• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perumusan Indikasi Program Dalam Penerapan Alternatif Konsep Pedestrian Mall Di Kawasan Perdagangan Dari Komponen Jalan, Trotoar, Tempat Parkir, Angkutan Umum, Dan Tempat Perhentian Angkutan Umum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perumusan Indikasi Program Dalam Penerapan Alternatif Konsep Pedestrian Mall Di Kawasan Perdagangan Dari Komponen Jalan, Trotoar, Tempat Parkir, Angkutan Umum, Dan Tempat Perhentian Angkutan Umum"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

PERUMUSAN INDIKASI PROGRAM DALAM PENERAPAN

ALTERNATIF KONSEP

PEDESTRIAN MALL

DI KAWASAN

PERDAGANGAN DARI KOMPONEN JALAN, TROTOAR, TEMPAT

PARKIR, ANGKUTAN UMUM, DAN TEMPAT PERHENTIAN

ANGKUTAN UMUM

(Studi Kasus : Jalan Imam Bonjol Kawasan Nagoya Kota Batam)

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Pada Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Oleh:

Gayatri Kartika A.R 1.06.06.007

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG

(2)

ii ABSTRAK

Jalan Imam Bonjol di Kawasan nagoya seiring dengan tumbuhnya pusat-pusat perdagangan yang baru kawasan ini mengalami penurunan aktivitas perdagangan yang dapat dilihat dari kondisi fisik kawasan yang berada pada koridor Jalan Imam Bonjol yang cenderung memburuk dan pertokoan yang sudah tidak berfungsi untuk berjualan. Berdasarkan pengamatan beberapa jalan di kota lain yang memiliki permasalahan yang sama konsep pedestrian mall merupakan salah satu alternatif pemecahan masalahnya. Oleh karena itu Jalan Imam Bonjol perlu dilakukan suatu usaha penataan kawasan yang tidak hanya mengatasi permasalahan yang ada tetapi dapat memberikan nilai tambah bagi peningkatan kualitas ruang kawasan. Usaha penataan kawasan diarahkan pada perencanaan kawasan perdagangan dengan penerapan konsep pedestrian mall. Pedestrian mall terdiri dari tiga jenis yaitu: full pedestrian mall, transit pedestrian mall, dan semi pedestrian mall.

Studi ini bertujuan untuk merumuskan indikasi program dalam penerapan konsep

pedestrian mall di Jalan Imam Bonjol kawasan perdagangan Nagoya Kota Batam. Metode analisis dalam studi ini adalah perkiraan menghitung perkiraan limpahan volume kendaraan, tingkat pelayanan trotoar, kebutuhan fasilitas parkir, trayek angkutan umum, dan ketersediaan tempat perhentian angkutan umum. Indikasi program untuk lima komponen tersebut dirumuskan dari persyaratan untuk Jalan Imam Bonjol dan mengatasi dampak negatif dari diterapkannya pedestrian mall.

(3)

iii

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang pantas pertama kali penulis ucapkan selain kata-kata syukur kepada Dzat yang memegang semua kekuasaan dan memegang segala ke-Maha-an yaitu Allah S.W.T atas segala limpahan rasa saying yang telah ia limpahkan selama ini. Tanpa-Nya penulis meras tidak mempunyai arti dalam menjalani hidup yang teramat berat ini. Shalawat dan salam penulis panjatkan kepada junjunan Nabi Besar Muhammad S.A.W yang senantiasa menjadi ilham dalam tiap arah pekerjaan. Dengan seiizin Allah S.W.T penyusunan tugas akhir ini dengan judul “Perumusan Indikasi Program Dalam Penerapan Alternatif Konsep Pedestrian Mall Di Kawasan Perdagangan Dari Komponen Jalan, Trotoar, Tempat Parkir, Angkutan Umum, dan Tempat Perhentian Angkutan Umum (Studi Kasus : Jalan Imam Bonjol Kawasan Nagoya Kota Batam)” sebagai salah satu syarat kelulusan dalam menyelesaikan Strata I (S-1) di Universitas Komputer Indonesia.

Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada kedua orang tua penulis ibu Vivi Kusuma Effendi dan ayah Herry Karyono karena berkat doa, kasih sayang, kesabaran serta keikhlasan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Dalam penyusunan tugas akhir ini keterbatasan kemampuan, pengetahuan, dan wawasan menjadi hambatan besar dalam penyusunan tugas akhir ini. Namun berkat kerja keras diri, pada akhirnya tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan semaksimal mungkin.

Penyusunan tugas akhir ini tidak dapat terlaksana tanpa dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto, M.sc selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

(4)

iv

3. Ibu Ir. Romeiza Syafriharti, M.T, selaku Ketua Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Komputer Indonesia dan juga selaku dosen pembimbing satu, terimakasih telah memberikan arahan dan bimbingannya sehingga tugas akhir yang berjudul “Perumusan Indikasi Program Dalam Penerapan Alternatif Konsep Pedestrian Mall Di Kawasan Perdagangan Dari Komponen Jalan, Trotoar, Tempat Parkir, Angkutan Umum, dan Tempat Perhentian Angkutan Umum (Studi Kasus : Jalan Imam Bonjol Kawasan Nagoya Kota Batam)” dapat terselesaikan.

4. Bapak Panca Yusyahnonta, ST. MT. selaku pembimbing dua, terimakasih atas arahan dan bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Ibu Rifiati Safariah, ST., MT., selaku dosen dosen wali penulis dan dosen penguji.

6. Bapak Tatang Suheri, ST., MT , selaku dosen penguji.

7. Terimakasih kepada segenap Dosen Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Komputer Indonesia.

8. Adikku tercinta Ilham Dwi Novianto yang telah memberikan motivasi dan sayangnya kepada penulis.

9. Nenekku tercinta Alm. Hasanah yang telah menemani selama tujuh tahun di Bandung penuh cinta, doa dan kesabaran yang diberikan kepada penulis. 10.Sahabat sejatiku Jeany Hesty Buana, Kaisar Ajran Kamil dan Rendy

Tandiono yang selalu memberikan motivasi dan persahabatan yang indah kepada penulis.

11.Terimakasih untuk Aditya Nugraha yang telah memberikan semangat dan dukungannya kepada penulis hingga tugas akhir ini terselesaikan.

12.Teman angkatan 2006 penulis di universitas; Eva, Qori, Imelda, Chika, Rio, Endi, Kani, Nunu, dan Dira terima kasih atas kebersamaan yang sangat indah selama empat tahun ini dan tidak akan pernah penulis lupakan.

(5)

v

terima kasih atas kebersamaannya dan canda tawa yang selama dua tahun terakhir ini tidak akan pernah penulis lupakan.

14.Sahabat tersayangku Suci Mutiara Sarie, Dentiasari (ndoro dettol) dan Resha yang selalu memberikan motivasi kepada penulis, terima kasih karena selalu memberikan keceriaan dan persahabat yang tidak akan pernah dilupakan. 15.Mba Vitri yang telah member kemudahan dalam mengurus sura-menyurat dan

dukungannya selama ini.

16.Semua alumni dan mahasiswa angkatan 2004 hingga angkatan 2010 Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Unikom, terima kasih atas kebersamaannya selama masa kuliah dan segala dukungan moral serta doanya.

17.Teman-teman dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah cukup banyak membantu penulis.

Bandung, Agustus 2011

(6)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1LATAR BELAKANG

Kota Batam adalah kota terbesar di provinsi Kepulauan Riau dan merupakan kota terbesar ke tiga populasinya di Sumatera setelah Medan dan Palembang, dengan jumlah penduduk pada Tahun 2010 mencapai 949.775 jiwa. Berdasarkan visi Kota batam, Kota Batam merupakan lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional artinya Kota Batam sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi di Indonesia, bertumpu pada keunggulan comparatif sebagai kota perdagangan dan jasa, yang memiliki daya saing global dan mampu menjalankan fungsinya secara efisien, sehingga representatif dipandang dari kepentingan nasional dan internasional (RDTR Kawasan Perdagangan Nagoya, 2009). Di Kota Batam terdapat 3 pusat perdagangan utama, yaitu kawasan perdagangan Jodoh-Nagoya, Baloi dan Batam Center.

Kawasan perdagangan Nagoya dalam konteks perdagangan dan jasa merupakan zona pendukung dalam kawasan perdagangan Jodoh-Nagoya. Kawasan Nagoya adalah pengembangan kegiatan yang menunjang dan mendukung berlangsungnya kegiatan perdagangan dan jasa yang meliputi jasa perhotelan dan restoran, jasa perbankan, dan industri kreatif. Kawasan ini dikenal dengan kawasan pecinan yaitu kawasan perdagangan yang didominasi oleh pedagang-pedagang etnis china. Seiring dengan tumbuhnya pusat-pusat perdagangan yang baru kawasan ini mengalami penurunan minat dari masyarakat.

Jalan Imam Bonjol di Kawasan nagoya seiring dengan tumbuhnya pusat-pusat

perdagangan yang baru kawasan ini mengalami penurunan aktivitas perdagangan yang

dapat dilihat dari kondisi fisik kawasan yang berada pada koridor Jalan Imam Bonjol

yang cenderung memburuk dan pertokoan yang sudah tidak berfungsi untuk berjualan.

