• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Beban Kerja Sebagai Dasar Penentuan Jumlah Kebutuhan Tenaga Perawat di Instalasi Rawat Inap RSU Kota Tangerang Selatan Pada Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Beban Kerja Sebagai Dasar Penentuan Jumlah Kebutuhan Tenaga Perawat di Instalasi Rawat Inap RSU Kota Tangerang Selatan Pada Tahun 2013"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

OLEH: RAHMA MALIKA

109101000037

MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vi

Alamat : Jl.H.Soleh II No.34 RT008/02

Sukabumi Selatan, Kebon Jeruk, Jakbar

Kode pos: 11560

Agama : Islam

Email : rahma_malika@ymail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

1997 – 2003 : SDI Al-Falah II Pagi Jakarta

2003 – 2006 : MTs. Al-Falah Jakarta

2006 – 2009 : SMAN 65 Jakarta

2009 – sekarang : S1 – Peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan Program Studi Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

PENGALAMAN KERJA

November 2011 dan April 2012 Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) di

Puskesmas Pondok Aren, Tangerang

Selatan

Februari-Maret 2013 Magang di PT Pertamina Bina Medika,

(8)

vii

Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Beban Kerja Sebagai Dasar Penentuan Jumlah Kebutuhan Tenaga Perawat di Instalasi Rawat Inap RSU Kota Tangerang Selatan Pada Tahun 2013.”

Sholawat beriring salam kepada junjungan Baginda Nabi Muhammad SAW,

semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat kepada beliau, keluarga, dan

sahabat-sahabat yang setia hingga akhir zaman.

Penulis menyadari dengan kesungguhan hati bahwa skripsi ini masih jauh dari

kata sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Sehingga penulis mengharapkan

kritikan yang membangun serta saran. Dalam penyusunan skripsi, penulis

mendapatkan banyak ilmu, motivasi, masukan, doa, dan inspirasi. Oleh karena itu

dengan segala hormat dan kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Orang tua saya yaitu Ubaidillah dan Nurjanah, saya mengucapkan terima

kasih yang tak terkira dan terdalam untuk ayah dan mamah yang setiap

harinya memberikan doa dan kasih sayang serta motivasi dan inspirasi dalam

setiap kondisi yang saya hadapi.

2. Semua kakak dan adik yang selalu memberikan dukungan, keceriaan dan

kebahagiaan ketika saya sudah mulai penat dan memberikan energi positif

kepada saya.

3. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan FKIK

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Febrianti, M.Si, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK

(9)

viii

memberikan perhatian, motivasi, serta waktu selama kegiatan bimbingan.

7. Bapak Drs. Farid Hamzens, M.Si selaku pembimbing dua skripsi yang

memberikan perhatian, arahan, dan dukungan selama penyusunan skripsi.

8. Ibu Hj. Neng Ulfah, S.Sos., M.Si selaku direktur RSU Kota Tangerang

Selatan yang telah mengijinkan saya melakukan penelitian.

9. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kes, Ph.D selaku penguji dalam seminar

proposal dan sidang skripsi yang telah memberikan perhatian, arahan, dan

bimbingannya dalam penyusunan skripsi.

10.Bapak dr. Yuli Prapancha Satar, MARS selaku penguji dalam sidang skripsi

yang telah memberikan saran, kasih sayang dan motivasi dalam tahap

penyelesaian skripsi.

11.Ibu Dr. Dra. Delina Hasan, Apt, M.Kes selaku penguji dalam sidang skripsi

yang telah memberikan masukan dan bimbingannya selama kegiatan

bimbingan berlangsung.

12.Bapak Gozali dan Bapak Ajib selaku administrator pada program studi

kesehatan masyarakat.

13.Sahabat-sahabat saya yaitu Desi Nur, Nita, Ratna, Imah, Badra, Zizah, Sebay,

Heni, Aini, Fika, Vjeh, Arifah, Ima, Ariba, Desi, Fury, Wahyunita. Saya

ucapkan terima kasih banyak atas bantuan dan semua sarannya.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang besar meskipun dengan

berbagai keterbatasan yang dimiliki. Akhirul kalam penulis berharap semua pihak

yang terkait akan mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Jakarta,Oktober 2013

(10)

ix

ABSTRACT... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN... iv

LEMBAR PENGESAHAN... v

RIWAYAT HIDUP... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR BAGAN... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 PENDAHULUAN... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH... 7

1.3 PERTANYAAN PENELITIAN... 8

1.4 TUJUAN PENELITIAN... 8

1.4.1 TUJUAN UMUM... 8

1.4.2 TUJUAN KHUSUS... 8

1.5 MANFAAT PENELITIAN... 9

1.5.1 SECARA TEORITIS... 9

1.5.2 SECARA METODOLOGIS... 9

1.5.3 SECARA APLIKATIF... 9

1.6 RUANG LINGKUP PENELITIAN... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 11

2.1 GAMBARAN UMUM RSU KOTA TANGERANG SELATAN.. 11

(11)

x

2.2 RUMAH SAKIT... 14

2.2.1 PENGERTIAN RUMAH SAKIT... 14

2.2.2 TUGAS DAN FUNGSI RUMAH SAKIT... 16

2.2.3 KLASIFIKASI RUMAH SAKIT... 17

2.2.4 INDIKATOR PELAYANAN RUMAH SAKIT... 19

2.2.5 PELAYANAN RAWAT INAP... 20

2.3 KETENAGAAN RUMAH SAKIT... 21

2.4 KEPERAWATAN... 22

2.4.1 PENGERTIAN KEPERAWATAN... 22

2.4.2 TUJUAN KEPERAWATAN... 25

2.4.3 PERAN KEPERAWATAN... 26

2.4.4 JENIS TINDAKAN KEPERAWATAN... 29

2.5 BEBAN KERJA... 31

2.5.1 PENGERTIAN BEBAN KERJA... 31

2.5.2 WAKTU STANDAR... 34

2.5.3 WAKTU PRODUKTIF... 34

2.5.4 PENGUKURAN BEBAN KERJA... 35

2.5.5 METODE PERHITUNGAN KEBUTUHAN JUMLAH TENAGA PERAWAT ... 41 2.5 KERANGKA TEORI... 46

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 47

3.1 KERANGKA KONSEP... 48

3.2 DEFINISI OPERASIONAL... 49

(12)

xi

4.3.2 SAMPEL... 52

4.4 INSTRUMEN PENELITIAN... 52

4.5 SUMBER DATA... 53

4.5.1 DATA PRIMER... 53

4.5.2 DATA SEKUNDER... 53

4.6 PENGUMPULAN DATA... 54

4.7 PENGOLAHAN DATA... 56

4.8 ANALISA DATA... 57

4.9 PENYAJIAN DATA... 58

BAB V HASIL PENELITIAN... 59

5.1 BEBAN KERJA PERAWAT INSTALASI RAWAT INAP

RSU KOTA TANGERANG SELATAN... 59

5.1.1 BEBAN KERJA PERAWAT INSTALASI RAWAT

INAP KELAS II... 59

5.1.1.1 JUMLAH WAKTU KEGIATAN KEPERAWATAN

KELAS II... 61

5.1.1.2 JUMLAH KEBUTUHAN TENAGA PERAWAT

INSTALASI RAWAT INAP KELAS II... 73

5.1.2 BEBAN KERJA PERAWAT INSTALASI RAWAT

INAP KELAS III... 75

5.1.2.1 JUMLAH WAKTU KEGIATAN KEPERAWATAN

KELAS III... 75

5.1.2.2 JUMLAH KEBUTUHAN TENAGA PERAWAT

(13)

xii

6.2.1 BEBAN KERJA PERAWAT INSTALASI RAWAT

INAP KELAS II... 90

6.2.2 BEBAN KERJA PERAWAT INSTALASI RAWAT

INAP KELAS III... 92

6.3 JUMLAH KEBUTUHAN TENAGA PERAWAT INSTALASI

RAWAT INAP... 94

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN... 97

7.1 KESIMPULAN... 97

7.2 SARAN... 98

DAFTAR PUSTAKA

(14)

xiii

Rawat Inap RSU Kota Tangerang Selatan.

