• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembatasan Pengalihan Hak Ekonomi Dalam Bentuk Jual-Putus Melalui Perlindungan Hak Cipta Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pembatasan Pengalihan Hak Ekonomi Dalam Bentuk Jual-Putus Melalui Perlindungan Hak Cipta Di Indonesia"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBATASAN PENGALIHAN HAK EKONOMI DALAM BENTUK JUAL-PUTUS MELALUI PERLINDUNGAN HAK CIPTA

DI INDONESIA

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

NIM: 110200448

MELVA SIMANUNGKALIT

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PEMBATASAN PENGALIHAN HAK EKONOMI DALAM BENTUK JUAL-PUTUS MELALUI PERLINDUNGAN HAK CIPTA DI

INDONESIA

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

NIM: 110200448

MELVA SIMANUNGKALIT

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Disetujui Oleh:

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

NIP. 197501122005012002 Windha, S.H.,M.Hum

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr.T. Keizerina Devi Azwar,S.H.,C.N.,M.Hum

NIP. 197002012002122001 NIP. 197501122005012002

Windha,S.H., M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

karena atas berkat dan rahmatnya penulis diberi kesehatan serta kemampuan

untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Adapun judul skripsi ini adalah “PEMBATASAN PENGALIHAN HAK

EKONOMI DALAM BENTUK JUAL PUTUS MELALUI PERLINDUNGAN

HAK CIPTA DI INDONESIA”. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi

syarat agar dapat memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam

penulisan skripsi ini karena keterbatasan kemampuan maupun pengetahuan. Oleh

karena itu, penulis berharap agar para pembaca dapat memahami jika terdapat

kesalahan ataupun kekurangan dalam skripsi ini.

Selama penulisan skripsi ini, penulis telah banyak diberi bantuan baik

moril maupun materil, serta bimbingan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan

ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan

I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., D.F.M., selaku Pembantu Dekan

II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Dr. OK. Saidin., S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan III Fakultas

(4)

ii

5. Ibu Windha, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Departemen Hukum

Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen

Pembimbing II yang telah sangat banyak memberikan bimbingan,

perhatian serta membantu penulis dalam penulisan skripsi ini;

6. Bapak Ramli, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris bagian Departemen Hukum

Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H.,C.N.,M.Hum., selaku Dosen

Pembimbing I yang telah banyak memberi motivasi, bimbingan serta

bantuan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini;

8. Bapak M. Hayat, S.H., selaku Dosen Penasehat Akademik penulis selama

menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

9. Seluruh staf pegawai dan pengajar di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara;

10.Teristimewa kepada Ibunda tercinta Tiurmanida Siregar yang begitu luar

biasa berjuang membesarkan serta mendukung penulis, serta selalu ada

dalam setiap kondisi dan selalu mendoakan penulis di setiap waktunya.

Serta didedikasikan secara istimewa kepada ayahanda tercinta (+)Timbul

Simanungkalit, yang menjadi inspirasi dan motivasi penulis dan selalu

hidup di hati penulis;

11.Keluarga besar Op. Santi Simanungkalit dan keluarga besar Op.

Parlaungan Siregar, teristimewa untuk tulang Pandapotan Siregar dan

nantulang N. Panggabean, yang begitu luar biasa membantu penulis sejak

(5)

iii

12.Sahabat-sahabat yang menjadi keluarga selama di Fakultas Hukum,

Vonny Simarmata, Lidya Pinem, Yedesiah Siagian, Grecya Manurung.

Dan juga kepada sahabat-sahabat sejak dulu yang selalu mendukung dari

kejauhan, Yuditha Aritonang, Agnes Simorangkir, Anggun Tobing, Nova

Hutabarat;

13.Teman-teman yang sangat banyak membantu dalam penulisan skripsi,

Srinita Pagit, Kristina, Febrina, Maria, Ezra, Murni serta tim klinisku

Guntur, Tung Asido, Syahputra, Juanda dan Danny terimakasih untuk doa

dan dukungannya;

14.Teman-teman mantan sweetcamp, Kak Mona, Erni, Kak Endang, Endang,

dan pengganggu-pengganggu yang kucintai Fristy, Tria, Melisa dan adik

sepupu sekaligus teman sekamar abadi selama perkuliahan Yoan Siregar;

15.Teman-teman selama perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, khususnya Grup C stb 2011 dan teman-teman di

Departemen Hukum Ekonomi yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa

Hukum Ekonomi.

Demikianlah penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang

tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu penulisan skripsi ini.

Medan, April 2015

Penulis

(6)

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAKSI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Metode Penulisan... 8

F. Tinjauan Pustaka ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II PENGATURAN HAK CIPTA DI INDONESIA A. Konsep Dasar Hak Cipta ... 20

B. Pengaturan Hak Cipta dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ... 31

C. Implementasi Undang-Undang no. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta dalam Memberi Perlindungan Hukum Bagi Pencipta ... 37

BAB III PENGALIHAN HAK EKONOMI DALAM HAK CIPTA A. Bentuk Hak Ekonomi dalam Hak Cipta ... 47

B. Syarat dan Cara Pengalihan Hak Ekonomi ... 53

(7)

v

BAB IV PEMBATASAN PENGALIHAN HAK EKONOMI DALAM BENTUK JUAL-PUTUS MELALUI

PERLINDUNGAN HAK CIPTA DI INDONESIA

A. Pengalihan Hak Ekonomi Dalam Bentuk Jual-Putus ... 67

B. Pembatasan Pengalihan Hak Ekonomi Dalam

Bentuk Jual Putus Melalui Perlindungan Hak

Cipta Di Indonesia ... 73

C.Dampak Pembatasan Pengalihan Hak Ekonomi

Dalam Bentuk Jual Putus Terhadap Daya

Cipta Para Pencipta di Indonesia ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 84

(8)

vi ABSTRAK

PEMBATASAN PENGALIHAN HAK EKONOMI DALAM BENTUK JUAL-PUTUS MELALUI PERLINDUNGAN HAK CIPTA DI

INDONESIA Melva Simanungkalit* T. Keizerina Devi Azwar**

Windha***

Sistem jual putus dalam pengalihan hak ekonomi di bidang hak cipta saat ini telah dibatasi dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014. Sedangkan dalam Undang-Undangs sebelumnya tidak diatur mengenai ketentuan tentang jual putus. Hal ini menimbulkan beberapa permasalahan yaitu: bagaimana pengaturan hak cipta di Indonesia, dan bagaimana pengalihan hak ekonomi dalam hak cipta serta pembatasan pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus di Indonesia.

Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode studi pustaka. Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif dan dituangkan dalam bentuk deskriptif.

Pengaturan yang berlaku bagi perlindungan hak cipta di Indonesia saat ini adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang mengatur dan memberi kepastian hukum bagi para pihak dalam hak cipta. pencipta atau pemegang hak cipta dapat mengalihkan hak ekonominya, baik untuk seluruh hak yang melekat maupun sebagian dari hak-hak itu kepada orang lain. Norma yang menjadi dasar bagi pengalihan ciptaan diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Sistem jual putus saat ini dibatasi hanya berlangsung selama 25 tahun, kemudian setelah itu hak cipta beralih kembali kepada pencipta. Dasar hukum pembatasan pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus ini diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Kata kunci : Pembatasan Jual Putus, Perlindungan Hak Cipta

*Mahasiswa

(9)

vi ABSTRAK

PEMBATASAN PENGALIHAN HAK EKONOMI DALAM BENTUK JUAL-PUTUS MELALUI PERLINDUNGAN HAK CIPTA DI

INDONESIA Melva Simanungkalit* T. Keizerina Devi Azwar**

Windha***

Sistem jual putus dalam pengalihan hak ekonomi di bidang hak cipta saat ini telah dibatasi dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014. Sedangkan dalam Undang-Undangs sebelumnya tidak diatur mengenai ketentuan tentang jual putus. Hal ini menimbulkan beberapa permasalahan yaitu: bagaimana pengaturan hak cipta di Indonesia, dan bagaimana pengalihan hak ekonomi dalam hak cipta serta pembatasan pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus di Indonesia.

Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode studi pustaka. Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif dan dituangkan dalam bentuk deskriptif.

