• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Status Gizi Dengan Frekuensi Kejadian Diare Pada Balita Di Kelurahan Pisangan Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Status Gizi Dengan Frekuensi Kejadian Diare Pada Balita Di Kelurahan Pisangan Tahun 2010"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN FREKUENSI

KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KELURAHAN

PISANGAN BULAN AGUSTUS 2010

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Hilyah Mursilah

NIM: 107103000451

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 7 Oktober 2010

(3)

iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN FREKUENSI KEJADIAN DIARE

PADA BALITA DI KELURAHAN PISANGAN BULAN AGUSTUS 2010

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Kedokteran (SKed)

Oleh : Hilyah Mursilah NIM: 107103000451

Pembimbing

Dr. Riva Auda, SpA, MKes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(4)

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN

FREKUENSI KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KELURAHAN PISANGAN BULAN AGUSTUS 2010 yang diajukan oleh Hilyah Mursilah (NIM: 107103000451), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 7 Oktober 2010. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (SKed) pada Program Studi Pendidikan Dokter.

Jakarta, 7 Oktober 2010

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang dan Pembimbing Penguji

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK UIN Kaprodi PSPD FKIK UIN

(5)

v

KATA PENGANTAR

Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh…

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini tepat pada waktunya. Saya menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1) Bapak Prof. DR. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, SpAnd selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah.

2) Bapak Drs. H. Achmad Ghalib, MA selaku Pudek bidang administrasi umum FKIK UIN Syarif Hidayatullah.

3) Ibu Dra. Farida Hamid, MPd sebagai Pudek bidang kemahasiswaan FKIK UIN Syarif Hidayatullah.

4) Bapak DR. Dr. Syarief Hasan Lutfie, SpRM sebagai Kaprodi Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD).

5) Ibu Dr. Riva Auda, SpA, MKes selaku dosen pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan saya dalam menyelesaikan riset ini.

6) Ibu drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD selaku penanggung jawab riset PSPD 2007.

7) Bapak dan ibu dosen beserta seluruh staff akademik, yang telah begitu banyak membantu, membimbing dan memberikan kesempatan untuk menimba ilmu selama saya menjalani masa pendidikan di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah.

8) Puskesmas Ciputat Timur beserta staff dan kader-kader Posyandu yang telah membantu kami dalam pengambilan sampel penelitian.

(6)

vi

10)Adik-adik tersayang Fadli dan Silfia yang selalu memberikan kebahagiaan dalam canda dan tawa saat bersama, serta dukungannya begitu besar kepada saya dalam menyelesaikan penelitian ini.

11)Nur Ardiansyah yang telah memberikan segala dukungan dan do’anya serta menyediakan waktunya untuk membantu saya dalam menyelesaikan penelitian ini.

12)Teman-teman kelompok riset: Karina, Lydia, Emilia, Yurilla dan Nurhidayati yang telah berjuang bersama dalam suka dan duka dalam menyelesaikan riset ini.

13)Seluruh teman sejawat PSPD 2007 dan semua teman-teman yang telah membantu.

Semoga amal baik dari semua pihak, mendapatkan imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Akhirnya disadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, diharapkan adanya penelitian yang sejenis untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Wassalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

Jakarta, 7 Oktober 2010

(7)

vii

Hubungan Status Gizi Dengan Frekuensi Kejadian Diare Pada Balita Di Kelurahan Pisangan Tahun 2010

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi dengan frekuensi kejadian diare pada balita di kelurahan Pisangan tahun 2010. Penelitian ini dilakukan terhadap 96 balita dengan responden ibu-ibu yang memiliki balita dengan menggunakan desain deskriptif potong lintang, kemudian dilakukan analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian didapatkan bahwa balita yang bergizi buruk yang sering mengalami diare dalam 1 tahun terakhir sebanyak 2 dari 4 balita dan balita yang bergizi baik yang sering menderita diare 8 dari 79 balita (10,1%). Penelitian ini menggunakan uji chi square. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara keadaan status gizi dengan frekuensi kejadian diare pada balita dengan p-value 0,191 (p> 0,05).

Kata kunci:

Nutritional Status Relationship With Frequency of Occurrence Diarrhea In Toddlers At Kelurahan Pisangan Year 2010

This research aims to find the relationship between nutritional status with the occurrence of diarrhea in children under five years old at kelurahan Pisangan in August 2010. This research was conducted on 96 toddlers with mothers as respondents who have children under 5 years old and using cross-sectional descriptive design. And then performed univariate and bivariate analysis. Research results showed that bad-nourishe toddler who often had diarrhea within 1 year is 2 of 4 toddlers. While a well-nourished toddler who often suffer from diarrhea is 8 of 79 toddlers (10.1%). There was no significant correlation between the nutritional status and occurrence of diarrhea in infant with p value is 0.191 (p>0.05).

Key words:

(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

(9)

ix

3.5. Variabel Penelitian ... 34

3.6. Metode Pengumpulan Data ... 35

3.7. Instrumen Penelitian ... 35

3.8. Prosedur Penelitian ……….. 36

3.9. Pengolahan Data dan Analisis Data ……… 36

BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ……… 38

4.1.1. Keadaan Geografi ... 38

4.1.2. Data Demografi ………. 38

4.2. Deskripsi Sampel Penelitian ……… 38

4.3. Deskripsi Variabel Penelitian ………... 40

4.3.1. Deskripsi Status Gizi Balita ………... 40

4.3.2. Deskripsi Kejadian Diare pada Balita ………... 41

4.3.3. Hubungan Status Gizi dengan Frekuensi Kejadian Diare ……. 41

4.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penelitian ………... 43

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

5.1. Kesimpulan ... 44

5.2. Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(10)

x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Klasifikasi Keparahan Dehidrasi pada Anak-Anak 9

Tabel 2.2. Jumlah Oralit untuk Terapi pada Anak 13

Tabel 2.3. Klasifikasi Status Gizi Menurut WHO-NCHS 29

Tabel 2.4. Definisi Operasional 31

Tabel 4.1. Deskripsi Umur Sampel Penelitian 39

Tabel 4.2. Deskripsi Jenis Kelamin Sampel Penelitian 39

Tabel 4.3. Deskripsi Status Gizi Balita 40

Tabel 4.4. Deskripsi Kejadian Diare pada Balita 41

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 informed consent

(13)

xiii

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Diare hingga kini masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak. Saat ini morbiditas (angka kesakitan) diare di Indonesia mencapai 195 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan yang tertinggi di antara negara-negara di Asia Tenggara. Diare juga masih merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Walaupun angka mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi angka morbiditas masih cukup tinggi. Angka kejadian diare Indonesia menurut survei morbiditas yang dilakukan Departemen Kesehatan tahun 2003 berkisar antara 200-374 per 1000 penduduk. Setiap balita rata-rata menderita diare satu sampai dua kali dalam satu tahun. Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita. (Widaya IW, 2007)

Diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Dan biasanya merupakan sebuah gejala dari infeksi saluran pencernaan yang dapat disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, maupun parasit. (WHO, 2009)

