• Tidak ada hasil yang ditemukan

Turnover Bahan Organik Tanah pada Berbagai Tipe Vegetasi di Ekosistem Mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Turnover Bahan Organik Tanah pada Berbagai Tipe Vegetasi di Ekosistem Mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

TURNOVER

BAHAN ORGANIK TANAH

PADA BERBAGAI TIPE VEGETASI DI EKOSISTEM

MANGROVE DESA BLANAKAN, KECAMATAN BLANAKAN

KABUPATEN SUBANG

PERMADI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Turnover Bahan Organik Tanah pada Berbagai Tipe Vegetasi di Ekosistem Mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 10 Februari 2014

Permadi

(4)
(5)

ABSTRAK

PERMADI. Turnover Bahan Organik Tanah pada Berbagai Tipe Vegetasi di Ekosistem Mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang. Dibimbing oleh SUDARSONO dan DARMAWAN.

Tanah pada ekosistem mangrove umumnya mengandung C-organik dalam jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah mineral pada ekosistem terestrial. Bahan organik tanah tersebut tersimpan dalam tanah sebagai cadangan karbon yang perlu dipertahankan keberadaanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produksi serasah, kadar bahan organik dalam tanah, dan berapa lama bahan organik tanah (BOT) dapat bertahan di lingkungan mangrove pada berbagai tipe vegetasi dominan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serasah dari vegetasi mangrove dominan yaitu Rhizophora, Avicennia, Sonneratia, dan

Bruguiera, serta contoh tanah terganggu dari masing-masing lokasi vegetasi mangrove dominan tersebut. Selanjutnya contoh tanah terganggu dan serasah dianalisis di laboratorium, khususnya untuk mengukur kadar C-organik. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata produksi serasah vegetasi mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang ialah 10,02 ton/ha/tahun, dengan rata-rata produksi serasah tertinggi adalah vegetasi Sonneratia sekitar 18,38 ton/ha/tahun, diikuti dengan Bruguiera sekitar 10,14 ton/ha/tahun,

Avicennia sekitar 6,96 ton/ha/tahun, dan Rhizophora sekitar 4,61 ton/ha/tahun. Kadar C-organik tanah di bawah vegetasi Bruguiera setiap kedalaman tanah lebih tinggi dibandingkan kadar C-organik tanah di bawah vegetasi Rhizophora, Avicennia, dan Sonneratia. Kadar C-organik tanah per hektar pada kedalaman 0-50 cm di masing-masing vegetasi mangrove berkisar antara 59,38-67,25 ton. Produksi C-organik serasah berkisar antara 1,29-4,75 ton/ha/tahun. Vegetasi

Sonneratia memiliki turnover tercepat jika dibandingkan dengan jenis vegetasi mangrove lainnya. Lama turnover dari vegetasi mangrove Sonneratia sekitar 13 tahun, sedangkan Bruguiera sekitar 24 tahun, Avicennia sekitar 27 tahun, dan

Rhizophora sekitar 48 tahun.

(6)
(7)

ABSTRACT

PERMADI. Soil Organic Matter Turnover of Various Vegetations on Mangrove Ecosystem at Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang. Supervised by SUDARSONO and DARMAWAN.

Soils on mangrove ecosystem generally contain higher C-org than mineral soils on terrestrial ecosystem. The organic matter remained in soil as carbon deposit should be protected for its existence. This research aims to determine litter production, soil organic matter (SOM) content and how long SOM persists on mangrove ecosystem under various main vegetations. Materials used in this research include litters of various main vegetation on mangrove ecosystem i.e.

Rhizophora, Avicennia, Sonneratia, and Bruguiera, and also disturbed soil samples from each mangrove vegetation. Those materials were analysed in laboratory, especially for measuring C-org content. The results showed that the average of litter production on mangrove ecosystem at Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang is 10.02 ton/ha/year. The highest litter production was found for Sonneratia i.e. 18.38 ton/ha/year, followed by Bruguiera i.e. 10.14 ton/ha/year, Avicennia i.e.6.96 ton/ha/year, and Rhizosphora i.e. 4.61 ton/ha/year. Soil C-org under Bruguiera vegetation in each soil depth was higher than soil C-org under Rhizophora, Avicennia, and Sonneratia vegetations. Soil C-org per hectare within 0-50 cm ranges between 59.38-67.25 ton in each main vegetation area. Average litter productions contribute 1.29-4.75 ton/ha organic carbon every year. Soil organic matter turnover under Sonneratia was faster than other main vegetations on mangrove ecosystem. Organic matter turnover on Sonneratia was 13 years, followed by Bruguiera, Avicennia, and Rhizospora i.e. 24, 27, and 48 years, respectively.

(8)
(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

TURNOVER

BAHAN ORGANIK TANAH

PADA BERBAGAI TIPE VEGETASI DI EKOSISTEM

MANGROVE DESA BLANAKAN, KECAMATAN BLANAKAN

KABUPATEN SUBANG

PERMADI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(10)
(11)

Judul Skripsi : Turnover Bahan Organik Tanah pada Berbagai Tipe Vegetasi di Ekosistem Mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang

Nama : Permadi

NIM : A14090080

Disetujui oleh

Prof. Dr Ir Sudarsono, MSc. Pembimbing I

Dr Ir Darmawan, MSc. Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc. Ketua Departemen

(12)
(13)
(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 06 Oktober 1990 di Kisaran, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Amin TS dan Ibu Saliyah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2003 di SD Swasta Yayasan Pendidikan Bina Ilmu Kecamatan Pujud, Kabupaten Rokan Hilir, Riau. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama pada tahun 2006 di SMP Swasta Yayasan Pendidikan Bina Ilmu Kecamatan Pujud, Kabupaten Rokan Hilir, Riau. Setelah lulus pada tahun 2006, penulis melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan menengah atas pada tahun 2009 di SMAN 1 Buntu Pane Kabupaten Asahan, Sumatra Utara.

(15)
(16)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni hingga Oktober 2013 ini ialah bahan organik tanah, dengan judul Turnover Bahan Organik Tanah pada Berbagai Tipe Vegetasi di Ekosistem Mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang.

Terima kasih atas dukungan dan bantuan berbagai pihak yang terlibat dalam penelitian ini, khususnya:

1. Dosen pembimbing skripsi, Bapak Prof. Dr Ir Sudarsono, MSc. dan Bapak Dr Ir Darmawan, MSc. yang telah membimbing dan menuntun saya dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Terima kasih kepada bapak Dr Ir Iskandar sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran untuk kesempurnaan karya ilmiah ini.

3. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan doa, dan dukunganya. 4. Teman-teman yang telah membantu saya dalam survei lapang dan penelitian

di laboratorium, Andre Dani Mawardi, Sri Indahyani, Wida Nindita, Putra Nasution, Irfan Kustoyo, Annisa Nurul, Agung Ardianto, Ianatus Sholeha serta teman-teman mahasiswa Manajemen Sumberdaya Lahan Angkatan 46. 5. Staf Laboratorium di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

6. PT Minamas Plantation dan Same Darby yang telah memberi beasiswa. 7. Peneliti Unggulan Perguruan Tinggi (Desentralisasi) berjudul Turnover

Bahan Organik Tanah pada Berbagai Tipe Vegetasi di Ekosistem Mangrove, yaitu Bapak Dr Ir Iskandar dan Bapak Prof. Dr Ir Sudarsono (SPK No.11/IT3.41.2/L1/SPK/20013).

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, 10 Februari 2014

(17)
(18)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL... . x

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... x

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian... 2

METODE... 3

Waktu dan Tempat Penelitian... 3

Bahan... 3

Alat... 3

Metode Penelitian... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN... 6

Deskripsi Lokasi Penelitian... 6

Sifat Kimia Tanahdi Bawah Masing-masing Tipe Vegetasi Mangrove Dominan... 7

Produksi Serasah pada Masing-masing Tipe Vegetasi Mangrove Dominan... 8

Kadar C-organik Serasah padaMasing-masing tipe Vegetasi Mangrove Dominan... 10

Kadar Bahan Organik Tanahdi bawah Masing-masing Tipe Vegetasi Mangrove... 11

Turnover Bahan Organik Tanah... 15

KESIMPULAN... 17

DAFTAR PUSTAKA... 18

(19)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman Teks

1. Parameter Analisis Tanah dan Metode yang Digunakan... 4

2. Perbandingan Jumlah Produksi Serasah Mangrove di Lokasi Penelitian dengan Jumlah Produksi Serasah Mangrove di Beberapa Lokasi Lain... 10

3. Perbandingan C-organik Tanah terhadap Produksi C-organik Serasah dan Lama Turnover Bahan Organik Tanah pada Masing-masing Tipe Vegetasi Mangrove Dominan... 15

4. Komposisi Daun Avicennia, Rhizophora, dan Sonneratia... 16

DAFTAR GAMBAR

1. Lokasi Penelitian Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang... 6

2. Rata-rata Produksi Serasah di Masing-masing Tipe Vegetasi Mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang... 9

3. Kadar C-organik Serasah (daun dan buah) di Masing-masing Tipe Vegetasi Mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang... 11

4. Kadar C-organik setiap Lapisan Tanah di bawah Masing-masing Tipe Vegetasi Mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang... 11

5. Peta Sebaran Vegetasi Dominan dan Titik Pengambilan Sempel, Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang (Rachmawati 2012)... 13

6. Regresi Kadar C-organik Tanah dengan Kadar Klei Tanah pada Masing-masing Tipe Vegetasi Mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang: (a) Lapisan Atas, (b) Lapisan Bawah... 14

DAFTAR LAMPIRAN

1. Vegetasi di Lokasi Hutan Mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang... 21

2. Tekstur Tanah di Lokasi Hutan Mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang... 23

3. Titik Koordinat Pengambilan Sampel Tanah dan Serasah di Lokasi Hutan Mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang... 24

4. Kadar C-organik Serasah (Daun dan Buah) Hutan Mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang... 24

(20)

6. Bobot Kering Serasah pada Masing-masing Tipe Vegetasi Mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang... 26

7. Kadar Total C-organik Serasah pada Masing-masing Tipe Vegetasi Mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang... 27

8. Kadar Total C-organik Tanah pada Masing-masing Tipe Vegetasi Mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang... 27

9. Bobot Isi Tanah pada Masing-masing Tipe Vegetasi Mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang... 28

(21)
(22)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mangrove merupakan suatu tempat yang dinamis, dimana tanah lumpur dan daratan secara terus-menerus dibentuk oleh tumbuh-tumbuhan dan kemudian secara perlahan-lahan berubah menjadi daerah semi terestrial (Hutabarat dan Evans, 1985). Tanah pada ekosistem mangrove umumnya mengandung C-organik dalam jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan C-organik pada tanah-tanah mineral pada ekosistem terestrial. Bahan organik tersebut tersimpan dalam tanah sebagai cadangan karbon yang perlu dipertahankan keberadaanya. Tekanan antropogen yang terjadi akhir-akhir ini telah menyebabkan degradasi mangrove dan fungsi lingkungannya, termasuk dalam kemampuan tanahnya mengikat C-organik. Hal ini dikhawatirkan dapat turut berkontribusi dalam pemanasan global melalui emisi gas rumah kaca.

Prediksi berapa lama C-organik tersimpan dalam tanah penting untuk perencanaan dan pengelolaan tanah dalam kaitannya dengan produksi pertanian dan pengelolaan lingkungan. Agar dapat memprediksi berapa lama C-organik tersimpan dalam tanah diperlukan pengukuran turnover Bahan Organik Tanah (BOT). Turnover BOT adalah salah satu parameter untuk mengetahui berapa lama BOT dapat bertahan dalam tanah sebelum diemisikan ke udara dalam bentuk CO2. Semakin lama turnover BOT semakin baik untuk lingkungan. Turnover bahan organik tanah diperoleh dengan cara membandingkan jumlah karbon organik dalam tanah dengan jumlah karbon organik yang diproduksi dari serasah. Sumber utama BOT di hutan mangrove adalah serasah yang dihasilkan oleh tumbuhan mangrove seperti daun, ranting, buah dan bunga, sehingga salah satu cara mengetahui seberapa besar konstribusi bahan organik pada suatu estuari adalah dengan menghitung total produksi guguran serasahnya (Brown, 1996).

Turnover BOT dipengaruhi oleh ekosistem/jenis tanaman. Jenis vegetasi dominan yang tumbuh di ekosistem mangrove di antaranya Rhizophora, Avicennia, Sonneratia, Bruguiera, dan lain-lain. Selain faktor vegetasi yang mempengaruhi produksi serasah dan selanjutnya akan mengalami dekomposisi, proses sedimentasi bahan-bahan mineral yang terjadi di lingkungan mangrove juga akan mempengaruhi kadar BOT.

