• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performa Produksi Kelinci Lokal yang Dipelihara pada Jenis Lantai Kandang yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performa Produksi Kelinci Lokal yang Dipelihara pada Jenis Lantai Kandang yang Berbeda"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

Performance of Local Rabbit Raised In Different Types of Floor Cage Lumban Gaol, V. M. S., Baihaqi and M. Yamin

The aim of this study was to analize rabbit performance raised in different cage floor.

The results show that there were no significant differences on feed intake, daily body weight gain, feed conversion and production of faeces among treatments. The Income Over Feed Cost (IOFC) between treatments were not different. It is concluded that the three types of cage floor can be used by farmers provided the materials are available.

Total rabbits used in study were 15 heads that allocated into three (3) treatments (husk mats, bamboo and wire cage floor). The data of body weight, feed intake, water consumption, feed conversion and amount of dung (feses and urine) were colected during 60 days. The experiment was conducted in a completely randomize design, the data were analysed with ANOVA (analysis of variance) and differences among treatments were tested with Duncan Test.

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelinci dapat membantu memenuhi kebutuhan protein hewani terutama pada wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan keterbatasan tempat. Kelinci adalah hewan mamalia dengan potensi penghasil daging yang baik. Kelinci termasuk hewan yang sudah didomestikasi dan banyak dimanfaatkan oleh manusia untuk produksi fur, daging, hewan percobaan atau sebagai hewan kesayangan. Kelinci memiliki kelebihan yaitu laju pertumbuhan yang cepat, potensi reproduksi yang tinggi dan memiliki kemampuan dalam mencerna pakan hijauan karena memiliki sifat coprophagy yaitu memakan kotorannya sendiri.

Kelinci juga sebagai salah satu komoditas ternak mudah berkembangbiak, tidak banyak membutuhkan modal, lahan dan kandang serta sebagai hewan kesayangan sehingga kelinci perlu dikembangkan. Selain itu, kelinci menghasilkan daging berprotein tinggi dan sedikit berlemak sehingga daging kelinci aman dari resiko kolesterol.

Salah satu sistem pemeliharaan kelinci yang harus diperhatikan untuk penggemukan dan pembesaran adalah kualitas perkandangan. Hal ini disebabkan kandang memiliki faktor yang sangat lekat dengan tingkat kesejahteraan, kenyamanan dan kesehatan dari ternak tersebut selain pakan untuk mencapai produktifitas yang tinggi. Kandang merupakan tempat ternak dalam melakukan semua aktivitas. Salah satu faktor penting dalam membuat perkandangan adalah penggunaan jenis lantai kandang yang tepat sehingga diharapkan dapat meningkatkan performa produksi kelinci dari berbagai macam program pemeliharaan.Studi tentang pengaruh jenis lantai kandang terhadap performa produksi kelinci lokal masih sangat terbatas.

(3)

sehingga dapat menimbulkan penyakit. Kelebihan pada lantai tertutup beralaskan sekam adalah pada faktor lingkungan yang dingin maka kelinci dapat menghangati tubuhnya dengan sekam namun kekurangannya adalah tidak efisien. Meskipun demikian, penelitian mengenai penggunaan jenis lantai kandang yang berbeda pada kelinci lokal belum banyak dilakukan.

Tujuan

(4)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Kelinci

Kelinci merupakan hewan yang mempunyai potensi sebagai penghasil daging yang baik. Hewan ini merupakan herbivore non ruminansia yang mempunyai sistem lambung sederhana (tunggal) dengan perkembangan sekum seperti alat pencernaan ruminansia, sehingga hewan ini disebut ruminansia semu (pseudoruminant). Kelinci memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan sebagai penghasil daging, kulit atau bulu, hewan percobaan dan hewan untuk dipelihara. Kelinci dapat menggunakan protein hijauan secara efisien, reproduksi tinggi, efisiensi pakan tinggi, hanya membutuhkan makanan dalam jumlah sedikit dan kualitas daging cukup tinggi (Farrel dan Raharjo, 1984).

Klasifikasi kelinci secara ilmiah sebagai berikut : Kingdom : Animalia (hewan)

Phylum : Chordata (mempunyai notochord) Subphylum : Vertebrata (bertulang belakang) Class : Mamalia (memiliki kelenjar air susu)

Ordo : Legomorpha (memiliki 2 pasang gigi seri di rahang atas) Family : Leporidae (rumus gigi 8 pasang diatas dan 6 pasang dibawah) Genus : Oryctolagus (morfologi yang sama)

Species : Cuniculus forma domestica

(Sumber : Damron, 2003)

Kelinci Lokal

Bangsa kelinci lokal di Indonesia merupakan persilangan dari berbagai jenis kelinci yang tidak terdata, tetapi sebagian besar berasal dari persilangan jenis New Zealand White. Kelinci lokal yang berada di Indonesia mempunyai tubuh yang lebih kecil daripada kelinci impor dan memiliki laju pertumbuhan yang lambat sehingga sering dilakukan persilangan bangsa kelinci lokal dengan bangsa lain untuk mengembangkan kelinci yang tahan penyakit dan mempunyai toleransi terhadap panas serta berbadan besar (Farrel dan Raharjo, 1984).

(5)

impor yang berasal dari daerah yang beriklim sedang. Kelinci lokal diternakkan dengan tujuan sebagai penghasil daging yang memiliki kualitas cukup baik.

Potensi Kelinci

Kelinci memiliki kelebihan yaitu laju pertumbuhan yang cepat, potensi reproduksi yang tinggi dan memiliki kemampuan dalam mencerna pakan hijauan karena memiliki sifat coprophagy (Cheeke, 1986). Selain itu, kelinci memiliki masa generasi yang pendek dengan reproduksi yang potensial dan akan kawin dalam waktu 24 jam setelah beranak. Kelinci memungkinkan menghasilkan sebelas kelahiran pertahun, akan tetapi tidak mungkin diperoleh di negara berkembang tetapi sangat mungkin untuk menghasilkan tiga atau lima kali beranak pertahun (sekitar 20 anak perekor induk pertahun).

Menurut El-Raffa (2004), kelinci memiliki potensi sebagai penghasil daging dan dapat menjadi solusi dalam memenuhi kebutuhan protein hewani karena memiliki kemampuan efisiensi produksi dan reproduksi yang patut dipertimbangkan yaitu 1) ukuran tubuh yang kecil sehingga tidak membutuhkan banyak ruang, 2) tidak memerlukan biaya yang besar dalam investasi ternak dan kandang, 3) umur dewasa yang singkat (4-5 bulan), 4) kemampuan berkembang biak yang tinggi, 5) masa penggemukan yang singkat (kurang dari 2 bulan sejak disapih). Iman (2005) menambahkan bahwa kelinci termasuk herbivora yang dapat mengubah hijauan menjadi bahan pangan secara efisien.

Menurut Blakely dan Bade (1994), kelinci memiliki kebiasaan unik yaitu memakan feses yang sudah dikeluarkan yang disebut copropaghy. Sifat copropaghy

(6)

al. (1985) mengemukakan pemberian pakan dengan kandungan protein kasar 12%-15% sudah cukup bagi pertumbuhan kelinci lokal.

Semua jenis ternak membutuhkan enam nutrien esensial yang terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin dan air. Air adalah nutrien yang paling murah dan dibutuhkan untuk pertumbuhan, penggemukan maupun laktasi. Air juga berfungsi sebagai pengatur suhu tubuh, melarutkan dan mengangkut nutrien. Konsumsi air minum pada ternak merupakan hal yang penting karena air berperan penting dalam proses-proses pencernaan baik secara medium maupun sebagai pelaku dalam reaksi kimia dalam tubuh. Konsumsi air minum juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan karena air berfungsi sebagai thermoregulator (Blakely dan Bade, 1994). Suhu lingkungan yang tinggi (30 °C) dapat menurunkan konsumsi pakan sebesar 50%. Konsumsi pakan kelinci tidak dipengaruhi oleh suhu air minum namun oleh suhu lingkungan (Remois et al., 1997)

Konsumsi

Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak atau sekelompok ternak selama periode tertentu. Menurut Parakkasi (1999), konsumsi pakan merupakan faktor esensial untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan kadar zat makanan dalam ransum untuk memenuhi hidup pokok dan produksi.

Pemenuhan pakan kelinci dihitung berdasarkan konsumsi bahan kering (Herman, 2000). Kebutuhan bahan kering menurut NRC (1977) yaitu untuk hidup pokok 3%-4% dari bobot badan dan untuk pertumbuhan normal 5%-8% dari bobot badan.

Pertumbuhan

(7)

cepat kemudian setelah mencapai pubertas laju pertumbuhan otot menurun dan deposisi lemak meningkat (Soeparno, 1992).

Menurut Selamat (1996), timbulnya pubertas sangat beragam tergantung pada bangsa. Perkembangan reproduksi pada bangsa kelinci tipe kecil atau sedang lebih cepat yaitu pada umur 4-5 bulan dibandingkan bangsa kelinci yang besar yaitu 5-8 bulan. Pubertas pada kelamin dicapai pada saat organ reproduksi telah berkembang dan berfungsi sempurna (Blakely dan Bade, 1994). Ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor selama dalam proses pertumbuhan antara lain faktor genetik, pemberian pakan, suhu, kemampuan beradaptasi dan lingkungan (Smith dan Mangkoewidjojo, 1998).

Konversi Pakan

Konversi pakan merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi untuk menghasilkan 1 kg bobot hidup. Konversi pakan menurut Campbell dan Lasley (1985) dipengaruhi oleh kemampuan ternak dalam mencerna bahan pakan, kecukupan zat pakan untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan fungsi tubuh lain serta jenis pakan yang dikonsumsi.