1.2 Latar Belakang Pendidikan Tenaga Perawat Instalasi Rawat Inap RSU Kota Tangerang Selatan.

4

2.1 Formulir Work Sampling. 38

3.1 Definisi Operasional 49

5.1 Distribusi Jumlah Tenaga Perawat dan Jumlah Pasien di Instalasi Rawat Inap kelas II RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2013

60

5.2 Gambaran Jumlah Waktu Kegiatan Keperawatan pada

Shift Pagi dalam Kegiatan Keperawatan Langsung Kelas II Selama Tujuh Hari

62

5.3 Gambaran Jumlah Waktu Kegiatan Keperawatan pada

Shift Pagi dalam Kegiatan Keperawatan Tidak Langsung Kelas II Selama Tujuh Hari

63

5.4 Gambaran Jumlah Waktu Kegiatan Keperawatan pada

Shift Pagi dalam Kegiatan Keperawatan Pribadi Kelas II Selama Tujuh Hari

64

5.5 Gambaran Jumlah Waktu Kegiatan Keperawatan pada

Shift Siang dalam Kegiatan Keperawatan Langsung Kelas II Selama Tujuh Hari

65

5.6 Gambaran Jumlah Waktu Kegiatan Keperawatan pada

Shift Siang dalam Kegiatan Keperawatan Tidak Langsung Kelas II Selama Tujuh Hari

66

5.7 Gambaran Jumlah Waktu Kegiatan Keperawatan pada

Shift Siang dalam Kegiatan Keperawatan Pribadi Kelas II Selama Tujuh Hari

67

5.8 Gambaran Jumlah Waktu Kegiatan Keperawatan pada

Shift Malam dalam Kegiatan Keperawatan Langsung Kelas II Selama Tujuh Hari

68

5.9 Gambaran Jumlah Waktu Kegiatan Keperawatan pada

Shift Malam dalam Kegiatan Keperawatan Tidak Langsung Kelas II Selama Tujuh Hari

69

5.10 Gambaran Jumlah Waktu Kegiatan Keperawatan pada

Shift Malam dalam Kegiatan Keperawatan Pribadi Kelas II Selama Tujuh Hari

[image:14.612.110.534.150.705.2]
(15)

xiv

5.12 Perbandingan Jumlah Perawat dengan Jumlah Kebutuhan Perawat pada Instalasi Rawat Inap Kelas II RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2013

74

5.13 Distribusi Jumlah Tenaga Perawat dan Jumlah Pasien di Instalasi Rawat Inap kelas III RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2013

75

5.14 Gambaran Jumlah Waktu Kegiatan Keperawatan pada

Shift Pagi dalam Kegiatan Keperawatan Langsung Kelas III Selama Tujuh Hari

77

5.15 Gambaran Jumlah Waktu Kegiatan Keperawatan pada

Shift Pagi dalam Kegiatan Keperawatan Tidak Langsung Kelas III Selama Tujuh Hari

78

5.16 Gambaran Jumlah Waktu Kegiatan Keperawatan pada

Shift Pagi dalam Kegiatan Keperawatan Pribadi Kelas III Selama Tujuh Hari

79

5.17 Gambaran Jumlah Waktu Kegiatan Keperawatan pada

Shift Siang dalam Kegiatan Keperawatan Langsung Kelas III Selama Tujuh Hari

80

5.18 Gambaran Jumlah Waktu Kegiatan Keperawatan pada

Shift Siang dalam Kegiatan Keperawatan Tidak Langsung Kelas III Selama Tujuh Hari

81

5.19 Gambaran Jumlah Waktu Kegiatan Keperawatan pada

Shift Siang dalam Kegiatan Keperawatan Pribadi Kelas III Selama Tujuh Hari

82

5.20 Gambaran Jumlah Waktu Kegiatan Keperawatan pada

Shift Malam dalam Kegiatan Keperawatan Langsung Kelas III Selama Tujuh Hari

83

5.21 Gambaran Jumlah Waktu Kegiatan Keperawatan pada Shift Malam dalam Kegiatan Keperawatan Tidak Langsung Kelas III Selama Tujuh Hari

84

5.22 Gambaran Jumlah Waktu Kegiatan Keperawatan pada Shift Malam dalam Kegiatan Keperawatan Pribadi Kelas III Selama Tujuh Hari

85

5.23 Total Penggunaan Waktu Kerja Perawat Instalasi Rawat Inap Kelas III Menggunakan Metode Work Sampling di RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2013

86

5.24 Perbandingan Jumlah Perawat dengan Jumlah Kebutuhan Perawat pada Instalasi Rawat Inap Kelas II RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2013

[image:15.612.110.533.147.729.2]
(16)

xv

2.1 Struktur Organisasi RSU Kota Tangerang Selatan

12

2.2 Kerangka Teori. 46

(17)

xvi

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Arus globalisasi yang begitu kuat mengakibatkan tingginya kompetisi di

sektor kesehatan. Persaingan-persaingan akan semakin ketat di antara rumah sakit

untuk merebut kepercayaan masyarakat dalam menggunakan pelayanan kesehatan.

Tentunya masyarakat menjadi kritis dalam memilih pelayanan kesehatan. Sehingga

rumah sakit harus mampu dalam menghadapi tantangan tersebut.

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang memberikan

pelayanan secara paripurna. Berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI No.

983/Menkes/SK/XII/1992 menyebutkan bahwa rumah sakit adalah tempat yang

memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar spesialistik dan subspesialistik,

serta memberikan pelayanan yang bermutu dan terjangkau bagi masyarakat dalam

rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Berdasarkan UU No. 44 tahun 2009 dinyatakan bahwa rumah sakit adalah

institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan

gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang

(19)

Keberhasilan dalam memberikan pelayanan secara paripurna melibatkan

sumber daya manusia. Diantara sumber daya manusia yang terlibat secara langsung

dalam pemberian pelayanan kepada pasien adalah perawat. Jumlah perawat adalah

yang paling dominan diantara sumber daya manusia lainnya. Hal tersebut juga

didukung oleh pernyataan Ilyas (2004) bahwa perawat adalah proporsi tenaga yang

besar di rumah sakit, diperkirakan sekitar 75% personel adalah perawat.

Melihat presentase yang begitu besar dalam pelayanan keperawatan, tenaga

keperawatan dapat dikatakan aset bagi rumah sakit dalam meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan. Selain itu, pelayanan keperawatan yang memberikan pelayanan

selama 24 jam penuh kepada pasien dapat mempengaruhi mutu yang akan dirasakan

oleh pasien. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Dirjen Yan medik Depkes (1999)

bahwa pelayanan kesehatan di rumah sakit yang memiliki peran yang amat penting

adalah pelayanan keperawatan untuk mencapai tujuan pembangunan bidang

kesehatan.

Sehingga sangat perlu diperhatikan beban kerja yang akan dialami oleh

perawat dalam memberikan layanan kesehatan. Beban kerja perawat adalah volume

kerja perawat di rumah sakit. Menurut Ilyas (2004) analisa beban kerja perawat dapat

dilihat dari aspek-aspek seperti tugas-tugas yang dijalankan berdasarkan fungsi utama

dan tugas tambahan yang dikerjakan, jumlah pasien yang harus dirawat, waktu kerja

(20)

berlangsung setiap hari, serta kelengkapan fasilitas yang dapat membantu perawat

menyelesaikan kerjanya dengan baik.

Hasil analisa beban kerja perawat dapat dijadikan dasar untuk mengetahui

proporsi waktu yang digunakan untuk kegiatan keperawatan secara langsung, tidak

langsung maupun pribadi, pola beban kerja perawat pelaksana dengan waktu dan

jadwal jam kerja, dan mengetahui jumlah kebutuhan tenaga kerja perawat di rumah

sakit.

Berdasarkan studi pendahululuan diperoleh bahwa RSU Kota Tangerang

Selatan merupakan rumah sakit dengan tipe C. Ditandai dengan kapasitas tempat

tidur sebanyak 115 dengan jumlah tenaga perawat di instalasi rawat inap sebanyak 37

orang. Menurut Permenkes No. 340 tahun 2010 bahwa rumah sakit tipe C memiliki

perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur sebesar 2:3. Sedangkan rasio

tenaga keperawatan dan tempat tidur di RSU Kota Tangerang Selatan adalah sebagai

[image:20.612.107.521.600.681.2]

berikut:

Tabel 1.1

Jumlah Tempat Tidur dan Jumlah Perawat

Instalasi Rawat Inap RSU Kota Tangerang Selatan

No. Ruang Rawat Inap

Jumlah Perawat Jumlah TT

1. Rawat Inap Kelas II 15 18

2. Rawat Inap Kelas III 22 48

Total 37 66

(21)

Pada tabel 1.1 didapatkan perbandingan jumlah perawat dengan jumlah

tempat tidur, yaitu 37 : 66. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 340 tahun

2010 yaitu rasio jumlah perawat dan tempat tidur sebesar 2:3. Jika dilihat dari jumlah

yang ada di RSU Tangerang Selatan, seharusnya rasio antara perawat dan tempat

tidur adalah 44:66. Artinya jika dibandingkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan

No. 340 tahun 2010 maka adanya kekurangan tenaga perawat.