Lahan-lahan hutan mangrove juga banyak mengalami degradasi yang cukup nyata, yaitu sekitar 200 ribu hektar/tahun akibat kegiatan konversi menjadi lahan tambak, penebangan liar, dan sebagainya (Dahuri, 2002). Lebih dari separuh (57,6%) luas hutan mangrove di Indonesia dalam keadaan rusak parah, diantaranya 1,6 juta ha dalam kawasan hutan dan 3,7 ha di luar kawasan hutan (Anwar dan Gunawan, 2006). Perubahan penggunaan lahan ini sudah tentu akan menurunkan turnover BOT. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penelitian

(23)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian turnover BOT di ekosistem mangrove dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui:

1. Produksi serasah yang jatuh di lingkungan mangrove pada masing-masing tipe vegetasi dominan.

2. Kadar BO dalam tanah di lingkungan mangrove di bawah masing-masing tipe vegetasi dominan.

(24)

3

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari Juni hingga Oktober 2013. Lokasi hutan mangrove yang diteliti berada di Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Analisis tanah dan serasah dilaksanakan di Laboratorium Bagian Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari contoh tanah terganggu dan serasah vegetasi mangrove yang diambil dari hutan mangrove di lokasi tersebut di atas. Serasah mangrove yang diambil yaitu Rhizophora, Avicennia, Sonneratia, dan Bruguiera.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat untuk pengambilan contoh tanah, untuk pengumpulan serasah, dan untuk analisis laboratorium. Alat untuk pengambilan contoh tanah yaitu ring sampler, bor gambut, cangkul, pisau, dan gunting. Alat untuk pengumpulan serasah yaitu jaring serasah. Alat-alat untuk analisis laboratorium terdiri dari EC meter, pH meter, CNS-autoanalyzer, Flamefotometer, AAS, dan lain-lain.

Metode Penelitian

Penelitian Lapang

Untuk mengetahui turnover bahan organik tanah diperlukan data mengenai jumlah kandungan bahan organik dalam tanah dan jumlah serasah yang diproduksi selama satu tahun. Oleh sebab itu pada penelitian dilakukan pengambilan contoh tanah dan pengukuran produksi serasah pada berbagai tipe vegetasi, yaitu Rhizophora, Avicennia, Sonneratia, dan Bruguiera.

1. Pengambilan Contoh Tanah

Sampel tanah terganggu di bawah masing-masing vegetasi Rhizophora, Avicennia, Sonneratia, Bruguiera diambil dengan menggunakan bor tipe gambut setiap lapisan sedalam 50 cm. Pada masing-masing tipe vegetasi diambil 3 titik pengambilan sampel tanah. Setiap titik terdapat 2 lapisan, maka keseluruhan terdapat 24 sampel tanah. Masing-masing sampel tanah dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label.

2. Pengumpulan Serasah

(25)

4

Penelitian laboratorium

1. Analisis Tanah

Contoh tanah yang disiapkan untuk keperluan analisis sifat kimia tanah dikeringudarakan, ditumbuk, dan diayak lolos saringan 2 mm. Parameter dan metode analisis disajikan pada Tabel 1.

2. Analisis Serasah

Sampel serasah yang dikumpulkan dikeringkan dengan oven pada suhu 60 o

C sampai bobotnya konstan. Selanjutnya serasah kering oven digiling dan dianalisis kandungan C-organiknya dengan menggunakan metode Walkley and Black.

Analisis data

Beberapa analisis data dilakukan untuk perhitungan total kadar C-organik tanah, total kadar C-organik serasah, dan turnover bahan organik. Berikut disajikan masing-masing analisis data yang dilakukan.

a. Kadar C-organik tanah total KCTt = KCt x BI x T BI = BKM/V

Dimana:

KCTt = Kadar C-organik tanah total (g/cm2) KCt = Kadar C-organik tanah(%)

BI = Bobot isi (g/cm3)

BKM = Berat kering mutlak tanah (g) V = Volume tanah (cm3)

T = Tebal lapisan tanah (cm)

Tabel 1. Parameter Analisis Tanah dan Metode yang Digunakan

No Parameter Metode

1 pH-H2O (1:5) pH meter 2 Daya Hantar Listrik EC meter

3 C-organik CNS-autoanalyzer

4 N-Total CNS-autoanalyzer

5 Belerang CNS-autoanalyzer

6 KTK Ekstraksi NH4OAc, Titrasi

7 Ca, Mg NH4OAc, Pengukuran AAS

8 K, Na NH4OAc, Pengukuran Flamefotometer

9 P- cadangan Ekstrak HCl-25% 10 P- tersedia P- Bray I

(26)

5

b. Produksi C-organik serasah total KCTs = KCs x BKS

Dimana:

KCTs = Produksi C-organik serasah total (g/ha/tahun) KCs = Produksi C organik serasah (%)

BKS = Bobot kering serasah (g/ha/tahun)

c. Turnover bahan organik tanah TR = KCTt/KCTs

Dimana:

TR = Turnover (tahun)

KCTt = Kadar C-organik tanah total (ton/ha)

(27)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Lokasi Penelitian

Kawasan hutan mangrove yang menjadi lokasi penelitian termasuk dalam wilayah Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang. Lokasi penelitian memiliki luas hutan mangrove sekitar 300 ha pada tahun 2011 (Soraya

et al. 2012). Batas Desa Blanakan sebelah utara ialah Laut Jawa, sebelah selatan dengan Desa Ciasem, sebelah timur dengan Desa Langensari, dan sebelah barat dengan Desa Jaya Mukti. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

(28)

7

Berdasarkan tipe iklim Oldeman, Kabupaten Subang memiliki tipe iklim C dan D. Daerah tersebut memiliki curah hujan 3.241 mm/tahun, dengan jumlah hari hujan 365 hari, sedangkan jumlah bulan basah (curah hujan> 200 mm) 2 bulan, bulan kering (curah hujan < 100 mm) 7 bulan. Suhu rata-rata bulanan berkisar 24,6-25,6 C (Asep et al. 2011). Menurut Wahab (2003), berdasarkan klasifikasi curah hujan menurut Schmidt dan Ferguson, Kecamatan Blanakan termasuk dalam wilayah tipe iklim D. Secara umum wilayah hutan mangrove Blanakan memiliki curah hujan rata-rata per tahun 1.328 mm, suhu rata-rata siang hari 34 C dan malam hari 21,8 C, kelembaban berkisar antara 73-81%. Topografi datar (Perum Perhutani, 1993).

