• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelesaian Sengketa Hadhanah Menurut Perspektif Fiqih dan Kompilasi Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penyelesaian Sengketa Hadhanah Menurut Perspektif Fiqih dan Kompilasi Hukum Islam"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

MUSTIKA INDAH PURNAMA SARI

117011005/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUSTIKA INDAH PURNAMA SARI

117011005/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Nomor Pokok : 117011005 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. H. Dr. Abdullah Syah, MA)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD) (Dr. Utary Maharany Barus, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Abdullah Syah, MA

(5)

Nama : MUSTIKA INDAH PURNAMA SARI

Nim : 117011005

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : PENYELESAIAN SENGKETAHADHANAHMENURUT PERSPEKTIF FIQIH DAN KOMPILASI HUKUM

ISLAM

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

(6)

Perceraian menimbulkan berbagai akibat hukum terhadap suami istri dan tidak terkecuali terhadap anak, yakni terkait masalah pemeliharaan anak (hadhanah) setelah terjadinya perceraian. Masing-masing orang tua menganggap diri mereka sebagai pihak yang lebih pantas melaksanakan tugashadhanahanak-anak yang telah lahir dari perkawinan tersebut hingga menimbulkan sengketa diantara keduanya. Agartercapai suatu penyelesaian diantara mereka maka harus dilakukan suatu upaya penyelesaiannya baik itu menurut perspektif fiqih dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).Permasalahan yang timbul dalam penyelesaian sengketa hadhanahini adalah terkait pihak mana yang lebih berhakmengasuh anak pada saat tenggang waktu penentuan hak hadhanah anak belum diputuskan, bagaimana penyelesaian sengketa

hadhanah menurut perspektif fiqih dan KHI, bagaimana hak dan tanggung jawab

orang tua yang hakhadhanahtidak jatuh kepadanya.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yakni suatu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan dan data sekunder seperti Al-Qur’an, hadist, peraturan perundang-undangan, putusan hakim dan pendapat praktisi hukum yang berkaitan denganhadhanah.

Pihak yang berhak mengasuh anak pada saat tenggang waktu penentuan hak

hadhanah anak belum diputuskan adalah ibu, hal ini sejalan dengan urutan pertama

bagi orang-orang yang berhak melaksanakan tugas hadhanahatas anak. Apalagi jika anak tersebut masih belum mumayizz (Pasal 105 KHI) akan tetapi bila anak tersebut telah mumayyiz maka anak dapat menentukan sendiri untuk sementara berada dalam pengasuhan pihak yang dikehendakinya baik itu ayah, ibu, nenek, kakek maupun kerabat lainnya. Penyelesaian sengketa hadhanah menurut perspektif fiqih dapat ditempuh dengan dua cara yaitu:1. Di luar pengadilan dengan cara melakukan perdamaian(al-islah/shulh) dengan mengunakan metode at-tahkim, 2. Melalui lembaga peradilan Islam. Sedangkan penyelesaian sengketa hadhanah menurut KHI dapat dilakukan dengan cara mediasi dan dengan mengajukan gugat di pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah. Hak orang tua yang hak hadhanahnya tidak jatuh kepadanya, diantaranya adalah hak untuk melihat/ mengujungi anak, hak mendapat penghormatan, hak menjadi wali nikah (bila anak tersebut perempuan), hak menjadi ahli waris dari anak-anaknya, sementara kewajibannya terhadap anak diantaranya kewajiban menafkahi anak (bila tugashadhanahberada pada ibu), memberikan kasih sayang kepada anak.

(7)

divorce causes various legal consequences on husband and wife, including their children, related to hadhanah (child custody) after a divorce occurs. Each of the parents claims that he/she has the right to carry out the hadhanah on the children who are born from the marriage so that there will a dispute between them. The resolution must be made, either by following the fiqih perspective or by following the Compilation of Islamic Law (KHI). The problem which arises in the resolution of dispute in hadhanah is which one has the right to take care of the children before the decision who will be give the custody of the children is made, how about the resolution of hadhanah according to fiqih perspective and to the Compilation of Islamic Law, and how about the right and obligation of the parent whose right to obtain hadhanah is lost.

The research used judicial normative approach by studying literature materials and secondary data such as the Koran, hadist, legal provisions, laws, and regulations, judge’s verdicts, and the opinions of legal practitioners, all of which were related to hadhanah.

The party who will take care of the children before the decision of who will be given the custody of the children has not yet been made is the mother. This is in line with the rank for the person who has the right to be given the custody, let alone if they are still before mummayiz (Article 105 of the Civil Code). If they are already mummayiz (having arrived at the age of discretion), they will decide themselves who will take care of them, their father, mother, grandparents, or any other relative. The resolution of hadhanah from the fiqih perspective can be made with two alternatives: 1) by making peaceful resolution (al-ishlah or shulh), using at-tahkim method outside the Court, 2) through Islamic Judicature Body. The resolution of the dispute in hadhanah, according to KHI, can be done by mediation and filing a claim to Religious Court/Sharia Court. The parent who is not given hadhanah right such as the right to see or to visit the children, the right to be respected, the right to be wali nikah (if the child is female), and the right to be the heir of the children; while his obligation toward the children is, among others, the obligation to allowance to the children (if the mother who is given the custody) and give love and affection to the children.

(8)

Puji syukur dipanjatkan sampaikan kehadirat Allah SWT karena hanya

dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini

dengan judul“Penyelesaian SengketaHadhanahMenurut Perspektif Fiqih dan Kompilasi Hukum Islam”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan

dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat

diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang

mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat

terpelajar BapakProf. H. Dr. Abdullah Syah, MA., Bapak Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD dan Ibu Dr. Utary Maharani Barus, S.H., M.Hum., selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan

arahan kepada penulis untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Kemudian juga, semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan

arahan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil

sampai pada tahap ujian tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna

dan terarah.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang

diberikan dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum, Program

Studi Magister Fakultas Hukum Kenotariatan Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan

(9)

penulisan tesis ini.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan

penulisan tesis ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara,

yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu yang sangat

bermanfaat selama Penulis mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di

bangku kuliah.

6. Motivator terbesar dalam hidup Penulis yang selalu memberikan cinta, kasih

sayang, dukungan dan doa yang tak putus-putusnya Ibunda tercinta dan cinta

kasih ayahanda tercinta dan kasih sayang alm. Mustika Agus Melya Dewi

kakak saya tersayang serta tidak pula penulis ucapkan terima kasih kepada

Saudara Mustika Rio Naldy berserta keluarga yang telah memberikan

semangat dan doa kepada Penulis.Teristimewa penulis mengucapkan terima

kasih yang mendalam kepada dr. Saipul Muhammad, yang selama ini telah

menjadi inspirasi dan memberikan semangat sehingga menjadi motivasi dan

warna tersendiri dalam kehidupan dan juga dalam penyelesaian tesis pada di

Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.)Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

7. Sahabat-sahabat penulis, Febri, Rina dan Ika, serta rekan-rekan Mahasiswa

dan Mahasiswi di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, khususnya angkatan Reguler Grup B tahun 2011, atas segala

do’a dan dukungan serta kenangan indah bersama yang terjalin dari

(10)

Penulis menyadari sepenuhnya tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun

besar harapan penulis kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua

pihak, terutama para pemerhati hukum perdata pada umumnya dan ilmu kenotariaan

pada khususnya. Demikian pula atas bantuan dan kebaikan yang telah diberikan

kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu

dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah kepada

kita semua.Amien Ya Rabbal ‘Alamin

Medan, Agustus 2013 Penulis,

(11)

Nama : Mustika Indah Purnama Sari

Tempat/Tanggal Lahir : Sinabang, 26 Mei 1988

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jln. Pahlawan Lr. Kasuari No.131 Suka Karya Sinabang, Kab. Simeulue

Telepon/Hp : 085372249908

II. KELUARGA

Nama Ayah : Alm. Muslim

Nama Ibu : Lena Rukmini

III. PENDIDIKAN FORMAL

SD Negeri 5 Simeulue Timur lulus tahun 2000

SLTP Negeri 3 Simeulue Timur lulus tahun 2003

SMA Negeri 1Simeulue Timur lulus tahun 2006

S-1 Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala lulus tahun 2010

(12)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR ISTILAH ... ix

DAFTAR SINGKATAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Keaslian Penelitian ... 9

