• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran di Desa Panundaan, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran di Desa Panundaan, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI SAYURAN DI DESA

PANUNDAAN, KECAMATAN CIWIDEY, KABUPATEN

BANDUNG, JAWA BARAT

DESSY RATNA CEMPAKA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran di Desa Panundaan, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun ke perguruan tinggi lain atau lembaga lain manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

(4)

ABSTRAK

DESSY RATNA CEMPAKA. Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran di Desa Panundaan, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI.

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan usahatani sayuran, menganalisis tingkat pendapatan dan kontribusi dari usahatani sayuran terhadap pendapatan keluarga. Data dianalisis menggunakan metode deskriptif, analisis pendapatan usahatani dan R/C rasio. Hasil menunjukkan bahwa pendapatan petani lahan luas lebih tinggi daripada petani lahan sempit. Kontribusi pendapatan usahatani sayuran pada petani luas adalah 82.70 persen terhadap total pendapatan keluarga dengan nilai R/C rasio 2.26. Kontribusi pendapatan usahatani sayuran pada petani sempit adalah 64.59 persen terhadap total pendapatan keluarga dengan nilai R/C rasio 1.85. Nilai R/C rasio tersebut mengindikasikan bahwa usahatani sayuran efisien untuk dilakukan. Berdasarkan hasil pendapatan keluarga dapat disimpulkan bahwa sayuran merupakan sumber pendapatan rumah tangga utama bagi petani di Desa Panundaan.

Kata kunci: analisis pendapatan usahatani, analisis R/C, sayuran

ABSTRACT

DESSY RATNA CEMPAKA. Vegetable Farm Income Analysis in Panundaan Village, Ciwidey Subdistrict, Bandung Regency, West Java. Supervised by NUNUNG KUSNADI.

This study was aimed to analyze vegetable farming system, income rates and its contribution to household income. Data were analyzed with descriptive method, farm income analysis and R/C ratio. The result showed that income of large farmers were greater than small farmers. Contribution of income of large farmers was 82.70 percent of the total of farmer income with R/C ratio 2.26. Contribution of income of small farmers was 64.59 percent of the total of farmer income with R/C ratio 1.85. The R/C ratio indicates that vegetable farming were efficient. From the share of vegetable income can be concluded that vegetable are the main source to total household income in Panundaan Village.

Keywords: farm income analysis, R/C analysis, vegetable

(5)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI SAYURAN DI DESA

PANUNDAAN, KECAMATAN CIWIDEY, KABUPATEN

BANDUNG, JAWA BARAT

DESSY RATNA CEMPAKA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran di Desa Panundaan, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

Nama : Dessy Ratna Cempaka

NIM : H34090134

Disetujui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran di Desa Panundaan, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah dan pemimpin terbaik bagi umat manusia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku dosen pembimbing, Ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si dan Ibu Eva Yolynda Aviny, SP. MM selaku dosen penguji atas saran dalam perbaikan skripsi ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Arif Karyadi, SP yang senantiasa mengarahkan dan membantu penulis dalam menjalani masa-masa perkuliahan sebagai wali akademik. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada warga Desa Panundaan, khususnya keluarga Ibu Dewi, Bapak Cucu, Bapak Ali, warga Kampung Cikondang, Kampung Salam, Kampung Cikembang, Kampung Situkuluwung dan Kampung Panundaan, beserta staf pegawai Desa Panundaan atas bantuan dan arahannya selama penulis mengumpulkan data di lokasi penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada papa, mama, adik, serta seluruh keluarga, atas segala doa, support, dan kasih sayangnya.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 8

TINJAUAN PUSTAKA 8

Pendapatan Usahatani Sayuran 8

Return to Labor dan Return to Capital 12

Pendapatan Keluarga 13

KERANGKA PEMIKIRAN 14

Kerangkat Pemikiran Teoritis 14

Konsep Usahatani 14

Konsep Return to Labor dan Return to Capital 16

Konsep Pola Tanam Usahatani 16

Konsep Diversifikasi Usahatani 18

Konsep Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio) 18

Konsep Pendapatan Keluarga 19

Kerangka Pemikiran Operasional 19

METODE PENELITIAN 22

Lokasi dan Waktu Penelitian 22

Jenis dan Sumber Data 22

Metode Pengumpulan Data 22

Metode Analisis dan Pengolahan Data 23

Analisis Pendapatan Usahatani 23

Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio) 24

Indeks Diversifikasi 24

Pendapatan Keluarga 25

Return to Labor dan Return to Capital 25

Struktur Analisis Pendapatan Usahatani 26

Definisi Operasional 26

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27

Karakteristik Wilayah 27

Letak dan Luas Wilayah 27

Kondisi Alam 28

Keadaan Sosial Ekonomi 29

Keadaan Penduduk 29

Gambaran Umum Karakteristik Petani Responden 31

Gambaran Umum Usahatani Sayuran di Desa Panundaan 36

Pola Tanam 36

Budidaya Sayuran 38

(11)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 48

Penerimaan Usahatani 48

Biaya Usahatani 50

Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio 53

Indeks Diversifikasi 57

Return to Labor dan Return to Capital 57

Pendapatan Keluarga 58

SIMPULAN DAN SARAN 60

Simpulan 60

Saran 60

DAFTAR PUSTAKA 61

LAMPIRAN 64

DAFTAR TABEL

1 Pertumbuhan nilai ekspor sub sektor hortikultura periode 2007-2011 1 2 Pertumbuhan nilai impor sub sektor hortikultura periode 2007-2011 2

3 Produksi sayuran di Indonesia tahun 2007-2011 2

4 Produktivitas beberapa sayuran di Jawa Barat dan Indonesia tahun

2007-2011 3

5 Nilai Tukar Petani Hortikultura (NTPH) Provinsi Jawa Barat tahun

2008-2011 4

6 Produksi sayuran di beberapa kabupaten dan kota di Jawa Barat

tahun 2011 5

7 Struktur analisis pendapatan dan R/C rasio usahatani sayuran 26 8 Luas wilayah Desa Panundaan menurut jenis penggunaannya tahun

2012 28

9 Potensi pertanian Desa Panundaan tahun 2012 29

10 Susunan penduduk Desa Panundaan menurut kelompok usia tahun

2012 30

11 Susunan penduduk Desa Panundaan menurut jenis pekerjaan tahun

2012 30

12 Jumlah kepala keluarga menurut status pendidikan tahun 2012 31 13 Pemilikan lahan pertanian keluarga di Desa Panundaan tahun 2012 31 14 Karakteristik petani responden berdasarkan luas lahan 32 15 Karakteristik petani responden berdasarkan luasan lahan luas dan

lahan sempit 32

16 Karakteristik petani responden berdasarkan status usaha 33 17 Karakteristik petani responden berdasarkan status kepemilikan lahan 33 18 Karakteristik petani responden berdasarkan golongan usia 34 19 Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan 34 20 Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman bertani 35 21 Karakteristik petani responden berdasarkan jumlah anggota keluarga 35 22 Pola tanam usahatani sayuran berdasarkan golongan petani responden

lahan luas dan lahan sempit di Desa Panundaan 37

(12)

Panundaan 41 24 Jumlah kebutuhan rata-rata benih/bibit (kilogram) per 1000 m2

berdasarkan golongan petani responden lahan luas dan lahan sempit

di Desa Panundaan 43

25 Jumlah kebutuhan rata-rata pupuk per 1000 m2 berdasarkan golongan petani responden lahan luas dan lahan sempit di Desa

Panundaan 44

26 Jumlah kebutuhan rata-rata pestisida per 1000 m2 berdasarkan golongan petani responden lahan luas dan lahan sempit di Desa

Panundaan 45

27 Jumlah kebutuhan rata-rata tenaga kerja (HOK) per 1000 m2

berdasarkan golongan petani responden lahan luas dan lahan sempit

di Desa Panundaan 47

28 Penerimaan rata-rata usahatani sayuran (Rp 000) per 1000 m2

berdasarkan golongan petani responden lahan luas dan lahan sempit

di Desa Panundaan 49

29 Biaya rata-rata usahatani sayuran (Rp 000) per 1000 m2 berdasarkan golongan petani responden lahan luas dan lahan sempit di Desa