Vegetasi mangrove di Desa Blanakan didominasi oleh jenis Rhizophora dan jenis Sonneratia (Soraya et al. 2012). Berdasarkan hasil identifikasi di lokasi penelitian, terdapat 5 jenis mangrove yaitu Rhizophora, Avicennia, Sonneratia, Bruguiera, dan Acanthus licifolius. Kondisi mangrove di Blanakan sebagian besar sudah dimanfaatkan bagi masyarakat untuk daerah pertambakan dengan sistem tambak tumpang sari (wanamina). Hasil identifikasi jenis vegetasi mangrove di lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Sifat Kimia Tanah

di Bawah Masing-masing Tipe Vegetasi Mangrove Dominan

Hasil pengukuran derajat keasaman (pH) menunjukkan bahwa nilai pH di bawah masing-masing tipe vegetasi mangrove hampir sama, yaitu berkisar antara 6.40 sampai 6.80. Nilai Daya Hantar Listrik (DHL/EC) tanah dilokasi penelitian pada lapisan bawah lebih tinggi dibandingkan lapisan atas. Dari hasil analisis basa-basa K, Na, Ca, dan Mg, kandungan basa-basa dalam tanah didominasi oleh kation Na. Kandungan Na lapisan atas selalu lebih rendah daripada lapisan bawah sehingga DHL lapisan atas juga lebih rendah daripada lapisan bawahnya. Hal ini berhubungan dengan sifat tanah salin di pantai yang dipengaruhi oleh air laut yang berkadar NaCl tinggi. Kosentrasi tertinggi selanjutnya Mg diikuti oleh Ca dan K. Nilai DHL pada lokasi Sonneratia lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai DHL di ketiga lokasi tipe vegetasi mangrove lainya. Hal ini dikarenakan pada lokasi Sonneratia selain dipengaruhi oleh air laut juga dipengaruhi air sungai, sedangkan lokasi vegetasi lainnya hanya dipengaruhi air laut.

(29)

8

Kadar N-total tanah lapisan atas pada lokasi Bruguiera lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadar N-total tanah pada vegetasi Avicennia, Rhizophora, Sonneratia. Tingginya kadar N-total tanah pada lapisan atas lokasi Bruguiera karena vegetasi Bruguiera memiliki kadar C-organik tanah lapisan atas lebih tinggi bila dibandingkan dengan vegetasi mangrove lainya. Begitu juga sebaliknya dengan Kadar N-total tanah pada lokasi Avicennia lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar N-total lokasi lainnya karena memiliki kadar C-organik terkecil. Kadar N-total pada lapisan atas dan bawah berturut-turut pada lokasi Avicennia 0,29 dan 0,18%,

Bruguiera 0,42dan 0,15%, Rhizophora 0,30 dan 0,21%, dan Sonneratia 0,32 dan 0,28%.

Hasil analisis S-total tanah, lokasi Sonneratia memiliki kadar S-total lebih tinggi bila dibandinggkan dengan kadar S-total tanah pada lokasi Avicennia,

Bruguiera, dan Rhizophora. Tingginya kadar S-total tanah pada lokasi Sonneratia

karena dipengaruh pasang surut air laut lebih besar bila dibandingkan dengan lokasi vegetasi mangrove lainya. Hal tersebut dapat terlihat dari hasil analisis bahwa kadar S-total semakin rendah seiring bertambahnya jarak lokasi dengan laut. Kadar S-total pada lapisan atas dan bawah berturut-turut pada lokasi Avicennia 0,20 dan 0,01%,

Bruguiera 0,29 dan 0,16%, Rhizophora 0,62 dan 0,22%, dan Sonneratia 0,77 dan 0,78%. Hasil analisis sifat kimia tanah pada masing-masing tipe vegetasi mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang terdapat pada Lampiran 10.

Produksi Serasah pada Masing-masing Tipe Vegetasi Mangrove Dominan

Hasil rata-rata produksi serasah pada masing-masing tipe vegetasi mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang disajikan pada Gambar 2. Total rata-rata produksi serasah vegetasi mangrove di lokasi studi sebesar 10,02 ton/ha/tahun. Sedangkan rata-rata produksi serasah untuk masing-masing vegetasi dominan ialah Sonneratia sebesar 18,38 ton/ha/tahun, Bruguiera sebesar 10,14 ton/ha/tahun, Avicennia sebesar 6,96 ton/ha/tahun, dan Rhizophora sebesar 4,61 ton/ha/tahun.

Secara umum faktor produktifitas serasah dipengaruhi oleh kerapatan pohon, perubahan musim, jenis mangrove, umur dan kecepatan angin. Menurut Rahajoe dan Alhamd (2013) produksi serasah akan meningkat secara perlahan pada pertengahan musim kemarau dan akan cenderung meningkat pada awal musim hujan. Tingginya produksi serasah juga dipengaruhi oleh jenis mangrove dan umurnya. Jenis mangrove yang berbeda akan memiliki laju produksi guguran serasah yang berbeda pula (Zamroni dan Rohyani, 2008).

(30)

9

Faktor lainnya ialah lokasi Sonneratia lebih terbuka dan berhadapan langsung dengan Laut Jawa sehingga mendapat pengaruh angin yang lebih besar dan juga pengaruh pasang surut yang lebih besar dibandingkan dengan lokasi vegetasi mangrove dominan yang lain. Pengaruh pasang surut yang lebih baik akan menghasilkan pertumbuhan mangrove yang lebih baik sehingga jumlah serasah yang dihasilkan juga labih banyak.

Selama proses pengumpulan serasah, didapat serasah yang memiliki kontribusi lebih tinggi adalah daun (Lampiran 5). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Mahmudi et al. (2008) dimana sumbangan serasah mangrove yang paling banyak adalah berasal dari daun yaitu berkisar antara (69,08%-93,06%) dari total, atau rata-rata (80,96%). Bentuk adaptasi tumbuhan mangrovelah yang menyebabkan kontribusi daun terhadap produktifitas serasah tinggi, dimana mangrove beradaptasi untuk mengurangi kehilangan air agar dapat bertahan hidup pada kondisi kadar garam tinggi. Clough (1982 dalam Onrizal, 2005), menjelaskan ada 4 cara mangrove untuk bertahan terhadap air garam: (1) kapasitas akar untuk melawan NaCl yang berbeda, (2) Mangrove menghindari penyerapan garam berlebihan dengan cara menyaring melalui bagian akarnya, (3) Secepatnya mengeluarkan garam yang masuk ke dalam sistem pepohonan melalui daun, (4) Menumpuk kelebihan garam pada kulit pohon dan daun tua lalu segera digugurkan. Selanjutnya Clough (1982 dalam Onrizal, 2005), menjelaskan persentase guguran serasah daun berkorelasi positif dengan salinitas perairan ekosistem mangrove, semakin tinggi salinitas perairan maka semakin tinggi pula produksi serasah mangrove.