Kejadian diare sangat erat hubungannya dengan status gizi seseorang. Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap penyakit infeksi. Jika keadaan gizi menjadi buruk maka reaksi kekebalan tubuh akan menurun yang berarti kemampuan tubuh mempertahankan diri terhadap serangan infeksi menjadi turun. Oleh karena itu, setiap bentuk gangguan gizi sekalipun dengan gejala defisiensi yang ringan merupakan pertanda awal dari terganggunya kekebalan tubuh terhadap penyakit infeksi. (Supariasa IDN dkk, 2002)

Penderita gizi buruk akan mengalami penurunan produksi antibodi serta terjadinya atrofi pada dinding usus yang menyebabkan berkurangnya sekresi berbagai enzim sehingga memudahkan masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh terutama penyakit diare. (Sjahmiem M, 2003)

(14)

xiv

Penelitian yang dilakukan di berbagai negara menunjukkan bahwa kematian bayi akan menjadi lebih tinggi jika jumlah anak penderita gizi buruk meningkat. Demikian juga halnya dengan infeksi protozoa, pada anak-anak yang tingkat gizinya buruk akan jauh lebih parah dibandingkan dengan anak yang gizinya baik. (Sjahmiem M, 2003)

Gizi buruk mengakibatkan terjadinya gangguan terhadap produksi sistem imun di dalam tubuh. Penurunan produksi sistem imun tertentu akan mengakibatkan mudahnya bibit penyakit masuk ke dalam dinding usus. Dinding usus dapat mengalami gangguan produksi berbagai enzim untuk pencernaan makanan sehingga makanan tidak dapat tercerna dengan baik dan ini berarti penyerapan zat gizi akan mengalami gangguan. (Sjahmiem M, 2003)

Antara keadaan gizi buruk dan penyakit diare terdapat hubungan yang sangat erat, sungguh sulit untuk mengatakan apakah terjadi gizi buruk akibat adanya diare ataukah kejadian diare adalah disebabkan keadaan gizi buruk. Diare merupakan suatu gejala penyakit yang dapat terjadi karena berbagai sebab, seperti salah makan, makanan yang basi atau busuk seperti sering terjadi pada pemberian susu botol yang telah basi, disamping akibat infeksi. Memburuknya tingkat gizi pada penderita diare seperti telah diuraikan pada bagian yang lain, selain disebabkan hilangnya cairan tubuh, juga karena menurunnya nafsu makan, serta kebiasaan menghentikan pemberian makanan selama diare. Mengingat tingginya angka kematian dan kesakitan diare yang disebabkan oleh keadaan gizi buruk, maka penanganan penderita harus dilakukan dengan cermat. Di samping pengembalian cairan yang hilang, pemberian makanan pun harus seksama sehingga memungkinkan tercapainya kembali berat badan anak. (Sjahmiem M, 2003)

Begitu luasnya masalah diare di lapisan masyarakat terutama yang pada balita. Dan berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan status gizi dengan frekuensi kejadian diare pada balita di wilayah kerja posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur.

(15)

xv

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

Apakah terdapat hubungan antara status gizi dengan frekuensi kejadian diare pada balita di wilayah kerja posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur?

1.3. Hipotesis

Perumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara status gizi dengan frekuensi kejadian diare pada balita di wilayah kerja posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui adanya hubungan antara status gizi dengan frekuensi kejadian diare pada balita di wilayah kerja posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur.

1.4.2. Tujuan Khusus

 Mendeskripsikan keadaan status gizi balita usia 1-5 tahun di wilayah kerja

posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur.

 Mendeskripsikan kejadian diare pada balita usia 1-5 tahun di wilayah kerja

posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur.

 Menguji hubungan keadaan status gizi lebih, baik, kurang dan buruk terhadap

kejadian diare pada balita usia 1-5 tahun di wilayah kerja posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur.

1.5. Manfaat Penelitian

 Hasil penelitian ini menyediakan informasi bagi masyarakat tentang

penyakit diare yang terjadi pada balita.

(16)

xvi

 Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya ibu

yang memiliki balita untuk dijadikan sebagai informasi terhadap dampak

yang diakibatkan karena masalah gizi pada anak balita.

 Sebagai sumber pengetahuan bagi tenaga medis untuk meningkatkan

penanganan pada penyakit diare.

 Hasil penelitian ini merupakan sumber data dasar bagi penelitian

selanjutnya yang berkaitan dengan penyakit diare pada balita.

(17)

xvii

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Diare

2.1.1.1. Definisi Diare

Diare oleh sebagian orang atau masyarakat disebut muntaber (muntah-berak). Diare adalah buang air besar yang lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih dalam sehari) dan berbentuk encer, bahkan dapat berupa seperti air saja. (Depkes RI, 2000)

Diare didefinisikan sebagai peningkatan jumlah feses yang dikeluarkan dalam sehari, yang disertai dengan peningkatan jumlah kandungan air dalam feses.(Behrman RE dkk, 2003)

Diare adalah buang air besar yang terjadi pada bayi atau anak yang sebelumnya nampak sehat, dengan frekuensi 3 kali atau lebih per hari, disertai perubahan tinja menjadi cair, dengan atau tanpa lendir dan darah. (Markum, 2002) Diare merupakan suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang cair dan frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (3 kali dalam sehari), namun tak selamanya mencret dikatakan diare. Misalnya pada bayi yang berusia kurang dari sebulan, yang bisa buang air hingga lima kali sehari dan fesesnya lunak. (Habsyah S, 2004)

Lebih dari 90% diare disebabkan oleh infeksi yang sering disertai gejala muntah, demam dan nyeri perut. Dan 10% disebabkan oleh pengaruh obat-obatan, toksin yang tertelan, alergi, iskemia dan beberapa keadaan lain. (Nasronudin, 2007)

Di negara yang sedang berkembang penyebab kematian awal banyak diakibatkan oleh penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi tersebut adalah diare. Penyebab diare umumnya sangat kompleks, berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Penyebab utamanya sering terjadi secara bersamaan dan saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lainnya. Berdasarkan adanya kenyataan ini, ditambah dengan praktek pemberian makanan bayi yang keliru,

(18)

xviii

maka data angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh diare dapat dijadikan petunjuk secara tidak langsung mengenai keadaan malnutrisi di satu daerah. (Supariasa IDN dkk, 2002)

2.1.1.2. Klasifikasi Diare

Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari diare akut, diare kronik dan diare persisten. Diare Akut adalah diare yang terjadi sewaktu-waktu, berlangsung kurang dari 14 hari, dengan pengeluaran tinja lunak atau cair yang dapat atau tanpa disertai lendir dan darah.Diare kronik adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari. Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik. (Asnil P dkk, 2003)

2.1.1.3. Etiologi dan Patogenensis

Diare akut disebabkan oleh banyak faktor antara lain infeksi, makanan, efek obat, imunodefisiensi dan keadaan-keadaan tertentu. (Mansyur A dkk, 2000; Asnil P dkk, 2003)

a. Infeksi

Infeksi terdiri dari infeksi enteral dan parenteral. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan dan infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan (Ngastiya, 2005). Mikroorganisme yang menjadi penyebabnya antara lain Aeromonas, Compylobacter, Clostridium difficile, Escherichia coli, Enterotoxigenic,

