• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deteksi Rintangan Mengggunakan Kamera CCD untuk Aplikasi pada Traktor Tanpa Awak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Deteksi Rintangan Mengggunakan Kamera CCD untuk Aplikasi pada Traktor Tanpa Awak"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

OBSTACLE DETECTION USING CCD CAMERA FOR

APPLICATION ON UNMANNED TRACTOR

Usman Ahmad and Mudho Saksono

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology,

Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java,

Indonesia.

Phone 62 251 8624622, e-mail: usmanahmad@ipb.ac.id

ABSTRACT

Obstacle detection is designed as a guidance for unmanned tractor to knowing the distance of obstacle in front of the tractor. The purpose of this research is to develop vision system that will be used as the guidance for unmanned tractor. CCD camera to acquire image of scene in front of tractor was placed at a tripod with height 1 meter. The position of camera is bow with 50. The image of track for tractor is captured and image was recorded in 640 x 480 pixel resolution. Six red laser pointer were added surrounding CCD camera to get obstacle image. The images were captured from 1, 2, 3, 4 and 5 meter until CCD camera cannot capture the reflection of red laser. There are some factors that effected this research: solar intensity, red laser pointer and CCD camera lens focus. The captured image were processed by image processing program for obstacle detection. The result of image processing program for obstacle detection is a prediction of an obstacle distance in front of the tractor with success rate of 100 % for 1 meter, 80 % for 2 meter, 40 % for 3 meter, 0 % for 4 meter and 5 meter, and the accuracy rate of 68 %. When the solar intensity is high, image processing of obstacle detection could not detect the obstacle from more than 3 meter.

(2)

1

I. PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Semakin berkembangnya teknologi menjanjikan kemudahan dan memudahkan setiap jenis pekerjaan yang dilakukan oleh manusia (human). Engineering sebagai dasar dari aplikasi dan penerapan teknologi merupakan aspek penting dalam perkembangan tersebut. Komputer sebagai salah satu tool juga mengalami perkembangan yang semakin maju. Terutama perkembangan Artificial Intelligence (AI) yang semakin pesat dengan diterapkannya aplikasi-aplikasinya di berbagai bidang. Salah satu bagian dari AI adalah komputer vision (vision system), yaitu suatu sistem yang mempunyai kemampuan untuk menganalisis obyek secara visual, setelah data obyek dimasukkan ke dalam bentuk citra (image). Aplikasi dari sistem visual ini dapat ditemukan pada bemacam-macam jenis pekerjaan. Diantaranya membantu ahli fisika untuk memperbaiki informasi dari citra dengan cara mempertajamnya, digunakan dalam proses diagnosa pada bidang kedokteran, berbagai penerapan dalam bidang industri dan penerapan pada bidang pertanian.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, jumlah tenaga kerja di bidang pertanian semakin berkurang. Salah satu solusi pemecahan masalah kurangnya tenaga kerja pertanian adalah dengan penerapan robotika di bidang pertanian. Di beberapa negara seperti Jepang, Australia dan negara kawasan Skandinavia telah banyak dilakukan penelitian dan penerapan robotika dalam bidang pertanian, kehutanan serta peternakan. Dalam satu dekade terakhir telah diterapkan robot untuk memanen sweet pepper dalam greenhouse, prototipe walking forest harvester, milking robot dan beberapa penelitian sejenis pada negara-negara tersebut.

Dalam dua dekade terakhir ini juga telah berkembang pesat suatu teknologi yang disebut dengan istilah unmanned vehicle yang disebut juga dengan kendaraan tanpa awak. Teknologi

unmanned vehicle pada awal kemunculannya sampai saat ini masih banyak diaplikasikan untuk pengembangan militer (persenjataan). Unmanned vehicle yang telah diaplikasikan meliputi pesawat tanpa awak dan tank tanpa awak untuk kepentingan militer serta beberapa kendaraan tanpa awak yang lain seperti mobil van tanpa awak. Berhubungan dengan hal tersebut, yang disebut sistem navigasi kendaraan menjadi salah satu bagian yang penting dalam teknologi ini. Salah satu sistem navigasi yang banyak diaplikasikan saat ini adalah navigasi berbasis GPS (global positioning by satellite) dan berbasis sistem visual. Pada sistem navigasi berbasis visual masih belum banyak diterapkan, dikarenakan biaya yang lebih mahal jika dibandingkan dengan menggunakan GPS. Sistem navigasi berbasis visual yang dimaksudkan adalah sistem deteksi penghindaran rintangan (obstacle avoidance) secara real time.

(3)

2

1.2.

Rumusan Masalah

Perkembangan teknologi mengenai AI (Artificial Intelligent), dalam hal ini dimaksudkan sistem visual (machine vision) dan unmanned vehicle mempengaruhi pengembangan teknologi di bidang pertanian, khususnya teknik pertanian. Di beberapa negara, pengembangan vision system

sendiri begitu pesatnya. Sistem visual (machine vision) dipergunakan untuk memperoleh informasi yang berguna dari suatu citra. Sistem visual (machine vision) sebenarnya telah banyak dikembangkan dalam bidang pertanian untuk tujuan visi robotik dan pengawasan mutu. Visi robotik mengacu pada penggunaan kamera video untuk mendapatkan informasi visual yang nyata serta identifikasi obyek dalam koordinat tiga dimensi. Visi pengawasan mutu lebih banyak dikembangkan untuk tujuan sortasi. Pengembangan unmanned vehicle, dalam hal ini untuk traktor masih dalam proses pengembangan dan masih sedikit kajian dan penelitian mengenai hal tersebut. Faktor ini menjadikan perlunya suatu pengembangan sistem visual (machine vision) untuk deteksi penghindaran rintangan dalam bidang teknik pertanian selain untuk mempermudah pekerjaan petani (human) dalam pengendalian traktor juga untuk pengembangan teknologi itu sendiri. Diharapkan dengan pengembangan teknologi ini dapat meningkatkan produktifitas baik dalam proses budidaya pertanian, prapanen dan pascapanen yang lebih baik.

1.3.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sistem visual menggunakan kamera CCD untuk deteksi rintangan sebagai salah satu perangkat pemandu pada traktor tanpa awak.

1.4.

Kegunaan Penelitian

(4)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Smart Traktor

Ide mengenai robotic agriculture (suatu mesin cerdas yang dapat melakukan kegiatan pertanian) bukanlah hal yang baru lagi. Banyak insinyur yang telah mengembangkan penelitian dan kajian mengenai traktor tanpa awak namun hasil dari penelitian mereka masih belum memuaskan dan dianggap belum sukses, hal ini dikarenakan pada saat mereka melakukan penelitian tersebut belum terdapat pengetahuan yang bisa menjelaskan betapa kompleksnya apa yang disebut dengan dunia nyata. Kebanyakan dari mereka mengansumsikan tentang ciri industri pertanian dimana segala sesuatunya diketahui sebelum terjadi interaksi antara tangan dan mesin yang sepenuhnya bekerja dengan cara diuraikan sebelumnya. Saat ini dikembangkan mesin cerdas yang cukup pintar untuk bekerja di lingkungan yang tetap atau semi natural. Mesin tersebut tidak harus secerdas manusia pada umumnya, namun harus dapat menunjukkan tingkah laku yang pantas selayaknya manusia di dalam pengenalan situasi dan kondisi. Dalam hal ini mereka harus memprogram kecerdasan ke dalam mesin-mesin tersebut agar berkelakuan dengan pantas dalam waktu yang lama, tanpa perlu diawasi, dalam lingkungan semi natural, sementara itu dengan mengerjakan pekerjaan yang berguna. Salah satu pengertian dari kompleksitas adalah untuk mengidentifikasi apa yang dilakukan oleh manusia dalam situasi tertentu dan penguraian aksi ke dalam kontrol mesin. Hal ini disebut dengan tingkah laku robot dan konsep metode yang diterapkan untuk pendekatan terhadap pertanian menurut Blackmore et. al. (2004).

Menurut Shibusawa (1996) dalam Blackmore et. al. (2005), pendekatan untuk perlakuan tanaman dan pemilihan tanah sesuai dengan kebutuhannya oleh mesin otomatis merupakan tahap selanjutnya dalam pengembangan Precision Farming (PF). Menurut Blackmore et. al. (2005), PF tidak hanya berlaku untuk robotic agriculture (RA) tapi juga berlaku untuk penerapan otomatisasi pada mesin pertanian (termasuk traktor di dalamnya). Pengindera dan kontrol otomatis juga merupakan bagian penting dari PF. Banyak makalah ilmiah yang memberikan kesimpulan bahwa sistem-sistem tersebut mungkin untuk dilaksanakan, namun mayoritas bergerak dengan lambat dan oleh sebab itu tidak dapat berjalan secara ekonomis ketika dijalankan pada traktor kemudi.

(5)

4

Smart traktor yang berkembang saat ini berupa mesin otomatis yang berukuran lebih kecil daripada traktor kemudi. Smart traktor yang dikembangkan tersebut tentu saja tanpa awak. Diacu dalam Blackmore et. al. (2005) beberapa contoh smart traktor yang telah dikembangkan dalam penelitian adalah seperti pada Gambar 2.1 yang menunjukkan Portal Crop Scouting Platform oleh Madsen dan Jakobsen (2001) dan sub canopy robot ISAAC2 yang dikembangkan oleh kumpulan mahasiswa dari Hohenheim University. Masih diacu dalam Blackmore et. al. (2005), Gambar 2.2 memperlihatkan traktor penyiang otomatis untuk pohon natal.

