• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prioritas Lahan Sawah yang Dilindungi di Kota Sukabumi, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prioritas Lahan Sawah yang Dilindungi di Kota Sukabumi, Jawa Barat"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

PRIORITAS LAHAN SAWAH YANG DILINDUNGI

DI KOTA SUKABUMI, JAWA BARAT

PRAPTI DWI LESTARI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Prioritas Lahan Sawah yang Dilindungi di Kota Sukabumi, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

PRAPTI DWI LESTARI. Prioritas Lahan Sawah yang Dilindungi di Kota Sukabumi, Jawa Barat. Dibimbing oleh KHURSATUL MUNIBAH dan BABA BARUS.

Kota Sukabumi merupakan wilayah dengan posisi strategis karena berada di antara kawasan mega urban, yaitu Jabodetabek dan Bandung Raya. Kota Sukabumi masih memiliki lahan sawah yang luas. Dengan adanya UU No. 41 Tahun 2009 tentang lahan pertanian pangan berkelanjutan, Kota Sukabumi memiliki peluang yang sangat besar untuk melindungi lahan sawah.Untuk mengetahui persebaran lahan sawah digunakan citra IKONOS tahun 2012 dan Peta Lahan Sawah 2010. Selanjutnya regresi berganda dimanfaatkan untuk mengetahui faktor-faktor keberadaan lahan sawah. Skalogram diproses untuk mengetahui tingkat kelengkapan prasarana pertanian lahan sawah, serta membuat kriteria lahan sawah yang dilindungi untuk memilih lahan sawah yang akan dilindungi. Hasil analisis spasial menunjukkan, lahan sawah menyebar di seluruh kelurahan Kota Sukabumi, kecuali Kelurahan Tipar dan Kelurahan Gunungpuyuh. Lahan sawah tersebut telah sesuai dengan kondisi fisiknya dan menyebar pada berbagai jarak baik dari saluran irigasi dan jalan utama. Faktor yang memiliki pengaruh sangat nyata akan keberadaan lahan sawah di Kota Sukabumi antara lain; jarak saluran irigasi <100 m, kemiringan lereng <3 %, curah hujan 2500-3000 mm, dan jarak jalan utama antara <300 m. Tingkat kelengkapan prasarana pertanian pada setiap kelurahan terbagi Hirarki I (5 kelurahan), II (9 kelurahan) dan III (19 kelurahan). Lahan sawah yang termasuk pada prioritas 1, 2, dan 3 untuk dilindungi masing-masing 468.55 ha (29.68 %), 483.44 ha (30.62 %) dan 626.54 ha (39.69 %).

Kata kunci : lahan sawah, faktor yang mempengaruhi keberadaan lahan sawah,

(5)

ABSTRACT

PRAPTI DWI LESTARI. Priority of paddy map in Sukabumi City, West Java. Supervised by KHURSATUL MUNIBAH and BABA BARUS.

Sukabumi City has strategic position as it is located between the mega-urban, Jabodetabek and Bandung Raya. This city has a large area of paddy field. Due to the existence of Act No 41, 2009 about sustainable agricultural land, then Sukabumi City has a tremendous opportunity to protect paddy field. We utilized IKONOS in 2012 and Paddy Field Map in 20120 to determine the distribution pattern of paddy field. Furthermore, multiple regression was employed to find out affecting factors of existing paddy field. Scallogram analysis was then utilized to find out the level of completeness of paddy field agricultural infrastructure and create a protected paddy field criteria for selecting paddy field to be protected. The spatial analysis showed that paddy field distributed in all villages expect Tipar Village and Gunungpuyuh Village. Paddy field has been in accordance with the physical condition and spread at various distances not only irrgation but also the main road. Factors that have a very real effect of exsisting paddy field in Sukabumi City were irrigation distance <100 m, slope <3 %, rainfall 2500-3000 mm, and main road distance <300 m. The completeness level of paddy field agricultural infrastructure in each villages divided 1st hierarchy (5 villages), 2nd hierarchy (9 villages), and 3rd hierarchy (19 villages). Paddy field that including 1st priority, 2nd priority, and 3rd priority were 468.55 ha (29.68 %), 483.44 ha (30.62 %) dan 626.54 ha (39.69 %).

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

PRIORITAS LAHAN SAWAH YANG DILINDUNGI

DI KOTA SUKABUMI, JAWA BARAT

PRAPTI DWI LESTARI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Prioritas Lahan Sawah yang Dilindungi di Kota Sukabumi, Jawa Barat

Nama : Prapti Dwi Lestari NIM : A14090091

Disetujui oleh

Dr.Khursatul Munibah.M.Sc Pembimbing I

Dr.Ir.Baba Barus,M.Sc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr.Ir.Baba Barus,M.Sc Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah lahan sawah, dengan judul Prioritas Lahan Sawah yang Dilindungi di Kota Sukabumi, Jawa Barat.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Khursatul Munibah, M.Sc selaku pembimbing akademik dan pembimbing skripsi atas teladan bimbingan, ide, kritik, saran, kesabaran, motivasi dan ilmu yang diajarkan

2. Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc selaku pembimbing skripsi atas teladan, bimbingan, ide, kritik, saran, kesabaran, motivasi, dan ilmu yang diajarkan kepada penulis.

3. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc selaku dosen penguji, yang telah bersedia memberi masukan dan saran untuk perbaikan karya ilmiah ini. 4. Mama dan Papa yang selalu berada di samping penulis, senantiasa

mencurahkan kasih sayangnya, perhatian, motivasi, dan mendo’akan penulis setiap waktu. Kakakku tersayang Shinta Wati dan adikku Indah Purnama Sari yang selalu mendo’akan penulis.

5. Teman-teman seperjuangan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial: Nisa, Esti, Dini, Athu, Lusy, Ega, Vita, dan Sulis. Terima kasih atas bantuan dan motivasinya.

6. Rekan-rekan MSL’46 (Tjedah, Hanna C, Nindi, Eka, Ian, Aish, dan lainnya), Abang dan Kakak MSL’45, serta Adik-adik MSL 47 dan 48 terima kasih untuk kebersamaan dan dukungannya.

7. Rekan-rekan lain dari Institut Pertanian Bogor (Winda A, Ujem, dan Nova L) terima kasih atas bantuan dan motivasinya.

8. Staf tata usaha dan studio yang senantiasa membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

9. Pak Ujang dan keluarga, terima kasih atas bantuannya selama di Kota Sukabumi.

10.Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan karya ilmiah ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca dan bagi ilmu pengetahuan, khususnya bidang Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.

(11)

DAFTAR ISI

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan 3 Peranan Citra Ikonos dalam Kajian Pertanian Lahan Sawah 4 Peranan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG)

dalam Kajian Pertanian Lahan Sawah 5

Infrastruktur, Prasarana, dan Sarana 6

Kondisi Topografi dan Ketinggian Wilayah 14

Kondisi Tanah dan Penggunaan Lahan 15

Kondisi Kependudukan 15

Kondisi Ekonomi 16

HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Persebaran Spasial Lahan Sawah 16

Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Lahan Sawah 21

Kelengkapan Prasarana Pertanian 22

Prioritas Lahan Sawah yang Dilindungi 25

SIMPULAN DAN SARAN 30

1. Karakteristik Dasar Satelit Ikonos 5

2. Data sekunder yang digunakan untuk penelitian 9

3. Variabel bebas dan tak bebas untuk mengindentifikasi faktor penentu

(12)

4. Penentuan prioritas lahan sawah aktual berdasarkan kondisi fisik lahan 11

5. Penentuan prioritas lahan sawah aktual lahan berdasarkan infrastruktur 11

6. Penentuan prioritas lahan sawah aktual berdasarkan prasarana pertanian 12

7. Penentuan prioritas lahan sawah berdasarkan kondisi fisik lahan,

infrastruktur, dan prasarana pertanian. 12

8. Matriks prioritas lahan sawah yang dilindungi didasarkan pada kondisi fisik lahan, infrastruktur, prasarana pertanian dengan RTRW periode

2011-2031. 12

9. Pembagian Luas Wilayah Kecamatan di Kota Sukabumi 14

10. Luas lahan sawah setiap kelurahan 17

11. Hasil regresi berganda untuk faktor yang mempengaruhi keberadaan

lahan sawah 22

12. Tingkat kelengkapan prasarana pertanian tahun 2012 23

13. Prioritas lahan sawah yang dilindungi berdasarkan kondisi fisik,

infrastruktur, dan prasarana pertanian 25

14. Prioritas lahan sawah yang dilindungi 28

DAFTAR GAMBAR

1. Bagan Diagram Alir Penelitian 8

2. Luas hamparan lahan sawah pada citra Ikonos 2012 (*a) <20 ha dan (*b)

>20 ha 13

3. Peta Administrasi Kota Sukabumi 13

4. Persebaran lahan sawah menurut kecamatan 17

5. Pola persebaran spasial lahan sawah Kota Sukabumi tahun 2012 18

6. Persebaran lahan sawah berdasarkan karakteristik fisik lahan; 19

7. Persebaran lahan sawah berdasarkan infrastruktur; (a) buffer jarak saluran irigasi (m), dan (b) buffer jarak jalan utama (m) 21

8. Pola persebaran spasial kelengkapan prasarana pertanian di Kota

Sukabumi 24

9. Pola persebaran spasial prioritas lahan sawah berdasarkan kondisi fisik

lahan 26

10. Pola persebaran spasial prioritas lahan sawah berdasarkan infrastruktur 27

11. Pola persebaran prioritas lahan sawah berdasarkan prasarana pertanian 28

12. Pola persebaran spasial prioritas lahan sawah yang dilindungi 29

DAFTAR LAMPIRAN

1. Prasarana pertanian setiap kelurahan 34

2. Tingkat kelengkapan prasarana pertanian setiap kelurahan 35

3. Perubahan luas prioritas lahan sawah 35

(13)
(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kota adalah suatu pemukiman yang kepadatan penduduknya tinggi, struktur mata pencaharian non-agraris, dan sistem penggunaan lahannya yang beranekaragam serta ditutupi oleh gedung-gedung yang tinggi beralokasi berdekatan (Daldjoeni, 1984). Menurut Undang-Undang No.26 Tahun 2007, kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa dan pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa, penggunaan lahan pada daerah perkotaan lebih banyak sebagai lahan terbangun dan keberadaan lahan pertanian akan semakin sedikit.

