• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi dan Jumlah Penduduk Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Dairi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi dan Jumlah Penduduk Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Dairi"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI

DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI KABUPATEN DAIRI

TESIS

Oleh

SWANTO SITAKAR

097018025/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012

S E K

O L

A H

P A

S C

A S A R JA

N

(2)

PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI

DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI KABUPATEN DAIRI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SWANTO SITAKAR

097018025/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH,

INVESTASI DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAIRI

Nama Mahasiswa : Swanto Sitakar Nomor Pokok : 097018025

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Rujiman, MA) (Dr. Jonni Manurung, MS Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Sa’ad Afifuddin, M.Ec) (Prof.Dr.Ir.A.Rahim Matondang, MSIE)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 12 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Dr. Rujiman, MA

Anggota : 1. Dr. Jonni Manurung, MS 2. Prof. Dr. Sya’ad Afifudin, M.Ec

(5)

PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

KABUPATEN DAIRI

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini adalah hasil karya saya

sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun. Sepanjang pengetahuan

saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan

oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan

dalam referensi. Dan apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan ini tidak

benar maka saya sanggup menerima hukuman/sanksi apapun sesuai peraturan

yang berlaku.

Medan, Agustus 2012 Penulis

(6)

PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI KABUPATEN ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah, investasi dan angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi.Pengumpulan data diperoleh dari data sekunder yang diperoleh dari BPS Kabupaten Dairi. Adapun data yang digunakan adalah data PDRB, pengeluaran pemerintah, investasi serta angkatan kerja. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel pengeluaran pemerintah dan angkatan kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi, sedangkan investasi mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi. Variabel yang mempunyai pengaruh positif dan signifikan tersebut mengindikasikan adanya peningkatan terhadap pertumbuhan ekonomi,sedangkan variabel yang berpengaruh positif dan tidak signifikan tersebut mengindikasikan kurangnya peranan terhadap pertumbuhan ekonomi pada α = 5%. Secara serempak (simultan) variabel yang digunakan berpengaruh signifikan pada α = 5% terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi.

(7)

EFFECT OF GOVERNMENT EXPENDITURES, INVESTMENTSON GROWTH AND WORK

FORCEDISTRICT ECONOMIC

ABSTRACT

The purpose of this study to analyze the effect of government spending, investment and labor force to economic growth in Dairi regency. Data collection was obtained from the secondary data obtained from the BPS Dairi. The data used is data GDP, government spending, investment and workforce. The model used in this research is econometric model with Ordinary Least Square method (OLS). The results of this study indicate that the variable expenditure and labor force have a positive and significant impact on economic growth Dairi, while investment has a positive and significant effect on economic growth Dairi. The variables that have a positive and significant effect, indicating an increase in economic growth, while the variables that have a positive and significant, indicating a lack of economic growth in the role of α = 5%. Simultaneously (simultaneous) use variables significant at α = 5% economic growth Dairi.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan hikmat dan

hidayah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

1. Bapak Dr. Rujiman, MA, sebagai Pembimbing I, dan Dr. Jonni Manurung,

MS, sebagai Pembimbing II, yang banyak memberikan arahan, bimbingan dan

dorongan pemikiran hingga tesis ini dapat selesai.

Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi dan Jumlah Penduduk Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Dairi ” sebagai tugas akhir pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan

bantuan selama proses penyelesaian tesis ini. Secara khusus, penulis haturkan

terima kasih kepada:

2. Bapak Prof.Dr.Sa’ad Afifudin ,M.Ec, selaku Ketua Program Studi Ekonomi

Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dengan

arif dan bijaksana dapat mengarahkan kami sehingga mampu menyelesaikan

pendidikan pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang,MSIE selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh staf pengajar dan

pegawai, khususnya pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pengajaran

dan bimbingan selama proses perkuliahan hingga penulis mampu

menyelesaikan studi ini.

4. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 17 yang telah sama-sama

berjuang dengan penulis, dalam menyelesaikan studi dan telah memberikan

banyak bantuan dan dukungan yang luar biasa.

5. Kedua orang tuaku Mardin Sitakar dan Nurti Boangmanalu, serta seluruh

(9)

dorongan moril dan materil hingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini

dengan baik.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar

nantinya dapat menjadi lebih baik dan sempurna. Akhirnya penulis memohon agar

Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis dan

semua pihak yang telah memberikan bantuannya selama ini.

Medan, Agustus 2012 Penulis,

(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Swanto Sitakar

Tempat / Tanggal Lahir : Sidikalang, 24 Mei 1987

Alamat : Jl. Air Bersih, Sidikalang Kab. Dairi

Pekerjaan : PNS

Status : Belum Menikah

Nama Orang Tua

Ayah

Ibu

: Mardin Sitakar

: Nurti Boangmanalu

Pendidikan

1. SD

2. SMP

3. SMA

4. D4

5. S2

: SD Negeri 2 Batang Beruh, Sidikalang

: SMP Negeri 3 Sidikalang

: SMA Negeri 1Sidikalang

: IPDN Jatinangor

(11)

DAFTAR ISI

2.3. Teori pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Pemerintah Versi Keynes ... 15

2.4. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern ... 17

2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi. . 18

2.6. Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 19

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 42

(12)

4.1.1. Luas dan Letak. ... 42

4.1.2. Keadaan Alam dan Topografi ... 42

4.1.3. Visi dan Misi Kabupaten Dairi ... 43

4.1.4. Perkembangan Perekonomian Kabupaten Dairi ... 44

4.1.5. Metode Pemecahan Data Insukrindo ... 45

4. 2. Deskripsi Variabel Penelitian ... 47

4.2.1. Perkembangan PDRB tahun 2004 : 1 Sampai tahun 2011 : 4 ... 48

4.2.2. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Tahun 2004 : 1 Sampai Tahun 2011 : 4 ... 50

4.2.3. Perkembangan Investasi Tahun 2004 : 1 Sampai Tahun 2011 : 4 ... 51

4.2.4. Perkembangan Angkatan Kerja Tahun 2004 : 1 Sampai Tahun 2011 : 4. ... 53

4. 3. Analisis Estimasi ... 56

4.3.1. Uji Kesesuaian (Goodness Of Fit) ... 56

4.3.2. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 58

4.4. Pembahasan ... 61

4.4.1. Pengeluaran Pemerintah ... 61

4.4.2. Investasi ... 62

4.4.3. Angkatan Kerja ... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

5.1. Kesimpulan ... 63

5.2. Saran. ... 63

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 1.1. Produk Domestik Regional Brutto atas Dasar Harga

Berlaku Kab. Dairi Menurut Lapangan Usaha Tahun

2002-2007 (Juta Rupiah) ... 4

4.1. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah, Perekonomian Dan Kependudukan Kabupaten Dairi Tahun 2003 Sampai dengan Tahun 2011 ... 45

4.2. Perkembangan PDRB Kabupaten Dairi Tahun Sampai Tahun 2011 (Ribu) ... 48

4.3. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Kabupaten Dairi 2004 : 1 Sampai Tahun 2011 : 4 ... 50

4.4. Perkembangan Investasi Kabupaten Dairi 2004 : 1 sampai dengan 2011 : 4. (Ribu) ... 52

4.5. Perkembangan Angkatan Kerja Kabupaten Dairi 2004 : 1 Sampai Dengan 2011 : 4. (Jiwa) ... 54

4.6. Hasil Estimasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Dairi ... 56

4.7. Hasil Estimasi Uji Multikolinieritas ... 59

4.8. Hasil Estimasi Uji Autokorelasi dengan LM Test... 60

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1. Model Pertumbuhan Solow. ... 12 2.2. Model Pertumbuhan Solow Dengan Perubahan Pada

Tingkat Tabungan ... 13 2.3. Model Pertumbuhan Solow dengan Perubahan Pada

Pertumbuhan iPenduduk ... 14 2.4.i Perpotongan Keynesian, Pergeseran ke atas dalam

