• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian kesesuaian lahan desa nagalingga kecamatan merek kabupaten karo untuk tanaman sayuran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian kesesuaian lahan desa nagalingga kecamatan merek kabupaten karo untuk tanaman sayuran"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN DESA NAGA LINGGA

KECAMATAN MEREK KABUPATEN KARO

UNTUK TANAMAN SAYURAN

TIENCE ELIZABET PAKPAHAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Kajian Kesesuaian Lahan Desa Nagalingga Kecamatan Merek Kabupaten Karo untuk Tanaman Sayuran merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Sumber informasi dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2009

Tience Elizabet Pakpahan

(3)

ABSTRACT

In development of Indonesian agriculture, the horticulture sub sector of vegetables has a high economic value. It is capable becoming one of the major source of economic growth in the future. Generally, vegetables can grow well if given a suitable agro-ecological environment. PRIMATANI is a new project whose aim to accelerate the dissemination of agribusiness innovation. This project was conducting in 33 provincial areas base on optimizing village potency. Nagalingga village, Merek district, Karo regency is included in this project because it is a center of vegetables production. The purpose of this research is to analyze the actual land suitability and to modify the criteria with a specific location in Nagalingga village. This research was carried out from January to May 2008. The analysis was done by matching land characteristic and land use requirements base on Deptan (1997) and Sys. et al. (1991) methods. The results indicate that land suitability classification based on Deptan (1997) for tomatoes, cabbages, and caisins are marginal with water and soil fertility as the limiting factors. Base on Sys. et al. (1991) method, for tomatoes, cabbages, and caisins are marginal and not suitable with water and soil fertility as the limiting factors.

According to modified criteria, the best criteria of land characteristics for tomatoes are P2O5 (>11.53 ppm), base saturation (40%), K2O (>135 me/100g), for cabbages are Mg-exchangeable (<0.17 ppm), Na-exchangeable (<0.09 ppm), slope (<15%), and caisin is soil pH (>5.8).

(4)

RINGKASAN

TIENCE ELIZABET PAKPAHAN. Kajian Kesesuaian Lahan Desa Nagalingga Kecamatan Merek Kabupaten Karo untuk Tanaman Sayuran. Dibimbing oleh SUDARSONO, WIDIATMAKA dan ANAS D. SUSILA.

Pembangunan hortikultura tanaman sayuran di Sumatera Utara sangat potensial sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi masa depan karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Desa Nagalingga, sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai sentra produksi sayur-mayur karena didukung oleh luas lahan, iklim, kesuburan tanah, dan letak yang strategis. Dalam pelaksanaan budidaya tanaman, petani belum mempertimbangkan faktor fisik, sosial ekonomi, konservasi sumber daya lingkungan padahal masyarakat sangat menggantungkan hidup pada kegiatan usaha tani. Untuk itu diperlukan evaluasi lahan. Evaluasi lahan dapat membantu menyeleksi penggunaan lahan yang optimal untuk masing-masing satuan lahan dengan mempertimbangkan faktor fisik dan sosial ekonomi serta konservasi sumber daya lingkungan untuk penggunaan yang lestari.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kesesuaian lahan aktual serta melakukan modifikasi kriteria spesifik lokasi agar dapat diterapkan sesuai dengan karakteristik lahan untuk tanaman sayuran di desa Nagalingga, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo. Pendekatan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini antara lain analisis korelasi, regresi bertatar dan analisis bergerombol.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa klasifikasi dengan menggunakan faktor pembatas minimum (Deptan, 1997), untuk tanaman tomat, kubis, dan caisin memiliki kelas S3 (sesuai marginal) dan hasil klasifikasi dengan menggunakan agregat faktor pembatas (Sys et al. 1991) untuk tanaman tomat memiliki kelas S3 namun untuk kubis, dan caisin memiliki kelas S3 dan N (tidak sesuai). Perbedaan hasil klasifikasi karena klasifikasi agregat faktor pembatas merupakan akumulasi pembatas sehingga dapat menurunkan kelas lahan.

Analisis B/C menunjukkan bahwa nilai B/C tertinggi untuk tanaman tomat, kubis, dan caisin secara berturut-turut adalah 1.21, 2.57, dan 4.75 sedangkan terendah adalah 0.98, 1.01, dan 2.50. Produksi lapangan tertinggi untuk tanaman tomat, kubis, dan caisin secara berturut-turut adalah 34.65 ton/ha, 25.3 ton/ha, dan 2.88 ton/ha dengan asumsi harga yang berlaku pada saat penelitian dilakukan

yaiitu untuk tomat Rp.1500-2200/kg, kubis Rp. 1000-1500/kg, dan caisin Rp. 700-1000/kg.

Melalui modifikasi hasil kriteria dengan membandingkan standar produksi nasional dengan FAO (1983) untuk tanaman tomat, kubis dan caisin agar diperoleh kriteria baru. Kriteria hasil modifikasi untuk tanaman tomat di desa

Naga Lingga berdasarkan kriteria Deptan (1997) adalah kejenuhan basa S1 (40%), S2 (27-39%), S3 (20.1-26%), dan N (<20%). Untuk tanaman kubis adalah

kemiringan S1 (<3%), S2 (3-15%), S3(>15%). Untuk tanaman caisin adalah pH tanah S1 (>5.8), S2 (5.54-5,8), S3 (5.36-5.53) dan N (<5.36).

(5)

N(<3.02), serta K2O S1 (>135 ppm), S2 (103-135 ppm), S3 (66-102 ppm). Untuk tanaman kubis Mg-dd S1(>0.92 ppm), S2(0.63-0,92 ppm), S3(0,32-0.62 ppm), dan N(<0,32), untuk Na-dd S1 (<0.11), S2 (0.11-0.17 ppm), S3 (0.18-0.41ppm), dan N (<0.41ppm).

Klasifikasi ulang baik menggunakan faktor pembatas minimum maupun agregat faktor pembatas dengan menggunakan modifikasi kriteria untuk tanaman tomat menghasilkan kelas yang sama yaitu S3 dan N. Hal ini menunjukkan bahwa klasifikasi FAO (1983) dengan produksi optimal sudah sejalan dengan klasifikasi faktor pembatas minimum Deptan (1997) dan agregat faktor pembatas (Sys et al.1991). Meskipun demikian, masih terlihat perbedaan pada unit lahan A1, C3 (tomat), E2, F3 (kubis). Perbedaan kelas kesesuaian masih tidak terlalu jauh dan dianggap sudah sejalan dengan kelas kesesuaian menurut FAO (1983).

Kelas kesesuaian lahan dengan menggunakan hasil modifikasi kriteria menunjukkan bahwa modifikasi (Sys et al.1991) lebih berat dibandingkan modifikasi Deptan (1997). Agregasi faktor pembatas menyebabkan penurunan kelas lahan dibandingkan dengan menggunakan faktor pembatas minimum.

Bila dilihat dari nilai B/C maka klasifikasi dengan faktor pembatas minimum lebih baik dibandingkan dengan agregat faktor pembatas. Jumlah biaya yang dibutuhkan untuk menaikkan kelas lahan lebih kecil karena lebih memprioritaskan pembatas yang sangat membatasi. Namun bila dilihat dari pemeliharaan lahan serta konservasi lahan, maka klasifikasi dengan agregat faktor pembatas lebih baik karena dengan mengetahui nilai kelas lahan akan memacu untuk tetap memelihara lahan untuk mewujudkan pertanian yang berkelanjutan.

(6)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN DESA NAGA LINGGA

KECAMATAN MEREK KABUPATEN KARO

UNTUK TANAMAN SAYURAN

TIENCE ELIZABET PAKPAHAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Tanah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Penelitian : Kajian Kesesuaian Lahan Desa Nagalingga Kecamatan Merek Kabupaten Karo untuk Tanaman Sayuran

Nama : Tience Elizabet Pakpahan

NRP : A251050011

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc Ketua

Dr. Ir. Widiatmaka, DAA Dr. Ir. Anas D.Susila, M.Si

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan

Ilmu Tanah Sekolah Pasca Sarjana

Dr.Ir. Atang Sutandi, M.S Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S

(9)

PRAKATA

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Bapa di Surga atas segala berkat dan AnugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Kajian Kesesuaian Lahan Desa Nagalingga Kecamatan Merek Kabupaten Karo untuk Tanaman Sayuran, yang dilaksanakan sejak Januari sampai Mei 2008.

Dalam menempuh studi S2, penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, teladan, inspirasi, motivasi, semangat, doa dan kasih sayang. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MSc selaku ketua komisi pembimbing yang sangat sabar dan perhatian dalam membimbing serta banyak memberikan teladan, dorongan dan motivasi yang baik kepada penulis sehingga dalam keterbatasan, ketidakberdayaan, kelemahan, dan ketakutan penulis akhirnya mampu menjalani tahap demi tahap penyelesaian studi di IPB. 2. Dr. Ir. Widiatmaka, DAA selaku anggota yang sangat teliti dalam

pemeriksaan penulisan format yang benar serta memotivasi penulis menjadi seorang penulis yang baik.

3. Dr. Ir. Anas D. Susila, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang dengan cerdas dan semangat menyumbangkan ide pikiran dan masukan selama penulisan tesis.

4. Dr. Ir. Darmawan, M.Si selaku dosen penguji luar yang memberikan banyak masukan dalam penulisan tesis.

5. Dr. Ir. Komaruddin Idris, M.S yang terus memotivasi penulis untuk tetap bertahan meneruskan studi di Program Studi Ilmu Tanah.

6. Dr. Ir. Atang Sutandi, M.S selaku Ketua Program Studi Ilmu Tanah dan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

(10)

8. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pertanian Medan, Departemen Pertanian, Ir. R. Nainggolan, M.S. Dinas Pertanian Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Markus Malau, S.Pet, M.Si, Keluarga Tarigan, Keluarga Sidebang atas bantuan dan penyediaan fasilitas selama penelitian.