Apabila dibandingkan dengan produksi serasah mangrove di beberapa lokasi penelitian lain seperti Perairan Teluk Moramo, Kabupaten Konawe Selatan, perairan Pantai Teluk Sepi, Lombok Barat, dan Hutan Mangrove Reboisasi Kawasan Nguling, Pasuruan, maka produksi serasah mangrove Rhizophora di lokasi penelitian ini lebih kecil. Akan tetapi produksi serasah mangrove

Sonneratia di lokasi penelitian ini lebih besar. Perbandingan jumlah produksi serasah mangrove di berbagai lokasi penelitian disajikan pada Tabel 2.

(31)

10

Kadar C-organik Serasah pada

Masing-masing tipe Vegetasi Mangrove Dominan

Kadar C-organik serasah (daun dan buah) di masing-masing tipe vegetasi mangrove di lokasi studi disajikan pada Gambar 3. Serasah dibedakan menjadi daun dan buah saja karena pada proses pengumpulan serasah, daun dan buah memiliki perbedaan berat basah yang nyata bila dibandingkan dengan bunga dan ranting. Dari Gambar 3 terlihat bahwa hanya jenis Sonneratia dan Bruguiera saja yang memiliki buah. Hal tersebut dikarenakan saat proses pengumpulan serasah, jenis Sonneratia dan Bruguiera sedang dalam masa berbuah, sedangkan Avicennia

dan Rhizophora belum memasuki masa berbuah.

Nilai rata-rata kadar C-organik serasah tertinggi terdapat pada tipe vegetasi

Avicennia yaitu sebesar 31,97% pada daun. Tipe vegetasi lainya yaitu Bruguiera, memiliki kadar C-organik pada daun sebesar 27,48% dan pada buah sebesar 24,78%, Rhizophora memiliki kadar C-organik pada daun sebesar 27,96%, sedangkan Sonneratia memiliki kadar C-organik pada daun sebesar 26,28% dan pada buah sebesar 32,20% (lampiran 4).

Menurut Brown (1997) bahwa 45% sampai 50% bahan kering tanaman terdiri dari kandungan karbon. Berdasarkan hasil penelitian di hutan mangrove reboisasi kadar C-organik serasah yang diperoleh sebesar 36,7% (Mahmudi et al.

2008).

Tabel 2 Perbandingan Jumlah Produksi Serasah Mangrove di Lokasi Penelitian dengan Jumlah Produksi Serasah Mangrove di Beberapa Lokasi Lain

Lokasi Vegetasi

Rhizophora 4,95 (Siarudin dan Encep

2008)

Rhizophora 8,13 (Zamroni dan Rohyani,

(32)

11

Gambar 3. Kadar C-organik Serasah (daun dan buah) di Masing-masing Tipe Vegetasi Mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang

Kadar Bahan Organik Tanah

di bawah Masing-masing Tipe Vegetasi Mangrove

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar C-organik tanah lapisan atas di bawah vegetasi Bruguiera lebih tinggi dibandingkan kadar C-organik tanah di bawah vegetasi Rhizophora, Avicennia,dan Sonneratia yaitu sebesar 4,61%. Sedangkan kadar C-organik tanah lapisan bawah di bawah vegetasi Bruguiera

lebih rendah dibandingkan kadar C-organik tanah di bawah vegetasi mangrove lainnya. Hasil analisis C-organik tanah setiap lapisan di bawah masing-masing vegetasi mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang disajikan pada Gambar 4.

(33)

12

Tingginya kadar C-organik tanah pada lokasi Bruguiera diduga karena pada lokasi tersebut agak tergenang air (macak-macak), dimana proses dekomposisi bahan organik akan lebih cepat pada kondisi aerob. Latter et al.

(1998) menyatakan bahwa laju dekomposisi menurun selama periode tergenang (sebabnya anaerobik) begitu juga sebaliknya. Sedangkan pada lokasi Rhizophora

dan Sonneratia proses penggenangan dipengaruhi oleh pasang surut air laut.

Sonneratia memperoleh pengaruh pasang surut lebih besar dibandingkan dengan

Rhizophora. Hal tersebut karena letak lokasi Sonneratia lebih dekat dengan Sungai Ciasem, dan Laut Jawa sehingga pengaruh sedimentasi lebih besar. Diduga proses pasang surutlah yang menyebabkan tingginya kadar C-organik di lapisan atas dan lapisan bawah pada lokasi Sonneratia.

Pada lokasi Avicennia lama penggenangan dipengaruhi oleh tambak tumpang sari di sekitarnya. Semakin lama waktu panen tambak maka semakin lama pula lokasi Avicennia tergenang. Secara rata-rata, panen tambak dilakukan setelah 3-4 bulan. Waktu yang panjang tersebut menyebabkan cukup lama tanah di lokasi Avicennia jenuh air dan mengakibatkan proses dekomposisi berjalan lambat, sehingga Avicennia memiliki kadar C-organik tanah paling kecil. Terlihat pada Gambar 6. terdapat petakan-petakan yang ditumbuhi oleh mangrove dan dikelilingi oleh parit yang telah dijadikan tambak.

Hasil analisis kadar C-organik tanah di lokasi penelitian lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadar C-organik di lokasi BKPH Ciasem, KPH Purwakarta, Jawa Barat sebesar 2,28%-3,87% (Dharmawan dan Siregar 2008), Desa Kaliwlingi, Kabupaten Brebes sebesar 1,68%-3,59%, dan Desa Muarareja, Kabupaten Tegal sebesar 1,37%-2,84% (Poedjirahajoe, 2007). Namun hasil analisis kadar C-organik tanah di lokasi penelitian lebih kecil dibandingkan dengan kadar C-organik di lokasi Rehabilitasi Mangrove Tanjung Pasir, Tanggerang sebesar 2,31 %-7,09% (Kusumahadi 2008), dan Desa Pasar Banggi, Kabupaten Rembang sebesar 4,96%-19,08% (Kushartono 2009).