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 13

1. Kerangka Teori ... 13

2. Konsepsi ... 18

G. Metode Penelitian ... 20

1. Sifat dan Pendekatan Penelitian ... 20

2. Sumber Data ... 21

3. Teknik Pengumpulan Data ... 23

4. Alat Pengumpulan Data... 23

5. Analisis Data ... 24

BAB II PIHAK YANG BERHAK MENGASUH ANAK PADA SAAT TENGGANG WAKTU PENENTUAN HAK HADHANAH ANAK ... 25

(13)

ISLAM ... 53

A. Cara Penyelesaian SengketaHadhanahMenurut Fiqih Islam . 53 B. Cara Penyelesaian Sengketa Hadhanah Menurut Kompilasi Hukum Islam ... 67

BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN ORANG TUA YANG HAK HADHANAHTIDAK JATUH PADANYA ... 81

A. Hak dan Kewajiban Anak Terhadap Orang Tua ... 81

B. Hak dan Kewajiban Orang Tua Yang Hak Hadhanah Tidak Jatuh Kepadanya ... 99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 120

A. KESIMPULAN ... 120

B. SARAN ... 122

(14)

Al-Farag : Menyudahi.

Alhidhu : Rusuk.

Al-Islah/As-Sulh : Perdamaian.

Al-Khibrah : Keterangan para ahli.

Ashabah : Keluarga dari pihak ayah.

Baby Sister : Pengasuh bayi.

Baligh : Dewasa.

Case Approach : Pendekatan kasus

Cerai Ba’in : Talak yang dijatuhkan suami pada

istrinya yang telah habis masa iddahnya.

Cerai Raji'i : Talak yang dijatuhkan suami pada

istrinya yang belum habis masa iddahnya.

Conceptus : Konsepsi.

Court Congestion : Penumpukan perkara.

Fasik : Orang yang tidak mentaati Allah dan

mengerjakan dosa besar atau dosa-dosa kecil secara terus menerus.

Fuqaha : Ahli fiqih.

Grand Theory : Teori utama.

Hadhanah Ash : Mengasuh /Memelihara bayi.

Hadhinah : Wanita pengasuh.

Hajar Aswad : Batu yang berasal dari surga.

Iddah : Masa tunggu.

Hakam : Juru damai

Ijtihad : Menemukan hukum yang belum ada.

Khalawat : Berdua-duan di suatu tempat dimana tidak ada orang lain

Khalifatullahn Fiardh : Wakil Allah.

Library Research : Penelitian kepustakaan.

Mahram : Perempuan yang masih termasuk sanak

(15)

harus menjauhi larangan agama.

Nafkah Furu' : Nafkah untuk garis lurus ke bawah.

Nafkah Ushul : Nafkah untuk garis lurus ke atas.

Nasab : Keturunan.

Nash : Jelas dan tidak mengandung makna lain.

Qadha : Hukum/ketetapan/perintah.

Qadhi : Wakil.

Qarinah : Praduga/Petunjuk.

Radha' : Susuan/menyusui.

Sakinah : Tentram.

Sunnah : Perbuatan yang apabila Dikerja mendapat

pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa.

Syara' : Sepangkat peraturan

berdasarkan ketentuan Allah tentang tingkah laku manusia yang diakui dan diyakini berlaku serta mengikat untuk semua umat yang beragam Islam.

Syar'iyyah : Kebijaksanaan masalah kenegaraan.

Tamyiz : Keadaan dimana seorang anak manusia

telah menggerti dan dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk bagi dirinya.

Teater : Tontonan/pertunjukan.

Theorid : Teori.

Wala' : Memerdekakan hamba sahaya.

Wali Nasab : Wali karena hubungan

(16)

HIR : Herziene Indonesische Reglement

HR : Hadist Riwayat

Ibid : Ibidem

KHI : Kompilasi Hukum Islam

KUA : Kantor Urusan Agama

Loc. cit. : Loco Citato

Op.cit : Opo Citato

PBB : Persatuan Bangsa-Bangsa

PERMA : Peraturan Mahkamah Agung

PNS : Pegawai Negeri Sipil

QS. : Qur'an Surat

RBG : Rechtsreglement Buitenggewesten

SAW : Shallahu 'Alaihi Wassallam

SWT : Subhanahu Wa Ta'ala

(17)

Perceraian menimbulkan berbagai akibat hukum terhadap suami istri dan tidak terkecuali terhadap anak, yakni terkait masalah pemeliharaan anak (hadhanah) setelah terjadinya perceraian. Masing-masing orang tua menganggap diri mereka sebagai pihak yang lebih pantas melaksanakan tugashadhanahanak-anak yang telah lahir dari perkawinan tersebut hingga menimbulkan sengketa diantara keduanya. Agartercapai suatu penyelesaian diantara mereka maka harus dilakukan suatu upaya penyelesaiannya baik itu menurut perspektif fiqih dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).Permasalahan yang timbul dalam penyelesaian sengketa hadhanahini adalah terkait pihak mana yang lebih berhakmengasuh anak pada saat tenggang waktu penentuan hak hadhanah anak belum diputuskan, bagaimana penyelesaian sengketa

hadhanah menurut perspektif fiqih dan KHI, bagaimana hak dan tanggung jawab

orang tua yang hakhadhanahtidak jatuh kepadanya.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yakni suatu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan dan data sekunder seperti Al-Qur’an, hadist, peraturan perundang-undangan, putusan hakim dan pendapat praktisi hukum yang berkaitan denganhadhanah.

Pihak yang berhak mengasuh anak pada saat tenggang waktu penentuan hak

hadhanah anak belum diputuskan adalah ibu, hal ini sejalan dengan urutan pertama

bagi orang-orang yang berhak melaksanakan tugas hadhanahatas anak. Apalagi jika anak tersebut masih belum mumayizz (Pasal 105 KHI) akan tetapi bila anak tersebut telah mumayyiz maka anak dapat menentukan sendiri untuk sementara berada dalam pengasuhan pihak yang dikehendakinya baik itu ayah, ibu, nenek, kakek maupun kerabat lainnya. Penyelesaian sengketa hadhanah menurut perspektif fiqih dapat ditempuh dengan dua cara yaitu:1. Di luar pengadilan dengan cara melakukan perdamaian(al-islah/shulh) dengan mengunakan metode at-tahkim, 2. Melalui lembaga peradilan Islam. Sedangkan penyelesaian sengketa hadhanah menurut KHI dapat dilakukan dengan cara mediasi dan dengan mengajukan gugat di pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah. Hak orang tua yang hak hadhanahnya tidak jatuh kepadanya, diantaranya adalah hak untuk melihat/ mengujungi anak, hak mendapat penghormatan, hak menjadi wali nikah (bila anak tersebut perempuan), hak menjadi ahli waris dari anak-anaknya, sementara kewajibannya terhadap anak diantaranya kewajiban menafkahi anak (bila tugashadhanahberada pada ibu), memberikan kasih sayang kepada anak.

(18)

divorce causes various legal consequences on husband and wife, including their children, related to hadhanah (child custody) after a divorce occurs. Each of the parents claims that he/she has the right to carry out the hadhanah on the children who are born from the marriage so that there will a dispute between them. The resolution must be made, either by following the fiqih perspective or by following the Compilation of Islamic Law (KHI). The problem which arises in the resolution of dispute in hadhanah is which one has the right to take care of the children before the decision who will be give the custody of the children is made, how about the resolution of hadhanah according to fiqih perspective and to the Compilation of Islamic Law, and how about the right and obligation of the parent whose right to obtain hadhanah is lost.

The research used judicial normative approach by studying literature materials and secondary data such as the Koran, hadist, legal provisions, laws, and regulations, judge’s verdicts, and the opinions of legal practitioners, all of which were related to hadhanah.

