• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Pelapis Campuran Larutan Kitosan Dengan Emulsi Lilin Lebah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pembuatan Pelapis Campuran Larutan Kitosan Dengan Emulsi Lilin Lebah"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN PELAPIS CAMPURAN LARUTAN KITOSAN

DENGAN EMULSI LILIN LEBAH

SKRIPSI

OLEH:

DAPOT TUA SINAGA 070305028/THP

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

Dapot Tua Sinaga: PEMBUATAN PELAPIS CAMPURAN LARUTAN KITOSAN DENGAN EMULSI LILIN LEBAH dibimbing oleh : Terip

Karo-Karo dan Ridwansyah ABSTRAK

Penelitian dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi larutan kitosan dan konsentrasi emulsi lilin lebah terhadap pelapis campuran. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor, yaitu konsentrasi larutan kitosan (K) : (0%, 15%, 30% dan 45%) dan konsentrasi emulsi lilin lebah (L) : (0%, 15%, 30% dan 45%). Parameter yang dianalisa adalah ukuran partikel, stabilitas relatif emulsi, viskositas, uji organoleptik warna, uji total mikroba dan pH.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi larutan kitosan memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap viskositas dan uji total mikroba, berbeda nyata terhadap stabilitas relatif emulsi dan berbeda tidak nyata terhadap ukuran partikel, uji organoleptik warna dan pH. Konsentrasi emulsi lilin memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap ukuran partikel, stabilitas relatif emulsi, viskositas, organoleptik warna dan pH, dan berbeda tidak nyata terhadap uji total mikroba. Interaksi antara konsentrasi larutan kitosan dan konsentrasi emulsi lilin memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap pH Konsentrasi larutan kitosan 45 % dan konsentrasi emulsi lilin 45 %, menghasilkan pelapis campuran yang paling baik.

Kata kunci: Larutan Kitosan, Emulsi Lilin, Pelapis Campuran.

Dapot Tua Sinaga: THE MAKING OF COATING MIXTURE FROM CHITOSAN SOLUTION AND WAX EMULSION Supervised by : Terip

Karo-Karo and Ridwansyah ABSTRACT

The experiment objective was to study the effect of chitosan solution concentration and concentration of wax emulsion on coating mixture. The design of the experiment was completely randomized design with two factors. The first factor was four levels of chitosan solution concentration : 0,15, 30 and 45 % and the second factor was four levels of concentration wax emulsion: 0, 15, 30 and 45 %. Parameters observed were particle size, emulsion relative stability, viscosity, color (organoleptic), microbe activity and pH.

The results showed that chitosan solution concentration had highly significantly affected the viscosity and microbe activity, significantly affected the emulsion relative stability, but did not affected the particle size, color (organoleptic) and pH. The concentration of wax emulsion had highly significantly affected the particle size, emulsion relative stability, viscosity, color (organoleptic) and pH, but did not affected the microbe activity. The interaction of chitosan solution concentration and concentration of wax emulsion had highly significantly affected the pH. The best characteristic of coating mixture was obtained on 45 % chitosan solution concentration and 45 % concentration of wax emulsion.

(3)

RINGKASAN

DAPOT TUA SINAGA, “Pembuatan Pelapis Campuran Emulsi Lilin

Lebah dengan Larutan Kitosan” dibimbing oleh Ir. Terip Karo-Karo, MS., selaku

ketua komisi pembimbing dan Ridwansyah, STP, Msi., selaku anggota komisi

pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi larutan

kitosan dan konsentrasi emulsi lilin lebah terhadap sifat fisik pelapis campuran

yang dihasilkan.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2

faktor, yaitu:

Faktor I : Konsentrasi larutan kitosan dalam pelapis campuran

K1 = 0 %

K2 = 15 %

K3 = 30 %

K4 = 45 %

Faktor II : Konsentrasi emulsi lilin lebah dalam pelapis campuran

L1 = 0 %

L2 = 15 %

L3 = 30 %

L4 = 45 %

(4)

1. Ukuran Partikel

Konsentrasi larutan kitosan memberi pengaruh berbeda tidak nyata (p>0.05)

terhadap Ukuran partikel . Ukuran partikel tertinggi terdapat pada perlakuan K2

yaitu sebesar 2,76 µm dan terkecil pada perlakuan K3 yaitu sebesar 2,50 µm.

Konsentrasi emulsi lilin memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0.01)

terhadap Ukuran partikel. Ukuran partikel tertinggi terdapat pada perlakuan K2

yaitu sebesar 3,74 µm dan terkecil pada perlakuan K1 yaitu sebesar 0.43 µm.

2. Stabilitas Relatif Emulsi

Konsentrasi larutan kitosan memberi pengaruh berbeda nyata (p<0.05)

terhadap stabilitas relatif emulsi. Stabilitas relatif emulsi tertinggi terdapat pada

perlakuan K4 yaitu sebesar 81.25 % dan terendah terdapat pada perlakuan K1 dan

K2yaitu sebesar 62.50 %.

Konsentrasi emulsi lilin memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0.01)

terhadap stabilitas relatif emulsi. Stabilitas relatif emulsi tertinggi terdapat pada

perlakuan L1 yaitu sebesar 100 % dan terendah terdapat pada perlakuan L2 yaitu

sebesar 56.25 %

3. Viskositas

Konsentrasi larutan kitosan memberi pengaruh berbeda sangat nyata

(p<0.01) terhadap viskositas. Viskositas tertinggi terdapat pada perlakuan K4

yaitu sebesar 2.030 Centi Poise dan terendah pada perlakuan K1 yaitu sebesar

1.485 Centi Poise .

Konsentrasi emulsi lilin memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0.01)

(5)

2.026 Centi Poise dan terendah terdapat pada perlakuan L1 yaitu sebesar 1.437

Centi Poise.

4. Uji Organoleptik Warna

Konsentrasi larutan kitosan memberi pengaruh berbeda tidak nyata (p>0.05)

terhadap uji organoleptik warna. Uji organoleptik warna tertinggi terdapat pada

perlakuan K2 dan K4 yaitu sebesar 2.83 dan terendah terdapat pada perlakuan K1

yaitu sebesar 2.44.

Konsentrasi emulsi lilin lebah memberi pengaruh berbeda sangat nyata

(p<0.01) terhadap uji organoleptik warna. Uji organoleptik warna tertinggi

terdapat pada perlakuan L4 yaitu 3.43 dan terendah terdapat pada perlakuan L1

yaitu sebesar 1.04.

5. Uji Total Mikroba

Konsentrasi larutan kitosan memberi pengaruh berbeda sangat nyata

(p<0.01) terhadap Uji total mikroba. Uji total mikroba tertinggi terdapat pada

perlakuan K1 yaitu 52.1 x 103 koloni/ml dan terendah terdapat pada perlakuan K4

yaitu sebesar 21.8 x 103 koloni/ml.

Konsentrasi emulsi lilin lebah memberi pengaruh berbeda tidak nyata

(p>0.05) terhadap Uji total mikroba. Uji total mikroba tertinggi pada perlakuan L1

yaitu 35.8 x 103 Koloni/ml dan yang terendah pada perlakuan L2 yaitu 35.5 x 103

koloni/ml.

6. pH

Konsentrasi larutan kitosan memberi pengaruh berbeda tidak nyata (p>0.05)

(6)

Konsentrasi emulsi lilin lebah memberi pengaruh berbeda sangat nyata

(p<0.01) terhadap pH. pH yang tertinggi terdapat pada L4 yaitu 8.75 dan

terendah terdapat pada perlakuan L1 yaitu 7.19

Interaksi konsentrasi larutan kitosan dengan konsentrasi emulsi lilin lebah

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN

...

xiii

PENDAHULUAN

Pendayagunaan Limbah Udang... 8

Kandungan Kimia Limbah Udang... ... 8

Kitin dan Kitosan ... 9

Kitin ... 9

Kitosan ... 9

Sifat-sifat kitin dan kitosan... 11

Kitosan sebagai anti mikroba... . 12

Standar mutu kitosan ... 12

Emulsi ... 12

Sistem emulsi ... 12

Emulsifier ... 13

Stabilitas emulsi... 14

Analisa sifat fisik emulsi ... 15

Ukuran partikel ... 15

(8)

Viskositas ... 16

pH ... 17

Penelitian Sebelumnya ... 17

BAHAN DAN METODA PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

Pelaksanaan Penelitian ... 20

Pembuatan Kitosan ... 20

Pembuatan Larutan Kitosan 2 % dalam Asam Asetat 2 % ... 21

Pengambilan Lilin dari Sarang Lebah ... 21

Pembuatan Emulsi Lilin Lebah 30 % ... 21

Pencampuran Emulsi Lilin Lebah dengan Larutan Kitosan ... 22

Pengamatan dan Pengukuran Data ... 22

Penentuan Ukuran Partikel ... 22

Stabilitas Relatif Emulsi ... 23

Penentuan Viskositas ... 23

Uji Organoleptik Warna ... 24

Skema pengambilan Lilin dari Sarang Lebah... .. 29

Skema Pembuatan Emulsi Lilin Lebah... 30

Skema Pencampuran Larutan Kitosan dengan Emulsi Lilin Lebah... ... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Parameter yang diamati ... 32

Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Parameter yang diamati ... 33

Ukuran Partikel Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Ukuran Partikel ... 34

Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Ukuran Partikel ... 34

Pengaruh Interaksi Antara Konsentrasi Larutan kitosan dan Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Ukuran Partikel... ... 36

Stabilitas Relatif Emulsi

(9)

terhadap Stabilitas Relatif Emulsi ... 37 Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis

terhadap Stabilitas Relatif Emulsi ... 38 Pengaruh Interaksi Antara konsentrasi Larutan Kitosan dan

Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis

terhadap Stabilitas Relatif Emulsi ... ... 40 Viskositas

Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis

terhadap Viskositas ... 41 Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis

terhadap Viskositas ... 42 Pengaruh Interaksi Antara Konsentrasi Larutan kitosan dan

Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis

terhadap Viskositas... ... 44 Nilai Organoleptik Warna

Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis

terhadap Nilai Organoleptik Warna ... 44 Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis

terhadap Nilai Organoleptik Warna... 44 Pengaruh Interaksi Antara Konsentrasi Larutan kitosan dan

Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis

terhadap Uji Organoleptik Warna... ... 46 Uji Total Mikroba

Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis

terhadap Uji total Mikroba ... 46 Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis

terhadap Uji Total Mikroba... 48 Pengaruh Interaksi Antara Konsentrasi Larutan kitosan dan

Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis

terhadap terhadap Uji Total Mikroba ... ... 48 pH

Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis

terhadap pH ... 48 Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis

terhadap pH ... 49 Pengaruh Interaksi Antara Konsentrasi Larutan kitosan dan

Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis

(10)

DAFTAR TABEL

No. JUDUL Hal

1. Kandungan Kimia Limbah Udang ... 8

2. Konsentrasi Kitosan Terendah yang Menghambat Pertumbuhan Mikroorganisme ... 12

3. Standar Mutu Kitosan ... 12

4. Penentuan Stabilitas Relatif Emulsi ... 23

5. Nilai Uji Organoleptik Warna ... 24

6. Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Parameter yang diamati ... 32

7. Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Parameter yang diamati ... 33

8. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Ukuran Partikel ... 35

9. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Stabilitas Relatif Emulsi ... 37

10. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat pelapis terhadap Stabilitas Relatif Emulsi ... 39

11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan Pada Zat Pelapis terhadap Viskositas ... 41

12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah Pada zat pelapis terhadap Viskositas ... 43

13. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah Pada zat pelapis terhadap Uji Organoleptik Warna ... 45

14. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan Pada Zat Pelapis terhadap Uji Total Mikroba ... 47

15. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah Pada Zat pelapis terhadap pH ... 49

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. JUDUL Hal

1. Struktur Kitin ... 9

2. Struktur Kitosan ... 11

3. Proses Pembuatan Kitosan ... 27

4. Proses Pembuatan Larutan Kitosan 2% ... 28

5. Proses Pembuatan Lilin Lebah ... 29

6. Proses Pembuatan Emulsi Lilin Lebah ... 30

7. Proses Pembuatan Pelapis Campuran Larutan Kitosan dengan Emulsi Lilin Lebah ... 31

8. Grafik Hubungan Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Ukuran Partikel ... 35

9. Grafik Hubungan Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Stabilitas Relatif Emulsi ... 38

10. Grafik Hubungan Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Stabilitas Relatif Emulsi ... 39

11. Grafik Hubungan Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat pelapis terhadap Piskositas ... 41

12. Grafik Hubungan Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat pelapis terhadap Piskositas ... 43

13. Grafik Hubungan Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Uji Organoleptik Warna ... 45

14. Grafik Hubungan Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Uji Total Mikroba ... 47

15. Grafik Hubungan Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap pH ... 50

(12)

RIWAYAT HIDUP

DAPOT TUA SINAGA dilahirkan di Saribudolok pada tanggal 01

Desember 1988. Anak pertama dari bapak J. Sinaga dan ibu M. Br. Girsang,

Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Tahun 2000 penulis lulus dari SD Negeri 04 Saribudolok, tahun 2003 lulus

dari SLTP Bunda Mulia Saribudolok, dan tahun 2006 lulus dari SMA RK Serdang

Murni Lubuk Pakam. Pada tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk Universitas

Sumatera Utara (USU) melalui jalur SPMB. Penulis lulus di Program Studi

Teknologi Hasil Pertanian Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti kuliah penulis menjabat sebagai asisten di Laboratorium

Analisa Kimia Bahan Pangan (AKBP). menjadi pengurus IM-THP (Ikatan

Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian), dan anggota di Ikatan Mahasiswa

Simalungun (IMAS-USU).

Penulis telah melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pabrik

(13)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur terlebih dahulu penulis panjatkan kepada Tuhan Yang

Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga skripsi ini dapat selesai. Skripsi

ini berjudul “Pembuatan Pelapis Campuran Larutan Kitosan dengan Emulsi

Lilin”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Ir. Terip Karo-Karo, MS selaku ketua komisi pembimbing, serta

Ridwansyah, STP, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak

memberikan bimbingan, pengarahan serta saran-saran dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Ayah

saya, bapak J. Sinaga dan Ibu saya, ibu M. br Girsang atas segala doa, dukungan,

perhatian dan kasih sayangnya. Kepada Adek-adek saya yang tercinta Nofrita

Sinaga, Adi Putra Sinaga dan Ronaldo Sinaga.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman – teman

seperjuangan THP’07 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

banyak membantu penulis selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Agustus 2011

(14)

Dapot Tua Sinaga: PEMBUATAN PELAPIS CAMPURAN LARUTAN KITOSAN DENGAN EMULSI LILIN LEBAH dibimbing oleh : Terip

Karo-Karo dan Ridwansyah ABSTRAK

Penelitian dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi larutan kitosan dan konsentrasi emulsi lilin lebah terhadap pelapis campuran. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor, yaitu konsentrasi larutan kitosan (K) : (0%, 15%, 30% dan 45%) dan konsentrasi emulsi lilin lebah (L) : (0%, 15%, 30% dan 45%). Parameter yang dianalisa adalah ukuran partikel, stabilitas relatif emulsi, viskositas, uji organoleptik warna, uji total mikroba dan pH.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi larutan kitosan memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap viskositas dan uji total mikroba, berbeda nyata terhadap stabilitas relatif emulsi dan berbeda tidak nyata terhadap ukuran partikel, uji organoleptik warna dan pH. Konsentrasi emulsi lilin memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap ukuran partikel, stabilitas relatif emulsi, viskositas, organoleptik warna dan pH, dan berbeda tidak nyata terhadap uji total mikroba. Interaksi antara konsentrasi larutan kitosan dan konsentrasi emulsi lilin memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap pH Konsentrasi larutan kitosan 45 % dan konsentrasi emulsi lilin 45 %, menghasilkan pelapis campuran yang paling baik.

Kata kunci: Larutan Kitosan, Emulsi Lilin, Pelapis Campuran.

Dapot Tua Sinaga: THE MAKING OF COATING MIXTURE FROM CHITOSAN SOLUTION AND WAX EMULSION Supervised by : Terip

Karo-Karo and Ridwansyah ABSTRACT

The experiment objective was to study the effect of chitosan solution concentration and concentration of wax emulsion on coating mixture. The design of the experiment was completely randomized design with two factors. The first factor was four levels of chitosan solution concentration : 0,15, 30 and 45 % and the second factor was four levels of concentration wax emulsion: 0, 15, 30 and 45 %. Parameters observed were particle size, emulsion relative stability, viscosity, color (organoleptic), microbe activity and pH.

The results showed that chitosan solution concentration had highly significantly affected the viscosity and microbe activity, significantly affected the emulsion relative stability, but did not affected the particle size, color (organoleptic) and pH. The concentration of wax emulsion had highly significantly affected the particle size, emulsion relative stability, viscosity, color (organoleptic) and pH, but did not affected the microbe activity. The interaction of chitosan solution concentration and concentration of wax emulsion had highly significantly affected the pH. The best characteristic of coating mixture was obtained on 45 % chitosan solution concentration and 45 % concentration of wax emulsion.

(15)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Sarang lebah di Indonesia masih sangat kurang pemanfaatannya. Pada

pemanenan madu biasanya sarangnya tidak dimanfaatkan lebih lanjut oleh para

peternak lebah. Karena lilin yang berasal dari sarang lebah tersebut hanya

dimanfaatkan sebagai bahan pembuat lilin (bahan penerang) saja. Hal ini

mengakibatkan peternak lebah tidak begitu memperhatikannya sehingga sarang

lebah itu dibuang begitu saja. Dengan membuat sarang lebah menjadi emulsi

maka diharapkan daya guna dari sarang lebah ini lebih meningkat.