9. Keluarga Ir. Surya Sembiring, M.Si., atas perhatian, inspirasi, kebaikan, doa dan kasih sayang sehigga penulis dapat menyelesaikan studi.

10.Keluarga besar PERKANTAS Bogor atas dukungan doa, kasih sayang, perhatian dan kebersamaan sebagai keluarga selama penulis studi di Bogor. Sahabat-sahabat terkasih dan seperjuangan Nelly, Ina, Desma, kak Olly, Bang Barto, Danner, Dedy, dan Liston atas doa, kasih sayang, perhatian, nasehat, kebersamaan, suka duka yang dilalui bersama selama studi di Bogor. Kak Suryaty, adik kelompok (Yeni, Rini, dan Morin), Yeyen, Rotua atas doa, kasih sayang dan perhatiannya. Teman-teman seperjuangan dalam menimba ilmu di Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan IPB (Yudi, Bang Togi, Ibu Nunuk, Mbak Suci, Mbak Made, Mbak Nurmi, Nina, Pak Idris, dan Pak Hikmat) atas diskusi dan semangat. Terkasih Tommy Hutabarat atas kasih sayang, doa, perhatian, motivasi yang diberikan pada penulis.

11.Semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu yang turut mendukung dalam penelitian dan penulisan tesis ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya.

Bogor, Februari 2009

Tience Elizabet Pakpahan

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bahjambi, Kabupaten Simalungun Sumatera Utara, pada tanggal 3 September 1981, adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan H. D. Pakpahan dan R. br. Hutasoit.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI...i

DAFTAR TABEL...iii

DAFTAR GAMBAR... iv

DAFTAR LAMPIRAN………... ... v

PENDAHULUAN... ...1

Latar Belakang ... ...1

Perumusan Masalah ... ...3

Tujuan Penelitian ... ...3

Manfaat Penelitian ... ...3

TINJAUAN PUSTAKA... ...4

Konsep Evaluasi Lahan... ...4

Persyaratan Tumbuh Tanaman Sayuran... ...6

Tomat ... ...6

Kubis ... ...7

Caisin ... ... .8

Klasifikasi Kesesuaian Lahan ... ...9

BAHAN DAN METODA... ...11

Tempat dan Waktu... 11

Bahan dan Alat... ...11

Metode Penelitian ... ...11

Pembentukan Satuan Lahan Homogen...13

Pengumpulan Data dan Pengambilan Contoh Lapang... ...14

Data Sumber Daya Lahan ... ...16

Data Tanah ... ...16

Data Iklim ... ...16

Data Tanaman ... ...17

Klasifikasi Kesesuaian Lahan ... ...18

Klasifikasi Deptan (1997) ... ...21

Klasifikasi Sys et al (1991) ... ...21

Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan... ...22

Analisis Kelayakan Finansial... ...22

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN... ...24

Aksesibilitas ... ...24

Landform... ...25

Tanah... ...25

Hidrologi ... ...26

(13)

HASIL DAN PEMBAHASAN... . ... 28

Karakteristik Lahan Usaha Tani Tanaman Sayuran... ... 28

Evaluasi Lahan Usahatani Tanaman Sayuran... ... 32

Klasifikasi berdasarkan Deptan (1997) dan Sys et al. (1991)... 32

Analisis Usaha Tani Tanaman Sayuran ... ... 35

Analisis Korelasi karakteristik Lahan dan Tanaman Sayuran ... ... 38

Evaluasi Karaktersitik Lahan Penentu Produksi dengan Analisi Regresi Bertatar Pada Tanaman Sayuran ... ... 40

Regresi Bertatar Pada Tanaman Tomat... ... 40

Regresi Bertatar Pada Tanaman Kubis ... ... 40

Regresi Bertatar Pada Tanaman Caisin ... ...41

Evaluasi Kesesuaian Lahan dengan Analisis Gerombol ... ... 41

Modifikasi Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Tomat, Kubis, dan Caisin ... 44

Kriteria Hasil Modifikasi untuk Tomat... 44

P2O5 (ppm)...45

Kejenuhan Basa... 45

K2O (ppm)... 45

Kriteria Hasil Modifikasi Untuk Kubis... 46

Mg-dd (ppm)... 46

Kemiringan (%)... .47

Na-dd (ppm)... 47

Kriteria Hasil Modifikasi Untuk Caisin... .48

pH Tanah... 48

Klasifikasi Kesesesuaian Lahan Berdasarkan FAO dan Modifikasi Kriteria Menurut Deptan (1997) dan Sys et al. (1991)... 49

Masalah Pengelolahan Lahan dan Upaya Penanggulangannya... .50

pH Tanah... . 50

P-Tersedia... 51

K-Total... 52

Kejenuhan Basa...52

Lereng...53

KESIMPULAN...54

Kesimpulan...54

Saran...54

DAFTAR PUSTAKA...55

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Data Hujan, Suhu Udara dan Kelembaban Daerah Penelitian

Pada Tahun 1997-2007...17

2 Tipe Penggunaan Lahan (LUT) Daerah Penelitian...20

3 Deskripsi Profil Tanah...26

4 Karakteristik Lahan LUT Usahatani Tomat...29

5 Karakteristik Lahan LUT Usahatani Kubis...30

6 Karakteristik Lahan LUT Usahatani Caisin ... ...31

7 Klasifikasi Kesesuaian Lahan LUT Sistem Usahatani Tanaman Sayuran Berdasarkan Karakteristik Lahan...32

8 Analisis Ekonomi Tanaman Sayuran Berdasarkan B/C... ...36

9 Korelasi Karakteristik Lahan Tanaman Sayuran ... ...39

10 Regresi Bertatar pada Tanaman Tomat ... ...40

11 Regresi Bertatar pada Tanaman Kubis... ...41

12 Regresi Bertatar pada tanaman Caisin ... ...41

13 Hasil Pengelompokkan Titik Satuan Lahan Pengamatan Untuk Tanaman Tomat, Kubis, dan Caisin Berdasarkan Analisis Gerombol...42

14 Penilaian Kelas Kesesuaian Lahan Berdasarkan Produksi Menurut FAO (1983) ... ...43

15 Kriteria Modifikasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Tomat Berdasarkan Referensi Produksi Nasional dan Produksi di Lapangan...46

16 Kriteria Modifikasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kubis ... ...48

17 Kriteria Modifikasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Caisin ... ..48

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Diagram Alir Kegiatan Peneletian………...…12

2 Peta Satuan Lahan Desa Nagalingga Kecamatan Merek Kabupaten Karo... 15

3 Petak Standard Tanaman... 19

4 Profil Tanah... 25

5 Penyakit Layu Akibat Bakteri Pada Tanaman Tomat... 33

6 Perbandingan Tomat Kualitas A dan B... 36

7 Perbandingan Kubis Kualitas A dan B ... 37

8 Perbandingan Caisin Kualitas A dan B... 37

9 Hubungan Produksi Tomat dengan P2O5 ...45

10 Hubungan Produksi Tomat dengan Kejenuhan Basa ... 45

11 Hubungan Produksi Tomat dengan K2O... 46

12 Hubungan Produksi Kubis dengan Mg-dd... 46

13 Hubungan Produksi Kubis dengan Kemiringan... 47

14 Hubungan Produksi Kubis dengan Na-dd... 47

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Kriteria kualitas panen pada masing-masing komoditi... ....57 2 Kriteria Klasifikasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Tomat

(Solanum lycopersicum) Menurut Deptan(1997)... ...58 3 Kriteria Klasifikasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kubis

(Brassica oleracea) Menurut Deptan (1997) ... ...59 4 Kriteria Klasifiaksi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Caisin

(Brassica rapa L.) menurut Deptan (1997) ... ...60 5 Produksi Pada Tiap LUT Tanaman Sayuran... ...61 6 Kriteria Sifat-Sifat Kimia Tanah Puslitan (1983) ... ...62

7 Klasifikasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Tomat

(Solanum lycopersicum) Menurut Deptan (1997)... ...63 8 Klasifikasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kubis

(Brassica oleracea) menurut Deptan (1997) ... ...64 9 Klasifikasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Caisin

(Brassica rapa L.) Menurut Deptan (1997) ... ....65 10 Korelasi Karakteristik Lahan Terhadap Produksi Tanaman Tomat

(Solanum lycopersicum)... ...66 11 Korelasi Karakteristik Lahan Terhadap Produksi Tanaman Kubis

(Brassica oleraceae)... ...67 12 Korelasi Karakteristik Lahan Terhadap Produksi Tanaman Caisin

(Brassica rapa L.)... ...68 13 Regresi Bertatar Karakteristik Lahan terhadap Produksi Tomat

(Solanum lycopersicum)... ...69 14 Regresi Bertatar Karakteristik Lahan terhadap Produksi Kubis

(Brassica oleraceae)... ...70 15 Regresi Bertatar Karakteristik Lahan terhadap Produksi Caisin

(Brassica rapa L.)... ...71 16 Analisis Gerombol Tanaman Sayuran ... ...72

17 Karakteristik Lahan Ber dasarkan Analisis Gerombol Pada Tanaman

(17)

18 Karakteristik Lahan Berdasarkan Analisis Gerombol Pada Tanaman

Kubis (Brassica oleraceae)... ...74 19 Karakteristik Lahan Berdasarkan Analisis Gerombol Pada Tanaman

Caisin (Brassica rapa L.)... ...75 20 Klasifikasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Tomat

(Solanum lycopersicum) Berdasar Kriteria Hasil Modifikasi...76 21 Klasifikasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kubis

(Brassica oleraceae)Berdasar Kriteria Hasil Modifikasi...77 22 Klasifikasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Caisin

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan pertanian khususnya sub sektor hortikultura di Indonesia sangat potensial sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi masa depan karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Komoditas hortikultura yang terdiri atas sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman obat-obatan, umumnya dapat tumbuh dengan baik pada kondisi agroekologi yang sesuai dengan persyaratan tumbuh yang dibutuhkan tanaman tersebut. Jenis sayuran dataran tinggi seperti kubis, caisin, tomat, kentang, dan lain-lain akan tumbuh dan berproduksi dengan baik di daerah dataran tinggi pada iklim yang sesuai. Namun persyaratan-persyaratan tersebut tidak selalu mudah untuk dipenuhi karena banyak faktor yang menjadi pembatas dalam penggunaannya.