The party who will take care of the children before the decision of who will be given the custody of the children has not yet been made is the mother. This is in line with the rank for the person who has the right to be given the custody, let alone if they are still before mummayiz (Article 105 of the Civil Code). If they are already mummayiz (having arrived at the age of discretion), they will decide themselves who will take care of them, their father, mother, grandparents, or any other relative. The resolution of hadhanah from the fiqih perspective can be made with two alternatives: 1) by making peaceful resolution (al-ishlah or shulh), using at-tahkim method outside the Court, 2) through Islamic Judicature Body. The resolution of the dispute in hadhanah, according to KHI, can be done by mediation and filing a claim to Religious Court/Sharia Court. The parent who is not given hadhanah right such as the right to see or to visit the children, the right to be respected, the right to be wali nikah (if the child is female), and the right to be the heir of the children; while his obligation toward the children is, among others, the obligation to allowance to the children (if the mother who is given the custody) and give love and affection to the children.

(19)

A. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman sekarang ini maka berkembang pula pola

pikir manusia dalam menghadapi permasalahan kehidupan yang semakin komplit,

tidak terkecuali menyangkut masalah perceraian. Perkawinan menurut Pasal 1

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 (selanjutnya cukup disebut Undang-Undang

Perkawinan) adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Adakalanya perkawinan tidak

seperti yang diharapkan untuk menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan

warahmahkarena harus berakhir dengan perceraian.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa perkawinan dapat putus karena

perceraian, hal tersebut juga ditegaskan dalam Pasal 38 Undang-Undang Perkawinan

yaitu: Perkawinan dapat putus karena; a. kematian; b. perceraian; dan atas keputusan

Pengadilan. Perceraian dipilih sebagai solusi terhadap problem yang terjadi dalam

bahtera rumah tangga, sebaliknya tidak selamanya perceraian memberikan

ketenangan seperti apa yang dikehendaki.

Sebuah rumah tangga yang berujung perceraian akan menimbulkan beberapa

akibat hukum, salah satunya akibat hukum terhadap anak, yakni terkait pemeliharaan

(20)

memilih untuk bersama ayah atau ibunya. Hal ini merupakan suatu pilihan yang sulit,

karena anak membutuhkan kedua orang tuanya.Oleh karena itu masalah memelihara

anak/pengasuhan(hadhanahpasca terjadinya perceraian)sangat perlu diperhatikan.

Hak asuh anak atau dalam hukum Islam dikenal dengan istilah hadhanah.

Hadhanah adalah suatu kegiatan mengasuh, memelihara, mendidik anak hingga ia

dewasa atau mampu berdiri sendiri.1 Adakalanya permasalahanhadhanah terkadang

menjadi polemik yang berkepanjangan, dikarenakan adanya kecenderungan dari

masing-masing pihak yang bercerai ingin memperoleh hak hadhanah atas anak

mereka ketika perkara hak asuh anak tidak dapat dikompromikan. Berbagai tindakan

pun dilakukan mereka, diantaranya; satu sama lain saling menuduh telah melalaikan

kewajibannya sebagai orang tua, menuduh tidak mampu mengurus anak, saling

mencegah kunjungan salah satu orang tua, bahkan yang paling memperhatikan

adanya orang tua yang mempengaruhi pola pikir dan psikis anak tentang perilaku

buruk ayah atau ibunya,yang bertujuan agar si anak berada dalam pengasuhannya,

akibatnya anaklah yang menjadi korban. Oleh karena sebab itu diperlukan

penyelesaian terhadap hal tersebut, agar tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan

para pihak yang bersengketa termasuk juga anak.

Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak (selanjutnya cukup disingkat UU Perlindungan Anak)

menegaskan bahwa :“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)

tahun,termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Sementara menurut

(21)

Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, pada

Bab I ketentuan umum Pasal 1 angka (2), yang dimaksud anak adalah seseorang yang

belum mencapai umur 21 tahun dan belum kawin.

Pada dasarnya anak yang masih kecil sangat memerlukan orang lain dalam

menata kehidupannya, baik itu dalam pengaturan fisiknya, maupun dalam

pembentukan akhlaknya, peran keluarga untuk melakukan tugas hadhanah sangat

berperan dalam hal tersebut.Oleh sebab itu masalah hadhanah mendapat perhatian

khusus dalam ajaran Islam.Apalagi anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan

Yang Maha Esa yang senantiasa harus dijaga dan dibina karena melekat harkat,

martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijujung tinggi.

Orang tua tidak hanya dituntut memberikan kasih sayang namun juga

bertanggung jawab atas pemeliharaan, perhatian, serta hal-hal yang dibutuhkan

seorang anak. Severe menyatakan bahwa;“anak-anak merupakan tolak ukur bagi

keberhasilan dan orang tua menilai diri sendiri berdasarkan sukses dan prestasi yang

didapatkan oleh si anak.2 Jadi jika anak-anak tersebut tumbuh dan berkembangan

serta memiliki kecerdasaan dan masa depan yang cermerlang maka orang tua baru

bisa dikatakan berhasil dan sukses dalam melaksanakan tugasnya sebagai orang tua.

Mengasuh anak adalah wajib bagi orang tua dan merupakan hak anak yang harus

dipenuhi orang tua, sebab apabila disia-siakan tentu akan menimbulkan bencana dan

kebinasaan baginya.

2 Severe, Resorasi Media Perlindungan Anak Konflik Hukum, Terjemahan Aviandari D.

(22)

Apabila terjadi perceraian antara suami istri dan telah memiliki anak dan

diantara mereka ada yang masih dibawah umur,maka orang tuanyalah dibebankan

kewajiban untuk melakukan tugas pemeliharaan tersebut. Hal tersebut ditegaskan

dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yang

berbunyi;

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian adalah:

a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak pengadilan yang memberi keputusan.

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu;bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya pnghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.

Selain itu pengasuhan atas anak khususnya untuk masyarakat di wilayah

provinsi Aceh juga berlaku ketentuan yang diatur dalam Qanun Aceh Nomor 11

tahun 2008 Tentang Perlindungan Anak Pasal 7, yang berbunyi:

1. Anak berhak diasuh oleh orang tua/walinya di dalam keluarga.

2. Pengasuhan di dalam keluarga berfungsi untuk menjamin tumbuh kembang anak ke arah kehidupan yang lebih baik secara fisik, mental, sosial dan emosional serta intelektual anak.

3. Pengasuhan di dalam keluarga dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang mengutamakan kepentingan terbaik anak, menjunjung tinggi ketentuan syariat Islam dan adat istiadat.

Sementara itu, anak juga mempunyai kewajiban terhadap orang tua

sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 46 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan, yang berbunyi:

(23)

2. Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang

tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan

bantuanya.

Menurut pandangan Islam, dalam Al-Qur’an tercantum ketentuan untuk

pemeliharaan anak, dalam surat at-Tahrim ayat 6 yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka

yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.”3

Pada ayat tersebut di atas, orang tua di tuntut untuk memelihara keluarganya

agar terpelihara dari api neraka dan seluruh anggota keluarganya melaksanakan

perintah dan meninggalkan laranganNya, termasuk juga anak.4

Betapa banyaknya ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan kepada kedua

orang tua untuk memelihara, menjaga dan bertanggungjawab dalam memelihara

keluarganya. Demi kepentingan seorang anak, sikap peduli dari kedua orang tua

terhadap masalah hadhanah memang sangat diperlukan.Namun hal tersebut tidak

dapat terwujud jika orang tua tidak sepakat dalam penentuan hadhanah sehingga

menimbulkan sengketa diantara mereka.

Selanjutnya untuk kepentingan anak dan pemeliharaanya diperlukan beberapa

persyaratan bagi yang melakukanhadhanah, yakni5;

1. Berakal sehat.

2. Merdeka/Baligh/Cakap.

3Mahmud Junus,

Al-Qur’an dan Terjemahan Al-Qur’an Al Karim, (Bandung: PT. Al-Maarif, 1994), hlm. 4560.

4Abdurahman Ghodzali,Fiqih Munahakat, (Jakarta: Kencana, 2008). hlm.177. 5

(24)

3. Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk memelihara dan mendidik

mahdhun (anak yang diasuh), dan tidak terikat dengan suatu perkerjaan yang

bisa mengakibatkan tugashadhanahmenjadi terlantar. 4. Beragama Islam.

