• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Mengenai Penjualan Hewan Yang Dilindungi Melalui Media Internet Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya JUNCTO Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan T

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Hukum Mengenai Penjualan Hewan Yang Dilindungi Melalui Media Internet Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya JUNCTO Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan T"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

Law perspective on preserved fauna trading through Internet to statute No.5/1990 regarding conservation of biological resources and Its Ecosystem juncto statute No.11/2008 regarding

Electronic Transaction and Information Pandu Budianto

Abstract

Every nation stakeholders has an obligation to support country development to achieve national goals. As mentioned in constitution (UUD 1945), the national goals consist of protecting all Indonesian people, improving public welfare, education for all, and participating in world order. The sophisticated of information technology has been increasing widely and involving massively. It affected global economy including Indonesian. In spite of its benefits, the modern of information technology has also a harmful effects including its effects on preserved fauna which protected by government. Interet as a sophisticated of information technology has become an effective instrument in preserved fauna trading. Based on this phenomenon, this research studied about how statute No.5/1990 regarding conservation of biological resources and Its Ecosystem regulates preserved fauna trading and what judicial action can be undertaken by the authority against trader in preserved fauna trading through internet based on Statute No. 11/2008 regarding Electronic Transaction and Information and statute No.5/1990

This research applied with normative yuridical method and descriptive analysis. Collected data was analyzed using yuridical qualititative which one regulation must not conflict against anothers and it should notice on regulation hierarchy and law enforcement.

(2)

TINJAUAN HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Abstrak Pandu Budianto

Perkembangan pembangunan dewasa ini yang berkelanjutan harus didukung oleh semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara agar tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta menjaga ketertiban duniaTeknologi informasi di Indonesia yang semakin canggih saat ini mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dan memanfaatkan teknologi informasi tersebut. Perkembangan teknologi dan informasi yang terjadi sangat pesat dewasa ini telah mempengaruhi kehidupan perekonomian secara global khususnya di Indonesia dan secara tidak langsung telah mempengaruhi kehidupan masyarakat dunia pada umumnya dan masyarakat Indonesia pada khususnya.Di samping aspek positif, perkembangan teknologi dapat pula berdampak negatif terhadap kehidupan manusia termasuk sumber daya alam hayati dan ekosistim khususnya marga satwa yang dilindungi oleh pemerintah.. Internet telah menjadi faktor dominan yang secara keseluruhan mempengaruhi besarnya perdagangan hewan-hewan langka yang dilindungi, berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dikaji permasalahan mengenai bagaimana Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya mengatur tentang penjualan hewan langka yang dilindungi melalui internet, serta tindakan hukum apa yang dapat dilakukan terhadap para pihak terkait dengan penyelenggaraan penjualan hewan yang dilindungi melalui internet menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1990 dan Undang-Undang-Undang-Undang No 11 tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

Untuk mencapai tujuan di atas, maka Penulis melakukan penelitian yang bersifat Deskriptif Analitis dengan menggunakan metode pendekatan secara yuridis normatif. Data hasil penelitian dianalisis secara yuridis kualitatif, yang mana peraturan undangan yang satu tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya, serta memperhatikan hirarki peraturan perundang-perundang-undangan dan kepastian hukum.

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan pembangunan dewasa ini yang berkelanjutan harus didukung oleh semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara agar tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta menjaga ketertiban dunia dapat tercapai. Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat dihadapkan dengan berbagai tantangan yang berat dalam menjalani kehidupannya dan dengan situasi dan kondisi negara Indonesia pada saat ini membuat beban masyarakat semakin bertambah, oleh karena itu, pemerintah harus bekerja keras untuk memberikan pembinaan kepada masyarakat dan mengarahkan pembangunan nasional yang berkelanjutan untuk memasuki era globalisasi.

(4)

Dewasa ini seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi, manusia disajikan berbagai macam kemudahan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam melakukan kegiatan ekonomi. Perkembangan teknologi dan informasi apabila dimanfaatkan dengan tepat maka akan meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam berbagai bidang dan hal tersebut tentu akan berdampak pada tingkat perekonomian suatu negara.

(5)

tentang larangan perdagangan satwa yang dilindungi, dewasa ini dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, pemerintah melalui Badan Konservasi Sumber Daya Alam menemukan pelanggaran penjualan penyu hijau melalui media internet yang memanfaatkan server gratis seperti di multiply.com Keberadaan website yang melakukan perdagangan illegal. Website tersebut dapat membahayakan kelestarian satwa langka seperti penyu hijau yang dengan sengaja dicuri dan diperjualbelikan secara illegal. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, perdagangan hewan yang dilindungi tersebut bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Satwa dan Tumbuhan. Perdagangan hewan yang dilindungi yang dilakukan melalui media internet seharusnya dapat dikenakan pula hukuman menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-undang tersebut transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menganalisa mengenai :

(6)

EKOSISTEMNYA JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, Penulis mengemukakan permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam mengatur penjualan hewan langka yang dilindungi melalui internet ?

2. Tindakan hukum apa yang dapat dilakukan terhadap para pihak terkait dengan penjualan hewan yang dilindungi melalui internet menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

Adapun maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(7)

Ekosistemnya juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam mengatur tentang penjualan hewan langka yang dilindungi melalui internet ?

2. Untuk mengkaji dan menganalisis tindakan hukum apa yang dapat dilakukan terhadap para pihak terkait dengan penjualan hewan yang dilindungi melalui internet menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktek, yaitu :

1. Kegunaan secara Teoritis

Diharapkan dapat digunakan sebagai sarana pengembangan dalam bidang ilmu hukum khususnya di bidang Hukum Pidana.

2. Kegunaan secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat :

(8)

b. Menjadi masukan bagi pihak yang berwenang untuk dapat memberikan pencegahan, perlindungan terhadap satwa yang dilindungi sehingga dapat mengantisipasi terjadinya kerugian yang sangat besar.

E. Kerangka Pemikiran

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 menyebutkan bahwa :

“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Berdasarkan hal di atas, pemerintah harus memberikan perlindungan hukum kepada seluruh masyarakat sebagai pencerminan pemerintahan yang melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, termasuk masalah mengenai penjualan hewan yang dilindungi oleh negara yang dilakukan melalui media internet.

(9)

ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, terdapat 3 (tiga) prinsip dasar wajib dijunjung oleh setiap warga negara yaitu supremasi hukum, kesetaraan di hadapan hukum dan penegakan hukum dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum.

Pembukaan alinea keempat, menjelaskan tentang Pancasila yang terdiri dari lima sila. Pancasila secara substansial merupakan konsep yang luhur dan murni. Luhur karena mencerminkan nilai-nilai bangsa yang diwariskan turun temurun dan abstrak. Murni karena kedalamannya substansi yang menyangkut beberapa aspek pokok, baik agamis, ekonomi, ketahanan, sosial dan budaya yang memiliki corak partikular1.

Ketentuan selanjutnya yaitu terdapat dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial dalam bentuk rumusan visi, misi dan arah pembangunan nasional.

Teori hukum pembangunan menurut Mochtar Kusumaatmadja dalam bukunya yang berjudul “Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan”

1

(10)

kehidupan manusia dalam masyarakat termasuk lembaga dan proses di dalam mewujudkan berlakunya kaidah hukum itu dalam kenyataan. Dapat dilihat dalam bukunya yang berjudul “Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional” bahwa hukum adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat termasuk lembaga dan proses di dalam mewujudkan berlakunya kaidah hukum itu dalam kenyataan. Kata asas dan kaidah ini menggambarkan hukum sebagai suatu gejala normatif sedangkan kata lembaga dan proses menggambarkan hukum sebagai suatu gejala sosial. Berdasarkan hal tersebut, maka hukum tidak boleh ketinggalan dalam proses pembangunan, sebab pembangunan yang berkesnambungan menghendaki adanya konsepsi hukum yang mendorong dan mengarahkan pembangunan sebagai cerminan dari tujuan hukum modern, salah satu tujuan hukum yaitu keadilan menurut Pancasila yaitu keadilan yang seimbang, artinya adanya keseimbangan diantara kepentingan individu, kepentingan masyarakat dan kepentingan penguasa2.