Gambar 2.2. Penyiang otomatis untuk pohon natal (Blackmore et. al., 2005)

Menurut Soetiarso et. al. (2001) dalam Ahmad et. al. (2010) otomasi penggunaan traktor pertanian di masa mendatang merupakan sesuatu yang perlu mendapat perhatian sejak saat ini. Namun demikian, otomasi traktor pertanian harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain multifungsi dalam pemakaian di lapangan, serta mudah dalam pengoperasian dan perawatan dengan biaya terjangkau.

Menurut Billingsley (2007), dapat dipastikan berkembangnya aplikasi unmanned vehicles

untuk menyelesaikan pekerjaan di bidang pertanian. Walaupun traktor yang beroperasi secara otomatis penuh belum diwujudkan, masih terdapat cakupan yang lebih kecil, yaitu berupa kendaraan untuk pertanian yang beroperasi untuk menyelesaikan sekumpulan tugas yang dilakukan secara bersamaan. Dimana ide tersebut menjadikan unit yang lebih kecil yang akan dapat mereka kerjakan secara bersamaan dan secara konstan, sehingga akan menyebabkan penyediaan tenaga dalam jumlah yang sama dengan resiko yang semakin kecil untuk pengerjaan di pertanian.

2.2.

Rintangan

Rintangan/ penghalang merupakan suatu obyek yang tidak diharapkan ada yang akan menghambat proses suatu pengerjaan. Dalam hubungannya dengan smart traktor, rintangan yang mungkin ada atau muncul dalam lahan adalah bisa berupa pohon, galangan, batu yang besar, lubang yang besar dan atau dalam dan bisa juga berupa obyek lain yang akan memberikan efek hambatan terhadap laju traktor di lahan.

(6)

5

penerapannya, teori mengenai pengenalan lingkungan diaplikasikan secara parsial, dikarenakan kondisi lingkungan yang tidak tetap. Untuk penghindaran tubrukan menuju lokasi tujuan, perencanaan jalur secara global berhubungan erat dengan penguasaan rintangan, dalam hal ini berupa deteksi rintangan dan penghindaran rintangan.

Masih menurut Ribeiro (2005), penghindaran rintangan mengarah kepada metodologi mengenai bentuk jalur dari robot untuk melewati rintangan yang tidak dikehendaki. Pergerakan yang dihasilkan tergantung dari lokasi aktual robot dan sistem pembacaan sensor. Terdapat beragam jenis algoritma untuk penghindaran rintangan berdasarkan perencanaan kembali (replanning) atas perubahan reaktif terhadap strategi kontrol. Banyak teknik yang ditawarkan secara berbeda untuk penggunaan data sensori dan strategi kontrol pergerakan untuk melewati rintangan.

Penelitian mengenai aplikasi sistem navigasi otomatis pada traktor pertanian merupakan salah satu topik yang banyak diminati pada dua dekade terakhir, terutama di negara-negara maju dalam upaya menerapkan precision farming (PF). Selain itu, keterbatasan tenaga kerja dan sumber daya lingkungan juga menjadi bahan pertimbangan tersendiri bagi kebutuhan navigasi otomatis pada traktor pertanian. Tujuan penggunaan sistem navigasi otomatis pada traktor pertanian antara lain untuk mengatasi menurunnya kinerja traktor karena faktor kelelahan dari operator, dan untuk meningkatkan ketelitian dan produktifitas pengoperasian traktor dalam kegiatan budidaya pertanian (Ahmad et. al., 2010).

Terdapat enam sub-sistem yang dijadikan syarat untuk mendefinisikan navigasi pada robot. Pertama, posisi dan orientasi dari kendaraan harus diketahui (penempatan robot). Kedua, posisi dan luasan rintangan dalam lingkungan juga harus diketahui atau telah dapat ditangkap dengan sensor selama proses navigasi. Ketiga, dapat diterimanya jalur yang bebas tubrukan untuk menentukan titik tujuan yang seharusnya diperhitungkan atau diputuskan, dimana terdapat banyak metode perencanaan jalur yang dapat digunakan. Keempat, sistem kontrol pergerakan kendaraan secara langsung sehubungan dengan pemilihan jalur diperlukan untuk jenis penggerak yang akan digunakan (roda, rel, kaki, kayuhan dan sebagainya). Kelima, diperlukan subsistem untuk melakukan komunikasi dengan yang lain dan secara langsung untuk berkomunikasi dengan pangkalan stasiun jika ada. Terakhir adalah pertanyaan yang mendefinisikan tugas tersebut yang telah diprogramkan, apakah langsung menuju ke lokasi yang akan dicapai, menemukan obyek yang ditetapkan, menjelajahi wilayah atau menempuh semua ruang bebas seperti dalam proses pembersihan atau operasi penyimpanan/ pemanenan produk pertanian (Jarvis, 1990).

2.3.

Citra Digital

Menurut Desiani dan Arhami (2005), konsep yang mendasari komputer vision adalah titik, garis, kurva dan berbagai bentuk bidang serta semua kombinasinya yang merupakan isi suatu keadaan yang disebut alam nyata, yaitu istilah yang diambil untuk mewakili ruang tempat hidup semua makhluk hidup dan benda mati beserta semua keindahan yang terdapat di dalamnya yang memberikan berbagai macam kombinasi gerak, kombinasi warna atau kombinasi antara keduanya sehingga akan sangat rumit untuk menyatakan dan memvisualisasikan semua kombinasi tersebut menggunakan komputer. Dimana di sisi lain manusia juga mengembangkan bagaimana suatu mesin pintar dapat memahami dan mengerti semua keadaan tersebut dan dapat berkomunikasi dengan semuanya.

(7)

6

suatu sistem yang mempunyai kemampuan untuk menganalisis obyek secara visual, setelah data obyek yang bersangkutan dimasukkan dalam bentuk citra (image). Secara umum tujuan dari sistem visual adalah membuat model nyata dari sebuah citra. Citra yang dimaksudkan adalah citra digital hasil konversi suatu obyek menjadi citra melalui suatu sensor yang prosesnya disebut digitasi (Ahmad, 2005).

Menurut Esther (2008) dalam Wibowo (2009) citra digital didefinisikan sebagai citra f(x,y) yang telah didigitalisasi baik koordinat area maupun brightness level. Dalam pengertian lain pengolahan citra dapat dideskripsikan sebagai proses pengolahan dan analisis citra yang banyak melibatkan persepsi visual. Dalam bagan kartesius untuk menyamakan persepsi dalam melihat suatu obyek citra, nilai f di koordinat (x,y) diyatakan sebagai brightness/ grayness level dari citra pada titik tersebut. Citra digital tersusun dalam bentuk raster (grid atau kisi). Setiap kotak (tile) yang terbentuk disebut piksel (picture element) dan memiliki nilai (value atau number) yang menunjukkan intensitas keabuan pada piksel tersebut, sehingga citra juga dapat berarti kumpulan piksel yang disusun dalam larik dua dimensi. Indeks baris dan kolom (x,y) dari sebuah piksel dinyatakan dalam bilangan bulat. Piksel (0,0) terletak pada sudut kiri atas pada citra, indeks x bergerak ke kanan dan indeks y bergerak ke bawah. Konvensi ini dipakai merujuk pada cara penulisan larik yang digunakan dalam pemrograman komputer. Pada proses pengambilan citra, dilakukan proses otomatisasi dari sistem perangkat citra digital yang melakukan penjelajahan citra sehingga membentuk suatu matriks dimana elemen-elemennya menyatakan nilai intensitas cahaya pada suatu himpunan diskrit dari titik (Ahmad, 2005).

Menurut Ahmad (2005), pengertian dari pengolahan citra (image processing) sedikit berbeda dengan pengertian mesin visual (machine vision), meskipun keduanya seolah-olah dapat digunakan dengan maksud yang sama. Terminologi pengolahan citra dipergunakan bila hasil data yang berupa pengolahan citra juga berbentuk citra yang lain, yang mengandung atau memperkuat informasi khusus pada citra hasil pengolahan sesuai dengan tujuan pengolahannya. Sedangkan terminologi mesin visual digunakan jika data hasil pengolahan citra langsung diterjemahkan ke dalam bentuk lain, misalnya grafik yang siap diinterpretasikan untuk tujuan tertentu, gerak peralatan atau bagian dari peralatan mekanis, atau aksi yang lain yang berarti bukan merupakan citra lagi. Dengan demikian, pengolahan citra merupakan bagian dari mesin visual, karena untuk menghasilkan keluaran selain citra, informasi dari citra yang ditangkap oleh kamera juga perlu diolah dan dipertajam pada bagian-bagian tertentu. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa sisitem visual menghasilkan pengukuran atau abstraksi dari sifat-sifat geometri pada citra dan menghasilkan suatu interpretasi tertentu. Dengan demikian, dalam memahami sistem visual, mungkin akan sangat berguna untuk diingat bahwa:

Jenis pemrograman citra yang disebut dengan program live, atau lebih dikenal dengan sebutan real time program, merupakan program yang menangkap citra, memindahkan bingkai ke dalam memori komputer, melakukan analisis dan perhitungan, dan menghasilkan citra lain atau lebih sering lagi suatu keputusan, tergantung pada tujuannya. Keputusan ini biasanya digunakan untuk melakukan aksi, misalnya memberikan predikat pada obyek yang diambil citranya seperti pada sistem sortasi, atau menggerakkan manipulator untuk memetik buah pada robot pemanen buah, dan sebagainya. Oleh karena sifatnya yang demikian, sistem seperti ini biasanya disebut mesin visual, karena menghasilkan aksi yang berbeda, bukan lagi citra yang baru. Dengan demikian dapat terlihat dengan jelas bahwa program pengolah citra jenis ini lebih kompleks jika dibandingkan dengan program yang bersifat tunda, karena selain mempunyai modul-modul pengolah citra, ia juga dilengkapi dengan modul-modul interfacing yang berhubungan dengan bagian atau peralatan lain dari sistem yang diperlukan untuk melakukan aksi yang diinginkan.