Selain itu Jalan Imam Bonjol merupakan jalan utama di kawasan perdagangan

(7)

2

keberadaan PKL yang tidak teratur menambah ketidak nyamanan untuk para pejalan.

Kondisi yang demikian dapat diprediksikan bahwa kawasan perdagangan yang ada di Nagoya dengan seiring berjalannya waktu apabila terdapat kawasan perdagangan yang kondisinya jauh lebih baik, maka lambat laun kawasan perdagangan Nagoya akan mengalami penuruan minat. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu usaha penataan kawasan yang tidak hanya mengatasi permasalahan yang ada tetapi dapat memberikan nilai tambah bagi peningkatan kualitas ruang kawasan. Usaha penataan kawasan diarahkan pada perencanaan kawasan perdagangan dengan penerapan konsep pedestrian mall.

Salah satu contoh kota yang sudah menerepkan pedestrian mall pada kawasan perdagangan adalah: Kesawan Square merupakan full pedestrian mall

sepanjang 800 meter. Tempat ini mulai didirikan sejak 15 Januari 2003 dengan tujuan untuk melestarikan bangunan-bangunan di sepanjang Jalan Ahmad Yani, Medan. Jenis kegiaan utamanya adalah perdagangan makanan dan jajanan, serta cenderamata khas daerah setempat. Kegiatan-kegiatan tersebut baru memulai aktivitasnya pada sore hingga malam hari.

(www.sinarharapan.co.id/feature/cafe_resto/2004/0102/cafe1.html,2004)

Konsep Pedestrian mall adalah suatu konsep yang berupa fasilitas untuk pejalan kaki, pedestrian dapat berupa trotoar, alun-alun dan sebagainya. Terdapat beberapa variasi dari pedestrian mall. Antara lain full pedestrian mall, transit pedestrian mall dan semi pedestrian mall (Rubenstein, 1992). Konsep ini tidak hanya menanggulangi masalah pejalan kaki akan tetapi mempunyai manfaat yang dari segi pengaturan dan pengendalian lalu lintas kawasan, perbaikan aspek ekonomi sosial dan lingkungan. Selain itu juga pedestrian mall juga dapat dipakai sebagai alat untuk melakukan tindakan yang berkaitan dengan peningkatan perekonomian kota, kualitas lingkungan kota, dan kesejahteraan masyarakat.

Jalur pedestrian atau area pejalan kaki merupakan elemen penting dalam

urban design karena berperan sebagai sistem penghubung dan sistem pendukung fasilitas ruang-ruang kota. Fungsi jalur pedestrian pada daerah perkotaan adalah:

(8)

3

3. Sebagai unsure pendukung, keindahan dan kenyamanan kota.

Pedestrian mall menimbulkan dampak yang positif bagi kawasan itu sendiri dan dampak negatif bagi kawasan disekitar lokasi penerapan pedestrian mall. Adapun dampak positif yang terjadi setelah penerapan pedestrian mall yaitu:

 Tingkat pelayanan trotoar di kawasan yang meningkat sehingga tingkat kenyamanan pejalan akan meningkat.

 Lokasi pedestrian mall akan dilengkapi dengan jalur hijau dan perabot taman lainnya yang membuat kenyamanan bagi para pejalan.

 Tempat pemberhentian atau halte yang lebih tertata dan teratur.

 Perparkiran lebih tertata dimana on-street parkir akan dihilangkan.

Sedangkan dampak negatif yang terjadi setelah penerapan pedestrian mall

yaitu: pelimpahan kendaraan yang menyebabkan volume lalu lintas di jalan disekitar lokasi penerapan pedestrian mall akan bertambah. Sehingga tingkat pelayanan jalan akan menurun.

Penerapan pedestrian mall akan menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi kawasan perdagangan Nagoya di Kota Batam dengan pertimbangan Kota Batam sebagai pusat pelayanan perdagangan yang merupakan bagian dari visi Kota Batam dengan misi mewujudkan pengembangan perdagangan yang memiliki daya saing tinggi dengan penataan dan pengendalian pemanfaatan ruang kota yang dapat mewadahi aktifitas dan kegiatan seluruh warganya.. Kawasan perdagang Nagoya akan menjadi lebih baik dengan penerapan pedestrian mall

sehingga para wisatawan lokal maupun mancanegara akan merasa nyaman berbelanja di kawasan.

1.2PERUMUSAN MASALAH

(9)

4

disekitarnya. Dengan demikian timbul pertanyaan-pertanyaan yang akan dijadikan acuan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Apa dampak negatif jika Jalan Imam Bonjol ditata ulang dengan konsep pedestrian mall bagi jalan di sekitarnya?

2. Apa indikasi program yang perlu diterapkan pada Jalan Imam Bonjol sebagai lokasi penerapan konsep pedestrian mall?

3. Apa indikasi program yang perlu diterapkan untuk meminimasi dampak negatif bagi jalan disekitar lokasi penerapan konsep

pedestrian mall?

1.3TUJUAN DAN SASARAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan indikasi program dalam penerapan konsep pedestrian mall di Jalan Imam Bonjol kawasan perdagangan Nagoya Kota Batam. Untuk mencapai tujuan ini maka diperlukan sasaran sebagai tangga mencapai tujuan tersebut yaitu :

1. Mengidentifikasi dampak negatif jika Jalan Imam Bonjol ditata ulang dengan konsep pedestrian mall bagi jalan di sekitarnya?

2. Mengidentifikasi indikasi program yang perlu diterapkan pada Jalan Imam Bonjol sebagai lokasi penerapan konsep pedestrian mall? 3. Mengidentifikasi indikasi program yang perlu diterapkan untuk

meminimasi dampak negatif bagi jalan disekitar lokasi penerapan konsep pedestrian mall?

1.4 RUANG LINGKUP

(10)

5

1.4.1 Lingkup Wilayah

(11)
(12)
(13)

8

1.4.2 Lingkup Materi

Lingkup Materi dalam penelitian ini adalah perumusan indikasi program penerapan konsep pedestrian mall. Indikasi adalah petunjuk atau pedoman dari hasil suatu analisis yang menjadi pedoman untuk suatu kegiatan. Pedestrian mall

terdiri atas empat konsep pedestrian mall yaitu: enclosed pedestrian mall, full pedestrian mall, transit pedestrian mall dan semi pedestrian mall. Dalam pembahasan tugas akhir ini akan membahas tiga konsep pedestrian mall saja yaitu

full pedestrian mall, transit pedestrian mall, dan semi pedestrian mall. Dan pembahasan akan lebih diarahkan menjadi beberapa faktor untuk setiap alternatif

pedestrian mall yaitu sistem lalu lintas, fasilitas pejalan (trotoar) , penyediaan parkir, angkutan umum (yang memiliki trayek saja) dan tempat pemberhentian angkutan /halte. Dimana menghasilkan dampak positif dan negatif dari hasil analisis. Dampak yang dibahas dalam studi ini adalah dampak negatif yang terjadi pada jalan disekitar lokasi penerapan pedestrian mall. Dari dampak negatif itu akan dirumuskan indikasi program untuk Jalan Imam Bonjol dan jalan disekitarnya.

1.5METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode-metode yang terkait dengan kriteria penilaian. Kriteria yang menjadi kajian pada metode penelitian ini antara lain adalah sistem lalu lintas, fasilitas pejalan (trotoar), fasilitas parkir, angkutan umum (yang memiliki trayek saja) dan tempat pemberhentian angkutan/halte.

1.5.1 Waktu Penelitian (survai)

Survai pedestrian counting dilakukan pada hari senin, selasa, sabtu dan minggu pada pagi (07.00-08.00), siang (13.00-14.00), dan sore (18.00-19.00). Penetapan hari berdasarkan karakteristik hari yang beragam yaitu, hari senin dan selasa yang memiliki hari kerja satu hari penuh, hari sabtu diasumsikan sebagai akhir pekan dan hari minggu diasumsikan sebagai hari libur. Sedangkan penetapan periode waktu didasarkan pada karakteristik waktu yang merupakan jam sibuk (peak hour).

(14)

9

1.5.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari metode pengumpulan data primer dan metode pengumpulan data sekunder. Survey data primer merupakan data yang langsung diperoleh dari lapangan sedangkan survey data sekunder dilakukan melalui studi literature dan studi instansi. Data yang diambil meliputi kondisi fisik dan lingkungan Jalan Imam Bonjol, antara lain data volume kendaraan, volume pejalan, penggunaan bangunan/lahan, geometric jalan, ruang parkir, jalur pejalan dan kondisi komponen lainnya. Sedang data non fisik diperlukan untuk mendapatkan gambaran mengenai karakteristik, dan aktivitas masyarakat di wilayah studi dan sekitarnya.

(15)

10

1.5.3 Metode Analisis

Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dan metode kuantitatif. Dalam menentukan indikasi program yang tepat, maka diperlukan penilaian terhadap masing-masing tipe pedestrian baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Penilaian secara kuantitatif dilakukan dengan cara perhitungan terhadap masing-masing kriteria yang telah dianalisis secara kuantitatif untuk masing-masing-masing-masing pedestrian. Sedangkan secara kualitatif dilakukan dengan melihat dampak negatif yang terjadi pada jalan sekitar penerapan pedestrian mall. Penelitian deskriptif (descriptive research) adalah penelitian yang memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena, menerangkan hubungan, menguji hipotesis-hipotesis, membuat prediksi serta mendapatkan makna dan indikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan (Nazir, 1988:64). Untuk lebih jelasnya hubungan antara data, analisis dan output yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel I.2

2 Fasilitas Pejalan Tingkat pelayanan trotoar

Minimal LOS B untuk masing-masing

alternatif pedestrian mall.

