollinators and the numbers of flower.

(8)
(9)

©Hak Cipta Milik IPB, tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PENYERBUK PADA

PERTANAMAN MENTIMUN: PENGARUH KEBERADAAN

HABITAT ALAMI

CICI INDRIANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(12)
(13)
(14)

JudulSkripsi : Keanekaragaman Serangga Penyerbuk pada Pertanaman Mentimun: Pengaruh Keberadaan Habitat Alami

Nama : Cici Indriani

NIM : A34090064

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si Ketua Departemen Proteksi Tanaman

(15)
(16)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan tugas akhir ini yang

berjudul “Keanekaragaman Serangga Penyerbuk pada Pertanaman Mentimun: Pengaruh Keberadaan Habitat Alami”. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Bogor dan Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman. Penelitian dilaksanakan pada bulan September hingga Desember 2013.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Mamat Sagita, Ibunda Sarti, Teh Dedeh Setianingsih, Chaerul Nopriansyah, serta keluarga besar penulis yang telah mendoakan dan memberikan dukungan yang luar biasa kepada penulis. Kepada Prof. Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan masukan, motivasi, bimbingan dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. Dr. Ir. Gede Suastika M.Sc. selaku dosen penguji tamu dan dosen pembimbing akademik yang telah memberikan saran dan telah membimbing selama berkuliah di Departemen Proteksi Tanaman. Keluarga Laboratorium Pengendalian Hayati, Mas Jalu, Mbak Laras, Mbak Adha, Mbak Ratna, Mbak Yane, Kak Nika, Kak Manda, Kak Kidung, Kak Yeni, kak Ita, Dika, Winda, Bayu dan teman-teman PTN angkatan 46 yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan usulan tugas akhir ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar usulan tugas akhir yang lebih baik untuk ke depannya. Semoga usulan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulisan skripsi yang sesungguhnya.

Bogor, Maret 2014

(17)
(18)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

BAHAN DAN METODE 3

Tempat dan Waktu Penelitian 3

Bahan dan Alat 3

Metode Penelitian 3

Penentuan Lokasi Penelitian 3

Budidaya Tanaman Mentimun 4

Pengamatan Keanekaragaman Serangga Penyerbuk 4

Identifikasi Serangga Penyerbuk 5

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Keanekaragaman Serangga pada Pertanaman Mentimun 7 Keanekaragaman Serangga Penyerbuk: Pengaruh Perangkap 8 Keanekaragaman Serangga Penyerbuk: Pengaruh Habitat Alami dan

Waktu Pengamatan 9

Hubungan Keanekaragaman Serangga Penyerbuk dengan Jumlah Bunga 11

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 17

(19)
(20)

DAFTAR TABEL

1 Lokasi plot penelitian 4 2 Keanekaragaman serangga pada tanaman mentimun 7 3 Kekayaan spesies dan jumlah individu serangga penyerbuk pada lokasi

yang dekat dengan habitat alami dan lokasi yang jauh dari habitat alami

dengan menggunakan metode Sweeping Net 9

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian di Kabupaten Bogor, Jawa Barat 3 2 Petak contoh lahan pertanaman mentimun 4 3 Titik pengamatan keanekaragaman serangga penyerbuk dengan Sweeping Net dan titik penghitungan jumlah bunga 5 4 Pemasangan malaise trap pada pertanaman mentimun 5 5 Persentase jumlah spesies masing-masing ordo serangga pada pertanaman mentimun 8 6 Keanekaragaman serangga penyerbuk pada setiap periode pengambilan

contoh 9 7 Jumlah individu masing-masing spesies serangga penyerbuk pada lahan yang dekat (D) dari habitat alami dan lahan yang jauh (J) dari habitat alami 10 8 Perbandingan jumlah spesies serangga penyerbuk pada waktu pengamatan yang berbeda 11 9 Korelasi pearson antara jumlah serangga penyerbuk dengan jumlah bunga 12 10Perbandingan jumlah spesies serangga penyerbuk dengan jenis tanaman yang berada di sekitar lahan pengamatan 13

DAFTAR LAMPIRAN

(21)
(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyerbukan merupakan proses perpindahan polen dari kepala sari menuju kepala putik (Dafni 1992). Penyerbukan merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dalam sistem budidaya tanaman hortikultura, diantaranya adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan merupakan proses kompleks dan sangat dipengaruhi oleh temperatur, kelembaban dan adanya penyerbuk yang dapat dilakukan oleh serangga maupun angin (Liferdi 2008). Penyerbukan merupakan proses yang esensial dan berpengaruh terhadap pembentukan biji dan variasi genetik keturunannya (Goulson 2003). Serangga berperan dalam proses penyerbukan berbagai jenis tanaman berbunga.