Lilin yang berasal dari sarang lebah memiliki sifat tidak beracun. Dan

apabila digunakan pada buah maka lilin tersebut dapat memperpanjang masa

simpan buah karena akan menghambat respirasi pada buah, menghambat

penguapan air dan dapat meningkatkan nilai estetika buah.

Kitosan adalah produk terdeasetilasi dari kitin yang merupakan biopolimer

alami kedua terbanyak di alam setelah selulosa, yang banyak terdapat pada

serangga, krustasea, dan fungi. Diperkirakan lebih dari 109-1010 ton kitosan

diproduksi di alam tiap tahun. Sebagai negara maritim, Indonesia sangat

berpotensi menghasilkan kitosan, namun sampai saat ini di Indonesia masih

jarang ditemukan pemanfaatanya terutama dalam bidang pertanian.

Kitosan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan antimikroba,

karena mengandung enzim lysosim dan gugus aminopolysacharida yang dapat

(16)

bakteri disebabkan kitosan memiliki polikation bermuatan positif yang mampu

menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang.

Pembuatan pelapis campuran emulsi lilin dengan larutan kitosan

dimaksutkan untuk digunakan pada pelapisan buah-buahan yang terdapat di

Indonesia. Pelapis ini diharapkan akan meningkatkan daya simpan dan nilai

estetika buah yang dilapisi.

Kitosan adalah salah satu polisakarida yang digunakan sebagai stabilizer

emulsi. Karena sifat fisiologisnya tersebut, penggunaannya memberikan

kontribusi nilai-tambah yang bermanfaat bagi emulsi akhir yang dihasilkan.

Kitosan memiliki sifat aktivitas permukaan yang dapat meningkatkan baik

pembentukan dan stabilitas emulsi.

Emulsi cair melibatkan dua zat cair yang tercampur, tetapi tidak dapat

saling melarutkan, dapat juga disebut zat cair polar & zat cair non-polar. Biasanya

salah satu zat cair ini adalah air (zat cair polar) dan zat lainnya; minyak (zat cair

non-polar). Emulsi cair itu sendiri dapat digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu

emulsi minyak dalam air atau emulsi air dalam minyak.

Dengan mencampurkan emulsi lilin dengan larutan kitosan diharapkan

akan medapatkan kelebihan yang terdapat pada emulsi lilin dan kelebihan yang

terdapat pada larutan kitosan sekaligus meningkatkan pemanfaatan lilin lebah dan

kitosan, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

(17)

Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbandingan

konsentrasi larutan kitosan dan konsentrasi emulsi lilin lebah terhadap pelapis

yang dihasilkan.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai sumber data di dalam penyusunan skripsi di Departemen

Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

Medan.

- Sebagai sumber informasi pada pembuatan pelapis campuran larutan

kitosan dengan emulsi lilin lebah.

Hipotesa Penelitian

- Diduga ada konsentrasi larutan kitosan yang paling baik untuk

menghasilkan pelapis campuran yang paling baik.

- Diduga ada konsentrasi emulsi lilin lebah yang paling baik untuk

menghasilkan pelapis campuran yang paling baik.

- Diduga ada perbandingan konsentrasi larutan kitosan dengan

konsentrasi emulsi lilin lebah yang paling baik untuk menghasilkan

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Lebah

Lebah madu adalah insekta dimana lebah yang sudah dewasa dan yang

masih muda hidup bersama-sama. Sehingga lebah madu harus memiliki

perbekalan makanan yang banyak dalam bentuk madu. Lebah menghasilkan madu

melebihi yang mereka butuhkan dan inilah yang menjadi surplus bagi peternak

lebah. Lebah madu bukanlah hewan yang jinak seperti hewan yang lainnya.

Peternak lebah menyediakan box sebagai tempat tinggal untuk lebah, namun

demikian binatang ini masih tetap merupakan hewan yang liar (Ree, 1989).

Sistematika lebah madu adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Hemenoptera

Famili : Apidae

Genus : Apis

Spesies : Apis andreniformis, Apis cerana, Apis dorsata, Apis florea, Apis

kosehenikovi, Apis laboriosa, Apis mellifera.

(Pusat Perlebahan Apiari Pramuka, 2005).

Menurut taksiran para ahli, untuk mendapatkan 1 kg lilin lebah diperlukan

12 kg nectar/sarang lebah. Lilin dibentuk dalam tubuh melalui proses kimia, lalu

dikeluarkan melalui kelenjar lilin yang terdapat pada segmen abdomen. Dengan

(19)

untuk dikunyah dan dibentuk menjadi semacam adonan. Setelah terbentuk, lalu

disiapkan di rahang depan untuk membangun dinding sel sarang. Selanjutnya,

lebah bekerja dengan menggunakan propolis. Propolis adalah bahan yang

dikumpulkan lebah dari kuncup tanaman, yang dibawa ke sarang dalam bakul

sarinya (Sarwono, 2001).

Malam (Lilin Lebah)

Ada tiga jenis lilin yang dikenal di alam, yakni yang berasal dari hewan,

tumbuhan dan petrolium atau mineral. Lilin asal hewan yakni lilin lebah (beewax)

adalah salah satu lilin yang kimianya stabil dan terkenal sepanjang sejarah

perdagangan dunia. Lilin lebah adalah lilin yang paling baik dan dihasilkan oleh

lebah pekerja dari empat pasang kelejar yang terdapat dibagian samping bawah

perut. Puncak sekresi lilin lebah adalah saat lebah pekerja berumur dua minggu.

Satu koloni lebah mengkonsumsi sekitar sepuluh kg madu untuk menghasilakan

satu kg lilin lebah (Sihombing, 1992).

Terdapat dua golongan kualitas malam yaitu:

1. Lilin lebah kualitas pertama, diperoleh dari sarang lebah yang masih baru dan

belum pernah diisi madu atau tepung sari oleh penghuninya. Malam yang

diperoleh dari sarang demikian ini warnanya putih dan bersih.

2. Lilin lebah kualitas kedua yaitu malam yang diperoleh dari sarang lebah yang

telah diisi madu serta telah diambil madunya.

(Sarwono, 2001).

Cara mendapatkan lilin lebah adalah dengan merebus sarang lebah dalam

(20)

dibuang. Setelah itu lilin lebah dibersihkan dari segala kotoran kemudian

didinginkan dengan demikian jadilah lilin lebah atau malam (Warisno, 1996).

Lilin lebah yang dipanasi di dalam air yang banyak, maka warna yang

berasal dari tempayak akan hilang dan larut dalam air, tetapi warna yang berasal

dari tepung sari tetap berada di dalam. Warna lilin lebah dari tepung sari

tergantung pada daerah dan waktu pengumpulan. Agar lilin lebah tidak berubah

dan rusak, panaskan lilin lebah dalam air. Lilin lebah yang asli dapat diketahui

dengan mudah, Lilin lebah yang asli warnanya putih, kuning atau orange bersih,

Mudah pecah kalau dingin. Pada suhu 85oF lunak tetapi tidak melekat ditangan

kalau lilin lebah tersebut dipijat. Bau lilin lebah yang khas adalah bau

tanam-tanaman (Sumoprastowo dan Suprapto, 1993).

Lilin lebah merupakan lilin yang kompleks dibentuk dari campuran

beberapa komponen meliputi hidrokarbon 14%, monoester 35%, diester 14%,

triester 3%, hidroksi monoester 4%, hidroksi poliester 8%, asam ester 1%, asam

poliester 2%, asam bebas, alkohol bebas 1%, dan 6% sisanya tidak diketahui.

Komponen utama dari lilin lebah adalah palmitat, palmitoleat, hidroksi palmitat

dan ester oleat yang berantai panjang (C30-C32) dari alkohol aliphatic.

Perbandingan triacontanil palmitat (CH3(CH2)29O-CO-(CH2)14CH3 dengan asam

serotik (CH3(CH2)24COOH, yaitu 6:1 (http://en.wikipedia.org., 2011).

Titik lebur lilin lebah murni berkisar antara 61-690C (142-156oF), indeks

refraksinya 1,44, tahanan dielektrisnya 2,9 dan berat jenis pada suhu 690C adalah

0.96 lebih ringan dari air. Tidak larut dalam air dan sedikit larut dalam alkohol

dingin. Benzen chloroform, karbon disulfida, eter dan beberapa minyak yang

(21)

dengan nyala kuning bersih dan mengeluarkan aroma unik. Malam sering

terkontaminasi dengan sedikit polen, propolis, dan madu yang meningkatkan berat

jenis dan warnanya (Sihombing, 1992).

Lilin lebah yang baik adalah lilin lebah yang baik dan murni, bebas dari

bahan campuran lainnya. Lilin lebah yang dibersihkan dengan memanasinya

dalam air, kadang-kadang airnya dicampuri dengan 20 % cuka keras dan 1 %

asam nitrat agar warna malam lebah menarik untuk dipasarkan. Lilin lebah dapat

dicampurkan dengan campuran lilin, tanah, lemak hewan yang keras. Lilin lebah

yang tidak murni tidak baik untuk membuat sarang lebah buatan

(Sumoprastowo dan Suprapto, 1993).

