commit to user
PENERAPAN PENDEKATAN BERMAIN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR LOMPAT JANGKIT PADA SISWA KELAS
XII IPA 3 SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011
SKRIPSI
Oleh:
AGUS SRI MURDIYANTO
K4606016
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
PENERAPAN PENDEKATAN BERMAIN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR LOMPAT JANGKIT PADA SISWA KELAS
XII IPA 3 SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011
Oleh:
AGUS SRI MURDIYANTO
K4606016
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi
Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan.
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pembimbing I
Drs. H. Agus Margono, M.Kes NIP. 19580822 198403 1 002
Pembimbing II
commit to user
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan.
Pada hari : Senin
Tanggal : 27 Desember 2010
Tim Penguji Skripsi :
(Nama Terang) (Tanda Tangan)
Ketua : Drs. H. Mulyono, M.M.
Sekretaris : Waluyo, S.Pd, M.Or
Anggota I : Drs. H. Agus Margono, M.Kes
Anggota II : Drs. Budhi Satyawan, M.Pd
Disahkan oleh :
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
commit to user
v ABSTRAK
Agus Sri Murdiyanto. PENERAPAN PENDEKATAN BERMAIN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR LOMPAT JANGKIT PADA SISWA KELAS XII IPA 3 SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Desember 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk: mengetahui efektifitas penerapan pendekatan
bermain untuk meningkatkan hasil belajar lompat jangkit pada siswa kelas XII IPA 3
SMA Negeri 4 Surakarta tahun pelajaran 2010 / 2011.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Intack
Group dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII IPA 3 SMA Negeri 4 Surakarta
tahun pelajaran 2010 /2011 yang berjumlah 36 siswa. Data hasil belajar lompat
jangkit diperoleh melalui tes unjuk kerja, lembar observasi digunakan untuk
mengumpulkan data kegiatan siswa di dalam mengikuti proses pembelajaran teknik
dasar lompat jangkit melalui penerapan pendekatan bermain.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: bahwa hasil kemampuan
siswa dalam melakukan rangkaian gerakan lompat jangkit meningkat dari 22 % pada
kondisi awal menjadi 61 % pada akhir siklus I dan meningkat menjadi 94 % pada
akhir siklus II. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa penerapan
pendekatan bermain dapat meningkatkan hasil belajar lompat jangkit pada siswa kelas
commit to user
vi MOTTO
Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling berguna bagi orang lain.
( HR. Al Qodla’iy )
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu
telah selesai (dari sesuatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
(urusan) yang lain.
(QS. Insyirah: 6-7)
Yakinlah apapun yang terjadi padamu adalah jalan terbaik yang
dipilihkan Allah untukmu. Hidup tidak untuk mengeluh, tapi hidup harus
dijalani dan disyukuri.
commit to user
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada :
Bapak, Ibu Tercinta dan sekeluarga Yang selalu mendukungku.
Teman kos dan Sahabat terkasih yang Selalu membantuku dalam
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis panjatkan dengan kesungguhan hati kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan berkat dan karunia-Nya yang setiap waktu
penulis terima dan rasakan, sehingga penyelesaian skripsi ini dapat tepat waktu.
Disadari bahwa penulisan skripsi ini banyak mangalami hambatan, tetapi berkat bantuan
dari beberapa pihak maka hambatan tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ketua Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi Jurusan
Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Drs. H. Agus Margono, M. Kes sebagai pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam menyusun skripsi.
5. Drs. Budhi Satyawan, M.Pd sebagai pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam menyusun skripsi.
6. Kepala Sekolah dan Guru Penjas SMA Negeri 4 Surakarta yang telah memberikan
ijin penelitian.
7. Siswa kelas XII IPA 3 SMA Negeri 4 Surakarta yang telah bersedia menjadi sampel
penelitian.
8. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
Semoga segala amal baik tersebut mendapatkan imbalan dari Tuhan yang
Maha Esa. Akhirnya berharap semoga hasil penelitian yang sederhana ini dapat
bermanfaat.
commit to user
ix DAFTAR ISI
JUDUL ... i
PENGAJUAN ... ii
PERSETUJUAN ... iii
PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C. Pembatasan Masalah ... 5
D. Rumusan Masalah ... 5
E. Tujuan Penelitian ... 5
F. Manfaat Hasil Penelitian ... 5
BAB II. LANDASAN TEORI ... 7
A. Tinjauan Pustaka ... 7
1. Kurikulum ... 7
commit to user
x
3. Kurikulum Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan SMA
... 12
4. Lompat Jangkit ... 14
5. Pembelajaran ... 23
6. Pendekatan Pembelajaran ... 27
7. Pendekatan Pembelajaran Bermain ... 34
B. Kerangka berfikir ... 38
C. Perumusan Hipotesis ... 39
BAB III. METODE PENELITIAN ... 40
A. Setting Penelitian ... 40
1. TempatPenelitian ... 40
2. Waktu Penelitian ... 40
3. Siklus Penelitian ... 40
B. Persiapan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ... 41
C. Subjek Penelitian ... 41
D. Sumber Data ... 41
E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 41
F. Analisis data ... 42
G. Prosedur Penelitian... 42
1. Rancangan Siklus... 43
a. Tahap Perencanaan... 43
b. Tahap Pelaksanaan... 43
c. Pengamatan Tindakan... 44
d. Tahap Evaluasi (Refleksi)... 44
2. Rancangan Siklus II... 44
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN... 45
A. Deskripsi Kondisi Awal (Pra Sikklus)...…… 45
commit to user
xi
C. Siklus II... 58
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 70
A. Simpulan... 70
B. Saran... 70
DAFTAR PUSTAKA... 72
LAMPIRAN... 75
commit to user
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.Ilustrasi awalan lompat jangkit ... 17
Gambar 2.Ilustrasi jingkat lompat jangkit... 19
Gambar 3. Ilustarasi langkah lompat jangkit... 20
Gambar 4. Ilustrasi lompat dalam lompat jangkit... 21
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Rincian Kegiatan Waktu dan Jenis Kegiatan………... 40
Tabel 2. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ... 42
Tabel 3. Deskripsi Kondisi Awal ... 45
Tabel 4. Deskripsi Hasil Tes Belajar Pada Siklus I ... 57
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. RPP Siklus 1 pada pertemuan 1 ... 76
Lampiran 2. RPP Siklus 1 pada pertemuan 2 ... 82
Lampiran 3. RPP Siklus 1 pada pertemuan 3 ... 90
Lampiran 4. RPP Siklus 2 pada pertemuan 1 ... 95
Lampiran 5. RPP Siklus 2 pada pertemuan 2 ... 102
Lampiran 6. RPP Siklus 2 pada pertemuan 3 ... 109
Lampiran 7. Tabel. Kemampuan siswa dalam melakukan rangkaian gerakan lompat jangkit pada kondisi awal (pra siklus)... 114
Lampiran 8. Tabel. Kemampuan siswa dalam melakukan rangkaian gerakan lompat jangkit pada siklus I... 116
Lampiran 9. Tabel. Kemampuan siswa dalam melakukan rangkaian gerakan lompat jangkit pada siklus II... 118
commit to user
commit to user
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan jasmani merupakan suatu proses pembelajaran melalui
aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani,
mengembangkan kemampuan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan
aktif, sikap sportif dan kecerdasan emosi. Tujuan yang ingin dicapai melalui
pendidikan jasmani mencakup pengembangan individu secara menyeluruh.
Artinya, cakupan pendidikan jasmani tidak hanya pada aspek jasmani saja tetapi
juga aspek mental, emosional, sosial dan sepiritual.
Pendidikan jasmani dan kesehatan yang diajarkan di sekolah memiliki
peranan sangat penting yaitu, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
terlibat langsung dalam berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani,
olahraga dan kesehatan yang terpilih yang dilakukan secara sistematis.
Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina pertumbuhan fisik
dan pengembangan psikis yang lebih baik, sekaligus membentuk pola hidup sehat
dan bugar sepanjang hayat.
Pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani didalamnya diajarkan
beberapa cabang olahraga yang terangkum kurikulum pendidikan jasmani. Salah
satu cabang olahraga yang diajarkan dalam pendidikan jasmani yaitu atletik.
Atletik merupakan induk dari semua cabang olahraga yang diajarkan dari sekolah
tingkat paling rendah (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) bahkan Peguruan Tinggi (PT). Seperti dikemukakan
Yoyo Bahagia, Ucup Yusuf dan Adang Suherman (1999/2000: 1) bahwa, “atletik
merupakan salah satu mata pelajaran pendidikan jasmani kepada siswa dari
Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP) dan Sekolah
Menengah Atas (SMA)”.
Berdasarkan jenisnya materi pendidikan jasmani dikelompokkan menjadi
commit to user
wajib diberikan siswa. Cabang olahraga yang tercakup dalam materi pokok antara
lain: atletik, senam, dan permainan. Sedangkan meteri pilihan sesuai dengan
kemampuan dan situasi serta kondisi sekolah masing-masing.
Atletik adalah salah satu materi pokok yang diajarkan dalam pendidikan
jasmani. Maksud dan tujuan diajarkan cabang olahraga atletik yaitu, untuk
membantu perkembangan dan pertumbuhan siswa serta mengenalkan
nomor-nomor atetik. Nomor-nomor-nomor atletik yang diajarkan meliputi jalan, lari, lompat,
lempar. Dari tiap-tiap nomor tersebut didalamnya terdapat beberapa nomor yang
dilombakan atau dipertandingkan. Untuk nomor lari terdiri dari: lari jarak pendek,
jarak menengah jarak jauh atau marathon, lari gawang, lari sambung, dan lari
lintas alam. Nomor lompat meliputi lompat jauh, lompat tinggi, lompat jangkit,
lompat tinggi galah, nomor lempar meliputi lempar cakram, lempar lembing, tolak
peluru dan lontar martil.
Lompat jangkit salah satu nomor lompat dalam cabang olahraga atletik
yang diajarkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK). Lompat Jangkit merupakan suatu rangkaian lompatan yang
terdiri dari awalan lari, kemudian jingkat (hop), melangkah (step), dan lompat
(jump) dan mendarat yang dilakukan secara berurutan dan terpadu untuk
mencapai jarak lompatan yang sejauh-jauhnya.
Upaya membelajarkan lompat jangkit pada siswa sekolah perlu
diterapkan cara mengajar yang baik dan tepat. Hal ini karena, para siswa pada
umumnya belum menguasai teknik lompat jangkit, bahkan para siswa kurang
senang dengan pembelajaran atletik. Untuk mengatasi hal tersebut, maka
pembelajaran lompat jangkit hendaknya bisa diajarkan secara bervariasi dalam
bentuk aktivitas yang menyenangkan. Upaya meningkatkan motivasi belajar siswa
terhadap pelajaran atletik harus diterapkan melalui bentuk-bentuk pendekatan
pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Seorang guru
harus mampu menerapakan pendekatan pembelajaran yang baik dan tepat.
Dengan pendekatan pembelajaran yang tepat, siswa akan mudah menerima materi
commit to user
Pendekatan bermain merupakan salah satu cara belajar yang dalam
pelaksanaannya dilakukan melalui bentuk permainan. Dalam pendekatan bermain
siswa diberi kebebasan untuk mengekspresikan kemampuannya terhadap tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Dengan cara bermain diharapkan siswa dapat
memliki kreativitas dan inisiatif untuk memecahkan masalah yang muncul selama
proses pembelajaran berlangsung. Melalui bermain dikembangkan juga unsur
kompetitif, sehingga siswa saling berlomba menunjukkan kemampuannya.
Model pendekatan bermain, dimaksudkan untuk mengembangkan
aspek-aspek kemampuan motorik melalui aktivitas bermain yang variatif, berjenjang
tingkat kesulitannya. Permainan atletik merupakan kombinasi antara kegembiraan
gerak dan tantangan tugas gerak yang dekat dengan pengalaman nyata. Dengan
demikian guru dapat memanfaatkan pendekatan bermain ini untuk memotivasi
siswa melakukan lompat jangkit dengan memberikan materi yang merangsang
untuk bermain, yaitu menggunakan pemanasan dengan permainan agar siswa
senang dalam mengikuti pembelajaran lebih lanjut.
Berdasarkan uraian pendekatan pembelajaran bermain yang telah
diungkapkan di atas menggambarkan bahwa, pendekatan bermain merupakan
salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan
pencapaian hasil belajar lompat jangkit. Namun pencapaian hasil belajar tidak
hanya dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran saja, masih ada faktor lain
seperti kemampuan kondisi fisik siswa, motivasi, sarana dan prasarana dan
lain-lain.
Upaya untuk mengatasi permasalahan dalam pencapaian hasil belajar
lompat jangkit tersebut, maka perlu dikaji dan diteliti lebih mendalam baik secara
teoritik maupun praktik melalui Penelitian Tindakan Kelas. Sebagai sampel yang
akan diteliti dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII IPA 3 SMA Negeri 4
Surakarta Tahun Pelajaran 2010/2011.
Berdasarkan Program Pengalaman Lapangan (PPL) yang dilakukan,
pembelajaran pendidikan jasmani yang telah dilaksanakan di SMA Negeri 4
Surakarta masih terdapat banyak kendala yang dihadapi, misalnya siswa kurang
commit to user
pelajaran dan fasilitas yang dimiliki sekolah terbatas. Hal tersebut juga diperkuat
dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti. Dari hasil tes lompat jangkit
yang telah dilakukan hasil belajar siswa sangat rendah.
Selain observasi yang telah dilakukan hal ini juga terlihat dari
pengalaman peneliti saat PPL, dalam pembelajaran atletik masih ada beberapa
meteri atletik yang belum di ajarkan, misalnya materi lompat jangkit. Padahal
dalam silabus dicantumkan bahwa kelas XII semester I terdapat materi lompat
jangkit. Tetapi dalam kenyataannya pada saat peneliti memberikan materi lompat
jangkit siswa tidak mengetahuinya. Hal ini disebabkan karena guru penjas orkes
belum pernah memberikan materi lompat jangkit.
Berdasarkan permasalahan di atas dirasa perlu diadakan penelitian agar
ditemukan solusi yang tepat guna menyelesaikan permasalahan pembelajaran
dalam pendidikan jasmani, maka dikemukakanlah judul penelitian “Penerapan
Pendekatan Bermain Untuk meningkatkan Hasil Belajar Lompat Jangkit Pada
Siswa Kelas XII IPA 3 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,
masalah dalam penelitian dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Banyak kendala yang dihadapi dalam pembelajaran Lompat Jangkit di SMA
Negeri 4 Surakarta.
2. Siswa kelas XII IPA 3 SMA Negeri 4 Surakarta belum menguasai teknik
dasar lompat jangkit dengan benar.
3. Pendekatan pembelajaran yang diterapkan di SMA Negeri 4 Surakarta
belum menunjukkan hasil yang optimal, sehingga perlu pendekatan
pembelajaran yang baik dan tepat.
4. Belum diketahui efektifitas pendekatan pembelajaran bermain terhadap hasil
commit to user
C. Pembatasan Masalah
Banyaknya masalah yang muncul dalam penelitian maka perlu dibatasi
agar tidak mennyimpang dari tujuan penelitian. Pembatasan masalah dalam
penelitian sebagai berikut:
1. Pada siswa kelas XII IPA 3 SMA Negeri 4 Surakarta Penguasaan teknik
dasar lompat jangkit dengan benar.
2. Efektifitas pendekatan bermain tehadap hasil belajar lompat jangkit.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah, masalah
dalam penelitian ini dapat di rumuskan sebagai berikut:
Apakah Penerapan Pendekatan Bermain Dapat Meningkatkan Hasil Belajar
Lompat Jangkit Siswa Kelas XII IPA 3 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun
Pelajaran 2010 / 2011?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah disampaikan diatas, tujuan
penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui apakah model pendekatan bermain dapat meningkatkan
hasil belajar lompat jangkit siswa kelas XII IPA 3 SMA Negeri 4 Surakarta
Tahun Pelajaran 2010/2011?
