KARAKTERISTIK EKSTRAKSI MINYAK DARI BIJI
ALPUKAT (
Persea Americana
Mill) MENGGUNAKAN
PELARUT N-HEPTANA
SKRIPSI
Oleh
RESI LEVI PERMADANI
110405072
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KARAKTERISTIK EKSTRAKSI MINYAK DARI BIJI
ALPUKAT (
Persea Americana
Mill) MENGGUNAKAN
PELARUT N-HEPTANA
SKRIPSI
Oleh
RESI LEVI PERMADANI
110405072
SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN
PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:
KARAKTERISTIK EKSTRAKSI MINYAK DARI BIJI ALPUKAT (Persea Americana Mill) MENGGUNAKAN
PELARUT N-HEPTANA
Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada
Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi
ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan
sumbernya.
Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya
ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima
sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Medan, 14 Oktober 2015
Resi Levi Permadani
PENGESAHAN
Skripsi dengaujudul:
KARAKTERISTTK EKSTRAKSI MINYAK DARI BIJI ALPIIKAT (Persea Amcricano Mill) MENGGUNAKAI\I
PELA.RUT N.IIEPTANA
dibuat
utuk
melengkapi persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Skripsiini
telahdiujikan pada sidang ujian skripsi pada
28
Oktober 2015 dan dinyatakanmemenuhi syarat/sah sebagai skripsi pada Departemen Teknik Kimia Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
Medan, November 2015
Dosen Pembimbing
\
,ll;
Dra. Siswami MZ. MSi NrP. 19570725198701 2 001
Dosen Penguji
I
Dosen PengujiII
Ir. Seri Maulina M.Sf
Php
NrP. 1e610104 198811 2 001
lt
/1,'^1.
7'.?
Dr. Eng. Rondang Tambrrn ST. MT
NIP. 197206122000t2
t
001iii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi
dengan judul “Karakteristik Ekstraksi Minyak dari Biji Alpukat (Persea
Americana Mill) Menggunakan Pelarut N-heptana”, berdasarkan hasil penelitian
yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
sarjana teknik.
Hasil penelitian ini:
1. Penelitian ini memberikan informasi mengenai pengaruh suhu, massa dan
volume pelarut pada ekstraksi minyak biji alpukat dengan pelarut n-heptana.
2. Penelitian ini memanfaatkan limbah biji alpukat yang selama ini dibuang
begitu saja dan menggunakan pelarut n-heptana yang dianggap lebih aman
penggunaannya dibanding heksana.
3. Penelitian ini memberikan sumbangan ilmu pengetahuan mengenai
pemanfaatan limbah biji apukat supaya dapat memberikan nilai ekonomis
terhadap biji alpukat.
Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, penulis banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Dra. Siswarni MZ, MSi selaku Pembimbing.
2. Ir. Lilis Sukeksi, M.Sc., Ph.D selaku Penguji. 3. Ir. Seri Maulina, M.SChe, Ph.D selaku Penguji. 4. Dr. Eng. Rondang Tambun, ST, MT selaku Penguji. 5. Ir. Renita Manurung, MT selaku Koordinator Skripsi.
6. Ir. Bambang Trisakti, MT selaku Kepala Laboratorium Proses Industri Kimia.
iv
9. Dr. Eng. Ir. Irvan, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia USU.
10. Dr. Ir. Fatimah, MT, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Kimia USU.
11. Seluruh Dosen/Staf Pengajar dan Pegawai Administrasi Departemen Teknik
Kimia yang telah memberikan banyak ilmu yang berharga dan bantuan
kepada penulis selama menjalankan perkuliahan.
12. Rekan penelitian Atikah Risyad atas kerjasamanya yang luar biasa selama
melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.
13. Teman sejawat, adik dan abang/kakak senior serta teman-teman stambuk
2011 terutama Rahayu Wulandari, Widya Gema Bestari, Nadya Gema
Bestari, Dania Khaerani Syabri, Dwi Gita Ferani, Ayu Afrina, Nurul Aini,
Suci Damayanti, Yusrina Ika Putri, Riska Rinda Pramasti, Bunga Indah
Sari, Olivia Putri Wardani, Aidil Saputra, Rio Nazif, Intan Afrilia,
Nurhayani, William dan M. Fauzy Ramadhan Tarigan yang telah banyak
memberikan banyak dukungan, semangat, doa, pembelajaran hidup dan
kenangan tak terlupakan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, Oktober 2015
Penulis
v
DEDIKASI
Skripsi ini saya persembahkan untuk :
Bapak & Ibu tercinta
Bapak Jumadi dan Ibu Kamisah
Orang tua dengan perhatian dan kasih sayang yang telah
membesarkan dan mendidikku hingga seperti saat ini.
Terima kasih atas pengorbanan, cinta kasih dan do’a yang selalu
vi
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Resi Levi Permadani
NIM : 110405072
Tempat, tanggal lahir : Tebing Tinggi, 07 Mei 1994 Nama Orang Tua : Jumadi dan Kamisah
Alamat Orang Tua:
Desa Sukamaju Kec. Singingi Hilir Kab. Kuantan singing Prov. Riau
Asal Sekolah:
SDN 013 Singingi Hilir Prov. Riau tahun 1999–2005 SMPN 04 Singingi Hilir Prov. Riau tahun 2005–2008 SMAN 03 Pekanbaru tahun 2008–2011
Pengalaman Organisasi/Kerja:
1. Anggota Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USU periode 2014/2015
vii
ABSTRAK
Biji alpukat (Persea americana mill) dapat dijadikan sebagai sumber minyak nabati karena kandungan protein dan minyaknya yang cukup tinggi. Minyak biji alpukat diperoleh dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut n-heptana. Heptana dapat dijadikan sebagai pelarut alternatif karena penggunaannya tidak menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik proses ekstraksi minyak dari biji alpukat. Rancangan penelitian menggunakan metode Response Surface Methodology-Central Composite Design (RSM-CCD) dengan variabel suhu ekstraksi, massa biji alpukat dan volume pelarut n-heptana. Dari hasil analisis regresi diperoleh pengaruh variabel penelitian terhadap % yield minyak biji alpukat sebesar 93,95%. Karakteristik minyak biji alpukat yang dihasilkan yaitu berwarna oranye, densitas
0,71 g/ml, viskositas 0,43 cP, dan FFA 2,76%. Analisis komposisi asam lemak minyak biji alpukat diperoleh komponen asam lemak yang dominan adalah asam lemak tidak jenuh jamak yaitu asam linoleat sebesar 47,3531% (b/b), asam lemak jenuh berupa asam palmitat sebesar 20,3439% (b/b), dan asam lemak tidak jenuh tunggal yaitu asam oleat sebesar 15,8823% (b/b).
viii
ABSTRACT
Avocado seed (Persea americana mill) can be used as source of vegetable oil because the content of protein and oil are high enough. Avocado seed oil is obtained by extraction using n-heptane. Heptane can be used as alternative solvent because the use does not cause environmental and health problems. The aim of this research is to examine characteristic of oil extraction process from avocado seed. The research design using Response Surface Methodology-Central Composite Design (RSM-CCD) with variable extraction temperature, avocado seed mass and solvent volume. From the result of regression analysis obtained effect of variables on % yield avocado seed oil was 93,95%. The result showed characteristic of avocado seed oil is orange color, density 0,71 g/ ml; viscosity 0,43 cP and FFA 2,76%. Analysis of fatty acid composition on avocado seed oil obtained dominant component is linoleic acid (polyunsaturated fatty acids) 47,3531% (w/w), palmitic acid (saturated fatty acids) 20,3439% (w/w) and oleic acid (monounsaturated fatty acids) 15,8823% (w/w).