Wilayah Kota Sukabumi berdasarkan PP No. 3 Tahun 1995 terbagi menjadi 5 kecamatan dan 33 kelurahan, dimana dari 33 kelurahan tersebut 18 kelurahan berasal dari Kabupaten Sukabumi. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah Gunungpuyuh, Cikole, Citamiang, Warudoyong, dan Baros. Selanjutnya berdasarkan Perda No. 15 Tahun 2000, Kota Sukabumi mengalami pemekaran menjadi 7 kecamatan dan 33 kelurahan. Penambahan kedua kecamatan tersebut adalah Cibeureum dan Lembursitu. Kecamatan di Kota Sukabumi yang memiliki nuansa kawasan perkotaan adalah Cikole, Citamiang, dan Gunungpuyuh. Kecamatan-kecamatan tersebut yang secara fisik dicirikan oleh banyaknya lahan terbangun. Sedangkan di kecamatan lain masih memiliki nuansa pedesaan yang dicirikan oleh lahan sawah, kebun campuran, dan ladang.

Kota Sukabumi merupakan wilayah dengan posisi strategis karena berada di antara kawasan mega urban, yaitu Jabodetabek dan Bandung Raya (Bappeda, 2012). Kondisi tersebut berdampak pada perkembangan sektor non pertanian. Namun, di tengah pesatnya pembangunan di sektor non pertanian, Kota Sukabumi masih memiliki lahan sawah yang luas. Adanya UU No. 41 Tahun 2009 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Kota Sukabumi diharuskan untuk menyelamatkan lahan sawah.

Pemerintahan Kota Sukabumi berencana menyelamatkan sawah tertentu sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan sebesar 321 ha (Perda 11 Tahun 2012), yang relatif sangat kecil (20.34 %), dibandingkan sawah yang ada (1578.54 ha) sehingga memilih lahan sawah untuk dilindungi relatif mudah. Lahan sawah yang ingin dilindungi perlu diketahui pola persebarannya dan faktor yang mempengaruhi keberadaannya di Kota Sukabumi. Oleh karena itu, pada penelitian ini dianalisis alternatif lahan sawah yang memiliki prioritas untuk dilindungi.

(16)

2

tersebut telah digunakan untuk pemetaan potensi konversi lahan sawah dalam kaitan lahan pertanian berkelanjutan dengan analisis spasial (Barus et. al, 2010).

Tujuan Penelitian

(1) Menganalisis persebaran spasial lahan sawah.

(2) Menganalisis faktor yang mempengaruhi keberadaan lahan sawah. (3) Menganalisis kelengkapan prasarana pertanian.

(4) Menganalisis prioritas lahan sawah yang dilindungi.

TINJAUAN PUSTAKA

Lahan Sawah

Lahan sawah adalah lahan yang digunakan untuk menanam padi, baik secara terus menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija (Hardjowigeno dan Luthfi, 2005). Lahan sawah adalah suatu tipe penggunaan lahan, yang untuk pengolahannya memerlukan genangan air. Sawah selalu mempunyai permukaan yang datar atau didatarkan (dibuat teras), dan dibatasi oleh pematang untuk menahan air genangan. Berdasarkan sumber airnya yang digunakan dan keadaan genangannya, sawah dapat dibedakan menjadi sawah irigasi, sawah tadah hujan, sawah lebak, dan sawah pasang surut. Sawah irigasi adalah sawah yang sumber airnya berasal dari tempat lain melalui saluran-saluran yang sengaja dibuat. Sawah irigasi dibedakan atas sawah irigasi teknik, sawah irigasi semi teknis dan sawah irigasi sederhana (Puslitbangtanak, 2003).

Sawah irigasi teknis air pengairannya berasal dari waduk, dam atau danau dan dialirkan melalui saluran induk (primer) yang selanjutnya dibagi-bagi ke dalam saluran sekunder dan tersier melalui bangunan pintu pembagi air. Sawah irigasi sebagian besar dapat ditanami padi dua kali atau lebih dalam setahun, tetapi sebagian ada yang hanya ditanami padi sekali setahun bila ketersediaan air tidak mencukupi terutama yang terletak di ujung-ujung primer dan jauh dari sumber airnya (Puslitbangtanak, 2003).

Sawah tadah hujan adalah sawah yang sumber airnya tergantung atau berasal dari curah hujan tanpa adanya bangunan-bangunan irigasi permanen. Sawah tadah hujan umumnya terdapat pada wilayah yang posisinya lebih tinggi dari sawah irigasi atau sawah lainnya sehingga tidak memungkinkan terjangkau oleh pengairan. Waktu tanam padi sangat tergantung pada datangnya musim hujan (Puslitbangtanak, 2003).

(17)

3 Sawah lebak adalah sawah yang berada di daerah rawa dengan memanfaatkan naik turunnya permukaan air rawa secara alami, sehingga didalam system sawah lebak tidak dijumpai saluran air. Sawah ini umumnya terletak di daerah yang relatif dekat dengan jalur sungai besar (Puslitbangtanak, 2003).

Kota dan Desa

Kota memliki definisi yang sangat beragam. Secara umum, suatu kota dicirikan dengan tingginya kepadatan ruang terbangun, dengan struktur bangunan yang semakin mendekati pusat kota, semakin rapat. Selain itu kota dicirikan oleh adanya sarana perkotaan seperti bangunan pemerintahan, rumah sakit, sekolah, pasar, taman kota, sarana jalan, dan lain sebagainya. Menurut Grunfeld dalam Daldjoeni (1984), kota adalah suatu pemukiman yang kepadatan penduduknya yang lebih tinggi, struktur mata pencaharian nonagraris, dan sistem penggunaan tanah yang beranekaragam serta ditutupi oleh gedung-gedung yang tinggi beralokasi berdekatan.

Menurut Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa dan pemerintahan, pelayanan social dan kegiatan ekonomi. Jayadinata (1992) menyatakan bahwa suatu hal yang khas bagi sebuah kota adalah bahwa kota umumnya mandiri atau serba lengkap (self-contained), yang berarti penduduk kota bukan hanya bertempat tinggal di dalam kota, tetapi juga bekerja mencari nafkah di dalam kota itu, sekaligus juga dapat melakukan aktivitas rekreasi di dalamnya.

Kawasan perdesaan menurut Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Mayoritas masyarakat pedesaan merupakan golongan menengah bawah dengan jenis kegiatan utama seperti pertanian, nelayan dan sebagainya.

Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

(18)

4

Pemerintah dan Pemerintahan Daerah untuk dilindungi lahan pertanian pangan dalam rangka ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.

Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan berdasarkan perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan yaitu meliputi: (1) Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B), (2) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), (3) Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B). Lahan pertanian dan lahan cadangan yang berada di dalam dan atau diluar KP2B ditentukan dengan menggunakan beberapa kriteria, yaitu:

 Kesesuaian Lahan

KP2B ditetapkan pada lahan yang secara biofisik terutama dari aspek kelerengan, iklim, sifat fisik, kimia, dan biologi cocok untuk dikembangkan pertanian pangan dengan memperlihatkan daya dukung lingkungan.

 Ketersediaan Infrastruktur

KP2B ditetapkan dengan memperhatikan ketersediaan infrastruktur pendukung pertanian pangan antara lain sistem irigasi, jalan usaha tani dan jembatan.

 Penggunaan Lahan Aktual (Kondisi Existing)

Kriteria lain yang digunakan dalam menetapkan KP2B adalah dengan bentuk penutupan permukaan lahan atau pemanfaatan lahan baik yang merupakan bentukan alami maupun buatan manusia.

 Potensi Teknis Lahan

Lahan yang secara biofisik, terutama dari aspek topografi, lereng, iklim, sifat fisik, kimia dan biologi tanah sesuai atau cocok dikembangkan untuk pertanian.

 Luasan Satuan Hamparan Lahan

Perencanaan LP2B dan LCP2B yang dilakukan dengan mempertimbangkan sebaran dan luasan hamparan lahan yang menjadi satu kesatuan sistem produksi pertanian yang terkait sehingga tercapai skala ekonomi dan sosial budaya yang mendukung produktivitas dan efisiensi produk.

