PERUBAHAN NILAI ANAK LAKI-LAKI PADA ETNIK BATAK TOBA DALAM MANGAIN (MENGANGKAT ANAK) DI KECAMATAN BABALAN
KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
OLEH:
RICAD MICHAEL SIHOMBING NIM. 3122122007
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
i ABSTRAK
Ricad Michael Sihombing. NIM 3122122007. Perubahan Nilai Anak Laki-Laki pada Etnik Batak Toba dalam Mangain (Mengangkat Anak) di Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat. Skripsi. Jurusan Pendidikan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan. 2016
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latarbelakang mangain, untuk mengetahui motif atau alasan pengangkatan anak, untuk mengetahui perubahan persepsi terhadap nilai anak laki-laki dalam mangain, untuk mengetahui hak dan kedudukan anak angkat perempuan pada Etnik Batak Toba dengan mengambil lokasi penelitian di Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat.
Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif yang bertujuan untuk memahami dan menafsirkan makna dalam suatu persitiwa atau fenomena interaksi tingkah laku manusia sehingga dapat memberikan gambaran yang sistematis. Penelitian ini memakai subjek dan objek penelitian sebagai pengganti dari sampel dan populasi. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara dan studi literatur. Informan dipilih secara purposive sampling dengan demikian yang menjadi informan adalah orangtua yang mengangkat anak perempuan 8 orang, orangtua yang mengangkat anak laki-laki 2 orang, tokoh adat setempat 6 orang.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis memperoleh hasil penelitian sebagai berikut: (1) Hal yang melatarbelakangi melakukan mangain adalah karena pentingnya nilai anak dalam keluarga, anak sangat didambakan dan mempengaruhi struktur dan sistem sosial dalam adat. (2). Motif pengangkatan anak ada berbagai alasan, alasan utama adalah untuk meneruskan generasi marga maka akan mengangkat anak laki-laki, sedangkan bila alasan karena motivasional dan perspektif masa depan dengan menjaga dan merawat orangtuanya cenderung memilih anak perempuan sebagai anak angkatnya (3). Perubahan nilai yang terjadi pada anak laki-laki adalah ketidakhadiran anak laki-laki pada suatu keluarga tidak lagi dipermasalahkan, memilih anak perempuan sebagai anak angkatnya dan bukan anak laki-laki, upacara mangain anak yang sudah mulai berubah dan tinggalkan, serta sistem warisan anak angkat yang telah menyetarakan laki-laki dan perempuan berdasarkan kesepakatan bersama. (4) Anak angkat perempuan mendapatkan hak dan kedudukan sama seperti anak kandung bila ia sudah dilakukan pencatatan sipil, babtisan dan upacara mangain.
Kesimpulan menunjukkan bahwa nilai anak laki-laki dalam mangain telah mengalami perubahan, perubahan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni faktor agama, pendidikan, migrasi /perantau dan ekonomi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Ilahi Yang Penuh Rahmat dan Cinta, atas izin, berkat,
nikmat dan petunjuk, memberikan kemudahan dan kelancaran yang tak terhingga
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perubahan Nilai Anak Laki-Laki Pada Etnik Batak Toba Dalam Mangain (Mengangkat Anak) Di Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Antropologi, Fakultas Ilmu
Sosial, Universitas Negeri Medan. Penulis menyadari skirpsi ini kurang sempurna, masih terdapat kekuarangan dan kesalahan. Dalam proses penyelesaian skripsi ini,
penulis memiliki kemampuan terbatas namun karena berbagai bantuan dari banyak
pihak baik moril, doa dan materil penulis dapat menyelesaikannya dengan baik. Oleh
Karenanya, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada.
1. Bapak Prof Dr. Syawal Gultom, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri Medan,
2. Ibu. Dra. Nurmala Berutu, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial (FIS)
Universitas Negeri Medan,
3. Ibu Dra. Puspitawati, M.Si Ketua Program Studi Pendidikan Antropologi
sekaligus dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan begitu banyak
bimbingan, saran, dan arahan kepada penulis sejak awal penelitian sampai
iii
4. Ibu Dr. Rosramadhana, M.Si, Ibu Sulian Ekomila S.Sos. MSP, Bapak Drs.
Tumpal Simarmata, M.Si sebagai dosen penguji yang memberikan banyak saran
dan masukan kepada penulis untuk penyempurnaan skripsi ini.
5. Ibu Dr. Rosramadhana, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik yang
memberikan bimbingan dan motivasi selama penulis menjalankan perkuliahan.
6. Seluruh dosen pengajar di program studi Pendidikan Antropologi yang
memberikan bimbingan dan pengajaran kepada penulis dalam perkuliahan.