5. Orang yang dapat dipercayai.

6. Mantan istri yang belum menikah lagi.

Selain itu ada juga larangan bagi seseorang untuk mengasuh anak, diantaranya;6

1. Budak.

2. Kefasikan/orang jahat/pembunuh.

3. Kafir.

4. Ibu yang menikah lagi.

Kemudian apabila ada suatu keadaan dimana ibu atau ayah si anak dianggap

tidak layak untuk melakukan tugas hadhanah, maka urutan-urutan mereka yang

berhak melakukan tugahadhanah,yakni7:

1. Ibu.

2. Ibunya Ibu dan ke atas. 3. Ayah dan Ibu dari Ayah.

4. Saudara perempuan ayah sekandung. 5. Saudara perempuan seibu.

6. Saudara perempuan seayah.

7. Kemenakan perempuan sekandung (seibu seayah). 8. Kemenakan perempuan seibu.

9. Saudara perempuan seibu yang sekandung (adik Ibu). 10. Saudara perempuan seayah yang sekandung (adik Ayah) 11. Saudara perempuan ibu yang seibu.

12. Saudara perempuan ibu yang seayah dan seterusnya (mendahulukan yang sekandung dari masing keluarga ibu dan ayah).

6Muhammad Amin Suma, Hukum Keluaraga Islam Di Dunia Islam, (Jakarta: PT. Raja

Gralindo Persada, 2004), hlm.752-753. 7

(25)

Sengketa yang terjadi pada umat manusia adalah suatu problema hidup yang

dihadapi manusia. Manusia sebagai khalifah di bumi dituntut untuk dapat

menyelesaikan persoalan, karena manusia dibekali oleh Allah SWT dengan akal

pikiran dan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam mengatur kehidupannya. Manusia

juga harus mencari dan menemukan pola penyelesaian sehingga penegakan keadilan

dapat terwujud, tidak terkecuali sengkata hadhanah. Sengketa hadhanah juga

memerlukan suatu penyelesaian agar tidak berkepanjang, akibatnya menimbulkan

penderitaan bagi orang tua dan anak, selain itu banyak waktu yang terbuang, energi

dan banyak biaya yang harus dikeluarkan oleh para pihak. Oleh karena itu diperlukan

suatu cara penyelesaian agar permasalahan hadhanah anak tidak terus menjadi

pemicu terjadinya perselisihan antara mantan suami istri setelah terjadinya

perceraian, namun cara tersebut diharapkan dapat mengikat para pihak (mantan suami

istri) dalam pelaksanaannya.

Berdasarkan uraian di atas, kajian mengenai penyelesaian sengketa hadhanah

dalam Perspektif Fiqih dan Hukum Islam perlu untuk dilakukan.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang akan diteliti dalam

tesis ini adalah:

1. Pihak manakah yang berhak untuk mengasuh anak pada saat tenggang waktu

penentuan hakhadhanahanak?

2. Bagaimana cara penyelesaian sengketa hadhanah menurut Fiqih Islam dan

(26)

3. Bagaimana hak dan kewajiban orang tua yang hak hadhanah tidak jatuh

kepadanya?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis siapa yang berhak mengasuh anak pada

saat tenggang waktu penentuan hakhadhanahanak.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis cara penyelesaian sengketa hadhanah

menurut Fiqih Islam dan Kompilasi Hukum Islam.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis hak dan kewajiban orang tua yang hak

hadhanahtidak jatuh padanya.

D. Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian dan manfaat penelitian merupakan satu rangkaian yang

hendak dicapai, maka dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat yaitu:

1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan

pengembangan atau kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, khususnya kepada

masyarakat agar mengetahui persoalan yang berkaitan denganhadhanah.

2. Secara praktik, diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada mahasiswa

ataupun praktisi-praktisi hukum khususnya dalam lingkup hukum keluarga agar

mengetahui tentang penyelesaian sengketa yang berhubungan dengan

(27)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran dan pemeriksaan yang dilakukan baik di

kepustakaan penulisan karya ilmiah Magister Hukum, maupun di Magister

Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan, belum ada penelitian sebelumnya

yang berjudul “Penyelesaian Hadhanah dalam Perspektif Fiqih dan Kompilasi

Hukum Islam ”. Namun ada beberapa penelitian yang menyangkut dengan Hak Asuh

Atas Anak antara lain penelitian yang dilakukan oleh:

1. Edi Sucipto, NIM; 002105006; Magister Hukum; Judul Tesis: “HadhanahSetelah

Terjadi Perceraian Menurut Kompilasi Hukum Islam dan Penerapannya di

Pengadilan Agama Medan”. Adapun yang menjadi permasalahannya adalah

sebagai berikut:

a. Bagaimana ketentuanhadhanahdalam Kompilasi Hukum Islam?

b. Bagaimana penerapan penyelesaianhadhanahdi Pengadilan Agama Medan?

c. Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya kelalaian orang tua atas tanggung

jawab terhadaphadhanahanak?

2. Syarifah Tifany, NIM; 037011076; Magister Kenotariatan; Judul Tesis;

“Pengasuhan Anak Setelah Terjadinya Perceraian (Studi Kasus Putusan

Pengadilan Agama Binjai)”. Adapun permasalahan yang diteliti adalah:

a. Apa yang menjadi hak-hak anak serta apa kewajiban orang tua terhadap

anaknya dalam Hukum Islam?

b. Bagaimana menentukan hak pengasuh hak hadhanah di pengadilan agama

(28)

c. Bagaimana eksekusi putusan perkarahadhanahdi pengadilan agama Binjai?

3. Anastasius Rico Haratua Sitanggang, NIM; 037011006; Magister Kenotariatan;

Judul Tesis; “Analisis Yuridis Tentang Putusnya Perkawinan Akibat Perceraian

(Studi Putusan Pengadilan Negeri Siak Indraputa-Riau)”. Adapun yang menjadi

permasalahannya adalah sebagai berikut:

a. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan putusnya perkawinan karena

perceraian?

b. Bagaimana akibat hukum terhadap anak dan harta perkawinan yang

disebabkan perceraian melalui putusan pengadilan?

c. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam mengali perkara perceraian di

Pengadilan Negeri Siak Indraputa-Riau?

4. Lisdawarta Purba, NIM; 0027011029; Magister Kenotariatan; Judul Tesis;

“Perceraian Atas Perkawinan yang Tidak Didaftarkan di Kantor Catatan Sipil dan

Akibat Hukumnya Terhadap Hak Anak (Kajian Pada Masyarakat Karo di

Kecamatan Tigapanah)”. Adapun yang menjadi permasalahannya adalah sebagai

berikut:

a. Bagaimana Keabsahan suatu perkawinan yang tidak didaftarkan di kantor

Catatan Sipil pada Masyarakat di Kecamatan Tigapanah?

b. Bagaimana tanggung jawab orang tua setelah perceraian terhadap

pemeliharaan serta nafkah hidup anak pada masyarakat Karo di Kecamatan

(29)

c. Bagaimana hubungan hukum antara anak dengan kedua orang tua setelah

perceraian terhadap pemeliharaan serta nafkah hidup anak pada masyarakat

Karo di Kecamatan Tigapanah?

5. Tessy Taufik, NIM; 097011100; Magister Kenotariatan; Judul Tesis; “Tanggung

jawab Suami atau Istri Dalam Perceraian Terhadap Anak ( Studi Kasus Putusan

Nomor: 209/Pdt.G/2007/PN-Mdn)”. Adapun yang menjadi permasalahannya

adalah sebagai berikut:

a. Apa yang merupakan dasar pertimbangan hakim dalam menentukan tanggung

jawab pengasuhan anak setelah peceraian?

b. Bagaimanakah akibat hukum dari tidak terlaksananya hak dan kewajiban

terhadap anaknya setelah perceraian kedua orang tuanya?

c. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan oleh suami atau istri apabila salah

satu pihak tidak memenuhi kewajibanya terhadap anak sesuai putusan

pengadilan?

6. Kadriah, NIM; 943105011; Magister Ilmu Hukum; Judul Tesis; “Tanggung jawab

Orang tua Terhadap Anak Setelah Perceraian (Penelitian di Kabupaten Pidie)”.

Yang menjadi permasalahannya adalah:

a. Bagaimana pelaksanaan tanggung jawab orang tua terhadap pemeliharaan

anak dan nafkah hidup anak?

b. Faktor apa yang menyebabkan orang tua melalaikan tanggung jawabnya

(30)

c. Bagaimana penyelesaian yang diambil sehingga anak tetap mendapatkan

hak-haknya secara layak?