Panundaan 51

30 Pendapatan rata-rata usahatani sayuran (Rp 000) per 1000 m2

berdasarkan golongan petani responden lahan luas dan lahan sempit

di Desa Panundaan 54

31 Struktur pendapatan per 1000 m2 per tahun berdasarkan golongan

petani responden lahan luas dan lahan sempit di Desa Panundaan 56 32 Analisis R/C rasio per tahun berdasarkan golongan petani responden

lahan luas dan lahan sempit di Desa Panundaan 57

33 Indeks diversifikasi usahatani berdasarkan golongan petani responden

lahan luas dan lahan sempit di Desa Panundaan 57

34 Return to labor dan return to capital berdasarkan golongan petani

responden lahan luas dan lahan sempit di Desa Panundaan 58 35 Kontribusi pendapatan usahatani sayuran terhadap pendapatan

keluarga berdasarkan golongan petani responden lahan luas dan lahan

sempit di Desa Panundaan 58

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka operasional analisis pendapatan petani sayuran di Desa

Panundaan, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat 21

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Analisis pendapatan usahatani sayuran (kilogram) per 1000 m2 golongan petani responden lahan luas di Desa Panundaan tahun

2012-2013 64

(13)

golongan petani responden lahan sempit di Desa Panundaan tahun

2012-2013 65

3 Kebutuhan rata-rata pupuk per 1000 m2 golongan petani responden

lahan luas Desa Panundaan tahun 2012-2013 66

4 Kebutuhan rata-rata pupuk per 1000 m2 golongan petani responden

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris. Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi secara nasional. Sektor pertanian tetap mampu tumbuh positif bahkan pada saat puncak krisis ekonomi, sedangkan sektor ekonomi lainnya mengalami kontraksi karena pertumbuhan PDBnya negatif. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada bulan Agustus 2012 tercatat sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja terbesar, yakni menyumbang 35.09 persen tenaga kerja dari total 110.80 juta penduduk angkatan kerja. Selain itu PDB sektor pertanian atas harga dasar berlaku tahun 2011 mencapai angka 1093.5 triliun rupiah dari total PDB 7427.1 triliun rupiah. Sektor pertanian tergolong penyumbang PDB yang tertinggi kedua setelah sektor industri pengolahan. Termasuk dalam kategori sektor pertanian diantaranya adalah hortikultura, tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan.

Sayuran merupakan salah satu kategori subsektor hortikultura. Dilihat dari segi ekonomi, sayuran memegang peran penting sebagai sumber pendapatan petani, pedagang, industri, maupun penyerapan tenaga kerja. Selain itu sayuran mampu memberikan kontribusi nilai ekspor secara nasional sehingga berperan juga sebagai penyumbang devisa bagi Indonesia. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Hortikultura, selama tahun 2007 hingga tahun 2011 nilai ekspor sayuran rata-rata mencapai $138 429-$196 917 dengan tren meningkat. Data nilai ekspor sub sektor hortikultura periode 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Pertumbuhan nilai ekspor sub sektor hortikultura periode 2007–2011a

Komoditas Nilai Ekspor (US$)

2007 2008 2009 2010 2011 %b

Sayuran 138 429 392 170 613 792 183 971 353 170 293 049 196 917 290 10 Buah 93 464 353 234 767 325 164 289 110 173 107 906 241 582 615 42 T. Hias 6 899 222 6 725 862 7 718 570 9 041 872 13 160 381 19 T. Obat 6 364 773 9 448 130 11 784 703 18 867 159 13 997 811 27

a

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012.; bRata-rata pertumbuhan ekspor tahun 2007 hingga tahun 2011 dalam persen.

(15)

Tabel 2 Pertumbuhan nilai impor sub sektor hortikultura periode 2007–2011a

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012.; bRata-rata pertumbuhan impor tahun 2007 hingga tahun 2011.

Sayuran merupakan jenis komoditas yang berperan dalam pemenuhan kebutuhan keluarga petani. Hal ini dapat ditunjukkan dengan beberapa fenomena diantaranya adalah tanaman sayur-sayuran berumur relatif pendek sehingga dapat cepat menghasilkan, dapat diusahakan dengan mudah hanya menggunakan teknologi sederhana, dan hasil produksi sayur-sayuran dapat cepat terserap pasar karena merupakan salah satu komponen susunan menu keluarga yang tidak dapat ditinggalkan. Itulah sebabnya petani menjatuhkan pilihan mengusahakan sayuran sebagai strategi untuk dapat bertahan hidup (Edy, 2010).

Sayuran merupakan jenis bahan makanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan penyediaan vitamin dan mineral yang penting bagi pemenuhan gizi. Tingkat konsumsi masyarakat Indonesia akan sayuran cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan. Konsumsi sayuran per kapita nasional tahun 2006-2008 menunjukan pertumbuhan sekitar 38.8 persen (Kementrian Pertanian RI, 2010). Oleh karena itu mengusahakan sayuran dapat menjadi sumber pendapatan bagi petani baik berskala kecil, menengah maupun besar, karena memiliki keunggulan berupa nilai jual yang tinggi, keragaman jenis, ketersediaan sumberdaya lahan dan teknologi, serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan internasional yang terus meningkat. Pasokan produk sayuran nasional diarahkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam negeri, baik melalui pasar tradisional, pasar modern, maupun pasar luar negeri (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011).

Terjadinya peningkatan pertumbuhan konsumsi sayuran per kapita nasioanl tidak diiringi dengan pertumbuhan produksi sayuran. Hal ini dapat dilihat dari data pertumbuhan produksi sayuran dari tahun 2007 hingga tahun 2011. Adapun data produksi sayuran di Indonesia selama tahun 2007 hingga tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Produksi sayuran di Indonesia tahun 2007-2011a

No Sayuran

(16)

Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa terjadi pertumbuhan yang negatif pada beberapa macam sayuran. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan produksi sayur pada tahun 2011. Oleh karena itu dengan peningkatan pertumbuhan konsumsi sayuran, sayur lokal masih berpotensi untuk ditingkatkan produksinya.

Salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki potensi cukup besar dalam pengembangan komoditas sayuran adalah Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat merupakan daerah yang menempatkan sektor pertanian sebagai basis ekonomi karena kondisi lahan yang cukup subur untuk ditanami berbagai macam komoditas. Hal ini dapat dibuktikan melalui produktivitas di Jawa Barat bila dibandingkan dengan Indonesia. Berdasarkan Tabel 4, produktivitas sayuran di Jawa Barat lebih tinggi dibandingkan produktivitas secara nasional. Walaupun rata-rata produktivitas sayuran di Jawa Barat menunjukkan tren penurunan dari tahun 2007-2011 tetapi tetap menjadi salah satu penyumbang terbesar produktivitas sayuran secara nasional. Data produktivitas beberapa sayuran di Jawa Barat dan Indonesia tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Produktivitas beberapa sayuran di Jawa Barat dan Indonesia tahun

(17)

2009 hingga Desember 2011 NTPH sudah mencapai angka diatas 100 dan cenderung semakin meningkat setiap bulannya. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan petani di Jawa Barat naik lebih besar daripada pengeluarannya. Data nilai tukar petani hortikultura Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Nilai Tukar Petani Hortikultura (NTPH) Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2011a

Tahun

Bulan 2008 2009 2010 2011

Jan 97.1 99.12 107.55 113.7

Feb 98.0 101.7 107.07 111.99

Mar 101.3 100.39 108.71 111.88

Apr 101.3 99.82 110.13 112.49

Mei 100.4 99.05 109.71 112.25

Juni 99.2 98.42 109.81 111.33

Juli 102.2 100.57 115.81 111.32

Agust 101.0 102.25 114.21 111.59

Sept 97.4 105.38 112.89 112.3

Okt 92.9 105.1 112.55 114.08

Nov 93.5 106.42 111.96 114.85

Des 96.5 105.95 112.06 115.33

a

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012.

Terdapat beberapa wilayah di Jawa Barat yang turut menyumbang produksi sayurannya untuk memenuhi kebutuhan permintaan daerah. Salah satu penyumbang terbesar adalah Kabupaten Bandung. Kabupaten Bandung yang mempunyai luas 176 239 km2 dengan jumlah penduduk 3 174 499 jiwa merupakan daerah penyangga ibukota Jawa Barat (Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Bandung, 2012). Sektor pertanian di Kabupaten Bandung mengalami pertumbuhan positif dari sisi PDRB. Rata-rata PDRB tahun 2006 tumbuh 1.42 persen pada sub sektor bahan pangan dan hortikultura, 4.81 persen pada sub sektor perkebunan, dan 3.53 persen pada sub sektor kehutanan.

Selama tahun 2008-2010 sektor pertanian di Kabupaten Bandung berturut-turut menjadi penyumbang ketiga terbesar untuk produktivitas total daerah setelah sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Lahan kering di Kabupaten Bandung seluas 140 027 hektar dari luas wilayah Kabupaten Bandung (176 239 hektar) digunakan untuk sektor pertanian sekitar 42.43 persen. Hal ini mampu memberikan dampak positif terhadap keleluasan dan peluang pengembangan produk pertanian di Kabupaten Bandung (Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Bandung, 2012).

