• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Perawatan Kaki Pada Pasien Diabetes Melitus di Poliklinik Endokrin RSUD dr. Pirngadi, Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perilaku Perawatan Kaki Pada Pasien Diabetes Melitus di Poliklinik Endokrin RSUD dr. Pirngadi, Medan"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU PERAWATAN KAKI PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI POLIKLINIK ENDOKRIN RSUD dr PIRNGADI MEDAN

SKRIPSI

Oleh:

091101031

Susi Roida Simanjuntak

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Judul : Perilaku Perawatan Kaki Pada Pasien Diabetes Melitus di Poliklinik Endokrin RSUD dr. Pirngadi, Medan

Peneliti : Susi Roida Simanjuntak NIM : 091101031

Jurusan : Keperawatan Tahun : 2013

Abstrak

Sekitar 15% dari individu dengan DM memiliki ulkus pada kaki atau pergelangan kaki. Diabetes melitus diperkirakan menjadi faktor penyebab utama pada 45% dari semua amputasi ekstremitas bawah, dengan 60% dari amputasi nontraumatik menjadi hasil dari komplikasi jangka panjang dari diabetes. Perilaku perawatan kaki adalah pengetahuan, sikap, dan tindakan pasien diabetes melitus dalam melakukan untuk perawatan kaki sebagai upaya pencegahan primer terjadinya luka pada kaki diabetes. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku, pengetahuan, sikap, tindakan pasien diabetes melitus di Poliklinik Endokrin RSUD dr. Pirngadi Medan. Desain penelitian dalam penelitian ini adalah dekskriptif kuantitatif dengan jumlah responden 120 pasien diabtes melitus. Teknik pengambilan data dilakukan secara accidental sampling. Instrumen penelitian berupa kuesioner data demografi, kuesioner pengetahuan, kuesioner sikap, dan kuesioner tindakan. Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat. Hasil analisa data menunjukkan bahwa perilaku responden cukup (57,5%), pengetahuan baik (80,8%), sikap cukup (69,2%), dan tindakan cukup (64,2%). Tenaga kesehatan atau keperawatan diharapkan dapat berperan untuk meningkatkan motivasi dan kesadaran diri pasien diabetes melitus melakukan perawatan kaki secara rutin dan teratur untuk menurunkan risiko ulkus kaki diabetik.

(3)

Title : The Behavior of Foot Care in Diabetes Mellitus Patients at the Endocrine Polyclinic of RSUD dr. Pirngadi, Medan Name : Susi Roida Simanjuntak

Std. ID Number : 091101031 Study Program : Nursing Academic Year : 2013

Abstract

About 15% of the individuals who are suffered from diabetes mellitus have ulcers on their feet and ankles. Diabetes mellitus is supposed to be the chief factor which causes 45% of all low extremity amputation with 60% of non-traumatic amputation becomes a long-term complication of diabetes. The behavior of foot care constitutes knowledge, attitude, and action of diabetes mellitus patients in conducting foot care in order to primarily prevent from wounds in diabetes feet. The objective of the study was to know the behavior, knowledge, attitude, and action of diabetes mellitus patients at the Endocrine Polyclinic of RSUD dr. Pirngadi, Medan. The design of the study was descriptive quantitative. The samples were 120 diabetes mellitus patients, taken by using accidental sampling technique. The instruments of the study were questionnaires about demographic data, questionnaires about knowledge, questionnaires about attitude, and questionnaires about action. The data were analyzed by using univatriate analysis. The result of the analysis showed that the majority of respondents (57.5%) had moderate behavior, good knowledge (80.8%), moderate attitude (69.2%), and moderate action (64.2%). It is recommended that health workers or nurses increase the motivation and awareness of diabetes mellitus patients to do foot care routinely and regularly in order to decrease the risk of being affected by diabetic ulcer feet.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus atas berkat, kasih, dan anugerah-Nya yang senantiasa dilimpahkan pada penulis, sehingga penulis dapat merampungkan proposal penelitian ini.

Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, peneliti mendapatkan banyak bantuan, dukungan, bimbingan, serta motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Erniyati, S.Kp, MNS selaku pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Yesi Ariani, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu sabar dan meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan, serta ilmu yang bermanfaat kepada penulis dalam proses penulisan skripsi ini hingga selesai.

4. Asrizal, S.Kep, Ns, WOC(ET)N selaku dosen penguji I dan Rosina Tarigan, SKp, M.Kep, Sp. KMB selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran, arahan dalam penulisan skripsi ini.

(5)

6. Kepada pimpinan RSUD dr. Pirngadi, Medan yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut.

7. Seluruh responden saya yang meluangkan waktu dan pikirannya untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

8. Ayahanda J. Simanjuntak dan Ibunda G. Panjaitan, kalianlah semangat penulis untuk tetap tegar menjalani kehidupan ini selalu memberikan kedamaian kepada penulis. Terimakasih untuk doa dan dukungan yang senantiasa kalian berikan.

9. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada saudara-saudari tersayang Ester, Josua, Niko, Fanny yang selalu memberikan dukungan pada penulis

10. Sahabat terbaik Kristi Noviala Sianipar, Meszadena Tumanggor, Imelda Sirait, Trisna Sutanti Sinambela, Heppy Debora Banjarnahor, Sannesy Ardela Bakara yang senantiasa memberikan dukungan, motivasi, dan canda tawa dalam memyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman Keperawatan Stambuk 2009 yang tak bisa disebut namanya satu persatu. Terima kasih untuk motivasi yang telah kalian berikan, kita telah tumbuh bersama dalam keluarga stambuk 2009.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan

Medan, 13 Juli 2013 Hormat Penulis,

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………....………...………,...…. 1

1.2. Pertanyaan Penelitian ………... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Perilaku 1.1 Defenisi perilaku ... 7

1.2 Klasifikasi perilaku ... 8

1.3 Domain perilaku ... 8

1.4 Proses pembentukan perilaku ... 11

1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ... 12

2. Diabete Melitus 2.1 Pengertian diabetes melitus ... 12

2.2 Klasifikasi diabetes melitus ... 13

2.3 Kriteria diagnosis diabetes melitus ... 15

2.4 Komplikasi diabetes melitus ... 16

2.5 Masalah kaki dan tungkai pada diabetes ... 19

2.6 Perawatan kaki pada pasien DM tipe 2 ... 21

Bab 3 KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Penelitian ………... 27

2. Defenisi opersional ... 28

Bab 4 METODE PENELITIAN 1. Desain penelitian ... 29

2. Populasi dan sampel penelitian ... 29

3. Lokasi dan waktu penelitian ... 31

4. Pertimbangan etik penelitian ... 31

5. Instrumen penelitian ... 32

6. Validitas dan reliabilitas ... 36

7. Pengumpulan data ... 37

(7)

Bab 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian

1.1 Karakteristik Responden ... 39

1.2 Pengetahuan, sikap, tindakan ... 41

1.3 Perilaku ... 41

2. Pembahasan 2.1 Karakteristik responden ... 42

2.2 Pengetahuan responden ... 43

2.3 Sikap responden ... 46

2.4 Tindakan responden ... 48

2.5 Perilaku responden ... 51

2.6 Keterbatasan Penelitian ... 54

Bab 6 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 55

2. Saran 2.1 Bagi pelayanan keperawatan ... 55

2.2 Bagi klien dan keluarga ... 56

2.3 Bagi ilmu keperawatan ... 56

2.4 Bagi penelitian selanjutnya ... 56

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Defenisi Operasional ... 28

Tabel 5.1 Karakteristik Responden ... ... 40

Tabel 5.2 Pengetahuan,Sikap,dan Tindakan Responden ... 41

(9)

DAFTAR SKEMA

(10)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lembar Konsultasi

Lampiran 2 Jadwal Penelitian Lampiran 3 surat penelitian Lampiran 4 Informed Consent Lampiran 5 Kuesioner Penelitian Lampiran 6 Uji Reliabilitas Instrumen Lampiran 7 Master Data Penelitian

Lampiran 8 Distribusi Soal Pengetahuan, Sikap, Tindakan Lampiran 9 Uji Normalitas Data Perilaku

(11)

Judul : Perilaku Perawatan Kaki Pada Pasien Diabetes Melitus di Poliklinik Endokrin RSUD dr. Pirngadi, Medan

Peneliti : Susi Roida Simanjuntak NIM : 091101031

Jurusan : Keperawatan Tahun : 2013

Abstrak

Sekitar 15% dari individu dengan DM memiliki ulkus pada kaki atau pergelangan kaki. Diabetes melitus diperkirakan menjadi faktor penyebab utama pada 45% dari semua amputasi ekstremitas bawah, dengan 60% dari amputasi nontraumatik menjadi hasil dari komplikasi jangka panjang dari diabetes. Perilaku perawatan kaki adalah pengetahuan, sikap, dan tindakan pasien diabetes melitus dalam melakukan untuk perawatan kaki sebagai upaya pencegahan primer terjadinya luka pada kaki diabetes. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku, pengetahuan, sikap, tindakan pasien diabetes melitus di Poliklinik Endokrin RSUD dr. Pirngadi Medan. Desain penelitian dalam penelitian ini adalah dekskriptif kuantitatif dengan jumlah responden 120 pasien diabtes melitus. Teknik pengambilan data dilakukan secara accidental sampling. Instrumen penelitian berupa kuesioner data demografi, kuesioner pengetahuan, kuesioner sikap, dan kuesioner tindakan. Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat. Hasil analisa data menunjukkan bahwa perilaku responden cukup (57,5%), pengetahuan baik (80,8%), sikap cukup (69,2%), dan tindakan cukup (64,2%). Tenaga kesehatan atau keperawatan diharapkan dapat berperan untuk meningkatkan motivasi dan kesadaran diri pasien diabetes melitus melakukan perawatan kaki secara rutin dan teratur untuk menurunkan risiko ulkus kaki diabetik.