F. Manfaat Penelitian
Setelah penelitian ini selesai, diharapkan mempunyai manfaat sebagai
berikut:
1. Bagi siswa, dapat meningkatkan kemampuan lompat jangkit serta
commit to user
2. Bagi guru pendidikan jasmani, dapat dijadikan pedoman untuk menentukan
dan memilih pendekatan pembelajaran lebih baik dan efektif untuk
meningkatkan hasil belajar lompat jangkit untuk siswanya.
3. Bagi Lembaga Pendidikan ( Instansi ), sebagai bahan masukan, saran, dan
informasi terhadap sekolah, instansi, lembaga pendidikan untuk
mengembangkan strategi belajar mengajar yang tepat dalam rangka
meningkatkan kualitas proses dan kuantitas hasil belajar siswa maupun
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kurikulum
Kurikulum berasal dari kata latin “curricula” yang semula berarti suatu
jalan untuk mencapai tujuan pengajaran. Kemudian istilah tersebut berkembang
menjadi sejumlah mata pelajaran (silabus) yang diberikan di suatu lembaga
pendidikan untuk memperoleh sertifikat atau ijasah tertentu.
Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat (19) Kurikulum
memiliki pengertian “seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelengaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu” (Masnur
Muslich, 2007 : 01)
Selain itu penjelasan mengenai kurikulum dari beberapa ahli yang
dikutip dalam Achasius Kaber (1988:3), diantaranya:
Harnack (1968) : Kurikulum meliputi semua pengalaman belajar dan mengajar yang terpimpin dan diarahkan oleh sekolah.
James Popham dan Eva Baker ( 1970) : Kurikulum sebagai hasil belajar yang direncanakan, dimana tanggung jawab dipegang oleh sekolah.
Ronald C. Doll (1978) : Kurikulum adalah bahan dan proses baik yang bersifat formal maupun informal yang mana anak memperoleh pengetahuan dan pengertian, mengembangankan ketrampilan, merubah sikap-sikap, apresiasi dan nilai-nilai dibawah tanggung jawab sekolah.
Doll memberi gambaran yang lebih lengkap mengenai kurikulum meliputi bahan, proses, dan hasil serta mementingkan unsure formal maupun informal (kurikulum yang tersembunyi).
Hass (1980) : semua pengalaman individu anak dari suatu program pendidikan yang tujuannya mencapai tujuan umum maupun tujuan yang spesifik yang direncanakan dalam kerangka teori, riset atau praktek professional masa lalu dan sekarang.
commit to user
Saylor, Alexander dan Lewis (1981) : merumuskan kurikulum sebagai suatu rencana yang memberikan serangkaian kesempatan belajar bagi anak.
Olivia (1982) : kurikulum adalah suatu rencana atau program untuk semua pengalaman yang dihadapi anak dibawah pengarahan sekolah.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa kurikulum adalah semua kegiatan yang diberikan kepada siswa atau
“semua pengalaman anak yang menjadi tanggung jawab sekolah”.
Untuk menentukan apa yang akan diajarkan kepada anak-anak di kelas
tertentu diperlukan kurikulum. Kurikulum yang sebenarnya adalah usaha yang
nyata yang dilakukan oleh guru terutama di dalam kelas untuk mempengaruhi
anak ke arah terwujudnya tujuan pendidikan. Kurikulum yang sesungguhnya
adalah interaksi antara siswa dan guru serta lingkungannya di bawah bimbingan
guru.
2. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di susun dalam rangka
memenuhi amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (Masnur muslich :2007:01).
Pembelajaran berbasis KTSP dapat didefinisikan sebagai suatu proses
penerapan ide, konsep, dan kebijakan KTSP dalam suatu aktivitas pembelajaran,
sehingga peserta didik menguasai seperangkat kompetensi tertentu, sehingga hasil
interaksi dengan lingkungan. Implementasi KTSP juga dapat diartikan sebagai
aktualisasi kurikulum operasional dalam bentuk pembelajaran.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan bahwa pembelajaran dan
penilian adalah operasional konsep KTSP yang masih bersifat potensial (tertulis)
menjadi aktual dalam bentuk kegiatan pembelajaran. Dengan demikian
pembelajaran berbasis KTSP adalah hasil terjemahan guru terhadap KTSP.
E. Mulyasa (2007:246) berpendapat bahwa pembelajaran berbasis KTSP
commit to user
1) Karakteristik KTSP, yang mencakup ruang lingkup KTSP dan
kejelasannya bagi pengguna dilapangan.
2) Strategi Pembelajaran, yaitu strategi yang digunakan dalam
pembelajaran, seperti diskusi, pengamatan dan tanya jawab, serta kegiatan lain yang dapat mendorong pembentukan kompetensi peserta didik.
3) Karakteristik pengguna kurikulum, yang meliputi pengetahuan,
ketrampilan, nilai, dan sikap guru terhadap KTSP, serta kemampunnya
untuk merealisasikan kurikulum (curriculum planning) dalam
pembelajaran.
E. Mulyasa (2007:247) berpendapat bahwa Pelaksanaan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan sedikitnya harus memperhatikan tujuh prinsip sebagai
berikut :
1) Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan. 2) Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu:
(a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang efektif, aktif, kreatif, dan menyenangkan.
3) Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat
pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindivuduan, kesosialan, dan moral. 4) Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan
pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing nagarsa sung tuladan.
5) Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.
6) Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial, dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
7) kurikulum yang menyangkut seluruh komponen kompetensi mata
commit to user
keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antar kelas dan jenis serta jenjang pendidikan.
Ketujuh prinsip diatas harus diperhatikan oleh para pelaksana kurikulum
(guru), dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, baik menyangkut
perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi.
Dalam penyusunannya, KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah
mengacu kepada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
tentang standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang standar kompetensi.
Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan
Peraturan Menteri pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23
Tahun 2006, dan berpedoman pada panduan oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP).
KTSP merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK) adalah
kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan / sekolah yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan
(SKL), dan standar isi. SKL adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan ketrampilan.. Departemen pendidikan
Nasional mengharapkan paling lambat tahun 2009/2010, semua sekolah telah
melaksanakan KTSP.
Terkait dengan penyusunan KTSP, Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP) telah membuat panduan penyusunan KTSP. Panduan ini diharapkan
menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTS/SMPLB,
SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan
kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang
bersangkutan.
Penyusunan KTSP yang dipercayakan pada setiap tingkat satuan
pendidikan hampir senada dengan prinsip implementasi KBK (Kurikulum
Berbasis Kompetensi) yang disebut Pengelolaa Kurikulum Berbasis Sekolah
commit to user
dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengelola serta menilai pembelajaran
sesuai dengan kondisi aspirasi mereka. Prinsip pengelolaan KBS mengacu pada “ kesatuan dalam kebijaksanaan dan keberagaman dalam pelaksanaan”. Yang
dimaksud dengan “kesatuan dalam kebijaksanaan” ditandai dengan sekolah
-sekolah menggunakan perangkat dokumen KBK yang sama dikeluarkan oleh
Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan “ keberagaman dalam pelaksanaan
“ ditandai dengan keberagaman silabus yang akan dikembangkan oleh sekolah
masing-masing sesuai dengan karakteristik sekolahnya.
Dengan adanya pengelolaan KBS, banyak pihak / instansi yang akan
berperan dan bertanggung jawab dalam melaksanakannya, yaitu sekolah, kepala
sekolah, guru dinas pendidikan kabupaten atau kota, dinas pendidikan provinsi
dan depdiknas. Pada KTSP, kewenangan tingkat satuan pendidikan (sekolah)
untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum lebih diperbesar.
