• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerjemahan dokumen resmi Arab-Indonesia (studi kritik gramatikal terjemahan penerjemah resmi Al-Hadi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerjemahan dokumen resmi Arab-Indonesia (studi kritik gramatikal terjemahan penerjemah resmi Al-Hadi)"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

PENERJEMAHAN DOKUMEN RESMI ARAB-INDONESIA

(Studi Kritik Gramatikal Terjemahan Penerjemah Resmi Al-Hadi)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sastra (S.S.)

Oleh

YUYUN YUNINGSIH

NIM: 106024000955

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H./2010 M.

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 21 Juni 2010

Yuyun Yuningsih

(3)

PENERJEMAHAN DOKUMEN RESMI ARAB-INDONESIA

(Studi Kritik Gramatikal Terjemahan Penerjemah Resmi Al-Hadi)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sastra (S.S.)

Oleh

YUYUN YUNINGSIH

NIM: 106024000955

Pembimbing

Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum.

Nip: 19791229 200501 1 002

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431H./2010 M.

(4)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul PENERJEMAHAN DOKUMEN RESMI ARAB-INDONESIA (STUDI KRITIK GRAMATIKAL TERJEMAHAN PENERJEMAH RERMI Al-HADI) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 15 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S) pada Program Studi Tarjamah.

Jakarta, 21 Juni 2010

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota,

Drs. Ikhwan Azizi, MA NIP: 19570816 199403 1 001

Sekertaris Merangkap Anggota,

Ahmad Saekhuddin, M.Ag. NIP: 1970050 200003 1 003

Pembimbing,

Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum. NIP: 19791229 200501 1 002

Penguji,

Drs. Abdullah, M.Ag NIP: 199610825 199303 1 002

(5)

ABSTRAK

Yuyun Yuningsih

Judul: Penerjemahan Dokumen Resmi Arab-Indonesia (Studi Kritik Gramatikal Terjemahan Penerjemah Resmi Al-Hadi)

Di dunia penerjemah selain penerjemahan buku, ada pula penerjemahan dokumen resmi (hukum) yang secara khusus diterjemahkan oleh penerjemah yang kualitas terjemahannya diakui oleh Gubernur DKI Jakarta. Penerjemah tersebut biasa disebut dengan penerjemah resmi (tersumpah). Masih banyak sekali orang yang belum mengetahui siapa penerjemah tersumpah itu? Bagaimana penerjemahan dokumen resmi itu?. Dengan demikian penulis tertarik dengan judul penerjemhan dokumen resmi.

Kemudian, setelah penulis meneliti suatu terjemahan dokumen dalam segi gramatikal, ada beberapa kesalahan yang terdapat dalam terjemahan tersebut. Oleh karena itu penulis tertarik meneliti dan menilai atau mengkritik lebih dalam terjemahan dokumen tersebut. Disebabkan begitu banyaknya metode penilaian pada terjemahan, maka penulis memilih metode penilaian milik Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum., dengan alasan metode miliknya itu bersifat lebih praktis.

Sementara itu, pada skripsi ini penulis mengusulkan terjemahan alternative yang lebih dekat, tentunya dengan merujuk ke beberapa kamus. Dalam usulan terjemahan tersebut tidak sepenuhnya benar dan masih selalu dapat diperdebatkan.

Akhir-akhir ini, di Indonesia mulai banyak penerjemah resmi (tersumpah) yang membuka jasa penerjemahan. Dengan demikian, penulis memilih salah satu lembaga penerjemahan, yaitu penerjemah resmi Al-Hadi sebagai objek kajian. Hal tersebut disebabkan cukup banyak orang yang menggunakan jasa pada lembaga tersebut. Selain itu, lokasi lembaga tersebut cukup dekat jaraknya dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. Yang telah mencurahkan rahmat dan pertolongan-Nya. Berkat rahmat dan pertolongan-Nyalah, skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Salawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw., dan juga kepada para sahabat, keluarga, dan kita sebagai umatnya yang mudah-mudahan kelak di hari kiamat mendapat syafaatnya.

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah terutama kepada: Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA., Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Dr. Abdul Wahid Hasyim, M.Ag., Dekan Fakultas Adab dan Humaniora; Drs. Ikhwan Azizi, MA., Ketua Jurusan Tarjamah; Ahmad Syaekhuddin, M.Ag., Sekertaris Jurusan Tarjamah; Moch. Syarif Hidayatullah, M. Hum, Dosen Pembimbing Akademik Jurusan Tarjamah.

Secara Khusus, penulis menyampaikan terima kasih setinggi-tingginya kepada Moch. Syarif Hidayatullah, M. Hum, yang telah banyak meluangkan waktu di tengah kepadatan aktivitasnya untuk membimbing dan mengarahkan penyusunan skripsi ini. Semoga Allah Swt. membalas amal kebaikannya. Secara umum, penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh dosen di Jurusan Tarjamah yang telah mencurahkan segenap kemampuannya dalam memberikan ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, penulis selalu berdoa semoga semua ilmu yang telah diserap penulis dari mereka menjadi ilmu yang bermanfaat dan menjadi bekal

(7)

kelak di masa depan. Hanya kepada Allah-lah penulis memohon semoga amal baik mereka mendapat pembalasan yang berlipat ganda.

Tak lupa penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada orang yang sangat berjasa, yaitu kedua orang tua penulis (Bapak Imin Suryadi dan Ibu Imas), yang tak henti-hentinya mencurahkan segenap usaha dan kemampuan dan kelancaran untuk terus memotivasi penulis dalam menyelesaikan studi ini, diiringi panjatan doa, memohon kepada Allah agar penulis senantiasa diberikan kemudahan da kelancaran dalam segala urusan. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada kakak-kakakku tercinta, yaitu M. Samsi, M. Dahlan, dan M. Ismail atas support yang tiada henti diberikan.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Wiwit Adi Saputra, Dian Sara Putri dan Nurul Hikmah yang tak pernah berhenti mensupport dan menemani penulis hingga selesai skripsi ini. Terima kasih pula penulis sampaikan kepada Nubzah, Fuad, Iyum, Suti, Novi, Melli, Wulan, Elida, Anis, Musyarofah, Rina, Erna, Hamidah, Yatmi, Yuli, Leni, Aini, Ruston, Daus, Komeri serta teman-teman jurusan Tarjamah lainnya yang tak bisa penulis sebutkan dalam skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa mendatang.

Ciputat, 9 April 2010

Yuyun Yuningsih

(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iv

ABSTRAK ... v

PRAKATA... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1.4 Metodologi Penelitian... 6

1.5 Sistematika Penulisan ... 7

BAB II KAJIAN TERDAHULU 2.1 Pengantar... 10

2.2 Kajian Terdahulu tentang Kritik dan Penilaian Terjemahan 10 2.2.1 Rohayah Machali ... 10

(9)

2.2.1.1 Pengantar... 10

2.2.1.2 Penilaian Umum... 11

2.2.1.2.1 Segi-Segi Penilaian ... 11

2.2.1.2.2 Kriteria Penilaian ... 11

2.2.1.2.3 Cara Penilaian ... 12

2.2.1.3 Penilaian Khusus... 14

2.2.2 Frans Sayogie... 15

2.2.2.1 Pengantar... 15

2.2.2.2 Prinsip-Prinsip Penilaian yang Baik ... 15

2.2.2.3 Model Penilaian Penerjemahan... 15

2.2.2.4 Model Penilaian Penerjemahan Frans Sayogie 19 2.2.3 Maurits D.S. Simatupang ... 22

2.2.4 E. Sadtono ... 23

2.2.4.1 Pengantar... 23

2.2.4.2 Teknik Penilaian Terjemahan ... 25

2.2.5 Moch. Syarif Hidayatullah... 28

2.2.5.1 Pengantar... 28

2.2.5.2 Cara Penilaian ... 29

2.3 Kajian Terdahulu tentang Teori Penerjemahan, Aspek Gramatikal dan Penerjemahan Dokumen Resmi ... 31

2.3.1 Teori Penerjemahan ... 31

2.3.1.1 Definisi Penerjemahan ... 31

2.3.1.2 Proses Penerjemahan ... 32

2.3.2 Aspek Gramatikal ... 34

(10)

2.3.2.1 Pengantar... 34

2.3.2.2 Diksi (Pilihan Kata)... 35

2.3.2.3 Kalimat Efektif... 36

2.3.2.4 Penulisan Surat... 38

2.3.2.4.1 Definisi Surat... 38

2.3.2.4.2 Syarat Surat yang Efektif... 38

2.3.2.4.3 Cara Penulisan Bagian Surat... 39

2.3.3 Penerjemahan Dokumen Hukum... 43

BAB III KERANGKA TEORI 3.1 Pengantar... 46

3.2 Kritik dan Penilaian Terjemahan ... 46

3.3 Aspek Gramatikal ... 48

BAB IV PROFIL PENERJEMAH TERSUMPAH AL-HADI 4.1 Profil Lembaga Penerjemah Tersumpah Al-Hadi... 52

4.1.1 Sejarah Penerjemah Tersumpah Al-Hadi... 52

4.1.2 Prosedur Penerjemahan Al-Hadi... 53

4.1.3 Visi dan Misi... 53

4.2 Profil Penerjemah Tersumpah Al-Hadi ... 54

BAB V KRITIK DAN PENILAIAN ATAS TERJEMAHAN DOKUMEN RESMI MILIK PENERJEMAH TERSUMPAH AL-HADI 5.1 Kritik dan Penilaian atas Terjemahan Ijazah ... 56

