TESIS
Oleh :
LISA MANALU
097011072/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Dalam Program Studi Magister Kenotariatan
Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh :
LISA MANALU
097011072/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Nama Mahasiswa : Lisa Manalu
Nomor Pokok : 097011072
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Pembimbing Pembimbing
(Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn) (Chairani Bustami, SH, SpN, MKn)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
Panitia Penguji Tesis
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS,CN
Anggota : 1. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, M.Kn
2. Chairani Bustami, SH, Sp.N, M.Kn
3. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum
Nama : LISA MANALU
NIM : 097011072
Program Studi : Magister Kenotariatan
Judul Tesis : ANALISIS HUKUM TERJADINYA PENGALIHAN HAK ATAS TANAH ATAS DASAR PENGUASAAN FISIK (ANALISIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.475//PK/PDT.2010)
Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan plagiat, apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat
Medan, 22 Agustus 2011 Yang Membuat Pernyataan
Nama : LISA MANALU
dilaksanakan oleh pemerintah melalui pembebasan tanah serta pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi di Indonesia membuat tingginya kegiatan pengalihan hak atas tanah. Pemegang hak atas tanah saat ini bukanlah pemegang hak atas tanah yang pertama. Akibatnya baik pemerintah maupun masyarakat ketika membutuhkan sebidang tanah untuk memenuhi kebutuhannya memerlukan kepastian mengenai siapa sebenarnya pemilik bidang tanah tersebut. Pengalihan hak atas tanah merupakan suatu perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak dari satu pihak ke pihak lain. Perumusan masalah yang akan diajukan dalam penulisan ini adalah Bagaimana mekanisme pengalihan hak atas tanah dalam sistem hukum agraria, bagaimana kedudukan pihak ketiga yang menguasai objek hak atas tanah terhadap terjadinya pengalihan hak atas tanah. Bagaimana analisa terhadap kasus pada Putusan Mahkamah Agung No.475//PK/Pdt.2010.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Deskriptif karena dalam penelitian ini akan dipaparkan tentang pengalihan hak atas tanah yang dikuasai secara fisik tanpa alas hak. Bersifat analistis, karena terhadap data yang diperoleh itu dilakukan analistis data secara kualitatif. Sumber data diperoleh dari data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Dalam hal ini dilakukan dengan cara menginventarisasikan dan pengumpulan buku-buku, bahan-bahan bacaan, Peraturan Perundang-undangan dan dukumen-dukumen lain.
Pengalihan merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik. Pengalihan ini adalah salah satu kewajiban para pihak dalam suatu peristiwa hukum yang bertujuan untuk mengalihkan hak milik atas suatu barang yang dilakukan diantara subjek hukum. Mekanisme pengalihan hak atas tanah dalam sistem hukum agraria dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan cara jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang. membuat pengalihan hak atas tanah harus memastikan kebenaran mengenai hak atas tanah (hak milik) tersebut, dan mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak dari mereka yang akan mengalihkan dan menerima pengalihan hak atas tanah tersebut. Pengalihan hak atas tanah juga dapat dilakukan dengan cara penguasaan fisik hak atas tanah., sesuai dengan ketentuan PP No. 24 Tahun 1997 yang menyebutkan bahwa masa penguasaan fisik di atas 20 tahun dapat dijadikan dasar pendaftaran hak atas tanah.
need land as the medium through the acquisition of land for development and the high population growth in Indonesia have caused the increasing activities in land endorsement. The person entitled to land nowadays is not the first one. The effect is that both the government and the people who need a piece of land have to ascertain who the real owner of the land is. Land endorsement is a legal act which is aimed to endorse from one party to another. The formulations of the in the problems in this thesis were as follow : how about the mechanism of the land endorsement in the agrarian system, how the position of the third party who controlled the right of the land when the land endorsement occurred, and how about the analysis on the case in the verdict of the Supreme Court No. 475/PK/Pdt.2010.
This research was descriptive analytic. It was called descriptive because this research described the land endorsement which was controlled physically without any right. It was analytic because the data were an analyzed qualitatively. The data were gathered from the secondary data conducted from the materials of the primary law, not from the materials of the secondary or tertiary law. It was done by taking inventory and gathering books, reading materials, and considering legal provisions, and other documents.
Endorsement is one of the methods of obtaining proprietary rights. This which is aimed to endorse the property of a certain thing done by a legal subject. The mechanism of land endorsement in the agrarian system can be done in many ways, such as by transact, an exchange, grant, investment, and other legal acts concerning other endorsements. An endorsement through auction can only be registered if it can be proved with an official document of PPAT (official empowered to draw up land deeds) who has the authority to write the land endorsement and ascertains the validity of the land proprietary rights and the skill and the authority of the person who wants to endorse or receive the land endorsement physically, according to the Government Regulation No. 24/1997 which states that physical control of the land in more than 20 years can become the principle of the principle of the registration of land endorsement.
yang telah memberikan Rahmat dan hidayah`Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian tesis ini, dengan judul “Analisis Hukum Terjadinya
Pengalihan Hak Atas Tanah Atas Dasar Penguasaan Fisik (Analisis Terhadap
Putusan Mahkamah Agung No.475//Pk/Pdt.2010).”
Penulisan tesis ini adalah merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi
untuk menyelesaikan sutudi pada Magister Kenotariatan Fakultas Hukum USU. Akan
tetapi menurut Penulis, tesis ini adalah merupakan amanah yang diberikan dan harus
dipertanggung jawabkan sedaya mampu dalam hakekat kemanusiaan yang penuh
keterbatasan. Semoga bermanfaat bagi seluruh ummat. Amin.
Dalam kesempatan ini penulis dengan kerendahan hati menyampaikan ucapan
terima kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA (K)selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program studi
Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Program
yang telah memberikan masukan dan kritikan kepada penulis.
5. Ibu Chairani Bustami, SH, Sp.N, MKn selaku Dosen Pembimbing III yang
telah memberikan masukan dan kritikan kepada penulis.
6. IbuDr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program
studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
sekaligus Dosen Penguji.
7. Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan masukan dan kritikan kepada penulis.
8. Bapak-bapak dan ibu-ibu staf pengajar serta para karyawan di program studi
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
9. Terima kasih yang tak terhingga kepada ayahanda (alm). Birnald Manalu dan
ibundaKhadijah Siratyang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang dan
pengorbanan dalam dukungan moril dan finansial kepada ananda, serta do’anya
yang tak pernah putus pada ananda.
10. Kepada suamiku tercinta (alm)Donny Parhimpunan Harahap, SH yang selalu
ada dalam hati Penulis selamanya. Meskipun sudah berada di sisi Allah, kasih
sayangnya selalu menemani penulis hingga akhir hayat.