3 Fasilitas Parkir Tingkat

kecukupan parkir

Standar kebutuhan petak parkir pada kawasan komersial

berdasarkan luas lantai kawasan perdagangan

4 Trayek Angkutan Umum Kenyamanan Minimal 2 trayek angktan umum pada setiap ruas jalan.

5 Tempat Pemberhentian Angkutan Umum

Jarak efektif 200-400m dari lokasi perdagangan (Sudianto, 2004).

(16)

11

Tabel I.3

Matriks Sasaran dan Metode Analisis

(17)

12

1.5.4 Kerangka Pemikiran:

Kerangka pemikiran dari penelitian ini untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.3.

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

Indikasi program penerapan

pedestrian mall

Dampak Negatif Bagi Jalan Disekitarnya

Penurunan Daya Tarik Jalan Imam Bonjol

Kemungkinan penerapan konsep pedestrian mall:

Full Pedestrian Mall

Transit Pedestrian Mall

Semi Pedestrian Mall

Analisis

Analisis Penerapan

Full Pedestrian Mall

Analisis Penerapan

Transit Pedestrian Mall

Analisis Penerapan

SemiPedestrian Mall Dampak Positif Penerapan Pedestrian Mall

(18)

13

1.6Sistematika Pembahasan Bab I Pendahuluan

Bab I Pendahuluan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup penelitian yang berisi ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi, metodologi penelitian, kerangka pemikiran dan sistematika pembahasan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Pada bab ini dijelaskan teori-teori yang terkait dengan penelitian yaitu pengertian dan jenis pedestrian mall, manfaat pedestrian mall, karakteristik dari alternatif konsep pedestrian mall, dan standar-standar untuk analisis kriteria dari alternatif konsep pedestrian mall.

Bab III Fungsi Kawasan, Sistem Aktivitas, Sistem Transportasi dan Sistem Lalu Lintas

Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum fungsi kawasan perdagangan Jodoh-Nagoya dalam Kota Batam dan fungsi kawasan perdagangan Nagoya dalam kawasan perdagangan Jodoh-Nagoya. Sistem aktivitas yang memaparkan mengenai sistem aktivitas di Jalan Imam Bonjol. Sistem transportasi yang memaparkan mengenai kondisi geometrik Jalan Imam Bonjol dan di sekitarnya. Sistem Lalu lintas yang memaparkan mengenai volume dan kapasitas Jalan Imam Bonjol dan sekitarnya. Dan juga membahas mengenai gambaran umum kriteria dari penerapan pedestrian mall seperti: fasilitas pejalan (trotoar), fasilitas parkir dan angkutan umum.

Bab IV Analisis Penerapan Pedestrian mall Di Jalan Imam Bonjol

Pada bab ini menjelaskan mengenai analisis dari kriteria penerapan alternatif konsep pedestrian mall dan analisis dampak negatif untuk jalan disekitar dan indikasi program yang terjadi setelah penerapan alternatif konsep pedestrian mall.

Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi

(19)

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka dalam penelitian ini adalah sebagai referensi dan literature untuk kegiatan ini. Kajian pustaka dalam penelitian ini menjadi landasan teori atau pedoman dalam analisis.

2.1 Pengertian dan Jenis Pendestrian Mall

Pedestrian adalah orang yang melakukan aktivitas berjalan atau pengguna jalan biasa yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Sjaifudian, 1987):

a. Kelompok pejalan penuh. Kelompok pejalan ini mengunakan moda angkutan jalan kaki sebagai moda angkutan utama dan digunakan sepenuhnya dari tempat asal ke tempat tujuan bepergian.

b. Kelompok pejalan pemakai kendaraan umum. Pejalan yang mengunakan moda angkutan jalan sebagai moda antara pada jalur-jalur dari tempat asal ke tempat pemberhentian kendaraan umum, pada jalur perpindahan rute kendaraan umum di dalam terminal atau di dalam stasiun dari tempat pemberhentian kendaraan umum ke tempat tujuan akhir bepergian.

c. Kelompok pejalan pemakai kendaraan umum dan kendaraan pribadi merupakan pejalan yang melakukan perjalanan dari tempat parkir kendaraan pribadi ke tempat pemberhentian kendaraan umum, di dalam terminal atau stasiun, serta dari tempat pemberhentian kendaraan umum ke tempat tujuan akhir bepergian.

Pedestrian mall itu sendiri baik Shivani (1985) maupun Linch (1987) mengemukakan bahwa pedestrian bagian dari public space dan merupakan aspek penting sebuah urban space, baik berupa square (lapangan-open space) maupun

(20)

15

(kecuali kursi roda). Jalur pedestrian atau jalur pejalan kaki, adalah jalur khusus bagi para pejalan kaki. Pedestrian dapat berupa trotoar, alun-alun dan sebagainya.

Terdapat beberapa variasi dari pedestrian mall. Antara lain enclosed mall, full mall transit mall atau transit way, dan semi mall (Rubenstein, 1992). Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing tipe pedestrian mall:

1. Enclosed pedestrian mall

Merupakan kawasan khusus pejalan yang bertutup (beratap) untuk melindungi pejalan dari cuaca dingin/salju. Konsepnya menyerupai pusat perbelanjaan di pinggir (suburban shopping mall) yang dapat beropreasi setiap musim dan biasanya diterapkan di daerah beriklim dingin dan 4 musim. Mall ini memerlukan biaya yg cukup mahal.

2. Full pedestrian mall

Tipe mall yang diciptakan dengan cara menutup jalan yang tadinya digunakan untuk kendaraan kemudian mengubahnya menjadi kawasan khusus pejalan dengan menambahkan trotoar, perabot jalan, pepohonan, air mancur, dan sebagainya. Pedestrian mall jenis ini biasanya memiliki karakter tertentu dan membantu dalam membangun citra pusat kota.

3. Transit pedestrian mall dan transitway

Tipe mall yang dibangun dengan mengalihkan lalu-lintas kendaraan dari suatu ruas jalan dan hanya angkutan umum yang boleh melalui jalan tersebut. Trotoar bagi pejalan diperlebar, parkir di tepi jalan (on-street parking) dilarang, dan jalan tersebut didesain untuk menciptakan kesan unik pada kawasan pusat kota.

4. Semi pedestrian mall

Tipe mall yang dibuat dengan mengurangi parkir pada badan jalan dan arus lalu-lintas yang memalui jalan. Semi pedestrian mall biasanya berada pada jalan utama di sekitar pusat kota. Pada tempat-tempat untuk berjalan kaki terdapat RTH, tempat duduk, penerangan jalan serta elemen estetis lainnya.

(21)

16

Konsep pedestrian mall modern di mulai di Jerman Barat tepatnya di Essen pada tahun 1962. Konsep ini diterapkan setelah perang dunia ke II berakhir, kemudian di ikuti oleh Amerika Utara pada tahun 1960-an. Di Eropa dimulai di Eropa Barat, antara lain Kota Cologne, Kassal, Kiel di Jerman Barat (Rubenstein, 1992). Penutupan jalan umum untuk dijadikan pusat perbelanjaan yg pertama kalinya terjadi di tahun 1962 di Copenhagen, Denmark kemudian di Norwich, Inggris pada tahun 1971 (Goulty, 1991).

Di Amerika Utara, penutupan jalan untuk dijadikan pedestrian mall

dimulai di Kalamazoo, Michigan pada tahun 1959 (Rubenstein, 1992). Mall di Kalamazoo terinspirasi oleh penerapan pedestrian mall di Stockhlom, Swedia dan Rotterdam, Belanda (Barnett, 1992). Penerapan pedestrian di Kalamazoo mengalami keberhasilan dan banyak diikuti oleh kota-kota lainnya di Amerika Utara. Beberapa mall ini mengalami keberhasilan dan telan menjadi obat mujarab bagi vitalitas pusat kota seperti yang diharapkan perencana dan pejabat kota, sedangkan beberapa mall-mall lainnya dihilangkan.

Fasilitas pedestrian harus diberikan sesuai dengan kriteria transportasi secara umum yang selalu tingkat pelayanan. Terdapat beberapa faktor lingkungan yang berperan dalam tingkat pelayanan (Highway Capital Manual, 1985) yaitu:

a. Kenyamanan (comfort), seperti pelindung terhadap cuaca, arcade, halte angkutan umum dan sebagainya.

b. Kenikmatan (convenience), seperti jarak berjalan, tanda-tanda petunjuk dan sebagainya yan membuat perjalanan lebih menyenangkan.

c. Keselamatan (safety), yan disediakan dengan memisahkan pejalan denan lalu lintas kendaraan seperti mall dan kawasan bebas kendaraan lainnya dan sebagainya.

d. Keamanan (security), termasuk lampu lalu lintas, pandangan yang tidak terhalang ketika menyeberan dan tingkat atau tipe dari jalan.

e. Aspek ekonomi yang berkaitan dengan biaya pengguna yang berhubungan dengan tundaan perjalanan dan ketidaknyamanan.