(18)

Tabel 6 Produksi sayuran di beberapa kabupaten dan kota di Jawa Barat tahun

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, 2012.

Mata pencaharian masyarakat Kabupaten Bandung di sektor pertanian tidak lagi menjadi lapangan kerja terbesar dibandingkan sektor industri dan perdagangan yaitu hanya 18.91 persen pada tahun 2010. Akan tetapi potensi sektor pertanian masih menjadi yang paling besar sebagai penyedia lapangan kerja di Kabupaten Bandung. Hal ini dikarenakan sektor pertanian merupakan penyedia utama kebutuhan pangan masyarakat yang merupakan kebutuhan dasar dan hak asasi manusia. Sektor pertanian juga menyediakan pasar yang sangat besar untuk produk manufaktur.

Daerah sentra produksi sayuran di Kabupaten Bandung umumnya terdapat di kawasan dataran tinggi yang memiliki jenis tanah andosol yang cukup subur, salah satunya adalah Kecamatan Ciwidey. Kecamatan Ciwidey memiliki potensi perkembangan yang cukup baik di bidang pertanian karena bentuk kawasan budidaya kegiatan pertaniannya berupa pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, hutan produksi, dan agroindustri. Kecamatan dengan luas wilayah 4 846 921 hektar ini merupakan salah satu dari beberapa kecamatan di Kabupaten Bandung yang menjadi sentra produksi komoditas sayuran. Berdasarkan data Pemerintah Kabupaten Bandung (2007), mata pencaharian penduduk di Kecamatan Ciwidey sebagian besar adalah sebagai petani (buruh tani). Faktor ini dikarenakan keadaan alam di Kecamatan Ciwidey yang subur sehingga cocok untuk lahan pertanian. Oleh karena itu masyarakat Ciwidey memilih menjadi petani sebagai mata pencahariannya.

Sayuran di Kecamatan Ciwidey tergolong yang budidayanya relatif mudah karena tidak mengenal musim, kapan saja dapat ditanam dan memiliki umur panen yang singkat. Tanaman sayuran yang dominan diusahakan petani di Kecamatan Ciwidey adalah tomat, buncis, seledri, petsai, selada air, bawang daun, cabe besar, dan kembang kol (Pemerintah Kabupaten Bandung, 2007). Hasil produksi tersebut disalurkan ke pasar lokal seperti Pasar Caringin dan Andir serta pasar luar daerah seperti Pasar Induk Cibitung, Pasar Tangerang dan Lampung.

(19)

banyaknya hama dan penyakit, ketidakpastian pemasaran, kurangnya perhatian dan peran pemerintah, lemahnya kelembagaan usaha di masyarakat, masalah sosial serta masalah lingkungan. Permasalahan-permasalahan tersebut akan berpengaruh terhadap kemampuan para petani dalam meningkatkan pendapatannya.

Oleh karena itu, menjadi daerah sentra produksi dapat menjadi salah satu indikator keberhasilan usahatani bagi petani di Kecamatan Ciwidey. Akan tetapi hal tersebut belum mampu menggambarkan pendapatan keluarga petani secara keseluruhan. Indikator lain untuk menilai keberhasilan usahatani adalah tingkat pendapatan petani. Pendapatan tersebut dapat diperoleh melalui penganekaragaman usahatani serta adanya pendapatan lain diluar usahatani.

Perumusan Masalah

Kecamatan Ciwidey terbagi atas tujuh desa yaitu Desa Ciwidey, Desa Rawabogo, Desa Nengkelan, Desa Lebakmuncang, Desa Panundaan, Desa Sukawening dan Desa Panyocokan. Desa Panundaan merupakan salah satu desa di Kecamatan Ciwidey yang turut berkontribusi terhadap sektor pertanian daerah karena memiliki komoditas pertanian unggulan. Berdasarkan data Badan Perencanaan Daerah Pemerintah Kabupaten Bandung (2007), terdapat empat macam komoditas unggulan di Desa Panundaan yaitu seledri, selada air, bawang daun serta kelinci. Sementara itu sayuran yang mampu tumbuh di daerah ini adalah tomat, cabai, petsai, kentang dan kembang kol.

Petani sayuran di Desa Panundaan menanam sayur dengan sistem yang bermacam-macam. Beberapa diantaranya ada yang melakukan sistem rotasi, artinya ketika suatu jenis sayur selesai dipanen, komoditas selanjutnya yang ditanam adalah jenis sayur lain. Ada juga yang melakukan sistem tumpangsari, artinya mengusahakan dua atau lebih komoditas dalam satu lahan pada waktu yang bersamaan. Ada juga yang menerapkan sistem satu tanaman dibudidaya setiap musim tanamnya. Hasil produksi yang diperoleh akan petani jual sesaat setelah panen dalam keadaan segar karena sayur tergolong produk yang mudah busuk. Pada beberapa sayuran, sebagian hasil panen akan disimpan untuk benih pada musim tanam berikutnya.

Meskipun memiliki potensi yang besar sebagai sentra, petani masih menghadapi berbagai permasalahan dilihat dari segi pendapatan petani. Permasalahan yang terjadi adalah luasan lahan yang mampu digarap petani. Petani pada umumnya menanam sayuran dalam skala pertanian yang kecil dan terpencar-pencar. Mayoritas petani mengusahakan sayuran di lahan sempit yaitu kurang dari 0.25 hektar. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap besar kecilnya pendapatan petani.

(20)

modal terbatas. Akibatnya, hasil produksi yang didapat akan tidak akan maksimal baik kualitas maupun kuantitasnya.

Sayuran merupakan komoditas yang memerlukan faktor produksi yang lebih intensif jika dibandingkan buah, padi dan palawija. Akan tetapi di sisi lain sayuran merupakan komoditas yang bernilai jual tinggi. Oleh karena itu penerimaan yang cukup besar dalam bertani sayuran tidak bermakna bila harus didapatkan dengan mencurahkan biaya input dalam jumlah besar juga. Besar kecilnya pendapatan yang diperoleh petani juga sangat tergantung kepada jenis tanaman yang diusahakan. Tanaman yang berbeda akan menciptakan harga jual yang berbeda juga.

Hal yang harus dilakukan petani adalah memperoleh rasio yang cukup lebar antara pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usahataninya bila dibandingkan dengan total biaya produksi yang telah dikeluarkan. Semakin besar rasio yang didapatkan maka semakin tepat pilihan penggunaan sumberdaya yang dilakukan dalam kegiatan usahataninya.

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, Desa Panundaan merupakan salah satu sentra penghasil sayuran di Kecamatan Ciwidey. Oleh karena itu, Desa Panundaan mampu menggambarkan pendapatan petani sayuran untuk menjawab isu permasalahan yang telah diuraikan

Berdasarkan uraian tersebut, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Berapa tingkat pendapatan petani sayuran di Desa Panundaan? 2. Apakah usahatani sayuran di Desa Panundaan efisien?

3. Berapa kontribusi pendapatan sayuran terhadap total pendapatan keluarga petani di Desa Panundaan?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pendapatan petani sayuran di Desa Panundaan.

2. Menganalisis tingkat efisiensi usahatani sayuran di Desa Panundaan.

3. Menganalisis kontribusi pendapatan dari usahatani sayuran terhadap total pendapatan keluarga petani di Desa Panundaan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan semua pihak yang terkait, yaitu:

1. Bagi masyarakat dan para pelaku kegiatan agribisnis, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil sebuah keputusan.

2. Sebagai bahan informasi dan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

(21)

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi oleh:

1. Komoditas yang diteliti adalah tanaman sayuran dan objek penelitian adalah petani sayuran baik petani pemilik maupun petani penggarap di Desa Panundaan, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung.

2. Analisis yang dipakai adalah pendapatan usahatani, return to labor, return to capital, dan R/C rasio. Analisis ini terbatas pada tiga musim tanam terakhir (satu tahun) yaitu musim tanam tahun 2012-2013.

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian dengan topik pendapatan usahatani bukanlah suatu hal yang baru. Oleh karena itu, penelitian ini juga menggunakan beberapa laporan penelitian terdahulu sebagai referensi dan pedoman. Referensi yang digunakan berasal dari jurnal, artikel ilmiah laporan penelitian, dan skripsi. Berdasarkan referensi yang telah dibahas maka dapat diperoleh kesimpulan atas beberapa konsep yang berhubungan dengan tujuan penelitian ini.