(12)

Title : The Behavior of Foot Care in Diabetes Mellitus Patients at the Endocrine Polyclinic of RSUD dr. Pirngadi, Medan Name : Susi Roida Simanjuntak

Std. ID Number : 091101031 Study Program : Nursing Academic Year : 2013

Abstract

About 15% of the individuals who are suffered from diabetes mellitus have ulcers on their feet and ankles. Diabetes mellitus is supposed to be the chief factor which causes 45% of all low extremity amputation with 60% of non-traumatic amputation becomes a long-term complication of diabetes. The behavior of foot care constitutes knowledge, attitude, and action of diabetes mellitus patients in conducting foot care in order to primarily prevent from wounds in diabetes feet. The objective of the study was to know the behavior, knowledge, attitude, and action of diabetes mellitus patients at the Endocrine Polyclinic of RSUD dr. Pirngadi, Medan. The design of the study was descriptive quantitative. The samples were 120 diabetes mellitus patients, taken by using accidental sampling technique. The instruments of the study were questionnaires about demographic data, questionnaires about knowledge, questionnaires about attitude, and questionnaires about action. The data were analyzed by using univatriate analysis. The result of the analysis showed that the majority of respondents (57.5%) had moderate behavior, good knowledge (80.8%), moderate attitude (69.2%), and moderate action (64.2%). It is recommended that health workers or nurses increase the motivation and awareness of diabetes mellitus patients to do foot care routinely and regularly in order to decrease the risk of being affected by diabetic ulcer feet.

(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price & Wilson, 2005). Sedangkan menurut WHO(2006), DM adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hiperglikemia kronis, tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol.

(14)

tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian 2025, jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang (Suyono, 2009).

Walaupun Diabetes mellitus merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak tepat. Kadar gula darah pada pasien DM harus senantiasa dikontrol. Kontrol gula darah yang tidak adekuat pada pasien DM akan menyebabkan gangguan komplikasi (Price & Wilson, 1995).

Gangguan kesehatan komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua yakni komplikasi akut dan komplikasi kronik. Neuropati diabetik, penyakit vaskuler perifer, penurunan daya imunitas merupakan salah satu komplikasi pada pasien DM tipe 2 yang turut meningkatkan risiko terjadinya masalah kaki dan tungkai pada pasien DM (Smeltzer dan Bare, 2002)

Proses terjadinya ulkus diabetik pada kaki dimulai dari terjadinya cedera pada jaringan lunak kaki, cedera tidak dapat dirasakan oleh pasien yang kepekaan kakinya sudah menghilang. Jika pasien tidak mempunyai kebiasaan untuk memeriksa kakinya setiap hari, cedera tersebut dapat dapat berlangsung tanpa diketahui sampai terjadi infeksi yang serius. Pada pasien yang memiliki penyakit vaskuler perifer, kesembuhan ulkus mungkin tidak terjadi hal ini disebabkan oleh penurunan kemampuan oksigen, nutrien serta antibiotik untuk menjangkau jaringan yang cedera. Amputasi mungkin diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut (Smeltzer dan Bare, 2002).

(15)

pada 45% dari semua amputasi ekstremitas bawah, dengan 60% dari amputasi nontraumatik menjadi hasil dari komplikasi jangka panjang dari diabetes. (Heitzman, 2010).

Di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo, masalah kaki diabetes masih merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan selalu menyangkut kaki diabetes. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi, masing-masing sebesar 15% dan 25% (data RSUPN dr Cipto Mangunkusumo tahun 2003). Nasib para penyandang DM pasca amputasi masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% meninggal dalam setahun pasca amputasi dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi (Waspadji, 2009). Meaney (2012) menyatakan bahwa biaya perawatan untuk amputasi menghabiskan biaya yang besar bagi pasien. Selain itu amputasi juga menyebabkan terjadinya kehilangan mobilitas, seumur hidup tergantung pada orang lain, serta adanya keterbatasan yang menyebabkan perubahan peran pada pasien diabetes.

(16)

Heitzman (2010) menyatakan amputasi menjadikan biaya perawatan yang jauh lebih tinggi karena lama rawat inap berkepanjangan daripada biaya pencegahan atau pendekatan multidisiplin pada pasien diabetes. Smeltzer dan Bare (2002) menyatakan bahwa 50% - 75 % amputasi ekstremitas bawah dilakukan pada pasien yang menderita diabetes. Sebanyak 50 % kasus-kasus amputasi ini diperkirakan dapat dicegah apabila pasien diajarkan tindakan preventif untuk merawat kaki dan mempraktikkannya setiap hari.

Perawatan kaki merupakan upaya pencegahan primer terjadinya luka pada kaki diabetes. Perawatan kaki penderita diabetes mellitus yang teratur akan mencegah atau mengurangi terjadinya komplikasi kronik pada kaki. Perawatan kaki meliputi memeriksa kaki setiap hari, mencuci kaki dengan air hangat dan mengeringkan kaki, memakai alas kaki yang sesuai dengan ukuran kaki, penatalaksanaan kutil dan kalus, menggunting kuku, dan senam kaki (Tambunan, 2004)

(17)

penderita Diabetes Mellitus yang rawat inap berjumlah 117 orang dengan 7 diantaranya mengalami komplikasi gangren.

2. . Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana pengetahuan pasien diabetes melitus dalam melakukan perawatan kaki yang menjalani rawat jalan di Poliklinik Endokrin RSUD dr. Pirngadi Medan?

2. Bagaimana sikap pasien diabetes melitus dalam melakukan perawatan kaki yang menjalani rawat jalan di Poliklinik Endokrin RSUD dr. Pirngadi Medan?

3. Bagaimana tindakan pasien diabetes melitus dalam melakukan perawatan kaki yang menjalani rawat jalan di Poliklinik Endokrin RSUD dr. Pirngadi Medan?

4. Bagaimana perilaku pasien diabetes melitus dalam melakukan perawatan kaki yang menjalani rawat jalan di Poliklinik Endokrin RSUD dr. Pirngadi Medan?

3. Tujuan Penelitian 3.1Tujuan Umum

(18)

3.2Tujuan Khusus

3.2.1 Hasil penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan pasien Diabetes melitus yang menjalani rawat jalan di Poliklinik Endokrin RS dr. Pirngadi Medan dalam melakukan perawatan kaki.

3.2.2 Hasil penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap pasien Diabetes melitus yang menjalani rawat jalan di Poliklinik Endokrin RS dr. Pirngadi Medan dalam melakukan perawatan kaki.

3.2.3 Hasil penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tindakan pasien Diabetes melitus yang menjalani rawat jalan di Poliklinik Endokrin RS dr. Pirngadi Medan dalam melakukan perawatan kaki.

4 Manfaat Penelitian 4.1Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perilaku, pengetahuan, sikap, tindakan, dan perilaku pasien dalam melakukan perawatan kaki sehingga dapat diketahui bagaimana pengetahuan, sikap, tindakan, dan perilaku pasien dalam melakukan perawatan kaki.

4.2Praktek Keperawatan

(19)
(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Perilaku

1.1 Defenisi Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh organisme atau mahluk hidup. Skiner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus. Skiner menyatakan bahwa perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus organisme respon, teori skiner disebut dengan teori “S-O-R”. Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi tergantung pada kualitas stimulus yang diberikan pada organisme (Notoatmodjo, 2005). Kurt Lewin berpendapat bahwa perilaku adalah suatu keadaan dimana kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan penahan (restining forces) berada dalam keadaan seimbang (Notoatmodjo, 2005).