Peranan Citra Ikonos dalam Kajian Pertanian Lahan Sawah

Sistem satelit Ikonos dibuat oleh Lockheed Martin Commercial Space Systems. Ikonos berasal dari bahasa Yunani “Eye-KOH-NOS” yang berarti citra atau image. Satelit Ikonos dioperasikan oleh Space Imaging Inc. Denver Colorado, Amerika Serikat dan diluncurkan pada tanggal 24 September 1999 dan menyediakan data untuk tujuan komersial pada awal 2000. Ikonos adalah satelit dengan resolusi spasial tinggi yang merekam data multispektral 4 kanal pada resolusi 4 m (citra berwarna) dan sebuah kanal pankromatik dengan resolusi 1 m (hitam-putih). Ikonos merupakan satelit komersial pertama yang dapat membuat citra beresolusi tinggi.

(19)

5 hampir menyamai foto udara serta dapat menghasilkan citra di mana saja di seluruh dunia (Martono 2007). Ikonos menyajikan data satelit dengan resolusi tinggi, sangat cocok digunakan untuk pemetaan, memantau pertanian, pengelolaan sumberdaya dan perencanaan permukiman. Citra Ikonos sudah digunakan dalam pemetaan sawah baku di Pulau Jawa (2010) dan luar Jawa (2011) (Rustiadi dan Barus, 2012). Selain itu juga citra telah dimanfaatkan untuk pemetaan potensi konversi lahan sawah dalam kaitannya lahan pertanian berkelanjutan dengan analisis spasial (Barus et. al, 2010). Karakteristik satelit Ikonos dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Karakteristik Dasar Satelit Ikonos

Sistem Ikonos

Tanggal Peluncuran 24 September 1999 di Pangkalan Angkatan Udara

Vandenberg, California, USA

Masa operasional orbit Lebih dari 7 tahun

Kecepatan dalam orbit 7,5 kilometer per detik

Kecepatan di atas permukaan tanah 6.8 kilometer per detik Revolusi mengelilingi bumi 14.7 setiap 24 jam

Altitud 681 kilometer

Resolusi pada titik Nadir 0.82 meter panchromatic; 3.2 metersmultispectral

Resolusi Spasial 1.0 meter panchromatic; 4.0 meters

Resolusi Spektral Panchromatic (0.45-0.90 micrometers)

Band 1 (0.45-0.53 micrometers) Band 2 (0.52-0.61 micrometers) Band 3 (0.64-0.72 micrometers) Band 4 (0.77-0.88 micrometers)

Resolusi Temporal 3 hari

Resolusi Radiometrik 8 bit

Luas sapuan (image Swath) 11.3 kilometer pada titik nadir

Waktu melintasi ekuator Nominal pada 10:30 AM waktu matahari/siang hari Waktu pengulangan lintasan Setiap sekitar 3 hari pada latitud 40

Kisaran dinamis 11-bits per piksel

Band citra Panchromatic, blue, green, red, near IR

Sumber : Satellite Imaging Corporation (2008)

Peranan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam Kajian Pertanian Lahan Sawah

Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer 1994 dalam Purwadhi 2001). Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah (2000), teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu teknologi pendekatan terintegrasi yang dapat memodelkan masalah-masalah pertanian kaitannya dengan usaha menjaga konsistensi penggunaan lahan, proteksi stabilitas lingkungan.

(20)

6

penggunaan lahan, sumberdaya alam, lingkungan, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya (Murai 1999). SIG sebagai suatu sistem berdasarkan komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data bereferensi geografi, yaitu pemasukan data, manajemen (penyimpanan dan pemanggilan kembali), memanipulasi, dan analisis serta keluaran (Aronoff, 1989).

Keterpaduan penginderaan jauh dengan SIG yaitu bahwa data penginderaan jauh sebagai input dalam SIG. Beberapa teknologi tersebut telah digunakan untuk kajian pola pemanfaatan ruang di Kabupaten Garut berbasis daya dukung lingkungan hidup secara spasial (Firdian et. al, 2010), pemetaan potensi konversi lahan sawah dalam kaitan lahan pertanian berkelanjutan dengan analisis spasial (Barus et. al, 2010), serta klasifikasi dan pemetaan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan berbasis remote sensing dan GIS (Lanya, I dan Subadiyasa, N. N , 2010).

Infrastruktur, Prasarana, dan Sarana

Menurut Grigg (1988), infrastruktur merupakan sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan gedung dan fasilitas publik lainnya, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia baik kebutuhan sosial maunpun ekonomi. Pengertian ini merujuk pada infrastruktur sebagai suatu sistem. Dimana Infrastruktur dalam suatu sistem adalah bagian-bagian berupa sarana dan prasarana (Jaringan) yang tidak terpisahkan satu sama lain.

Pada dasarnya fasilitas mempunyai pengertian yang luas meliputi prasarana dan sarana. Prasarana atau infrastuktur adalah alat (mungkin tempat) yang paling utama dalam kegiatan sosial atau kegiatan ekonomi. Sedangkan sarana adalah alat pembantu dalam prasarana itu. Prasarana dan sarannya adalah misalnya ; pabrik dengan mesinnya, jalan dengan mobilnya, rumah dengan perabotnya, sawah dengan bajaknya, sungai dengan perahunya, kelas dengan papan tulisnya, toko dengan etalasenya dan sebagainya (Jayadinata, 1992).

Menurut bentuknya prasarana dapat dibagi menjad dua kelompok yaitu : (a) yang berbentuk ruang atau bangunan (space) dan (b) yang berbentuk jaringan (network). Berdasarkan macamnya, prasarana yang berbentuk ruang terdiri atas dua macam yaitu :

1) Ruang tertutup

 Perlindungan, yaitu rumah

 Pelayanan umum, yaitu prasarana kesehatan dan keamanan, misalnya: balai pengobatan, rumah sakit, pos pemadam kebakaran dan sebagainya.

 Kehidupan ekonomi, misalnya: pasar, bangunan bank, bangunan toko, pabrik dan sebagainya

 Kebudayaan pada umumnya, misalnya: bangunan pemerintah, bangunan sekolah, bioskop, musium, gedung perpustakaan dan sebagainya.

2) Ruang terbuka

(21)

7

 Kehidupan ekonomi (mata pencaharian), misalnya: sawah, kebun, kolam, huutan, pasar, pelabuhan dan sebaginya.

 Kehidupan sosial, misalnya: kawasan rumah sakit, kawasan perumahan dan sebagainya.

Prasarana yang berbentuk jaringan terdiri atas empat macam yaitu: (1) sistem perangkutan, misalnya: jaringan jalan dan jaringan rel kereta api, (2) utilias umum, misalnya: jaringan pipa air minum dan jaringan kawat listrik, (3) sistem komunikasi perseorangan dan komunikasi massa, misalnya jaringan kawat telepon dan jaringan kawat atau kabel telegram, dan (4) sistem pelayanan dalam kehidupan sosial ekonomi, misalnya irigasi dan pengairan (Jayadinata, 1992).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek). Sedangkan sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan. Untuk lebih memudahkan membedakan keduanya, sarana lebih ditujukan untuk benda-benda yang bergerak atau dapat dipindahkan seperti komputer dan mesin-mesin, sedangkan prasarana lebih ditujukan untuk benda-benda yang tidak bergerak seperti gedung, ruang, dan tanah.

Prasarana pertanian antara lain meliputi: (a) jalan usaha tani, jalan produksi, dan jalan desa; (b) bendungan, dam, jaringan irigasi, dan embung; dan (c) jaringan listrik, pergudangan, pelabuhan, dan pasar. Sedangkan Sarana pertanian: (a) benih, bibit, bakalan ternak, pupuk, pestisida, pakan, dan obat ternak; (b) alat dan mesin pertanian sesuai standar mutu (UU No.19 Tahun 2013)

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian berlokasi di wilayah Kota Sukabumi. Secara geografis Kota

Sukabumi terletak antara 106° 45’ 50’’ Bujur Timur dan 106° 45’ 10’’ Bujur

Timur, serta 6° 49’ 29’’ Lintang Selatan dan 6° 50’ 44’’ Lintang Selatan. Luas Kota Sukabumi adalah ± 48 km2. Penelitian dimulai dari bulan April 2013-Januari 2014. Analisis data dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan penelitian yang digunakan adalah Peta Lahan Sawah 2010, Citra Ikonos 2012, Peta Administrasi, Peta Kemiringan Lereng, Peta Curah Hujan, Peta Elevasi, Peta Tanah, Peta RTRW 2011-2031, Peta Jalan, jumlah bendung, panjang irigasi, serta potensi desa tahun 2012.

(22)

8

dan Microsoft Word 2007, serta Global Positioning System (GPS) dan kamera digital untuk pengecekan lapang.

Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pengumpulan data, dan tahap analisis data. Tahap penelitian digambarkan secara diagramatis pada Gambar 1.

Gambar 1 Bagan Diagram Alir Penelitian

Tahap Pengumpulan Data

(23)

9 Semua jenis data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Data sekunder yang digunakan untuk penelitian

Tujuan Ke- Jenis Data Teknik Analisis Keluaran 1. Persebaran Lahan

Sawah

Peta Lahan Sawah 2010 Interpretasi Visual Peta Lahan Sawah 2012 Citra Ikonos 2012

Jumlah Penduduk / Kelurahan Skalogram Tingkat Kelengkapan Prasarana Pertanian

Peta lahan sawah 2012 diperbaharui oleh citra Ikonos melalui interpretasi visual dengan bantuan peta lahan sawah 2010 yang berasal dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan. Indentifikasi obyek merupakan bagian pokok dalam interpretasi citra yang mendasarkan pada karakteristik dari masing-masing obyek. Berikut delapan unsur interpretasi, yaitu:

1. Rona. Rona adalah warna atau keceraham relatif obyek pada citra. Rona cerah mengisyaratkan daerah dengan topografi tinggi dan kering sedangkan rona gelap dengan topografi rendah dan basah (Sutanto, 1997).

