• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Proses Pembuatan Gel Pengharum Ruangan Berbasis Campuran Semirefined Carrageenan Dan Glukomanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan Proses Pembuatan Gel Pengharum Ruangan Berbasis Campuran Semirefined Carrageenan Dan Glukomanan"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN PROSES PEMBUATAN

GEL PENGHARUM RUANGAN BERBASIS CAMPURAN

SEMIREFINED CARRAGEENAN

DAN GLUKOMANAN

ADRIANUS ORIAS WILLEM KAYA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Perancangan Proses

Pembuatan Gel Pengharum Ruangan Berbasis Campuran Semirefined carrageenan dan Glukomanan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Adrianus Orias Willem Kaya

(4)

RINGKASAN

ADRIANUS ORIAS WILLEM KAYA. Perancangan Proses Pembuatan Gel Pengharum Ruangan Berbasis Campuran Semirefined Carrageenan dan Glukomanan. Dibimbing oleh ANI SURYANI, JOKO SANTOSO dan MEIKA SYAHBANA RUSLI.

Kombinasi semirefined carrageenan dan glukomanan sebagai bahan baku pembuatan gel menghasilkan gel dengan nilai sineresis rendah dan kekuatan gel tinggi. Efek sinergis ini sangat penting dalam pembuatan produk gel pengharum ruangan yang menginginkan produk yang dihasilkan memiliki kekuatan gel yang tinggi dan sineresis yang rendah sehingga memiliki waktu pemakaian yang lama. Penggunaan minyak atsiri dalam produk gel pengharum ruangan dapat mengurangi efek negatif yang ditimbulkan oleh penggunaan pewangi sintetis yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan dan timbulnya berbagai penyakit bagi penggunanya. Penelitian ini diawali dengan mencari variasi perbandingan dan konsentrasi bahan pembentuk gel terbaik antara semirefined carrageenan dan glukomanan yang akan dipakai sebagai bahan pembentuk gel dalam pembuatan gel pengharum ruangan. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui struktur matriks gel yang terbentuk dari campuran semirefined carrageenan dan glukomanan, (2) mengetahui retensi dan release aroma/pewangi gel pengharum ruangan, (3) menghasilkan rancangan proses pembuatan gel pengharum ruangan berbasis campuran semirefined carrageenan dan glukomanan dan (4) menganalisis biaya produksi pembuatan gel pengharum ruangan berbasis campuran tepung semirefined carrageenan dan glukomanan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen di laboratorium yang terdiri dari tiga tahapan yaitu pembuatan gel dengan berbagai variasi perbandingan bahan pembentuk gel, penentuan konsentrasi bahan pembentuk gel berdasarkan variasi perbandingan bahan pembentuk gel dan pembuatan gel pengharum ruangan.

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa : Proporsi bahan pembentuk gel 1:1 memiliki nilai kekuatan gel, rigiditas gel dan kekerasan gel tertinggi yaitu masing-masing sebesar 3.649,09 g/cm2 , 3962,13 g/cm dan 701,72 g, proporsi 1:3 memiliki nilai sineresis yang rendah dibandingkan dengan perbandingan lainnya yaitu sebesar 7,36%. Struktur mikro gel perbandingan 1:1 memiliki struktur yang kompak dan padat. Peningkatan proporsi glukomanan akan menghasilkan gel yang lebih elastis dan cenderung lebih lembut dengan struktur matriks gel yang tidak kompak dan menggumpal dan memiliki rongga yang cukup banyak seperti ada perbandingan 1:2 ; 1:3 dan 1:4 sedangkan peningkatan proporsi semirefined carrageenan menghasilkan gel yang keras dan kaku dengan struktur gel yang lebih padat dan kompak dengan rongga yang sedikit seperti terlihat pada perbandingan 2:1 ; 3:1 dan 4:1. Konsentrasi bahan pembentuk gel 7% pada variasi proporsi perbandingan bahan pembentuk gel 1:1 menghasilkan nilai kekuatan gel : 3361,14 g/cm2; persen sineresis: 0,69%; matriks gel yang terbentuk lebih padat dan kompak.

(5)

tiap bagian gel terdiri atas bagian atas 1,55%, tengah 1,39% dan bawah 1,59%; sedangkan untuk retensi dan release minyak atsiri selama empat minggu pemakaian sebesar 38,04% diperoleh konsentrasi pewangi 1,5%.. Matriks gel pengharum ruangan yang dihasilkan untuk semua konsentrasi pewangi yang digunakan sampai dengan minggu ke 4 pemakaian memiliki struktur matriks gel dan pori/rongga yang berbeda satu dengan lainnya. Komponen utama yang direlease gel pengharum ruangan dari masing-masing ketiga pewangi/minyak atsiri yang digunakan adalah sebagai berikut : minyak nilam dengan enam komponen utama; minyak sereh dapur dengan empat komponen utama; minyak jeruk purut dengan tujuh komponen utama.

(6)

SUMMARY

ADRIANUS ORIAS WILLEM KAYA. Process Design of Production Air Freshener Gel Based on the Mixture Combination of Semirefined carrageenan

dan Glucomannan. Supervised by ANI SURYANI, JOKO SANTOSO and MEIKA SYAHBANA RUSLI.

The combination of semirefined carrageenan and glucomannan as raw material in gel development can be resulting in gel with low syneresis value and high gel strength for longer usage time. Utilization of essential oil in air freshener gel could reduce the negative effect caused by synthetic fragrance which could be harmful for human use. The aims of this research are to identify gel matrices structure formed by mixing of semirefined carrageenan and glucomannan, obtaining the retention and release rate of fragrance in room air freshener gel, obtaining design process for production of air freshener gel from semirefined carrageenan and glucomannan, and to analyze production cost of such product. Experimental method in laboratory was used in this research in three phase, namely gel development using various ratio of ingredients, defining gel material concentration based on variation of ratio, and the production process of room air freshener gel.

Microstructure of gel using ratio of 1:1 shows compact and solid structure with higher gel strength, rigidity and hardness. Increasing in glucomannan proportion resulting in more elastic and softer gel with less compact and clumped structure and having large number of void fraction as seen in ratio of 1:2, 1:3, and 1:4. Increasing proportion of semirefined carrageenan resulting in hard and rigid gel with sold and compact structure with less void fraction as seen in ratio of 2:1; 3:1 and 4:1. Gel ingredients of 7% at ratio of 1:1 give gel strength of 3361,14 g/cm2; percentage of syneresis: 0,69% with solid and compact gel matrix.

Air freshener gel with fragrance concentration of 2% gives syneresis value of 1,52%; residual gel mass of 62,62%, total liquid evaporation of 37,38%, proportion of oil at gel segment shows 1,55% at top part, 1,39% at the middle, and 1,59% at the lower part. Retention and release fragrance component after four weeks for all consentration shown that air gel freshener with 1,5% fragrance has low release value is 38,04%. Gel matrices produced for all fragrance concentration shows different structure after 4 week of usage. Main component released from air freshener gel using different essential oil were: patchouli oil with six main compound lemongrass oil with four main compounds and keffir lime oil with seven main compounds.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

PERANCANGAN PROSES PEMBUATAN

GEL PENGHARUM RUANGAN BERBASIS CAMPURAN

SEMIREFINED CARRAGEENAN

DAN GLUKOMANAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr Ir Titi Candra Sunarti, MSi Dr Ir Dwi Setyaningsih, MSi

(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmat Nya sehingga penulisan disertasi ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Penulisan disertasi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang mendukung serta memberikan masukkan guna penyempurnaan penulisan maupun materi yang terkandung di dalamnya. Pada kesempatan ini penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA. selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak memberikan motivasi, dukungan, bimbingan dan arahan yang sangat bermanfaat sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi ini 2. Prof. Dr. Ir. Joko Santoso, MSi. selaku anggota komisi pembimbing yang

telah banyak memberikan motivasi, bimbingan, arahan dan koreksian yang sangat berguna terhadap penyelesaian disertasi ini.

3. Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli MSc.Agr, selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan masukkan, arahan dan bimbingan yang sangat dibutuhkan dalam penyempurnaan penulisan disertasi ini.

4. Prof. Dr. Ir. Machfud, MS. Selaku ketua program studi Teknologi Industri Pertanian dan seluruh staf atas dorongan semangat dan kelancaran birokrasi selama penyelesaian disertasi ini.