Apituley et al. (2012) menyatakan bahwa kehadiran serangga penyerbuk pada tanaman dapat membantu proses penyerbukan silang dan dapat meningkatkan produksi tanaman. Serangga penyerbuk secara umum mengunjungi bunga karena adanya faktor penarik, yaitu bentuk bunga, warna bunga, serbuksari, nektar dan aroma, serta dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Raju & Ezradanam 2002). Contoh serangga penyerbuk yang berperan penting dalam penyerbukan adalah lebah. Lebah mempunyai beberapa sifat penting, yaitu pada saat mengumpulkan serbuksari, lebah menyisir benangsari dengan tungkainya, selanjutnya serbuksari dikumpulkan ke dalam pollen basket (Schoonhoven et al. 1998). Aktivitas pencarian pakan lebah berhubungan dengan jumlah dan warna bunga, dalam satu hari lebah dapat melakukan 6-47 perjalanan, bergantung pada kondisi dan jarak tanaman dari sarang (Gojmerac 1980). Interaksi antara serangga penyerbuk dengan tumbuhan berbunga merupakan bentuk simbiosis mutualisme. Interaksi tersebut terjadi karena bunga menyediakan pakan bagi serangga, yaitu berupa serbuksari dan nektar, sementara tumbuhan sendiri mendapatkan keuntungan dalam penyerbukan (Kato & Kawakita 2004).

Liferdi (2008) menyatakan bahwa serangga penyerbuk sangat penting bagi proses penyerbukan pada berbagai jenis tanaman hortikultura, salah satunya adalah tanaman mentimun. Mentimun termasuk tanaman berumah satu artinya bunga jantan dan bunga betina letaknya terpisah, tetapi masih dalam satu tanaman (Rukmana1994). Bunga betina mempunyai bakal buah yang bengkok terletak dibawah mahkota bunga, sedangkan pada mahkota bunga jantan tidak mempunyai bakal buah yang membengkok. Bunga jantan keluar beberapa hari lebih dulu baru bunga betina muncul pada ruas ke enam setelah bunga jantan (Cahyono 2003). Mentimun merupakan salah satu jenis tanaman berbunga yang penyerbukannya banyak dibantu oleh serangga. Tanaman mentimun memiliki bunga berwarna kuning yang umumnya banyak disukai dan menarik serangga penyerbuk.

(23)

2

dengan meningkatnya jarak dari habitat alami. Pada pertanaman kopi, Klein et al. (2002) melaporkan intensitas penggunaan lahan berpengaruh terhadap keanekaragaman serangga penyerbuk, kelimpahan dan keanekaragaman spesies serangga penyerbuk makin meningkat dengan menurunnya intensitas penggunaan lahan. Penelitian yang berhubungan dengan pengaruh keberadaan habitat alami terhadap keanekaragaman serangga penyerbuk pada pertanaman mentimun di Indonesia masih sangat terbatas. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian ini.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh keberadaan habitat alami terhadap keanekaragaman serangga penyerbuk pada pertanaman mentimun serta mengetahui hubungan antara keanekaragaman serangga penyerbuk dengan jumlah bunga.

Manfaat Penelitian

(24)

3

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian lapangan dilakukan pada bulan September hingga November 2013. Pengamatan dilakukan pada enam lokasi pertanaman mentimun di Kabupaten Bogor, sedangkan identifikasi serangga penyerbuk dilakukan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah alkohol 70% dan Etil asetat untuk membunuh serangga yang dikoleksi. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah jaring serangga, stopwatch, killing bottle, pembatas plot, label, tabung eppendorf, botol film, hand counter, alat tulis, kain kasa, botol perangkap, mikroskop stereo, buku identifikasi dan kamera digital.