Pelaksanaan pembangunan nasional, memerlukan suatu bagian yang menunjang dan terlebih lagi membantu tercapainya visi dan misi pembanguan nasional, dalam hal ini pemerintah merupakan salah satu bagian yang terpenting demi tercapainya visi dan misi tersebut, antara lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya alam Hayati Dan Ekositemnya.

2

(11)

Salah satu hasil perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini antara lain adalah teknologi dunia maya yang dikenal dengan istilah internet. Seseorang dapat melakukan berbagai macam kegiatan tidak hanya terbatas pada lingkup lokal atau nasional tetapi juga secara global bahkan internasional, sehingga kegiatan yang dilakukan melalui internet ini merupakan kegiatan yang tanpa batas, artinya seseorang dapat berhubungan dengan siapapun yang berada dimanapun dan kapanpun.

Internet sebagai salah satu media baru dapat digunakan oleh siapapun tanpa mengenal waktu. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan melalui media internet adalah transaksi jual beli, atau biasa disebut dengan istilah transaksi jual beli secara elektronik (Electronic Commerce).

(12)

Pasal 1320 BW yang mengatakan bahwa, syarat sahnya sebuah perjanjian

Penjualan hewan yang dilindungi melalui media internet, bertentangan dengan Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya alam Hayati Dan Ekositemnya, disebutkan bahwa:

“Setiap orang dilarang untuk :

a. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;

b. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;

c. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

d. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

e. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan atau sarang satwa yang dillindungi.”

Kemajuan teknologi informasi khususnya media internet, dirasakan banyak memberikan manfaat seperti dari segi keamanan, kecepatan serta kenyamanan. Undang-Undang yang jelas mengikat tentang larangan penjualan hewan yang dilindungi tetapi peredaran masih terus berjalan dan semakin bertambah dengan modus penjualan yang baru dengan menggunakan

3

(13)

website dan memanfaatkan teknologi internet tersebut yang bertentangan asas dan tujuan dalam pemanfaatannya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), asanya yaitu pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik dilaksanakan berdasarkan :

1. Asas kepastian hukum berarti landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan di luar pengadilan.

2. Asas manfaat berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

3. Asas kehati-hatian berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.

4. Asas itikad baik berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.

(14)

terfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang.

Pemanfaatan internet sebagai sarana teknologi informasi berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) :

“Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk”:

a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;

b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;

d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan

e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.

Kemajuan teknologi pada kenyataannya merubah secara cepat kehidupan manusia terhadap kejahatan, sudah seharusnya diimbangi dengan profesionalisme hukum yang merupakan perpaduan antara pendidikan dan pengalaman dalam suatu produk hukum untuk memberantas berbagai kejahatan yang timbul akibat majunya teknologi, salah satunya adalah penjualan satwa liar yang dilindungi melalui media internet.

F. Metode Penelitian

Adapun metode yang dilakukan oleh penulis dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

(15)

Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu memberikan gambaran melalui data-data dan fakta-fakta yang ada baik berupa data sekunder bahan hukum primer yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan bidang penelitian seperti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), data sekunder bahan hukum sekunder yaitu berupa doktrin-doktrin atau pendapat para ahli hukum terkemuka, data sekunder bahan hukum tersier yaitu berupa artikel-artikel yang didapat dari media massa baik media elektronik maupun media cetak.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan dalam penelitian bersifat yuridis normatif akan tetapi tetap memperhatikan hal-hal yang non yuridis. Yuridis normatif berarti mengkonsepsikan hukum sebagai norma, kaidah, asas atau dogma-dogma (yang seharusnya), dalam hal ini dilakukan melalui penafsiran hukum dan konstruksi hukum.4 Penafsiran hukum yang digunakan adalah penafsiran gramatikal, yaitu penafsiran yang dilakukan dengan cara menafsiran bunyi undang–undang dengan berpedoman pada arti kata-kata dalam hubungannya satu sama lain dalam kalimat yang dipakai dalam undang-undang tersebut atau melihat arti kata dari kamus hukum, dan

4

Hetty Hassanah, Penyususunan Penulisan Hukum Fakultas Hukum UNIKOM. Disampaikan pada seminar “Up-Grading Refreshing Course-Legal Research

(16)

Penafsiran sistematis, yaitu penafsiran yang memperhatikan susunan kata-kata yang berhubungan dengan pasal-pasal lainnya baik dalam undang-undang itu sendiri maupun dalam undang-undang-undang-undang lainnya.

3. Tahap Penelitian

Tahap penelitian yang digunakan penulis adalah studi kepustakaan yaitu : a. Mencari data sekunder bahan hukum primer berupa perundang-

undangan yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya alam Hayati Dan Ekositemnya, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan Peraturan Perundang- undangan terkait lainnya. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum berupa doktrin atau

pendapat para ahli hukum terkemuka.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan informasi- informasi berupa artikel, majalah, makalah yang berhubungan dengan penjualan satwa liar yang dilindungi melalui internet.

4. Teknik Pengumpulan Data

(17)

5. Metode Analisis Data

Analisis data dari hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan metode yuridis kualitatif, agar peraturan yang satu tidak bertentangan dengan peraturan lainnya, dengan memperhatikan hirarki peraturan perundang-undangan, untuk mencapai kepastian hukum dan menggali hukm tertulis dan tidak tertulis.

6. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian untuk mendapatkan data dalam penulisan ini adalah :

a. Perpustakaan terdiri dari:

1. Perpustakaan Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM), Jl. Dipatiukur No.116-117, Bandung. Telp. (022) 2503053

2. Universitas Padjajaran (UNPAD), Jl. Dipatiukur No. 36 Bandung b. Website :

http://www.google.com

(18)

BAB II

ASPEK HUKUM TENTANG JUAL BELI MELALUI INTERNET DAN

HEWAN YANG DILINDUNGI DI INDONESIA

A. Ketentuan Hukum tentang Jual beli melalui Internet (E-Commerce)

Dewasa ini, dunia sedang berada dalam era informasi (information age), yang

merupakan tahapan selanjutnya setelah era prasejarah, era agraris dan era industri. Sesuai

dengan perkembangan peradaban manusia, maka tentunya pemahaman dan pengembangan

sistem hukum ataupun konstruksi hukum yang terbangun adalah sesuai dengan dinamika

masyarakat itu sendiri. Pada era teknologi informasi, keberadaan teknologi informasi

mempunyai peranan yang sangat penting dalam semua aspek kehidupan, serta merupakan

suatu kebutuhan hidup bagi semua orang baik secara individual maupun secara

organisasional, sehingga dapat dikatakan berfungsi sebagaimana layaknya suatu aliran darah

pada tubuh manusia.

Proses pembangunan yang selama ini terus menerus dilakukan merupakan salah satu

konsekuensi dari eksistensi Indonesia sebagai negara berkembang. Segala bentuk aktivitas

pembangunan diharapkan dapat berjalan dalam koridor yang tepat, sehingga tujuan

pembangunan yaitu tercapainya masyarakat adil dan makmur, material dan spiritual dapat

segera terwujud. Tujuan untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan secara konkrit dalam

masyarakat, maka dalam hukum terkandung baik kecenderungan konservatif

(19)

modernisme (membawa mengkanalisasi dan mengarahkan perubahan), dalam posisi hal

yang demikian ada tiga kemungkinan yang akan timbul yakni1 :

1. Hukum akan dipengaruhi oleh perkembangan teknologi.

2. Hukum akan mempengaruhi perkembangan teknologi.

3. Hukum dan teknologi akan saling mempengaruhi (bersinergi).

Proses pembangunan hampir dipastikan akan membawa dampak yang meluas pada

berbagai aspek kehidupan manusia, seperti dikemukakan oleh Soerjono Soekamto bahwa

pembangunan merupakan perubahan terencana dan teratur yang antara lain mencakup

aspek-aspek politik, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi2.