2. Bentuk. Bentuk adalah konfigurasi atau kerangka suatu obyek (Sutanto, 1997). 3. Ukuran. Ukuran suatu obyek yang harus dipertimbangkan sehubungan

dengan skala citra (Sutanto, 1997).

4. Tekstur. Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra fotografi (Sutanto, 1997).

5. Pola. Pola adalah hubungan susunan spasial obyek. Pengulangan bentuk umum tertentu merupakan karakteristik bagi banyak obyek alamiah dan akan membantu penafsir untuk mengenali obyek tertentu (Sutanto, 1997).

6. Bayangan. Bentuk Bayangan dapat memberikan gambaran suatu obyek (membantu interpretasi) dan obyek di bawah bayangan hanya dapat memantulkan sedikit cahaya dan sukar diamati (menghalangi interpretasi) (Sutanto, 1997).

7. Situs. Situs adalah lokasi obyek dalam hubungannya dengan obyek lain, yang dapat berguna untuk membantu pengenalan suatu obyek (Sutanto, 1997). 8. Asosiasi. Asosiasi adalah keterkaitan antara obyek satu dengan obyek yang

(24)

10

Setelah itu dilakukan pengecekan lapang untuk memperkuat hasil analisis dengan melihat penggunaan lahan sawah yang ada dan dibandingkan dengan peta lahan sawah hasil interpretasi. Selain itu pengecekan lapang berguna untuk memperoleh informasi yang tidak bias didapat dari citra.

Pola persebaran lahan sawah, maka dilakukan proses overlay (tumpang tindih) dengan peta administrasi Kota Sukabumi. Selain itu peta lahan sawah 2012 juga dilakukan proses overlay (tumpang tindih) dengan kondisi fisik lahan (peta kemiringan lereng, peta curah hujan, peta elevasi dan peta jenis tanah) dan infrastruktur (buffer jarak jalan utama dan buffer jarak irigasi terhadap lahan sawah).

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Lahan Sawah

Keberadaan lahan sawah yang dianalisis yaitu keberadaan lahan sawah dengan kondisi fisik lahan (kemiringan lereng, curah hujan, elevasi, dan jenis tanah,) dan Infrastruktur (buffer jarak jalan utama dan buffer jarak irigasi terhadap lahan sawah) disajikan pada Tabel 3. Analisis menggunakan multiple regression (regresi berganda) dengan metode forward stepwise pada perangkat lunak Statistica 7. Persamaan regresi berganda yang digunakan adalah :

(1)

Dimana, Y = Dependent variable (peubah penjelas)

Xi = Independent variable (peubah penduga) ke i, dengan i=1,2,.. Ai = Koefisien regresi peubah ke-i

Tabel 3 Variabel bebas dan tak bebas untuk mengindentifikasi faktor penentu keberadaan lahan sawah

Simbol Variabel

Y1 Luas Lahan Sawah X9 Tanan Asosiasi Inceptisols

X1 Kemiringan Lereng <3 % X10 Tanah Asosiasi Andisols, Inceptisols dan Ultisols

X2 Kemiringan Lereng 3-8 %

X3 Kemiringan Lereng >8 % X11 Jarak Jalan terhadap sawah <300 m X4 Curah Hujan (2500-3000) mm X12 Jarak Jalan terhadap sawah 300-700 m X5 Curah Hujan (3000-3500) mm X13 Jarak Jalan terhadap sawah >700 m X6 Ketinggian wilayah <400 mdpl X14 Jarak Irigasi terhadap Sawah 100 m X7 Ketinggian wilayah 400-500 mdpl X15 Jarak Irigasi terhadap Sawah 100-200 m X8 Ketinggian wilayah 500-600 mdpl X16 Jarak Irigasi terhadap Sawah >200 m

Analisis Kelengkapan Prasarana Pertanian

Analisis skalogram digunakan untuk mengetahui tingkat kelengkapan prasarana pertanian pada setiap kelurahan. Prasarana yang dipakai adalah jumlah penduduk, jumlah petani, jumlah bendungan, jumlah penggilingan, kios yang menjual produksi pertanian, panjang irigasi, dan luas lahan sawah disajikan pada Lampiran 3. Analisis ini akan menghasilkan nilai Indeks Perkembangan Desa (IPD) yang akan menentukan tingkat kelengkapan prasarana. Penentuan tingkat kelengkapan prasarana wilayah pertanian pada lahan sawah di bagi menjadi tiga yaitu :

Hirarki I : Jika nilai Indeks Perkembangan Desa lebih besar dari nilai stdev dan rata-rata [ IPD > (Stdev+Average) ]

(25)

11 nilai rata-rata (IPD >= Average)

Hirarki III : Jika nilai Indeks Perkembangan Desa lebih kecil dari nilai rata- rata (IPD < Average)

Kelurahan yang kelengkapan prasarana pertanian lengkap, sedang, dan kurang secara berurutan ditunjukkan pada Hirarki I, II, dan III.

Analisis Prioritas Lahan Sawah yang dilindungi

Penentuan prioritas sawah yang dilindungi berdasarkan pada kondisi fisik lahan, infrastruktur, prasarana serta RTRW 2011-2031. Penetapan prioritas lahan sawah yang dilindungi dilakukan secara bertahap, yaitu:

1. Penentuan prioritas lahan sawah aktual yang dilindungi berdasarkan kondisi fisik lahan,

2. Penentuan prioritas lahan sawah aktual yang dilindungi berdasarkan infrastruktur,

3. Penentuan prioritas lahan sawah aktual yang dilindungi berdasarkan prasarana pertanian,

4. Penentuan prioritas lahan sawah aktual yang dilindungi berdasarkan dari ketiga parameter sebelumnya secara keseluruhan,

5. Penentuan prioritas lahan sawah aktual yang dilindungi berdasarkan hasil klarifikasi dengan pola ruang pada RTRW.

Penentuan prioritas lahan sawah aktual berdasarkan kondisi fisik lahan

ditentukan oleh kemiringan lereng dan curah hujan (Tabel 4). Kedua variabel tersebut didapatkan dari hasil regresi berganda. Kemudian dilakukan kombinasi yang mengacu pada kriteria kesesuaian lahan sawah menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007).

Tabel 4 Penentuan prioritas lahan sawah aktual berdasarkan kondisi fisik lahan Variabel lahan sawah dan Kriteria kesesuaian lahan sawah (Hardjowigeno dan Widiatmaka,

Penentuan prioritas lahan sawah aktual berdasarkan infrastruktur

ditentukan oleh jarak jalan utama (m) dan jarak saluran irigasi (m) dengan kriteria yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Penentuan prioritas lahan sawah aktual lahan berdasarkan infrastruktur

Variabel

Prioritas 1 dengan Kombinasi

Prioritas 2 dengan

Kombinasi Prioritas 3 dengan Kombinasi Referensi

Jarak Jalan

(26)

12

Penentuan prioritas lahan sawah aktual berdasarkan prasarana pertanian

ditentukan oleh Hirarki (Tabel 6). Variabel hirarki tersebut didapatkan dari hasil skalogram.

Tabel 6 Penentuan prioritas lahan sawah aktual berdasarkan prasarana pertanian Variabel Prioritas 1 Prioritas 2 Referensi

Prasarana Pertanian Hirarki I dan II Hirarki III Kelurahan yang memiliki lahan sawah relatif luas (Tabel 10)

Selanjutnya penentuan prioritas lahan sawah yang dilindungi dengan mempertimbangkan ketiga parameter sebelumnya (kondisi fisik lahan, infrastruktur dan prasarana pertanian lahan sawah) secara keseluruhan disajikan pada Tabel 7. Kemudian dilakukan kombinasi dan penetapan peringkat prioritas ( 1, 2, dan 3) lahan sawah yang dilindungi didasarkan pada kriteria yang paling rendah dari masing-masing parameter.

Tabel 7 Penentuan prioritas lahan sawah berdasarkan kondisi fisik lahan, infrastruktur, dan prasarana pertanian.

Tahap selanjutnya adalah diklarifikasi dengan pola ruang RTRW 2011-2031 (Tabel 8). Penetapan prioritas lahan sawah ini menggunakan pendekatan skenario yang dimana penetapan keputusan terakhir didasarkan tidak terlalu mengubah pola ruang pada RTRW 2011-2031. Penetapan tersebut didasarkan oleh kelompok pola ruang dan luas hamparan. Kelompok pola ruang yaitu kelompok lahan terbangun (pemerintahan/perkantoran, pendidikan, perdagangan dan jasa, kawasan Hankam, kawasan penelitian, pergudangan, industri, kesehatan, permukiman kepadatan rendah, permukiman kepadatan sedang, dan permukiman kepadatan tinggi), kelompok RTH publik (hutan kota, lapangan olahraga, taman kota, taman wisata, pemakaman dan taman lingkungan perumahan), kelompok pertanian dan kelompok sempadan sungai. Luas hamparan terdiri dari:

1. <20 ha, dimana beberapa hamparan lahan sawah yang terpisah-pisah dan memiliki luasan <20 ha.