Kurikulum yang semula dipandang sejumlah mata pelajaran kemudian
beralih makna menjadi semua kegiatan dan semua pengalaman belajar yang
diberikan kepada siswa dibawah tanggung jawab sekolah untuk tujuan
pendidikan. Kurikulum sebagai salah satu substansi pendidikan perlu
didesentralisasikan terutama dalam pengembangan silabus dan pelaksanaanya
yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan siswa, keadaan sekolah, atau daerah.
Dengan demikian, sekolah atau daerah memiliki cukup kewenangan untuk
merancang dan dan menentukan materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan penilaian
hasil pembelajaran. Untuk itu, banyak hal yang perlu dipersiapkan oleh daerah
karena sebagian besar kebijakan yang berkaitan dengan implementasi Standar
Nasional Pendidikan dilaksanakan oleh sekolah atau daerah. Sekolah harus
menyususun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP )atau silabusnya
dengan cara melakukan penjabaran dan penyesuaian Standar Isi dan Standar
Kompentensi Lulusan yang diterapkan dengan Permendiknas No. 23 Tahun 2006.
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan dijelaskan :
commit to user
membaca dan menulis, kecakapan berhitung serta kemampuan berkomunikasi ( Pasal 6 Ayat 6 ).
2) Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat sayuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan di bawah supervise Sinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab terhadap pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, serta Departemen yang menangani urusan pemerintah di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK ( Pasal 17 Ayat 2 ).
3) Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar, (Pasal 20).
Berdasarkan ketentuan diatas, daerah atau sekolah memiliki ruang gerak
yang seluas-luasnya untuk melakukan modifikasi dan mengembangkan
variasi-variasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan keadaan, potensi, dan
kebutuhan daerah, serta kondisi siswa. Untuk keperluan diatas, perlu adanya
panduan pengembangan silabus untuk setiap mata pelajaran, agar daerah atau
sekolah tidak mengalami kesulitan.
3. Kurikulum Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan SMA
Sruktur kurikulum SMA/MA meliputi substansi pembelajaran yang
ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai kelas X sampai
dengan kelas XII. Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi
lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran.
Pengorganisasian kelas-kelas pada SMA/MA dibagi ke dalam dua
kelompok, yaitu kelas X merupakan program umum yang diikuti oleh seluruh
peserta didik, dan kelas XI dan XII merupakan program penjurusan yang terdiri
atas empat program: (1) Program Ilmu Pengetahuan Alam, (2) Program Ilmu
Pengetahuan Sosial, (3) Program Bahasa, (4) Program Keagamaan, Khusus untuk
MA (E. Mulyasa, 2007:54).
Kurikulum pendidikan jasmani tersusun dari pemgalaman-pengalaman
yang dengan sadar dipilih dan diorganisasi untuk tujuan mengembangkan pribadi
ketrampilan-commit to user
ketrampilan atau kemampuan-kemampuan baru, fungsinya adalah untuk
merangsang pengalamanya agar dapat menghasilkan pertumbuhan dan
perkembangan jasmani, sosial, dan kejiwaan yang diinginkan.
Ciri-ciri utama dari suatu program pendidikan jasmani yang baik sama
dengan setiap program pendidikan yang lain, karena pendidikan ekonomi,
pendidikan sains, pendidikan bahasa dan sebagainya misalnya menarik prinsip
dasarnya dari sumber-sumber yang sama seperti yang dilakukan oleh pendidikan
jasmani. Prinsip-prinsip ini berasal dari suatu analisis mengenai sifat dan
kebutuhan masyarakat, sifat individu, sifat proses belajar, dan prinsip-prinsip ini
berasal dari suatu analisis mengenai sifat dan dan kebutuhan masyarakat, sifat
individu, sifat proses belajar, dan prinsip-prinsip dasar dari pengembangan,
organisasi dan administrasi kurikulum. Pendidikan jasmani merupakan integral
dari proses pendidikan dan menarik prinsip-prinsipnya dari sumber-sumber yang
sama seperti yang dilakukan oleh bidang-bidang pendidikan lainnya.
Program pendidikan jasmani pada sekolah lanjutan meliputi hal-hal
sebagai berikut (Samsudin, 2008:8):
a. Mencintai olahraga tim atau beregu.
b. Kegembiraan dan minat dalam kepelatihan olahraga.
c. Pengelompokan ke dalam bagian-bagian tentang pokok bahasan (subject
matter)
d. Kelompok siswa yang berminat untuk bekerja atau beraktivitas.
e. Kepuasan yang diperoleh dalam melihat siswa mentransfer keterampilan
dari kelas pendidikan jasmani kegiatan di dalam sekolah (intramural) dan rekreasi setelah sekolah.
f. Tantangan yang membimbing siswa untuk melewati periode yang
canggung, transisional dari ketidaktenangan dan ketidaktentuan pada masa sekolah lanjutan pertama.
g. Inspirasi yang diperoleh dari bekerja dengan staf dan kolega profesional yang lain.
h. Mencintai makin banyak permainan dan aktivitas dengan organisasi tinggi (Bucher, 1979:350).
Garis-garis pedoman program pendidikan jasmani di sekolah lanjutan
menggambarkan bahwa banyak garis pedoman yang diajukan di sekolah dasar
commit to user
bahwa program untuk sekolah lanjutan yang lebih tepat disesuaikan dengan
format sebagai berikut (Samsudin, 2008:9):
a. Program pembelajaran harus memenuhi perbedaan kebutuhan semua
siswa dan disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan tiap siswa. b. Pogram harus diseimbangkan antara olahraga tim dan perseorangan,
olahraga air, senam, aktivitas uji diri, dansa, dan aktivitas berirama.
c. Kemajuan harus berangkai yang berkaitan dengan keterampilan dan pola
gerak tertentu.
d. Kesempatan belajar efektif (pilihan) harus diberikan.
e. Pengetahuan tentang tubuh manusia dan prinsip-prinsip gerak manusia sangat penting.
f. Aktivitas kreativitas, pengarahan diri (seft-direction), aktivitas yang berat dan kuat, disamping prinsip-prinsip pengaman harus didorong.
g. Kebugaran jasmani dan keterampilan yang dapat dilakukan dalam
kegiatan intramural, antar sekolah (interscholastic), dan program rekreasi yang komprehensif untuk semua siswa harus ditekankan.
h. Pengembangan hubungan manusia dan pendorongan siswa yang
memiliki kesulitan yang disebabkan program-program fisik, sosial, dan emosi sangat penting untuk dijadikan program utama (Bucher, 1979:350).
4. Lompat Jangkit
a. Pengertian Lompat Jangkit
Lompat Jangkit disebut juga dengan lompat jingkat atau lompat tiga
(triple jump). Istilah lompat tiga, bukan berarti gerakannya hanya terdiri tiga
gerakan melompat saja yang dilakukan secara berturut-turut. Akan tetapi gerakan
sebenarnya terdiri atas berjingkat (hop), melangkah (step), dan melompat (jump).
Itulah sebabnya lompat jangkit atau lompat tiga disebut pula “hop-step-jump”.
Dalam hal ini, Aip Syarifuddin (1992: 128) menyatakan “lompat jangkit adalah
suatu bentuk gerakan lompat yang merupakan rangkaian urutan gerak yang
dilakukan dengan berjingkat, melangkah dan melompat dalam usaha mencapai
jarak sejauh-jauhnya”. Sedangkan menurut Mochamad Djumidar A. Widya (2004:
79) berpendapat, “lompat jangkit adalah rangkaian suatu gerakan lari, lompat
dengan suatu gerakan yang cepat dari lompatan-lompatan atau tumpuan yang
telah ditentukan yaitu dua kali jingkat yang sama dan satu kali kaki dengan
commit to user
Dengan demikian, berdasarkan pendapat yang diuraikan di atas
menunjukkan bahwa lompat jangkit adalah suatu rangkaian lompat yang terdiri
awalan lari, kemudian jingkat (hop), langkah (step), dan lompat (jump) dan
mendarat yang dilakukan secara berurutan dan terpadu untuk mencapai jarak
lompatan yang sejauh-jauhnya.