Indonesia memiliki lebih dari 70.000 desa, yang semuanya memiliki potensi tinggi dan berpeluang untuk dikembangkan menjadi wilayah pertanian produktif. Potensi yang utama adalah sumberdaya lahan, air, iklim, manusia, dan sosial budaya. Mayoritas penduduk desa berprofesi sebagai petani dan buruh tani, yang sangat berpengalaman dan mahir menghasilkan bahan pangan, hortikultura, bahan obat-obatan, hasil perkebunan, dan sebagainya. Sayangnya, masyarakat tani tersebut kurang berkembang kesejahteraannya, karena terkendala oleh kondisi sosial ekonomi yang relatif rendah (Adimiharja, 2006). Kendala lain yang dihadapi petani adalah rendahnya pemahaman petani dalam penggunaan pupuk dan pestisida sehingga Kabupaten Karo termasuk dalam level berat dalam pemakaian pupuk dan pestisida (Badan Infokom, 2005).

(19)

Dibandingkan dengan total desa yang sangat banyak seperti disebutkan di atas (>70.000 buah), maka lokasi Prima Tani sebanyak 201 desa di 200 kabupaten masih dianggap terlalu sedikit, kurang dari 0.003 persen. Namun ke depan, bila model pembangunan pertanian ini berhasil dan dikenal oleh masyarakat luas, diharapkan desa/kabupaten lain akan tergugah untuk mengikuti percontohan ini.

Sebagai langkah awal, seluruh potensi (sumberdaya alam dan sumberdaya manusia) dari setiap desa calon lokasi Prima Tani diidentifikasi dan dipahami sebaik mungkin melalui suatu survei dengan menggunakan metode PRA (Participatory Rural Appraisal). Survei ini dilaksanakan oleh para peneliti dan penyuluh yang bekerjasama dengan masyarakat setempat, aparat pemerintah (kabupaten dan desa), dan pelaku agribisnis pedesaan lainnya. Disamping itu, potensi sumberdaya lahan dan air secara khusus diidentifikasi dengan survey terpisah oleh para ahli tanah, ahli hidrologi dan ahli klimatologi.

Untuk mendukung program PRIMA TANI, bagian yang dikerjakan oleh ahli tanah adalah melakukan evaluasi lahan. Evaluasi lahan dapat membantu menyeleksi penggunaan lahan yang optimal untuk masing-masing satuan lahan dengan mempertimbangkan faktor fisik dan sosial ekonomi serta konservasi sumber daya lingkungan untuk penggunaan yang lestari. Pada tahap selanjutnya, data/informasi hasil survei tersebut, ditambah dengan data dan informasi sekunder yang relevan dapat digunakan sebagai dasar untuk penyusunan rancang bangun Laboratorium Agribisnis atau dapat disebut juga calon Desa Agroindustri.

Di Provinsi Sumatera Utara terdapat lima desa sebagai objek PRIMA TANI, salah satunya adalah desa Nagalingga yang akan dijadikan sebagai lokasi bagi penelitian ini. Desa Nagalingga yang berada di Kecamatan Merek, Kabupaten Karo merupakan sentra panghasil sayur-mayur seperti tomat, kubis, caisin, dan lain-lain. Desa Nagalingga dipilih karena memiliki potensi besar untuk mengoptimalkan produksi hortikultura yang didukung oleh penerapan teknologi yang tepat dan berpotensi dalam perluasan alternatif penggunaan lahan yang relevan secara ekonomi dan sosial (BPTP, 2003).

(20)

tanah, pembuatan teras seperti teras kredit dan teras kayu, pembuatan klinik agribisnis, pemanfaatan KUD (Koperasi Unit Desa) secara efektif dan saran anjuran alternatif komoditas yang layak diusahakan pada daerah tersebut dan menguntungkan secara ekonomi.

Perumusan Masalah

Tanaman sayuran seperti tomat, kubis, dan caisin merupakan komoditi utama yang diusahakan pada areal pertanaman masyarakat desa Nagalingga. Pelaksanaan budidaya tanaman di daerah tersebut, dilakukan melalui pemberian pupuk dan pemeliharaan tanaman yang tidak berimbang serta berlebihan. Bila hal ini terus berlanjut maka akan terjadi degradasi lahan yang berakibat pada penurunan pendapatan petani. Untuk itu diperlukan penilaian kesesuaian lahan dengan menggunakan kriteria yang bersifat spesifik lokasi sehingga perencanaan penggunaan lahan didasarkan pada pertimbangan karakteristik lahannya. Hasil evaluasi lahan dapat dijadikan dasar untuk memilih komoditas pertanian yang akan dikembangkan, alternatif penggunaan lahan yang sesuai berdasarkan agroekologi guna mendapatkan cara pengelolaan yang lebih baik dan lestari serta menguntungkan secara ekonomis.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis kesesuaian lahan aktual serta melakukan modifikasi kriteria spesifik lokasi agar dapat diterapkan sesuai dengan karakteristik lahan untuk tanaman sayuran di desa Nagalingga, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo.

Manfaat penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat mendukung peningkatan produksi komoditi sayuran, khususnya di Desa Nagalingga, Kecamatan

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Evaluasi Lahan

Lahan merupakan bagian dari bentang alam yang mencakup pengertian fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi, bahkan keadaan vegetasi yang secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Lahan dalam pengertian yang luas termasuk yang telah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas flora, fauna dan manusia baik di masa lalu maupun saat sekarang.

Menurut FAO (1983), lahan memiliki banyak fungsi yaitu sebagai fungsi produksi, lingkungan biotik, pengatur iklim, hidrologi, penyimpanan, pengendalian sampah dan polusi, ruang kehidupan, peninggalan dan penyimpanan, dan fungsi penghubung spasial.

Pengertian lahan dipergunakan sehubungan dengan permukaan lahan dan termasuk sifat yang ada padanya dan penting bagi kehidupan manusia. Lahan merupakan suatu konsep dinamis lingkungan fisik, iklim, relief, tanah, hidrologi dan vegetasi yang berpengaruh besar terhadap potensinya.

Penggunaan lahan didefinisikan sebagai salah satu macam campur tangan manusia terhadap sumber daya lahan baik yang bersifat menetap ataupun merupakan siklus yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam praktek penggunaan lahan adalah persyaratan penggunaan lahan dan hambatan-hambatannya. Untuk setiap penggunaan lahan diperlukan persyaratan penggunaan lahan yang spesifik (Sitorus, 1985). Corak dan tipe penggunaan lahan yang khas dari suatu areal diperlukan untuk mendapat keterangan yang lebih rinci tentang sifat lahan dan penggunaannya.

(22)

Ciri dasar evaluasi lahan adalah memperbandingkan persyaratan yang diperlukan untuk penggunaan lahan tertentu dengan potensi lahan. Penggunaan lahan yang berbeda membutuhkan persyaratan yang berbeda pula. Oleh karena itu untuk melakukan evaluasi lahan diperlukan keterangan tentang lahan yang menyangkut berbagai aspek sesuai dengan rencana yang sedang dipertimbangkan.

Untuk melakukan evaluasi lahan diperlukan sifat-sifat fisik lingkungan suatu wilayah yang dirinci ke dalam kualitas lahan. Setiap kualitas lahan biasanya terdiri dari satu atau lebih karakteristik lahan. Kualitas lahan adalah sifat-sifat lahan yang kompleks sedangkan karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi.

Menurut FAO (1976) beberapa kualitas lahan yang berhubungan dan berpengaruh terhadap hasil atau produksi tanaman adalah: ketersediaan hara, ketersediaan oksigen di dalam zona perakaran, media untuk perkembangan akar, salinitas, toksisitas, resistensi, bahaya banjir, rejim temperatur, energi radiasi, bahaya unsur iklim, kelembaban, dan varietas tanaman dan hama penyakit. Sedangkan yang menentukan dan berpengaruh terhadap manajemen dan masukan yang diperlukan adalah terrain, ukuran dari unit potensial, dan lokasi.

Proses evaluasi lahan tidak menentukan perubahan penggunaan yang harus dilaksanakan, tetapi menyediakan data/informasi dengan dasar mana keputusan-keputusan dapat diambil. Dengan demikian keluaran dari evaluasi lahan biasanya memberikan informasi dua atau lebih bentuk penggunaan lahan yang potensial bagi suatu lahan termasuk konsekuensi, keuntungan dan kerugian bagi masing-masing (FAO, 1976).

Prinsip-prinsip dasar yang digunakan dalam evaluasi adalah: (1) kesesuaian lahan dinilai dan diklasifikasikan berdasarkan macam penggunaan yang spesifik, (2) evaluasi lahan memerlukan pembanding antara keuntungan yang diperlukan, (3) pendekatan multidisiplin, (4) evaluasi dilakukan sesuai dengan kondisi fisik, ekonomi, dan sosial dari wilayah yang bersangkutan, (5) kesesuaian didasarkan atas penggunaan lahan yang lestari, (6) evaluasi melibatkan pembandingan lebih dari satu macam penggunaan (FAO,1976).