(8)

7

Menurut Desiani dan Arhami (2005), ada beberapa struktur yang mendasari elemen – elemen suatu mesin vision (sistem visual), yaitu (Gambar 2.3):

a. Sumber cahaya (Light sources), merupakan sumber cahaya yang digunakan sebagai sumber untuk aplikasi seperti layaknya laser, sistem robotika dan sebagainya.

b. Pemandangan (Scene), merupakan kumpulan obyek

c. Peralatan Penangkap Gambar (Image device), merupakan alat yang digunakan untuk mengubah Gambar menjadi sesuatu yang dimengerti oleh mesin

d. Gambar (Image), merupakan gambar-gambar dari suatu obyek yang merupakan representasi dari keadaan yang sesungguhnya

e. Sistem Visual (Machine Vision), merupakan sistem yang menginterpretasikan gambar yang berkenaan dengan ciri-ciri, pola maupun obyek yang dapat ditelusuri oleh sistem f. Deskripsi Simbol (Symbolic Description), merupakan sistem yang dapat digunakan untuk

menganalogikan kinerja sistem ke simbol-simbol tertentu yang dimengerti sistem

g. Timbal balik aplikasi (Possible Application Feedback), merupakan suatu keadaan yang dapat memberikan respons untuk menerima gambar dari suatu sistem penglihatan

Gambar 2.3. Struktur Komputer Vision (Desiani dan Arhami, 2005)

Dari struktur komputer vision di atas, ada tiga elemen yang sangat mendasari suatu sistem vision, yaitu Image Processing, yang berfungsi mengubah atau mengkonversi Gambar eksternal menjadi suatu representasi yang dibutuhkan. Kedua, klasifikasi pola (pattern classification) adalah bagaimana suatu mesin pintar (komputer) dapat mengetahui berbagai macam bentuk pola, seperti garis, kurva, bayangan dan pola lainnya. Artinya, jika mesin tersebut diberi suatu input berupa pola tertentu maka mesin dapat mengerti pola yang diberikan. Dan elemen terakhir yang mendasari sistem vision adalah

(9)

8

yaitu bagaimana memperoleh informasi dari suatu paparan (baik itu berupa Gambar atau pola-pola tertentu).

Menurut Ahmad et. al. (2010), traktor tanpa awak, meskipun sudah menggunakan teknologi GPS untuk mengenali lintasan kerjanya, masih memerlukan kemampuan untuk mengenali medan di depannya agar dapat menghindari rintangan yang mungkin ada. Ada beberapa perangkat keras yang diperlukan terutama untuk melakukan proses digitasi, bukan untuk melakukan pengolahan citra. Perangkat keras pertama adalah berupa sensor citra (image sensor), untuk menangkap pantulan cahaya oleh obyek yang kemudian disimpan dalam bentuk nilai intensitas di memori komputer. Banyak macam dari sensor citra ini yang digunakan untuk menangkap citra seperti yang kita lihat pada TV yaitu vidicon tube, image orthicon tube, image dissector tube, dan solidstateimage sensor. Saat ini

solidstateimage sensor banyak digunakan karena mempunyai banyak kelebihan seperti konsumsi daya listrik yang kecil, ukuran yang kecil dan kompak, tahan guncangan dan sebagainya. Ini sangat diperlukan bila diintegrasikan dalam suatu mesin atau sistem robotik agar bentuknya kompak dan padat. Solidstateimage sensor punya sebuah larik elemen fotoelektric yang dapat membangkitkan tenaga tegangan listrik dari photon ketika menerima sejumlah energi cahaya. Sensor jenis ini dapat diklasifikasikan berdasarkan caranya melakukan scanning, yang umumnya dibedakan menjadi dua, yaitu charge-coupled device (CCD) dan complementary metal-oxide semi-conductor (CMOS). Jenis CCD memiliki kelebihan pada resolusi yang tinggi dan kompensasi dari ketersediaan cahaya yang lemah, sedangkan jenis CMOS mempunyai kelebihan pada bentuk yang kecil dan ringan dengan tetap memberikan hasil citra yang tajam. Tetapi seiring dengan kemajuan teknologi, batas antara kedua macam sensor ini akan semakin kabur kecuali jika diperlukan sensor dengan karakteristik ekstrim dari kedua macam sensor yang telah dijelaskan. Sebuah kamera warna mempunyai tiga sensor citra masing-masing untuk warna merah, hijau dan biru, atau mempunyai satu sensor yang dilengkapi dengan filter RGB. Untuk pengoperasian di luar ruangan dimana tingkat pencahayaan sangat bervariasi dan tergantung pada keadaan lingkungan, sebuah kontrol otomatis untuk diafragma pembukaan lensa mungkin menjadi satu kelengkapan yang diperlukan, agar citra yang dihasilkan tidak terlalu tinggi variasinya jika terjadi perubahan tingkat pencahayaan. Sinyal yang dihasilkan dari kamera TV adalah sebuah sinyal citra yang dapat diGambarkan sebagai sinyal analog dari bentuk gelombang listrik, yang tidak dapat langsung dipetakan ke dalam memori komputer untuk membentuk suatu citra. Sinyal analog ini kemudian dikonversi menjadi sinyal digital oleh ADC. Karena konversi ini, bentuk sinyal analog yang kontinyu berubah menjadi sinyal digital yang diskret atau putus-putus. Selanjutnya sinyal digital keluaran ADC ditransmisikan kepada memori komputer melalui konektivitas firewire untuk membentuk citra digital. Rangkaian perangkat keras yang dilengkapi dengan ADC dan memori citra ini disebut penangkap bingkai citra (image frame grabber) (Ahmad, 2005).

(10)

9

2.4.

Metoda Pengukuran Jarak dalam Citra

Menurut Ahmad (2005), pengukuran jarak dua piksel atau dua komponen dari citra diperlukan dalam banyak aplikasi, baik untuk tujuan terakhir maupun untuk tujuan antara. Ada tiga cara yang umum digunakan untuk mengukur jarak dua buah titik pada citra, yaitu:

 Euclidean

 City-block

 Chess board

Gambar 2.4. Contoh dari pengukuran jarak (atas) dan bentuk transformasi citra biner ke jarak (bawah); (a) Euclidean, (b) city-block dan (c) chess board (Ahmad, 2005)

Gambar 2.4 memperlihatkan contoh pengukuran jarak dengan menggunakan ketiga cara yang telah disebutkan di atas (gambar atas), dan suatu bentuk transformasi citra biner ke jarak (gambar bawah), dalam hal ini jarak piksel-piksel obyek ke titik pusat dari obyek itu sendiri. Dengan demikian transformasi jarak pada titik pusat obyek menjadi minimum (nol) karena ia merupakan jarak titik pusat ke dirinya sendiri. Ketiga cara perhitungan jarak di atas memberikan hasil transformasi yang berbeda terhadap obyek berbentuk persegi dengan ukuran 7x7 piksel. Terlihat pada Gambar 2.4 bahwa pengukuran jarak dengan menggunakan metode Euclidean memberikan hasil yang lebih akurat

d ([i1, j1], [i2, j2]) = (i9 − � 2+ 9 − � 2 (2.1) 1– i2)2 + (j1– j2)2

d ([i1, j1], [i2, j2]) =|i1– i2| + |j1– j2| (2.2)

(11)

10

dan mempunyai variasi yang lebih banyak pada hasil pengukurannya. Pengukuran jarak cara Euclidean lebih banyak digunakan dari pada dua cara yang lainnya bila yang dibutuhkan adalah informasi jarak dua buah piksel dalam citra.

2.5.

Thresholding

Menurut Ahmad (2009), operasi thresholding adalah operasi pengolahan citra yang mengubah piksel-piksel obyek pada citra warna menjadi piksel-piksel dengan intensitas maksimum (255) pada citra biner dan mengubah piksel latar belakang pada citra warna menjadi piksel-piksel dengan intensitas minimum (0) pada citra biner, atau sebaliknya (obyek dengan nilai intensitas 0 dan latar belakang dengan nilai intensitas 255 pada citra biner yang dihasilkan).

Masih menurut Ahmad (2009), operasi thresholding dapat dilakukan dengan hanya melihat nilai-nilai intensitas sinyal merah, sinyal hijau atau sinyal biru. Operasi dapat juga dilakukan dengan melihat nilai intensitas rata-rata sinyal merah, sinyal hijau dan sinyal biru. Thresholding dengan cara yang terakhir ini sama saja dengan melakukan thresholding terhadap citra grayscale, karena citra grayscale dihasilkan dengan merata-ratakan nilai intensitas ketiga sinyal merah, hijau dan biru.

(12)

11

III. METODE PENELITIAN

3.1.

Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan terhitung dari Maret 2011 sampai dengan September 2011 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Untuk percobaan lapangan dilakukan di koridor gedung Fakultas Teknologi Pertanian dan di Laboratorium Lapangan Leuwikopo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB.