Kebutuhan Pakan untuk Pertumbuhan

Kebutuhan pakan tergantung pada zat makanan yang dikandungnya, bahan makanan serta tujuan pemeliharaannya. Kebutuhan zat makanan kelinci yang sedang tumbuh terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan Zat Pakan Kelinci pada Berbagai Status Fisiologis

Zat Pakan Kebutuhan Pakan

Hidup pokok Pertumbuhan Bunting Menyusui

(8)

Kebutuhan Bahan Kering

Jumlah pakan yang diberikan harus memenuhi jumlah yang dibutuhkan oleh kelinci sesuai dengan tingkat umur atau bobot badan kelinci. Pemberian pakan ditentukan berdasarkan kebutuhan bahan kering. Jumlah pemberian pakan bervariasi tergantung pada periode pemeliharaan dan bobot badan kelinci. Kebutuhan bahan kering kelinci pada berbagai periode pemeliharaan terdapat pada Tabel 2.

Smith dan Mangkuwidjojo (1998) menyatakan bahwa kualitas pakan merupakan faktor penting bagi kemampuan kelinci untuk mencapai kemampuan genetik untuk pertumbuhan, pembiakan, umur produksi maupun reaksi terhadap perlakuan. Apabila ternak tersebut diberi pakan yang berkualitas baik, maka pertumbuhannya akan lebih cepat dan mencapai bobot hidup tertentu pada umur yang lebih awal. Kebutuhan bahan kering berdasarkan periode pemeliharaan terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kebutuhan Bahan Kering Pakan Berdasarkan Periode Pemeliharaan

Status Bobot

Sumber: NRC (1977) dan Ensminger (1991)

Lingkungan

Iklim dan suhu lingkungan dapat mempengaruhi tingkat nafsu makan dan jumlah pakan yang dikonsumsi ternak. Suhu dan kelembaban yang tinggi akan mengakibatkan rendahnya konsumsi pakan dan rendahnya pertambahan bobot badan (Anggorodi, 1990).

(9)

hidup yang rendah pada kelinci betina, bobot total anak saat lahir yang relatif rendah, pertumbuhan yang rendah pada anak kelinci.

Kandang

Sistem perkandangan adalah faktor yang sangat penting karena berpengaruh terhadap sirkulasi udara didalam kandang sehingga akan mempengaruhi stres panas pada kelinci (Finzi et al., 1992). El-Raffa (2004) menyebutkan bahwa salah satu syarat suksesnya produksi kelinci di daerah tropis adalah kandang yang nyaman bagi ternak. Suhu optimum untuk kelinci New Zealand White, California dan Flemish Giant berkisar 10-25 ºC (SCRAM, 1998). Stres panas dapat menyebabkan mortalitas dan menurunkan kemampuan reproduksi (SCRAM, 1998), karena itu kandang kelinci yang baik adalah ternak dapat bergerak bebas, makan dan minum dengan nyaman.

Produksi kelinci merupakan suatu sistem pemeliharaan yang lebih intensif daripada jenis ternak lain dalam produksi peternakan. Kelinci lepas sapih biasanya dipelihara dalam kandang kelompok, akan tetapi pada batas tertentu akan meningkatkan mortalitas (Sartika dan Raharjo, 1990). Kandang penyapihan pada ternak kelinci tersebut tidak dapat ditetapkan ukurannya. Kepadatan kandang yang maksimum adalah 6 ekor/m . Kelinci New Zealand White yang mempunyai tujuan utama untuk produksi daging yang dipelihara sampai umur < 2,5 bulan, menunjukkan kepadatan kandang yang menunjang penampilan produksi ternak terbaik adalah 14,4 ekor/m atau sekitar 10 ekor/m dengan pertambahan bobot hidup sebesar 40,5 g/ekor/hari dan konversi pakan sebesar 2,7 (Prawirodigdo et al., 1985). Kepadatan kandang merupakan hasil pertimbangan antara perlunya menekan biaya kandang setiap ekor dan ruang yang memungkinkan memperoleh performa maksimal dari setiap ekor ternak.

(10)

Sekam padi

Sekam padi adalah bagian terluar dari butir padi (kulit padi) dan merupakan salah satu hasil sampingan yang dihasilkan dari industri penggilingan padi. Luh (1991) menyatakan bahwa padi kering di dalam satu malai akan menghasilkan beras putih 52% (% dalam berat), sekam sebanyak 20%, 15% jerami, dedak 10% dan sebanyak 3% akan hilang selama konversi. Bobot isi sekam berkisar 0,10-0,16 gram/ml dengan kepadatan sesungguhnya sekitar 0,67-0,74 gram/cm3

Soepardi (1983) menyatakan sekam padi merupakan sumber energi bagi perkembangan jasad renik dalam tanah dan dapat memperbaiki aerasi tanah dengan cara memperbaiki struktur tanah. Sekam juga dapat meningkatkan penyerapan silika oleh tanaman.

. Singhania (2004) menyatakan bahwa tiap satu ton produksi akan menghasilkan 220 kg sekam padi (sebanyak 22%).

Menurut Grist (1995), sekam padi dapat digunakan dalam berbagai hal yaitu untuk alas kandang pada tipe ternak tertentu, sebagai pupuk dan sebagai penunjang media bagi sayuran hidroponik. Luh (1991) menambahkan sekam padi dapat pula digunakan sebagai bahan campuran untuk bahan bangunan, pembuatan papan fiber

dan batu bata, sebagai penyerap atau absorban, pembuatan semen, bahan bakar industri karet maupun untuk makanan ternak dan binatang.

Kawat

Peternak kelinci komersial biasanya menggunakan kandang yang terbuat dari kawat. Kandang ini memiliki kelebihan yaitu ventilasi udara yang baik dan sistem pembersihan kotoran yang mudah (Cheekeet al., 2000).

Animal Research (2007) menyatakan bahwa beberapa mencit ditempatkan pada kandang dengan menggunakan kawat di bagian alas kandang. Tipe kandang seperti ini memudahkan dalam pengambilan feses dan urin.

Bambu

(11)
(12)

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil (kompleks kandang B), Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai pada Agustus sampai September 2011.

Materi

Ternak

Kelinci yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci jantan lokal sebanyak 15 ekor yang berumur empat bulan. Kelinci diperoleh dari peternakan rakyat yang ada di Jl. Raya Cibanteng Agatis Ciampea-Bogor. Bobot hidup rata-rata adalah 824±74,43 gram.

Pakan

(13)

Gambar 1. Pakan Kelinci yang Digunakan Tabel 3. Komposisi Zat Makanan Pellet Berdasarkan 100% BK

Zat Nutrisi Komposisi (%)

Bahan Kering 87,08

Sumber : Hasil Analisis Kimia Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2011).

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan pada penelitian adalah kandang individu sebanyak 15 unit yang berukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm. Kandang berbentuk panggung dengan jarak dari lantai ± 100 cm. Kandang terbuat dari kayu, bambu dan kawat dengan lantai kandang yang berbeda yaitu bambu, kawat dan sekam. Atap dan dinding kandang pada setiap perlakuan sama yaitu dibuat dari kawat yang sisi masing-masing diberi kayu. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum yang terbuat dari tanah liat. Peralatan yang digunakan adalah alat kebersihan, kamera, timbangan, ember dan sekam.

Lantai kandang yang dibuat dari kawat memiliki bentuk kawat yang persegi dengan ukuran sisi kawat 13 x13 mm dan ketebalan kawat 0,8 mm. Lantai kawat dari bambu memiliki jarak antar bambu ± 10 mm dan ketebalan bambu ± 3 mm. Lantai tertutup beralaskan sekam berbahan dasar kayu yang atasnya dilapisi terpal kemudian diisi dengan sekam yang ketebalannya ± 5 mm dengan tinggi dinding kayu ± 10 cm.

(14)

Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Penelitian

Metode

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan menggunakan 3 perlakuan dan setiap perlakuan terdiri dari 5 ulangan.

Perlakuan yang diberikan yaitu:

P1 : lantai kandang terbuat dari bambu P2 : lantai kandang terbuat dari kawat

P3 : lantai kandang tertutup beralaskan sekam

Model matematika yang digunakan adalah: ( Mattjik dan Sumertajaya., 2002 ) Yij = µ + αi + ε

Keterangan:

ij

Yijk : Nilai peubah yang diamati µ : Nilai tengah umum

αi

P3)

: Pengaruh perlakuan alas kandang yang berbeda pada taraf ke-i (i= P1, P2 dan

εij

berbeda (j= 5 ulangan)

: Galat percobaan dari ulangan ke-j akibat perlakuan alas kandang yang

(15)

Peubah yang Diamati

Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan merupakan jumlah yang dihitung setiap hari dengan cara menghitung pakan yang diberikan dikurangi sisa pakan (g/ekor/hari). Konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang diberikan pada ternak dan zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi ternak.

Pertambahan Bobot Badan Harian

Pertambahan bobot badan harian merupakan pengurangan bobot badan minggu ini dengan bobot badan dua minggu lalu dibagi jumlah hari.

Konversi Pakan

Konversi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk mendapatkan bobot badan tertentu dan dalam waktu tertentu. Konversi pakan yaitu jumlah pakan yang dikonsumsi tiap hari terhadap pertambahan bobot badan harian. Efisiensi dalam penggunaan pakan termasuk dalam program pemberian pakan yang didapat dan diukur dari konversi pakan atas bobot hidup kelinci.