(23)

yang mempengaruhi penggunaan lahan secara potensial. Dengan demikian lahan tidak hanya menunjukkan tanah, tetapi juga meliputi ciri-ciri geologi, landform, iklim, dan hidrologi, vegetasi dan fauna.

Evaluasi kesesuaian lahan melibatkan hubungan antara satuan peta lahan untuk penggunaan yang spesifik. Tipe penggunaan yang dipertimbangkan dibatasi hanya pada yang relevan dengan keadaan fisik, ekonomi, sosial secara menonjol di daerah yang bersangkutan (FAO, 1976).

Penggunaan lahan dinilai secara spesifik dari seperangkat spesifikasi teknis pada keadaan fisik, ekonomi, dan sosial terentu. Hal ini dapat merupakan keadaan sekarang atau keadaan yang akan datang setelah dilakukan perubahan. Penggunaan lahan secara spesifik ini dilakukan dalam evaluasi pada tingkat detil secara kuantitatif. Jenis penggunaan lahan secara spesifik tidak hanya terdiri dari satu atau lebih jenis tanaman pada suatu areal lahan tertentu (FAO, 1976).

Persyaratan Tumbuh Tanaman Sayuran Tomat

Tomat merupakan salah satu komoditas sayuran dari famili Solanaceae

yang penting dan sangat potensial untuk dikembangkan. Untuk mencapai hasil

yang tinggi, selain dengan menggunakan varietas tahan terhadap hama dan

penyakit juga perlu diperhatikan teknik budi daya yang tepat

(Nurtika dan Abidin 1997).

Tomat dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah baik pada tanah dengan tekstur berpasir hingga liat berat, namun tekstur tanah berpasir atau lempung berpasir lebih disukai untuk pertumbuhan tomat. Kondisi tanah yang

berdrainase baik sangat penting untuk mendukung produksi yang tinggi (Thomson dan Kelly, 1978). Tanaman tomat umumnya memiliki sistem perakaran

yang luas, sebagian besar pada kedalaman 60 cm dimana akar tunggang dapat tumbuh cukup dalam jika tidak terhambat oleh lapisan keras, sehingga toleran tehadap kekeringan.

(24)

menentukan kisaran suhu dan posisi letak pada dataran rendah tropis yang memiliki musim dingin lebih pendek daripada daerah sub tropis.

Tomat memiliki kisaran suhu yang lebar namun dalam pembentukan buah memiliki kisaran yang sempit dimana akan terhambat bila suhu terlalu tinggi (Kuo et al. 1978). Tomat yang tumbuh dibawah suhu optimum sangat baik untuk proses pembentukan bunga dan buah. Pertumbuhan yang baik bagi tanaman tomat pada malam hari adalah 130C dan suhu siang hari 150C. Suhu yang sangat tinggi menyebabkan bunga berguguran, dan buah yang terbentuk tidak baik sedangkan suhu yang rendah menghambat penyerbukan (Leonard, 1987).

Tomat dapat toleran pada kondisi tanah agak masam. Pemberian kapur tidak dianjurkan pada pH 5 atau pada pH lebih rendah namun pada beberapa jenis tanah pada pH 5 – 5,5 terjadi peningkatan hasil yang disertai dengan pengapuran. Tanaman tomat sangat membutuhkan nitrogen untuk pertumbuhan vegetatif. Campuran NO3- dan NH4+ dengan NO3- lebih tinggi ketimbang NH4+ memberikan hasil terbaik dalam memperoleh ukuran tanaman yang memadai sebelum berbunga, namun pertumbuhan vegetatif yang berlebihan dapat mengurangi pembentukan buah awal dan buah berikutnya. Fosfor yang cukup juga penting untuk perkembangan awal tanaman dan pembungaan, sedangkan Kalsium berperan dalam perkembangan dinding sel (Thomson danKelly, 1978).

Kubis

Kubis merupakan tanaman tanaman sayuran daun dari keluarga Cruciferae

yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan cocok untuk dikembangkan di daerah sub tropis maupun tropis. Kubis diduga berasal dari Tiongkok (Cina) dan Asia Timur. Tanaman ini telah dibudidayakan sejak 2.500 tahun yang lalu, kemudian menyebar ke Philipina dan Taiwan (Dixon, 2006).

(25)

sampai baik. Kubis tidak dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang sangat asam. Keasaman optimum untuk pertumbuhan kubis antara 5.5-6.5 dan pada umumnya tahan terhadap garam. Tanaman kubis memerlukan total hara sedikit, dan bila kelebihan hara khususnya nitrogen, dapat berpengaruh buruk karena pertumbuhan vegetatif yang berlebihan dapat menunda pembentukan kepala kubis.

Pertumbuhan kubis dipengaruhi oleh iklim yaitu temperatur, kelembaban, sinar matahari, dan curah hujan. Kelembaban yang baik untuk tanaman kubis pada kisaran antara 60-90% dan kebutuhan curah hujan bagi kubis adalah >250 mm selama pertumbuhan, dan optimum berkisar antara 400-500 mm selama masa pertumbuhan. Kubis akan tumbuh dengan baik bila ditanam di daerah berhawa dingin dengan temperatur optimum antara 15-200C, dan bila temperatur melebihi 250C, maka pertumbuhan akan terhambat dan tidak terjadi pembentukan bunga pada ujung batang. Penyinaran matahari yang kuat dapat menghanguskan krop pada masa pembentukan krop, dan biasanya dihindari dengan pemberian jerami di atas crop (William et al. 1993).

Kubis mememiliki toleransi beragam terhadap suhu dingin. Tanaman muda lebih toleran terhadap suhu rendah dan suhu tinggi dibandingkan tanaman dewasa. Pertumbuhan kubis menunjukkan pola umum bagi sebagian besar kubis daun, yaitu pertumbuhan daun mengikuti kurva sigmoid, dengan sebagian besar perkembangan tanaman terjadi selama fase pertumbuhan vegetatif sedangkan pertumbuhan akar dan batang mengikuti pola linear.

Caisin

Caisin (Brassica rapa L.) merupakan salah satu tanaman yang penting dalam famili Cruciferae. Tanaman ini bersifat annual, artinya pertumbuhan vegetatif dan generatif terjadi pada musim yang sama. Caisin termasuk tanaman sayuran yang tahan terhadap hujan, sehingga ia dapat ditanam di sepanjang tahun, asalkan pada saat musim kemarau disediakan air yang cukup untuk penyiraman.

Persyaratan kebutuhan tanah yaitu kedalaman tanah optimum >60 cm, permeabilitas sedang, drainase agak cepat sampai baik, tekstur lempung,

(26)

Caisin memiliki bunga yang tumbuh pada titik tumbuh apikal. Tanaman

Brassica ini mempunyai sifat menyerbuk silang. Lama penanaman caisin tergantung kultivar sekitar 40-80 hari setelah benih disebar. Benih caisin dapat berkecambah setelah 3- 5 hari pada kelembaban optimum media dan pada suhu 20-250C. Derajat kemasaman optimum untuk mendukung pertumbuhan sekitar 5.5-6.5 (Dixon, 2006).

Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk penggunaan tertentu. Sebagai contoh lahan sangat sesuai untuk irigasi, lahan cukup sesuai untuk pertanian tanaman tahunan atau pertanian tanaman semusim. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini atau setelah diadakan perbaikan (improvement)

Klasifikasi kesesuaian lahan dibagi dalam tingkat order, kelas, subkelas, dan unit dengan tingkat dan jumlah faktor pembatasnya. Evaluasi kuantitatif ialah penetapan kesesuaian lahan secara kuantitatif dengan mempertimbangkan aspek ekonominya, yaitu dari produksi atau keuntungan lain yang diharapkan dari penggunaan lahan tersebut (FAO, 1976).

Sistem klasifikasi kesesuaian lahan menurut FAO (1976) terdiri dari empat kategori, yaitu: order, klas, subklas, dan unit. Kategori order menunjukkan apakah suatu lahan sesuai (S) atau tidak sesuai (N) untuk penggunaan tertentu. Kategori

klas di dalam order S adalah S1 (sangat sesuai), S2 (cukup sesuai), S3 (hampir sesuai), dan di dalam N adalah N1 (tidak sesuai saat ini), N2 (tidak sesuai selamanya). Kesesuaian lahan pada kategori subklas

(27)

dapat diperbaiki merupakan pembatas yang mudah diperbaiki dan secara ekonomis masih dapat memberikan keuntungan dengan masukan teknologi yang tepat.

Menurut Sys et al. (1991) faktor pembatas yang membatasi dalam penentuan kelas kesesuaian lahan adalah berdasarkan jumlah faktor pembatas. Pembagian kelas kesesuaian lahan sebagai berikut: sangat sesuai (S1), bila unit lahan tidak memiliki atau memiliki 4 (empat) faktor pembatas ringan; agak sesuai (S2), bila unit lahan memiliki lebih dari 4 (empat) faktor pembatas, dan/atau tidak lebih dari tiga (tiga) pembatas sedang; sesuai marginal (S3), bila unit lahan memiliki lebih dari 3 (tiga) pembatas sedang, dan/atau tidak lebih dari 2 (dua) pembatas berat; tidak sesuai dan sesuai potensial (N1), bila unit lahan memiliki pembatas berat yang dapat diperbaiki; tidak sesuai (N2), bila unit lahan memiliki pembatas berat yang tidak dapat diperbaiki.