Adapun latar belakang pendidikan tenaga perawat di instalasi rawat inap RSU

[image:21.612.109.532.211.529.2]

Kota Tangerang Selatan adalah sebagai berikut:

Tabel 1.2

Latar Belakang Pendidikan Tenaga Perawat

Instalasi Rawat Inap RSU Kota Tangerang Selatan

No. Ruang Rawat Inap Pendidikan

SPK D3 S1 S2

1. Ruang Perawatan Lantai III 1 12 2 0

2. Ruang Perawatan Lantai IV 2 16 3 1

Total 3 28 5 1

Pada tabel 1.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar tenaga perawat yang

bekerja di instalasi rawat inap RSU Kota Tangerang Selatan memiliki latar belakang

pendidikan D3 dan yang paling sedikit adalah berpendidikan S2 yaitu satu orang.

Pada lantai 3, kepala ruangan berjumlah dua orang yang berpendidikan S1, sedangkan

(22)

perawat yang lain bertugas seperti biasanya. Pendidikan tidak menjadi dasar dalam

penentuan tanggung jawab.

Jadwal kerja perawat dibagi menjadi tiga shift yaitu shift pagi, shift siang dan

shift malam. Shift pagi dimulai pukul 07.00 hingga 14.00, shift siang dimulai pukul 14.00 hingga 19.00, dan shift malam dimulai pukul 19.00 sampai 07.00 WIB. Adapun angka BOR (Bed Occupancy Ratio) dengan berpedoman pada standar yang ditetapkan oleh Depkes RI (2005), dikatakan efisien bila BOR sebesar 60-85%.

Angka rata-rata BOR pada RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2011 sebesar

61,76%. Angka rata-rata BOR pada tahun 2011 sesuai dengan standar yang

ditetapkan yaitu berkisar 60-85%. Kemudian terjadi peningkatan angka rata-rata BOR

pada tahun 2012 sebesar 98,20%, dimana pada bulan Juni, Juli, Agustus, September,

Oktober dan Desember angka BOR mencapai lebih dari 100%.

Penelitian beban kerja pernah diteliti oleh Fredna (2009), menurut hasil

penelitiannya didapatkan bahwa beban kerja perawat yang dilakukan secara

berlebihan dapat diminimalisir dengan cara menghitung volume pekerjaan yang

dikerjakan perawat dan disesuaikan dengan jumlah tenaga keperawatan agar lebih

seimbang.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Kuntoro (2010) menjelaskan bahwa

kurangnya tenaga perawat dapat menyebabkan beban kerja yang berlebih. Dengan

(23)

pelayanan kesehatan. Dengan terjadinya penurunan kualitas perawat, maka hasil yang

akan dicapai tidak akan maksimal yang mengakibatkan terjadinya penurunan nilai

pelayanan keperawatan yang berdampak pada kepuasan pasien yang tentunya akan

mempengaruhi citra rumah sakit tersebut menurun.

Selain itu, menurut Carayon dan Gurses (2005) dalam Kurniadi (2013) apabila

beban kerja terlalu tinggi akan menyebabkan komunikasi yang buruk antara perawat

dan pasien, kegagalan kolaborasi perawat dan dokter, tingginya drop out perawat, dan rasa ketidakpuasan kerja perawat.

Penelitian beban kerja juga pernah diteliti oleh Corry (2011) yaitu diperoleh

beban kerja perawat di ruang rawat inap Chrysant telah melebihi waktu produktif yaitu 85,65% dari waktu standar yang ada yaitu 80%. Sehingga beban kerja perawat

tersebut tinggi. Sedangkan menurut jenis kegiatan, perawatan langsung lebih banyak

dibandingkan perawatan tidak langsung dan kegiatan lainnya sebesar 46,35%.

Berdasarkan hasil wawancara dengan bagian umum bahwa belum adanya

penelitian tentang beban kerja perawat sehingga diharapkan dari analisis beban kerja

tersebut diperoleh jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan oleh RSU Kota Tangerang

Selatan. Dengan begitu peneliti ingin melakukan penelitian untuk menentukan jumlah

perawat yang ideal berdasarkan beban kerja perawat sebagai masukan bagi RSU Kota

(24)

Ada berbagai cara perhitungan tenaga perawat di rumah sakit seperti

Permenkes No. 340 tahun 2010. Permenkes No. 340 tahun 2010 menyebutkan bahwa

kebutuhan tenaga perawat di rumah sakit adalah perbandingan jumlah perawat

dengan jumlah tempat tidur yaitu pada rumah sakit tipe C rasio jumlah perawat

dengan jumlah tempat tidur adalah 2:3. Namun rasio tersebut tanpa diberikan dasar

perhitungannya, sehingga penelitian ini dalam perhitungan jumlah kebutuhan tenaga

perawat menggunakan formula lain seperti formula Ilyas.

1.2 Rumusan Masalah

Pelayanan keperawatan yang bermutu, efektif, dan efisien dapat tercapai bila

didukung dengan jumlah perawat yang tepat sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan

studi pendahuluan yang dilakukan di RSU Kota Tangerang Selatan diketahui bahwa

rasio jumlah perawat terhadap jumlah tempat tidur tidak sesuai dengan ketentuan

Permenkes Nomor 340 Tahun 2010 yaitu 2:3.

Salah satu indikator tingginya beban kerja perawat di RSU Kota Tangerang

Selatan adalah rasio jumlah perawat dan jumlah tempat tidur yang tidak seimbang,

keluhan beban kerja yang disampaikan oleh kepala ruang rawat inap dan para tenaga

perawat. Hal tersebut dapat terjadi apabila adanya kenaikan BOR dengan jumlah

perawat tetap sama dalam periode yang lama. BOR pada tahun 2012 yaitu sebesar

98,20%. Angka tersebut melebihi batas standar di Indonesia yaitu sebesar 60-85%.

Beban kerja yang tinggi dapat menurunkan kualitas dalam memberikan pelayanan

(25)

rumah sakit. Untuk itu peneliti menggunakan pengukuran beban kerja dalam

menentukan jumlah kebutuhan tenaga perawat di instalasi rawat inap RSU Kota

Tangerang Selatan karena melalui pengamatan beban kerja akan didapatkan secara

objektif kebutuhan rumah sakit.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran beban kerja perawat di instalasi rawat inap RSU Kota

Tangerang Selatan pada tahun 2013?

2. Berapa jumlah kebutuhan tenaga perawat berdasarkan beban kerja di instalasi

rawat inap RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2013?

3. Bagaimana ketersediaan jumlah tenaga perawat yang ada dibandingkan

jumlah kebutuhan di instalasi rawat inap RSU Kota Tangerang Selatan pada

tahun 2013?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui jumlah kebutuhan tenaga perawat berdasarkan

beban kerja yang dilakukan oleh perawat di instalasi rawat inap RSU Kota

(26)

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran beban kerja perawat di instalasi rawat inap RSU

Kota Tangerang Selatan pada tahun 2013.

b. Diketahuinya jumlah kebutuhan tenaga perawat di instalasi rawat inap

RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2013.

c. Diketahuinya ketersediaan tenaga perawat yang ada dibandingkan dengan

jumlah kebutuhan di instalasi rawat inap RSU Kota Tangerang Selatan

pada tahun 2013.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Secara Teoritis

a. Menambah wawasan ilmu terkait analisis beban kerja perawat untuk

mengetahui jumlah kebutuhan tenaga perawat

1.5.2 Secara Metodologis

[image:26.612.113.530.138.485.2]

a. Dalam metodologi ini menggunakan work sampling untuk mendapatkan gambaran beban kerja perawat sehingga pimpinan rumah sakit mengetahui

keadaan beban kerja perawat

1.5.3 Secara Aplikatif

a. Sebagai masukan atau bahan pertimbangan bagi pimpinan rumah sakit

dalam menentukan pemenuhan jumlah kebutuhan tenaga perawat

berdasarkan pengukuran beban kerja di instalasi rawat inap RSU Kota

(27)

b. Mendapatkan bahan masukan dalam peningkatan kurikulum manajemen

pelayanan kesehatan program studi kesehatan masyarakat.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di instalasi rawat inap RSU Kota Tangerang

Selatan dengan responden seluruh perawat yang bekerja di instalasi rawat

inap. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif untuk

mendapatkan jumlah kebutuhan tenaga perawat dengan pengukuran beban

kerja melalui formulir work sampling. Adapun pelaksana pengamat sebanyak 12 (dua belas) orang yang dibagi atas 3 (tiga) shift yaitu shift pagi, shift siang, dan shift malam pada instalasi rawat inap kelas II dan III RSU Kota Tangerang Selatan. Pelaksana pengamat akan mengamati kegiatan

keperawatan selama tujuh hari berturut-turut pada instalasi rawat inap RSU

(28)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum RSU Kota Tangerang Selatan

2.1.1 Visi, Misi, Moto dan Tujuan

a) Visi

Visi RSU Kota Tangerang Selatan adalah Menjadi Rumah Sakit Pilihan yang bermutu dan Amanah (Aman, Nyaman, Mandiri, Ramah) di Kota

Tangerang Selatan “

b) Misi

Misi yang dirumuskan untuk mencapai visi RSU Kota Tangerang Selatan

adalah:

1. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang bermutu, modern dan

terstandarisasi

2. Meningkatkan SDM kesehatan yang profesional dan religius

3. Meningkatkan komunikasi, informasi, dan menerima globalisasi sesuai

kebutuhan masyarakat yang bermartabat.