ix
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
PENGESAHAN ii
PRAKATA iii
DEDIKASI v
RIWAYAT HIDUP PENULIS vi
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
DAFTAR SINGKATAN xv
DAFTAR SIMBOL xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.4 Manfaat Penelitian 3
1.5 Ruang Lingkup Penelitian 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Biji Alpukat (Persea Americana Mill) 4
2.1.1 Komposisi Kimia dalam Biji Alpukat 4
2.1.2 Kandungan Minyak dam Biji Alpukat 6
2.2 Pengambilan Minyak dari Biji Alpukat dengan Metode
Ekstraksi 8
2.2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekstraksi 10
2.2.2 Penggunaan N-heptana Sebagai Pelarut Pengekstraksi 12
2.3 Uji Sifat Fisika dan Kimia Minyak Biji Alpukat 13
x
2.3.2 Densitas 14
2.3.3 Viskositas 14
2.3.4 Free Fatty Acid (FFA) 14
2.3.5 Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) 15
2.4 Rancangan dan Pengolahan Data Hasil Ekstraksi Menggunakan
Response Surface Methodology-Central Composite Design
(CCD) 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 19
3.2 Bahan dan Peralatan 19
3.2.1 Bahan Penelitian 19
3.2.2 Peralatan Penelitian 19
3.3 Rancangan Penelitian 20
3.4 Prosedur Penelitian 21
3.4.1 Prosedur Utama 21
3.4.1.1 Prosedur Persiapan Biji Alpukat 21
3.4.1.2 Prosedur Ekstraksi Minyak Biji Alpukat 21
3.4.1.3 Prosedur Evaporasi Pelarut N-heptana Dari Minyak
Biji Alpukat Hasil Ekstraksi 22
3.4.2 Prosedur Analisis 23
3.4.2.1 Analisis FFA (Free Fatty Acid) Minyak Biji Alpukat
dengan Metode Tes AOCS Official Method
Ca 5a-40 23
3.4.2.2 Analisis Komposisi Asam Lemak Minyak Biji
Alpukat dengan GCMS 23
3.4.2.3 Analisis Densitas Minyak Biji Alpukat dengan
Metode Tes OECD 109 23
3.4.2.4 Analisis Viskositas Minyak Biji Alpukat dengan
Metode Tes ASTM D 445 23
3.5 Flowchart Penelitian 24
3.5.1 Prosedur Persiapan Biji Alpukat 24
xi
3.5.3 Analisis Kadar Free Fatty Acid (FFA) Minyak Biji
Alpukat dengan Metode Tes AOCS Official Method
Ca 5a-40 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 27
4.1 Pengaruh Variabel Percobaan Pada Ekstraksi Minyak
Dari Biji Alpukat Dengan Pelarut N-heptana 27
4.2 Analisis Minyak Biji Alpukat 31
4.2.1 Sifat Fisika dan Kimia Minyak Biji Alpukat 31
4.2.2 Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat 32
4.3 Analisis Ekonomi 35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 38
5.1 Kesimpulan 38
5.2 Saran 38
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Sokhlet Ekstraktor 9
Gambar 2.2 Desain Komposit Pusat (CCD) 18
Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan Ekstraksi 22
Gambar 3.2 Flowchart Prosedur Persiapan Biji Alpukat 24
Gambar 3.3 Flowchart Prosedur Ekstraksi Minyak Biji Alpukat 25
Gambar 3.4 Flowchart Analisis Kadar Free Fatty Acid (FFA) Minyak Biji
Alpukat 26
Gambar 4.1 Hasil Analisis GC Komposisi Asam Lemak Minyak
Biji Alpukat 33
Gambar L3.1 Data Rancangan Percobaan 55
Gambar L3.2 Hasil Pengolahan Data dengan Minitab 56
Gambar L5.1 (a) Biji Alpukat Sebelum Dikeringkan (b) Biji Alpukat Setelah
Dikeringkan 59
Gambar L5.2 Pengayakan Biji Alpukat 59
Gambar L5.3 Ekstraksi Minyak Biji Alpukat 60
Gambar L5.4 Minyak Biji Alpukat 60
Gambar L5.5 Analisis Densitas Minyak Biji Alpukat 61
Gambar L5.6 Analisis Viskositas Minyak Biji Alpukat 61
Gambar L5.7 Analisis FFA Minyak Biji Alpukat 62
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Komposisi Senyawa Bioaktif pada Biji Alpukat dalam mg/100 mg
buah segar 5
Tabel 2.2 Komposisi Proksimat Biji Alpukat (g/100 g sample kering) 5
Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat 6
Tabel 2.4 Sifat Fisika dan Kimia Minyak Biji Alpukat 8
Tabel 2.5 Sifat Fisika N-heptana 12
Tabel 3.1 Level Kode Rancangan Percobaan Penelitian 20
Tabel 3.2 Rancangan Percobaan Penelitian 21
Tabel 4.1 Yield (%) Minyak Biji Alpukat Hasil Ekstraksi (t = 180 menit) 28
Tabel 4.2 Estimasi Koefisien Regresi untuk Yield (%) 29
Tabel 4.3 Analysis of Variance (ANOVA) 30
Tabel 4.4 Sifat Fisika dan Kimia Minyak Biji Alpukat 31
Tabel 4.5 Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat 34
Tabel L1.1 Data Berat, Volume dan Yield Minyak Biji Alpukat 47
Tabel L1.2 Data Analisis Densitas Minyak Biji Alpukat 48
Tabel L1.3 Data Analisis Viskositas Minyak Biji Alpukat 49
Tabel L1.4 Data Analisis FFA Minyak Biji Alpukat 50
Tabel L3.1 Level Kode Rancangan Percobaan 53
Tabel L3.2 Rancangan Percobaan 54
Tabel L4.1 Analysis of Variance (ANOVA) 57
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN 47
L1.1 Data Berat, Volume dan Yield Minyak Biji Alpukat 47
L1.2 Data Analisis Densitas Minyak Biji Alpukat 48
L1.3 Data Analisis Viskositas Minyak Biji Alpukat 49
L1.4 Data Analisis FFA Minyak Biji Alpukat 50
LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN 51
L2.1 Perhitungan Yield Minyak Biji Alpukat 51
L2.2 Perhitungan Densitas Minyak Biji Alpukat 51
L2.3 Perhitungan Viskositas Minyak Biji Alpukat 51
L2.4 Perhitungan FFA Minyak Biji Alpukat 52
LAMPIRAN 3 DATA ANALISIS STATISTIK 53
L3.1 Rancangan Penelitian Response Surface Methodology-
Central Composite Design (CCD) 53
L3.2 Data Rancangan Percobaan 55
L3.3 Hasil Pengolahan Data Dengan Minitab 55
LAMPIRAN 4 PERHITUNGAN MANUAL ANALISIS STATISTIK 57
LAMPIRAN 5 DOKUMENTASI PENELITIAN 59
L5.1 Foto Bahan Baku Biji Alpukat 59
L5.2 Foto Pengayakan Biji Alpukat 59
L5.3 Foto Ekstraksi Minyak Biji Alpukat 60
L5.4 Foto Minyak Biji Alpukat 60
L5.5 Foto Analisis Densitas Minyak Biji Alpukat 61
L5.6 Foto Analisas Viskositas Minyak Biji Alpukat 61
L5.7 Foto Analisis FFA Minyak Biji Alpukat 62
LAMPIRAN 6 HASIL ANALISIS KOMPOSISI ASAM LEMAK 63
L6.1 Hasil Analisis Komposisi Asam Lemak Minyak Biji
xv
DAFTAR SINGKATAN
ANOVA Analysis Of Variance
AOAC Association of Official Analytical Chemists
AOCS American Oil Chemists Society
ASTM American Society for Testing and Material
BM Berat Molekul
BPS Badan Pusat Statistik
CCD Central Composite Design
CI Ionisasi Kimia
cP Centipoise
cSt centistokes
df Degrees of Freedom
EC European Commission
EI Ionisasi Elektron
FFA Free Fatty Acid
GC Gas Chromatography
GC-MS Gas Chromatography Mass Spechtrophometry
GLC Gas Liquid Chromatography
GSC Gas Solid Chromatography
HDL High Density Lipoprotein
LDL Low Density Lipoprotein
MS Mean Square
MUFA Monounsaturated Fatty Acid
OECD Organization for Economic Co-operation and
Development
PPKS Pusat Penelitian Kelapa Sawit
PUFA Polyunsaturated Fatty Acid
SE coef Standard Error coeffisien
SS Sum of Squares
xvi
DAFTAR SIMBOL
Simbol Keterangan Dimensi
F Uji hipotesis pada ANOVA
k Banyaknya faktor perlakuan
k Banyaknya variabel dalam
regresi
k Konstanta viskosimeter kg/m.s2
n Jumlah data penelitian
LC50 Median Lethal Concentration mg/L
M Berat molekul FFA gr/mol
P Nilai P dalam statistik untuk
menguji variabel percobaan
R2 Koefisien determinasi %
R2 (adj) Koefisien determinasi yang
telah disesuaikan dengan model
regresi
%
S Jarak data point dari garis
regresi
sg Specific Gravity
T Suhu ekstraksi oC
T Nilai T dalam statistik untuk
menguji variabel percobaan
T Normalitas larutan NaOH N
t Waktu alir s
V Volume pelarut n-heptana ml
V Volume larutan NaOH terpakai ml
W Massa biji alpukat gram
x Faktor yang diteliti dalam
eksperimen pada persamaan (1)
xvii
y Variabel respon pada persamaan
(1) dan (2)
α Nilai rotatabilitas
α Taraf nyata (α = 0,05)
β Koefisien regresi pada
persamaan (1) dan (2)
μ Viskositas cP
vii
ABSTRAK
Biji alpukat (Persea americana mill) dapat dijadikan sebagai sumber minyak nabati karena kandungan protein dan minyaknya yang cukup tinggi. Minyak biji alpukat diperoleh dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut n-heptana. Heptana dapat dijadikan sebagai pelarut alternatif karena penggunaannya tidak menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik proses ekstraksi minyak dari biji alpukat. Rancangan penelitian menggunakan metode Response Surface Methodology-Central Composite Design (RSM-CCD) dengan variabel suhu ekstraksi, massa biji alpukat dan volume pelarut n-heptana. Dari hasil analisis regresi diperoleh pengaruh variabel penelitian terhadap % yield minyak biji alpukat sebesar 93,95%. Karakteristik minyak biji alpukat yang dihasilkan yaitu berwarna oranye, densitas
0,71 g/ml, viskositas 0,43 cP, dan FFA 2,76%. Analisis komposisi asam lemak minyak biji alpukat diperoleh komponen asam lemak yang dominan adalah asam lemak tidak jenuh jamak yaitu asam linoleat sebesar 47,3531% (b/b), asam lemak jenuh berupa asam palmitat sebesar 20,3439% (b/b), dan asam lemak tidak jenuh tunggal yaitu asam oleat sebesar 15,8823% (b/b).