Untuk mencapai jarak lompatan yang sejauh-jauhnya, seorang atlit harus
mampu mengimbangi usahanya pada ketiga gerakan tersebut. Lompat jangkit
memiliki tuntutan yang besar pada kemampuan memantul yaitu kemampuan
untuk melompat, mendarat dan melompat lagi. Sehingga seorang atlit lompat
jangkit harus memiliki kekuatan otot, kelincahan melompat dan daya tahan dan
daya lenting yang tinggi.
b. Teknik Lompat Jangkit
Teknik merupakan rangkuman metode yang dipergunakan dalam
melakukan gerakan dalam suatu cabang olahraga. Teknik juga merupakan suatu
proses gerakan dan pembuktian dalam suatu cabang olahraga, atau dengan kata
lain teknik merupakan pelaksanaan suatu kegiatan secara efektif dan rasional yang
memungkinkan suatu hasil yang optimal dalam latihan atau perlombaan.
Teknik lompat jangkit merupakan faktor yang sangat penting dan harus
dikuasai seorang atlet pelompat. Teknik lompat jangkit terdiri dari beberapa
bagian yang dalam pelaksanaannya harus dirangkaikan secara baik dan harmonis.
Menurut Gerry A. Carr. (2000: 161) bahwa ”Dalam lompat jangkit sangat dituntut
pada kemampuan memantul (yaitu, kemampuan untuk melompat, mendarat, dan
melompat lagi”. Sedangkan menurut Aip Syarifuddin (1992: 128) bahwa ”Lompat
jangkit dapat dibagi ke dalam berjingkat (hop), melangkah (step), melompat
(jump)”. Selain itu juga Eddy Purnomo. (2007: 94) menyatakan ”Faktor-faktor
yang sangat menentukan untuk mencapai prestasi lompat jangkit adalah awalan,
gerakan jingkat (hop), gerakan langkah (step), gerakan lompat (jump), dan
mendarat”.
Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukkan bahwa, teknik lompat
jangkit terdiri lima tahapan yaitu awalan, jingkat (hop), langkah (step), melompat
commit to user
dilakukan dengan harmonis dan tidak terputus-putus agar dapat mencapai prestasi
yang optimal.
Menurut Dr. Dikdik Zafar Sidik. M.Pd. (2010: 71) menyatakan bahwa
lompat jangkit terbagi dalam beberapa fase:
1) Dalam fase awalan, pelompat melakukan lari percepatan sampai ke kecepatan yang terkontrol.
2) Dalam fese jingkat, pelompat melakukan gerakan cepat dan datar, menjangkau 35% jarak keseluruhan.
3) Dalam fase langkah, pelompat menjangkau kira-kira 30% jarak
keseluruhan. Langkah ini adalah bagian yang paling kritis dalam lompat jangkit. Lama waktunya harus sama dengan tahap jingkat.
4) Dalam fase lompat, pelompat bertolak dengan kaki berlawanan dan menjangkau kira-kira 35% jarak keseluruhan.
Tujuan lompat jangkit yaitu melompat sejauh mungkin dengan tiga
lompatan yang sesuai dengan peraturan dalam lompat jangkit. Dalam lompat
jangkit, faktor kesulitan yang terjadi adalah mempertahankan kecepatan horizontal
yang tinggi untuk setiap lompatan. Untuk itu dalam lompat jangkit diperlukan
suatu teknik yang baik dan benar. Untuk lebih jelasnya teknik-teknik lompat
jangkit dapat diuraikan sebagai berikut:
Dadang Masnun (1999: 6.7-6.11) menyatakan bahwa teknik lompat
jangkit dikatakan efektif apabila memiliki ciri-ciri:
1) Awalan
a) Awalan bagian pertama
b) Awalan bagian kedua
2) Jingkat (lompatan pertama)
3) Langkah (lompatan kedua)
4) Lompatan (lompatan ketiga)
Sedangkan pelaksanaan dari teknik lompat jangkit adalah sebagai berikut:
1) Awalan
“Tujuan dari awalan adalah untuk menghasilkan kecepatan horizontal setinggi mungkin dan mempersiapkan tolakan pertama pada papan tolak” (Dadang
Masnun, 1999: 6.8). sedangkan jarak awalan dari tiap atlet adalah berbeda-beda,
biasanya antara 32 meter sampai dengan 36 meter.
commit to user
Seorang atlet pelompat jangkit memiliki cara sendiri-sendiri untuk dapat
secepatnya mencapai kecepatan setingginya. Yang paling penting yaitu membuat
kecepatan selalu sama pada setiap langkah pertama dari awalan, sehingga akan
menghasilkan tolakan yang tepat pada papan.
b) Awalan Bagian Kedua
Untuk awalan pada bagian kedua ini sangat penting sekali khususnya
untuk take off (tolakan pertama). Perpindahan dan percepatan pada percepatan
irama perlangkah dan perpendekan langkah terjadi pada awalan bagian kedua ini,
maka dengan sendirinya irama langkah akan berubah. Tolakan pertama lebih
besar disbanding dengan tolakan pada lompat jauh. Untuk menghasilkan pola
gerak tersebut, tungkai saat menyentuh papan harus dengan gerakan yang cepat
dan bertenaga. Dengan demikian tempo kontak dengan papan dapat dipersingkat,
akibatnya kecepatan horisontal tidak berkembang.
Berikut ini disajikan ilustrasi gerakan awalan sebelum melakukan tolakan
[image:32.595.111.514.236.568.2]sebagai berikut:
Gambar 1. Ilustrasi awalan lompat jangkit (Eddy Purnomo, 2007: 94)
2) Jingkat (Lompatan Pertama)
Untuk mencapai keberhasilan dalam melakukan jingkat ada beberapa hal
yang dilakukan seorang pelompat. Dalam hal ini Dadang Masnunn (1999: 6.10)
menyatakan bahwa:
Yang harus dilakukan pada jingkat atau lompat pertama yaitu:
commit to user
2) Lompat untuk mencapai hasil yang optimal dengan tetap mengontrol saat mendarat dan mulai tahap langkah.
3) Mempersiapkan posisi mendarat dan tolakan pada tahap langkah.
4) Mempertahankan keseimbangan.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, ada empat hal yang harus
diperhatikan pada jingkat atau lompat pertama yaitu berkurangnya kecepatan
diusahakan sekecil mungkin, tetap mengontrol saat mendarat dan mulai tahap
melangkah, mempersiapkan posisi mendarat dan tolakan pada tahap langkah serta
mempersiapkan keseimbangan. Kesalahan yang dilakukan pada saat jingkat atau
lompat pertama akan berakibat gerakan lompat keseluruhan tidak berhasil dengan
baik. Hal terpenting dan harus diperhatikan pada saat jingkat yaitu jangan
dilakukan terlalu tinggi, karena akan mengurangi kecepatan yang telah dicapai.
Seperti dikemukakan Tamsir Riyadi (1985: 107) bahwa, “saat berjingkat harus
rendah, karena dengan demikian kecepatan yang telah diperoleh pada saat
melakukan awalan dapat tetap dipertahankan, sehingga akan membantu kelanjutan
gerakan berikutnya”.
Pada gerakan jingkat (hop) terdiri dari tahap menolak, melayang dan
mendarat. Tolakan harus dilakukan dengan cepat dan mendorong tubuh kearah
depan. Kaki kanan mendarat di papan tolakan pada bagian yang rata. CG (pusat
berat) badan tidak direndahkan yang akan mengakibatkan lutut kaki tolak
membengkok lebih dalam saat meredam benturan.
Tungkai atas kaki ayun, diayunkan mendarat (horizontal). Lutut ditekuk
(fleksi) membentuk sudut lancip. Posisi fleksi lutut yang demikian akan
memperpendek jari-jari pendulum, sehingga memungkinkan diayun kedepan
dengan cepat. Apabila lutut kaki diayun hanya sedikit ditekuk (dalam posisi sudut
tunpul) maka jari-jari pendulum akan lebih panjang sehingga ayunannya lambat.