Pengaturan yang berlaku bagi perlindungan hak cipta di Indonesia saat ini adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang mengatur dan memberi kepastian hukum bagi para pihak dalam hak cipta. pencipta atau pemegang hak cipta dapat mengalihkan hak ekonominya, baik untuk seluruh hak yang melekat maupun sebagian dari hak-hak itu kepada orang lain. Norma yang menjadi dasar bagi pengalihan ciptaan diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Sistem jual putus saat ini dibatasi hanya berlangsung selama 25 tahun, kemudian setelah itu hak cipta beralih kembali kepada pencipta. Dasar hukum pembatasan pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus ini diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Kata kunci : Pembatasan Jual Putus, Perlindungan Hak Cipta

*Mahasiswa

(10)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan sistem Hak Kekayaan Intelektual nasional yang modern dan

efektif merupakan kebutuhan nyata bagi Indonesia. Kondisi domestik

mengharuskan langkah ke arah itu seiring dengan proyeksi pembangunan

ekonomi serta adaptasi terhadap dampak globalisasi. Namun demikian, arah

kebijakan yang ditempuh harus tetap realistik. Artinya, harus memerhatikan

kepentingan dan kemampuan Indonesia sendiri, baik yang menyangkut kebutuhan

pengaturannya, maupun pemahaman dan kesiapan aparat penegak hukum, dan

tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya. Sejalan

dengan itu, sistem hukum harus diselaraskan dengan kemampuan dan kondisi

kehidupan masyarakat, sehingga hukum benar-benar memberi manfaat bagi

masyarakat.1

1

Bentham dalam R.Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, cetakan Kesepuluh (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 58.

Sudut pandang Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut dengan

HKI) menunjukkan bahwa penumbuhan aturan tersebut diperlukan karena adanya

sikap penghargaan, penghormatan, dan perlindungan yang tidak saja akan

memberikan rasa aman, tetapi juga akan mewujudkan iklim yang kondusif bagi

peningkatan semangat untuk menghasilkan karya-karya yang lebih besar, lebih

(11)

Hak kekayaan intelektual itu adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu

benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan

rasio manusia yang menalar. Hasil kerjanya itu berupa benda immaterial. Benda

tidak berwujud.2

Tidak semua orang dapat dan mampu mempekerjakan otak (nalar, rasio,

intelektual) secara maksimal. Oleh sebab itu tidak semua orang pula dapat

menghasilkan intellectual property rights. Hanya orang yang mampu mempekerjakan otaknya sajalah yang dapat menghasilkan hak kebendaan yang

disebut intellectual property rights. Itu pulalah sebabnya hasil kerja otak yang membuahkan HKI itu bersifat eksklusif. Hanya orang tertentu saja yang dapat

melahirkan hak semacam itu. Berkembangnya peradaban manusia dimulai dari

kerja otak itu.3

Hak cipta merupakan bidang penting HKI yang mengatur perlindungan

berbagai ragam karya cipta seperti antara lain karya tulis, termasuk ilmu

pengetahuan, karya seni, drama, tari, lagu dan film atau sinematografi. Menurut

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (selanjutnya disebut Hak cipta yang merupakan bagian dari HKI (Intellectual Property Rights) disamping hak kekayaan industri seperti paten, merek, desain industri,/ desain tata

letak sirkuit terpadu, rahasia dagang dan varietas tanaman adalah merupakan hak

yang sangat pribadi atau eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk

mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya tanpa mengurangi pembatasan

menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2

OK. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights) (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 9.

3Ibid

(12)

UUHC 2014) karya-karya intelektual yag berada dalam lingkup bidang ilmu

pengetahuan, seni, dan sastra, adalah intelektual yang mendapatkan perlindungan

hak cipta.

Perlindungan hak cipta diperlukan untuk mendorong apresiasi dan

membangun sikap masyarakat untuk menghargai hak seseorang atas ciptaan yang

dihasilkannya. Sikap apresiasi memang lebih menyentuh dimensi moral.

Sedangkan sikap menghargai lebih bermuara pada aspek ekonomi.

Bagaimanapun, perlindungan hak cipta diarahkan untuk memungkinkan

penggunaan ciptaan berlangsung secara tertib dan memberi manfaat ekonomi pada

pencipta.4

Menciptakan suatu karya cipta bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.

Oleh karena itu, setiap orang diwajibkan untuk menghormatinya dan tidak boleh

melalaikannya begitu saja. Begitu juga dengan pencipta mempunyai hak yang

timbul atas ciptaan dan mengawasi terhadap karya cipta yang menggunakan

ciptaannya beredar di masyarakat. Pencipta berhak melarang orang lain yang

menggunakan ciptaannya tanpa izin, dan berhak pula menuntut orang yang Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa dalam perlindungan hak cipta

dikenal adanya konsep hak ekonomi dan hak moral. Adapun hak ekonomi adalah

hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral

adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran)

yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak

terkait telah dialihkan.

4

(13)

bersangkutan secara hukum. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan sebuah

pengakuan baik oleh masyarakat maupun hukum terhadap keberadaan pencipta.

Latar belakangnya adalah menyangkut bidang ekonomi, karena sesuatu

ciptaan yang diperbanyak tanpa izin penciptanya kemudian dijual kepada

masyarakat, maka akan menguntungkan orang lain yang memperbanyak ciptaan

tersebut. Sedangkan pihak pencipta akan merasa dirugikan atas perbuatan tersebut

karena secara moril nama pencipta yang dijual dan secara materil pencipta tidak

memperoleh keuntungan dari ciptaan yang diperbanyak orang lain.5

Alat yang dipergunakan untuk kepentingan tersebut adalah dengan cara

membentuk undang-undang yang mengatur bidang ciptaan. Undang-undang pada

hakikatnya adalah merupakan perjanjian antara rakyat dengan pemerintah

sehingga peraturan ini mengikat seluruh rakyat maupun pemerintah termasuk

kepada para pejabatnya, sehingga siapa pun yang melanggar undang-undang

wajib dilakukan penindakan.

Campur tangan negara diperlukan dalam hal ciptaan dengan tujuan untuk

menyeimbangkan antara kepentingan pencipta dengan kepentingan masyarakat

dan juga kepentingan negara itu sendiri. Seperti diketahui bahwa pencipta

mempunyai hak untuk mengontrol masyarakat dalam mengumumkan atau

memperbanyak ciptannya, di lain pihak warga masyarakat dapat menggunakan

ciptaan secara resmi dan menghindari peredaran barang bajakan, sedangkan

negara kepentingannya dapat menjaga kelancaran dan keamanan masyarakat di

bidang ciptaan.

5

(14)

Status hak cipta yang dipandang sebagai benda bergerak mempunyai

konsekuensi seperti benda bergerak lainnya yaitu dapat dibawa kesana-kemari

maupun dipindahtangankan kepada pihak lain. Mengenai hak cipta dapat dibawa

kesana-kemari, cara membawanya tidak seperti benda bergerak yang berwujud

seperti dengan memikul, menjinjing, mengirim atau mengangkut. Berhubung

bendanya merupakan sebuah hak pribadi maka hak cipta selalu melekat pada

pencipta/ pemegang hak cipta. Hak cipta selalu mengikuti keberadaan pencipta/

pemegang hak cipta.6

Hak cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian

melalui pewarisan, wasiat, hibah, jual-beli, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab

lain yang dapat dibenarkan. Jika seorang pencipta wafat, hak cipta, hak cipta yang

dimilikinya akan menjadi milik ahli waris atau penerima wasiat. Hak cipta

tersebut tidak dapat disita kecuali jika hak itu diperoleh dengan melawan hukum.7

Pasal 50 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

menyebutkan bahwa di Indonesia, jangka waktu perlindungan hak cipta secara

umum adalah sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau 50 tahun

setelah pertama kali diumumkan atau dipublikasikan atau dibuat, kecuali 20 tahun

setelah pertama kali disiarkan untuk karya siaran, atau tanpa batas waktu untuk

hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan untuk hak cipta yang

dipegang oleh negara atas

bersama.

6Ibid

, hlm. 29.

7

(15)

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta memastikan

para pencipta karya intelektual menikmati hak ekonomi yang lebih lama dengan

memperpanjang jangka waktu perlindungan karya. Sebelumnya dalam

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta disebutkan perlindungan atas

hak cipta adalah seumur hidup ditambah 50 tahun namun dalam UUHC 2014

menjadi seumur hidup pencipta ditambah 70 tahun. Alasan diperpanjangnya

jangka waktu tersebut adalah untuk menghormati dan melindungi pencipta

sehingga memiliki waktu lebih lama untuk menikmati hak ekonominya.

