PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI
DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI KABUPATEN DAIRI
TESIS
Oleh
SWANTO SITAKAR
097018025/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
S E K
O L
A H
P A
S C
A S A R JA
N
PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI
DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI KABUPATEN DAIRI
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
SWANTO SITAKAR
097018025/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH,
INVESTASI DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAIRI
Nama Mahasiswa : Swanto Sitakar Nomor Pokok : 097018025
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Rujiman, MA) (Dr. Jonni Manurung, MS Ketua Anggota
)
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Dr. Sa’ad Afifuddin, M.Ec) (Prof.Dr.Ir.A.Rahim Matondang, MSIE)
Telah diuji pada
Tanggal : 12 Agustus 2012
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Dr. Rujiman, MA
Anggota : 1. Dr. Jonni Manurung, MS 2. Prof. Dr. Sya’ad Afifudin, M.Ec
PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
KABUPATEN DAIRI
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini adalah hasil karya saya
sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun. Sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan
dalam referensi. Dan apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan ini tidak
benar maka saya sanggup menerima hukuman/sanksi apapun sesuai peraturan
yang berlaku.
Medan, Agustus 2012 Penulis
PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI KABUPATEN ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah, investasi dan angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi.Pengumpulan data diperoleh dari data sekunder yang diperoleh dari BPS Kabupaten Dairi. Adapun data yang digunakan adalah data PDRB, pengeluaran pemerintah, investasi serta angkatan kerja. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel pengeluaran pemerintah dan angkatan kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi, sedangkan investasi mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi. Variabel yang mempunyai pengaruh positif dan signifikan tersebut mengindikasikan adanya peningkatan terhadap pertumbuhan ekonomi,sedangkan variabel yang berpengaruh positif dan tidak signifikan tersebut mengindikasikan kurangnya peranan terhadap pertumbuhan ekonomi pada α = 5%. Secara serempak (simultan) variabel yang digunakan berpengaruh signifikan pada α = 5% terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi.
EFFECT OF GOVERNMENT EXPENDITURES, INVESTMENTSON GROWTH AND WORK
FORCEDISTRICT ECONOMIC
ABSTRACT
The purpose of this study to analyze the effect of government spending, investment and labor force to economic growth in Dairi regency. Data collection was obtained from the secondary data obtained from the BPS Dairi. The data used is data GDP, government spending, investment and workforce. The model used in this research is econometric model with Ordinary Least Square method (OLS). The results of this study indicate that the variable expenditure and labor force have a positive and significant impact on economic growth Dairi, while investment has a positive and significant effect on economic growth Dairi. The variables that have a positive and significant effect, indicating an increase in economic growth, while the variables that have a positive and significant, indicating a lack of economic growth in the role of α = 5%. Simultaneously (simultaneous) use variables significant at α = 5% economic growth Dairi.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan hikmat dan
hidayah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“
1. Bapak Dr. Rujiman, MA, sebagai Pembimbing I, dan Dr. Jonni Manurung,
MS, sebagai Pembimbing II, yang banyak memberikan arahan, bimbingan dan
dorongan pemikiran hingga tesis ini dapat selesai.
Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi dan Jumlah Penduduk Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Dairi ” sebagai tugas akhir pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan
bantuan selama proses penyelesaian tesis ini. Secara khusus, penulis haturkan
terima kasih kepada:
2. Bapak Prof.Dr.Sa’ad Afifudin ,M.Ec, selaku Ketua Program Studi Ekonomi
Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dengan
arif dan bijaksana dapat mengarahkan kami sehingga mampu menyelesaikan
pendidikan pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang,MSIE selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh staf pengajar dan
pegawai, khususnya pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pengajaran
dan bimbingan selama proses perkuliahan hingga penulis mampu
menyelesaikan studi ini.
4. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 17 yang telah sama-sama
berjuang dengan penulis, dalam menyelesaikan studi dan telah memberikan
banyak bantuan dan dukungan yang luar biasa.
5. Kedua orang tuaku Mardin Sitakar dan Nurti Boangmanalu, serta seluruh
dorongan moril dan materil hingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini
dengan baik.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar
nantinya dapat menjadi lebih baik dan sempurna. Akhirnya penulis memohon agar
Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis dan
semua pihak yang telah memberikan bantuannya selama ini.
Medan, Agustus 2012 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Nama : Swanto Sitakar
Tempat / Tanggal Lahir : Sidikalang, 24 Mei 1987
Alamat : Jl. Air Bersih, Sidikalang Kab. Dairi
Pekerjaan : PNS
Status : Belum Menikah
Nama Orang Tua
Ayah
Ibu
: Mardin Sitakar
: Nurti Boangmanalu
Pendidikan
1. SD
2. SMP
3. SMA
4. D4
5. S2
: SD Negeri 2 Batang Beruh, Sidikalang
: SMP Negeri 3 Sidikalang
: SMA Negeri 1Sidikalang
: IPDN Jatinangor
DAFTAR ISI
2.3. Teori pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Pemerintah Versi Keynes ... 15
2.4. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern ... 17
2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi. . 18
2.6. Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 19
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 42
4.1.1. Luas dan Letak. ... 42
4.1.2. Keadaan Alam dan Topografi ... 42
4.1.3. Visi dan Misi Kabupaten Dairi ... 43
4.1.4. Perkembangan Perekonomian Kabupaten Dairi ... 44
4.1.5. Metode Pemecahan Data Insukrindo ... 45
4. 2. Deskripsi Variabel Penelitian ... 47
4.2.1. Perkembangan PDRB tahun 2004 : 1 Sampai tahun 2011 : 4 ... 48
4.2.2. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Tahun 2004 : 1 Sampai Tahun 2011 : 4 ... 50
4.2.3. Perkembangan Investasi Tahun 2004 : 1 Sampai Tahun 2011 : 4 ... 51
4.2.4. Perkembangan Angkatan Kerja Tahun 2004 : 1 Sampai Tahun 2011 : 4. ... 53
4. 3. Analisis Estimasi ... 56
4.3.1. Uji Kesesuaian (Goodness Of Fit) ... 56
4.3.2. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 58
4.4. Pembahasan ... 61
4.4.1. Pengeluaran Pemerintah ... 61
4.4.2. Investasi ... 62
4.4.3. Angkatan Kerja ... 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63
5.1. Kesimpulan ... 63
5.2. Saran. ... 63
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman 1.1. Produk Domestik Regional Brutto atas Dasar Harga
Berlaku Kab. Dairi Menurut Lapangan Usaha Tahun
2002-2007 (Juta Rupiah) ... 4
4.1. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah, Perekonomian Dan Kependudukan Kabupaten Dairi Tahun 2003 Sampai dengan Tahun 2011 ... 45
4.2. Perkembangan PDRB Kabupaten Dairi Tahun Sampai Tahun 2011 (Ribu) ... 48
4.3. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Kabupaten Dairi 2004 : 1 Sampai Tahun 2011 : 4 ... 50
4.4. Perkembangan Investasi Kabupaten Dairi 2004 : 1 sampai dengan 2011 : 4. (Ribu) ... 52
4.5. Perkembangan Angkatan Kerja Kabupaten Dairi 2004 : 1 Sampai Dengan 2011 : 4. (Jiwa) ... 54
4.6. Hasil Estimasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Dairi ... 56
4.7. Hasil Estimasi Uji Multikolinieritas ... 59
4.8. Hasil Estimasi Uji Autokorelasi dengan LM Test... 60
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman 2.1. Model Pertumbuhan Solow. ... 12 2.2. Model Pertumbuhan Solow Dengan Perubahan Pada
Tingkat Tabungan ... 13 2.3. Model Pertumbuhan Solow dengan Perubahan Pada
Pertumbuhan iPenduduk ... 14 2.4.i Perpotongan Keynesian, Pergeseran ke atas dalam
Pengeluaran iPemerintah yang Direncanakan Sebesar ∆G
Meningkatkan Output iSebesar ∆G/(1-MPC). ... 15 2.5. Kerangka Konseptual. ... 33 4.1. Perkembangan PDRB Kabupaten Dairi Tahun 2004 : 1
2011 : 4 ... 49 4.2. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Kabupaten Dairi
Tahun 2004 : 1 Sampai Tahun 2011 : 4 ... 51 4.3. Perkembangan investasi Kabupaten Dairi Tahun 2004 : 1
Sampai Tahun 2011 : 4. ... 53 4.4. Perkembangan Angkatan Kerja Kabupaten Dairi Tahun
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Data Penelitian ... 67
2. Hasil Regresi ... 68
3. Uji Multikolinearitas ... 69
4. Uji Autokorelasi ... 70
PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI KABUPATEN ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah, investasi dan angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi.Pengumpulan data diperoleh dari data sekunder yang diperoleh dari BPS Kabupaten Dairi. Adapun data yang digunakan adalah data PDRB, pengeluaran pemerintah, investasi serta angkatan kerja. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel pengeluaran pemerintah dan angkatan kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi, sedangkan investasi mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi. Variabel yang mempunyai pengaruh positif dan signifikan tersebut mengindikasikan adanya peningkatan terhadap pertumbuhan ekonomi,sedangkan variabel yang berpengaruh positif dan tidak signifikan tersebut mengindikasikan kurangnya peranan terhadap pertumbuhan ekonomi pada α = 5%. Secara serempak (simultan) variabel yang digunakan berpengaruh signifikan pada α = 5% terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi.