7. Kakanda Ayu Febriani, Spd. M.Sos yang telah membantu mempersiapkan
berkas-berkas dan penyelsaian skripsi ini
8. Kedua orang tua penulis, Bapak Parsaoran Sihombing dan Mama Rosmani Boru
Simanjuntak yang telah memberikan kasih, doa, motivasi, tenaga, semangat dan
materi kepada penulis selama menjalankan perkuliahan hingga menyelesaikan
skripsi ini.
9. Kakanda dan abangda penulis yang sangat hebat, terima kasih telah mengajarkan
penulis arti kehidupan, ketekunan dan semangat berjuang tanpa lelah. Kakak
Nurbetty Metana Sihombing dan Mariani Roully Sihombing dan abang Imam
Daniel Sihombing, S.Hum yang telah memberikan kekuatan menjalani setiap
perjuangan dengan sungguh-sungguh
10. Keluarga penulis yang sangat inspiratif Alm. Lifde Simanjuntak S.PdK dan uda
siregar, terima kasih telah memberikan banyak motivasi dan pelajaran hidup
yang tak akan pernah penulis lupakan. Opung Siahaan, Tante Tini, Tante Atty,
Serta keponakan penulis Emma Jessica Siregar, Putri Sion Siregar, Gracia
Siregar, Radja Simangungsong, Carisa Simangungsong. Gilbert Philip Samosir
11. Terima Kasih keluarga besar Sihombing, Uda Nasib Sihombing, Maktua Junita
Siahaan, abang David Sihombing, abang Ucok Sihombing, Kakak Lisbet,
Amboru dan Bou Lenny Marbun dan Kakak Tetty Marbun
12. Kepada Seluruh Teman Pendidikan Antropologi Stambuk 2012
13. Sahabat terbaik penulis Nurtaty Sianipar, Lestari Wulandari Chen, Sinta
Situmorang, Nonni Alfanita Sarumaha, Robert Larson Nehe yang telah
meluangkan banyak waktu dan memberikan doa serta dukungan kepada penulis
untuk menyelesaikan skripsi ini.
14. Teman-teman yang selalu mendukung setiap perjuangan penulis Amanda Dian
Sucia, Remina Tarigan, Surya Dirja, Novalita Sandy, Isna Ini, Rizka Mulya Sari,
Rahel Nainggolan, Gembira Manalu, Okberia Lumban Gaol, Hanna Melina
Siboro, Donna Sari Nasution, Anwar Soleh Purba, Afraindo Saputra, Bangun
Nainggolan, Daniel Ohara Tobing, Tri Artaty Napitupulu, Regina Siburian, Rio
Melky Nababan, Cakra Wardana Tarigan, Junita Sihombing, Ayulina Siboro,
Roffeli Tampubolon, Hariaty Togatorop, Kakak Siti Fadila Yusuf, Tenny
Sipayung, Purnama Sari, Dina Fadila Purba, Nijar Nababan, Kakak Christine Uli,
Leli Fitria, Tri Hardianti
15. Keluarga besar UKMKP UP FIS dan kakak pembimbing kelompok kecil kakak
v
mengajarkan penulis sebuah integritas dalam hidup yang benar dan (Mikhayla
Small Group) Evan Lumbantobing, Reyna Hutapea, Ida Ayu Sinaga
16. Pengurus Persatuan Mahasiswa Bidikmisi Universitas Negeri Medan Angkatan
III (Ody, Fauzan, Arif, Adrina, Surya, Plinda, )
17. Teman- teman PPL SMA Negeri 1 Babalan, Pangkalan Brandan 2015
18. Bapak Nainggolan dan Maktua Selvi Sitompol yang telah membantu
menyelesaikan proses skripsi ini
19. Teman-teman Finalis Duta Bahasa Sumatera Utara Tahun 2015
Terima Kasih kepada Program Beasiswa Bidikmisi, hingga penulis boleh
merasakan nikmatnya sebuah proses pendidikan tinggi, serta seluruh pihak yang tidak
dapat penulis sebutkan namanya satu persatu. Semoga Tuhan membalas semua
kebaikan Bapak/ibu/Sdar/i
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun
untuk kesempurnaan skripsi ini. penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat
untuk menambah wawasan serta pengetahuan pembaca. Tuhan memberkati
Medan, April 2016
Penulis,
Ricad Michael Sihombing
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ... I KATA PENGANTAR ... II DAFTAR ISI ... VI DAFTAR TABEL ... X DAFTAR GAMBAR ... XI
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah ... 1
1.2.Identifikasi Masalah ... 8
1.3. Pembatasan Masalah ... 9
1.4. Rumusan Masalah ... 9
1.5. Tujuan Penelitiah ... 10
1.6. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka ... 12
2.2. Kerangka Teori ... 15