Enteropathogenic, Shigella, Salmonella, Vibrio cholera, dan

Enteroinvasive. (Pickering LK dkk, 2004)

(19)

xix b. Makanan

Diare dapat disebabkan oleh intoksikasi makanan, makanan pedas, makanan yang mengandung bakteri atau toksin. Alergi terhadap makanan tertentu seperti susu sapi, terjadi malabsorbsi karbohidrat, disakarida, lemak, protein, vitamin dan mineral. (Mansyur A dkk, 2000; Asnil P dkk, 2003)

c. Imunodefisiensi

Defisiensi imun terutama sIgA (Secretory Immunoglobulin A) pada mukosa usus dapat mengakibatkan berlipat gandanya bakteri, flora usus dan jamur, terutama Candida. Defisiensi imun ini juga dapat terjadi pada anak dengan status gizi yang buruk. (Mansyur A dkk, 2000; Asnil P dkk, 2003)

d. Terapi obat

Obat-obat yang dapat menyebabkan diare diantaranya antibiotik dan antasid. Antasid mengandung magnesium hidroksida yang dapat menyebabkan beban osmotik intraluminal yang berlebihan sehingga dapat menyebabkan diare. (Mansyur A dkk, 2000; Asnil P dkk, 2003)

e. Keadaan tertentu

Keadaan lain yang menyebabkan seseorang diare seperti gangguan psikis (ketakutan, gugup) dan gangguan saraf. Gangguan ini dapat menyebabkan gangguan motilitas usus yang bisa menyebabkan diare. (Mansyur A dkk, 2000; Asnil P dkk, 2003)

(20)

xx

Adapun mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :

1. Gangguan osmotik

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare (Ngastia, 2005). Diare osmotik dapat disebabkan oleh 3 hal, yaitu malabsorpsi makanan, kekurangan kalori protein (KKP) dan bayi berat badan lahir rendah. (Asnil P dkk, 2003)

2. Gangguan sekresi

Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus. (Ngastia, 2005)

3. Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare. (Ngastia, 2005)

2.1.1.4. Komplikasi Akibat Diare

Diare akan menyebabkan terjadinya :

1. Kehilangan air (dehidrasi)

(21)

xxi

penyebab utama kematian pada diare. Berikut adalah klasifikasi keparahan dehidrasi pada anak-anak :

Tabel 2.1. Klasifikasi keparahan dehidrasi pada anak-anak

Klasifikasi Tanda atau gejala Tata laksana Dehidrasi berat Terdapat dua atau lebih dari

tanda-tanda berikut:

 Letargis atau tidak sadar

 Mata cekung lainnya: beri cairan untuk dehidrasi berat (rencana terapi C)

 Jika anak juga mempunyai klasifikasi berat lainnya :

- Rujuk segera dan selama dalam perjalanan ibu diminta terus memberi larutan oralit sedikit demi sedikit.

- Anjurkan ibu agar tetap memberi ASI.

 Jika ada kolera di daerah tersebut, beri obat antibiotik untuk kolera. Dehidrasi selama dalam perjalanan ibu diminta terus memberi larutan oralit sedikit demi sedikit.

- Anjurkan ibu agar tetap memberi ASI.

 Nasihati ibu kapan harus kembali segera.

 Kunjungan ulang setelah 5 hari bila tidak ada perbaikan.

Tanpa dehidrasi Tidak cukup tanda-tanda  Beri cairan dan makanan sesuai rencana terapi A.

 Nasihati ibu tentang kapan harus kembali segera.

 Kunjungan ulang setelah 5 hari bila tidak ada perbaikan.

Sumber: WHO, 2005 ; Depkes, 2006

(22)

xxii

2. Gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik)

 Asidosis metabolik, ini terjadi karena:

a. Kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja

b. Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh.

c. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan. d. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat

dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oligouri atau anuri).

e. Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler. (Asnil P dkk, 2003; Ngastia, 2005)

 Pernafasan Kussmaul

Pernafasan Kussmaul ini merupakan homeostasis respiratorik, adalah usaha dari tubuh untuk mempertahankan pH darah. (Asnil P dkk, 2003)

3. Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita diare. Pada anak-anak dengan gizi cukup atau baik, hipoglikemia ini jarang terjadi (Asnil dkk, 2003). Hipoglikemia akan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi atau bayi dengan gagal bertambah berat badan (Suharyono, 2002). Hal ini terjadi karena penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati terganggu dan adanya gangguan absorpsi glukosa. (Asnil P dkk, 2003)

Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40 mg% dan 50 mg% pada anak-anak. Gejala-gejala hipoglikemia tersebut dapat berupa: lemas, apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma. (Asnil P dkk, 2003)

(23)

xxiii 4. Gangguan gizi

Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini disebabkan karena:

a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan atau muntahnya bertambah hebat.

b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama.

c. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik karena adanya hiperplastik. (Asnil P dkk, 2003)

5. Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan sirkulasi darah berupa renjatan (syok) hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia. Asidosis akan bertambah berat dan bila tidak segera ditolong penderita dapat meninggal. (Asnil P dkk, 2003)

2.1.1.5. Penatalaksanaan Diare

Penatalaksanaan diare menurut WHO (2005) dan Depkes (2006) adalah sebagai berikut

1. Upaya rehidrasi berdasarkan derajat dehidrasi

 Rencana terapi A

1. Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)

 Jelaskan kepada ibu :

- Pada bayi muda pemberian ASI merupakan cara pemberian cairan

tambahan yang utama.

- Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian. - Jika anak memperoleh ASI eksklusif, berikan oralit atau air matang

sebagai tambahan.

(24)

xxiv

- Jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, berikan 1 atau lebih

cairan berikut ini : oralit, larutan gula garam, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air matang.

Anak harus diberi larutan oralit di rumah jika :

- Anak telah diobati dengan rencana terapi B atau C dalam

kunjungan ini.

- Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah parah.  Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus

oralit (200 ml) untuk digunakan di rumah.

 Tunjukkan kepada ibu berapa banyak cairan termasuk oralit yang

harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairannya sehari-hari:

- Sampai umur 2 tahun; 50 sampai 100 ml setiap kali buang air besar - 2 tahun atau lebih; 100 sampai 200 ml setiap kali buang air besar

Katakan kepada ibu :

- Agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir atau gelas.

- Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan lebih lambat.

- Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare. 2. Berikan suplemen zink

 Jelaskan kepada ibu berapa banyak zink yang diberikan

- Sampai usia 6 bulan ½ tablet (10 mg) per hari untuk 10-14 hari. - ≥ 6 bulan 1 tablet (20 mg) per hari untuk 10-14 hari.

 Tunjukkan kepada ibu bagaimana memberikan suplemen zink

- Untuk bayi, tablet dapat dilrutkan dengan sedikit air matang, ASI,

atau oralit.

- Untuk anak, tablet dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air

matang atau oralit.

3. Lanjutkan pemberian makan atau ASI. 4. Kapan harus kembali.

(25)

xxv

 Rencana terapi B

Berikan oralit di klinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam. 1. Tentukan jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama.