(11)

5.2 Kritik dan Penilaian atas Terjemahan Surat Izin Usaha

Perdagangan ... 59 5.3 Kritik dan Penilaian atas Terjemahan Surat Keterangan Dokter/

Sakit ... 64 5.4 Kritik dan Penilaian atas Terjemahan Surat Kuasa... 67

BAB VI PENUTUP

Kesimpulan ... 72 DAFTAR PUSTAKA ... 75 LAMPIRAN... 78

(12)
[image:12.595.112.511.118.705.2]

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kriteria Penilaian Rohayah Machali... 11

Tabel 2 Rambu-Rambu Penilaian Terjemahan Rohayah Machali... 13

Tabel 3 Model-Model Penilaian ... 16

Tabel 4 Kelemahan Model... 17

Tabel 5 Contoh Model Penilaian Frans Sayogie... 18

Tabel 6 Model Penilaian Moch. Syarif Hidayatullah ... 28

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I Ijazah Bahasa Arab ... 79

Lampiran II Terjemahan (Ijazah) Al- Hadi ... 80

Lampiran III Ijazah Bahasa Indonesia... 81

Lampiran IV Surat Izin Usaha Perdagangan Bahasa Arab... 82

Lampiran V Terjemahan (Surat Izin Usaha Perdagangan) Al-Hadi ... 83

Lampiran VI Surat Izin Usaha Perdagangan Bahasa Indonesia ... 85

Lampiran VII Surat Keterangan Dokter Bahasa Arab ... 86

Lampiran VIII Terjemahan (Surat Keterangan Dokter) Al-Hadi... 87

Lampiran IX Surat Keterangan Dokter/ Sakit Bahasa Indonesia ... 88

Lampiran X Surat Kuasa Bahasa Arab... 89

Lampiran XI Terjemahan (Surat Kuasa) Al-Hadi ... 90

Lampiran XII Surat Kuasa Bahasa Indonesia ... 91

(13)

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Dalam skripsi ini, sebagian data berbahasa Arab ditransliterasikan ke dalam huruf latin. Transliterasi ini berdasarkan Pedoman Transliterasi Arab-Latin dalam buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” CeQDa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 1. Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin

أ

ط

T

ب

b

ظ

Z

ت

t

ع

ث

ts

غ

Gh

ج

j

ف

F

ح

h

ق

Q

خ

kh

ك

K

د

d

ل

L

ذ

dz

م

M

ر

r

ن

N

ز

z

و

W

س

s

ه

H

ش

sy

ء

`

ص

s

ي

y

ض

d

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

a. Vokal tunggal

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

(14)

----

a Fathah

----

i Kasrah

----

u Dammah

b. Vokal Rangkap

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

----ي

ai a dan i

----و

au a dan u

c. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

----ا

/

ي

â a dengan topi di atas

----ي

î i dengan topi di atas

----و

û u dengan topi di atas

3. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara dilambangkan dengan huruf, yaitu لا , dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.

4. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau Tasydîd yang dalam system tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda --- dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan ّ menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata ةروﺮّﻀﻟا tidak ditulis ad-darûrah melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.

(15)

xv 5. Ta Marbûtah

Jika huruf Ta Marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (contoh no. 1). Hal yang sama juga berlaku jika Ta Marbûtah tersebut diikuti oleh (na’t) atau kata sifat (contoh no.2). Namun jika huruf Ta Marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (contoh no.3).

No. Kata Arab Alih Aksara

1

ﺔﻘ ﺮﻃ

Tarîqah

2

ﺔ ﻣﻼﺳﻹا

ﺔﻌﻣﺎ ﻟا

Al-jâmi’ah al-islâmiyah

3

دﻮ ﻮﻟا

ةﺪﺣو

Wihdat al-wujûd

6. Huruf Kapital

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Para ahli bahasa mengatakan bahwa bahasa sebagai alat komunikasi secara genetis hanya ada pada manusia. Implementasinya manusia mampu membentuk lambang atau memberi nama guna menandai setiap kenyataan, sedangkan binatang tidak mampu melakukan itu semua. Bahasa hidup di masyarakat dan dipakai oleh warganya untuk berkomunikasi. Kelangsungan hidup sebuah bahasa sangat dipengaruhi oleh dinamika yang terjadi dalam budaya dan dialami penuturnya. Dengan kata lain, budaya yang ada di sekeliling bahasa tersebut akan ikut menentukan wajah dari bahasa itu.1

Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan dan keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat, sehingga tidak dapat dipisahkan. Bahasa dan budaya merupakan hal yang sangat penting dalam penerjemahan. Penerjemahan adalah proses pengalihan pesan dari bahasa sumber (Bsa) ke dalam bahasa sasaran (Bsa). Maksud “proses” disini adalah proses pengambilan keputusan dalam komunikasi interlingual lintas dua bahasa yang berbeda.2

Dalam penerjemahan, pemahaman Bsu merupakan pengalihan aspek tekstual dari teks bahasa sumber (Tsu) ke teks bahasa sasaran (Tsa). Dengan demikian

1

Komunitas anak sastra Universitas Pendidikan Indonesia, Sosiolinguistik: Hubungan Bahasa dan Budaya, (anaksastra.blogspot.com)diakses pada tanggal 2 Desember 2009

2

Mangatur Nababan, Kompetensi dan Dampaknya pada Kualitas Terjemahan,

(www.uns.ac.id/cp/p/penelitian.php) diakses pada tanggal 2 Desember 2009

(17)

dapat dikatakan bahwa untuk bisa menerjemahkan, seorang penerjemah harus benar-benar memahami Tsu.

Selain itu pula, agar penerjemahan bisa mentranformasikan pesan yang dipahaminya dari Tsu ke dalam benak pembaca, seorang penerjemah harus mempunyai faktor-faktor keterbacaan, di antaranya: seorang penerjemah harus bisa menyampaikan ide dan pesan pada Tsu secara tegas dan tidak bertele-tele. Dengan kata lain ia punya wewenang untuk membuang hal-hal yang bertele-tele dalam Tsu. Seorang penerjemah juga harus bisa menyampaikan ide dan pesan pada Tsu dengan bahasa yang popular dan lazim. Ia harus berani membuang arti kata-kata tertentu yang sebetulnya sudah tidak popular lagi dalam penggunaan Bsa.3

Selain hal-hal tersebut, di berbagai belahan dunia sekarang ini penerjemahan kembali mendapatkan perhatian, terutama karena arus dan ledakan informasi yang disebabkan oleh globalisasi. Seiring dengan ledakan ini, lahirlah kode etik, tata cara menerjemahkan dan sebagainya.

Di samping itu, kegiatan penerjemahan kemudian menjadi tingkat spesialis, sehingga di beberapa universitas di luar negeri ada pendidikan khusus tingkat pascasarjana untuk penerjemah dan juru bahasa, misalnya di Prancis, Australia dan Inggris.4 Di Indonesia, baru Universitas Indonesia yang dalam proses pemantapan menyelenggarakan pendidikan serupa. Kualifikasi melalui pendidikan tersebut diiringi pula dengan pembakuan dan pengesahan kualifikasi penerjemah. Misalnya, di Jakarta, khususnya untuk Daerah Khusus Ibukota

3

Moch. Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An: Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia. (Tangerang: Dikara, 2009), cet ke-3, h.16

4

Rohayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, (Jakarta: Grasindo, 2000), h. 3

(18)

(DKI), terdapat ujian kualifikasi Penerjemah dan “Penerjemah Bersumpah atau Tersumpah”, yang sebenarnya memberikan kualifikasi sebagai penerjemah hukum.

Jasa penerjemah tersumpah biasanya dibutuhkan untuk menerjemahkan dokumen-dokumen pribadi seperti akte kelahiran, ijazah, rapor siswa, kartu keluarga, dan lain sebagainya. Jasa ini diperlukan terutama oleh mereka yang bermaksud untuk melanjutkan sekolah di luar negeri atau mengurus dokumen keimigrasian di luar negeri.5

Sebagian sekolah, universitas dan/atau kedutaan mensyaratkan dokumen yang diperlukan, terutama yang ditulis dalam bahasa Indonesia untuk diterjemahkan ke dalam bahasa asing atau sebaliknya oleh penerjemah tersumpah.

Ketika menerjemahkan dokumen tersebut, tidak ada pilihan lain penerjemah tersumpah harus mengakrabkan diri dengan contoh penerapan pada dokumen dalam kedua bahasa, dan membekali diri dengan system yang berlaku di masing-masing Negara agar hasil terjemah terbaca akrab dan lazim.

Sekarang ini, banyak sekali penerjemah tersumpah di Indonesia yang membuka jasa penerjemahan untuk membantu mereka baik yang bermaksud untuk melanjutkan sekolah di Indonesia atau mengurus dokumen keimigrasian di Indonesia dengan mengalihkan bahasa dokumen tersebut ke dalam bahasa Indonesia. Di Depok ada Absa Translation servise yang membuka jasanya lewat situs internet. Begitu pula di Bekasi ‘BNS Translation Service’, di Bali ‘Bali Translator’, dan lain sebagainya juga membuka jasanya lewat situs internet.