Akhirnya, semoga disertasi ini bermanfaat bagi yang membutuhkan. Bogor, Agustus 2015

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Tujuan Penelitian 3

1.3. Manfaat Penelitian 4

1.4. Lingkup Penelitian 4

1.5. Novelty/Kebaruan 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5 2.1. Rumput laut Eucheuma cottonii 5

2.2. Karagenan 5

2.3. Sifat Dasar Karagenan 9

2.4. Pembentukan Gel 11

2.5. Iles-iles 13

2.6. Pengharum Ruangan 16

2.7. Minyak Atsiri 17

2.8. Bahan Tambahan Pembuatan Gel Pengharum Ruangan 22

3. METODOLOGI PENELITIAN 24 3.1. Bahan dan Alat 24 3.2. Waktu dan Tempat 24 3.3. Tatalaksana Penelitian 24

3.4. Metode Pengujian 31

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 34 4.1. Variasi Perbandingan Bahan Pembentuk Gel 35 4.1.1. Kekuatan gel 35 4.1.2. Kekerasan gel 37

4.1.3. Rigiditas gel 38

4.1.4. Struktur mikro gel 40

4.1.5. Sineresis gel 44

4.2. Konsentrasi Bahan Pembentuk Gel 45

4.2.1. Kekuatan gel 45

4.2.2. Kekerasan gel 46

4.2.3. Rigitas gel 47

4.2.4. Struktur mikro gel 48

4.2.5. Sineresis gel 50

4.3. Konsentrasi Bahan Fiksatif 51

4.4. Perancangan Proses Pembuatan Gel Pengharum Ruangan 55

4.4.1. Sineresis gel pengharum ruangan 56

(16)

4.4.3. Penguapan zat cair gel pengharum ruangan 60

4.4.4. Proporsi pewangi/minyak atsiri tiap bagian gel pengharum ruangan 62

4.4.5. Struktur mikro gel pengharum ruangan 64

4.4.6. Retensi dan release minyak atsiri dan air gel pengharum ruangan 68

4.4.7. Profil komponen pewangi gel pengharum ruangan 72

5. SIMPULAN DAN SARAN 76 5.1. Simpulan 76 5.2. Saran 76

DAFTARPUSTAKA 77

LAMPIRAN 83

(17)

DAFTAR TABEL

1 Monomer fraksi karagenan 9

2 Daya larut karagenan pada berbagai media pelarut 10 3 Stabilitas karagenan dalam berbagai media pelarut 11

4 Komponen kimia penyusun minyak nilam 19

5 Karakteristik propilen glikol 23

6 Komposisi bahan fiksatif dan pewangi 26

7 Karakteristik bahan pembentuk gel 35

8 Hasil penilaian tingkat kesukaan panelis terhadap bau/wangi gel

pengharum ruangan 53

9 Rataan hasil penilaian panelis terhadap ketahanan wangi gel pengharum

ruangan 54

10 Konsentrasi minyak atsiri/pewangi tiap bagian gel pengharum ruangan berbasis campuran semirefined carrageenan dengan pewangi

kombinasi jeruk purut dan sereh dapur 63

11 Release dan retensi minyak atsiri dan air gel pengharum ruangan

pemakaian empat minggu 68

(18)

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur kimia kappa, iota dan lambda karagenan 6

2 Struktur kimia mu karagenan 7

3 Proses perubahan struktur mu karagenan menjadi kappa karagenan 7

4 Struktur kappa karagenan 8

5 Struktur iota karagenan 8

6 Struktur lambda karagenan 9

7 Mekanisme pembentukan gel karagenan 12

8 Sinergis kappa karagenan dengan tepung konjak 13

9 Struktur kimia glukomanan 14

10 Diagram komposisi struktur konjak glukomanan 15

11 Pola rilis pewangi dari bahan gel percobaan 22

12 Rancangan proses pembuatan gel pengharum ruangan berbasis campuran semirefined carrageenan dan glukomanan dengan pewangi

kombinsai jeruk purut dan sereh dapur 29

13 Diagram proses pembuatan gel pengharum ruangan berbasis campuran

semirefined carrageenan dan glukomanan 30

14 Pengaruh variasi perbandingan campuran bahan pembentuk gel

terhadap kekuatan gel 35

15 Pengaruh variasi perbandingan campuran bahan pembentuk gel

terhadap kekerasan gel 37

16 Pengaruh variasi perbandingan campuran bahan pembentuk gel

terhadap rigiditas gel 38

17 Hubungan rigiditas dengan kekuatan gel dan kekerasan gel 40 18 Struktur mikro gel glukomanan, semirefined carrageenan dan

campuran keduanya dengan berbagai variasi perbandingan 42 19 Pengaruh variasi perbandingan campuran bahan pembentuk gel

terhadap persen sineresis gel 44 20 Pengaruh konsentrasi bahan pembentuk gel dan proporsi bahan

pembentuk gel terhadap kekuatan gel 45

21 Pengaruh konsentrasi bahan pembentuk gel dan proporsi bahan

pembentuk gel terhadap kekerasan gel 46

22 Pengaruh konsentrasi bahan pembentuk gel dan proporsi bahan

pembentuk gel terhadap rigiditas gel 47

23 Struktur mikro gel kombinasi semirefined carrageenan dan glukomanan pada berbagai konsentrasi dengan variasi perbandingan 1:1 48 24 Struktur mikro gel kombinasi semirefined carrageenan dan

glukomanan pada berbagai konsentrasi dengan variasi

perbandingan 1:3 49

25 Pengaruh konsentrasi bahan pembentuk gel dan proporsi bahan

pembentuk gel terhadap persen sineresis gel 50

26 Pengaruh konsentrasi pewangi terhadap sineresis gel pengharum ruangan berbasis campuran semirefined carrageenan dan glukomanan dengan pewangi kombinasi jeruk purut dan sereh dapur 56 27 Pengaruh konsentrasi pewangi terhadap susut bobot gel pengharum

(19)

28 Pengaruh konsentrasi pewangi terhadap penguapan zat cair gel pengharum ruangan berbasis campuran semirefined carrageenan dan glukomanan dengan pewangi kombinasi jeruk purut dan sereh dapur 60 29 Posisi bagian gel pengharum ruangan yang digunakan dalam

pengukuran konsentrasi pewangi/minyak atsiri 63 30 Struktur mikro gel campuran semirefined carrageenan dan glukomanan

tanpa penambahan pewangi/minyak atsiri 64

31 Struktur mikro gel pengharum ruangan berbasis campuran semirefined carrageenan dan glukomanan dengan pewangi kombinasi jeruk purut dan sereh dapur pada penambahan konsentrasi pewangi berbeda 65 32 Struktur mikro gel pengharum ruangan berbasis campuran semirefined

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Form uji sensori wangi gel pengharum ruangan 83

2 Form uji sensori kesukaan wangi gel pengharum ruangan 84 3 Analisis ragam dan uji lanjut sineresis gel proporsi perbandingan bahan

pembentuk gel 85

4 Analisis ragam dan uji lanjut kekuatan gel proporsi perbandingan bahan

pembentuk gel 86

5 Analisis ragam dan uji lanjut rigiditas gel proporsi perbandingan bahan

pembentuk gel 87

6 Analisis ragam dan uji lanjut kekerasan gel proporsi perbandingan

bahan pembentuk gel 88

7 Analisis ragam dan uji lanjut kekuatan gel konsentrasi bahan

pembentuk gel 89

8 Analisis ragam dan uji lanjut rigiditas gel konsentrasi bahan pembentuk

gel 92

9 Analisis ragam dan uji lanjut kekerasan gel konsentrasi bahan

pembentuk gel 95

10 Analisis ragam dan uji lanjut sineresis gel konsentrasi bahan pembentuk

gel 98

11 Hasil pengujian penilaian panelis dengan kruskal walls setelah

penyimpanan hari ketiga 100

12 Hasil pengujian penilaian panelis dengan kruskal walls setelah

penyimpanan hari keenam 100

13 Analisis ragam dan uji lanjut persen sineresis gel pengharum

ruangan 101

14 Analisis ragam susut bobot gel pengharum ruangan 101 15 Analisis ragam penguapan zat cair gel pengharum ruangan 102 16 Analisis ragam dan uji lanjut retensi dan release minyak atsiri gel

pengharum ruangan pada pemakaian minggu I 102

17 Analisis ragam dan uji lanjut retensi dan release minyak atsiri gel

pengharum ruangan pada pemakaian minggu II 104

18 Analisis ragam dan uji lanjut retensi dan release minyak atsiri gel

pengharum ruangan pada pemakaian minggu III 105

19 Analisis ragam dan uji lanjut retensi dan release minyak atsiri gel

pengharum ruangan pada pemakaian minggu IV 106

20 Profil komponen pewangi gel pengharum ruangan berbasis campuran

semirefined carrageenan dan glukomanan dengan pewangi kombinasi jeruk purut dan sereh dapur pada konsentrasi pewangi 0,5% 107 21 Profil komponen pewangi gel pengharum ruangan berbasis campuran

semirefined carrageenan dan glukomanan dengan pewangi kombinasi jeruk purut dan sereh dapur pada konsentrasi pewangi 1% 108 22 Profil komponen pewangi gel pengharum ruangan berbasis campuran

semirefined carrageenan dan glukomanan dengan pewangi kombinasi jeruk purut dan sereh dapur pada konsentrasi pewangi 1,5% 109 23 Profil komponen pewangi gel pengharum ruangan berbasis campuran

semirefined carrageenan dan glukomanan dengan pewangi kombinasi jeruk purut dan sereh dapur pada konsentrasi pewangi 2% 110 24 Grafik release minyak atsiri gel pengharum ruangan selama empat