Tabel 2.2. Jumlah Oralit untuk terapi pada anak

Umur * < 4 bulan 4 -12 bulan 12-24 bulan 2-5 tahun

- untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menetek, berikan juga 100-200 ml air matang sampai periode ini.

2. Tunjukkan kepada ibu cara memberikan larutan oralit:

 Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir atau gelas.

 Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan

lebih lambat.

 Lanjutkan ASI selama anak mau.

3. Setelah 3 jam :

 Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasinya.

 Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.

 Mulailah memberi makan jika anak berumur 6 bulan atau lebih, ketika masih di klinik atau puskesmas.

 Jika bayi berumur kurang dari 6 bulan, lanjutkan pemberian ASI

selama bayi mau.

4. Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai :

 Tunjukkan cara menyiapkan cairan oralit di rumah.

 Tunjukkan berapa banyak oralit yang harus diberikan di rumah untuk

menyelesaikan 3 jam pengobatan.

 Beri bungkus oralit yang cukup untuk rehidrasi. Juga beri 6 bungkus

sesuai yang dianjurkan dalam rencana terapi A.

(26)

xxvi

 Jelaskan 4 aturan perawatan di rumah :

- Berikan cairan tambahan

Beri cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit melalui mulut sementara infus dipersiapkan. Beri 100 ml/kg cairan ringer laktat (jika tidak tersedia, gunakan NaCl) yang dibagi sebagai berikut:

Umur Pemberian pertama

*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tak teraba

 Periksa kembali anak setiap 1-2 jam. Jika status hidrasi belum membaik, beri tetesan intravena lebih cepat.

 Juga beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum : biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)

 Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam. Klasifikasikan dehidrasi. Kemudian pilih rencana terapi yang sesuai (A, B, C ) untuk melanjutkan pengobatan.

 Rujuk segera untuk pengobatan intravena.

 Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan tunjukkan cara

meminumkan pada anaknya sedikitt demi sedikit selama dalam perjalanan.

 Mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa nasogastrik atau mulut : beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg)

 Periksa kembali anak setiap 1-2 jam:

Jika anak muntah terus menerus atau perut makin kembung, beri cairan lebih lambat. Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk anak untuk pengobatan intravena.

 Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasikan dehidrasi. Kemudian tentukan rencana terapi yang se untuk melanjutkan suai (A,B,atau C) untuk melanjutkan pengobatan.

Catatan:

Jika mungkin, amati anak sekurang-kurangnya 6 jam setelah rehidrasi untuk meyakinkan bahwa ibu dapat mempertahankan hidrasi dengan pemberian larutan oralit peroral

Sumber: WHO, 2005; Depkes RI, 2006 Tidak

(27)

xxvii 2. Dukungan nutrisi

3. Suplementasi zink

Pemberian tablet zink harus diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak sudah sembuh.

4. Antibiotik selektif

Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut kecuali dengan indikasi yaitu pada diare berdarah dan kolera.

5. Edukasi orang tua

Nasihat pada ibu atau pengasuh untuk kembali segera jika ada demam, tinja berdarah, muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare maki sering atau belum membaik dalam 3 hari. (WHO, 2005; Depkes RI, 2006)

2.1.1.6. Faktor Resiko Terjadinya Diare

Kejadian diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu gizi, sosial ekonomi, dan kesehatan lingkungan. (Asnil P dkk, 2003)

a. Faktor gizi

Interaksi diare dan gizi merupakan lingkaran setan, karena diare menyebabkan gizi kurang dan gizi kurang dapat memperberat diare. Pengobatan dengan makanan yang tepat dan cukup terhadap penderita diare merupakan komponen utama pengelolaan klinis diare dan juga pengelolaan di rumah. Defisiensi zat makanan dan cairan pada penderita diare harus segera diatasi. Terdapat banyak bukti nyata bahwa pemberian makanan yang tepat dan cukup dapat mempercepat proses penyembuhan selama dan sesudah menderita diare. (Asnil P dkk, 2003)

b. Faktor sosial ekonomi

(28)

xxviii

umumnya mempunyai keadaan sanitasi yang buruk dan higienitas perorangannya juga buruk. (Arifin Z, 2001)

c. Faktor kesehatan lingkungan

Melalui faktor lingkungan, seseorang yang keadaan fisik atau daya tahannya terhadap penyakit kurang, akan mudah terserang penyakit. Penyakit-penyakit tersebut seperti diare, kolera, campak, demam berdarah dengue, difteri, pertusis, malaria, influenza, hepatitis, tifus dan lain-lain yang dapat ditelusuri determinan-determinan lingkungannya. (Asnil P dkk, 2003)

2.1.2. Status Gizi

2.1.2.1. Pengertian Status Gizi

Status gizi merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk ke dalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output)

akan zat gizi tersebut (Supariasa IDN dkk, 2002). Status gizi berarti keadaan kesehatan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau dua kombinasi dari ukuran–ukuran gizi tertentu. (Soekirman, 2000)

Istilah-istilah yang berhubungan dengan status gizi yaitu : 1) Gizi

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengetahuan zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi. (Supariasa IDN dkk, 2002)

2) Keadaan gizi

Keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. (Supariasa IDN dkk, 2002)

(29)

xxix 3) Status gizi

Ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dan nutriture dalam bentuk variabel tertentu. (Supariasa IDN dkk, 2002)

4) Malnutrisi

Keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi. Ada empat bentuk malnutrisi :

a. Undernutrition : kekurangan konsumsi pangan secara relatif maupun absolut untuk periode tertentu.

b. Specific Defisiency : kekurangan zat gizi tertentu, misalnya kekurangan vitamin A, yodium, Fe, dan lain-lain.

c. Overnutrition : kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu.

d. Imbalance : karena disproporsi zat gizi, misalnya kolesterol terjadi karena tidak seimbangnya LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High Density Lipoprotein) dan VLDL (Very Low Density Lipoprotein). (Supariasa IDN dkk, 2002)

Dikatakan status gizi baik atau status gizi optimal terjadi apabila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan bekerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi essensial. Status gizi lebih terjadi apabila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksik atau membahayakan. Baik pada status gizi kurang maupun status gizi lebih terjadi gangguan gizi. Untuk mengetahui seseorang mengalami gangguan gizi dibutuhkan pengetahuan gizi yang baik. (Supariasa IDN dkk, 2002)

2.1.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

1. Pengetahuan Gizi

Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan yaitu :

(30)

xxx

2) Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energi.

3) Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi.

Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan merupakan masalah yang sudah umum. Salah satu sebab masalah kurang gizi yaitu kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. (Suhardjo, 2003)

Tingkat pengetahuan gizi ibu sebagai pengelola rumah tangga akan berpengaruh pada macam bahan makanan yang dikonsumsi dalam keluarga. Dengan pengetahuan gizi diharapkan terjadi perubahan perilaku ke arah perbaikan konsumsi pangan dan status gizi. Perilaku konsumsi pangan adalah cara seseorang atau sekelompok orang dalam memilih dan menggunakan pangan. Perilaku konsumsi pangan berasal dari proses sosialisasi dalam sistem keluarga melalui proses pendidikan maupun sebagai dampak penyebaran informasi. (Yayuk FB dkk, 2005)

Pengetahuan gizi ini sangat diperlukan untuk ibu terutama ibu yang mempunyai anak balita atau untuk pengasuh anak balita. Karena kebutuhan dan kecukupan gizi anak balita tergantung dari konsumsi makanan yang diberikan oleh ibu atau pengasuh anak. Seorang ibu akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan gizi setiap anggota keluarga. (Sjahmien M, 2002)

Tingkat pengetahuan gizi ibu sebagai pengelola rumah tangga akan berpengaruh pada macam bahan makanan yang dikonsumsinya. Adapun tingakat pengetahuan ibu dalam pemberian makanan adalah sebagai berikut : 1) Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan.