EFFECT OF GOVERNMENT EXPENDITURES, INVESTMENTSON GROWTH AND WORK
FORCEDISTRICT ECONOMIC
ABSTRACT
The purpose of this study to analyze the effect of government spending, investment and labor force to economic growth in Dairi regency. Data collection was obtained from the secondary data obtained from the BPS Dairi. The data used is data GDP, government spending, investment and workforce. The model used in this research is econometric model with Ordinary Least Square method (OLS). The results of this study indicate that the variable expenditure and labor force have a positive and significant impact on economic growth Dairi, while investment has a positive and significant effect on economic growth Dairi. The variables that have a positive and significant effect, indicating an increase in economic growth, while the variables that have a positive and significant, indicating a lack of economic growth in the role of α = 5%. Simultaneously (simultaneous) use variables significant at α = 5% economic growth Dairi.
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Dalam setiap perekonomian pemerintah perlu melakukan berbagai jenis
pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi
pemerintah, membangun dan memperbaiki struktur, menyediakan fasilitas
pendidikan dan kesehatan dan membiayai anggota polisi dan tentara untuk
menjaga keamanan merupakan pengeluaran yang tidak terelakkan pemerintah
(Sukirno, 2004). Dengan kata lain, pemerintah memiliki kewajiban mutlak dalam
mengumpulkan sumber-sumber dana (penerimaan) untuk membiayai seluruh
pengeluaran yaitu pengeluaran rutin (belanja rutin) dan pengeluaran
pembangunan. Agar terwujud sasaran yang tepat dalam pengumpulan dana dan
pembiayaan maka pemerintah menyusun Anggaran Penerimaan dan Belanja
Negara (APBN). Untuk tingkat daerah dinamakan Anggaran Penerimaan dan
Belanja Daerah (APBD).
Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat
Kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya
Undang-undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang-undang No. 25 Tahun 1999 yang
mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam
perkembangannya kebijakan ini diperbaharui dengan dikeluarkannya
undang-undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-undang-undang No. 33 tahun 2004. Kedua
Undang-undang ini mengatur tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan
merupakan tantangan dan peluang bagi pemerintah daerah (pemda) dikarenakan
pemda memiliki kewenangan lebih besar untuk mengelola sumber daya yang
dimiliki secara efesien dan efektif.
Kebijakan desentralisasi ditujukan untuk mewujudkan kemandirian
daerah. Pemerintah daerah otonom mempunyai kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar
aspirasi masyarakat (Undang-undang No. 32 Tahun 2004). Inti hakekat otonomi
adalah adanya kewenangan daerah, bukan pendelegasian.
APBD terdiri dari penerimaan dan belanja daerah. Sumber-sumber
penerimaan daerah yaitu pendapatan asli daerah, dana berimbang, dan penerimaan
lain-lain yang sah. Sumber pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan
daerah yang digali dalam daerah yang bersangkutan yang terdiri dari pajak daerah,
hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah atau sumbe daya alam
dan lain-lain pendapatan yang sah. Dana berimbang merupakan sumber
pembiayaan yang berasal dari bagian daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan, dan
penerimaan Sumber daya Alam serta Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi
Khusus.
Belanja daerah adalah belanja yang tertuang dalam APBD yang diarahkan
untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan
kemasyarakatan. Secara umum belanja daerah dapat dikategorikan ke dalam
pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin merupakan
belanja yang penggunaannya untuk membiayai kegiatan oprasional pemerintah
daerah. Pengeluaran pembangunan merupakan belanja yang penggunaannya
Dengan dikelolanya APBD oleh pemerintah daerah masing-masing tanpa
ada campur tangan pemerintah pusat dalam rangka perwujudan otonomi daerah
atau desentralisasi fiskal. Pemerintah daerah lebih leluasa untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi daerahnya untuk mensejahterakan masyarakat di
daerahnya. Pertumbuhan ekonomi dapat dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan
faktor non ekonomi. Faktor ekonomi seperti: sumber alam, akumulasi modal,
organisasi, kemajuan teknologi, pembagian tenaga kerja dan skala produksi.
Faktor non ekonomi seperti: sosial, manusia, politik dan admisnistratif.
Pertumbuhan ekonomi ini dapat diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDRB).
Dimana PDRB merupakan nilai tambah dari barang dan jasa yang dihasilkan
dalam satu periode biasanya satu tahun.
PDRB kabupaten dairi seperti yang disajikan pada tabel 1.1 disumbang
oleh beberapa sektor diantaranya pertanian, pertambangan dan penggalian,
industri, pengolahan listrik gas dan air bersih, bangunan, perdagangan,
pengangkutan dan komunikasi, keuangan persewaan dan jasa perusahaan serta
jasa–jasa. Berdasarkan tabel 1.1 sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar
bagi PDRB Kabupaten Dairi. Untuk meningkatkan pendapatan daerah maka
peranan sektor-sektor lain seharusnya juga bisa ditingkatkan misalnya dengan
meningkatakan proporsi pengeluaran pada sektor-sektor yang kontribusinya relatif
Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Brutto atas Dasar Harga Berlaku
1 an 1.023,125,75 1.048.318,68 1.105.959,81 1.159.009,48 1.194.240,72 1 229 018,89
2 Pertambangan
53.092,58 55.057,60 57.204,85 60 208,21
6 angan 175.452.26 183.64
8,72
196.940,55 211.734,47 229.248,25 252 396,36
7 ngkutan & Komunikasi
51.295.37 52.274,
25
55.903,44 59.237,66 63.123,01 67 968,04
8 Keuangan,
Persewaan & jasa perusahaan
16.482.75 17.538,
51
18.192,58 18.780,21 19.452,88 20 572,90
9 Jasa-Jasa 101.925.15 102.30
1.17
110.293,37 118.838,18 128.890,06 147 055,50
PDRB 1.429.422,28 1.465.7
81,05 1.551.234,58 1.634.143,37 1.704.131,24 1 789 802,45
Sumber: Dairi dalam angka tahun 2008
Peningkatan pengeluaan pemerintah dan investasi diharapkan dapat
meningkatkan keberimbangan antara sektor pertanian dan sektor lain yang
peranannya relatif kecil terhadapa PDRB Kabupaten Dairi.