Undang-undang yang baru disahkan pada tanggal 16 September 2014 ini

lebih memberi harapan perlindungan hukum bagi para seniman, terutama dari hak

ekonominya. Di undang-undang yang lama yakni Undang-Undang Nomor 19

Tahun 2002 tentang Hak Cipta tidak diatur penjualan putus (sold flat) karya cipta. Konsekuensinya, si pencipta tidak diperkenankan untuk meminta tambahan dari

nilai-nilai ekonomi yang diperjanjikan dalam kontrak dengan pihak ketiga.

Hal tersebut direvisi dalam UUHC 2014. Diatur di sini, suatu penjualan

secara putus atas suatu karya cipta tidak meniadakan hak dari para penciptanya,

antara lain musikus; artis ataupun pengarang, untuk mendapatkan kembali hak

ekonominya. Hak ini baru beralih 25 tahun kemudian sejak kesepakatan jual putus

ditandatangani.

Perlindungan yang lebih baik terhadap hak-hak pencipta khususnya

melalui pembatasan jual-putus ini menarik perhatian penulis untuk mengangkat

judul “PEMBATASAN PENGALIHAN HAK EKONOMI DALAM BENTUK

(16)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan alasan yang telah dipaparkan di atas, maka

dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan hak cipta di Indonesia?

2. Bagaimana pengalihan hak ekonomi dalam hak cipta?

3. Bagaimana pembatasan pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus di

Indonesia?

C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan

Setiap penelitian dalam penulisan ilmiah pasti mempunyai tujuan yang

ingin dicapai, demikian halnya dalam penulisan skripsi ini juga mempunyai tujuan

penulisan yaitu sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hak cipta di Indonesia.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan terhadap pengalihan hak ekonomi

dalam bentuk jual putus serta pembatasannya melalui pengaturan hak cipta di

Indonesia.

3. Sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum di

Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara.

Manfaat penulisan yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut :

(17)

Diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi pengembangan ilmu

pengetahuan, khususnya mengenai pengaturan hak cipta terhadap pembatasan

pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus di Indonesia.

2. Secara praktis

Diharapkan dapat memberikan gambaran kepada rekan-rekan mahasiswa,

praktisi, dan masyarakat yang ingin mengetahui bagaimana pengaturan hak

cipta mengatur pembatasan pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus

di Indonesia.

D. Keaslian Penulisan

Sepanjang yang ditelusuri dan diketahui dari lingkungan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan tentang “Pembatasan Pengalihan

Hak Ekonomi dalam Bentuk Jual Putus melalui Perlindungan Hak Cipta di

Indonesia”, belum pernah ditulis sebelumnya. Dengan demikian dilihat dari

permasalahan serta tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini, maka dapat

dikatakan bahwa skripsi ini adalah merupakan karya sendiri yang asli yang

diperoleh dari pemikiran, referensi buku-buku, makalah-makalah, media cetak,

maupun media elektronik seperti internet serta bantuan dari berbagai pihak.

E. Metode Penulisan

Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian hukum normatif. Penulisan metode ini, sebagaimana yang ditulis Peter

(18)

aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna

menjawab isu hukum yang dihadapi. Oleh karena itu, pilihan metode penelitian ini

adalah penelitian hukum normatif yang berkaitan dengan prinsip-prinsip

pertanggungjawaban direksi dalam hukum perusahaan di Indonesia. Metode

penelitian yang dipakai dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Spesifikasi penelitian

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang

didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan

untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan

menganalisisnya dengan menggunakan berbagai data sekunder seperti peraturan

perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori hukum, dan dapat berupa

pendapat sarjana. Jenis penelitian ini disebut dengan penelitian hukum normatif.

Penulisan skripsi ini bersifat penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini,

analisis data tidak keluar dari lingkup sample. Bersifat deduktif, berdasarkan teori atau konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang

seperangkat data, atau menunjukkan komparasi atau hubungan seperangkat data

dengan seperangkat data yang lain.8

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis yaitu dilakukan dengan

menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu

hukum yang sedang ditangani. Undang-undang yang dibahas dalam pembahasan

ini adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.9

8

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 37.

9

(19)

2. Data penelitian

Penelitian hukum normatif menggunakan jenis data sekunder sebagai data

utama. Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek

penelitian. Peneliti mendapat data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak

lain dengan berbagai cara atau metode, baik secara komersial maupun

nonkomersial. Data penelitian tersebut antara lain:

a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang sifatnya mengikat

berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ada kaitannya

dengan permasalahan yang dibahas, melipui :

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang sifatnya

menjelaskan bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk

menganalisis dan memahami bahan hukum primer yang ada. Seperti

hasil seminar atau makalah dari pakar hukum, koran, majalah, serta

sumber-sumber lain yakni internet yang memiliki kaitan erat dengan

permasalahan yang dibahas.

c. Bahan hukum tersier adalah merupakan bahan hukum sebagai

pelengkap dari kedua bahan hukum sebelumnya, berupa:

1) Kamus Hukum

(20)

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan

(Library Research) yaitu dengan cara mengumpulkan bahan hukum primer dan sekunder. Data-data yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan per

undang-undangan, majalah, dan sumber-sumber lain yang terkait dengan masalah

dalam skripsi ini dikumpulkan untuk dijadikan suatu kesatuan data yang disusun

secara sistematis.

4. Analisis data

Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, dianalisis dengan

deskriptif kualitatif. Metode deskriptif yaitu menggambarkan secara menyeluruh

tentang apa yang menjadi pokok permasalahan. Kualitatif yaitu metode analisis

data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas

dan kebenarannya kemudian dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari

penelitian kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang

diajukan.

F. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian hak cipta

Hak cipta merupakan sebuah istilah yang umum digunakan di masyarakat,

namun masih banyak masyarakat awam yang tidak mengetahui dengan jelas

sampai dimana ruang lingkup hak cipta tersebut. Banyak yang salah dalam

memahami pengertian istilah hak cipta, yang terkadang disamakan dengan

(21)

kenyataannya hak cipta adalah perlindungan hak terhadap beberapa bidang

tertentu saja dalam hak kekayaan intelektual.

Secara harfiah hak cipta terdiri dari dua kata yaitu hak dan cipta. Kata

“Hak” berarti kewenangan yang diberikan kepada pihak tertentu yang sifatnya

bebas untuk digunakan atau tidak. Sedangkan kata “Cipta”adalah hasil karya

manusia dengan menggunakan akal pikiran, perasaan, pengetahuan, imajinasi, dan

pengalaman. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hak cipta berkaitan erat dengan

intelektual manusia.

Ada beberapa pendapat sarjana mengenai pengertian hak cipta, antara lain:

a. WIPO (World Intelectual Property Organization)

“Copy Right is legal from describing right given to creator fpr their literary and artistic works”. Artinya Hak cipta adalah terminologi hukum yang menggambarkan hak-hak yang diberikan kepada pencipta untuk

karya-karya mereka dalam bidang seni dan sastra.

b. Auteurswet 1912

Pasal 1 menyebutkan bahwa hak cipta adalah hak tunggal dari pencipta,

atau hak dari yang mendapat hak tersebut, atas hasil ciptaannya dalam

lapangan kesusasteraan, pengetahuan dan kesenian, untuk mengumumkan

dan memperbanyak dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang

ditentukan oleh undang-undang.

(22)

Pasal V menyatakan bahwa hak cipta meliputi hak tunggal si pencipta

untuk membuat, menerbitkan dan memberi kuasa untuk membuat

terjemahan dari karya yang dilindungi perjanjian ini.

d. J. S. T. Simorangkir

Hak cipta adalah hak tunggal dari pencipta, atau hak daripada yang

mendapat hak tersebut atas hasil ciptaannya dalam lapangan kesusasteraan,

pengetahuan, dan kesenian. Untuk mengumumkan dan memperbanyaknya,

dengan mengngat pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh

undang-undang.

e. Imam Trijono

Hak cipta mempunyai arti tidak saja si pencipta dan hasil ciptaannya yang

mendapatkan perlindungan hukum akan tetapi juga perluasan ini

memberikan perlindungan kepada yang diberi kuasa pun kepada pihak

yang menerbitkan terjemah daripada karya yang dilindungi oleh perjanjian

ini.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta memberikan

pengertian bahwa hak cipta merupakan hak eksklusif yang timbul secara otomatis

setelah suatu ciptaan dilahirkan dalam bentuk nyata. Hak eksklusif adalah hak

yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain

yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa seizin pemegangnya. Hak ini

(23)

dilaksanakan tanpa mengurangi pembatasan-pembatasan hak cipta sebagaimana

diatur dalam UUHC 2014.10

Melalui defenisi hak cipta tersebut dapat diketahui bahwa hak cipta yang

merupakan bagian dari HKI merupakan satu bagian dari benda yang tidak

berwujud (benda immaterial). Hal ini dapat dilihat dari batasan benda yang ada

dalam pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut

KUH Perdata) yang berbunyi: “menurut paham undang-undang yang dimaksud

dengan benda ialah tiap-tiap barang dan hak yang dapat dikuasai oleh hak milik”.