Pengeluaran iPemerintah yang Direncanakan Sebesar ∆G

Meningkatkan Output iSebesar ∆G/(1-MPC). ... 15 2.5. Kerangka Konseptual. ... 33 4.1. Perkembangan PDRB Kabupaten Dairi Tahun 2004 : 1

2011 : 4 ... 49 4.2. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Kabupaten Dairi

Tahun 2004 : 1 Sampai Tahun 2011 : 4 ... 51 4.3. Perkembangan investasi Kabupaten Dairi Tahun 2004 : 1

Sampai Tahun 2011 : 4. ... 53 4.4. Perkembangan Angkatan Kerja Kabupaten Dairi Tahun

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Data Penelitian ... 67

2. Hasil Regresi ... 68

3. Uji Multikolinearitas ... 69

4. Uji Autokorelasi ... 70

(16)

PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI KABUPATEN ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah, investasi dan angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi.Pengumpulan data diperoleh dari data sekunder yang diperoleh dari BPS Kabupaten Dairi. Adapun data yang digunakan adalah data PDRB, pengeluaran pemerintah, investasi serta angkatan kerja. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel pengeluaran pemerintah dan angkatan kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi, sedangkan investasi mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi. Variabel yang mempunyai pengaruh positif dan signifikan tersebut mengindikasikan adanya peningkatan terhadap pertumbuhan ekonomi,sedangkan variabel yang berpengaruh positif dan tidak signifikan tersebut mengindikasikan kurangnya peranan terhadap pertumbuhan ekonomi pada α = 5%. Secara serempak (simultan) variabel yang digunakan berpengaruh signifikan pada α = 5% terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi.

(17)

EFFECT OF GOVERNMENT EXPENDITURES, INVESTMENTSON GROWTH AND WORK

FORCEDISTRICT ECONOMIC

ABSTRACT

The purpose of this study to analyze the effect of government spending, investment and labor force to economic growth in Dairi regency. Data collection was obtained from the secondary data obtained from the BPS Dairi. The data used is data GDP, government spending, investment and workforce. The model used in this research is econometric model with Ordinary Least Square method (OLS). The results of this study indicate that the variable expenditure and labor force have a positive and significant impact on economic growth Dairi, while investment has a positive and significant effect on economic growth Dairi. The variables that have a positive and significant effect, indicating an increase in economic growth, while the variables that have a positive and significant, indicating a lack of economic growth in the role of α = 5%. Simultaneously (simultaneous) use variables significant at α = 5% economic growth Dairi.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Dalam setiap perekonomian pemerintah perlu melakukan berbagai jenis

pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

pemerintah, membangun dan memperbaiki struktur, menyediakan fasilitas

pendidikan dan kesehatan dan membiayai anggota polisi dan tentara untuk

menjaga keamanan merupakan pengeluaran yang tidak terelakkan pemerintah

(Sukirno, 2004). Dengan kata lain, pemerintah memiliki kewajiban mutlak dalam

mengumpulkan sumber-sumber dana (penerimaan) untuk membiayai seluruh

pengeluaran yaitu pengeluaran rutin (belanja rutin) dan pengeluaran

pembangunan. Agar terwujud sasaran yang tepat dalam pengumpulan dana dan

pembiayaan maka pemerintah menyusun Anggaran Penerimaan dan Belanja

Negara (APBN). Untuk tingkat daerah dinamakan Anggaran Penerimaan dan

Belanja Daerah (APBD).

Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

Kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya

Undang-undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang-undang No. 25 Tahun 1999 yang

mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

perkembangannya kebijakan ini diperbaharui dengan dikeluarkannya

undang-undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-undang-undang No. 33 tahun 2004. Kedua

Undang-undang ini mengatur tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan

(19)

merupakan tantangan dan peluang bagi pemerintah daerah (pemda) dikarenakan

pemda memiliki kewenangan lebih besar untuk mengelola sumber daya yang

dimiliki secara efesien dan efektif.

Kebijakan desentralisasi ditujukan untuk mewujudkan kemandirian

daerah. Pemerintah daerah otonom mempunyai kewenangan untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar

aspirasi masyarakat (Undang-undang No. 32 Tahun 2004). Inti hakekat otonomi

adalah adanya kewenangan daerah, bukan pendelegasian.

APBD terdiri dari penerimaan dan belanja daerah. Sumber-sumber

penerimaan daerah yaitu pendapatan asli daerah, dana berimbang, dan penerimaan

lain-lain yang sah. Sumber pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan

daerah yang digali dalam daerah yang bersangkutan yang terdiri dari pajak daerah,

hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah atau sumbe daya alam

dan lain-lain pendapatan yang sah. Dana berimbang merupakan sumber

pembiayaan yang berasal dari bagian daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan, dan

penerimaan Sumber daya Alam serta Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi

Khusus.

Belanja daerah adalah belanja yang tertuang dalam APBD yang diarahkan

untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan

kemasyarakatan. Secara umum belanja daerah dapat dikategorikan ke dalam

pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin merupakan

belanja yang penggunaannya untuk membiayai kegiatan oprasional pemerintah

daerah. Pengeluaran pembangunan merupakan belanja yang penggunaannya

(20)

Dengan dikelolanya APBD oleh pemerintah daerah masing-masing tanpa

ada campur tangan pemerintah pusat dalam rangka perwujudan otonomi daerah

atau desentralisasi fiskal. Pemerintah daerah lebih leluasa untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi daerahnya untuk mensejahterakan masyarakat di

daerahnya. Pertumbuhan ekonomi dapat dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan

faktor non ekonomi. Faktor ekonomi seperti: sumber alam, akumulasi modal,

organisasi, kemajuan teknologi, pembagian tenaga kerja dan skala produksi.

Faktor non ekonomi seperti: sosial, manusia, politik dan admisnistratif.

Pertumbuhan ekonomi ini dapat diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDRB).

Dimana PDRB merupakan nilai tambah dari barang dan jasa yang dihasilkan

dalam satu periode biasanya satu tahun.

PDRB kabupaten dairi seperti yang disajikan pada tabel 1.1 disumbang

oleh beberapa sektor diantaranya pertanian, pertambangan dan penggalian,

industri, pengolahan listrik gas dan air bersih, bangunan, perdagangan,

pengangkutan dan komunikasi, keuangan persewaan dan jasa perusahaan serta

jasa–jasa. Berdasarkan tabel 1.1 sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar

bagi PDRB Kabupaten Dairi. Untuk meningkatkan pendapatan daerah maka

peranan sektor-sektor lain seharusnya juga bisa ditingkatkan misalnya dengan

meningkatakan proporsi pengeluaran pada sektor-sektor yang kontribusinya relatif

(21)

Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Brutto atas Dasar Harga Berlaku

1 an 1.023,125,75 1.048.318,68 1.105.959,81 1.159.009,48 1.194.240,72 1 229 018,89

2 Pertambangan

53.092,58 55.057,60 57.204,85 60 208,21

6 angan 175.452.26 183.64

8,72

196.940,55 211.734,47 229.248,25 252 396,36

7 ngkutan & Komunikasi

51.295.37 52.274,

25

55.903,44 59.237,66 63.123,01 67 968,04

8 Keuangan,

Persewaan & jasa perusahaan

16.482.75 17.538,

51

18.192,58 18.780,21 19.452,88 20 572,90

9 Jasa-Jasa 101.925.15 102.30

1.17

110.293,37 118.838,18 128.890,06 147 055,50

PDRB 1.429.422,28 1.465.7

81,05 1.551.234,58 1.634.143,37 1.704.131,24 1 789 802,45

Sumber: Dairi dalam angka tahun 2008

Peningkatan pengeluaan pemerintah dan investasi diharapkan dapat

meningkatkan keberimbangan antara sektor pertanian dan sektor lain yang

peranannya relatif kecil terhadapa PDRB Kabupaten Dairi.