Produksi Feses

Produksi feses yang dikeluarkan perhari (gram/ekor/hari) diukur dengan cara menghitung jumlah feses yang dikeluarkan setiap hari.

IOFC (Income Over Feed Cost)

(16)

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Analysis of variance (ANOVA). Jika hasil analisis menunjukkan nyata atau sangat nyata, maka dilakukan uji perbandingan nilai tengah dengan menggunakan uji Duncan.

Prosedur

Persiapan Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan pada penelitian adalah kandang individu sebanyak 15 unit yang berukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm. Kandang terbuat dari kayu, bambu dan kawat dengan lantai kandang yang berbeda yaitu bambu, kawat dan sekam. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum yang terbuat dari tanah liat. Kandang terlebih dahulu didesinfeksi kemudian tempat pakan dan minum dibersihkan untuk mencegah adanya bibit penyakit. Kelinci yang dipilih adalah kelinci jantan lokal sebanyak 15 ekor yang dimasukkan ke dalam kandang secara acak. Sebelum penelitian, kelinci terlebih dahulu diadaptasikan selama 2 minggu agar tidak mudah stres yang akan mengganggu selama penelitian berlangsung. Obat-obatan yang digunakan adalah obat anti scabies yaitu Wonder Ivermic, Vitamin Caviadrops dan obat diare Entrostop. Penimbangan bobot badan dilakukan pada akhir periode adaptasi dan digunakan sebagai data awal penelitian.

Pemeliharaan

Selama penelitian pakan diberikan sebanyak dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari yang disesuaikan dengan kebutuhan bahan kering ternak tersebut berdasarkan bobot badan. Sebelum pakan diberikan, pakan ditimbang terlebih dahulu. Pemberian air minum diberikan secara ad libitum. Kurun pemeliharaan selama 60 hari.

Kandang dibersihkan setiap hari yaitu pada pagi hari agar kebersihan kandang dapat terjaga dan kesehatan ternak tidak terganggu.

Pengumpulan Data

(17)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan serta perawatan ternak. Terdapat banyak jenis kandang, baik berdasarkan tipe maupun bahan yang digunakan untuk membuat kandang tersebut, sedangkan penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan. Secara tidak langsung, kandang juga mempengaruhi kualitas dan kuantitas hasil peternakan.

Lantai adalah pembatas bangunan bagian bawah kandang ternak. Lantai kandang sangat penting karena menjadi tempat berpijak dan berbaring ternak sehingga dapat berdiri kokoh dan tegak, berbaring dan istirahat dengan nyaman yang kemudian akan berpengaruh terhadap performa produksi. Lantai kandang yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dari bambu, kawat dan lantai tertutup beralaskan sekam. Pembuatan kandang dan lantai sangat memiliki pengaruh terhadap suhu dan kelembaban sehingga layak untuk digunakan oleh ternak.

Suhu dalam kandang selama penelitian berlangsung berkisar antara 22-32,8 °C dengan suhu pagi 22-26 °C (06.00 WIB), siang 30-32,5 °C (12.00 WIB) dan sore 24-32,8 °C (16.00 WIB). Kelembaban kandang juga cukup tinggi pada pagi hari 90%-99%, siang hari 82%-90% dan sore hari 50%-80%. Hal ini tidak sesuai dengan yang dikemukakan oleh Lukefahr dan Cheeke (1990) bahwa pertumbuhan kelinci dapat mencapai optimal pada kondisi lingkungan dengan suhu 18 °C dan tingkat kelembaban 70%. Suhu kandang yang tinggi ini disebabkan oleh konstruksi kandang yaitu bagian atap kandang yang terbuat dari asbes sehingga sangat mudah menyerap panas pada waktu siang hari dan menyebarkan panas tersebut keseluruh ruangan kandang.

Konsumsi Pakan

(18)

yang sedang tumbuh akan bertambah sejalan dengan pertambahan bobot tubuh yang dicapai sampai batas umur dimana tidak terjadi lagi pertumbuhan. Rataan konsumsi pakan kelinci dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Konsumsi Pakan (Pelet) Kelinci Selama Pemeliharaan

Perlakuan Konsumsi Pakan

(g/ekor/hari)

P1 (Bambu) 66,60 ± 5,95

P2 (Sekam) 68,29 ± 6,25

P3 (Kawat) 69,56 ± 5,64

Rataan 68,15 ± 5,65

Rataan konsumsi pakan (pellet) kelinci setiap hari pada masing-masing perlakuan P1, P2 dan P3 adalah 66,60; 68,29 dan 69,56 gram/ekor/hari. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsumsi pakan (pelet) yang diberikan tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan pemberian pakan diberikan sesuai dengan kebutuhan kelinci dan tidak ad libitum. Penggunaan jenis lantai kandang tidak menurunkan konsumsi pakan sehingga penggunaan jenis lantai kandang bambu, sekam dan kawat ini dapat digunakan untuk pemeliharaan kelinci lokal.

Konsumsi Zat Makanan

Konsumsi zat makanan merupakan bahan-bahan penting berupa nutrisi yang terdapat dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Rataan konsumsi zat makanan kelinci berdasarkan BK=100% dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Konsumsi Zat Makanan Kelinci Berdasarkan BK=100%

Peubah P1 (Bambu) P2 (Sekam) P3 (Kawat) Rataan (g/ekor/hari)

(19)

Konsumsi zat makanan sehari-hari dapat dilihat dengan mengamati konsumsi bahan kering, konsumsi protein kasar dan konsumsi serat kasar. Konsumsi zat makanan selaras dengan konsumsi pakan dan tidak dipengaruhi penggunaan jenis lantai kandang sehingga lantai kandang bambu, sekam dan kawat layak untuk digunakan dalam pemeliharaan kelinci lokal.

Konsumsi Bahan Kering

Konsumsi bahan kering kelinci pada penelitian berkisar 6% dari bobot badan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan dengan lantai kandang P1, P2 dan P3 tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi bahan kering (P>0,05) (Tabel 5). Penelitian Muhidin (2004) menunjukkan konsumsi bahan kering yang diberikan sebanyak 151,27 g/ekor/hari dan lebih tinggi dari penelitian ini. Hal ini disebabkan pakan diberikan secara ad libitum dan menghasilkan pertambahan bobot badan sebanyak 18,22 g/ekor/hari, sedangkan penelitian ini disesuaikan dengan kebutuhan bahan kering berdasarkan NRC (1977) dan Ensminger (1991) yaitu kebutuhan bahan kering kelinci muda berkisar 5,4%-6,2%. Kebutuhan ini juga sudah sesuai menurut Templeton (1968), yang menyatakan kelinci membutuhkan bahan kering 5,8%-6,7% dari bobot hidup setiap harinya. Hasil menunjukkan bahwa penggunaan jenis lantai kandang bambu, sekam dan kawat dapat digunakan untuk pemeliharaan kelinci lokal karena tidak menurunkan konsumsi bahan kering.

Iklim dan suhu lingkungan dapat mempengaruhi tingkat nafsu makan dan jumlah pakan yang dikonsumsi ternak. Suhu dan kelembaban yang tinggi akan mengakibatkan rendahnya konsumsi pakan dan rendahnya pertambahan bobot badan (Anggorodi, 1990). Suhu kandang pada saat kelinci dipelihara selama penelitian berlangsung berkisar antara 22-32,8 °C. Pagi 22-26 °C, siang 30-32,5 °C dan sore 24-32,8 °C. Suhu ini tidak sesuai dengan suhu lingkungan optimal pada kelinci yaitu 21 °C sehingga menyebabkan kelinci menjadi stres dan dapat menyebabkan kematian.

Konsumsi Protein Kasar

(20)

jika dibandingkan dengan penelitian Iman (2005) yaitu 16,27% dengan pemberian rumput 60% dan konsentrat 40%. Konsumsi protein sudah sesuai kebutuhan untuk kelinci yang sedang tumbuh yaitu sebesar 16% (Benerjee, 1982). Hal ini juga sesuai dengan kebutuhan protein kasar menurut Church (1991) yaitu berkisar 10%-20%.

Penggunaan jenis lantai kandang yang berbeda seperti bambu, sekam dan kawat dapat digunakan untuk pemeliharaan karena tidak menurunkan konsumsi protein pada kelinci lokal. Namun, bahan baku dalam pembuatan lantai kandang harus disesuaikan dengan sumber daya yang ada di daerah tersebut sehingga lebih meminimalkan biaya pembuatan.

Konsumsi Serat Kasar

Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh terhadap konsumsi serat kasar (P>0,05). Rataan konsumsi serat kasar dapat dilihat pada Tabel 5 yaitu untuk masing-masing perlakuan P1, P2 dan P3 berturut-turut adalah 17,52; 167,97 dan 18,30 g/ekor/hari. Persentase serat kasar yang dikonsumsi adalah 26,31%. Konsumsi rataan serat kasar tidak sesuai dengan kebutuhan untuk kelinci yang sedang tumbuh menurut NRC (1977) yaitu berkisar 10-12%. Hal ini dapat disebabkan karena komposisi bahan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan serat kasar untuk kelinci yang sedang tumbuh. Kebutuhan serat kasar ini juga tidak sesuai menurut Lebas et al. (1968) yang menyatakan kebutuhan serat kasar berkisar 10%-20 %.

Akan tetapi, perlakuan jenis kandang yang berbeda tidak menurunkan konsumsi serat kasar dalam pemeliharaan kelinci lokal sehingga penggunaan lantai kandang dari bambu, sekam dan kawat masih dapat digunakan.