2.2 Manfaat Pedestrian Mall

(22)

17

kawasan ini berupa perbaikan pada aspek pengaturan lalu-lintas, revitalisasi ekonomi, peningkatan kualitas lingkungan, dan aspek sosial. Penjelasan manfaat dari setiap aspek secara lebih terperinci dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel II.1

Manfaat Pedestrian Mall

No Aspek Manfaat

1 Lalu-lintas  Mengatasi kemacetan

 Penataan parkir

 Perbaikan sirkulasi

 Mengurangi kendaraan pribadi

 Mendorong pemakaian kendaraan umum

2 Ekonomi  Meningkatkan daya saing pusat kota

 Menyediakan pola-pola berbelanja yang baru

 Menarik pengunjung/turis dan investor

3 Lingkungan  Mengurangi tingkat polusi udara dan suara

 Memperbaiki identitas dan citra pusat kota

 Meningkatkan dan memelihara kawasan bersejarah

4 Sosial  Menyediakan ruang untuk kegiatan berjalan kaki

 Meningkatkan fungsi dan interaksi sosial bagi kegiatan publik

Sumber: Untennann, 1984; Yuliastuti, 1991; Niken, 2005

2.3 Karakteristik Pedestrian Mall

Masing-masing tipe pedestrian mall memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri. Karakteristik yang khas dari setiap pedestrian mall yang cocok untuk diterapkan di suatu kawasan perbandingan karakteristik beserta keunggulan dan kelemahan dari masing-masing tipe pedestrian mall dapat dilihat pada table berikut ini:

Tebel II.2

Perbandingan Karakteristik Pedestrian Mall

No Tipe Mall Karakteristik

1 Full Mall a. Lalulintas dan transportasi

Jalan tertutup untuk semua kendaraan (kecuali kendaraan

darurat dan pelayanan/service).

Pejalan kaki aman dari lalu-lintas kendaraan.

Permukaan jalan dilapisi material baru dengan pola

tertentu.

 b. Elemen Estetis

 Mall dilengkapi dengan elemen estetis: penerangan,

lansekap, tempat duduk, dsb. 2 Transit Mall  Lalu lintas dan Transportasi

Kendaraan pribadi dialihkan ke jalan lain, hanya

kendaraan umum yang boleh lewat.

Parkir pada sisi jalan dilarang hanya pada tempat-tempat

(23)

18

Kadang-kadang transit mall dibuat dengan pertimbangan

karena tidak adanya jalan lain.

Kadang-kadang dilengkapi dengan jalur penghubung

untuk menghindari konflik dengan kendaraan.

 Elemen Estetis

Dilengkapi dengan elemen estetis seperti lampu jalan,

lampu taman, jalur hijau dan sebagainya 3 Semi Mall  a. Lalu lintas dan Transportasi

Kendaraan dan kapasitas parkir dibatasi.

Kecepatan kendaraan dibatasi.

 b. Elemen Estetis

Dilengkapi dengan taman-taman, bangku, penerangan dan

elemen menarik lainnya dengan maksud meningkatkan kualitas kawasan.

Sumber: Yuliastuti, 1991

Tebel II.3

Perbandingan Keuntungan dan Kerugian Pedestrian Mall

No Tipe Mall Keuntungan Kerugian

1 Full Mall  Kawasan lebih menarik, tidak sekedar untuk berbelanja, tapi juga untuk berbincang-bincang, melihat pemandangan, dan duduk santai.

 Pejalan aman dari kendaraan.

 Kontak social lebih akrab.

 Dapat meningkatkan daya

saing dan citra kota.

 Diperlukan pengaturan

jalur khusus untuk kendaraan servis dan darurat karena panjang jalan relative pendek

2 Transit Mall  Mendorong penggunaan kendaraan umum.

 Pengunjung punya pilihan

antara berjalan atau naik kendaraan umum.

 Dilengkapi dengan fasilitas

lansekap, tempat duduk, dsb

 Pejalan masih terhambat

oleh kendaraan umum.

 Perlu disediakan area

parkir pada daerah tepi kawasan (meskipun kecil).

 Umumnya diterapkan

pada pertokoan skala besar.

3 Semi Mall  Perbaikan tidak terlalu banyak dilakuka, karena tindakan yang dilakukan adalah mengurangi volume dan membatasi kecepatan kendaraan.

 Tidak perlu menutup lalu

lintas kendaraan.

 Pejalan masih berbahaya

terhadap lalu-lintas kendaraan.

(24)

19

Dalam membangun pedestrian mall dalam pusat perdagangan harus diadakan terlebih dahulu analisis yang berkaitan sehingga dapat mengetahui factor-faktor apa saja yang dipertimbangkan dalam pedestrian mall. Rubenstein (1992), telah merumuskan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penerapan pedestrian mall. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah faktor kultural; faktor alami; faktor sosio-ekonomi serta faktor politis, pendanaan dan legal. Faktor yang akan dibahas antara lain adalah:

a. Lalu-Lintas

Sirkulasi lalu lintas merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam penerapan pedestrian mall. Seringkali ruas-ruas jalan di sekitar

pedestrian mall memiliki arus lalu lintas yang padat dan akan menjadi lebih padat lagi dengan diterapkan pedestrian mall pada salah satu jalan di pusat kota tersebut. Diperlukan analisis mengenai kemampuan ruas-ruas jalan di sekitar pedestrian mall dalam menerima limpahan lalu lintas kendaraan. b. Perhentian angkutan umum

Pada tipe transit mall dan semi mall, perhentian angkutan umum dapat disediakan pada jalan tersebut. Namun pada penerapan full mall, perhentian angkutan umum seperti bus, taksi atau kereta harus disediakan di luar jalan tersebut. Ruas-ruas jalan yang berada di sekitar full mall harus dipersiapkan untuk memenuhi sarana-sarana pelengkap seperti tempat parkir, halte bus,

drop-off taksi dan zona bongkar muat. c. Parkir

Penerapan pedestrian mall menyababkan lahan untuk parkir di tepi jalan berkurang sehingga harus disediakan tempat parkir dengan jarak berjalan yang relatif dekat dengan pedestrian mall. Salah satu kunci kesuksesan penerapan

(25)

20

d. Jalur Kendaraan Servis dan Darurat

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam penerapan pedestrian mall adalah rute tau akses bagi kendaraan servis dan darurat seperti truk pengantar barang, truk sampah, ambulans, mobil pemadam kebakaran, mobil polisi dan lain-lain. Pada tipe transit mall dan semi mall hal ini tidak terlalu bermasalah karena kendraan servis dan darurat masih diperbolehkan melalui jalan. Namum apabila tipe full mall diterapkan, maka perlu dicari jalan alternatif bagi kendaraan-kendaraan servis dan darurat.

e. Sirkulasi Pejalan

Sirkulasi pejalan merupakan hal yang sangat penting karena tujuan utama dari pembangunan pedestrian mall tentunya adalah mengakomodasi kebutuhan pejalan yang meliputi keselamatan, keamanan, kenyamanan, kontinuitas, koherensi dan estetika. Kawasan pejalan yang baik adalah kawasan yang menghindarkan konflik antara pejalan dengan kendaraan.

Terdapat dua metode untuk mengurangi konflik antara pejalan dengan kendaraan yaitu pemosahan waktu dan ruang. Penyediaan lampu lalu-lintas merupakan salah satu bentuk pemisahan waktu. Sedangkan pemisahan ruang dilakukan dengan menutup jalan dari seluruh kendaraan dan membangun full mall, membangun terowongan (underpass) atau jembatan/ jalan laying (overpass) khusus pejalan

f. Utilitas

Dalam pembangunan pedestrian mall, kelengkapan utilitas juga perlu dipertimbangkan. Utilitas yang dimaksud meliputi drainase, sewerage, listrik, gas, pemanas, air minum, dan telepon.

g. Bangunan Eksisting

Kondisi eksisting bangunan yang ada perlu diperhatikan kondisi, ketinggian, dan karakter arsitekturnya. Kondisi bangunan di daerah pusat kota yang berkualitas buruk akan mempengaruhi biaya yang dikeluarkan dalam pembangunan pedestrian mall.

h. Perabot Jalan

(26)

21

rambu-rambu lalu-lintas, meteran parkir, hidran air, bangku/kursi, dan pot tanaman. Penyediaan perabot jalan ini sangat penting karena selain bersifat fungsional juga dapat menambah nilai estetis dari pedestrian mall.

i. Pemeliharaan

Tahap pemeliharaan merupakan tahap yang dilakukan setelah pembangunan

pedestrian mall. Pemeliharan yang diperlukan antara lain kebersihan lingkungan, pembuangan sampah, perawatan tanaman, penggantian perabot jalan yang rusak seperti lampu jalan yang mati dan lain sebagainya.

Dampak dari penerapan pedestrian mall ditentukan berdasarkan karakteristik pedestrian mall yang paling terlihat (utama) yaitu penutupan jalan dari kendaraan bermotor (Berk, 1976; Rubenstein,1992). Beberapa implikasi yang dapat diidentifikasi yaitu (Hutauruk, 1998):

1. Terjadinya peningkatan volume kendaraan pada ruas-ruas jalan disekitar

pedestrian mall akibat adanya penutupan jalan. Meningkatnya volume kendaraan ini dapat menurunkan kualitas ruas-ruas jalan tersebut, yaitu pada jam-jam puncak yang sangat memungkinkan terjadinya kemacetan. 2. Sesuai dengan karakter pedestrian mall, kendaraan yang boleh memalalui

jalan hanya kendaraan servise dan darurat, sedangkan kendaraan pribadi dan angkutan umum dilarang masuk. Oleh karena itu, muncul kebutuhan akan pengaturan sirkulasi kendaraan pribadi, angkutan umum, serta kendaraan servis dan darurat.