(21)

25 Produk gel kombinasi semirefined carrageenan dan glukomanan

dengan berbagai variasi perbandingan 112

26 Produk gel kombinasi semirefined carrageenan dan glukomanan perbandingan 1:1 dengan berbagai variasi konsentrasi 112 27 Produk gel kombinasi semirefined carrageenan dan glukomanan

perbandingan 1:3 dengan berbagai variasi konsentrasi 113 28 Produk gel pengharum ruangan berbasis campuran semirefined

carrageenan dan glukomanan dengan berbagai variasi konsentrasi

bahan fiksatif 113

29 Produk gel pengharum ruangan berbasis campuran semirefined carrageenan dan glukomanan dengan berbagai variasi konsentrasi

pewangi 113

30 Produk gel pengharum ruangan berbasis campuran semirefined

carrageenan dan glukomanan dalam kemasan plastik 113

(22)
(23)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perancangan merupakan salah satu kegiatan utama seorang perekayasa (insinyur) dan melibatkan kegiatan kreatif. Oleh karena itu perancangan proses dan pabrik adalah kegiatan kreatif untuk mereka atau menciptakan gagasan dan menerjemahkan ke dalam peralatan dan proses untuk menghasilkan bahan baru atau meningkatkan nilai tambah suatu bahan (Suryani dan Mangunwidjaya 2012).

Salah satu perancangan proses yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pembuatan gel pengharum ruangan dengan mengkombinasikan antara semirefined carrageenan (SRC) yang berasal dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii

/Kappaphycus alvarezzi dengan glukomanan dari iles-iles (Amorphophallus sp.) sebagai bahan baku pembentuk gel. Pemilihan kedua bahan baku tersebut didasarkan kepada kemampuan keduanya dalam membentuk gel dan memiliki efek sinergis serta merupakan sumber daya alam yang terdapat dalam jumlah yang banyak di Indonesia.

Bentuk pengharum ruangan di pasaran ada beberapa jenis antara lain produk berbentuk padat (digunakan untuk lemari dan toilet), cair, semprot dan gel. Gel pengharum ruangan adalah produk dalam sediaan gel yang melepaskan wangi ke ruangan melalui udara (Ansel 1989).

Pembuatan gel pengharum ruangan yang lazim dilakukan sekarang ini adalah memanfaatkan bahan baku pembentuk gel seperti locust bean gum. Locust bean gum

adalah hasil ekstrak dari buah pohon Carob (Caratonia siliqua) yang tumbuh di negara-negara Mediterania. Unsur utama dari locust bean gum adalah polisakarida rantai panjang dan merupakan molekul yang kaya akan hidrokoloid yang terdiri atas unit galaktosa dan manosa yang dihubungkan dengan ikatan glikosidik dan secara kimia dapat disebut sebagai galaktomanan, selanjutnya dikemukakan bahwa Locust bean gum

digunakan sebagai pengental dalam salad dressing dan saus, sebagai bahan pengkristal dalam es krim yang mencegah dari pembentukan kristal es, sebagai pengganti lemak, mencegah sineresis dan menjaga produk/kue kering dalam keadaan renyah, memiliki kekentalan yang sangat tinggi bahkan ketika sangat sedikit digunakan (Sinurat et al. 2009).

Penggunaan locust bean gum tersebut sebagai bahan baku pembentuk gel ternyata memerlukan biaya yang cukup besar karena komponen tersebut masih sulit ditemukan di Indonesia karena harus diimpor sehingga merupakan suatu kendala yang cukup merepotkan bagi produsen maupun pengguna bahan baku tersebut dalam usaha memproduksi gel yang baik untuk kebutuhan pangan, nonpangan maupun industri lainnya. Kondisi seperti ini sangat merugikan bagi produsen penghasil produk olahan gel beserta turunannya sehingga perlu adanya pemanfaatan sumber daya alam lain yang mempunyai kemampuan yang sama dalam pembentuk gel guna aplikasi dalam bidang pangan maupun nonpangan.

Rumput laut merupakan salah satu komoditi hasil laut yang memiliki prospek sangat menjanjikan. Hal ini disebabkan karena rumput laut baik secara alami atau melalui proses budidaya memiliki pertumbuhan yang sangat cepat disamping proses budidayanya murah, mudah serta aplikasi hasil olahan rumput laut banyak digunakan dalam berbagai bidang seperti industri pangan maupun nonpangan.

(24)

Menurut Asosiasi Rumput Laut Indonesia (2014), produksi karagenan di Indonesia sekitar 4000 - 4500 ton, dimana dari jumlah tersebut sekitar 3200 - 3500 ton untuk diekspor dan sisanya dipasarkan di dalam negeri. Ekspor rumput laut Indonesia terhadap kebutuhan rumput laut dunia mencapai 20,74%, dimana 51,71% diekspor ke negara China serta sisanya di ekspor ke Negara Philipina (12,28%), Vietnam (7,70%), Chile (4,57%), UK (3,18%), USA (3,29%), Jerman (3,89%), Hongkong (1,46%), Korea (2,96%), Perancis (1,89%), dan negara lainnya (7,19%) dan hanya mampu mensuplai sekitar 18% kebutuhan karagenan pasar dunia. Ekspor produk-produk olahan rumput laut yang bernilai tambah tinggi adalah dalam bentuk produk alkali treated cotonii

(ATC), semirefine carrageenan (SRC), dan refine carrageenan (RC).

Selanjutnya dikemukakan juga bahwa jenis produk dihasilkan industri dalam negeri dan sebagian besar berupa produk setengah jadi ATC (Alkaline Treated Cottonii), sedangkan produk Semirefined Carrageenan (SRC) atau Refined Carrageenan (RC) hanya diproduksi oleh beberapa industri saja, bahkan Indonesia masih banyak mengimpor SRC dan RC dari berbagai negara dengan nilai pada tahun 2009 sebesar 735.260 ton, kemudian pada 2010 sebesar 1,257,499 ton dan pada 2011 sebesar 1,320,818 ton diantaranya berasal dari Korea, China, Philipina, Amerika, Belanda, Perancis dan Denmark (Asosiasi Rumput Laut Indonesia 2014).

Tanaman umbi-umbian yang juga memiliki potensi sebagai penghasil gel dalam bentuk olahan tepung adalah iles-iles. Iles-iles merupakan tanaman umbi-umbian memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi dan tumbuh secara liar. Pengolahan umbi tanaman ini menjadi tepung ternyata ditemukan bahwa dalam tepung iles-iles ini mengandung komponen yang disebut glukomanan yang ternyata memiliki daya rekat (Anonim 1981). Glukomanan mempunyai banyak manfaat di berbagai bidang industri seperti makanan (shirataki dan konyaku), obat-obatan, kimia, tekstil, bioindustri (bahan biakan mikroba), dan edible film (Zhang et al. 2010; Raharjo et al. 2012).

Konjak adalah polisakarida, diklasifikasikan sebagai glukomanan. Dalam air, konjak berbentuk sangat kental. Sistem kental ini dapat dibentuk menjadi gel dengan kondisi panas stabil melalui pengaturan panas dan alkali encer. Gel konjak juga stabil dengan adanya asam dan garam. Konjak memiliki efek sinergis dengan sejumlah stabilisator, termasuk karagenan, gum xanthan, locust bean gum dan pati. Efek sinergis tersebut memungkinkan penggunaan untuk berbagai kepentingan fungsional yang lebih besar dan tekstur untuk formulasi (Bubnis 2000).

Menurut Badan Pusat statistik (BPS) tahun 2012, luas tanaman iles-iles di produksi chips iles-iles hanya mencapai 600-1000 ton atau 30%, sehingga kekurangan kebutuhan sebesar 2400-2600 ton.

Johnson (2007) mengatakan bahwa sebagai bahan pembentuk gel, konjak memiliki kemampuan yang unik untuk membentuk gel reversible dan gel irreversible

(25)

Yu et al. (2010), konjak dan karagenan akan melarut dan membentuk gel dengan baik pada suhu 80oC.

Faktor yang turut berperan dalam menghasilkan produk gel pengharum ruangan adalah penggunaan pengharum/pewangi dalam produk gel pengharum ruangan tersebut serta bagaimana proses sorpsi dan desorpsi pewangi yang terjadi di dalamnya yang akan menentukan stabilitas dan ketahanan gel pengharum ruangan itu sendiri. Penggunaan pewangi dalam pembuatan gel pengharum ruangan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu pewangi sintetik dan alami. Penggunaan pewangi sintetik ternyata memiliki dampak negatif terhadap lingkungan maupun manusia karena mengandung bahan-bahan kimia berbahaya bagi kesehatan maupun berdampak pada kerusakan lingkungan (polusi).