(34)

13

Tekstur tanah cukup berperan dalam ketersediaan kadar bahan organik di dalam tanah, pada umumnya makin tinggi jumlah klei maka makin tinggi pula kadar bahan organik tanah bila kondisi lainnya sama. Klei merupakan komponen pengikat yang paling dominan (Pujiyanto et al., 2003) lebih dari 90 % bahan organik berikatan dengan partikel klei. Tanah berpasir memungkinkan oksidasi yang baik, sehingga bahan organik cepat habis. Tesktur tanah di lokasi penelitian per lapisan tanah sebagian besar adalah klei. Persentasi klei berkisar antara 70,22%-83,36%, debu antara 16,16%-28,94%, pasir antara 0,48%-1,41%. Gambar 7 menunjukan bahwa kadar C-organik tanah di lokasi studi tidak berkorelasi dengan kadar klei tanah. Tingginya bahan organik tanah di lokasi studi tidak berhubungan dengan kadar klei tanah.

(35)

14

Tingkat rasio C/N juga dapat mempengaruhi kandungan bahan organik tanah khususnya C-organik. Pada lokasi penelitian nisbah C/N tanah berkisar antara 6,63-11,08 di lapisan atas dan 5,75-8,11 di lapisan bawah. Selain itu nisbah C/N dapat digunakan sebagai petunjuk kemungkinan terjadinya kekurangan nitrogen dan persaingan di antara mikroba-mikroba dan tanaman tingkat tinggi dalam penggunaan nitrogen yang tersedia dalam tanah. Ratio C/N yang rendah mengindikasikan bahwa tanah tersebut memiliki kandungan nitrogen yang lebih banyak, sedangkan ratio C/N yang tinggi menunjukkan kandungan nitrogen yang rendah (Sugirahayu dan Rusdiana 2011).

(a)

(b)

(36)

15

Turnover Bahan Organik Tanah

Perbandingan C-organik tanah terhadap produksi C-organik serasah dan lama turnover bahan organik tanah pada masing-masing tipe vegetasi mangrove dominan dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa total C-organik tanah per hektar pada masing-masing mangrove hampir tidak jauh berbeda. Tanah di lokasi penelitian yang terdapat dalam satu ekosistem terbentuk oleh faktor-faktor pembentuk tanah yang juga sama, sehingga sifat fisik dan kimia tanah yang dimiliki hampir serupa pula (Lampiran 10). Kemampuan tanah dalam menjerap atau mengikat bahan organik cenderung mencapai suatu batas maksimum, sehingga cepat atau lambat akan jenuh (Sudarsono, 1991). Ketika mendapatkan suplai bahan organik, tanah yang sudah pada batas maksimum akan melepaskan keluar C-organik ke atmosfer. Akibatnya, tanah di lokasi penelitian yang sudah hampir jenuh tersebut memiliki nilai total C-organik tanah per hektar yang hampir sama meskipun pada vegetasi yang berbeda.

Total C-organik serasah ton/hektar/tahun dipengaruhi oleh produksi serasah dan kadar C-organiknya, namun yang memiliki peranan paling besar dalam penelitian ini adalah produksi serasah. Sebagai contoh pada jenis Avicennia yang memiliki kadar C-organik serasah tertinggi bila dibandingkan dengan vegetasi mangrove dominan lain, tetapi memiliki produksi serasah yang rendah maka total C-organik serasahnya pun rendah. Sebaliknya, pada jenis Sonneratia walaupun memiliki kadar C-organik serasah rendah akan tetapi dengan produksi serasah yang tinggi yang disumbang dari daun dan buah maka total C-organik serasahnya juga tinggi.

Turnover bahan organik tanah adalah parameter untuk mengetahui berapa lama bahan organik tanah dapat bertahan dalam tanah sebelum diemisikan ke udara dalam bentuk CO2. Cepat atau lamanya turnover bahan organik di dalam tanah dipengaruhi oleh ekosistem atau jenis tanaman. Sebagai contoh. pada ekosistem hutan memiliki turnover sekitar 22 tahun, sedangkan ekosistem pastura memiliki turnover bahan organik sekitar 38 tahun (Six dan Jastrow 2002). Ekosistem yang sama belum tentu menunjukkan turnover bahan organik tanah yang sama pula. Pada ekosistem mangrove memiliki turnover bahan organik yang berbeda-beda, hal tersebut dipengaruhi oleh jenis tanaman.

(37)

16

Turnover bahan organik tanah diperoleh dengan cara membandingkan jumlah C-organik dalam tanah terhadap jumlah C-organik yang diproduksi dari serasah.. Hasil analisis turnover bahan organik tanah ekosistem mangrove pada beberapa vegetasi dominan menunjukkan Sonneratia memiliki turnover tercepat jika dibandingkan dengan jenis vegetasi mangrove lainnya (Tabel 3). Lama turnover dari vegetasi mangrove Sonneratia sekitar 13 tahun, sedangkan untuk vegetasi mangrove Bruguiera sekitar 24 tahun, Avicennia sekitar 27 tahun, dan

Rhizophora sekitar 48 tahun. Semakin lama turnover bahan organik tanah semakin baik untuk lingkungan.

Vegetasi Rhizophora, memiliki turnover terlama karena jenis vegetasi ini memiliki sumbangan C-organik dari serasah terkecil dan laju dekomposisi lebih lama bila dibandingan dengan vegetasi mangrove yang lain. Menurut (Ardi 1996) laju dekomposisi Rhizophora lebih lama bila dibandingkan dengan Avicennia

karena Rhizophora memiliki daun yang lebih tebal, kutikula tebal, mempunyai lapisan lilin dan memiliki kandungan tanin lebih banyak. Menurut Waksman (1957), serasah yang banyak mengandung tanin, lignin, dan lilin akan lebih lama terdekomposisi. Vegetasi Sonneratia memiliki turnover tercepat karena jenis vegetasi ini memiliki sumbangan C-organik dari serasah terbesar, ukuran daun lebih kecil dan halus serta buah yang banyak mengandung air, sehingga serasah tersebut lebih cepat membusuk dan terurai. Menurut Abdul (2003), kandungan tanin serasah vegetasi Avicennia lebih rendah dibanding serasah Rhizophora dan