7. Ernawati Br. Sitorus, NIM; 107011089; Magister Kenotariatan; Judul Tesis; “

Perlindungan Hukum Terhadap Anak di Bawah Umur Akibat Putusnya

Perkawinan Karena Perceraian”. Adapun yang menjadi permasalahannya adalah:

a. Bagaimana hak asuh anak di bawah umur jika terjadi perceraian pada

masyarakat Batak toba Kristen di Medan?

b. Bagaimana tanggung jawab orang tua yang telah bercerai terhadap nafkah

anak di bawah umur dalam putusan pengadilan?

c. Apakah hambatan yang timbul dalam pelaksanaan perlindungan hukum

terhadap anak di bawah umur jika orang tuanya bercerai pada masyarakat

Batak toba Kristen di Medan?

8. Fransisca M.U Bangun, NIM; 037011028; Magister Kenotariatan; Judul Tesis; “

Tanggung Jawab Orang tua Terhadap Anak Setelah Perceraian (Kajian Putusan

Pengadilan Negeri Kelas IA Medan)”. Selanjutnya yang menjadi permasalahannya

adalah:

a. Bagaimana putusan Pengadilan Negeri dalam menentukan tanggung jawab

orang tua terhadap anak setelah perceraian?

b. Upaya apakah yang dapat dilakukan apabila orang tua tidak memenuhi

kewajibannya terhadap anak sesuai putusan psengadilan?

c. Apakah yang menyebabkan kesulitan melaksanakan putusan pengadilan yang

(31)

9. Nirmayani Laksana Putri Pulungan, NIM; 117011092; Magister Kenotariatan; Judul

Tesis; “ Analisis Tipologi PutusanHadhanahPada Pengadilan Agama Medan (Studi

Putusan Pengadilan Agama Medan Tahun 2010-2012)”, Selanjutnya yang menjadi

permasalahannya adalah:

a. Bagaimana karakter hadhanah pada putusan Pengadilan Agama Medan tahun

2010-2012.

b. Apakah yang menjadi pertimbangan hukum bagi hakim Pengadilan Agama Kelas

IA Medan dalam menentukan sengketahadhanahtahun 2010-2012.

c. Apakah putusanhadhanahyang diputuskan di Pengadilan Agama Kelas IA Medan

tahun 2010-2012.

Sehingga sebagaimana di atas bahwa memang pernah dilakukan penelitian

namun dengan permasalahan yang berbeda.Oleh karena itu, penelitian ini adalah asli

adanya, artinya secara akademik penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan

kemurniannya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa latin yang berarti perenungan,

yang pada gilirannya berasal dari kata “thea” dalam bahasa Yunani yang secara

hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut realitas. Dari kata dasar “thea” ini pula

(32)

literatur, beberapa ahli menggunakan kata ini untuk menunjukkan bangunan berfikir

yang tersusun “sistematis, logis(rasional), empris (kenyataan), dan juga simbolis”.8

Kerangka teori adalah pemikiran atau pendapat, teori tesis mengenai suatu

kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis

dalam penelitian.9

Fred N. Kerlinger menjelaskan bahwa teori adalah seperangkat konsep, batas

dan proposisi yang menyajikan suatu pandangan sistematis tentang fenomena dengan

merinci hubungan antara variasi dengan menjelaskan dan memprediksi gejala

tersebut.10

Teori itu bukanlah pengetahuan yang sudah pasti, tetapi harus dianggap sebagai

petunjuk,11 analisis dari hasil penelitian yang dilakukan, sehingga merupakan

masukan eksternal bagi penelitian ini. Robert K. Yin mengatakan: theo means the

design of research steps according to some relationship to the literature, policy

issues, or other substance souce”12.Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan

cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan mengimplementasikan hasil-hasil

penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil terdahulu.13Teori menguraikan

jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukkan masalah penelitian

8Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: Universitas Indonesia Press,

1999), hlm.12.

9Solly Lubis,

Filsafat Ilmu dan Penelitian,(Bandung: Bandar Maju, 1994), hlm.14.

10Fred N. Kerlinger, Asas-Asas Penelitian Behavioral,(Yogjakarta: Gadjah mada Universitas

Press, 2004), hlm.14.

11Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (PT. Gramedia Pustaka

Utama,1997), hlm.21.

12

Robert K.Yin, Application of Case Study Research,(London: Sage Publication, 1994), hlm.82.

(33)

yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu

menerangkan masalah tersebut. Bagi suatu penelitian, teori dan kerangka teori

mempunyai kegunaan. Kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal sebagai

berikut:

a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam fakta;

b. Teori sangat berguna di dalam klasifikasi fakta;

c. Teori merupakan ikhtiar dari hal-hal yang diuji kebenarannya.14

Selanjutnya dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau

pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum. Adapun

kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Kepastian Hukum

sebagaigrand theory.

Menurut Jan Michiel Otto, untuk menciptakan kepastian hukum harus

memenuhi syarat-syarat, yaitu:15

1. Ada aturan hukum yang jelas dan konsisten.

2. Instansi pemerintah menerapkan aturan hukun secara konsisten, tunduk dan taat terhadapnya.

3. Masyarakat menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan hukum tersebut. 4. Hakim-hakim yang mandiri, tidak berpihak dan harus menerapkan aturan

hukum secara konsisten serta jeli sewaktu menyelesaikan sengketa hukum. 5. Putusan pengadilan secara konkret dilaksanakan.

Menurut Satjipto Rahardjo, kepastian hukum merupakan fenomena psikologi

daripada hukum. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam

Undang-14

Soejono Soekanto, Op.Cit.,hlm. 43.

15Jan Michiel Otto,

(34)

Undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim yang satu dengan

yang lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.16

Selanjutnya di samping Teori Kepastian Hukum sebagai teori utama yang

dipergunakan sebagai pisau analisis penelitian ini juga akan didukung dengan teori

pendukung yaituTeori Maslahatan.Mashlahat secara etimologi kata jamaknya

Mashalih berarti sesuatu yang baik, yang bermanfaat dan merupakan lawan dari

keburukan atau kerusakan. Mashlat kadang-kadang disebut dengan istislah yang

berarti mencari yang benar. Esensi mashlat adalah terciptanya kebaikan dan

kesenangan dalam kehidupan manusia serta terhindar dari hal-hal yang dapat merusak

kehidupan umum.17

Menurut M.Hasballah Thaib,18 mashlahat yang dimaksud adalah kemashalatan

yang menjadi tujuan syara’ bukan kemashalatan yang semata-mata berdasarkan

keinginan hawa nafsu manusia. Sebab disadari sepenuhnya bahwa tujuan dari syariat,

hukum tidak lain untuk melahirkan kemashlatan bagi manusia dari segala segi dan

aspek kehidupan mereka di dunia dan terhindar dari berbagai bentuk yang dapat

membawa kepada kerusakan.

16bid.

17M.Hasballh Thaib, Tajdid, Reaktualisasi dan Elastisitas Hukum, (Medan: Universitas

sumatera Utara, 2002), hlm. 27.

18Ibid, Ibnu Tayimyyah mengatakan bahwa mashlmat adalah pandangan mujtahid tentang

perbuatan yang mengandung kebaikan yang jelas dan bukan perbuatan yang berlawanan dengan hukum syara’, lihat Nasroen Haroen, Ushul Fiqih, (ciputat: PT. logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 126.Sedangkan Al-Ghazali mengatakan arti asli mashlmat adalah menarik manfaat atau menolak

(35)

Oleh karena itu masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan hukum

atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi

masyarakat.Jangan sampai justru karenanya dilaksanakan atau ditegakkan timbul

keresahan di dalam masyarakat.19Secara sederhana maslahat (al- maslahah)diartikan

sebagai sesuatu yang baik atau sesuatu bermanfaat. Misalnya menuntut ilmu itu

mengandung kemaslahatan, maka hal ini berarti menuntut ilmu itu penyebab

diperolehnya manfaat secara lahir dan bathin. Secara umum dapat dikatakan bahwa

tujuan dari pada kedatangan Hukum Islam adalah memperoleh kemaslahatan serta

menghindari kemudhaaratan. Hukum Islam memelihara 3 hal, yaitu:20

a. Memelihara yang paling penting, bila hal itu diabaikan maka akan terjadi kekacauan dalam masyarakat. Ketentuan yang paling penting ini ada 6 macam: 1. Memelihara jiwa

Islam sangat melindungi jiwa seseorang, jiwa seseorang tidaak boleh direnggut begitu saja karena jiwa dapat dinilai dengan benda apapun; 2. Memelihara akal

Sehubungan dengan memelihara akal, Hukum Islam memetapkan hukum dera (dipukul 40 kali) bagi yang merusakkan akalnya.