4. Berupaya mengikuti perkembangan IPTEK, serta sarana pendukung yang

berkualitas dan berwawasan lingkungan.

c) MOTTO

(29)

d) TUJUAN

Tujuan yang ingin dicapai yaitu: ”Memberikan pelayanan kesehatan paripurna sesuai dengan standar dan profesionalisme untuk meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat”

2.1.2 Struktur Organisasi RSU Kota Tangerang Selatan

Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola RSU Kota Tangerang

Selatan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah Walikota Tangerang Selatan

No. 6 tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Pokok, dan Fungsi RSUD Kota

Tangerang Selatan, adalah unsur penunjang Pemerintah Daerah di bidang Kesehatan

dengan Susunan Organisasi sebagai berikut:

Bagan 2.1

STRUKTUR ORGANISASI RSU KOTA TANGERANG SELATAN

Direktur

Ka. Bag. Tata Usaha

Ka. Sub. Bag. Keuangan Ka. Sub.Bag. Upevapor

Ka.Bid. Yanmed

Ka.Sie. Yanmed

Ka.Bid. Penunjang

Ka.Sie. Yan Non Medis

Ka.Bid.Keperawatan

Ka.Sie.Ranap & Rajal

(30)

Penelitian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan keperawatan pada

jabatan struktural seperti kepala sie ruang rawat inap dan jabatan fungsional yaitu

perawat-perawat di instalasi rawat inap. Jabatan struktural adalah jabatan yang

menduduki struktur organisasi. Sedangkan jabatan fungsional tidak tercantum dalam

struktur organisasi dan bertugas sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan pada

pelaksanaan pekerjaannya.

2.1.3 Jenis Pelayanan RSU Kota Tangerang Selatan

A. INSTALASI GAWAT DARURAT

Instalasi Gawat Darurat didukung oleh 9 dokter umum dan 13 perawat.

Instalasi Gawat Darurat dilakukan bergantian (3 shift) perhari, dimana dalam setiap

shiftnya bertugas satu orang dokter dan dua perawat umum, sehingga Instalasi Gawat

Darurat siap melayani pasien selama 24 jam.

B. INSTALASI RAWAT JALAN

Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan saat ini

membuka:

 Poli Kebidanan dan Kandungan

 Poli Penyakit Dalam

 Poli Mata

 Poli Bedah

 Poli Anak

 Poli Gigi

(31)

C. INSTALASI RAWAT INAP

Instalasi rawat inap adalah suatu bagian dari rumah sakit yang merupakan

cerminan pelayanan. Instalasi rawat inap memiliki kelompok kerja yang memiliki

kemampuan dan peralatan untuk memberikan pelayanan kepada pasien yang

membutuhkan perawatan lebih lanjut. Sementara ini Instalasi Rawat Inap memiliki 66

tempat tidur dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat kota

Tangerang Selatan. Kapasitas tempat tidur yang ada saat ini baru tersedia ruang

perawatan kelas II dan kelas III.

D. INSTALASI PENUNJANG MEDIS

Instalasi Penunjang Medis merupakan instalasi yang dimiliki oleh Rumah

Sakit Umum Kota Tangerang Selatan, dimana instalasi ini berguna membantu dokter

dalam mendiagnosa pasien, seperti Laboratorium dan Pemeriksaan USG. Instalasi

penunjang lain yang dimiliki Rumah Sakit Umum yang berfungsi memenuhi

kebutuhan obat untuk pasien adalah Apotek (Farmasi).

2.2 Rumah Sakit

2.2.1 Pengertian Rumah Sakit

Berdasarkan Kepmenkes Republik Indonesia No. 420 tahun 2010 bahwa

rumah sakit adalah tempat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar

dan spesialistik, pelayanan penunjang medik, pelayanan instalasi dan pelayanan

(32)

Permenkes No.159/Menkes/Per/II/1988 tentang rumah sakit menyatakan

bahwa rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan

pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan

penelitian. Kegiatan pelayanan kesehatan di rumah sakit berupa pelayanan rawat

jalan, rawat inap, dan pelayanan gawat darurat yang menggunakan sarana medik dan

penunjang medik.

WHO (1957) dalam Ilyas (2002) dinyatakan bahwa WHO memberikan

batasan tentang rumah sakit, yaitu: suatu bagian menyeluruh (integral) dari organisasi

sosial dan medis yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan yang lengkap

kepada masyarakat, baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana pelayanan keduanya

menjangkau keluarga dan lingkungan, serta rumah sakit juga merupakan pusat untuk

latihan tenaga kesehatan, serta untuk penelitian bio-sosial.

Sedangkan menurut American Hospital Association (1978) dalam Aditama (2002), menyatakan bahwa rumah sakit adalah suatu institusi yang fungsi utamanya

adalah memberikan pelayanan kepada pasien, diagnostik, dan terapeutik untuk

berbagai penyakit dan masalah kesehatan, baik yang bersifat bedah dan non bedah.

Rumah sakit harus di bangun, dilengkapi, dan dipelihara dengan baik untuk menjamin

kesehatan dan keselamatan pasien dan harus menyediakan fasilitas yang lapang, tidak

(33)

Menurut Muninjaya (2004) bahwa rumah sakit sebagai salah satu subsistem

pelayanan kesehatan menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu

pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup

pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik dan pelayanan

keperawatan. Sedangkan menurut Rijadi (2000) rumah sakit merupakan organisasi

yang sangat kompleks. Hal ini terlihat pada perawatan pasien rawat inap dimana

pasien mendapat pelayanan medik, perawatan, pelayanan penunjang medis dan non

medis.

2.2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Menurut UU No. 44 tahun 2009, rumah sakit memiliki tugas memberikan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Sedangkan menurut Aditama

(2002) tugas rumah sakit adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna

dan berhasilguna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang

dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan

serta melaksanakan upaya rujukan.

Adapun fungsi rumah sakit berdasarkan UU No.44 tahun 2009 adalah sebagai

berikut:

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

(34)

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

Sedangkan menurut Roemer dan Friedman (1971) dalam Aditama (2002)

menyatakan bahwa rumah sakit setidaknya memiliki lima fungsi. Pertama, harus ada

pelayanan rawat inap dengan fasilitas diagnostik dan terapeutiknya. Berbagai jenis

spesialisasi, baik bedah maupun non bedah harus tersedia. Pelayanan rawat inap ini

juga meliputi pelayanan keperawatan, gizi, farmasi, laboratorium, radiologi dan

berbagai pelayanan diagnostik serta terapeutik lainnya. Kedua, rumah sakit harus

memiliki pelayanan rawat jalan. Ketiga, rumah sakit juga memiliki tugas untuk

melakukan pendidikan dan pelatihan. Keempat, rumah sakit perlu melakukan

penelitian di bidang kedokteran dan kesehatan karena keberadaan pasien di rumah

sakit merupakan modal dasar untuk penelitian. Kelima, rumah sakit juga memiliki

tanggung jawab untuk program pencegahan penyakit dan penyuluhan kesehatan bagi

populasi disekitarnya.

2.2.3 Klasifikasi Rumah Sakit

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340 tahun

2010 tentang klasifikasi rumah sakit, diketahui bahwa klasifikasi rumah sakit

(35)

Menurut jenis pelayanan yang diberikan rumah sakit dibagi menjadi:

a. Rumah sakit umum yaitu memberikan pelayanan kesehatan pada semua

bidang dan jenis penyakit.

b. Rumah sakit khusus yaitu memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau

satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ,

jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.