viii
ABSTRACT
Avocado seed (Persea americana mill) can be used as source of vegetable oil because the content of protein and oil are high enough. Avocado seed oil is obtained by extraction using n-heptane. Heptane can be used as alternative solvent because the use does not cause environmental and health problems. The aim of this research is to examine characteristic of oil extraction process from avocado seed. The research design using Response Surface Methodology-Central Composite Design (RSM-CCD) with variable extraction temperature, avocado seed mass and solvent volume. From the result of regression analysis obtained effect of variables on % yield avocado seed oil was 93,95%. The result showed characteristic of avocado seed oil is orange color, density 0,71 g/ ml; viscosity 0,43 cP and FFA 2,76%. Analysis of fatty acid composition on avocado seed oil obtained dominant component is linoleic acid (polyunsaturated fatty acids) 47,3531% (w/w), palmitic acid (saturated fatty acids) 20,3439% (w/w) and oleic acid (monounsaturated fatty acids) 15,8823% (w/w).
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Buah alpukat merupakan tanaman yang banyak tumbuh subur di daerah tropis
seperti Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Republik Indonesia
(BPS), produksi buah alpukat di Indonesia meningkat dari tahun 2013 sebesar
276.318 ton dan ditahun 2014 sebesar 307.326 ton [1]. Alpukat (Persea
americana mill) merupakan buah yang banyak memiliki manfaat karena
mempunyai kandungan gizi yang tinggi. Selain daging buahnya, biji alpukat juga
memiliki potensi karena kandungan protein dan minyak yang cukup tinggi
sehingga dapat dijadikan sebagai sumber minyak nabati [2]. Tetapi selama ini
alpukat hanya dikonsumsi daging buahnya saja sedangkan biji alpukat tidak
dimanfaatkan dan dibuang sebagai limbah. Biji alpukat memiliki beragam aplikasi
dalam obat-obatan, mulai dari pengobatan diare, disentri, sakit gigi, parasit usus,
pengobatan kulit dan kecantikan serta diabetes melitus [3]. Biji alpukat memiliki
efek antidiabetes melalui kemampuannya menurunkan kadar glukosa darah [4].
Minyak dari biji alpukat juga memiliki manfaat untuk kesehatan seperti untuk
mengendalikan berat badan manusia (terutama digunakan untuk obesitas untuk
menurunkan berat badan) [3].
Untuk memperoleh minyak dari biji alpukat dilakukan dengan cara ekstraksi
menggunakan pelarut organik. Selama ini pelarut yang umum digunakan untuk
mengekstrak minyak dari biji-bijian yaitu heksana [2]. Seperti pada penelitian
Prasetyowati [2], yang menggunakan pelarut heksana untuk mengekstraksi
minyak dari biji alpukat dengan volume pelarut 200 ml, 300ml dan 400 ml, massa
biji 30 gram dan 50 gram, waktu ekstraksi 60 menit, 90 menit dan 120 menit serta
suhu yang digunakan berkisar antara 60-70oC dengan perolehan yield (%) sebesar
25,15%. Pada penelitian Promudono [5], ekstraksi dilakukan pada suhu 82oC
selama 2 jam dengan perbandingan bahan dan pelarut sebesar 20 gr/250 gr
dihasilkan yield (%) 18,69%. Rachimoellah [6], menggunakan heksana untuk
mengekstraksi minyak biji alpukat yang digunakan sebagai bahan baku biodiesel
2
dibatasi karena menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan. Oleh karena itu,
kebutuhan untuk penggantian pelarut sudah menjadi isu penting. Menurut
Conkerton [7], heptana dapat digunakan sebagai pelarut alternatif pengganti,
heptana sama dengan heksana (sama-sama pelarut polar) tetapi penggunaannya
tidak menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan. Pada penelitiannya,
Conkerton [7] menggunakan heptana untuk mengekstrasi minyak dari biji kapas
yang kemudian dibandingkannya dengan minyak hasil ekstraksi menggunakan
heksana. Yield dan kualitas dari minyak yang diekstraksi menggunakan heptana
sama dengan yang diekstraksi menggunakan heksana [7].
Berdasarkan uraian diatas, umumnya ekstraksi minyak biji alpukat
menggunakan pelarut heksana dan belakangan penggunaannya mulai dibatasi.
Sehingga diperlukan pelarut alternatif pengganti yaitu salah satunya dapat
menggunakan heptana. Maka penulis ingin melakukan penelitian yaitu
penggunaan heptana sebagai pelarut dalam proses ekstraksi minyak dari biji
alpukat, sehingga dapat memberikan alternatif pelarut pengganti yang lebih aman
penggunaanya dalam proses ekstraksi.
1.2 Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah limbah biji alpukat
selama ini kurang dimanfaatkan, sehingga untuk menambah manfaat dari limbah
biji alpukat salah satunya dapat dilakukan ekstraksi minyak dari biji alpukat
karena minyak ini memiliki manfaat bagi kesehatan. Pelarut yang umum
digunakan untuk mengekstrak minyak dari biji-bijian yaitu heksana. Heksana
sebagai pelarut mulai dibatasi penggunaannya karena menimbulkan masalah
lingkungan dan kesehatan. Menurut Conkerton [7], heptana dapat digunakan
sebagai pelarut alternatif pengganti, heptana sama dengan heksana tetapi
penggunaannya tidak dapat menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengkaji pengaruh suhu ekstraksi, massa biji alpukat dan volume pelarut
3
2. Menentukan karakteristik minyak biji alpukat hasil ekstraksi dengan
pelarut n-heptana.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini yaitu :
1. Dapat memberikan informasi tentang kuntitas dan kualitas minyak biji
alpukat.
2. Disamping mengurangi limbah biji alpukat, juga dapat memberi nilai
ekonomis terhadap biji alpukat.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Laboratorium
Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
2. Bahan baku dalam penelitian ini adalah biji alpukat dan pelarut n-heptana.
3. Proses ekstraksi minyak biji alpukat tersiri dari dua variabel seperti
berikut :
- Suhu ekstraksi : 85oC, 90oC dan 95oC
- Massa sampel : 20 gram, 30 gram dan 40 gram
- Volume pelarut : 250 ml, 300 ml dan 350 ml
Sedangkan variabel tetap nya adalah
- Waktu ekstraksi : 180 menit
- Ukuran partikel : 50 mesh
Analisis yang dilakukan adalah :
1. Analisis kadar Free Fatty Acid (FFA) minyak biji alpukat.
2. Analisis Densitas Minyak Biji Alpukat.
3. Analisis Viskositas Minyak Biji Alpukat.
4. Analisis komposisi asam lemak minyak biji alpukat dengan GCMS.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biji Alpukat (Persea Americana Mill) 2.1.1 Komposisi Kimia Dalam Biji Alpukat
Alpukat (Persea Americana Mill) adalah tanaman yang dapat ditemukan
didaerah tropis.Buah ini biasanya digunakan untuk konsumsi manusia, tetapi juga
telah digunakan sebagai tanaman obat di Meksiko dan tempat lain di dunia [8].
Alpukat merupakan sumber yang baik dari vitamin K, serat, vitamin B6, vitamin
C, folat dan tembaga. Alpukat juga merupakan sumber potasium yang baik
(kandungan kalium lebih tinggi dibanding dengan buah pisang) dan kaya akan
mineral [9]. Adapun klasifikasi dari alpukat adalah sebagai berikut [10] :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Ranales
Keluarga : Lauraceae
Marga : Persea
Spesies : Perseae Americana Mil
Di samping daging buahnya, biji alpukat juga memiliki potensi yaitu
kandungan proteinnya tinggi dan kandungan minyaknya hampir sama dengan
kedelai sehingga biji alpukat dapat dijadikan sebagai sumber minyak nabati [6].