(21)

evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi; 4) trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru; 5) adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus

1.2 Klasifikasi Perilaku

Bentuk perilaku dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni :

2.2.1 Bentuk pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan,atau sikap batin,dan pengetahuan. Oleh sebab itu perilaku ini masih terselubung (covert behaviour)

2.2.2 Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu dapat jelas diobservasi secara langsung. Oleh sebab itu perilaku ini masih terselubung (Notoatmodjo, 2007)

1.3 Domain Perilaku

Menurut Benyamin Bloom (1908) sebagaimana dikutip Notoatmodjo (2005) bahwa perilaku manusia itu dibagi kedalam 3 domain yakni: kognitif, afektif, psikomotor. Dalam perkembangannya teori bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni :

1.3.1 Pengetahuan (Knowledge)

(22)

penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman,dan pengecap. Hasil pengetahuan manusia yang paling besar berasal dari indra penglihatan dan pendengaran. Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka akan perilaku tersebut akan bertahan lama, sebaliknya bila perilaku tersebut tidak didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku tersebut tidakakan bertahan lama. Secara garis besar Suyono (2009) menyatakan bahwa tingkatan pengetahuan mencakup 6 tingkatan, yakni :

a. Tahu (know), diartikan sebagai memori yang ada setelah mengamati sesuatu. Pengetahuan merupakan tingkat kognitif yang paling rendah. Kata kerja yang digunakan untuk mengukur pengetahuan adalah mengidentifikasi, menyebutkan, membuat daftar, memilih, mendefenisikan.

b. Memahami (comprehension), diartikan sebagai proses untu memahami suatu objek bukan sekadar tahu, mampu menginterpretasikan secara benar tentang obyek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan contoh, dan menyimpulkan. c. Aplikasi (application), diartikan menggunakan materi yang telah dipelajari

pada situasi dan kondisi yang nyata. Misalnya mampu menggunakan rumus statistika.

(23)

Individu mampu membedakan, memisahkan, atau mengelompokkan, membuat diagram terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

e. Sintesis (synthesis), diartikan kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen pengetahuan yang dimiliki. Mampu menyusun formulasi baru dari formasi yang sudah ada

f. Evaluasi (evaluation), evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap objek tertentu

1.3.2 Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap menunjukkan adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2007 ). Menurut Sunaryo (2004) manisfestasi dari sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan dari respon yang tertutup tersebut.

(24)

1.3.3 Praktik (Tindakan)

Suatu sikap belum secara langsung terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Sikap akan menjadi suatu tindakan nyata apabila ada faktor pendukung atau situasi yang mendukung, misalnya fasilitas

Praktik mempunyai beberapa tingkatan yakni: 1) Persepsi yakni mengenal dan memilih berbagai objek yang sesuai dengan tindakan yang akan diambil adalah tingkatan pertama dari praktik; 2) Respons terpimpin yakni melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah tingkatan kedua dari praktik; 3) Mekanisme yakni apabila seseorang secara otomatis sudah dapat melakukannya dengan benar atau sudah menjadi kebiasaannya, maka individu tersebut memasuki tingkatan ketiga dari praktik; 4) Adopsi yakni suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik dimana individu tersebut mampu memodifikasi tindakan tersebut tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut ( Notoatmodjo, 2007)

1. 4 Proses Pembentukan Perilaku

1.4.1 Kebutuhan

(25)

1.4.2 Motivasi

Motivasi adalah suatu penggerak. Penggerak tersebut dapat berasal dari dalam diri individu atau dari luar diri individu. Penggerak ini akan membantu individu untuk mencapai tujuan (Sunaryo, 2004)

1. 5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Sunaryo (2004) ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang yakni faktor endogen dan eksogen. Faktor Endogen yang dapat mempengaruhi perilaku individu antara lain: Jenis ras, jenis kelamin, sifat fisik. Faktor Eksogen yang dapat mempengaruhi perilaku individu antara lain: lingkungan, agama, sosial ekonomi, kebudayaan.

Menurut Notoatmodjo (2005) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari persepsi, pengetahuan, keyakinan, keinginan, motivasi, niat, sikap. Faktor eksternal terdiri dari pengalaman, fasilitas, sosialbudaya.

2. DIABETES MELITUS 2.1Pengertian Diabetes Melitus

(26)

Diabetes melitus terjadi karena kekurangan hormon insulin yang dihasilkan oleh sel β pakreas dimana kekurangan insulin tersebut dapat bersifat

absolut atau relatif. Kekurangan insulin relatif terjadi misalnya karena kelebihan hormon-hormon kontra insulin dimana aksinya berlawanan dengan insulin.akibat kekurangan insulin dapat terjadi peningkatan kadar glukosa darah dan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel-sel jaringan yang tergantung insulin (Wiyono, 2004)

2.2Klasifikasi Diabetes Melitus 2.2.1 Diabetes Melitus Tipe 1

Diabetes Melitus Tipe I merupakan kondisi autoimun dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Diabetes melitus tipe 1 sering digunakan sebagai sinonim diabetes tergantung insulin ( IDDM, insulin – dependent diabetes mellitus ) (Price & Wilson, 2005).

2.2.2 Diabetes melitus Tipe 2

(27)

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe 2, namun masih terdapat insulin dalam jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Diabetes melitus tipe 2 paling sering terjadi pada penderita yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas (Smeltzer dan Bare, 2002).

2.2.3 Diabetes Melitus Gestasional (DMG)

Diabetes Melitus Gestasional (DMG) dikenal pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi 4 % dari semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya adalah usia tua, etnik, obesitas multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes gestasional terlebih dahulu (Price & Wilson, 2005).

Pada kehamilan terjadi resistensi insulin fisiologis akibat peningkatan hormon-hormon kehamilan yang mencapai puncaknya pada trimester ketiga kehamilan. Pada DMG terjadi gangguan sekresi sel beta pancreas karena beberapa hal diantaraya: 1) autoimun, 2) kelainan genetic, 3) resistensi insulin kronik (Adam & Purnamasari, 2009)

(28)

sebagian besar ( > 75 % ) wanita dengan diabetes gestasional akan menderita diabetes tipe II di masa depan (Greenstein & Wood, 2007)

2.2.4 Diabetes Tipe Khusus Lain

Diabetes Melitus Tipe Khusus Lain adalah :

a. Kelainan genetik pada sel β seperti yang dikenali pada diabetes melitus tipe 2

b. Kelainan genetik pada kerja insulin menyebabkan syndrom resistensi insulin berat dan akantosis negrikans

c. Penyakit pada eksokrin pankreas menyebabkan pankresatitis kronik d. Penyakit endokrin seperti syndrom cushing dan akromegali

e. Obat-obat yang bersifak toksik terhadap sel β f. Infeksi ( Price & Wilson, 2005 ).

2.3Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus

(29)

dilakukan menurut standar WHO, pasien diminta mengkonsumsi 75 gr glukosa anhidrus yang telah dilarutkan dalam air ( Purnamasari, 2009)

2.4Komplikasi Diabetes Melitus

Jika dibiarkan tidak dikelola dengan baik, diabetes melitus akan menyebabkan terjadinya komplikasi. Komplikasi diawali dengan komplikasi akut yang akhirnya akan berkelanjutan menjadi komplikasi kronik (Waspadji, 2009) 2.4.1 Komplikasi Akut

1. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah menurunnya kadar glukosa darah. Hipoglikemik terjadi pada lebih dari 90% dari mereka dengan diabetes tipe I dengan pengelolaan diabetes yang tidak baik. Hipoglikemia pada diabetes kadang-kadang disebut insulin shock atau reaksi insulin (Zeinder, 2012)

Pasien DM tipe 1 mungkin suatu saat menerima insulin dengan jumlah yang lebih banyak dari kadar yang dibutuhkan untuk mengatur kadar gula darah normal. Penatalaksanaan hipoglikemia adalah perlu segera diberikan karbohidrat baik oral ataupun intravena. Terkadang pasien dapat juga diberi glukagon,yakni hormon glikogenolisis untuk menaikkan kadar gula darah (Price & William,2005)

2. Ketoasidosis

(30)

ada kekurangan mutlak atau relatif insulin, dan peningkatan hormon kontra-regulasi insulin seperti katekolamin, kortisol, glukagon, dan hormon pertumbuhan. Dengan kondisi tersebut, hati meningkatkan produksi glukosa, penurunan penggunaan glukosa di bagian perifer tubuh, peningkatan mobilisasi lemak, dan ketogenesis dirangsang (Zinder, 2012)

Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat mengalami hipotensi dan mengalami syok. Keadaan ini dapat memicu tejadinya penurunan penggunaan oksigen oleh otak, sehingga pasien bisa saja koma dan meninggal (Price & William, 2005)

3. Hiperglikemia Hiperosmolar Koma nonketotik (HHNK)

(31)

2.4.2 Komplikasi Kronik

Komplikasi kronik terdiri dari komplikasi mikroangiopati maupun makroangiopati. Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang terjadi pada pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak. Komplikasi mikrovaskuler adalah komplikasi yang terjadi pada retinopati diabetik, nefropati, neuropati (Heidaria et al, 2010)

Pertumbuhan sel dan kematian sel yang tidak normal merupakan dasar terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus. Perubahan dasar terutama terjadi pada endotel pembuluh darah, sel otot polos pembuluh darah maupun pada sel mesangial ginjal, semuanya menyebabkan perubahan pada pertumbuhan dan kesintasan sel, yang pada akhirnya akan menyebabkan komplikasi vaskuler diabetes (Waspadji, 2009).