Sikap badan bagian atas tegak, gerakan lengan yang berlawanan berguna untuk
menjaga keseimbangan di saat tubuh melayang.
Saat melayang, pelompat melakukan gerakan pergantian posisi kaki (kaki
tolak digerakkan ke depan menjadi kaki mendarat), dan mempersipkan untuk
menolak pada tahap langkah (step). Tungkai atas kaki tolak di angkat setinggi
commit to user
membenturkan kaki ketanah dengan penuh tenaga kearah bawah dan belakang.
Mendarat pada bagian telapak kaki yang datar 1 atau 1 ½ kaki di depan CG tubuh.
Mendarat pada telapak kaki ini penting agar tekanan berat tubuh yang besar dapat
dibagi pada bidang yang relatife luas.
Berikut ini disajikan ilustrasi gerakan jingkat dalam tenik dasar lompat
[image:34.595.147.494.240.476.2]jangkit sebagai berikut:
Gambar 2. Ilustrasi gerakan jingkat (hop) lompat jangkit (Eddy Purnomo, 2007: 95)
3) Langkah (Lompat Kedua)
Tahap langkah (step) pada dasarnya sama dengan jingkat. Langkah
merupakan bagian terpendek dari ketiga lompatan dan dilaksanakan dalam kondisi
yang sulit, sebab tungkai yang sama harus meredam berat badan dan memberi
kecepatan kembali.
Saat meredam berat badan sangat singkat. Tolakan harus dilakukan
dengan daya ledak, makin baik gerakannya perenggangan ayunan dikoordinasikan
maka tolakannya akan lebih efektif. Tungkai ayun diayunkan lebih tinggi
mendarat dan tungkai tolak dilipat pada lutut sehingga membentuk sudut lancip.
Kepala dan badan tegak. Gerakan lengan sinkron dengan gerak tungkai yang
berlawanan dengan tujuan memelihara keseimbangan.
Mendarat pada bagian telapak kaki yang datar didepan proyeksi CG
tubuh pada bidang horisontal. Makin tinggi kecepatan horisontal yang dihasilkan
akan makin jauh ke depan lontaran horisontalnya berarti makin panjang jarak titik
commit to user
pendaratan akibatnya tidak menerima tenaga ekstensi tungkai secara penuh. Jika
pendaratan dilaksanakan dengan sempurna maka efek benturannya akan kecil.
Berikut ini disajikan ilustrasi gerakan langkah dalam tenik dasar lompat
[image:35.595.122.508.203.495.2]jangkit sebagai berikut:
Gambar 3. Ilustrasi gerakan langkah (step) lompat jangkit (Eddy Purnomo, 2007: 96)
4) Lompatan (Lompatan Ketiga)
“Pada lompatan terakhir atlet harus konsentrasi pada hal-hal yaitu (1)
pertahankan sekecil mungkin meomentum horisontal yang hilang dengan
melakukan gerakan aktif menolak (take off), (2) mempersiapkan untuk pendaratan
(Dadang Masnun, 1999:6.11)”.
Pada tahap melompat tubuh mengalami kehilangan kecepatan yang
terbesar disebabkan tahap sebelumnya telah melaksanakan dua lompatan panjang.
Dalam melakukan lompatan segala bentuk gerakan, seperti pada lompat jauh
boleh dilakukan. Seperti dikemukakan Aip Syarifuddin 1992: 131) bahwa, “sikap
atau garakan pada saat melayang diudara sama seperti pada lompat jauh. Yaitu
tergantung dari teknik yang telah dikuasai oleh si pelompat apakah jongkok,
menggantung atau jalan di udara”.
Berikut ini disajikan ilustrasi gerakan lompat dalam tenik dasar lompat
commit to user
Gambar 4. Ilustrasi gerakan lompat (jump) pada lompat jangkit (Eddy Purnomo, 2007: 97)
5) Pendaratan
Sikap medarat pada lompat jangkit juga sama seperti pada lompat jauh,
baik untuk gaya jongkok, gaya menggantung maupun gaya berjalan diudara. Pada
waktu akan mendarat kedua kaki diangkat atau dibawa kedepan, kemudian
mendarat pada kedua kaki mengeper dengan cara membengkokan kedua lutut,
berat badan dibawah ke depan supaya jangan sampai jatuh ke belakang, kepala
ditundukkan, kedua tangan kedepan.
commit to user
c. Kesalahan yang Sering Terjadi Pada Teknik Lompat Jangkit
Lompat jangkit merupakan salah satu nomor lompat yang memiliki
keunikan gerakan tersendiri dan lebih sulit jika dibandingkan dengan teknik
nomor lompat lainnya. Tingkat kesulitan pada lompat jangkit terletak pada jingkat
(hop), melangkah (step) dan melompat (jump). Seringkali pada gerakan ini
dilakukan dengan lompatan tiga kali secara berturut-turut. Menurut Dadang
Masnun (1999: 16-6.17) kesalahan-kesalahan yang sering terjadi pada teknik
lompat jangki yaitu :
1) Kesalahan pada jingkat :
a) Kaki tolak (take off) mendarat terlalu jauh didepan badan, sebab melakukan jingkat terlalu tinggi.
b) Gerakan tungkai terlalu awal saat melayang, sebab tolakan terlalu lamban dan sangat singkat.
c) Kaki tolak (mendarat terlalu jauh didepan CG tubuh), sebab mendarat dengan pasif.
2) Kesalahan pada langkah :
a) Lompat terlalu datar, sebab otot-otot kurang kuat dan ayunan kaki mengayun terlalu lemah.
3) Kesalahan Lompat :
a) Kurva lompatan terlalu datar, sebab koordinasi tungkai dan lengan saat menolak jelek.
b) Menurunkan kaki terlalu cepat saat mendarat, sebab posisi tubuh bagian atas menolak tidak tepat.
Dan menurut Garry A. Carr (2000: 172-173) kesalahan umum dalam
teknik pelaksanaan lompt jangkit sebagai berikut;
1. Atlet menggunakan langkah yang tersendat-sendat dalam run-up.
Run-up tidak teratur.
2. Pelompat terlalu memiringkan tubuh ke belakang saat takeoff.
3. Pantulan terlalu tinggi dan jauh. Pelompat “tenggelam” pada akhir
pantulan dan tidak memiliki daya gerak untuk melangkah dan melompat.
4. Kaki yang melompat dibiarkan menggantung atau menarik saat
memantul.
5. Atlet melakukan lompat jangkit dengan kaki yang kaku.
6. Atlet mendarat pada ujung jari kaki pada akhir pantulan atau langkah dan mengluhkan pendaratan yang menimbulkan rasa sakit.
7. Gerakan tangan atlet salah dan sembarangan dalam lompatan.
8. Langkah sangat pendek, dan tidak ada gerakan untuk menambah jarak.
9. Setelah memantul dan melangkah, lompatan menjadi lemah dan
commit to user
Kesalahan-kesalahan seperti di atas harus dihindari, agar memperoleh
hasil lompatan sejauh-jauhnya. Kesalahan teknik merupakan sebuah kegagalan
sehingga prestasi tidak diciptakan. Untuk mencapai prestasi yang maksimal, maka
bagian-bagian teknik lompat jangkit dari awalan, gerakan jingkat (hop), langkah
(step) dan melompat (jump) harus dirangkaikan secara selaras dan harmonis
dengan mengembangkan faktor-faktor yang mendukungnya.
5. Pembelajaran
a. Konsep Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan
yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan
pengetahuan penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan
kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain pembelajaran adalah proses
untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses
pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku
dimanapun dan kapanpun.
Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan belajar,
walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru
mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran sehingga
mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kongnitif), juga dapat
mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta ketrampilan (aspek
psikomotor) seseorang peserta didik.
Peran guru bukan semata memberikan informasi melainkan juga
mengarahkan dan memberi fasilitas belajar (directing and facilitating the
learning) agar proses belajar lebih memadai dan mudah diterima oleh siswa.