Penilaian kesesuaian lahan dapat dilakukan berdasarkan keadaan lahan sekarang atau berdasarkan keadaan lahan setelah dilakukan perbaikan besar-besaran, yang mengubah ciri-ciri lahan dengan sangat tetap dan cukup tetap yang hasil pengubahannya. Kesesuaian Lahan aktual merupakan kesesuaian lahan saat dilakukan evaluasi lahan, tanpa ada perbaikan yang berarti dan tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktor pembatas yang ada dalam suatu lahan. Dalam evaluasi lahan, kesesuaian lahan aktual yang memiliki kelas kesesuaian yang rendah dapat diperbaiki menjadi kelas kesesuaian yang lebih tinggi (potensial). Namun tidak semua kualitas lahan atau karekteristik lahan dapat diperbaiki dengan teknologi yang ada saat ini atau diperlukan tingkat pengelolaan yang tinggi untuk dapat diperbaiki.

(28)

BAHAN DAN METODA

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan mulai Januari hingga Mei 2008. Objek penelitian merupakan hamparan lahan tanaman hortikultura yang diusahakan sesuai dengan tipe penggunan lahan (LUT) yang ada di Desa Nagalingga, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peta Topografi Tanjung Beringin 1:50.000 (sumber: Bakorsurtanal), Peta Geologi 1:50.000, tanaman pada areal pertanaman dan bahan-bahan untuk keperluan analisis laboratorium.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah abney level untuk mengukur lereng, altimeter, pisau, bor, meteran, kompas untuk penunjuk arah, cangkul, alat-alat tulis untuk mencatat di lapangan dan alat-alat untuk keperluan analisis laboratorium.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan kegiatan yaitu: (1) Penentuan satuan lahan homogen (2) Pengumpulan data dan pengambilan contoh lapangan yang mencakupdata sumber daya lahan dan data tanaman (3) Klasifikasi kesesuaian lahan (4) Penyusunan kriteria kesesuaian lahan dan (5) Analisis kelayakan finansial. Bagan alir kegiatan penelitian disajikan pada Gambar 1.

(29)

Gambar 1. Diagram Alir kegiatan Penelitian

Peta Satuan Lahan Interpretasi

Verifikasi lapang Pengukuran lereng

Satuan Lahan Homogen (Pengamatan)

Karakteristik lahan Karakteristik Tanaman

Sampel Tanaman

Produksi Tanaman Analisa tanah Sampel tanah

Sifat kimia Sifat fisik

tanah

Data iklim

Klasifikasi kesesuaian lahan

Kelas kesesuaian lahan

Saran Kriteria Analisis Regresi,cluster Kelas Kesesuaian Lahan

(30)

Pembentukan Satuan Lahan Homogen

Kegiatan awal yang dilakukan adalah menentukan satuan lahan homogen pada daerah penelitian di desa Nagalingga. Satuan lahan homogen merupakan areal lahan di daerah pengamatan yang mempunyai ciri-ciri relatif homogen. Satuan lahan homogen dibentuk berdasarkan pada keseragaman fisik komponen karakteristik lahan yang bersifat permanen yaitu kemiringan lereng, memperhatikan sebaran tingkat produksi, serta pengelolahan tanaman yang diusahakan pada areal pertanaman. Banyaknya faktor pembentuk satuan lahan homogen disesuaikan dengan keragaman lokasi. Peta satuan lahan homogen Desa Nagalingga disajikan pada Gambar 2.

Dasar pertimbangan faktor-faktor sebagai pembentuk satuan lahan homogen adalah fisiografi dan lereng. Pendekatan penelitian melalui lereng dilakukan karena sifat morfologi tanah merupakan sifat yang mudah diukur. Pembagian lereng dilakukan dengan pertimbangan adanya perbedaan sifat-sifat tanah berdasarkan pembentukannya yang akan berpengaruh terhadap produksi tanaman. Karakteristik lahan spesifik ditentukan dengan kebutuhan tanaman dan hal ini berpengaruh terhadap kandungan hara pada masing-masing lereng.

Evaluasi lahan dilakukan pada setiap penggunaan lahan dan dirinci ke dalam tipe-tipe penggunaan lahan. Tipe penggunaan lahan yang dipilih di desa Nagalingga adalah tomat var. Marta, kubis var. KR-1, dan caisin var. Tropica Dalat yang ditanam secara monokultur. Berdasarkan LUT yang ada maka dilakukan klasifikasi kesesuaian lahan.

Pembentukan satuan lahan homogen perlu memperhatikan aspek-aspek lain sebagai berikut:

1. Sebaran tingkat produksi yang dapat ditentukan berdasarkan data produksi pada masing-masing komoditas pada areal pertanaman tersebut dan pengamatan langsung di lapangan dengan membuat plot pengamatan.

(31)

tanaman akan mempengaruhi hasil panen sebagai bahan pertimbangan untuk keperluan analisis ekonomi.

3. Keseragaman waktu tanam dan informasi waktu tanam diperoleh dari data sekunder melalui wawancara kepada petani.

Pengumpulan Data dan Pengambilan Contoh Lapang

Kegiatan pengumpulan data dan pengambilan contoh lapang terdiri dari pengambilan data sumber daya lahan maupun produksi tanaman. Data yang dikumpulkan berupa data sekunder dan data primer yang berasal dari pengamatan langsung di lapangan. Dalam kegiatan lapang selanjutnya dilakukan pengamatan kenampakan morfologi tanah dan pengukuran lereng di areal kebun pertanaman.

Penetapan lereng ditentukan dengan mengukur secara langsung di lapang yaitu pada lereng yang paling homogen dengan menggunakan abney level dan setelah tingkat homogenitas berdasarkan lereng ditentukan maka satuan lahan didelineasi melalui pengukuran di lapangan. Pengambilan contoh lereng harus dicari yang dapat mewakili bagian sangat datar sampai bergelombang.

Satuan lahan di daerah penelitian dibagi menjadi 9 (sembilan) satuan lahan homogen yaitu:

1. A (Tomat var. Marta, kemiringan 0-3%) dengan ulangan A1, A2, dan A3. 2. B (Tomat var. Marta, kemiringan 3-8%) dengan ulangan B1, B2, dan B3. 3. C (Tomat var. Marta, kemiringan 8-15%) dengan ulangan C1, C2, dan C3. 4. D (Kubis var. KR-1, kemiringan 0-3%) dengan ulangan D1, D2, dan D3. 5. E (Kubis var. KR-1, kemiringan 3-8%) dengan ulangan E1, E2, dan E3. 6. F (Kubis var. KR-1, kemiringan 8-15%) dengan ulangan F1, F2, dan F3. 7.G (Caisin var. Tropica Dalat, kemiringan 0-3%) dengan ulangan G1, G2,

dan G3.

8. H (Caisin var. Tropica Dalat, kemiringan 3-8%) dengan ulangan H1, H2, dan H3.

(32)

Data Sumber Daya Lahan

Dalam kegiatan lapang dilakukan pengamatan, pengambilan sampel tanah dan pengumpulan data produksi. Observasi dilakukan dengan menjelajahi seluruh areal sampel penelitian, kemudian menentukan dan membatasi satuan sampel pengamatan. Dalam pengambilan contoh setiap satuan lereng diusahakan memiliki pewakil. Pengambilan contoh tanah berdasarkan perpaduan fisiografi dengan lereng sebagai satuan lahan diambil masing-masing 3 contoh tanah setiap unit lahan. Ulangan pada unit lahan dilakukan secara terstruktur agar dapat mewakili unit lahan sebagai ulangan yang digunakan untuk analisis laboratorium. Untuk keperluan evaluasi lahan data sumberdaya lahan yang dikumpulkan meliputi data tanah dan iklim sebagai berikut:

Data Tanah

Data tanah meliputi data lapang dan hasil analisis laboratorium. Data lapang terdiri atas : lereng, batuan di permukaan, bahaya banjir, bahaya erosi, draenase, kemudahan pengolahan dan data morfologi tanah. Pengamatan morfologi tanah mengikuti petunjuk pengisian pengamatan tanah di lapang dengan menggunakan sistem klasifikasi Soil Taxonomy oleh Soil Survey Staff (2003) .

Data tanah untuk keperluan analisis disesuaikan dengan persyaratan tumbuh tanaman (land use requirement). Data tanah untuk analisis laboratorium terdiri atas : pH tanah, C-organik, N-total, P-tersedia, K-total, kation-kation basa, kapasitas tukar kation (KTK), dan tekstur tiga fraksi (pasir, debu, dan liat). Setiap satuan lahan pengamatan diambil contoh tanah komposit hingga kedalaman 30 cm untuk analisa sifat fisik dan kimia, masing-masing 1 (satu) kg.

Data Iklim

(33)

Tabel 1. Data Hujan, Suhu Udara dan Kelembaban Stasiun Klimatologi Merek Pada Tahun 1997-2007

Suhu Udara (0C) Bulanan Curah

Hujan

Rata-Rata (mm) max min rata

Kelembaban Relatif Rata-rata (%)

Januari 77 20.00 18.30 19.13 89.67

Februari 100 20.10 18.50 19.33 89.79

Maret 161 20.17 18.80 19.32 89.64

April 164 20.13 18.90 19.41 89.82

Mei 149 20.92 19.00 19.67 89.26

Juni 81 20.32 18.90 19.53 89.02

Juli 102 19.86 18.80 19.23 88.56

Agustus 87 19.90 18.70 19.22 87.27

September 111 19.38 18.40 18.96 87.89

Oktober 223 19.30 18.80 19.00 87.62

November 202 19.40 18.76 19.10 85.49

Desember 194 19.40 17.60 18.82 89.09

Rata-rata Tahunan 137.58 19.90 18.62 19.22 88.59 Sumber:Dinas Pertanian Kabupaten Karo 2007

Berdasarkan Tabel 1, jumlah curah hujan tahunan untuk desa Nagalingga adalah 1651 mm/tahun dengan rata-rata hujan bulanan 137 mm/bulan. Curah hujan terendah terdapat pada bulan Januari sedangkan tertinggi pada bulan Oktober. Berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman, desa Nagalingga termasuk zona iklim E2

yaitu memiliki 2 (dua) bulan basah (≥ 200mm/bln) dan 3 (tiga) bulan kering (≤ 100 mm/bln). Suhu udara tertinggi terdapat pada bulan Mei sedangkan terendah

pada bulan Desember dan kelembaban tertinggi terdapat pada bulan April sedangkan terendah pada bulan Agustus.