11. Teman-teman mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penulisan tesis ini, penulis
menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna, namun diharapkan semoga tesis ini
bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalam
Medan, Agustus 2011 Penulis
Nama : LISA MANALU
Tempat/Tgl Lahir : Medan, 17 Juli 1986
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Anak ke : 3 (tiga) dari 3 (tiga) bersaudara
II. KELUARGA:
Nama Ayah : Birnald Manalu (alm)
Nama Ibu : Khadijah Sirait
Nama Suami : Donny Parhimpunan Harahap, SH (alm)
Nama Anak : Bonar Siddiq Harahap
III. PENDIDIKAN:
- TK Damara Sei Rotan 1990 - 1992
- Sekolah Dasar Negeri 104206 Sei Rotan 1992 - 1998
- SMP Swasta Eria Medan 1998 - 2001
- SMA Swasta Prayatna Medan 2001- 2004
- Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara 2005 - 2009
- Program Studi Magister Kenotariatan Universitas
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR ISTILAH ASING... ix
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Perumusan Masalah ... 9
C. Tujuan penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Keaslian penelitian ... 11
F. Kerangka Teori dn Konsepsi ... 12
G. Metode Penelitian ... 22
1. Sifat Penelitian ... 22
2. Sumber Data... 23
3. Alat Pengumpul Data ... 24
4. Analisis Data ... 24
BAB II MEKANISME PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DALAM SISTEM HUKUM AGRARIA A. Penguasaan Fisik dari Tanah... 25
B. Hak Penguasaan Atas Tanah... 34
C. Dasar Hukum Pendaftaran Pengalihan Hak Atas Tanah... 51
D. Penguasaan Fisik dari Tanah... 54
E. Hak Penguasaan Atas Tanah... 58
B. Hambatan Pendaftaran Pengalihan Hak Atas Tanah terhadap Tanah Yang Dikuasai secara Fisik Oleh Pihak Lain Tanpa
Bukti Hak... 79
BAB IV ANALISIS KASUS TERHADAP PENGALIHAN HAK ATAS TANAH YANG DIKUASAI SECARA FISIK OLEH PIHAK LAIN A. Kasus Posisi ... 88
B. Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak yang Telah Melakukan Pengalihan Hak Atas Tanah ... 94
C. Penyelesaian Sengketa Pengalihan Hak Atas Tanah ... 103
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 111
A. Kesimpulan ... 111
B. Saran... 112
Chaos : Kekacauan
Conservatoir Beslaagh : Sita Jaminan
Derivative : Berasal dari ketentuan peraturan perundang-undangan dan dari hak-hak yang ada sebelumnya
Domein Veerklaring : Hak Memiliki Memerintah Atas Tanah
Dubius : Penafsiran Mendua
Enforce : Melaksanakan
Enforceable : Ditegakkan
Erfopvlging : Pewarisan
Hegemoni : Pengaruh Negara Yang Satu Terhadap Negara
Yang Lain
Levering : Pengalihan Dan Penyerahan
Lichamelijk : Barang-Barang Yang Berwujud
Natrekking : Ikutan
Operational Definition : Defenisi Operasional
Onrechtmatige Overheisdaad : Perbuatan Melawan Hukum Oleh Penguasa
Onlichamelijk : Barang-Barang Yang Tidak Berwujud
Ontoerende Zaaken : Benda Tidak Bergerak
Rechtsverweking : Lembaga Kadaluarsa
Roerende Zaak : Benda Bergerak
Toeegening : Pendakuan
Verbruikbaar Zaken : Benda Yang Dapat Dipakai Habis
Verplaas Baar : Benda Yang Dapat Dipindahkan
dilaksanakan oleh pemerintah melalui pembebasan tanah serta pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi di Indonesia membuat tingginya kegiatan pengalihan hak atas tanah. Pemegang hak atas tanah saat ini bukanlah pemegang hak atas tanah yang pertama. Akibatnya baik pemerintah maupun masyarakat ketika membutuhkan sebidang tanah untuk memenuhi kebutuhannya memerlukan kepastian mengenai siapa sebenarnya pemilik bidang tanah tersebut. Pengalihan hak atas tanah merupakan suatu perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak dari satu pihak ke pihak lain. Perumusan masalah yang akan diajukan dalam penulisan ini adalah Bagaimana mekanisme pengalihan hak atas tanah dalam sistem hukum agraria, bagaimana kedudukan pihak ketiga yang menguasai objek hak atas tanah terhadap terjadinya pengalihan hak atas tanah. Bagaimana analisa terhadap kasus pada Putusan Mahkamah Agung No.475//PK/Pdt.2010.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Deskriptif karena dalam penelitian ini akan dipaparkan tentang pengalihan hak atas tanah yang dikuasai secara fisik tanpa alas hak. Bersifat analistis, karena terhadap data yang diperoleh itu dilakukan analistis data secara kualitatif. Sumber data diperoleh dari data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Dalam hal ini dilakukan dengan cara menginventarisasikan dan pengumpulan buku-buku, bahan-bahan bacaan, Peraturan Perundang-undangan dan dukumen-dukumen lain.
Pengalihan merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik. Pengalihan ini adalah salah satu kewajiban para pihak dalam suatu peristiwa hukum yang bertujuan untuk mengalihkan hak milik atas suatu barang yang dilakukan diantara subjek hukum. Mekanisme pengalihan hak atas tanah dalam sistem hukum agraria dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan cara jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang. membuat pengalihan hak atas tanah harus memastikan kebenaran mengenai hak atas tanah (hak milik) tersebut, dan mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak dari mereka yang akan mengalihkan dan menerima pengalihan hak atas tanah tersebut. Pengalihan hak atas tanah juga dapat dilakukan dengan cara penguasaan fisik hak atas tanah., sesuai dengan ketentuan PP No. 24 Tahun 1997 yang menyebutkan bahwa masa penguasaan fisik di atas 20 tahun dapat dijadikan dasar pendaftaran hak atas tanah.
need land as the medium through the acquisition of land for development and the high population growth in Indonesia have caused the increasing activities in land endorsement. The person entitled to land nowadays is not the first one. The effect is that both the government and the people who need a piece of land have to ascertain who the real owner of the land is. Land endorsement is a legal act which is aimed to endorse from one party to another. The formulations of the in the problems in this thesis were as follow : how about the mechanism of the land endorsement in the agrarian system, how the position of the third party who controlled the right of the land when the land endorsement occurred, and how about the analysis on the case in the verdict of the Supreme Court No. 475/PK/Pdt.2010.
This research was descriptive analytic. It was called descriptive because this research described the land endorsement which was controlled physically without any right. It was analytic because the data were an analyzed qualitatively. The data were gathered from the secondary data conducted from the materials of the primary law, not from the materials of the secondary or tertiary law. It was done by taking inventory and gathering books, reading materials, and considering legal provisions, and other documents.
Endorsement is one of the methods of obtaining proprietary rights. This which is aimed to endorse the property of a certain thing done by a legal subject. The mechanism of land endorsement in the agrarian system can be done in many ways, such as by transact, an exchange, grant, investment, and other legal acts concerning other endorsements. An endorsement through auction can only be registered if it can be proved with an official document of PPAT (official empowered to draw up land deeds) who has the authority to write the land endorsement and ascertains the validity of the land proprietary rights and the skill and the authority of the person who wants to endorse or receive the land endorsement physically, according to the Government Regulation No. 24/1997 which states that physical control of the land in more than 20 years can become the principle of the principle of the registration of land endorsement.
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia, tanah merupakan faktor yang sangat penting.
Karena pada kehidupan manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah.
Manusia hidup di atas tanah (bermukim) dan memperoleh bahan pangan dengan cara
mendayagunakan tanah, lebih dari itu tanah juga mempunyai hubungan yang
emosional dengan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bukan hanya
dalam kehidupannya saja, untuk meninggalpun manusia masih memerlukan tanah
sebagai tempat peristirahatan. Manusia hidup senang serba kecukupan jika mereka
dapat menggunakan tanah yang dikuasai atau dimilikinya sesuai dengan hukum alam
yang berlaku, dan manusia akan dapat hidup tentram dan damai jika mereka dapat
menggunakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan batas-batas tertentu dalam
hukum yang berlaku yang mengatur kehidupan manusia itu dalam masyarakat.
Tanah merupakan salah satu sumber daya alam memiliki nilai ekonomis serta memiliki nilai sosial, politik dan pertahanan keamanan yang tinggi. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan pertanahan haruslah merupakan bagian yang tidak terpisahkan (integral) dari kebijakan pembangunan nasional. Dalam perkembangan pelaksanaan UU Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA) permasalahan tanah menjadi semakin kompleks. Di satu sisi kompleksitas masalah tanah terjadi sebagai akibat meningkatnya kebutuhan tanah untuk berbagai kegiatan pembangunan dan pertumbuhan penduduk yang cepat dengan penyebaran yang tidak merata antar wilayah. Di sisi lain, kompleksitas ini muncul karena luas tanah relatif tidak bertambah.1
1 Iswan B. Padu. Dkk. “Laporan Orientasi di Direktorat Sengketa Tanah BPN RI.”
http://sarmanpsagala.wordpress.com/2010/06/02/laporan-orientasi-di-direktorat-sengketa-tanah/,
Saat ini tanah bagi masyarakat merupakan harta kekayaan yang memiliki nilai
jual yang tinggi karena fungsinya sebagai sumber kehidupan masyarakat, sehingga
setiap jengkal tanah dipertahankan hingga akhir hayat. Saat ini pembangunan di
segala bidang terus dilakukan oleh Bangsa Indonesia. Dengan demikian fungsi
tanahpun mengalami perkembangan sehingga kebutuhan masyarakat akan hak atas
tanah juga terus mengalami perkembangan. Jumlah tanah yang tetap dan kebutuhan
akan tanah yang semakin meningkat karena pertumbuhan penduduk di Indonesia
yang sangat tinggi membuat tidak seimbangnya antara persediaan tanah dengan
kebutuhan tanah itu dapat memicu timbulnya berbagai macam permasalahan.