3. Memelihara Agama

Memelihara agama adalah memelihara keimanan. Iman adalah suatu hal yang sangat mulia, sehingga dengan bermodalkan iman seseorang tidak akan kekal dalam neraka.

4. Memelihara kehormatan

Islam sangat memelihara kehormatan seseorang muslim. Islam tidak membenarkan menuduh orang lain melakukan kejahatan tanpa adanya suatu bukti yang benar, tuduhan tanpa alas an berarti penghinaan.

5. Memelihara harta

Memelihara harta (hak milik) ini ditetapkan hukum jual beli, hutang piutang, dan lain-lain.Islam melarang perampasan harta, pembinasaan harta, dan cara-cara lain yang tidak sah.

19

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum(Suatu Pengantar),(Yogyakarta: Liberty,1988), hlm. 134-135.

20M. Hasballah Thaib, Falsafah Hukum Islam, (Medan: Fakultas Hukum Universitas

(36)

6. Memelihara keturunan

Islam mengajurkan untuk memelihara keturunan, bahkan salah satu dari pada hikmah perkawinan adalah untuk mendapat keturunan.

b. Memelihara yang diperlukan bila tidak dilaksanakan akan membawa kesulitan dam pelaksanaaanya;

c. Memelihara yang dianggap baik, bila hal ini tidak diatur maka nampaklah kerendahan Islam.

2. Konsepsi

Konsepsi berasal dari bahasa latin, conceptus yang memiliki arti sebagai suatu

kegiatan atau proses berpikir, daya berfikir khususnya penalaran dan

pertimbangan.21Peranan konsep daam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia

teori dan observasi, antara abstrasi dan realitas.22Konsep diartikan sebagai kata yang

menyatakan.Abstrak yang digenelisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut

dengan definisi operasional.23 Oleh karena itu, kerangka konsepsi pada hakekatnya

merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih kongkrit dari kerangka teoritis

yang seringkali bersifat abstrak, sehinga diperlukan definisi-definisi yang menjadi

pegangan kongkrit dalam proses penelitian. Jadi jika teori berhadapan dengan sesuatu

hasil kerja yang telah selesai, maka konsepsi masih merupakan permulaan dari suatu

karya yang telah diadakan pengelohan akan dapat menjadikan suatu teori.Oleh

karenanya untuk menghindari terjadinya perbedaan pengertian dan penafsiran tentang

konsep yang dipakai dalam penelitian ini, maka perlu dikemukakan mengenai

21

Komaruddin dan Yooke Tjuparmah, Kamus Istilah Karya Tulisan Ilmiah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 122.

(37)

pengertian konsep yang dipakai, adapun uraian dari konsep yang dipakai dalam

penelitian ini adalah:

a. Penyelesaian adalah proses, cara, perbuatan, menyelesaikan (pemberesan,

pemecahan);

b. Hadhanah adalah kegiatan mengasuh, memelihara, mendidik anak dan

memenuhi kebutuhan yang diperlukan si anak baik yang belummumayyizdan

maupun yang telahmumayyizhingga ia dewasa atau mampu berdiri sendiri.24

c. Sengketa adalah perselisihan yang timbul antara mantan suami istri setelah

terjadi perceraian khususnya mengenaihadhanah.

d. Perspektif adalah cara melukiskan suatu benda dan lain-lain pada permukaan

yang mendatar sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan tiga dimensi

(panjang, lebar, tingginya), sudut pandang.25

e. Fiqih Islam adalah buku yang membahas berbagai persoalan Hukum Islam

(ibadah, muamalah, pidana, peradilan, jihad, perang, dan damai) berdasarkan

hasil ijtihad ulama fiqih dalam memahami Al-Qur’an dan hadist yang

berkaitan dengan realitas yang ada dengan menggunakan berbagai metode

ijtihad.26

f. Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah sekumpulan materi hukum Islam yang

ditulis pasal demi pasal, berjumlah 229 pasal, terdiri atas tiga kelompok

24Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jild VIII, Terjemahan Moh. Thlmib, (Bandung: PT. Alma’

arif,1995), hlm. 160.

25

Surayin,Kamus Umum Bahasa Indonesia,(Bandung: Rama Widya, 2007),hlm. 433.

26A. Rahman Rintonga, et.all,Ensikopedia Hukum Islam,(Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeva,

(38)

materi hukum, yaitu Hukum Perkawinan (170 pasal), Hukum Kewarisan

termasuk wasiat dan hibah (44 pasal) dan Hukum Perwakafan (14 pasal),

ditambah satu pasal ketentuan penutup yang berlaku untuk ketiga kelompok

hukum tersebut.

g. Mahkamah Syar'iyah adalah lembaga peradilan yang dibentuk dengan Qanun

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002 Tentang

Peradilan Syari’ah Islamserta melaksanakan Syari’at Islam dalam wilayah

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.27

h. Belummummayizadalah anak yang belum berumur 12 tahun.28

i. Sudahmummayizadalah anak yang sudah berumur 12 tahun.29

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Pendekatan Penelitian

Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, yaitu dari penelitian

ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan

yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang

diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab permasalahan.30

27Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam nomor 10 tahun 2002 Tentang Peradilan

Syari’ah IslamPasal 2 Ayat (1).

28Kompilasi Hukum Islam Pasal 105, berbunyi;

Dalam terjadinya perceraian:

a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya;

b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaanya;

c. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.

29

Ibid.

30Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, (Bandung:

(39)

Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis

normatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara

menganalisa hukum yang tertulis dari bahan perpustakaan atau data sekunder belaka

yang lebih dikenal dengan nama bahan sekunder dan bahan acuan dalam bidang

hukum atau bahan rujukanan bidang hukum31. Maka pendekatan yang dilakukan

adalah pendekatan peraturan hukum yang berlaku baik itu dalam peraturan

perundang-undangan hukum nasional maupun ketentuan dalam Hukum Islam dan

pendekatan kasus (case approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan

untuk meneliti aturan–aturan hadhanah yang berkaitan dengan pelaksanaan

hadhanah, sedangkan pendekatan kasus dilakukan untuk mempelajari penerpan

norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan hakim dalam menyelesaikan

sengketahadhanahdi Mahkamah Syar’iyah.

2. Sumber Data

Data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder.Data sekunder32 adalah

data yang diperoleh dari dokumen publikasi, artinya data sudah dalam bentuk jadi,33

atau data kepustakaan yang dikenal dengan bahan hukum yang terdiri dari 3 (tiga)

kelompok.Data sekunder pada penelitian ini berasal dari penelitian studi kepustakaan

(Library Research)yang diperoleh dari:

31Soejono Soekarto dan Sri Mamudji,

Penelitian Hukum Seuatu Tinjauan Singkat,

(Jakarta:Raja grafindo Persada, 1995),hlm. 33.

32Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil pelelaahan kepustakaan atau penelahaan

terhadap berbagai literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian yang sering disebut sebagai bahan hukum, lihat Mukti Fajat dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum: Normatif dan Empiris,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm.34.

33Made Wirartha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi dan Tesis,

(40)

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang terdiri dari:

1. Al-Qur’an dan Hadist.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak.

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan.

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang

Kesejahteraan Anak.

5. Perma Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Perma Nomor 2

Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

6. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 tahun 2002

Tentang Peradilan Syari’ah Islam.

7. Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam.