Adapun klasifikasi rumah sakit umum yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Rumah sakit umum kelas A

b. Rumah sakit umum kelas B

c. Rumah sakit umum kelas C

d. Rumah sakit umum kelas D

Sedangkan klasifikasi rumah sakit khusus terdiri atas:

a. Rumah sakit khusus kelas A

b. Rumah sakit khusus kelas B

c. Rumah sakit khusus kelas C

Selain itu, pengelolaaan rumah sakit dapat dibagi menjadi:

a. Rumah sakit publik, dapat dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan

badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik yang dikelola

pemerintah dan pemerintah daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan

(36)

ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah sakit publik yang dikelola

pemerintah dan pemerintah daerah tidak dapat dialihkan menjadi rumah sakit

privat.

b. Rumah sakit privat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang

berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.

2.2.4 Indikator Pelayanan Rumah Sakit

Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui

tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-indiktor

pelayanan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)

Menurut Depkes RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur

pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya

tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal

adalah antara 60-85%.

2. ALOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)

Berdasarkan standar Depkes RI (2005), ALOS adalah rata-rata lama rawat

(37)

3. BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur)

BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur

pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu.

Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.

4. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)

TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak

ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran

tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong

tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.

2.2.5 Pelayanan Rawat Inap

Pengertian rawat inap menurut Departemen Kesehatan RI (1991) adalah

pelayanan terhadap pasien rumah sakit yang menempati tempat tidur perawatan untuk

keperluan observasi, diagnosis, therapy, rehabilitasi medik atau pelayanan medis

lainnya.

Rawat inap terdiri dari beberapa bangsal atau ruangan pasien. Bangsal atau

ruangan pasien adalah bagian penting yang tidak dapat terpisahkan dari suatu tatanan

rumah sakit. Menurut Arwani dan Heru (2005) bangsal dikatakan sebagai ujung

tombak pelayanan kesehatan rumah sakit dan ikut menentukan baik buruknya rumah

(38)

Dikatakan pula bahwa bangsal ini bergabung perawat pelaksana asuhan

keperawatan yang memonopoli waktu pasien secara terus menerus selama 24 jam,

bahkan tengah malampun perawat dengan dedikasinya yang tinggi dengan setia

mendampingi pasiennya dan melayani, memenuhi kebutuhannya, serta memecahkan

permasalahan yang dihadapi pasiennya.

2.3 Ketenagaan Rumah Sakit

Salah satu aspek terpenting dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang

bermutu adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia atau ketenagaan di

rumah sakit merupakan titik sentral dalam penyelenggaraan rumah sakit, terutama di

instalasi rawat inap yang merupakan ujung tombak dari arus pasien di rumah sakit.

Oleh karena itu, pihak rumah sakit dituntut harus mampu memahami keinginan dan

kebutuhan pasien dengan upaya memberikan pelayanan prima, dengan harapan

pasien akan merasa puas pada pelayanan yang diberikan.

Sumber daya manusia atau ketenagaan yang ada dirumah sakit sangat

komplek. Karena terdiri dari berbagai macam profesi. Menurut Sabarguna (2009)

bahwa kompleksitas pelayanan di rumah sakit tercermin dari banyaknya jenis profesi

dan jumlah tenaga yang ada di rumah sakit. Jenis-jenis tenaga rumah sakit tertuang

(39)

Dalam Permenkes No 262/Menkes/Per/1979 pasal 1 disebutkan bahwa:

1. Tenaga medis adalah seorang lulusan fakultas kedokteran atau kedokteran gigi

dan Pasca Sarjananya yang memberikan pelayanan medis dan pelayanan

penunjang medis.

2. Tenaga para medis perawatan adalah seorang lulusan sekolah atau akademi

perawat kesehatan yang memberikan pelayanan perawatan paripurna.

3. Tenaga paramedis non perawatan adalah seorang lulusan sekolah atau

akademi kesehatan lainnya yang memberikan pelayanan penunjang.

4. Tenaga non medis adalah seorang yang mendapatkan pendidikan ilmu

pengetahuan yang tidak termasuk pendidikan angka 1, 2 dan 3 diatas.

2.4 Keperawatan

2.4.1 Pengertian Keperawatan

International Council Of Nurses (ICN, 1973) dalam Rabiah, Thinni dan Emma (2004) menyatakan bahwa keperawatan adalah fungsi yang unik dalam

membantu individu yang sakit atau sehat dengan penampilan kegiatan yang

berhubungan dengan kesehatan atau meninggal dunia dengan damai, sehingga

individu tersebut dapat merawat kesehatannya sendiri apabila memiliki kekuatan dan

pengetahuan.

Menurut Asmadi (2005) yang mengutip Lokakarya Keperawatan Nasional

(1983) keperawatan adalah suatu bentuk layanan kesehatan profesional yang

(40)

keperawatan, yang berbentuk layanan bio-psiko-sosio-spiritual komprehensif yang

ditujukan bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun

sakit, yang mencakup keseluruhan proses kehidupan manusia. Pada pengertian

keperawatan tersebut menandakan bahwa peranan keperawatan sangat besar dalam

mewujudkan derajat kesehatan.

Sedangkan Kelompok Kerja Keperawatan Konsorsium Ilmu-Ilmu Kesehatan

Indonesia (1983) dalam Rabiah, Thinni dan Emma (2004) menjelaskan keperawatan

adalah suatu bentuk pelayanan profesional, yang merupakan bagian integral dari

pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan adalah didasarkan pada ilmu dan kiat

keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif,

ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan komunitas baik sakit maupun

sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

Sedangkan menurut Depkes RI (1997) keperawatan adalah suatu bentuk

pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan,

didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan biopsiko sosial

spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada penyediaan pelayanan kesehatan

utama dalam usaha mengadakan perbaikan sistem pelayanan kesehatan sehingga

memungkinkan setiap orang mencapai hidup sehat dan produktif.

Menurut Nurachmah (2000) keperawatan merupakan salah satu profesi

(41)

kiat keperawatan serta standar dan etik profesi keperawatan. Dengan begitu dapat

dikatakan bahwa keperawatan memiliki peran yang sangat penting di dalam

pelayanan kesehatan pada rumah sakit. Hal tersebut juga didukung oleh Yani (2000)

yang menjelaskan baik buruknya pelayanan kesehatan suatu rumah sakit sangat

ditentukan oleh baik buruknya pelayanan keperawatan.

Pengertian pelayanan keperawatan sesuai WHO Expert Commitee on Nursing

(1982) dalam Aditama (2003) adalah gabungan dari ilmu kesehatan dan seni

melayani/merawat (care), suatu gabungan humanistik dari ilmu pengetahuan, filosofi keperawatan, kegiatan klinik, komunikasi dan ilmu sosial. Hal ini dipertegas lagi

dalam WHO Expert Commitee on Nursing Practice (1996) yang menyatakan bahwa keperawatan adalah ilmu dan seni sekaligus.

Menurut Sumiatun,dkk (2000) dalam Rijadi (2000) bahwa pelayanan

keperawatan di rumah sakit merupakan salah satu komponen yang sering dipakai

sebagai indikator baik-buruknya kinerja di rumah sakit. Dikatakan pula oleh Hoffart

(1996) dalam Pabuti dan Sumijatun (2003) pelayanan keperawatan merupakan bagian

integral dari pelayanan kesehatan, yakni 90% dari pelayanan kesehatan di rumah sakit

(42)

2.4.2 Tujuan Keperawatan

Menurut Depkes (1982) tujuan keperawatan antara lain sebagai berikut:

a. Untuk membantu individu menjadi bebas dari masalah kesehatan yang

dirasakan dengan mengajak individu dan masyarakat untuk berpartisipasi

meningkatkan kesehatannya.

b. Untuk membantu individu mengembangkan potensinya dalam memelihara

kesehatan seoptimal mungkin agar tidak selalu tergantung kepada orang lain

dalam memelihara kesehatannya.

c. Untuk membantu individu memperoleh derajat kesehatannya seoptimal

mungkin.

Secara umum, keperawatan mempunyai beberapa tujuan. Menurut Asmadi

(2005) tujuan-tujuan keperawatan adalah memberi bantuan yang paripurna dan efektif

kepada klien, memenuhi kebutuhan dasar manusia (KDM) klien, memberi

kesempatan kepada semua perawat untuk mengembangkan tingkat kemampuan

profesionalnya, dan mengembangkan standar keperawatan yang ada, serta

memelihara hubungan kerja yang efektif dengan semua anggota tim kesehatan.