1. Retinopati

Price dan Wilson (2005) menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat kuat antara hiperglikemia dengan insidens dan berkembangnya retinopati. Manifestasi dini retinopati berupa mikroaneurisma dari arteriola retina. Akibatnya perdarahan, neovaskularisasi, dan jaringan parut retina dapat menyebabkan kebutaan

2. Nefropati Manifestasi dini dari nefropati adalah adanya proteinuria dan hipertensi.

(32)

3. Neuropati

Pada jaringan saraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunn kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini perjalanan neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parastesia, berkurangya sensasi getar dan proprioseptik, dan gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dalam, kelemahan otot dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf perifer, saraf kranial, atau sistem saraf otonom (Price & William, 2005)

2.5Masalah Kaki dan Tungkai pada Diabetes

Masalah khusus pada pasien diabetik adalah berkembangnya ulkus pada kaki dan tungkai bawah. Ulkus terutama terjadi karena distribusi tekanan abnormal sekunder karena neuropati diabetik. Kemungkinan lain ulkus diawali oleh pemakaian sepatu dengan ukuran yang tidak sesuai pada kaki pasien sehingga menimbulkan lepuh pada pasien dengan defisit sensori yang menghalangi pasien mengenali nyeri (Isselbacher et al, 2000)

(33)

infeksi menyebababkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas (Waspadji, 2009)

Ada tiga komplikasi diabetes yang turut meningkatkan risiko terjadinya infeksi kaki yakni: 1) Neuropati sensorik menyebabkan hilangnya perasaan nyeri dan sensibilitas tekanan, sedangkan neuropati otonom menimbulkan peningkatan kekeringan dan pembentukan fisura pada kulit; 2) penyakit vaskular perifer yang akan mengakibatkan buruknya sirkulasi darah pada ekstremitas bawah sehingga kesembuhan luka akan berlangsung lama dan dapat berkembang menjadi gangren; 3) penurunan daya imunitas yang disebabkan oleh hiperglikemia. Hiperglikemia akan mengganggu kemampuan leukosit untuk menghancurkan bakteri pada kaki (Smeltzer & Bare, 2002)

Isselbacher (2000) menyatakan bahwa neuropati pada pasien diabetes yakni pada saraf motorik, otonom, dan sensorik. Kerusakan saraf sensorik akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan untuk merasakan cedera. Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan terjadi kelainan bentuk pada kaki. Kelainan bentuk dapat berupa tonjolan pada sendi interpalangeal, ujung jari kaki dan tumit (Heitzman, 2010).

(34)

Neuropati otonom menyebabkan penurunan fungsi keringat dan kelenjar minyak. Akibatnya, kaki kehilangan kemampuan alami untuk melembabkan kulit sehingga menjadi kering dan semakin rentan terhadap dan perkembangan selanjutnya infeksi. Hilangnya sensasi sebagai bagian dari neuropati perifer memperparah pengembangan ulserasi. Trauma yang terjadi di lokasi yang terkena dampak neuropati, ,pasien sering kali tidak mampu mendeteksi adanya trauma tersebut. Akibatnya, banyak luka yang berkembang tanpa disadari dan semakin memperburuk terutama pada daerah yang secara terus menerus mengalami tekanan berulang dan gesekan (Clayton & Elasy, 2009)

2.6 Perawatan Kaki Pada Pasien DM

(35)

2.6.1 Pemeriksaan kaki setiap hari

Pemeriksaan kaki yang dilakukan setiap hari akan membantu mengurangi komplikasi di kaki seperti ulkus diabetes. Hal ini berhubungan dengan kemudahan pelaksanaaanya karena bersifat mandiri dan tidak memerlukan peralatan khusus. Untuk mempermudah pasien dalam melakukan pemeriksaan kaki hanya dibutuhkan cermin untuk membantu melihat bagian bawah kaki, kecuali untuk pasien yang mengalami gangguan retinopati maka membutuhkan orang terdekat untuk membantu melakukannya (National institute of health, 2008). Setiap hari biasakan untuk memeriksa kaki dan mengamati perubahan warna, pembengkakan, luka, perdarahan, kulit melepuh, nyeri dan mati rasa (Wright & Ojo, 2012)

Memeriksa tanda kekeringan dan retak di kulit. Daerah ini membutuhkan perawatan khusus dengan lotion pelembab (hand and body lotion). Memeriksa kulit lembab, keriput (terutama antara jari-jari kaki), luka, lecet, kutil, kalus, kuku tumbuh ke dalam. Memeriksa apabila ada sensasi panas yang meningkat pada kulit (Bowering, 2001).

2.6.2 Mencuci dan Mengeringkan Kaki

(36)

Kaki harus tetap bersih, kering, dan lembut. Kaki tidak boleh direndam selama lebih dari 3 sampai 4 menit pada satu waktu. Lotion dapat digunakan pada puncak atau bawah kaki dan bukan antara jari-jari kaki. Bedak dapat ditaburkan antara jari kaki untuk membantu menjaga kulit kering. Jika pasien terjebak dalam hujan atau dalam keadaan lain yang menyebabkan kaki mereka basah, pembersihan menyeluruh harus dilakukan sesegera mungkin, diikuti oleh pemeriksaan kaki seperti yang dijelaskan sebelumnya (Heitzman, 2010)

2.6.3 Penggunaan Alas Kaki

Heitzman (2010) menyatakan bahwa seorang pasien dengan diabetes harus diinstruksikan untuk tidak pernah pergi bertelanjang kaki, baik dalam atau di luar

(37)

Kaki harus diukur setiap membeli sepatu baru karena perubahan struktur. Kedua sepatu, kiri dan kanan, harus mencoba sebelum membeli. Jika ukuran kaki berbeda, selalu membeli untuk kaki yang lebih besar. Jari kaki yang sempit, tinggi tumit, sol keras, dan tali antara jari kaki (sandal jepit) harus dihindari. Sepatu harus nyaman dan harus sesuai dengan bentuk kaki serta terbuat dari bahan yang lembut materi. Sepatu harus diperiksa setiap hari untuk memeriksa lapisan robek, benda asing, dan daerah kasar. Sepatu harus dikeringkan di malam hari untuk mencegah penumpukan kelembaban, yang dapat menyebabkan iritasi kulit lebih lanjut (Heitzman, 2010)

2.6.4 Penatalaksanaan Kutil dan kalus (Kapalan)

Kutil dan kalus adalah lapisan tebal kulit yang disebabkan karena terlalu banyak gesekan atau tekanan di tempat yang sama. Kutil dan kalus bisa berkembang menjadi infeksi. (National Institute of Diabetes and Kidney Disease, 2008).

(38)

2.6.5 Menggunting Kuku

Menggunting kuku kaki lurus mengikuti bentuk normal jari kaki, tidak terlalu pendek atau terlalu dekat dengan kulit, kemudian kikir agar kuku tidak tajam. Bila penglihatan kurang sebaiknya meminta pertolongn orang lain untuk menggunting kuku atau mengikir kuku setiap dua hari sekali. Bila kuku kaki keras sulit untuk dipotong, rendam kaki dengan ai hangat kuku (370C) selama ± 4 menit, bersihkan dengan sikat kuku, sabun dan air bersih. Bersihkan kuku setiap hari pada waktu mandi dan berikan klem pelembab pada kuku (Tambunan, 2004)

2.6.6 Senam Kaki

Senam kaki dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot kecil dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki (deformitas). Latihan senam kaki dapat dilakukan dengan posisi berdiri, duduk dan tidur, dengan cara menggerakkan kaki dan sendi-sendi kaki misalnya berdiri dengan kedua tumit diangkat, mengangkat kaki dan menurunkan kaki. Gerakan dapat berupa gerakan menekuk, meluruskan, mengangkat, memutar keluar atau kedalam dan mencengkram pada jari – jari kaki. Latihan dilakukan sesering mungkin dan teratur terutama pada saat kaki terasa dingin (Tambunan, 2002)

(39)

alas kaki dari benda asing sebelum memakainya; 4) Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan mengoleskan krim pelembab ke kulit yang kering; 5) Potong kuku secara teratur; 6) Keringkan kaki, sela-sela jari kaki teratur setelah dari kamar mandi; 7) Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak menyebabkan lipatan pada ujung-ujung jari kaki; 8) Kalau ada kalus atau mata ikan, tipiskan secara teratur; 9) Jika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kaki yang dibuat khusus Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan gunakan hak tinggi; 10) Jangan gunakan bantal atau botol berisi air panas/batu untuk kaki.

