• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat Perkembangbiakan Anopheles Sundaicus Di Desa Sihepeng, Kecamatan Siabu, Kabupaten mandailing Natal, provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tempat Perkembangbiakan Anopheles Sundaicus Di Desa Sihepeng, Kecamatan Siabu, Kabupaten mandailing Natal, provinsi Sumatera Utara"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

H

HHAAASSSIIILLLPPPEEENNNEEELLLIIITTTIIIAAANNN

PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH

DI KELURAHAN BAGAN BARAT KECAMATAN BANGKO,

KABUPATEN ROKAN HILIR, PROPINSI RIAU

TAHUN 2007

Devi Nuraini S.1 dan Sri Wahyuni 2

1Departemen Kesehatan Lingkungan

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara 2

Alumni Departemen Kesehatan Lingkungan FKM USU Jl. Universitas No. 21 Kampus USU Medan, 20155

ABSTRACT

Kelurahan Bagan Barat is one of the areas in Bangko sub district. It has high density population and some public facilities such as traditional market, shops, restaurants, hotels and other facilities. It has important role for producing the solid waste. This research is descriptive survey wich carried out at kelurahan Bagan Barat. The data is obtained through direct observation and interview with the community by using questionary. The result of research in Kelurahan Bagan Barat showed that the amount of solid waste was 36 m³/day, whereas solid waste resources were mostly derived from domestic r esidence for 14,4 m³/day. The type f solid waste was generally organic wastes. The amount of solid waste which was transportated was 28 m³/day and it was only one trip per day. Based on the research, it was obtained that solid waste management system had not been done well at Kelurahan Bagan Barat that was caused by inadequate of some factors such as availability of facilities and operational technique. Hence, it is necessary to develop solid waste management system including organization, facilities, financing, regulation, and also the operational technique. The operattional techniques are including storage phase, collection phase, disposal phase at Kelurahan Bagan Barat

Keywords: Solid Waste, Solid Waste Management Systems

PENDAHULUAN

Pembangunan di Indonesia menghasilkan suatu tatanan kehidupan sosial yang semakin maju secara timbal balik. Tidak dapat disangkal bahwa hasil pembangunan jelas makin mendekatkan masyarakat kepada realitas tingkat kehidupan yang lebih baik. Namun di lain pihak masih harus diakui bahwa keberhasilan pembangunan akan tetap menghasilkan dampak samping terhadap lingkungan yang dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas dan kualitas lingkungan timbal balik yang pada akhirnya mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Dampak sampingan tersebut antara lain

berupa sampah dengan berbagai bentuk dan jenisnya.

Masalah yang sering muncul dalam penanganan sampah kota adalah masalah biaya operasional yang tinggi dan semakin sulitnya ruang yang pantas untuk pembuangan. Sebagai akibat biaya operasional yang tinggi, kebanyakan kota-kota di Indonesia hanya mampu mengumpulkan dan membuang ± 60% dari seluruh produksi sampahnya. Dari 60% ini, sebagian besar ditangani dan dibuang dengan cara yang tidak saniter, boros dan mencemari (Daniel, 1985).

(2)

Rokan Hilir, dengan penduduk sebesar 13.634 jiwa (Monografi kelurahan Bagan Barat, Tahun 2007), juga tidak terlepas dari permasalahan pengelolaan sampah.

Berdasarkan hasil pengamatan penulis, yang menjadi sumber utama sampah di Kelurahan Bagan Barat adalah sampah rumah tangga (domestic waste) dan sampah pasar dengan jenis sampah yang dihasilkan lebih banyak berupa sampah basah dari pada sampah kering.

Selain itu berdasarkan hasil pengamatan penulis, diperoleh bahwa di Kelurahan Bagan barat belum tersedia Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPS) secara merata, wilayah Kelurahan Bagan Barat mempunyai fasilitas umum seperti pasar dan perumahan penduduk sehingga berdampak pada penimbunan sampah dan mengganggu keindahan serta menimbulkan bau yang tidak enak. Hal ini akan berdampak terhadap kelestarian lingkungan, untuk itu perlu adanya sistem penanganan sampah yang baik dan efisien.