2. >20 ha, dimana suatu hamparan lahan sawah yang memiliki luasan >20 ha Tabel 8 Matriks prioritas lahan sawah yang dilindungi didasarkan pada kondisi

fisik lahan, infrastruktur, prasarana pertanian dengan RTRW periode 2011-2031. Prioritas 1 <20 ha*a Prioritas 3 Prioritas 3 Prioritas 1 Prioritas 3

>20 ha*b Prioritas 2 Prioritas 1 Prioritas 1 Prioritas 2

Prioritas 2 <20 ha*a Prioritas 3 Prioritas 3 Prioritas 1 Prioritas 3

>20 ha*b Prioritas 2 Prioritas 2 Prioritas 1 Prioritas 2

Prioritas 3 <20 ha*a Prioritas 3 Prioritas 3 Prioritas 1 Prioritas 3

>20 ha*b Prioritas 2 Prioritas 1 Prioritas 1 Prioritas 2 Keterangan:

*a dan *b: luas hamparan lahan sawah pada citra Ikonos

Variabel

Prioritas 1 dengan kombinasi

Prioritas 2 dengan kombinasi Prioritas 3 dengan kombinasi

(27)

13

Gambar 2 Luas hamparan lahan sawah pada citra Ikonos 2012 (*a) <20 ha dan (*b) >20 ha

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Kondisi Geografis dan Administratif

Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106o45’ 50’’ Bujur Timur dan 106o45’ 10’’ Bujur Timur, 6 o 49’ 29’’ Lintang Selatan dan 6o 50’ 44’’ Lintang Selatan yang berjarak 120 Km dari Ibukota Negara (Jakarta) dan 96 Km dari Ibukota Propinsi (Bandung). Wilayah Kota Sukabumi seluruhnya berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi yakni:

• Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Cisaat

• Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja

• Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Cisaat

• Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Nyalindung

Gambar 3 Peta Administrasi Kota Sukabumi

(28)

14

Secara administratif wilayah Kota Sukabumi berdasarkan PP Nomor 3 tahun 1995 memiliki luas 48 Km² yang terbagi dalam 5 kecamatan dan 33 desa/kelurahan, dimana 33 desa/kelurahan tersebut 18 desa/kelurahan berasal dari Kabupaten Sukabumi. Selanjutnya berdasarkan Perda Nomor 15 Tahun 2000 tanggal 27 September 2000, wilayah administrasi Kota Sukabumi mengalami pemekaran menjadi 7 kecamatan dengan 33 kelurahan. Tujuh kecamatan yang ada di Sukabumi antara lain Kecamatan Baros, Citamiang, Warudoyong, Gunung Puyuh, Cikole, Lembur Situ, dan Cibeureum.

Tabel 9 Pembagian Luas Wilayah Kecamatan di Kota Sukabumi

No. Kecamatan Jumlah

Sumber : BPS (Kota Sukabumi Dalam Angka, 2012)

Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa kecamatan dengan luas wilayah terbesar yaitu Kecamatan Lembur Situ dengan luas 8,90 Km2 atau 18,54% dari total luas Kota Sukabumi, sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil yaitu Kecamatan Citamiang dengan luas 4,04 Km2 atau 8,42% dari total luas Kota Sukabumi.

Kondisi Iklim

Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jarak dari pantai. Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan orographi dan perputaran/pertemuan arus udara. Oleh karena itu jumlah curah hujan beragam setiap bulannya.

Secara umum Kota Sukabumi beriklim tropis dengan suhu udara minimum 15ºC dan suhu udara maksimum 30ºC. Rata-rata curah hujan tertinggi pada tahun 2006 terjadi pada bulan Februari dengan curah hujan 483,5 mm (26 hari hujan, rata-rata curah hujan 17,4 mm), sedangkan terendah pada bulan Agustus dengan curah hujan 2 mm (2 hari hujan, rata-rata curah hujan 1 mm). Sebagaimana daerah tropis lainnya, Kota Sukabumi mengenal 2 musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Dengan kondisi iklim mikro seperti ini, maka Kota Sukabumi relatif nyaman bagi manusia untuk tempat peristirahatan dan beraktivitas dalam berbagai aspek kehidupan.

Kondisi Topografi dan Ketinggian Wilayah

(29)

15 permukaan laut pada bagian utara, dan rata-rata 650 meter di atas permukaan laut pada bagian tengah.

Dilihat dari bentuk bentangan alamnya, Kota Sukabumi berupa perbukitan bergelombang dengan sudut lereng beragam. Di bagian selatan berlereng datar dengan kemiringan antara 0%-3% sedangkan pada bagian utara landai dengan kemiringan antara 3%-8%. Kondisi fisik ini secara langsung ikut mempengaruhi aspek pengembangan dan pembangunan kota secara teknis seperti pengaruh terhadap sistem distribusi air bersih kota, sistem saluran pembuangan, dan juga terhadap berbagai aspek teknis lain, misalnya pekerjaan konstruksi/pekerjaan sipil, tata bangunan dan lain sebagainya.

Kondisi Tanah dan Penggunaan Lahan

Kondisi tanah di Kota Sukabumi, terbentuk pada jaman kuarter dan merupakan batuan vulkanik Gunung Gede. Sebagian besar batuannya terdiri dari batuan Breksi Tufan dan Lahar, Andesit dengan Oligloklas Andesit, Piroksin, dan bahan Heron Blando. Tanah di wilayah Kota Sukabumi sebagian besar berupa lempung pasir yang mempunyai sifat fisik kurang baik untuk bangunan berat, karena berdasarkan informasi dari penelitian yang telah dilakukan tebal tanah penutup ini kurang dari 10 meter.

Karena sebagian daerahnya merupakan lereng Gunung Api (Gunung Gede), wilayah Kota Sukabumi mempunyai kecenderungan terkena bencana alam yang berkaitan dengan aktivitas gunung api seperti lahar, gempa bumi, dan longsor pada bagian atas lereng. Bencana alam yang kerap kali menimpa Kota Sukabumi adalah gempa bumi. Sedangkan gerakan tanah terdapat di daerah-daerah yang terjal dengan lereng yang tidak stabil.

Wilayah Kota Sukabumi memilki lereng terjal pada bagian utara dan selatan. Jenis tanah umumnya lempung pasir dan pasir. Ketebalan tanah pada bagian utara kurang dari 5 meter, sedangkan bagian selatan relatif lebih tipis.

Penggunaan lahan di Kota Sukabumi dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu lahan pertanian sekitar 48,25% dari seluruh wilayah dan sisanya 51,75% adalah lahan darat/kering. Lahan pertanian adalah lahan yang secara fungsi dan pola penggunaannya adalah untuk pengembangan komoditas padi. Lahan pertanian yang ada di Kota Sukabumi tergolong lahan yang produktif, dimana intensitas panen mencapai tiga kali dalam satu tahun. Sedangkan untuk lahan darat/kering terdiri dari kawasan terbangun, tegalan, kolam, dan penggunaan lainnya yang dikategorikan bukan sawah.

Kondisi Kependudukan

(30)

16

dalam kurun waktu 2000-2006 yaitu sebanyak 20.294 jiwa, angka pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan luasan Kota Sukabumi.

Berdasarkan jumlah penduduk setiap kecamatan, diketahui bahwa Kecamatan Cikole memiliki jumlah penduduk paling banyak (54.757 jiwa), sedangkan Kecamatan Baros merupakan kecamatan yang paling sedikit penduduknya (29.379 jiwa). Jika dilihat dari jumlah penduduk relatif terhadap luas area atau biasa disebut kepadatan penduduk, ternyata Kecamatan Citamiang merupakan wilayah yang paling padat penduduknya yaitu sekitar 11.328,71 jiwa/ km2, sedangkan Kecamatan Cibeureum merupakan wilayah yang jarang yaitu sekitar 3.382,24 jiwa/km2.

Ditinjau dari kepadatan secara menyeluruh, dapat diketahui bahwa penyebaran penduduk Kota Sukabumi belum seimbang. Terdapat beberapa kelurahan yang kepadatannya tinggi, seperti Kelurahan Kebonjati dan Kelurahan Tipar serta adapula beberapa kelurahan yang relatif kepadatan penduduknya masih rendah, terutama di Kecamatan Baros.

Kondisi Ekonomi

Salah satu indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat perkembangan dan struktur perekonomian di Kota Sukabumi adalah nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang terbagi atas harga berlaku dan harga konstan. PDRB Kota Sukabumi pada tahun 2006 atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha mencapai 1.742 milyar rupiah atau naik dari tahun 2005 yang sebesar 1.546 milyar rupiah. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha mencapai 589 milyar rupiah atau naik dari tahun sebelumnya sebesar 558 milyar rupiah.

Berdasarkan kontribusi terhadap perekonomian di wilayah Kota Sukabumi, sektor yang memberikan kontribusi terhadap PDRB adalah dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran yaitu mencapai 45%. Urutan terbesar kedua dan ketiga secara berturut-turut adalah sektor jasa-jasa serta sektor pengangkutan dan komunikasi yang masing-masing memberikan kontribusi sebesar 16,30% dan 14,40%. Sedangkan sektor yang kontribusinya paling kecil terhadap PDRB adalah sektor pertambangan dan penggalian yaitu hanya 0,01%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persebaran Spasial Lahan Sawah

Persebaran Lahan Sawah Berdasarkan Wilayah Administrasi

(31)

17 Kecamatan Cibeureum masih memiliki lahan sawah yang terluas. Lahan sawah terkecil terletak di Kecamatan Citamiang 65.76 ha (4.17 %). Hal ini dikarenakan Kecamatan Citamiang merupakan kecamatan yang tidak mengalami pemekaran, dimana sudah berkembang menjadi lahan terbangun.