(40)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka penelitian

Kerangka ini disusun berdasarkan perilaku pasien DM dalam melakukan perawatan kaki. Perawatan kaki DM adalah perawatan pada kaki yang dilakukan oleh pasien DM dalam untuk menurunkan risiko terjadinya kejadian ulkus pada kaki dan amputasi yang terdiri dari pemeriksaan visual kaki, membasuh dan membersihkan kaki, memotong kuku, pemilihan alas kaki, senam kaki, dan kontrol kaki berkala . Perilaku perawatan kaki pasien DM meliputi pengetahuan , sikap, dan tindakan pasien DM dalam melakukan perawatan kaki.

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka konsep tersebut dapat dapat digambarkan sebagai berikut:

Skema 1. Kerangka Penelitian Perilaku pasien DM dalam

melakukan perawatan kaki : a. Pengetahuan dalam

melakukan perawatan kaki

b. Sikap dalam melakukan perawatan kaki

c. Tindakan dalam melakukan perawatan kaki

Baik

Cukup

(41)

2. Defenisi Operasional Tabel 3.1 Defenisi Operasional

No

Variabel Defenisi operasional Alat ukur

Hasil perawatan kaki

Pengetahuan perawatan kaki pasien DM adalah segala sesuatu yang diketahui oleh pasien DM tipe II untuk merawat kaki yang merupakan hasil dari proses pengindraan.

Sikap pasien DM terhadap perawatan kaki adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari pasien DM tipe II terhadap perawatan kaki

Tindakan perawatan kaki pasien adalah reaksi atau respon yang secara langsung terwujud dalam suatu tindakan melakukan perawatan kaki oleh pasien DM tipe 2

kegiatan atau aktivitas merawat kaki yang dilakukan oleh pasien diabetes untuk meminimalkan terjadinya masalah kesehatan pada kaki

Kuesioner

pengetahuan 1-18 soal

Kuesioner sikap 1-14 soal

Kuesioner tindakan 1-20 soal

(42)

BAB 4

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk mendekskripsikan perilaku pasien DM dalam melakukan perawatan kaki.

2. Populasi dan sampel 2.1 Populasi penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi pada penelitian ini adalah klien DM yang melakukan kontrol penyakitnya di poliklinik endokrin RSUD. Dr. Pirngadi, Medan. Jumlah pasien DM mulai dari Januari – Desember 2011 ada sebanyak 2064 pasien dengan rata-rata perbulan sebanyak 172

2.2 Sampel penelitian

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh polpulasi ini (Notoatmodjo, 2010)

(43)

N n =

1 + N (d )2

n adalah besar sampel, N adalah besar populasi, d adalah tingkat signifikansi (5 %)

maka jumlah sampel yang digunakan adalah 172

n =

1 + 172 (0,05)2 = 172

1,43 = 120,27 = 120 pasien

Jumlah sampel yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah 120 pasien. Sampel penelitian ini adalah klien DM yang melakukan kontrol penyakitnya di poliklinik endokrin RSUD. Dr. Pirngadi, Medan. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode pengambilan sampel accidental sampling. Menurut Dempsey & Dempsey (2002), pengambilan sampel accidental sampling adalah mereka yang berada di tempat dan waktu yang tepat sesuai dengan tujuan penelitian

(44)

dalam penelitian ini sebelumnya; (3) pasien dapat membaca dan menulis; (4) pasien bersedia menjadi responden.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan April 2013 hingga Juni 2013 di poliklinik endokrin RSUD. Dr. Pirngadi, Medan. Tempat ini dipilih karena letaknya strategis, merupakan rumah sakit pendidikan, dari survey awal telah diperoleh informasi bahwa rumah sakit ini memiliki sejumlah klien DM yang sesuai dengan kriteria penelitian. Diabetes Mellitus termasuk dalam 10 besar penyakit rawat jalan terbanyak di RSUD Pirngadi dan menempati urutan ke-3.

4. Pertimbangan Etik Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari Fakultas Keperawatan USU selanjutnya mengirim surat permohonan untuk mendapatkan izin dari pihak RSUD. Dr. Pirngadi, Medan. Setelah mendapatkan persetujuan maka peneliti melakukan penelitian.

Peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu kemudian menentukan responden yang sesuai dengan kriteria yang telah dibuat sebelumnya. Peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan dan manfaat penelitin serta pengisian kuesioner.

(45)

Tetapi jika calon responden tidak bersedia untuk diteliti, maka calon responden berhak menolak dan mengundurkan diri selama pengumpulan data berlangsung.

Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga dengan cara peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner) yang diisi oleh responden, tetapi hanya menuliskan nomor dan kode tertentu. Data-data yang diperoleh dari responden dijamin oleh peneliti dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian.

5. Instrumen Penelitian

(46)

5.1 Kuesioner Data Demografi

Kuesioner data demografi meliputi : usia pasien, agama dan suku pasien, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, status pernikahan, jumlah pendapatan, lama menderita DM , riwayat komplikasi.

5.2 Kuesioner Pengetahuan

Instrumen penelitian tentang pengetahuan DM akan dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka. Kuesioner pengetahuan disajikan dalam bentuk pernyataan positif dan negatif. Nomor soal 1,2,3,4,6,8,9,10,11,12,13,14,15,18 adalah pernyataan positif sedangkan nomor soal 5,7,16,17 adalah pernyataan negatif. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala gutman dengan pilihan jawaban benar dan salah. Responden hanya memilih satu diantaranya yang sesuai dengan pendapatnya. Kuesioner pengetahuan initerdiri dari 18 soal. Penilaiannya adalah untuk pernyataan positif jawaban yang benar bernilai 1 sedangkan jawaban yang salah bernilai 0. Penilaian untuk pernyataan negatif jawaban yang benar bernilai 0 sedangkan jawaban yang salah bernilai 1. Nilai maksimal dari 18 pertanyaan adalah 18 dan nilai minimal 0

Berdasarkan rumus statistik menurut Sudjana (2001) adalah :

rentang P =

Banyak kelas

(47)

buruk, maka didapatkan panjang kelas 6. Menggunakan P = 6 dan nilai terendah 0 sebagai batas bawah kelas interval pertama, maka pengetahuan pasien DM dikategorikan sebagai berikut : 0 - 5 adalah pengetahuan buruk, 6 - 11 adalah pengetahuan cukup, 12-18 adalah pengetahuan baik

5.3 Kuesioner Sikap

Instrumen penelitian tentang sikap pasien DM akan dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka yang terdiri dari 14 pernyataan. Kuesioner sikap terdiri dari 2 pernyataan yakni: nomor soal 1,3,5,6,7,9,10,11,12 adalah pernyataan positif, nomor soal 2,4,8,13,14 adalah pernyataan negatif. Penilaian menggunakan skala likert dengan cara menetapkan bobot jawaban terhadap tiap-tiap item yaitu: untuk skor pernyataan positif sangat setuju (skor 4), setuju (skor 3), tidak setuju (skor 2), sangat tidak setuju (skor 1). Skor pernyataan negatif yakni: sangat setuju (1), setuju (2), tidak setuju (3), sangat tidak setuju (4). Total skor diperoleh terendah 14 yang tertinggi 56. Semakin tinggi skor maka semakin positif sikap pasien DM.

. Berdasarkan rumus statistik menurut Sudjana (2001) adalah :

rentang P =

Banyak kelas

(48)

sebagai berikut : 14 – 27 adalah sikap yang buruk dan 28 – 41 adalah sikap yang cukup, 42-56 adalah sikap yang baik

5.4 Kuesioner Tindakan

Kuesioner tindakan dibuat dengan menggunakan skala Likert. Penilaian menggunakan skala likert dengan cara menetapkan bobot jawaban terhadap tiap-tiap item yaitu yaitu: selalu (skor 4), sering (skor 3), jarang (skor 2), tidak pernah (skor 1).

kuesioner tentang tindakan terdiri dari 20 pernyataan. Pernyataan terdiri pernyataan positif dan pernyataan negatif. Nomor soal 1,2,3,4,5,6,7,8,10,11,12,13,14,16,17,18,19,20 adalah pernyataan positif sedangkan nomor soal 9,15 adalah pernyataan negatif. Skor untuk pernyataan positif selalu (4), sering (3), jarang (2), tidak pernah (1). Skor untuk pernyataan negatif adalah selalu (1), sering (2), jarang (3), tidak pernah (4). Total skor terendah didapat 20 dan tertinggi 80 Semakin tinggi skor maka semakin baik tindakan pasien DM.