Tanggung jawab pengelolaan sampah di Kelurahan Bagan Barat sampai saat ini ditangani oleh Dinas Pasar, Kebersihan dan Pertamanan (DPKP) Kabupaten Rokan Hilir, sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) No. 14 Tahun 2002.

Walaupun berbagai upaya telah dilakukan, namun dalam kenyataan yang penulis dapatkan yakni dilihat dari sistem pengangkutan sampah di Kelurahan Bagan Barat sekarang ini dilaksanakan hanya 1 (satu) rit perhari, masih banyak sampah tidak terangkut setiap hari hal ini dapat menyebabkan peningkatan volume sampah serta penimbunan sampah, sehingga masih banyak sampah yang berserakan di TPS. Hal ini menunjukkan bahwa sampah masih merupakan masalah di Kelurahan Bagan Barat, oleh karena itu masih diperlukan pengembangan sistem pengelolaan sampah yang baik yang sesuai dengan kondisi wilayah Kelurahan Bagan Barat.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uaraian latar belakang tersebut dan masalah yang ditemui maka yang dapat diangkat menjadi permasalahan adalah belum adanya sistem pengelolaan sampah yang efisien di Kelurahan Bagan Barat dan bagaimana sistem pengelolaan sampah yang sesuai dengan kondisi

Kelurahan Bagan Barat Kabupaten Rokan Hilir.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menentukan rencana pengembangan sistem pengelolaan sampah selanjutnya di Kelurahan Bagan Barat sehingga menjadi lebih efektif dan efisien.

Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui sumber, jenis dan volume timbulan sampah di Kelurahan Bagan Barat

2. Untuk mengetahui kondisi faktor – faktor penunjang pengelolaan sampah yang meliputi: Organisasi, fasilitas, pengaturan dan pembiayaan di Kelurahan Bagan Barat

3. Untuk mengetahui teknik operasional dalam pengelolaan sampah di Kelurahan Bagan Barat

4. Untuk mengetahui tindakan masyarakat terhadap pengelolaan sampah rumah tangga di Kelurahan Bagan barat.

5. Untuk mengetahui tindakan petugas kebersihan terhadap pengelolaan sampah di kelurahan Bagan Barat.

6. Diperolehnya suatu rencana

pengembangan suatu sistem pengelolaan sampah di Kelurahan Bagan Barat sesuai kondisi daerah dan masyarakat setempat.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah survai yang bersifat deskriptif yang akan memberikan gambaran sistem pengelolaan sampah di Kelurahan Bagan Barat serta menentukan rencana pengembangan sistem yang ada.

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Bagan Barat Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan Hilir, dengan jumlah penduduk 13.634 jiwa (Tahun 2007), luas wilayah 1.200 Ha dan terdiri atas 2952 Kepala Keluarga.

(3)

Dari perhitungan menggunakan rumus:

2

)

(

1

N

d

N

n

+

=

didapat sample sebanyak 97 KK. Pengambilan sample dilakukan secara acak sistematis (Notoatmodjo, 1993).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sampah

Sumber timbulan sampah di Kelurahan Bagan Barat berasal dari pemukiman penduduk, pasar dan toko, hotel/penginapan, rumah makan dan restoran, sampah jalan dan drainase serta sampah yang berasal dari institusi umum lainnya. Timbulan sampah terbanyak berasal dari pemukiman penduduk yaitu 14,5 M3/hari (40%), sampah yang berasal dari pasar sebanyak 8 M3/hari (22%) dan pertokoan sebanyak 6 M3/hari (17%). Jenis sampah di Kelurahan Bagan Barat, dan yang terbanyak berupa sampah organik.