Performa Produksi

(21)

tidak sesuai menurut Ozimba dan Lukefahr (1991) yang menyatakan bahwa untuk mencapai kelinci fryer bobot badan sebesar 2047 g/ekor. Hasil statistik menunjukkan bahwa perlakuan P1, P2 dan P3 tidak berpengaruh nyata terhadap performa produksi. Bobot awal, bobot akhir, konversi pakan dan mortalitas terdapat pada Tabel 6.

Tabel 6. Performa Produksi Kelinci

Parameter Produksi Performa Produksi pada Lantai Kandang

Bambu Sekam Kawat Rataan

Bobot Awal (g/ekor) 856±103,34 818±60,99 98±53,10 824,00±29,46

Bobot Akhir (g/ekor) 1502,5±117,30 1434±215,71 1625±93,27 1520,50±96,76

PBBH (g/ekor/hari) 10,54±2,13 11±3,03 13,04±3,81 11,53±1,33

Konversi Pakan 5,64±0,87 5,69±1,27 5,04±1,71 5,46±0,36

Mortalitas (%) 20 0 20 13,33

Aspek genetik juga berpengaruh terhadap bobot kelinci. Jenis kelinci yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelinci lokal. Kelinci lokal Indonesia bertubuh kecil, bobot dewasa hanya mencapai 1,8-2,3 kg (Herman, 2000).

Penggunaan jenis lantai kandang pada bambu, sekam dan kawat tidak berpengaruh terhadap performa produksi. Oleh karena itu, penggunaan jenis lantai kandang yang berbeda dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pada pemeliharaan kelinci lokal.

Penggunaan dengan lantai bambu sudah umum dilakukan untuk pemeliharaan ternak kelinci karena batangnya kuat, mudah dibelah, mudah dibentuk dan ringan. Bambu untuk wilayah Bogor mudah dijangkau dan harga relatif murah sehingga banyak dimanfaatkan peternak kelinci di Bogor. Lantai dengan bambu juga mudah dibersihkan dari kotoran sehingga lebih higienis dan ternak menjadi lebih nyaman untuk tinggal.

(22)

Penggunaan lantai dengan kawat masih jarang dilakukan untuk pemeliharaan kelinci lokal, tapi hal ini tidak berpengaruh terhadap performa produksi kelinci. Hal ini disebabkan kotoran dan urin langsung terbuang dan tidak tinggal di kandang sehingga ternak tetap merasa nyaman untuk tinggal di kandang.

Pertambahan Bobot Badan Harian

Hasil penelitian pada Tabel 6 menunjukkan rataan pertambahan bobot badan harian sebesar 11,53±1,33g/ekor/hari. Hasil penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian Kurniawati (2001) bahwa pertambahan bobot badan sekitar 12,780±2,741 dengan protein kasar 14%. Pertambahan bobot badan dapat dipengaruhi dengan tingginya level protein yang dikemukakan oleh Soeharsono (1979) bahwa semakin tinggi level protein yang terkandung dalam pakan maka akan meningkatkan pertambahan bobot badan kelinci.

Penelitian Trocino et al. (2008) bahwa kelinci Grimaud umur 36 hari menghasilkan rata-rata pertambahan bobot badan harian sekitar 7,7 g/ekor/hari pada lantai kawat dan rataan konsumsi pakan (pellet) sebanyak 26,8 g/ekor/hari yang dipelihara selama 42 hari.

Hasil statistik menunjukkan bahwa perlakuan lantai kandang P1, P2 dan P3 tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan (P>0,05). Penggunaan dengan jenis lantai kandang berbeda ini dapat digunakan oleh peternak kelinci lokal karena tidak berpengaruh negatif terhadap pertambahan bobot badan harian. Perlakuan ini dapat diterapkan dan dapat meminimalkan biaya kandang yang disesuaikan dengan bahan baku yang terdapat di daerah masing-masing.

Konversi Pakan

(23)

et al. (2008) pada kelinci Grimaud memiliki konversi pakan 3,49 dan lebih rendah dari hasil penelitian yang dilakukan. Hal ini tidak sesuai menurut Church (1991) dan Lebas et al. (1986) yang menyatakan bahwa rata-rata konversi pakan untuk produksi daging kelinci adalah 3 : 1 (3 kg pakan untuk 1 kg bobot hidup).

Ketiga jenis lantai kandang yang digunakan dapat digunakan sebagai alternatif dalam pemeliharaan kelinci lokal karena tidak berpengaruh negatif terhadap pertambahan bobot badan. Namun, untuk meminimalkan biaya penggunaan lantai kandang yang berbeda seperti bambu, kawat dan sekam dapat disesuaikan dengan sumber daya yang ada pada daerah tersebut.

Produksi Feses

Feses merupakan produk buanga dikeluarkan melalui anus atau kloaka. Kelinci memiliki kebiasaan memakan kotorannya sendiri yang disebut dengan istilah coprophagy. Kelinci memiliki dua jenis feses yang keluar dari anusnya yang pertama feses kering keras dikeluarkan pada siang hari dan yang kedua feses yang lembek dan berlendir dikeluarkan pada malam dan pagi hari. Feses yang lembek berlendir inilah yang dimakan kembali oleh kelinci langsung dari duburnya. Hal ini dilakukan untuk memanfaatkan protein, serat kasar tumbuhan, vitamin yang terkandung dalam feses karena di dalam feses yang lembek dan berlendir tersebut mengandung banyak vitamin dan nutrisi seperti riboflavin, sianokobalamin (vitamin B12), asam pantotenat dan niasin. Dengan memakan kembali fesesnya tersebut kelinci tidak akan kekurangan nutrisi dan vitamin karena isi saluran pencernaan berdaur kembali. Rataan produksi feses selama penelitian terdapat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Produksi Feses

Perlakuan Produksi Feses (g/ekor/hari)

P1 (Bambu) 30,20±3,89

P2 (Sekam) 26,18±3,33

P3 (Kawat) 36,04±1,86

(24)

Pada penelitian ini, hasil analisis menunjukkan bahwa perbedaan lantai kandang yang dikeluarkan oleh kelinci tidak berpengaruh nyata terhadap produksi feses (P>0,05). Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan nutrisi yang terdapat dalam pakan yaitu serat kasarnya yang tinggi 22,91% sehingga pellet yang dikonsumsi tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan PBBH tetapi banyak yang terbuang melalui feses. Hal ini tidak sesuai dengan yang dikemukakan oleh Benerjee (1982) bahwa kebutuhan serat kasar untuk pertumbuhan sekitar 10%–12 %.

Mortalitas

Mortalitas atau kematian merupakan salah satu parameter yang sering digunakan untuk bahan evaluasi pemeliharaan setiap minggu dan sekaligus sebagai salah satu penentu keberhasilan dalam suatu peternakan. Kelinci yang mati selama penelitian berjumlah dua ekor yang terdapat pada perlakuan P1 dan P3 dengan rataan persentase kematian sebesar 13,33%.

Kematian kelinci pada bambu dan kawat disebabkan oleh kurangnya penanganan pada saat kelinci diare yaitu pembersihan lantai kandang yang kurang maksimal sehingga menyebabkan kotoran masih tersisa dan menyebabkan diare terus menerus dan menyebabkan kematian. Akan tetapi, pada lantai tertutup beralaskan sekam tidak ada kematian. Hal ini disebabkan oleh kotoran dan urin yang menempel pada sekam dibuang sehingga tidak ada kotoran yang tinggal di kandang. Hal ini sesuai dengan pernyataan North dan Bell (1990), tingkat mortalitas dipengaruhi oleh beberapa fakor diantaranya, bobot badan, bangsa, iklim, kebersihan lingkungan, sanitasi peralatan, kandang serta penyakit.

Income Over Feed Cost (IOFC)

Keuntungan Analisis Ekonomi

(25)

yang dihasilkan dengan biaya pakan. Menurut Kasim (2002), IOFC dapat dihitung melalui pendekatan penerimaan dari nilai pertambahan bobot badan ternak dengan biaya pakan yang dikeluarkan selama penelitian. Faktor yang berpengaruh penting dalam perhitungan IOFC adalah pertambahan bobot badan selama penggemukan, konsumsi pakan dan harga pakan. Pertumbuhan yang baik belum tentu menjamin keuntungan maksimum, tetapi pertumbuhan yang baik akan diikuti dengan konversi pakan yang baik pula serta biaya pakan yang minimal akan mendapatkan keuntungan yang maksimum (Wahju, 1997). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan lantai kandang bambu, sekam dan kawat tidak berpengaruh terhadap IOFC (P>0,05) dengan rataan nilai Rp. 5342,-

Tabel 8. Income Over Feed Cost (IOFC)

Perlakuan IOFC (Rp.)

P1 (Bambu) 6104±1417,59

P2 (Sekam) 5210±955,04

P3 (Kawat) 4712±339,16

Rataan 5342±705

(26)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perlakuan lantai kandang yang berbeda yaitu bambu, kawat dan lantai tertutup beralaskan sekam tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, konversi pakan, mortalitas dan produksi feses yang dihasilkan.

Perlakuan jenis lantai kandang dapat disesuaikan dengan sumber daya yang terdapat pada suatu daerah untuk meminimalkan biaya pembuatan lantai kandang karena perlakuan ini tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, konversi pakan, mortalitas dan produksi feses yang dihasilkan.