Menurut Keynes dalam Deliarnov (2003), pemerintah perlu berperan

dalam perekonomian. Dari berbagai kebijakan yang dapat diambil Keynes lebih

sering mengandalkan kebijakan fiskal. Dengan kebijakan fiskal pemerintah bisa

mempengaruhi jalannya perekonomian. Langkah itu dilakukan dengan

menyuntikkan dana berupa pengeluaran pemerintah untuk proyek-proyek yang

(22)

meningkatkan output dan memberantas pengangguran, terutama pada situasi saat

sumber-sumber daya belum dimanfaatkan secara penuh.

Menurut Rostow dalam Jhingan (2007), yang menghubungkan

pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi. Pada tahap

awal perkembangan, rasio pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional

relatif besar. Hal ini dikarenakan pada tahap ini pemerintah harus menyediakan

berbagai sarana dan prasarana. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi,

investasi pemerintah harus tetap diperlukan guna memacu ppertumbuhan agar

dapat lepas landas. Sedangkan wagner mengukur perbandingan pengeluaran

pemerintah terhadap produk nasional. Wagner menanamkan hukum aktivitas

pemerintah yang selalu meningkat (Law of Ever Increasing State Activity).

Pengeluaran pemerintah daerah merupakan salah satu faktor lain yang

menetukan tingkat pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah yang terlalu

kecil akan merugikan pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah yang boros

akan menghambat pertumbuhan ekonomi tetapi pengeluaran pemerintah yang

proporsional akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Kabupaten Dairi merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Sumatera

Utara yang perekonomiannya lebih didukung oleh sektor pertanian. Pada tahun

2005 laju pertumbuhan atas dasar harga konstan Kabupaten Dairi sebesar 5,34

persen tahun 2006 laju pertumbuhan mengalami penurunan sebesar 4,28 persen

dan mengalami peningkatan di tahun 2007 sebesar 4,89 persen. Belanja

pemerintah daerah tahun 2005 untuk pengeluaran rutin sebesar Rp.

137.471.443.000..untuk pengeluaran pembangunan sebesar Rp. 61.579.937.000,

(23)

pengeluaran rutin sebesar Rp. 177.093.882.000. untuk pengeluaran pembangunan

sebesar Rp. 150.900.518.00, pada tahun 2007 belanja mengalami peningkatan,

pengeluaran rutin sebesar Rp. 200.121.000.000,. untuk pengeluaran pembangunan

sebesar Rp. 200.904.000.000.

Dalam rangka merealisasikan program pembangunan ekonomi Kabupaten

Dairi tentunya diperlukan tambahan modal (investasi) yang cukup untuk mencapai

pertumbuhan ekonomi yang telah ditargetkan, Investasi ini berdasarkan

sumbernya berasal dari investasi pemerintah dan swasta. Investasi pemerintah

tercantum dalam APBD belanja pembangunan baik yang bersumber dari APBD

II, APBD I, DAU, DAK dan dari penerimaan lainnya, investasi ini banyak

digunakan untuk membangun sarana dan prasarana umum. Investasi swasta

langsung digunakan pada kegiatan ekonomi produktif, investasi swasta dalam

bentuk PMA, PMDN serta investasi dari masyarakat lainnya.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membuat penelitian ini

dengan judul “Pengaruh Pengeluaran Rutin, Pengeluaran Pembangunan dan

Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Dairi”

1.2. Perumusan masalah

Adapun perumusan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini

adalah:

1. Bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan

ekonomi Kabupaten Dairi?

2. Bagaimana pengaruh investasi terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten

(24)

3. Bagaimana pengaruh angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi

Kabupaten Dairi?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap

pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi.

2. Untuk menganalisis pengaruh investasi daerah terhadap pertumbuhan

ekonomi Kabupaten Dairi.

3. Untuk menganalisis pengaruh angkatan kerja terhadap pertumbuhan

ekonomi Kabupaten Dairi.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi penulis yang berhubungan

dengan pertumbuhan ekonomi.

2. Sebagai bahan masukan atau bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam

mengambil keputusan atau menetapkan kebijakan tentang pertumbuhan

ekonomi.

3. Dapat digunakan sebagai bahan studi atau tambahan literatur bagi

mahasiswa/mahasiswi Sekolah Pasca Sarjana USU khususnya Magister

Ekonomi Pembangunan.

4. Sebagai bahan referensi dan informasi bagi peneliti yang ingin melakukan

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam

jangka panjang (Boediono, 1999 : 8). Pengertian tersebut mencakup tiga aspek,

yaitu : proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi

merupakan suatu proses, bukan gambaran ekonomi pada suatu saat.

Mencerminkan aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana

suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu.

Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita.

Dalam hal ini berkaitan dengan output total (GDP) dan jumlah penduduk, karena

output per kapita adalah output total dibagi dengan jumlah penduduk. Jadi proses

kenaikan output perkapita harus dianalisa dengan melihat apa yang terjadi dengan

output total disatu pihak, dan jumlah penduduk di pihak lain. Dengan perkataan

lain, pertumbuhan ekonomi mencakup pertumbuhan GDP total dan pertumbuhan

penduduk.

Aspek ketiga dari definisi pertumbuhan ekonomi adalah perspektif waktu

jangka waktu suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila

dalam waktu yang cukup lama (10, 20 atau 50 tahun, atau bahkan lebih lama lagi)

mengalami kenaikan output per kapita. Tentu saja dalam waktu tersebut bisa

terjadi kemerosotan output per kapita, karena gagal panen misalnya, tetapi apabila

(26)

kecenderungan menaik maka dapat kita katakan bahwa pertumbuhan ekonomi

terjadi.

Beberapa ekonom berpendapat bahwa adanya kecenderungan menaik bagi

output per kapita saja tidak cukup, tapi kenaikan output harus bersumber dari

proses intern perekonomian tersebut. Dengan kata lain proses pertumbuhan

ekonomi harus bersifat self-generating, yang berarti bahwa proses pertumbuhan

itu sendiri menghasilkan kekuatan bagi timbulnya kelanjutan pertumbuhan dalam

periode-periode selanjutnya.

2.2. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik

Teori pertumbuhan Solow-Swan telah dikategorikan sebagai teori

pertumbuhan neoklasik. Model pertumbuhan Solow dirancang untuk

menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan

kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana

pengaruhnya terhadap output barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan

(Mankiw, 2007). Dalam model ini, pertumbuhan ekonomi jangka panjang

ditentukan secara exogen, atau dengan kata lain ditentukan di luar model. Model

ini memprediksi bahwa pada akhirnya akan terjadi konvergensi dalam

perekonomian menuju kondisi pertumbuhan steady-state yang bergantung hanya

pada perkembangan teknologi dan pertumbuhan tenaga kerja. Dalam hal ini,

kondisi steady-state menunjukkan equilibrium perekonomian jangka panjang

(27)

Asumsi utama yang digunakan dalam model Solow adalah bahwa modal

mengalami diminishing returns. Jika persediaan tenaga kerja dianggap tetap,

dampak akumulasi modal terhadap penambahan output akan selalu lebih sedikit

dari penambahan sebelumnya, mencerminkan produk marjinal modal (marginal

product of capital) yang kian menurun Jika diasumsikan bahwa tidak ada

perkembangan teknologi atau pertumbuhan tenaga kerja, maka diminishing return

pada modal mengindikasikan bahwa pada satu titik, penambahan jumlah modal

(melalui tabungan dan investasi) hanya cukup untuk menutupi jumlah modal yang

susut karena depresiasi. Pada titik ini perekonomian akan berhenti tumbuh, karena

diasumsikan bahwa tidak ada perkembangan teknologi atau pertumbuhan tenaga

kerja.

Pertumbuhan ekonomi menurut model pertumbuhan Solow dirancang

untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan

angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta

bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa menuju pertumbuhan

steady-state yang bergantung hanya pada perkembangan teknologi dan

pertumbuhan tenaga kerja.