. Berdasarkan rumus statistik menurut Sudjana (2001) adalah :

Rentang P =

Banyak kelas

(49)

interval sebagai berikut : 20 – 39 adalah tindakan buruk dan 40 – 59 adalah tindakan cukup dan 60-80 adalah tindakan baik

5.5. Perilaku

Perilaku diperoleh dengan menjumlahkan pengetahuan, sikap,dan tindakan. . Berdasarkan rumus statistik menurut Sudjana (2001) adalah :

Rentang P =

Banyak kelas

Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang dan tiga kategori kelas untuk menilai perilaku pasien DM yaitu perilaku baik, cukup,dan buruk. Rentang diperoleh dengan mencari selisih jumlah total pengetahuan tertinggi + sikap tertinggi + tindakan tertinggi dengan jumlah total pengetahuan terendah + sikap terendah + tindakan terendah. Diperoleh rentang 120 dan 3 kategori kelas didapatkan panjang kelas 40. Menggunakan P = 40 dan nilai terendah 34 sebagai batas kelas bawah kelas interval pertama, maka perilaku pasien DM dikategorikan sebagai berikut : 114-153 adalah perilaku baik, 74-113 adalah perilaku cukup,dan 34-73 adalah perilaku buruk.

6. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

(50)

Untuk mengetahui keakuratan isi dari instrumen, maka peneliti akan melakukan uji validitas isi. Uji validitas isi telah dilakukan pada dosen keperawatan Medikal Bedah USU.

Reliabilitas instrumen adalah tingkat konsistensi hasil yang dicapai oleh sebuah alat ukur (Danim,2003). Uji reliabilitas instrumen pengetahuan dilakukan dengan uji reliabilitas Kudert Richardson 21 (KR 21), instrumen sikap dan tindakan dilakukan dengan uji reliabilitas Cronbach alpha menggunakan program komputerisasi. Instrumen ini telah diujicoba pada 30 pasien DM di poliklinik endokrin RSUP Adam Malik, Medan. Uji reliabilitas instrumen pengetahuan diperoleh nilai r = 0,728. Uji reliabilitas untuk instrumen sikap diperoleh cronbach’s alpha 0,756, dan untuk instrumen tindakan diperoleh nilai cronbach’s alpha 0,762

7. Pengumpulan data

(51)

calon responden, responden memulai pengisian kuesioner. Kuesioner dikumpulkan kembali oleh peneliti dan diperiksa kelengkapannya. Apabila ada yang tidak lengkap, dilengkapi saat itu juga.

8. Analisa data

Analisa data dilakukan setelah semua data terkumpul melalui beberapa tahapan yaitu memeriksa kelengkapan data (editing), memberi kode (coding) untuk memudahkan tabulasi, memasukkan data ke dalam komputer (entry).

Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat. Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan karaktristik responden dan perilaku perawatan kaki DM. Karakteristik responden mencakup usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan, lama menderita DM, riwayat komplikasi. Perilaku perawatan kaki pasien DM yakni pengetahuan, sikap, dan tindakan pasien DM dalam melakukan perawatan kaki.

(52)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perilaku pasien DM dalam melakukan perawatan kaki di Poliklinik Endokrin RSUD Pirngadi, Medan. Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 10 April 2013 sampai dengan 14 Juni 2013 dengan jumlah responden sebanyak 120 orang. Responden pada penelitian ini adalah pasien DM yang melakukan rawat jalan di Poliklinik Endokrin RSUD Pirngadi, Medan

1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini mencakup perilaku pasien DM dalam melakukan perawatan kaki yang terdiri dari pengetahuan, sikap, dan tindakan dalam melakukan perawatan kaki di Poliklinik Endokrin RSUD Pirngadi, Medan.

1.1Karakteristik Responden

(53)

Tabel 5.1 Karakteristik Responden Diabetes Melitus di Poliklinik Endokrin RSUD. dr. Pirngadi Medan (n=120)

Karakteristik Responden

Kategori responden Frekuensi Persentasi

Jenis kelamin Laki-laki

Perempuan Rp.500.000 - Rp.1.000.000 Rp.1.000.000 - Rp.2.000.000 Rp.2.000.000 – Rp.3.000.000 Rp.3.000.000 – Rp.4.000.000

2

Lama Menderita ≤ 10 Tahun >10 Tahun

86 34

71,6 28,3

Riwayat Amputasi Ya

Tidak

Komplikasi Kaki Ya

Tidak

65 55

(54)

1.2Pengetahuan, sikap, dan tindakan

Tabel 5.2 Tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan pasien diabetes mellitus tentang perilaku merawat kaki di Poliklinik Endokrin RSUD dr Pirngadi, Medan (n=120)

Kategori Tingkatan Frekuensi Presentasi

Pengetahuan Baik cukup

Berdasarkan tabel 5.2 diperoleh data bahwa mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan baik (94,2%), sikap cukup (69,2%), tindakan yang cukup (64,2%).

1.3 Perilaku

Tabel 5.3 Perilaku responden dalam melakukan perawatan kaki di Poliklinik Endokrin RSUD dr Pirngadi, Medan (n=120)

Perilaku Frekuensi Persentasi Baik

(55)

2. Pembahasan

2.1 Karakteristik responden tentang perilaku perawatan kaki pada pasien diabetes melitus

Pada penelitian ini mayoritas responden adalah perempuan sebanyak 76 orang (63,3%). Perempuan lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita diabetes melitus tipe 2. Selain itu pada wanita yang sedang hamil terjadi ketidakseimbangan hormonal, progesteron tinggi, sehingga meningkatkan sisetem kerja tubuh untuk merangsang sel-sel berkembang (termasuk pada janin), tubuh akan memberikan sinyal lapar dan pada puncaknya menyebabkan sistem metabolisme tubuh tidak bisa menerima langsung asupan kalori dan menggunakannya secara total sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah saat kehamilan. Berdasarkan analisis bivariat, didapatkan bahwa perempuan lebih berisiko untuk menderita diabetes melitus dibanding laki-laki yaitu 1,33 kali daripada laki-laki ( Irawan, 2010)

Mayoritas responden berumur >55 tahun yakni sebanyak 94 orang (78,3%). Risiko terkena diabetes melitus meningkat dengan bertambahnya usia, terutama diatas umur 40 tahun serta mereka yang kurang bergerak badan, massa ototnya berkurang, dan berat badan makin bertambah (Paulus, 2012)

(56)

kaki yakni sebanyak 65 orang (54,2%). Komplikasi tersebut terdiri dari kaki terasa dingin, kaki kebas, kaki terasa panas, gatal, dan keseimbangan berjalan terganggu.

Mayoritas responden tidak merokok (99,2%), merokok dihubungkan dengan berkembangnya komplikasi multipel diabetes, termasuk berbagai tipe neuropati. Merokok juga merupakan faktor risiko mayor terjadinya aterosklerosis (Priyantono, 2005).

2.2 Pengetahuan Responden

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek (Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui mayoritas responden memiliki pengetahuan yang baik (80,8%). Dari hasil penelitan di India selatan yang dilakukan oleh Rakesh, et al.,(2013) bahwa 75% responden memiliki pengetahuan yang baik, di pakistan menunjukkan bahwa 63,3% responden memiliki pengetahuan yang baik. Namun berbeda dengan hasil penelitian di Iran dan Nigeria yang menujukkan bahwa pengetahuan masyarakat akan perawatan kaki masih rendah.

(57)

Tingkat pengetahuan yang bervariasi dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang terdiri dari: pendidikan, persepsi, motivasi dan pengalaman. Faktor eksternal meliputi lingkungan, kebudayaan dan informasi (Notoadmojo,2003).

Pada lampiran distribusi soal, pada pertanyaan tentang memeriksa kaki setiap hari untuk mengetahui apakah ada kerusakan pada kaki responden menjawab pertanyaan benar sebanyak 74,2% (pertanyaan 1). Keadaan ini menunjukkan bahwa responden memiliki pengetahuan yang baik dalam memeriksa kaki setiap hari. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian di brazil yang dilakukan oleh Rocha, et al., (2005) yakni 81,8% responden memiliki pengetahuan yang baik untuk memeriksa kaki mereka setiap hari. Pemeriksaan kaki yang dilakukan setiap hari akan membantu mengurangi komplikasi di kaki seperti ulkus diabetes. Hal ini berhubungan dengan kemudahan pelaksanaaanya karena bersifat mandiri dan tidak memerlukan peralatan khusus (Wright & Ojo, 2010).