Saran

(27)

PERFORMA PRODUKSI KELINCI LOKAL YANG

DIPELIHARA PADA JENIS LANTAI

KANDANG YANG BERBEDA

SKRIPSI

VANIA MARCHIA SABBATINA LUMBAN GAOL

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(28)

PERFORMA PRODUKSI KELINCI LOKAL YANG

DIPELIHARA PADA JENIS LANTAI

KANDANG YANG BERBEDA

SKRIPSI

VANIA MARCHIA SABBATINA LUMBAN GAOL

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(29)

RINGKASAN

VANIA MARCHIA SABBATINA LUMBAN GAOL. D14096017. 2012. Performa Produksi Kelinci Lokal yang dipelihara pada Jenis Lantai Kandang yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Muhamad Baihaqi, S.Pt., M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Moh Yamin, M. Agr. Sc.

Kelinci merupakan salah satu komoditas sumber protein hewani yang mudah berkembangbiak, tidak banyak membutuhkan modal, lahan dan kandang serta sebagai hewan kesayangan sehingga kelinci perlu dikembangkan. Kelinci juga menghasilkan daging berprotein tinggi dan sedikit berlemak sehingga daging kelinci aman dari resiko kolesterol.

Salah satu sistem pemeliharaan kelinci untuk penggemukan dan pembesaran adalah manajemen perkandangan. Hal ini disebabkan oleh kandang memiliki faktor yang sangat lekat dengan tingkat kesejahteraan dan kesehatan dari ternak tersebut. Kandang merupakan tempat ternak yang dapat melakukan semua aktivitas. Faktor yang mempengaruhi proses pertumbuhan selain pakan adalah lingkungan yang meliputi suhu (temperatur udara), kelembaban, tingkat kepadatan kandang dan sanitasi yang terkait dengan penggunaan lantai kandang. Penggunaan lantai kandang yang sesuai dengan kebutuhan kelinci menjamin pertumbuhan dan produksi yang optimal sehingga usaha budidaya dapat berjalan dengan baik.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari performa produksi (pertambahan bobot badan harian, konsumsi pakan harian, produksi feses dan konversi pakan) pada kelinci lokal dengan lantai kandang yang berbeda. Perlakuan menggunakan lantai kandang yang terbuat dari bambu, kawat dan lantai tertutup beralaskan sekam. Adanya perlakuan khusus tersebut diharapkan tidak menurunkan performa produksi kelinci yang dihasilkan. Performa produksi yang muncul dari kelinci tersebut dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan dari kelinci yang dipelihara dalam kandang. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan tiga perlakuan yang terdiri dari lima ulangan. Data dianalisa menggunakan ANOVA jika terdapat perbedaan diuji dengan Uji Lanjut Duncan yang sebelumnya data dianalisa dengan empat asumsi.

Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (P>0,05) pada konsumsi pakan, pertambahan bobot badan harian, konversi pakan dan produksi feses pada perlakuan lantai kandang bambu, kawat dan lantai tertutup beralaskan sekam. Keuntungan ekonomi yang didapatkan dengan penggunaan lantai bambu lebih besar dibanding dua perlakuan lainnya.

(30)

ABSTRACT

Performance of Local Rabbit Raised In Different Types of Floor Cage

Lumban Gaol, V. M. S., Baihaqi and M. Yamin

The aim of this study was to analize rabbit performance raised in different cage floor.

The results show that there were no significant differences on feed intake, daily body weight gain, feed conversion and production of faeces among treatments. The Income Over Feed Cost (IOFC) between treatments were not different. It is concluded that the three types of cage floor can be used by farmers provided the materials are available.

Total rabbits used in study were 15 heads that allocated into three (3) treatments (husk mats, bamboo and wire cage floor). The data of body weight, feed intake, water consumption, feed conversion and amount of dung (feses and urine) were colected during 60 days. The experiment was conducted in a completely randomize design, the data were analysed with ANOVA (analysis of variance) and differences among treatments were tested with Duncan Test.

(31)

PERFORMA PRODUKSI KELINCI LOKAL YANG

DIPELIHARA PADA JENIS LANTAI

KANDANG YANG BERBEDA

VANIA MARCHIA SABBATINA LUMBAN GAOL

D14096017

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(32)

Judul : Performa Produksi Kelinci Lokal yang Dipelihara pada Jenis Lantai Kandang yang Berbeda

Nama : Vania Marchia Sabbatina Lumban Gaol

NIM : D14096017

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

(Muhamad Baihaqi, S.Pt, M.Sc.) (Dr. Ir. Moh Yamin, M. Agr. Sc.) NIP: 19800129 200501 1 005 NIP: 19630928198803 1 002

Mengetahui: Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc.) NIP: 19591212 198603 1 004

(33)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Maret 1988 di Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Penulis adalah anak keempat dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Tombang Lumban Gaol dan Ibu Erika Sitinjak.

Penulis mengawali pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Santa Maria Tarutung pada tahun 1994 yang diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan lanjutan pertama dimulai pada tahun 2000 dan diselesaikan pada tahun 2003 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Santa Maria Tarutung. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Tarutung pada tahun 2003 dan diselesaikan pada tahun 2006.

(34)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan karuniaNyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis dan bertempat di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil (kompleks kandang B), Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai pada Agustus sampai September 2011.

Penelitian yang berjudul Performa Produksi Kelinci Lokal yang Dipelihara pada Jenis Lantai Kandang yang Berbeda ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari performa produksi (pertambahan bobot badan harian, konsumsi pakan harian, produksi feses dan konversi pakan) pada kelinci lokal dengan lantai kandang yang berbeda yaitu lantai kandang dari kawat, bambu dan sekam.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian ini serta kepada semua pihak yang membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan belum bisa dikatakan sempurna. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dunia peternakan.

Bogor, Maret 2012

(35)
(36)
(37)

viii DAFTAR TABEL

Nomor

1. Kebutuhan Zat Pakan Kelinci pada Berbagai Status Fisiologis ... 6 2. Kebutuhan Bahan Kering Pakan Berdasarkan Periode Pemeliharaan ... 7 3. Kandungan Zat Makanan Pellet Berdasarkan 100% BK ... 12 4. Rataan Konsumsi Pakan (Pelet) Kelinci Selama Pemeliharaan ... 17 5. Rataan Konsumsi Zat Makanan Kelinci Berdasarkan BK = 100% ... 17 6. Performa Produksi Kelinci ... 20 7. Rataan Produksi Feses ... 22 8. Income Over Feed Cost (IOFC) ... 24

(38)

viii DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

1. Analisis Ragam Konsumsi Pelet ... 31 2. Analisis Ragam Konsumsi Bahan Kering ... 31 3. Analisis Ragam Konsumsi Protein Kasar ... 31 4. Analisis Ragam Serat Kasar ... 31 5. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Harian ... 32 6. Analisis Ragam Konversi ... 32 7. Analisis Ragam Produksi Feses ... 32 8. Analisis Ragam Income Over Feed Cost (IOFC) ... 32 9. Gambar Dokumentasi Penelitian ... 33

(39)

viii DAFTAR GAMBAR

Nomor

1. Pakan Kelinci yang Digunakan ... 11 2. Jenis Lantai Kandang Penelitian ... 13

(40)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelinci dapat membantu memenuhi kebutuhan protein hewani terutama pada wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan keterbatasan tempat. Kelinci adalah hewan mamalia dengan potensi penghasil daging yang baik. Kelinci termasuk hewan yang sudah didomestikasi dan banyak dimanfaatkan oleh manusia untuk produksi fur, daging, hewan percobaan atau sebagai hewan kesayangan. Kelinci memiliki kelebihan yaitu laju pertumbuhan yang cepat, potensi reproduksi yang tinggi dan memiliki kemampuan dalam mencerna pakan hijauan karena memiliki sifat coprophagy yaitu memakan kotorannya sendiri.

Kelinci juga sebagai salah satu komoditas ternak mudah berkembangbiak, tidak banyak membutuhkan modal, lahan dan kandang serta sebagai hewan kesayangan sehingga kelinci perlu dikembangkan. Selain itu, kelinci menghasilkan daging berprotein tinggi dan sedikit berlemak sehingga daging kelinci aman dari resiko kolesterol.

Salah satu sistem pemeliharaan kelinci yang harus diperhatikan untuk penggemukan dan pembesaran adalah kualitas perkandangan. Hal ini disebabkan kandang memiliki faktor yang sangat lekat dengan tingkat kesejahteraan, kenyamanan dan kesehatan dari ternak tersebut selain pakan untuk mencapai produktifitas yang tinggi. Kandang merupakan tempat ternak dalam melakukan semua aktivitas. Salah satu faktor penting dalam membuat perkandangan adalah penggunaan jenis lantai kandang yang tepat sehingga diharapkan dapat meningkatkan performa produksi kelinci dari berbagai macam program pemeliharaan.Studi tentang pengaruh jenis lantai kandang terhadap performa produksi kelinci lokal masih sangat terbatas.

(41)

sehingga dapat menimbulkan penyakit. Kelebihan pada lantai tertutup beralaskan sekam adalah pada faktor lingkungan yang dingin maka kelinci dapat menghangati tubuhnya dengan sekam namun kekurangannya adalah tidak efisien. Meskipun demikian, penelitian mengenai penggunaan jenis lantai kandang yang berbeda pada kelinci lokal belum banyak dilakukan.

Tujuan

(42)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Kelinci

Kelinci merupakan hewan yang mempunyai potensi sebagai penghasil daging yang baik. Hewan ini merupakan herbivore non ruminansia yang mempunyai sistem lambung sederhana (tunggal) dengan perkembangan sekum seperti alat pencernaan ruminansia, sehingga hewan ini disebut ruminansia semu (pseudoruminant). Kelinci memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan sebagai penghasil daging, kulit atau bulu, hewan percobaan dan hewan untuk dipelihara. Kelinci dapat menggunakan protein hijauan secara efisien, reproduksi tinggi, efisiensi pakan tinggi, hanya membutuhkan makanan dalam jumlah sedikit dan kualitas daging cukup tinggi (Farrel dan Raharjo, 1984).