Biji alpukat terdapat 13-18% dari buah, dan didalamnya mengandung beberapa
aktivitas biologi seperti antioksidan, antihipertensi, larvisida, fungisida,
hipolipidemik, dan amoebicidal serta giardicidal [8]. Biji alpukat memiliki
beragam aplikasi dalam etno-obat, mulai dari pengobatan untuk diare, disentri,
sakit gigi, parasit usus, pengobatan kulit dan kecantikan. Daun alpukat juga telah
dilaporkan memiliki kandungan anti inflamasi dan analgesik [4]. Menurut
5
biji alpukat ditemukan lebih besar dari 70%. Adapun komposisi senyawa bioaktif
dalam biji alpukat sebagai berikut.
Tabel 2.1 Komposisi Senyawa Bioaktif pada Biji Alpukat dalam
mg/100 g buah segar [12]
Senyawa Bioaktif Biji Alpukat Total Fenolik 704.0±130.0
Flavonoid 47.9±2.7
Karotenoid 0.966±0.164
Vitamin C 2.6±1.1
Vitamin E 4.82±1.42
Selain komposisi senyawa bioaktif tersebut, komposisi proksimat dari biji
alpukat dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.2 Komposisi Proksimat Biji Alpukat (g/100g sampel kering) [13]
Parameter Biji Alpukat
Moisture 9,92±0,01
Lemak 16,54±2,10
Protein 17,94±1,40
Serat 3,10±0,18
Abu 2,40±0,19
Karbohidrat 48,11±4,13
Marlinda [14] melakukan uji toksisitas pada ekstrak etanol biji alpukat
dengan sampel basah dan sampel kering yang diujikan pada udang laut (Artemia
salina), nilai LC50 terendah terdapat pada sampel kering sebesar 34,302 mg/L
yang menunjukkan biji alpukat bersifat toksik. Median Lethal Concentration
(LC50) adalah uji terhadap konsentrasi bahan material ataupun toksikan pada
udara, air, tanah ataupun sedimen yang diujikan pada hewan coba tertentu yang
dapat membunuh 50% hewan tersebut [15]. Suatu zat dikatakan memiliki potensi
toksisitas akut dan potensial sebagai sitotoksik apabila suatu zat memiliki nilai
LC50 kurang dari 1000 ppm [16]. Toksik dalam biji alpukat diduga disebabkan
oleh senyawa-senyawa metabolit sekunder yang terkandung. Dalam biji alpukat
terkandung senyawa alkaloid, triterpenoid, tanin, flavonoid dan saponin [14].
6
menunjukkan toksisitas tertinggi pada Artemia salina dengan LC50 sebesar 2,37
mg/L.
Menurut Eduardo [18] yang melakukan uji genotoksik ekstrak etanol biji
alpukat pada mikronukleus eritrosit, menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji
alpukat tidak memiliki efek genotoksik. Namun, laporan dari genotoksisitas telah
mengungkapkan bahwa banyak tanaman yang digunakan sebagai makanan atau
obat tradisional memiliki sifat sitotoksik, mutagenik, dan genotoksik [19]. Hal ini
menunjukkan dibutuhkan untuk melengkapi profil toksikologi dari ekstrak biji
alpukat, perlu juga untuk menguji area lain seperti yang terkait dengan sistem
kekebalan tubuh dan fungsi endokrin [18].
2.1.2 Kandungan Minyak Dalam Biji Alpukat
Biji alpukat memiliki kandung minyak sebesar 15% [6]. Minyak dari biji
alpukat memiliki manfaat kesehatan misalnya untuk mengendalikan berat badan
manusia (terutama digunakan untuk obesitas atau untuk menurunkan berat badan)
dan juga bermanfaat untuk kecantikan [4]. Minyak biji alpukat juga mengandung
fatty acid methyl esters sehingga berpotensi dijadikan sebagai bahan bakar
alternatif seperti biodiesel [2].Adapun komposisi asam lemak dalam minyak biji
alpukat adalah sebagai berikut.
Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat [20]
Asam Lemak %
Asam Lemak Jenuh 32,495
Hexanoic Acid C6:0 0,800 ± 0,045
Heptanoic Acid C7:0 0,290 ± 0,097
Octanoic Acid C8:0 0,278 ± 0,052
Nonanoic Acid C9:0 0,217 ± 0,006
Dodecanoic Acid C12:0 0,278 ± 0,051
Tridecanoic Acid C13:0 0,166 ± 0,011
Tetradecanoic Acid C14:0 0,537 ± 0,052
Pentadecanoic Acid C15:0 2,334 ± 0,110
Hexadecanoic Acid C16:0 20,847 ± 0,843
Heptadecanoic Acid C17:0 1,725 ± 0,022
Octadecanoic Acid C18:0 1,185 ± 0,011
Nonadecanoic Acid C19:0 0,610 ± 0,341
Eicosanoic Acid C20:0 0,043 ± 0,020
Docosanoic Acid C22:0 1,114 ± 0,023
7
Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal 20,712
9-tetradecenoic Acid C14:1 0,251 ± 0,002
10-Pentadecenoic Acid C15:1 0,321 ± 0,159
9-Hexadecenoic Acid C16:1 1,786 ± 0,325
10-Heptadecenoic Acid C17:1 0,372 ± 0,083
9-Octadecenoic Acid C18:1 17,410 ± 0,058
11-Eicosenoic Acid C20:1 0,448 ± 0,277
13-Docosenoic Acid C22:1 0,124 ± 0,043
Asam Lemak Tak Jenuh Jamak 46,726
9,12- Octadecadienoic Acid C18:2 38,892 ± 0,585
9,12,15- Octadecatrienoic Acid C18:3 6,577 ± 0,028
11,14,17-Eicosatrienoic Acid C20:3 1,257 ± 0,030
Rasio Asam lemak tak jenuh/jenuh 2,07
Rasio Asam lemak tak jenuh jamak/jenuh 1,44
Rasio Asam oleat/linoleat 0,45
Minyak biji alpukat mengandung asam lemak C18:2 (38,89%) dan C18:3
(6,57%) dengan konsentrasi tertinggi. Keuntungan dari rasio asam lemak
C18:2/C18:3 dalam minyak biji alpukat adalah dapat berperan dalam mengurangi
trigliserida dan HDL (High Density Lipoprotein) dalam plasma darah [20]. Sifat
fisika dan kimia dari minyak biji alpukat dapat dilihat pada tabel berikut.
Minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh jamak (Polyunsaturated
Fatty Acid/ PUFA) diakui dapat menurunkan kolesterol darah serta meningkatkan
nilai kesehatan lainnya. Asam lemak ini menurunkan kadar kolesterol total karena
dalam jumlah banyak, cenderung menurunkan tidak hanya kadar kolesterol LDL
(kolesterol jahat) tapi juga HDL (kolesterol baik) darah. Sedangkan asam lemak
tak jenuh tunggal (Monounsaturated Fatty Acid/MUFA) menurunkan kadar
kolesterol LDL tanpa mempengaruhi kadar kolesterol HDL darah. Peningkatan
kadar kolesterol HDL akan menurunkan risiko penyakit jantung [21]. Asam
linoleat (omega 6) dan linolenat (omega 3) merupakan asam lemak tak jenuh
jamak (PUFA) dan tergolong asam lemak esensial. Asam linoleat dan linolenat
sangat penting untuk tubuh, oleh karena itu harus diperoleh dari makanan.
Defisiensi asam linoleat dapat menyebabkan dermatitis, kemampuan reproduksi
menurun, gangguan pertumbuhan, degenerasi hati dan rentan terhadap infeksi
[22]. Asam linolenat sendiri berperan penting dalam perkembangan otak dan
8
Tabel 2.4 Sifat Fisika dan Kimia Minyak Biji Alpukat [6]
Sifat Fisika Kuantitas
Specific Gravity (25oC) 0,915-0,916
Titik leleh 10,5oC
Titik nyala 245oC
Indeks refraktif 1,462
Viskositas 0,357 poise
Sifat Kimia Kuantitas
Free Fatty Acid (FFA) 0,367%-0,82%
Saponification number (mg KOH/g) 246,84
Bilangan iod (mg iodin/g) 42,664
Bilangan asam (mg KOH/g) 5,2
Esther number 241,640
Bilangan peroksida (milliequivalents
peroxide per 1000 gram minyak) 3,3
unsaponifiable matters 15,250%
2.2 Pengambilan Minyak Dari Biji Alpukat Dengan Metode Ekstraksi Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan komponen yang diinginkan dari
penyusun-penyusun lain dalam suatu campuran berdasarkan kelarutannya
terhadap pelarut yang digunakan. Metode ekstraksi dipilih tergantung dari tekstur,
kandungan air, bahan tumbuhan yang akan diekstraksi dan jenis senyawa yang
akan diisolasi. Biasanya ekstraksi menggunakan pelarut organik sesuai dengan
kepolaran komponen yang ingin dipisahkan [24].