Kenaikan tingkat tabungan akan mengarah ke tingkat pertumbuhan

ekonomi output yang tinggi hanya jika kondisi steady-state dicapai. Saat

perekonomian berada pada kondisi steady-state, tingkat pertumbuhan output per

pekerja hanya bergantung pada tingkat perkembangan teknologi. Hanya

perkembangan teknologi yang bisa menjelaskan peningkatan standar of living

(28)

Model solow diawali dari fungsi produksi Y/L = F(K/L) dan dituliskan

sebagai y = f(k), dimana y = Y/L dan k = K/L produksi ini menunjukkkan bahwa

jumlah output per pekerja (Y/L) adalah fungsi dari jumlah modal per pekerja

(K/L) fungsi produksi mengasumsikan diminishing return terhadap modal yang

mencerminkan dari kemiringan dari fungsi produksi tersebut. Kemiringan fungsi

produksi menggambarkan produk marjinal modal (marginal product of capital)

yang menggambarkan banyaknya output tambahan yang dihasikan seorang

pekerja ketika mendapatkan satu unit modal tambahan ( Mankiw, 2007). Model

solow secara matematis sebagai berikut :

Δk = sf (k)-(n+ δ+g)k (2.1)

dimana :

y = f(k) = F(K/L)

n = tingkat pertumbuhan penduduk

δ = depresiasi

k = modal per pekerja = K/L

y = output per pekerja = Y/L

s = tingkat tabungan

g = tingkat perkembangan teknologi yang mengoptimalkan tenaga kerja

Pada model Solow tanpa perkembangan teknologi, perubahan modal per

pekerja ditentukan oleh tiga variabel berikut, yaitu investasi (s), pertumbuhan

penduduk (n) dan depresiasi atau penyusutan (δ).

(29)

sf(k) = (n + δ+ g) k (2.2)

Pada kondisi steady-state, output per tenaga kerja dan konsumsi per tenaga

kerja masing- masing adalah

)

Pada kondisi golden-rule, diketahui bahwa produk marginal modal per

tenaga kerja adalah

k g n

MPK =( +δ + )

Secara grafik, model pertumbuhan solow( tanpa perkembangan teknologi)

Sumber: N.Gregory Mankiw ( MakroEkonomi edisi delapan )

Gambar 2.1. Model Pertumbuhan Solow y,i

k (n + δ+ g) k

(30)

Jika sf (k) > (n+ δ+g)k , atau jika tabungan lebih besar daripada tingkat pertumbuhan penduduk ditambah tingkat depresiasi dan kemajuan teknologi,

maka modal per pekerja (k) akan naik. Kondisi ini dikenal sebagai capital

deepening. Sementara capital widening merujuk pada kondisi saat modal

meningkat pada tingkatan yang hanya cukup untuk mengimbangi pertumbuhan

penduduk dan depresiasi.

Pada kondisi steady-state, output per pekerja adalah konstan. Namun

demikian, output total tumbuh dengan kecepatan sama dengan pertumbuhan

penduduk, yaitu n. Apabila modal per pekerja lebih kecil dari modal pekerja

steady- state atau tabungan lebih besar dari modal yang dibutuhkan maka modal

per pekerja naik menuju modal per pekerja steady state.

Ini menunjukkan capital deepening dan mendorong peningkatan output

per pekerja. Apabila modal per pekerja lebih besar dari modal per pekerja steady

state atau tabungan lebih kecil dari modal yang dibutuhkan maka modal per

pekerja turun menuju modal per pekerja steady-state.

.

Sumber: N.Gregory Mankiw ( MakroEkonomi edisi delapan )

(31)

Apabila tingkat tabungan (s) naik maka modal per pekerja steady-state

naik. Peningkatan modal per pekerja (k) akan meningkatkan output per tenaga

kerja (y) dan konsumsi per pekrja (c).

Sumber: N.Gregory Mankiw ( MakroEkonomi edisi delapan )

Gambar 2.3. Model Pertumbuhan Solow dengan Perubahan pada Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk pada grafik diatas, kenaikan tingkat pertumbuhan

penduduk dari n ke n1 menghasilkan garis capital widening baru (n1+d). Kondisi

steady-state tingkat per pekerja yang lebih rendah dibandingkan kondisi

steady-state awal titik B, memiliki tingkat modal per pekerja yang lebih rendah

dibandingkan kondisi steady-state awal di titik A. Model Solow memprediksi

bahwa perekonomian dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi

akan memiliki tingkat modal per pekerja yang lebih rendah dan karenanya

pendapatan yang lebih rendah pula.

Ada dua masalah dalam perhitungan besarnya perbedaan pendapatan

berdasarkan perbedaan modal. Pertama , perbedaan modal yang dibutuhkan

adalah terlalu besar. Tidak ada bukti mengenai perbedaan pada stok modal.

Kenyataan bahwa rasio modal-output adalah konstan terhadap waktu. Kedua,

(32)

kerja efektif akan berimplikasi pada keragaman yang sangat besar pada tingkat

pengembalian terhadap modal. Jika pasar bersifat kompetitif, tingkat

pengembanlian terhadap modal adalah sama dengan produk marginal, f(k)

dikurangi depresiasi.

2.3. Teori Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Pemerintah Versi Keynes Teori yang membahas mengenai hubungan pengeluaran pemerintah

dengan pertumbu- han ekonomi diuraikan panjang lebar dalam The General

Theory Keynes. Teori ini menguraikan bahwa pendapatan total perekonomian

dalam jangka pendek, sangat ditentukan oleh keinginan rumah tangga,

perusahaan dan pemerintah untuk membelanjakan pendapatannya. Untuk

memodelkan pandangan Keynesian mengenai pengaruh pengeluaran pemerintah

terhadap pertum- buhan ekonomi ini diilustrasikan dengan pemodelan yang

disebut perpotongan Keynesian (Mankiw, 2007), seperti yang ditunjuk- kan

pada gambar 1.

(33)

Besarnya kenaikan output sebagai dampak dari kenaikan pengeluaran

peme- rintah disebut pengganda pembelian peme- rintah (Government purchases

multiplier) yang diukur dengan rasio ∆Y/∆G. Implikasi dari perpotongan Keynesian adalah bahwa kenaikan output (∆Y) lebih besar dari kenaikan pengeluaran pemerintah (∆G), hal ini di sebabkan karena adanya efek berantai yang ditimbulkan dari peningkatan penge- luaran pemerintah. Proses ini bermula

dari perubahan awal pengeluaran pemerintah sebesar ∆G meningkatkan output ∆Y sebesar ∆G, peningkatan output atau pendapatan ini selanjutnya meningkatkan konsumsi masya- rakat sebesar MPC x ∆G, di mana MPC (Marginal Propensity to Consume) adalah kecenderungan mengkonsumsi marginal. Kenaikan dalam

pendapatan yang kedua ini sekali lagi meningkatkan konsumsi sekarang sebesar

MPC x (MPC x ∆G) dan seterusnya, sehingga angka pengganda ini merupakan seri geometri tidak terhingga. Secara aljabar pengganda pemerintah ini dapat

dituliskan:

Selanjutnya menurut (Loizides,et,al, 2005) menunjukkan bahwa

pertumbuhan substansial dari besaran pengeluaran pemerintah baik di negara maju

maupun pada negara berkembang ini sejak Perang Dunia II, dan pengaruhnya

(34)

menjadi subyek penelitian. Di sisi lain, studi pembiayaan publik telah diarahkan

untuk mengidentifikasikan penye- bab pertumbuhan sektor publik. Hukum

Wagner mengenai pengeluaran publik adalah salah satu usaha paling awal yang

menekankan pertumbuhan ekonomi sebagai determinan mendasar dari

pertumbuhan sektor publik. Sejumlah studi menemukan hubungan positif yang

nyata antara pertumbuhan sektor publik dan pertumbuhan ekonomi hanya untuk

negara berkembang tetapi bukan pada negara maju, yang lainnya malahan

melaporkan hubungan negatif antara pembe- lanjaan pemerintah dan GNP.

2.4. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern

Meliputi teori pertumbuhan Rostow, Kuznet, dan Teori Harrod-Domar.