Menurut Keynes dalam Deliarnov (2003), pemerintah perlu berperan
dalam perekonomian. Dari berbagai kebijakan yang dapat diambil Keynes lebih
sering mengandalkan kebijakan fiskal. Dengan kebijakan fiskal pemerintah bisa
mempengaruhi jalannya perekonomian. Langkah itu dilakukan dengan
menyuntikkan dana berupa pengeluaran pemerintah untuk proyek-proyek yang
meningkatkan output dan memberantas pengangguran, terutama pada situasi saat
sumber-sumber daya belum dimanfaatkan secara penuh.
Menurut Rostow dalam Jhingan (2007), yang menghubungkan
pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi. Pada tahap
awal perkembangan, rasio pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional
relatif besar. Hal ini dikarenakan pada tahap ini pemerintah harus menyediakan
berbagai sarana dan prasarana. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi,
investasi pemerintah harus tetap diperlukan guna memacu ppertumbuhan agar
dapat lepas landas. Sedangkan wagner mengukur perbandingan pengeluaran
pemerintah terhadap produk nasional. Wagner menanamkan hukum aktivitas
pemerintah yang selalu meningkat (Law of Ever Increasing State Activity).
Pengeluaran pemerintah daerah merupakan salah satu faktor lain yang
menetukan tingkat pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah yang terlalu
kecil akan merugikan pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah yang boros
akan menghambat pertumbuhan ekonomi tetapi pengeluaran pemerintah yang
proporsional akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Kabupaten Dairi merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Sumatera
Utara yang perekonomiannya lebih didukung oleh sektor pertanian. Pada tahun
2005 laju pertumbuhan atas dasar harga konstan Kabupaten Dairi sebesar 5,34
persen tahun 2006 laju pertumbuhan mengalami penurunan sebesar 4,28 persen
dan mengalami peningkatan di tahun 2007 sebesar 4,89 persen. Belanja
pemerintah daerah tahun 2005 untuk pengeluaran rutin sebesar Rp.
137.471.443.000..untuk pengeluaran pembangunan sebesar Rp. 61.579.937.000,
pengeluaran rutin sebesar Rp. 177.093.882.000. untuk pengeluaran pembangunan
sebesar Rp. 150.900.518.00, pada tahun 2007 belanja mengalami peningkatan,
pengeluaran rutin sebesar Rp. 200.121.000.000,. untuk pengeluaran pembangunan
sebesar Rp. 200.904.000.000.
Dalam rangka merealisasikan program pembangunan ekonomi Kabupaten
Dairi tentunya diperlukan tambahan modal (investasi) yang cukup untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang telah ditargetkan, Investasi ini berdasarkan
sumbernya berasal dari investasi pemerintah dan swasta. Investasi pemerintah
tercantum dalam APBD belanja pembangunan baik yang bersumber dari APBD
II, APBD I, DAU, DAK dan dari penerimaan lainnya, investasi ini banyak
digunakan untuk membangun sarana dan prasarana umum. Investasi swasta
langsung digunakan pada kegiatan ekonomi produktif, investasi swasta dalam
bentuk PMA, PMDN serta investasi dari masyarakat lainnya.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membuat penelitian ini
dengan judul “Pengaruh Pengeluaran Rutin, Pengeluaran Pembangunan dan
Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Dairi”
1.2. Perumusan masalah
Adapun perumusan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Dairi?
2. Bagaimana pengaruh investasi terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten
3. Bagaimana pengaruh angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Dairi?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi.
2. Untuk menganalisis pengaruh investasi daerah terhadap pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Dairi.
3. Untuk menganalisis pengaruh angkatan kerja terhadap pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Dairi.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi penulis yang berhubungan
dengan pertumbuhan ekonomi.
2. Sebagai bahan masukan atau bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam
mengambil keputusan atau menetapkan kebijakan tentang pertumbuhan
ekonomi.
3. Dapat digunakan sebagai bahan studi atau tambahan literatur bagi
mahasiswa/mahasiswi Sekolah Pasca Sarjana USU khususnya Magister
Ekonomi Pembangunan.
4. Sebagai bahan referensi dan informasi bagi peneliti yang ingin melakukan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam
jangka panjang (Boediono, 1999 : 8). Pengertian tersebut mencakup tiga aspek,
yaitu : proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi
merupakan suatu proses, bukan gambaran ekonomi pada suatu saat.
Mencerminkan aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana
suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu.
Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita.
Dalam hal ini berkaitan dengan output total (GDP) dan jumlah penduduk, karena
output per kapita adalah output total dibagi dengan jumlah penduduk. Jadi proses
kenaikan output perkapita harus dianalisa dengan melihat apa yang terjadi dengan
output total disatu pihak, dan jumlah penduduk di pihak lain. Dengan perkataan
lain, pertumbuhan ekonomi mencakup pertumbuhan GDP total dan pertumbuhan
penduduk.
Aspek ketiga dari definisi pertumbuhan ekonomi adalah perspektif waktu
jangka waktu suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila
dalam waktu yang cukup lama (10, 20 atau 50 tahun, atau bahkan lebih lama lagi)
mengalami kenaikan output per kapita. Tentu saja dalam waktu tersebut bisa
terjadi kemerosotan output per kapita, karena gagal panen misalnya, tetapi apabila
kecenderungan menaik maka dapat kita katakan bahwa pertumbuhan ekonomi
terjadi.
Beberapa ekonom berpendapat bahwa adanya kecenderungan menaik bagi
output per kapita saja tidak cukup, tapi kenaikan output harus bersumber dari
proses intern perekonomian tersebut. Dengan kata lain proses pertumbuhan
ekonomi harus bersifat self-generating, yang berarti bahwa proses pertumbuhan
itu sendiri menghasilkan kekuatan bagi timbulnya kelanjutan pertumbuhan dalam
periode-periode selanjutnya.
2.2. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik
Teori pertumbuhan Solow-Swan telah dikategorikan sebagai teori
pertumbuhan neoklasik. Model pertumbuhan Solow dirancang untuk
menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan
kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana
pengaruhnya terhadap output barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan
(Mankiw, 2007). Dalam model ini, pertumbuhan ekonomi jangka panjang
ditentukan secara exogen, atau dengan kata lain ditentukan di luar model. Model
ini memprediksi bahwa pada akhirnya akan terjadi konvergensi dalam
perekonomian menuju kondisi pertumbuhan steady-state yang bergantung hanya
pada perkembangan teknologi dan pertumbuhan tenaga kerja. Dalam hal ini,
kondisi steady-state menunjukkan equilibrium perekonomian jangka panjang
Asumsi utama yang digunakan dalam model Solow adalah bahwa modal
mengalami diminishing returns. Jika persediaan tenaga kerja dianggap tetap,
dampak akumulasi modal terhadap penambahan output akan selalu lebih sedikit
dari penambahan sebelumnya, mencerminkan produk marjinal modal (marginal
product of capital) yang kian menurun Jika diasumsikan bahwa tidak ada
perkembangan teknologi atau pertumbuhan tenaga kerja, maka diminishing return
pada modal mengindikasikan bahwa pada satu titik, penambahan jumlah modal
(melalui tabungan dan investasi) hanya cukup untuk menutupi jumlah modal yang
susut karena depresiasi. Pada titik ini perekonomian akan berhenti tumbuh, karena
diasumsikan bahwa tidak ada perkembangan teknologi atau pertumbuhan tenaga
kerja.