Gambar 4 Persebaran lahan sawah menurut kecamatan

Kecamatan yang masih memiliki lahan sawah yang luas (Tabel 10) seperti, Kecamata Cibeureum, Lembursitu, dan Baros. Kecamatan-kecamatan tersebut merupakan kecamatan hasil pemekaran dari Kabupaten Sukabumi yang sejak tahun 2000. Fenomena yang sama juga Nampak pada kelurahan, dimana kelurahan yang masih memiliki lahan sawah yang masih luas. Kelurahan tersebut merupakan kelurahan hasil pemekaran dari Kabupaten Sukabumi sejak tahun 1995. Hal ini ditujukan kelurahan Cisarua, Subang Jaya, Karangtengah, Dayeuhluhur, dan Warudoyong. Kelurahan-kelurahan tersebut terletak di Kecamatan Inti Kota Sukabumi

Tabel 10 Luas lahan sawah setiap kelurahan

Kecamatan Kelurahan Luas Sawah 2012 Kecamatan Kelurahan Luas Sawah 2012

ha % ha % Cibeureumhilir 124.14 7.86 Cipanengah 57.94 3.67 Limusnunggal 126.43 8.01 Lembursitu 124.02 7.89 Sindangpalay 105.66 6.69 Sindangsari 70.88 4.49

(32)

18

Secara spasial, lahan sawah menyebar di seluruh Kota Sukabumi disajikan pada Gambar 5. Gambar tersebut menunjukkan bahwa lahan sawah dominan menyebar di bagian selatan Kota Sukabumi. Hal ini karenanakan pada bagian utara Kota Sukabumi merupakan wilayah yang telah menjadi kota sehingga telah didominasi oleh lahan terbangun sedangkan wilayah selatan yang merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Sukabumi sehingga wilayah selatan lebih dominan lahan sawahnya.

Gambar 5 Pola persebaran spasial lahan sawah Kota Sukabumi tahun 2012

Persebaran Lahan Sawah Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan

(33)

19

Keterangan: SPT 2: Tanah Asosiasi Inceptisols dan Entisol; SPT 124: Tanah Inceptisols; SPT 125: Tanah Asosiasi Inceptisols, Andisols dan Vertisols; SPT 126: Tanah Asosiasi Andisols, Inceptisols dan Ultisols; SPT 207: Tanah Asosiasi Inceptisols dan Ultisols

Gambar 6 Persebaran lahan sawah berdasarkan karakteristik fisik lahan; (a) kemiringan lereng(%), (b) curah hujan(mm), (c) elevasi (mdpl), dan (d) jenis tanah.

Gambar 6 (b) menunjukkan bahwa luas lahan sawah akan semakin berkurang dengan meningkatnya curah hujan karena peningkatan curah hujan itu diikuti dengan peningkatan elevasi dan penurunan suhu udara. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gandasasmita (2001), penurunan luas lahan sawah pada daerah dengan curah hujan yang tinggi bukan disebabkan oleh kondisi hujannya, tetapi disebabkan oleh kondisi suhu udara yang tidak lagi menunjang budidaya lahan sawah. Hal ini sependapat dengan pernyataan Kyuma (2004), tanah sawah mencakup semua tanah yang terdapat dalam zona iklim dengan rezim temperatur yang sesuai untuk menanam padi paling tidak sebanyak satu kali dalam satu tahun. Selain itu menurut Salim (1998), ketinggian tempat dipengaruhi oleh iklim terutama oleh curah hujan dan temperatur.

Gambar 6 (c) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan luasan lahan sawah yang berada di elevasi 300-500 mdpl karena suhu udara yang mendukung pertumbuhan padi dan belum berkembang menjadi lahan terbangun. Kemudian penurunan luas lahan sawah >500 mdpl karena suhu udara yang lebih rendah dan sudah berkembang menjadi lahan terbangun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gandasasmita (2001), elevasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan sawah karena elevasi berkorelasi erat dengan suhu udara,

(34)

20

semakin tinggi elevasi maka semakin rendah suhu udara sehingga suhu udara yang rendah menjadi pembatas utama bagi penggunaan lahan sawah. Hal ini sependapat dengan Salim (1998), ketinggian tempat dipengaruhi oleh iklim terutama oleh curah hujan dan temperatur. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), kesesuaian lahan sawah berada di elevasi <500 mdpl. Namun terjadi penurunan luas lahan sawah di elevasi <300 mdpl dikarenakan oleh pada elevasi tersebut terletak di ujung Kelurahan Lembursitu (bagian selatan Kota Sukabumi) yang menjadi perbatasan Kota dengan Kabupaten Sukabumi sehingga persebaran lahannya sedikit.

Gambar 6 (d) menunjukkan bahwa lahan sawah dominan memiliki jenis Tanah Asosiasi Andisols, Inceptisols, dan Ultisols (SPT 126). Menurut Situmorang dan Sudadi (2001), jenis tanah yang memiliki potensi sangat baik untuk lahan sawah yaitu Tanah SPT 124 (Tanah Inceptisols). Namun jenis tanah tersebut memiliki luasan 21.33%(1034.37 ha) lebih kecil dibandingkan dengan tanah SPT 126 (Tanah Asosiasi Andisol, Inceptisol dan Ultisol 67.13 % (3254.72 ha). Sedangkan lahan sawah terkecil memiliki jenis Tanah Asosiasi Inceptisols, Andisols, dan Vertisols (SPT 125) dikarenakan jenis tanah tersebut terletak di ujung Kelurahan Lembursitu (bagian selatan Kota Sukabumi) yang menjadi perbatasan Kota dengan Kabupaten Sukabumi sehingga persebaran lahannya sedikit. Menurut Kyuma (2004), tanah sawah mencakup semua tanah yang terdapat dalam zona iklim dengan rezim temperatur yang sesuai untuk menanam padi paling tidak sebanyak satu kali dalam satu tahun. Pernyataan senada dikemukakan oleh Arsyad (2006), sawah dapat dibangun pada segala macam tanah termasuk tanah yang tidak sesuai bagi tanaman lain. Masalah utama sawah adalah penyediaan air yang cukup pada saat diperlukan, penggunaan air secara efisien dan pembuangan air.

Persebaran Lahan Sawah Berdasarkan Infrastruktur

Persebaran lahan sawah berdasarkan infrastruktur disajikan pada Gambar 7. Infrastruktur yang digunakan buffer jarak jalan utama dan buffer jarak saluran irigasi. Gambar 7 (a) menunjukkan bahwa luas lahan sawah akan semakin berkurang dengan semakin jauhnya jarak irigasi terhadap sawah. Lahan sawah dominan berada pada lahan yang jarak dari saluran irigasi <100 m sebesar 1328.53 ha (84.16 %). Hal ini dikarenakan kemudahan dalam penyaluran aliran irigasi ke lahan sawah. Menurut Sapei (2009), saluran irigasi merupakan salah satu infrastruktur utama kegiatan pertanian pangan. Faktor air yang menjadi kunci utama dalam penanaman padi sawah selalu tersedia (Soepraptohardjo dan Suhardjo, 1978).

(35)

21

Gambar 7. Persebaran lahan sawah berdasarkan infrastruktur; (a) buffer jarak saluran irigasi (m), dan (b) buffer jarak jalan utama (m)

Persebaran lahan sawah berdasarkan infrastruktur pada setiap buffer jarak jalan utama (m) terhadap sawah disajikan pada Gambar 7 (b). Gambar tersebut menunjukkan bahwa lahan sawah yang terluas berada pada jarak antara 100-200 m dari jalan sebesar 199.72 ha (12.65 %). Hal ini dikarenakan lahan sawah di Kota Sukabumi terletak dekat dengan jalan utama. Fenomena lainnya, lahan sawah akan semakin menurun pada jarak >200 m dan <100 m.

Penurunan luas lahan sawah pada jarak <100 m dari jalan utama dikarenakan lahan sawah di Kota Sukabumi terletak dekat dengan jalan utama dan lahan terbangun, dimana lahan sawahnya mudah terkonversi menjadi lahan terbangun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ernan dan Barus (2012), lahan sawah yang berada di pinggiran jalan akan menjadi daerah konversi lahan sawah. Sedangkan penurunan luas lahan sawah pada jarak >200 m dari jalan utama dikarenakan pada jarak tersebut penggunaan lahannya bervariasi (kolam, kebun campuran, semak belukar, ladang, dan lahan terbangun).

Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Lahan Sawah

(36)

22

pemilihan variabel penduga yang mempengaruhi variabel tujuan sudah relatif tepat.

Variabel yang memiliki nilai koefisien terbesar adalah jarak saluran irigasi <100 m terhadap sawah dengan nilai koefisien 0.209 artinya lahan sawah di Kota Sukabumi telah dilengkapi oleh saluran irigasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sapei (2009), saluran irigasi merupakan salah satu infrastruktur utama kegiatan pertanian pangan. Faktor air yang menjadi kunci utama dalam penanaman padi sawah selalu tersedia (Soepraptohardjo dan Suhardjo, 1978).