Kebutuhan masyarakat akan tanah dari hari ke hari terus meningkat,searah
dengan lajunya pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan oleh bangsa
Indonesia. Dengan demikian fungsi tanahpun mengalami perkembangan sehingga
kebutuhan masyarakat akan hak atas tanah juga terus mengalami perkembangan yang
disesuaikan dengan tingkat kebutuhan yang beranekaragam. Luas tanah yang
tersediapun relatif terbatas, tidak seimbangnya antara persediaan tanah dengan
kebutuhan akan tanah itu dapat memacu timbulnya berbagai persoalan.
Secara umum motif dan latar belakang penyebab munculnya kasus-kasus
pertanahan adalah:
1. Kurang tertibnya administrasi pertanahan di masa lampau 2. Harga tanah yang meningkat
3. Kondisi masyarakat yang semakin menyadari dan menyadari akan kepentingan dan haknya.
5. Masih adanya oknum-oknum pemerintah yang belum dapat menangkap aspirasi masyarakat.
6. Adanya pihak-pihak yang menggunakan kesempatan untuk mencari keuntungan materil yang tidak wajar atau menggunakan untuk kepentingan politik.2
Karenanya oleh Pemerintah kebijaksanaan mengenai tanah ini telah diatur
dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria atau dikenal dengan UUPA yang berlaku sebagai induk dari
segenap peraturan pertanahan di Indonesia bertujuan:
a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang akan
merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan
bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil
dan makmur.
b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam
hukum pertanahan.
c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak
atas tanah bagi rakyat seluruhnya.3
Dari tujuan Undang-undang Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA)
seperti tersebut di atas, terlihat bahwa UUPA berlaku sebagai alat untuk memberikan
kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia, maka
setiap warga negara wajib mengakui dan menghormati adanya hak-hak tersebut.4
2 Ali Chomzah, Hukum Pertanahan Seri III dan Seri IV, Prestasi Pustaka, Jakarta, Tahun
2003, hal. 21
3Penjelasan Undang-Undang Pokok Agraria
UUPA adalah sebuah Undang-Undang yang memuat dasar-dasar pokok di
bidang Agraria yang merupakan landasan bagi usaha pembaharuan hukum agraria
guna dapat diharapkan memberikan adanya jaminan kepastian hukum bagi
masyarakat dalam memanfaatkan fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan
alam yang terkandung didalamnya untuk kesejahteraan bersama secara adil. Tegasnya
ialah untuk mencapai kesejahteraan dimana masyarakat dapat secara aman
melaksanakan hak dan kewajiban yang diperolehnya sesuai dengan peraturan yang
telah memberikan jaminan perlindungan terhadap hak dan kewajiban tersebut.
Kegiatan pembangunan yang memerlukan tanah sebagai media yang
dilaksanakan oleh pemerintah melalui pembebasan tanah serta laju pertumbuhan
penduduk yang sangat tinggi di Indonesia menyebabkan tingginya lalu lintas
peralihan hak atas tanah. Pemegang hak atas tanah saat ini bukanlah pemegang hak
atas tanah yang pertama. Akibatnya baik pemerintah maupun masyarakat ketika
membutuhkan sebidang tanah untuk memenuhi kebutuhannya memerlukan kepastian
mengenai siapa sebenarnya pemilik sebidang tanah tersebut.
Penguasaan yuridis dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan umumnya
memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang
dihaki. Tetapi ada juga penguasaan yuridis yang biarpun memberi kewenangan untuk
menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisiknya
dilakukan pihak lain. Misalnya kalau tanah yang dimiliki dikuasai disewakan kepada
pihak lain dan penyewa yang menguasainya secara fisik. Atau tanah tersebut dikuasai
penguasaan yuridisnya berhak untuk menuntut diserahkannya kembali tanah yang
bersangkutan secara fisik kepadanya. Dalam hukum tanah dikenal juga penguasaan
yuridis yang tidak memberi kewenangan untuk menguasai tanah secara fisik. Kreditor
pemegang jaminan hak atas tanah mempunyai hak penguasaan yuridis atas tanah
yang dijadikan agunan, tetapi penguasaan secara fisik tetap ada pada yang empunya
tanah.
Kegiatan pembangunan yang memerlukan tanah sebagai media dengan
dilaksanakan oleh pemerintah melalui pembebasan tanah serta pertumbuhan
penduduk yang sangat tinggi di Indonesia membuat tingginya kegiatan pengalihan
hak atas tanah. Pemegang hak atas tanah saat ini bukanlah pemegang hak atas tanah
yang pertama. Akibatnya baik pemerintah maupun masyarakat ketika membutuhkan
sebidang tanah untuk memenuhi kebutuhannya memerlukan kepastian mengenai
siapa sebenarnya pemilik bidang tanah tersebut.
Semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kebutuhan manusia akan
tanah menyebabkan kedudukan tanah menjadi sangat penting terutama menyangkut
kepemilikan, penguasaan dan penggunaannya. Mengingat kebutuhan untuk
menempati tanah selalu meningkat akan mendorong laju tingkat pengalihan hak.
Fungsi tanahpun mengalami perkembangan sehingga kebutuhan masyarakat akan hak
atas tanah juga terus mengalami perkembangan yang disesuaikan dengan tingkat
kebutuhan yang beranekaragam.
Pengalihan hak atas tanah merupakan suatu perbuatan hukum yang bertujuan
yang dapat dialihkan melalui jual beli adalah Hak Milik. Hak Milik yaitu hak
turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan
mengingat bahwa hak itu mempunyai fungsi sosial. Apabila sudah dilakukan
pengalihan hak atas tanah maka harus segera didaftarkan tanahnya di Kantor
Pertanahan atau yang biasa disebut dengan pendaftaran tanah.5
Pengalihan hak milik atas tanah yang dikarenakan jual beli tanah merupakan
suatu perbuatan hukum yang sengaja dilakukan oleh satu pihak dengan maksud untuk
memindahkan hak milik atas tanahnya kepada orang lain. Di mana berpindahnya hak
milik atas tanah tersebut diinginkan oleh kedua belah pihak melalui jual beli
Permasalahan ini sering terjadi pada waktu pemindahan hak atas tanah berlangsung,
yang menyebabkan hak atas tanah beralih dari seseorang kepada orang lain, misalnya
pada saat jual beli, waris, hibah, tukar menukar dan lain-lain.6 Hal ini merupakan
perbuatan hukum dan mengakibatkan berpindahnya suatu hak atas tanah pada orang
lain.
Pengalihan hak atas tanah merupakan suatu perbuatan hukum yang bertujuan
memindahkan hak dari satu pihak ke pihak lain. Salah satu contoh dari pengalihan
hak atas tanah adalah melalui Hibah. Hibah yaitu suatu persetujuan dalam mana suatu
pihak berdasarkan atas kemurahan hati, perjanjian dalam hidupnya memberikan hak
milik atas suatu barang kepada pihak kedua secara percuma dan yang tidak dapat
ditarik kembali, sedangkan pihak kedua menerima baik penghibahan ini. Salah satu
5 Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah,(Jakarta: Prenada Media Group,
2009), hal. 90.
contoh hak atas tanah yang dapat dialihkan melalui hibah adalah Hak Milik. Hak
Milik yaitu hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas
tanah, dengan mengingat bahwa hak itu mempunyai fungsi sosial. Apabila sudah
dilakukan pengalihan hak atas tanah maka harus segera didaftarkan tanahnya di
Kantor Pertanahan atau yang biasa disebut dengan pendaftaran tanah. Namun hal ini
bukan berarti terlepas dari sengketa.
Pada Putusan Mahkamah Agung No. 475 K/Pdt/2010, dapat dilihat adanya
sengketa akibat pengalihan hak atas tanah karena hibah. Kasus yang terjadi
merupakan sengketa antara Ambrosius alias Akong Bin De Nogo C, (Pada kasus
disebutkan dengan istilah Penggugat) versus (1) Presiden Republik Indonesia di
Jakarta Cq.Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia di Jakarta Cq. Gubernur
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung di Pangkalpinang Cq. Walikota Pangkalpinang
Cq. Camat Pangkalbalam di Belitung Cq. Lurah Rejosari dan (2) Presiden Republik
Indonesia di Jakarta Cq. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia di Jakarta Cq.