Pertumbuhan ekonomi menurut model pertumbuhan Solow dirancang
untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan
angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta
bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa menuju pertumbuhan
steady-state yang bergantung hanya pada perkembangan teknologi dan
pertumbuhan tenaga kerja.
Kenaikan tingkat tabungan akan mengarah ke tingkat pertumbuhan
ekonomi output yang tinggi hanya jika kondisi steady-state dicapai. Saat
perekonomian berada pada kondisi steady-state, tingkat pertumbuhan output per
pekerja hanya bergantung pada tingkat perkembangan teknologi. Hanya
perkembangan teknologi yang bisa menjelaskan peningkatan standar of living
Model solow diawali dari fungsi produksi Y/L = F(K/L) dan dituliskan
sebagai y = f(k), dimana y = Y/L dan k = K/L produksi ini menunjukkkan bahwa
jumlah output per pekerja (Y/L) adalah fungsi dari jumlah modal per pekerja
(K/L) fungsi produksi mengasumsikan diminishing return terhadap modal yang
mencerminkan dari kemiringan dari fungsi produksi tersebut. Kemiringan fungsi
produksi menggambarkan produk marjinal modal (marginal product of capital)
yang menggambarkan banyaknya output tambahan yang dihasikan seorang
pekerja ketika mendapatkan satu unit modal tambahan ( Mankiw, 2007). Model
solow secara matematis sebagai berikut :
Δk = sf (k)-(n+ δ+g)k (2.1)
dimana :
y = f(k) = F(K/L)
n = tingkat pertumbuhan penduduk
δ = depresiasi
k = modal per pekerja = K/L
y = output per pekerja = Y/L
s = tingkat tabungan
g = tingkat perkembangan teknologi yang mengoptimalkan tenaga kerja
Pada model Solow tanpa perkembangan teknologi, perubahan modal per
pekerja ditentukan oleh tiga variabel berikut, yaitu investasi (s), pertumbuhan
penduduk (n) dan depresiasi atau penyusutan (δ).
sf(k) = (n + δ+ g) k (2.2)
Pada kondisi steady-state, output per tenaga kerja dan konsumsi per tenaga
kerja masing- masing adalah
)
Pada kondisi golden-rule, diketahui bahwa produk marginal modal per
tenaga kerja adalah
k g n
MPK =( +δ + )
Secara grafik, model pertumbuhan solow( tanpa perkembangan teknologi)
Sumber: N.Gregory Mankiw ( MakroEkonomi edisi delapan )
Gambar 2.1. Model Pertumbuhan Solow y,i
k (n + δ+ g) k
Jika sf (k) > (n+ δ+g)k , atau jika tabungan lebih besar daripada tingkat pertumbuhan penduduk ditambah tingkat depresiasi dan kemajuan teknologi,
maka modal per pekerja (k) akan naik. Kondisi ini dikenal sebagai capital
deepening. Sementara capital widening merujuk pada kondisi saat modal
meningkat pada tingkatan yang hanya cukup untuk mengimbangi pertumbuhan
penduduk dan depresiasi.
Pada kondisi steady-state, output per pekerja adalah konstan. Namun
demikian, output total tumbuh dengan kecepatan sama dengan pertumbuhan
penduduk, yaitu n. Apabila modal per pekerja lebih kecil dari modal pekerja
steady- state atau tabungan lebih besar dari modal yang dibutuhkan maka modal
per pekerja naik menuju modal per pekerja steady state.
Ini menunjukkan capital deepening dan mendorong peningkatan output
per pekerja. Apabila modal per pekerja lebih besar dari modal per pekerja steady
state atau tabungan lebih kecil dari modal yang dibutuhkan maka modal per
pekerja turun menuju modal per pekerja steady-state.
.
Sumber: N.Gregory Mankiw ( MakroEkonomi edisi delapan )
Apabila tingkat tabungan (s) naik maka modal per pekerja steady-state
naik. Peningkatan modal per pekerja (k) akan meningkatkan output per tenaga
kerja (y) dan konsumsi per pekrja (c).
Sumber: N.Gregory Mankiw ( MakroEkonomi edisi delapan )
Gambar 2.3. Model Pertumbuhan Solow dengan Perubahan pada Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk pada grafik diatas, kenaikan tingkat pertumbuhan
penduduk dari n ke n1 menghasilkan garis capital widening baru (n1+d). Kondisi
steady-state tingkat per pekerja yang lebih rendah dibandingkan kondisi
steady-state awal titik B, memiliki tingkat modal per pekerja yang lebih rendah
dibandingkan kondisi steady-state awal di titik A. Model Solow memprediksi
bahwa perekonomian dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi
akan memiliki tingkat modal per pekerja yang lebih rendah dan karenanya
pendapatan yang lebih rendah pula.
Ada dua masalah dalam perhitungan besarnya perbedaan pendapatan
berdasarkan perbedaan modal. Pertama , perbedaan modal yang dibutuhkan
adalah terlalu besar. Tidak ada bukti mengenai perbedaan pada stok modal.
Kenyataan bahwa rasio modal-output adalah konstan terhadap waktu. Kedua,
kerja efektif akan berimplikasi pada keragaman yang sangat besar pada tingkat
pengembalian terhadap modal. Jika pasar bersifat kompetitif, tingkat
pengembanlian terhadap modal adalah sama dengan produk marginal, f(k)
dikurangi depresiasi.
2.3. Teori Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Pemerintah Versi Keynes Teori yang membahas mengenai hubungan pengeluaran pemerintah
dengan pertumbu- han ekonomi diuraikan panjang lebar dalam The General
Theory Keynes. Teori ini menguraikan bahwa pendapatan total perekonomian
dalam jangka pendek, sangat ditentukan oleh keinginan rumah tangga,
perusahaan dan pemerintah untuk membelanjakan pendapatannya. Untuk
memodelkan pandangan Keynesian mengenai pengaruh pengeluaran pemerintah
terhadap pertum- buhan ekonomi ini diilustrasikan dengan pemodelan yang
disebut perpotongan Keynesian (Mankiw, 2007), seperti yang ditunjuk- kan
pada gambar 1.
Besarnya kenaikan output sebagai dampak dari kenaikan pengeluaran
peme- rintah disebut pengganda pembelian peme- rintah (Government purchases
multiplier) yang diukur dengan rasio ∆Y/∆G. Implikasi dari perpotongan Keynesian adalah bahwa kenaikan output (∆Y) lebih besar dari kenaikan pengeluaran pemerintah (∆G), hal ini di sebabkan karena adanya efek berantai yang ditimbulkan dari peningkatan penge- luaran pemerintah. Proses ini bermula
dari perubahan awal pengeluaran pemerintah sebesar ∆G meningkatkan output ∆Y sebesar ∆G, peningkatan output atau pendapatan ini selanjutnya meningkatkan konsumsi masya- rakat sebesar MPC x ∆G, di mana MPC (Marginal Propensity to Consume) adalah kecenderungan mengkonsumsi marginal. Kenaikan dalam
pendapatan yang kedua ini sekali lagi meningkatkan konsumsi sekarang sebesar
MPC x (MPC x ∆G) dan seterusnya, sehingga angka pengganda ini merupakan seri geometri tidak terhingga. Secara aljabar pengganda pemerintah ini dapat
dituliskan:
Selanjutnya menurut (Loizides,et,al, 2005) menunjukkan bahwa
pertumbuhan substansial dari besaran pengeluaran pemerintah baik di negara maju
maupun pada negara berkembang ini sejak Perang Dunia II, dan pengaruhnya
menjadi subyek penelitian. Di sisi lain, studi pembiayaan publik telah diarahkan
untuk mengidentifikasikan penye- bab pertumbuhan sektor publik. Hukum
Wagner mengenai pengeluaran publik adalah salah satu usaha paling awal yang
menekankan pertumbuhan ekonomi sebagai determinan mendasar dari
pertumbuhan sektor publik. Sejumlah studi menemukan hubungan positif yang
nyata antara pertumbuhan sektor publik dan pertumbuhan ekonomi hanya untuk
negara berkembang tetapi bukan pada negara maju, yang lainnya malahan
melaporkan hubungan negatif antara pembe- lanjaan pemerintah dan GNP.