Hasil penelitian yang dilakukan di Amerika oleh Natural Resources Defense Council (NRDC) pada tahun 2008 menunjukkan bahwa ternyata produk pengharum ruangan mengandung salah satu bahan kimia berbahaya yaitu phthalate. Phthalate

merupakan bahan kimia sintetis yang bila bereaksi dengan ozone dapat menyebabkan gangguan berbagai macam penyakit pada manusia diantaranya iritasi mata, alergi, asma, gangguan pernapasan, ganguan endokrin, kanker payudara dan masalah kesehatan lainnya serta pencemaran lingkungan dimana produk tersebut digunakan (Zota et al. 2010; Moran et al. 2014).

Hal yang sama juga dilakukan oleh Steinemann et al. (2010) terhadap 25 produk pewangi yang berlabel “Green” atau sejenisnya, “Organik/Organic”, “Tidak toksik/Non

Toxic” dan “Alami/Natural” untuk mengetahui emisi VOCs (volatile organic compounds) dari produk tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat 133 VOCs yang dilepaskan oleh ke 25 produk tersebut dan digolongkan ke dalam senyawa beracun atau berbahaya dan karsinogen (1,4-dioxane, methylene chloride atau acetaldehyde). Berdasarkan hal tersebut maka penggunaan pewangi alami merupakan hal yang sudah sangat penting guna membantu menghindari dan meminimalisir timbulnya resiko seperti yang dikemukan tersebut diatas.

Berangkat dari permasalah dan kenyataan yang dikemukakan tersebut maka penulis melakukan penelitian pemanfaatan sumber daya alam yang ada disekitar guna menghasilkan suatu produk gel pengharum ruangan yang ramah lingkungan dan bermanfaat bagi manusia serta memiliki kestabilan dan ketahanan yang lama sesuai dengan kebutuhan. Hal tersebut dikarenakan dalam penelitian yang dilakukan untuk pembuatan gel pengharum ruangan yang berhasil diperoleh melalui penelusuran informasi tentang gel pengharum ruangan belum didapatkan informasi tentang retensi dan release pewangi yang terkandung dalam gel pengharum ruangan sehingga kita dapat mengetahui komponen apa saja yang terdapat dalam gel pengharum ruangan yang dihasilkan. Sedangkan untuk matriks gel yang terbentuk akibat kombinasi pencampuran antara semirefined carrageenan dan glukomanan juga belum di dapatkan informasinya, hal tersebut menjadi sangat penting guna mendapatkan data yang lebih lengkap tentang karakteristik dan struktur mikro gel kombinasi semirefined carrageenan dan glukomanan.

1.2. Tujuan Penelitian 1.2.1. Tujuan Umum

(26)

1.2.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini terdiri atas:

1. Menganalisis pengaruh proporsi perbandingan bahan pembentuk gel terhadap karakteristik gel campuran semirefined carrageenan dan glukomanan.

2. Menganalisis pengaruh konsentrasi bahan pembentuk gel terhadap karakteristik gel campuran semirefined carrageenan dan glukomanan.

3. Menganalisis pengaruh konsentrasi pewangi terhadap karakteristik gel pengharum ruangan berbasis campuran semirefined carrageenan dan glukomanan.

1.3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan nilai tambah pemanfaatan semirefined carrageenan, glukomanan dan minyak atsiri sebagai bahan baku industri nonpangan khususnya dalam pembuatan produk gel pengharum ruangan.

1.4. Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian yang merupakan batasan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Pembuatan gel dengan berbagai variasi perbandingan bahan pembentuk gel yang berbeda serta menganalisis karakteristik gel yang dihasilkan yang terdiri atas kekuatan gel, kekerasan gel, rigiditas gel, struktur mikro gel dan sineresis gel. 2. Pembuatan gel dengan berbagai konsentrasi bahan pembentuk gel yang berbeda

serta menganalisis karakteristik gel yang dihasilkan yang terdiri atas kekuatan gel, kekerasan gel, rigiditas gel, struktur mikro gel dan sineresis gel.

3. Pembuatan gel pengharum ruangan dengan berbagai konsentrasi pewangi berbeda serta menganalisis karakteristik gel pengharum ruangan yang dihasilkan yang terdiri atas sineresis gel pengharum ruangan, susut bobot gel pengharum ruangan, total penguapan zat cair gel pengharum ruangan, proporsi pewangi/ minyak atsiri tiap bagian gel pengharum ruangan, struktur mikro gel pengharum ruangan, retensi dan release komponen pewangi/minyak atsiri secara kualitaitf produk gel pengharum ruangan, profil komponen pewangi produk gel pengharum ruangan

1.5. Novelty/ Kebaruan

Novelty/Kebaruan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Diketahuinya struktur matriks gel (pori/rongga) yang terbentuk/dihasilkan dari campuran semirefined carrageenan dan glukomanan sebagai tempat masuknya minyak atsiri/pewangi yang ditambahkan dalam pembuatan gel pengharum ruangan

2. Retensi dan release pewangi/minyak atsiri gel pengharum ruangan selama pemakaian sehingga diperoleh masa pakai produk

3. Perubahan matriks gel sebelum dan sesudah penambahan pewangi akibat

(27)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumput Laut Eucheuma cottonii

Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) dan berubah naman menjadi Kappaphycus alvarezii karena karagenan yang dihasilkan termasuk fraksi kappa-karagenan. Jenis ini secara taksonomi disebut

Kappaphycus alvarezzi (Doty 1985). Nama daerah cottonii umumnya lebih dikenal dan biasa digunakan dalam dunia perdagangan nasional maupun internasional.

Klasifikasi Eucheuma cottonii sebagaimana dikemukakan oleh Doty (1985) adalah sebagai berikut:

Ciri fisik Eucheuma cottonii menurut Aslan (1989) adalah mempunyai thallus silindris, permukaan licin, cartilogeneus. Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi karena faktor lingkungan. Kejadian ini merupakan salah satu proses adaptasi kromatik yakni penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan. Ciri fisik lain sebagaimana dikemukakan oleh Atmadja (1996) adalah penampakan thalli bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Duri-duri pada thallus runcing memanjang, agak jarang-jarang dan tidak tersusun melingkari thallus. Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama keluar saling berdekatan ke daerah basal (pangkal), tumbuh melekat ke substrat dengan alat perekat berupa cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah kearah datangnya sinar matahari.

2.2. Karagenan

Karagenan merupakan gum rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air panas (hot water) atau larutan alkali pada temperatur tinggi (Glicksman 1983). Karagenan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium, natrium, magnesium dan kalium sulfat dengan galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa kopolimer. Karagenan adalah suatu bentuk polisakarida linear dengan berat molekul di atas 100 kDa (Winarno 1996). Menurut FMC Corp (1977) karagenan tersusun dari perulangan unit-unit galaktosa dengan 3,6-anhidro galaktosa (3,6-AG). Keduanya baik yang berikatan dengan sulfat atau tidak, dihubungkan dengan ikatan

glikosidik α-1,3 dan β-1,4 secara bergantian.

(28)

Doty (1985) membedakan karagenan berdasarkan jumlah sulfatnya menjadi dua fraksi yaitu kappa karagenan yang mengandung sulfat kurang dari 28% dan iota karagenan dengan jumlah sulfat jika lebih dari 30%. Selanjutnya dikemukakan oleh Winarno (1996) bahwa kappa karagenan dihasilkan dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii, iota karagenan dihasilkan dari Eucheuma spinosum sedangkan lambda karagenan dari Chondrus crispus, sementara berdasarkan fraksi penyusunnya karagenan dibagi menjadi kappa, iota dan lambda karagenan.

Menurut Imeson (2000), karagenan merupakan polisakarida berantai linear dengan berat molekul yang tinggi. Rantai polisakarida tersebut terdiri dari ikatan berulang antara gugus galaktosa dengan 3,6-anhidrogalaktosa (3,6 AG), keduanya baik

yang berikatan dengan sulfat maupun tidak, dihubungkan dengan ikatan glikosidik α -(1,3) dan β-(1,4). Struktur kimia karagenan disajikan pada Gambar 1. Gugus molekul yang diberi lingkaran merah merupakan gugus 3,6-anhidrogalaktosa sedangkan gugus molekul yang tidak diberi lingkaran merah adalah gugus galaktosa.

Gambar 1. Struktur Kimia Kappa, Iota dan Lambda Karagenan (Bubnis 2000)

Kappa karagenan tersusun atas α-(1,3) D-galaktosa-4-sulfat dan β-(1,4) anhidrogalaktosa. Kappa karagenan mengandung 25% ester sulfat dan 34% 3,6-anhidrogalaktosa. Jumlah 3,6-anhidrogalaktosa yang terkandung dalam kappa karagenan adalah yang terbesar diantara dua jenis karagenan lainnya. Iota karagenan

tersusun atas α-(1,3)D-galaktosa-4-sulfat dan β-(1,4) 3,6-anhidrogalaktosa-2-sulfat. Iota karagenan mengandung 32% ester sulfat dan 30% 3,6-anhidrogalaktosa. Lambda

karagenan tersusun atas α-(1,3) D-galaktosa-2-sulfat dan β-(1,4) D-galaktosa-2,6-disulfat. Lambda karagenan mengandung 35% ester sulfat dan hanya mengandung sedikit atau tidak mengandung 3,6-anhidrogalaktosa. Selain ketiga jenis tipe karagenan

tersebut, terdapat pula dua jenis tipe karagenan lain yaitu, mu ( ) dan nu ( ) karagenan

(Imeson 2000).