Sedangkan Roy dalam Nursalam (2002) mendefinisikan bahwa tujuan

keperawatan adalah meningkatkan respon adaptasi yang berhubungan dengan 4

(empat) mode respon adaptasi. Namun tidak dijelaskan secara lebih lanjut yang

(43)

2.4.3 Peran Keperawatan

Sebagai tenaga kesehatan, perawat memiliki sejumlah peran di dalam

menjalankan tugasnya sesuai dengan hak dan kewenangan yang ada. Peran perawat

menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 dalam Alimul (2008) adalah sebagai

berikut:

1. Peran Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan

Peran ini dapat dilakukan dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar

manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan

menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan

agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat

kebutuhan dasar manusia.

2. Peran Sebagai Advokat Klien

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam

menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain

khususnya dalam pengambilan keputusan atas tindakan keperawatan yang diberikan

kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien.

3. Peran Edukator

Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat

pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga

(44)

4. Peran Koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan, serta

mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian

pelayanan kesehatan dapat terarah sesuai dengan kebutuhan klien.

5. Peran Kolaborator

Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan

yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi, dan lain-lain dengan berupaya

mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi dalam

penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

6. Peran Konsultan

Peran di sini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan

keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien

terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.

7. Peran Pembaharu

Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan,

kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian

(45)

Menurut Asmadi (2005) peran perawat yang utama adalah sebagai pelaksana,

pengelola, pendidik, dan peneliti.

1. Pelaksana layanan keperawatan (care provider). Perawat memberikan layanan berupa asuhan keperawatan secara langsung kepada klien. Asuhan

keperawatan diberikan dengan berpedoman pada standar keperawatan serta

dilandasi oleh etik dan etika keperawatan dalam lingkup wewenang dan

tanggung jawab keperawatan.

2. Pengelola (Manager). Perawat mempunyai peran dan tanggung jawab dalam mengelola layanan keperawatan di semua tatanan layanan kesehatan (rumah

sakit, puskesmas, dan sebagainya).

3. Pendidik dalam keperawatan. Perawat bertugas memberikan pendidikan

kesehatan kepada klien sebagai upaya menciptakan perilaku yang kondusif

bagi kesehatan. Pendidikan kesehatan bertujuan untuk membangun perilaku

kesehatan dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Peran perawat sebagai pendidik tidak hanya ditujukan untuk klien, tetapi juga

tenaga keperawatan lain. Upaya ini dilakukan untuk memberi pemahaman

yang benar tentang keperawatan agar tercipta kesamaan pandangan dan gerak

(46)

4. Peneliti dan pengemban ilmu keperawatan. Berbagai tantangan, persoalan,

dan pertanyaan seputar keperawatan harus mampu dijawab dan diselesaikan

dengan baik. Salah satu upayanya adalah riset. Riset keperawatan akan

menambah dasar pengetahuan ilmiah keperawatan dan meningkatkan praktik

keperawatan bagi klien.

2.4.4 Jenis Tindakan Keperawatan

Beban kerja perawat tentunya juga ditentukan dari jenis kegiatan yang harus

dilakukannya. Dalam pemberian pelayanan keperawatan menurut Rohmah, Nikmatur

dan Saiful Walid (2012) bahwa terdapat tiga jenis bentuk kegiatan yaitu:

a. Kegiatan keperawatan langsung.

Aktivitas perawatan yang diberikan oleh perawat yang ada hubungannya

secara khusus dengan kebutuhan fisik, psikologis, dan spiritual pasien.

Kebutuhan ini meliputi: komunikasi, pemberian obat, pemberian makan dan

minum, kebersihan diri, serah terima pasien dan prosedur tindakan, seperti:

mengukur tanda vital, merawat luka, persiapan operasi, melaksanakan

observasi, memasang dan observasi infus, dan memberikan serta mengontrol

(47)

b. Kegiatan keperawatan tidak langsung.

Kegiatan keperawatan tidak langsung meliputi kegiatan-kegiatan untuk

menyusun rencana perawat, menyiapkan/memasang alat, melakukan

konsultasi dengan anggota tim, menulis dan membaca catatan

kesehatan/keperawatan, melaporkan kondisi pasien, menyusun perencanaan,

melaksanakan tindak lanjut dan melakukan koordinasi.

c. Kegiatan non keperawatan.

Kegiatan penyuluhan kesehatan yang diberikan pada pasien bersifat

individual. Hal ini dimaksudkan agar materi pengajaran/penyuluhan sesuai

dengan diagnosa, pengobatan yang ditetapkan dan keadaan pola hidup pasien.

Umumnya, pasien memerlukan arahan yang meliputi tingkat aktivitas,

pengobatan serta tindak lanjut perawatan dan dukungan masyarakat.

Menurut Situmorang (1994) dalam Kurniadi (2013) menyebutkan tindakan

keperawatan yang terbagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu:

a. Kegiatan keperawatan langsung (Direct Care).

Kegiatan keperawatan langsung adalah semua kegiatan yang difokuskan

langsung/dirasakan langsung oleh pasien dan keluarganya, seperti mengukur

tanda vital, tindakan keperawatan, tindakan kolaborasi, termasuk pendidikan

(48)

b. Kegiatan keperawatan tidak langsung (Indirect Care).

Kegiatan keperawatan tidak langsung adalah kegiatan yang tidak langsung

dirasakan pasien atau sebagai pelengkap tindakan keperawatan langsung,

seperti dokumentasi tindakan keperawatan atau hasil pemeriksaan, diskusi dan

pre/post conference, visite dokter atau tenaga kesehatan lain, konsultasi/koordinasi dengan bagian lain, bantuan persiapan dan

pengambilan/pengantaran alat dan bahan pemeriksaan, dan lainnya.

c. Kegiatan Pribadi.

Kegiatan non keperawatan adalah semua kegiatan untuk keperluan pribadi

perawat atau tidak ada hubungannya dengan pasien, seperti makan, minum,

membaca buku, ke toilet, sholat, menonton tv, mengobrol, dan lainnya.

2.5 Beban Kerja

2.5.1 Pengertian Beban Kerja

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 75 Tahun 2004

disebutkan bahwa beban kerja adalah sejumlah target pekerjaan atau target hasil yang

harus dicapai dalam satu satuan waktu tertentu. Sedangkan menurut Depkes (2004)

beban kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang harus diselesaikan oleh tenaga

kesehatan profesional dalam satu tahun sarana pelayanan kesehatan.

Beban kerja yang didefinisikan oleh Marquis dan Houston (2000) dalam

Kurniadi (2013) yaitu seluruh kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh seorang

(49)

(2000) dalam Kurniadi (2013) mendefinisikan beban kerja yaitu jumlah total waktu

keperawatan baik secara langsung atau tidak langsung dalam memberikan pelayanan

keperawatan yang diperlukan oleh pasien dan jumlah perawat yang diperlukan untuk

memberikan pelayanan tersebut.

Oleh karena itu, penting adanya untuk melakukan pengukuran beban kerja

dengan cara analisa beban kerja. Analisa beban kerja akan menghasilkan jumlah

rata-rata dalam melakukan setiap kegiatan keperawatan atau tindakan keperawatan.

Dijelaskan dalam Permendagri No. 12 Tahun 2008 bahwa analisis beban kerja

dilaksanakan untuk mengukur dan menghitung beban kerja setiap jabatan/unit kerja

dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas. Selain itu, menurut mutiara

(2004) menjelaskan bahwa analisa beban kerja adalah proses penentuan jumlah jam

kerja (man hours) yang digunakan untuk menyelesaikan beban kerja tertentu, jumlah jam karyawan dan menentukan jumlah karyawan yang dibutuhkan.

Adapun pendapat Irnalita (2008) analisa beban kerja adalah proses untuk

menetapkan jumlah jam kerja seseorang yang digunakan atau dibutuhkan untuk

merampungkan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu atau dengan kata lain analisa

beban kerja bertujuan untuk menentukan berapa jumlah personalia dan berapa jumlah

(50)

Menurut Carayon dan Gurses (2005) dalam Kurniadi (2013) bahwa bila beban

kerja terlalu tinggi akan menyebabkan komunikasi yang buruk antara perawat dan

pasien, kegagalan kolaborasi perawat dan dokter, tingginya drop out perawat atau

turn over dan rasa ketidakpuasan kerja perawat. Sedangkan menurut Palestin dalam Andini (2013) beban kerja yang terlampau tinggi pada akhirnya akan berdampak

buruk, misalnya kesalahan dalam pengerjaan pasien yang nantinya akan berujung

pada kematian.