Kepala Kepolisian Daerah Bangka Belitung di Pangkalpinang Cq Kepala Kepolisian
Daerah Resort Kota Pangkalpinang di Pangkalpinang masing-masing merupakan
Tergugat I dan Tergugat II.
Bahwa Penggugat bersama-sama masyarakat kelurahan Rejosari, kecamatan
Pangkalbalam lainnya yang menguasai/mengusahakan fisik tanah negara tersebut
pernah mengajukan permohonan hak atas tanah Negara tersebut kepada Camat
Pangkalbalam selaku pejabat pembuat akta tanah, Bahwa pada Tahun 2004
dikuasai/diusahakan oleh warga masyarakat dengan keputusan walikota
Pangkalpinang Nomor: 154 Tahun 2004 tanggal 28 Juni 2004 tentang pembentukan
tim penyelesaian kasus tanah di kelurahan Rejosari, kecamatan Pangkalbalam, kota
Pangkalpinang dan diusahakan oleh warga masyarakat dan melakukan pendataan
tanah negara di kelurahan Rejosari yang dikuasai/diusahakan oleh warga masyarakat.
Kota Pangkalpinang yang dibentuk walikota Pangkalpinang tersebut, kepada
21 (dua puluh satu) warga masyarakat kelurahan Rejosari yang menguasai/
mengusahakan fisik tanah tersebut termasuk Penggugat, diberikan hak untuk
mengajukan permohonan hak atas tanah negara tersebut dengan kewajiban membayar
uang konstribusi kepada pemerintah kota Pangkalpinang berdasarkan luas tanah yang
dikuasai oleh masing-masing masyarakat Pemohon.
Bahwa Penggugat ditetapkan untuk membayar konstribusi yang besarnya Rp
3.331.200,- (tiga juta tiga ratus tiga puluh satu ribu dua ratus rupiah) dan dari seluruh
kewajiban tersebut Penggugat telah membayar sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta
rupiah) kepada pejabat yang ditugaskan dan diantara 21 (dua puluh satu) orang
masyarakat pemohon hak penguasa fisik tanah atas tanah negara tersebut, beberapa
orang warga surat keterangan penguasaan fisik tanah telah dikeluarkan oleh lurah
Rejosari, sedangkan beberapa warga masyarakat pemohon lainnya termasuk
Penggugat belum keluar/diberikan surat keterangan penguasaan fisik tanah tanpa
alasan yang jelas.
Bahwa pada Tahun 2006, Penggugat mengetahui di atas lahan tanah yang
tanah ini akan dibangun Mako Polsek Pangkalbalam” yang dipasang oleh Kepala
Kepolisian Resort Kota Pangkalpinang.
Perbuatan Tergugat sebagaimana yang telah diuraikan di atas, secara langsung
telah menimbulkan kerugian materil dan moril terhadap Penggugat oleh karena itu
sebagaimana diatur dan ditentukan Pasal 1365 KUHPerdata Penggugat sebagai pihak
yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan kerugian.
Pada beberapa sengketa dibidang pertanahan banyak terjadi kebingungan dari
masyarakat pencari keadilan, khususnya tentang kepastian hukum terhadap tanah
yang dimilikinya baik dimiliki dengan cara membeli maupun dengan cara menguasai
secara fisik dalam kurun waktu yang cukup lama.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian mengenai
“Analisis Hukum Terjadinya Pengalihan Hak Atas Tanah Atas Dasar
Penguasaan Fisik (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung
No.475//PK/Pdt.2010)”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan gambaran latar belakang tersebut di atas, maka:
1. Bagaimana mekanisme pengalihan hak atas tanah dalam sistem hukum agraria?
2. Bagaimana kedudukan pihak ketiga yang menguasai objek hak atas tanah
terhadap terjadinya pengalihan hak atas tanah?
3. Bagaimana analisa terhadap kasus pada Putusan Mahkamah Agung
C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui mekanisme pengalihan hak atas tanah dalam sistem hukum
agraria
2. Untuk mengetahui kedudukan pihak ketiga yang menguasai objek hak atas
tanah terhadap terjadinya pengalihan hak atas tanah.
3. Untuk mengetahui tanggapan atas kasus pada Putusan Mahkamah Agung
No.475//PK/Pdt.2010
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat antara lain:
1. Secara Teoritis
a. Sebagai bahan informasi bagi akademisi maupun sebagai bahan perbandingan
bagi para peneliti yang hendak melaksanakan penelitian tentang terjadinya
pengalihan hak atas tanah atas dasar penguasaan fisik.
b. Sebagai bahan bagi pemerintah Republik Indonesia dalam penyempurnaan
peraturan perundangan-undangan tentang pengaturan yang mengatur mengenai
pengalihan hak atas tanah atas dasar penguasaan fisik.
c. Memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan proses terjadinya pengalihan hak atas
tanah atas dasar penguasaan fisik.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang Analisis Hukum Terjadinya Pengalihan Hak Atas Tanah Atas
dasar Penguasaan Fisik (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung
No.475//PK/Pdt.2010) yang pernah dilakukan sehubungan dengan objek pembahasan
sudah pernah dilakukan oleh Muaz Effendi dengan judul “ Pengalihan Hak Atas
Tanah yang Belum Bersertifikat di Kecamatan Medan Johor dan Pendaftaran Haknya
di Kantor Pertanahan Medan)”. Adapun perumusan masalahnya adalah:
1. Mengapa terjadi ketidakseragaman pengalihan hak atas tanah yang belum
bersertifikat di Kecamatan Medan Johor?
2. Bagaimana bentuk-bentuk surat pengalihan hak atas tanah sebagai landasan
pengalihan hak atas tanah yang belum bersertifikat ?
3. Bagaimana pelaksanaan pendaftaran hak atas tanah yang belum bersertifikat
serta kendala-kendala umum yang dihadapi masyarakat dalam pendaftaran tanah
pada Kantor Pertanahan Medan.
Berdasarkan penelusuran kepustakaan dari hasil-hasil penelitan yang pernah
peneliti lebih memfokuskan diri pada terjadinya pengalihan hak atas tanah atas dasar
penguasaan fisik, sehingga penelitian yang dilakukan, baik dari segi judul,
permasalahan dan lokasi serta daerah penelitian yang belum pernah dilakukan oleh
peneliti lain, maka berdasarkan hal tersebut, maka dengan demikian, penelitian ini
adalah asli, serta dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Cita-cita hukum yang baik adalah untuk mendapatkan keadilan dan kepastian
hukum. Apabila ada pertentangan antaran kepastian hukum dengan keadilan, maka
unsur keadilan harus dikedepankan dan dimenangkan. Kepastian hukum adalah
sebuah falsafah positivisme dimana untuk mendapatkan titik temu antara para pihak
yang kepentingannya berbeda-beda, maka harus dicari suatu rujukan yang telah
disepakati, dilegalkan dan diformalitaskan serta enforceable oleh aparat hukum
sebagai penjelmaan dari kedaulatan birokrasi negara.
Saluran formal yang mengedepankan kepastian hukum tidak mencerminkan
adanya keadilan, maka pencari keadilan akan menemukan caranya sendiri untuk
mendapatkan keseimbangan antara keadilan dan kepastian hukum. Kepastian hukum
yang ideal adalah hukum yang memberi keadilan. Namun manakala keadilan tersebut
tidak ditemukan lewat saluran formal, akan terjadi apatisme hukum, yang bahkan
pada titik ekstrim akan dapat menjelma menjadi chaos karena masing-masing pihak
masing-masing. Fenomena yang demikian ini, sebenarnya telah dikaji dalam satu aliran
hukum post modernisme yang bernamacritical legal studies.