3.2.

Bahan dan Peralatan

Bahan dan peralatan yang digunakan adalah sampel rintangan (berupa pohon, tiang listrik, manusia yang terdapat di pemandangan dan dinding untuk melakukan setting posisi laser di kamera), kamera CCD, tripod untuk tempat dudukan kamera CCD, laser pointer warna merah dan satu set komputer lengkap dengan interface firewire ke kamera CCD. Bahasa pemrograman yang digunakan adalah SharpDevelop versi 3.2. Software yang digunakan untuk mencari nilai RGB laser merah pada citra adalah Paint Shop Pro versi 6.

3.3.

Metodologi

3.3.1.

Pengambilan Gambar

Pengambilan citra dibedakan menjadi dua macam, yaitu untuk citra setting dan citra rintangan. Untuk citra setting dilakukan dua kali. Pertama, dilakukan pengambilan citra di outdoor yang dilakukan di Laboratorium Lapangan Leuwikopo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB. Laser dengan kamera ditembakkan ke dinding berwarna putih. Dari citra outdoor yang didapat dicari nilai RGB dari laser merah menggunakan software Paint Shop Pro versi 6. Kedua, dilakukan pengambilan citra di koridor gedung Fakultas Teknologi Pertanian dengan kondisi agak redup. Laser

Sudut kamera= 5Sudut kamera = 500

Gambar 3.1. Ilustrasi pengambilan citra pemandangan di depan traktor Jarak pengambilan citra terhadap

(13)

12

dengan kamera ditembakkan ke dinding yang terdapat pada koridor Fakultas Teknologi Pertanian. Posisi laser merah pada citra yang didapat dari koridor dijadikan sebagai kalibrasi perkiraan jarak program yang dibuat. Untuk citra rintangan, dilakukan pengambilan citra rintangan di Laboratorium Lapangan Leuwikopo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB. Rintangan tersebut diantaranya berupa pohon, tiang listrik dan rintangan berupa manusia.

Kamera CCD yang digunakan untuk menangkap citra lintasan yang akan dilintasi traktor ditempatkan pada tripod dengan ketinggian 1 meter dari atas tanah dengan posisi agak menunduk, sebesar 50 terhadap garis horizontal yang terlihat seperti pada Gambar 3.1. Citra medan yang akan dilintasi dengan traktor direkam dengan resolusi 640 x 480 piksel. Enam buah laser pointer ditempatkan seperti pada Gambar 3.2 untuk mendapatkan bidang citra yang diinginkan. Pengambilan citra dilakukan setiap meter terhadap rintangan yang ada di depan sampai kamera CCD tidak dapat menangkap titik laser warna merah. Untuk perangkaian peralatan pengambilan citra seperti pada yang terlihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.2. Penempatan enam buah laser terhadap kamera CCD

(14)

13

3.3.2.

Pengolahan Citra

Program pengolah citra untuk deteksi rintangan dibuat dengan bahasa pemrograman C#. Digunakan perangkat lunak Paint Shop Pro v. 6 untuk mencari nilai RGB laser yang terdapat pada citra. Nilai RGB laser digunakan untuk menentukan batas nilai thresholding merah yang akan dicantumkan pada program pengolah citra untuk deteksi rintangan. Untuk penentuan batas nilai RGB digunakan citra yang diambil di luar ruangan (outdoor). Sedangkan untuk kalibrasi perkraan jarak dan penentuan acuan posisi laser, digunakan citra setting terhadap dinding dengan intensitas matahari yang lebih redup yang dilakukan di koridor gedung Fakultas Teknologi Pertanian. Sebagai indikator pendeteksian jarak, perlu diketahui posisi dari tiap laser yang terdapat pada citra berupa posisi koordinat x dan y. Dengan diketahuinya posisi koordinat x dan y dari masing-masing laser dapat diperoleh jarak piksel tiap laser terhadap titik pusat citra. Digunakan metode Euclidean untuk menghitung jarak piksel dari tiap titik laser merah terhadap pusat citra. Gambar 3.4 memperlihatkan perpindahan posisi titik laser merah pada citra berdasarkan metode Euclidean. Dengan resolusi citra 640 x 480 piksel, dapat diketahui bahwa koordinat pusat citra dalam piksel adalah (319, 239). Sehingga rumus perhitungan jarak menggunakan metode Euclidean menjadi (3.1):

dimana, n = 1, 2, 3...6

Hasil perhitungan dari jarak titik laser terhadap pusat citra pada setting dibandingkan dengan jarak pengambilan citra untuk mengetahui regresi dan korelasi diantara keduanya. Regresi tersebut didapat dengan memanfaatkan visualisasi data dengan grafik yang merupakan fasilitas dari Microsoft Excel. Hasil regresi dari jarak titik laser terhadap pusat citra pada setting dengan jarak pengambilan citra yang diambil dicantumkan dalam coding program sebagai acuan untuk perkiraan jarak rintangan yang ada di depan.

Gambar 3.4. Perpindahan posisi titik laser merah pada citra berdasarkan metode Euclidean

Program pengolah citra yang dirancang untuk deteksi rintangan memproses citra rintangan dengan melakukan beberapa proses terlebih dahulu sebelum dihasilkan perkiraan jarak rintangan. Proses yang pertama dilakukan adalah binerisasi terhadap laser merah yang tertangkap citra dengan thresholding warna merah. Hasil binerisasi berupa citra biner, dimana laser merah yang terdapat pada

(15)

14

citra menjadi berwarna putih dan warna lain menjadi hitam. Kemudian dilakukan proses morfologi (kombinasi erosi, dilasi, opening dan closing) untuk memperbaiki interpretasi citra biner. Dari hasil interpretasi citra biner laser merah, program akan menentukan posisi piksel laser yang terdapat pada citra, kemudian menentukan berapa piksel jarak posisi laser terhadap pusat piksel citra dan memperkirakan jarak rintangan yang terdapat di depan dalam satuan meter. Perlu diketahui akurasi perkiraan jarak rintangan di depan traktor yang dihasilkan oleh program pengolah citra deteksi rintangan. Sehingga perlu digunakan rumus menghitung akurasi program (3.2).

− | | (3.2)

dimana,

JP = jarak perkiraan yang dihasilkan oleh program pengolah citra deteksi rintangan, JS = jarak pengambilan citra rintangan.

Hal penting yang perlu diingat adalah mengenai penomoran laser yang terekam pada citra, untuk menghindari kesalahpahaman dan menyamakan persepsi dalam merujuk posisi laser. Untuk selanjutnya, berdasarkan Gambar 3.5, merujuk pada gambar tersebut adalah penomoran laser pada citra.

Gambar 3.5. Penomoran laser yang tertera pada citra pemandangan (kiri) dan citra setelah proses operasi thresholding (kanan)

1

2

3

6

5

4

1

2

3

(16)

15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deteksi Rintangan

Dari citra setting yang telah direkam, dengan menggunakan software Paint Shop Pro v.6, diketahui nilai RGB dari tiap laser yang terekam oleh kamera CCD. RGB yang dicantumkan pada program untuk thresholding diambil dari citra outdoor. Setting pada dinding di outdoor menghasilkan nilai RGB seperti yang terlampir pada Lampiran 1. Dengan metode trial and error dan beberapa kombinasi nilai thresholding lain, didapatkan untuk nilai R diambil 0.403, nilai G diambil 0.292 dan nilai B yang diambil 0.32. Dipilih kombinasi nilai RGB tersebut dikarenakan kombinasi tersebut merupakan kombinasi terbaik dalam proses binerisasi citra pemandangan di depan traktor.

Setelah nilai RGB yang sesuai didapatkan, nilai RGB tersebut dicantumkan pada program pengolah citra deteksi rintangan. Citra setting yang telah disimpan dalam harddisk dipanggil untuk melakukan deteksi rintangan. Program deteksi rintangan yang dirancang menggunakan bahasa pemrograman C#. Untuk dapat mendeteksi rintangan dilakukan proses binerisasi terhadap citra dan kombinasi proses morfologi yang terdiri dari erosi, dilasi, opening dan closing untuk memperbaiki hasil pengolahan citra. Dari citra yang telah diolah tersebut didapatkan interpretasi dari titik laser merah yang digunakan sebagai indikator deteksi jarak rintangan di depan traktor. Sebagai contoh seperti yang terlihat pada Gambar 4.1 yang menunjukkan interface program. Interpretasi dari laser merah didapatkan setelah dilakukan beberapa kombinasi operasi pengolahan citra.

Gambar 4.1. Contoh interface program pada saat proses thresholding merah terhadap citra setting pada dinding dengan jarak 1 meter

(17)

lubang-16

lubang kecil pada obyek sambil menjaga ukurannya. Pada intinya, closing merupakan shortcut dari urutan kombinasi dilasi kemudian erosi. Kombinasi morfologi tersebut tidak secara keseluruhan digunakan untuk mengolah suatu citra rintangan yang diambil. Pada beberapa citra rintangan yang diambil, cukup dengan menggunakan erosi setelah thresholding merah sudah bisa memberikan hasil citra biner yang sesuai. Namun, pada beberapa citra rintangan lain yang telah diambil setelah dilakukan thresholding merah dan erosi masih perlu didilasi untuk mendapatkan hasil citra biner yang sesuai.