5

Wikimu, Apa sih penerjemah tersumpah?, (wikimu.com/News/DisplayNews.aspx)

(19)

Mereka melayani berbagai macam bahasa di antaranya bahasa Inggris, Jepang, Korea, Arab, Prancis, Cina dan lain-lainnya.

Penulis telah meminta informasi pada beberapa penerjemah melalui e-mail. Akan tetapi, tidak ada tanggapan sama sekali dari pihak penerjemah. Akhirnya, penulis mendapatkan informasi penerjemah tersumpah yang terletak di Kramat Jati, yaitu Penerjemah Resmi Al-Hadi. Penerjemah tersebut khusus menerjemah dokumen-dokumen berbahasa Arab. Oleh karena itu, penulis menjadikannya kajian di dalam skripsi penulis.

Dalam dokumen berbahasa Arab, misalnya dalam ijazah berbahasa Arab nomor penetapan surat diletakan di bagian bawah. Padahal dalam ijazah yang berbahasa Indonesia, nomor penetapan ijazah di letakan di bagian atas.

Contoh lain dalam ijazah berbahasa Arab biasanya dibuka dan ditutup dengan doa, sedangkan dalam ijazah berbahasa Indonesia tidak terdapat kalimat doa. Contohnya dalam ijazah Arab di bagian bawah terdapat doa sebagai berikut:

و

ﻣﺎﻌﻟا

ءﺎ ﻌﻟا

ﻚﻟﺄ

نأ

و

ﷲا

لﺄ

و

ﷲا

ىﻮﻘ

Kemudian diterjemahkan oleh Al-Hadi sebagai berikut:“Seraya kami bermohon semoga Allah memberinya kemudahan dalam mengikuti jalan para

ulama”

Sedangkan dalam ijazah Indonesia kalimat doa ini tidak ada. Apabila penerjemah membuang kata-kata dalam bahasa sumber (Bsu) tidak mengurangi makna ketika dialihkan ke dalam bahasa sasaran (Bsa), maka itu boleh.

Oleh karena itu, penerjemah dituntut untuk memahami kaidah-kaidah penulisan bahasa sumber dan bahasa sasaran. Menerjemahkan bukan

(20)

memindahkan atau mengganti kata demi kata, melainkan memindahkan pesan, pikiran atau amanat.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi dasar dalam melakukan penelitian ini adalah penerjemahan dalam pengertian pemindahan makna dari Bsu ke Bsa sebagai cara yang dapat diandalkan, bukan penerjemahan kata demi kata. Untuk memindahkan makna tersebut dibutuhkan kalimat-kalimat terjemahan efektif dalam Bsa.

Dari contoh di atas, dengan kekurangan dan kelebihan yang terdapat dalam terjemahan dokumen oleh penerjemah tersumpah, penulis tertarik untuk mengkritisi dan menilai terjemahan tersebut. Sehingga penulis memberi judul skripsi dengan judul “Penerjemahan Dokumen Resmi Arab-Indonesia (Studi Kritik Gramatikal Terjemahan Penerjemah Resmi Al-Hadi)”.

1.2 Pembatasan dan Rumusan Masalah

Untuk mempermudah penelitian dan menghindari perluasan masalah, penulis membatasi masalah penelitian ini dengan penelitian beberapa macam dokumen resmi, yaitu terjemahan ijasah, surat izin membuka tempat usaha, surat keterangan dokter dan surat kuasa.

Agar penulisan ini tidak meluas, penulis merumuskan masalah ini dengan bentuk pertanyaan yang akan dijawab setelah melalui telaah mendalam. Bentuk pertanyaannya adalah sebagai berikut:

Bagaimana akurasi gramatikal yang dipilih Penerjemah Resmi Al-Hadi dalam menerjemahkan dokumen resmi Arab-Indonesia?

(21)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka tujuan umum yang akan dicapai pada skripsi ini, yaitu:

Mengetahui akurasi gramatikal yang dipilih oleh penerjemah tersumpah Al-Hadi dalam menerjemahkan dokumen resmi Arab-Indonesia.

Manfaat dari hasil penelitian ini, untuk menggugah para penerjemah tersumpah akan pentingnya penguasaan bahasa Indonesia dalam kegiatan penerjemahan dokumen resmi Arab ke bahasa Indonesia.

Bagi penulis untuk menambahnya wawasan dan pengalaman khususnya dalam penerjemahan dokumen resmi. Sedangkan bagi jurusan terjemah untuk menjadikan penelitian ini sebagai bahan pertimbangan bagi para peneliti berikutnya.

Selain itu, untuk disadari bahwa dalam menerjemah susunan kalimat bahasa sasaran (Bsa) tidak harus sama dengan susunan kalimat bahasa sumber (Bsu). Dengan kata lain, yang terpenting adalah pesan yang terdapat pada Bsu tersampaikan pada pembaca.

1.4 Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian studi naskah terjemahan, yaitu dengan cara menginventarisir kata-kata terkait dengan masalah yang diteliti untuk menyingkap fakta yang ada sekaligus menemukan masalah-masalah baru. Setelah itu, penulis mendeskripsikan masalah-masalah tersebut sesuai dengan data yang ada sehingga dapat mencapai maksud dan tujuan penelitian.

(22)

Sementara itu, penulis menggunakan metode eksploratif, yaitu dengan cara mengumpulkan data terkait dengan masalah yang diteliti. Setelah itu, penulis mendeskripsikan masalah tersebut sesuai dengan data yang ada sehingga dapat mencapai maksud dan tujuan penelitian.

Dalam pengumpulan data tersebut, penulis menggunakan teknik komunikasi dan pengamatan (observasi). Teknik komunikasi disini, penulis mengadakan wawancara langsung dengan penerjemah tersumpah Al-Hadi. Sementara untuk teknik pengamatan penulis langsung mengamati dan mencatat segala sesuatu yang diperlukan. Selain itu penulis merekam semua hasil wawncara dengan penerjemah tersumpah Al-Hadi.

Dalam penulisan ini penulis juga merujuk pada sumber-sumber sekunder berupa buku-buku tentang penerjemahan, kamus bahasa Arab, bahasa Indonesia, Lingustik, Ensiklopedi, Internet, dan lain-lain.

Selain itu, penulis menggunakan kajian pustaka (library research).6 Secara

teknis, penulis ini didasarkan pada buku pedoman penulisan karya Ilmiah (skripsi, tesis dan disertasi) yang berlaku di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Center of Quality Development and Assurance (CeQDA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk menyistemasikan skripsi ini, langkah yang penulis tempuh sebagai berikut: Bab pertama penulis menempatkan pendahuluan sebagai awal wacana dan gambaran pembuka dalam skripsi ini, agar pembaca dapat membentuk asumsi dan

6

Hermawan Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta: Gramedia, 1993), hal: 59

(23)

pola pikir secara sistematis di bab-bab selanjutnya. Bab satu ini merupakan pengantar bagi seluruh bab yang menjadi kerangka umum skripsi yang berisi mengenai latar belakang masalah, alasan penulis mengambil judul “Penerjemahan Dokumen Resmi Arab-Indonesia (Studi Kritik Gramatikal Terjemahan Penerjemah Tersumpah Al-Hadi)”, pembatasan dan perumusan masalah yang berfokus pada analisis, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka yang menguatkan bahwa judul skripsi ini belum ada pada jurusan Tarjamah, metodologi penelitian yang menjelaskan metode yang penulis pakai dan sistematika penulisan yang menarasikan outline skripsi yang penulis susun.

Sementara itu, pada bab kedua penulis menyajikan kajian terdahulu. Pada bab ini ada dua bahasan yang penulis uraikan, yaitu (1) kajian terdahulu tentang kritik dan penilaian terjemahan; dan (2) kajian terdahulu tentang teori penerjemahan, aspek gramatikal dan seputar penerjemah tersumpah.

Pada bab ketiga penulis meletakan kerangka teori yang di dalamnya dikemukakan landasan-landasan yang akan digunakan dalam menganalisis dokumen. Uraian tersebut penulis ambil dari kajian terdahulu. Akan tetapi, penulis menguraikannya secara ringkas. Penulis hanya meletakan 2 pembahasan saja pada bab ini, karena kedua bahasan tersebut merupakan teori penting yang penulis pakai dalam menganalisis dokumen. Pertama, penulis meletakan uraian mengenai kritik dan penilaian terjemahan. Uraian tersebut menjelaskan metode yang penulis pakai dalam menganalisis dokumen. Kedua, penulis meletakan aspek gramatikal. Uraian tersebut menjelaskan teori apa saja yang penulis pakai dalam menganalisis dokumen.

(24)

Pada bab keempat penulis menguraikan profil lembaga penerjemah tersumpah Al-Hadi, mulai dari sejarah lembaga, prosedur penerjemahannya serta visi dan misi lembaga tersebut. Selain itu, pada bab ini penulis secara khusus mengurai profil penerjemah tersumpah di lembaga tersebut.

Sementara pada bab kelima penulis menempatkan hasil penelitian penulis tentang kritik penilaian terhadap terjemahan dokumen resmi oleh penerjemah tersumpah Al-Hadi.