Sonneratia. Namun pada lokasi penelitian, vegetasi Avicennia lebih dipengaruhi penggenangan tambak tumpangsari di sekitarnya sehingga laju dekomposisinya lama yang mengakibatkan turnover juga lama. Kandungan tanin pada daun

Avicennia, Rhizophora dan Sonneratia disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi Daun Avicennia, Rhizophora dan Sonneratia

(38)

17

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi serasah rata-rata vegetasi mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten sebesar 10,02 ton/ha/tahun. Sedangkan rata-rata untuk masing-masing vegetasi dominan ialah

Sonneratia sebesar 18,38 ton/ha/tahun, Bruguiera sebesar 10,14 ton/ha/tahun,

Avicennia sebesar 6,96 ton/ha/tahun, dan Rhizophora sebesar 4,61 ton/ha/tahun. Vegetasi Bruguiera mempunyai kadar C-organik tanah pada setiap kedalaman sampel tanah lebih tinggi dibandingkan kadar C-organik tanah pada vegetasi

Rhizophora, Avicennia, dan Sonneratia, yaitu sekitar 4,61%. Kadar C-organik tanah per hetar pada kedalaman 0-50 cm pada masing-masing vegetasi mangrove dominan berkisar antara 59,38 ton/ha-67,25 ton/ha. Produksi C-organik serasah berkisar antara 1,29 ton/ha/tahun-4,75 ton/ha/tahun. Turnover bahan organik tanah ekosistem mangrove pada beberapa vegetasi dominan menunjukkan Sonneratia

(39)

18

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, G. 2003. Laju Penghancuran Serasah Daun Beberapa jenis Mangrove di Hutan Mangrove Rembang. SKRIPSI. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Diponegoro. Semarang.

Allen, SE.,HM. Grimshaw, JA. Parkinson,and C. Quarmby. 1974. Chemical Analysis of Ecological Materials. Oxford, Blackwell Scientific Pub.

Anwar, C., H. Gunawan. 2006. Peranan Ekologis dan Sosial Ekonomis Hutan Mangrove dalam Mendukung Pembangunan Wilayah Pesisir. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian: Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Ardi, A. 1996. Laju Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Rhizophora mucronata. SKRIPSI. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Asep, M., L. Hilda, dan M. Dedi. 2011. Kesesuaian lahan untuk komoditas teh di Wilayah Sagalaherang, Subang, Jawa Barat. Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan 21(1) : 35-47.

Brown, S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. A Primer, FAO. Forestry Paper No.134. FAO, USA.

Brown, MS. 1996. The Mangrove Ecosystem. Research Methods. Unesco. Paris. Clough, BF. 1982. Mangrove Ecosystem in Australian: Structure, Function and

Management. Di dalam. Onrizal. 2005. Adaptasi Tumbuhan Mangrove pada Lingkungan Salin dan Jenuh Air. Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara. Medan.

Dahuri, R. 2002. Integrasi Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Makalah Disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Jakarta.

Dharmawan, WS., dan CW. Siregar. 2008. Karbon tanah dan pendugaan karbon tegakan Avicennia marina di Ciasem, Purwakarta. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 5(4) : 317-328. Pusat Litbang dan Konservasi Alam. Bogor.

Hamzan, F., dan S. Agus. 2010. Akumulasi logam berat Pb, Cu, dan Zn di hutan mangrove Muara Angke, Jakarta Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis 2(2): 41-52

Hutabarat, S., dan MS. Evans. 1985. Pengantar Oceanografi. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Kusmana C., P. Pradyatmika, YA. Husin, G. Shea, D. Martindale. 2000. Mangrove litter-fall studies at The Ajkwa Estuary, Irian Jaya, Indonesia.

Indon.j. Trop. Agric. 9 930. Page 39-47.

Kushartono, EW. 2009. Beberapa aspek bio-fisik kimia tanah di daerah mangrove Desa Pasar Banggi Kabupaten Rembang. Jurnal Ilmu Kelautan 14(2): 76-83. Universitas Diponegoro. Semarang.

(40)

19

Latter, PM., Howson, G., Howard, DM. and Scott, WA. 1998. Long-term study of litter decomposition on a Pennine peat bog: which regression? Oecologia, 113: 94-103.

Mahmudi, M., K. Soewardi, C. Kusmana, H. Hardjomijojo, dan A. Damar. 2008. Laju dekomposisi serasah mangrove dan kontribusinya terhadap nutrien di hutan mangrove reboisasi. Jurnal Penelitian Perikanan 2 (1): 19-25. Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Brawijaya.

Perum Perhutani. 1993. Pelaksanaan Program Sosial dengan Sistem Silvofishery pada Kawasan Hutan Payau di Pulau Jawa. Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani). Jakarta. 10 hal.

Poedjirahajoe, E. 2007. Dendrogram zonasi pertumbuhan mangrove berdasarkan habitatnya di kawasan rehabilitasi Pantai Utara Jawa Tengah Bagian Barat.

Jurnal Ilmu Kehutanan 1(2). Fakultas Kehutanan, UGM. Yoyakarta.

Pujiyanto, Sudarsono, A. Rachim, S. Sabiham, A. Sastiono, dan JB. Baon. 2003. Pengaruh bahan organik dan jenis tanaman penutup tanah terhadap bentuk bahan organik, distribusi agregat dan pertumbuhan kakao (Theobroma cacao

L.). J. Tanah Trop. 17:73-85.

Rahajoe, JS., dan L. Alhamd. 2013. Biomasa guguran serasah dan variasi musiman di hutan dataran rendah TN. Gunung Gede Pangrango. Jurnal Biologi Indonesia 9(1): 101-109. Pusat Penelitian Biologi-LIPI.

Rachmawati. 2012. Hubungan Sifat Tanah dengan Tipe Vegetasi Mangrove di Desa Blanakan, Kabupaten Subang. SKIPSI. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sa’ban, M. Ramli, dan W. Nurgaya. 2013. Produksi dan laju dekomposisi serasah mangrove dengan kelimpahan plankton di perairan Teluk Moramo. Jurnal Mina Laut Indonesia 3(12): 132-146. Universitas Halu Oleo. Kendari. Sanchez, PA. 1976. Propertis and Management of Soils in The Tropic. A Willey –

Interscience Publication. John Willey and sons. New York.