Variabel dengan nilai koefisien terbesar kedua adalah kemiringan lereng <3 % dengan nilai koefisien 0.209, artinya wilayah dengan kemiringan lereng <3 % adalah wilayah yang cocok untuk dimanfaatkan lahan sawah. Kondisi lereng ini termasuk ke dalam kelas kemiringan lereng datar (Arsyad, 2006). Hal ini sesuai dengan pernyataan Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), kesesuaian lahan sawah terletak di kemiringan lereng <3 %.

Variabel dengan nilai koefisien terbesar ketiga adalah curah hujan 2500-3000 mm dengan nilai koefisien 0.174, artinya curah hujan 2500-2500-3000 mm sangat diperlukan untuk tanaman padi sawah. Curah hujan menjadi salah satu indikator ketersedian air yang dibutuhkan dalam budidaya pertanian khususnya untuk lahan sawah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soepraptohardjo dan Suhardjo (1978), faktor air yang menjadi kunci utama dalam penanaman padi sawah selalu tersedia. Pernyataan serupa dikemukakan oleh Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), kesesuaian lahan sawah memiliki curah hujan >1500 mm.

Selanjutnya adalah variabel jarak jalan utama antar <300 m terhadap lahan sawah dengan nilai koefisien 0.158, artinya lahan sawah tersebut akan cenderung mudah terkonversi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Barus et. al, (2010), aksesibilitas jalan memiliki peran signifikan dalam mendukung perubahan lahan. Perluasan jalan tol dan jalan provinsi mempercepat proses perubahan lahan sawah ke penggunaan non sawah.

Tabel 11 Hasil regresi berganda untuk faktor yang mempengaruhi keberadaan lahan sawah

R² faktor yang memiliki pengaruh akan

keberadaan lahan sawah 0.98

Kelengkapan Prasarana Pertanian

(37)

23 ini menghasilkan nilai Indeks Perkembangan Desa (IPD), dimana semakin tinggi nilai IPD maka semakin lengkap prasarana pertaniannya. Sebaliknya, semakin rendah nilai IPD maka semakin kurang lengkap prasarana pertaniannya.

Tingkat kelengkapan prasarana pertanian disajikan pada Tabel 12. Tabel tersebut menunjukkan bahwa semakin kecil hirarki maka semakin lengkap prasarana pertanian yang dimiliki oleh setiap kelurahan. Kota Sukabumi mempunyai 33 kelurahan, dimana hasil analisis skalogram menunjukkan bahwa 5 kelurahan tergolong prasarana pertanian yang lengkap (Hirarki I), 9 kelurahan tergolong prasarana pertanian yang sedang (Hirarki II) dan 19 kelurahan tergolong prasarana pertanian yang kurang lengkap (Hirarki III).

Kelurahan dengan Hirarki I memiliki lahan sawah yang cukup luas sebesar 62.12-124.14 ha dan dimana suatu hamparan lahan sawah yang memiliki luasan >20 ha serta nilai selang IPD 10.09-16.57. Nilai IPD tertinggi dimiliki oleh Kelurahan Jayamekar yaitu sebesar 16.578 (Lampiran 3). Hal ini mencerminkan bahwa di Kelurahan Jayamekar berdasarkan variabel-variabel yang digunakan dalam menentukan IPD memiliki prasarana pertanian lebih lengkap dibandingkan dengan kelurahan lainnya dikarenakan Kelurahan Jayamekar belum berkembang menjadi lahan terbangun.

Selain itu juga kelurahan dengan Hirarki II memiliki lahan sawah yang cukup luas sebesar 41.91-133.84 ha dan dimana suatu hamparan lahan sawah yang memiliki luasan >20 ha serta nilai selang IPD 5.51-10.09. Nilai IPD tersebut mencerminkan bahwa di kelurahan-kelurahan tersebut berdasarkan variabel-variabel yang digunakan dalam menentukan IPD memiliki prasarana pertanian yang sedang dibandingkan dengan kelurahan lainnya.

Tabel 12 Tingkat kelengkapan prasarana pertanian tahun 2012 Tingkat Kelengkapan Prasarana

Kelurahan dengan Hirarki III memiliki lahan sawah sempit sebesar 0-57.74 ha, dimana beberapa hamparan lahan sawah yang terpisah-pisah dan memiliki luasan <20 ha serta nilai selang IPD 0-5.51. Nilai IPD terendah dimiliki oleh Kelurahan Tipar yaitu sebesar 0.79 (Lampiran 3). Hal ini mencerminkan bahwa di Kelurahan Tipar berdasarkan variabel-variabel yang sama merupakan kelurahan yang prasarana pertaniannya kurang lengkap dikarenakan Kelurahan Tipar sudah berkembang menjadi lahan terbangun.

(38)

24

masing-masing terpisah. Hal ini dikarenakan Kelurahan Jayamekar memiliki jumlah penduduk terendah di Kota Sukabumi sedangkan untuk Kelurahan Sindangpalay dan Kelurahan Cibeureum jumlah petaninya lebih tinggi dibanding di kelurahan sekitarnya yang berada pada Kecamatan Cibeureum.

Gambar 8 Pola persebaran spasial kelengkapan prasarana pertanian di Kota Sukabumi

Hirarki II berada pada 9 kelurahan yang menyebar pada Kecamatan Lembursitu (3 kelurahan), Kecamatan Baros (2 kelurahan), Kecamatan Cibeureum (2 kelurahan), dan Kecamatan Warudoyong (2 kelurahan). Kelurahan-kelurahan tersebut terlihat menyebar di bagian barat, selatan dan timur Kota Sukabumi. Hal ini dikarenakan kelurahan tersebut merupakan kelurahan pemekaran dari Kabupaten Sukabumi sehingga masih memiliki prasarana pertanian. Dari 9 kelurahan tersebut terlihat bahwa 6 kelurahan menyebar di bagian barat dan selatan Kota Sukabumi dan 3 kelurahan menyebar di bagian selatan dan timur Kota Sukabumi. Hal ini dikarenakan terdapat Kelurahan Jayamekar dengan Hirarki I, dimana kelurahan Jayamekar memiliki jumlah penduduk terendah di Kota Sukabumi.

(39)

kelurahan-25 kelurahan sekitarnya. Namun demikian, semua kelurahan dengan Hirarki III ini dimana beberapa hamparan lahan sawah yang terpisah-pisah dan memiliki luasan <20 ha serta menyebar diantara lahan terbangun (18 kelurahan) dan kebun campuran (1 kelurahan).

Prioritas Lahan Sawah yang Dilindungi

Penetapan lahan sawah yang dilindungi dilakukan berdasarkan kondisi fisik lahan, infrastruktur, dan prsarana pertanian. Namun demikian, penetapan ini dilakukan secara secara bertahap. Hasil lahan sawah yang dilindungi berdasarkan pada masing-masing kriteria disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Prioritas lahan sawah yang dilindungi berdasarkan kondisi fisik, infrastruktur, dan prasarana pertanian

Prioritas Lahan Sawah

Luas Lahan Sawah Berdasarkan (ha)

Kondisi Fisik Infrastruktur Prasarana Pertanian

ha % ha % ha %

Prioritas 1 1375.52 87.14 410.76 26.02 1261.29 79.90

Prioritas 2 200.45 12.70 605.66 38.37 317.24 20.10

Prioritas 3 2.57 0.16 562.12 35.61 0 0

(40)

26

Gambar 9 Pola persebaran spasial prioritas lahan sawah berdasarkan kondisi fisik lahan

Persebaran prioritas lahan sawah berdasarkan infrastruktur disajikan pada Gambar 10 dan Tabel 13. Luas lahan sawah yang dilindungi berdasarkan infrastruktur (jarak dari saluran irigasi dan jalan utama), menyebar hampir merata pada prioritas 1, 2, dan 3. Tabel tersebut menunjukkan bahwa lahan sawah menyebar pada berbagai jarak baik dari saluran irigasi maupun jalan utama. Lahan sawah yang prioritas 3 berada pada sepanjang jalan utama akan mudah terkonversi. Hal ini dikarenakan Kota Sukabumi merupakan wilayah posisi strategis karena berada di kawasan mega urban, yaitu Jabodetabek dan Bandung Raya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rustiadi dan Barus (2012), lahan sawah yang berada di pinggiran jalan akan menjadi daerah terkonversi lahan sawah.

(41)

27

Gambar 10 Pola persebaran spasial prioritas lahan sawah berdasarkan infrastruktur

Persebaran prioritas lahan sawah berdasarkan prasarana pertanian disajikan pada Gambar 11 dan Tabel 13. Lahan sawah yang dilindungi didasarkan pada kelengkapan prasarana pertanian, hanya menyebar di prioritas 1 dan 2. Hal tersebut mencerminkan bahwa lahan sawah di Kota Sukabumi telah dilengkapi dengan prasarana pertanian. Hal ini dikarenakan batas administrasi Kota Sukabumi tahun 1995, terdapat 5 kecamatan dan 33 kelurahan, dimana 33 kelurahan tersebut 18 kelurahan berasal dari Kabupaten Sukabumi.