Pembelajaran mengandung arti bahwa setiap kegiatan yang dirancang untuk
membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan atau nilai yang baru. Proses
pembelajaran merupakan seperangkat prinsip-prinsip yang dapat digunakan
sebagai pedoman untuk menyusun berbagai kondisi yang dibutuhkan dalam
commit to user
b. Hakikat Pembelajaran
Untuk menjalankan proses pendidikan, kegiatan belajar dan
pembelajaran merupakan suatu usaha yang amat strategis untuk mencapai tujuan
yang diharapkan. Pergaulan yang sifatnya mendidik itu terjadi melalui interaksi
aktif antara siswa sebagai peserta didik dan guru sebagai pendidik. Kegiatan
belajar dilakukan oleh siswa, dan melalui kegiatan itu akan ada perubahan
perilakunya, sementara kegiatan pembelajaran dilakukan oleh guru untuk
memfasilitasi proses belajar, kedua peranan itu tidak akan terlepas dari situasi
saling mempengaruhi dalam pola hubungan antara dua subyek, meskipun disini
guru lebih berperan sebagai pengelola.
Istilah pembelajaran sama dengan instruction atau pengajaran. Menurut
Purwadarminta 1976 yang dikutip H.J.Gino Suwarni, Suripto, Maryanto dan
Sutijan (1998: 30) bahwa “pengajaran mempunyai arti cara (perbuatan) mengajar
atau mengajarkan”. Hal ini juga dikemukakan Wina Sanjaya (2006: 74) bahwa
”mengajar diartikan sebagai proses penyampaian informasi dari guru kepada siswa”.
Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.
Interaksi adalah saling mempengaruhi yang bermula adanya saling hubungan
antar komponen yang satu dengan yang lainnya. Interaksi dalam pembelajaran
adalah kegiatan timbal balik dan saling mempengaruhi antara guru dengan peserta
didik.
Pembelajaran merupakan upaya sistematis untuk memfasilitasi dan
meningkatkan proses belajar, maka kegiatan pembelajaran berkaitan erat dengan
jenis belajar dan hasil belajar tersebut. Kegiatan belajar merupakan masalah yang
sangat kompleks dan melibatkan keseluruhan aspek psiko-fisik, bukan saja aspek
kejiwaan, tetapi juga aspek neuro-fisiologis. Pada tahap baru mengenal substansi
yang dipelajari, baik yang menyangkut pembelajaran kognitif, afektif, maupun
psikomotor bagi siswa materi pembelajaran itu menjadi sesuatu yang pada
mulanya. Namun setelah guru berusaha untuk memusatkannya dan menangkap
commit to user
berangsur-angsur berkurang. Oleh karena itu, guru harus mengupayakan
semaksimal mungkin penataan lingkungan belajar dan perencanaan materi agar
terjadi proses pembelajaran di dalam maupun di luar kelas.
Dengan demikian proses belajar bisa terjadi di kelas, lingkungan sekolah,
dan dalam kehidupan masyarakat, termasuk dalam bentuk interaksi sosial kultural
melalui media masa. Dalam konteks pendidikan non formal justru sebaliknya
proses pembelajaran sebagian besar terjadi dalam lingkungan masyarakat,
termasuk dunia kerja, media massa dan lain sebagainya. Hanya sebagian kecil saja
pembelajaran terjadi di kelas dan lingkungan.
Kegiatan mengajar selalu terkait langsung dengan tujuan yang jelas. Ini
berarti, proses mengajar itu tidak begitu bermakna jika tujuannya tidak jelas. Jika
tujuan tidak jelas maka isi pengajaran berikut metode mengajar juga tidak
mengandung apa-apa. Oleh karena itu, seorang guru harus menyadari benar-benar
keterkaitan antara tujuan, pengalaman belajar, metode, dan bahkan cara mengukur
perubahan atau kemajuan yang dicapai. Untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dalam proses belajar mengajar, maka seorang guru harus mampu
menerapkan cara mengajar yang cocok untuk mencapai tujuan yang dimaksud.
Mengajar merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang yang memiliki
pengetauhan dan ketrampilan yang lebih dari pada yang diajar, untuk memberikan
suatu pengertian, kecakapan, ketangkasan, kegitan mengajar meliputi
pengetahuan, menularkan sikap kecakapan atau ketrampilan yang diatur sesuai
dengan lingkungan dan menghubungkannya dengan subyek yang sedang belajar.
Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru ini sesuai dengan yang
dikemukakan Nana Sudjana (2009: 57-58) yaitu:
commit to user
Dalam kegiatan pembelajaran guru bertugas merencanakan program
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai kemajuan pembelajaran dan
menguasai materi atau bahan yang diajarkannya. Jika seorang guru memiliki
kemampuan yang baik sesuai dengan bidang studi yang diajarkan, maka akan
diperoleh hasil belajar yang optimal. Hasil belajar dapat dicapai dengan baik, jika
seorang guru mampu melaksanakan tugas diantaranya mengelola proses
pengajaran berupa aktivitas merencanakan dan mengorganisasikan semua aspek
kegiatan. Husdarta dan Yudha M. Saputra (2000: 4) bahwa:
Tugas utama guru adalah untuk menciptakan iklim atau atmosfir supaya proses belajar terjadi di kelas dan di lapangan, ciri utamanya terjadinya proses belajar adalah siswa dapat secara aktif ikut terlibat didalam proses pembelajaran. Para guru harus selalu berupaya agar para siswa dimotivasi untuk lebih berperan. Walau demikian guru tetap berfungsi sebagai pengelola proses belajar dan pembelajaran.
Untuk itu seorang guru harus memiliki beberapa kemampuan dalam
menyampaikan tugas ajar agar tujuan pengajaran dapat tercapai. Hal yang
terpenting dan harus diperhatikan dalam mengajar yaitu, guru harus mampu
menerapkan metode mengajar yang tepat dan mampu membelajarkan siswa
manjadi aktif melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru.
c .Prinsip Prinsip Pembelajaran.
Belajar suatu keterampilan adalah sangat kompleks. Belajar membawa
suatu perubahan pada individu yang belajar. Menurut Nasution yang dikutip
H.J.Gino dkk (1998: 51) bahwa “perubahan akibat belajar tidak hanya mengenai
jumlah pengetahuan, melainkan juga dalam kecakupan, kebiasaan, sikap,
pengertian, penyesuaian diri, minat, penghargaan, pendeknya mengenai segala
aspek organisme atau pribadi seseorang”.
Perubahan akibat dari belajar adalah menyeluruh pada diri siswa untuk
mencapai perubahan atau peningkatan pada diri siswa, maka dalam proses
pembelajaran harus diterapkan prinsip-prinsip pembelajaran yang tepat. Menurut
Wina Sanjaya (2008: 30) bahwa sejumlah prinsip yang harus diperhatikan dalam
commit to user
1) Berpusat pada siswa
2) Belajar dengan melakukan
3) Mengembangkan kemampuan sosial
4) Mengembangkan keingintahuan,imajinasi dan fitrah
5) Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah
6) Mengembangkan kreatifitas siswa
7) Mengembangkan kemampuan ilmu dan teknologi
8) Menumbuhkan kesadaran sebagai warga negara yang baik
9) Belajar sepanjang hayat
Prinsip-prinsip pembelajaran tersebut sangat penting untuk diperhatikan
oleh seorang guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Pembelajaran
yang didasarkan pada prinsip-prinsip belajar yang benar, maka akan diperoleh
hasil belajar yang optimal.
6. Pendekatan Pembelajaran
a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran
Menurut Depdikbud (1990: 180) pendekatan dapat diartikan,”sebagai proses, perbuatan, atau cara untuk mendekati sesuatu”. Suharno, Sukardi, Chodijah dan Suwalni (1998: 25) berpendapat,”pendekatan pembelajaran
diartikan model pembelajaran”. Sedangkan pembelajaran menurut H.J. Gino dkk.