3. Hilangnya tempat-tempat pemberhentian angkutan umum pada jalan yang diusulkan menjadi pedestrian mall yaitu pada alternatif full pedestrian mall, serta perlu disediakan tempat-tempat angkutan umum yang berdekatan dengan lokasi full pedestrian mall. Untuk alternatif transit dan semi pedestrian mall diperlukan tempat pemberhentian angkutan umum pada lokasi penerapan tersebut.

4. Relokasi parkir on street, dari kawasan pedestrian mall ke daerah/jalan lain disekitarnya.

5. Adanya peningkatan volume pejalan pada jalan yang diusulkan menjadi

(27)

22

6. Munculnya kebutuhan akan fasilitas-fasilitas pendukung yang mengutamakan pejalan seperti penerangan, tempat duduk, jembatan penyebrangan jalan, dan lain-lain.

Terdapat dua sumber yang digunakan untuk mengidentifikasi komponen yang dipertimbangkan dalam study penerapan konsep pedestrian mall ini, yaitu:

1. Rubenstein (1992), merumuskan komponen-komponen yang perlu diatur dalam menerapkan pedestrian mall. Komponen yang terkait dengan aspek teknis digolongkan kedalam factor cultural, antara lain lalu-lintas, angkutan umum, parkir, jalur kendaraan servise dan darurat, sirkulasi pejalan, utilitas, bangunan eksisting, perabot jalan dan pemeliharaan. 2. Yulianstuti (1991), menyebutkan sejumlah komponen/fasilitas yang harus

disediakan untuk penataan pedestrian mall. Komponen-komponen tersebut meliputi jalan masuk, fasilitas penunjang perdagangan, penampilan fisik yang menarik halte kendaraan umum, lokasi parkir dan sirkulasi, lokasi dan sirkulasi bongkar muat barang, perabot jalan, dan plasa.

2.4 Standar Penilaian Penerapan Pedestrian Mall

Untuk menentukan apakah pedestrian mall dapat diterapkan secara teknis atau tidak, perlu dirumuskan kriteria kelayakan teknisnya terlebih dulu. Kriteria ini merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan, serta syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menerapkan pedestrian mall, Setiap komponen memiliki kriteria yang berbeda-beda, tergantung pada karakterisknya masing-masing. Perumusan kriteria kelayakan teknis yang digunakan dalam studi ini dilakukan berdasarkan komponen-komponen yang telah ditentukan pada subbab sebelumnya.

2.4.1 Tingkat Pelayanan Jalan

(28)

23

menentukan kemampuan suatu jalan dalam menampung lalu-lintas, digunakan konsep Level of Service (LOS) atau tingkat pelayanan jalan.

Tingkat pelayanan adalah suatu ukuran yang dapat digunakan untuk mengetahui kualitas suatu ruas jalan tertentu dalam melayani arus lalu-lintas yang melewatinya. Dalam Tamin (2000), terdapat dua definisi tingkat pelayanan jalan. yaitu tingkat pelayanan tergantung-arus (flow dependent) dan tingkat pelayanan tergantung-fasilitas (facility dependent). Definisi yang akan digunakan dalam studi ini adalah definisi yang pertama, karena sudah sangat umum digunakan untuk menyatakan LOS jalan. Tingkat pelayanan jalan dalam studi ini diukur hanya berdasarkan Volume Capacity Ratio (VCR). Terdapat dua variabel yang memengaruhi VCR suatu ruas jalan, yaitu volume lalu-lintas dan kapasitas jalan. Perhitungan VCR didapat dengan menggunakan Rumus 2.1.

….…….. 2.1

Volume kendaraan adalah jumlah kendaraan yang melewati titik tertentu pada waktu tertentu atau jumlah kendaraan yang melewati ruas jalan tertentu pada waktu tertentu. Semakin tinggi volume kendaraan pada ruas jalan tertentu, tingkat pelayanannya semakin menurun. Volume maksimum pada saat jam puncak didefinisikan sebagai jumlah volume yang terjadi pada waktu jam sibuk (Pignataro, 1973).

Volume lalu-lintas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp), yang menyatakan besarnya tingkat gangguan yang ditimbulkan dari jenis kendaraan terhadap lalu-lintas dibandingkan dengan gangguan yang ditimbulkan satu kendaraan penumpang (sedan). Setiap jenis kendaraan mempunyai nilai smp yang berbeda, sesuai dengan tingkat gangguan yang ditimbulkannya. Klasifikasi kendaraan berdasarkan gangguannya dapat dilihat pada Tabel II.4.

Volume Kendaraan VCR=

(29)

24

Tabel II.4 Klasifikasi Kendaraan

No Kelas Jenis Kendaraan smp

1 LV (Light Vehicle) Sedan/jeep, oplet, mikrobus, pick up

1,00

2 HV (High Vehicle) Bus biasa, truk sedang, truk

berat

1,20

3 MC (Motor Cycle) Sepeda motor 0,25

4 Lainnya Becak, sepeda, dan sejenisnya. 0,80

Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI),1997

Arus maksimum yang dapat melewati suatu ruas jalan disebut kapasitas jalan (Tamm, 2000). Sedangkan menurut MKJI (1997), kapasitas jalan adalah jumlah lalu-lintas kendaraan maksimum yang dapat ditampung pada suatu ruas jalan selama kondisi tertentu yang dapat ditentukan dalam satuan mobil penumpang (smp). Persamaan umum yang digunakan untuk menghitung kapasitas ruas suatu jalan di perkotaan adalah sebagai berikut:

……… 2.2

Keterangan:

C = kapasitas (smp/jam) Co = kapasitas dasar (smp/jam)

FCw = faktor koreksi kapasitas untuk lebar lajur

FCsp = faktor koreksi kapasitas akibat pemisahan arah (untuk jalan satu arah, FCsp = 1)

FCsf = faktor koreksi kapasitas akibat hambatan samping untuk curb

FCcs = faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota

Tingkatan pelayanan jalan ditentukan dalam skala interval yang terdiri dari enam tingkatan, yang diberi kode A, B, C, D, E, dan F. Tingkat A merupakan tingkat pelayanan yang paling baik, dan F menunjukkan tingkat pelayanan yang sangat buruk. Standar yang digunakan untuk menentukan LOS suatu ruas jalan dapat dilihat pada Tabel II.5. Sebuah ruas jalan di perkotaan dikategorikan sebagai jalan bermasalah bila VCR lebih dari 0,75 (MKJI, 1997).

(30)

25

Tabel II.5

Standar Tingkat Pelayanan Jalan

LOS Deskripsi Arus VCR Kecepatan

Rata-rata (km/jam)

A Arus bebas, volume rendah dan kecepatan

tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan yang dikehendaki.

<0,40 ≥ 50

B Arus stabil, kecepatan sedikit terbatas oleh

lalu-lintas, volume sesuai dengan jalan di luar kota.

<0,58 ≥ 40

C Arus stabil, kecepatan dikontrol oleh

lalu-lintas, volume sesuai dengan jalan perkotaan.

<0,80 ≥ 32

D Arus mulai tidak stabil, kecepatan operasi

rendah.

<0,90 ≥ 27

E Arus yang tidak stabil, kecepatan yang

rendah dan berbeda-beda, volume mendekati kapasitas.

<1,00 ≥ 24

F Arus terhambat, kecepatan rendah, volume

di bawah kapasitas, banyak berhenti.

> 1,00 <24

Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI),1997

2.4.2 Fasilitas Pejalan ( Tingkat Pelayanan Trotoar)

Berdasarkan Pedoman Teknis Perekayasaan Fasilitas Pejalan Kaki di Wilayah Kota (1997), terdapat empat jenis fasilitas pejalan kaki, yaitu trotoar,

zebra cross, jembatan penyeberangan, dan terowongan penyeberangan. Secara umum, Ramdani (1992) mengelompokkan fasilitas pejalan menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Fasilitas utama, berupa jalur untuk berjalan, yang dapat dibuat khusus sehingga terpisah dari jalur kendaraan, seperti trotoar, plasa, pedestrian mall, dan arkade.

2. Fasilitas penyeberangan diperlukan untuk mengatasi dan menghindari konflik antara pejalan dengan moda angkutan lainnya. Fasilitas ini dapat berupa tanda-tanda seperti zebra cross, lampu lalu lintas, dan sinyal, atau berupa prasarana untuk menjaga kontinuitas jalur pejalan seperti jembatan penyeberangan (overpass), terowongan (underpass), jalan bawah tanah (subway), dan lain-lain.

(31)

26

Fasilitas pejalan yang layak seharusnya dapat memenuhi kriteria transportasi secara umum, yaitu aman, nyaman, dan lancar. Pengembangan pedestrian mall tidak bisa terlepas dari keberadaan trotoar yang merupakan fasilitas utama bagi pejalan. Penilaian kelayakan teknis trotoar dilakukan dengan mengunakan konsep tingkat pelayanan (LOS), seperti halnya pada jalan. Trotoar yang tersedia minimal memiliki LOS C, yaitu dapat menyediakan ruang yang cukup bagi pejalan untuk memilih kecepatan berjalan normal dan mendahului pejalan lain dalam arus pergerakan satu arah (Natalivan, 2003).