Berkaitan dengan pembangunan di bidang teknologi, dewasa ini peradaban manusia

dihadapkan pada fenomena-fenomena baru yang mampu mengubah hampir setiap aspek

kehidupan manusia, yaitu perkembangan teknologi informasi melalui internet

(Interconnection Network).

Seseorang dapat melakukan berbagai macam kegiatan tidak hanya terbatas pada

lingkup lokal atau nasional tetapi juga secara global bahkan internasional, sehingga kegiatan

yang dilakukan melalui internet ini merupakan kegiatan yang tanpa batas, artinya seseorang

dapat berhubungan dengan siapapun yang berada di manapun dan kapanpun. Kegiatan bisnis

perdagangan melalui internet yang dikenal dengan istilah Electronic Commerce yaitu suatu

kegiatan yang banyak dilakukan oleh setiap orang, karena transaksi jual beli secara

elektronik ini dapat mengefektifkan dan mengefisiensikan waktu sehingga seseorang dapat

melakukan transaksi jual beli dengan setiap orang dimanapun dan kapanpun. Semua

transaksi jual beli melalui internet ini dilakukan tanpa ada tatap muka antara para pihaknya,

1

Budi Agus Riswandi, Hukum dan Internet di Indonesia, Yogyakarta, UII Press ,2003, hlm 58-59 2

(20)

pihak tersebut mendasarkan transaksi jual beli tersebut atas rasa kepercayaan satu sama lain,

sehingga perjanjian jual beli yang terjadi di antara para pihakpun dilakukan secara elektronik

pula baik melalui e-mail atau cara lainnya, oleh karena itu tidak ada berkas perjanjian seperti

pada transaksi jual beli konvensional.

Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik, disebutkan bahwa Transaksi Elektronik adalah

perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer,

dan/atau media elektronik lainnya. Transaksi jual beli secara elektronik merupakan salah

satu perwujudan ketentuan di atas. Pada transaksi jual beli secara elektronik ini, para pihak

yang terkait didalamnya, melakukan hubungan hukum yang dituangkan melalui suatu

bentuk perjanjian atau kontrak yang juga dilakukan secara elektronik, sesuai ketentuan Pasal

1 angka 17 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik, Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem

Elektronik.

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi

Elektronik menyatakan bahwa :

(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya

merupakan alat bukti hukum yang sah.

(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

Berbicara menganai transaksi jual beli secara elektronik, tidak terlepas dari konsep

perjanjian secara mendasar sebagaimana termuat dalam Pasal 1313 BW yang menegaskan

(21)

dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Ketentuan yang mengatur tentang perjanjian

terdapat dalam Buku III BW, yang memiliki sifat terbuka artinya ketentuan-ketentuannya

dapat dikesampingkan, sehingga hanya berfungsi mengatur saja. Sifat terbuka dari BW ini

tercermin dalam Pasal 1338 ayat (1) BW yang mengandung asas Kebebasan Berkontrak,

maksudnya setiap orang bebas untuk menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian asalkan

tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan

ketertiban umum, serta selalu memperhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana termuat

dalam Pasal 1320 BW yang mengatakan bahwa, syarat sahnya sebuah perjanjian adalah

sebagai berikut :

1. Kesepakatan biasa para pihak dalam perjanjian

2. Kecakapan hukum sebagai salah satu para pihak dalam perjanjian

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Kesepakatan berarti adanya penyesuaian kehendak dari para pihak yang membuat

perjanjian, sehingga dalam melakukan suatu perjanjian tidak boleh ada pakasaan, kekhilapan

dan penipuan (dwang, dwaling, bedrog). Kecakapan hukum sebagai salah satu syarat sahnya

perjanjian maksudnya bahwa para pihak yang melakukan perjanjian harus telah dewasa

yaitu telah berusia 18 tahun atau telah menikah, sehat mentalnya serta diperkenankan oleh

undang-undang. Orang yang belum dewasa hendak melakukan sebuah perjanjian, maka

dapat diwakili oleh orang tua atau walinya sedangkan orang yang cacat mental dapat

diwakili oleh pengampu atau curatornya3. Suatu sebab yang halal, berarti perjanjian

termaksud harus dilakukan berdasarkan itikad baik. Berdasarkan Pasal 1335 BW, suatu

3

(22)

perjanjian tanpa sebab tidak mempunyai kekuatan. Sebab dalam hal ini adalah tujuan

dibuatnya sebuah perjanjian. Kesepakatan para pihak dan kecakapan para pihak merupakan

syarat sahnya perjanjian yang bersifat subjektif. Apabila tidak tepenuhi, maka perjanjian

dapat dibatalkan artinya selama dan sepanjang para pihak tidak membatalkan perjanjian,

maka perjanjian masih tetap berlaku. Sementara itu, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang

halal merupakan syarat sahnya perjanjian yang bersifat objektif. Apabila tidak terpenuhi,

maka perjanjian batal demi hukum artinya sejak semula dianggap tidak pernah ada

perjanjian.

Pengertian perjanjian jual beli dapat dilihat pada Pasal 1457 BW yang menentukan

bahwa jual beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual berjanji menyerahkan

suatu barang/benda (zaak) dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikat diri

berjanji untuk membayar harga.

Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa jual beli adalah suatu persetujuan di mana

suatu pihak mengikat diri untuk wajib menyerahkan suatu barang, dan pihak lain wajib

membayar harga, yang dimufakati mereka berdua4. Wolmar dikutip suryadiningrat

mengatakan bahwa, jual beli pihak yang satu penjual (Vercopen) mengikat diri pada pihak

lain pembeli (Loper) untuk memindahtangankan suatu benda dalam eigendom dengan

memperoleh pembayaran dari orang yang disebut terakhir, sejumlah tertentu, berwujud

uang5.

Cara dan terbentuknya perjanjian jual beli, dapat terjadi secara openbar/terbuka,

seperti yang terjadi pada penjualan atas dasar eksekutorial atau yang disebut excutoriale

4

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Bandung, 1985, hlm 17

5

(23)

vercoop. Penjualan eksekuntorial harus dilakukan melalui lelang di muka umum oleh

pejabat lelang. Cara dan bentuk penjualan eksekutorial yang bersifat umum ini, jarang sekali

terjadi. Penjualan demikian harus memerlukan putusan pengadilan, karena itu jual beli yang

terjadi dalam lalu lintas kehidupan masyarakat sehari-hari adalah jual beli dari tangan ke

tangan, yakni jual beli yang dilakukan antara penjual dan pembeli tanpa campur tangan

pihak resmi dan tidak perlu di muka umum. Bentuk jual belinya pun terutama jika objeknya

barang-barang bergerak cukup dilakukan dengan lisan, kecuali mengenai benda-benda

tertentu, terutama mengenai objek benda-benda tidak bergerak pada umumnya, selalu

memerlukan bentuk akta jual beli dengan keperluan penyerahan yang kadang-kadang

penyerahan yuridis di samping penyerahan nyata.

Hal-hal yang berhubungan dengan perjanjian jual beli pada dasarnya meliputi

kewajiban pihak penjual maupun pembeli:

1. Kewajiban Penjual

2. Kewajiban Pembeli

3. Hak Penjual

4. Hak Pembeli

Kewajiban penjual diatur dalam Pasal 1427 BW yang menegaskan bahwa jika pada

saat penjualan, barang yang dijual sama sekali tidak musnah maka pembelian adalah batal,

ketentuan tersebut dianggap merugikan penjual ini seolah-olah dengan pembeli ketentuan

umum penjual yang dibebani kewajiban untuk menyerahkan barang ditinjau dari segi

ketentuan umum hukum perjanjian, adalah berkedudukan sebagai pihak debitur, akan tetapi

rasionya terletak pada hakekat jual beli itu sendiri. Umumnya pada jual beli, pihak penjual

(24)

lemah jadi penafsiran yang membebankan kerugian pada penjual tentang pengertian

persetujuan yang kurang jelas atau yang mengandung pengertian kembar, tidak bertentangan

dengan ketertiban umum (openbare-orde).