Untuk pasal ini Mahadi menawarkan untuk menurunkan pasal ini ke dalam

ketentuan bahwa yang menjadi objek hak milik adalah benda, dan benda itu dapat

terdiri dari barang dan hak.11

2. Pengertian pencipta

Ketentuan Pasal 1 angka 2 UUHC 2014 ditegaskan bahwa pencipta adalah

seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama

menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Berdasarkan rumusan

tersebut dapat diketahui tentang siapa yang dapat menjadi pencipta jumlahnya

dapat lebih dari satu orang. Apabila penciptanya beberapa orang maka syaratnya

dalam melahirkan suatu ciptaan wajib dilakukan secara bersama-sama. Ada

kerjasama satu dengan yang lain di antara mereka dalam melakukan ciptaan.

Suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh

dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai pencipta ialah orang yang memimpin

serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang

10

Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 9.

11

(24)

tersebut, yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang menghimpun dengan

tidak mengurangi hak cipta masing-masing atas bagian ciptaannya itu. Seseorang

dianggap pencipta jika ia merupakan orang yang merancang ciptaan itu. Hal ini

sejalan dengan ketentuan Pasal 34 UUHC 2014 yang menyatakan :” Dalam hal

ciptaan dirancang oleh seseorang dan diwujudkan serta dikerjakan oleh orang lain

di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, yang dianggap

pencipta yaitu orang yang merancang ciptaan”.

Pasal 35 ayat (1) memberi landasan mengenai penentuan status ciptaan

yang dibuat dalam hubungan dinas. Yang dimaksud dengan hubungan dinas

adalah hubungan kepegawaian di jajaran instansi pemerintah. Prinsipnya, ciptaan

yang dihasilkan dianggap menjadi hak instansi atau lembaga tempat pegawai yang

membuat ciptaan tersebut bernaung dan terikat dalam hubungan dinas. Lembaga

tersebut diakui dan dikukuhkan sebagai pemegang hak cipta dengan tidak

mengurangi hak-hak dan status pegawai yang bersangkutan sebagai

pencipta.dikaitkan dengan pengaturan mengenai hak moral, maka nama pencipta

harus dicantumkan dalam ciptaan meskipun penguasaannya berada di tangan

instansi atau lembaga tempatnya bekerja.

Pasal 37 UUHC 2014 dikatakan: ”Kecuali terbukti sebaliknya, dalam hal

badan hukum melakukan pengumuman, pendistribusian, atau komunikasi atas

ciptaan yang berasal dari badan hukum tersebut, dengan tanpa menyebut

seseorang sebagai pencipta, yang dianggap sebagai pencipta yaitu badan hukum.

Ketentuan ini mengakui badan hukum dapat diberi status dan bertindak sebagai

(25)

hal tidak ada seorang pun yang dinyatakan sebagai penciptanya. Ini berarti, bila

ada pengakuan atau pernyataan seseorang yang mengakui sebagai penciptanya,

maka anggapan hukum seperti itu tidak berlaku.12

3. Pengertian hak ekonomi

Hak ekonomi (Economy Rights) adalah hak yang mempunyai nilai uang, biasanya dapat dialihkan dan dieksploitasi secara ekonomis. Jadi hak ekonomi

merupakan hak memperbanyak dan mengumumkan, yang berlaku secara baku di

dunia (tetapi tidak sama di tiap negara) mencakup misalnya hak

mempertunjukkan/ menyiarkan di depan umum, hak membuat reproduksi/

terjemahan/ adaptasi/ aransemen/ transformasi, dan sebagainya.

Hak ekonomi adalah hak untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas

kekayaan intelektual. Dikatakan hak ekonomi karena HKI adalah benda yang

dapat dinilai dengan uang. Hak ekonomi tersebut berupa keuntungan sejumlah

uang yang diperoleh karena penggunaan sendiri HKI, atau karena penggunaan

oleh pihak lain berdasarkan lisensi. Hak ekonomi itu diperhitungkan karena HKI

dapat digunakan /dimanfaatkan oleh pihak lain dalam perindustrian atau

perdagangan yang mendatangkan keuntungan.13

4. Pengertian jual putus

Pasal 1320 KUH Perdata, jual putus merupakan suatu consensual overeenkomst antara seorang pencipta dengan pihak yang membeli hasil ciptaannya. Artinya jual putus merupakan kesepakatan antara pencipta dengan

pihak yang membeli hasil ciptaanya tanpa harus melalui zakelijke overeenkomst.

12

Henry Soelistyo, Op.Cit, hlm. 68.

13

(26)

Membeli dan menjual adalah dua kata kerja yang sering dipergunakan

dalam istilah sehari-hari yang apabila digabungkan antara keduanya, berarti salah

satu pihak menjual dan pihak lainnya membeli, dan hal itu tidak dapat

berlangsung tanpa pihak lainnya, dan itulah yang disebut perjanjian jual beli.14

Pasal 1457 KUH Perdata mengatur tentang pengertian jual beli, yaitu :

“Perjanjian jual beli merupakan suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu

mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda dan pihak lain untuk

membayar harga yang telah dijanjikan”.

Sama halnya dengan jual putus adalah proses jual beli seperti dalam

defenisi yang umum, dimana setelah dilakukan proses jual beli, penjual tidak

memiliki hak lagi terhadap barang yang dijualnya. Akan tetapi, perjanjian jual beli

yang berlangsung antara penjual dan pembeli tidak selamanya merupakan

perjanjian jual beli yang sederhana bahkan tidak jarang menimbulkan masalah,

diperlukan aturan hukum yang mengatur tentang berbagai kemungkinan yang

dapat timbul dalam perjanjian jual beli.

15

Cara penyerahan barang yang

diperjualbelikan berbeda berdasarkan kualifikasi barang yang diperjualbelikan

tersebut. Adapun cara penyerahan barang tersebut adalah sebagai berikut:16

a. Barang bergerak bertubuh, cara penyerahannya adalah penyerahan nyata

dari tangan penjual atau atas nama penjual ke tangan pembeli, akan tetapi

penyerahan secara langsung dari tangan ke tangan tersebut tidak terjadi

jika barang tersebut dalam jumlah yang sangat banyak sehingga tidak

14

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 125.

15

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1457.

16

(27)

mungkin diserahkan satu persatu, sehingga dapat dilakukan dengan

simbol-simbol tertentu (penyerahan simbolis), misalnya: penyerahan kunci

gudang sebagai simbol dari penyerahan barang yang ada dalam gudang

tersebut.

b. Barang bergerak tidak bertubuh dan piutang atas nama, cara

penyerahannya adalah dengan melalui akta di bawah tangan atau akta

autentik. Akan tetapi, agar penyerahan piutang atas nama tersebut

mengikat bagi si berutang, penyerahan tersebut harus diberitahukan

kepada si berutang atau disetujui atau diakui secara tertulis oleh si

berutang.

c. Barang tidak bergerak atau tanah, cara penyerahannya adalah melalui

pendaftaran atau balik nama.

f. Sistematika Penulisan

Secara garis besar skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) Bab dan

masing-masing bab dibagi lagi dalam beberapa sub bagian dengan kepentingan penulisan:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini menerangkan secara ringkas mengenai latar

belakang permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan,

keaslian penulisan, metode penelitian, tinjauan kepustakaan,

dan sistematika penulisan.

(28)

Bab ini membahas tentang konsep dasar hak cipta, pengaturan

hak cipta dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

tentang Hak Cipta, dan implementasinya dalam memberi

perlindungan hukum bagi pencipta.

BAB III PENGALIHAN HAK EKONOMI DALAM HAK CIPTA

Bab ini membahas tentang bentuk hak ekonomi dalam hak

cipta, syarat dan cara pengalihan hak ekonomi, serta akibat

hukum pengalihan hak ekonomi.