Tabel 4.1. Keberhasilan deteksi rintangan dengan jarak pengambilan citra 1 meter

Kode Jarak Pengambilan Deteksi Rintangan Citra (meter) Berhasil Tidak Berhasil

10.1 1 √ -

10.2 1 √ -

10.3 1 √ -

10.13 1 √ -

10.14 1 √ -

10.15 1 √ -

10.16 1 √ -

10.28 1 √ -

10.29 1 √ -

10.30 1 √ -

% Keberhasilan 100%

% Kegagalan 0%

Tabel 4.2. Keberhasilan deteksi rintangan dengan jarak pengambilan citra 2 meter

Kode Jarak Pengambilan Deteksi Rintangan

Citra (meter) Berhasil Tidak Berhasil

10.4 2 √ -

10.5 2 √ -

10.6 2 - √

10.17 2 √ -

10.18 2 √ -

10.19 2 - √

10.20 2 √ -

10.31 2 √ -

10.32 2 √ -

10.33 2 √ -

% Keberhasilan 80%

% Kegagalan 20%

(18)

17

program dalam mendeteksi rintangan dengan jarak pengambilan citra 3 meter sebesar 40 %. Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 menunjukkan keberhasilan program dalam mendeteksi rintangan dari jarak pengambilan citra 4 meter dan 5 meter sebesar 0 %.

Tabel 4.3. Keberhasilan deteksi rintangan dengan jarak pengambilan citra 3 meter

Kode Jarak Pengambilan Deteksi Rintangan Citra (meter) Berhasil Tidak Berhasil

10.7 3 √ -

10.8 3 - √

10.9 3 - √

10.21 3 √ -

10.34 3 - √

% Keberhasilan 40%

% Kegagalan 60%

Tabel 4.4. Keberhasilan deteksi rintangan dengan jarak pengambilan citra 4 meter

Kode Jarak Pengambilan Deteksi Rintangan Citra (meter) Berhasil Tidak Berhasil

10.10 4 - √

10.11 4 - √

10.12 4 - √

10.22 4 - √

10.23 4 - √

% Keberhasilan 0%

% Kegagalan 100%

Tabel 4.5. Keberhasilan deteksi rintangan dengan jarak pengambilan citra 5 meter

Kode Jarak Pengambilan Deteksi Rintangan

Citra (meter) Berhasil Tidak Berhasil

10.24 5 - √

10.25 5 - √

10.26 5 - √

10.27 5 - √

% Keberhasilan 0%

% Kegagalan 100%

4.2. Kalibrasi dan Perhitungan Jarak

(19)

18

pengolah citra akan menampilkan hasil perhitungan jarak posisi laser terhadap pusat piksel citra dengan menggunakan metode Euclidean seperti yang terlampir pada Lampiran 2. Citra yang digunakan untuk kalibrasi juga terlampir pada Lampiran 2. Hasil perhitungan jarak piksel laser terhadap piksel pusat citra juga dapat dilihat pada Tabel 4.6. Hubungan antara jarak piksel tiap laser terhadap piksel pusat citra dengan jarak rintangan pada pemandangan divisualisasikan dengan menggunakan grafik seperti yang tertera pada Gambar 4.2 untuk laser nomor 1, Gambar 4.3 untuk laser nomor 2, Gambar 4.4 untuk laser nomor 3, Gambar 4.5 untuk laser nomor 4, Gambar 4.6 untuk laser nomor 5 dan Gambar 4.7 untuk laser nomor 6.

Tabel 4.6. Jarak tiap titik laser merah terhadap piksel pusat (dalam piksel) pada tiap pengambilan citra rintangan dari jarak 1 meter, 2 meter, 3 meter, 4 meter dan 5 meter; d1 berarti jarak titik laser merah nomor 1 terhadap piksel pusat pada citra (dalam piksel), begitu juga yang lain

No Jarak Rintangan (meter)

Jarak Piksel Laser terhadap Piksel Pusat

d = √((319-xn)2+(239-yn)2 )

d1 d2 d3 d4 d5 d6

1 1 357.02 211.46 334.4 337.55 199.3 347.6

2 2 301.84 162.12 275.97 328.26 154.16 294.48

3 3 287.02 149.09 261.08 326.66 142.09 279.58

4 4 280.61 143.14 254.52 326.56 135.09 270.79

5 5 279.18 139.44 247.31 324.85 133.14 269.83

Dari informasi yang terdapat pada Tabel 4.6, diketahui bahwa semakin jauh jarak pengambilan citra rintangan, maka jarak dari masing-masing nomor laser terhadap koordinat pusat citra semakin menurun, meskipun penurunan dari masing-masing laser tidak seragam. Hal ini menginformasikan bahwa semakin jauh jarak rintangan maka posisi dari masing-masing laser semakin mendekati koordinat pusat citra. Ketidakseragaman penurunan jarak piksel laser pada citra disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya dikarenakan konstruksi dudukan laser kurang presisi dan kurang kuat dalam mengikat laser, sehingga dimungkinkan posisi laser berpindah dari posisi awal yang berpengaruh terhadap posisi koordinat laser yang terdapat pada citra.

Gambar 4.2. Grafik hubungan jarak piksel laser 1 terhadap piksel pusat dengan jarak rintangan pada pemandangan

Dengan grafik yang telah dibuat didapatkan regresi non linier berupa regresi eksponensial antara jarak piksel tiap laser terhadap jarak rintangan pada pemandangan dengan korelasi nilai R2

y = 715,18e-0,019x R² = 0,9096

0 1 2 3 4 5

270 290 310 330 350 370

Jarak Rintangan

(meter)

(20)

19

terendah adalah 0.8841 pada laser 4. Regresi eksponensial yang didapat dari tiap laser digunakan sebagai acuan penentuan perkiraan jarak rintangan yang terdapat di depan traktor.

Gambar 4.3. Grafik hubungan jarak piksel laser 2 terhadap piksel pusat dengan jarak rintangan pada pemandangan

Gambar 4.4. Grafik hubungan jarak piksel laser 3 terhadap piksel pusat dengan jarak rintangan pada pemandangan

Gambar 4.5. Grafik hubungan jarak piksel laser 4 terhadap piksel pusat dengan jarak rintangan pada pemandangan

y = 73,439e-0,021x R² = 0,9241

0 1 2 3 4 5

130 150 170 190 210 230

Jarak Rintangan

(meter)

Jarak Piksel Laser 2 terhadap Koordinat Piksel Pusat

y = 319,13e-0,018x R² = 0,9312

0 1 2 3 4 5

240 260 280 300 320 340

Jarak Rintangan

(meter)

Jarak Piksel Laser 3 terhadap Koordinat Piksel Pusat

y = 2E+17e-0,118x R² = 0,8841

0 1 2 3 4 5

322 327 332 337

Jarak Rintangan

(meter)

(21)

20

Gambar 4.6. Grafik hubungan jarak piksel laser 5 terhadap piksel pusat dengan jarak rintangan pada

pemandangan

Gambar 4.7. Grafik hubungan jarak piksel laser 6 terhadap piksel pusat dengan jarak rintangan pada pemandangan

4.3. Pendugaan Jarak Rintangan

Setelah regresi eksponensial yang didapat dari jarak piksel tiap laser terhadap koordinat piksel pusat dicantumkan ke pemrograman deteksi rintangan, dilakukan pengambilan citra rintangan. Terlebih dahulu dilakukan pengambilan citra tanpa rintangan pada pemandangan. Ada beberapa citra rintangan yang diambil. Diantaranya citra dengan rintangan berupa pohon, tiang listrik dan manusia. Pengambilan citra pemandangan dipengaruhi oleh banyak faktor. Intensitas matahari merupakan faktor yang berpengaruh paling besar pada saat pengambilan citra. Hal ini dikarenakan intensitas matahari mempengaruhi sinar laser merah dari pointer yang tertangkap oleh citra. Semakin tinggi intensitas matahari, maka semakin kecil intensitas laser merah yang mengakibatkan laser merah tidak tertangkap dengan baik oleh kamera CCD.

Laser merah yang ditangkap oleh kamera CCD, sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari. Pada waktu pengambilan citra, dicoba untuk mengukur intensitas cahaya matahari dengan menggunakan luxmeter analog. Dari pengukuran luxmeter tersebut, tidak dapat diketahui intensitas cahaya matahari dikarenakan keterbatasan luxmeter. Luxmeter tersebut memiliki skala maksimal 2000 candella. Ketika dicoba mengukur intensitas cahaya matahari, jarum analog menunjuk skala di atas 2000 candella. Oleh karena itu, pengukuran intensitas cahaya matahari tidak dilanjutkan, jika dilanjutkan dikhawatirkan akan merusak luxmeter.

y = 80,093e-0,022x R² = 0,9274

0 1 2 3 4 5

130 150 170 190 210

Jarak Rintangan

(meter)

Jarak Piksel Laser 5 terhadap Koordinat Piksel Pusat

y = 653,48e-0,019x R² = 0,9261

0 1 2 3 4 5

255 275 295 315 335 355

Jarak Rintangan

(meter)

(22)

21

Selain intensitas dari matahari, faktor lain yang berpengaruh pada saat proses pengambilan citra rintangan adalah laser pointer yang digunakan, fokus kamera, rata dan tidaknya kondisi permukaan tanah tempat dimana tripod kamera berdiri dan dudukan pointer yang digunakan. Dikarenakan proses pengambilan citra msih dalam kondisi statis (menggunakan tripod), maka kondisi permukaan tanah yang dijadikan sebagai pijakan tripod untuk kamera CCD perlu diperhatikan. Jika permukaan tanah tidak rata, maka tripod perlu disesuaikan. Jika tidak disesuaikan posisi laser merah yang tertangkap pada citra menjadi tidak beraturan. Sebenarnya, dalam kondisi riil justru hal tersebut yang akan terjadi dimana kondisi permukaan tanah tidak rata, dan tentu akan mengakibatkan kamera menjadi bergoyang ketika traktor berjalan. Namun, pada penelitian kali ini kondisi tersebut masih belum diperhitungkan dikarenakan hasil dari penelitian deteksi rintangan kali ini diharapkan dapat membuktikan bahwa pendeteksian rintangan menggunakan kameraCCD dan perangkat tambahan laser pointer dapat diaplikasikan. Berhubungan dengan hal tersebut, paling tidak program dapat memperkirakan jarak berdasarkan citra titik laser merah yang ditangkap oleh kamera CCD. Dudukan pointer yang digunakan sangat mempengaruhi posisi laser merah yang tertangkap pada citra. Dudukan yang digunakan masih belum bagus, sehingga terkadang posisi laser pointer menjadi bergeser. Meskipun pergeseran yang terjadi sangat kecil, namun sangat mempengaruhi posisi laser merah yang tertangkap pada citra.