Ketentuan Pasal 1473 BW tidak menyebut apa-apa yang menjadi kewajiban pihak

penjual, kewajiban itu baru dapat dijumpai pada pasal berikutnya yaitu Pasal 1474 BW.

Pada pokoknya kewajiban penjual menurut pasal tersebut terdiri dari dua:

1. Kewajiban penjual untuk menyerahkan barang yang di jual kepada pembeli,

2. Kewajiban penjual pertanggungan atau jaminan (vrijwaring), bahwa barang yang

dijual tidak mempunyai sangkutan apapun baik yang berupa tuntutan maupun

pembedaan.

Penyerahan barang dalam jual beli merupakan tindakan yang dijual ke dalam

kekuasaan dan pemilikan pembeli. Pada penyerahan barang tadi diperlukan penyerahan

yuridis (juridische levering) di samping penyerahan nyata (eiteljke levering), agar pemilikan

pembeli menjadi sempurna, pembeli harus menyelesaikan penyerahan tersebut (Pasal 1475

BW), misalnya penjualan rumah atau tanah, penjual menyerahkan kepada pembeli, baik

secara nyata maupun secara yuridis, dengan jalan melakukan akte balik nama

(overschijving) dari nama penjual kepada nama pembeli umumnya terdapat pada

penyerahan benda-benda tidak bergerak, lain halnya dengan benda-benda bergerak,

penyerahan sudah cukup sempurna dengan penyerahan nyata saja (Pasal 612 BW).

Ongkos penyerahan barang yang dijual diatur dalam Pasal 1874 BW, yang berbunyi

biaya penyerahan di pikul oleh si penjual, sedangkan biaya pengambilan dipikul oleh si

(25)

1. Ongkos barang penyerahan di tanggung oleh penjual.

2. Biaya untuk datang mengambil ditanggung oleh pembeli.

Kedua belah pihak dapat mengatur lain, di luar ketentuan di atas, karena Pasal 1476

BW berlaku sepanjang pihak penjual dan pembeli tidak menentukan lain, pada praktiknya

sering ditemukan, pembelilah yang menanggung ongkos penyerahan, jika demikian halnya,

sedikit banyak pembelian akan lebih tinggi dan jika pembeli yang menanggung ongkos

penyerahan.

Para pihak tidak menentukan tempat penyerahan dalam persetujuan jual beli, maka

penyerahan dilakukan di tempat terletak barang yang dijual pada saat persetujuan jual beli

terlaksana, ketentuan ini terutama jika barang yang dijual terdiri dari benda tertentu

(bepaalde zaak). bagi jual beli barang-barang diluar barang-barang tertentu, penyerahan

dilakukan menurut ketentuan Pasal 1393 ayat (2) BW penyerahan di lakukan ditempat

kreditur, dalam hal ini di tempat pembeli dan penjual.

Barang yang diserahkan harus dalam keadaan sebagai mana adanya pada saat

persetujuan dilakukan, serta saat mulai terjadinya penjualan, segala hasil dan buah yang

timbul dari barang, menjadi kepunyaan pembeli (Pasal 1481 BW) berarti sejak terjadinya

persetujuan jual beli, pembeli berhak atas segala hasil dan buah yang dihasilkan barang,

sekalipun barang belum diserahkan kepada pembeli. Hal ini erat sekali hubungannya yang

dijual itu berupa suatu barang yang sudah ditentukan maka barang ini sejak saat pembelian

adalah atas tanggung pembeli meskipun penyerahannya belum dilakukan dan penjual berhak

menuntut harganya. Resiko yang demikian tentu pantas untuk mensejajarkan dengan

kemungkinan keuntungan yang akan diperoleh dari benda tersebut sejak persetujuan jual

(26)

karena itu semua hasil dan buah yang timbul sebelum saat penyerahan harus dipelihara dan

diurus oleh penjual sebagaimana layaknya seorang bapak yang berbudi baik.

Kewajiban pembeli adalah kewajiban membayar harga (Pasal 1513 BW) yang

berbunyi kewajiban utama pembeli ialah membayar harga pembelian, pada waktu dan

tempat sebagaimana ditetapkan menurut persetujuan kewajiban membayar harga merupakan

kewajiban yang paling utama bagi pihak pembeli. Pembeli harus menyelesaikan pelunasan

harga bersamaan dengan penyerahan barang. Jual beli tidak akan ada artinya tanpa

pembayaran harga. Sebabnya Pasal 1513 BW sebagai pasal yang menentukan kewajiban

pembeli dicantumkan sebagai pasal pertama, yang mengatur kewajiban pembeli membayar

harga barang yang dibeli. Sangat beralasan sekali menganggap pembeli yang menolak

melakukan pembayaran berarti telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatig).

Tempat saat pembayaran pada prinsipnya bersamaan dengan tempat dan saat

penyerahan barang. Inilah prinsip umum mengenai tempat dan saat pembayaran. Yang

utama harus dilakukan di tempat dan saat yang telah ditentukan dalam perjanjian barulah

dijadikan pedoman prinsip umum diatas. Pembeli wajib melakukan pembayaran di tempat

dan saat dilakukan penyerahan barang.

Aturan yang diuraikan, maka dapat dilihat :

1. Pembayaran barang generik harus dilakukan di tempat tinggal pembeli. Hal ini

sesuai dengan ketentuan, bahwa penyerahan atas barang generik dilakukan di

tempat tinggal/kediaman pembeli

2. Pembayaran barang-barang tertentu dilakukan di tempat di mana barang tertentu

(27)

BW, yang menentukan penyerahan atas barang-barang tertentu harus dilakukan di

tempat dimana barang tertentu terletak ataupun di tempat kediaman penjual.

Sesuatu hal yang barang kali dikejar oleh ketentuan Pasal 1514 BW, di mana

pembayaran harus dilakukan ditempat penyerahan barang, bertujuan agar

pembayaran dan penyerahan barang yang dibeli terjadi bersamaan dalam waktu

yang sama sehingga pembayaran dan penyerahan barang terjadi serentak ditempat

dan saat yang sama.

Hak menangguhkan/menunda terjadi sebagai akibat gangguan (stornis) yang dialami

oleh pembeli atas barang yang dibelinya. Gangguan itu berupa gugatan/tuntutan berupa hak

hipotik pihak ketiga yang masih melekat pada barang. Bisa juga berupa gabungan hak

reklame penjual semula oleh karena harganya belum dilunasi. Gangguan itu sedemikian rupa

sehingga pembeli benar-benar terganggu menguasai dan memiliki barang tersebut. Hak

penundaan sengaja diberikan kepada pembeli, demi untuk perlindungan pembeli atas

kesewenang-wenangan penjual yang tidak bertanggung jawab atas jaminan barang yang

dijualnya terbebas dari gangguan dan pembebanan. Hak menangguhkan pembayaran akibat

gangguan baru berakhir sampai ada kepastian lenyapnya gangguan. Kalau yang mengalami

gangguan sebagian saja, bagaimana penyelesaiannya. Peristiwa ini tidak ada diatur di dalam

Pasal 1516 BW. Untuk mencari penyelesaiannya atas kasus-kasus seperti itu, paling tepat

pergunakan analogi aturan yang dirumuskan pada Pasal 1500 BW yang berbunyi :

“Jika yang harus diserahkan hanya sebagian dari harganya, sedangkan bagian itu dalam

hubungannya dengan keseluruhan adalah sedemikian pentingnya hingga si pembeli

seandainya bagian itu tidak ada, takkan membeli barangnya maka ia dapat meminta

(28)

Jika yang terganggu hanya sebahagian dari harganya, sedangkan bagian itu dalam

hubungan keseluruhanya adalah sedemikian pentingnya hingga pembeli seandainya bagian

itu tidak ada, takkan membeli barangnya maka ia dapat membatalkan pembeliannya.