Metode ekstraksi yang biasa digunakan antara lain :
1. Maserasi
Maserasi adalah cara ekstraksi paling sederhana yang dilakukan dengan
merendam serbuk kasar simplisia dengan cairan pengekstraksi selama 4-10
hari dan disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang
dikatalisis cahaya atau perubahan warna). Keuntungan maserasi adalah hasil
ekstraksi yang diperoleh banyak dan dapat menghindarkan perubahan kimia
terhadap senyawa-senyawa tertentu karena pemanasan. Sedangkan
kerugiannya adalah penyarian kurang sempurna karena terjadi kejenuhan
cairan penyari dan proses membutuhkan waktu yang lama. Walaupun
demikian, maserasi merupakan proses ekstraksi yang masih umum
digunakan karena cara pengerjaan dan peralatannya sederhana dan mudah
9 2. Sokhlet
Sokhlet adalah proses pemisahan berulang dari sampel yang berupa
padatan. Sampel yang diekstrak biasanya padatan yang telah dihaluskan.
Padatan ini dibungkus dengan kertas saring lalu dimasukkan dalam alat
sokhlet. Pada bagian atas alat dihubungkan dengan pendingin balik
sedangkan bagian bawah terdapat labu alas bulat sebagai tempat pelarut.
Pemanasan dengan suhu tertentu akan menguapkan pelarut. Uap akan naik
ke atas dan mengalami proses pendinginan. Ruang sokhlet akan dipenuhi
oleh pelarut yang telah mengembun hingga batas tertentu, pelarut tersebut
akan membawa solut dalam labu. Proses ini berlangsung terus menerus.
Keuntungan metode ini adalah ekstraksi berlangsung cepat, cairan
pengekstraksi yang dibutuhkan sedikit dan cairan pengekstraksi tidak
pernah mengalami kejenuhan [24]. Gambar 2.1 menunjukkan rangkaian
[image:30.595.204.457.393.704.2]peralatan dari sokhlet ekstraktor.
10
2.2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekstraksi
Ekstraksi dilakukan karena beberapa faktor seperti jika distilasi tidak dapat
dilakukan (distilasi dapat dilakukan jika relative volatility (kemampuan mudah
berubahnya cairan ke bentuk gas) campuran lebih besar dari 1,2) atau terlalu
mahal, jika diinginkan mengisolasi bahan untuk karakterisasi, atau memurnikan
senyawa untuk proses selanjutnya. Secara garis besar, proses pemisahan secara
ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar, yaitu [26]:
1. Penambahan sejumlah massa solvent untuk dikontakkan dengan sampel,
biasanya melalui proses difusi.
2. Solute akan terpisah dari sampel dan larut oleh solvent membentuk fase
ekstrak.
3. Pemisahan fase ekstrak dengan sampel.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ekstraksi, diantaranya:
1. Suhu
Kelarutan bahan yang diekstraksi dan difusitas biasanya akan meningkat
dengan meningkatnya suhu, sehingga diperoleh laju ekstraksi yang tinggi.
Pada beberapa kasus, batas atas untuk suhu operasi ditentukan oleh
beberapa faktor, salah satunya adalah perlunya menghindari reaksi samping
yang tidak diinginkan [27]. Suhu yang lebih tinggi dengan viskositas pelarut
lebih rendah dan kelarutan solute yang lebih besar, pada umumnya
menguntungkan untuk proses ekstraksi. Tetapi, suhu ekstraksi tidak boleh
melebihi titik didih pelarut karena akan menyebabkan pelarut menguap.
Biasanya suhu ekstraksi yang paling baik adalah sedikit di bawah titik didih
pelarut [28]. Menggunakan pelarut dengan titik didih tinggi lebih
menguntungkan karena difusi lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi dan
membran sel lebih mudah pecah dan mengeluarkan minyak [29]. Pemilihan
suhu juga disesuaikan dengan zat yang akan diekstraksi, ada beberapa zat
yang sensitif terhadap suhu tinggi karena akan terdegradasi seperti pada
11 2. Ukuran partikel
Semakin kecil ukuran partikel, semakin besar luas bidang kontak antara
padatan dan solvent, serta semakin pendek jalur difusinya, yang menjadikan
laju transfer massa semakin tinggi [30].
3. Faktor solvent
Jika zat yang akan diekstraksi merupakan senyawa nonpolar (misalnya
minyak) maka juga digunakan pelarut yang nonpolar (seperti heksana,
heptana dan pelarut nonpolar lainnya). Solvent harus memenuhi kriteria
sebagai berikut [30]:
Daya larut terhadap solute cukup besar Dapat diregenerasi
Memiliki koefisien distribusi solute yang tinggi Dapat memuat solute dalam jumlah yang besar
Sama sekali tidak melarutkan diluen atau hanya sedikit melarutkan diluen Memiliki kecocokan dengan solute yang akan diekstraksi
Viskositas rendah
Antara solven dengan diluen harus mempunyai perbedaan densitas yang cukup besar
Memiliki tegangan antarmuka yang cukup
Dapat mengurangi potensi terbentuknya fase ketiga Tidak korosif
Tidak mudah terbakar Tidak beracun
Tidak berbahaya bagi lingkungan Murah dan mudah didapat
Semakin banyak jumlah pelarut yang digunakan, maka semakin banyak
pula hasil yang didapatkan, sebab [31]:
˗ Distribusi partikel dalam pelarut semakin menyebar, sehingga memperluas permukaan kontak.
12
Pelarut heptana merupakan pelarut yang termasuk dalam kriteria diatas,
diantaranya adalah senyawa nonpolar (sesuai dengan minyak yang juga senyawa
nonpolar), tidak berbahaya bagi lingkungan dan tidak beracun.
2.2.2 Penggunaan N-heptana Sebagai Pelarut Pengekstraksi
N-heptana adalah cairan tidak berwarna yang mudah menguap dengan bau
yang khas. N-heptana digunakan sebagai pelarut pengekstraksi, sebagai pelarut
industri (untuk perekat, pernis dan tinta pada pencetakan etsa) dan juga digunakan
dalam pembuatan plastik serta sintesis toluene dan alkilbenzen [32]. Sifat fisika
n-heptana dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.5 Sifat Fisika N-heptana [32]
Sifat Fisika Rumus kimia C7H16
Rumus molekul 100,21 g/mol Titik didih 98oC
Titik leleh -90,7oC
Specific gravity 0,6838
Tekanan uap 5,3 kPa (@ 20oC)
N-heptana merupakan senyawa yang mudah menyala namun stabil pada
kondisi normal bahkan saat terjadi kebakaran dan tidak reaktif dengan air [32].
N-heptana sebagai pelarut pengekstraksi dianggap lebih aman penggunaannya
dibandingkan dengan n-heksana mengingat penggunaannnya yang mulai dibatasi
karena menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan. Heptana sama dengan
heksana, hanya saja penggunaan heptana tidak dapat memberikan efek akut pada
lingkungan dan kesehatan. Pada tahun 1992, Texaco Chemical Co. (Houston, TX)
telah mendiskusikan mengenai penggunaan heptana sebagai solvent alternatif.
Heptana tidak memberikan masalah lingkungan dan kesehatan yang serius
dibanding dengan heksana, dan juga karena kesamaan jenis pelarut, hanya saja
diperlukan sedikit perubahan pada pemrosesannya. Pada awal 1937, MacGee
mencatat solvent petroleum yang baik untuk ekstraksi minyak dari biji-bijian
adalah yang memiliki rentang titik didih yang rendah yaitu fraksi heksana dan
heptana. Hal ini didasarkan pada stabilitas, bau dan rasa dari produk, kehilangan
13
peralatan [7]. Ayers dan Dooley [33] mengekstraksi biji kapas pada skala
laboratorium dengan berbagi macam pelarut termasuk pelarut heksana dan
heptana. Jumlah minyak yang di ekstraksi oleh kedua pelarut tersebut sama, tetapi
kehilangan akibat refining dan warna minyak bervariasi. Mereka juga mencatat
bahwa perbedaan warna minyak tergantung pada kandungan asam lemak bebas
(FFA) dari bji. Secara umum minyak yang diekstraksi dengan heksana memiliki
warna yang lebih tajam dibanding dengan heptana dan juga fosfolipid yang
diekstraksi dengan heptana lebih tinggi dibanding dengan heksana [7].
Heksana sangat beracun bagi sistem saraf perifer sedangakan heptana hanya
sedikit beracun. Ini merupakan keuntungan besar bagi hepatana. Selain itu
heptana juga memiliki titik didih 98oC pada 1 atm yang 30oC lebih besar dari titik
didih heksana. Menggunakan pelarut dengan titik didih tinggi lebih
menguntungkan karena proses difusi lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi dan
membran sel lebih mudah pecah dan mengeluarkan minyak. Karena heptana
kurang volatil dibandingkan heksana, maka akan sedikit residu yang tertinggal
pada peralatan [29]. Heksana sangat volatil dan didalam tubuh manusia
dimetabolisasi menjadi 2,5-heksana dion yang merupakan senyawa neurotoksik.