Fokus kamera disesuaikan untuk setiap pengambilan citra pada pemandangan. Hal ini dikarenakan kamera CCD yang digunakan tidak autofocus. Selain itu, fokus kamera berpengaruh terhadap baik atau buruknya kualitas citra pemandangan yang diambil. Kualitas citra yang dimaksudkan bukan kualitas ukuran file citra dalam kb (kilobyte), tapi berupa samar atau jelasnya citra pemandangan dan bisa juga redup atau terangnya citra pemandangan yang diambil. Semakin baik kualitas citra yang diambil, maka output yang dihasilkan juga akan semakin baik. Pada beberapa citra yang diambil seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1, setelah dilakukan operasi thresholding merah, sinar laser yang tertangkap oleh kamera tidak seragam. Ketidakseragaman tersebut dipengaruhi oleh konstruksi laser pointer tersebut dari pabrik produksinya. Pada beberapa laser, warna merah yang dikeluarkan terang sekali dan pada beberapa laser yang lain tidak seterang laser tersebut.

(23)

22

Gambar 4.9. Urutan operasi yang dikenakan untuk mendeteksi jarak rintangan pada citra tanpa

rintangan: 1) citra yang diambil, 2) setelah dilakukan operasi thresholding warna merah dan 3) setelah dilakukan operasi opening

Citra yang diambil adalah citra pemandangan tanpa rintangan di depannya dan citra pemandangan dengan rintangan pohon, tiang listrik dan manusia. Seperti yang terlihat pada Gambar 4.8 yang merupakan citra pemandangan tanpa rintangan. Dari Gambar 4.9 terlihat bahwa jika pemandangan tanpa rintangan diambil, setelah dilakukan operasi thresholding warna merah dan opening hanya muncul citra dengan warna hitam dan tidak ada informasi rintangan yang didapat. Sedangkan pada Gambar 4.10 dan Gambar 4.11, pada citra pemandangan dengan rintangan 1 meter di depan. Pada citra tersebut kamera CCD menangkap adanya sinar laser merah yang mengenai rintangan berupa tiang listrik yang berada 1 meter di depannya. Laser merah yang ditangkap adalah titik laser nomor 2 dan nomor 5. Dari Gambar 4.11, didapat informasi mengenai perkiraan jarak rintangan yang terdapat di depannya. Perkiraan jarak untuk rintangan tiang listrik di depan adalah 1.21 meter untuk laser nomor 2 dan 1.284 meter untuk laser nomor 5.

(24)

23

Gambar 4.11. Urutan operasi yang dikenakan untuk mendeteksi jarak rintangan pada citra dengan rintangan 1 meter di depan: 1) citra yang diambil, 2) setelah dilakukan operasi thresholding, 3) setelah dilakukan operasi opening dan 4) informasi perkiraan jarak

Gambar 4.12. Citra pemandangan dengan rintangan berupa pohon dengan jarak pengambilan citra 1 meter, dimana laser pointer nomor 1, 2, 5 dan 6 yang mendeteksi rintangan

(25)

24

citra. Penyebab utama bergesernya posisi laser pointer dikarenakan konstruksi dudukan pointer yang belum bagus, sehingga laser pointer mudah bergeser dan informasi perkiraan jarak yang dihasilkan program menjadi tidak sesuai. Model dari dudukan pointer dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 4.13. Urutan operasi yang dikenakan untuk mendeteksi jarak rintangan pada citra dengan rintangan 1 meter di depan: 1) citra yang diambil, 2) setelah dilakukan operasi thresholding, 3) setelah dilakukan operasi opening dan 4) informasi perkiraan jarak

(26)

25

Dari Gambar 4.14 dan Gambar 4.15 didapat informasi perkiraan jarak untuk laser nomor 3 adalah 1.36 meter dan dan nomor 4 adalah 0.17 meter. Dengan jarak pengambilan citra dari rintangan sejauh 2 meter, perkiraan jarak yang dihasilkan dengan jarak sebenarnya tidak sesuai. Terdapat ketidaksesuaian yang kemungkinan besar diakibatkan oleh bergesernya pointer nomor 3 dan nomor 4 pada saat pengambilan citra terhadap posisi laser saat setting. Terutama untuk perkiraan jarak pada laser nomor 4, dimana perbedaan jarak perkiraan dan jarak sebenarnya (jarak pengambilan citra) yang terlalu jauh. Hal ini memperkuat bahwa dudukan laser pointer yang dirancang dan telah dibuat masih belum bagus dalam mempertahankan posisi laser pointer.

Gambar 4.15. Urutan operasi yang dikenakan untuk mendeteksi jarak rintangan pada citra dengan rintangan: 1) citra yang diambil, 2) setelah dilakukan operasi thresholding, 3) setelah dilakukan operasi erosi dan 4) informasi perkiraan jarak

Untuk citra pemandangan di depan traktor dengan rintangan berupa manusia yang diambil dari jarak 2 meter seperti pada Gambar 4.16 dan Gambar 4.17, setelah diolah pada program deteksi rintangan diperoleh perkiraan jarak untuk laser nomor 5 adalah 2.06 meter. Informasi perkiraan jarak yang diberikan adalah sesuai dengan informasi jarak pengambilan citra pemandangan.

Seperti yang telah terlampir pada Lampiran 4, dicoba untuk mengambil citra dengan variasi rintangan yang ada di depan. Dari berbagai citra tersebut, ada beberapa hal yang menyebabkan perbedaan hasil pengolahan citra. Beberapa citra yang diambil dari jarak sekitar 3 meter seperti pada Gambar 10.8, Gambar 10.9, Gambar 10.20, Gambar 10.34, kamera CCD tidak bisa menangkap pantulan sinar laser merah dari pointer. Namun, pada beberapa citra yang diambil dari jarak 3 meter seperti pada Gambar 10.7 dan Gambar 10.21 kamera CCD masih bisa menangkap titik laser merah pada citra dan bisa diolah oleh program.

(27)

26

dilakukan beberapa proses operasi seperti thresholding dan operasi morfologi yang lain seperti opening, closing, erosi dan dilasi untuk membersihkan noise, sebagian titik laser merah ikut menghilang dan hanya sebagian laser yang masih terdapat pada citra pengolahan.

Gambar 4.16. Citra pemandangan dengan rintangan berupa manusia dengan jarak pengambilan citra 2 meter, dimana laser pointer nomor 5 yang mendeteksi rintangan

(28)

27

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dan diperkuat dengan citra dan pengolahan citra yang dihasilkan seperti pada Lampiran 4, bahwa ketika dilakukan pengambilan citra di lapangan intensitas matahari merupakan faktor yang berpengaruh sangat besar terhadap penelitian deteksi rintangan ini. Dikarenakan intensitas matahari yang jauh lebih besar, sehingga intensitas dari laser pointer menjadi semakin kecil dan menyebabkan citra laser merah yang ditangkap dari beberapa jarak menjadi tidak bisa ditangkap oleh kamera CCD dan tidak dapat diproses.
(29)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Deteksi rintangan untuk traktor tanpa awak menggunakan kamera CCD dapat diaplikasikan dengan tingkat keberhasilan 100 % untuk jarak rintangan 1 meter, 80 % untuk jarak rintangan 2 meter, 40 % untuk jarak 3 meter dan 0 % untuk jarak 4 meter dan 5 meter. Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil deteksi rintangan yaitu intensitas matahari, fokus kamera dan laser pointer yang digunakan. Pada saat intensitas matahari tinggi, hasil citra dari deteksi rintangan akan kurang maksimal. Intensitas matahari yang berbeda di setiap tempat menyebabkan fokus kamera disesuaikan di setiap tempat pengambilan citra. Laser pointer yang digunakan dalam penelitian belum menghasilkan citra laser merah yang sesuai, sehingga perlu dicari laser pointer merah yang lebih baik kualitasnya agar hasil deteksi rintangan maksimal.

Diperlukan beberapa operasi pengolahan citra pemandangan dengan rintangan di depan traktor untuk mendeteksi jarak rintangan yang ada di pemandangan. Dengan urutan operasi binerisasi dengan thresholding warna merah dan kombinasi operasi morfologi seperti opening, closing, erosi dan dilasi dapat dihasilkan citra yang berbeda untuk citra pemandangan dengan beberapa variasi rintangan dan tanpa rintangan. Dengan hasil pengolahan citra tersebut didapatkan perkiraan jarak dari rintangan yang ada di depan traktor. Akurasi perkiraan jarak yang dihasilkan program pengolah citra untuk deteksi rintangan adalah sebesar 68 %. Hal ini disebabkan oleh konstruksi dari dudukan pointer yang masih belum bagus yang menyebabkan posisi laser pointer masih mudah bergeser.