Munir Fuady mencatat, aliran critical legal studies merupakan suatu aliran
yang bersikap anti liberal, anti objektivisme, anti formalisme, dan anti kemapanan
dalam teori dan filsafat hukum, yang dengan dipengaruhi oleh pola pikir post modern,
secara radikal mendobrak dan menggugat kenetralan dan keobjektifan peran dari
hukum, hakim, dan penegak hukum lainnya terutama dalam hal keberpihakan hukum
dan penegak hukum terhadap golongan yang kuat/ mayoritas/ berkuasa/ kaya dalam
rangka mempertahankan hegemoninya, serta menolak unsur kebenaran objektif dari
ilmu pengetahuan hukum, serta menolak kepercayaan terhadap unsur keadilan,
ketertiban dan kepastian hukum yang dihasilkan lembaga-lembaga formal negara.7
Hak milik atas tanah mengandung unsur hak kebendaan dan hak
perseorangan. Sebagai hak kebendaan, hak atas tanah memiliki ciri-ciri bersifat
absolut, jangka waktunya tidak terbatas, hak mengikuti bendanya(droit de suite), dan
memberi wewenang yang luas bagi pemiliknya seperti dialihkan, dijaminkan,
disewakan atau dipergunakan sendiri. Sebagai hak perseorangan, ciri-cirinya adalah
bersifat relatif, jangka waktunya terbatas, mempunyai kekuatan yang sama tidak
tergantung saat kelahirannya hak tersebut, memberi wewenang terbatas kepada
pemiliknya.8
7 Munir Fuady, Filsafat dan Teori Hukum Post Modern, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
2005. hal. 34.
8Mariam Darus Badrulzaman,Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, PT. Alumni, Bandung,
Seseorang dapat dikatakan mempunyai hak atas tanah atau mendapatkan
penetapan hak atas tanah maka harus dapat dibuktikan terlebih dahulu adanya dasar
penguasaan seseorang dalam menguasai, menggunakan dan memanfaatkan tanah,
yang tidak ditentang oleh pihak manapun dan dapat diterima menjadi bukti awal
untuk pengajuan hak kepemilikannya.
Penguasaan dapat juga sebagai permulaan adanya hak, bahkan ada yang
menyebut penguasaan tanah sudah merupakan suatu "hak". Kata "penguasaan"
menunjukkan adanya suatu hubungan hukum antara tanah dengan yang
mempunyainya.9 Artinya ada sesuatu hal yang mengikat antara orang dengan
tanah tersebut, ikatan tersebut ditunjukkan dengan suatu tanda/bukti bahwa tanah
tersebut telah dikuasainya. Tanda/bukti tersebut bisa berbentuk penguasaan fisik
maupun bisa berbentuk pemilikan surat-surat tertulis (bukti yuridis).
Bukti penguasaan tanah dalam bentuk pemilikan surat-surat tertulis tersebut dapat saja dalam bentuk keputusan dari pejabat di masa lalu yang berwenang memberikan hak penguasaan kepada subyek hak untuk menguasai tanah dimaksud dan dapat juga dalam bentuk akta otentik yang diterbitkan oleh pejabat umum yang menunjukkan tanah tersebut diperolehnya akibat adanya perbuatan hukum berupa perjanjian pemindahan/pengalihan hak. Bila dikatakan perolehan hak atas tanah, maka tersirat adanya perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hak atas obyek tanahnya.10
Menurut Boedi Harsono, hubungan penguasaan dapat dipergunakan dalam arti
yuridis maupun fisik.11 Penguasaan dalam arti yuridis maksudnya hubungan tersebut
ditunjukkan dengan adanya penguasaan tanahnya secara hukum. Apabila telah ada
9Badan Pertanahan Nasional, Hak-hak Atas Tanah dalam Hukum Tanah Nasional, Jakarta,
Tahun 2002, hal. 18
10 Muhammad Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum PendaftaranTanah,Mandar
Maju, Bandung, Tahun 2008, hal. 235
11 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Penerbit Djambatan, Jakarta, Tahun 1994,
bukti penguasaan tanahnya secara hukum (biasanya dalam bentuk surat-surat tertulis),
maka hubungan tanah dengan obyek tanahnya sendiri telah dilandasi dengan suatu
hak. Sedangkan penguasaan tanah dalam arti fisik menunjukkan adanya hubungan
langsung antara tanah dengan yang empunya tanah tersebut, misalnya didiami
dengan mendirikan rumah tinggal atau ditanami dengan tanaman produktif untuk
tanah pertanian.
Penguasaan tanah dapat merupakan permulaan adanya atau diberikannya hak
atas tanah, dengan perkataan lain penguasaan tanah secara fisik merupakan salah satu
faktor utama dalam rangka pemberian hak atas tanahnya. Berdasarkan ketentuan
Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,
dapat dijelaskan bahwa sekalipun tidak ada alat bukti penguasaan secara yuridis,
namun apabila dalam kenyataan bidang tanah tersebut telah dikuasai secara fisik,
maka dapat dilegitimasi/diformalkan haknya melalui penetapan/pemberian haknya
kepada yang bersangkutan.
Terhadap penguasaan tanah yang dibuktikan dengan alat bukti secara tertulis
dapat disebut juga alas hak. Alas hak diartikan sebagai:
Bukti penguasaan-atas tanah secara yuridis dapat berupa alat-alat bukti yang menetapkan atau menerangkan adanya hubungan hukum antara tanah dengan yang mempunyai tanah, dapat juga berupa riwayat pemilikan tanah yang pernah diterbitkan oleh pejabat Pemerintah sebelumnya maupun bukti pengakuan dari pejabat yang berwenang. Alas hak secara yuridis ini biasanya dituangkan dalam bentuk tertulis dengan suatu surat keputusan, surat keterangan, surat pernyataan, surat pengakuan, akta otentik maupun surat di bawah tangan dan lain-lain.12
12Muhammad Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendafataran Tanah, Mandar
Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan
Peraturan Menteri Negara. Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997, alas hak
tersebut diberi istilah data yuridis, yakni keterangan mengenai status hukum bidang
tanah, pemegang haknya, dan pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya.
Secara perdata, dengan adanya hubungan yang mempunyai tanah dengan
tanahnya yang dibuktikan dengan penguasaan fisik secara nyata di lapangan atau
ada alas hak berupa data yuridis berarti telah dilandasi dengan suatu hak keperdataan,
tanah tersebut sudah berada dalam penguasaannya atau telah menjadi miliknya.
Penguasaan atas tanah secara yuridis selalu mengandung kewenangan yang
diberikan hukum untuk menguasai fisik tanahnya. Oleh karena itu penguasaan yuridis
memberikan alas hak terhadap adanya hubungan hukum mengenai tanah yang
bersangkutan. Apabila tanahnya sudah dikuasai secara fisik dan sudah ada alas
haknya, maka persoalannya hanya menindaklanjuti alas hak yang melandasi
hubungan tersebut menjadi hak atas tanah yang ditetapkan dan diakui oleh Negara
agar hubungan tersebut memperoleh perlindungan hukum.
Proses alas hak menjadi hak atas tanah yang diformalkan melalui penetapan
Pemerintah disebut pendaftaran tanah yang produkn ya adalah sertifikat
tanah.13 Oleh karena itu alas hak sebenarnya sudah merupakan suatu legitimasi awal
atau pengakuan atas penguasaan tanah oleh subyek hak yang bersangkutan, namun
idealnya agar penguasaan suatu bidang tanah juga mendapat legitimasi dari Negara,
maka harus diformalkan yang dilandasi dengan suatu hak atas tanah yang ditetapkan
oleh Negara/Pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia.
AP. Parlindungan menyatakan bahwa alas hak atau dasar penguasaan atas
tanah sebagaimana diatur dalam UUPA dapat diterbitkan haknya karena penetapan
Pemerintah atau ketentuan peraturan perundang-undangan, maupun karena suatu
perjanjian khusus yang diadakan untuk menimbulkan suatu hak atas tanah di
atas hak tanah lain (misalnya Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik) dan juga karena
ketentuan konversi hak, sedangkan ketentuan pendakuan maupun karena kadaluarsa
memperoleh suatu hak dengan lembagauit wi zingproceduresebagaimana diatur dalam
pasal 548 KUH Perdata tidak dikenal dalam UUPA, sungguhpun pewarisan
merupakan juga salah satu alas hak.14
Dinyatakan juga bahwa dasar penguasaan atau alas hak untuk tanah
menurut UUPA adalah bersifat derivative, artinya berasal dari ketentuan peraturan
perundang-undangan dan dari hak-hak yang ada sebelumnya, seperti Hak-hak Adat
atas tanah dan hak-hak yang berasal dari Hak-hak Barat.15
Adapun hak-hak atas tanah yang tunduk pada hukum adat adalah:
1. Hak agrarisch egeindom. Lembaga agrarisch egeindom ini adalah usaha dari
Pemerintah Hindia Belanda dahulu untuk mengkonversi tanah hukum adat, baik
14 A. P. Parlindungan, Beberapa Masalah Dalam UUPA, Mandar Maju, Bandung, Tahun
1993, hal. 69-70
15A. P. Parlindungan, Pen daft aran Tanah Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung,
yang berupa milik perorangan maupun yang ada hak perorangannya pada hak
ulayat dan jika disetujui sebagian besar dari anggota masyarakat pendukung hak
ulayatnya, tanahnya dikonversikan menjadiagrarisch egeindom.