Akhirnya pada bab yang keenam yang merupakan bab terakhir atau penutup yang berisikan kesimpulan dari hasil-hasil penelitian yang penulis peroleh yang kemudian dilanjutkan dengan saran-saran yang mungkin perlu dijadikan sebuah pertimbangan penerjemahan.

(25)

BAB II

KAJIAN TERDAHULU

2.1Pengantar

Pada bab ini ada dua bahasan yang penulis uraikan, yaitu (1) kajian terdahulu tentang kritik dan penilaian terjemahan; dan (2) kajian terdahulu tentang teori penerjemahan, aspek gramatikal dan seputar penerjemah terseumpah.

2.2Kajian Terdahulu tentang Kritik dan Penilaian Terjemahan

Banyak sekali para tokoh yang memberikan kajian tentang kritik dan penilaian penerjemahan. Oleh karena itu, dalam bab kajian terdahulu ini penulis hanya menyajikan kajian dari beberapa tokoh saja, antara lain Rohayah Machali, Frans Sayogie, Maurits D.S. Simatupang, E. Sadtono, dan Moch. Syarif Hidayatullah.

2.2.1 Rohayah Machali

2.2.1.1 Pengantar

Rohayah Machali dalam bukunya, Pedoman Bagi Penerjemah, menyebutkan bahwa penilaian terjemahan sangat penting. Hal ini disebabkan oleh dua alasan: (1) untuk menciptakan hubungan dialektik antara teori dan praktik penerjemahan; (2) untuk kepentingan kriteria dan standar dalam menilai kompetensi penerjemah.

Di samping itu, Machali mempunyai dua konsep penilaian yaitu, penilaian umum dan penilaian khusus. Seperti yang dikutip Machali, Newmark meletakan penilaian umum pada dua metode penerjemahan, yaitu metode semantik dan komunikatif. Sementara itu penerjemahan khusus berkenaan dengan teks-teks jenis khusus. Menurut Machali, pada saat melakukan penilaian umum, ada tiga hal

(26)

yang harus diperhatikan: (1) segi-segi yang perlu diperhatikan dalam penilaian; (2) kriteria penilaian; (3) cara penilaian.7

2.2.1.2 Penilaian Umum

2.2.1.2.1 Segi-Segi yang Perlu Diperhatikan dalam Penilaian

Machali berpendapat bahwa penilaian penerjemahan bukan sekedar dari segi benar salah, bagus buruk, dan harfiah-bebas. Ada beberapa segi dalam penerjemahan yang harus dipertimbangkan dalam penilaiannya, yaitu segi ketepatan padanan. Segi ketepatan padanan tersebut meliputi aspek linguistik, semantik dan pragmatik.

2.2.1.2.2 Kriteria Penilaian

Menurut Machali penilaian harus mengikuti prinsip validitas dan reliabilitas. Akan tetapi, karena penilaian karya terjemahan bersifat relatif (berdasarkan kriteria lebih-kurang), maka validitas penilaian dapat dipandang dari aspek conten validity dan face validity. Alasannya adalah karena menilai terjemahan berarti melihat aspek isi (conten validity) dan sekaligus juga aspek-aspek yang menyangkut “keterbacaan” seperti ejaan ( face validity).8

[image:26.595.113.511.582.702.2]

Di samping itu kriteria yang diajukan Machali seperti pada tabel berikut ini: Tabel 1. Kriteria penilaian Rohayah Machali

Segi dan Aspek Kriteria

A. Ketepatan reproduksi makna 1. Aspek linguistis

(a) transposisi (b) modulasi

(c) leksikon (kosakata) (d) idiom

Benar, jelas, wajar

7

Rohayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, h. 108 8

Rohayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, h. 115

(27)

2. Aspek semantic (a) makna referensial (b) makna interpersonal

(i) gaya bahasa

(ii)aspek interpersonal lain misalnya konotatif-denotatif

3. Aspek pragmatis

a. Pemadanan jenis teks (termasuk maksud/ tujuan penulis

b. Keruntutan makna pada tataran kalimat dengan tataran teks

Menyimpang? (lokal/total)

Berubah? (lokal/total)

Menyimpang? (lokal/total) Tidak runtut? (lokal/total)

B. Kewajaran ungkapan (dalam arti kaku) Wajar dan/atau harfiah? C. Peristilahan Benar, baku, jelas D. Ejaan benar, baku Benar, baku Catatan untuk table 1.

a) “lokal” maksudnya menyangkut beberapa kalimat dalam perbandingannya dengan jumlah kalimat seluruh teks (persentase);

b) “total” maksudnya menyangkut 75% atau lebih bila dibandingkan dengan jumlah kalimat seluruh teks;

c) “runtut” maksudnya sesuai/cocok dalam hal makna; d) “wajar” artinya alami, tidak kaku;

e) “penyimpangan” selalu menyiratkan kesalahan, dan tidak demikian halnya untuk “perubahan” (misalnya perubahan gaya).

2.2.1.2.3 Cara Penilaian

Machali memberikan asumsi sebagai berikut: (a) tidak ada penerjemahan sempurna, artinya dalam teks Bsa itu tidak sedikitpun kehilangan informasi, pergeseran makna, transposisi, ataupun modulasi. Dengan kata lain tidak ada keruntutan sempurna dalam penerjemahan. Maka penerjemahan “yang paling” bagus harus diartikan sebagai “hampir sempurna”; (b) penerjemahan semantik dan komunikatif adalah reproduksi pesan yang umum, wajar dan alami dalam Bsa; (c) Penilaian penerjemahan disini adalah penilaian umum dan relatif.

(28)

Sementara itu, penilaian dapat dilakukan melalui tiga tahap. Tahap pertama, penilaian fungsional, yaitu kesan umum untuk melihat apakah tujuan umum penulisan menyimpang. Bila tidak penilaian dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya.

Tahap kedua, penilaian terinci berdasarkan segi-segi dan kriteria yang sudah dibahas sebelumnya pada tabel 1. Tahap ketiga, penilaian terinci pada tahap kedua tersebut digolong-golongkan dalam suatu skala/continuum dan dapat diubah menjadi nilai.9 Untuk memudahkan penempatan golongan atau kategori,

[image:28.595.111.509.276.731.2]

kriteria pada tahap kedua diwujudkan dalam indikator umum seperti pada tabel berikut:

Table 2. rambu-rambu penilaian terjemahan Rohayah Machali

Kategori Nilai Indikator

Terjemahan hampir sempurna

86-90 (A)

Penyampaian wajar; hampir tidak terasa seperti terjemahan;tidak ada kesalahan ejaan; tidak ada kesalahan/ penyimpangan tata bahasa; tidak ada kekeliruan penggunaan istilah.

Terjemahan sangat bagus

76-85 (B)

Tidak ada distori makna; tidak ada terjemahan harfiah yang kaku; tidak ada kekeliruan penggunaan istilah; ada satu-dua kesalahan tata bahasa/ejaan (untuk bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan ejaan).

Terjemahan baik 61-75 (C)

Tidak ada distori makna; ada terjemahan harfiah yang kaku, tapi relative tidak lebih 15% dari keseluruhan teks. Ada satu-dua penggunaan istilah yang tidak baku/umum. Ada satu-dua kesalahan tata ejaan (untuk bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan ejaan.

Terjemahan cukup

46-60 (D)

Terasa sebagai terjemahan; ada beberapa terjemahan harfiah yang kaku, tetapi relative tidak lebih dari 25%. Ada beberapa kesalahan idiom dan tata bahasa, tetapi relative tidak lebih dari 25% keseluruhan teks. Ada satu-dua penggunaan istilah yang tidak baku/ tidak umum dan/atau kurang jelas.

9

Rohayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, h. 119-120

(29)

Terjemahan buruk

20-45 (E)

Sangat terasa sabagai terjemahan; terlalu banyak terjemahan harfiah yang kaku (relative lebih dari 25% dari keseluruhan teks). Distori makna dan kekeliruan penggunaan istilah lebih dari 25% keseluruhan teks.

Catatan:

1. nilai dalam kurung adalah nilai ekuivalen

2. istilah “wajar” dapat dipahami sebagai “wajar dan komunikatif” 2.2.1.3 Penilaian Khusus

Machali mengatakan bahwa penelitian khusus menyangkut teks-teks khusus, baik dari hal jenis (misalnya puisi, dokumen hokum seperti akte) maupun dalam fungsinya (misalnya ekspresif, vokatif). Dalam penilaian terjemahan, penilaian yang diberikan harus secara khusus pula menyangkut segi-segi tersebut.10

Sebagai teks yang sifat dan bentuknya khusus, maka fungsinya pun khusus. Misalnya, suatu akte notaris berfungsi untuk memberikan kesaksian tertentu, sehingga ungkapan-ungkapannya yang secara nyata mendukung fungsi itu tidak dapat diganti dengan ungkapan lainnya, misalnya berfungsi sebagai jaminan asuransi.

Dengan demikian, menurut Machali dalam penilaian teks-teks yang khusus, segi bentuk, sifat dan fungsi harus diikutsertakan dalam penilaian. Sedangkan kriteria yang dapat digunakan adalah: apakah ada pengubahan atau tidak, menyeluruh atau tidak, jelas atau tidak, baku atau tidak, wajar atau tidak, serta benar atau tidak.11 Kemudian semua segi dan kriteria tersebut dapat menjadi

acuan penilaian seperti pada tabel 2.