Metode Penelitian Penentuan Lokasi Penelitian

Kriteria pemilihan kondisi lahan dibedakan berdasarkan jarak lahan dengan habitat alami. Penentuan kriteria habitat alami sesuai protokol FAO (2011) yaitu area yang memiliki luasan minimal 5000 m serta didalamnya terdiri dari berbagai jenis tanaman tahunan.Lahan yang dikategorikan dekat (D) dari habitat alami berjarak ≤200 m dan lahan yang dikategorikan jauh (J) dari habitat alami berjarak

≥1000 m, dengan jarak antar lahan minimal 1500 m.

(25)

4 labitat alami terdapat J3, J4 dan J5.

Tabel 1 Lokasi plot penelitian pertanaman mentimun di Kabupaten Bogor

No Dekat Jauh

1 D1 (Ciampea, Cihideung Udik) J3 (Kemang, Tegal)

2 D2 (Dramaga, Cangkurawak) J4 (Cibungbulang, Cibatok) 3 D3 (Ciampea, Benteng) J5 (Pabuaran, Parung) Keterangan: D (dekat dengan habitat alami), J (jauh dari habitat alami)

Budidaya Tanaman Mentimun

Varietas mentimun yang tanam yaitu Mutiara Bumi, Alicia F1. Varietas ini menghasilkan bunga yang lebih banyak dibanding varietas mentimun yang lain. Mentimun ditanam pada lahan yang berukuran 50 m x 25 m. Jarak tanaman mentimun yang diterapkan pada lokasi pengamatan adalah 0.6 m x 0.6 m.Biji mentimun ditanam di setiap bedengan dengan ukuran panjang 0.1 m – 0.2 m, lebar 1 m – 1.2 m dan tinggi 0.4 m. Dalam sistem budidaya mentimun yang diterapkan pada penelitian ini, tidak dilakukan aplikasi pestisida jenis apapun pada tanaman mentimun.

Gambar 2 Petak contoh lahan pertanaman mentimun

Pengamatan Keanekaragaman Serangga Penyerbuk

Sweeping Net dan penghitungan jumlah bunga. Pengamatan dilakukan pada enam sub unit dengan panjang masing-masing 25 m per sub unit. Waktu penjaringan dibatasi selama lima menit pada masing-masing sub unit dan penjaringan dilakukan dengan berjalan perlahan-lahan di sekitar tanaman. Serangga yang didapatkan disimpan dalam botol atau plastik dan diberi label yang berisi keterangan waktu, lokasi, sub unit dan nama kolektor.

(26)

5

Gambar 3 Titik pengamatan keanekaragaman serangga penyerbuk dengan metode Sweeping Net dan titik penghitungan jumlah bunga

Perangkap malaise. Pengamatan keanekaragaman serangga penyerbuk juga dilakukan dengan pemasangan perangkap, yaitu perangkap malaise. Perangkap malaise merupakan perangkap yang menyerupai tenda yang terbuat dari kain kasa berwarna putih dengan botol penampung serangga di ujung ketinggiannya (Gambar 3). Target dari perangkap ini adalah serangga-serangga yang aktif terbang, khususnya serangga Ordo Hymenoptera dan Diptera. Perangkap dipasang tiga hari setelah tanam sampai hari pertama panen. Botol penampung diambil dan diganti setiap tiga hari sekali sebanyak 15 kali ulangan. Selanjutnya serangga pada botol penampung dimasukkan ke dalam botol film kecil yang berisi alkohol 70 % dan diberi label yang berisi keterangan waktu dan lokasi.

Gambar 4 Pemasangan perangkap malaise pada pertanaman mentimun

Identifikasi Serangga Penyerbuk

Serangga koleksi yang diperoleh dari lapangan kemudian diidentifikasi dengan menggunakan buku The Insects of Australia dan Hymenoptera of the world: An identification guide to families.

5 6

1

2 3

(27)

6

Analisis Data

(28)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman Serangga pada Pertanaman Mentimun

Tabel 2 Keanekaragaman serangga yang ditemukan pada lokasi penelitian

Ordo Famili S . Sweeping

Keterangan: S: jumlah spesies, N: jumlah individu, *: serangga yang ditemukan pada Sweeping

Net, +: serangga yang ditemukan pada perangkap malaise

(29)

8

spesies. Persentase jumlah spesies paling banyak ditemukan pada ordo Hymenoptera yaitu sebanyak 32%.