(31)

xxxi

ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan tubuh merupakan penyebab buruknya mutu gizi makanan keluarga, khususnya makanan balita. (Sjahmiem M, 2002)

2) Prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu.

Banyak makanan yang sesungguhnya bernilai gizi tinggi tetapi tidak digunakan atau hanya digunakan secara terbatas akibat adanya prasangka yang tidak baik terhadap bahan makanan itu. Penggunaan bahan makanan itu dianggap dapat menurunkan harkat keluarga. Jenis sayuran genjer, daun turi, bahkan daun ubi kayu yang kaya akan zat besi, vitamin A dan protein, di beberapa daerah masih dianggap sebagai makanan yang menurunkan harkat keluarga. (Sjahmiem M, 2002)

3) Kebiasaan atau pantangan makanan yang merugikan

Kebudayaan akan mempengaruhi orang dalam memilih makanan dan kebudayan pada suatu daerah akan menimbulkan adanya kebiasaan dalam memilih makanan. Sehubungan dengan pangan yang biasanya dipandang pantas untuk dimakan, dijumpai banyak pola pantangan, takhayul dan larangan pada beragam kebudayaan dan daerah yang berlainan. Bila pola pantangan berlaku bagi seluruh penduduk sepanjang hidupnya, kekurangan zat gizi cenderung tidak akan berkembang seperti jika pantangan itu hanya berlaku bagi sekelompok masyarakat tertentu selama satu tahap dalam siklus hidupnya. Bila seluruh masyarakat terlibat, kemungkinan besar sudah ditemukan sumber pangan yang lain untuk memenuhi kebutuhan gizi menggantikan pangan yang tidak dapat diterima. Kalau pantangan itu hanya dilakukan oleh sebagian penduduk tertentu, kemungkinan lebih besar kekurangan gizi akan timbul. (Suhardjo, 2003)

4) Kesukaan terhadap jenis pangan tertentu.

(32)

xxxii

tergantung pada orang lain. Anak balita akan menyukai makanan dari makanan yang dikonsumsi orang tuanya karena pada umumnya makanan yang disukai oleh orang tuanya akan diberikan kepada anak balitanya. Dari kebiasaan makan inilah akan menyebabkan kesukaan terhadap makanan. Tetapi kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan tertentu atau disebut sebagai faddisme makanan akan mengakibatkan kurang bervariasinya makanan dan akan mengakibatkan tubuh tidak memperoleh semua zat gizi yang diperlukan. (Sjahmiem M, 2002)

2. Konsumsi ASI

ASI adalah makanan terbaik untuk bayi, karena merupakan makanan alamiah yang sempurna. ASI merupakan makanan yang aman dan terjamin kebersihannya karena langsung diberikan kepada bayi dalam keadaan segar. ASI diketahui mengandung zat gizi yang paling sesuai kualitas dan kuantitasnya untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Jumlah dan komposisi ASI berbeda-beda dari hari ke hari yang sangat sesuai dengan kebutuhan, artinya zat gizi yang masuk ke dalam tubuh akan sesuai dengan laju pertumbuhannya. Keunggulan ASI sudah tidak perlu diragukan lagi. ASI mengandung semua zat gizi yang diperlukan bayi, mengandung zat kekebalan terhadap penyakit dan tidak perlu dibeli, sekaligus merupakan ungkapan rasa kasih sayang ibu kepada anak. (Irianto A, 2003)

3. Pendapatan Keluarga

Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin adalah paling rentan terhadap kurang gizi di antara seluruh anggota keluarga dan anak paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Jumlah keluarga juga mempengaruhi keadaan gizi. Jadi pendapatan keluarga harus dapat memenuhi pangan bagi semua anak-anaknya. Sumber pangan keluarga, terutama mereka yang sangat miskin, akan lebih memenuhi kebutuhan makanannya jika harus diberi makanan dalam jumlah yang kecil. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga besar tersebut. (Sjahmiem M, 2002)

(33)

xxxiii 4. Jarak Kelahiran

Jarak kelahiran akan mempengaruhi status gizi anak dalam keluarga. Dengan adanya jarak kelahiran yang dekat maka kebutuhan makanan yang seharusnya hanya diberikan pada satu anak akan terbagi dengan anak yang lain yang sama-sama memerlukan gizi yang optimal. Anak yang berusia di bawah lima tahun masih sangat memerlukan perawatan ibunya, baik perawatan makanan maupun perawatan kasih sayang. Jika dalam masa dua tahun itu ibu sudah sudah hamil lagi, maka bukan saja perhatian ibu terhadap anak menjadi berkurang, akan tetapi ASI yang masih sangat dibutuhkan anak akan berhenti keluar. Anak yang belum dipersiapkan secara baik untuk menerima makanan pengganti ASI dan kadang-kadang mutu gizi makanan pengganti ASI tersebut juga rendah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya gizi buruk. (Sjahmiem M, 2002)

5. Praktik Pemberian Makanan

Untuk memenuhi kebutuhannya tidak cukup dengan susu saja, Saat berusia 1-2 tahun perlu diperkenalkan pola makanan dewasa secara bertahap. Disamping itu anak pada usia 1-2 tahun sudah menjadi masa penyapihan. Anak disebut konsumen pasif karena sangat tergantung pada pengaturan ibunya. Pengaturan makanan anak usia dibawah lima tahun mencakup aspek pokok yaitu :

- Pemanfaatan ASI secara tepat dan benar

- Pemberian makanan pendamping ASI dan makanan sapihan serta makanan setelah usia setahun (Sjahmiem M, 2003)

Pemberian makanan harus disesuaikan dengan usia anak balita. Makanan harus mengandung energi dan semua zat gizi yang dibutuhkan pada tingkat umurnya.