10

Rohayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, h. 121 11

Rohayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah

(30)

2.2.2 Frans Sayogie

2.2.2.1 Pengantar

Frans Sayogie dalam bukunya, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, menyebutkan bahwa penilaian terjemahan merupakan bagian penting dalam konsep teori penerjemahan. Oleh karena itu, kriteria/ aspek penilaian terjemahan membawa pada konsep terjemahan yang berbeda-beda dan penilaian yang berbeda pula. Namun Sayogie berharap penilaian yang diberikan dapat menilai terjemahan dengan baik karena untuk menentukan kualitas terjemahan, penilaian sangat diperlukan.12

2.2.2.2 Prinsip-Prinsip Penilaian yang Baik

Menurut Sayogie ada prinsip-prinsip penerjemahan yang baik ada lima, yaitu: 1. Terjemahan yang tidak menyimpang dari isi yang terdapat dalam teks bahasa

sumber,

2. Terjemahan yang dapat dimengerti dan mudah dipahami pembaca,

3. Terjemahan yang menggunakan kalimat-kalimat yang mengikuti aturan kaidah-kaidah bahasa sasaran dan tidak asing bagi pembaca,

4. terjemahan yang lebih mementingkan pengungkapan isi teks daripada persamaan bentuk ujaran,

5. Terjemahan yang tidak tampak sebagai terjemahan tetapi sebagai karya asli.13

2.2.2.3 Model penilaian penerjemahan

Sayogie mengemukakan bahwa model merupakan realisasi teori berupa objek yang dapat diukur. Model adalah acuan dari sesuatu yang akan dibuat atau

12

Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 145

13

Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, h. 147

(31)

dihasilkan dengan karakteristik tertentu, dalam hal ini model penilaian penerjemahan didasari oleh teori-teori penerjemahan.

Menurut sayogie model penilaian terjemahan yang ada memiliki satu ciri umum yaitu pengkategorian kesalahan pada pada setiap pendekatan yang berbeda berdasarkan ada atau tiadanya pengukuran kuantitatif. Sayogie mengutip pendapat Williams, membagi model penilaian terjemahan kedalam dua kelompok, yaitu model dengan pengukuran kuantitatif dan kualitatif.14

Model-model yang termasuk kategori model kuantitatif adalah:

1. Canadian Language Quality Measurement Sistem (Sical), yaitu model yang dikembangkan oleh Kantor Penerjemahan Pemerintah Kanada.

2. The Cauncil of Translator and Interpreter of Canada (CTIC), yaitu model yang menggunakan perbandingan model sebagai ujian sertifikasi penerjemah. 3. Analisis Wcana oleh Bensoussan dan Rosenhouse.

4. Tekstologi oleh Larose.

Sedangkan model yang termasuk kategori model kualitatif adalah:

1. Model skoposteory. Model ini berdasarkan fungsi dan tujuan teks bahasa sasaran dalam budaya sasaran dan dapat diaplikasikan secara pragmatic seperti pada dokumen sastra.

2. Model penjelasan deskriptif (descriptive explanatory), yaitu dengan menggunakan teks fungsional.15

Model-model tersebut dapat dirumuskan dengan tabel berikut:

14

Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, h. 150 15

Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, h. 150-152

(32)
[image:32.595.113.512.84.752.2]

Tabel 3. Model-Model Penilaian

No Model Cara menilai Kegunaan Kriteria Teks

Terjemahan A 1. 2. 3. 4. Model Kuantitatif Sical CTIC Bensoussan dan Resenhouse Tekstologi Melihat jumlah kesalahan mayor dan minor dalam 400 kata suatu teks.

Setiap jenis kesalahan diberi nilai kuantitatif, seperti: -10, -5 lalu jumlah kesalahan total dikurangi 100 -penilaian berdasarkan kesetiaan pada tingkat linguistik dan tingkat cultural. Nilai berdasarkan pada terjemahan yang benar pada setiap unit.

-Penilaian ditetapkan berdasarkan kesepakatan, skala 1-5 yang akan ditambahkan dengan factor yang

memberatkan -Berupa kisi-kisi

untuk analisis multikriteria

-alat uji -membantu

menilai kualitas 300 juta kata terjemahan instrument setiap tahun

-ujian sertifikasi penerjemah - Evaluasi terjemahan siswa -Menilai pemahaman dalam konteks TEFL

-Membuat table frekuensi kesalahan pada setiap criteria -berterima: hanya 12 kesalahan transfer pada kesalahan mayor (dalam 400 kata) -dapat direvisi -tidak

berterima Lulus: nilai 75%

(33)

B. 1. 2. Model Kualitatif Skopost teori Penjelasan Deskriptif

-tidak perlu

analisis kesalahan -teks sasaran

sebagai tolak ukur penilaian terjemahan -penilaian dilakukan secara alami

-tidak ada standar kualitas khusus C. Perpaduan Kuantitatif dan Kualitatif Argumentasi Williams -membandingkan keberadaan keenam elemen dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran -menilai terjemahan professional dan mahasiswa

-standar tinggi -standar rendah

[image:33.595.111.513.77.724.2]

Model penilaian yang telah disebutkan di atas memiliki kelemahan. Kelemahan-kelemahan tersebut diuraikan dalam tabel berikut:

Tabel 4. Kelemahan Model

No Jenis Model Kelemahan

1. Kuantitatif • karena keterbatasan waktu, hanya dapat menilai probabilitas statistik dasar dan tidak dapat menilai hasil terjemahan seluruhnya.

• Analisis mikrotekstual tidak dapat menghindari beberapa penilaian serius terhadap kandungan makrostruktur terjemahan.

• Adanya ambang keberterimaan berdasarkan jumlah kesalahan khusus tidak dapat dikritisi baik dengan teori. 2. Kualitatif •Tidak dapat menawarkan ambang keberterimaan yang

meyakinkan, diperkirakan karena model ini tidak dapat mengajukan bobot kesalahan dan hitungan untuk teks individu.

(34)

2.2.2.4 Model Penilaian Penerjemahan Frans Sayogie

Sayogie mempunyai model penilaian sendiri. Model penilaian tersebut berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan. Model pertama seperti pada tabel berikut:

Tabel 5. Contoh Model Penilaian Frans Sayogie

Aspek yang Dinilai Bobot

A. Kesepakatan Makna 1. Aspek Linguistis

(a) transposisi (b) modulasi (c) adaptasi

20

2. Aspek Semantis (a) makna referensial (b) makna gramatikal (c) makna kontekstual

20

3. Aspek Pragmatis

(a) kesesuaian maksud dan tujuan penulis teks bahasa sumber

(b) kesesuaian makna pada tataran teks

20

B. Tingkat Kewajaran 10

C. Peristilahan Khusus 10

D. Penggunaan Ejaan 10

E. Kesepadanan Teks 10

Total 100

Model penilaian ini cenderung sama dengan model penilaian Machali. Hal itu disebabkan keduanya didasari oleh konsep penilaian Newmark, dengan cara meletakan aspek umum yang biasa digunakan dalam penerjemahan. Akan tetapi, model Sayogie memberikan penilaian secara matematis, sedangkan model penilaian Machali memberikan penilaian umum, yaitu dengan menggunakan pertanyaan benar atau salah, menyimpang atau tidak, dan berubah total atau tidak.

Selanjutnya, kriteria penilaian diberikan lebih rinci yaitu dengan memberikan angka. Nilai yang diberikan adalah sebagai berikut:

(35)

85-100 (A) = terjemahan sangat baik 75- 84 (B) = terjemahan baik

60- 74 (C) = terjemahan cukup

45- 59 (D) = terjemahan kurang cukup 0 - 44 (E) = terjemahan buruk

Berdasarkan pada bobot penilaian sebesar 100 berarti penskoran memiliki interval nilai dari nol hingga seratus (0 – 100), penilaian pada setiap dimensi berbeda-beda berdasarkan bobot yang diberikan. Pada aspek linguistik diberikan bobot 20, yang berarti memiliki nilai dari nol hingga dua puluh (0-20). Pada aspek pragmatis yang dinilai adalah kesesuaian maksud/ tujuan penulis teks bahasa sumber dan kesesuaian makna pada tataran teks, yang memiliki nilai dari nol hingga duapuluh (0-20). Pada tingkat kewajaran, peristilahan khusus, penggunaan ejaan baku, dan kesepadan teks masing-masing bobot 10, yang berarti memiliki nilai dari nol hingga sepuluh (0-10).16

Model kedua, merupakan perbandingan model pertama. Sayogie mengutip model ini dari Harimurti Kridalaksana. Kridalaksana mendasarkan model penilaiannya pada dua wawasan tentang penerjemahan yang berasal dari Nida dan Taber, dan Newmark. Nida dan Taber berpendapat bahwa penerjemahan berorentasi pada penutur bahasa sasaran atau pembaca bahasa sasaran. Sedangkan Newmark berpendapat bahwa seorang penerjemah harus memilih tumpuannya, apakah pada bahasa sumber atau bahasa sasaran.17

Dari dua wawasan tersebut Sayogie mengembangkan suatu acuan untuk menilai terjemahan, yaitu:

16

Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, h. 157-158 17

Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, h. 158-159

(36)

1. Terjemahan harus memperlihatkan bahwa penerjemahnya mempunyai kemampuan yang tinggi dalam bahasa sumber.

2. Terjemahan harus memperlihatkan bahwa penerjemahnya mempunyai kemampuan yang tinggi dalam bahasa sasaran.

3. Terjemahan harus memperlihatkan bahwa penerjemahnya mempunyai pengetahuan yang cukup tentang materi yang diterjemahkan.