2.2.1. Teori Perubahan Sosial Budaya ... 15
vii
2.3. Kerangka Konseptual... 19
2.3.1. Mangain (Adopsi Anak). ... 19
2.3.2. Anak dalam Perspektif Batak Toba ... 20
2.3.3. Fungsi dan Makna Anak Laki-Laki ... 22
2.4. Kerangka Berpikir ... 25
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 27
3.2. Lokasi Penelitian ... 27
3.3. Subjek dan Objek Penelitian ... 28
3.3.1. Subjek Penelitian ... 28
3.3.2. Objek Penelitian ... 29
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 29
3.4.1. Observasi ... 30
3.4.2 Wawancara ... 30
3.4.3. Studi Literatur ... 31
3.5. Analisis Data ... 31
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian ... 33
4.1.1 Sejarah Singkat Kecamatan Babalan... 33
4.1.3 Kondisi Demografi ... 35
4.1.4 Keadaan Penduduk ... 36
4.1.4.1 Jumlah Penduduk ... 36
4.1.4.2 Suku Bangsa ... 37
4.1.4.2 Mata Pencaharian ... 38
4.1.4.3 Pendidikan ... 39
4.1.4.4 Sistem Religi ... 40
4.2 Latarbelakang Mangain ... 41
4.2.1 Sejarah Mangain ... 41
4.2.2 Proses Mengangkat Anak (Mangain) ... 47
4.2.3 Pelaksanaan Upacara Mangain... 53
4.3 Motif Atau Alasan Mengangkat Anak ... 56
4.3.1 Menghindari Punahnya Marga ... 56
4.3.2 Menjaga Dan Memelihara Orangtua ... 60
4.4 Perubahan Nilai Anak Angkat Laki-Laki Dalam Mangain ... 64
4.4.1 Perubahan Nilai Anak Laki-Laki ... 64
4.4.2 Perubahan Tata Cara Mangain ... 69
4.4.3 Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Nilai Anak Laki-Laki ... 71
ix
4.4.3.2 Faktor Pendidikan ... 72
4.4.3.3 Faktor Migrasi/ Perantauan ... 72
4.4.3.4 Faktor Ekonomi ... 73
4.5 Hak Dan Kedudukan Anak Angkat Perempuan ... 73
4.5.1 Hak Anak Angkat ... 73
4.5.2 Hak Atas Warisan... 75
4.5.2.1 Jenis Warisan ... 79
4.5.2.2 Sistem Warisan... 81
4.5.3 Kedudukan Anak Angkat Perempuan ... 82
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 87
5.2 Saran ... 88
DAFTAR TABEL
Tabel` Halaman
1. Konsep Dalihan Na Tolu ... 6
2. Pembagian Satuan Administrasi Wilayah Kecamatan... 35
3. Persentase Penduduk Menurut Suku ... 37
4. Persentase Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 38
5. Sarana Pendidikan ... 39
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Berpikir ... 25
2. Pencatatan Sipil anak angkat perempuan... 51
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Anak merupakan kebahagiaan, kebanggaan, penerus keturunan, serta harta
kekayaan pada sebuah keluarga. namun tidak semua keluarga dapat memperoleh
keturunan karena takdir ilahi dimana kehendak memperoleh anak kunjung datang
walaupun telah bertahun-tahun menikah. Bila pada sebuah keluarga tidak
memperoleh keturunan maka penerus silsilah orang tua dan kekerabatan keluarga
tersebut terancam putus. Hubungan kekerabatan tersebut merupakan hubungan
antar tiap etnisitas yang memiliki asal usul silsilah yang sama, baik melalui
keturunan biologis, sosial, maupun budaya.
Patrilinel, Matrilineal dan Parental adalah garis keturunan yang menjadi
dasar kekerabatan suku-suku bangsa di dunia, sementara mayoritas suku bangsa
memiliki dasar kekerabatan yang berdasarkan garis keturunan patrilineal.
Patrilienal berarti ayah memiliki otoritas dan hak istimewa penuh terhadap aturan,
adat, anak dan harta benda. Etnik penganut adat patrilineal di Indonesia antara
lain suku Alas, Gayo, Batak, Nias, dan lain-lain. Batak Toba memiliki sistem
patrilinieal yang menjadi tulang punggung masyarakat Batak Toba yang terdiri
dari turunan-turunan, marga, dan kelompok-kelompok yang saling berhubungan
2
Anakkhon hi do hamoraon di ahu (Anakku adalah harta yang paling indah
dalam hidup) adalah ungkapan etnik Batak Toba untuk menyatakan bahwa anak
adalah harta yang tertinggi. Anak pada keluarga Batak Toba adalah kebahagiaan,
salah satu tujuan dari perkawinan adalah mendapatkan keturunan.