Siarudin, M., R. Encep. 2008. Biomassa lantai hutan dan jatuhan serasah di kawasan mangrove Blanakan, Subang, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konsevasi Alam 5(4): 329-335. Balai Penelitian Kehutanan Ciamis. Six, J., dan JD. Jastrow. 2002. Organic matter turnover. Di dalam. Lal R, editor.

Encyclopedia of Soil Science. New York (USA): Marcel Dekker.

Soraya, D., O. Suhara, dan A. Taofiqurohman. 2012. Perubahan garis pantai akibat kerusakan hutan mangrove di Kecamatan Blanakan dan Kecamatan Legonkulon, Kabupaten Subang. Jurnal Perikanan dan Kelautan 3(4): 355-364. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNPAD. Bandung.

Sudarsono. 1991. Pengaruh Tiga Cara Pengembalian Jerami ke dalam tanah Renzina terhadap : (1) Komposisi Bahan Organik. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 1 (2) : 79-84. IPB, Bogor.

Sugirahayu, L, dan O. Rusdiana. 2011. Perbandingan simpanan karbon pada beberapa penutupan lahan di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur berdasarkan sifat fisik dan sifat kimia tanahnya. Jurnal Silvikultur Tropika 2 (3): 149-155. Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. Wahab, DA. 2003. Karakteristik Air Tambak Tumpang Sari pada Berbagai

Tingkat Kerapatan Tegakan Mangrove (Studi Kasus di BKPH Ciasem, KPH Purwakarta, Jawa Barat). SKRIPSI. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

(41)

20

(42)

21

LAMPIRAN

Lampiran 1. Vegetasi di Lokasi Hutan Mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang

Avicennia

(43)

22

Rhizophora

Sonneratia

(44)

23

(45)

24

Lampiran 3. Titik Koordinat Pengambilan Sampel Tanah dan Serasah di Lokasi Hutan Mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang

1,2,3,4,5 = ulangan pada sampelserasah 1* ,2*,3* = ulangan pada sampel tanah

Lampiran 4 Kadar C-organik Serasah (Daun dan Buah) Hutan Mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang

vegetasi ulangan % C-organik Rata-rata %c-organik

(46)

25

2 46,89 11,88 58,66 85,15 59,68 42,81 70,84 21,69 85,96 15,25 69,67 6,58 391,7 183,36

3 70,93 66,87 83,07 62,51 54,75 95,32 54,97 0 54,6 0 45,28 5,13 363,6 229,83

4 94,16 8,69 107,37 114,42 112,71 151,99 73,68 0 104,72 62,5 56,78 10,89 549,42 348,49

5 41,93 29,39 67,3 85,57 48,17 279,92 78,67 0 80,94 0 40,73 0 357,74 394,88

Bruguiera

Rhizophora

Sonneratia

10 hari keempat 10 hari kelima 10 hari keenam total

Avicennia

Vegetasi Ulangan

10 hari pertama 10 hari kedua 10 hari ketiga

(47)

26

1 39,42 0 38,44 0 27,19 0 25,86 6,28 53,43 14,48 29,19 0 213,53 20,76

2 29,39 7,18 28,59 16,74 22,58 10,17 24,99 0 49,14 7,63 46,38 4,59 201,07 46,31

3 36,15 35,2 40,43 33 24,74 19,8 21,13 0 42,3 0 35,54 3,78 200,29 91,78

4 54,8 5,56 50,1 59,48 45,33 68,36 34,35 0 59,56 29,86 42,07 5,2 286,21 168,46

5 24,88 16,11 33,1 44,77 25,19 37,21 31,56 0 55,31 0 34,75 0 204,79 98,09

10 hari kelima 10 hari keenam total

Vegetasi

10 hari pertama 10 hari kedua 10 hari ketiga 10 hari keempat

Avicennia

Bruguiera

Rhizophora

Sonneratia

(48)

27

Lampiran 7. Kadar Total C-organik serasah pada Masing-masing Tipe Vegetasi Mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang

Simbol Total c-org daun Total c-org buah Total c-org serasah (ton/ha/tahun) (ton/ha/tahun) (ton/ha/tahun)

Avicennia 2,23 0 2,23

Bruguiera 2,62 0,19 2,81

Rhizophora 1,29 0,00 1,29

Sonneratia 3,48 1,27 4,75

(49)

28

Lampiran 9. Bobot Isi Tanah pada Masing-masing Tipe Vegetasi Mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang Vegetasi Ulangan Bobot tanah basah (g) Volume tanah (cm3

(50)

29

Lampiran 10. Sifat Kimia Tanah pada Masing-masing Tipe Vegetasi Mangrove Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang

Atribut tanah Lapisan tanah

Nilai

Avicennia Bruguera Rhizophora Sonnetaria

Gambar

Gambar 1. Lokasi Penelitian Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan,
Tabel 2  Perbandingan Jumlah Produksi Serasah Mangrove di Lokasi Penelitian dengan Jumlah Produksi Serasah Mangrove di Beberapa Lokasi Lain
Gambar 3. Kadar C-organik Serasah (daun dan buah) di Masing-masing Tipe
Gambar 5. Peta  Sebaran Vegetasi Dominan dan Titik Pengambilan Sempel, Desa
+2

Referensi

Dokumen terkait

CENDANA DENGAN TEKNIK VAPORIZER TERHADAP PERILAKU AGRESIF ANAK TUNAGRAHITA DALAM PEMBELAJARAN DI PAUD WISANA ” ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan berbagai

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan akan melaksanakan kegiatan tersebut dengan sungguh-sungguh, dan apabila saya tidak menyelesaikan

She thought about the alternative, which was far more uncomfortable. She could be at Marilee Small’s dinner party, surrounded by people who were jealous of her and her lifestyle.

Seiring dengan remaja beranjak menjadi pribadi yang mandiri, proses ini menjadi tantangan sangat kompleks, dimana orang tua harus membuat kesepakatan kepada putra dan putrinya

Apabila saya melakukan hal tersebut diatas, baik sengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya

Ruang lingkup Manual Prosedur Usulan Kegiatan Penelitian dana dari luar FMIPA ini meliputi ketentuan umum usulan kegiatan penelitian, tahapan usulan

Salah satu wujud dari implementasi TIK dalam penyelenggaraan IAIN Surakarta adalah diimplementasikannya Sistim Informasi Administrasi Akademik (SIAKAD) yang merupakan

Berasal dari bebatuan yang proses pelapukannya mengalami pengikisan oleh air sehingga bahan lapisan itu mengendap karena kandungan airnya banyak maka tanah dilapisan tengah ini