BAB IV PEMBATASAN PENGALIHAN HAK EKONOMI DALAM

BENTUK JUAL-PUTUS MELALUI PERLINDUNGAN

HAK CIPTADI INDONESIA

Dalam membahas tentang pengalihan hak ekonomi dalam

bentuk jual putus, pembatasan pengalihan hak ekonomi dalam

bentuk jual putus melalui perlindungan hak cipta di indonesia,

dan dampak pembatasan pengalihan hak ekonomi dalam

bentuk jual putus terhadap daya cipta para pencipta di

Indonesia.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab terakhir ini memuat kesimpulan dari bagian awal hingga

bagian akhir penulisan yang merupakan ringkasan dari

substansi dari penulisan skripsi ini, dan juga disertai dengan

saran yang diajukan dalam kaitannya dengan masalah yang

(29)

20 BAB II

PENGATURAN HAK CIPTA DI INDONESIA

A. Konsep Dasar Hak Cipta

Suatu bentuk yang nyata dan berwujud (expression) dan sesuatu yang berwujud itu adalah asli (original) atau bukan hasil plagiat merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menikmati perlindungan hukum hak cipta. Konsep

dasar lahirnya hak cipta akan memberikan perlindungan terhadap suatu karya

cipta yang memiliki bentuk yang khas dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan

seseorang atas dasar kemampuan dan kreatifitasnya yang bersifat pribadi.17

1. Yang dilindungi hak cipta adalah ide yang telah berwujud dan asli.

Justifikasi yang paling mendasar untuk HKI adalah bahwa seseorang yang

telah mengeluarkan usaha ke dalam penciptaan memiliki sebuah hak alami untuk

memiliki dan mengontrol apa yang telah mereka ciptakan. Pendekatan ini

menekankan pada kejujuran dan keadilan. Dilihat sebagai perbuatan yang tidak

jujur dan tidak adil jika mencuri usaha seseorang tanpa mendapatkan terlebih

dahulu persetujuannya. Ciptaan yang mendapatkan hak cipta setidaknya harus

memperhatikan beberapa prinsip-prinsip dasar hak cipta, yakni:

Salah satu prinsip yang paling fundamental dari perlindungan hak cipta adalah

konsep bahwa hak cipta hanya berkenan dengan bentuk perwujudan dari suatu

17

(30)

ciptaan, misalnya buku, sehingga tidak berkenaan atau tidak berurusan dengan

substansinya. Dari prinsip dasar ini telah melahirkan dua subprinsip, yaitu:18

a. Suatu ciptaan harus mempunyai keaslian (orisinil) untuk dapat

menikmati hak-hak yang diberikan undang-undang keaslian, sangat

erat hubungannya dengan bentuk perwujudan suatu ciptaan.

b. Suatu ciptaan, mempunyai hak cipta jika ciptaan yang bersangkutan

diwujudkan dalam bentuk tertulis atau bentuk material yang lain. Ini

berarti bahwa suatu ide atau suatu pikiran atau suatu gagasan atau

cita-cita belum merupakan suatu ciptaan.

2. Hak cipta timbul dengan sendirinya (otomatis)

Suatu hak cipta eksis pada saat seseorang pencipta mewujudkan idenya dalam

suatu bentuk yang berwujud yang berupa buku. Dengan adanya wujud dari

suatu ide, suatu ciptaan lahir. Ciptaan yang dilahirkan dapat diumumkan (to make public/ openbaarmaken) dan dapat diumumkan. Suatu ciptaan yang tidak diumumkan, hak ciptanya tetap ada pada pencipta.

3. Suatu ciptaan tidak perlu diumumkan untuk memperoleh hak cipta

Suatu ciptaan yang diumumkan maupun yang tidak diumumkan (published/ unpublished work) kedua-duanya dapat memperoleh hak cipta.

4. Hak cipta suatu ciptaan merupakan suatu hak yang diakui umum (legal right)

yang harus dipisahkan dan harus dibedakan dari penguasaan fisik suatu

ciptaan.

18

(31)

5. Hak cipta bukan hak mutlak (absolut)

Hak cipta bukan suatu monopoli mutlak melainkan hanya suatu limited monopoly. Hal ini dapat terjadi karena hak cipta secara konseptual tidak mengenal konsep monopoli penuh, sehingga mungkin saja seorang pencipta

menciptakan suatu ciptaan yang sama dengan ciptaan yang telah tercipta lebih

dahulu.

Konsep hak cipta di

copyright dalamCopyright

ini diciptakan sejalan dengan penemuan mesi

ini ole

memerlukan tenaga dan biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya

aslinya. Sehingga, kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para pengarang,

yang pertama kali meminta perlindunga

disalin.

Awalnya, hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit

untuk menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai

diundangkan pada tahun

diberikan ke pengarang, bukan penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup

perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa penerbit tidak dapat

mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi jual beli berlangsung.

Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi

(32)

Ketentuan Pasal 27 ayat (2) Deklarasi Hak Asasi Manusia seDunia juga

menyebutkan bahwa setiap orang memiliki hak untuk mendapat perlindungan

(untuk kepentingan moral dan materi) yang diperoleh dari ciptaan ilmiah,

kesusasteraan atau artistik dalam hal dia sebagai pencipta.

Hukum bertindak menjamin pencipta untuk menguasai dan menikmati

secara eksklusif hasil karyanya itu dalam hubungan kepemilikan terhadap hak

cipta dan jika perlu dengan bantuan negara untuk penegakan hukumnya. Jaminan

ini tercermin dalam sistem HKI yang berkembang dengan menyeimbangkan antar

dua kepentingan yaitu pemilik hak cipta dan kebutuhan masyarakat umum. Ada 4

prinsip dalam sistem HKI untuk menyeimbangkan kepentingan individu dengan

kepentingan masyarakat, sebagai berikut:19

1. Prinsip keadilan (the principle of natural justice)

Pencipta yang menghasilkan suatu karya berdasarkan kemampuan

intelektualnya wajar memperoleh imbalan baik berupa materi maupun bukan

materi, seperti adanya rasa aman karena dilindungi, dan diakui atas hasil

karyanya. Hukum memberikan perlindungan kepada pencipta berupa suatu

kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingannya yang disebut hak.

Alasan melekatnya hak pada HKI adalah penciptaan berdasarkan kemampuan

intelektualnya. Perlindungan ini pun tidak terbatas di dalam negeri pencipta

sendiri, melainkan dapat meliputi perlindungan di luar batas negaranya.

2. Prinsip ekonomi (the economic argument)

19

(33)

HKI yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya,

memiliki manfaat dan nilai ekonomi serta berguna bagi kehidupan manusia.

Adanya nilai ekonomi pada HKI merupakan suatu bentuk kekayaan bagi

pemiliknya. Pencipta mendapatkan keuntungan dan kepemilikan terhadap

karyanya, misalnya dalam bentuk pembayaran royalti terhadap pemutaran

musik dan lagu hasil ciptaannya.

3. Prinsip kebudayaan (the cultural argument)

Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra sangat

besar artinya bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban, dan martabat

manusia. Selain itu, akan memberikan keuntungan baik bagi masyarakat,

bangsa, maupun negara. Pengakuan atas kreasi, karya, karsa, cipta manusia

yang dilakukan dalam sistem HKI diharapkan mampu membangkitkan

semangat, dan minat untuk mendorong melahirkan ciptaan baru.

4. Prinsip sosial (the social argument)

Hukum tidak mengatur kepentingan manusia sebagai individu yang berdiri

sendiri terlepas dari manusia yang lain, tetapi hukum mengatur kepentingan

manusia sebagai warga masyarakat. Jadi, manusia dalam hubungannya dengan

manusia lain sama-sama terikat dalam ikatan satu kemasyarakatan. Sistem

HKI dalam memberikan perlindungan kepada pencipta, tidak boleh diberikan

semata-mata untuk memenuhi kepentingan individu dan persekutuan atau

kesatuan itu saja, melainkan berdasarkan keseimbangan kepentingan individu

(34)

Pengaturan hak cipta tidak terlepas dari adanya perjanjian internasional.

Tujuan diadakannya perjanjian internasional melindungi atau memberikan

kepastian hak atas suatu hak yang ditimbulkan dari suatu perjanjian tersebut

kepada setiap peserta negara anggota. Maka jika dikaitkan dengan hak cipta,

maka akan diperoleh suatu tujuan yaitu untuk melindungi hak cipta secara

internasional. Secara internasional dalam hal ini berarti setiap negara peserta.