Mangain adalah suatu proses dalam konteks hukum kekerabatan etnik
Batak Toba. Apabila seorang anak telah diangkat sebagai anak, maka dia akan
didudukkan dan diterima pada suatu posisi yang dipersamakan baik biologis
maupun sosial yang sebelumnya tidak melekat pada anak tersebut artinya
menerima seseorang asing menjadi seperti anak kandung sendiri dan diberi marga
sesuai dengan marga yang mengangkat. Proses pemberian mangain memerlukan
tahapan, karena pemberian marga ini akan mengirarkan anak angkat yang
diakuinya dianggap sebagai anak kandungnya sendiri, dan diberi marga sesuai
dengan marga yang mengangkat. Itulah sebabnya unsur dalihan na tolu harus
turut serta menyaksikan dan mengukuhkan acara tersebut
Dalihan na tolu artinya tungku yang tiga, yaitu tiga tungku yang terbuat
dari batu yang disusun simetris satu sama lain dan saling menopang periuk atau
kuali tempat memasak. Hal ini merupakan arti yang paling hakiki memberikan
pengertian dan makna yang sangat kuat serta dijadikan sebagai pedoman. Struktur
pada dalihan na tolu tersebut memiliki peran yang saling mendukung dalam
berperilaku pada semua aspek kehidupan.
Dalihan na tolu merupakan adat yang sangat penting pada masyarakat
3
maka hilanglah sistem kekerabatan suku Batak Toba. Falsafah Batak Toba sebagai
dasar untuk bersikap terhadap kerabat yaitu dalihan na tolu. Dalihan na tolu
berfungsi juga untuk menyelesaikan/mendamaikan perselisihan diantara suami
istri, diantara saudara kakak beradik, kerabat dan pada upacara perkawinan.
Hula-hula adalah keluarga laki-laki dari pihak istri atau ibu (marga dari
pihak perempuan) termasuk dalam golongan pihak hula-hula menempati
kedudukan yang terhormat pada etnik Batak
Toba. Penghormatan tersebut harus selalu ditunjukkan dalam sikap, perkataan
dan perbuatan. Etnik Batak Toba harus somba mar hula-hula, yang berarti harus
bersikap hormat, tunduk serta patuh terhadap hula. Keputusan
hula-hula pada musyawarah adat, sulit ditentang. Pihak perempuan pantas dihormati
karena mau memberikan putrinya sebagai istri yang memberi keturunan kepada
suatu marga. Penghormatan itu tidak hanya diberikan pada tingkat ibu, tetapi
sampai kepada tingkat ompung (kakek) dan seterusnya.
Hula-hula diibaratkan sebagai sumber air kehidupan, karena dianggap
merupakan pangalapan pasu-pasu dohot pangalapan tua yakni merupakan
sumber berkat dan kebahagiaan harus dihormati karena dianggap mempunyai
kedudukan yang tinggi. mempunyai kewajiban dan hak untuk memberkati pada
saat pelaksanaan suatu pekerjaan adat karena kedudukannya dihormati dalam
pekerjaan adat tersebut terutama berkat berupa keturunan putra dan putri. Pihak
boru tidak akan berani melawan hula-hulanya karena diyakini perbuatan itu akan
dikutuk oleh sahala hula-hula, sehingga dia tidak akan memperoleh keturunan,
4
Manat mar dongan tubu, dongan tubu (dongan sabutuha) adalah saudara
semarga atau sekelompok masyarakat yang berasal dari satu rumpun marga, yaitu
orang-orang seketurunan menurut garis bapak dan para turunan laki-laki dari satu
leluhur. Rumpun marga etnik Batak Toba mencapai ratusan marga induk. Silsilah
marga-marga Batak Toba hanya diisi oleh satu marga, namun pada
perkembangannya marga bisa memecah diri menurut peringkat yang dianggap
perlu walaupun dalam kegiatan adat mereka menyatukan diri misalnya, Toga
Sihombing, terdiri dari Silaban, Lumbantoruan, Nababan dan Hutasoit.