Untuk mengetahui volume sampah yang dihasilkan, diukur berdasarkan gerobak sampah volume 1 m3/hari, gerobak bermotor (dayang) volume 1.5 m3/hari, dump truk

volume 6 m3/hari dan arm roll truk 8 m3/hari, dan dihitung banyaknya sumber timbulan sampah yang terangkut oleh alat tersebut.Volume sampah yang terangkut per hari di Kelurahan Bagan barat adalah 28 M3/hari (78%), sedangkan sampah yang tidak terangkut yaitu 8 M3/hari (22%).

Faktor Penunjang

Pengelolaan sampah di Kelurahan Bagan Barat di kelola oleh Dinas Pasar Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Rokan Hilir sesuai Peraturan Daerah Nomor 14 tahun 2002. Jumlah petugas operasional untuk pengelolaan sampah di Kelurahan Bagan Barat sebanyak 53 orang.

Fasilitas dan sarana yang tersedia dalam pengelolaan sampah di Kelurahan Bagan Barat dapat dilihat pada Tabel 1.

Kebutuhan biaya pengelolaan sampah di Kabupaten Rokan Hilir bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yaitu dari biaya Anggaran Peningkatan Penanggulangan Persampahan Kota Bagansiapiapi Tahun 2007 sebesar Rp. 1.847.000.000,- (Satu milyar delapan ratus empat puluh tujuh juta rupiah).

Tabel 1. Distribusi Sarana Pengelolaan Sampah di Kelurahan Bagan Barat Tahun 2007 Jenis Fasilitas dan

Sarana Satuan Jumlah Keterangan

Tahap Penampungan

- Bin/tong Buah 150

- Gantungan sampah Buah 20

- Container Buah 1

Tahap Pengangkutan

- Gerobak Unit 2

- Gerobak bermotor (dayang) Unit 4

- Dump Truck Unit 2

- Arm Roll Truck Unit 1

Untuk tiga kelurahan

Tahap Pembuangan Akhir

- Luas Area TPA Hektar 2

- Bulldozer Unit -

Untuk Kota Bagansiapiapi

Sarana Penunjang operasional

- Skop Buah 15

- cangkul Buah 15

- cangkul garpu Buah 10

- sapu Buah 20

- serok sampah Buah 20

- pegki Buah 20

Fasilitas lain

(4)

Selain berasal dari APBD biaya untuk pengelolaan sampah juga didapat dari retribusi kebersihan. Besarnya biaya retribusi dibagi berdasarkan daerah pelayanan. Peraturan yang mengatur tentang retribusi menetapkan bahwa biaya retribusi kebersihan untuk pemukiman sebesar Rp. 2500,- sesuai dengan keinginan dan kesanggupan masyarakat di Kelurahan Bagan Barat

Teknis Operasional

Pelaksanaan tahap penyimpanan setempat dilakukan oleh masyarakat di kelurahan Bagan Barat menggunakan alat pewadahan yang belum mempunyai jenis dan bentuk yang seragam, masih bervariasi baik untuk daerah pemukiman, komersial, perkantoran maupun tempat umum lainnya.

Pengumpulan dan pengangkutan sampah untuk daerah pemukiman terdiri dari dua cara yaitu untuk daerah yang terletak di jalan-jalan utama sampah yang yang dikumpulkan dalam drum/tong besi diangkut dengan menggunakan dump truck volume 6 m3 langsung menuju ke TPA sedangkan untuk daerah yang berada di dalam gang dikumpulkan di gantungan sampah yang terdapat di dekat pintu masuk gang diangkut dengan menggunakan gerobak bermotor (dayang) volume 1,5 m3 juga langsung diantar ke TPA, dengan ritasi 1 rit/hari.

Untuk pengolahan dan pembuangan akhir sampah di Kelurahan Bagan Barat terdapat Tempat Pembuangan Akhir (TPA) lokasi TPA berada di Batu Empat Kelurahan Bagan Punak Kabupaten Rokan Hilir dengan luas 2 Ha. Jarak TPA dengan pemukiman penduduk adalah 8 Kilometer. TPA ini telah digunakan sejak tahun 2002. Metode yang digunakan di TPA masih menggunakan metode Open Dumping.

Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti mencoba untuk memberikan beberapa pemecahan masalah untuk terciptanya salah satu kelurahan di Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan Hilir yang bebas sampah. Tahap Penyimpanan Setempat (Storage Phase):

- Perencanaan penambahan jumlah tong sampah yang disediakan agar dapat melayani masyarakat atau kebutuhan tong sampah disediakan untuk setiap rumah/KK adalah 2952 buah yang disesuaikan dengan jumlah KK di kelurahan Bagan Barat.

- Perbaikan model tong sampah yang disediakan agar dapat memenuhi persyaratan

Tahap Pengumpulan dan Pengangkutan (Collection Phase). Pengembangan yang dapat direncanakan pada tahap pengumpulan ini adalah:

- Perluasan Daerah pelayanan khususnya daerah pemukiman dengan cara

sosialisasi/penyuluhan tentang pentingnya peranan pengelolaan sampah.

- Perhitungan kebutuhan peralatan penunjang untuk petugas penyapu jalan untuk kebutuhan selama 1 tahun diperkirakan:

1. Sapu hanya layak digunakan untuk 3 bulan jadi total kebutuhan sapu adalah 40 buah

2. Pengki/serokan 24 buah.

Dalam sistem pengangkutan, jadwal pengangkutan sampah dilakukan setiap hari (satu rit/hari). Pengembangan pada tahap ini direncanakan adalah dengan cara penambahan ritasi pengangkutan. Produksi sampah untuk kelurahan Bagan Barat adalah sebanyak 36 m3/hari, diangkut dengan menggunakanenis alat angkut:

- Sampah Pasar diangkut dengan arm rol truck kapasitas 8 m3/hari, diangkut setiap harinya hanya dengan satu rit pengangkutan.

- Sampah Pemukiman menggunakan 2 jenis alat angkut:

1. Dump Truck kapasitas 6 m3/hari mengangkut sampah pemukiman, ritasi pengangkutan 1 rit/hari

2. Gerobak bermotor (dayang) kapasitas 1.5 m3/hari, ritasi pengangkutan 1 rit/hari.

Pengembangan yang dapat dilakukan bisa dengan cara menambah ritasi pengangkutan 2 rit/hari.

(5)

Tahap Pengolahan dan Pembuangan Akhir (TPA) (Disposal Phase)

Pengembangan yang dapat direncanakan pada tahap ini adalah:

- Melakukan pemilahan jenis sampah antara sampah organik dan sampah anorganik.

- Sampah organik diolah secara composting untuk dijadikan pupuk

- Sampah anorganik dipilah untuk didaur ulang

- Sampah sisanya ada dua cara yang dapat dilakukan yaitu dengan metode sanitary landfil atau dengan metode incenerator.

Tindakan Masyarakat terhadap Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Berdasarkan 97 kepala keluarga yang diwawancarai dengan menggunakan kuesioner di Kelurahan Bagan Barat Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan Hilir, tentang tindakan/kebiasaan masyarakat terhadap pengelolaan sampah rumah tangga, diperoleh gambaran: belum semua responden mempunyai tempat penyimpanan sampah sementara di dalam rumah yakni 26% atau 25 responden. Jenis tempat penyimpanan sementara di dalam rumah yang paling banyak digunakan adalah kantong plastik yaitu sebanyak 39 responden atau 54% dari 72 responden yang mempunyai tempat penyimpanan sementara di dalam rumah. Sebanyak 9 KK (9%) yang mempunyai tempat penampungan sampah sementara di depan rumah. Hanya ada dua jenis tempat penampungan yang ada yaitu drum sampah (7 KK) dan gantungan sampah (2 KK). Dari 88 KK yang tidak mempunyai tempat penampungan sampah sementara di depan rumah, 39 KK (44%) membuang sampah di belakang rumah, 32 KK (36%) ditumpuk di belakang rumah, 15 KK (17%) membuang sampah sembarangan dan sisanya 2 KK (3%) membuang sampah ke TPS container. Cara pengolahan sampah yang paling banyak digunakan adalah dengan cara dibakar yakni sebanyak 49 KK (51%) dan sebanyak 37 KK (38%) membuang sampahnya begitu saja sedangkan sampah yang diangkut petugas kebersihan sebanyak 9 KK (9%) dan diantar ke TPS container 2 KK (2%).