Apabila yang terganggu hanya sebagian saja pembeli dapat memilih :

1. Menuntut pembatalan jual beli

2. Jual beli jalan terus dan menagguhkan pembayaran hanya untuk sejumlah harga

bagian yang terganggu saja.

Atas kebijaksaan mempergunakan analogi Pasal 1500 BW tersebut, dengan sendiri

telah dapat diatasi permasalahan penanggulangan pembayaran atas gangguan yang terjadi

atas sebagian barang, yakni jual beli dapat dilanjutkan dengan jalan menunda pembayaran

hanya sebesar harga bagian barang yang terganggu, selebihnya dapat dilunasi pembeli.

Gangguan maupun cacat tidak ada, namun pembeli tidak mau melakukan pembayaran,

maka menurut Pasal 1517 BW, penjual dapat menuntut pembatalan jual beli sesuai dengan

ketentuan Pasal 1266 dan 1267 BW. Pasal 1517 ini sudah agak berlebihan sudah cukup jelas

dipergunakan alasan wanprestasi atas dasar moral kredit, sebab keingkaran melakukan

pembayaran telah menetapkan pembelian dalam keadaan lalai (moral). Keadaan lalai itu

adalah dasar hukum untuk menempatkan seseorang dalam wanprestasi. Objek jual belinya

terdiri dari barang-barang yang bergerak (barang-barang biasa, perabotan rumah tangga dan

sebagainya) jika dalam persetujuan telah ditetapkan jangka waktu tertentu bagi pembeli

untuk mengambil barang dan waktu tersebut tidak ditepati oleh si pembeli, jual beli dengan

sendirinya batal menurut hukum tanpa memerlukan teguran lebih dulu dari pihak penjual

(29)

Pada transaksi jual beli, harga barang merupakan hal yang penting, harga ini harus

berupa uang, sebab kalau harga itu berupa suatu barang maka tidak terjadi jual beli,

melainkan yang terjadi tukar menukar. Sifat konsensuil dari jual beli tersebut dapat dilihat

pada Pasal 1458 BW, yang mengatakan bahwa jual beli sudah dianggap terjadi antara kedua

belah pihak setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu

belum di serahkan maupun harganya belum dibayar, dengan lahirnya kata sepakat maka

lahirlah perjanjian dan pada saat itu timbul hak dan kewajiban, maka perjanjian jual beli

dikatakan juga sebagai perjanjian kosensuil dan sering juga disebut perjanjian obligator.

Pihak yang mengadakan perjanjian setelah lahirnya hak dan kewajiban menganggap

dirinya sudah mempunyai status yang lain, artinya sudah menganggap dirinya sebagai

pemilik atas barang yang diperjanjikan tersebut, seharusnya pembeli baru menjadi pemilik

atas barang tersebut setelah diadakannya penyerahan. Mengenai penyerahan hak milik ini,

perlu diperhatikan barang-barang yang harus diserahkan, karena penyerahan barang tidak

bergerak berbeda dengan penyerahan barang yang bergerak, kalau barang bergerak cukup

dilakukan dengan penyerahan secara nyata saja, atau penyerahan dari tangan ke tangan saja,

yang menyebabkan seketika pembeli menjadi pemilik barang.

Penyerahan ini dilakukan berdasarkan Pasal 612, 613 dan 616 BW, ini sudah

ditegaskan dalam Pasal 1459 BW, yang mengatakan bahwa hak milik atas barang yang

dijual tidaklah berpindah kepada pembeli selama penyerahannya belum dilakukan menurut

Pasal 612, 613 dan 616 BW. Pasal 616 BW mengatur bahwa penyerahan atau penunjukan

akan kebendaan tak bergerak di lakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan

(30)

Penyerahan dikatakan sah apabila memenuhi syarat yaitu :

1. Adanya Alasan Hal yang Sah (titel)

Hubungan hukum yang mengakibatkan penyerahan tersebut misalnya, jual beli,

pemberian hibah tukar menukar. Perjanjian ini tidak sah maka penyerahannya

tidak sah pula, atau dianggap tidak ada pemindahan hak milik.

2. Orang yang Dapat Berbuat Bebas atas Barang Itu

Orang yang dapat membuat bebas barang itu, yaitu orang yang berkewenangan

penuh untuk memindah tangankan barang itu, atau orang yang diberi kuasa oleh si

pemiliknya, Ini juga harus diperhatikan supaya penyerahan itu sah.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar dapat terlaksana dengan baik yaitu6 :

1. Cara berkomunikasi antara kedua belah pihak harus memperhatikan situasi

untuk memberikan informasi untuk hal yang tidak pantas (illegal).

2. Garansi Vrijwaring

Bahwa di dalam perjanjian tersebut harus dinyatakan jaminan yang harus di

buat oleh salah satu pihak (penjual) dan harus bebas dari unsur penjiplakan,

memperhatikan hak intelektual dan tidak melanggar ketentuan hukum yang

berlaku.

3. Biaya

Para pihak dapat mengadakan kesepakatan bahwa kewajiban untuk membayar

ganti rugi dilakukan dengan risk sharing (pembagian resiko).

6

(31)

4. Pembayaran

Cara dan harga pembayaran apakah pembayaran sekaligus kredit ataupun

pembayaran dari jumlah tertentu dari tugas yang telah di selesaikan.

5. Kerahasiaan

Transaksi jual beli secara elektronik, sama halnya dengan transaksi jual beli biasa yang

dilakukan di dunia nyata, dilakukan oleh para pihak yang terkait, walaupun dalam jual beli

secara elektronik ini pihak-pihaknya tidak bertemu secara langsung satu sama lain, tetapi

berhubungan melalui internet. Pada transaksi jual beli secara elektronik, pihak-pihak yang

terkait antara lain7:

1. Penjual atau merchant atau pengusaha yang menawarkan sebuah produk melalui

internet sebagai pelaku usaha;

2. Pembeli atau konsumen yaitu setiap orang yang tidak dilarang oleh undang-undang,

yang menerima penawaran dari penjual atau pelaku usaha dan berkeinginan untuk

melakukan transaksi jual beli produk yang ditawarkan oleh penjual/pelaku

usaha/merchant.

3. Bank sebagai pihak penyalur dana dari pembeli atau konsumen kepada penjual

atau pelaku usaha/merchant, karena pada transaksi jual beli secara elektronik,

penjual dan pembeli tidak berhadapan langsung, sebab mereka berada pada lokasi

yang berbeda sehingga pembayaran dapat dilakukan melalui perantara dalam hal ini

bank;

4. Provider sebagai penyedia jasa layanan akses internet.

7

(32)

Pada dasarnya pihak-pihak dalam jual beli secara elektronik tersebut, masing-masing

memiliki hak dan kewajiban. Penjual/pelaku usaha/merchant merupakan pihak yang

menawarkan produk melalui internet, oleh karena itu, seorang penjual wajib memberikan

informasi secara benar dan jujur atas produk yang ditawarkannya kepada pembeli atau

konsumen. Penjual juga harus menawarkan produk yang diperkenankan oleh

undang-undang, maksudnya barang yang ditawarkan tersebut bukan barang yang bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan, tidak rusak ataupun mengandung cacat tersebunyi,

sehingga barang yang ditawarkan adalah barang yang layak untuk diperjualbelikan, transaksi

jual beli termaksud tidak menimbulkan kerugian bagi siapapun yang menjadi pembelinya.