Udang

Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah

13 ( 5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar

yang disebut eksoketelon. Udang dapat kita klasifikasikan sebagai berikut.

Klas : Crustaceae (Binatang berkulit keras)

Sub kelas : Malacostraca (Udang-udangan tingkat tinggi)

Super ordo : Decapoda (Binatang berkaki sepuluh)

Sub ordo : Natantia (kaki digunakan untuk berenang)

Famili : Palaemonidae, Penaeidae

Tubuh udang secara umum terbagi atas tiga bagian besar, yakni kepala dan

dada, badan, serta ekor. Sedangkan persentasinya adalah (36%-49%) bagian

kepala, daging keseluruhan (24%-41%) dan kulit ekor (17%-23%) dari seluruh

(22)

Pendayagunaan Limbah Udang

Limbah udang yang mencapai (30-40%) dari produksi udang beku belum

banyak dimanfaatkan. Moelyanto (1979) mengatakan bahwa pemanfaatan limbah

udang menjadi produk udang yang bernilai ekonomis tinggi merupakan contoh

yang sangat baik untuk memperoleh bahan makanan dengan kandungan protein

tinggi. Lebih lanjut dikatakan bahwa limbah udang selain dimanfaatkan sebagai

bahan pangan, dapat juga dipergunaakan untyuk keperluaan industri. Pembuatan

kitosan dari kulit udang dapat dipakai sebagai bahan kimia untuk industri.

Kepala udang yang menyatu dengan jengger udang sebagai limbah industri

udang beku baru sebagian kecil yang dimanfaatkan, yaitu dibuat tepung kepala

udang yang dibuat sebagai pencampur bahan dalam pembuattan pellet untuk

pakan ternak ( Mudjiman, 1982).

Kandungan Kimia Limbah Udang

Susunan kimia limbah udang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Kimia Limbah Udang (%)

Unsur Kepala udang Jengger udang

Air 78,51 69,30

Protein 12,28 20,70

Lemak 1,27 8,40

Abu 5,34 1,50

Sumber: Juhairi, 1986.

Kulit udang yang terdapat pada kepala, jengger dan tubuh udang

mengandung protein34,9%, kalsium 26,7%, Kitin 18,1% dan unsur lain seperti zat

(23)

Kitin dan Kitosan

Kitin

Kitin sebagai prekursor kitosan pertama kali ditemukan pada tahun 1811

oleh henri Braconnot (Prancis) ebagai hasil isolasi dari jamur. Sedangkan kitin

dari kulit serangga ditemukan kemudian ada tahun 1820. Kitin merupakan polimer

kedua terbesar dibumi setelah selulosa. Kitin adalah senyawa amino polisakarida

berbentuk polimer gabungan (Rismana, 2006).

Kitin adalah salah satu polisakarida yang paling banyak terdapat dialam,

khususnya kedua terbanyak, setelah selulosa. Kitin adalah hasil industri melalui

penggunaan bahan kimia atau enzimatik perlakuan limbah cangkang krustasea,

tetapi juga ditemukan di moluska, serangga, jamur dan organisme yang terkait.

Namun utilitasnya terbatas dalam aplikasi industri karena kitin sangat sukar larut,

yang disebabkan oleh kekakuan rantai linearnya (Calero. Et al, 2010).

Struktur kitin dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Kitin

(Iranian Polimer Jurnal, 2002)

Kitosan

Kitosan [poli-(b-1 / 4)-2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa] adalah nama

kolektif untuk deasetilasi sebagian atau keseluruhan senyawa kitin. Karena

(24)

banyak aplikasi telah ditemukan baik kitosan itu sendiri atau dicampur dengan

polimer alam yang lain (kanji, gelatin, alginat) dalam makanan, farmasi, tekstil,

pertanian, pengolahan air dan industri kosmetik. Aktivitas antimikrobial kitosan

telah terbukti menghambat banyak bakteri, filamen jamur dan juga ragi

(Kong. et al, 2010).

Investigasi sifat antimikroba dari kitosan telah menjadi perjalanan panjang

sampai eksplorasi ilmiah dan pengembangan teknologi. Perjalanan dimulai dari

dua dekade yang lalu, dengan studi tentang biologi fenomena yang timbul dari

jamur patogen makanan dan pertanian (Rabea et al, 2003.). Selanjutnya Bakteri

mendapat perhatian lebih dalam menemukan antimikroba berkhasiat. Penelitian

waktu itu biasanya dilakukan melalui kimia, biokimia, mikrobiologi dan tes medis

kitosan serta turunannya. Antimikroba kitosan dan turunannya tergantung pada

faktor-faktor intrinsik dan ekstrinsik, seperti pH, jenis mikroorganisme, ada atau

tidak adanya kation logam, pKa, Berat molekul (Mw) dan derajat deasetilasi (DD)

kitosan (Kong. et al, 2010).

Kitosan memiliki spektrum yang luas terhadap aktivitas dan tingkat

pembunuhan yang tinggi terhadap Gram-positif dan Gram-negatif bakteri, tetapi

toksinitas yang rendah terhadap sel mamalia (Franklin dan Snow, 1981;

Takemono et al, 1989). Sebelumnya spektrum aktivitas antibakteri kitosan

pertama kali diusulkan oleh Allen (Allan dan Hardwiger, 1979), dan memiliki

potensi untuk dikembangkan. Antimikroba kitosan dan turunannya telah menarik

perhatian besar dari para peneliti (Kong. et al, 2010).

(25)

Gambar 2. Struktur Kitosan

(Iranian Polimer Jurnal, 2002)

Sifat-Sifat Kitin dan Kitosan

Kitin dan kitosan merupakan polimer biokompatibel, biodegradable dan

tidak beracun yang memperlihatkan kemampuan untuk berinteraksi dengan ion

logam, pewarna, protein, asam nukleat, lipid, herbisida, pestisida dan asam..

Mereka juga menunjukkan aktivitas antimikroba dan juga dapat digunakan

sebagai film dan coating menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri selama

penyimpanan buah-buahan dan sayuran (Abreu dan Sergio, 2008).

Kitin dicirikan oleh sifatnya yang sangat susah larut dalam air dan

beberapa pelarut organik, rendahnya reaktivitas kimia dan sangat hidrofobik.

Ketiga sifat tersebut menyebabkan penggunaan kitin relatif lebih sedikit

dibandingkan kitosan dan derivatnya. Aplikasi kitin yang utama adalah sebagai

senyawa pengkelat logam dalam instalasi pengolahan air bersih atau limbah,

kosmetik, fungisida dan fungistatik penyembuh luka (Rismania, 2006).

Kitosan adalah salah satu polisakarida yang digunakan sebagai stabilizer

emulsi. Karena sifat fisiologisnya tersebut, penggunaannya memberikan

kontribusi nilai-tambah yang bermanfaat bagi emulsi akhir yang dihasilkan.

Kitosan memiliki sifat aktivitas permukaan yang dapat meningkatkan baik

(26)

Kitosan Sebagai Antimikroba

Aktivitas kitosan telah diteliti dapat menghambat banyak mikroorganisme

seperti jamur, alga dan beberapa bakteri. Kitosan sebagai anti jamur dan bakteri

dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. aMIC (Minimum Inhibitor Concentration/Konsentrasi terendah Kitosan yang menghambat pertumbuhan Mikroorganisme).

Bakteri MICa(%)

Proteus mirabilis 0.025

Pseudumonas euroginonsa 0.0125

Proteus mirabilis 0.025

Salmonella enteriditis 0.05

Enterobacter aerogenes 0.05

Escherichia coli 0.025

Staphylococcus aurens 0.05

Corynebacterium 0.025

Enterococcus facalis 0.05

Staphylococcus epidermidis 0.025

Candida albicans/candida parapsilosis 0.1

(Kong. et al, 2010).

Standar Mutu Kitosan

Standar mutu kitosan yang beredar dipasaran dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Standar Mutu Kitosan

Sifat-sifat Kitosan Mutu yang dikehendaki

Ukuran partikel Butiran Atau Bubuk

Kadar Protein (%) <20

Kadar air (%) <20

Kdar abu (%) <2

Derajat Deasitilasi (%) >70 Sumber: Unhas (2003)

Emulsi

Sistem Emulsi

Emulsi adalah suatu sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak

(27)

butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak stabil, butir-butir-butir-butir ini akan

bergabung dan membentuk dua lapisan air dan minyak yang terpisah

(Anief, 1999).

Selanjutnya menurut Bird, et al., (1983), emulsi dapat dibedakan atas dua

tipe, yaitu emulsi dengan sistem o/w (oil in water) dan emulsi dengan sistem w/o

(water in oil). Kondisi tergantung dari bagian yang menjadi fase kontinu atau

bagian yang menjadi fase diskontinu. Contoh umum untuk emulsi o/w adalah air

susu dan mayonaise, sedangkan contoh emulsi w/o adalah margarin dan mentega.