Perlindungan hak cipta secara internasional saat ini mengikuti beberapa

konvensi internasional antara lain persetujuan TRIPs, Bern Convention, Universal

Copy Rights Convention, Rome Convention. Trade Related Aspects of Intellectual Property Right yang selanjutnya disebut TRIPs awalnya muncul atas antisipasi Amerika dan beberapa negara Eropa yang menilai bahwa World Intellectual Property Organizatio) yang selanjutnya disebut WIPO yang bernaung dibawah Perserikatan Bangsa-Bangsa, tidak mampu melindungi HKI mereka di

pasar internasional, yang akan mengakibatkan neraca perdagangan mereka

menjadi negatif.

TRIPs bertujuan untuk melindungi dan menegakkan hukum hak milik

intelektual guna mendorong timbulnya inovasi, peralihan, serta penyebaran

teknologi, dengan cara menciptakan kesejahteraan sosial dan ekonomi serta

keseimbangan antara hak dan kewajiban (Pasal 7 TRIPs). Secara singkat, ada

beberapa hal penting di dalam Persetujuan TRIPs ini yang menyangkut bidang

hak cipta bila dikaitkan dengan Undang-Undang Hak Cipta Nasional, yaitu :20

20

(35)

1. Di dalam persetujuan ini perlindungan hak cipta atas program kompuer

lamanya harus tidak kurang dari lima puluh tahun (pasal 12 TRIPs), sementara

dalam Undang-Undang Hak Cipta Nasional juga telah disesuaikan menjadi

lima puluh tahun (pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 12

Tahun 1997).

2. Di dalam persetujuan ini dikenal adanya hak penyewaan (rental rights) bagi pemegang hak cipta karya film (video) dan program komputer (pasal 11

TRIPs), yaitu hak yang diberikan kepada pencipta atas kegiatan penyewaan

yang bersifat komersial. Pengaturan mengenai hal ini sudah ada dalam

Undang-Undang Hak Cipta Nasional.

3. Dalam persetujuan ini terdapat pengaturan yang tegas terhadap pelaku

pertunjukan, produsr rekaman musik dan badan penyiaran, hal mana dalam

Undang-Undang Hak Cipta Nasional sudah diatur.

TRIPs berlaku dengan disetujuinya Putaran Uruguay (GATT) pada tanggal

15 Desember 1993 yang kemudian diratifikasi pada bulan April di Marokko oleh

117 negara. Sejak saat itu TRIPs yang merupakan bagian dari GATT berlaku bagi

negara-negara anggotanya, termasuk Indonesia.

Hadirnya Persetujuan TRIPs ini mengakibatkan Indonesia secara tidak

langsung diharuskan untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangannya

dengan berbagai konvensi internasional. Khususnya dalam hak cipta Indonesia

telah melakukan penyempurnaan dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 12

(36)

Penyesuaian dan penyempurnaan tersebut memang dilakukan melalui

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta yang saat ini sudah

tidak berlaku lagi sebab telah mengalami beberapa kali perubahan, namun hal ini

tetap dapat dilihat sebagai suatu sejarah dan dasar adanya kesesuaian antara

konvensi Internasional dengan Undang-Undang Hak Cipta Nasional.

Konvensi Roma 1961 mulai berlaku terhadap negara-negara anggota

Persetujuan TRIPs. Konvensi ini berisikan pengaturan tentang perlindungan bagi

pelaku pertunjukan, produser rekaman suara dan organisasi penyiaran. Yang

menjadi permasalahan pokok yang dituangkan dalam ketentuan konvensi ini

adalah mengenai perlindungan bagi pelaku pertunjukan produser rekaman dan

organisasi penyiaran.

Hak cipta juga diatur dalam Konvensi Bern yang ditandatangani di Bern

pada tanggal 9 September 1886. Adapun konvensi ini telah beberapa kali

mengalami revisi serta penyempurnaan, yaitu: 21

1. Revisi pertama dilakukan di Paris pada tanggal 4 Mei 1986;

2. Revisi kedua di Berlin pada tanggal 13 November 1908;

3. Revisi ketiga di Bern pada tanggal 24 Maret 1914;

4. Revisi keempat di Roma tanggal 2 Juli 1928;

5. Revisi kelima di Brussels pada tanggal 26 Juni 1948;

6. Revisi keenam di Stockholm pada tanggal 14 Juli 1967;

7. Revisi terakhir di Paris pada tanggal 24 Juli 1971.

21Ibid

(37)

Konvensi Bern berpendapat bahwa objek perlindungan hak cipta terdiri

dari karya sastra, ilmu, dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmu,

dan seni dengan cara atau bentuk pengungkapan apapun. Di samping karya asli

dari pencipta pertama, dilindungi juga karya-karya turunan (salinan) seperti

terjemahan, saduran, aransemen music, karya fotografis. Perlindungan juga

diberikan kepada para pencipta atau pemegang hak. Para Pencipta memperoleh

perlindungan yang sama seperti diperoleh mereka dalam negara sendiri atau

perlindungan yang diberikan oleh konvensi ini. Artinya, pencipta merupakan

warga negara dari salah satu negara yang terikat pada konvensi memperoleh

perlindungan di negara-negara yang bergabung dalam Uni ini.22

Kemunculan Protokol Stockholm ini mengakibatkan negara-negara

berkembang yang telah meratifikasi protokol tersebut memperoleh pengecualian Hal ini diatur dalam Pasal 5 (setelah direvisi di Paris tahun 1971), yang

sekaligus merupakan pasal yang terpenting. Menurut pasal ini pencipta akan

menikmati perlindungan yang sama seperti diperoleh mereka dalam negara sendiri

atau perlindungan yang diberikan oleh konvensi ini.

Mengenai revisi dan penyempurnaan terhadap Konvensi Bern ini, hal yang

terpenting adalah penyempurnaan yang memuat protokol (tambahan dari

perjanjian utama) yang memperhatikan kepentingan-kepentingan negara

berkembang dan ini diterima pada revisi di Stockholm tanggal 14 Juli 1967.

Kemudian protokol ini diberi tempat dalam appendix (tambahan/lampiran)

tersendiri dalam konvensi ini.

22

(38)

atau reserve yang berkenan dengan perlindungan yang diberikan oleh Konvensi Bern. Pengecualian itu dapat dilakukan mengenai hal yang berkenaan dengan hak

melakukan penerjemahan, jangka waktu perlindungan, tentang hak untuk

mengutip dari artikel-artikel dari berita-berita pers, hak untuk melakukan siaran

radio dan perlindungan daripada karya-karya sastra dan seni semata-mata untuk

tujuan pendidikan, ilmiah atau sekolah.23

Salah satu ketentuan konvensi universal hak cipta adalah ketentuan

formalitas hak cipta berupa kewajiban setiap hak cipta yang ingin dilindungi

mencantumkan tanda (c) dalam lingkaran disertai nama pencipta, dan tahun karya

cipta tersebut mulai dipublikasikan. Simbol tersebut menunjukkan bahwa hak

cipta telah dilindungi di negara asalnya, dan telah terdaftar di bawah perlindungan

hak cipta.

Konvensi selanjutnya adalah Konvensi Jeneva yang ditandatangani pada

tanggal 6 September 1952 yang mengatur tentang hak cipta universal dan dikenal

sebagai Universal Copyright Convention. Konvensi ini mulai berlaku pada tanggal 16 September 1955. Tujuan dari konvensi ini adalah untuk memberikan

perlindungan hak cipta secara universal.

24

Setelah mengalami revisi pada tanggal 24 Juli 1971 di Paris, konvensi ini

terdiri dari 21 pasal dan dilengkapi dengan 3 protokol. Protokol I mengenai

perlindungan karya dari orang yang tanpa kewarganegaraan dan

orang-orang pelarian, ataupun para pengungsi. Secara internasional hak cipta mereka itu

perlu dilindungi. Protokol II mengenai berlakunya konvensi ini atas karya-karya

23

OK. Saidin.,Op. Cit. hlm. 216.

24

(39)

daripada organisasi-organisasi internasional tertentu. protokol III berkenaan

dengan cara-cara untuk memungkinkan turut sertanya negara dalam konvensi ini

dengan cara bersyarat.