(29)

ini tidak memiliki gugus 3,6-anhidrogalaktosa tetapi memiliki gugus sulfat yang berikatan dengan C6 dari gugus galaktosa seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Kimia Mu Karagenan (Bubnis 2000)

Menurut Bubnis (2000), gugus sulfat yang berikatan dengan C6 dapat

menghambat terjadinya proses pembentukan gel. Hal ini disebabkan gugus sulfat tersebut membuat rantai panjang polisakarida menjadi kaku sehingga tidak bisa

membentuk heliks. Adanya enzim ”dekinkase” yang terdapat pada rumput laut dapat memecah ikatan gugus sulfat tersebut dan menghasilkan 3,6-anhidrogalaktosa seperti disajikan pada gambar 3. Penambahan alkali pada proses ekstraksi rumput laut juga membantu proses pemutusan ikatan pada gugus sulfat. Hal ini menyebabkan berubahnya struktur mu karagenan menjadi kappa karagenan. Proses yang sama juga terjadi pada struktur nu karagenan yang berubah menjadi iota karagenan.

Gambar 3. Proses Perubahan Struktur Mu Karagenan Menjadi Kappa Karagenan (Bubnis 2000)

(30)

larut dalam air panas namun tidak larut dalam pelarut organik, menghasikan gel yang keras dan kaku serta memiliki sineresis yang tinggi.

Gambar 4. Struktur kappa Karagenan

(Sumber:http://www.fmcbiopolymer.com/Food/Ingredients/Carrageenan/Factors.aspx. 16 Februari 2012)

Iota karagenan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu D-galaktosa dan gugus 2-sulfat ester pada pada setiap gugus 3,6-anhidro-D- D-galaktosa. Gugus 2 sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberian alkali. Iota karagenan sering mengandung beberapa gugus 6-sulfat ester yang menyebabkan kurangnya keseragaman molekul yang dapat dihilangkan dengan pemberian alkali (Winarno 1996). Selanjutnya di kemukakan oleh FMC Corp (1977), iota karagenan larut dalam air panas, menghasikan gel yang elastis dan tidak terjadi sineresis.

Gambar 5. Struktur Iota Karagenan

(Sumber:http://www.fmcbiopolymer.com/Food/Ingredients/Carrageenan/Factors .aspx. 16 Februari 2012)

(31)

Lambda karagenan berbeda dengan kappa dan iota karagenan karena menghasilkan residu disulfat β (1,4) D-galaktosa sedangkan kappa dan iota karagenan selalu memiliki gugus 4-fosfat ester (Winarno 1996). Selanjutnya dikemukakan oleh FMC Corp (1977), lambda karagenan larut dalam air panas dan air dingin, karagenan tipe ini tidak mempunyai kemampuan dalam membentuk gel.

Gambar 6. Struktur Lambda Karagenan

(Sumber:http://www.fmcbiopolymer.com/Food/Ingredients/Carrageenan/Factors.aspx. 16 Februari 2012)

Monomer-monomer dalam setiap fraksi karagenan dihubungkan oleh jembatan oksigen melalui ikatan β-1,4 glikosidik. Monomer-monomer yang yang telah berikatan tersebut dihubungkan bersama monomer-monomer yang lain melalui ikatan α-1,3 glikosidik yang membentuk polimer. Ikatan 1,3 glikosidik dijumpai pada bagian monomer yang tidak mengandung sulfat yaitu monomer galaktosa-4-sulfat dan D-galaktosa-2-sulfat. Ion sulfat tidak pernah ada pada atom C3, ikatan 1,4 glikosidik

terdapat pada bagian monomer yang mengandung jembatan anhidro yaitu monomer-monomer 2,6-anhidro-galaktosa-2-sulfat dan 3,6-anhidro-galaktosa serta pada D-galaktosa-2,6-disulfat (Glicksman 1983).

Tabel 1. Monomer Fraksi Karagenan

Fraksi Karagenan Monomer

Kappa D-galaktosa-4-sulfat

3,6-anhidro-D-galaktosa

Iota D-galaktosa-4-sulfat

3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat

Lambda D-galaktosa-2,6-disulfat

Sumber : Towle (1973)

2.3. Sifat Dasar Karagenan

(32)

2.3.1.Kelarutan

Towle (1973) mengemukakan bahwa kelarutan karagenan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya tipe karagenan, temperatur, pH, kehadiran jenis ion tandingan dan zat-zat terlarut lainnya. Gugus hidroksil dan sulfat pada karagenan bersifat hidrofilik, sedangkan gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa lebih hidrofobik. Lambda karagenan mudah larut dalam semua kondisi karena tanpa unit 3,6-anhidro-D-galaktosa dan mengandung gugus sulfat yang tinggi. Karagenan jenis iota bersifat lebih hidrofilik karena adanya gugus 2-sulfat dapat menetralkan 3,6-anhidro-D-galaktosa yang kurang hidrofilik. Karagenan jenis kappa kurang hidrofilik karena lebih banyak memiliki gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa.

Karakteristik daya larut karagenan juga dipengaruhi oleh bentuk garam dari gugus ester sulfatnya. Jenis sodium umumnya lebih mudah larut sementara jenis potassium lebih sukar larut. Hal ini menyebabkan kappa karagenan dalam bentuk garam potassium lebih sukar larut dalam air dingin dan diperlukan panas untuk mengubahnya menjadi larutan, sedangkan dalam bentuk garam sodium lebih mudah larut. Lambda karagenan larut dalam air dan tidak tergantung jenis garamnya (cPKelco Aps 2004).

Daya kelarutan karagenan pada berbagai media dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Daya Kelarutan Karagenan Pada Berbagai Media Pelarut

Sifat-sifat Kappa Iota Lambda

Air panas Larut suhu>60oC Larut suhu>60oC Larut

Air dingin Larut Na+ Larut Na+ Larut garam

Susu panas Larut Larut Larut

Susu dingin Kental Kental Lebih Kental

Larutan gula Larut (panas) Susah larut Larut (panas) Larutan garam Tidak larut Tidak larut Larut (panas) Larutan organik Tidak larut Tidak larut Tidak larut Sumber: Glicksman (1983)

2.3.2. Stabilitas pH

Karagenan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9 dan akan terhidrolisis pada pH dibawah 3,5. Pada pH 6 atau lebih umumnya larutan karagenan dapat mempertahankan kondisi proses produksi karagenan (cPKelco ApS 2004). Selanjutnya dikemukakan oleh Imeson (2000) bahwa hidrolisis asam akan terjadi jika karagenan berada dalam bentuk larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu. Larutan karagenan akan menurun viskositasnya jika pHnya diturunkan dibawah 4,3.

(33)

Tabel 3. Stabilitas Karagenan Dalam Berbagai Media Pelarut

Stabilitas Kappa Iota Lambda

pH netral dan alkali Stabil Stabil Stabil

pH asam Terhidrolisis jika

Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Viskositas suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi karagenan, temperatur, jenis karagenan, berat molekul dan adanya molekul-molekul lain (Towle 1973; FAO 1990). Jika konsentrasi karagenan meningkat maka viskositasnya akan meningkat secara logaritmik. Viskositas akan menurun secara progresif dengan adanya peningkatan suhu, pada konsentrasi 1,5% dan suhu 75oC nilai viskositas karagenan berkisar antara 5 – 800 cP (FAO 1990). Selain itu BM karagenan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi viskositas suatu cairan dimana semakin tinggi BM karagenan, viskositas akan semakin tinggi. Begitu pula sebaliknya semakin rendah BM karagenan maka akan semakin rendah viskositasnya (FMC Corp 1977).

Viskositas larutan karagenan terutama disebabkan oleh sifat karagenan sebagai polielektrolit. Gaya tolakan (repulsion) antar muatan-muatan negatif sepanjang rantai polimer yaitu gugus sulfat, mengakibatkan rantai molekul menegang. Karena sifat hidrofiliknya, polimer tersebut dikelilingi oleh molekul-molekul air yang terimobilisasi, sehingga menyebabkan larutan karagenan bersifat kental (Guiseley et al. 1980).