Gambar 5 Persentase jumlah spesies masing-masing ordo serangga pada pertanaman mentimun

Jenis serangga yang diperoleh pada saat pengambilan contoh di lapangan sangat beranekaragam. Salah satu spesies yang paling banyak ditemukan adalah Aulacophora similis yang termasuk kedalam Famili Chrysomelidae. Aulacophora similis adalah hama utama pada tanaman mentimun dan menyerang daun yang bersifat polifag serta dapat berpindah dari satu tanaman ke tanaman lain dengan terbang. Hama ini merusak dan memakan daun, sehingga menimbulkan gejala bolong-bolong dan jika serangan cukup berat maka semua jaringan daun habis dimakan dan tinggal tulang-tulang daunnya (Sakamaki et al. 2001).

Keanekaragaman Serangga Penyerbuk: Pengaruh Perangkap

Hasil identifikasi serangga dari lapangan dengan metode Sweeping Net menunjukkan bahwa famili serangga yang paling banyak ditemukan dan berperan sebagai serangga penyerbuk adalah Famili Apidae (Tabel 2). Jumlah Famili Apidae yang didapat pada lahan yang dekat dari habitat alami adalah sebanyak 6 spesies dari 116 individu, sedangkan pada lahan yang jauh dari habitat alami sebanyak 6 spesies dari 41 individu. Jumlah individu serangga penyerbuk dari Famili Apidae banyak ditemukan pada lahan yang dekat dengan habitat alami dibanding dengan lahan yang jauh dari habitat alami. Famili serangga penyerbuk lain yang ditemukan yaitu Famili Arctiidae, Famili Chalcididae, Famili Nymphalidae dan Famili Syrphidae. Lahan yang dekat dari habitat alami mempunyai keanekaragaman serangga penyerbuk yang lebih tinggi berjumlah 10 spesies dari 123 individu dibanding lahan yang jauh dari habitat alami yang berjumlah 8 spesies dari 43 individu.

(30)

9 Tabel 3 Kekayaan dan kelimpahan serangga penyerbuk yang ditemukan pada

lahan yang dekat (D) dari habitat alami dan lahan yang jauh (J) dari habitat alami

Keterangan: S: jumlah spesies, N: jumlah individu, D: dekat dari habitat alami, J: jauh dari habitat alami

Perangkap malaise bertujuan untuk melihat apakah dalam satu musim tanam mentimun terdapat adanya serangga penyerbuk atau tidak. Perolehan keanekaragaman serangga penyerbuk pada perangkap malaise sangat rendah. Jumlah spesies serangga penyerbuk tertinggi diperoleh pada lahan yang jauh dari habitat alami yaitu sebanyak 4 spesies pada umur 42 Hari Setelah Tanam (HST) (Gambar 4). Jumlah spesies serangga penyerbuk meningkat pada umur tanaman 24 HST sampai 42 HST. Hal ini dikarenakan tanaman mentimun mulai menghasilkan bunga pada fase generatif saat berumur 23 HST dan buah mentimun dapat dipanen pada umur 45 HST. Keanekaragaman serangga penyerbuk paling tinggi ditemukan pada lahan yang jauh dari habitat alami dibanding pada lahan yang dekat dari habitat alami. Hasil dari perangkap malaise ini sudah sesuai target, karena ordo paling banyak yang ditemukan yaitu Ordo Diptera, Hymenoptera dan Coleoptera.

(31)

10

Hasil yang diperoleh dari perangkap malaise berbeda dengan metode Sweeping Net yang memperoleh keanekaragaman serangga penyerbuk paling tinggi pada lokasi yang dekat dari habitat alami. Keanekaragaman spesies serangga penyerbuk yang diperoleh pada tiap lahan dan metode berbeda. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh faktor umur tanaman, keadaan cuaca saat pengambilan contoh dan keadaan habitat sekitar lahan. Pengamatan dengan metode Sweeping Net dilakukan pada saat 13 hari setelah tanaman menghasilkan bunga, sedangkan perangkap malaise dipasang saat tanaman berumur 3 HST hingga 45 HST, umur tanaman sangat berpengaruh terhadap jumlah spesies serangga penyerbuk yang diperoleh.