Data Tanaman

Pengumpulan data dan informasi produksi serta tindakan pengelolaan diperoleh melalui pengamatan lapang dengan membuat plot-plot pengamatan yang diamati dan dikontrol pada masing-masing tipe penggunaan lahan dan data sekunder dengan melakukan wawancara dengan petani. Pengumpulan data pengamatan produksi dan komponen produksi yang dikumpulkan meliputi: bobot biomassa tanaman berupa buah dan daun.

Penentuan dalam pengukuran hasil panen merupakan marketable yield

(34)

serta total yield. Untuk tanaman tomat dan kubis marketable yield berupa bobot buah, sedangkan untuk caisin digunakan bobot tanaman. Grading merupakan kegiatan untuk memisah-misahkan hasil panen ke dalam kelas-kelas tertentu. Grade pada masing-masing komoditi disajikan pada Lampiran 1.

Pengukuran hasil panen bermanfaat untuk analisis usaha tani bagi seluruh tanaman pada setiap tipe penggunaan lahan yang ada. Pengambilan data produksi pada tanaman yang memiliki waktu panen lebih banyak dibatasi sampai lima kali masa petik, seperti pada tomat. Sedangkan data produksi untuk tanaman kubis dan caisin dilakukan 3-4 kali masa petik (tergantung pembeli).

Untuk standarisasi petak tanaman hortikultura maka dibuat standar petak tanaman dengan ukuran 1.5 x 5 m dengan luasan 7.5 m2. Petak standar tanaman disajikan pada Gambar 3.

Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Berdasarkan data pengamatan lapang, hasil analisis tanah di laboratorium dan data sekunder kemudian dilakukan pengolahan data yaitu dengan menjawab lima pertanyaan dalam evaluasi lahan menurut FAO (1976):

1. Bagaimana pengelolaan lahan saat ini dan apa yang akan terjadi bila praktek pengolahan saat ini tidak diubah sama sekali?

2. Perbaikan apa yang mungkin dilaksanakan dalam praktek pengelolaan pada penggunaan sekarang?

3. Jenis penggunaan lahan yang bagaimana lagi yang secara fisik memungkinkan dan relevan secara ekonomi dan sosial?

(35)

Gambar. 3. Petak standard tanaman 1,5 m

0,9 m

0,3m 0,3 m

5 m

luas plot = 1,5 m x 5 m = 7,5 m2

(36)

Berdasarkan deskripsi penggunaan lahan usahatani tanaman kering dataran tinggi maka untuk keperluan evaluasi lahan diringkaskan tiga LUT utama di daerah penelitian, disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Tipe Penggunaan Lahan (LUT) Daerah Penelitian

No Atribut LUT LUT Tomat var. Marta

LUT Caisin var. Tropica Dalat (Brassica rapa L.) 1 Produksi

rata-rata selama umur ekonomis (ton/ha)

30.28 ton/ha/ musim tanam

19.06 ton/ha/ musim tanam

2.38 ton/ha/ musim tanam

2 Orientasi pasar

komersial komersial komersial

3 Tingkat kepadatan modal

rendah, berasal dari petani sendiri

rendah , berasal dari petani sendiri

rendah, berasal dari petani sendiri

4 Tingkat kepadatan tenaga kerja

tinggi: semua tenaga kerja dibayar

tinggi: semua

tenaga manual dengan peralatan yang arahan dlm praktek budidaya arahan dlm praktek budidaya

7 Teknologi Benih bersertifikat, dipupuk, PHT kimia tidak bijaksana

(37)

kesesuaian lahan yang disusun oleh Deptan (1997) dan Sys et al. (1991) pada masing-masing komoditas tanaman berdasarkan tipe penggunaan lahan sebagai berikut:

Klasifikasi Deptan (1997)

Penetapan kelas kesesuaian lahan berdasarkan faktor pembatas terberat dan mengikuti hukum minimum. Kelas kesesuaian lahan yang terbentuk terdiri dari 4 kelas, yaitu sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3), tidak sesuai saat ini (N). Hasil kelas kesesuaian lahan selanjutnya dibandingkan dengan produksi untuk mengetahui kecocokan kriteria dan metode evaluasi kesesuaian lahan tersebut, sebagai kajian awal dalam upaya perbaikan dan pengembangan kesesuaian lahan. Faktor-faktor pembatas penggunaan lahan pada lokasi pertanaman di desa Nagalingga juga diindentifkasi sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan karakteristik atau kualitas lahan yang digunakan dalam penyusunan kriteria evaluasi lahan khusus desa Nagalingga.

Klasifikasi Sys et al. (1991)

(38)

Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan

Beberapa pengujian dilakukan untuk menganalisis kesesuaian lahan yaitu analisis regresi berganda, korelasi, dan analisis gerombol. Analisis regresi berganda dilakukan untuk mengetahui pengaruh karakteristik lahan terhadap produksi pada setiap satuan lahan pengamatan. Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik lahan secara linier terhadap produksi. Analisis gerombol dilakukan untuk mengetahui kelas kesesuaian lahan yang sejalan dengan produksi sehingga membentuk kelompok karakteristik lahan yang mempunyai selang nilai tertentu.

Set kriteria klasifikasi kesesuaian lahan yang dihasilkan sejalan dengan kelas kesesuaian lahan berdasarkan indeks produksi sesuai FAO (1983) diverifikasi dengan melakukan evaluasi lahan kembali, menggunakan data karakteristik lahan yang ada dan data produksi hasil pengamatan langsung di lapangan pada saat penelitian. Evaluasi lahan dilakukan dengan menggunakan faktor pembatas. Apabila kelas kesesuaian lahan hasil verifikasi sejalan dengan produksinya dan telah sesuai dengan kelas kesesuaian lahan yang terbentuk berdasarkan produksi optimal, set kriteria tersebut ditetapkan sebagai kriteria klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman yang ada berdasarkan tipe penggunaan lahan di desa Nagalingga. Jika belum sesuai maka dilakukan modifikasi kriteria kesesuaian lahan kembali. Tujuan modifikasi kriteria dilakukan bukan karena kriteria yang sudah ada bermasalah tetapi untuk menentukan kriteria spesifik lokasi desa Nagalingga agar selaras dengan penilaian kelas kesesesuaian lahan berdasarkan FAO (1983).

Analisis Kelayakan Finansial

Kelayakan pengembangan komoditas unggulan sebagai komoditas alternatif di Desa Nagalingga, dilakukan melalui analisis kelayakan finansial untuk setiap tingkat produksi. Kriteria layak atau tidak layak dikembangkannya usaha tani bagi komoditas alternatif mengacu pada nilai Benefit Cost Ratio (BCR).

(39)

( ) ( )

i= discount rate yang berlaku pada tahun yang bersangkutan t = waktu yang dinyatakan dalam tahun

Jika net B/C ≥1, maka budidaya komoditas alternatif layak diusahakan pada tingkat produksi tertentu, tetapi bila B/C<1, maka tidak layak diusahakan.

(40)

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Lokasi penelitian ini berada di Desa Nagalingga, merupakan desa swakarsa dengan luas 200 ha, dan secara administratif terletak di Kecamatan Merek, Kabupaten Karo. Areal ini digunakan secara efektif untuk penanaman hortikultura, khususnya sayur-sayuran. Pemanfaatan lahan digunakan untuk lahan kering 130 ha, pekarangan 3 ha, dan lainnya 67 ha. Penduduk desa berjumlah 513 jiwa, jumlah rumah tangga 103 rumah tangga dengan jumlah rumah 135 unit terdiri dari 105 unit permanen dan 30 unit semi permanen. Sebagian besar penduduk bekerja sebagai petani (95.4 %) dan 4.6% memiliki pekerjaan lain (Distan, 2004).

Aksesibilitas

(41)

Landform

Landform daerah penelitian ini adalah volkan, terbentuk oleh aktivitas gunung api atau intrusif dengan terbentuknya kerucut volkan, leleran lava, lahar atau wilayah akumulasi bahan volkan. Bahan induk pada daerah penelitian ini adalah tuf volkan yang berasal dari Tufa Toba (Qvt). Satuan Tufa Toba (Qvt) terutama terdiri dari tufa berkomposisi riodasit, dijumpai bahan galian felspar dan tras. Berdasarkan analisa kimia riodasit mengandung SiO2 = 71.89-72.37 %,

Al2O3= 14.41 – 14.47%, Fe2O3 = 2.03 – 2.36%, K2O= 4.34 – 4.50 dan Na2O= 2.02 – 2.03 % .

Tanah

Jenis tanah di desa Nagalingga berdasarkan klasifikasi USDA (1998) adalah Andisol, sub group Typic Hapludand, yang merupakan jenis tanah pada dataran tinggi Kabupaten Karo berasal dari bahan induk vulkanik, berwarna hitam (4/3 10 YR) pada lapisan atas, licin, struktur halus, tekstur lempung, konsistensi agak lekat dan memiliki kandungan hara yang tinggi. Dalam mengelola dan menjaga kesuburan tanah petani memberikan kompos karena petani cenderung memanfaatkan lahan secara intensif tanpa melakukan masa bera. Gambar profil tanah disajikan pada Gambar 4 dan Deskripsi tanah dapat dilihat pada Tabel 3.