Klasifikasi kelinci secara ilmiah sebagai berikut : Kingdom : Animalia (hewan)

Phylum : Chordata (mempunyai notochord) Subphylum : Vertebrata (bertulang belakang) Class : Mamalia (memiliki kelenjar air susu)

Ordo : Legomorpha (memiliki 2 pasang gigi seri di rahang atas) Family : Leporidae (rumus gigi 8 pasang diatas dan 6 pasang dibawah) Genus : Oryctolagus (morfologi yang sama)

Species : Cuniculus forma domestica

(Sumber : Damron, 2003)

Kelinci Lokal

Bangsa kelinci lokal di Indonesia merupakan persilangan dari berbagai jenis kelinci yang tidak terdata, tetapi sebagian besar berasal dari persilangan jenis New Zealand White. Kelinci lokal yang berada di Indonesia mempunyai tubuh yang lebih kecil daripada kelinci impor dan memiliki laju pertumbuhan yang lambat sehingga sering dilakukan persilangan bangsa kelinci lokal dengan bangsa lain untuk mengembangkan kelinci yang tahan penyakit dan mempunyai toleransi terhadap panas serta berbadan besar (Farrel dan Raharjo, 1984).

(43)

impor yang berasal dari daerah yang beriklim sedang. Kelinci lokal diternakkan dengan tujuan sebagai penghasil daging yang memiliki kualitas cukup baik.

Potensi Kelinci

Kelinci memiliki kelebihan yaitu laju pertumbuhan yang cepat, potensi reproduksi yang tinggi dan memiliki kemampuan dalam mencerna pakan hijauan karena memiliki sifat coprophagy (Cheeke, 1986). Selain itu, kelinci memiliki masa generasi yang pendek dengan reproduksi yang potensial dan akan kawin dalam waktu 24 jam setelah beranak. Kelinci memungkinkan menghasilkan sebelas kelahiran pertahun, akan tetapi tidak mungkin diperoleh di negara berkembang tetapi sangat mungkin untuk menghasilkan tiga atau lima kali beranak pertahun (sekitar 20 anak perekor induk pertahun).

Menurut El-Raffa (2004), kelinci memiliki potensi sebagai penghasil daging dan dapat menjadi solusi dalam memenuhi kebutuhan protein hewani karena memiliki kemampuan efisiensi produksi dan reproduksi yang patut dipertimbangkan yaitu 1) ukuran tubuh yang kecil sehingga tidak membutuhkan banyak ruang, 2) tidak memerlukan biaya yang besar dalam investasi ternak dan kandang, 3) umur dewasa yang singkat (4-5 bulan), 4) kemampuan berkembang biak yang tinggi, 5) masa penggemukan yang singkat (kurang dari 2 bulan sejak disapih). Iman (2005) menambahkan bahwa kelinci termasuk herbivora yang dapat mengubah hijauan menjadi bahan pangan secara efisien.

Menurut Blakely dan Bade (1994), kelinci memiliki kebiasaan unik yaitu memakan feses yang sudah dikeluarkan yang disebut copropaghy. Sifat copropaghy

(44)

al. (1985) mengemukakan pemberian pakan dengan kandungan protein kasar 12%-15% sudah cukup bagi pertumbuhan kelinci lokal.

Semua jenis ternak membutuhkan enam nutrien esensial yang terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin dan air. Air adalah nutrien yang paling murah dan dibutuhkan untuk pertumbuhan, penggemukan maupun laktasi. Air juga berfungsi sebagai pengatur suhu tubuh, melarutkan dan mengangkut nutrien. Konsumsi air minum pada ternak merupakan hal yang penting karena air berperan penting dalam proses-proses pencernaan baik secara medium maupun sebagai pelaku dalam reaksi kimia dalam tubuh. Konsumsi air minum juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan karena air berfungsi sebagai thermoregulator (Blakely dan Bade, 1994). Suhu lingkungan yang tinggi (30 °C) dapat menurunkan konsumsi pakan sebesar 50%. Konsumsi pakan kelinci tidak dipengaruhi oleh suhu air minum namun oleh suhu lingkungan (Remois et al., 1997)

Konsumsi

Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak atau sekelompok ternak selama periode tertentu. Menurut Parakkasi (1999), konsumsi pakan merupakan faktor esensial untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan kadar zat makanan dalam ransum untuk memenuhi hidup pokok dan produksi.

Pemenuhan pakan kelinci dihitung berdasarkan konsumsi bahan kering (Herman, 2000). Kebutuhan bahan kering menurut NRC (1977) yaitu untuk hidup pokok 3%-4% dari bobot badan dan untuk pertumbuhan normal 5%-8% dari bobot badan.

Pertumbuhan

(45)

cepat kemudian setelah mencapai pubertas laju pertumbuhan otot menurun dan deposisi lemak meningkat (Soeparno, 1992).

Menurut Selamat (1996), timbulnya pubertas sangat beragam tergantung pada bangsa. Perkembangan reproduksi pada bangsa kelinci tipe kecil atau sedang lebih cepat yaitu pada umur 4-5 bulan dibandingkan bangsa kelinci yang besar yaitu 5-8 bulan. Pubertas pada kelamin dicapai pada saat organ reproduksi telah berkembang dan berfungsi sempurna (Blakely dan Bade, 1994). Ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor selama dalam proses pertumbuhan antara lain faktor genetik, pemberian pakan, suhu, kemampuan beradaptasi dan lingkungan (Smith dan Mangkoewidjojo, 1998).

Konversi Pakan

Konversi pakan merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi untuk menghasilkan 1 kg bobot hidup. Konversi pakan menurut Campbell dan Lasley (1985) dipengaruhi oleh kemampuan ternak dalam mencerna bahan pakan, kecukupan zat pakan untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan fungsi tubuh lain serta jenis pakan yang dikonsumsi.

Kebutuhan Pakan untuk Pertumbuhan

Kebutuhan pakan tergantung pada zat makanan yang dikandungnya, bahan makanan serta tujuan pemeliharaannya. Kebutuhan zat makanan kelinci yang sedang tumbuh terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan Zat Pakan Kelinci pada Berbagai Status Fisiologis

Zat Pakan Kebutuhan Pakan

Hidup pokok Pertumbuhan Bunting Menyusui

(46)

Kebutuhan Bahan Kering

Jumlah pakan yang diberikan harus memenuhi jumlah yang dibutuhkan oleh kelinci sesuai dengan tingkat umur atau bobot badan kelinci. Pemberian pakan ditentukan berdasarkan kebutuhan bahan kering. Jumlah pemberian pakan bervariasi tergantung pada periode pemeliharaan dan bobot badan kelinci. Kebutuhan bahan kering kelinci pada berbagai periode pemeliharaan terdapat pada Tabel 2.

Smith dan Mangkuwidjojo (1998) menyatakan bahwa kualitas pakan merupakan faktor penting bagi kemampuan kelinci untuk mencapai kemampuan genetik untuk pertumbuhan, pembiakan, umur produksi maupun reaksi terhadap perlakuan. Apabila ternak tersebut diberi pakan yang berkualitas baik, maka pertumbuhannya akan lebih cepat dan mencapai bobot hidup tertentu pada umur yang lebih awal. Kebutuhan bahan kering berdasarkan periode pemeliharaan terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kebutuhan Bahan Kering Pakan Berdasarkan Periode Pemeliharaan

Status Bobot

Sumber: NRC (1977) dan Ensminger (1991)

Lingkungan

Iklim dan suhu lingkungan dapat mempengaruhi tingkat nafsu makan dan jumlah pakan yang dikonsumsi ternak. Suhu dan kelembaban yang tinggi akan mengakibatkan rendahnya konsumsi pakan dan rendahnya pertambahan bobot badan (Anggorodi, 1990).

(47)

hidup yang rendah pada kelinci betina, bobot total anak saat lahir yang relatif rendah, pertumbuhan yang rendah pada anak kelinci.

Kandang

Sistem perkandangan adalah faktor yang sangat penting karena berpengaruh terhadap sirkulasi udara didalam kandang sehingga akan mempengaruhi stres panas pada kelinci (Finzi et al., 1992). El-Raffa (2004) menyebutkan bahwa salah satu syarat suksesnya produksi kelinci di daerah tropis adalah kandang yang nyaman bagi ternak. Suhu optimum untuk kelinci New Zealand White, California dan Flemish Giant berkisar 10-25 ºC (SCRAM, 1998). Stres panas dapat menyebabkan mortalitas dan menurunkan kemampuan reproduksi (SCRAM, 1998), karena itu kandang kelinci yang baik adalah ternak dapat bergerak bebas, makan dan minum dengan nyaman.

Produksi kelinci merupakan suatu sistem pemeliharaan yang lebih intensif daripada jenis ternak lain dalam produksi peternakan. Kelinci lepas sapih biasanya dipelihara dalam kandang kelompok, akan tetapi pada batas tertentu akan meningkatkan mortalitas (Sartika dan Raharjo, 1990). Kandang penyapihan pada ternak kelinci tersebut tidak dapat ditetapkan ukurannya. Kepadatan kandang yang maksimum adalah 6 ekor/m . Kelinci New Zealand White yang mempunyai tujuan utama untuk produksi daging yang dipelihara sampai umur < 2,5 bulan, menunjukkan kepadatan kandang yang menunjang penampilan produksi ternak terbaik adalah 14,4 ekor/m atau sekitar 10 ekor/m dengan pertambahan bobot hidup sebesar 40,5 g/ekor/hari dan konversi pakan sebesar 2,7 (Prawirodigdo et al., 1985). Kepadatan kandang merupakan hasil pertimbangan antara perlunya menekan biaya kandang setiap ekor dan ruang yang memungkinkan memperoleh performa maksimal dari setiap ekor ternak.