Emulsifier

Emulsifier memiliki gugus polar dan gugus non-polar sekaligus dalam satu

molekulnya sehingga pada satu sisi dia akan mengikat minyak yang bersifat

non-polar dan disisi lainnya akan mengikat air yang bersifat non-polar. Selain memiliki

gugus polar dan non-polar dalam satu molekulnya, emulsifier memiliki

kemampuan untuk menurunkan tegangan antar muka dan tegangan permukaan.

Dengan turunnya tegangan antar muka ini akan mengurangi daya kohesi dan

sebaliknya meningkatkan daya adesi. Emulsifier ini membentuk lapisan tipis yang

akan menyelimuti partikel dan akan mencegah partikel tersebut bersatu dengan

partikel sejenisnya (Suryani, dkk., 2002).

Menurut Winarno (1988), daya kerja emulsifier disebabkan oleh bentuk

molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun pada air. Bila emulsifier

tersebut lebih terikat pada air atau larut dalam air (polar) maka dapat lebih

membantu terjadinya dispersi minyak dalam air (o/w). Sebaliknya bila emulsifier

lebih larut dalam minyak (non polar) terjadilah emulsi air dalam minyak (w/o).

(28)

1. Mengurangi tegangan antarmuka-stabilitas termodinamis.

2. Pembentukan suatu lapisan antar muka yang kaku-pembatas mekanik untuk

penggabungan.

3. Pembentukan lapisan listrik rangkap-penghalang elektrik untuk mendekati

partikel-partikel.

(Lachman, et al., 1994).

Stabilitas Emulsi

Zat aktif permukaan diarahkan pada suatu cara khusus pada antar muka.

Bagian hidrofilik berada dalam fase air sedangkan bagian lipofiliknya berada

dalam fase minyak. Selanjutnya zat aktif permukaan berorientasi pada antarmuka

adalah berkurangnya sedikit demi sedikit tegangan permukaan dengan berjalannya

waktu seiring dengan penambahan zat aktif permukaan sampai dicapai suatu

harga konstan. Sifat ini melukiskan bahwa molekul-molekul zat aktif permukaan

berdifusi melalui air sampai mencapai antarmuka dimana molekul-molekul

tersebut diadsorbsi membentuk sistem yang stabil (Lachman, et al., 1989).

Stabilitas emulsi adalah sifat emulsi tanpa adanya koalesen dari fase

intern, kriming, dan terjaganya rupa yang baik, bau, warna dan sifat-sifat fisis

yang lainnya. Peneliti lain mendefenisikan bahwa ketidakstabilan fisis suatu

emulsi adalah adanya agglomerasi dari fase intern dan terjadi pemisahan produk

(Anief, 1999).

Cukupnya bahan yang membentuk lapisan antar muka penting untuk

melindungi seluruh permukaan dari tiap tetesan dalam fase. Pembentukan emulsi

minyak dalam air atau air dalam minyak tergantung pada derajad kelarutan dari

(29)

Creaming adalah proses yang bersifat reversible, berbeda dengan proses

pecahnya emulsi yang bersifat irreversible. Flokul cream dapat mudah didispersi

kembali, dan terjadi campuran homogen bila digocok perlahan-lahan, karena

butir-butir tetesan tetap dilingkupi dengan film pelindung. Sedangkan koalesen,

dengan pengojokan sederhana akan gagal untuk mensuspensi kembali butir-butir

tetesan dalam bentuk emulsi yang stabil, karena film yang meliputi partikel sudah

rusak (Anief, 1999).

Perubahan emulsi o/w menjadi w/o dan sebaliknya disebut dengan istilah

inversi. Terjadinya inversi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis dan

jumlah pengemulsi, perubahan konsentrasi salah satu fase, dan ion-ion yang

terdapat dalam emulsi (Anief, 1999).

Analisa Sifat Fisik Emulsi

Beberapa sifat fisik yang mempengaruhi emulsi diantaranya adalah ukuran

partikel, stabilitas relatif emulsi, viskositas, dan pH.

1. Ukuran Partikel

Ukuran dan distribusi partikel menentukan kesetabilan suatu emulsi,

semakin baik distribusi ukuran dan semakin kecil diameter droplet, maka akan

stabil suatu emulsi. Ukuran partikel yang besar akan mempercepat gerak partikel.

Akibatnya semakin besar peluang terjadinya tabrakan antar sesama partikel

sehingga partikel cenderung bergabung menjadi partikel yang lebih besar dan

akhirnya menggumpal, dengan kata lain laju pengendapan semakin cepat sehingga

(30)

Selanjutnya Budianto dan Ariyanti, (2008) menyatakan bahwa

ukuran dan distribusi partikel sangat menentukan sifat emulsi, seperti sifat aliran

dan kestabilan emulsi.

2. Stabilitas Relatif Emulsi

Prinsip dasar tentang kestabilan emulsi ini adalah keseimbangan antara

gaya tarik menarik dan gaya tolak menolak yang terjadi antar partikel dalam

system emulsi. Apabila kedua gaya ini dapat dipertahankan tetap seimbang dan

terkontrol, maka partikel-partikel dalam sistem emulsi dapat dipertahankan agar

tidak bergabung ( Suryani, dkk., 2002).

Pemisahan fase emulsi dapat diamati dan dapat diukur volume dari fase

yang terpisah. Penting dibedakan antara creaming dan koalesan karena keduanya

berbeda (Anief, 1999).

Semakin tinggi viskositas dari suatu sistem emulsi maka semakin rendah

laju rata-rata pengendapan yang terjadi sehingga kestabilan emulsi juga semakin

tinggi (Suryani, dkk., 2002).

3. Viskositas

Peningkatan rasio minyak/air berarti penurunan fase pendispersi dan

meningkatnya fase terdispersi. Penurunan fase pendispersi ini mengakibatkan

viskositas akan semakin meningkat. Jadi apabila konsentrasi fase terdispersi

ditingkatkan maka akan diikuti oleh peningkatan viskositas yang dihasilkan

(Jost, et al., 1986).

Emulsifier dan lapisan interfacial akan mempengaruhi viskositas melalui

pengaruh terhadap sirkulasi internal droplet. Lapisan interfacial timbul karena

(31)

4. pH

pH adalah suatu zat/senyawa yang dipengaruhi oleh sifat dari zat/senyawa

tersebut. Menurut lewis (1924) basa adalah semua senyawa yang dapat

menyumbangkan pasangan elektron (OH-) dan sebaliknya asam adalah semua

senyawa yang dapat menerima pasangan elektron (OH-) ( Pikir, S., 1989).

Penelitian Sebelumnya

Menurut Ginting (1995) pada pembuatan emulsi lilin 12 % sebanyak 1

liter kemudian emulsi lilin ini dapat diencerkan sesuai dengan konsentrasi yang

diinginkan. Sebanyak 120 ml dipanaskan sampai mencair di dalam beaker glass.

Kemudian ke dalam 25 ml air panas ditambahkan 40 ml trietanolamin.

Sebelumnya ke dalam gelas ukur dimasukkan air panas supaya gelas ukur ini

menjadi panas. Setelah gelas ukur panas airnya dibuang. Kemudian ke dalam

gelas ukur tersebut dimasukkan lilin dengan asam oleat (20 ml) yang sudah

dicampur secara perlahan-lahan dan ditambahkan campuran air dengan

trietanolalamin, diaduk sampai terjadi emulsi lilin. Kemudian ditambahkan sisa

air panas sampai sebanyak 1 liter.

Selanjutnya menurut Batubara, (2001) pembuatan emulsi lilin dibuat

dengan melebur 120 g lilin lebah dalam wadah (sampai bersuhu 90-95oC); lalu

ditambahkan 20 ml asam oleat sedikit demi sedikit dan mengaduknya perlahan;

menambahkan 40 ml trietanolamin sambil mengaduk. Pembuatan emulsi

dilanjutkan dengan mengencerkan campuran tersebut dengan air panas (suhu

90-95oC) sampai volume 1000 ml lalu dihomogenisasi dengan mixer selama ± 15

menit dan akhirnya mendinginkannya untuk digunakan lebih lanjut. Hasil akhir

(32)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan bulan April – Juni 2011 di Laboratorium Analisa

Kimia Bahan Pangan Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara.

Bahan Penelitian

Kulit udang yang diperoleh dari industri pengolahan udang beku PT.

Centra Windu Sejahtera di kawasan Industri Medan dan sarang lebah yang

diperoleh dari yayasan bina saudara Titikuning Medan

Reagensia

Trietanolamin (TEA), Asam Oleat, Aquadest, NaOH, Asam Asetat, dan

Asam Klorida (HCl).

