• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan lanskap kawasan wisata tambak di Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan lanskap kawasan wisata tambak di Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung"

Copied!
257
0
0

Teks penuh

(1)

INDAH PRASTIWI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

(2)

INDAH PRASTIWI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

Nama : Indah Prastiwi

NIM : A44080016

Disetujui

Dosen Pembimbing

Dr.Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr NIP. 19601022 198601 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir.Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001

(4)

INDAH PRASTIWI. A44080016. Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Tambak di Pesisir Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Di bawah bimbingan Dr.Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr.

Kabupaten Pesawaran secara geografis terletak antara 105.00o-105.20o Bujur Timur dan antara 5.10o– 5.50o Lintang Selatan. Kabupaten Pesawaran memiliki dua kecamatan pesisir yaitu Kecamatan Punduh Pidada dan Kecamatan

Padang Cermin. Kecamatan Padang Cermin sudah banyak dikembangkan dan

banyak dilakukan penelitian, sedangkan Kecamatan Punduh Pidada lebih sering

diabaikan. Luas wilayah Kecamatan Punduh Pidada adalah 22.419 ha.

Kecamatan Punduh Pidada memiliki karakteristik yang unik yaitu

penggunaan lahan yang didominasi oleh tambak, namun banyak masyarakat yang

tidak mendapatkan manfaat dari keberadaan tambak tersebut melainkan

mendapatkan dampak negatif dari tambak. Dampak negatif yang dirasakan oleh

masyarakat adalah penurunan kualitas lingkungan yang diakibatkan oleh konversi

lahan mangrove menjadi lahan tambak. Lahan tambak yang berkembang pun

bukan milik penduduk lokal.

Jenis mangrove di Kecamatan Punduh Pidada sangat beragam, ditemukan

sebanyak 12 jenis tanaman mangrove di pesisir Kecamatan Punduh Pidada. Oleh

karena itu tanaman mangrove ini perlu untuk dilindungi, dan juga agar dapat

menjaga kualitas lingkungan. Di sisi lain, keberadaan tambak juga sangat penting

untuk perekonomian daerah. Keberadaan tambak di Kecamatan Punduh Pidada

juga berpotensi untuk menjadi wisata edukasi. Pengembangan tambak menjadi

wisata bertujuan agar masyarakat sekitar dapat merasakan manfaat dari

keberadaan tambak. Tanaman mangrove juga sangat diperlukan untuk

keberlanjutan produksi tambak. Oleh karenanya hal tersebut melatarbelakangi

penelitian ini.

Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan studi pustaka,

wawancara, dan pengamatan langsung. Tahapan penelitian ini mengikuti tahapan

perencanaan menurut Gold (1980), yaitu persiapan, inventarisasi, analisis,

(5)

pembobotan dan skoring, serta analisis spasial menggunakan SIG (Sistem

Informasi Geografis).

Analisis spasial pada perencanaan ini dilakukan untuk tiga kesesuaian

lahan yaitu kesesuaian lahan untuk wisata, tambak, dan mangrove. Analisis tiap

kesesuaian lahan dilakukan terhadap peta tematik yang menjadi parameter. Peta

tematik tersebut dioverlay untuk memperoleh peta komposit, sehingga didapatkan tiga peta komposit untuk kesesuaian wisata, tambak, dan mangrove. Ketiga peta

komposit tersebut dioverlay untuk memperoleh peta dasar sebagai acuan perencanaan lanskap kawasan wisata tambak Kabupaten Pesawaran.

Untuk mendukung keberlanjutan wisata dan tambak perlu disusun pula

rencana ruang terbuka hijau, konsep yang digunakan untuk merencanakan ruang

terbuka hijau adalah konsep silvofishery. Tanaman yang digunakan pada perencanaan ini adalah tanaman yang dapat beradaptasi di lingkungan pesisir,

seperti formasi barringtonia dan terutama tanaman mangrove. Bagian terpenting

dari perencanaan ini adalah membuat zonasi untuk wisata tambak di Kecamatan

Punduh Pidada.

Hasil akhir dari penelitian ini adalah rencana lanskap kawasan wisata

tambak di Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran yang terdiri dari

rencana ruang, rencana ruang terbuka hijau yang dapat mendukung keberlanjutan

tambak, rencana aktifitas dan fasilitas wisata tambak, rencana daya dukung wisata

tambak, serta rencana program perlindungan RTH pesisir.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Judul penelitian ini

adalah Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Tambak di Kawasan Pesisir

Kecamatan Punduh Pidada, laporan penelitian ini sebagai prasyarat tugas akhir

mahasiswa strata 1 untuk melakukan penelitian sehingga dapat menyelesaikan

studinya.

Terima kasih dan penghargaan tak terhingga penulis sampaikan kepada ayah

dan ibu yang telah mencurahkan segala cinta, kasih sayang, doa dan

dukungannya. Selain itu terima kasih pula penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M. Agr, selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah memberikan perhatian, arahan, bimbingan dan dukungan kepada

penulis.

2. Dr. Ir. Andi Gunawan, M.Agr. Sc, selaku dosen pembimbing akademik

sekaligus dosen penguji yang telah memberikan perhatian, dukungan dan

masukan, saran, serta kritik kepada penulis.

3. Dr. Ir. Setiahadi, M.S, selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan,

saran, dan kritik kepada penulis.

4. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran, Pemerintah Provinsi Lampung

serta Lembaga Swadaya Masyarakat Mitra Bentala atas kemudahan dalam

memperoleh data, dan kesediaan untuk memberikan beberapa data.

5. Yudhi Amrial, S.Pi, untuk ilmunya, kasih sayang, doa, semangat, dukungan

dan perhatian yang diberikan kepada penulis.

6. Adikku tercinta Riski Purnama, dan semua keluarga besar atas doa, dukungan

serta perhatian yang diberikan kepada penulis.

7. Hervin Maulina, S.Pd, dan Dini Kurni, Esa Ayu Pratama, atas persahabatan,

(7)

8. Keluarga besar saudara Ahmadi atas keramahan dan segala bantuan yang

diberikan kepada penulis.

9. Teman-teman Kodoxz atas persahabatan, dukungan, perhatian, dan doa

kepada penulis.

10.Teman-teman seperjuangan Dwi Nurullah, Syam Rezza, Dinda Adisty, dan

Septyan S, atas semangat dan dukungannya kepada penulis.

11.Seluruh teman-teman ARL 45 atas semangat kepada penulis, dan

kebersamaan yang indah

12. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Studi ini dapat memberikan manfaat demi kelanjutan penelitian di

masa yang akan datang. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan limpahan

rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Amin.

Bogor, Januari 2013

(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung pada

tanggal 14 September 1990. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara

pasangan Cipto Utomo dan Siti Masrikah.

Penulis mengawali jenjang pendidikan formal pada tahun 1994 di TK

Pertiwi Kotagajah, kemudian melanjutkan ke tingkat pendidikan dasar pada tahun

1996 di SDN 01 Purworejo Kecamatan Kotagajah Kabupaten Lampung Tengah,

pada tahun 2002 melanjutkan jenjang pendidikan di SMPN 02 Kotagajah. Pada

tahun 2005 penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan di SMAN 01 Kotagajah.

Tahun 2008 penulis diterima di Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas

Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama menjadi

mahasiswa penulis aktif menjadi sebagai anggota aktif UKM FORCES dan Badan

Struktural Bina Desa KM IPB pada tahun 2008, sekretaris Divisi Inventer Badan

Eksektif Mahasiswa pada tahun 2009, serta aktif mengikuti Pekan Kreatifitas

mahasiswa (PKM) yang diselenggarakan oleh DIKTI dan Berhasil meloloskan

satu proposal PKM-T untuk didanai oleh DIKTI pada tahun 2010. Selain itu

penulis juga perrnah menjadi asisten Mata Kuliah Tata Laksana Profesi Arsitektur

Lanskap pada tahun 2012 serta aktif mengajar di salah satu bimbingan belajar di

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 3

1.3. Manfaat ... 3

1.4. Kerangka Pikir ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Perencanaan ... 5

2.2. Kawasan ... 7

2.3. Wisata ... 8

2.4. Tambak ... 9

2.5. Pesisir ... 10

2.6. Ruang Terbuka Hijau Pesisir ... 12

BAB III. METODOLOGI ... 20

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 20

3.2. Batasan Penelitian ... 21

3.3. Alat dan Bahan ... 21

3.4. Metode ... 22

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1. Kondisi Umum ... 32

4.1.1. Aspek Biofisik ... 32

4.1.2. Aspek Sosial dan Budaya ... 53

4.2. Analisis Deskriptif ... 56

4.2.1. Letak dan Aksesibilitas ... 56

4.2.2. Iklim ... 57

(10)

4.2.4. Geologi dan Jenis Tanah ... 59

4.2.5. Tata Guna Lahan ... 59

4.2.6. Hidro-oceanografi ... 61

4.2.7. Vegetasi dan Satwa ... 62

4.2.8. Sosial dan Budaya ... 62

4.2.9. Potensi Wisata Tambak... 63

4.2.10. Partisipasi Pemerintah ... 64

4.2.11. Kebijakan dan Peraturan Pemerintah ... 64

4.3. Analisis Spasial ... 64

4.3.1. Analisis Kesesuaian Lahan untuk Wisata ... 65

4.3.2. Analisis Kesesuaian Lahan untuk Tambak ... 67

4.3.3. Analisis Kesesuaian Lahan untuk Konservasi Mangrove ... 69

4.4. Sintesis ... 71

4.5. Konsep Dasar Perencanaan ... 74

4.6. Pengembangan Konsep ... 75

4.6.1. Konsep Ruang ... 75

4.6.2. Konsep Ruang Terbuka Hijau ... 77

4.6.3. Aktifitas dan fasilitas ... 79

4.7. Perencanaan Kawasan ... 80

4.7.1. Rencana Ruang ... 81

4.7.2. Rencana Ruang Terbuka Hijau ... 83

4.7.3. Rencana Aktifitas dan Fasilitas ... 86

4.7.4. Rencana Daya Dukung ... 87

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 94

5.1. Kesimpulan ... 94

5.2. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Daftar Jenis Data, Bentuk Data, dan metode Pengumpulan Data ... 24