Pendapatan Usahatani Sayuran

Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk menghitung seberapa besar penerimaan petani dalam berusahatani yang dikurangi dengan biaya. Besarnya pendapatan usahatani merupakan ukuran keberhasilan usahatani. Petani dapat mengetahui gambaran keadaan aktual usahatani melalui analisis pendapatan usahatani, sehingga dapat melakukan evaluasi dalam perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan datang. Penelitian tentang analisis pendapatan usahatani sudah banyak dilakukan, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Darius (2006), Sumiyati (2006), Osin (2010), Karmizon (2011), Florent (2012), dan Auliya (2012).

(22)

Analisis yang dilakukan para peneliti cukup beragam dalam menentukan kategori petani. Darius dan Florent menganalisis pendapatan petani berdasarkan dua kelompok, yaitu petani lahan luas dan petani lahan sempit. Petani luas adalah petani yang luas lahan garapannya berada di atas atau sama dengan rata-rata luas lahan seluruh responden, sedangkan petani sempit adalah petani yang luas lahannya berada di bawah rata-rata luas lahan seluruh responden. Perbedaan kedua peneliti dalam menganalisis pendapatan usahatani adalah satuan luas lahan. Darius menggunakan satuan luas per 1000 m2 sedangkan Florent menggunakan satuan per hektar. Analisis usahatani yang dilakukan Osin juga dibedakan berdasarkan dua kategori, yaitu berdasarkan rata-rata luasan lahan 0.4 hektar dan luas lahan satu hektar. Hal serupa juga dilakukan Auliya yang menganalisis pendapatan usahatani berdasarkan rata-rata luasan lahan 0.5 hektar dan satu hektar. Sementara itu, Sumiyati dan Karmizon tidak membagi petani ke berdasarkan golongan tertentu dalam menganalisis usahatani, namun hanya mengkonversi satuan luas yang sama yaitu per hektar.

Musim tanam yang digunakan para peneliti untuk selanjutnya dilakukan analisis juga beragam. Darius dan Florent menganalisis pendapatan usahatani komoditas sayuran selama satu tahun terakhir atau tiga musim tanam terakhir. Karmizon juga menganalisis pendapatan usahatani selama satu terakhir tetapi pada komoditas ubi jalar. Sementara itu Sumiyati, Osin dan Auliya menganalisis pendapatan usahatani selama satu musim tanam terakhir. Komoditas yang dianalisis Sumiyati adalah bawang daun, Osin menganalisis kembang kol, sedangkan Auliya menganalisis kentang dan kubis.

Keragaan usahatani sayuran akan berbeda-beda pada tiap komoditas dan tiap lokasi yang berbeda. Hasil penelitian Darius menggambarkan bahwa kegiatan usahatani dilakukan dengan sistem tumpangsari dan monokultur. Tanaman sayuran yang biasanya digunakan untuk tanaman tumpangsari antara lain bawang daun, lobak dan ceisin. Tanaman sayuran yang biasanya monokultur adalah brokoli, horinso, cabai, selada, bawang daun, dan tomat. Pola tanam yang dilakukan oleh petani Desa Cipendawa dilakukan sangat beragam. Alasan petani menerapkan pola tanam secara beragam adalah menghindari hama dan penyakit pada musim tanam sebelumnya. Selain itu untuk mempertahankan produktivitas tanaman agar tetap tinggi. Sementara itu, dalam penelitian Sumiyati dijelaskan bahwa petani di Desa Sindangjaya pada umumnya menanam bawang daun pada lahan yang sempit dan terpencar-pencar dengan waktu penanaman dan pemanenan yang berbeda-beda. Pada umumnya petani Desa Sindangjaya menggunakan sebagian lahan untuk menanam bawang daun secara khusus dan lahan sisanya digunakan petani untuk melakukan tumpangsari tanaman bawang daun dengan tanaman lain seperti wortel dan daun mint.

(23)

Desa Citapen adalah usahatani dengan sistem monokultur dan tumpangsari. Hasil penelitian Auliya menggambarkan bahwa petani di Desa Cikandang adalah petani kentang yang sekaligus mengusahakan kubis. Cocoknya lahan memberikan keuntungan bagi petani untuk mengusahakan komoditas tersebut.

Berdasarkan hasil analisis biaya, penelitian yang dilakukan Darius menunjukkan bahwa pada petani lahan luas komponen biaya terbesarnya adalah tenaga kerja karena petani memerlukan banyak buruh tani untuk mengolah lahan mereka. Sementara itu pada petani sempit komponen biaya terbesarnya adalah pestisida. Hal ini dikarenakan petani sempit bergantung pada lahan yang digarap sehingga tidak mau mengambil risiko terhadap kerusakan yang mungkin akan dihadapi. Komponen biaya terkecil dalam usahatani luas maupun sempit adalah biaya penyusutan karena umur pemakaian alat relatif lama dan petani hanya memiliki peralatan dalam jumlah yang sedikit. Hasil yang serupa juga ditunjukkan oleh Florent. Analisis biaya yang dilakukan Florent menunjukkan bahwa komponen biaya terbesar untuk petani luas dan sempit adalah biaya tenaga kerja, sedangkan komponen biaya terkecil adalah penyusutan peralatan, baik untuk petani luas maupun sempit. Lain halnya dengan hasil analisis yang dilakukan Sumiyati. Pada hasil analisisnya, komponen biaya produksi terbesar yang dikeluarkan oleh petani adalah biaya untuk bibit yaitu sebesar 56.52 persen dari total biaya. Sementara itu, komponen biaya produksi terbesar kedua adalah biaya untuk tenaga kerja, terutama untuk tenaga kerja luar keluarga (TKLK) yaitu sebesar 16.97 persen dari biaya total.

Sayuran merupakan komoditas yang memerlukan biaya input yang lebih intensif jika dibandingkan padi, buah maupun palawija. Hal ini dapat dibuktikan melalui perbandingan biaya dan pendapatan dengan komoditas lainnya seperti padi, buah dan palawija. Hasil penelitian Sumiyati (2006) mengenai pendapatan bawang daun menunjukkan bahwa biaya total rata-rata per hektar per musim tanam adalah Rp27 040 198 sedangkan pendapatan atas biaya total adalah Rp31 753 163. Penelitian lain yang dilakukan oleh Tuti (2007) mengenai pendapatan petani padi sawah menunjukkan bahwa rata-rata biaya produksi per hektar selama dua kali musim tanam (satu tahun) yaitu Rp12 413 935 dan pendapatan rata-rata per hektar per tahun adalah Rp23 758 118. Berdasarkan hasil perbandingan antara sayur dan padi terlihat bahwa sayuran merupakan komoditas yang memerlukan biaya produksi tinggi jika dibandingkan padi. Akan tetapi walaupun biaya inputnya tinggi, pendapatan yang diperoleh juga lebih tinggi jika dibandingkan padi dalam satuan luas yang sama dan dalam kurun waktu yang sama.

(24)

sayuran merupakan high value commodity karena mampu menciptakan pendapatan yang lebih tinggi jika dibandingkan padi per satuan luas yang sama dan dalam kurun waktu tertentu. Bahkan sayuran dapat dipanen tiga kali selama satu tahun, sedangkan padi hanya dua kali panen selama satu tahun.

R/C rasio adalah salah satu ukuran efisiensi. Hasil perhitungan R/C rasio akan beragam tergantung skala usahatani dan komoditas yang diusahakan. Berdasarkan penelitian terdahulu, seluruh kegiatan usahatani yang dilakukan efisien karena nilai R/C lebih besar daripada satu. Hasil analisis Sumiyati menunjukkan bahwa usahatani petani responden pada kondisi optimal lebih menguntungkan dibandingkan pada kondisi aktual. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C pada kondisi optimal sebesar 8.13 lebih besar dibandingkan nilai R/C pada kondisi aktual sebesar 2.32 per musim tanam terakhir. Oleh karena itu usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya dapat memberikan keuntungan bagi petani walaupun tingkat produksinya rendah yaitu 20.82 ton per hektar jika dibandingkan dengan tingkat produksi idealnya yaitu 40 ton per hektar. Karmizon mendapatkan hasil nilai R/C atas biaya total adalah 1.23 per tahun. Oleh karena itu usahatani ubi jalar di Desa Purwasari efisien untuk diusahakan karena nilai R/C lebih dari satu. Berdasarkan hasil perhitungan R/C rasio dari seluruh penelitian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa usahatani sayuran sudah efisien untuk dilakukan di berbagai daerah dan berbagai komoditas.