Konvensi Bern jika dibandingkan dengan Konvensi Jeneva maka di situ

terdapat perbedaan mengenai dasar falsafah yang dianut. Konvensi Bern

menganut dasar falsafah Eropa yang menganggap hak cipta sebagai hak alamiah

pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang menimbulkan hak

monopoli. Sedangkan Konvensi Jeneva di samping kepentingan individu juga

memperhatikan kepentingan umum. Konvensi Jeneva mencoba untuk

mempertemukan antara falsafah Eropa dan falsafah Amerika yang memandang

hak monopoli yang diberikan kepada pencipta diupayakan pula agar

memperhatikan kepentingan umum.25

Konvensi-konvensi internasional ini telah diratifikasi oleh pemerintah

Indonesia. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi

Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO), yang mencakup pula

Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights – TRIPs (“Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual”).

Universal Copyrights Convention berpendapat bahwa hak cipta itu ditimbulkan oleh karena adanya ketentuan yang memberikan hak seperti itu

kepada pencipta. Oleh sebab itu jika dilihat dalam UUHC 1982 yang diperbaharui

dengan UUHC 1987 dan UUHC 1997 menganut sistem yang terakhir ini, dimana

hak cipta itu dilahirkan oleh undang-undang.

25Ibid

(40)

Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk undang-undang Nomor 7 tahun

1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui

Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty (“Perjanjian Hak Cipta WIPO”) melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.

B. Pengaturan Hak Cipta dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

tentang Hak Cipta

Pengaturan hak cipta sudah lama dikenal dan dimiliki di Indonesia sebagai

hukum positif sejak zaman Hindia Belanda dengan berlakunya Auteurswet 1912. Pada tahun 1982 ini kemudian disahkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982

tentang Hak Cipta sebagai pengganti Auteurswet 1912. Undang-undang ini

kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 dan kemudian

diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 yang selanjutnya dicabut

dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Undang-undang ini berlaku sampai tahun 2014, yang kemudian digantikan oleh

undang-undang hak cipta terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

yang berlaku hingga saat ini.

Pengaturan yang berlaku bagi perlindungan hak cipta di Indonesia saat ini

adalah Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Undang-undang ini disebutkan lebih memberi perlindungan bagi para pencipta di

Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari pasal-pasal di dalamnya yang lebih memberi

(41)

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta sebelumnya

mengatur hak cipta dalam 78 Pasal, namun dalam UUHC 2014 telah dilakukan

perubahan dan penyempurnaan terhadap pasal-pasal dalam hak cipta, serta

penambahan pasal sehingga UUHC 2014 mengatur mengenai hak cipta dalam 126

pasal.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ini mengatur

lebih banyak mengenai defenisi, seperti adanya defenisi atas “fiksasi”,

“fonogram”, “penggandaan”, “royalti”, “Lembaga Manajemen Kolektif”,

“pembajakan”, “penggunaan secara komersial”, “ganti rugi”, dan sebagainya.

UUHC 2014 membahas lebih detail isu yang sebelumnya telah dicantumkan

dalam undang-undang lama. Sebagai contoh, pembahasan hak ekonomi, hak

cipta, dan hak terkait diberi porsi 17 pasal. Termasuk di dalamnya adalah

ketentuan mengenai kepemilikan hak ekonomi pencipta yang telah dijual putus

(sold flat) kepada pihak lain akan beralih kembali kepada pencipta setelah 25 tahun (Pasal 18 UUHC 2014) dan ketentuan yang sama untuk performer lagu

dan/atau musik yang telah dijual hak ekonominya (Pasal 30 UUHC 2014).26

Penjelasan Umum UUHC 2014 ini menunjukkan bahwa secara garis besar

UUHC 2014 memiliki perbedaan dengan undang-undang sebelumnya.

Undang-undang ini mengatur antara lain tentang:27

1. Perlindungan hak cipta dilakukan dengan waktu lebih panjang;

26

Selvie Sinaga, “Catatan Terhadap UU Hak Cipta Baru”, Kompas, Februari 2015).

27

(42)

2. Perlindungan yang lebih baik terhadap hak ekonomi para pencipta dan/atau

pemilik hak terkait, termasuk membatasi pengalihan hak ekonomi dalam

bentuk jual putus (sold flat);

3. Penyelesaian sengketa secara efektif melalui proses mediasi, arbitrase, atau

pengadilan sera penerapan delik aduan untuk tuntutan pidana;

4. Pengelola tempat perdagangan bertanggungjawab atas tempat penjualan

dan/atau pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di pusat tempat

perbelanjaan nyang dikelolanya;

5. Hak cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan objek

jaminan fidusia;

6. Menteri diberi kewenangan untuk menghapus ciptaan yang sudah dicatatkan,

apabila ciptaan tersebut melanggar norma agama, norma susila, ketertiban

umum, pertahanan dan keamanan negara, serta ketentuan peraturan

perundang-undangan;

7. Pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait menjadi anggota Lembaga

Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan atau royalti;

8. Pencipta dan/atau pemilik hak terkait mendapat imbalan royalti untuk ciptaan

atau produk hak terkait yang dibuat dalam hubungan dinas dan digunakan

secara komersial;

9. Lembaga Manajemen Kolektif yang berfungsi menghimpun dan mengelola

hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait wajib mengajukan permohonan

(43)

10.Penggunaan hak cipta dan hak terkait dalam sarana multimedia untuk

merespon perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

Selain itu dalam UUHC 2014 Pasal 16 ayat (1) diatur juga tentang

pengalihan hak cipta dengan wakaf, dan dalam ayat (3) dikatakan bahwa hak cipta

adalah benda bergerak tidak berwujud yang dapat dijaminkan dengan jaminan

fidusia. Mengenai jangka waktu perlindungan hak cipta yang lebih panjang, dalam

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta disebutkan bahwa

jangka waktu perlindungan hak cipta adalah selama hidup pencipta dan

berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia, dan dalam UUHC

2014, masa berlaku hak cipta diperpanjang menjadi seumur hidup pencipta

ditambah 70 tahun setelah meninggal.

Hak cipta dalam UUHC 2014 terbagi atas dua jenis hak, yaitu hak

ekonomi dan hak moral. Hak moral pencipta tanpa batas waktu seperti yang

dimaksudkan dalam Pasal 57 ayat (1) UUHC 2014 adalah hak untuk tetap

mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan

dengan pemakaian ciptaannya untuk umum; menggunakan nama aslinya atau

nama samarannya; mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan,

mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan

diri atau reputasinya, berlaku tanpa batas waktu. Sedangkan hak moral pencipta

yang berjangka waktu sebagaimana yang dimaksudkan dalam ayat (2) adalah hak

untuk mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat; dan

mengubah judul dan anak judul ciptaan, berlaku selama berlangsungnya jangka

(44)

Undang-undang ini juga mengatur dalam Pasal 58 bahwa untuk hak

ekonomi atas ciptaan, perlindungan hak cipta berlaku selama hidup pencipta dan

terus berlangsung selama 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia, terhitung

mulai 1 Januari tahun berikutnya. Jika dimiliki oleh badan hukum, maka berlaku

selama 50 tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman.

Pasal 58 ayat (1) UUHC 2014 diatur juga bahwa perlindungan dalam pasal

tersebut hanya berlaku bagi ciptaan berupa:28

a. Buku, pamphlet, dan semua hasil karya tulis lainnnya;

b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lain;

c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu

pengetahuan;

d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;

e. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomime;

f. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,

kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;

g. Karya arsitektur;

h. Peta; dan

i. Karya seni batik atau seni motif lain.

Namun dalam Pasal 59 ayat (1) UUHC 2014 diatur bahwa ciptaan

berupa:29

a. Karya fotografi;

b. Potret;

28

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Bab IX, Pasal 58.

29

(45)

c. Karya sinematografi;

d. Permainan video;

e. Program komputer;

f. Perwajahan karya tulis;

g. Terjemahan, tafsiran, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi,

aransemen, modifikasi, dan karya lain dari hasil transformasi;

h. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi

ekspresi budaya tradisional;

i. Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca

dengan program komputer atau media lainnya; dan

j. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut

merupakan karya yang asli; berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali

diumumkan.