2. Pembobotan dan Skoring pada Analisis Kesesuaian Lahan untuk Tambak ... 28

3. Pembobotan dan Skoring pada Analisis Kesesuaian Lahan untuk Mangrove ... 29

4. Pembobotan dan Skoring pada Analisis Kesesuaian Lahan untuk Pariwisata ... 29

5. Satuan Geologi Lingkungan Pesisir Teluk Lampung ... 39

6. Nilai Konsentrasi Parameter Kualitas Perairan di Teluk Lampung ... 48

7. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Pesawaran Tahun 2010 ... 53

8. Luasan Kesesuaian untuk Wisata ... 65

9. Luasan Kesesuaian untuk Tambak ... 67

10. Luasan Kesesuaian untuk Konservasi Mangrove ... 69

11. Luasan Kesesuaian untuk Wisata Tambak ... 71

12. Luasan Kesesuaian Konservasi Mangrove di Kawasan Wisata Tambak... 71

13. Pembagian Ruang Berdasarkan Hasil Analisis Spasial ... 77

14. Jenis dan Fungsi Tanaman yang Digunakan ... 83

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bagan Kerangka Pikir ... 4

2. Zonasi Mangrove di Sumatra ... 12

3. Pola Zonasi Hutan Mangrove dari Tepi Laut Menuju ke Arah Daratan ... 13

4. Zonasi Tanaman untuk Cliff Coast ... 14

5. Zonasi Tanaman untuk Clayey Bank Coast ... 14

6. Zonasi Tanaman untuk Muddy Coast ... 15

7. Zonasi Tanaman untuk Sand Dune Coast ... 15

8. Zonasi Tanaman untuk Sandy Coast ... 15

9. Ilustrasi Gambar Pesisir ... 18

10. Peta Orientasi Kawasan Pesisir Kec. Punduh Pidada Kab. Pesawaran... 20

11. Bagan Tahapan Perencanaan... 23

12. Overlay pada Analisis Kesesuaian Lahan untuk Tambak ... 26

13. Overlay pada Analisis Kesesuaian Lahan untuk Pariwisata ... 26

14. Overlay pada Analisis Kesesuaian Lahan untuk Mangrove ... 27

15. Overlay dari Peta Komposit Evaluasi Kesesuaian Lahan ... 31

16. Suhu Rata-Rata Kabupaten Pesawaran Setiap Bulan Tahun 2010 ... 34

17. Kelembaban Relatif Kabupaten Pesawaran Pada Tahun 2010 ... 35

18. Curah Hujan Kabupaten Pesawaran Setiap Bulan Pada Tahun 2010 ... 35

19. Variasi Kemiringan Lahan di Sekitar Perbukitan ... 36

20. Peta Administratif ... 33

21. Peta Kelas Lereng ... 37

22. Peta Ketinggian Lahan ... 38

23. Peta Jenis Tanah ... 40

24. Penggunaan Lahan sebagai Tambak ... 43

25. Tempat Latihan TNI ... 43

26. Penggunaan Lahan sebagai Lahan Sawah... 43

27. Kondisi Tambak yang Terbengkalai ... 44

28. Kebun Kelapa ... 44

(13)

30. Peta Penggunaan Lahan ... 46

31. Salah Satu Spot Tanaman Mangrove ... 49

32. Pohon Bakau di Pinggir Pantai ... 50

33. Kondisi Tanaman Mangrove yang Rusak Karena Kegiatan Tambak ... 50

34. Tanaman dengan Formasi Baringtonia (Kec. Punduh Pidada) ... 51

35. Jalan yang Sudah Diaspal... 52

36. Jalan yang Belum Diaspal ... 52

37. Wisata Pantai ... 54

38. Pantai Mutun ... 55

39. Wisata Pemancingan ... 55

40. Sketsa Akses Menuju Kecamatan Punduh Pidada ... 57

41. Spot Persebaran Tambak di Kecamatan Punduh Pidada... 60

42. Peta Kesesuaian Wisata ... 66

43. Peta Kesesuaian Tambak... 68

44. Peta Kesesuaian untuk Mangrove ... 70

45. Peta Kesesuaian untuk Wisata Tambak ... 72

46. Peta Kesesuaian Mangrove di Kawasan Wisata Tambak ... 73

47. Diagram Konsep Perencanaan Kawasan Wisata Tambak ... 74

48. Pola Tambak Empang Parit ... 79

49. Rencana Ruang... 82

50. Penyangga Pantai Berlumpur ... 85

51. Penyangga Pantai Berpasir ... 86

52. Rencana Kawasan Wisata Tambak di Kawasan Pesisir ... 89

53. Contoh Rencana Kawasan Wisata Tambak (a,b,c, d) ... 90

54. Persepektif Lanskap Kawasan Tambak ... 91

55. Persepektif Lanskap Kawasan Tambak dengan Hatchery ... 91

56. Persepektif Lanskap Kawasan Pemukiman ... 91

57. Persepektif Lanskap Kawasan Persawahan ... 91

58. Potongan Lanskap Kawasan Tambak ... 92

59. Potongan Lanskap Kawasan Tambak dengan Hatchery ... 92

60. Potongan Lanskap Kawasan Pemukiman ... 93

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Peta Tematik untuk Analisis Spasial ...98

2. Gambar dan Deskripsi Mangrove yang Digunakan ...105

3. Karakteristik Grup Fisiologi Tanah ...114

4. Data Luasan Tambak di Kecamatan Punduh Pidada ...116

(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kawasan pesisir merupakan wilayah yang sangat berarti bagi kehidupan

manusia di bumi. Sebagian besar penduduk tinggal di wilayah pesisir (Kay R,

1999). Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan (archiphelagic state) dengan jumlah pulau besar dan kecil lebih dari 17.500 buah dan panjang garis pantai lebih

dari 81.000 km (Dahuri R, 2001). Pada tahun 1991, 50% penduduk dunia

bermukim di wilayah pesisir, dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat

menjadi 75% (PBB dalam Hadoko 2011). Sekitar 70% kota-kota besar dunia (world’s mega city) berada di wilayah pesisir (IOC, 1999).

Sekitar 65% penduduk Indonesia bermukim di wilayah pesisir (jarak 50

km dari garis pantai ke arah darat/hulu). Dua pertiga kota-kota yang populasinya

sangat tinggi berada 60 kilometer dari garis pantai. Menurut Wibowo dan

Supriatna (2011) Lampung termasuk kota yang memiliki indeks kerentanan

lingkungan pantai yang tinggi dikarenakan indeks penggunaan tanah dan

pembangunannya tinggi. Setidaknya 80 persen terjadi di kawasan pesisir dan

pulau-pulau kecil, baik dalam bentuk banjir, abrasi dan tsunami (Hidayat, 2011).

Selain itu juga wilayah pesisir adalah daerah yang paling rentan terhadap

perubahan iklim (Rositasari, 2011). Hal ini juga terjadi di pesisir Kecamatan

Punduh Pidada, banyak konversi lahan mangrove menjadi tambak. Konversi

tersebut mengakibatkan terjadinya abrasi pantai di beberapa tempat.

Keunikan kawasan pesisir adalah menghasilkan sektor bernilai tinggi

seperti pangan, pemukiman, pariwisata, perikanan, dan industri (Rositasari R,

dkk). Pariwisata dan tambak udang adalah pemanfaatan yang dominan di pesisir

Kecamatan Punduh Pidada. Dengan berbagai pengembangan yang ada dapat

membuat lingkungan kawasan ini menurun kualitasnya, dan termasuk terjadinya

abrasi pantai, akresi pantai serta adanya resiko tsunami bahkan pencemaran

lingkungan yang perlu untuk diperhatikan (Karminarsih, 2007). Selain konversi

lahan mangrove dan abrasi pantai, permasalahan lainnya yang ada di pesisir

(16)

penduduk non-lokal. Hal tersebut mengakibatkan pemerintah tidak dapat

mengontrol perkembangan tambak tersebut, dan masyarakat sekitar tidak dapat

menikmati manfaat dari keberadaan tambak tersebut. Salah satu solusi dari

permasalahan tersebut adalah membuat perencanaan wisata tambak sehingga

masyarakat dapat merasakan manfaat dari keberadaan tambak. Pengembangan

pariwisata maupun tambak tidak akan berdampak buruk pada lingkungan jika

dilakukan perencanaan dan pengelolaan dengan baik. Perencanaan tersebut juga

harus memperhatikan ruang terbuka hijau terutama mangrove. Menurut Pemeritah

Daerah Pesawaran abrasi pantai di daerah Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten

Pesawaran sudah meluas sepanjang 25 meter dari bibir pantai. Kerusakan akibat

abrasi masih juga banyak terjadi di wilayah pantai timur karena sepanjang sekitar

200 kilometer pantai tersebut mengalami abrasi.

Vegetasi pantai memiliki peran yang sangat penting sebagai pencegah

abrasi, tumbuhan pantai umumnya memiliki akar yang panjang dan kuat, sehingga

mampu menahan substrat dari hempasan gelombang. Demikian pula saat

timbulnya bencana tsunami, vegetasi pantai memiliki kemampuan untuk meredam

energi gelombang yang sangat besar. Pesatnya pembangunan fisik yang tidak

diimbangi dengan perencanaan ruang terbuka hijau dapat mengakibatkan

terganggunya keseimbangan lingkungan di daerah Kabupaten Pesawaran.