Keanekaragaman Serangga Penyerbuk: Pengaruh Habitat Alami

Hasil identifikasi serangga dari lapangan menunjukkan bahwa spesies serangga penyerbuk yang paling tinggi ditemukan adalah Apis cerana dan Xylocopa confusa pada lahan yang dekat dari habitat alami. Sedangkan pada lahan yang jauh dari habitat alami, spesies serangga penyerbuk yang paling banyak ditemukan adalah Xylocopa confusa dan Xylocopa latipes. Tingginya jumlah individu Xylocopa confusa yang ditemukan menunjukkan bahwa Xylocopa confusa mempunyai efektifitas penyerbukan yang cukup tinggi pada pertanaman mentimun. Dalam satu sarang sering dijumpai dua atau lebih individu (Michener 2000). Pencarian pakan Xylocopa confusa dapat mencapai 12 km dari sarang dan jarak pencarian tersebut berkaitan dengan jumlah hamuli yang terdapat pada sayap (Roubik 1989). Jumlah individu serangga penyerbuk lainnya yang banyak ditemukan adalah Apis cerana. Banyaknya jumlah individu yang ditemukan menunjukkan adanya sarang di sekitar lahan pengamatan. Kevan et al. (1995) melaporkan jarak pencarian pakan Apis cerana umumnya kurang dari 500 m dan umumnya pada jarak kurang dari 100 m dari sarang.

(32)

11 Jumlah spesies yang paling tinggi ditemukan pada lahan yang dekat dari habitat alami. Hal ini menunjukkan bahwa serangga memiliki keanekaragaman yang lebih tinggi pada lokasi yang dekat dari hutan daripada lokasi yang lebih jauh dari hutan (Klein et al. 2003). Kondisi lahan pertanian terutama jarak dari habitat alami berpengaruh terhadap keanekaragaman serangga penyerbuk (t=1.22, P=0.12). Habitat alami menyediakan pakan terutama nektar dan serbuk sari yang lebih banyak dan sumberdaya lain, seperti sarang.

Berdasarkan data yang tersaji pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa perbandingan jumlah spesies serangga penyerbuk dengan waktu pengamatan pada lahan yang jauh dari habitat alami menunjukkan perbedaan yang nyata (F3,11=10.96, P=0.003). Sedangkan perbandingan jumlah spesies serangga

penyerbuk dengan waktu pengamatan pada lahan yang dekat dari habitat alami tidak berbeda nyata (F3,11=1.16, P=0.385). Jika dilihat berdasarkan hasil yang

diperoleh, waktu mempengaruhi jumlah spesies. Pada saat pengamatan baik lahan yang dekat dari habitat alami maupun yang jauh dari habitat alami menunjukkan jumlah spesies tertinggi ditemukan pada pagi hari.

Waktu

Perbandingan jumlah spesies serangga penyerbuk pada waktu pengamatan yang berbeda pada lokasi yang jauh (J) dari habitat alami, dihubungkan dengan garis rata-rata (F3,11=10.96, P=0.003)

(33)

12

Hubungan Keanekaragaman Serangga Penyerbuk dengan Jumlah Bunga

Dari hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa tidak ada korelasi antara jumlah spesies serangga penyerbuk dengan jumlah bunga (r= -0.348, P= 0.499). Jumlah bunga pada kedua lahan berbeda, hal ini menunjukkan adanya pengaruh kondisi lahan terhadap keberadaan jumlah bunga yaitu nutrisi dan unsur hara tanah, ketersedian air, suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan sistem budidaya tanaman mentimun. Rata-rata jumlah bunga pada lahan yang dekat dengan habitat alami lebih rendah dibandingkan rata-rata jumlah bunga pada lahan yang jauh dari habitat alami, sedangkan rata-rata jumlah spesies serangga penyerbuk pada lahan yang dekat dari habitat alami lebih tinggi dibandingkan rata-rata jumlah spesies serangga penyerbuk pada lahan yang jauh dari habitat alami.

Gambar 9 Korelasi Pearson antara keanekaragaman serangga penyerbuk dengan jumlah bunga

Hal ini dapat diduga dipengaruhi oleh jenis tanaman yang berada di sekitar lahan pengamatan berbeda pada tiap lokasi, faktor lingungan, kondisi lahan pengamatan dan perilaku kunjungan dalam pencarian pakan serangga dari satu bunga ke bunga lainnya secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas penyerbukan tanaman (Dafni 1992). Berdasarkan optimal foraging theory, penyerbuk melakukan pencarian pakan seefisien mungkin untuk mendapatkan lebih banyak makanan atas usaha yang telah dilakukan. Pada saat serbuk sari atau nektar melimpah, lebah mengunjungi lebih banyak bunga, sebaliknya jika nektar atau serbuk sari sedikit, lebah mengunjungi sedikit bunga dan lambat dalam mencari pakan (Atmowidi 2008).