6. Penyakit Infeksi.

(34)

xxxiv

berhubungan dengan gangguan gizi melalui beberapa cara, yaitu mempengaruhi nafsu makan, dapat juga menyebabkan kehilangan bahan makanan, sehingga kebutuhan zat gizinya tidak terpenuhi. Secara umum defisiensi gizi sering merupakan awal dari gangguan defisiensi sistem kekebalan. Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik dan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi, dan keadaan gizi yang buruk dapat mempermudah seseorang terkena penyakit infeksi. (Supariasa IDN dkk, 2002)

Penyakit infeksi yang sering diderita oleh anak antara lain : a. Diare

Bayi dan balita dinyatakan menderita diare, apabila buang air besar tidak normal atau bentuk tinja encer dengan frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali. Diare yang bersifat akut dapat berubah menjadi kronik. Diare akut yaitu diare yang berlangsung secara mendadak, tanpa gejala gizi kurang dan demam serta berlangsung beberapa hari. Sedangkan yang dimaksud diare kronik yaitu diare yang berlanjut sampai lebih dari 2 minggu, biasanya disertai dehidrasi (penderita banyak kehilangan dan elektrolit tubuh). (Dina A dan Maria P, 2003)

Gizi kurang dan diare sering dihubungkan satu sama lain, walaupun diakui bahwa sulit menentukan kelainan yang mana yang terjadi lebih dulu, gizi kurang, diare atau sebaliknya. Akibat diare yaitu tubuh banyak mengeluarkan cairan (dehidrasi) dan mineral, terjadi gangguan gizi karena makanan yang diserap kurang, sedangkan pengeluaran energi bertambah, kadar gula darah dalam tubuh menurun (dibawah normal) atau hipoglikemia dan sirkulasi darah terganggu. (Dina A dan Maria P, 2003)

b. ISPA

(35)

xxxv

saluran pernafasan (paru-paru), yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Tanda-tandanya, batuk, pilek, nafas cepat dan kesulitan bernafas. (Dina A dan Maria P, 2003)

Pemeliharaan gizi anak harus diperhatikan sebagai upaya pencegahan terhadap penyakit infeksi. Pemberian imunisasi terhadap beberapa penyakit seperti penyakit tuberkulosa, campak, polio dan sebagainya harus dilakukan sesuai waktu. Disamping itu pemeliharaan higienis dan sanitasi lingkungan sangat penting sebagai upaya pencegahan infeksi. (Sjahmiem M, 2003)

7. Pelayanan Kesehatan

Penyebab kurang gizi yang merupakan faktor penyebab tidak langsung yang lain adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan ini meliputi imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, dan sarana lain seperti keberadaan posyandu dan puskesmas, praktek bidan, dokter, dan rumah sakit. (Soekirman, 2000)

2.1.2.3. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penilaian secara langsung dan tidak langsung. (Supariasa IDN dkk, 2002)

 Penilaian satus gizi secara langsung

Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu: antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. (Supariasa IDN dkk, 2002)

(36)

xxxvi

Pemeriksaan klinis merupakan metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Di samping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit. (Supariasa IDN dkk, 2002)

Pemeriksaan secara biokimia merupakan pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urin, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. (Supariasa IDN dkk, 2002)

Penilaian secara biofisik merupakan metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan). Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap. (Supariasa IDN dkk, 2002)

 Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi tiga yaitu: survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Survey konsumsi makanan merupakan metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi dalam masyarakat, keluarga, dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan atau kekurangan zat gizi. (Supariasa IDN dkk, 2002)

(37)

xxxvii

Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat. (Supariasa IDN dkk, 2002)

Faktor ekologi digunakan untuk mengungkap bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologis seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar melakukan program intervensi gizi. (Supariasa IDN dkk, 2002)

2.1.2.4. Indikator Status Gizi

Penilaian status gizi dengan cara antropometri banyak digunakan dalam berbagai penelitian atau survei, baik survei secara luas dalam skala nasional maupun survei untuk wilayah terbatas. Parameter yang digunakan pada penilaian status gizi dengan menggunakan antropometri adalah umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, dan lingkar dada. (Supariasa IDN dkk, 2002)

1. Umur

Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan dalam penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. (Supariasa IDN dkk, 2002)

2. Berat badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir. Berat badan digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR. Pada masa bayi-balita, berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi. Kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor. Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air, dan mineral pada tulang. (Supariasa IDN dkk, 2002)

(38)

xxxviii 3. Tinggi badan

Tinggi badan merupakan parameter yang paling penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Tinggi badan juga merupakan ukuran kedua yang penting dalam menentukan status gizi. Menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan dapat pula menentukan status gizi. (Supariasa IDN dkk, 2002)

4. Lingkar lengan atas

Lingkar lengan atas (LLA) ini memang merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat yang sulit diperoleh. Akan tetapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu; (1) Baku lingkar lengan atas yang sekarang digunakan belum mendapat pengujian yan memadai untuk digunakan di Indonesia, (2) kesalahan pengukuran pada LLA relatif lebih besar dibandingkan dengan tinggi badan, (3) LLA sensitif untuk suatu golongan tertentu (terutama prasekolah). (Supariasa IDN dkk, 2002)

5. Lingkar kepala

Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara praktis, yang biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya kepala atau peningkatan ukuran kepala. Lingkar kepala terutama dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang tengkorak. Ukuran otak meningkat secara cepat selama tahun pertama, akan tetapi besar lingkar kepala tidak menggambarkan kesehatan dan gizi. Dalam antropometri gizi, rasio lingkar kepala dan lingkar dada cukup berarti dan menentukan kekurangan energi protein (KEP) pada anak. Lingkar kepala dapat juga digunakan sebagai informasi tambahan dalam pengukuran umur. (Supariasa IDN dkk, 2002) 6. Lingkar dada

(39)

xxxix

digunakan sebagai indikator dalam menentukan KEP pada anak balita. (Supariasa IDN dkk, 2002)

7. Jaringan Lunak

Organ-organ dalam seperti otak, hati, jantung dan organ dalam lainnya merupakan bagian yang cukup besar dari berat badan, tetapi pada anak malnutrisi relatif tidak berubah beratnya. Otot dan lemak merupakan jaringan lunak yang sangat bervariasi pada penderita KEP. Antropometri jaringan dapat dilakukan pada kedua jaringan tersebut dalam pengukuran status gizi di masyarakat. (Supariasa IDN dkk, 2002)

2.1.2.5. Indeks Antropometri

Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Adapun lingkar lengan atas (LLA) cukup dinilai tunggal saja antara anak berumur 1 tahun sampai 5 tahun perbedaannya relatif kecil. (Supariasa IDN dkk, 2002)

Indeks antropometri berat badan menurut umur (BB/U). Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status). (Supariasa IDN dkk, 2002)

Indeks antropometri tinggi badan menurut umur (TB/U). Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Beaton dan Bengoa (1973) menyatakan bahwa indeks TB/U di samping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status sosial ekonomi. (Supariasa IDN dkk, 2002)

Indeks antropometri berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang paling baik untuk menilai status gizi saat ini (sekarang). (Supariasa IDN dkk, 2002)

(40)

xl

Indeks antropometri lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U). Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas sebagaimana dengan berat badan merupakan parameter yang labil, dapat berubah-ubah dengan cepat. Oleh karena itu, lingkar lengan atas merupakan indeks status gizi saat ini. (Supariasa IDN dkk, 2002)

2.1.2.6. Klasifikasi Status Gizi

Dalam menentukan status gizi harus ada ukuran baku. Ukuran baku yang sekarang digunakan di Indonesia adalah WHO-NCHS. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes dalam pemantauan status gizi (PSG) anak balita tahun 1999 menggunakan baku rujukan WHO-NCHS. Pada Loka Karya Antropometri 1975 telah diperkenalkan baku Harvard. Berdasarkan pada baku Harvard status gizi dapat dibagi menjadi empat yaitu:

a) Gizi lebih untuk overweight, termasuk obesitas. b) Gizi baik untuk well nourished.

c) Gizi kurang untuk underweight.