(48)

Sekam padi

Sekam padi adalah bagian terluar dari butir padi (kulit padi) dan merupakan salah satu hasil sampingan yang dihasilkan dari industri penggilingan padi. Luh (1991) menyatakan bahwa padi kering di dalam satu malai akan menghasilkan beras putih 52% (% dalam berat), sekam sebanyak 20%, 15% jerami, dedak 10% dan sebanyak 3% akan hilang selama konversi. Bobot isi sekam berkisar 0,10-0,16 gram/ml dengan kepadatan sesungguhnya sekitar 0,67-0,74 gram/cm3

Soepardi (1983) menyatakan sekam padi merupakan sumber energi bagi perkembangan jasad renik dalam tanah dan dapat memperbaiki aerasi tanah dengan cara memperbaiki struktur tanah. Sekam juga dapat meningkatkan penyerapan silika oleh tanaman.

. Singhania (2004) menyatakan bahwa tiap satu ton produksi akan menghasilkan 220 kg sekam padi (sebanyak 22%).

Menurut Grist (1995), sekam padi dapat digunakan dalam berbagai hal yaitu untuk alas kandang pada tipe ternak tertentu, sebagai pupuk dan sebagai penunjang media bagi sayuran hidroponik. Luh (1991) menambahkan sekam padi dapat pula digunakan sebagai bahan campuran untuk bahan bangunan, pembuatan papan fiber

dan batu bata, sebagai penyerap atau absorban, pembuatan semen, bahan bakar industri karet maupun untuk makanan ternak dan binatang.

Kawat

Peternak kelinci komersial biasanya menggunakan kandang yang terbuat dari kawat. Kandang ini memiliki kelebihan yaitu ventilasi udara yang baik dan sistem pembersihan kotoran yang mudah (Cheekeet al., 2000).

Animal Research (2007) menyatakan bahwa beberapa mencit ditempatkan pada kandang dengan menggunakan kawat di bagian alas kandang. Tipe kandang seperti ini memudahkan dalam pengambilan feses dan urin.

Bambu

(49)
(50)

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil (kompleks kandang B), Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai pada Agustus sampai September 2011.

Materi

Ternak

Kelinci yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci jantan lokal sebanyak 15 ekor yang berumur empat bulan. Kelinci diperoleh dari peternakan rakyat yang ada di Jl. Raya Cibanteng Agatis Ciampea-Bogor. Bobot hidup rata-rata adalah 824±74,43 gram.

Pakan

(51)

Gambar 1. Pakan Kelinci yang Digunakan Tabel 3. Komposisi Zat Makanan Pellet Berdasarkan 100% BK

Zat Nutrisi Komposisi (%)

Bahan Kering 87,08

Sumber : Hasil Analisis Kimia Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2011).

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan pada penelitian adalah kandang individu sebanyak 15 unit yang berukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm. Kandang berbentuk panggung dengan jarak dari lantai ± 100 cm. Kandang terbuat dari kayu, bambu dan kawat dengan lantai kandang yang berbeda yaitu bambu, kawat dan sekam. Atap dan dinding kandang pada setiap perlakuan sama yaitu dibuat dari kawat yang sisi masing-masing diberi kayu. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum yang terbuat dari tanah liat. Peralatan yang digunakan adalah alat kebersihan, kamera, timbangan, ember dan sekam.

Lantai kandang yang dibuat dari kawat memiliki bentuk kawat yang persegi dengan ukuran sisi kawat 13 x13 mm dan ketebalan kawat 0,8 mm. Lantai kawat dari bambu memiliki jarak antar bambu ± 10 mm dan ketebalan bambu ± 3 mm. Lantai tertutup beralaskan sekam berbahan dasar kayu yang atasnya dilapisi terpal kemudian diisi dengan sekam yang ketebalannya ± 5 mm dengan tinggi dinding kayu ± 10 cm.

(52)

Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Penelitian

Metode

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan menggunakan 3 perlakuan dan setiap perlakuan terdiri dari 5 ulangan.

Perlakuan yang diberikan yaitu:

P1 : lantai kandang terbuat dari bambu P2 : lantai kandang terbuat dari kawat

P3 : lantai kandang tertutup beralaskan sekam

Model matematika yang digunakan adalah: ( Mattjik dan Sumertajaya., 2002 ) Yij = µ + αi + ε

Keterangan:

ij

Yijk : Nilai peubah yang diamati µ : Nilai tengah umum

αi

P3)

: Pengaruh perlakuan alas kandang yang berbeda pada taraf ke-i (i= P1, P2 dan

εij

berbeda (j= 5 ulangan)

: Galat percobaan dari ulangan ke-j akibat perlakuan alas kandang yang

(53)

Peubah yang Diamati

Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan merupakan jumlah yang dihitung setiap hari dengan cara menghitung pakan yang diberikan dikurangi sisa pakan (g/ekor/hari). Konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang diberikan pada ternak dan zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi ternak.

Pertambahan Bobot Badan Harian

Pertambahan bobot badan harian merupakan pengurangan bobot badan minggu ini dengan bobot badan dua minggu lalu dibagi jumlah hari.

Konversi Pakan

Konversi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk mendapatkan bobot badan tertentu dan dalam waktu tertentu. Konversi pakan yaitu jumlah pakan yang dikonsumsi tiap hari terhadap pertambahan bobot badan harian. Efisiensi dalam penggunaan pakan termasuk dalam program pemberian pakan yang didapat dan diukur dari konversi pakan atas bobot hidup kelinci.

Produksi Feses

Produksi feses yang dikeluarkan perhari (gram/ekor/hari) diukur dengan cara menghitung jumlah feses yang dikeluarkan setiap hari.

IOFC (Income Over Feed Cost)

(54)

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Analysis of variance (ANOVA). Jika hasil analisis menunjukkan nyata atau sangat nyata, maka dilakukan uji perbandingan nilai tengah dengan menggunakan uji Duncan.

Prosedur

Persiapan Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan pada penelitian adalah kandang individu sebanyak 15 unit yang berukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm. Kandang terbuat dari kayu, bambu dan kawat dengan lantai kandang yang berbeda yaitu bambu, kawat dan sekam. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum yang terbuat dari tanah liat. Kandang terlebih dahulu didesinfeksi kemudian tempat pakan dan minum dibersihkan untuk mencegah adanya bibit penyakit. Kelinci yang dipilih adalah kelinci jantan lokal sebanyak 15 ekor yang dimasukkan ke dalam kandang secara acak. Sebelum penelitian, kelinci terlebih dahulu diadaptasikan selama 2 minggu agar tidak mudah stres yang akan mengganggu selama penelitian berlangsung. Obat-obatan yang digunakan adalah obat anti scabies yaitu Wonder Ivermic, Vitamin Caviadrops dan obat diare Entrostop. Penimbangan bobot badan dilakukan pada akhir periode adaptasi dan digunakan sebagai data awal penelitian.

Pemeliharaan

Selama penelitian pakan diberikan sebanyak dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari yang disesuaikan dengan kebutuhan bahan kering ternak tersebut berdasarkan bobot badan. Sebelum pakan diberikan, pakan ditimbang terlebih dahulu. Pemberian air minum diberikan secara ad libitum. Kurun pemeliharaan selama 60 hari.

Kandang dibersihkan setiap hari yaitu pada pagi hari agar kebersihan kandang dapat terjaga dan kesehatan ternak tidak terganggu.

Pengumpulan Data

(55)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan serta perawatan ternak. Terdapat banyak jenis kandang, baik berdasarkan tipe maupun bahan yang digunakan untuk membuat kandang tersebut, sedangkan penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan. Secara tidak langsung, kandang juga mempengaruhi kualitas dan kuantitas hasil peternakan.

Lantai adalah pembatas bangunan bagian bawah kandang ternak. Lantai kandang sangat penting karena menjadi tempat berpijak dan berbaring ternak sehingga dapat berdiri kokoh dan tegak, berbaring dan istirahat dengan nyaman yang kemudian akan berpengaruh terhadap performa produksi. Lantai kandang yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dari bambu, kawat dan lantai tertutup beralaskan sekam. Pembuatan kandang dan lantai sangat memiliki pengaruh terhadap suhu dan kelembaban sehingga layak untuk digunakan oleh ternak.

Suhu dalam kandang selama penelitian berlangsung berkisar antara 22-32,8 °C dengan suhu pagi 22-26 °C (06.00 WIB), siang 30-32,5 °C (12.00 WIB) dan sore 24-32,8 °C (16.00 WIB). Kelembaban kandang juga cukup tinggi pada pagi hari 90%-99%, siang hari 82%-90% dan sore hari 50%-80%. Hal ini tidak sesuai dengan yang dikemukakan oleh Lukefahr dan Cheeke (1990) bahwa pertumbuhan kelinci dapat mencapai optimal pada kondisi lingkungan dengan suhu 18 °C dan tingkat kelembaban 70%. Suhu kandang yang tinggi ini disebabkan oleh konstruksi kandang yaitu bagian atap kandang yang terbuat dari asbes sehingga sangat mudah menyerap panas pada waktu siang hari dan menyebarkan panas tersebut keseluruh ruangan kandang.