Telah dikemukakan bahwa paparan heksana atau 2,5-heksana dion yang terus
menerus mengakibatkan hilanya fungsi sensorik dan motorik serta perubahan
pada protein neurofilamen aksonal. Penelitian pada hewan telah jelas
menunjukkan bahwa heksana jauh lebih toksik ke saraf perifer tikus daripada
n-heptana. Studi paparan pada manusia juga telah dilakukan, sebagai contoh setelah
periode 6 bulan kerja, dilaporkan bahwa paparan heksana menyebabkan seorang
pekerja dengan usia 27 tahun menderita neuropati optik yang dapat menyebabkan
kebutaan [34].
2.3 Uji Sifat Fisika dan Kimia Minyak Biji Alpukat
Pengujian sifat fisika dan kimia digunakan untuk identifikasi jenis dan
penilaian mutu minyak dan lemak. Uji tersebut bersifat kualitatif dan kuantitatif,
14 2.3.1 Warna
Zat warna terdapat secara alamiah didalam bahan yang mengandung minyak
dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat warna tersebut antara lain terdiri dari α dan β karoten, xanthofil, klorofil dan anthosianin. Zat
warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan,
kehijau-hijauan dan kemerah-merahan [35]. Warna minyak atau lemak dapat ditentukan
dengan melihat warna minyak itu sendiri.
2.3.2 Densitas
Densitas minyak dan lemak lebih rendah dari pada air, sehingga minyak
akan mengapung ke atas jika bercampur dengan air. Sifat fisika trigliserida
ditentukan oleh proporsi dari struktur kimia asam lemak yang membentuknya.
Semakin banyak mengandung asam lemak rantai pendek dan ikatan tidak jenuh,
maka konsistensi lemak akan semakin cair. Sebaliknya semakin banyak
mengandung asam lemak jenuh dan rantai panjang maka konsistensi lemak akan
semakin padat [35]. Uji densitas minyak dapat dilakukan dengan menggunakan
piknometer pada suhu 20oC berdasarkan metode tes OECD 109.
2.3.3 Viskositas
Viskositas lemak dan minyak akan bertambah dengan bertambahnya
panjang rantai karbon. Viskositas merupakan properti penting untuk komersial,
terutama untuk produsen pelumas. Viskositas sangat bervariasi dengan suhu.
Ketika didinginkan ke titik pemadatan minyak dan lemak tidak bisa lagi dikatakan
kental dan berubah menjadi plastis [36]. Uji viskositas minyak dan lemak
dilakukan dengan menggunakan viskosimeter Ostwald pada suhu 40oC
berdasarkan metode tes ASTM D-445.
2.3.4 Free Fatty Acid (FFA)
Secara umum, asam lemak bebas (FFA) adalah produk hidrolisis dari
minyak dan lemak yang mengalami oksidasi akibat penyimpanan jangka panjang
atau pemrosesan pada temperatur tinggi akibat pemanasan atau penggorengan.
15
komersil dari minyak dan lemak. FFA lebih rentan terhadap oksidasi dan
mengubah minyak menjadi tengik. American Oil Chemists Society (AOCS),
Association of Official Analytical Chemists (AOAC) dan European Commission
(EC) telah menetapkan peraturan metode standar yang hampir sama untuk
penilaian FFA [37]. Analisis FFA berdasarkan metode tes AOCS Official Method
Ca 5a-40, minyak ditambah dengan etanol 95% kemudian dititrasi dengan NaOH
sampai berubah warna merah rosa.
2.3.5 Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GCMS)
Komposisi asam lemak dalam minyak biji alpukat dapat diidentifikasi
menggunakan instrumentasi GC-MS. Archer J.P. Martin dan Anthony T. James
pertama kali memperkenalkan kromatografi partisi cair-gas pada tahun 1950 di
London, inilah yang menjadi dasar pengembangan kromatografi gas. Saat ini,
kromatografi gas adalah teknik yang matang, banyak digunakan di seluruh dunia
untuk analisis hampir setiap jenis senyawa organik, bahkan senyawa yang tidak
stabil dalam keadaan aslinya tetapi dapat dikonversi ke derivatif yang mudah
menguap [38].
Kromatografi gas adalah suatu teknik pemisahan komponen dari sebuah
sampel partisi yang terdiri dari 2 fasa yaitu fasa diam dan fasa gas pembawa (fasa
gerak). Menurut keadaan fasa diam, kromatografi gas dapat diklasifikasikan
menjadi kromatografi gas-padat (GSC), di mana fasa diam adalah padat, dan
kromatografi gas-cair (GLC) yang menggunakan cairan sebagai fasa diam. GLC
sebagian besar lebih banyak digunakan daripada GSC. Selama pemisahan GC,
sampel diuapkan dan dibawa oleh fasa gas pembawa melalui kolom. Pemisahan
komponen yang berbeda dicapai berdasarkan tekanan uap relatifnya dan afinitas
untuk fasa diam. Afinitas zat terhadap fasa diam dapat digambarkan dalam istilah
kimia sebagai konstanta kesetimbangan yang disebut konstanta distribusi (Kc),
yang juga dikenal sebagai koefisien partisi. Kc bergantung pada suhu dan juga
sifat kimia fasa diam. Dengan demikian, suhu dapat digunakan sebagai cara untuk
meningkatkan pemisahan senyawa yang berbeda melalui kolom, atau dengan fasa
16
Penggunaan GC mulai dikombinasikan dengan spektrometri massa (MS).
Spektrometer massa telah menjadi detektor standar yang memungkinkan untuk
batas deteksi yang lebih rendah dan tidak memerlukan pemisahan dari semua
komponen yang ada dalam sampel. Spektroskopi massa adalah salah satu jenis
deteksi yang menyediakan informasi yang hanya memerlukan mikrogram sampel.
Identifikasi kualitatif senyawa yang tidak diketahui serta analisis kuantitatif
sampel dapat menggunakan GC-MS. Ketika GC digabungkan ke spektrometer
massa, senyawa yang terelusi dari kolom GC terionisasi dengan menggunakan
elektron (EI, ionisasi elektron) atau pereaksi kimia (CI, ionisasi kimia). Fragmen
yang dikenakan fokus, dipercepat menjadi analyzer massa : biasanya analyzer
massa quadrupole. Fragmen dengan massa yang berbeda akan menghasilkan
sinyal yang berbeda, sehingga setiap senyawa yang menghasilkan ion dalam
rentang massa dari analyzer massa akan terdeteksi [38].
Senyawa yang mengandung gugus fungsional seperti OH, NH, CO2H dan
SH sulit untuk dianalisis dengan GC karena senyawa ini tidak cukup stabil, dapat
terlalu kuat ke fasa diam atau tidak stabil secara termal. GC adalah teknik analisis
utama untuk pemisahan senyawa volatil. Beberapa fitur seperti kecepatan analisis,
kemudahan operasi, hasil kuantitatif yang sangat baik dan biaya yang cukup
terjangkau telah membantu GC menjadi salah satu teknik yang paling populer di
seluruh dunia [38].
2.4 Rancangan dan Pengolahan Data Hasil Ekstraksi Menggunakan
Response Surface Methodology-Central Composite Design (RSM-CCD)
Response surface methodology (RSM) atau metode permukaan respon
adalah sekumpulan metode-metode matematika dan statistika yang digunakan
dalam pemodelan dan analisis, yang bertujuan untuk melihat pengaruh beberapa
variabel kuantitatif terhadap suatu variabel respon dan untuk mengoptimalkan
variabel respon tersebut [39].
Secara matematis, RSM menampilkan pemodelan antara beberapa
explanatory variable dengan satu atau lebih response variable. Ide utama RSM
adalah menentukan titik optimal pada variabel respon yang bersesuaian dengan
17
diterapkan dalam tataran eksperimen, maka error pada data-data hasil eksperimen
tidak akan dapat dihindari sehingga interpretasi secara statistik untuk RSM sangat
melekat pada penerapannya [41]. RSM tidak lain sebuah model regresi linier yang
memodelkan hubungan antara variabel explanatory dan variabel response. RSM
mempunyai dua tahapan utama dalam analisisnya. Pertama, pemodelan regresi
first order, yang biasa dinyatakan dengan persamaan linier polinomial dengan
order satu [40]. Berikut adalah contoh persamaan RSM first order dengan dua
faktor [40]:
y = βo + β1x1+ β2x2+ε (1)
dimana xi adalah faktor yang diteliti dalam eksperimen atau disebut juga sebagai
variabel explanatory, dan y adalah variabel respon. Ketika suatu desain
eksperimen memuat titik respon optimal diantara level-level faktor yang
diselidiki, maka persamaan (1) akan mengandung lack-of-fit [42]. Berikutnya,
langkah kedua dapat langsung diterapkan, yakni menaikkan derajat polinomial
persamaan (1) menjadi second order atau derajat dua, dengan contoh persamaan
dua faktor sebagai berikut [33]:
y = βo + β1x1+ β2x2 + β11x12 + β22x22 + β12x1x2 + ε (2)
Titik optimal respon secara sederhana akan didapat dengan differensial pada
persamaan (2) untuk setiap variabel explanatory. Dengan demikian, akan
didapatkan setting level faktor-faktor yang akan mengoptimalkan variabel respon.