d) Gizi buruk untuk malnutrisi energi protein berat. (Supariasa IDN dkk, 2002)

Dari berbagai indikator penentuan status gizi, dalam menginterpretasikannya dibutuhkan ambang batas. Ambang batas dapat disajikan kedalam 3 cara yaitu persen terhadap median, presentil dan standar deviasi unit

1. Persen terhadap median

Median adalah nilai tengah dari suatu populasi. Dalam antropometri gizi median sama dengan presentil 50. Nilai median ini dinyatakan sama dengan 100% (untuk standar). Setelah itu dihitung presentase terhadap median untuk mendapatkan ambang batas. (Supariasa IDN dkk, 2002) 2. Presentil

(41)

xli

sebagai status gizi baik dan kurang, serta presentil 95 sebagai batas gizi lebih dan gizi baik. (Supariasa IDN dkk, 2002)

3. Standar Deviasi Unit

Ambang batas yang digunakan untuk menilai status gizi anak balita yaitu juga dapat menggunakan standar deviasi unit disebut juga Z-skor. Standar deviasi unit (Z-skor) digunakan untuk meneliti dan memantau pertumbuhan. Standar deviasi unit ini digunakan untuk mengetahui klasifikasi status gizi. WHO memberikan gambaran perhitungan standar deviasi unit terhadap NCHS. Pertumbuhan nasional untuk suatu populasi dinyatakan dalam positif dan negatif 2 standar deviasi unit dari median. Rumus perhitungan Z-skor adalah sebagai berikut (Irianto A, 2003) :

Z – skor = Nilai individu subyek – Nilai median baku rujukan Nilai simpangan baku rujukan

Tabel 2.3. Klasifikasi status Gizi menurut WHO-NCHS

Indeks Status Gizi Keterangan

Berat Badan menurut Umur

Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

Sumber : Surat Edaran Depkes RI, 2000

(42)

xlii

2.1.3. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare

Kaitan penyakit infeksi (contohnya diare) dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi, dan keadaan gizi yang jelek dapat mempermudah terkena infeksi. Penyakit yang umumnya terkait masalah gizi antara lain diare, tuberkulosis, campak, dan batuk rejan. (Supariasa IDN dkk, 2002)

Apabila anak mederita infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi. Seseorang kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit dan pertumbuhan akan terganggu. (Supariasa IDN dkk, 2002)

Penderita gizi buruk akan mengalami penurunan produksi antibodi serta terjadinya atrofi pada dinding usus yang menyebabkan berkurangnya sekresi berbagai enzim sehingga memudahkan masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh terutama penyakit diare. (Sjahmiem M, 2003)

Pada anak dengan malnutrisi serangan diare terjadi lebih sering dan lebih lama. Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan semakin berat diare yang dideritanya. Diduga bahwa mukosa usus anak kurang gizi terutama sangat peka terhadap infeksi. (Suharyono, 2008)

Pada anak dengan nutrisi baik, dalam keadaan normal terdapat suatu mikroflora yang relatif jarang karena efek pembersihan oleh banyak factor yang saling berhubungan, termasuk motilitas gastrointestinal, sekresi asam lambung, dan sekresi immunoglobulin mukosa. Pada keadaan anak malnutrisi keadaan sangat berbeda karena terdapatnya kontaminasi bakteri pada usus halus bagian atas. Keadaan in dapat mengakibatkan diare dan kehilangan cairan yang karakteristik untuk malnutrisi pada anak dan menyebabkan gangguan absorpsi bahan makanan, cairan dan elektrolit. (Suharyono, 2008)

(43)

xliii

Status Gizi

Gizi Lebih Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Buruk

Kekebalan tubuh menurun

Buang air besar tiga kali atau lebih dalam sehari dengan atau tanpa disertai darah dalam 1 tahun terakhir

(44)

xliv

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan pendekatan cross-sectional, yang merupakan dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek melalui pendekatan, observasi, atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo S, 2005). Dalam penelitian ini yaitu menganalisis faktor resiko yang berupa status gizi dihubungkan dengan faktor efek yaitu kejadian diare pada balita.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur pada bulan Agustus 2010. Posyandu yang dijadikan tempat penelitian adalah sebagai berikut:

1. Posyandu Mawar

2. Posyandu Kenanga

3. Posyandu Wijaya Kusuma

4. Posyandu Peruri

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah semua balita yang ada di kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur. Sampel penelitian adalah balita yang sedang berkunjung di posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur. Adapun responden penelitian ini adalah ibu dari balita tersebut.

(45)

xlv

Dalam teknik pengambilan sampel, peneliti memilih pengambilan sampel secara non random sampling dengan teknik kuota (quota sampling). Teknik ini merupakan pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara menetapkan sejumlah anggota sampel secara kuotum atau jatah. (Notoatmodjo S, 2005)

Untuk menentukan besarnya jumlah sampel minimal dalam penelitian ini digunakan rumus sebagai berikut:

(zα)2 P.Q

d2

Keterangan:

n : jumlah sampel

P : keadaan yang akan dicari = 0.5

d : tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki = 0.1

α : tingkat kemaknaan = 1.96

Q: 1 – P = 1 – 0.5 = 0.5

(1.96)2 . 0,5 . 0,5

(0,1)2

n = 96

Maka, diperoleh jumlah sampel yang diperlukan adalah 96 subjek. n =

n =

(46)

xlvi

3.4. Kriteria Penelitian

3.4.1. Kriteria inklusi

 Anak usia 1- 5 tahun.

 Balita sedang berkunjung ke posyandu di kelurahan Pisangan.

 Balita tersebut diantar oleh ibunya yang bersedia menjadi

responden.

3.4.2. Kriteria eksklusi

 Balita dibawah usia 1 tahun.

 Anak diatas 5 tahun.

 Balita yang menolak untuk diperiksa.

3.5. Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu. Variabel dibagi menjadi dua, yaitu variabel terikat (dependen) dan variabel bebas (independen). (Notoatmodjo S, 2005)

1. Variabel bebas (independen)

Variabel bebas yaitu variabel yang akan diteliti pengaruhnya terhadap variabel terikat (Notoatmodjo S, 2005). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah status gizi balita.

2. Variabel terikat (dependen)

Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas (Notoatmodjo S, 2005). Variabel terikat pada penelitian ini adalah frekuensi kejadian diare pada balita.

(47)

xlvii

3.6. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah suatu usaha untuk memperoleh data dengan metode yang ditentukan oleh peneliti. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

1. Pengukuran langsung

Metode ini dilakukan untuk mendapatkan data berat badan yang diukur dengan timbangan dacin berukuran minimum 20 kg dan maksimum 25 kg dengan ketelitian 0,1 kg. Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan menggunakan pita meteran.

2. Metode angket

Metode angket atau kuesioner adalah metode pengumpulan data atau suatu penelitian mengenai suatu masalah yang umumnya banyak menyangkut kepentingan umum. Angket ini dilakukan dengan mengedarkan daftar pertanyaan yang diisi oleh responden dan ditentukan skor nilainya dari tiap-tiap pertanyaan yang berupa formulir-formulir. Angket ini diajukan secara tertulis kepada sejumlah subjek untuk medapatkan tanggapan, informasi, jawaban dan sebagainya. (Notoatmodjo S, 2005)

Metode ini digunakan untuk mengungkap kejadian diare anak balita 1 tahun terakhir. Adapun responden dalam penelitian ini yaitu ibu yang mempunyai anak balita.