2. Tanah hak milik, hak Yasan, adar beni, hak atas druwe, hak atas druwe desa,
pesini. Istilah dan lembaga-lembaga hak atas tanah ini merupakan istilah lokal
yang terdapat di Jawa.
3. Grant Sultan yang terdapat di daerah Sumatra Timur terutama di Deli yang
dikeluarkan oleh Kesultanan Deli termasuk bukti-bukti hak atas tanah yang
diterbitkan oleh para Datuk yang terdapat di sekitar Kotamadya Medan. Di
samping itu masih ada lagi yang disebut grant lama yaitu bukti hak tanah yang
juga dikeluarkan oleh Kesultanan Deli.
4. Landerijenbezitrecht, altijddurende erfpacht, hak-hak usaha atas bekas tanah
partikulir. Selain tanah-tanah yang disebut di atas yang tunduk pada hukum adat
ada juga hak-hak atas tanah yang lain yang dikenal dengan nama antara lain
ganggan bauntuik, anggaduh, bengkok, lungguh, pituas dan lain-lain.
Sedangkan hak-hak barat dapat berupa hak eigendom, hak opstal, dan hak
erfpacht. Jadi secara normatif bukti penguasaan atau pemilikan atas suatu bidang
tanah yang diterbitkan oleh Pemerintah sebelumnya (dasar penguasaan/alas hak lama)
masih tetap diakui sebagai dasar penguasaan atas tanah karena diterbitkan oleh
pejabat yang berwenang dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang
Sementara itu, menurut Aslan Noor, teori kepemilikan ataupun pengalihan
kepemilikan secara perdata atas tanah dikenal empat teori, yaitu:16
a. Hukum Kodrat, menyatakan dimana penguasaan benda-benda yang ada di dunia
termasuk tanah merupakan hak kodrati yang timbul dari kepribadian manusia
b. Occupation theory, dimana orang yang pertama kali membuka tanah, menjadi
pemiliknya dan dapat diwariskan.
c. Contract theory, dimana ada persetujuan diam-diam atau terang-terangan untuk
pengalihan tanah.
d. Creation theory, menyatakan bahwa hak milik privat atas tanah diperoleh karena
hasil kerja dengan cara membukukan dan mengusahakan tanah.
Mengenai pengalihan atau penyerahan hak atas tanah, terdapat dua pendapat
yaitu yang pertama adalah bahwa jual beli harus dilakukan dengan akta otentik yang
diikuti dengan pendaftaran pengalihan hak atas tanah untuk mendapatkan sertifikat
sebagai tanda bukti hak atas tanah. Akta otentik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat
Akte Tanah, bukan saja hanya sebagai alat bukti tetapi merupakan syarat mutlak
adanya perjanjian penyerahan.
Pendapat ini diwakili oleh Mariam Darus Badrulzaman dan Saleh Adiwinata.
Pendapat lainnya adalah bahwa perbuatan jual beli tanpa diikuti dengan akta otentik
adalah sah, sepanjang diikuti dengan penyerahan konkret. Pendapat ini diwakili oleh
16Aslan Noor,Konsep Hak Milik atas Tanah Bagi Bangsa Indonesia, Mandar Maju, Bandung,
Boedi Harsono dan R. Soeprapto.17 Penyerahan yang sifatnya konsensual
sebagaimana dianut hukum perdata sekaligus dengan penyerahan yang sifatnya
konkret sebagaimana dianut oleh hukum adat pada dasarnya adalah bertentangan dan
dapat terjadi dualisme dalam penafsiran kepastian hukumnya.
Mariam Darus Badrulzaman berpendapat, bahwa lembaga pendaftaran pada
proses pengalihan hak atas tanah, tidak semata-mata mengandung arti untuk
memberikan alat bukti yang kuat, akan tetapi juga menciptakan hak kebendaan. Hak
kebendaan atas suatu benda tanah terjadi pada saat pendaftaran dilakukan. Sebelum
dilakukan pendaftaran yang ada baru milik, belum hak.18 Dalam kaitan itulah, maka
salah satu asas dari hak atas tanah adalah adanya asas publisitas.
2. Konsepsi
Konsep adalah suatu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan
sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang
disebut denganoperational definition19. Pentingnya definisi operasional adalah untuk
menghindari perbedaaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu
istilah yang dipakai.20
17 John Salindeho, Sistem Jaminan Kredit Dalam Era Pembangunan Hukum, Sinar Grafika,
Jakarta, 1994, hal. 34-35
18Djuhaendah Hasan,
Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 76
19 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi
Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia(Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), hal. 10.
20 Tan Kamello, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan
Konsepsi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Analisis Hukum berasal dari kata analisa dan hukum. Analisa adalah
penyelidikan tentang kemampuan dan kepribadian seseorang dihubungkan
dengan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya21 Sedangkan hukum
peraturan atau adat, yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh
penguasa, pemerintah atau otoritas. Undang-undang, peraturan dan sebagainya
untuk mengatur kehidupan masyarakat. patokan (kaidah, ketentuan). keputusan
(pertimbangan) yang ditentukan oleh hakim dalam pengadilan.22
2. Pengalihan Atas Tanah dan Bangunan adalah Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, pengalihan adalah pergantian /perlintasan dari keadaan yang satu
kepada keadaan yang lain. Sedangkan pengertian dari hak adalah
milik/kepunyaan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu karena telah ditentukan oleh
undang-undang (aturan). Jadi pengalihan hak adalah suatu perbuatan hukum
yang bertujuan untuk memindahkan hak dari satu pihak kepada pihak lain.
3. Akta Tanah adalah akta yang memuat data otentik mengenai perbuatan hukum
tertentu mengenai hak atas tanah
4. Dikuasai secara fisik berarti objek tanah ditempati oleh orang atau badan hukum.
5. Pihak lain adalah pihak yang bukan merupakan pihak yang memiliki hak atas
tanah.
21W. J. S. Poerwadarminta. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996,
hal. 32
6. Bukti Hak merupakan alat bukti mengenai kepemilikan atas tanah yang telah
didaftarkan.
G. Metode Penelitian
1. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Deskriptif karena dalam penelitian ini
akan dipaparkan tentang pengalihan hak atas tanah yang dikuasai secara fisik tanpa
alas hak. Bersifat analistis, karena terhadap data yang diperoleh itu dilakukan analistis
data secara kualitatif.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ialah pendekatan yuridis
normatif, yaitu pendekatan yang mengacu kepada peraturan-peraturan sehubungan
dengan pengalihan hak atas tanah.
2. Sumber Data
Sumber data diperoleh dari data sekunder yang dilakukan dengan
menghimpun bahan-bahan berupa:
a. Bahan hukum primer berupa UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok
Agraria (UUPA), Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah, Putusan Mahkamah Agung No.475//PK/Pdt.2010 dan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan
ilmiah, buku-buku ilmiah, ceramah atau pidato yang berhubungan dengan
penelitian ini.
c. Bahan hukum tertier, yang bertujuan untuk mendukung bahan hukum primer
dan sekunder berupa kamus hukum, kamus bahasa Inggris, Kamus bahasa
Indonesia, dan artikel-artikel lainnya yang berhubungan dengan objek
penelitian.
3. Alat Pengumpulan Data
Instrumen penelitian yang digunakan dalam pengkajian ilmu hukum normatif
terdiri studi dukumen yaitu pengumpulan data. Data yang diperoleh dalam penelitian
ini dikumpulkan, dilakukan dengan studi kepustakaan/literatur. Dalam hal ini
dilakukan dengan cara menginventarisasikan dan pengumpulan buku-buku,
bahan-bahan bacaan, Peraturan Perundang-undangan dan dukumen-dukumen lain. Cara ini
dilakukan untuk memperoleh gambaran yang bersifat umum dan relatif menyeluruh,
tentang apa yang tercakup di dalam fokus permasalahan yang akan diteliti dengan
jalan mengadakan pencatatan langsung mengenai data yang berupa dukumen ataupun
mengutip keterangan-keterangan yang dibutuhkan.