Perhitungan efisiensi dilakukan oleh setiap peneliti yang menganalisis pendapatan usahatani, karena analisis pendapatan selalu diikuti dengan analisis efisiensi. Analisis R/C yang dilakukan Osin menunjukkan bahwa R/C rasio atas biaya total yang diperoleh petani dengan luasan lahan satu hektar adalah sebesar 2.6 per musim tanam sedangkan R/C rasio atas biaya total yang diperoleh petani kembang kol dengan luasan lahan 0.4 hektar adalah sebesar 2.5 per musim tanam. Oleh karena itu luasan lahan yang sempit juga masih efisien untuk dilakukan usahatani kembang kol. Auliya juga melakukan analisis R/C rasio untuk melihat efisiensi usahatani kentang dan kubis di Desa Cikandang. Usahatani kentang dan kubis menunjukkan nilai R/C > 1 menurut rata-rata luasan lahan 0.5 hektar dan satu hektar baik dlihat dari nilai R/C atas biaya tunai maupun nilai R/C atas biaya total. Akan tetapi nilai R/C menurut rata-rata luasan lahan satu hektar lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata luasan lahan 0.5 hektar. Dapat disimpulkan bahwa petani lahan luas lebih efisien daripada petani lahan sempit.

(25)

Pada penelitian yang mengkaji sayuran multikomoditas, perlu diketahui mengenai indeks diversifikasi untuk mengukur keragaan diversifikasi. Florent menganalisis indeks diversifikasi. Indeks diversifikasi petani kecil sebesar 0.82 lebih tinggi daripada petani luas sebesar 0.76. Hal ini menunjukkan bahwa petani sempit lebih berdiversifikasi daripada petani luas. Akan tetapi pendapatan usahatani petani luas lebih besar daripada petani sempit. Artinya, hubungan antara diversifikasi dengan tingkat pendapatan tidak selalu positif.

Terdapat persamaan dan perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Persamaannya adalah pada struktur analisis usahatani yaitu mengenai pendapatan usahatani yang terdiri dari penerimaan, biaya, pendapatan dan R/C rasio. Perbedaannya adalah mengenai komoditas yang diteliti serta waktu dan lokasi penelitian. Komoditas yang akan diteliti adalah sayuran di Desa Panundaan, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Sementara itu penelitian yang telah dilakukan mayoritas mengkaji satu hingga dua macam jenis sayuran saja, kecuali Darius dan Florent. Selain itu, penelitian ini menghitung indeks diversifikasi, return to labor dan return to capital yang tergolong jarang dianalisis oleh para peneliti usahatani terdahulu.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa tiap komoditas yang diusahakan oleh para petani menguntungkan untuk diusahakan sehingga petani mampu memperoleh pendapatan dari kegiatan usahatani. Hal yang membedakan jumlah pendapatan yang diterima masing-masing petani adalah jenis komoditas yang diusahakan karena berbeda komoditas akan berbeda juga perlakuannya dari segi biaya yang dikeluarkan serta penerimaan yang diterima. Luas lahan juga berpengaruh terhadap tingkat produksi yang dapat dihasilkan petani. Selain itu faktor produksi dan harga jual juga berpengaruh terhadap pendapatan petani. Kegiatan usahatani untuk berbagai jenis sayuran di berbagai wilayah di Indonesia dengan agroklimat yang mendukung umumnya memberikan keuntungan bagi petani sehingga cocok untuk dilaksanakan. Sayuran juga merupakan high value commodity karena memerlukan biaya produksi yang lebih tinggi serta mampu menciptakan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan komoditas lainnya.

Return to Labor dan Return to Capital

Imbalan bagi tenaga kerja dihitung berdasarkan nilai total produksi/penerimaan dari usahatani sayuran dikurangi dengan semua biaya produksi kecuali biaya tenaga kerja. Sementara itu, imbalan bagi modal dihitung berdasarkan nilai total produksi/penerimaan dari usahatani sayuran dikurangi dengan semua biaya produksi kecuali biaya modal. Analisis mengenai perhitungan return to labor dan return to capital pernah dilakukan oleh Kamiliah (2009). Kamiliah menganalisis imbalan bagi faktor-faktor produksi pada usahatani sayuran di Desa Batulicin Irigasi Kabupaten Tanah Laut.

(26)

yaitu sebesar Rp20 000 per HKSP. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani sayuran secara ekonomis menguntungkan karena mampu memberikan imbalan yang besar bagi faktor produksi tenaga kerja yang telah dicurahkan untuk menyelenggarakan usatani sayuran tersebut.

Berdasarkan perhitungan return to capital menunjukkan bahwa rata-rata imbalan bagi modal pada usahatani sayuran di Desa Batulicin Irigasi adalah sebesar Rp3 835 809 per usahatani per musim tanam. Rata-rata modal untuk menyelenggarakan usahatani di Desa Batulicin Irigasi adalah sebesar Rp1 625 600 dan diperoleh imbalan sebesar Rp2.36, artinya setiap Rp1 modal yang dimiliki akan memperoleh imbalan sebesar Rp2.36. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa imbalan bagi modal jauh lebih besar daripada biaya modal yang dikeluarkan dalam mengelola usahatani sayuran di daerah penelitian.

Berdasarkan hasil kedua perhitungan yang dilakukan Kamiliah dapat diambil kesimpulan bahwa usahatani sayuran di daerah penelitian secara ekonomis menguntungkan. Hal ini dikarenakan usahatani sayuran mampu memberikan imbalan yang sangat besar bagi faktor produksi tenaga kerja yang telah dicurahkan serta modal yang telah dipergunakan untuk menyelenggarakan usahatani sayuran.

Pendapatan Keluarga Petani

Pendapatan keluarga diukur untuk mengetahui persentase kontribusi pendapatan dari usahatani terhadap pendapatan keluarga. Penelitian mengenai analisis pendapatan keluarga pernah dilakukan oleh Rusdiah (2008) dan Hany (2012). Rusdiah menganalisis pengaruh modal kerja, luas lahan, dan tenaga kerja terhadap pendapatan usahatani nenas (studi kasus: Desa Purba Tua Baru, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun). Sementara itu Hany menganalisis kontribusi usahatani ubi jalar (Ipomoea batatas L.) terhadap pendapatan rumah tangga petani di Desa Ukirsari Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo.

Rusdiah menjelaskan bahwa para petani di daerah penelitian memperoleh pendapatan dari usaha lain selain pendapatan yang diperoleh dari usahatani nenas. Total pendapatan dari usahatani nenas ditambah dengan total pendapatan petani dari usaha lain diluar usahatani nenas akan menghasilkan total pendapatan keluarga. Agar dapat diketahui kontribusi pendapatan petani dari usahatani nenas maka harus terlebih dahulu diketahui pendapatan keluarga. Sementara itu, Hany menjelaskan bahwa kontribusi pendapatan ubi jalar dapat dihitung dengan membagi pendapatan usahatani ubi jalar dengan total pendapatan keluarga petani.

(27)

Sementara itu, hasil serupa juga diperoleh oleh Hany (2012). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pendapatan ubi jalar adalah Rp5 231 000 dan total pendapatan keluarga petani adalah Rp10 299 400. Oleh karena itu kontribusi pendapatan ubi jalar terhadap pendapatan keluarga adalah 50.59 persen. Dapat disimpulkan bahwa usahatani ubi jalar di lokasi penelitian memberikan kontribusi yang cukup tinggi karena nilainya diatas 50 persen.

KERANGKA PEMIKIRAN

Penelitian ini dilandasi oleh teori-teori yang kemudian dapat digunakan sebagai landasan untuk menyajikan hasil penelitian. Adapun teori yang digunakan dalam pembahasan hasil penelitian ini adalah berkaitan dengan konsep usahatani, pola tanam, diversifikasi, R/C rasio dan pendapatan keluarga petani. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing konsep tersebut.

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Usahatani

Ilmu usahatani menurut Soekartawi (2002) adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara-cara petani memperoleh dan mengkombinasikan sumberdaya (lahan, tenaga kerja, modal, waktu dan pengolahan) yang terbatas untuk mencapai tujuannya. Sementara itu menurut Ken (2009), usahatani adalah bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Menurut Soekartawi et al (1984) tujuan berusahatani adalah memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk mendapatkan keuntungan maksimum. Sementara itu konsep meminimumkan biaya yaitu bagaimana menekan biaya sekecil mungkin untuk mencapai tingkat produksi tertentu.