Responden yang membayar retribusi kebersihan hanya 7 KK (7%) dari 97 KK dan sisa sebanyak 90 KK (93%) tidak membayar retribusi kebersihan.

Berdasarkan kesediaan melakukan pemisahan jenis sampah yang mudah membusuk dengan yang tidak, hanya 15 KK (16%) yang bersedia melakukan pemisahan jenis sampah yang mudah membusuk dengan yang tidak mudah membusuk, dan semua responden tidak bersedia mengolah sampahnya menjadi kompos.

Sebanyak 34 KK (35%) berpendapat bahwa perlu campur tangan Dinas Pasar Kebersihan dan Pertamanan dalam pengelolaan sampah di Kelurahan Bagan Barat.

Tindakan masyarakat mempunyai peranan yang cukup penting dalam pengelolaan sampah karena dari sinilah sampah berasal yaitu pada tahap penyimpanan setempat (storage phase). Penyimpanan sampah sangat erat hubungannya dengan partisipasi masyarakat/ individu dan merupakan awal keberhasilan atau kegagalan dalam pengelolaan sampah yang akan menentukan tahap-tahap pengelolaan sampah berikutnya.

Dinas Pasar Kebersihan dan Pertamanan hendaknya bekerja sama dengan Dinas Kesehatan memberikan penyuluhan tentang dampak dari pengelolaan sampah yang tidak memenuhi syarat, dan menyediakan tempat penampungan sampah sementara di depan rumah yang memenuhi syarat pula. Perlu dilakukan pengembangan daerah layanan kebersihan karena sebagian responden ingin berlangganan jasa kebersihan yaitu sebanyak 49 KK (51%).

Partisipasi masyarakat untuk memisahkan jenis sampah antara yang mudah membusuk dengan yang tidak mudah membusuk masih rendah. Untuk itu jika ingin melakukan pengolahan sampah menjadi kompos pihak pengelola harus menyediakan alah pemisah jenis sampah.

Tindakan Petugas Kebersihan terhadap Pengelolaan Sampah

(6)

diri. Dari 34 orang (64%) petugas kebersihan memakai alat pelindung diri yang terdiri dari: pakaian kerja, topi/helm, masker, sarung tangan dan sepatu boot. Kepuasan petugas terhadap upah yang diterima terdapat 27 orang (51%) petugas kebersihan menjawab tidak puas dengan upah yang diterima dan sebanyak 26 orang (49%) menjawab puas dengan upah yang diterima. Distribusi petugas kebersihan berdasarkan berat tidaknya beban kerja, sebanyak 35 orang (66%) menjawab beban kerja yang dilaksanakan cukup berat dengan alasan yang paling banyak karena upah yang diterima kurang memadai yaitu 21 orang (60%), sebanyak 10 orang (29%) beralasan karena daerah yang dikerjakan terlalu luas dan sisanya 4 orang (11%) karena faktor malu bekerja sebagai petugas kebersihan.

Menurut Siswanto (1991) tenaga operasional di lapangan harus dilengkapi dengan Alat pelindung Diri (APD). Untuk pengembangan alat pelindung diri dapat dilihat pada Tabel 2.

Petugas operasional lapangan menerima upah sebesar Rp. 750.000,- per bulan. Untuk mengatasi hal tersebut di atas perlu dilakukan perencanaan kenaikan gaji petugas operasional lapangan agar dapat bekerja lebih optimal atau pengurangan daerah yang harus dikerjakan yang kemudian diharapkan dapat meningkatkan kinerja petugas tersebut.