Gambaran dongan tubu adalah pihak keluarga yang semarga menurut garis
bapak (patrilineal), yang melaksanakan pekerjaan (pesta/upacara) adat dan yang
memegang tanggung jawab mengenai pelaksanaan. Sosok abang dan adik secara
psikologis dalam kehidupan sehari-hari hubungan antara abang dan adik sangat
erat. Namun satu saat hubungan tersebut akan renggang, bahkan dapat
menimbulkan pertumpahan darah. Itulah sebabnya orang Batak diperintahkan
untuk manat mardongan tubu, yang artinya menaruh hormat dan bersikap
hati-hati kepada saudara semarga agar tidak menyakiti hati-hatinya. Proses merencanakan
suatu adat (pesta kawin atau kematian) etnik Batak Toba selalu membicarakannya
terlebih dahulu dengan saudara semarga. Hal itu berguna untuk menghindarkan
kesalahan-kesalahan dan perbedaan pendapat dalam pelaksanaan adat.
Apabila terdapat pelecehan atau sikap meremehkan teman semarganya,
biasanya akan berakhir dengan perdebatan sengit bahkan sampai pada
perkelahian. Masalah warisan juga sering menjadi penyebab pertikaian di
5
bersaudara antara abang dan adik tidak terdapat batas-batas karena dekatnya
hubungan.
Sebuah nasihat untuk mengingatkan etnik Batak adalah Molo naeng ho
sangap manat ma ho mardongan sabutuha Maksudnya adalah Jika kamu
ingin dihormati maka bersikap hormatlah kepada saudara semarga. Jangan
meninggikan diri kepada saudara semarga meskipun lebih kaya atau memiliki
pangkat lebih tinggi. Jika nasihat ini diikuti maka dengan sendirinya akan
mendapatkan kehormatan di antara saudara semarga, bahkan kehormatan di
tengah-tengah masyarakat.
Elek Marboru bagian yang termasuk Boru adalah anak perempuan,
saudara perempuan dari laki-laki, kelompok marga dari menantu laki-laki (hela)
bertugas mempersiapkan dan menyediakan keperluan dari suatu pekerjaan adat
(pesta adat) dari perangkat sampai makanannya. Jadi biasanya pada suatu pesta
adat Batak, pihak boru yang selalu paling sibuk. Elek marboru adalah suatu sikap
lemah lembut terhadap pihak boru agar dengan cara itu mereka mampu secara
ikhlas mendukung pelaksanaan acara adat. Sebuah nasihat Batak berbunyi
demikian Molo naeng ho mamora elek ma ho marboru yang artinya jika kamu
ingin memperoleh kekayaan, bersikap lembutlah kepada boru. Bersikap lembut ini
memiliki arti tidak boleh memperlakukan boru dengan sikap yang tidak pantas,
menyuruh atau memerintah boru dengan paksa di segala waktu dan segala hal,
tidak boleh membentak-bentak boru. tidak boleh menolak keinginan boru. Jika
terpaksa harus menolak karena tidak tersedia apa yang diharapkan boru, maka
6
halus, harus lemah-lembut dalam berkata-kata dan bersikap santun saat menyuruh
atau mengharapkan sesuatu dari boru,harus bersikap baik dan menyapa dengan
halus setiap saat.
No Sikap Batin Wujud Sasaran
1. Saling Menghormati (Marsihormatan)
Somba marhula-hula Banyak Keturunan
(Hagabeon) 2. Saling Menghargai
(Marsipangasapon)
Manat mardongan tubu Kehormatan (Hasangapon)
3. Saling Menolong (Marsiurupan)
Elek marboru Kekayaan (Hamoraon)
Tabel 1. Konsep Dalihan na tolu
Ajaran adat Dalihan na tolu dapat berjalan efektif, jika pelaksanaannya
berorientasi pada ajaran hidup kekerabatan Batak yang bersifat kekerabatan penuh
artinya kekayaan materi itu tidak bersifat individualistis dan selalu dikaitkan
dengan kepentingan keluarga terdekat. Jika etnik Batak (hula-hula) bersikap
lemah-lembut dan santun kepada boru, pasti boru berserta suami dan keluarganya
akan selalu mengasihi, mencari dan tidak akan tega melihat kerepotan hula-hula.
Mendapatkan kasih sayang dan pelayanan dari boru itulah yang dimaksud dengan
kekayaan (hamoraon) yang sesungguhnya.