Hernanto (1996) diacu dalam Karmizon (2011) menyatakan bahwa keberhasilan usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor-faktor pada usahatani itu sendiri (internal) dan faktor-faktor di luar usahatani (eksternal). Adapun faktor internal antara lain para petani pengelola, lahan, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, jumlah keluarga, dan kemampuan petani dalam mengaplikasikan penerimaan keluarga. Sementara itu faktor eksternal yang berpengaruh pada keberhasilan usahatani adalah tersedianya sarana transportasi dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani (harga jual dan harga sarana produksi), fasilitas kredit, dan sarana penyuluhan bagi petani.

(28)

pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan biaya (Soekartawi, 2002).

Penerimaan disebut juga dengan pendapatan kotor (gross farm income). Penerimaan usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya satu tahun. Penerimaan usahatani mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan atau digudangkan pada akhir tahun (Soekartawi et al, 1984).

Biaya disebut juga sebagai pengeluaran. Biaya total usahatani (total farm expenses) adalah nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi (Soekartawi et al, 1984). Menurut Hernanto dalam Ferdiansyah (2004) biaya produksi dalam usahatani dapat dibedakan berdasarkan:

1. Berdasarkan jumlah output yang dihasilkan, terdiri dari:

a. Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besarnya kecilnya produksi, misalnya: pajak tanah, sewa tanah, penyusutan bangunan pertanian, dan bunga pinjaman.

b. Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya selalu berubah dan besarnya berhubungan langsung dengan produksi, misalnya: pengeluaran untuk benih, pupuk, pestisida, dan biaya tenaga kerja.

2. Berdasarkan biaya yang langsung dikeluarkan dan diperhitungkan terdiri dari: a. Biaya tunai adalah biaya tetap dan biaya variabel yang dibayar tunai.

Biaya tetap misalnya: pajak tanah dan bunga pinjaman, sedangkan biaya variabel misalnya pengeluaran untuk benih, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja luar keluarga. Biaya tunai ini berguna untuk melihat pengalokasian modal yang dimiliki petani.

b. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) adalah biaya penyusutan alat-alat pertanian, sewa lahan milik sendiri (biaya tetap), dan tenaga kerja dalam keluarga (biaya variabel).

Pendapatan usahatani merupakan hasil pengurangan antara penerimaan total dari kegiatan usahatani dengan biaya usahatani, dimana besar pendapatan sangat tergantung pada besarnya penerimaan dan biaya usahatani tersebut dalam jangka waktu tertentu. Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui keberhasilan usahatani dilihat dari pendapatan yang diterima. Pendapatan yang semakin besar mencerminkan keberhasilan petani yang semakin baik. Oleh karena itu petani dapat melakukan perencanaan kegiatan usahatani yang lebih baik di masa yang akan datang dengan melakukan analisis tersebut. Pendapatan usahatani yang diterima seorang petani dalam satu tahun berbeda dengan pendapatan yang diterima petani lainnya. Perbedaaan pendapatan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor ini ada yang masih dapat diubah dalam batasan-batasan kemampuan petani dan ada faktor yang tidak dapat diubah yaitu iklim dan tanah.

(29)

Luas rata-rata usahatani di Indonesia amat kecil terutama daerah yang berpenduduk padat. Keadaan ini merupakan salah satu penghambat untuk mengadakan perubahan dalam memilih jenis tanaman, menggunakan alat mekanis, mengkombinasikan ternak dan tanaman. Akibat dari tanah sempit ini adalah tidak tercapainya produksi yang tinggi untuk setiap satuan luas. 2. Efisiensi kerja

Semakin tinggi efisiensi kerja maka semakin tinggi pendapatan petani. Efisiensi kerja dapat ditingkatkan dengan memberikan latihan keterampilan kepada petani. Efisiensi kerja juga bergantung kepada luas usahatani, alat yang dipakai, letak tanah dan bangunan usahatani. Oleh karena itu efisiensi kerja juga dapat diperbaiki dengan memperbesar luas lahan, perencanaan penyebaran kerja yang lebih baik, penggunaan alat-alat pertanian sepenuh mungkin dan perbaikan letak serta bentuk tanah dan bangunan.

3. Efisiensi produksi

Cara-cara berusahatani bersama-sama dengan faktor iklim dan jenis tanah menentukan tinggi atau rendahnya hasil per hektar. Umumnya efisiensi produksi dinyatakan dalam hektar.

Konsep Return to Labor dan Return to Capital

Sebagai pemilik tenaga kerja yang telah dicurahkan dalam usahatani, petani seyogyanya menerima upah sekurang-kurangnya sama besarnya dengan upah seandainya petani tadi bekerja pada usahatani milik petani lain. Begitu pula bila sebagai pemilik modal, seyogyanya petani menerima sejumlah jasa atau bunga yang sekurang-kurangnya sama besarnya dengan kalau dana modal tersebut disimpannya di bank (Kamiliah W, 2009).

Jika imbalan bagi tenaga kerja dan modal lebih tinggi daripada biaya imbangannya, berarti usahatani sayuran tadi secara ekonomis menguntungkan karena mampu memberikan imbalan yang wajar bagi faktor-faktor produksi yang telah dipergunakan dalam menyelenggarakan usahatani sayuran tersebut. Sementara itu apabila imbalan bagi faktor-faktor produksi tersebut lebih rendah dari biaya imbangannya, berarti usahatani sayuran tersebut secara ekonomis merugikan (Kamiliah W, 2009).

Jika keuntungan merupakan keberhasilan pengelolaan usahatani secara menyeluruh, maka untuk mengukur keberhasilan pengelolaan usahatani secara parsial (per bagian) perlu dihitung imbalan bagi faktor-faktor produksi yaitu imbalan bagi tenaga kerja (return to labor) dan imbalan bagi modal (return to capital) (Kamiliah W, 2009). Menurut Soekartawi et al (1984) imbalan kepada modal dan tenaga kerja merupakan patokan yang baik untuk mengukur penampilan usahatani.

Konsep Pola Tanam Usahatani

(30)

jenis tanaman yang sesuai dengan sifat-sifat lahan, iklim dan memiliki komoditas yang ekonomis.

Hernanto (1996) diacu dalam Decy (2011) menjelaskan bahwa terdapat empat unsur pokok faktor-faktor produksi dalam usahatani yang mempengaruhi pola tanam, yaitu:

1. Lahan

Lahan merupakan faktor yang relatif langka dibanding dengan faktor produksi lain serta distribusi penguasaannya tidak merata di masyarakat. Oleh karena itu, lahan memiliki beberapa sifat, di antaranya adalah: luasnya relatif atau dianggap tetap, tidak dapat dipindah-pindahkan, dan dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Lahan usahatani dapat diperoleh dengan cara membeli, menyewa, membuka lahan sendiri, wakaf, menyakap atau pemberian negara.

2. Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan pelaku dalam usahatani yang bertugas menyelesaikan berbagai macam kegiatan produksi. Tenaga kerja dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu: tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia digolongkan menjadi tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani didasari oleh tingkat kemampuannya. Kualitas kerja manusia sangat dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kesehatan, dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam kegiatan usahatani digunakan satuan ukuran yang umum untuk mengatur tenaga kerja yaitu jumlah jam dan hari kerja total. Ukuran ini menghitung seluruh pencurahan kerja mulai dari persiapan hingga pemanenan dengan menggunakan inventarisasi jam kerja lalu dijadikan hari kerja total (HK total). Terkait teknis perhitungan dapat dipakai konversi tenaga kerja dengan cara membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku, yaitu: 1 pria= 1 hari kerja pria (HKP) ; 1 wanita= 0.7 HKP ; 1 ternak= 2 HKP dan 1 anak= 0.5 HKP. Tenaga kerja manusia dapat diperoleh dari dalam dan luar keluarga. Tenaga kerja ternak sering digunakan untuk pengolahan tanah dan angkutan. Begitu pula dengan tenaga kerja mekanik sering digunakan untuk pengolahan tanah, penanaman, pengendalian hama, serta pemanenan. 3. Modal

Modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta manajemen menghasilkan barang-barang baru yaitu produk pertanian. Modal berguna untuk membantu meningkatkan produktivitas baik lahan maupun tenaga kerja guna meningkatkan pendapatan petani. Modal dalam suatu usahatani digunakan untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Menurut sifatnya, modal dibedakan menjadi dua yakni modal tetap dan modal tidak tetap. Sumber modal diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit formal, non formal, dan lain-lain), warisan, usaha lain, atau kontrak sewa. 4. Pengelolaan/manajemen usahatani

(31)

maka pemahaman mengenai prinsip teknik maupun ekonomis harus dikuasi oleh pengelola. Kemampuan dalam mengelola usahatani yang baik akan menjadikan setiap keputusan baik teknis maupun ekonomis akan memberikan risiko sekecil mungkin bagi usahanya dan memberikan keuntungan yang maksimum. Pengelolaan usahatani dipengaruhi oleh faktor eksternal (iklim, bencana alam, pasokan barang, hama dan penyakit) dan faktor-faktor internal (teknologi, penggunaan input, cara bercocok tanam). Faktor eksternal tidak dapat dikendalikan oleh petani sehingga petani harus mampu mengendalikan faktor internal dan menyesuaikan faktor eksternal, yakni harus ada fleksibilitas dalam alokasi penggunaan lahan sesuai dengan kondisi lahan untuk komoditas yang diusahakannya.