8. Putusan Makamah Syar’iyah Sinabang Nomor: 01/Pdt.G/2012/MS-Snb.

9. Putusan Mahkamah Syar’iyah Sinabang Nomor: 44/Pdt.G/2011/MS-Snb.

10. Putusan Mahkamah Syar’iyah Sinabang Nomor: 41/Pdt.G/2011/MS-Snb.

b. Bahan hukum sekunder merupakan semua publikasi tentang hukum yang bukan

merupakan dukumen-dokumen resmi. Bahan-bahan hukum sekunder terdiri dari

buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, komentar-komentar

atas putusan pengadilan, ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari

konsepsi-konsepsi, teori, asas-asas dan hasil-hasil penelitian, hasil-seminar,

(41)

dan pendapat dari kalangan pakar hukum yang berkait dengan masalah

hadhanah.

c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum penunjang yang memberikan petunjuk

dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus,

ensiklopedia, majalah, bahan internet dan jurnal ilmiah.34

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang menjadi objek

dalam penelitian dan dikaitkan dengan jenis penelitian hukum yang bersifat normatif

maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi

kepustakaan (Library Research), studi kepustakaan merupakan suatu metode

pengumpulan data yang dilakukan dengan membaca bahan-bahan hukum yang ada

relevansinya dengan topik pembahasan atau masalah yang akan diteliti.

4. Alat Pengumpulan Data

Alat Pengumpulan data dalam penelitian ini yang digunakan adalah studi

dokumen/studi kepustakaan yaitu untuk memperoleh bahan-bahan yang digunakan

untuk mengumpulkan data-data yang di kepustakaan atau data sekunder dan data

primer serta tersier dalam bidang hukum.Namun dalam ini juga akan dilakukan

wawancara terhadap pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini. Wawancara ini

dilakukan sebagai data pendukung dalam penelitian ini.

Adapun pihak-pihak terkait yang akan diwawancarai dalam hal ini, yaitu:

- 2 (satu) orang Hakim Mahkamah Syar’iyah Sinabang

(42)

- 1 (satu) orang Panitera Makamah Syar’iyah Sinabang.

- 1 (satu) orang tokoh Agama.

5. Analisis Data

Dalam penelitian sangat diperlukan sangat diperlukan suantu analisis data

yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif

yaitu penelitian yang menghasilkan data yang berupa informasi, kemudian diuraikan

dalam bentuk tulisan dikaitkan dengan data lain sehingga diperoleh kejelasan

terhadap suatu kebenaran dan diperoleh gambaran yang menguatkan suatu gambaran

yang telah ada.

Pada kegiatan analisis data ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang

diharapkan dapat memberikan kesimpulan yang dilakukan dengan memakai analisa

deduktif-induktif yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk

selanjutnya mengambil hal-hal yang khusus sebagai kesimpulan dari permasalahan

(43)

BAB II

PIHAK YANG BERHAK MENGASUH ANAK PADA SAAT TENGGANG WAKTU PENENTUAN HAKHADHANAHANAK

A. Tinjauan TentangHadhanahMenurut Hukum Islam 1. PengertianHadhanah

Adapun dalam Hukum Islampemeliharaan anak dikenal dengan istilah

hadhanah. Secara etimologi, hadhanahberarti di samping atau berada di bawah

ketiak,35sedangkan secara terminologisnya,hadhanah adalah merawat dan mendidik

seseorang yang belum mumayyiz atau yang kehilangan kecerdesannya, karena

mereka tidak memenuhi keperluannya sendiri.36

Menurut Ash-sha’ani, pemeliharaan anak disebut dengan Al Hadhanah yang

merupakan masdar dari kata Alk Hadhanah yang berarti mengasuh atau memelihara

bayi (hadhanah ash syabiyya).Dalam pengertian istilah hadhanah adalah

pemeliharaan anak yang belum mampu berdiri sendiri, biaya pendidikannya dan

pemeliharaannya dari segala yang membahayakan jiwanya.37

Sementara itu menurut Muhammad bin Isma’il al- Kahlani, hadhanah adalah

memelihara orang yang belum mampu mengurus diri sendiri.38Sedangkan menurut

35AbuYahya Zakaria Anshari,Fathul Wahab, (Beirut: Dar al-Kutub, 1997), Juz II.hlm.212. 36Martiman Prodjohamidjodjo,

Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing, 2002), hlm.65. lihat juga Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih, Undang-Undang No.1/1974 Sampai KHI),

(Jakarta:Kencana,2004), hlm. 291.

37

Ash-sha’ani, Subulus Salam, Terjemahan Abubakar Muhammad Jilid 3, (Surabaya: Al Ikhlas, 1995), hlm. 819.

38Muhammad bin Isma’il al- Kahlani, Subulus Salam, Juz 3(Bandung: Dahlan), 1996. hlm.

(44)

pendapat Syeikh Ibrahim Al-Najuri hadhanah adalah memelihara orang yang tidak

mampu mengurus diri sendiri dari sesuatu yang menyakitinya, karena belum dapat

membedakan antara yang buruk dengan yang baik.39

Selanjutnya Wahbah Az-Zuhaili memberi pengertian hadhanah, menurut

bahasa, hadhanah berasal dari kata “al hidlnu” yang berarti“ samping atau

merengkuh ke samping. Adapun secara syara’ hadhanah artinya pemeliharaan anak

bagi anak bagi orang yang berhak untuk memeliharanya. Atau, bisa juga diartikan

memelihara atau menjaga orang yang tidak mampu mengurus kebutuhannya sendiri

karena tidakmumayyizseperti anak-anak atau orang dewasa tetapi gila.40

Menurut Amir Syarifuddin, hadhanah adalah pemeliharaan anak yang masih

kecil setelah putusnya perkawinan.41Sedangkan Sayyid Sabiq mengemukan bahwa :

Hadhanahadalah melakukan pemeliharaan anak-anak yang masih kecil,

laki-laki ataupun perempuan atau yang sudah besar tetapi belum tamyiztanpa perintanya, menyediakan sesuatu yang menjadi kebaikannya, menjaga dari sesuatu yang menyakiti dan merusaknya, mendidik jasmani, rohani dan akalnya agar mampu berdiri sendiri dalam menghadapi hidup dan memikul tanggung jawabnya”.42

Menurut M.Hasballah Thaib, yang dimaksud hadhanah adalah merawat dan

mendidik, menjaga dan mengatur orang yang belum mampu mengetahui dirinya

sendiri disebabkan gila dan disebabkan masih anak-anak yang belummumayyiz.43

39Syeikh Ibrahim Al-Najuri,Al-Bajuri,Juz 2, hlm. 195, lihat juga H.A Fuad Said,Perceraian

Menurut Hukum Islam,(Jakarta:Pustaka Alhusna),1994, hlm.215.

40

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam (Wa Adillatuhu), Jilid 10, (Depok: Gema Insani, 2007), hlm.59.

41Amir Syarifuddin,Op .Cit., hlm. 327. 42Sayyid Sabiq,Loc.cit.

43M.Hasballah Thaib dan H. Marahalim Harahap, Hukum Keluarga dalam Syariat Islam,

(45)

Sementara menurut istilah ahli fiqih, hadhanah berarti memelihara anak dari

segala macam bahaya yang mungkin menimpanya, menjaga kesehatan jasmani dan

rohaninya, menjaga makanan dan keberaniannya, mengusahakan pendidikannya

hingga ia sanggup berdiri sendiri dalam menghadapi kehidupannya sebagai seorang

muslim.44

Selanjutnya dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan hadhanah merupakan suatu kewenangan untuk merawat dan

mendidik orang yang belummumayyizatau orang yang dewasa tetapi kehilangan akal

(kecerdasan berpikirnya).Munculnya persoalan hadhanah tersebut adakalanya

disebabkan oleh perceraian atau karena meninggal dunia orang tua, sementara si anak

belum dewasa dan tidak mampu lagi mengurus diri mereka, oleh karenanya

diperlukan adanya orang-orang yang bertanggung jawab untuk merawat dan

mendidik anak tersebut.

2. Dasar HukumHadhanah

Ulama fiqih sepakat bahwa pada prinsipnya hukum memelihara dan mendidik

adalah kewajiban bagi kedua orang tua45, anak yang tidak dipelihara akan terancam

keselamatannya, hal merujuk pada ayat Al-Qur’an surat at-Tahrim ayat 6 yang

berarti:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka

yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.46” Selain itu, hal ini dapat kita lihat

44Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang,

2006), hlm. 129.

45

Muhammad Husain Zhabi,Al-Syari’ah al- Islamiyah: Dirasah Muqaranah baina Mazahib Sunnah Ea al-Mazahab al-Ja’fariyah,(Mesir: Daral-Kutub al-Hadisa, tth), hlm.170.