Alat penelitian

Beaker glass, Timbangan digital, inkubator, jarum hose, Saringan, Hot

plate, Termometer, Stirrer, pH meter, kertas saring, Oven, Labu ukur, Spatula,

Mikroskop optic, Object glass, Deck glass, cawan petrisish, kompor gas,

stopwatch, viskosimeter Ostwald dan Colony counter.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL)

(33)

Faktor I : Konsentrasi larutan kitosan pada zat pelapis

K1 = 0 %

K2 = 15 %

K3 = 30 %

K4 = 45 %

Faktor II : Konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat pelapis

L1 = 0 %

L2 = 15 %

L3 = 30 %

L4 = 45 %

Banyaknya kombinasi perlakuan (tc) adalah 4 x 4 = 16, Maka jumlah ulangan (n)

adalah sebagai berikut:

Tc (n-1) ≥ 15

16 (n-1) ≥ 15

16n – 16 ≥ 15

16n ≥ 31

n ≥ 1,9 dibulatkan menjadi n = 2

Model Rancangan (Sastrosupadi, 2000).

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua

factorial dengan model sebagai berikut:

Yijk = µ + αi + (αβ)ij+ εijk

Dimana:

Yijk : Hasil pengamatan dari faktor K pada taraf ke-I dan faktor P pada taraf

(34)

µ : Efek Nilai Tengah

αi : Efek dari faktor K pada taraf ke-i

βj : Efek dari factor P pada taraf ke-j

(αβ)ij : Efek interaksi faktor K pada taraf ke-I dan faktor P pada taraf ke-j

Εijk : Efek galat dari faktor K pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j

dalam ulangan ke-k

Jika diperoleh hasil yang nyata atau sangat nyata kemudian dilanjutkan

dengan uji perbandingan sepasang nilai tengah dengan uji LSR (Least

Significant Range).

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan Kitosan

• Perlakuan Pendahuluan, kulit udang dicuci, dikeringkan dan digiling.

• Deproteinisasi, ditimbang 100 gr kulit udang kemudian dibuat larutan

NaOH 5 % dalam aquadest, kulit udang dimasukkan dalam NaOH dengan

Perbandingan kulit udang dan NaOH adalah 1:6 (berat/volume) kemudian

dipanaskan selama 1 jam dengan suhu 60-700C.

• Penyaringan, Kulit udang yang sudah dipanaskan dicuci dengan air

kemudian disaring.

• Demineralisasi, kulit udang dimasukkan dalam larutan HCl 5% dengan

perbandingan kulit udang dan larutan 1:6 (berat/volume) kemudian

dipanaskan selama 1 jam dengan suhu pemanasan 60-700C.

• Pencucian, bahan dicuci dengan air sampai pH netral

(35)

• Deasetilasi, setelah dikeringkan dipanaskan dalam larutan NaOH 60%

dengan perbandingan bahan dan larutan 1:10 (volume/volume) pada suhu

1000C selama 60 menit.

• Pencucian, bahan yang telah selesai dideasetilasi diangkat dan dicuci

dengan air sampai pH netral kemudian ditiriskan.

• Pengeringan, kitosan dikeringkan dalam oven dengan suhu 50-550C

selama 24 jam.

Pembuatan Larutan kitosan 2 % dalam Asam Asetat 2%

• Ditimbang kitosan 2 gr.

• Ditambahkan asam asetat 2 % sampai 100 ml, diaduk dan disaring.

Pengambilan Lilin dari Sarang lebah

Sarang lebah dipanaskan dalam panci perebusan sehingga semua sarang

lebah mencair. Kemudian sarang lebah yang telah mencair tersebut dipindahkan

sambil disaring kedalam wadah. Setelah itu diamkan sampai dingin dan pada

bagian permukaan akan terdapat gumpalan lilin dimana pada lilin itu masih

terdapat kotoran-kotoran sehingga harus dipanaskan kembali dan kemudian

disaring untuk mendapatkan lillin yang baik dan bersih dari kotoran-kotoran.

Pembuatan Emulsi Lilin Lebah 30 %

Untuk membuat emulsi lilin 30 %, lilin lebah ditimbang 30 gram,

kemudian dipanaskan di dalam gelas ukur hingga mencair (85oC), setelah

mencair ditambahkan 5 ml asam oleat sedikit demi sedikit dan mengaduknya

perlahan-lahan, kemudian ditambahkan campuran 10 ml aquadest panas dan 5 ml

(36)

diaduk selama 1 menit. Kemudian dimasukkan kembali campuran aquadest panas

10 ml dan 5 ml trietanolamin. Seterusnya ditambahkan sebanyak 10 ml aquadest

setiap 1 menit sampai volume 100 ml, sehingga komposisi total 30 gr lilin, asam

oleat 5 ml, Trietanolalamin 10 ml dan air 55 ml.

Pencampuran Emulsi Lilin Lebah dengan Larutan Kitosan

• Diambil larutan kitosan (0 %, 15 %, 30 % dan 45 % ).

• Ditambahkan emulsi lilin lebah (0 %, 15 %, 30 % dan 45 % ) sedikit

demi sedikit sambil diaduk dan dipanaskan dengan suhu 550C.

• Ditambhakan aquadest sambil diaduk sampai volume 100 ml.

• Diaduk selama 30 menit.

• Campuran emulsi lilin lebah dan larutan kitosan dianalisa.

Pengamatan dan Pengukuran Data

Pengamatan dan Pengukuran data dilakukan dengan cara analisa terhadap parameter:

1. Ukuran Partikel (μm)

2. Stabilitas Relatif Emulsi (%)

3. Viskositas (Poise)

4. Uji Organoleptik Warna (Numerik)

5. Uji Total Mikroba (Koloni/ml)

6. pH

Penentuan Ukuran Partikel (Friberg, et al., 1976).

Diambil sampel dengan menggunakan jarum hose dan diteteskan ke

(37)

glass telah dipanggang di atas api bunsen sebelumnya. Disiapkan mikroskop optik

(mikroskop cahaya) merk Olympus BH-2 dengan kamera vidio yang telah

disambungkan ke komputer dengan kabel kamera vidio. Diletakkan objeck glass

yang telah berisi sampel di atas meja preparat mikroskop, dilihat dengan

perbesaran 10, 40 atau 100 kali (dilihat dengan perbesaran mana tampilan yang

paling jelas). Setelah didapat ukuran partikel emulsi, lalu emulsi tersebut difoto.

Ditentukan ukuran partikel dengan menjumlahkan ukuran partikel terkecil hingga

terbesar dan merata-ratakannya.

Penentuan Stabilitas Relatif Emulsi (Anief, 1999 dimodifikasi).

Penentuan stabilitas relatif emulsi dilakukan dengan membiarkan sampel di

dalam gelas ukur/tabung reaksi dan dibiarkan selama 3 hari kemudian diamati

berdasarkan kriteria pada Tabel 4.

Tabel 4. Penentuan Stabilitas relatif Emulsi

Skor

Keterangan

0% Terjadi koalesen (kerusakan emulsi yang bersifat irreversible) dan terdapat

pemisahan antara air dan zat pelapis.

25% Terjadi koalesen tetapi tidak terdapat pemisahan antara air dan zat pelapis.

50% Terjadi creaming (kerusakan emulsi yang bersifat reversible), tetapi terdapat pemisahan antara air dan zat pelapis.

75% Terjadi creaming, tetapi tidak terjadi pemisahan antara air dan zat pelapis.

100% Tidak terjadi koalesen dan creaming.

Penentuan Viskositas (Yazid, 2005).

a. Penentuan waktu alir zat pada viskosimeter Oswald (t2)

(38)

• Sampel diisap dengan pompa kedalam bola sampai batas tanda yang

terdapat pada alat.

• Sampel dibiarkan mengalir kebawah sampai batas tanda yang terdapat

pada alat.

Dicatat waktu yang diperlukan dengan menggunakan stopwatch.

b. Penentuan masa jenis zat (d2)

• Diambil 10 ml sampel kemudian diukur beratnya.

• Masa jenis adalah hasil pembagian antara berat zat dengan volume zat.

c. Penghitungan viskositas

Viskositas dihitung dengan menggunakan rumus:

naq/n2 = d1 t1/d2 t2

Dimana :

naq = viskositas aquadest (1.0050 Poise)

n2 = Viskositas zat yang dianalisa

d1 = Masa jenis Aquadest (0.9982)

d2 = Masa jenis zat yang dianalisa

t1 = Waktu alir aquadest pada viskosimeter oswald (120 detik)

t2 = Waktu alir zat yang dianalisa pada viskosimeter Oswald

Uji Organoleptik Warna (Sukarto, 1982 dimodifikasi).

Penentuan warna emulsi ini dapat dilakukan dengan menggunakan nilai

(39)

Tabel 5. Nilai Uji Organoleptik Warna

Skor Warna

1 Jernih

2 Putih pucat

3 Putih kekuningan

4 putih seperti susu

Uji Total Mikroba (koloni/ml) (Tim Mikrobiologi, 2011 dimodifikasi)

Diambil sampel 1 ml dan ditambahkan aquadest sampai 10 ml

(pengenceran 10 kali)

• Diambil sampel dari pengenceran 10 kali sebanyak 1 ml kemudian

ditambahkan aquadest sampai 10 ml (pengenceran 100 kali)

• Diambil sampel dari pengenceran 100 kali sebanyak 1ml kemudian

ditambahkan aquadest sampai 10 ml (Pengenceran 1000 kali)

• Dimasukkan satu tetes suspense 1000 kali pengenceran kedalam cawan

petridish yang telah diisi media agar.