Konsumsi Pakan

(56)

yang sedang tumbuh akan bertambah sejalan dengan pertambahan bobot tubuh yang dicapai sampai batas umur dimana tidak terjadi lagi pertumbuhan. Rataan konsumsi pakan kelinci dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Konsumsi Pakan (Pelet) Kelinci Selama Pemeliharaan

Perlakuan Konsumsi Pakan

(g/ekor/hari)

P1 (Bambu) 66,60 ± 5,95

P2 (Sekam) 68,29 ± 6,25

P3 (Kawat) 69,56 ± 5,64

Rataan 68,15 ± 5,65

Rataan konsumsi pakan (pellet) kelinci setiap hari pada masing-masing perlakuan P1, P2 dan P3 adalah 66,60; 68,29 dan 69,56 gram/ekor/hari. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsumsi pakan (pelet) yang diberikan tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan pemberian pakan diberikan sesuai dengan kebutuhan kelinci dan tidak ad libitum. Penggunaan jenis lantai kandang tidak menurunkan konsumsi pakan sehingga penggunaan jenis lantai kandang bambu, sekam dan kawat ini dapat digunakan untuk pemeliharaan kelinci lokal.

Konsumsi Zat Makanan

Konsumsi zat makanan merupakan bahan-bahan penting berupa nutrisi yang terdapat dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Rataan konsumsi zat makanan kelinci berdasarkan BK=100% dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Konsumsi Zat Makanan Kelinci Berdasarkan BK=100%

Peubah P1 (Bambu) P2 (Sekam) P3 (Kawat) Rataan (g/ekor/hari)

(57)

Konsumsi zat makanan sehari-hari dapat dilihat dengan mengamati konsumsi bahan kering, konsumsi protein kasar dan konsumsi serat kasar. Konsumsi zat makanan selaras dengan konsumsi pakan dan tidak dipengaruhi penggunaan jenis lantai kandang sehingga lantai kandang bambu, sekam dan kawat layak untuk digunakan dalam pemeliharaan kelinci lokal.

Konsumsi Bahan Kering

Konsumsi bahan kering kelinci pada penelitian berkisar 6% dari bobot badan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan dengan lantai kandang P1, P2 dan P3 tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi bahan kering (P>0,05) (Tabel 5). Penelitian Muhidin (2004) menunjukkan konsumsi bahan kering yang diberikan sebanyak 151,27 g/ekor/hari dan lebih tinggi dari penelitian ini. Hal ini disebabkan pakan diberikan secara ad libitum dan menghasilkan pertambahan bobot badan sebanyak 18,22 g/ekor/hari, sedangkan penelitian ini disesuaikan dengan kebutuhan bahan kering berdasarkan NRC (1977) dan Ensminger (1991) yaitu kebutuhan bahan kering kelinci muda berkisar 5,4%-6,2%. Kebutuhan ini juga sudah sesuai menurut Templeton (1968), yang menyatakan kelinci membutuhkan bahan kering 5,8%-6,7% dari bobot hidup setiap harinya. Hasil menunjukkan bahwa penggunaan jenis lantai kandang bambu, sekam dan kawat dapat digunakan untuk pemeliharaan kelinci lokal karena tidak menurunkan konsumsi bahan kering.

Iklim dan suhu lingkungan dapat mempengaruhi tingkat nafsu makan dan jumlah pakan yang dikonsumsi ternak. Suhu dan kelembaban yang tinggi akan mengakibatkan rendahnya konsumsi pakan dan rendahnya pertambahan bobot badan (Anggorodi, 1990). Suhu kandang pada saat kelinci dipelihara selama penelitian berlangsung berkisar antara 22-32,8 °C. Pagi 22-26 °C, siang 30-32,5 °C dan sore 24-32,8 °C. Suhu ini tidak sesuai dengan suhu lingkungan optimal pada kelinci yaitu 21 °C sehingga menyebabkan kelinci menjadi stres dan dapat menyebabkan kematian.

Konsumsi Protein Kasar

(58)

jika dibandingkan dengan penelitian Iman (2005) yaitu 16,27% dengan pemberian rumput 60% dan konsentrat 40%. Konsumsi protein sudah sesuai kebutuhan untuk kelinci yang sedang tumbuh yaitu sebesar 16% (Benerjee, 1982). Hal ini juga sesuai dengan kebutuhan protein kasar menurut Church (1991) yaitu berkisar 10%-20%.

Penggunaan jenis lantai kandang yang berbeda seperti bambu, sekam dan kawat dapat digunakan untuk pemeliharaan karena tidak menurunkan konsumsi protein pada kelinci lokal. Namun, bahan baku dalam pembuatan lantai kandang harus disesuaikan dengan sumber daya yang ada di daerah tersebut sehingga lebih meminimalkan biaya pembuatan.

Konsumsi Serat Kasar

Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh terhadap konsumsi serat kasar (P>0,05). Rataan konsumsi serat kasar dapat dilihat pada Tabel 5 yaitu untuk masing-masing perlakuan P1, P2 dan P3 berturut-turut adalah 17,52; 167,97 dan 18,30 g/ekor/hari. Persentase serat kasar yang dikonsumsi adalah 26,31%. Konsumsi rataan serat kasar tidak sesuai dengan kebutuhan untuk kelinci yang sedang tumbuh menurut NRC (1977) yaitu berkisar 10-12%. Hal ini dapat disebabkan karena komposisi bahan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan serat kasar untuk kelinci yang sedang tumbuh. Kebutuhan serat kasar ini juga tidak sesuai menurut Lebas et al. (1968) yang menyatakan kebutuhan serat kasar berkisar 10%-20 %.

Akan tetapi, perlakuan jenis kandang yang berbeda tidak menurunkan konsumsi serat kasar dalam pemeliharaan kelinci lokal sehingga penggunaan lantai kandang dari bambu, sekam dan kawat masih dapat digunakan.

Performa Produksi

(59)

tidak sesuai menurut Ozimba dan Lukefahr (1991) yang menyatakan bahwa untuk mencapai kelinci fryer bobot badan sebesar 2047 g/ekor. Hasil statistik menunjukkan bahwa perlakuan P1, P2 dan P3 tidak berpengaruh nyata terhadap performa produksi. Bobot awal, bobot akhir, konversi pakan dan mortalitas terdapat pada Tabel 6.

Tabel 6. Performa Produksi Kelinci

Parameter Produksi Performa Produksi pada Lantai Kandang

Bambu Sekam Kawat Rataan

Bobot Awal (g/ekor) 856±103,34 818±60,99 98±53,10 824,00±29,46

Bobot Akhir (g/ekor) 1502,5±117,30 1434±215,71 1625±93,27 1520,50±96,76

PBBH (g/ekor/hari) 10,54±2,13 11±3,03 13,04±3,81 11,53±1,33

Konversi Pakan 5,64±0,87 5,69±1,27 5,04±1,71 5,46±0,36

Mortalitas (%) 20 0 20 13,33

Aspek genetik juga berpengaruh terhadap bobot kelinci. Jenis kelinci yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelinci lokal. Kelinci lokal Indonesia bertubuh kecil, bobot dewasa hanya mencapai 1,8-2,3 kg (Herman, 2000).

Penggunaan jenis lantai kandang pada bambu, sekam dan kawat tidak berpengaruh terhadap performa produksi. Oleh karena itu, penggunaan jenis lantai kandang yang berbeda dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pada pemeliharaan kelinci lokal.

Penggunaan dengan lantai bambu sudah umum dilakukan untuk pemeliharaan ternak kelinci karena batangnya kuat, mudah dibelah, mudah dibentuk dan ringan. Bambu untuk wilayah Bogor mudah dijangkau dan harga relatif murah sehingga banyak dimanfaatkan peternak kelinci di Bogor. Lantai dengan bambu juga mudah dibersihkan dari kotoran sehingga lebih higienis dan ternak menjadi lebih nyaman untuk tinggal.

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan Zat Pakan Kelinci pada Berbagai Status Fisiologis
Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Penelitian
Tabel 4. Rataan Konsumsi Pakan (Pelet) Kelinci Selama Pemeliharaan
Tabel 1. Kebutuhan Zat Pakan Kelinci pada Berbagai Status Fisiologis
+4

Referensi

Dokumen terkait

Melalui teguran tersebut, redaksi Kuis Kebangsaan akhirnya mengubah konsep penayangan mereka dengan tanpa menggunakan WIN-HT bersih peduli tegas sebagai tagline

Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan SAK ETAP BAB 17 pada klasifikasi sewa baik itu sewa pembiayaan maupun sewa operasi mempengaruhi pencatatan serta pelaporan

Keabsahan data dalam penelitian ditentukan dengan menggunakan kriteria kredibilitas (derajat kepercayaan). Kredibilitas dimaksudkan untuk membuktikan bahwa apa yang

Lebih lanjut, dalam RPP tentang Guru dikemukakan bahwa: “Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya

Kajian Pengaruh Pengembangan (Swelling) Pada Subgrade Dari Tanah Lempung Berplastisitas Tinggi Terhadap Kerusakan Lapisan Perkerasan Jalan. Syahril, Bambang Sugeng Subagio,

Foto yang berjudul Kembang Poleng Gorda menggunakan wide angle yang mengarah pada kebaya yang digunakan pada model dengan tujuan agar penikmat foto tidak hanya fokus

hPa^ PctusDgilslbh P{ses d. LaFn Pnk4gedsvfrD

Penelitian yang dilakukan oleh Rahmayanti (2004) dalam Yumettasari dkk (2008) membandingkan apakah kinerja saham syariah (JII) lebih baik dari saham konvensional