Moirano (1977) mengemukakan bahwa semakin kecil kandungan sulfat, maka nilai viskositasnya juga semakin kecil, tetapi konsistensi gelnya semakin meningkat. Adanya garam-garam yang terlarut dalam karagenan akan menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini menyebabkan penurunan gaya tolakan (repulsion) antar gugus-gugus sulfat, sehingga sifat hidrofilik polimer semakin lemah dan menyebabkan viskositas larutan menurun. Viskositas larutan karagenan akan menurun seiring dengan peningkatan suhu sehingga terjadi depolimerisasi yang kemudian dilanjutkan dengan degradasi karagenan (Towle 1973).

2.4. Pembentukan Gel

Fardiaz (1989) mengemukakan bahwa pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi bersambung. Selanjutnya jala tersebut menangkap atau mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentukan gel ini beragam dari suatu jenis hidrokoloid ke jenis lainnya tergantung pada jenisnya. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat elastik dan kekakuan.

Kappa karagenan dan iota karagenan merupakan fraksi yang mampu membentuk gel dalam air dan bersifat reversible yaitu meleleh jika dipanaskan dan membentuk gel kembali jika didinginkan. Proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan polimer karagenan dalam larutan menjadi

random coil (acak). Bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur

(34)

heliks akan terbentuk agregat yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang kuat (Glicksman 1983). Jika diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi dan gel akan mengerut sambil melepaskan air. Proses terakhir ini disebut

sineresis (Fardiaz 1989). Mekanisme pembentukan gel karagenan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Mekanisme Pembentukan Gel Karagenan (Gliksman 1983) Kemampuan pembentukan gel pada kappa-karagenan dan iota-karagenan terjadi pada saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin karena mengandung gugus 3,6-anhidrogalaktosa. Adanya perbedaan jumlah, tipe dan posisi gugus sulfat akan mempengaruhi proses pembentukan gel. Kappa-karagenan dan iota-karagenan akan membentuk gel hanya dengan adanya kation-kation tertentu seperti K+, Rb+ dan Cs+.

Kappa-karagenan sensitif terhadap ion kalium dan membentuk gel kuat dengan adanya garam kalium, sedangkan iota karagenan akan membentuk gel yang kuat dan stabil bila ada ion Ca2+, akan tetapi lambda karagenan tidak dapat membentuk gel (Glicksman 1969). Potensi membentuk gel dan viskositas larutan karagenan akan menurun dengan menurunnya pH, karena ion H+ membantu proses hidrolisis ikatan glikosidik pada molekul karagenan (Angka dan Suhartono 2000).

Gel dari karagenan berfungsi sebagai pengemulsi minyak pengharum pada bahan hidrofobik. Karagenan yang dijadikan bahan pembuat gel pengharum ruangan berfungsi melepaskan minyak aroma secara perlahan (slow release) (Hargreaves 2003). Pada produk pengharum ruangan berbentuk gel dibuat dengan menggunakan karagenan yang dikombinasikan dengan gum jenis lain serta garam pembentuk gel (hingga 2.5% b/b dari gum). Kombinasi tersebut mengikat minyak pengharum sehingga pelepasan terjadi secara bersamaan dari permukaan gel hingga gel mengering (Van de Velde dan De Ruiter 2005).

Polisakarida seperti karagenan dapat membentuk gel pada kondisi tertentu. Karagenan jika dicampurkan dengan konjak maka akan terjadi interaksi yang sinergis. Sinergisme tersebut akan menghasilkan gel dengan tekstur yang lebih elastik serta kekuatan gel yang tinggi (BeMiller dan Whistler 1996; Bubnis 2000; Imeson 2000; Takigami 2000; Penroj et al. 2005; Yu 2010).

(35)

Gambar 8. Sinergis Kappa Karagenan dengan Tepung Konjak

(Sumber:http://www.fmcbiopolymer.com/Food/Ingredients/Carrageenan/Factors.aspx. 16 Februari 2012)

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Kohayama et al. (1996) untuk melihat efek dari glukomanan dengan berat molekul yang berbeda pada sifat reologis dan termal dari campuran gel glukomanan dengan kappa karagenan (1:1). Hasil peneltian yang diperoleh menunjukkan bahwa ada terdapat dua bagian kristalin dalam gel campuran; bagian pertama terdiri dari kappa karagenan dan yang kedua berupa asosiasi antara glukomanan dan kappa karagenan. Zona kedua atau zona gabungan lebih lemah daripada pembentuknya dan tidak tahan panas tetapi memberikan kontribusi terhadap sifat gel.

Kriatsakriangkrai dan Pongsawatmanit (2005) juga melakukan penelitian untuk melihat pengaruh glukomanan terhadap gel karagenan dengan proporsi glukomanan karagenan yang digunakan yaitu 0:4, 1:3, 2:2 dan 3:1 dengan konsentrasi total sebesar 1,5%. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa glukomanan dapat memperbaiki sifat-sifat gel kappa karagenan yaitu pada tekstur dan sineresis. Kekuatan gel yang tertinggi diperoleh pada proporsi glukomanan : karagenan yaitu 1:3, tingkat sineresis tertinggi pada proporsi glukomanan : karagenan 0:4, sedangkan sineresis terendah pada proporsi 3:1.

2.5. Iles-iles

Iles-iles dan sejenisnya merupakan tanaman yang berasal dari India dan Srilanka. Melalui Indocina, Malaka dan Sumatera, akhirnya iles-iles menyebar di Jawa hingga Filipina dan Jepang (Sunarto 1986). Menurut Ermiati dan Laksamanaradja (1996), iles-iles yang termasuk kedalam marga Amorphophallus, terdiri atas 80 jenis. Di Indonesia, yang paling banyak dijumpai adalah A. campanulatus, A. oncophyllus, A. variabilis, A. spectabilis, A. decumsilvae, A. mulleri dan A. titanium yang dikenal sebagai bunga bangkai (Sufiani 1993).

(36)

kerongkongan terasa tertusuk-tusuk atau gatal. Kristal kalsium oksalat ini merupakan produk buangan dari metabolisme sel yang tidak digunakan lagi oleh tanaman dan terdapat di dalam dan di luar sel manan.

Glukomanan adalah salah satu komponen kimia terpenting yang terdapat dalam umbi iles-iles yang merupakan polisakarida dari jenis hemiselulosa. Glukomanan termasuk heteropolisakarida yang memiliki ikatan rantai utama glukosa dan manosa. Ohtsuki (1968) menyebutkan bahwa glukomanan dihasilkan suatu trisakarida yang tersusun oleh dua D-mannosa dan satu D-glukosa, sehingga dalam satu molekul glukomanan terdapat D-mannosa sejumlah 67% dan D-glukosa sejumlah 33%. Hasil analisis secara metilasi menunjukkan bahwa glukomanan terdiri atas komponen penyusun berupa D-glukopiranosa dan D-manopiranosa dengan ikatan β-1,4 glikosidik.

Konjak glukomannan adalah polimer yang larut dalam air dan dapat menyerap 100 kali dari volumenya sendiri dalam air. Larutan yang terbentuk merupakan larutan pseudoplastik. Viskositas konjak lebih tinggi daripada bahan pengental alami lainnya dan stabil terhadap asam, tidak ada pengendapan walaupun pH diturunkan dibawah 3.3. Larutan konjak tahan terhadap garam walaupun pada konsentrasi tinggi (Widjanarko 2008). Glukomanan memiliki bobot molekul relatif tinggi, yaitu 200,000 – 2,000,000 Dalton dengan ukuran antara 0.5 – 2 mm, 10 – 20 kali lebih besar dari sel pati. Struktur kimia glukomanan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Struktur Kimia Glukomanan (Anonim 1981)

Bobot molekul yang relatif tinggi membuat glukomanan memiliki karakteristik antara selulosa dan galaktomanan, yaitu dapat mengkristal dan membentuk struktur serat-serat halus. Keadaan tersebut menyebabkan glukomanan dapat dimanfaatkan lebih luas dibandingkan selulosa dan galaktomanan. Menurut Departemen pertanian (2010), senyawa glukomanan mempunyai sifat-sifat khas sebagai berikut:

1. Larut dalam air, glukomanan dapat larut dalam air dingin dan membentuk larutan yang sangat kental. Tetapi, bila larutan kental tersebut dipanaskan sampai menjadi gel, maka glukomanan tidak dapat larut kembali di dalam air.

2. Membentuk gel, karena glukomanan dapat membentuk larutan yang sangat kental di dalam air. Dengan penambahan air kapur glukomanan dapat membentuk gel, dimana gel yang terbentuk mempunyai sifat khas dan tidak mudah rusak.

3. Merekat, glukomanan mempunyai sifat merekat yang kuat di dalam air. Namun, dengan penambahan asam asetat sifat merekat tersebut akan hilang.

Dengan sifat tersebut diperoleh beberapa manfaat dari glukomanan antara lain : 1. Bahan lem yang daya rekatnya terbaik dan kedap air.

2. Campuran bahan dalam industri kertas agar kertas cukup kuat dan lemas.

(37)

4. Pengganti media tumbuh mikroba ataupun sebagai detektor mikroba alami yang mampu menyediakan unsur karbon bagi mikroba.