Hal inilah yang kemudian dikatakan sebagai proses optimasi matematis.
Persamaan (2) akan diterapkan pada area yang telah mengandung titik optimal
tersebut melalui eksperimen lanjutan dengan desain khusus seperti central
composite design atau box-behnken design [40].
Central composite design (CCD) merupakan rancangan yang sangat sesuai
untuk memperoleh model orde kedua. CCD terdiri dari desain faktorial, central
point dan aksial point. Setiap variabel dalam percobaan memiliki nilai numerik
rendah dan tinggi. Untuk mewakili variabel nilai rendah dan tinggi dikodekan
dengan -1 dan +1. Titik pusat (central point) atau titik nol dapat didefinisikan
sebagai daerah untuk kondisi optimal. Sedangkan komponen aksial dikodekan
dengan -α dan +α. Nilai α dihitung dengan persamaan α = (2k)1/4, dimana k adalah
18
tujuannya untuk menjaga kestabilan agar varians tidak berubah ketika desain
[image:39.595.188.455.126.280.2]diputar pada pusatnya [43].
Gambar 2.2 Desain Komposit Pusat (CCD) [44]
Pada penelitian ini digunakan metode RSM-CCD (Response Surface
19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Proses
Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan selama lebih kurang 6 bulan.
3.2 Bahan dan Peralatan 3.2.1 Bahan Penelitian
Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain:
1. Biji alpukat yang merupahan bahan baku dalam percobaan ini.
2. N-heptana sebagai pelarut dalam ekstraksi biji alpukat.
3. Natrium hidroksida (NaOH).
4. Aquadest (H2O).
5. Etanol (C2H5OH).
6. Phenolftalein (C20H14O4).
3.2.2 Peralatan Penelitian
Pada penelitian ini peralatan yang digunakan antara lain:
1. Termometer
2. Sokhlet
3. Refluks kondensor
4. Labu leher tiga
5. Erlenmeyer
6. Ayakan 50 mesh
7. Beaker glass
8. Timbangan
9. Pipet tetes
10.Aluminium foil
11.Bunsen
20 13.Buret
14.Hot plate
15.Statif dan klem
16.Corong gelas
17.Batang pengaduk
18.Corong pemisah
3.3 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan variabel bebas yaitu suhu ekstraksi (T1, T2,
dan T3), massa biji alpukat (W1, W2, dan W3), dan volume pelarut n-heptana (V1,
V2, dan V3). Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
permukaan respon (Response Surface Methodology).
Response surface methodology (RSM) atau metode permukaan respon
adalah sekumpulan metode-metode matematika dan statistika yang digunakan
dalam pemodelan dan analisis, yang bertujuan untuk melihat pengaruh beberapa
variabel kuantitatif terhadap suatu variabel respon dan untuk mengoptimalkan
variabel respon tersebut [39].
Level-level eksperimen pada masing-masing variabel independen dikodekan
sedemikian hingga level rendah berhubungan dengan -1 dan level tinggi
berhubungan dengan 1 untuk mempermudah perhitungan. Desain Centra l
Composite Design (CCD) pada eksperimen yang menggunakan tiga variabel
independen nilai rotatabilitasnya = (23)1/4 = 1,6818 ≈ 1,682. Oleh karena itu, nilai
± 1,682 termasuk nilai yang digunakan untuk pengkodean [42].
Adapun level kode dan kombinasi perlakuan penelitian dapat dilihat pada
[image:41.595.111.515.627.727.2]tabel di bawah ini :
Tabel 3.1 Level Kode Rancangan Percobaan
Variabel Satuan Kode Level dan Range
-1,682 -1 0 +1 +1,682
Suhu ekstraksi oC T 81,6 85 90 95 98,4
Massa biji
alpukat gram W 13, 2 20 30 40 46,8
Volume pelarut
n-heptana ml V 215,9 250 300 350 384,1
21
Tabel 3.2 Rancangan Percobaan
Run
Suhu Ekstraksi (oC)
Massa Biji Alpukat (gram)
Volume Pelarut n-heptana (ml)
1 90 30 300
2 98,4 30 300
3 90 30 300
4 90 30 300
5 85 40 250
6 81,61 30 300
7 90 30 300
8 95 20 350
9 85 20 250
10 85 20 350
11 90 46,8 300
12 90 30 215,9
13 90 13, 2 300
14 95 40 250
15 85 40 350
16 90 30 384,1
17 90 30 300
18 95 20 250
19 90 30 300
20 95 40 350
3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Prosedur Utama
3.4.1.1Prosedur Persiapan Biji Alpukat
Prosedur persiapan biji alpukat adalah sebagai berikut.
1. Biji alpukat yang telah dikumpulkan dikupas kulit arinya.
2. Dicuci dan dibersihkan dengan air.
3. Dipotong-potong untuk dikeringkan.
4. Dihaluskan dengan menggunakan blender.
5. Dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu ± 100 oC.
6. Dihaluskan kembali kemudian diayak dengan ayakan 50 mesh.
3.4.1.2Prosedur Ekstraksi Minyak Biji Alpukat
Ekstraksi minyak biji alpukat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut.
1. Peralatan ekstraksi berupa labu leher tiga, sokhlet, refluks kondensor,
22
2. Biji buah alpukat yang telah dihancurkan, dihaluskan, dikeringkan dan
diayak diumpankan ke dalam ekstraktor kemudian diikuti dengan
penambahan pelarut n-heptana dengan rasio sesuai rancangan penelitian.
3. Dipanaskan dengan suhu sesuai rancangan penelitian selama 120
menit.
4. Diperoleh ekstrak berupa campuran minyak biji alpukat dan pelarut
n-heptana.
[image:43.595.269.354.247.485.2]5. Prosedur diulangi untuk variabel berikutnya.
Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan Ekstraksi
3.4.1.3Prosedur Evaporasi Pelarut n-heptana Dari Minyak Biji Alpukat Hasil Ekstraksi
Ekstrak yang diperoleh pada proses ekstraksi dievaporasikan dengan cara
dipanaskan menggunakan hot plate dengan suhu 100oC pada Laboratorium Proses
23 3.4.2 Prosedur Analisis
3.4.2.1Analisis Kadar Free Fatty Acid (FFA) Minyak Biji Alpukat dengan Metode Tes AOCS Official Method Ca 5a-40
Untuk analisa kadar FFA minyak biji alpukat, sesuai dengan AOCS
Official Method Ca 5a-40 dengan prosedur sebagai berikut :
1. Minyak biji alpukat sebanyak 7,05 ± 0,05 gram dimasukkan ke dalam
erlenmeyer.
2. Ditambahkan etanol 95% sebanyak 75 ml.
3. Campuran dikocok kuat dan dilakukan titrasi dengan NaOH 0,25 N
dengan indikator fenolftalein 3-5 tetes. Titik akhir tercapai jika warna
larutan berwarna merah rosa dan warna ini bertahan selama 10 detik.
Kadar FFA = T x V x BM berat sampel x 10
Dimana: T = normalitas larutan NaOH
V = volum larutan NaOH terpakai
M = berat molekul FFA
3.4.2.2Analisis Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat dengan GCMS (Gas Chromatography Mass Spectrometry)
Komposisi asam lemak dalam minyak biji alpukat hasil ekstraksi akan
dianalisa dengan menggunakan instrument GCMS pada Laboratorium Pusat
Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Medan.
3.4.2.3Analisis Densitas Minyak Biji Alpukat dengan Metode Tes OECD 109 Untuk analisis densitas menggunakan metode tes OECD 109. Untuk
pengukuran densitas ini menggunakan peralatan utama yaitu piknometer.
Perbedaan berat kosong dan penuh dihitung pada suhu 20oC.
3.4.2.4Analisis Viskositas Minyak Biji Alpukat dengan Metode Tes ASTM D 445
Viskositas adalah ukuran hambatan cairan untuk mengalir secara gravitasi,
untuk aliran gravitasi dibawah tekanan hidrostatis, tekanan cairan sebanding
24
(Stokes). Satuan SI untuk viskositas m2 per detik (104 St). Lebih sering digunakan
centistokes (cSt) (1cSt =10-2 St = 1 mm2/s). Untuk analisa viskositas
menggunakan metode tes ASTM D-445. Untuk pengukuran viskositas ini
menggunakan peralatan utama yaitu viskosimeter Ostwald tube tipe kapiler,
viscosimeter holder dan bath pemanas pada 37,8oC. Termometer yang digunakan
dengan ketelitian 0,02oC dan menggunakan stop watch dengan ketelitian 0,2
detik.