(42)

Tabel 3. Deskripsi Profil Tanah Kedalaman

(cm)

Warna Struktur Tekstur konsistensi

0-33 Hitam

lekat, kering agak lekat,tidak plastis

33-100 Coklat 4/610 YR

Gumpal bulat Agak halus (lempung

Air di desa Nagalingga sangat tersedia karena adanya sungai-sungai kecil. Aliran air yang berasal dari pegunungan mengalir di sekitar lahan petani. Pada musim kering maka petani menyiram tanaman dengan memanfaatkan air di sekitarnya.

Budidaya Hortikultura

Tanaman hortikultura yang dibudidayakan petani adalah beragam jenis sayuran untuk kebutuhan pasar. Praktik tanam campuran, tumpang sari merupakan jenis bercocok tanam yang dipilih petani. Pola tanam ini memilih satu jenis tanaman pilihan dominan, dimana tanaman dominan ini dicampur dengan tanaman lain dengan tujuan sampingan. Misalnya tomat yang berusia hingga 4 bulan dan dapat dipanen beberapa kali akan dicampur dengan caisin yang berusia 1 bulan.

Di daerah penelitian, varietas tanam yang digunakan petani untuk tomat adalah Marta, Sakura, dan Orani. Namun varietas Marta memiliki nilai preferensi yang tinggi dibandingkan varietas lain karena bobot buah lebih besar, rasa buah manis, dan tekstur daging buah padat dengan ketebalan 6-7 mm. Untuk kubis, varietas yang ditanam adalah KR-1 dan caisin adalah Tropica Dalat.

(43)

menunggu serangan hama dan penyakit tanaman. Petani mengatakan bahwa tindakan ini dilakukan sebagai antisipasi serangan hama dan penyakit yang tidak dapat diramalkan. Petani juga mengatakan bahwa dosis pestisida yang digunakan lebih besar dari yang tertera di kemasan. Berdasarkan pengalaman petani, hama dan penyakit cenderung menyerang tanaman jika mengikuti dosis kemasan. Apabila penyakit sudah menyerang, maka aturan dosis hama dilebihkan untuk mengantisipasi perluasan serangan hama dan penyakit. Petani lebih memilih melakukan antisipasi daripada menunggu hama dan penyakit menyerang, karena menghentikan perluasan serangan jauh lebih mahal daripada mencegah.

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Lahan Usaha Tani Tanaman Sayuran

Dari stasiun pengamatan klimatologi Kecamatan Merek, diperoleh data curah hujan 1651 mm dengan bulan kering 3 (tiga) bulan dan bulan basah 2 (dua) bulan dalam setahun, ketinggian 1400-1500 m dari permukaan laut, dengan suhu rata-rata 200C dan kelembaban 88% pada kemiringan lereng 0-15%.

Jika dinilai berdasarkan kriteria dari Puslitan (1983), status hara di areal

penanaman tomat bervariasi (Lampiran 6). K-total, basa-basa dapat tukar (Ca, Mg, dan Na) sangat rendah sampai sedang tetapi K dapat tukar tergolong

sangat rendah sampai sangat tinggi, KTK tergolong rendah sampai tinggi, kejenuhan basa dan N-total tergolong sangat rendah sampai tinggi dan kandungan P2O5 sangat rendah.

Rendahnya kandungan P2O5 adalah akibat banyaknya hara fosfor yang diangkut tanaman dalam fase generatif yaitu pembentukan buah, dimana unsur hara fosfor sangat banyak digunakan sehingga ketersediaan fosfor dalam tanah berkurang. Hal ini sesuai dengan Havlin et al. (1999 ) yang menyatakan bahwa ketersedian fosfor dalam tanah rendah dan bersifat lambat tersedia walaupun dilakukan pemupukan sehingga P-tersedia selalu lebih rendah.

Secara umum status hara di areal tanaman kubis sangat rendah. K-total, basa-basa dapat tukar (Mg dan Na) sangat rendah sampai rendah tetapi K dapat tukar tergolong sangat rendah sampai sangat tinggi, KTK tergolong rendah sampai tinggi, kejenuhan basa dan N-total tergolong sangat rendah sampai tinggi dan kandungan P2O5 sangat rendah.

Pada areal tanaman caisin, secara umum status hara sangat rendah. K-total sangat rendah, basa-basa dapat tukar (Ca dan Na) sangat rendah sampai rendah tetapi K-dd tergolong sangat rendah sampai sangat tinggi, KTK tergolong rendah sampai tinggi, kejenuhan basa tergolong sangat rendah sampai tinggi dan N-total tergolong sangat rendah sampai sedang serta kandungan P2O5 sangat rendah.

(45)

satuan pengamatan LUT usaha tani tanaman sayuran tomat, kubis, dan caisin di daerah penelitian disajikan pada Tabel 4, 5 dan 6.

Tabel 4. Karakteristik Lahan LUT Usahatani Tomat

Ulangan Ulangan Ulangan No. Karakteristik

33.79 12.07 18.62 14.48 15.86 9.99 20.69 5.86 13.27

12 KB (%) 9.38 35.22 44.17 43.68 27.15 37.67 47.69 59.48 8.56

(46)

Tabel 5. Karakteristik Lahan LUT Usahatani Kubis

Ulangan Ulangan Ulangan No. Karakteristik

(47)

Tabel 6. Karakteristik Lahan LUT Usahatani Caisin

Ulangan Ulangan Ulangan No Karakteristik

(48)

Evaluasi Lahan Usahatani Tanaman Sayuran

Evaluasi kesesuaian lahan usaha tani untuk tanaman tomat, kubis, dan

caisin sesuai metodologi klasifikasi berdasarkan Deptan (1997) dan menurut Sys et al. (1991) disajikan pada Tabel 7.

Klasifikasi berdasarkan Deptan (1997) dan Sys et al. (1991)

Hasil evaluasi kesesuaian lahan terhadap tomat, kubis, dan caisin, berdasarkan data karakteristik lahan yang dilakukan dengan cara matching

dengan menggunakan kriteria sistem klasifikasi kriteria Deptan (1997) dan Sys et al. (1991) berdasarkan faktor pembatas (Lampiran 2, 3 dan 4) disajikan

pada Tabel 7.

Tabel 7. Klasifikasi Kesesuaian Lahan LUT Sistem Usahatani Tanaman Sayuran Berdasarkan Karakteristik Lahan

Kelas Kesesuaian

wa = ketersediaan air;nr = ketersediaan unsur hara (KB, pH tanah)

(49)

dibatasi oleh ketersediaan air melalui curah hujan, pH tanah, kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation (KTK).

Berdasarkan faktor pembatas ketersediaan air di lokasi penelitian termasuk kering dengan bulan kering sebanyak 3 bulan dengan curah hujan yang rendah serta distribusi air hujan yang tidak merata. Hujan terjadi pada siang hari dalam waktu relatif singkat dan berganti dengan suhu yang ekstrim perbedaannya. Kondisi ekstrim ini sangat rentan menimbulkan penyakit pada tanaman terutama penyakit layu bakteri.

Gambar 5. Penyakit Layu akibat Bakteri pada Tanaman Tomat

Gambar 5. menunjukkan penyakit layu bakteri pada tanaman tomat yang disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum. Bakteri penyakit layu ini mempunyai banyak tumbuhan inang, antara lain tomat, cabe, terung, tembakau, kacang tanah dan jenis tanaman terung terungan (Solanaceae).

(50)

kondisi dimana semua persyaratan pertumbuhan terpenuhi optimum (Nitisapto dan Siradz, 2005).

KTK sangat erat kaitannya dengan kemampuan menjerap unsur hara, dimana pada KTK yang tinggi tanah mampu menjerap dan menyediakan unsur hara bagi tanaman sedangkan KB yang tinggi menunjukkan bahwa tanah belum banyak mengalami pencucian unsur hara, sehingga baik untuk kesuburan tanah.

Klasifikasi kesesuaian lahan Sys et al. (1991) didasarkan pada agregat faktor pembatas, dengan asumsi bahwa penjumlahan faktor pembatas akan mengubah status kelas lahan menjadi kelas yang lebih berat. Kelas lahan S1 memiliki jumlah <4 faktor pembatas ringan; S2 memiliki ≥4 faktor pembatas ringan, dan < 3 faktor pembatas sedang; S3 ≥3 faktor pembatas sedang, dan < 2 faktor pembatas berat; N pembatas berat dapat diperbaiki. Berdasarkan asumsi, semakin tinggi jumlah faktor pembatas, maka kelas lahan semakin rendah.

Hasil klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman tomat berdasarkan agregat faktor pembatas memiliki pengkelasan yang sama dengan pembatas minimum yaitu kelas S3 (sesuai marginal) dengan faktor pembatas curah hujan, pH tanah, kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation (KTK). Hal ini menunjukkan bahwa agregat faktor pembatas dalam klasifikasi Sys et al. (1991) berada pada jumlah yang normal sehingga tidak menurunkan kelas lahan.

Tanaman kubis termasuk kelas S3 (sesuai marginal) dan N (tidak sesuai) dengan faktor pembatas curah hujan, pH tanah, kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation (KTK). Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kubis sejalan dengan produksi, dimana kelas kesesuaian lahan yang lebih berat dengan faktor pembatas yang lebih berat memiliki nilai produksi yang lebih rendah. Produksi kubis pada unit lahan D3, E2, E3, dan F3 lebih tinggi dengan kelas lahan lebih tinggi juga dibandingkan pada D1, D2, E1, F1, dan F2.

Tanaman caisin termasuk kelas S3 (sesuai marginal) dan N (tidak sesuai) dengan faktor pembatas curah hujan, pH tanah, kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation (KTK). Produksi caisin pada G3, H2, H3, I1, I2 lebih tinggi dengan kelas lahan lebih tinggi juga dibandingkan G1, G2, dan I3.