5. Pengganti selulosa yang digunakan dalam industri perfilman seperti isolator listrik, persenjataan perang dan bahan peledak, alat-alat dalam pesawat terbang, serta parasut para penerjun payung.

6. Penjernih dan massa pengikat pada industri minuman, pabrik gula dan pertambangan batubara. Partikel batubara yang terlarut dalam air dapat dengan mudah terikat oleh glukomanan sehingga airnya dapat dimanfaatkan kembali. 7. Pengikat formula tablet, pengental sirup obat, pembungkus dan etiket kedap air,

penghancur (disintegrator) tablet, dan pembuat suppositoria pada industri farmasi. 8. Bahan pembuatan konyaku (sejenis tahu), shirataki (sejenis mie) dan lain-lain yang

sangat digemari oleh masyarakat Jepang pada industri makanan/pangan.

9. Bahan imitasi yang memiliki sifat lebih baik dari amilum dengan harga lebih murah.

10. Bahan kedap air. Dibuat dengan mencampur larutan glukomanan dengan gliserin/natrium hidroksida.

11. Untuk menjernihkan air dan memurnikan bagian-bagian koloid yang terapung dalam industri bir, gula, minyak, dan serat.

12. Dalam industri kosmetika dan pengobatan untuk menjaga dan memulihkan kembali kelancaran peredaran darah dan mencegah naiknya kadar kolesterol dalam darah, menurunkan tekanan darah tinggi dan mengobati kencing manis serta meningkatkan kesegaran dan kehalusan kulit.

13. Bahan plastik biodegradable, edible film/coat, dan serat nano. Teknologi ini sedang banyak dikembangkan saat ini

Struktur glukomanan merupakan model awal ditemukan dengan menggunakan perangkat lunak Chemoffice 2008 (USA) dan Hyperchem Rilis 7,0 (AS) dengan struktur utama yang dilaporkan Konjak glukomanan tersusun atas 38 cincin glukosa dan manosa dengan perbandingan antara kedua adalah 1:1,5 yang dihubungkan dengan

ikatan β-1,4-glikosidik. Selain itu terdapat beberapa rantai samping yang tersusun oleh

ikatan β-1,3-glikosidik yang terletak pada rantai C3 dari residu gula (Jian et al. 2010).

Diagram komposisi struktural konjak glukomanan menurut Jian et al. 2010 dapat dilihat pada Gambar 10.

(38)

Konjak adalah polisakarida, diklasifikasikan sebagai glukomanan. Dalam air, konjak berbentuk sangat kental. Sistem kental ini dapat dibentuk menjadi gel dengan kondisi panas stabil melalui pengaturan panas dan alkali encer. Gel konjak juga stabil dengan adanya asam dan garam. Konjak memiliki efek sinergis dengan sejumlah stabilisator, termasuk karagenan, gum xanthan, locust bean gum dan pati. Efek sinergis tersebut memungkinkan penggunaan untuk berbagai kepentingan fungsional yang lebih besar dan tekstur untuk formulasi (Bubnis 2000).

Mutu glukomanan sangat dipengaruhi oleh warna tepung yang dihasilkan. Derajat putih tepung glukomanan dipengaruhi oleh pati, kalsium oksalat dan suhu. Warna tepung glukomanan yang dihasilkan adalah kuning kecoklatan. Terjadinya pencoklatan disebabkan oleh reaksi antara gugus karboksil pada gula pereduksi dengan gugus amin pada asam amino (Widjanarko 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Charoenrein et al. (2011) tentang pengaruh konjak glukomanan (KGM) terhadap sineresis, sifat tekstur dan struktur mikro dari gel pati beras yang dibekukan memperlihatkan bahwa dengan adanya penambahan KGM 0-0,5% dapat menyebabkan pengurangan sineresis, membatasi peningkatan kekerasan gel pati beras, meningkatkan stabilitas gel pati beras, serta mampu menghambat perubahan tekstur gel pati beras sehingga sangat berguna untuk mempertahankan kualitas pati beras beku. Hasil SEM gel pati beras menunjukkan bahwa gel pati beras yang diberi perlakuan penambahan KGM 0-0,5% memiliki poros kurang terditribusi/menyebar dengan baik disekitar matriks.

2.6. Pengharum Ruangan

Bentuk pengharum ruangan di pasaran ada beberapa jenis antara lain padat (digunakan untuk lemari dan toilet), cair, semprot dan gel. Pengharum berbentuk gel biasanya diletakkan dengan cara digantung atau diletakkan di suatu tempat. Bahan dasar pengharum ruangan ada dua jenis yaitu air dan minyak. Biasanya pengharum yang menggunakan bahan minyak di buat dalam bentuk padat dan cair, sedangkan pengharum berbahan dasar air memiliki kestabilan aroma yang relatif singkat, namun mudah terurai sehingga aman terhadap lingkungan. Bentuk pengharum berbahan dasar air dibuat dalam bentuk gel sedangkan bentuk semprot biasanya menggunakan isobutena, n-butana, propana atau campurannya (Cohen et al. 2007 dalam Sinurat et al.

2009).

Penggunaan hasil esktraksi rumput laut sebagai bahan baku untuk gel pengharum ruangan mempunyai mutu yang sangat bagus dan telah berkembang di Philipina. Jenis rumput laut yang digunakan adalah Eucheuma sp. karena jenis rumput laut ini memiliki gel yang transparan dan ramah lingkungan (Montano dan Glorioso, 2007).

Gel pengharum ruangan akan mempunyai sineresis yang rendah dan kekuatan gel yang tinggi jika komponen pembentuk gel dan zat pembawa saling mendukung untuk menghasilkan sifat fisik yang baik. Bahan pembentuk yang biasa di pasaran adalah gellun gum. Campuran antara semirefined carrageenan dan locust bean gum

sebagai bahan pembentuk gel akan menghasilkan produk gel pengharum ruangan yang sama dengan penggunaan gellun gum (Herman 2002).

(39)

selalu melebihi 3% sehingga para ahli parfum dan ahli kimia berusaha membuat formulasi gel dari pelarut air (Anggarwal et al. 1998).

Empat elemen (notes) parfum yaitu, base, middle, top dan bridge. Elemen base

akan melekat lebih lama di kulit dan harumnya lebih kuat, seperti vanili, cengkih, dan minyak nilam. Wangi middle notes biasanya baru terasa setelah setengah jam parfum disemprotkan, contohnya geranium dan kenanga. Top notes yang terdapat dalam citrus dan floral akan tercium saat pertama kali di semprotkan. Sementara bridge notes dipakai untuk menyatukan ketiga elemen lainya. Parfum dideskripsikan dengan perumpamaan

musik yang memiliki tiga “not/notes” yang membentuk harmoni wewangian. Masing-masing note tercium seiring waktu dengan dimulai dari impresi pertama dari top note

diikuti oleh middle note yang telah mendalam dan base note yang sedikit demi sedikit muncul di akhir. Note-note ini dibuat dengan seteliti mungkin berdasarkan pengetahuan proses evaporasi dari wewangian. Di bawah ini adalah penjelasan dari masing-masing notes:

1. Top notes : Wangi yang langsung tercium ketika parfum disemprotkan. Top notes mengandung molekul yang ringan dan kecil yang dapat berevaporasi cepat. Top note membentuk impresi pertama dari parfum. Minyak lemon adalah salah satu minyak atsiri yang termasuk top notes.

2. Middle notes: Wangi yang muncul setelah top notes mulai memudar. Middle note mengandung “inti” dari parfum dan juga bertindak sebagai topeng bagi

base note yang sering kali tidak tercium enak pada pertama kalinya, namun menjadi enak seiring waktu. Notes ini juga sering disebut heart note. Minyak atsiri yang termasuk dalam kategori middle notes adalah minyak lavender, minyak sereh wangi, dan minyak kenanga.

3. Base notes: Wangi dari sebuah parfum yang muncul seiring memudarnya middle notes. Base dan middle notes adalah tema wewangian utama dari sebuah parfum.

Base notes memberikan kedalaman yang solid dari parfum. Kandungan dari

notes ini biasanya kaya dan dalam, dan tidak tercium setidaknya sampai 30 menit pemakaian. Wangi top dan middle notes terpengaruhi oleh wangi dari base notes. Minyak nilam termasuk dalam kategori base note (Sabini 2006).

2.7. Minyak Atsiri

Minyak atsiri juga dikenal dengan nama minyak mudah menguap atau minyak terbang. Menurut Encyclopedia of Chemical Technology minyak atsiri diartikan sebagai senyawa yang pada umumnya berwujud cairan yang diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit, batang, daun, buah dan biji maupun dari bunga dengan cara ekstraksi. Minyak atsiri mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, beraroma segar, rasa getir dan larut dalam pelarut organik. Minyak atsiri akan mengabsopsi oksigen dari udara sehingga akan berubah warna, aroma, dan kekentalan sehingga sifat kimia miyak atsiri tersebut akan berubah (Sastrohamidjojo 2004; Ketaren 1985; Luthony dan Rahmayanti 1999; Trubus 2009). Minyak atsiri merupakan campuran kompleks dari senyawa alkohol yang mudah menguap (volatil) dan dihasilkan sebagai metabolit sekunder pada tumbuhan. Minyak atsiri biasanya menentukan aroma khas tanaman (Nerio et al. 2010).