3.5 Flowchart Penelitian
3.5.1 Prosedur Persiapan Biji Alpukat
Mulai
Biji alpukat dikumpulkan dan dikupas kulit arinya
Dicuci dan dibersihkan dengan air
Dipotong-potong
Dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu ± 100 oC.
Diayak dengan ayakan 50 mesh
Selesai
[image:45.595.135.498.259.674.2]Dihaluskan dengan blender
25
[image:46.595.127.510.88.540.2]3.5.2 Prosedur Ekstraksi Minyak Biji Alpukat
Gambar 3.3 Flowchart Prosedur Ekstraksi Minyak Biji Alpukat Dirangkai peralatan ekstraksi berupa labu leher tiga, sokhlet, refluks kondensor, penangas air, termometer, hot plate, magnetic stirrer, statif
dan klem Mulai
Bubuk biji alpukat diumpankan ke dalam ekstraktor
Ditambahkan pelarut n-heptana sesuai dengan rancangan penelitian
Dipanaskan dengan suhu sesuai rancangan penelitian selama 180 menit
Diperoleh ekstrak berupa campuran minyak biji alpukat dan pelarut n-heptana
Selesai
Apakah masih terdapat variabel lain ?
Tidak
26
[image:47.595.130.501.125.567.2]3.5.3 Analisis Kadar Free Fatty Acid (FFA) Minyak Biji Alpukat dengan Metode Tes AOCS Official Method Ca 5a-40
Gambar 3.4 Flowchart Analisis Kadar Free Fatty Acid (FFA) Minyak Biji
Alpukat Mulai
Apakah larutan berwarna merah rosa?
Ya
Tidak
Kadar FFA dihitung
Selesai
Ditambahkan etanol 95% sebanyak 75 ml
Minyak biji alpukat sebanyak 7,05 ± 0,05 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
Campuran dikocok kuat kemudian ditambahkan indikator fenolftalein 3-5 tetes
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh Variabel Percobaan Pada Ekstraksi Minyak Dari Biji Alpukat Dengan Pelarut N-heptana
Untuk mengekstrak minyak dari biji alpukat digunakan metode sokhletasi
dengan pelarut n-heptana. Umumnya selama ini pelarut yang sering digunakan
untuk mengekstrak minyak dari biji-bijian yaitu heksana [2], tetapi penggunaan
heksana mulai dibatasi karena isu lingkungan dan kesehatan. Menurut Conkerton
[7], heptana sifatnya sama dengan heksana namun penggunaannya tidak
menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan. Hal inilah yang melatar
belakangi penggunaan pelarut n-heptana pada penelitian ini. Ada beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi proses ekstraksi yaitu suhu, waktu, ukuran partikel,
massa sampel dan jumlah pelarut. Dari faktor-faktor tersebut maka pada penelitian
ini dipilih 3 variabel bebas yaitu suhu ekstraksi (T), massa biji alpukat (W), dan
volume pelarut n-heptana (V). Yield (%) minyak biji alpukat yang dihasilkan dari
proses ekstraksi dengan beberapa perlakuan tersesbut dapat dilihat pada tabel 4.1
28
Tabel 4.1 Yield (%) Minyak Biji Alpukat Hasil Ekstraksi (t = 180 menit)
Run T
(oC)
W (gram)
V (ml)
Y (%)
1 90 30 300 18,00
2 98,409 30 300 19,33
3 90 30 300 18,00
4 90 30 300 18,00
5 85 40 250 8,50
6 81,6 30 300 12,33
7 90 30 300 18,00
8 95 20 350 18,45
9 85 20 250 7,00
10 85 20 350 14,05
11 90 46,8 300 8,76
12 90 30 215,9 17,33
13 90 13,2 300 15,17
14 95 40 250 13,78
15 85 40 350 8,00
16 90 30 384,09 15,00
17 90 30 300 18,00
18 95 20 250 24,00
19 90 30 300 18,00
20 95 40 350 7,25
Data penelitian yang diperoleh dari 20 perlakuan tersebut kemudian diolah
dengan statistik, untuk memperlihatkan pengaruh variabel bebas (T, W dan V)
terhadap variabel terikat yaitu yield minyak biji alpukat (Y) yang ditampilkan
dalam bentuk persamaan regresi kuadratik. Bentuk hubungan antara
variabel-variabel tersebut dapat ditentukan dengan analisis regresi (regression analysis)
[45]. Persamaan yang diperoleh kemudian di uji dengan ANOVA (analisis
varians). ANOVA menguji penerimaan (acceptability) model regresi dari
perspektif statistik dalam bentuk analisis keragaman [46]. Adapun analisis regresi
29
Tabel 4.2 Estimasi Koefisien Regresi untuk Yield (%)
Term Coef SE Coef T P
Constant 18,0559 0,6610 27,321 0,000
T 2,7622 0,4388 6,295 0,000
W -2,6925 0, 4388 -6,136 0,000
V -0,6918 0, 4386 -1,577 0,146
T*T -1,1534 0,4277 -2,697 0,022
W*W -2,5228 0, 4277 -5,899 0,000
V*V -1,0314 0,4268 -2,416 0,036
T*W -2,1087 0,5731 -3,680 0,004
T*V -2,3287 0, 5731 -4,064 0,002
W*V -1,0662 0, 5731 -1,861 0,092
S = 1,62085 R-Sq = 93,95% R-Sq (adj) = 88,51%
Berdasarkan hasil analisis regresi diatas, diperoleh hubungan % yield
dengan ketiga variabel yaitu sebagai berikut :
Yield (%) = 18,0599 + 2,7622T – 2,6925W – 0,6918V – 1,1534T2– 2,5228W2–
1,0314V2– 2,1087TW – 2,3287TV – 1,0662WV (4.1)
dimana T, W, dan V merupakan suhu ekstraksi, massa biji alpukat, dan volume
pelarut.
Tanda negatif pada persamaan menunjukkan hubungan yang berbanding
terbalik dengan variabel dependen (yield). Suhu ekstraksi memberikan pengaruh
terbesar yaitu 2,7622 kali terhadap yield minyak biji alpukat yang dihasilkan.
Nilai koefisien suhu ekstraksi yang menunjukkan nilai positif akan memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap % yield minyak biji alpukat dibandingkan
dengan massa biji alpukat pada volume pelarut n-heptana dengan koefisien
bernilai negatif. Berdasarkan hasil penelitian Handajani [47] mengenai pengaruh
suhu pada ekstraksi minyak wijen, rendemen minyak yang dihasilkan meningkat
seiring dengan meningkatnya suhu. Suhu yang lebih tinggi dengan viskositas
pelarut lebih rendah dan kelarutan solute yang lebih besar, pada umumnya
menguntungkan untuk proses ekstraksi [28]. Kelarutan bahan yang diekstraksi dan
difusitas biasanya akan meningkat dengan meningkatnya suhu, sehingga diperoleh
laju ekstraksi yang tinggi [27], dan juga pada suhu yang lebih tinggi membran sel
30
diperhatikan untuk menghindari munculnya reaksi samping yang tidak diinginkan
[24].
Nilai koefisien determinasi (R2) dari hasil analisis sebesar 93,95%
menunjukkan bahwa variabel bebas pada percobaan berpengaruh pada variabel
terikat (yield) sebesar 93,95% dan 6,05% diwakili oleh variabel lain diluar
percobaan. Dari hasil analisis juga diperoleh nilai P yang digunakan untuk
menguji variabel percobaan. Jika nilai P lebih kecil dari nilai α (taraf nyata) maka
faktor dikatakan signifikan atau dapat dikatakan hipotesis nol (Ho) ditolak.
Hipotesis nol merupakan asumsi dimana variabel bebas tidak berpengaruh
terhadap variabel terikat [48]. Sehingga interaksi antara suhu dan massa serta suhu
dan volume dikatakan signifikan yang artinya interaksi kedua variabel tersebut
sangat berpengaruh pada ekstraksi minyak biji alpukat.
Prasetyowati [2] menyatakan bahwa semakin banyak massa biji yang
digunakan maka % yield yang dihasilkan akan semakin besar dan sebaliknya.
Begitu juga dengan volume pelarut, semakin banyak volume pelarut maka % yield
yang dihasilkan semakin besar pula. Perbandingan massa sampel dengan volume
pelarut yang semakin besar akan menghasilkan % yield yang besar. Hal ini
disebabkan semakin banyak jumlah pelarut yang digunakan, kesempatan
berkontak antara sampel