Seorang penjual atau pelaku usaha memiliki hak untuk mendapatkan pembayaran dari

pembeli/konsumen atas harga barang yang dijualnya, juga berhak untuk mendapatkan

perlindungan atas tindakan pembeli/konsumen yang beritikad tidak baik dalam

melaksanakan transaksi jual beli secara elektronik ini.

Seorang pembeli/konsumen memiliki kewajiban untuk membayar harga barang yang

telah dibelinya dari penjual sesuai jenis barang dan harga yang telah disepakati antara

penjual dengan pembeli tersebut. Selain itu, pembeli juga wajib mengisi data identitas diri

yang sebenar-benarnya dalam formulir penerimaan. Pembeli/konsumen berhak mendapatkan

informasi secara lengkap atas barang yang akan dibelinya dari seoarng penjual, sehingga

pembeli tidak dirugikan atas produk yang telah dibelinya itu. Pembeli juga berhak

mendapatkan perlindungan hukum atas perbuatan penjual/pelaku usaha yang beritikad tidak

baik.

Bank sebagai perantara dalam transaksi jual beli secara elektronik, berfungsi sebagai

(33)

mungkin saja pembeli/konsumen yang berkeinginan membeli produk dari penjual melalui

internet berada di lokasi yang letaknya saling berjauhan sehingga pembeli termaksud harus

menggunakan fasilitas bank untuk melakukan pembayaran atas harga produk yang telah

dibelinya dari penjual, misalnya dengan proses pentransferan dari rekening pembeli kepada

rekening penjual (acount to acount).

Provider merupakan pihak lain dalam transaksi jual beli secara elektronik, dalam hal

ini provider memiliki kewajiban untuk menyediakan layanan akses 24 jam kepada calon

pembeli untuk dapat melakukan transaksi jual beli secara elektronik melalui media internet

dengan penjual yang menawarkan produk lewat internet tersebut, dalam hal ini terdapat

kerjasama antara penjual/pelaku usaha dengan provider dalam menjalankan usaha melalui

internet ini.

Proses jual beli secara elektronik dapat berupa8 :

1. Business to Business, merupakan transaksi yang terjadi antar perusahaan dalam

hal ini, baik pembeli maupun penjual adalah sebuah perusahaan dan bukan

perorangan. Biasanya transaksi ini dilakukan karena telah saling mengetahui satu

sama lain dan transaksi jual beli tersebut dilakukan untuk menjalin kerjasama antara

perusahaan itu.

2. Customer to Customer, merupakan transaksi jual beli yang terjadi antara individu

dengan individu yang akan saling menjual barang.

3. Customer to Business, merupakan transaksi jual beli yang terjadi antara individu

sebagai penjual dengan sebuah perusahaan sebagai pembelinya.

8

(34)

4. Customer to Government, merupakan transaksi jual beli yang dilakukan antara

individu dengan pemerintah, misalnya dalam pembayaran pajak.

Pasal 17 Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berbunyi :

(1). Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat.

(2). Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaks berlangsung.

Kontrak elektronik dalam transaksi elektronik, harus memiliki kekuatan hukum yang

sama dengan kontrak konvensional. Kontrak elektronik harus juga mengikat para pihak

sebagaimana Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

menyebutkan bahwa transaksi elektronik yang dituangkan ke dalam kontrak elektronik

mengikat para pihak. Para pihak pada jual beli elektronik memiliki kebebasan untuk

memilih hukum yang berlaku bagi transaksi elektronik yang sifatnya internasional, seperti

yang dijelaskan dalam Pasal 18 UU ITE bahwa para pihak memiliki kewenangan untuk

memilih hukum yang berlaku bagi transaksi elektronik internasional yang dibuatnya. Selain

itu para pihak juga memiliki kewenangan untuk menentukan forum penyelesaian sengketa,

baik melalui pengadilan atau melalui metode penyelesaian sengketa alternatif.

Berkaitan dengan hal ini, Pasal 18 ayat (3) UU ITE, maka apabila para pihak tidak

melakukan pilihan forum dalam kontrak elektronik internasional, prinsip yang dapat

digunakan adalah prinsip yang terkandung dalam Pasal 18 ayat (4) UU ITE yang

menyebutkan bahwa para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum

(35)

menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi elektronik internasional yang

dibuatnya.

Pasal 19 UU ITE menyatakan bahwa para pihak yang melakukan transaksi elektronik

harus menggunakan sistem elektronik yang disepakati. Hal ini berarti sebelum melakukan

transaksi elektronik, maka para pihak menyepakati sistem elektronik yang akan digunakan

untuk melakukan transaksi, kecuali ditentukan lain oleh para pihak, transaksi elektronik

terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim pengirim telah diterima dan disetujui

oleh penerima sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 20 ayat (1) UU ITE. Transaksi

elektronik baru terjadi jika adanya penawaran yang dikirimkan kepada penerima dan adanya

persetujuan untuk menerima penawaran setelah penawaran diterima secara elektronik.

Pihak yang terkait seringkali mempercayakan pihak ketiga sebagai agen elektronik

dalam melakukan transaksi elektronik. Pertanggungjawaban atas akibat dalam pelaksanaan

transaksi elektronik harus dilihat dari kewenangan yang diberikan kepada agen oleh para

pihak untuk melakukan transaksi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 21 ayat (1) UU ITE

bahwa pengirim atau penerima dapat melakukan transaksi elektronik sendiri, melalui pihak

yang dikuasakan olehnya, atau melalui agen elektronik. Transaksi dilakukan sendiri, maka

orang yang melakukan transaksi yang menanggung akibat hukumnya. Transaksi dilakukan

oleh pihak ketiga dengan pemberian kuasa, maka yang bertanggung jawab jatuh kepada

pihak yang memberi kuasa. Namun apabila transaksi dilakukan melalui agen elektronik,

maka tanggung jawab menjadi tanggung jawab penyelenggara agen elektronik mengenai hal

(36)

Pasal 21 ayat (3) UU ITE menyatakan apabila kerugian transaksi elektronik

disebabkan gagal beroperasinya agen elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara

langsung terhadap sistem elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab

penyelenggara agen elektronik. Pasal 21 ayat (4) menyebutkan bahwa jika kerugian

transaksi elektronik disebabkan gagal beroperasinya agen elektronik akibat kelalaian pihak

pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa

layanan. Pasal 21 ayat (5) menjelaskan bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan,

dan/atau kelalaian pihak pengguna sistem elektronik.

Menurut BW, pada prinsipnya suatu perjanjian adalah bebas, tidak terikat pada bentuk

tertentu, namun bila undang-undang menentukan syarat sahnya perjanjian seperti bila telah

dibuat secara tertulis, atau bila perjanjian dibuat dengan akta notaris, perjanjian semacam ini

di samping tercapainya kata sepakat terdapat pengecualian yang ditetapkan undang-undang

berupa formalitas-formalitas tertentu. Perjanjian semacam ini dikenal dengan perjanjian

formil, apabila formalitas-formalitas tersebut tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut akan

terancam batal (seperti pendirian PT atau pengalihan hak atas tanah). Hal tersebut dalam

e-commerce dapat diterapkan secara analogis, ketentuan dari Buku III BW tentang Hukum

Perikatan.

Kontrak elektronik dalam transaksi elektronik, harus memiliki kekuatan hukum yang

sama dengan kontrak konvensional, oleh karena itu, kontrak elektronik harus juga mengikat

para pihak sebagaimana ditentukan Pasal 18 ayat (1) UU ITE. Khusus untuk perdagangan

elektronik, ternyata ada pembagian menjadi sistem perdagangan elektronik yang online dan

(37)

1. Dengan sistem pembayaran elektronik yang on-line, setiap dilakukan transaksi

keabsahan dari pedagang yang melakukannya dapat dipergunakan oleh konsumen

sebelum konsumen dapat mengambil barang yang diinginkannya. Jadi minimal ada

tiga pihak yang terlibat dalam sistem pembayaran on-line, yakni konsumen,

pedagang dan pihak yang melakukan proses otoritas atau otentikasi transaksi. Pada

sistem pembayaran on-line, terjadi proses authorize and wait response, yang

durasinya relatif singkat.