4. Terjemahan harus memperlihatkan bahwa penerjemahnya mempunyai pengetahuan yang cukup tentang konteks sosio-kultural bahasa sumber, bahasa sasaran dan materi yang diterjemahkan.

5. Terjemahan harus memperlihatkan bahwa penerjemahnya menguasai metode dan teknik penerjemahan.

Lima acuan tersebut dituangkan ke dalam sejumlah parameter yang digunakan untuk mengukur nilai terjemahan. Parameter tersebut yaitu orientasi, tumpuan, kemampuan bahasa sumber, kemampuan bahasa sasaran, materi, konteks sosio-kultural, dan metode dan teknik. Sedangkan satuan yang dinilai adalah jenis tataran, struktur, leksikon umum, leksikon khusus, dan gaya bahasa.18 Cara

[image:36.595.109.517.52.727.2]

penilaian akan dituangkan pada matriks berikut ini: Gambar 1. Matriks penilaian

Parameter Aspek Bahasa

Orientasi Tumpuan Kemampuan bahasa sumber

Kemampuan bahasa sasaran

Materi Konteks Sosio-kultural Metode dan teknik Jenis tataran Struktur Leksikon umum Leksikon khusus Gaya bahasa 18

Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, h. 159

(37)

Setelah ditetapkan jenis parameter dan jenis satuan yang akan dinilai, maka penilaian dapat dilakukan dengan dua macam cara. Pertama, penilaian secara umum dengan memberi nilai + atau -. Kedua, penilaian lebih terperinci, yaitu dengan memberi angka, misalnya dari 0-10. kemudian ditetapkan nilai dari angka tersebut, misalnya 0-5,9 buruk, 6-7,9 sedang, 8-8,9 baik, 9-10 baik sekali.19

2.2.3 Maurits D.S. Simatupang

Maurits D.S. Simatupang dalam bukunya, Pengantar teori terjemahan, menyebutkan bahwa menilai terjemahan didasarkan pada kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu, sehingga suatu terjemahan dapat dikatakan baik jika telah memenuhi semua kriteria tersebut. Beberapa kriteria yang dimaksud adalah penerjemahan yang berdasarkan maknanya dan kewajaran menurut kaidah yang berlaku bagi bahasa sasaran. Berdasarkan kriteria tersebut, penilaian terhadap sebuah terjemahan dapat ditujukan pada makna atau isi teks dan kewajaran menurut bahasa sasaran.

Dalam penilaian isi teks, hal yang perlu diperhatikan adalah isi terjemahan tersebut akurat atau tidak. Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah apakah ada yang ditambah dan dikurangi. Jika teks terjemahan tidak mengungkapkan seluruh makna yang terdapat di dalam teks sumber (Tsu), maka terjemahan dianggap kurang baik. Kemudian harus diperiksa pula apakah teks terjemahan ada yang tidak sesuai dengan Tsu. Jika ada, maka terjemahan dianggap tidak baik. Seandainya makna dapat ditimbang, maka bobot makna Tsu harus sama dengan bobot makna teks sasaran (Tsa).20

19

Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, h. 160

20

Maurits D.S. Simatupang, Pengantar Teori Terjemahan, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 1999), h. 130-131

(38)

Menurut Simatupang, menilai hasil terjemahan, harus diingat bahwa penilaian tidaklah dapat dilakukan seperti penilaian di bidang matematika. Pada matematika tidak sulit untuk menentukan bahwa hasil tersebut salah atau benar. Jika, 2x4=8, benar; 2x4=7, salah. Pertanyaan dalam menilai terjemahan adalah sejauh mana benarnya (how right) atau sejauh mana salahnya (how wrong).

Sementara itu, keakuratan hanya bisa dicapai dalam jenis-jenis terjemahan tertentu. Misalnya teks terjemahan karya sastra seperti sajak. Kesalahan menerjemah di bidang ini bisa berakibat fatal dan sangat sulit mencapai keakuratan. Menerjemahkan karya sastra merupakan penciptaan kembali suatu karya sastra di dalam bahasa sasaran berdasarkan karya aslinya, tanpa ada yang ditambah atau dikurangi. Secara umum, dapat dikatakan bahwa mencapai ketepatan dalam terjemahan teks ilmiah atau prosa faktual lebih mungkin dilakukan daripada terjemahan karya sastra.21

2.2.4 E. Sadtono

2.2.4.1 Pengantar

E. Sadtono menyebutkan bahwa penilaian terjemahan itu bersifat sangat subjektif. Oleh sebab itu, menilai suatu hasil terjemahan itu bukan hal yang mudah. Tidak mengherankan ada beberapa buku di dunia ini yang diterjemahkan dalam versi yang berbeda-beda. Salah satu sebabnya adalah bahwa setiap orang tidak mempunyai penilaian yang sama terhadap hasil terjemahan.

21

Maurits D.S. Simatupang, Pengantar Teori Terjemahan, h. 134-135

(39)

Seperti yang dikutip Sadtono dari Nida dan Taber, penerjemahan mempunyai beberapa prinsip umum terjemahan yang baik,22 diantaranya adalah:

(a) penerjemahan harus bertujuan untuk mengungkapkan kembali (reproduksi) isi berita.

(b) Pengungkapan kembali isi berita lebih penting dari persamaan bentuk ujaran (formal correspondence).

(c) Terjemahn yang baik tidak nampak sebagai terjemahan, tetapi sebagai karya asli.

(d) Penerjemahan yang baik selalu mengusahakan persamaan yang wajar yang paling dekat, bukan mengusahakan penyesuaian kebudayaan (cultural adaptation).

(e) Arti dan isi berita lebih penting daripada persamaan susunan kalimat.

(f) Gaya bahasa harus tetap dipertahankan, demikian juga bentuk wacananya (discourse).

(g) Hal-hal yang harus lebih dipentingkan:

g.1. konteks yang konsisten lebih dipentingkan daripada persamaan leksikal. g.2. persamaan dinamis (terjemahan yang hidup) lebih dipentingkan daripada

persamaan leksikal ataupun structural.

g.3. bahasa lisan lebih dipentingkan daripada bahasa tulisan.

g.4. kata-kata dan susunan kalimat yang dipakai dan yang dapat diterima oleh pembaca lebih dutamakan daripada kata-kata atau susunan kalimat yang dianggap indah dan muluk.

22

Asmah Haji Omar, ed. Aspek Penerjemahan dan Interpretasi, (Kuala Lumpur: Pusat Bahasa Universiti Malaya, 1979), h. 23

(40)

Menurut sadtono ada dua prinsip umum untuk menilai hasil terjemahan. Pertama adalah kesetiaan pada sumber aslinya dan yang kedua adalah keterbacaan oleh pembacanya.

2.2.4.2 Teknik Penilaian Terjemahan

Menurud Sadtono teknik penilaian terjemahan terbagi menjadi dua. Teknik yang pertama ialah tanpa mengikutsertakan pembaca, sedangkan teknik yang kedua mengikutsertakan pembaca.

Teknik tanpa mengikutsertakan pembaca dapat dilakukan dengan tiga cara. Cara pertama adalah memakai seorang atau dua orang penilai ahli. Cara ini bersifat autoritatif, yaitu penilaian yang diberikan ahli tersebut dianggap benar. Cara yang kedua adalah dengan memakai teknik penerjemahan kembali. Jadi, Bsu diterjemahkan ke dalam Bsa, kemudian Bsa diterjemahkan ke dalam Bsu kembali. Setelah itu, Bsu yang asli dibandingkan dengan hasil terjemahan kembali tadi.23

Cara ketiga adalah dengan memakai formula keterbacaan (readablility formula). Maksudnya adalah rumus yang dipakai untuk menghitung variable-variable bahasa dalam sebuah tulisan yang merupakan indeks kemungkinan sulit dilakukan oleh pembaca.