Menurut Rostow (dalam Suryana, 2000 : 60) pembangunan ekonomi adalah suatu

transformasi suatu masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern, melalui

tahapan: masyarakat tradisional, prasyarat lepas landas, lepas landas, tahap

kematangan dan masyarakat berkonsumsi tinggi.

Kuznet (dalam Suryana, 2000 : 61) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi

sebagai kemampuan jangka panjang untuk menyediakan berbagai jenis barang

ekonomi yang terus meningkat kepada masyarakat. Kemampuan ini tumbuh atas

dasar kemajuan teknologi, institusional dan ideologis yang diperlukannya.

Harrod-Domar (dalam Suryana, 2000 : 62) mengembangkan analisa

Keynes yang menekankan tentang perlunya penanaman modal dalam menciptakan

pertumbuhan ekonomi. Setiap usaha ekonomi harus menyelamatkan proporsi

tertentu dari pendapatan nasional yaitu untuk menambah stok modal yang akan

(35)

ekonomi yang langsung antar besarnya stok modal ( C ) dan jumlah produksi

nasional ( Y ).

COR S

Growth=

(2.8)

dimana :

Growth = Pertumbuhan

S = Saving

COR = Capital Output Ratio

2.5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor, faktor

ekonomi dan non ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara tergantung pada

sumber alamnya, sumberdaya manusia, modal, usaha, teknologi dan sebagainya.

Semua itu merupakan faktor ekonomi. Namun pertumbuhan ekonomi tidak

mungkin terjadi selama lembaga sosial, kondisi politik, dan nilai-nilai moral

dalam suatu bangsa tidak menunjang. Di dalam pertumbuhan ekonomi, lembaga

sosial, sikap budaya, nilai moral, kondisi politik dan kelembagaan merupakan

faktor non ekonomi.

Para ahli ekonomi menganggap faktor produksi sebagai kekuatan utama

yang mempengaruhi pertumbuhan. Laju pertumbuhan ekonomi jatuh atau

bangunnya merupakan konsekuensi dari perubahan yang terjadi di dalam faktor

produksi tersebut. Beberapa faktor ekonomi yang turut mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi adalah: sumber daya alam, akumulasi modal, organisasi,

(36)

Faktor-faktor non ekonomi bersama-sama faktor ekonomi saling

mempengaruhi kemajuan perekonomian. Faktor non ekonomi juga memiliki arti

penting di dalam pertumbuhan ekonomi. Beberapa faktor non ekonomi yang

mempengaruhi pertumbuhan terdiri dari :

1. Faktor Sosial. Faktor sosial dan budaya juga mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi.

2. Faktor Manusia. Sumber Daya Manusia merupakan faktor penting dalam

pertumbuhan ekonomi.

3. Faktor Politik dan Administratif. Struktur politik dan administrasi yang lemah

merupakan penghambat besar bagi pembangunan ekonomi negara terbelakang.

Menurut Nurkse (dalam Jhingan, 1995 : 93) : “Pembangunan ekonomi

berkaitan dengan peranan manusia, pandangan masyarakat, kondisi politik, dan

latar belakang histories”. Didalam Pertumbuhan ekonomi, faktor sosial, budaya,

politik dan psikologis adalah sama pentingnya dengan faktor ekonomi.

2.6. Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Data ekonomi merupakan sumber informasi sistematik untuk dapat

mengukur sejauhmana perkembangan aktivitas ekonomi suatu negara. Suatu data

yang akurat diharapkan dapat menggambarkan suatu kondisi statistik

perekonomian. Statistik ini digunakan oleh para ahli ekonomi untuk mempelajari

perekonomian dan oleh para pengambil keputusan untuk mengawasi

(37)

Dalam konsep dasar ekonomi makro indikator yang digunakan dalam

mengukur pertumbuhan ekonomi, adalah produk domestik bruto (PDB). Produk

Domestik Bruto (PDB) adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir

yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu (Mankiw,

2006: 19).

Dalam konsep regional Produk Domestik Bruto dikenal sebagai Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB merupakan indikator ekonomi makro

suatu daerah, yang menggambarkan ada atau tidaknya perkembangan

perekonomian daerah. Dengan menghitung PDRB secara teliti dan akurat baik

atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan dapat diambil beberapa

kesimpulan mengenai keberhasilan pembangunan di suatu daerah, yang

memperlihatkan laju pertumbuhan ekonomi yang mewakili peningkatan produksi

di berbagai sektor lapangan usaha yang ada (Saggaf, 1999: 15).

Berdasarkan rumusan pengertian di atas, maka dalam konsep regional,

pertumbuhan ekonomi daerah adalah angka yang ditunjukkan oleh besarnya

tingkat pertumbuhan produk domestik regional bruto suatu daerah yang diukur

atas dasar harga konstan. Bagi suatu daerah provinsi, kabupaten/kota gambaran

PDRB yang mencerminkan adanya laju pertumbuhan ekonomi dapat dilihat

dalam data sektor- sektor ekonomi yang meliputi pertanian, pertambangan dan

penggalian, industri pengolahan, listrik gas dan air bersih, bangunan, perdagangan

hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan persewaan dan

jasa perusahaan dan jasa- jasa lainnya. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari

data konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal bruto,

(38)

daearah dirumuskan sebagai berikut:

PED = Pertumbuhan Ekonomi Daerah Yt

Y

= Produk Domestik Regional Bruto Periode Tertentu

t -1

Keseimbangan pendapatan daerah tanpa ekspor impor dirumuskan oleh persamaan

:

= Produk Domestik Regional Bruto Periode Sebelumnya

Y = C + I + G (2.10)

Pengeluaran atau pembelian pemerintah daerah (G) dibiayai oleh penerimaan

pemerintah daerah, yaitu pajak (T) setelah dikurangi transfer (Tr). Penerimaan

pajak oleh pemerintah daerah akan mengurangi konsumsi (C), namun pemberian

transfer (Tr) akan menambah konsumsi, sehingga konsumsi merupakan fungsi

dari pendapatan, pajak dan transfer, yaitu:

C = C (Y-T + Tr) (2.11)

Substitusi persamaan (2.11) ke (2.10) akan menghasilkan keseimbangan

pendapatan daerah, yaitu:

Y = C ( Y - T + Tr ) + I + G (2.12)

(39)

serta pemberian transfer (Tr) terhadap pendapatan daerah ditunjukkan melalui

proses multiplier belanja atau pembelian pemerintah dan penerimaan pemerintah,

yaitu:

Dalam konsep ekonomi makro dC/dY disebut Marginal Propensity to Consume

(MPC), sehingga:

Dari persamaan (2.14) ditunjukkan bahwa peningkatan penerimaan atau

pendapatan pemerintah (T) akan menurunkan pendapatan daerah, akan tetapi

sebaliknya peningkatan transfer dan peningkatan belanja atau pembelian

pemerintah akan meningkatkan pendapatan daerah.

Nilai dari - MPC/MPS disebut multiplier penerimaan atau pendapatan

pemerintah dan 1/MPS disebut multiplier belanja atau pembelian pemerintah dan

investasi. Analog dengan keseimbangan pendapatan nasional, keseimbangan

(40)

daerah dan belanja pemerintah daerah. Pendapatan daerah dibedakan menjadi

Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan Transfer (PT), Lain-lain Pendapatan

Daerah yang Sah (LPYS). Sedangkan belanja daerah (BD) adalah alokasi belanja

yang bersumber dari pendapatan daerah yang diyakini langsung mempengaruhi

PDRB.

Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa kinerja keuangan daerah

digambarkan oleh realisasi pendapatan daerah dan realisasi belanja daerah. Dari

rumusan pendapatan nasional diketahui bahwa peningkatan pendapatan daerah

akan menurunkan PDRB, sehingga peningkatan realisasi PAD akan menurunkan

PDRB. Sedangkan peningkatan realisasi anggaran belanja daerah akan

meningkatkan PDRB. Dengan kata lain, jika realisasi pendapatan daerah lebih

besar dari realisasi belanja maka PDRB turun. Sebaliknya jika realisasi

pendapatan lebih rendah dari realisasi belanja daerah maka PDRB akan naik.