(58)

terdekat untuk membantu melakukannya (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease, 2008)

Pada pertanyaan merendam kuku kaki sebelum menggunting kuku kaki dengan air hangat kuku, responden menjawab pertanyaan benar 62,5% (pertanyaan 3). Hal ini sesuai dengan Tambunan (2004) bahwa bila kuku kaki keras sulit untuk dipotong, rendam kaki dengan air hangat kuku (370C) selama ± 4 menit, bersihkan dengan sikat kuku, sabun dan air bersih.

Semua responden menjawab pertanyaan dengan benar yakni memeriksa alas kaki sebelum memakainya (pertanyaan 12). Memeriksa alas kaki sebelum memakainya membantu pasien DM untuk mencegah adanya benda asing yang dapat melukai kaki (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease, 2008)

Mayoritas responden menjawab dengan benar yakni menggunting kuku kaki lurus mengikuti bentuk normal jari kaki, tidak terlalu pendek atau terlalu dekat dengan kulit sebanyak 97,5% (pertanyaan 15). Hasil ini cukup berbeda jauh dengan penelitian di brazil yang dilakukan Rocha, et al., (2005) bahwa 54,5% responden yang menjawab benar untuk menggunting kuku kaki dengan benar. Tambunan (2004) menyatakan bahwa menggunting kuku kaki lurus mengikuti bentuk normal jari kaki, tidak terlalu pendek atau terlalu dekat dengan kulit, dan permukaan kuku digunting rata agar tidak tajam.

(59)

(pertanyaan 16), dan senam kaki dapat melancarkaan aliran darah sebanyak 75,8% (pertanyaan 17). Senam kaki dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot kecil dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki (Tambunan, 2002)

2.3 Sikap Responden

Sikap menunjukkan adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2007). Menurut Sunaryo (2004) manisfestasi dari sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan dari respon yang tertutup tersebut. Dari Tabel.2 dapat dilihat bahwa responden mayoritas responden memiliki sikap dengan kategori cukup (69,2%)

Pada lampiran distribusi soal sikap, maka mayoritas sikap responden tidak setuju untuk memeriksa kaki dengan menggunakan cermin (70,8%). Tingginya persentasi responden yang tidak menggunakan cermin untuk memeriksa kaki sejalan dengan kurangnya pengetahuan responden dalam memanfaatkan fasilitas yang ada, yakni sebanyak 56,7% responden mengungkapkan bahwa menggunakan cermin untuk memeriksa kaki adalah salah. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2007) bahwa komponen pokok sikap yang pertama yakni kepercayaan, ide, dan konsep akan mempengaruhi pemikiran, keyakinan, dan pendapat terhadap suatu objek.

The Society of Chiropodists and Podiatrists (2009) mengatakan bahwa

(60)

melembabkan kaki mengalami penurunan sehingga kaki menjadi lebih kering dan

berisiko terkena infeksi, sehingga meminyaki kaki dengan pelembab akan

meminimalkan risiko tersebut. Mayoritas responden menjawab tidak setuju untuk

meminyaki kaki dengan pelembab (49,2%) meskipun mayoritas responden memiliki pengetahuan yang baik untuk meminyaki kaki dengan pelembab (60,8%). Selain dipengaruhi oleh pengetahuan, proses terbentuknya sikap yang utuh juga dipengaruhi kecenderungan responden untuk bertindak (Notoatmodjo, 2005)

Pada lampiran distribusi soal sikap, pada pernyataan 4 mayoritas responden menyatakan tidak setuju untuk mencuci kaki dengan air hangat setiap hari (50%). Pada lampiran distribusi soal sikap, dapat dilihat bahwa mayoritas responden menjawab benar (78,3%) pernyataan bahwa mencuci kaki dengan air hangat adalah tindakan yang benar karena dapat melancarkan aliran darah. Hal ini terjadi karena sikap memiliki komponen penting yang mendukung terbentuknya suatu sikap yang utuh yakni kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek yang mempengaruhi penilaian terhadap objek dan kecenderungan untuk bertindak (Notoatmodjo, 2007).

(61)

Mayoritas responden menyatakan setuju untuk memakai sepatu dengan ukuran yang sesuai dengan kaki (66,7%). Sikap responden ini didukung juga oleh pengetahuan responden yang mayoritas menyatakan memakai alas kaki yang sesuai dengan ukuran dan bentuk kaki. Pada hasil penelitian Ariyanti (2012) didapatkan hasil bahwa pemilihan alas kaki yang baik berpeluang untuk mencegah risiko ulkus kaki diabetes sebesar 0,2 kali dibandingkan dengan diabetesi yang memiliki pemilihan alas kaki yang buruk.

2.4 Tindakan Responden

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa 35% responden yang memiliki tindakan baik dalam melakukan perawatan kaki. Hasil penelitian lain yakni yang dilakukan Desalu, et al., (2009) di Nigeria melaporkan bahwa 10,2% responden yang memiliki tindakan yang baik dalam melakukan perawatan kaki. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Rakesh, et al., (2013) melaporkan bahwa 67% responden memiliki tindakan yang baik dalam melakukan perawatan kaki.

(62)

Pada lampiran distribusi soal tindakan, mayoritas responden selalu menggunting kuku dengan rata dan tidak terlalu dekat dengan kulit (92,8%), hal ini didukung juga dengan pengetahuan responden yang baik yakni mayoritas responden menjawab dengan benar bahwa menggunting kuku dengan rata dan tidak terlalu dekat dengan kulit (97,5%). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rocha, et al., (2005) bahwa >50% responden memotong kuku dengan sangat pendek dan bulat.

Pada pernyataan selalu memeriksa kaki setiap hari, hanya 10,8% responden yang menyatakan selalu melakukannya sedangkan pada lampiran soal pengetahuan dapat dilihat bahwa mayoritas responden menjawab benar bahwa pemeriksaan kaki harus dilakukan setiap hari (74,2%). Pada penelitian yang dilakukan di tiga rumah sakit di Nigeria oleh Desalu, et al., (2009) bahwa 40,9% responden selalu memeriksa kaki nya setiap hari. Penelitian oleh Rakesh, et al., (2013) melaporkan bahwa 71% responden selalu memeriksa kakinya setiap hari dan hasil ini tidak berbeda dengan pertanyaan yang sama pada tingkat pengetahuan. Pemeriksaan kaki yang dilakukan setiap hari akan membantu mengurangi komplikasi di kaki seperti ulkus diabetes. Hal ini berhubungan dengan kemudahan pelaksanaaanya karena bersifat mandiri dan tidak memerlukan peralatan khusus (Wright & Ojo, 2012).

(63)

pengetahuan yang baik untuk mencuci kaki dengan air hangat (85%), dan 50% responden menyatakan setuju untuk mencuci kaki dengan air hangat. Ada 3 faktor yang mempengaruhi terbentuknya tindakan yakni faktor predisposisi, dan faktor pemungkin, faktor penguat. Pengetahuan dan sikap adalah faktor predisposisi terbentuknya suatu tindakan. Terkadang individu memiliki pengetahuan dan sikap yang baik, namun individu tersebut tidak berkeinginan untuk melakukannya karena tidak adanya faktor penguat. Faktor penguat adalah faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya suatu tindakan, misalnya motivasi (Notoatmodjo, 2005)

Pada pernyataan untuk meminyaki kaki dengan pelembab, 30,8% responden menjawab jarang melakukannya dan 49,2% responden menjawab tidak pernah melakukannya. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Rocha, et al., >50% responden tidak meminyaki kaki dengan pelembab. Heitzman (2010) menyatakan bahwa kaki harus tetap bersih, kering, dan lembut. Lotion dapat digunakan pada puncak atau bawah kaki dan bukan antara jari-jari kaki.