2.4. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern
Meliputi teori pertumbuhan Rostow, Kuznet, dan Teori Harrod-Domar.
Menurut Rostow (dalam Suryana, 2000 : 60) pembangunan ekonomi adalah suatu
transformasi suatu masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern, melalui
tahapan: masyarakat tradisional, prasyarat lepas landas, lepas landas, tahap
kematangan dan masyarakat berkonsumsi tinggi.
Kuznet (dalam Suryana, 2000 : 61) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi
sebagai kemampuan jangka panjang untuk menyediakan berbagai jenis barang
ekonomi yang terus meningkat kepada masyarakat. Kemampuan ini tumbuh atas
dasar kemajuan teknologi, institusional dan ideologis yang diperlukannya.
Harrod-Domar (dalam Suryana, 2000 : 62) mengembangkan analisa
Keynes yang menekankan tentang perlunya penanaman modal dalam menciptakan
pertumbuhan ekonomi. Setiap usaha ekonomi harus menyelamatkan proporsi
tertentu dari pendapatan nasional yaitu untuk menambah stok modal yang akan
ekonomi yang langsung antar besarnya stok modal ( C ) dan jumlah produksi
nasional ( Y ).
COR S
Growth=
(2.8)
dimana :
Growth = Pertumbuhan
S = Saving
COR = Capital Output Ratio
2.5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor, faktor
ekonomi dan non ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara tergantung pada
sumber alamnya, sumberdaya manusia, modal, usaha, teknologi dan sebagainya.
Semua itu merupakan faktor ekonomi. Namun pertumbuhan ekonomi tidak
mungkin terjadi selama lembaga sosial, kondisi politik, dan nilai-nilai moral
dalam suatu bangsa tidak menunjang. Di dalam pertumbuhan ekonomi, lembaga
sosial, sikap budaya, nilai moral, kondisi politik dan kelembagaan merupakan
faktor non ekonomi.
Para ahli ekonomi menganggap faktor produksi sebagai kekuatan utama
yang mempengaruhi pertumbuhan. Laju pertumbuhan ekonomi jatuh atau
bangunnya merupakan konsekuensi dari perubahan yang terjadi di dalam faktor
produksi tersebut. Beberapa faktor ekonomi yang turut mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi adalah: sumber daya alam, akumulasi modal, organisasi,
Faktor-faktor non ekonomi bersama-sama faktor ekonomi saling
mempengaruhi kemajuan perekonomian. Faktor non ekonomi juga memiliki arti
penting di dalam pertumbuhan ekonomi. Beberapa faktor non ekonomi yang
mempengaruhi pertumbuhan terdiri dari :
1. Faktor Sosial. Faktor sosial dan budaya juga mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi.
2. Faktor Manusia. Sumber Daya Manusia merupakan faktor penting dalam
pertumbuhan ekonomi.
3. Faktor Politik dan Administratif. Struktur politik dan administrasi yang lemah
merupakan penghambat besar bagi pembangunan ekonomi negara terbelakang.
Menurut Nurkse (dalam Jhingan, 1995 : 93) : “Pembangunan ekonomi
berkaitan dengan peranan manusia, pandangan masyarakat, kondisi politik, dan
latar belakang histories”. Didalam Pertumbuhan ekonomi, faktor sosial, budaya,
politik dan psikologis adalah sama pentingnya dengan faktor ekonomi.
2.6. Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Data ekonomi merupakan sumber informasi sistematik untuk dapat
mengukur sejauhmana perkembangan aktivitas ekonomi suatu negara. Suatu data
yang akurat diharapkan dapat menggambarkan suatu kondisi statistik
perekonomian. Statistik ini digunakan oleh para ahli ekonomi untuk mempelajari
perekonomian dan oleh para pengambil keputusan untuk mengawasi
Dalam konsep dasar ekonomi makro indikator yang digunakan dalam
mengukur pertumbuhan ekonomi, adalah produk domestik bruto (PDB). Produk
Domestik Bruto (PDB) adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir
yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu (Mankiw,
2006: 19).
Dalam konsep regional Produk Domestik Bruto dikenal sebagai Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB merupakan indikator ekonomi makro
suatu daerah, yang menggambarkan ada atau tidaknya perkembangan
perekonomian daerah. Dengan menghitung PDRB secara teliti dan akurat baik
atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan dapat diambil beberapa
kesimpulan mengenai keberhasilan pembangunan di suatu daerah, yang
memperlihatkan laju pertumbuhan ekonomi yang mewakili peningkatan produksi
di berbagai sektor lapangan usaha yang ada (Saggaf, 1999: 15).
Berdasarkan rumusan pengertian di atas, maka dalam konsep regional,
pertumbuhan ekonomi daerah adalah angka yang ditunjukkan oleh besarnya
tingkat pertumbuhan produk domestik regional bruto suatu daerah yang diukur
atas dasar harga konstan. Bagi suatu daerah provinsi, kabupaten/kota gambaran
PDRB yang mencerminkan adanya laju pertumbuhan ekonomi dapat dilihat
dalam data sektor- sektor ekonomi yang meliputi pertanian, pertambangan dan
penggalian, industri pengolahan, listrik gas dan air bersih, bangunan, perdagangan
hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan persewaan dan
jasa perusahaan dan jasa- jasa lainnya. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari
data konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal bruto,
daearah dirumuskan sebagai berikut:
PED = Pertumbuhan Ekonomi Daerah Yt
Y
= Produk Domestik Regional Bruto Periode Tertentu
t -1
Keseimbangan pendapatan daerah tanpa ekspor impor dirumuskan oleh persamaan
:
= Produk Domestik Regional Bruto Periode Sebelumnya
Y = C + I + G (2.10)
Pengeluaran atau pembelian pemerintah daerah (G) dibiayai oleh penerimaan
pemerintah daerah, yaitu pajak (T) setelah dikurangi transfer (Tr). Penerimaan
pajak oleh pemerintah daerah akan mengurangi konsumsi (C), namun pemberian
transfer (Tr) akan menambah konsumsi, sehingga konsumsi merupakan fungsi
dari pendapatan, pajak dan transfer, yaitu:
C = C (Y-T + Tr) (2.11)
Substitusi persamaan (2.11) ke (2.10) akan menghasilkan keseimbangan
pendapatan daerah, yaitu:
Y = C ( Y - T + Tr ) + I + G (2.12)
serta pemberian transfer (Tr) terhadap pendapatan daerah ditunjukkan melalui
proses multiplier belanja atau pembelian pemerintah dan penerimaan pemerintah,
yaitu:
Dalam konsep ekonomi makro dC/dY disebut Marginal Propensity to Consume
(MPC), sehingga:
Dari persamaan (2.14) ditunjukkan bahwa peningkatan penerimaan atau
pendapatan pemerintah (T) akan menurunkan pendapatan daerah, akan tetapi
sebaliknya peningkatan transfer dan peningkatan belanja atau pembelian
pemerintah akan meningkatkan pendapatan daerah.