Pengaruh tingkat capaian belanja daerah terhadap PDRB adalah positif, di mana

realisasi belanja daerah yang makin tinggi teralokasi terhadap 9 (sembilan)

sektor ekonomi akan dapat memacu pertumbuhan masing-masing sektor

ekonomi tersebut.

Menurut hukum wagner, dalam suatu perekonomian apabila pendapatan

perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat

(Mangkoesoebroto, 2001 : 173). Hukum tersebut dapat dirumuskan sebagai

(41)

Keterangan :

GpC : Pengeluaran pemerintah per kapita

YpC : Produk atau pendapatan nasional per kapita

t : indeks waktu (tahun)

Menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah

selalu meningkat, yaitu : tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan

pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi

pertumbuhan ekonomi, perkembangan demografi, dan ketidakefisienan birokrasi

yang mengiringi perkembangan pemerintah (Dumairy, 1996 : 162).

Menurut Peacock dan Wiseman, perkembangan ekonomi menyebabkan

pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tariff pajak tidak berubah,

dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga

semakin meningkat.

2.6.1. Komponen Pendapatan dan Belanja Daerah

Secara garis besar pengelolaan keuangan daerah meliputi 2 (dua) bidang

pokok, yaitu pengelolaan pendapatan daerah dan pengelolaan belanja

daerah. Sumber-sumber pendapatan daerah meliputi Pendapatan Asli Daerah

(PAD), Pendapatan Transfer dan Lain-lain Pendapatan yang Sah. Sedangkan

belanja daerah menurut sasaran alokasinya terdiri dari belanja operasi, belanja

modal dan belanja tak terduga. Komponen-komponen Pendapatan Daerah adalah

terdiri dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan

(42)

Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan oleh Bendahara Umum

Daerah (BUD) yang berasal dari potensi asli daerah yang bersangkutan sesuai

kewenangan daerah tersebut. Penerimaan tersebut akan menambah ekuitas dana

lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan menjadi hak

pemerintah daerah serta tidak perlu dibayar kembali. Sumber-sumber Pendapatan

Asli Daerah berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan dan Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Selanjutnya menurut

Pasal 6 ayat (2) Undang- Undang tersebut di atas, lain-lain pendapatan asli daerah

yang sah adalah meliputi hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, jasa

giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata

uang asing, komisi potonga ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan

dan atau pengadaan barang dan atau jasa oleh daerah.

Dana perimbangan adalah penerimaan daerah dalam bentuk pendapatan

transfer yaitu pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah yang bersumber dari

transfer pemerintah atasan yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.

Pendapatan ini meliputi Dana Bagi Hasil (DBH) pajak, Dana Bagi Hasil

Sumber Daya Alam (DBH-SDA), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi

Khusus (DAK).

Lain-lain Pendapatan yang Sah adalah pendapatan yang bersumber

dari Pendapatan hibah, Pendapatan dana darurat dan Pendapatan lainnya. Namun

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar

Akuntansi Pemerintahan pada Lampiran IVc diuraikan bahwa keseluruhan jenis

(43)

dikelompokkan menjadi:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari pajak daerah, retribusi

daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain

pendapatan asli daerah yang sah;

2. Pendapatan transfer yang terdiri dari pendapatan transfer dari pemerintah

pusat (dana perimbangan) yang terdiri dari DBH-SDA, DAU dan DAK,

transfer pemerintah pusat lainnya (dana otonomi khusus dana

penyesuaian); transfer pemerintah provinsi yang terdiri dari pendapatan bagi

hasil pajak dan pendapatan bagi hasil lainnya;

3. Lain-lain pendapatan yang sah yang terdiri dari pendapatan hibah,

pendapatan dana darurat dan pendapatan lainnya.

Sedangkan komponen belanja daerah menurut Undang-Undang Nomor 33

Tahun 2004 adalah terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung.

Belanja tidak langsung adalah belanja yang tidak terikat langsung dengan program

dan kegiatan yang dipergunakan untuk mendanai belanja pegawai, belanja

barang, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, bagi hasil kepada provinsi,

kabupaten/ kota dan pemerintah desa dan belanja tak terduga Belanja langsung

adalah belanja yang terikat langsung dengan program dan kegiatan yang

digunakan untuk membiayai belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan belanja

modal.

Dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang

Standar Akuntansi Pemerintahan keseluruhan jenis belanja daerah tersebut di atas

dikonversi dalam penyajian laporan keuangan dikelompokkan menjadi belanja

(44)

1. Belanja operasi yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja

bunga, belanja subsidi, belanja hibah dan belanja bantuan.

2. Belanja modal yang terdiri dari belanja tanah, belanja peralatan dan

mesin, belanja gedung dan bangunan, belanja jalan irigasi dan jaringan,

belanja aset tetap lainnya dan belanja aset lainnya.

3. Belanja tak terduga adalah belanja yang dianggarkan untuk mendanai

kegiatan yang sifatnya darurat dan belum dapat diperkirakan sebelumnya.

4. Belanja transfer/bagi hasil ke desa yang meliputi bagi hasil pajak, bagi

hasil retribusi, bagi hasil pendapatan lainnya.

Reformasi dalam pengelolaan anggaran daerah adalah merupakan

kebutuhan mendesak yang perlu dilakukan mengingat anggaran daerah sebagai

rencana kerja pemerintah daerah dalam bentuk uang (rupiah) dalam periode

tertentu (satu tahun), selama ini belum mampu memberikan hasil secara optimal.

Hal ini disebabkan karena selama ini anggaran daerah lebih merupakan instrumen

pembinaan pemerintah atasan kepada pemerintah di bawahnya. Namun demikian

di era reformasi, memang telah terlihat adanya perubahan yang mendasar dalam

peran dan fungsi anggaran daerah seiring dengan pemberlakuan Undang-Undang

No. 32 dan 33 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Dengan reformasi ini diharapkan anggaran daerah mampu memainkan perannya

sebagai instrumen kebijakan dan instrumen manajemen bagi pemerintah daerah.

Menurut Jones (1996), sebagai instrumen kebijakan, anggaran daerah

menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas

(45)

optima difungsikan sebagai alat untuk menentukan besar pendapatan dan

pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan,

otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan

ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para

pegawai dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja.

Berdasarkan Organisasi Komunitas Perpustakaan Online Indonesia

(diakses tanggal 18 Agustus 2010) dijelaskan bahwa kebijakan fiskal adalah suatu

kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk

menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran

pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur

jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan

pendapatan dan belanja pemerintah. Instrumen kebijakan fiskal adalah

penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak.

Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh

pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat

akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan

sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta

menurunkan output industri secara umum. Oleh karena itu ada 3 (tiga) bentuk

kebijakan anggaran/politik anggaran yang dapat dilakukan sesuai kondisi

perekonomian daerah, yaitu:

1. Anggaran defisit (defisit budget) atau disebut juga kebijakan fiskal

ekspansif yaitu suatu bentuk kebijakan pemerintah untuk membuat

pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada

(46)

sedang resesif.

2. Anggaran surplus (surplus budget) atau disebut juga kebijakan fiskal

kontraktif yaitu suatu bentuk kebijakan pemerintah untuk membuat

pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Sebaiknya politik

anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang

ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan

permintaan.

3. Anggaran berimbang (balanced budget), yaitu suatu bentuk

kebijakan anggaran di mana pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar

dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya

kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.