3. Analisis Data
Semua data yang telah diperoleh dari bahan pustaka serta data yang diperoleh di
lapangan dianalisa secara kualitatif. Metode analisa yang dipakai adalah metode
A. Tinjauan tentang Pengalihan Hak Atas Tanah
Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan,
tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah
atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain Pemerintah guna pelaksanaan
pembangunan termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak
memerlukan persyaratan khusus.
Ada 2 (dua) cara dalam mendapatkan ataupun memperoleh hak milik, yakni
1. Dengan pengalihan, yang meliputi beralih dan dialihkan. Dalam hal ini berarti
ada pihak yang kehilangan yaitu pemilik semula dan pihak lain yang
mendapatkan suatu hak milik.
2. Terjadinya hak milik sesuai dengan Undang–Undang Pokok Agraria Nomor 5
Tahun 1960 pada Pasal 22, yaitu:
1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Dalam hal ini berarti terjadinya hak milik tesebut, diawali
dengan hak seorang warga untuk membuka hutan dalam lingkungan
wilayah masyarakat hukum adat dengan persetujuan Kepala Desa. Dengan
memperoleh hak milik. Hak milik akan dapat tercipta jika orang tersebut
memanfaatkan tanah yang telah dibukanya, menanami dan memelihara
tanah tersebut secara terus menerus dalam waktu yang sangat lama. Dari
sinilah hak milik dapat tercipta, yang sekarang diakui sebagai hak milik
menurut UUPA. Terjadinya hak milik dengan cara ini memerlukan waktu
yang cukup lama dan tentunya memerlukan penegasan yang berupa
pengakuan dari pemerintah.
2) Terjadinya hak milik karena penetapan pemerintah, yaitu yang diberikan
oleh pemerintah dengan suatu penetapan menurut cara dan syarat-syarat
yang telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah. Dalam hal ini berarti
pemerintah memberikan hak milik yang baru sama sekali. Pemerintah juga
dapat memberikan hak milik berdasarkan perubahan dari suatu hak yang
sudah ada. Misalnya dengan peningkatan dari Hak Guna Usaha menjadi
Hak Milik, Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik, Hak Pakai menjadi
Hak Milik.
Pemindahan hak atas tanah adalah perbuatan hukum untuk memindahkan hak
atas tanah kapada pihak lain. Pemindahan dilakukan apabila status hukum pihak yang
akan menguasai tanah memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak atas tanah yang
Secara khusus Herman Soesangobeng mengatakan falsafah kepemilikan atas
tanah dalam hukum adat, hakekat dasarnya adalah dari pertautan manusia dengan
tanah dan alamnya dan bukan pada hak, melainkan pada hubungan kuatnya pertautan
hubungan yang melahirkan kewenangan (hak). Oleh karena itu hak lahir melalui
proses intensitas hubungan antara manusia dengan tanah tidak dari keputusan
pejabat.20Dalam filosofi adat, hak dipahamkan sebagai suatu yang relatif dan mudah
berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat, sehingga hak
sesuatu yang tidak mutlak.
Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan,
tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah
atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain Pemerintah; Penjualan,
tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain yang disepakati dengan
Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan termasuk pembangunan untuk
kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus; Penjualan,
tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain kepada Pemerintah guna
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan
khusus.
20 Herman Soesangobeng,
Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam Hukum Agraria Nasional
membagi hak-hak atas tanah dalam dua bentuk, yaitu:
1. Hak-hak atas tanah yang bersifat primer
Yaitu hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung
oleh seorang atau badan hukum yang mempunyai waktu lama dan dapat
dipindah-tangankan kepada orang lain atau ahliwarisnya. Dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (lebih lanjut disingkat
dengan UUPA) terdapat beberapa hak atas tanah yang bersifat primer, yaitu:
a. Hak Milik atas tanah.
b. Hak Guna Usaha.
c. Hak Guna Bangunan.
d. Hak Pakai.21
2. Hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder
Yaitu hak-hak atas tanah yang bersifat sementara. Dikatakan bersifat
sementara, karena hak-hak tersebut dinikmati dalam waktu terbatas, dan hak-hak itu
dimiliki oleh orang lain. Hak atas tanah yang bersifat sementara dapat dialihkan
kapan saja si pemilik berkehendak. Terhadap beberapa hak, hak atas tanah yang
bersifat sementara memiliki jangka waktu yang terbatas, seperti Hak Gadai dan Hak
Usaha bagi hasil. Kepemilikan terhadap hak atas tanah hanya bersifat sementara saja.
Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 53 UUPA yang mengatur mengenai
hak-hak atas tanah yang bersifat sementara, yaitu:
1) Hak Gadai.
2) Hak Usaha Bagi Hasil.
3) Hak Menumpang.
4) Hak Menyewa atas Tanah Pertanian.22
Tata cara memperoleh hak atas tanah menurut Hukum Tanah Nasional adalah
sebagai berikut:
1. Permohonan dan pemberian hak atas tanah, jika tanah yang diperlukan berstatus
Tanah Negara.
2. Pemindahan Hak, jika:
a. Tanah yang diperlukan berstatus tanah hak ;
b. Pihak yang memerlukan tanah boleh memiliki hak yang sudah ada ;
c. Pemilik bersedia menyerahkan tanah.
3. Pelepasan hak yang dilanjutkan dengan permohonan dan pemberian hak atas
tanah, jika:
a. Tanah yang diperlukan berstatus tanah hak atau tanah hak ulayat suatu
masyarakat hukum adat ;
22 Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 64. Pendapat lain
b. Pihak yang memerlukan tanah tidak boleh memiliki hak yang sudah ada;
c. Pemilik bersedia menyerahkan tanahnya.
4. Pencabutan hak yang dilanjutkan dengan permohonan dan pemberian hak atas
tanah, jika:
a. Tanah yang diperlukan berstatus tanah hak;
b. Pemilik tanah tidak bersedia melepaskan haknya;
c. Tanah tersebut diperuntukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum
Dalam sistem KUHPerdata maupun dalam sistem UUPA kita kenal adanya
pengalihan sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak milik. Pengalihan ini
adalah salah satu kewajiban para pihak dalam suatu peristiwa hukum yang bertujuan
untuk mengalihkan hak milik atas suatu barang yang dilakukan diantara mereka.
Seperti yang telah dikemukakan bahwa di dalam KUHPerdata yaitu pada
Pasal 584 KUHPerdata dinyatakan bahwa ada lima cara untuk memperoleh hak milik
atas suatu kebendaan. Kelima cara tersebut antara lain adalah:
1. Pendakuan(toeegening)
Pendakuan ini dilakukan terhadap barang-barang yang bergerak yang belum
ada pemiliknya (res nullius). Contoh dari pendakuan ini yaitu yang terdapat di
dalam Pasal 585 KUHPerdata yaitu pendakuan dari ikan-ikan di sungai,
2. Ikutan(natrekking).
Hal ini diatur dalam Pasal 588 – Pasal 605 KUHPerdata. Yaitu cara
memperoleh benda karena benda itu mengikuti benda yang yang lain. Contoh dari
natrekkingini adalah: hak-hak atas tanaman, hak itu mengikuti tanah yang sudah
menjadi milik orang lain.
3. Lampaunya waktu(Verjaring).
Yaitu cara memperoleh hak milik atas suatu kebendaan karena lampaunya
waktu. Artinya pemilik yang lama dari benda tersebut tidak berhak lagi atas benda
tersebut karena jangka waktu kepemilikannya telah lewat waktu oleh hukum. hal
ini diatur dalam Pasal 610 KUHPerdata dan diatur lebih lanjut dalam buku
keempat KUHPerdata.
4. Pewarisan(erfopvolging)
Yaitu cara memperoleh hak milik atas suatu benda tidak bergerak karena
terluangnya atau jatuhnya warisan terhadap seseorang sehingga ia berhak atas
benda tersebut.