Nilai dari - MPC/MPS disebut multiplier penerimaan atau pendapatan
pemerintah dan 1/MPS disebut multiplier belanja atau pembelian pemerintah dan
investasi. Analog dengan keseimbangan pendapatan nasional, keseimbangan
daerah dan belanja pemerintah daerah. Pendapatan daerah dibedakan menjadi
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan Transfer (PT), Lain-lain Pendapatan
Daerah yang Sah (LPYS). Sedangkan belanja daerah (BD) adalah alokasi belanja
yang bersumber dari pendapatan daerah yang diyakini langsung mempengaruhi
PDRB.
Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa kinerja keuangan daerah
digambarkan oleh realisasi pendapatan daerah dan realisasi belanja daerah. Dari
rumusan pendapatan nasional diketahui bahwa peningkatan pendapatan daerah
akan menurunkan PDRB, sehingga peningkatan realisasi PAD akan menurunkan
PDRB. Sedangkan peningkatan realisasi anggaran belanja daerah akan
meningkatkan PDRB. Dengan kata lain, jika realisasi pendapatan daerah lebih
besar dari realisasi belanja maka PDRB turun. Sebaliknya jika realisasi
pendapatan lebih rendah dari realisasi belanja daerah maka PDRB akan naik.
Pengaruh tingkat capaian belanja daerah terhadap PDRB adalah positif, di mana
realisasi belanja daerah yang makin tinggi teralokasi terhadap 9 (sembilan)
sektor ekonomi akan dapat memacu pertumbuhan masing-masing sektor
ekonomi tersebut.
Menurut hukum wagner, dalam suatu perekonomian apabila pendapatan
perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat
(Mangkoesoebroto, 2001 : 173). Hukum tersebut dapat dirumuskan sebagai
Keterangan :
GpC : Pengeluaran pemerintah per kapita
YpC : Produk atau pendapatan nasional per kapita
t : indeks waktu (tahun)
Menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah
selalu meningkat, yaitu : tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan
pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi
pertumbuhan ekonomi, perkembangan demografi, dan ketidakefisienan birokrasi
yang mengiringi perkembangan pemerintah (Dumairy, 1996 : 162).
Menurut Peacock dan Wiseman, perkembangan ekonomi menyebabkan
pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tariff pajak tidak berubah,
dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga
semakin meningkat.
2.6.1. Komponen Pendapatan dan Belanja Daerah
Secara garis besar pengelolaan keuangan daerah meliputi 2 (dua) bidang
pokok, yaitu pengelolaan pendapatan daerah dan pengelolaan belanja
daerah. Sumber-sumber pendapatan daerah meliputi Pendapatan Asli Daerah
(PAD), Pendapatan Transfer dan Lain-lain Pendapatan yang Sah. Sedangkan
belanja daerah menurut sasaran alokasinya terdiri dari belanja operasi, belanja
modal dan belanja tak terduga. Komponen-komponen Pendapatan Daerah adalah
terdiri dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan
Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan oleh Bendahara Umum
Daerah (BUD) yang berasal dari potensi asli daerah yang bersangkutan sesuai
kewenangan daerah tersebut. Penerimaan tersebut akan menambah ekuitas dana
lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan menjadi hak
pemerintah daerah serta tidak perlu dibayar kembali. Sumber-sumber Pendapatan
Asli Daerah berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dan Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Selanjutnya menurut
Pasal 6 ayat (2) Undang- Undang tersebut di atas, lain-lain pendapatan asli daerah
yang sah adalah meliputi hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, jasa
giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata
uang asing, komisi potonga ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan atau pengadaan barang dan atau jasa oleh daerah.
Dana perimbangan adalah penerimaan daerah dalam bentuk pendapatan
transfer yaitu pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah yang bersumber dari
transfer pemerintah atasan yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
Pendapatan ini meliputi Dana Bagi Hasil (DBH) pajak, Dana Bagi Hasil
Sumber Daya Alam (DBH-SDA), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi
Khusus (DAK).
Lain-lain Pendapatan yang Sah adalah pendapatan yang bersumber
dari Pendapatan hibah, Pendapatan dana darurat dan Pendapatan lainnya. Namun
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan pada Lampiran IVc diuraikan bahwa keseluruhan jenis
dikelompokkan menjadi:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah;
2. Pendapatan transfer yang terdiri dari pendapatan transfer dari pemerintah
pusat (dana perimbangan) yang terdiri dari DBH-SDA, DAU dan DAK,
transfer pemerintah pusat lainnya (dana otonomi khusus dana
penyesuaian); transfer pemerintah provinsi yang terdiri dari pendapatan bagi
hasil pajak dan pendapatan bagi hasil lainnya;
3. Lain-lain pendapatan yang sah yang terdiri dari pendapatan hibah,
pendapatan dana darurat dan pendapatan lainnya.
Sedangkan komponen belanja daerah menurut Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 adalah terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung.
Belanja tidak langsung adalah belanja yang tidak terikat langsung dengan program
dan kegiatan yang dipergunakan untuk mendanai belanja pegawai, belanja
barang, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, bagi hasil kepada provinsi,
kabupaten/ kota dan pemerintah desa dan belanja tak terduga Belanja langsung
adalah belanja yang terikat langsung dengan program dan kegiatan yang
digunakan untuk membiayai belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan belanja
modal.
Dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan keseluruhan jenis belanja daerah tersebut di atas
dikonversi dalam penyajian laporan keuangan dikelompokkan menjadi belanja
1. Belanja operasi yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja
bunga, belanja subsidi, belanja hibah dan belanja bantuan.
2. Belanja modal yang terdiri dari belanja tanah, belanja peralatan dan
mesin, belanja gedung dan bangunan, belanja jalan irigasi dan jaringan,
belanja aset tetap lainnya dan belanja aset lainnya.
3. Belanja tak terduga adalah belanja yang dianggarkan untuk mendanai
kegiatan yang sifatnya darurat dan belum dapat diperkirakan sebelumnya.
4. Belanja transfer/bagi hasil ke desa yang meliputi bagi hasil pajak, bagi
hasil retribusi, bagi hasil pendapatan lainnya.
Reformasi dalam pengelolaan anggaran daerah adalah merupakan
kebutuhan mendesak yang perlu dilakukan mengingat anggaran daerah sebagai
rencana kerja pemerintah daerah dalam bentuk uang (rupiah) dalam periode
tertentu (satu tahun), selama ini belum mampu memberikan hasil secara optimal.
Hal ini disebabkan karena selama ini anggaran daerah lebih merupakan instrumen
pembinaan pemerintah atasan kepada pemerintah di bawahnya. Namun demikian
di era reformasi, memang telah terlihat adanya perubahan yang mendasar dalam
peran dan fungsi anggaran daerah seiring dengan pemberlakuan Undang-Undang
No. 32 dan 33 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Dengan reformasi ini diharapkan anggaran daerah mampu memainkan perannya
sebagai instrumen kebijakan dan instrumen manajemen bagi pemerintah daerah.
Menurut Jones (1996), sebagai instrumen kebijakan, anggaran daerah
menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas
optima difungsikan sebagai alat untuk menentukan besar pendapatan dan
pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan,
otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan
ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para
pegawai dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja.
Berdasarkan Organisasi Komunitas Perpustakaan Online Indonesia
(diakses tanggal 18 Agustus 2010) dijelaskan bahwa kebijakan fiskal adalah suatu
kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk
menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran
pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur
jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan
pendapatan dan belanja pemerintah. Instrumen kebijakan fiskal adalah
penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak.
Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh
pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat
akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan
sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta
menurunkan output industri secara umum. Oleh karena itu ada 3 (tiga) bentuk
kebijakan anggaran/politik anggaran yang dapat dilakukan sesuai kondisi
perekonomian daerah, yaitu:
1. Anggaran defisit (defisit budget) atau disebut juga kebijakan fiskal
ekspansif yaitu suatu bentuk kebijakan pemerintah untuk membuat
pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada
sedang resesif.
2. Anggaran surplus (surplus budget) atau disebut juga kebijakan fiskal
kontraktif yaitu suatu bentuk kebijakan pemerintah untuk membuat
pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Sebaiknya politik
anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang
ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan
permintaan.
3. Anggaran berimbang (balanced budget), yaitu suatu bentuk
kebijakan anggaran di mana pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar
dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya
kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.
Uraian di atas menunjukkan bahwa kebijakan fiskal adalah kebijakan
yang tidak terlepas dari kebijakan anggaran dengan titik berat pada kebijakan
penerimaan dan pengeluaran. Dari sisi kebijakan penerimaan misalnya, selain
upaya meningkatkan PAD, pemerintah daerah juga diharapkan mampu mengelola
seluruh pendapatan dan pengeluaran atau belanja daerahnya. Hal ini dapat
dinyatakan sebagai suatu prestasi dan merupakan salah satu ukuran kinerja
pemerintah daerah tersebut. Ukuran kinerja dari sisi ini dilihat dengan
membandingkan antara rencana atau target pendapatan maupun pengeluaran atau
2.7. Penelitian Sebelumnya
Siti Aisyah Tri Rahayu (2000). Dalam penelitiannya tentang pertumbuhan
ekonomi di Indonesia, menyebutkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi di suatu
daerah (ΔY) merupakan fungsi dari laju pertumbuhan angkatan kerja (ΔL), rasio
investasi swasta PMA dan PMDN yang disetujui terhadap PDRB (IP), rasio
investasi pemerintah daerah terhadap PDRB (IG), rasio pengeluaran/konsumsi
pemerintah (belanja rutin) daerah terhadap PDRB ((G/Y) ΔG) dan rasio
penerimaan pemerintah daerah yang berasal dari pajak daerah dan penerimaan
non pajak terhadap PDRB (R/Y).
Arief Hadiono (2001) Dalam penelitiannya tentang pertumbuhan ekonomi
di propinsi Jawa Tengah menggunakan data polling sampel populasi kab/kota di
Jateng selama tahun 1994-1998 menyebutkan bahwa output suatu daerah (PDRB)
merupakan fungsi dari investasi pemerintah, penyerapan tenaga kerja dan sarana
angkutan umum.
Devarajan, Swaroop dan Zou (1996) mengemukakan bahwa di 43 negara
berkembang selama 20 tahun menunjukkan peningkatan pengeluaran rutin dan
mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,
sebaliknya pengeluaran pembangunan menunjukkan pengaruh yang negatif
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Fadilah (2004) menemukan Pertumbuhan ekonomi tahun 2003 tumbuh 4,1
%, meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun lalu yang tercatat sebesar 3,7 %.
Seluruh komponen permintaan tumbuh positif, sehingga kontribusi komponen–
komponen tersebut dalam pertumbuhan ekonomi juga meningkat.iSementara
perannya sebagai penggerak perekonomian relatif masih terbatas. Pertumbuhan
Ekonomi di negara Indonesia, tidak dapat dilepaskan dari perubahan-perubahan
yang terjadi pada sistem perekonomian dunia. Liberalisasi perdagangan dan
globalisasi ekonomi telah mempercepat laju pertumbuhan negara-negara tersebut.
Perubahan tersebut yang disertai teknologi dan telekomunikasi telah mendorong
berkurangnya hambatan hambatan lalu lintas barang dan modal antar negara.
Hanum (2004) yang menggunakan metode OLS ( Ordinary Least Square)
antara lain menemukan bahwa untuk variabel pengeluaran pemerintah memiliki
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam.
Mulatip dan Brodjonegoro (2004) dalam jurnal yang berjudul ”Determinan
Pertumbuhan Kota di Indonesia”. Dalam penelitian tersebut variabel yang
digunakan antara lain yaitu, pertumbuhan kota sebagai variabel terikat. Sebagai
variabel bebas yang digunakan yaitu, kepadatan penduduk, urbanisasi (primacy)
dan lokalisasi (proporsi manufaktur), pendapatan dan pengeluaran pemerintah,
dan tingkat pendidikan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kepadatan penduduk
berpengaruh secara negatif terhadap pertumbuhan kota. Urbanisasi (primacy) dan
lokalisasi (proporsi manufaktur) secara positif mempengaruhi pertumbuhan kota.
Sedangkan pendapatan dan pengeluaran pemerintah secara agregat dan tidak
signifikan mempengaruhi pertumbuhan kota. Tingkat pendidikan penduduk
sebagai faktor kunci dalam pertumbuhan, berkorelasi positif dengan pertumbuhan
kota. Kondisi ini menjelaskan pentingnya peran human capital baik pada level
Ananta (2006) mengidentifikasi terhadap faktor determinan pertumbuhan
ekonomi di suatu wilayah Propinsi Jawa Tengah. Studi ini menggunakan metode
penelitian deduktif kuantitatif dengan menggunakan Path Analysis. Hasil studi ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan model diagram jalur
sebelum krisis (1993-1996), saat krisis (1997-1999) dan setelah terjadi krisis
(2000-2005). Pada periode analisis sebelum krisis faktor-faktor yang signifikan
berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Jawa
Tengah adalah jumlah penduduk (1,01); teknologi (0,36); dan infrastruktur (0,27)
dengan tingkat signifikansi 10%. Sedangkan variable tingkat pendidikan
berpengaruh tidak langsung sebesar (0,27) melalui variable teknologi. Pada saat
krisis faktor yang signifikan berpengaruh langsung adalah teknologi (0,49),
sedang tingkat pendidikan (0,17) berpengaruh tidak langsung dan pada tingkat
signifikansi 5%. Sementara setelah krisis faktor yang berpengaruh langsung
adalah jumlah penduduk (0,96); teknologi (0,33); infrastruktur (0,32); dan
investasi (0,31), sedangkan tingkat pendidikan berpengaruh secara tidak langsung
(0,17) melalui teknologi pada tingkat signifikansi 10%. Variabel jumlah penduduk
menjadi faktor dominan yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jawa Tengah, terutama untuk penduduk yang tinggal di perkotaan. Hal ini
disebabkan karena terkait dengan terjadinya aglomerasi di kota-kota besar.
Penduduk dan proses produksi ekonomi menumpuk di daerah perkotaan. Di sisi
lain, penduduk perkotaan diuntungkan dengan adanya aglomerasi sehingga
cenderung memiliki tingkat kesejahteraan yang baik dan menyebabkan tingkat
konsumsi lebih tinggi. Sementara proses produksi sendiri diuntungkan dengan
2.8. Kerangka Konseptual
Dalam kerangka pemikiran perlu dijelaskan secara teoritis antara variabel
bebas dan variabel terikat. Berdasar pada uraian sebelumnya maka kerangka
pemikiran peneliti dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi (sebagai
variabel terikat) yang dipengaruhi oleh pengeluaran rutin, pengeluaran
pemerintah, dan investasi.
Gambar 2.5. Kerangka konseptual
2.9. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan kajian empiris yang telah dilakukan
sebelumnya, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:
1. Pengeluaran pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Dairi.
2. Investasi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi.
3. Angkatan kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Dairi.
Pengeluaran Pemerintah
Daerah
Investasi
Angkatan Kerja
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengukur variabel–variabel yang
mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi. Variabel–variabel
yang akan diteliti terdiri atas variabel terikat (dependent variable) yaitu
pengeluaran pemerintah, angkatan kerja dan investasi.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari BPS provinsi Sumatera Utara yang meliputi data PDRB atas dasar
harga konstan (ADHK), pengeluaran pemerintah, investasi dan angkatan kerja.