(64)

dukungan dari masyarakat sekitarnya, maka individu akan merasa kurang atau tidak nyaman dalam melakukannya (Notoatmodjo, 2005)

Mayoritas responden menyatakan jarang melakukan senam kaki (40,8%). Pada distribusi soal, 82,5% responen memiliki pengetahuan yang benar untu melkaukan senam kaki setiap hari terutama ketika kaki terasa dingin, dan mayoritas responden menyatakan setuju untuk melakukan senam kaki setiap hari (53,3%). Menurut Karr, selain pengetahuan dan sikap yang mendukung terbentuknya tindakan diperlukan juga dukungan dari masyarakat sekitar (social support). Hal ini dilakukan untuk memperoleh legitimasi dari tindakan yang dilakukan. Jika tidak memperoleh dukungan dari masyarakat sekitarnya, maka individu akan merasa kurang atau tidak nyaman dalaam melakukannya (Notoatmodjo, 2005)

2.5 Perilaku Responden

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh organisme atau mahluk hidup. Notoatmodjo (2005) mengatakan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus dan perubahan yang terjadi tergantung pada kualitas stimulus yang diberikan pada organisme. Pada penelitian ini mayoritas responden memiliki perilaku cukup dalam melakukan perawatan kaki (57,5%)

(65)

penguat yakni dukungan masyarakat sekitar. Pada hasil penelitian didapatkan mayoritas pengetahuan dan sikap responden untuk melakukan pemeriksaan kaki setiap hari adalah baik namun mayoritas responden jarang melakukan pemeriksaan kaki setiap hari. Pelaksanaanya hanya membutuhkan cermin untuk membantu pemeriksaan kaki lebih teliti. Terkadang individu memiliki pengetahuan dan sikap yang baik, namun individu tersebut tidak berkeinginan untuk melakukannya karena tidak adanya faktor penguat yakni dukungan masyarakat sekitar, misalnya dukungan keluarga. Hasil penelitian yang dilakukan Ariani (2011) menjelaskan bahwa pasien diabetes melitus yang memiliki dukungan keluarga yang baik memiliki peluang 4,97 kali menunjukkan efikasi diri yang baik dibandingkan responden yang memiliki dukungan keluarga yang cukup.

Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa perilaku terbentuk dalam diri

(66)

diperoleh, serta 3) seberapa bernilainya imbalan tersebut baginya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ariani (2011) bahwa pasien diabetes melitus tipe 2 yang memiliki motivasi baik menunjukkan efikasi diri yang baik.

Notoatmodjo (2005) mengatakan bahwa persepsi merupakan faktor internal yang sangat mempengaruhi perilaku individu. Persepsi adalah suatu proses otomatis untuk mengenali stimulus yang kita terima. Persepsi yang kita miliki ini dapat mempengaruhi tindakan kita. Salah satu faktor internal yang mempengaruhi persepsi adalah kebutuhan. Pada hasil penelitian diperoleh bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan yang baik dan setuju untuk selalu mencuci kaki dengan air hangat, namun pada praktik mayoritas responden tidak pernah mencuci kaki dengan air hangat. Hal ini dapat dipengaruhi persepsi responden yang menyatakan bahwa mencuci kaki dengan air hangat bukanlah suatu kebutuhan.

Persepsi adalah satu faktor internal yang mempengaruhi perilaku individu. Faktor internal yang dapat mempangaruhi persepsi adalah harapan. Harapan terhadap sesuatu akan mempengaruhi persepsi individu terhadap stimulus. Pada penelitian ini mayoritas responden memiliki pengetahuan,sikap,dan tindakan yang baik untuk melaporkan setiap kerusakan pada tenaga kesehatan. Hal ini dapat terjadi karena adanya harapan responden untuk meminimalkan terjadinya masalah pada kaki.

(67)

dalam dirinya adalah menyadari adanya stimulus, tertarik terhadap stimulus, dan mempertimbangkan baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Kemudian mencoba perilaku baru dan berperilaku sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Pada penelitian ini mayoritas responden jarang melakukan senam kaki setiap hari. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya kesadaran responden untuk melakukan senam kaki setiap hari. Yanti (2009) menyatakan kesadaran diri sangat dibutuhkan sebagai dasar dalam meningkatkan pengetahuan dan merubah perilaku pasien DM agar terhindar dari komplikasi yang akan memperburuk keadaan sakitnya. Menurut Tambunan (2002) senam kaki dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot kecil dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki (deformitas).

3. Keterbatasan penelitian

Jumlah sampel dalam penelitian ini ada sebanyak 120 responden. Peneliti

menghabiskan waktu selama 2 bulan agar dapat mencapai jumlah sampel yang

diinginkan. Lamanya waktu yang digunakan dalam penelitian ini dikarenakan

peneliti harus mencocokkan jadwal kuliah dengan jadwal Poliklinik Endokrin

RSUD dr. Pirngadi, Medan yang melayani pasien hari Senin – Kamis.

Pengumpulan data dilakukan pada pasien diabetes melitus di Poliklinik

Endokrin RSUD dr. Pirngadi, Medan yang sedang menunggu giliran, sehingga

terkadang pasien tidak fokus ketika mengisi data pada kuesioner karena suasana

yang tidak kondusif dan pasien harus tetap fokus untuk mendengarkan nomor

(68)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah karakteristik responden jenis kelamin sebagian besar perempuan (63,3%), usia >55 tahun (78,3%), jumlah pendapatan 2.000.000 – 3.000.000 (49,2%), suku batak (67,5%), tingkat pendidikan responden adalah SMA (30,8%), tidak bekerja (45,8%), dan responden mengalami komplikasi kaki (54,2%), serta lama menderita ≤ 10 tahun (71,6%). Pada penelitian ini responden memiliki perilaku perawatan kaki yang cukup (57,5%) yang terdiri dari: pengetahuan baik (80,8%), sikap cukup (69,2%), dan tindakan cukup (64,2%) dalam melakukan perawatan kaki.

2.Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, saran dari peneliti adalah sebagai berikut: 2.1Bagi Pelayanan Keperawatan

1. Dilaksanakan program pendidikan kesehatan yang terencana, terorganisir,dan berkesinambungan yang diberikan kepada pasien diabetes melitus dan keluarganya mengenai perilaku perawatan kaki pada pasien diabetes melitus. 2. Perawat diberikan pelatihan perawatan kaki yang terdiri dari: pemeriksaan

(69)

3. Dilakukan pemeriksaan kaki setiap kali pasien datang berobat, untuk mendeteksi terjadinya neuropati dan faktor risiko ulkus diabetik

2.2Klien dan Keluarga

1. Klien harus mematuhi dan melaksanakan dengan teratur perawatan kaki yang sudah diajarkan oleh tenaga kesehatan.

2. Keluarga harus senantiasa memberikan dukungan, dan motivasi pada klien untuk melakukan perawatan kaki secara teratur.

2.3Ilmu keperawatan

1. Memasukkan materi perawatan kaki pada asuhan keperawatan bagi pasien diabetes melitus.

2. Mengidentifikasi intervensi keperawatan yang dapat meningkatkan motivasi pasien untuk melakukan perawatan kaki secara teratur

3. Mengidentifikasi intervensi keperawatan yang dapat meningkatkan kesadaran diri pasien untuk melakukan perawatan kaki secara teratur

2.4Penelitian selanjutnya

1. Peneliti selanjutnya untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku perawatan kaki pada pasien diabetes melitus.

(70)

Gambar

Tabel 3.1 Defenisi Operasional
Tabel 5.1 Karakteristik Responden Diabetes Melitus di Poliklinik Endokrin  RSUD. dr. Pirngadi Medan (n=120)
Tabel 5.2  Tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan pasien diabetes mellitus
Tabel.1 Pengetahuan responden dalam melakukan perawatan kaki
+3

Referensi

Dokumen terkait

Leksem verba sangkil juga mempunyai komponen makna dengan tanda (-), yang artinya, leksem tersebut tidak mempunyai komponen makna, seperti aktivitas membawa tidak berhubungan

“Analisis Pengaruh Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap Kinerja Masinis dan Asisten Masinis, dengan Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi sebagai

Tabel.3 menjelaskan nilai rerata uji terhadap warna susu tempe dengan perlakuan variasi jenis kacang (kacang kedelai, kacang merah dan kacang hijau) dan zat

Bangka dan Singkep.” Tujuan penelitian adalah, mempelajari karakteristik dan perubahan alami sifat fisik dan kimia tanah serta vegetasi alami pada empat tingkat umur tailing

Pengamatan gambaran histologis dan penelitian morfometrik menunjukkan bahwa gambaran mitosis pada tumor phyllodes cenderung dijumpai pada stroma yang dekat dengan

dan penulisan laporan Pengabdian Kepada Masyarakat dengan judul " Peningkatan Keterampilan Remaja Melalui Pemanfaatan Bahan Terbuang dan Membuat Aneka.. Makanan

Masjid sebagai sebuah lembaga keagamaan, memiliki peran dan fungsi penting sebagai agen perubahan dalam masyarakat.Namun, untuk suatu kondisi masjid dapat menjadi

Tingkat Pendidikan masyarakat dengan Pengetahuan Mitigasi Bencana Longsorlahan. di Desa Gununglurah Kecamatan Cilongok Kabupaten