(34)

13 jumlah serangga penyerbuk yang tinggi dan jumlah bunga yang rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh nutrisi dan unsur hara tanah, ketersedian air, suhu, kelembaban dan intensitas cahaya pada masing-masing lahan pengamatan berbeda. Perbedaan jenis tanaman pada setiap lahan juga mempengaruhi jumlah spesies serangga penyerbuk dan jumlah bunga. Pada lahan yang disekitarnya terdapat jenis tanaman berbunga memiliki jumlah serangga penyerbuk yang rendah, hal ini dikarenakan terbaginya jumlah kunjungan serangga penyerbuk pada tanaman mentimun.

(35)

14

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh dari kondisi lahan pertanian terutama jarak dari habitat alami terhadap keanekaragaman serangga penyerbuk. Keanekaragaman serangga tertinggi berasal dari Famili Formicidae, Chrysomelidae dan Apidae. Keanekaragaman serangga penyerbuk yang tinggi ditemukan pada metode Sweeping Net, yaitu pada waktu pagi hari pukul 09.00 dan 11.00 WIB pada lahan yang dekat dari habitat alami, serta tidak adanya korelasi antara jumlah spesies serangga penyerbuk dengan jumlah bunga.

Saran

(36)

15 Poncokusumo Kabupaten Malang. Kajian Komposisi Serangga. Hlm 85-96. Atmowidi T. 2008. Keanekaragaman dan PerilakuKunjungan Serangga Penyerbuk

serta Pengaruhnya dalam Pembentukan Biji Tanaman Caisin (Brassica rapa L: Brassicaceae). [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Atmowidi T, Buchori D, Manuwoto S, Suryobroto B, Hidayat P. 2007. Diversity of pollinator insects in relation of seed set of Mustard (Brassica rapa L.: Cruciferae). HAYATI Journal of Biosciences. 4(14):155-161.

Cahyono. 2003. Budidaya Tanaman Mentimun. Bogor (ID): IPB Press.

Goulson D. 2003. Effects of introduced bees on native ecosystems. Annual Review of Ecology, Evolution and Systematics. 34:1-26.

Kato M, Kawakita A. 2004. Plant pollinator interactions in New Caledonia influenced by introduced honey bees. American Journal of Botany. 91(11): 1814-1827.

Kevan PG, Punchihewa RWK, Greco CF. 1995. Foraging range for Apis cerana and its implications for honey production and apiary management. Di dalam: Kevan PG, editor. The Asiatic Hive Bee: Apiculture, Biology, and Role in Sustainable Development in Tropical and Subtropical Asia. Ontario: Enviroquest Ltd. Hlm 223-228.

Klein AM, Steffan-Dewenter I, Tscharntke T. 2002. Predator-prey ratios on cocoa along a landuse gradient in Indonesia.Biodiversity and Conservation. 11(1):683-693.

Klein AM, Steffan-Dewenter I, Tscharntke T. 2003. Fruits et of high land coffee increases with the diversity of pollinating bees. Proceedings of The Royal Society of London B. 270:955-961.

Liferdi L. 2008. Lebah serangga penyerbuk utama pada tanaman hortikultura.Iptek Hortikultura. 4:1-5

Maulana R. 2009. Komunitas serangga penyerbuk pada habitat dan jarak berbeda dari tepi hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Meffe GK. 1998. The potential cosequenses of pollinator declines on the conservation of biodiversity and stability of food crop yields. Conservation Biology. 12(1):8-17.

Michener CD. 2000. The Bees of the World. Baltimore: John Hopkins University Press.

Raju AJS, Ezradanam V. 2002. Pollination ecology and fruiting behavior in a monoecious species, Jatropha curcas L. (Euphorbiaceae). Cur. Science. 83:1395-1398.

(37)

16

Rukmana R. 1994. Budidaya Mentimun. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Sakamaki Y, Onjo M, Taura S. 2001. Sustaining Agricultural Production in Yap: an Assessment of Pest Insect and Plant Disease. Kagoshima University Research Center for the Pacific Island, Occasional Papers. 34:101-104. Schoonhoven LM, Jermy T, van Loon JJA. 1998. Insect-Plant Biology, From

Physiology to Evolution. London (GB): Chapman and Hall.