(40)

Menurut Ketaren (1985), minyak atsiri dapat diekstrak dengan 4 cara yaitu penyulingan (destilation), pengepresan (pressing), ekstrak dengan pelarut menguap (solvent extraction), dan ekstraksi dengan lemak padat (enfluerasi). Umumnya metode yang paling banyak digunakan dalam mengekstraksi minyak atsiri adalah penyulingan.

Minyak atsiri merupakan komoditas ekspor non migas yang sangat dibutuhkan oleh berbagai negara. Aplikasi penggunaan minyak atsiri dapat digunakan dalam berbagai jenis industri antara lain; a) industri makanan sebagai bahan penyedap dan penambah citarasa, b) industri farmasi sebagai obat anti nyeri, anti infeksi, dan anti bakteri, c) industri bahan pengawet sebagai insektisida, d) industri kosmetik dan

personal care product seperti sabun, pasta gigi, lotion, skin care, produk-produk kecantikan, e) industri parfum, selain itu penggunaan minyak atsiri dapat dipakai sebagai antiseptik, obat-obatan, flavouring agent dalam industri makanan dan minuman dan sebagai pencampur rokok kretek (Ketaren 1985).

Secara umum minyak atsiri dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok pertama adalah minyak atsiri yang komponen penyusunnya sukar untuk dipisahkan sperti minyak nilam dan minyak akar wangi. Minyak atsiri dari kelompok ini umumnya langsung digunakan tanpa diisolasi komponen-komponen penyusunnya sebagai sebagai pewangi berbagai produk. Kelompok kedua yaitu minyak atsiri yang komponen penyusunnya dapat dengan mudah dipisahkan menjadi senyawa murni seperti minyak sereh wangi, minyak daun cengkeh, minyak permen dan minyak terpentin. Senyawa murni hasil pemisahan biasanya digunakan sebagai bahan dasar untuk diproses menjadi produk yang lebih berguna (Ketaren 1985).

Dalam buku The Encyclopedia of Complementary Medicine, The Complete Family Guide to Alternative Health Care disebutkan bahwa minyak atsiri merupakan zat serbaguna. Molekul yang dilepaskan ke udara adalah sebagai uap yang dibawa oleh uap air. Ketika uap air yang mengandung komponen kimia tersebut dihirup, akan diserap tubuh melalui hidung dan paru-paru yang kemudian masuk ke aliran darah. Bersamaan saat dihirup itu, uap air akan berjalan dengan segera ke sistem limbik otak yang bertanggung jawab dalam sistem integrasi dan ekspresi perasaan, belajar, ingatan, emosi, serta rangsangan fisik. Jika digunakan sebagai aplikasi di luar tubuh, minyak atsiri bermanfaat dalam menyeimbangkan kondisi kulit, seperti juga otot dan organ bagian dalam (Ichad 2011).

Minyak atsiri berfungsi sebagai penyaring udara yang baik jika disimpan dalam ruangan dapat menghilangkan partikel logam racun dari udara, menaikkan oksigen atmosfir, serta menaikkan ozon dan ion negatif dalam rumah. Dengan demikian minyak atsiri dapat menghalangi perkembangan bakteri sekaligus menghilangkan bau pengap (Rusli 2010).

Minyak nilam merupakan bahan baku yang penting untuk industri wewangian dan kosmetika dengan sifat-sifat sebagai berikut: (a) sukar menguap dibanding dengan minyak atsiri lainnya dan (b) dapat dicampur dengan minyak eteris lainnya. Karena sifat-sifat inilah minyak nilam dipakai sebagai fiksatif (pengikat bau atau aroma) untuk industri wewangian, sabun dan kosmetika lainnya (Santoso 1990; Rusli 2010).

Minyak nilam mengandung beberapa senyawa, antara lain benzaldehid (2.34%),

(41)

Guenther (1990) mengemukakan bahwa penggunaan minyak nilam dalam industri karena sifat daya fiksasinya yang cukup tinggi terhadap bahan pewangi lain agar aroma bertahan lama, sehingga dapat mengikat bau wangi dan mencegah penguapan zat pewangi. Komponen kimia penyusun minyak nilam terdiri atas dua golongan yaitu, golongan hidrokarbon yang berupa senyawa seskuiterpen, berjumlah sekitar 40-45% dari berat minyak dan golongan hidrokarbon beroksigen (oxygenated hydrocarbon) yang berjumlah sekitar 52-57 % dari berat minyak.

Minyak nilam mengandung senyawa patchouli alkohol yang merupakan penyusun utama dalam minyak nilam, dan kadarnya mencapai 50-60% dimana senyawa tersebut merupakan komponen golongan hidrokarbon beroksigen, merupakan senyawa yang menentukan bau minyak nilam dan merupakan komponen yang terbesar di dalam minyak nilam (Trifilieff 1980; Guenther, 1990).

Minyak nilam terdiri atas persenyawaan terpen dengan alkohol. Komponen utama dalam minyak nilam adalah patchouli alkohol, yaitu komponen golongan hidrokarbon beroksigen yang menentukan bau minyak nilam ( Ketaren 1985).

Menurut Maryadhi (2007), patchouli alkohol merupakan senyawa seskuiterpen alkohol tersier trisiklik. Tidak larut dalam air, larut dalam alkohol, eter atau pelarut organik yang lain, mempunyai titik didih 280.37oC dan kristal yang terbentuk memiliki titik leleh 56oC. Minyak nilam mengandung lebih dari 30 jenis komponen kimia, termasuk 4 hidrokarbon monoterpen, 9 hidrokarbon sesquiterpen, 2 oksigenated monoterpen, 4 epoksi, 5 sesquiterpen alkohol, 1 norseskuiterpen alkohol, 2 seskuiterpen keton dan 3 seskuiterpen ketoalkohol. Komponen utama yang terdapat dalam minyak nilam tercantum pada Tabel 4.

Tabel 4. Komponen Kimia Penyusun Minyak Nilam

No Komponen Jumlah (%)

1 Seskuiterpen 40 48

2 Patchouli alkohol 55 60

3 β-patchoulin 1.7 – 4.8

4 α-gurjunin 0.0 – 5.0

5 α-guanin 9.9 – 15.2

6 β-kariofilen 2.0 – 3.9

7 α-patchoulin 8.5 – 12.7

8 Seychellene 5.9 – 9.4

9 α-bulnesin 13.1 – 17.2

10 β-guaniepoxi 0.1 – 0.2

11 α-bulnesinepoksi 0.2 – 0.4 12 Norpatchoulinol 0.5 – 0.6

13 Patchoulol 31.2 – 46.0

14 Pogostol 1.9 – 2.7

Sumber : Ketaren (1985); Maryadhi (2007).

Gambar

Gambar 1. Struktur Kimia Kappa, Iota dan Lambda Karagenan (Bubnis 2000)
Gambar 2. Struktur Kimia Mu Karagenan (Bubnis 2000 )
Gambar 4. Struktur kappa Karagenan
Tabel 1. Monomer Fraksi Karagenan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Minyak nilam dikatakan efektif dalam mengikat wangi pada gel pengharum ruangan apabila gel pengharum ruangan yang ditambah minyak nilam memiliki persentase

Bentuk gel membuat pelepasan zat pewangi atau pengharum pada parfum semakin lambat.Selain hal-hal tersebut di atas, karena mengandung warna hijau yang alami yaitu

Gambar sediaangel pengharum ruanganterbaik pada F4 (formula dengan konsentrasi minyak mawar (oleum rosae) 8%)... Gambar wadah gel

Gambar sediaan gel pengharum ruangan setelah penyimpanan selama 4 minggu pada ruangan suhu kamar yang diberi kipas angin.. Hasil uji ketahanan wangi pada

Kesimpulan: Variasi rasio perbandingan glukomanan dan gom xantan dengan konsentrasi 4% yang terbaik sebagai basis gel pengharum ruangan adalah formula B2 (80:20) dan

Oleh karena itu pada penelitian ini memanfaatkan minyak nilam 1% sebagai fiksatif alami untuk mempertahankan atau mengikat wangi gel pengharum ruangan agar wanginya dapat

Hasil persentase bobot sisa gel pengharum ruangan pada suhu kamar yang diberi kipas dapat disimpulkan bahwa formula terbaik adalah F4 yaitu formula dengan konsentrasi minyak apel

Minyak nilam dikatakan efektif dalam mengikat wangi pada gel pengharum ruangan apabila gel pengharum ruangan yang ditambah minyak nilam memiliki persentase