5.2.Saran

Untuk pengembangan penelitian selanjutnya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 1. Perlu digunakan laser pointer dengan kualitas yang lebih baik agar hasil yang diperoleh bisa

maksimal,

2. Perlu dilakukan perbaikan dan penyempurnaan tempat dudukan pointer agar posisi laser pointer lebih stabil,

(30)

DETEKSI RINTANGAN MENGGUNAKAN KAMERA CCD UNTUK

APLIKASI PADA TRAKTOR TANPA AWAK

SKRIPSI

MUDHO SAKSONO

F14070071

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(31)

1

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, U. 2005. Pengolahan Citra Digital dan Teknik Pemrogramannya. Yogyakarta: Graha Ilmu. Ahmad, U. 2009. 10 Langkah Membuat Program Pengolah Citra Menggunakan Visual C#.

Yoyakarta: Graha Ilmu.

Ahmad, U., Desrial, Subrata, I. D. M. 2010. Pengembangan Algoritma Pengolahan Citra untuk Menghindari Rintangan pada Traktor Tanpa Awak. PROSIDING Seminar Nasional Perteta 2010, “Revitalisasi Mekanisasi Pertanian dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi”, Purwokerto, 10 Juli 2010.

Blackmore, B. S., Fountas, S., Vougioukas, S., Tang, L., Sørensen, C. G., and Jørgensen, R. 2004. Decomposition of agricultural task into robotic behaviours, The CIGR Journal of AE Scientific Researchs and Development In Press.

Blackmore, B. S., Stout, B., Wang, M., and Runov, B. 2005. Robotic agriculture – the future of agricultural mechanisation? 5th European Conference on Precision Agriculture. ed. J. Stafford, V. the Netherlands, Wageningan Academic Publishers. pp.621 – 628. [22 Februari 2011] Desiani, A dan Arhami, M. 2005. Konsep Kecerdasan Buatan. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Jarvis, R. A. 1990. Mobile Robot Navigation. Invited Plenary Address. Proc. Third Conference on Robotics. Melbourne. June 3 – 6. pp.8 – 24.

Lesmana, H. E. 2010. Aplikasi Pengolahan Citra Untuk Sistem Fertigasi Otomatis Tanaman Tomat dalam Greenhouse. Skripsi. DepartemenTeknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

Madsen, T. E. and Jakobsen, H. L. 2001. Mobile Robot for Weeding, Unpublished MSc. Thesis Danish Technical University.

Murni, A. 1992. Pengantar Pengolahan Citra. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Munir, R. 2006. Aplikasi Image Thresholding untuk Segmentasi Obyek. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2006.

Ribeiro, M. I. 2005. Obstacle Avoidance. http://users.isr.ist.utl.pt/~mir/pub/ObstacleAvoidance.pdf [2 Februari 2011]

Shibusawa, S. 1996. Phytotechnology – An introduction to the concepts and topic of a new project. http://phytech.ishikawa-c.ac.jp/WhatIs.html [2 Februari 2011]

Soetiarso, L. 2001. Study on trajectory control for autonomos agricultural vehicle aiming approach to the target object – automatic fertilizer refilling operation (PhD thesis). Tsukuba University, Japan.

Wibowo, A. 2009. Rancangan Analisis Tanaman Tomat dengan Pengolahan Citra Untuk Sistem Fertigasi Otomatis. Skripsi. DepartemenTeknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor

(32)

DETEKSI RINTANGAN MENGGUNAKAN KAMERA CCD UNTUK

APLIKASI PADA TRAKTOR TANPA AWAK

SKRIPSI

MUDHO SAKSONO

F14070071

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(33)

OBSTACLE DETECTION USING CCD CAMERA FOR

APPLICATION ON UNMANNED TRACTOR

Usman Ahmad and Mudho Saksono

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology,

Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java,

Indonesia.

Phone 62 251 8624622, e-mail: usmanahmad@ipb.ac.id

ABSTRACT

Obstacle detection is designed as a guidance for unmanned tractor to knowing the distance of obstacle in front of the tractor. The purpose of this research is to develop vision system that will be used as the guidance for unmanned tractor. CCD camera to acquire image of scene in front of tractor was placed at a tripod with height 1 meter. The position of camera is bow with 50. The image of track for tractor is captured and image was recorded in 640 x 480 pixel resolution. Six red laser pointer were added surrounding CCD camera to get obstacle image. The images were captured from 1, 2, 3, 4 and 5 meter until CCD camera cannot capture the reflection of red laser. There are some factors that effected this research: solar intensity, red laser pointer and CCD camera lens focus. The captured image were processed by image processing program for obstacle detection. The result of image processing program for obstacle detection is a prediction of an obstacle distance in front of the tractor with success rate of 100 % for 1 meter, 80 % for 2 meter, 40 % for 3 meter, 0 % for 4 meter and 5 meter, and the accuracy rate of 68 %. When the solar intensity is high, image processing of obstacle detection could not detect the obstacle from more than 3 meter.

(34)

MUDHO SAKSONO. F14070071. Deteksi Rintangan Menggunakan Kamera CCD untuk Aplikasi pada Traktor Tanpa Awak. Di bawah bimbingan Usman Ahmad. 2011.

RINGKASAN

Engineering sebagai dasar dari aplikasi dan penerapan teknologi merupakan aspek penting dalam perkembangan teknologi. Komputer sebagai salah satu tool juga mengalami perkembangan yang semakin maju. Terutama perkembangan Artificial Intelligence (AI) yang semakin pesat dengan diterapkannya aplikasi-aplikasinya di berbagai bidang, termasuk pertanian. Salah satu bagian dari AI adalah komputer vision (vision system), yaitu suatu sistem yang mempunyai kemampuan untuk menganalisis obyek secara visual, setelah data obyek dimasukkan ke dalam bentuk citra (image).

Penelitian deteksi rintangan untuk traktor tanpa awak menggunakan kamera CCD bertujuan mengembangkan sistem visual untuk deteksi rintangan sebagai salah satu perangkat pemandu pada traktor tanpa awak menggunakan kamera CCD. Kamera CCD yang digunakan untuk menangkap citra lintasan yang akan dilintasi traktor ditempatkan pada tripod dengan ketinggian 1 meter dari atas tanah dengan posisi agak menunduk, sebesar 50 terhadap garis horizontal. Citra medan yang akan dilintasi dengan traktor direkam dengan resolusi 640 x 480 piksel. Ditambahkan enam buah laser pointer yang ditempatkan di sekitar kamera CCD untuk mendapatkan bidang citra yang diinginkan. Pengambilan citra dilakukan setiap meter terhadap rintangan yang ada di depan sampai kamera CCD tidak dapat menangkap pantulan laser warna merah. Beberapa rintangan yang diambil adalah pohon, tiang listrik dan rintangan lain serta dinding sebagai setting posisi laser terhadap citra yang diambil untuk mengetahui posisi laser terhadap jarak pengambilan citra yang diambil. Dengan mengetahui posisi laser pada citra terhadap jarak yang diambil, diketahui jarak rintangan yang terdapat di depan traktor berdasarkan posisi titik laser merah yang tertangkap saat pengambilan citra.

Citra yang telah diambil kemudian diolah dengan menggunakan program pengolah citra untuk deteksi rintangan. Dengan operasi binerisasi berupa tresholding warna merah dan kombinasi operasi morfologi seperti erosi, dilasi, opening dan closing didapatkan citra pengolahan rintangan yang menginterpretasikan rintangan yang terdapat di depan traktor. Dengan citra hasil pengolahan tersebut diperoleh perkiraan jarak rintangan yang terdapat di depan traktor.

Citra laser merah yang bisa ditangkap pada saat intensitas matahari tinggi adalah sampai pada jarak kurang dari 3 meter dari rintangan. Pada jarak pengambilan lebih dari 3 meter, citra laser merah tidak dapat ditangkap dengan baik oleh kamera CCD. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya, diantaranya: intensitas mtahari, laser merah yang dipakai dan pengaturan fokus kamera CCD. Pada saat intensitas matahari tinggi, hasil citra dari deteksi rintangan kurang maksimal pada jarak tertentu. Intensitas matahari yang berbeda di setiap tempat menyebabkan fokus kamera perlu disesuaikan di setiap tempat pengambilan citra. Laser pointer yang digunakan dalam penelitian belum menghasilkan citra laser merah yang sesuai, sehingga perlu dicari laser pointer merah yang lebih baik kualitasnya agar hasil deteksi rintangan maksimal.

(35)

DETEKSI RINTANGAN MENGGUNAKAN KAMERA CCD UNTUK

APLIKASI PADA TRAKTOR TANPA AWAK

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departeman Teknik Mesin dan Biosistem,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

oleh:

MUDHO SAKSONO

F14070071

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(36)

Judul Skripsi : Deteksi Rintangan Mengggunakan Kamera CCD untuk Aplikasi pada Traktor Tanpa Awak

Nama : Mudho Saksono NIM : F14070071

Menyetujui,

Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr. NIP. 19661228 199203 1 003

Mengetahui, Ketua Departemen,

Dr. Ir. Desrial, M. Eng. NIP.