Petugas operasional lapangan menerima upah sebesar Rp. 750.000,- per bulan. Untuk mengatasi hal tersebut di atas perlu dilakukan perencanaan kenaikan gaji petugas operasional lapangan agar dapat bekerja lebih optimal atau pengurangan daerah yang harus dikerjakan yang kemudian diharapkan dapat meningkatkan kinerja petugas tersebut.

Penerapan Konsep Zero Waste

Penerapan konsep Zero Waste ini mengikuti suatu pola meliputi kajian terhadap produksi, komposisi dan teknologi

pengelolaan sampah terpadu serta potensi partisipasi masyarakat yang menunjang kebersihan di Kelurahan Bagan Barat.

Beberapa aspek yang dilakukan dalam rangka penerapan konsep zero waste yaitu sebagai berikut.

Aspek Teknologi

Teknologi yang digunakan dalam penerapan Zero Waste ini adalah kombinasi dari beberapa teknologi pengolahan sampah yaitu teknologi an organik (kertas, plastik, logam dan lain-lain), pengolahan organik (pengomposan) dan Instalasi Pembakaran Sisa Sampah (IPSS) yang dilakukan secara terpadu dalam suatu fasilitas pengolahan skala kawasan dengan kapasitas 20 m3/hari. Dengan beberapa kombinasi teknologi pengolahan secara terpadu, maka diharapkan tidak ada lagi sampah dikalangan tersebut yang harus diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Hasil pengolahan sampah akan menjadi beberapa produk atau bahan daur ulang yang dapat diterima pasar sehingga menghasilkan suatu pendapatan dari penjualan.

Aspek Lingkungan

Sejalan dengan kebijakan nasional bidang persampahan, penerapan konsep Zero Waste ini dilaksanakan dengan melakukan reduksi sampah semaksimal mungkin dengan cara pengolahan sampah di lokasi sedekat mungkin dengan sumber sampah yang sesuai dengan kondisi setempat. Dengan mengelola sampah dalam satu kawasan akan mengurangi beban pencemaran di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), di samping itu juga akan mengurangi pencemaran bau dalam pengangkutan sampah.

Aspek Masyarakat

Penerapan konsep Zero Waste sampah skala kawasan akan melibatkan masyarakat dalam mengelola sampahnya sendiri dengan beberapa pendekatan antara lain:

Tabel 2. Pengembangan Kebutuhan Alat Pelindung Diri (APD) Petugas Operasional Lapangan Jenis APD Masa Pakai Uraian Satuan Jumlah Helm/topi 1 tahun 53 org X 1 X 12 Buah 53

Pakaian Kerja 6 bulan 53 org X 1/6 X 12 Setel 106 Sepatu boot 6 bulan 53 org X 1/6 X 12 Buah 106

(7)

- Merubah paradigma masyarakat bahwa sampah bukan sebagai buangan yang harus disingkirkan dan menimbulkan bahaya, tetapi sampah merupakan sumber daya yang harus dikelola dan dimanfaatkan untuk menghasilkan pendapatan masyarakat.

- Membentuk suatu wadah kelembagaan warga untuk mendirikan suatu wira usaha pengolahan sampah melalui industri kecil daur ulang yang hasilnya akan dinikmati oleh masyarakat sendiri.

KESIMPULAN

1. Sumber timbulan sampah di kelurahan Bagan Barat berasal dari pemukiman penduduk yaitu 14,5 M3/hari, pasar sebanyak 8 M3/hari, pertokoan sebanyak 6 M3/hari, Hotel/penginapan dan rumah makan/restoran sebanyak 2.5 M3/hari, Perkantoran dan fasilitas umum sebanyak 3 M3/hari dan sampah jalan dan drainase sebanyak 2 M3/hari. Dimana jenis sampah didominasi oleh sampah organik.

2. Tahap pengumpulan dan pengangkutan mengunakan alat yang berbeda, dengan ritasi penangkutan 1 rit perhari sehingga belum semua sampah dapat terangkut yaitu sebanyak 8 M3/hari (22%) dari volume sampah.