Pada mitologi siboru tumbaga yang dikenal oleh etnik Batak Toba bahwa
pada masa dahulu di desa Sisuga-suga kaum perempuan yang tidak memiliki
saudara laki-laki mendapat nasib yang menyedihkan. Semua harta orangtua yang
tidak memiliki anak laki-laki akan dialihkan kepada saudara laki-laki pihak ayah
dan menghilangkan seluruh hak pewarisan anak perempuannya. Ayah sebagai
7
Kisah tersebut gambaran hukum adat yang sudah ditegakkan sejak lama. Siboru
Tumbaga dan saudaranya terpaksa keluar dari kampungnya dan melepaskan
seluruh warisan dari orangtuanya dan tindakan tersebut direstui oleh hukum adat
Batak Toba
(https://tanoBatak.wordpress.com/2008/06/26/apa-pesan-si-boru-tumbaga/. Tanggal 02 Febuari 2015 Jam 14:43 WIB)
Keluarga Batak Toba yang belum dikaruniai seorang anak laki-laki maka
dianggap belum gabe (Keluarga yang belum sempurna dan ideal) dalam adat
istiadat. Anak laki-laki juga dianggap sebagai penerus marga keluarga dan
hagabeon,hamoraon, hasangapon tidak akan tercapai bila ia tidak memiliki anak
laki-laki. Berdasarkan contoh tersebut masih sangat terlihat adanya perbedaan
nilai antara anak laki-laki dan perempuan bagi etnik Batak Toba. Namun
pandangan tradisional tersebut kini telah mengalami perubahan pada sebagian
kelompok masyarakat terutama etnik Batak Toba di Kecamatan Babalan,
Kabupaten Langkat yang tidak lagi mengistimewakan anak laki-laki pada seluruh
aktifitas kehidupannya, khususnya bagi mereka yang tidak memiliki anak dan
bermaksud untuk melakukan mangain (mengangkat anak) tidak lagi hanya
mengangkat anak laki-laki sebagaimana yang ditentukan oleh adat asli Batak
Toba. Meskipun mereka yang tidak mempunyai anak sebenarnya bisa mengambil
anak laki-laki sebagai anak angkatnya, namun banyak keluarga Batak Toba di
Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat yang lebih memilih anak perempuan
sebagai anak angkatnya dengan berbagai alasan.
Etnik Batak Toba di Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat adalah
8
pengaruh budaya lain yang mendorong berubahnya persepsi terhadap anak
tersebut. Hal ini membuktikan adanya perubahan persepsi tentang nilai, fungsi
dan makna pada anak laki-laki bahwa etnik Batak Toba di Kecamatan Babalan,
Kabupaten Langkat yang menganggap ketidakhadiran anak laki-laki pada suatu
keluarga sudah tidak lagi menjadi permasalahan. Penerapan proses mangain saat
itu telah banyak berubah karena tidak memiliki pengetahuan mengenai tata cara
pelaksanaan mangain, sehingga prosesnya hanya melaksanakan syukuran makan
bersama. Hilangnya kedudukan kekerabatan dalam adat tidak lagi menjadi sebuah
dilema namun motif kenyamanan, orientasi nilai dan perspektif masa tua yang
mendorong keluarga etnik Batak Toba di Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat
lebih memilih anak perempuan menjadi anak angkatnya.
Oleh karena itu, berdasarkan beberapa uraian di atas dan berdasarkan
fakta yang diperoleh dari pengamatan pra penelitian yang telah peneliti lakukan
sebelumnya, mendorong peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “
Perubahan Nilai Anak Laki-Laki Pada Etnik Batak Toba dalam Mangain (mengangkat anak) di Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat
1.2. Identifikasi Masalah
Merujuk pada uraian dari latar belakang masalah, maka masalah yang
teridentifikasi pada penelitian ini yaitu:
1. Pandangan etnik Batak Toba tentang anak
2. Kedudukan anak angkat pada etnik Batak Toba di Kecamatan
9
3. Alasan pengangkatan anak pada etnik Batak Toba di Kecamatan
Babalan, Kabupaten Langkat
4. Perbedaan nilai anak angkat laki-laki dan perempuan pada etnik
Batak Toba di Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat
5. Perubahan Persepsi tentang nilai laki-laki dan perempuan dalam
mangain (mengangkat anak) Batak Toba di Kecamatan Babalan,
Kabupaten Langkat
1.3. Pembatasan Masalah
Mengingat masalah yang tercakup pada penelitian ini sangat luas, maka
peneliti perlu membatasinya sebagai berikut:
1. Alasan pengangkatan anak pada etnik Batak Toba di Kecamatan
Babalan, Kabupaten Langkat
2. Perbedaan nilai anak angkat laki-laki dan perempuan di Kecamatan
Babalan, Kabupaten Langkat
3. Perubahan Persepsi tentang nilai laki-laki dan perempuan dalam
mangain (Mengangkat anak) Batak Toba di Kecamatan Babalan,
Kabupaten Langkat
1.4. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka masalah dalam penelitian
ini dirumuskan sebagai berikut
1. Apa latarbelakang etnik Batak Toba melakukan Mangain?
10
3. Mengapa ada perbedaan nilai antara anak angkat laki-laki dan
perempuan pada etnik Batak Toba di Kecamatan Babalan,
Kabupaten Langkat ?