Sementara itu, teknik dengan mengikut sertakan pembaca dapat dilakukan dengan beberapa cara,24 antara lain:

a. Metode pertanyaan komprehensif, yaitu dengan mengambil sampel dari teks yang diterjemahkan secara acak. Dari sample teks tersebut, buatlah pertanyaan-pertanyaan secara esai ataupun pilihan ganda mengenai isi teks

23

Asmah Haji Omar, ed. Aspek Penerjemahan dan Interpretasi, h. 18 24

Asmah Haji Omar, ed. Aspek Penerjemahan dan Interpretasi, h. 19-22

(41)

tersebut. Kemudian berikan pertanyaan tersebut kepada sekelompok pembaca. Hasilnya kemudian kita lihat; jika kita-kira 75% pembaca dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut sebanyak 75% atau lebih dengan benar, maka terjemahan tersebut dapat dianggap cukup baik. Jika kurang, maka terjemahan tersebut kurang memadai.

b. Teknik Ujian “cloze”, yaitu dengan memilih secara acak teks terjemahan. Kemudian hapus kata-kata yang kelima atau ketujuh atau kesepuluh. Jumlah kekosongan sebanyak 30 sampai 50. Selanjutnya, ambil sample pembaca untuk mengisi kata-kata yang hilang tadi. Bila 75% atau lebih pembaca bisa mengisi 50% kata-kata dengan benar, maka teks tersebut dianggap baik. Jika 50% diisi salah maka terjemahan tersebut kurang baik. Dengan demikian terjemahan itu harus direvisi.

c. Membaca dengan lisan yaitu dengan meminta seseorang membaca teks terjemahan dengan keras. Sementara itu kita menandai kesalahan-kesalahan yang muncul, yaitu setiap tanda baca tidak diperhatikannya, setiap kata yang salah diucapkan atau tidak jelas diucapkan, setiap kata yang dibacanya sulit, dan setiap kalimat yang salah dibaca seperti intonasi kalimat. Proses ini diulangi dengan beberapa orang yang berbeda. Setelah itu, baru terjemahan direvisi berdasarkan data yang telah diperoleh tadi.

d. Menceritakan kembali (reproduksi), yaitu dengan meminta pembaca menceritakan kembali apa yang telah mereka dengar atau baca. Sementara itu, kita mencatat hal-hal yang penting, diantaranya setiap hal yang berubah atau salah diterangkan, setiap hal yang tidak disebutkan padahal ada pada aslinya, dan pemakaian kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang lebih jelas atau lebih

(42)

sederhana dari yang aslinya. Kemudian dari catatan tersebut, kita dapat memperbaiki terjemahan tersebut agar dapat lebih dipahami.

e. Membuat versi alternatif. Teknik ini dipakai apabila ada bagian teks yang sulit diterjemahkan atau terjemahan tersebut terasa belum cukup jelas. Caranya ialah dengan memberikan dua versi terjemahan dari satu sumber. Kemudian kita minta sampel pembaca untuk meneliti dan memilih mana yang lebih baik dan lebih mudah dipahami.

f. Membandingkan nilai emotif, yaitu dengan membandingkan teks terjemahan dengan teks asli. Kemudian hitung unsure-unsur emotif dalam 200 kata, termasuk tanda-tanda baca. Unsur-unsur emotif itu adalah tanda seru, unkapan idiom, kata-kata kiasan, kata-kata yang bersifat konotatif, dan sebagainya. Hitung persentase unsur-unsur emotif teks asli dan teks terjemahan secara keseluruhan. Kemudian bandingkan persentase keduanya mana yang lebih tinggi. Biasanya teks asli persentasenya lebih tinggi. Jika persentase teks terjemahan mencapai 75% dari perbandingan tersebut maka hasil itu sudah cukup. Akan tetapi, teknik ini hanya untuk teks terjemahan yang bersifat emotif.

g. Metode diferensial semantik. Teknik ini dipergunakan unuk mengetahui reaksi pembaca terhadap terjemahan tersebut dibandingkan dengan tulisan-tulisan lainnya. Caranya ialah setelah membaca teks terjemahan yang terdiri dari ±200 kata, beberapa pembaca diminta memberi reaksi terhadap teks tersebut dengan memberikan tanda X pada skala25 dibawah ini:

25

Asmah Haji Omar, ed. Aspek Penerjemahan dan Interpretasi, h. 25

(43)

1. Baik ... Buruk 2. Membosankan ... Menarik 3. Jelek ... Indah 4. Positif ... Negatif 5. Ringan ... Berat

6. Serius ... Tidak Serius 7. Lemah ... Kuat

8. Ruwet ... Sederhana 9. Cepat dibaca ... Lambat dibaca 10.Aktif ... Pasif Kemudian reaksi tersebut bisa dipakai untuk memperbaiki naskah.

h. Membuat versi percobaan. 2.2.5 Moch. Syarif Hidayatullah

2.2.5.1 Pengantar

Moch. Syarif Hidayatullah dalam bukunya Tarjim Al-An: Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia, menyebutkan bahwa menilai kualitas terjemahan merupakan salah satu aktivitas penting dalam penerjemahan.

Menurut Hidayatullah ada tiga alasan menilai kualitas terjemahan: (1) untuk melihat keakuratan; (2) untuk mengukur kejelasan; (3) untuk menimbang kewajaran suatu terjemahan.

Keakuratan berarti sejauh mana pesan dalam Tsu disampaikan dengan benar dalam Tsa. Kejelasan berarti sejauh mana pesan yang dikomunikasikan dalam Tsa dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca Tsa. Pesan yang ditangkap oleh pembaca Tsu sama dengan pesan yang ditangkap oleh pembaca Tsa. Kewajaran

(44)

berarti sejauh mana pesan yang dikomunikasikan dalam bentuk lazim, sehingga pembaca Tsa merasa bahwa teks yang dibacanya adalah teks asli yang ditulis dalam Bsa.26

Dengan demikian, aspek yang dinilai pada terjemahan itu sendiri, yaitu (1) pesan terterjemahkan atau tidak; (2) kewajaran dan ketepatan pengalihan pesan; (3) kesesuaian hal-hal teknis dalam kerja penerjemahan dengan tata bahasa dan ejaan yang berlaku.27

2.2.5.2 Cara Menilai Terjemahan

Hidayatullah berpendapat bahwa penilaian terhadap kualitas terjemahan selain dapat dilakukan secara langsung dengan mengamati dan membaca dengan cermat, penilaian itu juga dapat dilakukan dengan cara memberi penilaian secara matematis. Meskipun penilaian terhadap hasil terjemahan bersifat subyektif-relatif, tetapi penilaian secara matematis perlu dilakukan.28

Pedoman penilaian yang Hidayatullah tawarkan itu adalah sebagai berikut: 1. Klausa atau kalimat yang tidak diterjemahkan, berakibat pada pengurangan

skor sebanyak 10 poin.

2. Terjemahan yang salah pesan, berakibat pada pengurangan skor sebanyak 5

poin.

3. Frase, diksi, kolokasi, konstruksi atau komposisi, dan tata bahasa yang tidak

dialihkan secara tepat sesuai kaidah dalam Bsa, berakibat pada pengurangan skor sebanyak 2 poin.

26

Moch. Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An: Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia, h. 71 27

Moch. Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An: Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia

28

Moch. Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An: Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia

(45)

4. Kesalahan ejaan dan tanpa baca, berakibat pada pengurangan skor sebanyak 1

poin.

[image:45.595.109.509.168.637.2]

Penilaian di atas dapat dirumuskan sebagaimana pada tabel berikut: Tabel 6. Model Penilaian Moch. Syarif Hidayatullah

Jenis Kesalahan Kasus Kesalahan Skor Nilai

Kalimat tidak diterjemahkan -10

Kalimat terjemahan salah pesan

-5 Ketidaktepatan diksi, ejaan

dan tata bahasa

-1/ -2

Jumlah Total

Untuk menggunakan model penilaian tersebut, penilai harus memperhatikan beberapa hal di bawah ini:

a. penilaian pada hasil terjemahan yang telah berbentuk buku dapat dilakukan dengan cara mengambil beberapa halaman.

b. Setiap lembar halaman terjemahan diberi skor awal 100 poin.

c. Setelah itu, hitunglah skor kesalahan sesuai dengan pedoman di atas. d. Lalu, jumlahlah semua skor kesalahan dalam setiap halaman yang dinilai. e. Skor awal setiap halaman kemudian dikurangi skor kesalahan.

f. Skor setiap halaman dijumlahkan, lalu dibagi dengan jumlah halaman. g. Hasil skor rata-rata menjadi nilai akhir dari terjemahan yang dinilai.

h. Setelah itu, nilai akhir itu dipergunakan untuk menilai apakah terjemahan tersebut termasuk terjemahan istimewa (90-100); sangat baik (80-89); baik (70-79), sedang (60-69), kurang (50-59), buruk (0-49).29

29

Moch. Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An: Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia, h. 71-72

(46)

Kemudian penilaian tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

Jumlah skor tiap halaman (100-jumlah kesalahan) = NILAI AKHIR Jumlah halaman yang dinilai

2.3 Kajian Terdahulu tentang Teori Penerjemahan, Aspek Gramatikal, dan

Penerjemah Dokumen Hukum

2.3.1 Teori penerjemahan

Pada teori penerjemahan penulis menggunakan buku Moch. Syarif Hidayatullah sebagai pedoman. Buku-buku tersebut adalah Tarjim al-An: Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia (2009) dan Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemahan (2007). Di samping itu, penulis tetap memperhatikan buku-buku lainnya apabila diperlukan dalam menganalisi data.