46Mushaf, Al-Qu’ran dan terjemaah Al-Qu’ran Al-Karim, (Jakarta: Pustaka Al-Kaustsar,

(46)

dari dasar hukum hadhanah dalam Islam dijelaskan dalam firman Allah SWT

sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah ayat 233, yang artinya:

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan carama’ruf.

Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang itu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan walipun berkewajiban demikian.Apabila keduanya ingin menyapih (belum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,maka tidak ada dosa bagimu bila kamu memberikan pembayaran menurut patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kerjakan”.47

Selain itu juga terdapat hadist Rasulullah SAW. sebagaimana yang

diriwayatkan Ahmad, Abu Daud, Al- Baihaqi dan Al-Hakim dari Abdullah bin’

Amru48:

“Bahwa seorang wanita berkata:”ya Rasullulah, sesungguhnya anakku ini, perutku menjadi tempatnya dan payudaraku isapannya dan lambungku menjadi pangkuannya. Ayahnya telah mentalakku dan hendak mengambilnya dariku, maka Rasullulah SAW bersabda: engkau lebih berhak mengasuh/memelihara selama engkau belum menikah”.

Selanjutnya,di Indonesia ketentuan mengenai hadhanah dapat dilihat pada

Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam, yang menyatakan bahwa :

1) Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya;

2) Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya; 3) Segala pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.

(47)

Hal tersebut di atas juga dijelaskan dalam Undang-Undang Perkawinan Pasal 41

Undang-Undang Perkawinan, yang menyatakan bahwa apabila putusnya perkawinan

karena perceraian, maka:

1) Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak pengadilan yang memberi keputusan.

2) Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu;bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

3) Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya pnghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.

Kemudian juga dipertegas dalam Pasal 45 Undang- Undang Nomor 1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan, yang berbunyi:

1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya;

2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri. Kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara orang tua putus.

Pemeliharaan anak pada dasarnya menjadi tanggung jawab kedua orang tua,

pemeliharaan tersebut meliputi: masalah ekonomi, pendidikan dan segala sesuatu

yang menjadi kebutuhan pokok bagi anak. Jadi meskipun diantara suami istri telah

putus ikatan perkawinan diantara mereka namun kewajiban pemeliharaan anak tetap

menjadi tanggung jawab keduanya sampai anak di bawah umur tersebut telah dewasa

atau mandiri. Islam juga telah mengajarkan kewajiban bertanggung jawab itu secara

tegas, sebagaimana dijelaskan pada hadist Rasullulah SAW, yang diriwayatkan Al

Bukhari dan Muslim, yang artinya berbunyi:” Laki-laki wajib memelihara

(48)

wajib memelihara (segala sesuatu) dalam rumah suaminya dan ia akan dimintai

pertanggungjawaban dalam hal itu”.49

3. Syarat-Syarat Orang Yang Berhak Melaksanakan TugasHadhanah

Setiap anak yang masih di bawah umur memerlukan orang lain dalam

kehidupannya, baik dalam membentuk fisiknya maupun akhlaqnya. Seorang yang

melakukan tugas hadhanah anak mempunyai andil dalam hal tersebut, sehingga

memerlukan sikap yang arif, perhatian yang penuh dan kesabaran. Menurut

M.Hasballah Thaib, karaktertik orang tua ideal bagi anak haruslah memenuhi

persyaratan-persyaratan kepribadian yang yakni: 1. Bertaqwa kepada Allah, 2.

Mempunyai sifat ikhlas, 3.Berakhlak mulia, 4. Mempunyai sikap dan berkata benar,

5. Mempunyai sifat adil, 6. Bersikap sopan, 7. Bersisikap sabar, 8.Bersifat pemaaf, 9.

Rukun dalam rumah tangga, 10. Memenuhi kebutuhan anak, 11. Membina kreatifitas

anak, 12. Berdedikasi mendidik dan bertanggung jawab.50

Selanjutnya hukum Islam mengemukan ada beberapa persyaratan yang terkait

dengan hadhanah atas anak yang harus dimiliki seseorang agar bisa melaksanakan

tugas hadhanah,baik wanita maupun laki-laki. Syarat-syarat itu dibagi ulama fiqih

dalam tiga katagori, yakni: a. syarat umum untuk wanita dan pria, b. syarat khusus

untuk wanita, c. syarat khusus untuk pria51.

a. Syarat umum untuk pria dan wanita yang melakukanhadhanah

Adapun syarat umum untuk orang yang dianggap berhak melaksanakan tugas

hadhanahatas anak, diantaranya:

49M. Hasballah dan Zamakhsyari,Pendidikan dan Pengasuhan Anak(Menurut Al-Qur’an dan

Sunnah),(medan:Perdana Mulya Sarana, 2012), hlm.57.

50

Ibid.,hlm.24-57.

51Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan,Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam,( Jakarta:

(49)

1. Berakal

Orang gila dan idiot tidak boleh menjadi pelaksanahadhanahkarena keduanya

juga membutuhkan orang lain untuk mengurus keperluan mereka. Selain itu untuk

mengurus diri sendiri saja mereka tidak mampu, apa lagi untuk mengurus keperluan

orang lain.

Ulama Mahzab Malikiyyah mensyaratkan seorang yang dapat melaksanakan

tugas hadhanah haruslah orang cerdas.Seorang yang melaksanakan hadhanah tidak

boleh orang yang bodoh (idiot) dan boros.Tujuannya agar harta milik anak yang

dipelihara tidak dibelanjakan untuk hal-hal yang tidak perlu.52

Jadi apabila seseorang itu tidak berakal maka ia tidak berhak untuk melakukan

tugas hadhanah karena ia sendiri tidak dapat mengurus dirinya sendiri, sehingga

hanya mereka yang memiliki akal yang dapat melaksanakan tugashadhanah.

2. Baligh (dewasa)

Hendaklah merekayang melakukan tugashadhanahadalah mereka yang sudah

baligh/dewasa, berakal, tidak terganggu ingatannya, karena hadhanah adalah

merupakan pekerjaan memerlukan tanggung jawab. Sementara itu ulama Mazhab

Malikiyyahmenambahkan agar yang melakukan tugashadhanah adalah mereka yang

tidak memiliki/menderita penyakit menular yang dapat membahayakan mahdhun

(anak yang diasuh).53

52

Wahbah Az-Zuhaili,Fiqih Islam Wa Adillatuhu (Hak-Hak Anak, Wasiat, Wakaf, Warisan)

Jilid 10,Terjemahan Abdul Hayyie al-Kattani, (Jakarta:Darulfikir, 2011), hlm.66.

53Muhammad Ibnu Al-Syarbaini, Al-Iqna’, (Mesir: Mathba”ah al-Risalah, tth), Juz II,

Referensi

Dokumen terkait

Penyakit ( Germ Theory of Disease ).. Penggolongan mikroba: mikroskop, bentuk mikroba ditemukan yaitu bakteri, jamur, virus. 2). Asal-usul mikroba : Louis Pasteur, merobohkan

Negara Indonesia dan Negara Turki sebagai negara yang memiliki landasan ideologi yang berbeda dan sistem hukum yang berbeda pula, zina menurut hukum pidana

Didapatkan melalui S tudi ini bahwa alternatif terbaik berdasarkan biaya untuk Perencanaan Perbaikan Tanah untuk Jalan di Bukit adalah Penggunaan Geomembran

Hasil analisis yang diperoleh adalah (a) empat tokoh perempuan dalam Celoteh Perempuan adalah perempuan yang mampu memupuk jati diri dan menunjukkan eksistensi

Mekanisme bagaimana reaktive oxygen species (ROS) dapat menginduksi ekspresi gen antioksidan endogen adalah bahwa radikal bebas, melalui beberapa jalur transduksi

Hasil penelitian ini didukung teori yang dikemukakan oleh Buchari (2000), dimana Buchari mengatakan bahwa dengan adanya strategi yang baik terhadap bauran pemasaran seperti

Mengembangkan bahan ajar merupakan salah satu tugas guru agar materi yang akan disampaikan diperoleh dengan baik dan bermakna bagi siswa. Terkait dengan tugas tersebut maka