2. Ada juga sistem pembayaran elektronik off-line. Konsumen dan pedagang dapat

melakukan transaksi tanpa perlu ada pihak ketiga untuk melakukan proses

otentikasi dan otorisasi saat berlangsungnya transaksi off-line, sama halnya dengan

uang kontan biasa. Pada sistem yang off-line, pedagang dapat menanggung risiko

jika sudah menyerahkan dagangannya kepada konsumen dan ternyata hasil otorisasi

atau otentikasi membuktikan bahwa pembayaran oleh konsumen yang bersangkutan

itu tidak sah. Jadi meskipun dapat dilakukan proses pemeriksaan, namun konsumen

dan pedagang umumnya tidak menunggu konfirmasi keabsahan transaksi. Secara

umum, suatu transaksi perdagangan seyogyanya dapat menjamin:

a. Kerahasiaan (confidentiality): data transaksi harus dapat disampaikan secara

rahasia, sehingga tidak dapat dibaca oleh pihak-pihak yang tidak diinginkan

b. Keutuhan (integrity): data setiap transaksi tidak boleh berubah saat

disampaikanmelalui suatu saluran komunikasi.

(38)

1) Keabsahan pihak-pihak yang melakukan transaksi : bahwa konsumen adalah

seorang pelanggan yang sah pada suatu perusahaan penyelenggara sistem

pembayaran tertentu (misalnya kartu kredit Visa dan Mastercard), atau

kartu kredit seperti Kualiva dan StandCard misalnya) dan keabsahan

keberadaan pedagang itu sendiri.

2) Keabsahan data transaksi : data transaksi itu oleh penerima diyakini dibuat

oleh pihak yang mengaku membuatnya (biasanya sang pembuat data

tersebut membutuhkan tanda tangannya). Hal ini termasuk pula jaminan

bahwa tanda tangan dalam dokumen tersebut tidak bisa dipalsukan atau

diubah.

d. Dapat dijadikan bukti/tak dapat disangkal (non-repudation) catatan mengenai

transaksi yang telah dilakukan dapat dijadikan barang bukti di suatu saat jika ada

perselisihan.

B. Ruang Lingkup Hewan-Hewan yang Dilindungi Di Indonesia

Indonesia terkenal dengan keanekaragaman hayati yang besar. Diperkirakan bahwa

sebanyak 300.000 (tiga ratus ribu) spesies hewan yang menghuni ekosistem di negeri ini, ini

artinya setara dengan sekitar 17% spesies fauna di seluruh dunia. Jumlah 515 (lima ratus

lima belas) spesies mamalia, Indonesia memiliki lebih banyak spesies mamalia daripada

bangsa manapun, dan ada 1.539 (seribu lima ratus tiga puluh sembilan) spesies burung dan

serta 50% dari spesies ikan seluruh dunia dapat ditemukan dalam sistem air laut dan air

(39)

Conservation Union (IUCN, 2003) telah mengeluarkan daftar hewan yang terancam punah,

sebanyak 147 (seratus empat puluh tujuh) jenis mamalia, 114 (seratus empat belas) burung,

91 (sembilan puluh satu) spesies ikan9.

Perdagangan satwa liar merupakan ancaman serius bagi banyak spesies di Indonesia.

Lebih dari 95% satwa yang dijual di pasar yang diambil langsung dari alam dan bukan hasil

penangkaran. Lebih dari 20% satwa yang dijual di pasar untuk konsumsi adalah hewan yang

dilindungi. Spesies terancam punah dan dilindungi tersebut masih banyak diperdagangkan

secara bebas, tentunya harga hewan langka tersebut semakin melambung tinggi. World

Conservation Union (IUCN) memperoleh data bahwa satwa liar spesies terancam punah dan

dilindungi tersebut masih banyak diperdagangkan secara bebas, seperti :

1. Sekitar 115.000 ekor burung nuri ditangkap setiap tahun di alam liar Papua dan

Maluku, termasuk jenis yang sangat terancam punah seperti Kakatua

(Probosciger atterimus), Nuri Kepala Hitam (Lorius lory) dan Kakatua Jambul

Kuning (Cacatua galerita).

2. Pada tahun 1999, sekitar 27.000 penyu dibantai setiap tahun di Bali untuk sate

dan kulitnya digunakan untuk membuat perhiasan bagi wisatawan. Telah terjadi

peningkatan dalam memerangi dan mengurangi perdagangan penyu hingga 80%,

penyelundupan ilegal penyu di Bali masih berlangsung.

3. Setiap tahun 1000 ekor Orangutan Kalimantan yang diselundupkan ke Jawa dan

luar negeri. Menangkap bayi orang utan, para pemburu akan membunuh

induknya. Setidaknya satu orangutan mati untuk setiap bayi diambil.

9

(40)

4. Sedikitnya 2.500 ekor lutung jawa hitam (Trachypithecus auratus) setiap

tahunnya diburu untuk perdagangan ilegal dan untuk diambil dagingnya.

5. Setidaknya 3.000 ekor Lempiau (gibbon) diburu setiap tahunnya untuk

perdagangan satwa liar dalam negeri atau akan diselundupkan ke luar negeri.

6. 40% dari binatang liar terjebak mati sebagai akibat dari kekejaman dan

penderitaan yang terjadi saat menangkap, transportasi, kandang sempit, makanan

yang tidak memadai serta kekurangan air.

7. 60% dari binatang liar secara ilegal diperdagangkan di pasar satwa gelap lokal

dari spesies yang terancam punah dan dilindungi.

8. 70% primata dan kakatua yang di pelihara juga menderita dari masalah fisik dan

perlakuan pemiliknya10.

Hal yang biasa terjadi di Indonesia bagi orang yang memelihara binatang liar di

kandangnya, sering tidak menyadari bahwa ini bisa berakibat kejam untuk hewan dan

merusak spesies. Kompetisi burung bernyanyi yang umum dilakukan beberapa daerah,

khususnya Jawa, merangsang perburuan dan perdagangan dari spesies tertentu, yang

beberapa di antaranya terancam punah. Perdagangan dan penyelundupan satwa liar yang

dilindungi di Indonesia pada tahun 2009 masih terbilang tinggi. Survey terakhir ProFauna

Indonesia ditujuh puluh pasar burung yang dilakukan pada 2009 menemukan ada 183 ekor

jenis satwa dilindungi yang diperdagangkan. Tujuh puluh pasar burung atau lokasi yang

dikunjungi di 58 kota tersebut, tercatat ada empat belas pasar burung yang

memperdagangkan burung nuri dan kakatua,dua puluh satu pasar memperdagangkan

primata, sebelas pasar memperdagangkan mamalia dan tiga belas pasar memperdagangkan

10

(41)

raptor (burung pemangsa). Selain itu tercatat ada sebelas pasar lokasi yang

memperdagangkan jenis burung berkicau yang dilindungi.

Propinsi yang paling banyak memperdagangkan satwa dilindungi adalah Jawa Timur,

sedangkan kota yang paling banyak memperdagangkan jenis-jenis satwa dilindungi adalah

Pasar Burung Depok di Kota Solo, Propinsi Jawa Tengah. Urutan berikutnya adalah Kota

Ambarawa. Perdagangan satwa dilindungi di pasar-pasar burung besar seperti di Surabaya,

Semarang dan Jakarta terjadi secara sembunyi-sembunyi. Satwa dilindungi tidak dipajang

secara terbuka, namun disembunyikan di gudang atau rumah pedagang.