(32)

27

Tabel II.6

Standar Tingkat Pelayanan Trotoar Tingkat

berjalan yang diinginkan, bebas memilih kecepatan berjalan, tidak ada konflik dengan pejalan lain.

B <19 >53 >2,70 <0,28 Pejalan mulai memilih jalur

berjalan, tersedia ruang yang cukup untuk memilih kecepatan berjalan, menghindari konflik dan

mendahului pejalan lain.

C <28 >50 >1,80 <0,40 Kecepatan berjalan normal, ruang

berjalan makin terbatas, masih dapat mendahului pejalan lain dalam arus pergerakan satu arah.

D <41 >47 >1,14 <0,60 Konflik antara pejalan sering terjadi, kecepatan berjalan dibatasi, sulit untuk mendahului pejalan lain.

E <69 >29 >0,40 <1,00 Pergerakan pejalan lambat, konflik dengan pejalan lain tidak dapat dihindari, tidak mungkin mendahului pejalan lain. Pada kondisi tertentu, pergerakan hanya mungkin dilakukan dengan menyeret kaki.

(33)

28

Fasilitas pejalan selain trotoar adalah fasilitas penyeberangan dan fasilitas terminal. Fasilitas terminal berfungsi untuk mengakomodasi perjalanan pejalan dari moda primer ke moda sekunder. Sedangkan fasilitas penyebrangan biasanya berupa perabot jalan yang selain bersifat fungsional juga dapat menambah nilai estetis.

2.4.3 Fasilitas Parkir

Definisi fasilitas parkir menurut Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir (1996) adalah lokasi yang ditentukan sebagai tempat pemberhentian kendaraan yang tidak bersifat sementara untuk melakukan kegiatan pada suatu kurun waktu. Ketersediaan fasilitas parkir mutlak diperlukan, mengingat kendaraan pribadi merupakan salah satu moda yang digunakan oleh pejalan untuk mengunjungi full pedestrian mall. Bahkan, keberadaan fasilitas parkir sangat esensial bagi eksistensi kawasan komersial pusat kota (Shirvani, 1985:24).

Fasilitas parkir dibagi menjadi dua tipe, yaitu parkir di tepi jalan (on-street parking) dan parkir di luar jalan (off-street parking) dengan karakteristik sebagai berikut

1. Parkir pada badan jalan (on-street parking)

Tempat parkir apda badan jalan adalah fasilitas parkir yang menggunakan tepi jalan, biasanya disebut curb parking. Tipe parkir ini menggunakan sebagian dari badan jalan untuk tempat berhentinya kendaraan, baik pada sal ah satu sisi maupun kedua sisi jalan Bentuk parkir seperti ini banyak digunakan pada kawasan pusat kota dan kawasan komersial di Indonesia. 2. Parkir di luar jalan (off-streetparking)

Fasilitas parkir di luar badan jalan adalah fasilitas parkir kendaraan yang dibuat khusus di luar tepi jalan umum. Bentuk fasilitas parkir di luar jalan dapat berupa pelataran parkir (surface parking) dan bangunan parkir (parking building/garages) dengan karakteristik sebagai berikut:

(34)

29

pelataran parkir di daerah pusat kota agak sulit dilakukan mengingat harga lahan yang tinggi.

b. Bangunan parkir dapat berupa bangunan khusus untuk parkir, atau sebagian dari bangunan yang dimanfaatkan untuk parkir, seperti atap atau basement gedung. Bentuk fasilitas parkir ini menghemat pemakaian ruang sehingga banyak diterapkan di daerah pusat kota untuk menyiasati tingginya harga lahan. Baik tipe on-street maupun off-street memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Keunggulan dan kelemahan tersebut dapat dilihat pada Tabel II.

Tabel II.7

Perbandingan Parkir On-Street Dan Off-Street c.

Tipe Parkir Keunggulan Kelemahan On-street • Meminimumkan jarak

tempuh berjalan kaki

Off-street • Tidak mengganggu

arus lalu-lintas akibat

• Dibutuhkan biaya yang

lebih tinggi untuk pembangunannya

• Kendala ketersediaan

dan harga lahan di perkotaan, khususnya daerah pusat kota

Sumber: Susilo, 1984 dalam Nugroho, 1993; Natalivan, 2003.

(35)

30

Tabel II.8

Standar Jumlah Petak Parkir Di Zona Komersial

No Sumber Standar Kebutuhan Petak Parkir 1 Haris dan Dines, 1988. 3 petak parkir setiap 90 m2 lantai

Dari segi ketersediaan, daya tampung fasilitas parkir on-street dipengaruhi oleh panjang ruas jalan dan besar sudut yang digunakan. Sudut parkir yang umum digunakan adalah 0° (sejajar badan jalan/paralel), 30°, 45°, 60°, 90°. Sketsa. Berbeda dengan fasilitas parkir on-street, daya tampung untuk fasilitas parkir off-street tidak bergantung pada panjang dan lebar jalan, melainkan tergantung pada luas lahan atau bangunan yang digunakan sebagai tempat parkir. Penghitungan ketersediaan parkir biasanya dinyatakan dalam satuan ruang parkir (SRP), yang berlaku bagi mobil, bus/truk, atau motor. Berdasarkan Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir (1996), maka didapat suatu ukuran konversi SRP, yaitusatu SRP (1 petak) kendaraan roda empat dapat menampung sama dengan 10 SRP kendaraan roda dua. Tersedianya fasilitas parkir yang mencukupi kebutuhan harus didukung oleh lokasi tempat parkir dengan jarak tempuh yang nyaman. Rubenstein (1992) menyebutkan pejalan biasanya mencari tempat parkir dengan jarak maksimum 200 meter dari tempat tujuannya.

2.4.4 Tempat Perhentian Angkutan Umum/Halte

Penerapan sistem pedestrian mall harus disertai dengan tempat parkir dan layanan angkutan umum yang berjarak relatif dekat dengan fasilitas pejalan .Tempat perhentian angkutan umum yang dimaksud tentunya tidak berada pada ruas jalan yang menggunakan sistem pedestrian mall, melainkan pada ruas-ruas jalan di sekitarnya. Jenis tempat perhentian disesuaikan dengan jenis angkutan yang melalui kawasan tersebut, misalnya halte bus, stasiun kereta/monorail, zona

(36)

31

perumahan adalah 500 meter. Jika lebih dari jarak tersebut, maka orang lebih memilih untuk naik kendaraan lain. Sudianto (2004) merekomendasikan lokasi tempat perhentian berdasarkan jarak berjalan penumpang angkutan umum, yaitu 200-400 meter untuk daerah CBD, dan 300-500 meter di daerah pinggiran kota.

2.5 Contoh Penerapan Pedestrian Mall

Pada bagian ini menjelaskan mengenai konsep dan penerapan pedestrian mall. Pembahasannya mengenai contoh-contoh penerapan pedestrian mall, implikasi teknis yang ditimbulkan pedestrian mall.

2.5.1 Penerapan Pedestrian Mall Di Luar Negeri

Konsep pedestrian mall popular diterapkan di berbagai pusat kota, baik di kota besar, menengah maupun kota kecil. Berikut ini adalah sebagian contoh full pedestrian mall yang pernah diterapkan di Amerika Utara (Rubenstein, 1992): 1. Fulton Mall

Mall yang terletak di Kota Fresno, California ini dibangun dengan menutup Fulton Street. Jalan ini merupakan kawasan perbelanjaan tradisional yang sering mengalami kemacetan. Tujuan utama dari pembangunan mall ini adalah untuk merevitalisasi kawasan pusat kota. Terdapat fasilitas pejalan yang terputus sepanjang setengah mill dengan total sepanjang 6 blok.

Semenjak selesai dibangun pada tahun 1964, mall ini menunjukan tingkat keberhasilan yang cukup memuaskan hingga akhir awal 1970. Terjadi peningkatan penjualan rata-rata sebesar 14%, dan peningkatan volume pejalan sebesar 60%. Pada tahun 1971, mall ini mulai mengalami penurunan aktivitas. Meskipun begitu, mall ini merupakan contoh dari ruang publik yang menyenangkan.

2. Parkway Mall

(37)

32

namum harga dan nilai property meningkat. Pembangunan mall ini bertujuan untuk merevitalisasi kawasan pusat kota, dan dianggap cukup sukses karena telah mnjadi katalisator bagi pembangunan lainnya di Kawasan Pusat Kota Napa.

3. Ithaca Commons

Ithaca Commons adalah full pedestrian mall yang terletak di Kota Ithaca, New York. Mall ini dibangun pada State Street sepanjang dua blok dan pada tiga street sepanjang tiga blok. Total panjangnya kurang lebih 350 meter degan lebar 20 meter. Mall ini selesai dibangun pada tahun 1975, dan mengakobatkan tingkat penjualan naik hingga 22%. Keberadaan Ithaca Commons telah membantu revitalisasi pusat kota serta mendorong peningkatan harga lahan dan property. Secara keseluruhan, mall ini tergolong sangat sukses dan terus mengalami perkembangan yang positif.