Ciptaan berupa karya seni terapan, perlindungan hak cipta berlaku selama

25 tahun sejak pertama kali diumumkan. Hal lain yang diatur dalam

undang-undang ini adalah adanya larangan bagi pengelola tempat perdagangan untuk

membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta

dan/atau hak terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya. Menurut Pasal 114

UUHC 2014 pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 10 UUHC 2014 tersebut

dijatuhi pidana denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pengelolaan hak ekonomi dalam hak cipta diatur dalam undang-undang

ini yaitu dalam Pasal 1 angka 22 UUHC 2014 yang menyebutkan adanya

(46)

badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh pencipta pemegang hak cipta,

dan/atau pemilik hak terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk

menghimpun dan mendistribusikan royalti.

Perbaikan dan penyempurnaan dalam UUHC 2014 ini bertujuan untuk

memberi perlindungan yang lebih baik terhadap pencipta dan kepada pihak-pihak

lainnya, seperti adanya kepastian hukum sebagai jaminan terhadap hak-hak

masing-masing pihak dalam hak cipta. Tujuan ini tentu akan tercapai jika

dilaksanakan secara benar dan tepat oleh seluruh pihak dengan adanya kesadaran

dari setiap pihak akan keberadaan undang-undang ini sebagai payung hukum bagi

perlindungan hak cipta di Indonesia.

C. Implementasi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

dalam Memberi Perlindungan Hukum bagi Pencipta

Hukum berfungsi sebagai alat perlindungan kepentingan manusia, agar

kepentingan manusia itu terlindungi, sehingga hukum harus dilaksanakan.

Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat juga

dapat terjadi karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini, hukum yang telah

dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum itu

menjadi kenyataan.30

Perlindungan hukum terhadap hak cipta sesungguhnya merupakan

pengakuan terhadap hak eksklusif, yaitu hak untuk menikmati sendiri manfaat

ekonomi pada ciptaan, dengan mengecualikan orang lain yang tanpa

30

(47)

persetujuannya untuk turut menikmatinya. Hukum melindungi monopoli serupa

itu dan mencegah orang lain mengambil manfaat dari ciptaannya secara tidak adil.

Pencipta dapat menikmati sendiri hasil jerih payahnya tanpa gangguan

apapun yang dapat merugikan kepentingannya dengan monopoli. Kekuatan

proteksi monopoli itu yang diharapkan menjadi insentif untuk memacu kreativitas

dan berkembangnya daya inovasi masyarakat, sehingga dapat melahirkan

ciptaan-ciptaan baru yang lebih banyak dan beragam.

Setidaknya ada beberapa alasan mengapa begitu pentingnya bagi seluruh

pihak di Indonesia untuk memberi perhatian serius terhadap hak cipta, yaitu: 31

1. Hak cipta mengandung budaya berpikir rasional, budaya berpikir kreatif,

budaya bekerja dan berkarya, dan budaya menghormati karya atau jerih payah

orang lain. Macam-macam budaya itu sangat diperlukan jika ingin

membangun masyarakat atau negara maju.

2. Perkembangan dunia telah memasuki babak baru bahwa barang-barang

ber-HKI umumnya dan ber-hak cipta khususnya sudah menjadi komoditi yang

bernilai tinggi secara ekonomi. Semakin banyak negara menghasilkan barang

ber-hak cipta semakin besar peluang meningkatkan devisa negara. Pada masa

sekarang maupun yang akan datang, Indonesia tidak dapat lagi hanya

mengandalkan komoditi ekspor yang bersumber dari (hasil) alam. Sumber

daya alam itu terbatas dan suatu saat akan habis.

3. Lahirnya WTO yang diikuti dengan TRIPs merupakan genderang persaingan

bebas, bahkan pertarungan satu lawan satu antarnegara, dan secara riil adalah

31Ibid

(48)

persaingan antarmanusia. Kecerdasan, kreativitas, dan kecepatan bertindak

manusia adalah kunci memenangkan persaingan . Apabila bangsa kita tetap

tidak concern dengan budaya hak cipta, selamanya budaya mencipta (yang membutuhkan kecerdasan, kreativitas, dan kecepatan bertindak) tidak akan

berkembang di Indonesia. Jika budaya mencipta tidak berkembang, seterusnya

bangsa kita hanya menjadi pembeli atau konsumen produk-produk asing

(Eropa, Amerika, Jepang, Korea, dan lain-lain) seperti selama ini.

Munculnya UUHC 2014 merupakan suatu penyempurnaan yang

dilakukan terhadap undang-undang sebelumnya. Tujuan dari penyempurnaan ini

tentunya diarahkan pada perlindungan yang lebih baik yang diberikan terhadap

pencipta dan ciptaannya.

Perkembangan yang semakin pesat dalam bidang ilmu pengetahuan,

teknologi, seni dan sastra menimbulkan kebutuhan akan adanya peningkatan

perlindungan dan jaminan kepastian hukum bagi pencipta, pemegang hak cipta,

dan juga pemilik hak terkait. Turut sertanya Indonesia dalam berbagai perjanjian

internasional di bidang hak cipta dan hak terkait juga mendorong Indonesia untuk

mengaplikasikannya secara lebih lanjut dalam sistem hukum nasional, agar para

pencipta dan kreator nasional mampu berkompetisi dalam jangkauan

internasional.

Hal ini juga termasuk dalam beberapa latar belakang lahirnya UUHC 2014

menggantikan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Dari

penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa tujuan dari lahirnya undang-undang

(49)

terhadap pencipta. Hal ini dapat dilihat dari pasal-pasal dalam undang-undang

tersebut yang menunjukkan keseriusan perlindungan yang diberikan terhadap

pencipta, pemegang hak cipta dan pemilik hak terkait.

Implementasi dari UUHC 2014 belum banyak yang dapat dilihat secara

nyata dalam penegakan hukum di Indonesia. Hal ini disebabkan undang-undang

ini masih baru diberlakukan sejak akhir tahun 2014. Namun secara teori dapat

dilihat gambaran dari pemberlakuan undang-undang ini dalam melindungi

hak-hak para pihak-hak dalam hak-hak cipta di Indonesia.

Terdapat beberapa perubahan dalam UUHC 2014 antara lain adanya

perlindungan hak ekonomi dan hukum pencipta serta industri teknologi informasi

dan komunikasi, dimana pada undang-undang terdahulu masalah hak ekonomi

diletakan pada bagian umum penjelasan. Sedang dalam UUHC 2014 ini, hak

ekonomi pencipta atau pemegang hak cipta diatur dalam pasal khusus yakni Pasal

8-11 UUHC 2014, hak ekonomi atas potret dalam Pasal 12-15 UUHC 2014 yang

pengalihannya diatur dalam Pasal 16-19 UUHC 2014.

Demikian dalam jangka perlindungan, juga mengalami perubahan yang

signifikan dimana dalam UUHC 2014 diberikan seumur hidup dan 70 tahun

sesudah meninggal, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002

tentang Hak Cipta hanya diberikan tambahan selama 50 tahun setelah

meninggal.32

32

“UU Hak Cipta Baru”, TRENDMARK Konsultan Hak Kekayaan Intelektual,

Implementasi dari pasal ini tentunya akan memberikan dampak

positif bagi pencipta, dimana pencipta lebih dihargai dengan adanya perpanjangan

(50)

waktu perlindungan. Sehingga baik pencipta maupun keturunannya nanti masih

dapat menikmati hak-hak atas ciptaannya.

Pendaftaran ciptaan yang dulunya diatur dalam Undang-Undang Nomor

19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta kini diatur dalam UUHC 2014

Referensi

Dokumen terkait

Pengaturan hukum mengenai hak ekonomi menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menunjukkan hak ekonomi merupakan hak eksklusif pencipta atau pemegang hak

Perlindungan hak ekonomi terhadap pemegang hak cipta video klip menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta harus lebih diperhatikan lagi,

Program komputer merupakan salah satu bentuk hak cipta yang diberikan perlindungan secara hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak

Industri batu alam buatan: Dikarenakan batu alam adalah bahan alam yang tidak dapat diperbaharui, dan sekarang sulit untuk didapatkan dengan harga yang semakin

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui analisis pengaruh kualitas website (WebQual) terhadap kepuasan pengguna bukalapak di kota bandung.. Penelitian

Variabel Credit Risk (CR) atau yang biasa disebut dengan rasio Non Performing Financing (NPF), variabel ini memiliki nilai koefisien 0.0843 dengan nilai t-Stat

Untuk mengetahui kadar antioksidan pada buah kiwi, dilakukan serangkaian analisis... Analisis kuantitatif berupa penentuan aktivitas antioksidan, kadar flavonoid kadar fenolik

Syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan proposal skripsi