Konsep Diversifikasi Usahatani

Pertanian diversifikasi berarti menanam atau memelihara lebih dari satu jenis tanaman, satu jenis ternak, atau satu jenis ikan. Menurut Mubyarto dalam Darius (2003), yang dimaksud diversifikasi atau penganekaragaman pertanian adalah usaha untuk mengganti atau meningkatkan hasil pertanian yang monokultur ke arah pertanian yang bersifat multikultur. Alasan utama dari usaha diversifikasi adalah stabilisasi dalam pendapatan pertanian dan menghindarkan ketergantungan pada satu atau dua jenis komoditas saja.

Batasan konsep diversifikasi yang berarti perluasan suatu produk yang selama ini diusahakan, ke produk baru yang sebelumnya tidak diusahakan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko karena menggantungkan pada satu jenis tanaman saja. Diversifikasi juga dilakukan untuk menghindari akibat buruk dari fluktuasi ekonomi.

Pada pelaksanaan diversifikasi, ada beberapa pola tanam yang dapat diterapkan pada sebuah lahan. Adapun pola tanam yang biasa digunakan petani antara lain:

1. Tanaman campuran (mixed cropping) yaitu menanam lebih dari satu jenis tanaman pada suatu lahan dan dalam waktu yang sama.

2. Tumpang sari yaitu menanam tanaman semusim yang umurnya tidak jauh berbeda atau dengan tanaman berumur panjang yang nantinya menjadi tanaman pokok. Apabila tumpang sari hanya dilakukan dengan tanaman semusim maka setelah semua jenis tanaman panen diganti dengan tanaman baru. Sementara itu tumpang sari dengan tanaman berumur panjang dimaksudkan sebagai pemanfaatan lahan saja. Tanaman yang ditumpangsarikan hanya sebagai tanaman sela dari tanaman pokok yang belum besar. Tanaman utamalah yang dipertahankan.

3. Penanaman lorong (alley crooping) yaitu menanan tanaman berusia pendek misalnya wortel dan selada diantara larikan tanaman yang dapat tumbuh cepat dan tinggi serta berumur panjang (tahunan).

4. Pergiliran tanaman (rotasi tanaman) yaitu menanam jenis tanaman yang tidak sefamili secara bergantian (bergilir). Tujuan cara ini untuk memutuskan siklus hidup hama dan penyakit (Pracaya dalam Darius, 2003).

Konsep Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C rasio)

(32)

dengan pengukuran efisiensi. Salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan (Revenue Cost Ratio atau R/C Ratio). Hasil analisis R/C rasio akan menunjukkan besar penerimaan usahatani yang diperoleh petani untuk setiap satuan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Dilihat dari rasio, semakin besar nilai rasio maka kegiatan usahatani akan semakin efisien. Hal ini dikarenakan dalam unit biaya yang sama, suatu kegiatan usahatani mampu memperoleh penerimaan yang lebih besar.

Analisis R/C rasio merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menilai keuntungan usahatani. R/C rasio menunjukkan besarnya penerimaan usahatani yang diperoleh petani untuk setiap satuan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Nilai R/C rasio yang dihasilkan dapat bernilai lebih satu atau kurang dari satu. Apabila nilai R/C lebih dari satu maka penerimaan yang diperoleh lebih besar dari unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Sementara itu apabila nilai R/C kurang dari satu menunjukkan bahwa tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh. Apabila R/C sama dengan satu maka penerimaan yang diperoleh sama besarnya dengan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Pada dasarnya semakin besar nilai R/C rasio yang didapat menggambarkan semakin besarnya penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap satuan biaya yang dikeluarkan.

Konsep Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga diukur untuk mengetahui persentase kontribusi pendapatan dari usahatani sayur terhadap pendapatan keluarga. Pendapatan keluarga petani adalah pendapatan yang diperoleh dari penghasilan bersih usahatani ditambah dengan pendapatan rumah tangga yang berasal dari luar usahatani, seperti upah dalam bentuk uang atau benda (Soekartawi et al, 1984).

Jumlah pendapatan keluarga adalah uang tunai yang tersedia bagi keluarga petani untuk pembayaran-pembayaran yang ada maupun tidak ada kaitannya dengan usahatani. Karena itu ukuran ini merupakan sebagian dari ukuran kesejahteraan keluarga petani. Tujuan utama petani pertama-tama dari kegiatan bertani adalah memenuhi kebutuhan keluarga dan sesudah itu adalah memaksimumkan pendapatan tunai rumah tangga. Oleh karena itu tinggi rendahnya ukuran ini mencerminkan tingkat keberhasilan ekonomi yang dicapai.

Kerangka Pemikiran Operasional

Desa Panundaan merupakan salah satu sentra penghasil sayuran di Kecamatan Ciwidey. Daerah dengan luas wilayah 321 336 Ha dan berada pada ketinggian rata-rata 1200/1400 m di atas permukaan laut membuat Desa Panundaan cocok untuk dilakukan budidaya sayuran. Berdasarkan data Naskah RPJMD Desa Panundaan, terdapat enam macam komoditas sayuran yang tumbuh yaitu seledri, selada air, bawang daun, tomat, kentang dan kembang kol.

(33)

petani adalah memperoleh rasio yang besar antara pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usahataninya bila dibandingkan dengan total biaya produksi yang telah dikeluarkan. Besar kecilnya pendapatan yang diperoleh petani juga tergantung kepada jenis tanaman yang diusahakan.

Usahatani yang dilakukan di lahan yang cenderung sempit yakni kurang dari 0.25 hektar mempengaruhi pendapatan keluarga petani karena keuntungan yang diperoleh petani akan tergantung oleh skala usahatani yang dimiliki. Sempitnya skala usahatani menyebabkan jumlah produksi yang diusahakan tidak sesuai dengan yang diharapkan petani. Terlebih lagi harga jual yang diterima petani berfluktuatif menyebabkan pendapatan petani menjadi tidak menentu.

Modal juga berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima petani. Ketika modal yang dimiliki terbatas, kebutuhan petani dalam memenuhi faktor produksinya seperti pembelian bibit, pestisida dan pupuk akan terbatas juga. Jika cuaca sedang tidak baik, tanaman akan rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Hal ini membuat petani harus mengeluarkan biaya lebih banyak untuk membeli obat pengusir hama dan penyakit sementara modal yang dimiliki terbatas.

Sebagai pemilik tenaga kerja yang telah dicurahkan dalam usahatani, petani sewajarnya menerima upah sekurang-kurangnya sama besarnya dengan upah seandainya petani tadi bekerja pada usahatani milik petani lain. Begitu pula bila sebagai pemilik modal, sewajarnya petani menerima sejumlah jasa atau bunga yang sekurang-kurangnya sama besarnya dengan kalau dana modal tersebut disimpannya di bank. Jika imbalan bagi tenaga kerja (return to labor) dan imbalan terhadap modal (return to capital) lebih tinggi daripada biaya imbangannya, berarti usahatani sayuran secara ekonomis menguntungkan karena mampu memberikan imbalan yang wajar bagi faktor produksi yang telah dipergunakan dalam menyelenggarakan usahatani sayuran tersebut (Kamilah W, 2009).

Analisis pendapatan selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi, salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan (R/C rasio). Pada dasarnya semakin besar nilai R/C rasio yang didapat menggambarkan semakin besarnya penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap satuan biaya yang dikeluarkan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani sudah efisien.

Jika dilihat dari faktor manusia, karakteristik petani seperti usia, pengalaman bertani, pendidikan serta jumlah tanggungan keluarga akan berdampak pada jumlah penerimaan yang akan diperoleh petani. Semakin tua usia petani maka kemampuan fisiknya akan cenderung menurun sehingga mengurangi kemampuannya dalam bertani. Pengalaman bertani juga berpengaruh terhadap kemampuan petani dalam melakukan kegiatan usahataninya. Semakin lama pengalaman bertani, kemampuan yang dimiliki akan semakin baik. Sementara itu semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka akan berpengaruh terhadap tingkat penyerapan teknologi baru dan ilmu pengetahuan yang mampu diserap. Jumlah tanggungan keluarga juga berpengaruh terhadap pendapatan yang akan diperoleh petani. Semakin banyak jumlah tanggungan akan cenderung menurunkan pendapatan keluarga dibandingkan dengan yang jumlah tanggungannya sedikit dengan asumsi pendapatan yang sama.