Data penelitian ini merupakan data time series dari tahun 2003-2011.
3.3. Model Estimasi
Determinan tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi dalam kurun
waktu 2003-2011 secara singkat dapat dijelaskan dengan fungsi sebagai berikut.
PED = f(G,I,AK)
Selanjutnya fungsi di atas dispesifikasi kedalam model estimasi dengan
menggunakan model regresi linear berganda, yaitu :
Dimana :
PED : Pertumbuhan ekonomi yang di proxy dengn PDRB (Produk
Domestik Regional Bruto) harga konstan Kabupaten Dairi ( Juta
Rupiah )
G : Pengeluaran pemerintah Kabupaten Dairi (Juta Rupiah)
I : Investasi pemerintah Daerah Kabupaten Dairi (Juta Rupiah)
AK : Angkatan kerja (jiwa)
L : logaritma natural
β 0
β
: intersep (konstanta)
1,β 2, β3
µ : residual
: koefisien regresi (kemiringan/slope)
Untuk ketepatan penghitungan sekaligus mengurangi human error,
digunakan program komputer yang dibuat khusus untuk membantu pengolahan
data statistik, yaitu program Eviews 4.1 dengan tingkat signifikansi pada level of
confidence 95 persen atau α = 0.05.
3.4 . Metode Pemecahan Data lnsukrindo
Adapun data yang diambil merupakan time series dari tahun 2003 sampai
tahun 2011, namun untuk memenuhi jumlah sampelnya maka data pertahun
diubah menjadi pertriwulan dengan menggunakan metode pemecahan data
menurut lnsukrindo dengan rumus sebagai berikut :
Y4 = ¼ { Yt + ( 4.5/12 < Yt - Yt-1
dimana
>)}
Y1
Y
= Nilai triwulan pertama
2 =
Dengan menggunakan metode ini maka didapat data triwulan dari tahun
2003 sampai dengan tahun 2011 sehingga observasi yang didapat menjadi 32
observasi.
= Nilai pada tahun sebelumnya
3.5. Analisis Data
3.5.1. Uji Kesesuain (Test Of Goodness Of Fit)
Uji Kesesuain (Test Of Goodness Of Fit) dilakukan berdasarkan uji t
(partial test), uji F (over all tesst) dan perhitungan nilai koefisien Determinan
(R2
t = (β – β0) / Sβ
). Uji t dimaksudkan untuk melihat tingkat signifikansi pengaruh
masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Untuk pengujian
signifikansi ini, nilai t hitung dibandingkan dengan nilai t-tabel pada tingkat
keyakinan dan derajat kebebasan (degree of freedom) tertentu. Rumus
perhitungan uji-t, yaitu:
dimana: t = nilai t-test
β0 = nilai koefisien variabel eksogen dengan hipotesa = 0 Sβ = standar error estimasi β
Untuk pengujian pengaruh masing-masing variabel independen terhadap
variable dependen, hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut :
H0
H
: βi = 0 : Artinya variabel independen ke-i yang dihipotesiskan tidak berpengaruh secara individu terhadap variabel dependennya.
a : β1,β2,β3
Apabila t-hitung ≥ t-tabel maka Ho ditolak, sebaliknya apabila t-hitung ≤ t -tabel maka Ho tidak ditolak.
> 0 : Artinya variabel independen ke-i yang dihipotesiskan
berpengaruh secara individu terhadap variabel dependennya.
Uji F digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh dari semua variabel
bebas secara keseluruhan terhadap variabel tidak bebasnya. Disamping menguji
berarti tidaknya variabel-variabel bebas secara bersamaan, uji F juga sekaligus
menguji koefisien determinasinya (R2). Dengan demikian hasil uji F yang
signifikan akan menyebabkan nilai R2 yang diperoleh secara statistik tidak sama
dengan nol. Hipotesis yang digunakan adalah :
H0
H
: semua variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh
terhadap variabel tidak bebasnya.
a
Apabila hasil pengujian menunjukkan nilai F-hitung ≥ F-tabel maka Ho ditolak, sebaliknya apabila F-hitung ≤ F -tabel maka Ho tidak ditolak. Derajat
bebas (df).
: minimal salah satu variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel
df untuk pembilang, N1
df untuk penyebut, N
= k – 1, k adalah banyaknya parameter.
2
3.5.2. Koefisien Determinasi (R
= n – k , n adalah banyaknya observasi.
2
Perhitungan nilai koefisien determinasi (R )
2
) digunakan untuk mengukur
kedekatan hubungan dari model yang dipakai. Koefisien determinasi (R2
Besarnya nilai koefisien determinasi adalah antara 0 hingga 1 (0 ≤ R
) yaitu
angka yang menunjukan besarnya kemampuan varians atau penyebaran dari
independen variable (variable bebas) yang menerangkan dependen variable
(variabel terikat) atau angka yang menunjukan seberapa besar independen
variable (variabel bebas) dapat menjelaskan dependen variable (variabel terikat).
2
3.5.3. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
≤1),
dimana jika nilai koefisien mendekati 1, maka model tersebut dikatakan baik
karena semakin dapat menjelaskan hubungan antara variabel bebas dengan
variabel terikat.
Selain dilakukan uji statistika di atas, pada saat analisis regresi sering
muncul beberapa masalah yang termasuk dalam pengujian asumsi klasik, yaitu
ada tidaknya masalah normalitas, multikolinieritas dan autokorelasi. Penelitian
yang dilakukan dalam penelitian memiliki dimensi waktu (time series) sehingga
untuk uji asumsi klasik hanya akan dilakukan berkaitan dengan mutlikolinieritas,
dan autokorelasi.
Uji normalitas berfungsi untuk mengetahui apakah kesalahan penggangu
menunjukkan µ mempunyai nilai rata-rata yang sama dengan nol, tidak
berkolerasi dan mempunyai varian yang konstan. Dengan asumsi ini Estimator
dan mempunyai varian yang minimum. Untuk mengetahui normal tidaknya faktor
penggangu µ dilakukan dengan Jarque-Bera Test (J-B Test).
Uji menggunakan hasil estimasi residual dan probabilitas X2, yaitu dengan membandingkan nilai JB hitung atau X2 hitung dengan X2
H
tabel. Kriteria keputusan sebagai berikut :
0
H
: µ terdistribusi normal
a
1. Jika JB hitung > X2 tabel maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual µ I
berdistribusi normal ditolak.
: µ tidak terdistribusi normal
2. Jika nilai JB hitung < X2 tabel
3. Tahap uji Jarque Bera dengan menggunakan Eviews secara ringkas adalah
sebagai berikut :
maka Hipotesis yang menyatakan bahwa resodual
µi berdistribusi normal diterima.
a. Formulasi hipotesis
Ho = distribusi µi
Ha = distribusi µt
b. Menentukan tingkat signifikan (α) tidak normal
c. Menentukan kriteria pengujian
Ho ditolak jika prob. JB < α, Ho diterima jika prob. JB>α
d. Kesimpulan
Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
yang signifikan diantara variabel bebas. Salah satu cara untuk mendeteksi
multikolinieritas adalah dengan menguji koefisien korelasi (r) antar variabel
independen.
Tanpa adanya perbaikan multikolinieritas tetap menghasilkan estimator
yang BLUE karena masalah estimator yang BLUE tidak memerlukan asumsi tidak