(51)

menunjukkan bahwa klasifikasi dengan menggunakan faktor pembatas minimum memiliki nilai kelas lahan yang lebih tinggi dibandingkan bila menggunakan agregat faktor pembatas. Perubahan kelas lahan S3 (sesuai marginal) menjadi N (tidak sesuai) pada tanaman kubis terlihat pada unit lahan D1, D2, E1, F1, dan F2 sedangkan untuk tanaman caisin terlihat pada unit lahan G1, G2, H1, dan I3. Penurunan kelas lahan akibat akumulasi agregat faktor pembatas sehingga kelas lahan menjadi lebih berat terjadi pada jenis pembatas pH tanah, kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation (KTK).

Analisis Usaha Tani Tanaman Sayuran

Hasil analisis ekonomi sistem usaha tani tanaman tomat, kubis dan caisin di desa Nagalingga disajikan pada Tabel 8. Dalam perhitungan, keuntungan dibanding biaya dipisahkan berdasarkan kualitas produksi yaitu kualitas A

(marketable yield) dan B untuk tomat, kubis, dan caisin serta penetapan harga komoditi menggunakan harga yang berlaku pada saat pengumpulan data di lokasi penelitian.

Kondisi harga rata-rata di tingkat petani di desa Nagalingga yang berlaku

pada saat pengambilan data berfluktuasi namun secara umum tergolong tinggi yaitu: tomat Rp.1500-2200/kg, kubis Rp. 1000-1500/kg, dan caisin Rp. 700-1000/kg. Rantai pemasaran tomat, kubis, dan caisin sangat pendek, dan

(52)

Tabel 8. Analisis Ekonomi Berdasarkan B/C

Produksi tanaman tomat, kubis, dan caisin di Desa Nagalingga Kabupaten Karo berdasarkan grade produksi disajikan pada Gambar 6, 7, dan 8.

Tomat

Gambar 6. Perbandingan Tomat Kualitas A dan B

(53)

Kubis

Gambar 7. Perbandingan Kubis Kualitas A dan B

Caisin

Gambar 8. Perbandingan Caisin Kualitas A dan B

Secara umum, komponen dalam perhitungan biaya dibagi menjadi dua kelompok yaitu komponen tenaga kerja dan komponen saprotan (peralatan, bibit, pupuk, pestisida, dan bahan lainnya). Dari semua komponen biaya yang dirinci, biaya tenaga kerja pada tomat lebih tinggi karena tanaman tomat membutuhkan tingkat pemeliharaan yang tinggi karena sangat rentan terhadap serangan penyakit. Apalagi selama penelitian terdapat perbedaan cuaca yang sangat ekstrim sehingga banyak tanaman terkena penyakit layu bakteri. Untuk mengatasinya, petani melakukan penyemprotan rata-rata 35 kali penyemprotan selama 3 bulan atau sekitar 3 kali dalam seminggu. Penyemprotan yang dilakukan masih dilakukan secara manual menggunakan tenaga manusia .

Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa berdasarkan analisa B/C, untuk tanaman tomat nilai B/C >1 kecuali pada satuan lahan C3 dengan kemiringan 8-15%. Hal ini menunjukkan bahwa biaya pemeliharaan lebih tinggi bagi lahan dengan

Grade A Grade B

(54)

kemiringan tersebut untuk mendapatkan produksi tinggi karena jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan lebih banyak untuk pengolahan lahan dengan kemiringan 8-15%. Nilai B/C untuk tanaman tomat memiliki kisaran yang pendek yaitu 0.98-1.21. Hal ini menunjukkan bahwa keuntungan petani sedikit lebih besar dibandingkan dengan biaya produksi. Tingginya harga produksi seperti pupuk, pestisida, dan lain-lain akan memperkecil keuntungan petani.

Pada tanaman kubis, nilai B/C berada pada kisaran 1.01-2.57. Ini menunjukkan bahwa penerimaan lebih besar daripada pengeluaran. Disamping itu tanaman kubis tidak memerlukan perawatan yang lebih sulit dibandingkan tomat, sehingga biaya tenaga kerja dapat dikurangi serta didukung harga jual kubis cukup baik sekitar Rp.1500/kg. Pada tanaman caisin terdapat kisaran B/C yang tinggi yaitu 2.5 - 4.75. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan petani dua sampai empat kali lebih besar daripada pengeluaran pemeliharaan.

Analisis Korelasi Karakteristik Lahan Tanaman Sayuran

Analisis korelasi berguna untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel karakteristik lahan dan produksi. Selain itu juga dilakukan korelasi untuk mengetahui apakah suatu sifat variabel-variabel tersebut dapat menjelaskan sifat variabel-variabel lainnya sehingga dapat dipakai sebagai indikasi pengganti. Apabila koefisien korelasi menunjukkan hubungan nyata positif antara variabel artinya terdapat hubungan yang berbanding lurus, dimana jika variabel yang satu meningkat, maka variabel yang lain juga meningkat demikian juga sebaliknya, jika variabel yang satu menurun, maka variabel yang lain juga akan menurun. Apabila koefisien korelasi menunjukkan hubungan nyata negatif, artinya terdapat hubungan berbanding terbalik antara variabel. Jika variabel yang satu meningkat, maka variabel yang lain akan menurun. Begitu juga sebaliknya, jika variabel yang satu menurun maka variabel yang lain juga meningkat. Korelasi antara

(55)

Tabel 9. Korelasi Karakteristik Lahan Tanaman Sayuran var. Tropica Dalat

Kemiringan tn tn tn

Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa beberapa karakteristik lahan yang berkorelasi positif dengan produksi tomat adalah drainase, P2O5, dan K2O. Hal ini

menunjukkan bahwa peningkatan drainase, P2O5, dan K2O dapat meningkatkan

produksi tanaman tomat.

Pada tanaman kubis, Mg-dd berkorelasi negatif terhadap peningkatan produksi. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan Mg-dd akan menurunkan produksi kubis. Penurunan nilai Mg ini diikuti dengan peningkatan produksi kubis akibat adanya kompetisi hara, misalnya Kalium. Bila jumlah Kalium tanah tinggi akan menekan unsur hara Mg sehingga nilai Mg menurun.

Pada tanaman caisin, karakteristik lahan yang berkorelasi dengan produksi caisin adalah pH tanah dan korelasinya positif. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan pH dapat meningkatkan produksi caisin karena pH tanah dapat menentukan mudah tidaknya hara diserap tanaman. Pada pH tanah netral,

(56)

Evaluasi Karaktersitik Lahan Penentu Produksi dengan Analisis Regresi Bertatar pada Tanaman Sayuran

Penyusunan kriteria klasifikasi kesesuaian lahan modifikasi perlu mengetahui dan mencari faktor-faktor karakteristik lahan yang berpengaruh terhadap produksi yaitu dengan cara melakukan analisis regresi. Analisis regresi berganda bertatar terhadap karakteristik lahan dan produksi tomat, kubis, dan caisin bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik lahan dan produksi sehingga diperoleh penduga terbaik. Hasil analisis regresi bertatar ini digunakan sebagai dasar evaluasi untuk menentukan karakteristik lahan yang memiliki hubungan yang erat dengan produksi.

Regresi Bertatar pada Tanaman Tomat

Berdasarkan regresi bertatar pada Tabel 10, dapat dilihat bahwa karekteristik lahan yang paling menentukan adalah P2O5, KB, dan K2O berpengaruh positif dengan koefisien determinasi adalah (R2)= 0.92, dengan persamaan penduga terbaik adalah : Y = 20.17 + 0.47 P2O5 + 0.061 KB + 0.065 K2O. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan P2O5, KB, dan K2O meningkatkan produksi tomat.

Tabel 10. Regresi Bertatar pada Tanaman Tomat Karakteristik

Lahan

1 2 3

Konstanta 26.69 25.14 20.17

P2O5 0.71 0.68 0.47

KB 0.049 0.061

K2O 0.065

R2 74.81 86.15 92.04

Regresi Bertatar Pada Tanaman Kubis

Gambar

Gambar 1. Diagram Alir kegiatan Penelitian
Tabel 1. Data Hujan, Suhu Udara dan Kelembaban Stasiun Klimatologi   Merek Pada Tahun 1997-2007
Gambar. 3. Petak standard tanaman
Tabel 2. Tipe Penggunaan Lahan (LUT) Daerah Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor keterlambatan penyampaian laporan keuangan yang telah diaudit dalam penelitian ini, yaitu ukuran perusahaan, debt to asset ratio, dan ukuran kantor

Belum lagi ditambah dengan polusi udara dari emisi gas buang dari kendaraan bermotor yang berlalu-lalang dan terjebak kemacetan akan membuat tingkat urban heat island pada

Yang paling utama adalah kita harus bersyukur kepada Allah Ta’ala karena Dia telah memberikan kita karunia berupa para relawan yang lahir dan berkembang di beberapa Negara maju,

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aktivitas antiradikal (dinyatakan dalam % A) senyawa turunan flavon dan flavonol yang diperoleh dari literatur [4]. Adapun

Perkara penting yang cuba diketengahkan ialah sama ada terdapat atau tidak persamaan nilai dan norma dalam hal-hal berkaitan dengan perkahwinan dan institusi keluarga

Dengan demikian, pada peningkatan lama perebusan, perubahan stabilitas ikatan, kadar dan struktur komponen serat pangan serta penurunan kadar senyawa penghambat dialisis (antara

Veamos ahora tres gráficos experimentales que demuestran lo que la ley pre- dice:.. a) Percibimos como unidad dos rectángulos (y medio) ya que nuestro sistema perceptivo tiene