Uraian di atas menunjukkan bahwa kebijakan fiskal adalah kebijakan

yang tidak terlepas dari kebijakan anggaran dengan titik berat pada kebijakan

penerimaan dan pengeluaran. Dari sisi kebijakan penerimaan misalnya, selain

upaya meningkatkan PAD, pemerintah daerah juga diharapkan mampu mengelola

seluruh pendapatan dan pengeluaran atau belanja daerahnya. Hal ini dapat

dinyatakan sebagai suatu prestasi dan merupakan salah satu ukuran kinerja

pemerintah daerah tersebut. Ukuran kinerja dari sisi ini dilihat dengan

membandingkan antara rencana atau target pendapatan maupun pengeluaran atau

(47)

2.7. Penelitian Sebelumnya

Siti Aisyah Tri Rahayu (2000). Dalam penelitiannya tentang pertumbuhan

ekonomi di Indonesia, menyebutkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi di suatu

daerah (ΔY) merupakan fungsi dari laju pertumbuhan angkatan kerja (ΔL), rasio

investasi swasta PMA dan PMDN yang disetujui terhadap PDRB (IP), rasio

investasi pemerintah daerah terhadap PDRB (IG), rasio pengeluaran/konsumsi

pemerintah (belanja rutin) daerah terhadap PDRB ((G/Y) ΔG) dan rasio

penerimaan pemerintah daerah yang berasal dari pajak daerah dan penerimaan

non pajak terhadap PDRB (R/Y).

Arief Hadiono (2001) Dalam penelitiannya tentang pertumbuhan ekonomi

di propinsi Jawa Tengah menggunakan data polling sampel populasi kab/kota di

Jateng selama tahun 1994-1998 menyebutkan bahwa output suatu daerah (PDRB)

merupakan fungsi dari investasi pemerintah, penyerapan tenaga kerja dan sarana

angkutan umum.

Devarajan, Swaroop dan Zou (1996) mengemukakan bahwa di 43 negara

berkembang selama 20 tahun menunjukkan peningkatan pengeluaran rutin dan

mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,

sebaliknya pengeluaran pembangunan menunjukkan pengaruh yang negatif

terhadap pertumbuhan ekonomi.

Fadilah (2004) menemukan Pertumbuhan ekonomi tahun 2003 tumbuh 4,1

%, meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun lalu yang tercatat sebesar 3,7 %.

Seluruh komponen permintaan tumbuh positif, sehingga kontribusi komponen–

komponen tersebut dalam pertumbuhan ekonomi juga meningkat.iSementara

(48)

perannya sebagai penggerak perekonomian relatif masih terbatas. Pertumbuhan

Ekonomi di negara Indonesia, tidak dapat dilepaskan dari perubahan-perubahan

yang terjadi pada sistem perekonomian dunia. Liberalisasi perdagangan dan

globalisasi ekonomi telah mempercepat laju pertumbuhan negara-negara tersebut.

Perubahan tersebut yang disertai teknologi dan telekomunikasi telah mendorong

berkurangnya hambatan hambatan lalu lintas barang dan modal antar negara.

Hanum (2004) yang menggunakan metode OLS ( Ordinary Least Square)

antara lain menemukan bahwa untuk variabel pengeluaran pemerintah memiliki

pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam.

Mulatip dan Brodjonegoro (2004) dalam jurnal yang berjudul ”Determinan

Pertumbuhan Kota di Indonesia”. Dalam penelitian tersebut variabel yang

digunakan antara lain yaitu, pertumbuhan kota sebagai variabel terikat. Sebagai

variabel bebas yang digunakan yaitu, kepadatan penduduk, urbanisasi (primacy)

dan lokalisasi (proporsi manufaktur), pendapatan dan pengeluaran pemerintah,

dan tingkat pendidikan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kepadatan penduduk

berpengaruh secara negatif terhadap pertumbuhan kota. Urbanisasi (primacy) dan

lokalisasi (proporsi manufaktur) secara positif mempengaruhi pertumbuhan kota.

Sedangkan pendapatan dan pengeluaran pemerintah secara agregat dan tidak

signifikan mempengaruhi pertumbuhan kota. Tingkat pendidikan penduduk

sebagai faktor kunci dalam pertumbuhan, berkorelasi positif dengan pertumbuhan

kota. Kondisi ini menjelaskan pentingnya peran human capital baik pada level

(49)

Ananta (2006) mengidentifikasi terhadap faktor determinan pertumbuhan

ekonomi di suatu wilayah Propinsi Jawa Tengah. Studi ini menggunakan metode

penelitian deduktif kuantitatif dengan menggunakan Path Analysis. Hasil studi ini

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan model diagram jalur

sebelum krisis (1993-1996), saat krisis (1997-1999) dan setelah terjadi krisis

(2000-2005). Pada periode analisis sebelum krisis faktor-faktor yang signifikan

berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Jawa

Tengah adalah jumlah penduduk (1,01); teknologi (0,36); dan infrastruktur (0,27)

dengan tingkat signifikansi 10%. Sedangkan variable tingkat pendidikan

berpengaruh tidak langsung sebesar (0,27) melalui variable teknologi. Pada saat

krisis faktor yang signifikan berpengaruh langsung adalah teknologi (0,49),

sedang tingkat pendidikan (0,17) berpengaruh tidak langsung dan pada tingkat

signifikansi 5%. Sementara setelah krisis faktor yang berpengaruh langsung

adalah jumlah penduduk (0,96); teknologi (0,33); infrastruktur (0,32); dan

investasi (0,31), sedangkan tingkat pendidikan berpengaruh secara tidak langsung

(0,17) melalui teknologi pada tingkat signifikansi 10%. Variabel jumlah penduduk

menjadi faktor dominan yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Provinsi

Jawa Tengah, terutama untuk penduduk yang tinggal di perkotaan. Hal ini

disebabkan karena terkait dengan terjadinya aglomerasi di kota-kota besar.

Penduduk dan proses produksi ekonomi menumpuk di daerah perkotaan. Di sisi

lain, penduduk perkotaan diuntungkan dengan adanya aglomerasi sehingga

cenderung memiliki tingkat kesejahteraan yang baik dan menyebabkan tingkat

konsumsi lebih tinggi. Sementara proses produksi sendiri diuntungkan dengan

(50)

2.8. Kerangka Konseptual

Dalam kerangka pemikiran perlu dijelaskan secara teoritis antara variabel

bebas dan variabel terikat. Berdasar pada uraian sebelumnya maka kerangka

pemikiran peneliti dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi (sebagai

variabel terikat) yang dipengaruhi oleh pengeluaran rutin, pengeluaran

pemerintah, dan investasi.

Gambar 2.5. Kerangka konseptual

2.9. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan kajian empiris yang telah dilakukan

sebelumnya, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:

1. Pengeluaran pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan

ekonomi Kabupaten Dairi.

2. Investasi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi.

3. Angkatan kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Dairi.

Pengeluaran Pemerintah

Daerah

Investasi

Angkatan Kerja

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengukur variabel–variabel yang

mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi. Variabel–variabel

yang akan diteliti terdiri atas variabel terikat (dependent variable) yaitu

pengeluaran pemerintah, angkatan kerja dan investasi.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

diperoleh dari BPS provinsi Sumatera Utara yang meliputi data PDRB atas dasar

harga konstan (ADHK), pengeluaran pemerintah, investasi dan angkatan kerja.

Data penelitian ini merupakan data time series dari tahun 2003-2011.

3.3. Model Estimasi

Determinan tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi dalam kurun

waktu 2003-2011 secara singkat dapat dijelaskan dengan fungsi sebagai berikut.

PED = f(G,I,AK)

Selanjutnya fungsi di atas dispesifikasi kedalam model estimasi dengan

menggunakan model regresi linear berganda, yaitu :

(52)

Dimana :

PED : Pertumbuhan ekonomi yang di proxy dengn PDRB (Produk

Domestik Regional Bruto) harga konstan Kabupaten Dairi ( Juta

Rupiah )

G : Pengeluaran pemerintah Kabupaten Dairi (Juta Rupiah)

I : Investasi pemerintah Daerah Kabupaten Dairi (Juta Rupiah)

AK : Angkatan kerja (jiwa)

L : logaritma natural

β 0

β

: intersep (konstanta)

1,β 2, β3

µ : residual

: koefisien regresi (kemiringan/slope)

Untuk ketepatan penghitungan sekaligus mengurangi human error,

digunakan program komputer yang dibuat khusus untuk membantu pengolahan

data statistik, yaitu program Eviews 4.1 dengan tingkat signifikansi pada level of

confidence 95 persen atau α = 0.05.