Perdagangan satwa langka bukan hanya terjadi di Pulau Jawa saja, namun juga di

Sumatera dan Bali. Kota di Sumatera yang patut mendapat perhatian serius dari pemerintah

karena sering dijumpai perdagangan satwa langka adalah Palembang. Salah satu pusat

perdagangan satwa di Palembang adalah Pasar enam belas Ilir yang memperdagangkan

berbagai jenis satwa langka seperti elang, siamang, lutung, kukang, trenggiling. Palembang

juga masih menjadi pusat perdagangan trenggiling di Sumatera.

Kasus satwa yang menonjol di Bali adalah kasus perdagangan penyu, jauh menurun

dibandingkan sebelum tahun 2000, namun penyelundupan penyu ke Bali masih terjadi

secara sembunyi-sembunyi. Salah satu kasus yang terungkap adalah kasus tertangkapnya

nelayan yang hendak menyelundupkan tujuh ekor penyu ke Bali pada tanggal 30 Mei 2009.

Di Bali juga masih ada sedikitnya enam lokasi yang memelihara penyu secara ilegal atas

nama pariwisata. Lokasi tersebut adalah terpusat di Tanjung Benoa. Ini membuktikan bahwa

(42)

Satwa liar dikelompokan dalam dua golongan yaitu satwa dilindungi dan tidak

dilindungi. Dengan demikian, satwa yang dilindungi tidak boleh diperjualbelikan dan

dipelihara tanpa ijin berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor :

P. 19/Menhut-Ii/2010 Tentang PenggolonganDan Tata Cara Penetapan Jumlah Satwa Buru,

diantaranya yaitu jenis Satwa owa, Kukang, Nuri Kepala Hitam, Orang Utan, Siamang,

Kakatua, Beruang, Harimau, Jalak Bali,Bayan,Penyu Hijau, Penyu Sisik, satwa-satwa

tersebut dilindungi karena keberadaannya di alam telah langka, sehingga jika tetap diburu

untuk diperjualbelikan dikhawatirkan satwa tersebut akan punah dari alam. Menurut Pasal

21 ayat (2) dan Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi

Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya, pelaku perdagangan atau pemeliharaan

satwa yang dilindungi tanpa ijin dapat dijerat hukuman penjara maksimal 5 (lima) tahun

penjara dan dikenakan denda Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Di samping

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan

Ekosistemnya, perdagangan hewan yang dilindungi tersebut bertentangan dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Satwa Dan Tumbuhan.

Saat ini terdapat sekitar sepuluh jenis kanguru yang terdapat di kawasan Indonesia

Pasifik, separuhnya berada di Indonesia. Salah satu jenis di antaranya baru saja ditemukan

kanguru pohon mbaiso (dendrolagus mbaiso) ditemukan di kawasan hutan sub alpin Papua.

Jenis lainnya adalah kanguru pohon hias (denrolagus goodfellowi), kanguru pohon ndomea

(dendrolagus dorianus), kanguru pohon nemena (d.ursinus), dan kanguru pohon wakera.

Bentuk dan jenis dari hewan ini tidak mengalami banyak perbedaan, hanya ukurannya saja

(43)

wajahnya mirip rusa berjalan dengan cara melompat dan memiliki kaki belakang yang

ukurannya lebih besar dari kedua kaki depannya.

Jenis satwa ini populasinya hanya berada di Papua dan termasuk hewan yang

dilindungi pemerintah Indonesia, sekalipun populasinya cukup banyak karena seiring

tingginya perburuan hewan mamalia ini, maka sejak tahun 1970 kanguru sebagai hewan

yang dilindungi tidak boleh ditangkap, dipelihara atau diperjualbelikan. Keunikan lain dari

binatang melompat ini adalah memiliki kantung di bagian depan tubuhnya atau di bagian

perutnya untuk membawa anaknya. Jenis kanguru darat dan kanguru pohon (lau-lau) adalah

keluarga dari macropdidae yang penyebarannya hanya terbatas di Australia dan Papua.

Kanguru adalah satwa pemakan tumbuhan, hewan ini hidup sesuai dengan namanya.

Kanguru pohon hidup di atas pohon walaupun ia juga berada ditanah untuk mencari minum.

Kelompok ini juga biasa hidup di antara lebatnya hutan dan semak belukar. Bentuk

ekor dari kanguru pohon agak panjang dan bulat serta berbulu lebat dari pangkal hingga

ujung ekornya, sedangkan bentuk moncongnya lebih runcing dari bentuk moncong kanguru

darat. Kanguru darat kedua kaki depannya jauh lebih kecil dari kaki belakangnya, ekornya

meruncing pada bagian ujung dan tidak berbulu. Moncongnya tidak terlalu runcing dan tidak

berbulu seperti kanguru pohon. Cakarnya pun lebih kecil, mungkin ini disesuaikan dengan

kebutuhannya yang tidak perlu berpegangan. Di Papua terdapat tiga jenis kanguru pohon

kanguru pohon berasal dari marga denrolagus, yang paling sering ditemui adalah jenis

dendrolagus goodfellowi, yang kulit tubuhnya berwarna cokelat sawo matang, sedangkan

kanguru jenis denrolagus dorsianus yang terdapat di daerah pegunungan, bulunya berwarna

cokelat muda ukuran tubuh dari kanguru pohon kira-kira dan ekornya lebih pendek. Di

(44)

hidup di daerah pantai hingga pegunungan thylogale stigmata adalah salah satu jenis

kanguru darat yang menempati wilayah di daerah pantai selatan Papua. Warna bulu dari

jenis kanguru ini cukup cerah, yaitu kuning kecokelatan. Sedangkan di Merauke, terdapat

jenis wallabaia agilis.

Di Papua bagian utara terdapat jenis dorcopsis hageni yang warna bulunya cokelat

sawo matang. Setiap kali hewan ini melahirkan hanya memiliki seekor bayi, dan hanya

dapat menyimpan embrio atau bakal bayi dalam tubuhnya sampai hampir sebelas bulan.

Embrio ini akan berkembang bila anak yang di kantung sudah besar dan musimnya

cocok. Anak kanguru dilahirkan dengan keadaan buta, tanpa bulu, kecil, dan masih

menempel pada puting induknya. Karena itu, ia butuh kantung induknya untuk berlindung.

Ekornya yang besar diperlukan untuk menjaga keseimbangan ketika ia melompat. Kanguru

darat memiliki kepandaian melompat dibandingkan dengan kanguru pohon (lau-lau).

Hal-hal di atas membuktikan bahwa Papua semakin mempesona, karena kelangkaan satwa

tersebut pemerintah melindungi satwa langka untuk pencegahan dari kepunahan mamalia

yang sering diburu dan di perjualbelikan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab demi

kepentingan pribadi11.

11

Referensi

Dokumen terkait

Tampak pada tabel tersebut bahwa komposisi fasa-123 di dalam ring-s /PVA hasil proses pelelehan dan ring-s /rusak (patah) relatif sama. Data ini sesuai

Analisis keruangan dilakukan dengan bantuan sistem informasi geografi berbasis raster dan vektor untuk mengolah peta parameter yang meliputi bentuklahan, sudut lereng,

Skala ini disusun sendiri oleh peneliti dengan tujuan untuk mengetahui kontrol diri yang dimiliki remaja pada siswa kelas VIII SMP Yuppentek 2

Karena dari penelitian yang telah dilakukan, ditemukan banyak sekali bak mandi di perkotaan yang melimpah akan air, sehingga dengan kondisi air yang melimpah akan menjadi

Hal ini sangat relevan dengan pemikiran Iwan Triyuwono tentang teori Shariah Enterprise Theory (SET) teori ini dapat memurnikan kembali tujuan sebuah institusi

Etika bisnis adalah suatu ilmu berdasarkan pada moral yang benar dan salah. yang berkaitan pada tindakan moral yang dilaksanakan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku

Manfaat yang diperoleh guru terutama guru matematika di sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menyusun strategi dalam proses pembelajaran2.

Dalam penelitian ini faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat partisipasi kegiatan SPP adalah umur, besarnya pinjaman, pengalaman usaha, pendidikan formal, jumlah