Pariwisata di Kabupaten Pesawaran memiliki potensi yang cukup tinggi dalam

pengembangannya. Wisata-wisata yang berpotensi seperti Pantai Mutun, wisata

bahari di Pulau Legundi, Pulau Pahawang, dan Pulau Kelagian, dan pariwisata

lainnya. Aspek pariwisata di daerah Kabupaten Pesawaran sangatlah penting

untuk dapat meningkatkan pendapatan dan memajukan daerah khususnya daerah

pesisir. Begitu pun dengan keberadaan tambak yang juga penting untuk

kepentingan daerah. Oleh karena itu diperlukan suatu perencanaan yang

mensinergiskan kedua aspek tersebut namun juga tetap menjaga kualitas

lingkungan daerah pesisir Kabupaten Pesawaran.

Ruang terbuka hijau merupakan bagian penting dari suatu kawasan,

memiliki fungsi utama sebagai penunjang ekologis yang juga diperuntukkan

sebagai ruang terbuka penambah dan pendukung nilai kualitas lingkungan. Ruang

(17)

Keberadaan ruang terbuka hijau sangatlah diperlukan dalam mengendalikan dan

memelihara integritas dan kualitas lingkungan (Hakim, 2004). Menurut Peraturan

Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002, pengadaan RTH ditujukan antara lain untuk

menjaga kelestarian dan keseimbangan ekosistem yang meliputi unsur

lingkungan, sosial, dan budaya. Meskipun ruang terbuka hijau di Kabupaten

Pesawaran terutama Kecamatan Punduh Pidada masih sangat mencukupi, namun

perencanaan dengan memperhatikan keberadaan ruang terbuka hijau sangatlah

penting. Hal ini agar manfaat ruang terbuka hijau dapat dirasakan oleh masyarakat

serta menghindari terjadinya konversi lahan terbuka yang tidak terkontrol.

Permasalahan utama di pesisir Kecamatan Punduh Pidada adalah konversi

mangrove menjadi tambak, namun di sisi lain tambak memerlukan mangrove

untuk keberlanjutan tambak itu sendiri dan juga tambak sangat penting untuk

perekonomian masyarakat. Permasalahan kompleks yang terjadi di daerah pesisir

Kabupaten Pesawaran ini dapat diatasi dengan perencanaan lanskap kawasan

wisata tambak, berdasarkan analisis kualitatif maupun kuantitatif, serta analisis

spasial dengan memperhatikan rencana ruang terbuka hijau. Hal ini diharapkan

dapat menyeimbangkan keberadaan tambak dan mangrove serta mendukung visi

pemerintah Kabupaten Pesawaran untuk mengembangkan pariwisata dan tambak

serta tetap dapat menjaga kualitas lingkungan dengan menata ruang terbuka hijau

daerah pesisir.

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian dalam perencanaan lanskap wisata tambak ini adalah:

1. menganalisis kondisi ruang terbuka hijau kawasan pesisir Kecamatan

Punduh Pidada

2. menganalisis perencanaan kawasan wisata tambak

3. menyusun perencanaan lanskap kawasan wisata tambak di kawasan pesisir

Kecamatan Punduh

1.3 Manfaat

1. berkontribusi dalam mengurangi dampak negatif dari kegiatan

pengembangan di kawasan pesisir

2. memberi alternatif perencanaan lanskap kawasan wisata tambak di

(18)

1.4 Kerangka Pikir

Berdasarkan beberapa karakteristik penggunaan lahan di kawasan pesisir

Kecamatan Punduh Pidada, dilakukan analisis dampak dan kendalanya serta jika

ada potensi yang mungkin untuk dikembangkan. Salah satu sektor penting di

kawasan pesisir Kecamatan Punduh Pidada adalah tambak, namun keberadaan

mangrove sangatlah penting untuk keberlanjutan tambak itu sendiri. Oleh karena

itu perencanaan lanskap kawasan wisata tambak merupakan salah satu solusi dari

permasalahan ini. Kerangka pikir penelitian ini dijelaskan lebih lanjut pada

Gambar 1.

Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir Kawasan Pesisir Kabupaten Pesawaran Pembangunan Fisik Kawasan Pemukiman Kawasan Pertambakan Kawasan Pariwisata

Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Tambak di Pesisir Kecamatan Punduh Pidada

Analisis kualitatif dan kuantitatif GIS Resiko tsunami Menurunnya kualitas lingkungan Karakteristik Pesisir Abrasi pantai Air tercemar Kebutuhan Ekonomi Potensi Wisata Kawasan Mangrove Fungsi Ekologis

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan

Menurut Lynch (1971), perencanaan lanskap adalah suatu seni menata

lingkungan fisik guna mendukung kehidupan manusia. Perencanaan tapak adalah

penyesuaian tapak dengan program. Persyaratan program harus dilengkapi dan

dihubungkan satu dengan yang lainnya, disertai dengan imajinasi serta kepekaan

terhadap replikasi analisis tapak (Laurie, 1986).

“Planning” atau perencanaan, merupakan suatu gambaran prakiraan dalam pendekatan suatu keadaan di masa mendatang. Dalam hal ini dimaksudkan

adalah keadaan masa depan yang diharapkan di atas tanah dalam kawasan

tertentu. Tanah dalam hal ini dipandang sebagai suatu sumber dalam hubungan

kebutuhan dan keiginan dari masyarakat dengan nilai-nilai yang dimiliki (Hakim,

2003). Proses perencanaan adalah suatu alat yang sistematis untuk menentukan

keadaan awal, keadaan yang diharapkan dan cara terbaik untuk mencapai keadaan

yang diharapkan tersebut (Simonds, 1983).

Perencanaan lanskap (Landscape Planning) mengkhususkan diri pada studi pengkajian proyek berskala besar untuk bisa mengevaluasi secara sistematik

area lahan yang sangat luas untuk ketetapan penggunaan bagi berbagai kebutuhan

di masa datang. Pengamatan masalah ekologi dan lingkungan alam sangat peka

diperhatikan dalam kegiatan ini. Kerjasama lintas disiplin merupakan syarat

mutlak untuk bisa sampai kepada produk kebijakan atau tata guna tanah. Di

sinilah kita mengenal cakupan pekerjaan seperti; lanskap regional, lanskap

perkotaan, lanskap pedesaan, lanskap daerah aliran sungai, taman nasional, dan

sebagainya (Hakim, 2004).

Perencanaan lanskap merupakan suatu bentuk kegiatan penataan yang

berbasis lahan melalui kegiatan pemecahan masalah yang dijumpai dan

merupakan proses untuk pengambilan keputusan berjangka panjang guna

(20)

Perencanaan lanskap juga bertujuan untuk mendukung berbagai kebutuhan dan

keinginan manusia dalam upaya peningkatan kenyamanan dan kesejahteraan,

termasuk kesehatannya (Nurisjah, 2007).

Menurut Undang-Undang No.7 tahun 2004 tentang sumber daya air

perencanaan adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan tindakan yang akan

dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai tujuan

pengelolaan sumber daya air.

Secara umum perencanaan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan

yang dihasilkan melalui analisis dengan menyesuaikan pada kondisi tapak

sehingga didapatkan program yang paling tepat untuk dikembangkan di suatu

tapak atau kawasan.

Perencanaan lingkungan yang mempunyai manfaat biofisik yang tinggi,

terutama untuk kota-kota tropis di Indonesia yang rentan terhadap bahaya

lingkungan adalah perencanaan ruang terbuka hijau (RTH) sebagai bagian

perencanaan tata ruang wilayah perkotaan. Penataan RTH yang terkait dengan

minimalisasi bahaya lingkungan di wilayah perkotaan dilakukan melalui tiga

tahapan kegiatan, yaitu :

1. Menilai karakter dan kepekaan sumberdaya lahan/alam

Penilaian ini dilakukan terhadap

a. Sumberdaya alam pembentuk wilayah perkotaan (topografi, iklim, air,

kualitas udara, visual)

b. Potensi bahaya lingkungan (longsor, erosi, banjir, kekeringan, gempa,

polusi), dan

c. Kesesuaian terhadap bentuk pembangunan yang telah ada/sedang

direncanakan.

2. Memformulasikan rencana pemanfaatan lahan/ruang

Dalam merumuskan RTH sebagai pengendali bahaya lingkungan maka

perlu diperhitungkan bentuk kerentanan dan peruntukan wilayah sehingga

perlu diseleksi jenis, arsitektur tanaman serta pola dan teknik

(21)

3. Mengevaluasi dampak serta cost & benefit dari perencanaan yang telah dibuat.

Menurut Gold (1980), perencanaan lanskap dapat dilakukan melalui beberapa

pendekatan, seperti :

1. Pendekatan sumberdaya, yaitu penentuan tipe secara alternatif aktivitas

berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya.

2. Pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas

berdasarkan seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan

kemungkinan apa yang dapat disediakan pada masa yang akan datang.

3. Pendekatan ekonomi, yaitu pendekatan tipe, jumlah, dan lokasi

kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi.

4. Pendekatan prilaku, yaitu penentuan aktivitas berdasarkan pertimbangan

prilaku manusia

2.2 Kawasan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang

penataan ruang, kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau

budidaya. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama

melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan

sumber daya buatan. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan

fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya

alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan.