(34)

mengenai pekerjaan lain selain bertani dalam rangka menambah pendapatan keluarga. Setelah hasil analisis diketahui, akan diperoleh data mengenai pendapatan keluarga petani serta akan diketahui tingkat kontribusi usahatani sayuran terhadap pendapatan keluarga.

Alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut:

Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional analisis pendapatan petani sayuran di Desa Panundaan, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Diukur menggunakan: Pendapatan Usahatani

R/C rasio Return to Labor Return to Capital Analisis Pendapatan Keluarga

Pendapatan usahatani

Sayuran merupakan produk bernilai jual tinggi Penggunaan input produksi sayuran cukup intensif

Lemahnya permodalan di kalangan petani Skala usahatani sempit

Faktor manusia terhadap keputusan berusahatani

Analisis pendapatan petani sayuran

Kontribusi sayuran terhadap pendapatan keluarga petani

(35)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Panundaan, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan Kecamatan Ciwidey dipilih secara purposive dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Ciwidey merupakan sentra hortikultura di Kabupaten Bandung. Sementara itu Desa Panundaan dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa Desa Panundaan merupakan salah satu sentra sayuran di Kecamatan Ciwidey. Pelaksanaan penelitian dan pengambilan data dilakukan pada bulan Maret 2013.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara ke petani sayuran menggunakan kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya. Data primer yang dikumpulkan terdiri dari: identitas petani, luas lahan, pola tanam tiga musim tanam terakhir, teknis budidaya, pekerjaan dan pendapatan lain selain bertani, serta sistem panen. Hal ini berguna untuk melihat gambaran secara umum mengenai petani di lokasi tempat penelitian. Sementara itu, data primer mengenai jumlah dan jenis input usahatani, biaya produksi, penggunaan tenaga kerja, serta harga jual berguna untuk menganalisis pendapatan usahatani. Oleh karena itu nantinya akan diketahui pendapatan yang diperoleh petani dalam berusahatani selama tiga musim tanam yaitu musim tanam tahun 2012-2013 dan tingkat kontribusi usahatani sayuran terhadap pendapatan keluarga. Data sekunder diperoleh dari literatur dan instansi terkait, seperti Naskah RPJMD Desa Panundaan, penelitian terdahulu, jurnal, dan sumber media elektronik dari Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Badan Pemerintah Kabupaten Bandung, Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, dan Direktorat Jenderal Hortikultura.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan melalui survey dan wawancara langsung kepada petani. Wawancara menggunakan teknik pendekatan individual. Teknik mengumpulkan data untuk kuesioner dilakukan dengan cara menemui responden di ladang atau tempat tinggal.

Metode penarikan sampel dilakukan secara probability sampling dengan teknik simple random sampling, yaitu setiap anggota populasi petani sayuran memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih. Anggota populasi didapat dari data kependudukan di Desa Panundaan. Jumlah sampel adalah 35 petani sehingga memenuhi kriteria sebaran normal.

(36)

berlahan sempit. Petani berlahan luas adalah petani yang luas lahan garapannya berada di atas atau sama dengan rata-rata luas lahan seluruh petani responden, sedangkan petani berlahan sempit adalah petani yang luas lahannya berada di bawah rata-rata luas lahan seluruh petani responden.

Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode pengolahan data yang digunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif diuraikan secara deskriptif untuk menggambarkan usahatani sayuran oleh petani responden di Desa Panundaan, berupa karakteristik responden, pola tanam dan teknis budidaya. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan data hasil kuesioner. Pendapatan petani diukur menggunakan analisis pendapatan usahatani. Penampilan usahatani diukur menggunakan analisis return to labor dan return to capital. Sementara itu efisiensi usahatani diukur menggunakan R/C rasio. Pengolahan data menggunakan bantuan kalkulator dan software Microsoft Excel 2007 yang selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel.

Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis pendapatan usahatani akan menggambarkan secara kuantitatif pendapatan yang diperoleh petani dari berusahatani sayuran. Variabel-variabel yang akan dianalisis pada usahatani sayuran yaitu biaya, penerimaan dan pendapatan usahatani. Perhitungan analisis usahatani tersebut menggunakan penjabaran rumus yang diuraikan sebagai berikut:

1. Penerimaan

Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani (Soekartawi et al, 1984). Sementara itu penerimaan tidak tunai adalah produk hasil usahatani yang tidak dijual secara tunai, tetapi digunakan untuk konsumsi sendiri dan atau untuk keperluan lain. Penerimaan total dari suatu usahatani merupakan nilai produksi dari usahatani, yaitu harga jual dari produksi dikalikan total produksi, dengan rumus:

Keterangan :

TR = Total Revenue (penjumlahan penerimaan tunai dan non tunai dalam rupiah)

P

y = Harga Output (harga sayur dalam rupiah perkilogram)

Y = Jumlah Output (produk sayur dalam kilogram)

2. Biaya

(37)

merupakan jumlah seluruh biaya (tunai maupun tidak tunai) yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan budidaya.

3. Pendapatan Usahatani

Pendapatan tunai usahatani (farm net cash flow) adalah selisih antara penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran tunai usahatani (Soekartawi et al, 1984). Perhitungan pendapatan usahatani atas biaya tunai dapat dituliskan sebagai berikut:

Keterangan:

Y Tunai = Pendapatan tunai (Rupiah) BTU = Biaya tunai (Rupiah)

Pendapatan total usahatani (total farm income) merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya total, dengan rumus:

Keterangan:

Y total = Pendapatan total (Rupiah) TR = Penerimaan total (Rupiah)

BTO = Biaya total (penjumlahan biaya tunai dan biaya non tunai dalam Rupiah)

Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)

Pendapatan yang besar tak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi. Oleh karena itu analisa pendapatan selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi. R/C merupakan salah satu ukuran efisiensi yang menggambarkan penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan (revenue cost ratio).

Pengukuran efisiensi masing-masing usahatani terhadap setiap penggunaan satu unit input dapat digambarkan oleh nilai rasio antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya (R/C). R/C rasio yang dihitung dalam analisis ini terdiri dari R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total, yang secara sederhana dapat diturunkan dari rumus:

Keterangan:

R = Revenue atau penerimaan (Rp) C = Cost atau pengeluaran (Rp)

Nilai R/C secara teoritis menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan, jika R/C >1 maka kegiatan usahatani efisien untuk dijalankan. Akan tetapi apabila R/C <1 maka kegiatan usahatani tidak efisien untuk dijalankan.

Indeks Diversifikasi

Gambar

Tabel 4 Produktivitas beberapa sayuran di Jawa Barat dan Indonesia tahun a
Tabel 5 Nilai Tukar Petani Hortikultura (NTPH) Provinsi Jawa Barat tahun a
Tabel 6 Produksi sayuran di beberapa kabupaten dan kota di Jawa Barat tahun a
Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional analisis pendapatan petani sayuran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani yang sering diusahakan oleh petani di Desa Giritirto pada musim hujan adalah padi dan jagung, sedangkan musim kemarau rata-rata

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola tanam sayuran, pendapatan usahatani dan pendapatan rumah tangga, serta distribusi pendapatan rumah tangga petani sayuran di

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN SISTEM PEMASARAN KENTANG DI DESA ALAMENDAH, KECAMATAN CIWIDEY,I. KABUPATEN BANDUNG, JA

Rp 1.000,00 biaya total yang dikeluarkan petani dalam kegiatan usahatani paprika. hidroponik akan memperoleh penerimaan sebesar

Ada hubungan antara luas lahan dengan pendapatan usahatani sayuran, yakni semakin luas lahan yang diusahakan oleh petani untuk ditanami sayuran, maka semakin

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Besarnya rata-rata biaya yang dikeluarkan pada usahatani kacang kedelai per hektar per satu kali musim tanam di Desa

Data ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani sayuran yang dilakukan petani di Kecamatan Sungai Gelam Masih berskala kecil.Pendapatan usahatani sayuran di daerah penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan total rata-rata usahatani padi sawah adalah Rp 14.390.069/musim tanam dan analisis regresi linear berganda menunjukan