(37)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Deteksi Rintangan Menggunakan Kamera CCD untuk Aplikasi pada Traktor Tanpa Awak adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dan bimbingan dari Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun di perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal ataupun dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari skripsi ini.

Bogor, Oktober 2011 Yang membuat pernyataan

(38)

BIODATA PENULIS

(39)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan atas limpahan rahmat serta hidayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Deteksi Rintangan Menggunakan Kamera CCD untuk Aplikasi pada Traktor Tanpa Awak”.

Dengan selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr, sebagai dosen pembimbing skripsi atas bimbingan dan saran serta masukannya kepada penulis selama ini,

2. Dr. Ir. I Wayan Astika, M.Si, sebagai dosen penguji atas saran dan masukannya kepada penulis,

3. Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr, sebagai dosen penguji atas saran dan masukannya kepada penulis,

4. Dedi Wirawan Soedibyo, S.Tp, M.Si, atas bantuan, saran serta masukannya kepada penulis selama penelitian,

5. Yan Yonathan Rotinsulu, S.Tp, atas bantuannya selama ini,

6. Keluarga Bapak Harsinto, BE serta Ibu Sri Sumila dan Adik Pandhan Rengganis atas dukungan baik secara moril dan materiil kepada penulis, berbahagianya penulis memiliki keluarga sebaik keluarga Bapak Harsinto,

7. Satria Asa Negara, Amboro Rintoko Permana, Nikodemus Ginting, Lovren Dexter Simbolon dan Muhammad Furqon atas bantuannya kepada penulis selama penelitian, 8. Dafi Arista, Nasrun Hakim, M. Luthfi Abrori dan Hadjie Damas, yang sangat membantu

penulis selama penelitian, sahabat dan teman seperjuangan selama di institut,

9. Keluarga besar Ensemble TEP 44, khususnya: David Agro Armiadi, Agung Nugroho, Ahmad Muzani, Adi Nuryadi Parandica, Riyadi Hari Nugraha, Ilham Syafi’i, teman-teman kos Pak Haji Klenger Burger (Noe’s Camp), terima kasih atas bantuannya, 10. Keluarga besar Kamajaya: Mas Feri TEP 40, Dedi Setiawan, Sri Goesleana, Dziyaudin,

Rudi Eka Setyawan, Subiyanto, Eko Setiawan, Ahmad Prabowo dan yang lain,

11. Keluarga besar Imajatim dan BOS Imajatim: Farid, Ilham, Dipta, Wahyu, Mahardi, Mas Gangga, Mbak Ranti, Aulia, Zoraya, Nindy, Bayu, Okta, Yeni, Tekad, Kurnia, Riani serta yang lain,

12. Pengurus dan mantan pengurus Himateta: Hadi Nuryadi, Arie Tambosoe, Irvan Nursyifa, Angger Suryo Prastowo, Wawat Rodiahwati, Ratna Aprilynda, Ilah Fadhillah, Henny Helmayani, Agmarina Indra, teman – teman HRD Himateta 2010 dan 2011 serta yang lain,

13. Suherman, Ririn Nurmawati, Aditya Putri Barus dan Dewi Istianah, sebagai teman satu bimbingan skripsi,

14. dan semua pihak yang telah ikut membantu yang tidak bisa penulis sebutkan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Saran, kritik dan masukan penulis harapkan dari pembaca untuk kebaikan di masa datang. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi diri penulis sendiri, keluarga, teman, pembaca dan bangsa serta agama.

(40)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

(41)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Keberhasilan deteksi rintangan dengan jarak pengambilan citra 1 meter... ..16 Tabel 4.2. Keberhasilan deteksi rintangan dengan jarak pengambilan citra 2 meter... ..16 Tabel 4.3. Keberhasilan deteksi rintangan dengan jarak pengambilan citra 3 meter... ..17 Tabel 4.4. Keberhasilan deteksi rintangan dengan jarak pengambilan citra 4 meter... ..17 Tabel 4.5. Keberhasilan deteksi rintangan dengan jarak pengambilan citra 5 meter... ..17 Tabel 4.6. Jarak tiap laser merah terhadap piksel pusat (dalam piksel) pada tiap pengambilan

(42)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Portal Crop Scouting Platform oleh Madsen dan Jakobsen (2001) dan sub canopy robot ISAAC2 yang dikembangkan mahasiswa Hohenheim University... 3

Gambar 2.2. Penyiang otomatis untuk pohon natal... 4

Gambar 2.3. Struktur Komputer Vision... ... 7

Gambar 2.4. Contoh dari pengukuran jarak dan bentuk transformasi citra biner ke jarak

(a) Euclidean, (b) city-block dan (c) chess board... 9

Gambar 3.1. Ilustrasi pengambilan citra pemandangan di depan traktor... 11

Gambar 3.2. Penempatan enam buah laser terhadap kamera CCD... 12

Gambar 3.3. Rangkaian peralatan pengambilan citra rintangan... 12

Gambar 3.4. Perpindahan posisi titik laser merah pada citra berdasarkan metode Euclidean... 13

Gambar 3.5. Penomoran laser yang tertera pada citra pemandangan dan citra setelah proses operasi tresholding... 14

Gambar 4.1. Contoh interface program pada saat proses tresholding merah terhadap citra setting pada dinding dengan jarak 1 meter... 15

Gambar 4.2. Grafik hubungan jarak piksel laser 1 terhadap piksel pusat dengan jarak

rintangan pada pemandangan... 18

Gambar 4.3. Grafik hubungan jarak piksel laser 2 terhadap piksel pusat dengan jarak

rintangan pada pemandangan... 19

Gambar 4.4. Grafik hubungan jarak piksel laser 3 terhadap piksel pusat dengan jarak

rintangan pada pemandangan... 19

Gambar 4.5. Grafik hubungan jarak piksel laser 4 terhadap piksel pusat dengan jarak

rintangan pada pemandangan... 19

Gambar 4.6. Grafik hubungan jarak piksel laser 5 terhadap piksel pusat dengan jarak

rintangan pada pemandangan... 20

Gambar 4.7. Grafik hubungan jarak piksel laser 6 terhadap piksel pusat dengan jarak

rintangan pada pemandangan... 20

Gambar 4.8. Citra pemandangan tanpa rintangan... 21

Gambar 4.9. Urutan operasi yang dikenakan untuk mendeteksi jarak rintangan pada citra tanpa rintangan: 1) citra yang diambil, 2) setelah dilakukan operasi

tresholding warna merah dan 3) setelah dilakukan operasi opening... 22

Gambar 4.10. Citra pemandangan dengan rintangan berupa tiang listrik dengan

(43)
[image:43.595.67.521.16.817.2]

xii

Gambar 4.11. Urutan operasi yang dikenakan untuk mendeteksi jarak rintangan pada

citra dengan rintangan: 1) citra yang diambil, 2) setelah dilakukan operasi tresholding, 3) setelah dilakukan operasi opening dan 4) informasi perkiraan

jarak...23

Gambar 4.12. Citra pemandangan dengan rintangan berupa pohon dengan jarak

pengambilan citra 1 meter... 23

Gambar 4.13. Urutan operasi yang dikenakan untuk mendeteksi jarak rintangan pada citra dengan rintangan: 1) citra yang diambil, 2) setelah dilakukan operasi tresholding, 3) setelah dilakukan operasi opening dan 4) informasi perkiraan

jarak... 24

Gambar 4.14. Citra pemandangan dengan rintangan berupa manusia dengan

jarak pengambilan citra 2 meter... 24

Gambar 4.15. Urutan operasi yang dikenakan untuk mendeteksi jarak rintangan pada citra dengan rintangan: 1) citra yang diambil, 2) setelah dilakukan operasi

tresholding, 3) setelah dilakukan operasi erosi dan 4) informasi perkiraan jarak... 25

Gambar 4.16. Citra pemandangan dengan rintangan berupa manusia dengan

jarak pengambilan citra 2 meter... 2

Gambar

Gambar 4.11. Urutan operasi yang dikenakan untuk mendeteksi jarak rintangan pada
Gambar 2.4. Contoh dari pengukuran jarak (atas) dan bentuk transformasi citra biner ke jarak
Gambar 3.2. Penempatan enam buah laser terhadap kamera CCD
Gambar 4.3. Grafik hubungan jarak piksel laser 2 terhadap piksel pusat dengan jarak rintangan pada
+7

Referensi

Dokumen terkait

Target arus adalah mengaktivasi serabut saraf berdiameter kecil dimana jaringan yang teraktivasi adalah nosiseptor. Sensasi yang diinginkan adalah intensitas

Oleh itu, dalam usaha merialisasikan matlamat ini adalah diharapkan perisian berbantukan komputer yang direka dapat meningkatkan minat pelajar terhadap matapelajaran sistem

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tesis ini dengan judul Analisis Pengaruh

MASALAH KELOMPOK MASYARAKAT MENGHADAPI MASALAH LOKASI TERJADI MASALAH FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA MASALAH UPAYA YANG INGIN MASYARAKAT LAKUKAN UNTUK PENINGKATAN

Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa tingkat kepuasan tertinggi dari pengguna sistem informasi Akademik yang diperoleh dengan menggunakan Kano

Perasaan mampu mengontrol suatu keadaan dapat mengurangi akibat negatif dari tekanan, sehingga orang yang mempunyai efikasi diri tinggi cenderung mengalami stres yang

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peranan sektor manufaktur dalam perekonomian Indonesia selama tahap industrialisasi berdasarkan analisis dengan