3.4 . Metode Pemecahan Data lnsukrindo

Adapun data yang diambil merupakan time series dari tahun 2003 sampai

tahun 2011, namun untuk memenuhi jumlah sampelnya maka data pertahun

diubah menjadi pertriwulan dengan menggunakan metode pemecahan data

menurut lnsukrindo dengan rumus sebagai berikut :

(53)

Y4 = ¼ { Yt + ( 4.5/12 < Yt - Yt-1

dimana

>)}

Y1

Y

= Nilai triwulan pertama

2 =

Dengan menggunakan metode ini maka didapat data triwulan dari tahun

2003 sampai dengan tahun 2011 sehingga observasi yang didapat menjadi 32

observasi.

= Nilai pada tahun sebelumnya

3.5. Analisis Data

3.5.1. Uji Kesesuain (Test Of Goodness Of Fit)

Uji Kesesuain (Test Of Goodness Of Fit) dilakukan berdasarkan uji t

(partial test), uji F (over all tesst) dan perhitungan nilai koefisien Determinan

(R2

t = (β – β0) / Sβ

). Uji t dimaksudkan untuk melihat tingkat signifikansi pengaruh

masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Untuk pengujian

signifikansi ini, nilai t hitung dibandingkan dengan nilai t-tabel pada tingkat

keyakinan dan derajat kebebasan (degree of freedom) tertentu. Rumus

perhitungan uji-t, yaitu:

dimana: t = nilai t-test

(54)

β0 = nilai koefisien variabel eksogen dengan hipotesa = 0 Sβ = standar error estimasi β

Untuk pengujian pengaruh masing-masing variabel independen terhadap

variable dependen, hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut :

H0

H

: βi = 0 : Artinya variabel independen ke-i yang dihipotesiskan tidak berpengaruh secara individu terhadap variabel dependennya.

a : β1,β2,β3

Apabila t-hitung ≥ t-tabel maka Ho ditolak, sebaliknya apabila t-hitung ≤ t -tabel maka Ho tidak ditolak.

> 0 : Artinya variabel independen ke-i yang dihipotesiskan

berpengaruh secara individu terhadap variabel dependennya.

Uji F digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh dari semua variabel

bebas secara keseluruhan terhadap variabel tidak bebasnya. Disamping menguji

berarti tidaknya variabel-variabel bebas secara bersamaan, uji F juga sekaligus

menguji koefisien determinasinya (R2). Dengan demikian hasil uji F yang

signifikan akan menyebabkan nilai R2 yang diperoleh secara statistik tidak sama

dengan nol. Hipotesis yang digunakan adalah :

H0

H

: semua variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh

terhadap variabel tidak bebasnya.

a

Apabila hasil pengujian menunjukkan nilai F-hitung ≥ F-tabel maka Ho ditolak, sebaliknya apabila F-hitung ≤ F -tabel maka Ho tidak ditolak. Derajat

bebas (df).

: minimal salah satu variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel

(55)

df untuk pembilang, N1

df untuk penyebut, N

= k – 1, k adalah banyaknya parameter.

2

3.5.2. Koefisien Determinasi (R

= n – k , n adalah banyaknya observasi.

2

Perhitungan nilai koefisien determinasi (R )

2

) digunakan untuk mengukur

kedekatan hubungan dari model yang dipakai. Koefisien determinasi (R2

Besarnya nilai koefisien determinasi adalah antara 0 hingga 1 (0 ≤ R

) yaitu

angka yang menunjukan besarnya kemampuan varians atau penyebaran dari

independen variable (variable bebas) yang menerangkan dependen variable

(variabel terikat) atau angka yang menunjukan seberapa besar independen

variable (variabel bebas) dapat menjelaskan dependen variable (variabel terikat).

2

3.5.3. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

≤1),

dimana jika nilai koefisien mendekati 1, maka model tersebut dikatakan baik

karena semakin dapat menjelaskan hubungan antara variabel bebas dengan

variabel terikat.

Selain dilakukan uji statistika di atas, pada saat analisis regresi sering

muncul beberapa masalah yang termasuk dalam pengujian asumsi klasik, yaitu

ada tidaknya masalah normalitas, multikolinieritas dan autokorelasi. Penelitian

yang dilakukan dalam penelitian memiliki dimensi waktu (time series) sehingga

untuk uji asumsi klasik hanya akan dilakukan berkaitan dengan mutlikolinieritas,

dan autokorelasi.

Uji normalitas berfungsi untuk mengetahui apakah kesalahan penggangu

menunjukkan µ mempunyai nilai rata-rata yang sama dengan nol, tidak

berkolerasi dan mempunyai varian yang konstan. Dengan asumsi ini Estimator

(56)

dan mempunyai varian yang minimum. Untuk mengetahui normal tidaknya faktor

penggangu µ dilakukan dengan Jarque-Bera Test (J-B Test).

Uji menggunakan hasil estimasi residual dan probabilitas X2, yaitu dengan membandingkan nilai JB hitung atau X2 hitung dengan X2

H

tabel. Kriteria keputusan sebagai berikut :

0

H

: µ terdistribusi normal

a

1. Jika JB hitung > X2 tabel maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual µ I

berdistribusi normal ditolak.

: µ tidak terdistribusi normal

2. Jika nilai JB hitung < X2 tabel

3. Tahap uji Jarque Bera dengan menggunakan Eviews secara ringkas adalah

sebagai berikut :

maka Hipotesis yang menyatakan bahwa resodual

µi berdistribusi normal diterima.

a. Formulasi hipotesis

Ho = distribusi µi

Ha = distribusi µt

b. Menentukan tingkat signifikan (α) tidak normal

c. Menentukan kriteria pengujian

Ho ditolak jika prob. JB < α, Ho diterima jika prob. JB>α

d. Kesimpulan

Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan

yang signifikan diantara variabel bebas. Salah satu cara untuk mendeteksi

multikolinieritas adalah dengan menguji koefisien korelasi (r) antar variabel

independen.

Tanpa adanya perbaikan multikolinieritas tetap menghasilkan estimator

yang BLUE karena masalah estimator yang BLUE tidak memerlukan asumsi tidak

Gambar

Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Brutto atas Dasar Harga Berlaku             Kab.Dairi  Menurut lapangan usaha Tahun 2002-2007 (Juta              Rupiah)
Gambar 2.1. Model Pertumbuhan Solow
Gambar 2.2. Model Pertumbuhan Solow Dengan Perubahan pada Tingkat
Gambar 2.3. Model Pertumbuhan Solow dengan Perubahan pada                         Pertumbuhan Penduduk
+7

Referensi

Dokumen terkait

However, because of the different sizes of datasets and varying structure (e.g. 20% invalid solids is not the same as 20% invalid buildings; this is later explained in Figure 6),

A synthesized source is generated as a weighted combination of all candidate sources using a MMD -based domain distance3. The method has cubic complexity in the number of

[r]

In this paper, spatial and temporal pattern of creep motion at Masouleh landslide were assessed using 3 InSAR time series methods including PSI, SBAS and

bagi Bapak/Ibu peneliti yang belum mengunggahkan Laporan Kemajuan, Laporan Keuangan 70%, catatan harian, agar segera melakukan pengunggahan ke SIMLITABMAS Dikti.. secepatnya,

For mobile mapping systems with high accuracy demands, moving from standard stereo systems with their proven camera models, calibration procedures and measuring accuracies

[r]

Pengadaan Benih dan Pakan Ikan Pengadaan Benih Ikan Mas Rajadanu 50,000 Ekor Desa Gunungkarung Kecamatan Luragung Desa Gresik Kecamatan Ciawigebang Desa Tugu Mulya Desa Darma