4. Apa hak dan kedudukan anak angkat perempuan dalam keluarga
Batak Toba di Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat?
1.5. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan
1. Menjelaskan latarbelakang mangain pada etnik Batak Toba
2. Menjelaskan motif atau alasan etnik Batak Toba mengangkat anak
3. Menjelaskan Perubahan Persepsi terhadap nilai anak laki-laki dalam
mangain (mengangkat anak) Batak Toba
4. Menjelaskan Hak dan kedudukan anak angkat perempuan pada etnik
Batak Toba
1.6. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang diharapkan ialah:
1. Secara teoritis hasil penelitian ini mendeskripsikan nilai, esensi,
eksistensi dalam mangain pada etnik Batak Toba di Kecamatan
Babalan Kabupaten Langkat. Oleh sebab itu dapat menambah
pengetahuan peneliti dan pembaca.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dan masukan serta solusi yang objektif bagi etnik
dalam rangka memahami proses mangain dan nilai anak pada anak
11
3. Menjadi salah satu referensi bagi pengembangan hukum Pemerintah
daerah mengenai anak mangain pada etnik Batak Toba pada
praktiknya di Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat
4. Dapat memperkaya literatur ilmu Sosiologi, Antropologi dan kajian
87 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dengan
menggunakan penelitian yang bersifat kualitatif dengan pendekatan deksriptif
serta didukung oleh hasil observasi dan wawancara dengan subjek yang
mengetahui dan mengalami perubahan nilai anak laki-laki dalam mangain
(mengangkat anak) di Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat, maka peneliti
merumuskan beberapa kesimpulan, diantaranya:
1. Pengangkatan anak etnik Batak Toba di Kecamatan Babalan Kabupaten
Langkat yang ideal adalah mengangkat anak berdasarkan pencatatan sipil
(hukum positif), babtisan / tardidi (hukum agama), upacara adat mangain (
hukum adat). Hukum positif memiliki pencatatan sipil, ketentuan serta
kesepakatan perjanjian yang berlaku dalam mengadopsi anak, hukum
positif negara menjadi hukum tertinggi yang memiliki kekuatan hukum
yang jelas terkait kedudukan, hak dan kewajiban anak angkat dan orangtua
angkatnya. Babtisan (Tardidi) menjadi sebuah kewajiban bagi seluruh
anak yang baru lahir tidak hanya anak angkat dikarenakan babtisan
menjadi bukti penerimaan gerejawi terhadap anak tersebut. Upacara adat
mangain penting sebagai penerimaan seluruh kekerabatan dalihan na tolu
terhadap kedatangan seorang anak yang mempengaruhi kedudukan
88
menjadi penting dalam pengesahan anak angkat dikarenakan anak tersebut
akan meneruskan kekerabatan patrilineal orangtua angkatnya
2. Faktor pendorong etnik Batak Toba mengangkat anak karena pentingnya
nilai anak dalam sebuah keluarga, kehadiran anak sangat didambakan dan
mempengaruhi struktur dan sistem sosial dalam adat istiadat. Bila segala
proses serta upaya untuk memperoleh anak kandung belum juga berhasil
maka sebagian keluarga melakukan mangain (mengangkat anak) yakni
mengukuhkan anak seseorang menjadi anak sendiri, dimana anak tersebut
memiliki seluruhnya hak dan kedudukan atas anak kandung dari orangtua
yang mengangkatnya. Hal ini diperbolehkan secara agama dan adat.
Semakin banyaknya keluarga etnik Batak Toba melakukan mangain juga
dipengaruhi oleh Agama Kristen yang melarang keras perceraian dan
pernikahan poligami
3. Deskripsi nilai anak laki-laki dalam mangain (mengangkat anak) di
Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat telah mengalami perubahan,
Ketidakhadiran anak laki-laki dalam sebuah keluarga tidak lagi
dipermasalahkan, pada fungsi anak angkat laki-laki sebagai pemegang hak
waris mulai berubah dan cenderung kepada persamaan hak waris antara
anak angkat laki-laki dan perempuan, namun pada aspek tertentu nilai
anak angkat laki-laki masih tetap dipertahankan. yakni anak laki-laki
sebagai penerus generasi marga orangtua angkatnya (tarombo). Perubahan
tata cara mangain juga telah berubah disebabkam tidak adanya pedoman
89
lagi melakukan adat mangain yang membutuhkan banyak biaya dan
dianggap tidak terlalu penting lagi dikarenakan pengelolaan hukum negara
sudah jauh lebih tinggi memiliki kekuatan hukum.