2.5.2 Penerapan Pedestrian Mall Di Indonesia

Penerapan full pedestrian mall di Indonesia belum dilakukan secara penuh. Terdapat dua contoh full pedestrian mall yang telah diterapkan di dua kota besar di Indonesia, yaitu di Jalan Ahmad Yani (Kesawan Square), Medan; dan di Jalan Kembang Jepun (Kya-Kya) di Surabaya. Kedua full mall tersebut hanya beroperasi dari sore hingga malam saja, sedangkan pada siang hari dapat dilalui oleh lalu lintas seperti biasa.

1. Kesawan Square

Kesawan Square merupakan full pedestrian mall sepanjang 800 meter. Tempat ini mulai didirikan sejak 15 Januari 2003 dengan tujuan untuk melestarikan bangunan-bangunan di sepanjang Jalan Ahmad Yani, Medan. Jenis kegiaan utamanya adalah perdagangan makanan dan jajanan, serta cenderamata khas daerah setempat. Kegiatan-kegiatan tersebut baru memulai aktivitasnya pada

sore hingga malam hari

(38)

33

2. Kembang Jepun (Kya-Kya)

Full pedestrian mall di Surabaya bernama Pusat Kya-Kya Kembang Jepun, yang mulai didirikan sejak 27 Mei 2003. Kegiatan yang terdapat di jalan ini adalah perdagangan makanan, cenderamata, jasa, serta hiburan yang bersifat temporal. Jalan Kembang Jepun hanya mengalami penutupan dari kendaraan selama 8 jam, yaitu dari pukul 18.00-02.00, di luar jam tersebut jalan ini berfungsi seperti biasa (www.surabaya.go.id/wisata.php?page=kyakya,tt).

Selain contoh-contoh penerapan, terdapat juga studi-studi mengenai alternatif tipe pedestrian mall yang cocok diterapkan di suatu kawasan di Indonesia. Beberapa studi merekomendasikan penerapan transit mall, semi mall, atau kombinasi antara full mall dan transit mall. Hasil dari studi-studi tersebut terangkum pada tabel berikut ini.

Tabel II.9

Studi Penataan Kawasan Dengan Konsep Pedestrian Mall Di Indonesia

Lokasi Tipe

Full Mall Dilengkapi dengan atap pelindung

Kawasan

 Disediakan lahan parkir off-street pada beberapa

lokasi

 Penerapan full pedestrian mall pada jalan di

dalam kawasan

 Aktivitas pelayanan/bongkar muat barang

diberlakukan pada jam-jam khusus diluar jam puncak agar tidak mengganggu sirkulasi kawasan Jalan Malioboro,

Yogyakarta (Nugroho, 1993)

Transit mall  Berlaku pada pukul 06.00-22.00 dengan pertimbangan bahwa sebagian besar kegiatan dilakukan pada jam-jam tersebut

 Disediakan halte bus dengan jarak tertentu

(mempertimbangkan faktor jarak berjalan kaki)

 Kegiatan bongkar muat barang dilakukan di luar

jam berlakunya transit mall

 Penyediaan fasilitas parkir off street

Kawasan Pertokoan Jalan Sabang, Jakarta (Suryandari, 2003)

Semi mall  Mempertahankan system lalu-lintas dua arah

 Menghilangkan parkir di sisi jalan

 Penataan PKL

Alun-alun bandung

(39)

34

 Relokasi parkir on-street menjadi off-street

 Penataan PKL

Jalan Braga, Bandung, 2005

Semi mall  Penyediaan alternative jalan untuk memperlancar sirkulasi lalu-lintas

 Pelebaran trotoar

 Pengaturan sudut parkir on-street

 Penambahan jumlah petak/fasilitas parkir

off-street Sumber: Ringkasan dari berbagai sumber

2.6Komponen Penilaian dan Dampak Positif Pedestrian Mall 2.6.1 Komponen Penilaian

Komponen penilaian untuk masing-masing alternatif pedestrian mall

digunakan untuk mengetahui dampak yang terjadi baik untuk Jalan Imam Bonjol maupun untuk jalan disekitarnya. Dengan kriteria yang digunakan adalah jalan, trotoar, fasilitas parkir, angkutan umum dan tempat perhentian angkutan umum. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel II.11.

Tabel II.11

Komponen Penilaian Pedestrian Mall

No Kriteria Indikator Analisis Teknik Analisis

1 Jalan VCR ≤ 0,75 minimal LOS C  VCR= volume kendaraan/

kapasitas jalan

2 Fasilitas Pejalan (Trotoar) LOS B  LOS Trotoar=Volume pejalan/

lebar trotoar/tingkat arus pejalan

 Volume pejalan setelah

pedestrian mall diprediksi meningkat 10% (Ananda 2005) dan

 LET minimal 2 meter.

 Ketersediaan fasilitas

penyeberangan

 Ketersediaan ruang bagi

penempatan terminal pejalan

Untuk transit pedestrian mall disediakan

fasilitas pejalan lainnya seperti: tempat penyebrangan atau zebra cross.

3 Fasilitas parkir  Parkir on-street yang ada harus

dihilangkan untuk masing-masing

alternatif pedestrian mall

(Rubeinstein,1992)

 Jarak dari pedestrian mall maksimal

Perhitungan kebutuhan parkir:

 Luas lantai pertokoan yang

dihitung hanya pertokoan

 . Jumlah Kebutuhan setelah

penerapan dihitung

(40)

35

No Kriteria Indikator Analisis Teknik Analisis

200 meter (Rubeinstein,1992). DKI Jakarta yaitu 60 m2/petak,

45 m2/petak, dan 30 m2/petak.

Perhitungan kendaraan parkir:

 Pada kondisi eksisting, jumlah

petak parkir yang dihitung adalah parkir on-street dan off street.

4 Trayek Angkutan Umum Minimal 2 trayek angkutan umum yang

melalui pada sekitar lokasi penerapan

pedestrian mall.

5 Tempat Pemberhentian Jarak dari full pedestrian mall 400 meter

(sudianto,2004)

Ketersediaan halte

Sumber: Rubeinstein, 1992 dan Yuliastuti, 1991

2.6.2 Dampak Positif Pedestrian Mall

Dampak-dampak yang menguntungkan dengan adanya pedestrian mall

adalah sebagai berikut:

- Pejalan kaki aman dari kendaraan bermotor, karena konflik antara kendaraan bermotor dengan pejalan kaki tidak ada.

- Adanya penerapan full pedestrian mall ini menyebabkan kenyamanan berjalan kaki akan meningkat, karena ruang trotoar yang tersedia untuk berjalan kaki akan bertambah luas.

- Diterapkannya alternatif ini akan dapat mengurangi tingkat polusi udara maupun polusi suara, karena pada alternatif ini tertutup untuk kendaraan bermotor.

- Adanya penerapan alternatef ini diharapkan akan mendorong peningkatan penggunaan angkutan umum bagi pengunjung Jalan Imam Bonjol yang biasa menggunakan kendaraan pribadi.

(41)

36

BAB III

FUNGSI KAWASAN, SISTEM AKTIVITAS, SISTEM TRANSPORTASI DAN SISTEM LALU LINTAS

3.1 Fungsi Kawasan Jodoh-Nagoya dalam Kota Batam

Kawasan Perdagangan dan Jasa Jodoh-Nagoya Kota Batam, meliputi kawasan perdagangan dan jasa beserta kawasan pendukungnya dengan luas ± 801,67 Ha. Secara geografis, Kawasan Perdagangan dan Jasa Jodoh-Nagoya terletak antara 100 7' 41,907" - 00 9' 45,946" LU dan 1030 59' 47,857" – 1040 30' 30.171" BT. Kawasan Perdagangan dan Jasa Jodoh-Nagoya merupakan bagian dari Kota Batam yang peruntukkannya sebagai pusat perdagangan dan jasa. Kawasan ini berkembang seiring dengan meningkatnya jumlah investasi yang masuk pada kegiatan perdagangan dan jasa. Kawasan ini akan dikembangkan sebagai pusat perdagangan dan jasa dengan skala internasional yang dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas berskala internasional.

Tabel III.1

Luas Kawasan Jodoh-Nagoya Kota Batam Tahun 2010 (Secara Administra)

Wilayah Luas Wilayah (Ha)

KEC. BATU AMPAR (Sebagian Kawasan) meliputi : Kel. Batu Merah (Pelabuhan Batu

Ampar)

12,82

Kel. Sungai Jodoh 224,88

Kel. Kampung Seraya 141,59

KEC. LUBUK BAJA (Sebagian Kawasan) meliputi :

Kel. Batu Selicin 123,30

Kel. Lubuk Baja Kota 153,77

Kel. Kampung Pelita 135,86

KAWASAN JODOH - NAGOYA 801,67

(42)

37

(43)

38

Sumber : Otorita Batam, 2010

Gambar 3.1

Investasi Swasta Menurut Jenis Kegiatan Di Kota Batam

(44)

39

3.2 Fungsi Kawasan Nagoya dalam Kawasan Jodoh-Nagoya

Kawasan Jodoh-Nagoya adalah kawasan yang berfungsi sebagai kawasan perdagangan dan jasa. Kawasan Nagoya dalam konteks kawasan perdagangan dan jasa adalah sebagai zona pendukung adalah zona untuk pengembangan kegiatan yang menunjang dan mendukung berlangsungnya kegiatan perdagangan dan jasa yang meliputi pelabuhan, jasa perhotelan dan restoran, jasa perbankan, dan industri kreatif. Dalam RDTR Kawasan Jodoh dan Nagoya tahun 2009 kawasan ini terbagi kedalam 8 blok perencanaan yaitu:

1. Blok I, merupakan kawasan yang direncanakan sebagai kawasan reklamasi. Dibatasi bagian timurnya oleh Jalan Duyung. Blok I menampung kegiatan pelabuhan, industri, perumahan berkepadatan tinggi, dan perdagangan dan jasa.