Kawasan adalah wilayah yang berbasis pada keberagaman fisik dan ekonomi,

tetapi memiliki hubungan erat dan saling mendukung satu sama lain secara

fungsional demi mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan

kesejahteraan rakyat. Dalam kaitan ini, kawasan didefinisikan sebagai wilayah

yang memiliki fungsi tertentu, dengan kegiatan ekonomi, sektor dan produk

unggulannya mempunyai potensi mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah

sekitarnya. Kawasan ini baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama

(22)

industri, bergantung pada kegiatan ekonomi yang dominan dalam kawasan itu

(Bappenas, 2004).

2.3 Wisata

Menurut Gunn (1993) wisata merupakan perjalanan sementara yang dilakukan

orang menuju tujuan selain tempat asal mereka bekerja dan tinggal, selama di

tempat tujuan tersebut mereka melakukan aktivitas dan tersedia fasilitas untuk

memenuhi kebutuhan wisatanya. Suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil

bila secara optimal didasarkan kepada empat aspek yaitu :

1) Mempertahankan kelestarian lingkungannya

2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut

3) Menjamin kepuasan pengunjung

4) Meningkatkan keterpaduan dan unity pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zone pengembangannya.

Menurut Holden (2000) wisata adalah suatu aktivitas yang terkadang-kadang

dilakukan dan dipercaya dapat memberikan kenyamanan pada saat masa liburan.

Secara sederhana proses ini melibatkan partisipasi dari pemerintah daerah,

pengelola bisnis wisata, dan masyarakat lokal. Ketiganya merupakan pelaku yang

terlibat dalam penyediaan wisata.

Menurut Nurisjah (2001) wisata merupakan rangkaian kegiatan yang terkait

dengan pergerakan manusia yang melakukan perjalanan dan persinggahan

sementara dari tempat tinggalnya ke satu atau beberapa tempat tujuan di luar dari

lingkungan tempat tinggalnya, yang didorong oleh berbagai keperluan dan tanpa

bermaksud untuk mencari nafkah tetap. Undang-undang No.67 Tahun 1996

mendefinisikan wisata sebagai perjalanan atau sebagian dari kegiatan yang

dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan

daya tarik wisata.

Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2009), kawasan wisata merupakan suatu

areal atau jalur pergerakan wisata yang memiliki objek dan daya tarik wisata

(23)

memiliki lanskap alam yang indah, budaya yang dipadukan dengan perubahan

kondisi sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar.

Kawasan wisata berkaitan erat dengan karakteristik lanskap setempat, yaitu

keindahan, kondisi lingkungan yang sehat dan bersih, iklim yang sesuai, memberi

kenyamanan dan ketenangan, estetis, dan lingkungan sekitarnya mencirikan

karakter yang kuat terhadap kawasan (Holden, 2000).

Merencanakan suatu kawasan wisata merupakan upaya untuk menata suatu

areal pendukung kegiatan wisata yang akan dikembangkan sehingga kerusakan

lingkungan akibat pembangunannya dapat diminimumkan (Nurisjah, 2004).

Menurut Simonds (1983) pendekatan perencanaan kawasan wisata di sekitar

penggunaan area river-basin adalah dengan menghindari dan mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan air seperti rapid runoff, erosi, pengendapan air, banjir, kekeringan, dan pencemaran, serta memastikan bahwa

kemungkinan-kemungkinan pengembangan area preservasi, konservasi, restorasi, dan lainnya

dapat dilakukan. Seluruh area daratan yang berorientasi air harus direncanakan

dalam suatu cara untuk mendapatkan keuntungan maksimum dari keistimewaan

air dengan tetap mempertahankan atau keuntuhannya.

2.4 Tambak

Tambak merupakan kolam yang dibangun di daerah pasang surut dan

digunakan untuk memelihara hewan air lain yang biasa hidup di air payau. Air

yang masuk ke dalam tambak sebagian besar berasal dari laut saat terjadi pasang.

Kebutuhan air tawar dipenuhi dari sungai yang bermuara di laut (Sudarmo dan

Ranoemihardjo, 1992).

Lokasi tambak umumnya terletak di salah satu ekosistem pesisir yakni hutan

mangrove karena itu dalam pembangunan tambak yang berkelanjutan maka

lingkungan alami hutan mangrove tidak terlalu banyak dirubah/dirusak sehingga

peran penting mangrove sebagai jalur hijau dapat dipertahankan. Pemilihan lokasi

tambak yang berwawasan lingkungan harus mengetahui tipe kawasan pantai

tempat tambak akan dibangun dengan mempertimbangkan faktor-faktor dominan

(24)

dan tawar harus tercukupi, kesempurnaan pengeluaran air buangan dan

pengeringan dasar tambak secara sempurna); b) amplitudo pasang surut dan

ketinggian elevasi; c) topografi; d) kualitas tanah; e) vegetasi, jalur hijau dan

kawasan penyangga (harus mempertahankan jalur hijau berupa bentangan

mangrove selebar 50-400 m disepanjang pantai dan sekitar 10 m disepanjang

sungai); f) kondisi iklim; g) ketersediaan sarana penunjang; h) ketersediaan sarana

produksi dan kemudahan pemasaran dan i) tata guna lahan dan kebijakan

pemerintah (Purnamawati dan Dewantoro, 2007).

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Tahun 1963 tambak

ialah tempat usaha pemeliharaan ikan yang mendapat air dari laut, air tawar atau

air payau. Sedangkan menurut Undang-Undang No.16 tahun 1964 tambak ialah

genangan air yang dibuat oleh orang sepanjang pantai untuk pemeliharaan ikan

dengan mendapat pengairan yang teratur.

2.5 Pesisir

Wilayah pesisir memiliki keunikan ekosistem. Wilayah ini sangat rentan

terhadap perubahan, baik karena diakibatkan oleh aktifitas daerah hulu maupun

karena aktifitas yang terjadi di wilayah pesisir itu sendiri (Dartoyo, 2004).

Robert Kay (1999), mengelompokkan pengertian wilayah pesisir dari dua

sudut pandang yaitu dari sudut akademik keilmuan dan dari sudut kebijakan

pengelolaan. Dari sisi keilmuan Ketchum (1972) dalam Kay (1999) mendefinisikan wilayah pesisir sebagai sabuk daratan yang berbatasan dengan

lautan dimana proses dan penggunaan lahan di darat secara langsung dipengaruhi

oleh proses lautan dan sebaliknya.

Definisi wilayah pesisir dari sudut pandang kebijakan pengelolaan

meliputi jarak tertentu dari garis pantai ke arah daratan dan jarak tertentu ke arah

lautan. Definisi ini tergantung dari issue yang diangkat dan faktor geografis yang relevan dengan karakteristik bentang alam pantai (Hildebrand and Norrena, 1992

(25)

Menurut Dahuri (2001) wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara

daratan dan laut; ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering

maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut,

angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir

mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang

terjadi di daratan seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang

disebabkan oleh kegiatan manusia di daratan seperti penggundulan hutan dan

pencemaran.

Definisi pesisir dipandang dari aspek perencanaan bergantung pada

permasalahan atau substansi yang menjadi fokus pengelolaan wilayah pesisir.

Suatu kawasan laut yang masih di pengaruhi oleh dampak pencemaran dan

sedimentasi dari darat. Dan sebaliknya suatu kawasan darat dimana dampak

pencemaran dan sedimentasi yang ditimbulkan di sini memberikan dampak di

kawasan pesisir (Handoko, 2011).

Gambar 9. Ilustrasi Batas Wilayah Pesisir

Adapun batas pesisir yaitu batas ke arah darat:

1. Ekologis: kawasan daratan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses

(26)

2. Administratif: batas terluar sebelah hulu dari desa pantai atau jarak

definitif secara arbitrer (2 km, 20 km, dst. dari garis pantai)

3. Perencanaan: bergantung pada permasalahan atau substansi yang

menjadi fokus pengelolaan wilayah pesisir.

a. Pencemaran dan sedimentasi : suatu kawasan darat dimana dampak

pencemaran dan sedimentasi yang ditimbulkan di sini memberikan

dampak di kawasan pesisir.

b. Hutan mangrove: batas terluar sebelah hulu kawasan hutan

mangrove.

Untuk batas pesisir ke arah laut yaitu:

1. Ekologis: kawasan laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses

alamiah di darat (aliran air sungai, run off, aliran air tanah, dll), atau dampak kegiatan manusia di darat (bahan pencemar, sedimen, dll); atau

kawasan laut yang merupakan paparan benua (continental shelf). 2. Administratif: 4 mil, 12 mil, dst., dari garis pantai ke arah laut.

3. Perencanaan: bergantung pada permasalahan atau substansi yang

menjadi fokus pengelolaan wilayah pesisir.

a. Pencemaran dan sedimentasi: suatu kawasan laut yang masih di

pengaruhi oleh dampak pencemaran dan sedimentasi dari darat.

b. Hutan mangrove: kawasan perairan laut yang masih mendapat

pengaruh dari proses dan atribut ekologis mangrove, seperti bahan

organik (detritus) yang berasal dari mangrove.

2.6 Ruang Terbuka Hijau Pesisir

Ruang terbuka didefinisikan sebagai bagian peruntukkan penggunaan

tanah dalam wilayah kota yang disediakan untuk difungsikan sebagai daerah

ruang terbuka yang dapat berupa lahan terbuka hijau, lapangan, pemakaman,

tegalan, persawahan dan bentuk-bentuk lainnya (Lawson, 2001).

Ruang terbuka kota pada dasarnya adalah ruang kota yang tidak terbangun,

(27)

peningkatan kualitas lingkungan dan pelestarian alam yang terdiri dari ruang linier

atau koridor dan ruang pulau atau oasis sebagai tempat perhentian (Hakim, 2004).

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008

Ruang Terbuka Hijau (RTH) tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan, ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh

tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja

ditanam.

Perencanaan ruang terbuka hijau harus dapat memenuhi keselarasan

harmoni antara struktural dan alamnya, bentuknya bukan sekedar taman, lahan

kosong untuk rekreasi atau lahan penuh tumbuhan yang tidak dapat dimanfaatkan

penduduk kota (Simonds, 2003).

Ruang terbuka hijau dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tanaman atau

vegetasi yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi serta rencana dan

rancangan peruntukkannya. Lokasi yang berbeda (seperti pesisir, pusat kota,

kawasan industri, sempadan badan-badan air, dan lain-lain) akan memiliki

permasalahan yang jauh berbeda. Untuk keberhasilan rancangan, penanaman dan

kelestariannya maka sifat dan ciri serta kriteria arsitektural, hortikutural tanaman

dan vegetasi penyusunan RTH harus menjadi bahan pertimbangan dalam

menyelidiki jenis-jenis yang akan ditanam (Depdagri, 2007).

Dari beberapa pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa ruang terbuka

hijau adalah bagian dari ruang terbuka di suatu kota atau kawasan yang diisi

dengan tanaman untuk menjaga keseimbangan ekosistem yang ada dan memberi

fungsi ekologis, sosial, budaya, ekonomi, dan estetika. Ruang terbuka hijau dapat

digolongkan sesuai dengan kegunaannya seperti jalur hijau, taman, hutan kota,

sempadan sungai, pekarangan, perkebunan, pertanian, pemakaman, dan jenis RTH

lainnya. Keberadaan RTH dapat berfungsi sebagai penyerap polusi, memberi

(28)

Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988, tujuan

dibentuk atau disediakannya ruang terbuka hijau antara lain :

1. Meningkatkan mutu lingkungan hidup dan sebagai pengaman sarana

lingkungan

2. Menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang

berguna bagi kepentingan manusia

Menurut Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2006) mengacu pada

manfaat RTH tersebut, prinsip penataan RTH diantaranya :

a. Aspek Fungsional

1. Pelestarian ruang terbuka kawasan,

2. Aksesibilitas publik/umum,

3. Keragaman fungsi dan aktivitas,

4. Skala ruang yang manusiawi dan berorientasi bagi pejalan kaki,

5. Sebagai pengikat antara lingkungan dengan bangunan, dan

6. Sebagai pelindung, pengaman dan pembatas lingkungan dengan

bangunan.

b. Aspek Fisik dan Nonfisik

1. Peningkatan estetika, karakter dan citra kawasan,

2. Kualitas fisik, dan

3. Kelengkapan fasilitas penunjang lingkungan.

c. Aspek Lingkungan

1. Keseimbangan kawasan perencanaan dengan sekitar,

2. Keseimbangan dengan daya dukung lingkungan,

3. Kelestarian ekologis kawasan, dan

4. Pemberdayan kawasan.

Menurut Leimona (1997) dinyatakan bahwa vegetasi kawasan pesisir yang

dapat bertahan dari gempa dan tsunami yaitu Kelapa (Cocos nucifera), Nipah (Nympha friticaus), dan Ketapang (Terminalia catappa). Vegetasi tersebut dapat mengurangi kekuatan gelombang tsunami. Kerapatan vegetasi juga teridentifikasi

(29)

pantai memiliki kerapatan vegetasi Nipah yang tinggi, maka pantai tersebut

mempunyai resistensi terhadap kekuatan gelombang tsunami yang cukup tinggi.

Adapun pertimbangan penanaman vegetasi pada zona pesisir sebagai

upaya soft protection berdasarkan klasifikasi resiko bencana adalah sebagai berikut:

1. Zona aman

Merupakan zona yang dialokasikan sebagai kawasan pemukiman

penduduk dan akomodasi wisata yang memiliki kegiatan ekonomi

penduduk.

2. Zona Bahaya

Zona ini pada prinsipnya tidak memiliki bangunan penduduk pada radius

200 meter dari pantai. Pada radius 200 meter dari pantai ditetapkan

menjadi daerah penyangga yang efektif mengurangi kecepatan dan

ketinggian gelombang tsunami. Daerah penyangga ini sebaiknya ditanami

pepohonan yang dapat meredam kecepatan dan ketinggian gelombang

tsunami, tinggi vegetasi antara 10-15 meter. Selain dengan vegetasi,

pembuatan penyangga dapat juga dengan membuat tanggul penghambat

tsunami, saluran buatan atau kolam sebagai pengendali. Zona bahaya ini

dapat diarahkan dengan membangun perlindungan soft structure yang dikombinasikan dengan kegiatan budidaya perikanan dan ekowisata.

Salah satu cara untuk mengurangi dampak tsunami adalah dengan ruang

terbuka hijau dalam bentuk hutan pantai atau bentuk lainnya. Efektivitas hutan

dalam mengurangi dampak tsunami bergantung pada ketebalan, kerapatan

vegetasi, diameter pohon, struktur, dan karakteristik pohon. Pohon dengan

diameter 10 cm untuk mitigasi tsunami dengan tinggi gelombang 4,65 m,

diameter 34,3 cm untuk tinggi gelombang 7 m, dan diameter 100 cm untuk tinggi

gelombang 10 m. Ketebalan hutan yang efektif untuk tinggi gelombang 3 m

adalah 20 m, sedangkan untuk tinggi gelombang 6 m ketebalan hutan yang efektif

(30)
[image:30.595.146.469.71.166.2]

Gambar 2. Zonasi Mangrove di Sumatra (Lak, 2006)

Selain itu juga dapat menggunakan mangrove, menurut Sidik dkk (2002)

dapat dengan membuat pola zonasi pertumbuhan hutan mangrove yang terbagi

atas:

1. Mangrove terbuka: mangrove berada pada bagian yang berhadapan

dengan laut.

2. Mangrove tengah: mangrove yang berada di belakang mangrove zone

terbuka.

3. Mangrove payau: mangrove berada di sepanjang sungai berair payau.

Menurut Karminarsih (2007) beberapa upaya mengurangi atau

meminimalisasi dampak yang ditimbulkan tsunami adalah:

1. Mencegah perkembangan pemukiman di wilayah pesisir, yang berbatasan

langsung dengan laut. Berkenaan dengan hal ini maka pemerintah harus

mempersiapkan model tata ruang yang memasukkan unsur resiko tsunami.

2. Membuat zona penyangga dengan tanaman mangrove ataupun tanaman

pantai lainnya seperti cemara pantai (Casuarina equisefolia), nyamplung (Calophyllum sp.), dan ketapang (Terminalia catappa).

Hutan mangrove dalam skala ekologis merupakan ekosistem yang sangat

penting, terutama karena daya dukungnya bagi stabilitas ekosistem kawasan

pesisir. Kestabilan ekosistem mangrove akan mempunyai pengaruh sangat luas

terhadap kelestarian wilayah pesisir. Mangrove sebagai ekosistem hutan, memiliki

sifat dan ciri yang sangat khas, tumbuh pada pantai berlumpur dan muara sungai.

Berdasarkan statusnya, kawasan hutan mangrove Indonesia dibedakan menjadi

hutan produksi, taman nasional, suaka margasatwa, cagar alam, dan hutan

lindung. Pengelolaannya menjadi tanggung jawab Departemen Kehutanan.

Sedangkan yang non kawasan, dimana mangrove berada ataupun ditanam

(31)

wewenang dan tanggung jawabnya di tangan pemerintah daerah (Karminarsih,

2007). Pola penanaman mangrove perlu meniru pola zonasi mangrove secara alam

(Gambar 3).

Gambar 3. Pola Zonasi Hutan Mangrove dari Tepi Laut Menuju ke Arah Daratan

(Sumber: Bengen, 2004)

Pohon bakau memagari kawasan tepian pantai hingga menyusup ke jantung

kota melalui bantaran kali untuk mencegah intrusi air laut, menahan abrasi pantai,

menahan air pasang, angin dan gelombang besar dari lautan lepas, mencegah

pendangkalan dan penyempitan badan air, menyerap limpahan air dari daratan

(saat banjir), menetralisasi pencemaran air laut, dan melestarikan habitat tiga

ekosistem hutan bakau yang kaya keanekaragaman hayati (Andryana, 2010).

Hutan Lindung, daerah dengan lereng yang curam harus dijadikan kawasan

hutan karena rawan longsor. Demikian pula dengan daerah pantai yang rawan

akan abrasi air laut (Dahlan, 1992).

Menurut Leimona (1997) vegetasi pantai dengan ketebalan 200 m,

kerapatan 30 pohon per 100 m2 dan diameter pohon 15 cm, dapat meredam 50 % energi gelombang. Selain upaya penghijauan pantai, dapat juga dilakukan hard protection, seperti pembangunan pemecah gelombang dengan ketinggian yang disesuaikan dengan karakteristik gelombang atau ketinggian gelombang.

Daerah penyangga pantai dimulai dari vegetasi di tepi air, kemudian

vegetasi mangrove di area intertidal dengan jarak antara 300-500 meter, dan

daerah yang datar minimal 100 meter yang terdiri dari vegetasi jenis Casuarina,

(32)

dapat mengurangi 75% energi gelombang. Perlindungan pantai dari abrasi dengan

soft structure berbeda-beda berdasarkan tipe pantainya (Lak, 2006). 1. Cliff Coast (pantai bertebing)

Gambar 4. Zonasi tanaman untuk Cliff Coast

(Sumber : Lak, 2006)

2. Clayey Bank Coast (pantai dengan tanah liat)

Gambar 5. Zonasi tanaman untuk Clayey Bank Coast

(Sumber : Lak, 2006)

[image:32.595.105.463.22.829.2]

3. Intertidal/muddy coast (pantai berlumpur)

Gambar 6. Zonasi tanaman untuk Muddy Coast

(33)
[image:33.595.106.469.52.818.2]

4. Sand Dune Coast

Gambar 7. Zonasi tanaman untuk Sand Dune Coast

(Sumber : Lak, 2006)

5. Sandy Coast (panta berpasir)

Gambar 8. Zonasi tanaman untuk Sandy Coast

(Sumber : Lak, 2006)

Daerah penyangga kawasan pesisir pantai haruslah memenuhi tujuan seperti:

1. Mengkontrol dan menstabilkan garis pantai dengan cara menjerap

sedimen-sedimen, menggunakan sabuk hijau dari mangrove serta

cemara, pohon pinus, kelapa, atau palem untuk pantai berpasir,

2. Mereduksi kekuatan badai dan gelombang serta mengurangi dampak

tsunami,

3. Menjadi sumber kehidupan dan sumber pendapatan untukmasyarakat

lokal,

(34)

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam rentang waktu 4 bulan, pada bulan

Februari sampai dengan bulan Mei 2012. Persiapan dilakukan sejak bulan Maret

2011 hingga Desember 2011. Penelitian ini dilakukan di kawasan pesisir

Kabupaten Pesawaran yaitu yang berada di Kecamatan Punduh Pidada. Luas

[image:34.595.107.523.123.764.2]

wilayah penelitian ini adalah 22.419 ha. Lokasi penelitian dapat dilihat pada

Gambar 10.

(35)

Kabupaten Pesawaran sendiri memiliki luas kurang lebih 117.377 (seratus

tujuh belas ribu tiga ratus tujuh puluh tujuh) hektar. Batas-batas wilayah

kabupaten meliputi:

a. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pardasuka, Kecamatan

Ambarawa, Kecamatan Gadingrejo, Kecamatan Adiluwih (Kabupaten

Pringsewu);

b. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kalirejo, Kecamatan

Bangunrejo, Kecamatan Bumi Ratu Nuban, Kecamatan Trimurjo

(Kabupaten Lampung Tengah);

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Natar (Kabupaten Lampung

Selatan) Kecamatan Kemiling, Kecamatan Teluk Betung Barat (Kota

Bandar Lampung); dan

d. Sebelah Selatan Berbatasan dengan Teluk Lampung Kecamatan

Kelumbayan dan Kecamatan Cukuh Balak Kabupaten Tanggamus

3.2 Batasan Penelitian

Lokasi penelitian ini terbatas pada daratan Kecamatan Punduh Pidada

Kabupaten Pesawaran, tidak termasuk pulau-pulau kecil yang ada di Kabupaten

Pesawaran Provinsi Lampung. Metode penelitian yang digunakan adalah survei

dan pengumpulan data dengan tahapan kerja berupa pendekatan sumberdaya,

aktivitas, dan peluang terjadinya hazard. Penelitian ini dibatasi hingga pembuatan

siteplan perencanaan lanskap kawasan wisata tambak di kawasan pesisir yang berbasis konservasi mangrove dan RTH lainnya.

3.3 Alat dan Bahan

Pengumpulan data hingga pengolahan data dilakukan dengan alat dan

bahan yang mendukung. Alat dan Bahan yang dibutuhkan :

1. alat tulis, kamera, laptop, GPS

2. software seperti Photoshop, Sketch Up, ArcGIS, dan Arcview, Erdas 3. peta tematik Kabupaten Pesawaran

(36)

3.4 Metode

Metode analisis yang digunakan adalah dengan analisis deskriptif dan juga

analisis kuantitatif dengan pembobotan dan skoring. Penentuan letak spasial ruang

terbuka hijau serta analisis spasial kesesuaian lahan untuk wisata, tambak, dan

mangrove dilakukan dengan metode GIS. Menggunakan GIS untuk analisi spasial

pada perencanaan ini bertujuan agar didapatkan hasil yang lebih akurat. Sistem ini

banyak digunakan untuk menyimpan, menarik, memelihara, memanipulasi,

menganalisa, dan membuat format digital dari data spasial. Sistem ini juga

berguna untuk membuat suatu data spasial data bentuk hardcopy dan softcopy

(Aronoff 1991).

GIS (geographyc Information System) atau dalam Bahasa Indonesia lebih dikenal dengan Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem informasi

yang mampu menggabungkan basis data spasial dengan basis data tabular. Fungsi

dari suatu sistem informasi adalah meningkatkan kemampuan dalam membuat

keputusan terutama dalam suatu perencanaan tata ruang (Rais, 1996).

Menurut Star (1990), SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang

untuk bekerja dengan data yang mereferensi pada koordinat geografi atau spasial

dan juga non spasial. SIG sangat membantu dalam bidang perencanaan kota dan

daerah, pengelolaan sumberdaya, dan bidang lainnya yang menggunakan

informasi geografis. Metode SIG, environmental mapping approach yang digunakan saat analisis spasial sangat tergantung pada komponen yang dipilih dan

merupakan parameter yang akan memberikan hasil pada evaluasi tapak. Lyle

(1985), menjelaskan bahwa SIG dapat mengumpulkan data yang terbentuk

struktur, fungsi, dan juga lokasi. Dua buah file yang berbeda dapat digunakan

secara interaktif, misalnya digabung menjadi satu file.

Oleh sebab itu alat ini digunakan untuk menunjang perencanaan kawasan

pesisir dengan berbasis pada lingkungan, khususnya perencanaan lanskap

kawasan wisata tambak karena dapat menganalisa lebih mudah dan cepat. Dalam

penelitian ini, SIG digunakan dalam mengklasifikasian tipe penutupan lahan yang

(37)

Gambar 11. Bagan Tahapan Perencanaan (Modifikasi Gold, 1980)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini melalui tahapan inventarisasi,

analisis, sintesis, dan perencanaan.

1. Persiapan

Tahap ini merupakan tahap penentuan tujuan dan lokasi,

penyusunan usulan penelitian, permohonan izin, pembuatan daftar data

primer maupun sekunder , pembuatan jadwal penelitian, penyusunan latar

belakang studi, tujuan studi, manfaat studi, dan rencana studi serta

persiapan alat yang dibutuhkan.

2. Inventarisasi

Tahap ini dilakukan pengumpulan data primer maupun sekunder

berdasarkan daftar data yang telah dibuat sebelumnya. Data primer

didapatkan dari pengamatan langsung pada tapak berupa foto maupun

hasil dari wawancara. Wawancara dilakukan terhadap instansi terkait di

Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran, Lembaga Swadaya Masyarakat

serta masyarakat Kabupaten Pesawaran. Wawancara bertujuan untuk

mengetahui prilaku dan keinginan masyarakat maupun stakeholder

terhadap perencanaan ini. Sedangkan data sekunder diperoleh dari pustaka

maupun lembaga terkait. Data yang perlu di inventarisasi adalah data

biofisik, sosial, dan budaya serta data pendukung lainnya. Jenis dan bentuk

data serta metode pengumpulan dapat dilihat pada Tabel 1.

Persiapan Inventarisasi Analisis Sintesis Perencanaan

−Lokasi Penelitian −Latar Belakang −Tujuan Penelitian −Rencana Penelitian

−Data Biofisik

−Data Sosial Budaya −Potensi dan Kendala −Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau −Peta Analisis Kesesuaian −Lokasi Perseba-ran RTH −Alternatif Pengemba ngan

(38)
[image:38.595.112.511.107.586.2]

Tabel 1. Daftar Jenis Data, bentuk data, dan metode pengumpulan data

3. Analisis

Pada tahap analisis dilakukan penentuan kendala dan potensi maupun

masalah yang ada pada tapak. Serta mengamati karakteristik pesisir untuk

tujuan perencanaan lanskap kawasan wisata tambak. Analisis dilakukan

pada setiap data yang telah didapatkan dari inventarisasi. Kemudian

dilakukan analisis spasial menggunakan GIS, untuk menentukan wilayah

yang sesuai untuk perencanaan kawasan wisata tambak dan untuk

perencanaan konservasi mangrove. Namun perencanaan ini lebih

No Jenis Data Bentuk Data Sumber Data Metode

Pengambilan

1. Biofisik

• Letak Geografi dan

Batas Administrasi Deskripsi dan Spasial Bappeda, RTRW, BPS Studi Pusstaka, Peta • Iklim -Suhu -Kelembaban -Curah Hujan -Kecepetan Angin Deskripsi dan Tabular

Bappeda, BPS Studi Pustaka

• Topografi/kemiring

an Lahan

Deskripsi dan Spasial

Bappeda, RTRW Studi Pustaka,

Peta, Survei

• Geologi dan Jenis

Tanah

Deskripsi dan Spasial

Bappeda, RTRW Studi Pustaka,

Peta

• Tata Guna Lahan Deskripsi dan

Spasial

Bappeda, Dinas Kehutanan, RTRW

Studi Pustaka, Survei

• Vegetasi dan Satwa Deskripsi Dinas Kehutanan,

Bappeda Studi Pustaka, Survei • Hidro-oceanografi -Batimetri -Pasang Surut -Arus Gelombang -Sungai

Deskripsi Dinas Kelautan dan

Perikanan, Bappeda

Studi Pustaka, Survei

• Fasilitas dan

Aksesibilitas

Deskripsi Bappeda, dan

Lapangan

Studi Pustaka, Survei

2. Sosial dan Budaya

•Demografi Deskripsi dan

Tabular

Bappeda, BPS Studi Pustaka

•Industri dan Jumlah

Kendaraan

Deskripsi Bappeda, BPS Studi Pustaka

•Kepemilikan Lahan Deskripsi Dinas Kehutanan,

LSM Mitra Bentala

Studi Pustaka, Survei

•Sejarah Wilayah Deskripsi Bappeda, Lapangan Studi Pustaka,

(39)

ditekankan untuk perencanaan kawasan wisata tambak yang

memperhatikan kawasan mangrove dan ruang terbuka hijau lainnya, agar

dapat menjaga keberlanjutan tambak itu sendiri. Selain dilakukan analisis

deskriptif dan analisis spasial dilakukan juga analisis kuantitatif dengan

pembobotan dan skoring.

a. Analisis Spasial

Pada Perencanaan ini analisis spasial dilakukan terhadap 3 evaluasi

kesesuaian yaitu kesesuaian untuk tambak dan kesesuaian untuk wisata,

serta kesesuaian untuk mangrove. Analisis spasial ini dilakukan dengan

metode tumpang susun (overlay), pembobotan dan skoring. Dari hasil

overlay pada ketiga evaluasi kesesuaian akan dioverlay kembali untuk membuat perencanaan lanskap kawasan wisata tambak yang berbasis

konservasi mangrove dan memperhatikan RTH lainnya.

Analisis spasial dilakukan melalui interpretasi data dengan cara

digitasi dan mengklasifikasi data, yang kemudian dijadikan basis data

spasial. Data yang digunakan diantaranya peta penutupan lahan

Kabupaten Pesawaran tahun 2008, peta RTRW Kabupaten Pesawaran

tahun 2008-2028 dan peta pendukung lainnya. Identifikasi

masing-masing jenis RTH serta penutupan lahan lainnya didasarkan pada

perbedaan kombinasi dasar nilai digital piksel yang terekam pada sifat

pantulan (refleksi) dan pancaran (emisi) spektral yang dimilikinya. Dengan memanfaatkan perbedaan pola spektral (spectral pattern recognition) dan pola spasial (spatial pattern recognition) berupa aspek tekstur citra, pengulangan rona, bentuk dan ukuran objek, arah,

hubungan serta posisi piksel yang berdekatan, maka suatu bentuk

kawasan RTH dapat diidentifikasi untuk dianalisis sehingga diperoleh

data penggunaan lahan, RTH eksisting, dan peta tematik lainnya

sehingga dapat dioverlay untuk memperoleh peta perencanaan lanskap kawasan wisata tambak di kawasan pesisir yang berbasis konservasi

mangrove.

Agar mendapatkan peta kesesuaian untuk tambak diperlukan

(40)

Peta Buffer Pantai, Peta Ketinggian, Peta Jenis Tanah, Peta

Kemiringan, Peta Buffer Sungai, Peta Geologi, dan Peta Salinitas Air.

Sedangkan kesesuaian untuk wisata diperlukan Peta Buffer Pantai, Peta

Aksesibilitas, Peta Penggunaan Lahan, Peta Satuan Geologi

Lingkungan, dan Peta Rawan Bencana. Serta kesesuaian untuk

mangrove dibutuhkan Peta Kemiringan, Peta Ketinggian Lahan, Peta

Jenis Tanah, Peta Buffer Tanah, dan Peta Buffer Sungai. Ketiga proses

evaluasi kesesuaian tersebut dapat dilihat secara berurutan pada Gambar

12, Gambar 13, dan Gambar 14.

Gambar 12. Overlay pada Analisis Kesesuaian Lahan untuk Tambak

Overlay

Gambar 13. Overlay pada Analisis Kesesuaian Lahan untuk Pariwisata

Overlay

Peta Buffer Pantai

Peta Ketinggian

Peta Jenis Tanah

Peta Kemiringan

Peta Kesesuaian Lahan Untuk Tambak

Peta Buffer Sungai

Peta Geologi

Peta Salinitas

Peta Buffer Pantai

Peta Aksesibilitas

Peta Penggunaan Lahan

Peta Satuan Geologi Lingkungan

Peta Kesesuaian Lahan Untuk Pariwisata

(41)

Overlay

Gambar 14. Overlay pada Analisis Kesesuaian Lahan untuk Mangrove

b. Pembobotan dan Skoring

Pembobotan pada setiap faktor pembatas ditentukan berdasarkan pada

pengaruh dominannya parameter tersebut terhadap suatu peruntukkan.

Pembobotan dan skoring bukanlah nilai mutlak, karena hanya digunakan untuk

memudahkan analisis terhadap kesesuaian lahan. Nilai bobot setiap parameter

yaitu diantara 0,1 sampai 0,9 dengan jumlah total bobot semua parameter untuk

setiap peruntukkan lahan adalah 1,0. Untuk skoring berkisar antara 1 sampai 4.

Dengan pembobotan dan skoring tersebut didapat skor untuk setiap peruntukan

lahan adalah 1 sampai 4. Berdasarkan nilai tersebut maka penentuan kelas lahan

untuk perencanaan ini dapat terbagi menjadi empat, yaitu:

1. Sangat Sesuai : 3,26-4,00

Lahan tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu penggunaan

tertentu secara lestari, atau hanya mempunyai pembatas yang kurang

berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi lahan

tersebut, serta tidak menambah masukan dari pengusahaan lahan tersebut.

2. Sesuai : 2,51-3,25

Lahan yang mempunyai pembatas agak berat untuk suatu penggunaan

tertentu yang lestari. Pembatas tersebut akan mengurangi produktifitas

lahan dan keuntungan yang diperoleh serta meningkatkan masukan untuk

mengusahakan lahan tersebut.

Peta Kemiringan

Peta Ketinggian

Peta Jenis Tanah

Peta Buffer Pantai

Peta Kesesuaian Lahan Untuk Mangrove

(42)

3. Tidak Sesuai : 1,76-2,50

Lahan yang mempunyai pembatas dengan tingkat sangat berat, akan

tetapi masih memungkinkan diatasi/diperbaiki, artinya masih dapat

ditingkatkan menjadi sesuai jika dilakukan perbaikan dengan tingkat

introduksi teknologi yang lebih tinggi atau dapat dilakukan dengan

perlakuan tambahan dengan biaya yang rasional.

4. Tidak Sesuai Permanen : 1,00-1,75

Lahan yang mempunyai pembatas sangat berat sehingga tidak mungkin

dipergunakan terhadap suatu penggunaan terntentu yang lestari.

Pembobotan dan skoring untuk analisis kesesuaian lahan untuk tambak,

mangrove, dan pariwisata dapat dilihat secara berurutan pada Tabel 2, Tabel 3,

dan Tabel 4.

Tabel 2. Pembobotan dan Skoring pada Analisis Kesesuaian Lahan Untuk

Tambak

Parameter Bobot

(%)

Kategori dan Skor

Kategori Skor Kategori Skor Kategori Skor Kategori Skor

Kemiringan (%) 20 0-2 4 3-6 3 6-9 2 >9 1

Buffer Pantai (m) 10 200-300 4 2000-4000

3 <200 2 >4000 1

Buffer Sungai (m)

10 0-1000 4

1000-2000

3 2000-3000

2 >3000 1

Jenis Tanah 10 Alluvial pantai

4 Alluvial hidromorf

3 Regsol, glehumus

2 Regosol, glehumus

1

Ketinggian (m) 15 0-5 4 6-15 3 16-20 2 >21 1

Drainase 10 Tergenang Periodik

4 Tergenang Periodik

3 Tidak Tergenang

2 Tidak Tergenang

1

Salinitas (Ppt) 15 5-45 4 5-45 3 <5 ; >45 2 >5 ; <45 1

Geologi 10 Sedimen

Lepas

4 Sedimen

Lepas

3 Sedimen

Padu

2 Sedimen

Padu

1

(43)

Tabel 3. Pembobotan dan Skoring pada Analisis Kesesuaian Lahan Untuk

Mangrove

Parameter Bobot

(%)

Kategori dan Skor

Kategori Skor Kategori Skor Kategori Skor Kategori Skor

Kemiringan (%) 5 0-2 4 3-15 3 >15 2 >6 1

Buffer Pantai (m) 20 <500 4 500-1000 3

1000-2000

2 >2000 1

Buffer Sungai (m)

20 0-1000 4

1000-1500

3 1500-3000

2 >3000 1

Jenis Tanah 20 Alluvial pantai

4 Alluvial hidrolof

kelabu

3 Glehumus , regosol

2 Regosol, glehumus

1

Bervegatsi Pantai 20 Mangrove 4 Mangrove 3 Non Mangrove

2 Non

Mangrove 1

Drainase 10 Tergenang Periodik

4 Sering Tergenang

3 Tidak Tergenang

2 Tidak Tergenang

1

Ketinggian (m) 5 0-5 4 6-15 3 16-20 2 >21 1

Sumber : Aminudin 2003

Tabel 4. Pembobotan dan Skoring pada Analisis Kesesuaian Lahan Untuk

Pariwisata

Parame-ter Bobot

(%)

Kategori dan Skor

Kategori Skor Kategori Skor Kategori Skor Kategori Skor

Penggunaan Lahan (Tambak)

15 Tambak 4 Tambak 3

Non-tambak

2 Non-tambak 1

Buffer Pantai (m)

20 <300 4 300-700 3 700-1000 2 >1000 1

Aksesibilitas (km)

20 <1 4 1-2 3 2-3 2 >3 1

Satuan Geologi

45 GL4 4 GL5 3 GL3 2 GL1, GL2 1

Keterangan:

Modifikasi dari Aminudin 2003

(44)

Pembobotan dan skoring tersebut mengacu pada kriteria-kriteria

untuk kesesuaian lahan tambak, wisata, maupun mangrove.

Kriteria-kriteria tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kriteria untuk kawasan tambak

1. Lokasi tidak jauh dari pantai antara 200-4.000 meter;

2. Memiliki ketersediaan air payau (jarak dari sungai 0-2.000 m);

3. Terdapat pada daerah dengan jenis alluvial pantai;

4. Terletak pada kemiringan antara 0-8 %;

5. Terletak pada ketinggian 0-5 m;

6. Terletak pada daerah tergenang periodik.

b. Kriteria untuk kawasan mangrove

1. Berada pada kawasan mangrove (bervegetasi mangrove);

2. Berada pada lokasi sektar <200 m dari garis pantai;

3. Terletak di daerah dengan jenis tanah alluvial pantai;

4. Terletak pada kemiringan antara 0-5 % dan pada ketinggian < 5 m;

5. Terletak pada daerah tergenang periodik;

6. Terletak pada daerah dengan ketersediaan air payau.

c. Kriteria untuk kawasan wisata

1. Jarak dari pantai minimal 1 km;

2. Jenis penggunaan lahan merupakan lahan terbuka, tegalan, sawah;

3. Tipe pantai/ jenis tanah berpasir;

4. Tingkat kerawanan bencana rendah.

4. Sintesis

Peta komposit hasil overlay yang diperoleh dari analisis kesesuaian lahan untuk mangrove, tambak, dan wisata kemudian dioverlay kembali sehingga mendapat peta komposit akhir yang akan digunakan untuk

menyusun alternatif perencanaan dalam bentuk rencana blok. Proses

overlay tersebut dapat dilihat pada Gambar 14. Kemudian menentukan konsep dasar dari perencanaan ini dan dituangkan ke dalam rencana blok.

(45)

peluang hazard maupun dampak yang ada. Untuk perencanaan lanskap kawasan wisata tambak sintesis dilakukan berorientasi untuk pemeliharaan

kualitas dan perbaikan kualitas.

Gambar 15. Overlay dari Peta Komposit Evaluasi Kesesuaian Lahan

5. Perencanaan

Dari sintesis kemudian dilakukan perencanaan pembagian ruang,

aktivitas, jenis RTH, fungsi RTH dan jenis vegetasi. Dalam pembagian

ruang, aktivitas, jenis RTH, fungsi RTH, dan jenis vegetasi tersebut

dilakukan berdasarkan konsep yang sebelumnya telah dibuat. Perencanaan

ini difokuskan pada perencanaan lanskap kawasan wisata tambak di

kawasan pesisir Kecamatan Punduh Pidada, dengan memperhatikan

kawasan mangrove dan ruang terbuka hijau lainnya.

Peta Kesesuaian Lahan Untuk Perencanaan Lankap Kawasan Wisata Tambak di Kawasan Pesisir

Kecamatan Punduh Pidada Kesesuaian Lahan Untuk Wisata

Kesesuaian Lahan Untuk Tambak

(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum

4.1.1 Aspek Biofisik

a. Letak Geografis dan Batas Administrasi

Studi perencanaan lanskap kawasan wisata tambak ini dilakukan di

kawasan pesisir di Kecamatan Punduh Pidada, Kabupaten Pesawaran Provinsi

Lampung. Luas keseluruhan dari kecamatan tersebut adalah 22.419 ha. Secara

geografis Kabupaten Pesawaran terletak antara 105.00o-105.20o Bujur Timur dan antara 5.10o– 5.50o Lintang Selatan.

Secara administratif Kecamatan Punduh Pidada memiliki 21 kelurahan. Batas

wilayah dari pesisir Kabupaten Pesawaran (Kecamatan Padang Cermin dan

Kecamatan Punduh Pidada) meliputi:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Way Lima, Kecamatan

Gedong Tataan, dan Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran. Serta

berbatasan dengan Kota Bandar Lampung

b. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pardasuka dan Kecamatan

Kelumbayan Kabupaten Tanggamus

c. Sebelah Timur berbatasan dengan perairan Teluk Lampung

(47)
(48)

b. Iklim

Kabupaten Pesawaran

Kabupaten Pesawaran merupakan daerah tropis, dengan curah hujan pada

tahun 2010 rata-rata 231,9 mm/bulan dan rata-rata jumlah hari hujan 16,7

hari/bulan. Curah hujan tertinggi terjadi di Bulan Februari dengan curah hujan

363,6 mm. Curah hujan setiap bulan pada tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar

18. Rata-rata temperaturnya adalah 26,7oC. Dan rata-rata kelembaban adalah antara 83,2 %. Suhu rata-rata dan kelembaban relatif setiap bulan pada Tahun

2010 dapat dilihat pada Gambar 16 dan Gambar 17. Sedangkan rata-rata tekanan

udara minimal dan maksimal di Kabupaten Pesawaran masing-masing adalah

1.011,51 mb dan 1.015,52 mb. Kecepatan angin maksimum di Kabupaten

Pesawaran yaitu 2,56 knot, dan kecepatan angin minimum di Kabupaten

Pesawaran yaitu 1,69 knot.

Gambar 16. Suhu Rata-Rata Kabupaten Pesawaran Setiap Bulan Tahun 2010

25 25.5 26 26.5 27 27.5 28

Suhu Rata-Rata Tahun 2010

(49)
[image:49.595.104.509.11.842.2]

Gambar 17. Kelembaban Relatif Kabupaten Pesawaran Setiap Bulan Pada Tahun 2010

Gambar 18. Curah Hujan Kabupaten Pesawaran Setiap Bulan pada Tahun 2010

Kawasan Pesisir Kabupaten Pesawaran

Di wilayah pesisir Kabupaten Pesawaran tiupan angin dengan kecepatan

rata-rata 5.83 km/jam dapat menjadi dua arah setiap tahunnya yaitu; pada bulan

November s/d Maret angin bertiup dari arah Barat dan Barat Laut. Pada bulan

April sampai dengan Oktober angin bertiup dari arah Timur hingga Tenggara.

Temperatur udara berkisar antara 26º-30º C pada daerah dengan ketinggian 20-60

m dpl, sedangkan temperatur maksimal dapat mencapai 33º C. Kelembaban udara

74 76 78 80 82 84 86 88

Kelembaban Relatif Tahun 2010

0 50 100 150 200 250 300 350 400

Curah Hujan Tahun 2010

mm/bulan

(50)

pada berkisar antara 80%-88% sedangkan curah hujan antara 1.750-2.250

mm/tahun.

Pesisir Kabupaten Pesawaran juga dipengaruhi oleh pergantian pusat tekanan

tinggi dan tekanan rendah di Asia dan Australia yang berlangsung pada bulan

Januari dan Juli. Akibat pengaruh angin muson wilayah pesisir tidak mengalami

musim peralihan (pancaroba) diantara musim kemarau dan musim penghujan.

Musim hujan terjadi antara bulan Desember-Maret akan tetapi cenderung

berfluktuasi. Puncak curah hujan tertinggi pada bulan Maret yaitu sebanyak 2.559

mm. Musim kemarau terjadi pada bulan April-November dengan puncak hujan

terendah terjadi pada bulan November yang tidak turun hujan sama sekali.

c. Topografi

Kecamatan Punduh Pidada memiliki topografi yang bervariasi dari yang

landai hingga curam. Sebagian besar topografi Kecamatan Punduh Pidada

memiliki kemiringan lereng 16-40 %. Daerah pesisir pantai (sebelah timur)

memiliki topografi cukup curam. Sedangkan semakin ke barat topografi relatif

landai. Wilayah dengan kelerengan <8 % hanya sedikit, terdapat di beberapa

daerah Desa Bawang Kecamatan Punduh Pidada. Topografi wilayah pesisir terdiri

atas dataran rendah yang dimulai dari garis pantai sampai ke pegunungan (0-500

mdpl) serta dataran tinggi (1.000-1.500 mdpl). Daerah pesisir berada pada

[image:50.595.148.448.525.733.2]

ketinggian 0-50 maml (atas muka laut).

(51)
(52)
(53)

d. Geologi dan Jenis Tanah

Satuan geologi lingkungan kawasan pesisir Kabupaten Pesawaran termasuk

dal

Gambar

Gambar 2. Zonasi Mangrove di Sumatra (Lak, 2006)
Gambar 6. Zonasi tanaman untuk Muddy Coast (Sumber : Lak, 2006)
Gambar 7. Zonasi tanaman untuk Sand Dune Coast
Gambar 10.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Candida albicans tumbuh lebih subur pada media agar Sabouraud Dextrose standar yang diberi penambahan dextrose dengan kadar 5% dibandingkan dengan media Sabouraud

mutu SNI maupun BPOM.. Berdasarkan kadar logam berat Pb dan Cd menunjukkan bahwa daging keong mas dan kerang kijing masih dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Perebusan merupakan

untuk mengecek status hadis tersebut para ulama menelitinya, mulai dari redaksi hadis, susunan katanya layak diucapkan oleh Rasulullah atau tidak, hingga substansinya,

Pasien penderita Hiperkolesterolemia di RSUD Dr.H.Abdoel Moeloek Bandar Lampung sebesar 84,0% Rerata kadar kolesterol total sebesar 247,44 mg/dl dan Besarnya koefisien korelasi

juti ke dalam RPI2-JM Arahan Strategi Nasional Bidang Cipta Karya untuk Kabupaten Belitung Timur.. Bab.. Penetapan

Sesuai dengan rumusan permasalahan yang bertujuan merancang bangunan hotel wisata yang memanfaatkan potensi alam Kaliurang dan mengekspresikan keselarasan bangunan hotel

Pada penelitian ini ditemukan bahwa dari 50 subjek penelitian, median usia pasien berada pada kelompok usia dewasa, 31 pasien berjenis kelamin laki-laki, 34 pasien

Sebuah isu yang tampaknya penting untuk perwakilan dari profesi audit adalah untuk mengkomunikasikan auditor membagi loyalitas kepada klien audit, karena mereka menganggap