5. Pengalihan Dan Penyerahan(levering).
Ini adalah cara untuk memperoleh hak milik yang paling penting dan paling
sering terjadi di masyarakat. Yaitu cara memperoleh hak milik atas suatu
kebendaan dengan cara mengalihkan hak milik atas suatu kebendaan dari pemilik
Pasal 20 ayat 2 UUPA menyebutkan bahwa hak milik dapat beralih dan
dialihkan kepada pihak lain. Dengan kata lain, sifat milik pribadi ini walau dibatasi
oleh ketentuan Pasal 6 UUPA dapat dioperkan hanya kepada orang lain dengan hak
yang sama.
Umpamanya jika menjual, menghibah, tukar menukar, mewariskan, ataupun
memperoleh hak karena perkawinan/kesatuan harta benda, maka hak atas tanah yang
semula hak milik tetap akan menjadi hak milik. Hak milik adalah: “Hak turun
temurun, artinya hak itu dapat diwariskan berturut-turut tanpa perlu diturunkan
derajatnya ataupun hak itu menjadi tiada atau memohon haknya kembali ketika
terjadi perpindahan tangan.23
Hak milik merupakan hak yang terkuat dan terpenuh, namun hal ini berbeda
dengan hak eeigendom vide Pasal 571 KUHPerdata, di mana dikatakan bahwa hak
milik tersebut mutlak tidak dapat diganggu gugat. Hak milik menurut UUPA
mengandung arti bahwa hak ini merupakan hak yang terkuat, jika dibandingkan
dengan hak-hak atas tanah lainnya, seperti hak guna usaha, hak guna bangunan dan
lain-lain.
Luasnya hak milik juga meliputi tubuh bumi, air dan ruang angkasa yang ada
di atasnya, sebagai suatu penjelmaan dari ciri-ciri khas hukum adat yang menjadi
dasar hukum Agraria Nasional. Mengenai pertambangan diatur sendiri, yang artinya
bahwa untuk melakukan pertambangan di bumi memerlukan suatu izin khusus yang
dinamakan kuasa pertambangan. Dengan demikian hak milik ini masih ada
pembatasannya, meskipun dikatakan meliputi seluruh bumi dengan isinya.
Dalam pengalihan hak milik yang merupakan pelaksanaan dari perikatan yang
dimaksud, timbul persoalan apakah antara perbuatan hukum lanjutan tersebut dan
hubungan hukum yang menjadi dasarnya atau dengan kata lain apakah pengalihan itu
tergantung pada alas haknya ataukah merupakan hal yang terpisah satu sama lainnya.
Hubungan antara pengalihan dengan alas haknya ada dua ajaran yaitu ajaran
abstrak dan ajaran kausal (sebab akibat). Baik ajaran abstrak maupun ajaran kausal
sama-sama, menekankan bahwa sahnya suatu pengalihan bertujuan untuk
mengalihkan hak milik tersebut tergantung pada alas haknya harus tegas dinyatakan,
sedangkan menurut ajaran abstrak, maka penyerahan itu tidak perlu adanya titel yang
nyata, cukup ada alas hak atau titel anggapan saja.
Dari uraian di atas, terlihat hubungan jelas antara perjanjian obligatoir dari
perbuatan hukum yang bertujuan untuk mengalihkan hak milik atau benda tidak
bergerak dengan balik nama yang merupakan pengalihan hak milik itu sendiri.
Ditegaskan oleh R. Subekti, bahwa: menurut pendapat yang lazim dianut oleh para
ahli hukum dan hakim, dalam KUHPerdata berlaku apa yang dinamakan “kausal
stelsel” di mana memang sah tidaknya suatu pemindahan hak milik tergantung sah
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sahnya atau
tidaknya suatu balik nama tergantung pada sah atau tidaknya perjanjian obligatoir
yang menimbulkan hak dan kewajiban untuk menurut dan melaksanakan isi
perjanjian yang berupa pengalihan hak milik atas benda tidak bergerak tersebut. Di
atas telah disebutkan bahwa sah tidaknya suatu balik nama adalah tergantung pada
sah tidaknya perjanjian obligatoir, dengan demikian sah atau tidaknya perjanjian
obligatoir yang menyebabkan timbulnya suatu kewajiban untuk mengalihkan suatu
kepemilikan benda tidak bergerak, adalah merupakan syarat sahnya balik nama.
Selanjutnya untuk mengetahui sahnya perjanjian obligatoir, maka harus diketahui
pula tentang sah atau tidaknya perbuatan-perbuatan hukum yang menyebabkan
timbulnya kewajiban untuk mengalihkan benda tidak bergerak yang merupakan objek
dari perbuatan hukum tersebut. Jual beli, tukar menukar maupun penghibahan, adalah
merupakan suatu perbuatan hukum yang disebut perjanjian atau dengan istilah lain
“perikatan” dan oleh karena itu untuk sahnya suatu perbuatan hukum tersebut harus
memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian.
B. Cara-cara Pengalihan Hak Atas Tanah
Pengalihan hak atas tanah, yang dilakukan dengan cara jual beli, tukar
menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak
lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika
berarti setiap pengalihan hak milik atas tanah, yang dilakukan dalam bentuk jual beli,
tukar menukar atau hibah harus dibuat di hadapan PPAT. Jual beli, tukar menukar
atau hibah ini dalam konsepsi hukum adat adalah suatu perbuatan hukum yang
bersifat terang dan tunai. Dengan terang dimaksudkan bahwa perbuatan hukum
tersebut harus dibuat di hadapan pejabat yang berwenang yang menyaksikan
dilaksanakan atau dibuatnya perbuatan hukum tersebut.
Sedangkan dengan tunai diartikan bahwa dengan selesainya perbuatan hukum
dihadapan PPAT berarti pula selesainya tindakan hukum yang dilakukan dengan
segala akibat hukumnya. Ini berarti perbuatan hukum tersebut tidak dapat dibatalkan
kembali, kecuali terdapat cacat cela secara substansi mengenai hak atas tanah (hak
milik) yang dialihkan tersebut, atau cacat mengenai kecakapan dan kewenangan
bertindak atas bidang tanah tersebut.
Adapun yang menjadi syarat-syarat terjadinya pengalihan terhadap kebendaan
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pengalihan tersebut haruslah dilakukan oleh orang yang berhak untuk
mengalihkan kebendaan tersebut. Tidak selamanya pemilik suatu kebendaan
dapat diberikan hak untuk mengalihkan benda tersebut, hal ini dikarenakan suatu
hal misalnya saja pemilik suatu kebendaan di dalam keadaan pailit (failiet). Disini
ia merupakan pemilik suatu kebendaan tetapi dikarenakan keputusan pengadilan
yang mengatakan ia pailit maka ia tidak berhak untuk mengalihkan benda
Adapun sebaliknya orang tersebut tidak merupakan pemilik suatu
kebendaan tetapi ia berhak untuk melakukan pengalihan. Misalnya pandamer, di
mana pihak ini menerima barang gadaian dari pemilik benda tersebut sebagai
jaminan pelunansan hutangnya. Dalam hal ini ia tidak merupakan pemilik yang
sah dari suatu kebendaan, tetapi bila pihak yang berhutang dalam hal ini pemilik
yang sah dari benda itu ingkar janji atau wanprestasi maka pihak penerima gadai
dapat mengalihkan benda tersebut.
2. Pengalihan itu dilakukan secara nyata.
Artinya pengalihan itu harus benar-benar terjadi dan dilakukan secara nyata
dari tangan ke tangan. Melihat persyaratan tersebut di atas pengalihan terhadap
benda-benda bergerak cukup hanya melakukan penyerahannya begitu saja, tetapi
terhadap benda tidak bergerak, pencatatan benda tersebut ke dalam suatu akte sangat
penting untuk menetapkan keabsahan benda tersebut. Terhadap benda tidak bergerak,
di samping dengan pengalihan nyata, maka untuk mengalihkan hak milik atas barang
tidak bergerak tersebut harus dilakukan dengan pengalihan secara yuridis.
Bahwa Pasal 1682 BW menyatakan bahwa hibah terhadap barang tidak
bergerak harus dinyatakan dengan akta otentik. Bahwa hibah yang dilakukan
Tergugat I kepada Tergugat II tidak dilekatkan dalam suatu akta otentik sebagaimana
yang disyaratkan oleh Pasal 1682 KUHPerdata. Oleh karena tanah objek gugatan