Menurut Sedarmayanti (2007) bahwa manfaat analisa beban kerja adalah

untuk menetapkan bilangan atau jumlah tenaga yang diperlukan dalam pelaksanaan

sejumlah pekerjaan tertentu selama waktu tertentu. Sehingga diperoleh jumlah tenaga

yang benar-benar dibutuhkan untuk menghindarkan dari keadaan beban kerja yang

tinggi.

Trisna (2007) menyatakan bahwa kegiatan yang banyak dilakukan adalah

kegiatan keperawatan tidak langsung dan faktor yang mempengaruhi beban kerja

perawat adalah jumlah pasien dan jumlah perawat serta jumlah aktivitas. Sedangkan

Connor (1960) dalam Kurniadi (2013) mempelajari pengukuran intensitas pelayanan

(51)

2.5.2 Waktu Standar

Menurut ILO (1983) dalam Rifki (2009) yang dimaksud waktu standar adalah

jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan menurut

prestasi standar yaitu isi kerja, kelonggaran untuk hal-hal yang tidak terduga karena

kelambatan, waktu kosong, dan kelonggaran gangguan bila terjadi.

Berdasarkan ketentuan dari Undang-undang No.13 Tahun 2003 pasal 77

terkait waktu kerja, yaitu pegawai yang bertugas selama 7 jam sehari dan 40 jam

perminggu maka jam kerjanya yaitu 6 hari kerja dalam seminggu, sedangkan yang

bertugas selama 8 jam sehari dan 40 jam perminggu maka jam kerjanya yaitu 5 hari

kerja dalam seminggu.

2.5.3 Waktu Produktif

Menurut ILO (1976) dalam Corry (2011) bahwa pekerja tidak dapat terus

menerus bekerja, tetapi ada kelonggaran yang diperbolehkan untuk mengadakan

interupsi di dalam jam kerja sebesar 15% dari waktu kerja yang seharusnya. Angka

tersebut diperoleh dari rata-rata perkenaan tetap untuk keletihan dasar dan keletihan

pribadi sebesar 10% serta perkenaan penundaan untuk hal-hal yang tidak terduga

sebesar 5%. Dengan demikian waktu kerja produktif sebesar 85% dari total kerja

(52)

Adapun menurut Ilyas (2004), perawat dikatakan produktif bila

memanfaatkan waktu kerja mencapai 80%. Parameter tersebut digunakan untuk

mengukur beban kerja. Bila seorang perawat bekerja diatas 80% dari waktu

produktifnya maka dapat dikatakan bahwa beban kerjanya berlebihan sehingga harus

ditambah dengan perawat baru. Menurut Rahman (2012) menyebutkan beban kerja

perawat yang termasuk kategori berat bila waktu produktif diatas 80%, sedangkan

kategori sedang bila waktu produktif diantara 60-80% dan dikatakan kategori ringan

apabila waktu produktif di bawah 60%.

2.5.4 Pengukuran Beban Kerja

Pengukuran beban kerja juga dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti

yang telah disebutkan oleh Finkler et.al. (1993), Yaslis Ilyas (2004), dan Swanburg

(1999) yaitu work sampling, time and motion study, daily log.

a. Work Sampling.

Menurut Finkler et.al. (1993) dalam Ruth (2003) work sampling merupakan teknik pengukuran kerja yang berasal dari industri. Tujuannya adalah untuk

menginvestasi waktu profesional untuk macam-macam kegiatan yang terbentuk oleh

pekerja atau situasi kerja. Hasil dari work sampling efektif untuk menentukan waktu yang diperlukan untuk sebuah pekerjaan, untuk menentukan utilisasi tenaga, dan

untuk menentukan standar produksi. Cara ini sangat bermakna untuk perkembangan

(53)

Kelebihan penggunaan metode ini adalah cocok digunakan untuk

mengumpulkan data mengenai jenis dan waktu perawatan serta dapat lebih obyektif

karena langsung diamati kegiatannya. Oleh karena itu peneliti dalam melakukan

penelitian akan melakukan metode work sampling dalam pengukuran beban kerja. Sedangkan kelemahan pada metode ini adalah peneliti tidak dapat mengetahui

kualitas tenaga perawat pada setiap pekerjaan yang dilakukan karena metode work sampling hanya melihat pekerjaan yang dilakukan bukan terhadap kualitas dari pekerjaan tersebut.

Menurut Ilyas (2004) terdapat beberapa tahap yang dilaksanakan dalam

melakukan survei pekerjaan dengan menggunakan work sampling adalah sebagai berikut:

1. Langkah Pertama:

Menentukan jenis personel (misal: perawat rumah sakit) yang ingin

diteliti.

2. Langkah Kedua:

Bila jenis personel yang akan diteliti jumlahnya banyak perlu dilakukan

pemilihan sampel dengan menggunakan simple random sampling untuk mendapatkan personel sebagai representasi populasi perawat yang akan

(54)

3. Langkah Ketiga:

Membuat formulir daftar kegiatan perawat yang dapat diklasifikasikan

sebagai kegiatan produktif atau tidak produktif.

4. Langkah Keempat:

Melatih pelaksana peneliti tentang cara pengamatan kerja dengan

menggunakan work sampling. 5. Langkah Kelima:

Pengamatan kegiatan perawat dilakukan dengan interval yang ditetapkan

adalah tiap 5 menit. Karena semakin pendek jarak waktu pengamatan

makin banyak sampel pengamatan yang dapat diamati oleh peneliti,

sehingga akurasi penelitian menjadi lebih akurat. Pengamatan dapat

dilakukan selama 7 hari kerja terus menerus selama 24 jam setiap harinya.

Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Irnalita (2008), dan Nursalam

(2011).

Selain itu, menurut Susanto (2002) dalam Fredna(2009) bahwa lamanya

pengamatan dapat dilihat dari lamanya hari perawatan. Lamanya hari

perawatan dapat menggambarkan beban kerja perawat. Semakin lama

seorang pasien dirawat, maka semakin besar pula beban kerja yang akan

ditanggung oleh perawat.

(55)

(hari kerja) = 10.080 sampel pengamatan. Dengan jumlah data

pengamatan yang besar akan menghasilkan data akurat yang akan

menggambarkan kegiatan personel yang sedang diteliti.

Menurut Ilyas (2004) bahwa hasil pencatatan pada hari pertama dan kedua

tidak dimasukan untuk dianalisis. Hasil pengamatan yang dianalisis bila

personel yang diamati telah kembali bekerja kepada ritme semula,

biasanya hari pengamatan ketiga.

Adapun formulir yang akan dilakukan peneliti adalah seperti formulir yang

telah dilakukan oleh Irnalita (2008), Rifki (2009), dan Corry (2011) adalah seperti

[image:55.612.112.525.193.622.2]

pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.2

Formulir Work Sampling

Unit :

Tanggal :

Dinas :

Waktu Kegiatan

Langsung Tidak Langsung Pribadi 07.00

(56)

Selain work sampling juga terdapat metode lain yaitu time and motion study

dan daily log. Namun peneliti tidak memakai metode-metode tersebut karena pada metode time and motion study, pelaksana pengamatan untuk pengambilan data ini haruslah seorang yang mengetahui secara benar tentang kompetensi dan fungsi

perawat mahir. Menurut Ilyas (2004) sebaiknya pelaksana pengamatan adalah

perawat mahir pada bidang yangsama dari rumah sakit yang berbeda. Sedangkan

pada daily log, responden yang akan diteliti dipersilahkan menulis sendiri kegiatan yang telah dilakukan dan waktu yang dibutuhkan untuk tiap kegiatan. Sehingga hal

tersebut dikhawatirkan responden kurang obyektif dan kadang sulit mengatur waktu

dalam menuliskan kegiatannya pada formulir daily log. Menurut Kurniadi (2013), metode ini memiliki kecendrungan perawat akan menuliskan kegiatan yang bermutu

tinggi dan memerlukan waktu yang lama sedangkan tindakan kegiatan kurang

bermutu tidak dicatat. Selanjutnya akan dijelaskan lebih lanjut mengenai metode time and motion study dan daily log di bawah ini.

b. Time and Motion Study.

Time and Motion Study merupakan suatu pengukuran waktu kegiatan yang pengamatannya dilakukan secara terus menerus terhadap setiap jenis tugas yang

dilakukan perawat dan lamanya waktu yang diperlukan untuk melaksanakan tugas.

(57)

Menurut Ilyas (2004) penelitian dengani menggunakan time and motion study

dapat digunakan untuk mengevaluasi tingkat kualitas suatu pelatihan atau pendidikan

bersetifikat keahlian. Pengamat sebaiknya orang luar rumah sakit yang diteliti guna

mencegah personel bias.

Kelebihan metode ini adalah dapat menentukan kualitas pekerjaan yang

dilakukan oleh perawat. Sedangkan kelemahan dari metode time and motion study

adalah pengamat pada peneliti ini adalah profesi yang sama yaitu perawat, sehingga

agak sulit untuk melakukan observasi kegiatan perawat apabila tidak berasal dari

profesi yang sama.

c. Daily Log

Menurut Ilyas (2004) terdapat satu cara lagi dalam menganalisa beban kerja

personel yaitu dengan menggunakan daily log (pencatatan kegiatan sendiri). Daily log

adalah bentuk sederhana dari work sampling, dimana orang yang diteliti menuliskan sendiri kegiatan dan waktu yang digunakan untuk kegiatan tersebut. Penggunaan cara

atau teknik ini sangat tergantung terhadap kerja sama dan kejujuran dari personel

yang sedang diteliti.

Daily log mencatat semua kegiatan informan, mulai masuk kerja sampai pulang. Hasil analisis daily log dapat digunakan untuk melihat pola beban kerja seperti: kapan beban kerjanya tinggi? Apa jenis pekerjaan yang membutuhkan waktu

(58)

hasilnya. Kelebihan metode ini adalah dapat menggambarkan kegiatan-kegiatan yang

dilakukan oleh perawat karena perawat menuliskan sendiri kegiatan-kegiatannya.

Sedangkan kelemahan pada metode ini adalah dibutuhkan kerja sama yang sangat

baik dengan perawat disertai dengan kejujuran yang tinggi untuk menuliskan setiap

kegiatan yang dilakukan oleh perawat tersebut.

2.5.5 Metode perhitungan kebutuhan jumlah tenaga perawat

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa peneliti memilih metode work sampling

dalam pengukuran beban kerja. Metode work sampling tidak secara khusus digunakan pada metode perhitungan secara spesifik tapi dapat diadaptasikan pada

beberapa metode perhitungan tersebut.

Menurut Ilyas (2004) metode perhitungan kebutuhan tenaga perawat dengan

menggunakan formula pada dasarnya menghitung kebutuhan perawat pada instalasi

rawat inap. Hal ini disebabkan formula yang dikembangkan berasal dari karakteristik

rumah sakit maju seperti Amerika Serikat yang tidak lagi memberikan pelayanan

rawat jalan atau tidak tersedia layanan poloklinik. Formula untuk menghitung

kebutuhan perawat rumah sakit terdiri dari komponen BOR (Bed Occupancy Rate), sensus harian, produktivitas, jumlah tempat tidur, jam kerja dan jumlah hari libur.

Beberapa metode atau formula perhitungan yang dapat digunakan untuk menentukan

(59)

1. Formula Gillies

Jumlah Tenaga = � �365

(365− )� � �� � �� ℎ�� )

Keterangan:

A= Jam Perawatan/24 jam (waktu perawatan yang dibutuhkan pasien).

B= Sensus Harian (BOR x Jumlah tempat tidur).

C= Jumlah Hari Libur.

365= Jumlah hari kerja pertahun.

Pada formula ini, komponen A adalah jumlah waktu perawatan yang

dibutuhkan pasien selama 24 jam. Jam waktu perawatan berkisar 3-4 jam tergantung

aplikasi keperawatan di rumah sakit. Komponen B adalah hasil perkalian BOR

dengan jumlah tempat tidur. Komponen C adalah jumlah hari libur resmi yang

(60)

2. Formula Hasil Lokakarya Keperawatan Persatuan Perawat Nasional Indonesia

(PPNI)

Jumlah Tenaga = �52�7(��� �)

41 � ��� � 40 � + 125%

Keterangan:

A= Jam Perawatan/24 jam (waktu perawatan yang dibutuhkan pasien).

52= Jumlah Hari Minggu dalam 1 tahun.

TT= Jumlah Tempat Tidur.

BOR= Rata-rata tempat tidur terisi.

7= Jumlah hari dalam seminggu.

125%= Penyesuaian untuk produktivitas.

41= Jumlah hari efektif perminggu.

Formula ini tidak berbeda jauh dengan yang dikembangkan oleh Gillies,

hanya satuan hari diubah menjadi satuan minggu. Adapun jumlah hari kerja efektif

kerja dihitung dalam minggu sebanyak 41 minggu. Disini PPNI berusaha

menyesuaikan lama hari kerja dan libur yang berlaku di Indonesia.

Pada formula ini, komponen A adalah jumlah waktu perawatan yang

dibutuhkan oleh pasien selama 24 jam. Jam waktu perawatan berkisar antara 3-4 jam

(61)

jumlah tidur yang digunakan selama periode tertentu misalnya dalam setahun.

Sedangkan hari kerja efektif selama 41 minggu diperoleh berdasarkan pada

perhitungan: 365 – 52 (hari minggu) – 12 (hari libur nasional) – 12 (hari libur cuti

tahunan) = 289 hari : 7 hari/minggu = 41 minggu.

Hasil perhitungan tenaga perawat selanjutnya dikalikan 125% karena tingkat

produktivitas diasumsikan PPNI dihitung sebesar 75% sehingga jumlah perawat

tenaga perawat dengan formula ini lebih besar. Bila dibandingkan dengan formula

Gillies, hasil perhitungan dengan formula PPNI selalu lebih besar. Sedangkan jumlah

perhitungan dengan formula Gillies selalu lebih kecil karena formula tersebut

mengasumsikan seluruh perawat di Amerika Serikat bekerja profesional dengan

produktivitas optimal dan jumlah hari libur yang lebih kecil daripada di Indonesia.

3. Formula Ilyas

Jumlah Tenaga = � �365

255 � � �� � ��� ℎ��

Keterangan:

A= Jam Perawatan/24 jam (waktu perawatan yang dibutuhkan pasien).

B= Sensus Harian (BOR x Jumlah tempat tidur).

365= Jumlah hari kerja pertahun.

255= Hari kerja efektif perawat pertahun.

(62)

Pengembangan formula Ilyas untuk menghitung jumlah kebutuhan tenaga

perawat di rumah sakit akibat adanya keluhan dari para manajer rumah sakit bahwa

formula Gillies kurang pas karena jumlah perawat menjadi kecil sehingga didapatkan

beban kerja perawat yang tinggi. Serta adanya keluhan pada formula PPNI karena

menghasilkan jumlah perawat yang besar sehingga pihak manajemen mengeluh

kebanyakan perawat.

Pada formula ini yang berbeda adalah jumlah hari kerja efektif perawat di

rumah sakit yaitu 255 hari pertahun. Jumlah hari kerja efektif pertahun ini berasal

dari jumlah hari pertahun dikurangi jumlah hari libur dan cuti dikali 3

4. Indeks 34

merupakan indeks yang berasal dari karakteristik yang berasal dari karakteristik

jadwal kerja perawat di rumah sakit pemerintah, tentara, polisi, dan swasta yang

berbentuk yayasan.

Dengan mengetahui formula tersebut, maka akan lebih mudah dalam

menghitung kebutuhan tenaga perawat. Formula ini akan menghasilkan jumlah

kebutuhan tenaga perawat yang lebih rendah dari formula PPNI dan lebih besar dari

Gambar

TABEL HALAMAN
Gambaran Jumlah Waktu Kegiatan Keperawatan pada
Tabel 1.1
Tabel 1.2 Latar Belakang Pendidikan Tenaga Perawat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian juga menunjukkan tidak ada perbedaan perubahan tekanan darah yang signifikan antara perawat shift pagi, shift sore, dan shift malam di Unit Rawat Inap Rumah

Kerja Shift Pagi, Sore Dan Malam Dengan Kelelahan Pada Perawat Wanita Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr.. Goeteng

Berikut persentase penggunaan waktu untuk aktivitas produktif tidak langsung petugas Instalasi Farmasi selama 6 hari kerja pada shift pagi, siang dan malam

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Malika yang menyatakan bahwa jumlah tenaga perawat di Instalasi Rawat Inap RSU Kota Tangerang

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kebutuhan perawatan periodontal pada perawat instalasi rawat inap RSUP H Adam Malik, Medan.. Penelitian ini dilakukan secara

pelaksana yang bekerja di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Dumai.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kebutuhan perawatan periodontal pada perawat instalasi rawat inap RSUP H Adam Malik, Medan.. Penelitian ini dilakukan secara

Tujuan penelitian: Tujuan penelitian ini ialah mengetahui adanya hubungan antara stres kerja shift malam dan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Wava