3.7. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

 Antropometri indeks BB/TB

Alat yang dianjurkan untuk menimbang berat badan balita yaitu timbangan dacin dengan ukuran maksimum 25 Kg dengan ketelitian alat 0,1 Kg. Sedangkan untuk tinggi badan dilakukan pengukuran dengan menggunakan pita meteran.

(48)

xlviii

 Angket/Kuesioner

Kuesioner ini berupa pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh data atau informasi tentang keadaan status gizi anak balita dan kejadian diare 1 tahun terakhir terhadap balita tersebut.

3.8. Prosedur penelitian

Penelitian ini dilakukan di posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu balita yang diantar oleh ibu ke posyandu dan ibu tersebut sebagai responden dari penelitian ini.

Penelitian ini digunakan untuk mengetahui keadaan status gizi balita yang diklasifikasikan menjadi 4 yaitu gizi lebih, gizi baik, gizi kurang dan gizi buruk dihubungkan dengan frekuensi kejadian diare pada balita tersebut dalam 1 tahun terakhir. Proses dalam penelitian ini yaitu status gizi balita diukur dengan penimbangan berat badan yang kemudian dikaitkan dengan tinggi badan balita, data ini dibandingkan dengan standar acuan BB/TB dengan memakai ambang batas standar deviasi z-score yang kemudian dikategorikan. Penimbangan berat badan ini dilakukan dengan alat penimbangan dacin yang telah disediakan di posyandu tersebut dan pengukuran tinggi badan dilakukan dengan menggunakan pita meteran.

Setelah data terkumpul kemudian data dianalisis dengan menggunakan metode statistik sehingga dibuktikan bahwa hipotesis tersebut dapat terbukti atau tidak terbukti.

3.9. Pengolahan Data dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Semua data dicatat dalam status penelitian, dikumpulkan dan kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS for windows. Pengolahan data menggunakan :

a. Editing

Sebelum data diolah, data tersebut perlu diedit. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki kualitas data serta menghilangkan keragu-raguan data.

(49)

xlix b. Mengkode data

Mengkode data dengan memberikan kode pada masing-masing jawaban untuk mempermudah pengolahan data.

c. Tabulasi

Membuat tabulasi termasuk dalam kerja memproses data. Membuat tabulasi tidak lain dari memasukkan data ke dalam tabel. Tabel yang digunakan yaitu tabel distribusi frekuensi.

2. Analisis Data

a. Analisa Univariat

Analisa ini diperlukan untuk mendeskripsikan keadaan status gizi

balita yang diklasifikasikan menjadi 4 yaitu gizi lebih, gizi normal, gizi kurang dan gizi buruk dan frekuensi kejadian diare pada balita di kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur.

b. Analisa Bivariat

Analisa ini diperlukan untuk menguji hubungan antara masing-masing variabel bebas yaitu keadaan status gizi dan variabel terikat yaitu kejadian diare. Dalam analisa ini uji statistik yang digunakan adalah chi square.

Untuk dasar pengambilan keputusan dapat dilihat pada bagian output

(50)

l

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Keadaan Geografi

Kelurahan Pisangan merupakan satu dari 4 kelurahan yang ada di Kecamatan Ciputat Timur. Kelurahan Pisangan memiliki luas wilayah 405 Ha/Km2 dengan penggunaan lahan untuk perkebunan yaitu 0,5 Ha, lahan darat/kering 80 Ha, pemukiman 299,5 Ha dan lahan industri sebesar 25 Ha.

Adapun batas wilayah administrasi Kelurahan Pisangan adalah sebagai berikut :

a. Sebelah utara : Kelurahan Cirendeu dan Karang Tengah – Jakarta Selatan.

b. Sebelah timur : Pd. Cabe Udik dan Cinere Sawangan Depok.

c. Sebelah barat : Kelurahan Cipayung dan Cempaka Putih.

d. Sebelah selatan : Kelurahan Cipayung dan Pd. Cabe Udik.

4.1.2. Keadaan Demografi

Kelurahan Pisangan terdiri dari 9.733 kepala keluarga (KK) dengan jumlah penduduk sebanyak 34.195 jiwa, dengan perincian jumlah penduduk laki-laki sebanyak 17.660 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 17.135 jiwa.

4.2. Deskripsi Sampel Penelitian

Umur

Deskripsi usia balita yang dijadikan sampel di wilayah kerja posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur pada bulan Agustus tahun 2010berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil seperti disajikan dalamtabel berikut ini :

(51)

li

Tabel 4.1. Deskripsi umur sampel penelitian

Usia (bulan) Jumlah Persentase

12-24 46 47,9

25-36 23 24,0

37-48 10 10,4

49-60 17 17,7

Total 96 100

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa balita yang dijadikan sampel pada penelitian ini paling banyak berusia 12-24 bulan sebanyak 46 balita (47,9%) dan yang paling sedikit adalah pada usia 37-48 bulan sebanyak 10 balita (10,4%).

Jenis kelamin

Deskripsi jenis kelamin balita yang dijadikan sampel di wilayah kerja posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur pada bulan Agustus tahun 2010berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil seperti disajikan dalamtabel berikut ini :

Tabel 4.2. Deskripsi jenis kelamin sampel penelitian

Jenis kelamin Jumlah Persentase

Perempuan 52 54,2

Laki-laki 44 45,8

Total 96 100

Dari tabel di atas, didapatkan bahwa balita yang dijadikan sampel pada penelitian ini paling banyak perempuan sebanyak 52 balita (54,2%).

Gambar

Tabel 2.1.
Gambar  2.1.   Kerangka konsep .........................................................................
Tabel 2.1. Klasifikasi keparahan dehidrasi pada anak-anak
Tabel 2.2. Jumlah Oralit untuk terapi pada anak
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian cerita melalui media audiovisual terhadap recall memory pada anak-anak kelas V Sekolah Dasar Takmirul

Upaya untuk melakukan perbaikan terhadap produktivitas kerja dengan pendekatan ergonomic dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan perancangan fasilitas

Yaitu proses pencegahan yang dilakukan oleh penyerang untuk terhubung ke dalam jaringan komputer melalui akses yang tidak sah, atau penggunaan secara ilegal dari komputer

Sebagian dari limbah B3 yang telah diolah atau tidak dapat diolah dengan. teknologi yang tersedia harus berakhir pada pembuangan (

pengembangan pada Kampung Pesindon. Pada tahun 2011, Kampung Pesindon ditetapkan menjadi salah satu destinasi wisata batik di Kota Pekalongan yang mengalami perubahan

Kesimpulan: Jus jambu biji yang diberikan satu jam sebelum dan bersamaan dengan tetrasiklin tidak mempengaruhi parameter farmakokinetika tetrasiklin dosis 63 mg/kg

Tujuan umum : Penulisan karya tulis ilmiah yaitu untuk memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan dengan masalah pemenuhan kebutuhan keamanan atau