3. Tahap Pengolahan dan Pembuangan akhir sampah dilakukan di TPA dengan sistem Open dumping.

4. Lembaga Operasional pengelolaan sampah di Kelurahan Bagan Barat adalah Dinas pasar Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Rokan Hilir. Pada sub Dinas Kebersihan dan pertamanan khususnya seksi kebersihan.

5. Sumber pembiayaan pengelolaan sampah untuk Kelurahan Bagan Barat berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten Rokan Hilir dan retribusi kebersihan.

6. Pengembangan sistem pengelolaan sampah di Kelurahan Bagan Barat meliputi: Faktor penunjang (organisasi, fasilitas, pembiayaan dan pengaturan)

dan teknis operasional (Tahap penyimpanan setempat, pengumpulan dan pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir) sehingga diharapkan dapat menerapkan konsep Zero Waste.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, Monografi Kelurahan, Kantor Lurah Bagan Barat Kabupaten Rokan Hilir, Riau, 2006

Azwar Azrul, 1996. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Jakarta

Daniel, T. S., Hasan, P. dan Vonny, S. 1985. Tehnologi Pemanfaatan Sampah Kota dan Peran Pemulung Sampah: Suatu Pendekatan Konseptual. PPLH ITB. Bandung.

Heruhadi. B, 2000. Penerapan Konsep Zero Waste Sampah Perkotaan Skala Kawasan di Indonesia, Pemberdayaan Masyarakat melalui Industri Kecil Daur Ulang. Seminar dan Lokakarya Prospek dan Tantangan Pengelolaan Sampah dan Sanitasi Perkotaan Secara Terpadu, Yogyakarta, 8 Juni 2000. Kusnoputranto.H, Dewi S., 2000. Kesehatan

Lingkungan, Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Notoatmodjo.S, 1993. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta.

Sarudji. D, 1983. Pengelolaan Sampah, Akademi Penilik Kesehatan Teknologi Sanitasi Surabaya, Surabaya.

Siswanto. H, 2002. Kamus Populer Kesehatan Lingkungan, Kedokteran EGC, Jakarta.

Slamet, Juli Soemirat, 2000, Kesehatan Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sudradjat, 2006. Mengelola Sampah Kota, Penebar Swadaya, Jakarta

Wasito. S, 1970. Sanitasi Pembuangan Sampah Dalam Masyarakat Perkotaan, Akademi Penilik Kesehatan Teknologi Sanitasi Jakarta, Jakarta

Gambar

Tabel 2.  Pengembangan Kebutuhan Alat Pelindung Diri (APD) Petugas Operasional Lapangan

Referensi

Dokumen terkait

Dari enam indikator yang digunakan, indikator kontak pribadi dengan karyawan selevel da- lam unit kerja, dan kontak pribadi dengan karyawan selevel di luar unit

Hasil penelitian menunjukkan bahwa erosi pada lahan yang terbuka tanpa tutupan kanopi labu siam menunjukkan angka erosi dengan nilai yang lebih tinggi, yang

Dalam organisasi koperasi Rapat Anggota yang merupakan rapat dari orang-orang yang memiliki koperasi tersebut, para anggota akan menentukan kebijaksanaan kegiatan koperasi

Pencegahan tersier.. Rehabilitasi, pada proses ini diusahakan agar cacat yang di derita tidak menjadi hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara

penyambungan paip perkhidmatan, injap bebola, paip agihan, paip limpah dan paip cuci. 5.1.3 Menyediakan peralatan, mesin dan bahan yang betul untuk kerja pemasangan paip

Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa kejadian kontak dengan panas merupakan kejadian kecelakaan kerja yang paling sering terjadi di laboratorium, diikuti oleh terkena tumpahan bahan

Meskipun memiliki kontribusi produksi yang lebih kecil dibandingkan dengan perikanan industri, namun perikanan artisanal di Kabupaten Pati memiliki peranan stratejik

Implementasi program KRPL menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah Kota Padang untuk meningkatkan produksi pangan dengan memberdayakan masyarakatnya