• Dibalik cawan petridish dan diinkubasi selama 24 jam.

• Dihitung jumlah koloni dengan koloni counter.

• Dihitung jumlah mikroorganisme dengan rumus.

Jumlah mikroba (Koloni/ml) = Banyak pengenceran X banyaknya koloni

pH (Derajat Keasaman)

Setelah pH meter dikalibrasi maka pH meter tersebut sudah siap digunakan.

Biasanya kalibrasi disarankan dilakukan setiap 1 kali sehari sebelum digunakan.

Cara pengukurannya adalah sebagai berikut:

(40)

Buka penutup plastik elektroda, bilas dengan aquadest dan keringkan

dengan menggunakan kertas tisu.

• Nyalakan pH meter dan masukkan elektroda kedalam sampel.

• Tekan tombol MEAS untuk memulai pengukuran, pada layar akan muncul

tulisan HOLD yang kelap-kelip, biarkan sampai kelap-kelip berhenti.

• Nilai pH yang ditunjukan pada layar adalah nilai pH sampel yang di check.

Skema Penelitian

Skema proses pembuatan Kitosan ditampilkan pada Gambar 3, skema

pembuatan larutan kitosan 2 % ditampilkan pada Gambar 4, skema proses

pembuatan lilin lebah ditampilkan pada Gambar 5, skema pembuatan emulsi

lilin lebah 30 % ditampilkan pada Gambar 6 dan skema penelitian pembuatan

pelapis campuran larutan kitosan dengan emulsi lilin lebah ditampilkan pada

(41)

Gambar 3. Proses Pembuatan Kitosan

Dibersihkan,Dicuci dan dikeringkan

Deproteinisasi dengan NaOH 5 %, pada suhu 60 - 700 C selama satu jam dengan perbandingan 1 : 6

Disaring dan dicuci dengan air

Disaring, Dicuci sampai pH netral dan dikeringkan pada suhu 50 - 550 C, 24 jam

Kitin Digiling

Demineralisasi dengan HCl 5 %, pada suhu 60 - 700 C selama satu jam dengan perbandingan 1 : 6

Deasetilasi dengan NaOH 60 % dengan perbandingan 1 : 10 pada suhu 1000 C selama 60 menit

Disaring, Dicuci Sampai pH netral

Dikeringkan pada suhu 50- 550 C, selama 24 jam

(42)

Gambar 4. Proses Pembuatan Larutan Kitosan 2 %

Ditimbang Kitosan 20 gram

Ditambahkan Asam Asetat 2 % sampai 1000 ml

Diaduk dan disaring

(43)

Gambar 5. Skema Pembuatan Lilin Lebah

Direbus dengan air hingga semua sel sarang mencair (T = 850 C)

Disaring

Lilin dikeluarkan dari dalam air, dan dikeringkan dibawawah sinar matahari

Diperoleh lilin pada bagian permukaan

Lilin Lebah Sarang Lebah

Lilin direbus kembali hingga mencair (T = 850 C)

(44)

Gambar 6. Skema Pembuatan Emulsi Lilin Lebah 30 %

Lilin ditimbang 30 gram

Dipanaskan (T= 850 C)

Ditambahkan 5 ml Asam Oleat (Sedikit demi sedikit, sambil diaduk)

Dtambahkan Aquadest (T = 850 C) 10 ml setiap 1 menit sampai 100 ml

Emulsi Lilin Lebah 30 %

Dimasukkan aquadest panas 10 ml dan diaduk 1 menit (T= 850 C)

Ditambahkan campuran 10 aquadest panas dan 5 ml trietanolamin (Sambil diaduk, T = 850 C)

(45)

Gambar 7. Skema Penelitian Pembuatan Pelapis Campuran Larutan Kitosan dengan Emulsi Lilin Lebah

Larutan Kitosan

(K1 = 0%, K2= 15 %, K3 = 30 % dan K4= 45 %)

Ditambahkan Emulsi Lilin Sedikit demi sedikit (T = 550C, sambil diaduk)

(K1 = 0%, K2= 15 %, K3 = 30 % dan K4= 45 %)

Pelapis Campuran Emulsi Lilin dengan Kitosan

- Ukuran Partikel (µm)

- Stabilitas Relatif Emulsi (%) - Viskositas

(Poise)

- Uji Organoleptik Warna

(Numerik) - Uji Total

Mikroba (Koloni/ml) - pH

Ditambahkan Aquadest sampai 100 ml

(46)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi larutan kitosan dan

konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat pelapis memberi pengaruh terhadap

parameter yang diamati. Pengaruh konsentrasi larutan kitosan dan konsentrasi

emulsi lilin lebah pada zat pelapis tersebut dapat dilihat sebagai berikut.

Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Parameter yang diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi larutan kitosan pada zat

pelapis memberikan pengaruh terhadap ukuran partikel, stabilitas relatif emulsi,

viskositas, uji organoleptik warna, uji total mikroba dan pH dapat dilihat pada

Tabel 6. berikut ini.

Tabel 6. Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Parameter yang diamati

Keterangan: Data terdiri dari dua ulangan ± Standar deviasi

Tabel 6. menunjukkan bahwa konsentrasi larutan kitosan pada zat pelapis

memberi pengaruh terhadap parameter yang diuji. Ukuran partikel tertinggi

terdapat pada perlakuan K2 yaitu sebesar 2,76 µm dan terkecil pada perlakuan K3

(47)

K4 yaitu sebesar 81.25 % dan terendah terdapat pada perlakuan K1 dan K2 yaitu

sebesar 62.50 %. Viskositas tertinggi terdapat pada perlakuan K4 yaitu sebesar

2.030 Centi Poise dan terendah pada perlakuan K1 yaitu sebesar 1.485 Centi

Poise. Uji organoleptik warna tertinggi terdapat pada perlakuan K2 dan K4 yaitu

sebesar 2.83 dan terendah terdapat pada perlakuan K1 yaitu sebesar 2.44. Uji total

mikroba tertinggi terdapat pada perlakuan K1 yaitu 52.1 x 103 koloni/ml dan

terendah terdapat pada perlakuan K4 yaitu sebesar 21.8 x 103 koloni/ml. pH

tertinggi terdapat pada perlakuan K4 dan K1 yaitu sebesar 8.32 dan pH terkecil

pada perlakuan K2 yaitu sebesar 8.26.

Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Parameter yang diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Konsentrasi emulsi lilin lebah pada

zat pelapis memberikan pengaruh terhadap ukuran partikel, stabilitas relatif

emulsi, viskositas, uji organoleptik warna, uji Total mikroba dan pH dapat dilihat

pada Tabel 7. Berikut ini.

Tabel 7. Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Parameter yang diamati

Konsentrasi

(48)

Tabel 7. menunjukkan bahwa Konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat

pelapis memberi pengaruh terhadap parameter yang diuji. Ukuran partikel

tertinggi terdapat pada perlakuan L2 yaitu sebesar 3.74 µm dan terendah terdapat

pada perlakuan L1 yaitu sebesar 0.43 µ m. Stabilitas relatif emulsi tertinggi terdapat

pada perlakuan L1 yaitu sebesar 100 % dan terendah terdapat pada perlakuan L2

yaitu sebesar 56.25. Viskositas tertinggi terdapat pada perlakuan L4 yaitu sebesar

2.026 Centi Poise dan terendah terdapat pada perlakuan L1 yaitu sebesar 1.437

Centi Poise. Uji organoleptik warna tertinggi terdapat pada perlakuan L4 yaitu

3.43 dan terendah terdapat pada perlakuan L1 yaitu sebesar 1.04. Uji total mikroba

tertinggi pada perlakuan L1 yaitu 35.8 x 103 Koloni/ml dan yang terendah pada

perlakuan L2 yaitu 35.5 x 103 koloni/ml. pH yang tertinggi terdapat pada L4 yaitu

8.75 dan terendah terdapat pada perlakuan L1 yaitu 7.19. Hasil analisis statistik

untuk masing-masing parameter yang diamati dapat dijelaskan sebagai berikut.

Ukuran Partikel

Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Ukuran Partikel

Daftar analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa konsentrasi

larutan kitosan pada zat pelapis memberikan pengaruh berbeda tidak nyata

(p>0.05) terhadap ukuran partikel. Sehingga pengujian dengan Least Significant

Range (LSR) tidak dilanjutkan.

Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Ukuran Partikel

Daftar analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa konsentrasi

emulsi lilin lebah pada zat pelapis memberikan pengaruh berbeda sangat nyata

(49)

Hasil pengujian dengan Least Significant Range LSR menunjukkan

pengaruh Konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat pelapis terhadap ukuran partikel

dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Ukuran Partikel

Jarak

LSR Konsentrasi Emulsi Lilin

(%)

Rataan (µm)

Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - L1 = 0 0.43 ±0.301 d D 2 0.220 0.302 L2 = 15 3.74 ±0.012 a A 3 0.231 0.318 L3 = 30 3.31 ±0.163 b B

4 0.236 0.326 L4 = 45 3.04 ±0.046 c C

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda antar baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%.