(42)

28

Gambar 11 Pola persebaran prioritas lahan sawah berdasarkan prasarana pertanian

Selanjutnya penetapan prioritas lahan sawah yang dilindungi dengan mempertimbangkan ketiga parameter tersebut secara komprehensif dan hasilnya disajikan pada Tabel 14. Penetapan peringkat prioritas (1, 2, dan 3) lahan sawah yang dilindungi didasarkan pada kriteria yang paling rendah dari masing-masing parameter. Lahan sawah yang dilindungi termasuk pada prioritas 1, 2, dan 3 masing-masing luasannya secara berurutan 391.35 ha, 693.55 ha, dan 563.68 ha. Tabel 14 Prioritas lahan sawah yang dilindungi

Prioritas Lahan Sawah

Luas Lahan Sawah Berdasarkan (ha) Kondisi Fisik, Infrastruktur,

dan Prasarana

Kondisi Fisik, Infrastruktur, Prasarana, dan RTRW 2011-2031

ha % ha %

Prioritas 1 321.31 20.35 468.55 29.68

Prioritas 2 693.55 43.94 483.44 30.62

Prioritas 3 563.68 35.71 626.54 39.69

(43)

29 masing-masing sebesar 238.46 ha dan 108.26 ha (Lampiran 3). Hal ini dikarenakan oleh lahan sawah berada di kelompok bukan terbangun (RTH Publik, pertanian, dan sempadan sungai), dimana suatu hamparan lahan sawah yang memiliki luasan >20 ha untuk Prioritas 2 sedangkan prioritas 3 lahan sawah berada di kelompok RTH Publik dan kelompok pertanian, dimana suatu hamparan lahan sawah yang memiliki luasan >20 ha. Namun demikian, prioritas 1 juga mengalami pengurangan luas lahan sawah ditandai oleh perubahan prioritas 1 menjadi prioritas 2 dan 3 masing-masing sebesar 148.35 ha dan 51.13 ha. Hal ini disebabkan oleh lahan sawah terletak di kelompok terbangun, dimana suatu hamparan lahan sawah yang memiliki luasan >20 ha (prioritas 2) dan di seluruh kelompok kecuali kelompok pertanian dimana beberapa hamparan lahan sawah yang terpisah-pisah dan memiliki luasan <20 ha (prioritas 3). Luas penambahan lebih besar daripada luas pengurangan, maka terjadi peningkatan prioritas 1 sebesar 147.24 ha.

(44)

30

Prioritas 2 mengalami penambahan luas lahan sawah dari prioritas 1 dan 3 masing-masing sebesar 148.35 ha dan 117.85 ha (Lampiran 3). Hal ini dikarenakan oleh lahan sawah berada di kelompok terbangun dan sempadan sungai, dimana suatu hamparan lahan sawah yang memiliki luasan >20 ha. Namun demikian, prioritas 2 juga mengalami pengurangan luas lahan sawah ditandai oleh perubahan prioritas 2 menjadi prioritas 1 dan 3 masing-masing sebesar 238.46 ha dan 237.85 ha. Hal ini disebabkan oleh lahan sawah terletak di kelompk bukan terbangun (RTH publik, pertanian, dan sempadan sungai), dimana suatu hamparan lahan sawah yang memiliki luasan >20 ha (prioritas 1) dan di seluruh kelompok kecuali kelompok pertanian, dimana beberapa hamparan lahan sawah yang terpisah-pisah dan memiliki luasan <20 ha (prioritas 3). Luas penambahan lebih kecil daripada luas pengurangan, maka terjadi penurunan prioritas 2 sebesar 210.11 ha.

Lahan sawah yang prioritas 3 dominan di bagian utara Kota Sukabumi, dimana beberapa hamparan lahan sawah yang terpisah-pisah dan memiliki luasan <20 ha, berada di antara jalan utama dan di sekitar wilayah yang lahan terbangunnya sudah berkembang sehingga diprioritaskan ke-3. Hal ini sesuai pernyataan Rustiadi dan Barus (2012) dan Perda 11 Tahun 2012, dimana lahan sawah tersebut lebih mudah terkonversi dikarenakan disekitar jalan utama dan berada di kelompok lahan terbangun pada pola ruang RTRW 2011-2031.

Prioritas 3 mengalami penambahan luas lahan sawah dari prioritas 1 dan 2 masing-masing sebesar 51.13 ha dan 237.85 ha (Lampiran 3). Hal ini dikarenakan oleh lahan sawah berada di seluruh kawasan kecuali kawasan pertanian, dimana beberapa hamparan lahan sawah yang terpisah-pisah dan memiliki luasan <20 ha. Namun demikian, prioritas 3 juga mengalami pengurangan luas lahan sawah ditandai oleh perubahan prioritas 3 menjadi prioritas 1 dan 2 masing-masing sebesar 108.26 ha dan 117.85 ha. Hal ini disebabkan oleh lahan sawah terletak di kelompok RTH Publik dan pertanian, dimana suatu hamparan lahan sawah yang memiliki luasan >20 ha dan kelompok pertanian, dimana beberapa hamparan lahan sawah yang terpisah-pisah dan memiliki luasan <20 ha (prioritas 1). Prioritas 2, lahan sawah terletak di kelompok terbangun dan sempadan sungai, dimana lahan suatu hamparan lahan sawah yang memiliki luasan >20 ha. Luas penambahan lebih besar daripada luas pengurangan, maka terjadi peningkatan prioritas 3 sebesar 61.86 ha.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Lahan sawah di Kota Sukabumi telah berada pada kondisi fisik lahan yang sesuai yaitu kemiringan lereng, curah hujan, dan elevasi.

(45)

31 3. Kelengkapan prasarana pertanian pada setiap kelurahan terbagi Hirarki I (5

kelurahan), II (9 kelurahan), dan III (19 kelurahan).

4. Lahan sawah yang termasuk pada prioritas 1, 2, dan 3 untuk dilindungi masing-masing 468.55 ha (29.68%), 483.44 ha (30.62 %) dan 626.54 ha (39.69 %).

Saran

Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk menentukan prioritas lahan sawah yang dilindungi namun perlu ditambahkan data sosial dan ekonomi. Selain itu lahan sawah di RTRW perlu dirubah dikarenakan lahan sawah prioritas 1 dan prioritas 2 masih memiliki lahan sawah yang luas, dimana lahan sawahnya telah sesuai dengan kondisi fisik dan dilengkapi prasarana pertanian.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman A, Wahyunto, Shofiyati R. 2004. Gagasan pengendalian konversi lahan sawah dalam rangka peningkatan ketahanan pangan nasional. Prosiding Seminar Multifungsi Pertanian dan Konservasi Sumberdaya Lahan. Bogor (ID).

Aronoff S. 1989. Geographic Information System; A Management Perspective, 2nd ed. WRI Publication, Ottawa, Canada.

Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID) : IPB Pr.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Sukabumi. 2012. Kota Sukabumi dalam Angka 2012. Sukabumi (ID) : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Sukabumi.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kota Sukabumi Dalam Angka 2012. Sukabumi (ID) : BPS Kota Sukabumi.

Barus B, Panuju DR, Iman LS, Trisasongko BH, Gandasasmita K, dan Kusumo R. 2010. Pemetaan Potensi Konversi Lahan Sawah dalam Kaitan Lahan Pertanian Berkelanjutan dengan Analisis Spasial. Prosiding, Seminar dan Kongres Nasional X HITI : Tanah untuk Kehidupan yang Berkualitas. 2011 Desember 6-11; Surakarta (ID) : Universitas Sebelas Maret. hlm 554-561.

Bintarto R. 1989. Interaksi Desa Kota dan permasalahannya. Jakarta (ID) : Golia Indonesia.

Firdian A, Barus B, Pribadi DO. 2010. Kajian Pola Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Garut Berbasis Daya Dukung Lingkungan Hidup. Jurnal Tanah Lingkungan. 12: 33-39.

Daldjoeni N. 1984. Seluk Beluk Masyarakat Kota; Pusparagam Sosiologi Kota dan Ekologi Sosial. Bandung (ID) : Alumni Bandung.

Hardjowigeno S dan Luthfi M. 2005. Tanah Sawah. Malang (ID): Bayumedia Publishing.

Hardjowigeno S dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Yogjakarta (ID) : Gajah Mada University Pr. Jayadinata JT. 1992. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan

Gambar

Tabel 1  Karakteristik Dasar Satelit Ikonos
Gambar 1  Bagan Diagram Alir Penelitian
Tabel 2.  Data sekunder yang digunakan untuk penelitian
Gambar 2   Luas hamparan lahan sawah pada citra Ikonos 2012 (*a) <20 ha dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Deskripsi Memperkenalkan nama-nama murid Nabi Kongzi dan jasa-jasanya agar peserta didik mengetahui perlunya belajar agama Khonghucu, menumbuhkan keimanan tentang adanya Tian

Hal ini dikarenakan pada pemberian PPC dengan konsentrasi 0,6 % adalah konsentrasi yang paling tepat dan mampu mensuplai hara untuk pertumbuhan volume akar

37 pembunuhan menyerupai disengaja, dan pembunuhan tersalah (tidak disengaja) dan yang membedakan dari ketiga jenis pembunuhan ini adalah niat pelaku. Imam Malik

Hampir sulit ditemukan kegiatan ekonomi sekarang ini yang terlepas dari aspek kepentingan publik (kepentingan masyarakat luas /umum), kepentingan nasional (negara),

CHAPTER VDISCUSSION 5.1 The improvement of the students‟ mastery of English vocabulary of the fourth grade students of SD Muhammadiyah 1 Kudus taught by using

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN

Berdasarkan hasil pembahasan, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran ini dapat meningkatkan hasil belajar sehingga nilai siswa yang sebelum dilakukan

 Saling tukar informasi tentang materi tujuan dan esensi karya ilmiah dengan ditanggapi aktif oleh peserta didik dari kelompok lainnya sehingga diperoleh sebuah pengetahuan