(38)

17

(39)

18

Lampiran 1 Kondisi lahan pertanaman mentimun yang diamati

Keterangan: Lahan pertanaman mentimun (a), jalur pengamatan keanekaragaman serangga penyerbuk (b), penjaringan serangga penyerbuk (c),titik pengamatan penghitungan jumlah bunga (d) dan pengamatan jumlah bunga mentimun(e).

a

b

c

d

(40)

19 Lampiran 2 Beberapa serangga penyerbuk yang ditemukan dilapangan

a

b

c

d

(41)

20

Keterangan : Apis cerana (a), Apis melifera (b), Xylocopa confusa (c), Xylocopa latipes (d), Nomia sp. 1 (e), Nomia sp. 3 (f), Amegilia whiteheadi (g) Amata exapata (h), Syrphidae sp. 1 (i)

g

h

(42)

21

Lampiran 3 Keanekaragaman serangga yang didapatkan pada pertanaman mentimun

(43)
(44)

23

Chalcididae Brachymeria podagrica 1 4 *

Eulophidae Eulophidae sp. 1 1 4 *

Formicidae Anoplolepis graci 5 6 1 *

Formicidae sp. 1 1 3 +

Camponotus sp. 1 1 *

(45)

24

Trichogrammatidae Trichogrammatidae sp. 1 1 2 *

(46)

25

Orthoptera Orthoptera sp. 1 1 1 *

Pyrgomorphidae Pyrgomorphidae sp. 1 1 14 1 5 * +

Tetrigidae Tetrigidae sp. 1 2 3 * +

Tetrigidae sp. 2 1 *

Mantodea Mantodea Mantodea sp. 1 1 1 1 1 +

Odonata Coenagrionidae Coenagrionidae sp. 1 1 4 +

Keterangan: *: serangga yang ditemukan pada Sweeping Net, +: serangga yang ditemukan pada perangkap malaise

(47)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 27 januari 1992 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Mamat Sagita, M.Pd dan Ibu Sarti, S.Pd. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN 1 Ciawigebang pada tahun 2009 dan penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

Gambar

Gambar 1  Peta lokasi penelitian di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lahan       penelitian ditunjukkan dengan huruf D yang berarti lahan berjarak       dekat dari habitat alami, dan lahan penelitian ditunjukkan dengan       huruf J yang berarti lahan berjarak
Tabel 1  Lokasi plot penelitian pertanaman mentimun di Kabupaten Bogor
Gambar 3  Titik pengamatan keanekaragaman serangga penyerbuk dengan metode   Sweeping Net dan titik penghitungan jumlah bunga
Tabel 2  Keanekaragaman serangga yang ditemukan pada lokasi penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

contoh : ikan introduksi yang jadi heboooh, yaitu Piranha, yang baru-baru ini ditemukan di perairan Indonesia.. Siapa

dengan segala kewenangan yang terbagi dalam dua lembaga besar di sector perbankan itu, Bank Indonesia memiliki kewenangan dalam mennerbitkan peraturan (PBI) yang

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan referensi yang dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan meningkatkan pemahaman mengenai pengaruh kepuasan

CP Mata kuliah (CPMK) : Mampu menganalisis berbagai macam problematika dalam kehidupan masyarakat, melalui penelaahan konsep-konsep, dalil, aksioma, hokum, dan teori-teori

Pompa adalah suatu alat mekanis yang digunakan untuk memindahkan fluida dari suatu tempat ke tempat yang lain melalui suatu media perpipaan dengan cara menambahkan

KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR : 13 TAHUN 2013 TANGGAL : 24 JUNI 2013 SEKRETARIS DAERAH SEKRETARI,AT SUB BAGTAN UMUM DAN KEPEGAWAIAN BIDANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Empat paradigma itu merupakan cara mengelompokkan cara berpikir seseorang dalam suatu teori sosial dan merupakan alat untuk memahami mengapa pandangan-pandangan

Hasil observasi pada siklus pertama dan kedua serta setelah hasil penilaian ke tiga observer dirata-rata dengan kriteria nilai 86 – 100 = amat baik, nilai 71 – 85