Data terdiri dari dua ulangan ± Standar deviasi

Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan L1 memberi pengaruh berbeda

sangat nyata terhadap L2, L3 dan L4. Perlakuan L2 berbeda sangat nyata terhadap

L3 dan L4. Perlakuan L3 berbeda sangat nyata terhadap L4.

Hubungan antara Konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat pelapis terhadap

ukuran partikel dapat dilihat pada Gambar 8.

(50)

Gambar 8. menunjukkan bahwa ukuran partikel yang paling rendah

terdapat pada perlakuan L1 yaitu 0,43 µ m. Hal ini disebabkan karena pada

perlakuan ini tidak terdapat penambahan emulsi lilin (hannya larutan kitosan)

dimana ukuran partikel larutan lebih kecil daripada emulsi. Ukuran partikel

selanjutnya meningkat sampai pada perlakuan L2, yang merupakan ukuran

partikel tertinggi yaitu 3.74 µm disebabkan karena perubahan dari bentuk larutan

menjadi campuran larutan dengan emulsi lilin dimana jumlah emulsi lilin yang

ditambahakan merupakan jumlah terendah (berarti Jumlah Emulsifier pada pelapis

juga merupakan jumlah terendah) dan selanjutnya ukuran partikel semakin

menurun sampai titik tertentu disebabkan jumlah emulsi lilin yang ditambahkan

semakin meningkat (berarti jumlah emulsifier pada pelapis juga meningkat).

Suryani, dkk. (2002) menyatakan Emulsifier dapat membentuk lapisan tipis yang

akan menyelimuti partikel dan akan mencegah partikel tersebut bersatu dengan

partikel sejenisnya.

Laju pemisahan antara minyak dan air semakin meningkat dengan

bertambahnya ukuran partikel. Sehingga untuk meningkatkan kestabilan emulsi

ukuran partikel harus sekecil mungkin. Budianto dan Ariyanti (2008) menyatakan

bahwa ukuran dan distribusi partikel sangat menentukan sifat polimer emulsi,

seperti sifat aliran dan kestabilan emulsi.

Pengaruh Interaksi Antara Konsentrasi Larutan Kitosan dan Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Ukuran Partikel

Daftar analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa interaksi

antara Konsentrasi larutan kitosan dalam pelapis dan Konsentrasi emulsi lilin

(51)

ukuran partikel (µ m). Sehingga pengujian dengan Least Significant Range (LSR)

tidak dilanjutkan.

Stabilitas Relatif Emulsi

Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Stabilitas Relatif Emulsi

Daftar analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa Konsentrasi

larutan kitosan dalam pelapis memberikan pengaruh berbeda nyata (p<0.05)

terhadap stabilitas relatif emulsi.

Uji Least Significant Range (LSR) menunjukkan adanya perbedaan

pengaruh Konsentrasi larutan kitosan pada zat pelapis terhadap stabilitas relatif

emulsi dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Stabilitas Relatif Emulsi

Jarak LSR

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda antar baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%.

Data terdiri dari dua ulangan ± Standar deviasi

Tabel 9. menunjukkan bahwa perlakuan K1 memberi pengaruh berbeda

tidak nyata terhadap perlakuan K2, berbeda nyata terhadap perlakuan K3 dan K4.

Perlakuan K2 memberi pengaruh berbeda nyata terhadap K3, dan K4. Perlakuan K3

berbeda nyata terhadap perlakuanK4.

Hubungan Konsentrasi larutan kitosan pada zat pelapis dengan stabilitas

(52)

Gambar 9. Hubungan Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Stabilitas Relatif Emulsi

Gambar 9. menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan kitosan

yang ditambahkan maka semakin tinggi stabilitas relatif emulsi yang dihasilkan.

Peningkatan stabilitas relatif emulsi mengikuti garis regresi linier seperti terlihat

pada gambar 9. Konsentrasi tertinggi diperoleh pada perlakuan K4 yaitu 81.25 %

dan terendah pada K1 dan K2 yaitu 62.50 %. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Calero, et al (2010) menyatakan bahwa kitosan merupakan salah satu

polisakarida yang dapat digunakan sebagai stabilitas emulsi. Kitosan memberikan

kontribusi nilai-tambah yang bermanfaat bagi emulsi akhir dan memiliki sifat

aktivitas permukaan yang dapat meningkatkan baik pembentukan dan stabilitas

emulsi yang dihasilkan.

Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Stabilitas Relatif Emulsi

Daftar analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa Konsentrasi

emulsi lilin lebah dalam pelapis memberikan pengaruh berbeda sangat nyata

(53)

Uji Least Significant Range (LSR) menunjukkan ada perbedaan pengaruh

Konsentrasi emulsi lilin lebah dalam zat pelapis terhadap stabilitas relatif emulsi

dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Stabilitas Relatif Emulsi

Jarak LSR

Konsentrasi

Emulsi Rataan

(%)

Notasi

0.05 0.01 Lilin lebah (%) 0.05 0.01

- - - L1 = 0 100.00 ±0.000 a A

2 14.063 19.359 L2 = 15 56.25±0.000 b B 3 14.766 20.344 L3 = 30 59.38±85.84 b B

4 15.141 20.859 L4 = 45 62.50±89.13 b B

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda antar baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%.

Data terdiri dari dua ulangan ± Standar deviasi

Tabel 10. menunjukkan bahwa perlakuan L1 memberi pengaruh berbeda

sangat nyata terhadap perlakuan L2, L3 dan L4. Perlakuan L2 tidak berbeda nyata

terhadap perlakuan L3 dan L4. Perlakuan L3 tidak berbeda nyata terhadap

perlakuanL4.

Hubungan konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat pelapis terhadap

stabilitas relatif emulsi dapat dilihat pada Gambar 10.

(54)

Gambar 10. menunjukkan bahwa stabilitas relatif emulsi tertinggi

diperoleh pada L1 yaitu 100 % dan terendah pada L2 yaitu 56.25 %. Perlakuan L1

menghasilkan nilai stabilitas relatif yang paling tinggi yaitu 100 % disebabkan

karena pada perlakuan ini tidak terdapat penambahan emulsi lilin (hannya larutan

kitosan). Selanjutnya terjadi penurunan karena adanya perubahan dari larutan

menjadi campuran larutan dengan emulsi lilin, pada perlakuan L2 merupakan nilai

stabilitas relatif yang paling rendah yaitu 56.25 % hal ini disebabkan karena

adanya penambahan emulsi lilin dengan konsentrasi terendah (berarti jumlah

emulsifier yang terdapat pada pelapis campuran juga merupakan jumlah terendah)

dan selanjutnya stabilitas relatif emulsi semakin meningkat dengan penambahan

konsentrasi emulsi lilin yang semakin banyak sampai titik tertentu (dimana jumlah

emulsifier dalam pelapis merupakan jumlah tertinggi). Suryani, dkk. (2002)

menyatakan emulsifier memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan antar

muka dan tegangan permukaan. Dengan turunnya tegangan antar muka ini akan

mengurangi daya kohesi dan sebaliknya meningkatkan daya adesi.

Pengaruh Interaksi Antara Konsentrasi Larutan Kitosan dan Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Stabilitas Relatif Emulsi

Daftar analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa interaksi

antara Konsentrasi larutan kitosan pada zat pelapis dan Konsentrasi emulsi lilin

lebah pada zat pelapis memberi pengaruh berbeda tidak nyata (p>0.05) terhadap

stabilitas relatif emulsi. Sehingga pengujian dengan Least Significant Range

Gambar

Grafik Hubungan Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Ukuran Partikel   .......................................................................
Tabel 1. Kandungan Kimia Limbah Udang (%)
Gambar 1. Struktur Kitin
Gambar 2. Struktur Kitosan
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti yang juga selaku wali kelas B menunjukkan bahwa sebagian besar ketrampilan berbicara anak didik masih kurang,

Universitas Kristen Maranatha

Hal yang akan diungkapkan dalam penelitian ini meliputi perencanaan, tahapan pelaksanaan dan metode yang digunakan, sarana pengembangan persepsi bunyi yang ada di sekolah,

PENCAIRAN JANUARI – DESEMBER TAHUN 2015 Tanggal :. Diserahkan Oleh : Diterima Oleh

While we in- volve five different approaches for extracting local features from the panoramic intensity images derived for the single scans, the registration process has

Ekuitas merek(brand equity) yang terdiri dari variabel kesadaran merek (brand awareness) , asosiasi merek (brand association), persepsi kualitas (perceived quality) , dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis pupuk organik dan perbandingan pupuk organik dengan tanah serta interaksi keduanya, berpengaruh nyata terhadap pH tanah, C-organik