(1998: 32) bahwa,”pembelajaran atau intruction merupakan usaha sadar dan
disengaja oleh guru untuk membuat siswa belajar dengan jalan mengaktifkan
faktor intern dan faktor ekstern dalam kegiatan belajar mengajar”. Sukintaka
(2004: 55) bahwa ,”pembelajaran mengandung pengertian, bagaimana para guru
mengajarkan sesuatu kepada peserta didik, tetapi di samping itu juga terjadi
peristiwa bagaimana peserta didik mempelajarinya”.
Berdasarkan pengertian pendekatan dan pembelajaran tersebut dapat
disimpulkan bahwa, pendekatan pembelajaran merupakan cara kerja yang
mempunyai sistem untuk memudahkan pelaksanaan proses pembelajaran dan
membelajarkan siswa guna membantu dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahjoedi (1999: 121) bahwa
,”pendekatan pembelajaran adalah cara mengelola kegiatan belajar dan perilaku
commit to user
hasil belajar secara optimal”. Sedangkan Syaiful Sagala (2010: 68) berpendapat
bahwa ”pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru
dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional
tertentu”.
Berdasarkan pengertian pendekatan pembelajaran yang dikemukakan dua
ahli tersebut menunjukkan bahwa, dalam suatu peristiwa pembelajaran terjadi dua
kejadian secara bersama yaitu: (1) ada satu pihak yang memberi, dalam hal ini
guru, (2) pihak lain yang menerima adalah peserta didik atau siswa. Kedua
komponen tersebut tidak dapat dipisahkan dalam proses belajar mengajar.
b.Pentingnya Pendekatan pembelajaran
Dalam proses pembelajaran terdapat komponen siswa sebagai obyek
yang sedang belajar dan guru sebagai pengajar untuk memberikan materi
pelajaran guna terjadi perubahan pada diri siswa. Mengajar merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan seseorang yang memiliki pengetahuan atau keterampilan
yang lebih dari pada yang diajar, untuk memberikan suatu pengertian, kecakapan
atau ketangkasan. Seperti dikemukakan oleh Slameto (2010: 97) bahwa,”kegiatan
mengajar meliputi penyampaian pengetahuan, menularkan sikap, kecakapan atau
keterampilan yang diatur sesuai dengan lingkungan dan yang menghubungkannya
dengan subyek yang sedang diajar”.
Upaya untuk menyampaikan materi atau keterampilan kepada siswa,
maka harus diterapkan pendekatan pembelajaran yang tepat. Pendekatan
pembelajaran yang diterapkan hendaknya mengacu pada penemuan yang terarah
dan pemecahan masalah. Penemuan dan pemecahan masalah tersebut merupakan
pendekatan yang membantu tercapainya dengan mengacu pada pendekatan
pembelajaran yang terkendali, dengan seksama menyusun seri-seri pembelajaran
yang memberi urutan pembelajaran terhadap tujuan yang telah dirumuskan.
Pendekatan pembelajaran merupakan salah satu bagian integral yang dapat
mempengaruhi pencapaian hasil belajar. Berhasil dan tidaknya tujuan
pembelajaran dapat dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yang diterapkan
commit to user
Penerapan metode pembelajaran yang dilakukan seorang guru akan
mempengaruhi pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dengan
metode pebelajaran yang tepat akan dapat membangkitkan motifasi belajar siswa,
sehingga akan mendukung pencapaian hasil belajar lebih optimal.
c. Jenis Pendekatan Pembelajaran
1) Pendekatan Deduktif
Pendekatan Deduktif adalah proses penalaran yang bermula dari keadan umum keadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bemula dengan menyajikan aturan, prinsip umum diikuti dengan contoh-contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum itu kedalam keadaan khusus. Saiful Sagala (2010: 76).
Langkah – langkah yang dapat digunakan dalam pendekatan deduktif dalam pembelajaran adalah :
a) memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan pendekatan deduktif;
b) menyajiakn aturan, prinsip yang bersifat umum lengkap dengan definisi dan buktinya;
c) disajikan contoh-contoh khusus agar siswa dapat menyusun hubungan antara keadaan khusus itu dengan aturan, prinsip umum;
d) disajikan bukti-bukti untuk menunjang atau menolak kesimpulan bahwa keadaan khusus itu merupakan gambaran dari keadaan umum.
Sedangkan berfikir deduktif disebut juga berfikir dengan menggunakan
silogisme terdiri dari tiga proposisi statement yang terdiri dari ”premise” yaitu
dasar penarikan kesimpulan sebagai pernyataan akhir yang mengandung suatu
kebenaran. Berfikir deduktif prosesnya berlangsung dari yang umum menuju ke
yang khusus. Dalam berfikir deduktif ini orang bertolak dari suatu teori, prinsip,
atau kesimpulan yang dianggapnya benar dan sudah bersifat umum. Dari situ
diterapkan fenomena-fenomena yang khusus, dan mengambil kesimpulan khusus
yang berlaku bagi fenomena tersebut.
2) Pendekatan Induktif
Dalam penarikan kesimpulan pendekatan induktif didasarkan atas
fakta-fakta yang kongkrit sebanyak mungkin, sistem ini dipandang sebagai sistem
berfikir yang paling baik pada abadpertengahan yaitu cara induktif disebut juga
commit to user
rasional. Berfikir induktif ialah suatu proses dalam berpikir yang berlangsung dari
khusus menuju ke yang umum. Orang mencari ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu dari
brbagai fenomena, kemudian menarik kesimpulan ciri-ciri atau sifat-sifat itu
terdapat pada semua jenis fenomena.
Langkah – langkah yang dapat digunakan dalam pendekatan induktif
adalah :
a) memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan
pendekatan induktif.
b) menyajikan contoh-contoh khusus konsep, prinsip atau aturan itu yang memungkinkan siswa memperkirakan (hipotesis) sifat umum yang terkandung dalam contoh-contoh itu.
c) disajikan bukti-bukti yang berupa contoh tambahan untuk menunjang atau menyangkal pemikiran itu.
d) disusun pernyataan mengenai sifat umum yang telah terbukti
berdasarkan langkah-langkah yang terdahulu.
Pada tingkat ini menurut Syamsudin Makmun (2003: 228) yang dikutip
dari Syaiful Sagala (2010: 77)
siswa belajar mengadakan kombinasi dari beberapa konsep atau pengertian dengan mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (induktif, deduktif, analisis, sintesis, asosiasi, diferensiasi, komparasi, dan kausalitas), sehingga siswa dapat membuat kesimpulan (kongklusi) tertentu yang mengkin selanjutnya dapat dipandang sebagai ”rule” (prinsip, dalil, aturan, hukum,kaidah, dan sebagainya).
3) Pendekatan Konsep
Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang
yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi
prinsip, hokum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman,
melalui generalisasi dan berfikir abstrak, kegunaan konsep untuk menjelaskan dan
meramalkan. Menurut pendapat Syaiful Sagala (2010: 71) menyatakan bahwa
“pendekatan konsep adalah pendekatan pengajaran yang secara langsung
menyajikan konsep tanpa member kesempatan pada siswa untuk menghayati
bagaimana konsep itu diperoleh”.
Konsep menunjukkan satu hubungan antara konsep-konsep yang lebih
sederhana sebbagai dasar perkiraan atau jawaban manusia terhadap
commit to user
Konsep merupakan pemikiran seseorang atau kelompok orang yang dinyatakan
dalam definisi sehingga menjadi produk pengetahuan yang meliputi
prinsip-prinsip, hokum, dan teori. Konsep didapat dari fakta, peristiwa, pengaklaman
melalui generalisasi, dan berfikir abstrak. Konsep dapat mengalami perubahan
disesuaikan dengan fakta atau pengetahuan baru, sedangkan kegunaan konsep
adalah menjelaskan dan meramalkan.
4) Pendekatan Proses
Pembelajaran menekankan kepada belajar proses dilatarbelakangi oleh
konsep-konsep belajar menurut teori “Naturalisme-Romantis” dan teori “Kognitif
Gestalt”. Naturalism-Romantis menekankan pada aktivitan siswa, sedangkan
Kognitif Gestalt menekankan pa