2.3.1.1 Definisi Penerjemahan

Banyak definisi yang diberikan oleh para ahli. Eugene A. Nida dan Charles Taber sebagaimana telah dikutip oleh Widyamartaya, memberikan definisi tentang penerjemahan, yaitu “Translating consists in reproducing in the receptor language the closest natural aquivalent of the source language message, first in

terms of meaning and secondly in terms of style” (Penerjemahan adalah usaha menghasilkan kembali pesan dalam bahasa sumber (Bsu) ke dalam bahasa sasaran (Bsa) dengan padanan alami sedekat mungkin, pertama menyangkut maknanya, kemudian gaya bahasanya).30

Seperti yang dikutip Sayogie, P. Newmark memberikan definisi tentang penerjemahan, yaitu “Rendering the meaning of a text into another language in

30

Widyamartaya, Seni Menerjemahkan, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), h. 11

(47)

the way that the author intended the text” (menerjemahkan makna sustu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksudkan pengarang).31

J.C. Catford menggunakan pendekatan kebahasaan dalam melihat kegiatan penerjemahan, ia mendefinisikan sebagaimana yang telah dikutip oleh Machali “The replacement of textual material in the one language (SL) by equivalent textual material in another language (TL)” (Penerjemahan adalah mengalihkan makna teks dari bahasa sumber dengan bahan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran).32

Sementara itu, Isadore Pinhuck juga memberikan definisi yang telah dikutip oleh Sayogie, yaitu “a process of finding a TL (target language) aquivalent for an SL (source Language) utterance” ( suatu proses menemukan padanan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran).33

Dengan demikian, berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan para ahli di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa penerjemahan adalah memindahkan pesan atau gagasan pengarang yang terdapat dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan memperhatikan kesepadanan dan gaya bahasanya.

2.3.1.2 Proses Penerjemahan

Dalam proses penerjemahan ada 13 proses yang harus dilalui antara lain:

(1) struktur luar Tsu yaitu teks masih berupa teks sumber (Tsu), belum mengalami proses apapun;

31

Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, h. 7 32

Rohayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, h. 5 33

Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia. cit

(48)

(2) pemahaman leksikal Tsu mengharuskan penerjemah memiliki kepekaan leksikal, sehingga dia bisa memahami makna kosakata yang terlihat pada Tsu;

(3) pemahaman morfologis Tsu mengharuskan penerjemah memahami bentuk morfologis kosakata Tsu, sehingga dia mengerti perubahan bentuk kosakata pada Tsu berimbas pada perubahan makna;

(4) pemahaman sintaksis Tsu mengharuskan penerjemah memahami pola kalimat dalam Tsu, yang pada gilirannya mengontraskannya dengan Tsa;

(5) pemahaman semantik Tsu mengharuskan penerjemah memahami pemaknaan yang berlaku pada Tsu;

(6) pemahaman pragmatis Tsu mengharuskan penerjemah memahami pemahaman yang dikaitkan dengan konteks yang berlaku pada Tsu;

(7) pada struktur batin Tsu dan Tsa terjadi transformasi pada diri penerjemah untuk kemudian menyelaraskan pemadanan Tsu ke dalam pemadanan Tsa; (8) pemadanan leksikal Tsa mengharuskan penerjemah memilih padanan yang

tepat untuk tiap kata yang ditemuinya pada Tsu;

(9) pemadanan morfologis Tsa mengharuskan penerjemah memiliki pengetahuan soal padanan yang tepat pada suatu kata setelah mengalami perubahan bentuk;

(10)pemadanan sintaksis Tsa mengharuskan penerjemah memiliki kepekaan makna pada tiap pola kalimat dalam Tsa, sehingga dapat memilih padanan yang akurat pada tiap kalimat yang ada dihadapannya;

(11)pemadanan semantik Tsa berhubungan dengan pemadanan sintaksis Tsa;

(49)

(12)pemadanan pragmatis Tsa merupakan hasil dari pemahaman kontekstual Tsu, sehingga penerjemah dapat menerjemahkan dengan tepat kalimat dalam konteks tertentu, yang tentusaja akan berbeda maknanya meskipun bentuknya sama;

(13)ramuan dari pemahaman yang kemudian menghasilkan pemadanan itulah yang bisa melahirkan Struktur Luar Tsa yang layak dikonsumsi.34

Proses penerjemahan tersebut dapat dirumuskan dalam bagan sebagai berikut:

Struktur Luar Tsu (1) Pemadanan Leksikal Tsa (8) Pemadanan Morfologis Tsa (9) Pemahaman Leksikal Tsu (2) Struktur Batin Tsu dan Tsa

(7) Pemadanan Sintaksis Tsa (10) Pemahaman Morfologis Tsu (3) Pemahaman Pragmatis Tsu (6) Pemadanan Semantik Tsa (11) Pemahaman sintaksis Tsu (4) Pemahaman Semantik Tsu (5) Pemadanan Pragmatis Tsa (12)

[image:49.595.113.501.255.571.2]

Struktur Luar Tsa (13)

Gambar 1. Bagan Proses Penerjemahan

2.3.2 Aspek Gramatikal

2.3.2.1Pengantar

Gramatika merupakan salah satu subsistem bahasa. Subsistem gramatikal atau tata bahasa terbagi atas subsistem morfologis dan subsistem sintaksis.35Morfologi dan

Sintaksis merupakan dua subsistem yang berkaitan terlihat pada kenyataan bahwa

34

Moch. Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An: Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia, h. 13-14

35

Harimurti Kridalaksana, Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1989), h. 6

(50)

kata merupakan satuan terbesar dalam Morfologi, sekaligus satuan terkecil dalam sintaksis.36

Dalam bab ini, uraian teori gramatikal akan dimulai, pertama mengenai morfologi penulis menguraikan mengenai pilihan kata atau diksi. Kemudian dilanjutkan dengan uraian mengenai sintaksis penulis menguraikan mengenai kalimat efektif. Selain itu, ada uraian tambahan yang masih ada kaitannya dengan bab analisis yaitu penulisan surat.

2.3.2.2Diksi (Pilihan Kata)

Dalam bahasa kata diksi berasal dari kata dictionary (bahasa inggris yang kata dasarnya diction) berarti perihal pemilihan kata.37 Diksi adalah kemampuan

membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menentukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.38

Istilah diksi atau pilihan kata, menurut Keraf, tidak hanya dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan. Fraseologi mencakup persoalan kata dalam pengelompokan atau susunannya, atau yang menyangkut cara-cara khusus berbentuk ungkapan. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang bersifat individual dan karakteristik, atau yang memiliki nilai artistik yang tinggi.39

36

Harimurti Kridalaksana, Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia, h. 8 37

Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, dan Logika), (Bandung: Refika Aditama, 2007), h. 7

38

Nuning Wahyuni, Bahasa Surat Mahasiswa BIPA Tinjauan Kesalahan Diksi dan Gramatika, (Skripsi S1 Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, 1997), h. 11

39

Nuning Wahyuni, Bahasa Surat Mahasiswa BIPA Tinjauan Kesalahan Diksi dan Gramatika, h.10

(51)

Persoalan pilihan kata bukan persoalan yang sederhana, apalagi dalam hal berkomunikasi. Apabila seseorang sulit memilih kata, maka akan timbul makna yang berbeda sehingga tujuan pembicaraan tersebut tidak berhasil. Oleh karena itu, kita harus memilih kata yang paling tepat dan sesuai untuk mewakili gagasan kita.

2.3.2.3Kalimat Efektif

Kalimat yang baik dan benar harus memenuhi persyaratan gramatikal. Dengan kata lain, kalimat itu disusun berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku, seperti unsur-unsur penting yang harus dimiliki setiap kalimat (subjek dan predikat); memerhatikan ejaan yang disempurnakan; serta cara memilih kata (diksi) yang tepat dalam kalimat. Kalimat yang memenuhi kaidah-kaidah tersebut jelas akan mudah dipahami oleh pembaca dan pendengar. Kalimat yang demikian disebut kalimat efektif.40

Kalimat efektif adalah kalimat yang baik, karena apa ynag dipikirkan atau dirasakan oleh si pembicara (si penulis) dapat diterima dan dipahami oleh pendengar (pembaca) sesuai dengan apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh si penutur atau penulis.41

Selain itu, kalimat efektif juga dapat didefinisikan kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan, pikiran dan perasaan dengan tepat ditinjau dari segi diksi, struktur dan logikanya.42 Dengan kata lain, kalimat efektif selalu berterima

secara tata bahasa dan makna. Sebuah kalimat dikatakan efektif, apabila mencapai sasarannya dengan baik sebagai alat komunikasi.

40

Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, dan Logika), h. 1 41

Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, dan Logika)

42

Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, dan Logika), h. 2

(52)

Kalimat dapat dilihat dari beberapa segi. Dilihat dari segi fungsi, kalimat adalah alat komunikasi. Dilihat dari segi bentuk dan proses terjadinya, kalimat kalimat membentuk suatu struktur atau pola yang terdiri dari unsur-unsur yang teratur. Kalimat yang polanya salah menurut tata bahasa jelas tidak efektif. Namun kalimat yang menurut tata bahasa yang struktur dan pola bahasanya betul, belum tentu efektif.43 Dengan demikian, kalimat efektif memerlukan beberapa

persyaratan.44 Persyaratan tersebut antara lain:

1. kesatuan gagasan, maksudnya antara satu kalimat dengan kalimat yang lain mempunyai satu gagasan,

2. koherensi yang kompak, maksudnya adanya hubungan timbal balik yang baik dan jelas antara unsur-unsur (kata atau kelompok kata) yang membentuk kalimat tersebut, seperti hubungan antara subjek dan predikat,

3. penekanan dalam bahasa tulisan dapat dilakukan dengan mengubah posisi kalimat, mempergunakan repetisi (pengulangan kata dalam kalimat

Gambar

Tabel 1 Kriteria Penilaian Rohayah Machali...............................................
Tabel 1. Kriteria penilaian Rohayah Machali
Table 2. rambu-rambu penilaian terjemahan Rohayah Machali
Tabel 3. Model-Model Penilaian
+5

Referensi

Dokumen terkait