5.2 Saran
1. Perubahan kedudukan anak angkat perempuan perlu mendapatkan
perhatian khusus terhadap kepastian hukum dalam merumuskan
persamaan hak dan kewajiban anak angkat laki-laki – laki dan perempuan
pada etnik Batak Toba.
2. Kepada orangtua angkat disarankan mengurus pencatatan sipil ke
Pengadilan Negeri agar pengangkatan anak sah sehingga kedudukan anak
angkat dengan orangtua yang mengangkatnya menjadi kuat karena
dilindungi segala hak dan kewajibannya berdasarkan hukum
3. Kepada para penatua adat atau raja adat yang mengetahui tentang adat
mangain (mengangkat anak) sebaiknya bersedia mengajari pemuda
tentang adat istiadat sebagai generasi penerus khususnya dalam upacara
adat mangain (mengangkat anak) berdasarkan kekerabatan dalihan na tolu,
agar generasi muda akan paham menciptakan kehidupan sesuai aturan dan
terciptanya kekerabatan yang harmonis sehingga masyarakat sadar akan
pentingnya mengetahui pola dan sistem adat istiadat yang berlaku pada
DAFTAR PUSTAKA
Hadikusuma. Hilman, Hukum waris Adat, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994.
Harahap, Basyral Hamidy. (1987). Orientasi Nilai-nilai Budaya Batak. Jakarta: Sanggar
Willem Iskandar
Irianto, Sulistyowati. (2003). Perempuan Diantara Berbagai Pilihan Hukum: Studi Mengenai
Strategi Perempuan Batak Toba untuk Mendapatkan Akses Kepada Harta
Waris Melalui Proses Penyelesaian Sengketa, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Ihromi, T.O. (2004) Bunga Rampai Sosiologi keluarga. Jakarta : Yayasan Obor. Indonesia,.
Jhonson, Doyle Paul. (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid I, Jakarta : Gramedia
J.C Vergouwen. (1986). Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, Jakarta: Pustaka Azet
Koentjaraningrat.(1958). Metode Antropologi. Jakarta: Penerbitan Universitas
_____________.(1984). Kebudayaan Jawa. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Lumbantoruan, Ebson. (2005). Parsadaan Borsak Sirumonggur. Jakarta:Maha Mitra Karya
Polak, Major. 1985. Sosiologi Suatu Buku Pengantar Ringkas. Jakarta: PT Ichtiar Baru.
R. Soepomo. (2000). Bab-bab Tentang Hukum Adat. Jakarta: Pradnya Paramita
Sihombing, T.M.1989. Jambar Hata Dongan Tu Uloan Adat. CV Tulus Jaya
______________________(2001). Konflik Status Dan Kekuasaan Orang Batak Toba.
Yogyakarta. Penerbit Jendela
Soerjono, Soekanto. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Rajawali
Sugiyono.(2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit
Alfabeta
_____________. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit Alfabeta
Tafal, Bastian, (1989). Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat serta Akibat-akibat
Hukumnya di Kemudian Hari, Jakarta, Rajawali Pers
Ter Haar Bzn diterjemahkan oleh K. Ng. Soebakti Poesponoto, 1994, Asas-Asas dan Susunan
Hukum Adat, Jakarta: Paradya Paramita,
Warneck J, 2001. Kamus Batak Toba- Indonesia. Medan: Bina Media
SKRIPSI :
Silaban, Lastiar Mariati (2014). Kedudukan Anak Angkat Dalam Pembagian Warisan
Menurut Hukum Adat Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Sibolga Utara.
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan
Ginting, Janmilson (2014) Makna Filosofi Anakkon Hi Do Hamoraon Di Au Bagi Masyaraka
Batak Di Desa Simamora Nabolak Kecamatan Pagarantapanuli Utara.
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan
THESIS :
Tambunan, Morinah (2007) Perubahan Fungsi Dan Makna Anak Laki-Laki Pada Komunitas
Batak Toba-Kristen : Suatu Kajian Antropologis Pada Etnik Desa Cinta Damai
Kecamatan Percut Sei Tuan. Pascasarjana Antropologi Sosial Universitas Negeri
WEBSITE :
Teori Fungsional http:// www.scribd.com/ doc/23711839/teori-fungsional. Di
akses: Medan, Minggu, 20 Desember 2015.
Teori Fungsional – Struktural http:// sosiologi unsyiah 2010. wordpress.com/
2011/04/19/ teori - fungsional-%E2%80%93-struktural/. Di akses: Medan, Minggu, 20