2. Blok II, dibatasi oleh jalan Yos Sudarso – Duyung – Raja Ali Haji – Prambanan – Majapahit. Blok II menampung kegiatan perdagangan dan jasa, perumahan berkepadatan tinggi dan sedang, serta kawasan berfungsi lindung karena sebagian wilayahnya berada di daerah yang berlereng tinggi.

3. Blok III, dibatasi oleh jalan Yos Sudarso – Seraya – Teuku Umar – Prambanan – Majapahit. Blok III menampung kegiatan perdagangan dan jasa, perumahan berkepadatan tinggi, industri ringan, kawasan pertahanan, serta kawasan berfungsi lindung karena sebagian wilayahnya berada di daerah yang berlereng tinggi.

4. Blok IV, merupakan Central Business District kawasan Jodoh – Nagoya. Dibatasi oleh jalan Duyung – Raja Ali Haji – Teuku Umar – Imam Bonjol. Blok IV menampung kegiatan perdagangan dan jasa berskala internasional dan perumahan berkepadatan tinggi.

5. Blok V, dibatasi oleh jalan Yos Sudarso – Seraya – Sriwijaya. Blok V menampung kegiatan industri serta perdagangan dan jasa. Perumahan dikembangkan hanya untuk mendukung kegiatan industri.

(45)

40

7. Blok VII, dibatasi oleh jalan Bunga Raya – Pembangunan – Raden Patah. Blok VII menampung kegiatan perdagangan dan jasa serta perumahan dengan intensitas tinggi.

8. Blok VIII dibatasi oleh jalan Yos Sudarso – Seraya – Raden Patah. Blok VIII menampung kegiatan industri, perdagangan dan jasa, serta perumahan dengan intensitas tinggi.

Dilihat dalam pembagian blok di atas maka Kawasan perdagangan dan jasa Nagoya itu yang dibatasi oleh Jalan Imam Bonjol – Jalan Pembangunan- Jalan Sultan Abdurahman. Dimana kawasan CBD Nagoya ini merupakan kawasan perdagangan dan jasa. Merupakan pusat bisnis Kota Batam (business centre), yang berkembang membentuk koridor Jodog-Nagoya. Kawasan Nagoya ini terkenal dengan kegiatan perdagangan dan jasa, dengan produk-produk yang dijual berasal dari luar Indonesia, terutama Singapura, seperti elektronik, sepatu, tas, parfum, dll. Aksesibilitas wisatawan ke kawasan ini didukung oleh dekatnya jarak antara Kawasan Nagoya Hill dengan Kawasan Harbour Bay, sebagai pintu keluar masuk wisatawan, khususnya dari Singapura.

3.3 Sitem Aktivitas

Sistem aktivitas merupakan kawasan-kawasan dengan kegiatan-kegiatan yang menimbulkan reaksi antar manusia. Fungsi-fungsi tersebut diimplementasikan kedalam bentukpola dan intensitas gunalahan di kawasan-kawasan kegiatan tersebut.

3.3.1 Karakteristik Sistem Aktivitas di Kawasan Perdagangan Nagoya Karakteristik sistem aktivitas di Jalan Imam Bonjol terdiri atas sistem aktivitas di Jalan Imam Bonjol, intensitas aktivitas di Jalan Imam Bonjol dan intansitas penggunaan lahan di Jalan Imam Bonjol.

3.3.1.1 Sistem Aktivitas di Koridor Jalan Imam Bonjol

(46)

41

Tabel III.2

Sistem Aktivitas di Jalan Imam Bonjol No Aktivitas di Jalan Imam Bonjol

1 Pusat Perbelanjaan Nagoya Hill

2 Hotel Nagoya Plaza dan Hotel Borobudur 3 Bank

4 Pertokoan tas dan parfume 5 Restoran

6 Travel

7 Tempat pendidikan khusus 8 Money changer

9 Perdagangan dan Jasa lainnya

(47)
(48)
(49)

44

3.3.1.2 Intensitas Aktivitas di Jalan Imam Bonjol

Intensitas aktivitas masyarakat di Jalan Imam Bonjol akan dijelaskan berdasarkan jenis aktivitasnya. Dalam laporan RDTR Kawasan Perdagangan Jodoh dan Nagoya yang menjelaskan bahwa pembangunan terjadi berdasarkan ketetapan pemerintah yang menjelaskan bahwa kawasan ini adalah kawasan perdagangan dan jasa. Aktivitas di Jalan Imam Bonjol sebagian besar merupakan aktivitas lahan terbangun dan dikelompokan menjadi kegiatan perdagangan dan jasa.

A. Kegiatan Perdagangan dan Jasa

Kegiatan perdagangan dan jasa yang terdapat di sepanjang koridor Jalan Imam Bonjol adalah kegiatan perdagangan dan jasa. Kegiatan perdagangan dan jasa ini berkembang dengan pesat sejalan dengan ditetapkannya sebagian Kecamatan Lubuk Baja sebagai kawasan perdangan dan jasa Nagoya. Kegiatan perdagangan dan jasa pada Jalan Imam Bonjol merupakan kawasan perdagangan yang ramai dikunjungi oleh masyarakat baik lokal maupun dari luar kota atau manca negri. Pola perkembangan kegiatan perdagangan dan jasa pada wilayah studi tumbuh secara linier pada ruas Jalan Imam Bonjol khususnya di ruas Jalan Imam Bonjol arah kawasan perdagangan dan jasa Jodoh. Berkembangnya kawasan perdagangan dan jasa ini berdampak pada pergerakan kendaraan yang cukup tinggi sehingga menimbulkan ketidak nyamanan bagi pejalan kaki yang dikarenakan tidak tersedianya fasilitas pejalan kaki yang memadai.

B. Kegiatan Perkantoran

(50)

45

3.3.1.3 Intensitas Penggunaan Lahan Di Jalan Imam Bonjol

Intensitas penggunaan lahan di Jalan Imam Bonjol dicerminkan melalui koefisien dasar bangunan (KDB) dan koefisien lantai bangunan (KLB).

A. Koefisien Dasar Bangunan

Koefisien dasar bangunan (KDB) merupakan persentase yang didasarkan pada perbandingan antara luas lantai dasar bangunan terhadap luar persil atau tapak perencanaan yang dikuasai. Nilai KDB diperoleh dengan mempertibangkan pada karakteristik dan daya dukung wilayah, guna lahan yang ada serta lebar dan kelas. Salah satu yang mempertimbangkan dalam penentuan KDB dalam rangka penyediaan ruang parkir yang memadai. Koefisien Dasar Bangunan di Kawasan Perdagangan Nagoya berkisar 0%-80%.

B. Koefisien Lantai Bangunan

Koefisien Lantai Bangunan (KLB) merupakan besaran ruang yang dihitung dari perbandingan luas seluruh lantai bangunan terhadap luas persil atau tapak perencanaan yang dikuasai. Nilai KLB diperoleh dengan mempertimbangkan karakteristik dan daya dukung wilayah, dalam batas daya dukung prasaran (jalan dan air bersih) serta sesuai dengan fungsi guna lahan yang direncanakan. Pertimbangan lain dalam penentuan KLB adalah desain estetika kota secara vertical dan keserasian lingkungan.

Gambar

Tabel II.5
Tabel II.7
Tabel III.1
Tabel III.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

yang berbeda, maka setiap individu akan memiliki penilaian terhadap keadaan.. tubuh (body esteem) yang

Jenis-Jenis Safety Glove antara lain : Sarung Tangan Metak Mesh, Sarung metal mesh tahan terhadap ujung yang lancip dan menjaga terpotong, Sarung tangan Kulit, Sarung tangan

Terimakasih kepada Bappeda Tuban yang telah menyediakan dana dan sebagai mitra dari tim Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas PGRI Ronggolawe Unirow Tuban

Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa, opini audit tidak berpengaruh terhadap auditor switching , financial distress berpengaruh terhadap auditor

Nilai TSR masing-masing konfigurasi meningkat sampai pada putaran 10,7 rpm pada wells rotor dan 10 rpm pada turbin kombinasi kemudian menurun dengan

Pada penelitian ini akan dilakukan optimasi menggunakan metode taguchi dengan harapan menghasilkan kuat tekan yang paling optimal dan mengetahui faktor yang mempengaruhi kuat tekan

Salah satu perwujudan pemanfaatan SIG yang intensif dan meluas adalah tersedianya peta di situs web resmi pemerintah daerah atau Kementerian/Lembaga. Sampai dengan bulan Juli

Pada bulan Mei 2017, kelompok komoditas yang memberikan andil/sumbangan inflasi adalah kelompok bahan makanan sebesar 0,45 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan