PENGARUH
KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP
STRUKTUR MODAL (STUDI EMPIRIS PADA
PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK
INDONESIA PERIODE
2007-2009)
TESIS
Oleh
Pasca Dwi Putra
097017070/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH
KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP
STRUKTUR MODAL (STUDI EMPIRIS PADA
PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK
INDONESIA PERIODE
2007-2009)
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains
dalam Program Studi Ilmu Akuntansi pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
Pasca Dwi Putra
097017070/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Telah Diuji pada
Tanggal : 28 September 2011
PANITIA PENGUJI TESIS :
Ketua : Prof.Dr.Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA Anggota : 1. Drs. Idhar Yahya, MBA. Ak
2. Dra. Sri Mulyani, MBA, Ak 3. Dr. Rina Bukit, SE, M.Si, Ak
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan Tesis yang berjudul :
“Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Struktur Modal (Studi Empiris Pada
Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode
2007-2009)”
Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara benar dan jelas.
Medan, September 2011 Yang membuat pernyataan:
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Pertumbuhan Perusahaan,
Investment Opportunity Set, Profitabilitas, Risiko Bisnis, Ukuran Perusahaan, Struktur Aktiva, Operating Leverage terhadap struktur modal pada Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2009.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pengujian hipotesis dengan menggunakan tekhnik purposive sampling. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2007-2009 yang berjumlah 364 dan sampel penelitian sebanyak 36 perusahaan selama 3 tahun dari 2007-2009, sehingga total observasi dalam penelitian ini menjadi 108 perusahaan yang dianalisis dengan model analisis regresi linier berganda. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa laporan keuangan. Pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t dan uji F.
Hasil penelitian secara simultan, diperoleh bahwa pertumbuhan perusahaan,
Investment Opportunity Set (IOS), profitabilitas, resiko bisnis, ukuran perusahaan, struktur aktiva, dan operating leverage berpengaruh terhadap struktur modal. Sedangkan Secara parsial menunjukkan bahwa variabel resiko bisnis ,ukuran perusahaan, dan struktur aktiva berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Sebaliknya, variabel pertumbuhan perusahaan, Investment Opportunity Set, profitabilitas dan operating leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode pengamatan 2007-2009.
Kata Kunci: Pertumbuhan Perusahaan, Investment Opportunity Set (IOS), Profitabilitas, Resiko Bisnis, Ukuran Perusahaan, Struktur Aktiva,
ABSTRACT
This research aims to examine the influence of firm Growth, Investment Opportunity Set, Profitability, Business Risk, Firm Size, Structure Assets, and Operating Leverage on the capital structure in the Indonesia Stock Exchange from 2007 to 2009.
This type of research was the hypothesis testing by using purposive sampling technique. The population in this study are all companies listed in the Indonesia Stock Exchange during the years 2007-2009, amounting to 364 and the study sample as many as 36 companies for 3 years from 2007 to 2009, bringing the total observations in this study to 108 companies analyzed by regression analysis model multiple linear. The data used are secondary data from financial statements. Hypothesis testing using the t test and F test
The results simultaneously, showed that the firm growth, Investment Opportunity Set (IOS), profitability, business risk, firm size, asset structure, and operating leverage effect on capital structure. Partially indicate that business risk variables, firm size and asset structure significantly influence the capital structure. Conversely, firm growth, Investment Opportunity Set, profitability and operating leverage of no significant impact on the capital structure of manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange observation period from 2007 to 2009.
RIWAYAT HIDUP
1. NAMA : PASCA DWI PUTRA
2. TEMPAT/TGL LAHIR : STABAT/ 31 OKTOBER 1987
3. AGAMA : ISLAM
4. ORANG TUA
a. AYAH : Drs. M. NASIR, M.Si
b. IBU : Dra. ENI SAMSULISTARI
5. ALAMAT : JL. PERHUBUNGAN DUSUN TERATAI
LAUT DENDANG KEC. PERCUT SEI
TUAN, KAB. DELI SERDANG.
6. PENDIDIKAN
a. SD : SD NEGERI 106162 MEDAN ESTATE
b. SMP : SMP NEGERI 1 PERCUT SEI TUAN
c. SMU : SMA NEGERI 11 MEDAN
d. S1 : UNIVERSITAS SYIAH KUALA
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya serta kesehatan dan kesempatan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Shalawat beiring salam atas
junjungan Nabi Muhammad SAW yang insya Allah memberikan safaat kepada
penulis dan seluruh umatnya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa segala yang dilakukan dalam
penyusunan tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya bantuan dan
bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, untuk itu dengan segala kerendahan
hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H.,M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan magister di Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan magister pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA. CPA, selaku Ketua Program Studi
Magister Ilmu Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang
arahan di sela-sela kesibukannya dari awal penulisan hingga selesainya penulisan
tesis ini.
4. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA. Ak, selaku Dosen Pembimbing II yang telah
banyak memberi bimbingan dan mengarahkan penulis di sela-sela kesibukannya
dari awal penulisan hingga selesainya penulisan tesis ini.
5. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak, Ibu Dra. Sri Mulyani, MBA, Ak, dan
Ibu Dr. Rina Bukit, SE, M.Si, Ak selaku Dosen Penguji yang telah memberikan
saran dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini.
6. Seluruh staf pengajar Program Magister Ilmu Akuntansi atas segala ilmu dan
pengetahuan yang telah diberikan, dan seluruh staf administrasi Program Magister
Ilmu Akuntansi.
7. Ibunda dan Ayahanda tercinta, yang selalu mendoakan dan memberikan dorongan
moril maupun materil serta bantuan yang tak ternilai dalam bentuk apapun juga,
sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah dan tesis ini.
8. Abang dan Adik-adikku tersayang, yang telah memberi dukungan dan motivasi
yang tak pernah henti.
9. Teman-teman di Program Magister Ilmu Akuntansi, yang penuh dengan rasa
kekeluargaan dan persahabatan dalam memberi sumbangan pikiran selama
Akhirnya, semoga Allah SWT selalu melimpahkan berkah dan
hidayah-Nya, dan apa yang penulis lakukan ini mendapatkan ridho-Nya serta berguna bagi
penulis khususnya dan pembaca umum. Amin
Medan, September 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2.Perumusan Masalah ... 10
1.3.Tujuan Penelitian ... 10
1.4.Manfaat Penelitian ... 11
1.5.Originalitas ... 11
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Struktur Modal ... 13
2.1.1 Pecking Order Theory ... 16
2.1.2 Trade Off Theory ... 17
2.3 Investment Opportunity Set (IOS)... 23
2.4 Profitabilitas ... 25
2.5 Risiko Bisnis... 26
2.6 Ukuran Perusahaan... 28
2.7 Struktur Aktiva... 29
2.8 Operating Leverage ... 30
2.9 Pertumbuhan Perusahaan dan Struktur Modal... 32
2.10 Investment Opportunity Set (IOS) dan Struktur Modal ... 34
2.11 Profitabilitas dan Struktur Modal... 36
2.12 Risiko Bisnis dan Struktur Modal ... 39
2.13 Ukuran Perusahaan dan Struktur Modal ... 40
2.14 Struktur Aktiva dan Struktur Modal ... 42
2.15 Operating Leverage dan Struktur Modal ... 43
2.16 Penelitian Sebelumnya ... 45
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep ... 50
3.2 Hipotesis Penelitian... 56
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian... 57
4.2 Lokasi Penelitian... 57
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 58
4.5 Definisi dan Operasional Variabel ... 59
4.5.1 Variabel Dependen... 59
4.5.2 Variabel Independen ... 60
4.6 Metode Analisis Data... 64
4.7 Uji Asumsi Klasik ... 65
4.8 Pengujian Hipotesis ... 68
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 70
5.2 Statistik Deskriptif ... 71
5.3 Hasil Pengujian Asumsi Klasik ... 78
5.4 Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda ... 83
5.4.1 Hasil Uji Statistik F ... 83
5.4.2 Hasil Uji Statistik t ... 84
5.4.3 Hasil Adjusted R2 ... 88
5.5 Pembahasan Hasil Penelitian ... 89
5.5.1 Pengujian Secara Simultan... 89
5.5.2 Pengujian Secara Parsial ... 90
5.5.2.1 Pertumbuhan Perusahaan Berpengaruh Terhadap Struktur Modal ... 90
5.5.2.2 Investment Opportunity Set Berpengaruh Terhadap Struktur Modal ... 91
5.5.2.4 Pengaruh Risiko Bisnis Terhadap Struktur Modal ... 94
5.5.2.5 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Struktur Modal ... 95
5.5.2.6 Pengaruh Struktur Aktiva Terhadap Struktur Modal ... 96
5.5.2.7 Pengaruh Operating Leverage Terhadap Struktur Modal ... 97
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 98
6.2 Keterbatasan Penelitian ... 100
6.3 Saran Penelitian ... 101
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Hasil Deskripsi Penelitian Terdahulu ... 47
4.1 Sampel perusahaan manufaktur tahun 2007-2009 ... 58
4.2 Operasional Variabel ... 63
5.1 Statistik Deskriptif ... 71
5.2 Uji Normalitas Data ... 79
5.3 Uji Autokorelasi ... 80
5.4 Uji Multikolinearitas ... 81
5.5 Uji Heteroskedastisitas ... 82
5.6 Hasil Uji Statistik F ... 83
5.7 Hasil Uji Statistik t ... 84
5.8 Hasil Adjusted R2... 89
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman 1.1 Perbandingan hutang dan ekuitas ... 3
3.1 Pengaruh karakteristik perusahaan (pertumbuhan perusahaan,
Investment Opportunity Set, Profitabilitas, resiko perusahaan,
ukuran perusahaan, struktur aktiva, dan operating leverage)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Hal
1 Daftar Sampel Perusahaan Manufaktur Tahun 2007-2009... 110
2 Variebel Penelitian Tahun 2007... 111
3 Variabel Penelitian Tahun 2008... 112
4 Variabel Penelitian Tahun 2009... 113
5 Item Pengukuran Tahun 2007 ... 114
6 Item Pengukuran Tahun 2008 ... 115
7 Item Pengukuran Tahun 2009 ... 116
8 Statistik Deskriptif, Uji Asumsi Klasik, dan Uji Hipotesis... 117
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Pertumbuhan Perusahaan,
Investment Opportunity Set, Profitabilitas, Risiko Bisnis, Ukuran Perusahaan, Struktur Aktiva, Operating Leverage terhadap struktur modal pada Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2009.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pengujian hipotesis dengan menggunakan tekhnik purposive sampling. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2007-2009 yang berjumlah 364 dan sampel penelitian sebanyak 36 perusahaan selama 3 tahun dari 2007-2009, sehingga total observasi dalam penelitian ini menjadi 108 perusahaan yang dianalisis dengan model analisis regresi linier berganda. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa laporan keuangan. Pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t dan uji F.
Hasil penelitian secara simultan, diperoleh bahwa pertumbuhan perusahaan,
Investment Opportunity Set (IOS), profitabilitas, resiko bisnis, ukuran perusahaan, struktur aktiva, dan operating leverage berpengaruh terhadap struktur modal. Sedangkan Secara parsial menunjukkan bahwa variabel resiko bisnis ,ukuran perusahaan, dan struktur aktiva berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Sebaliknya, variabel pertumbuhan perusahaan, Investment Opportunity Set, profitabilitas dan operating leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode pengamatan 2007-2009.
Kata Kunci: Pertumbuhan Perusahaan, Investment Opportunity Set (IOS), Profitabilitas, Resiko Bisnis, Ukuran Perusahaan, Struktur Aktiva,
ABSTRACT
This research aims to examine the influence of firm Growth, Investment Opportunity Set, Profitability, Business Risk, Firm Size, Structure Assets, and Operating Leverage on the capital structure in the Indonesia Stock Exchange from 2007 to 2009.
This type of research was the hypothesis testing by using purposive sampling technique. The population in this study are all companies listed in the Indonesia Stock Exchange during the years 2007-2009, amounting to 364 and the study sample as many as 36 companies for 3 years from 2007 to 2009, bringing the total observations in this study to 108 companies analyzed by regression analysis model multiple linear. The data used are secondary data from financial statements. Hypothesis testing using the t test and F test
The results simultaneously, showed that the firm growth, Investment Opportunity Set (IOS), profitability, business risk, firm size, asset structure, and operating leverage effect on capital structure. Partially indicate that business risk variables, firm size and asset structure significantly influence the capital structure. Conversely, firm growth, Investment Opportunity Set, profitability and operating leverage of no significant impact on the capital structure of manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange observation period from 2007 to 2009.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Seiring dengan meningkatnya minat serta pengetahuan masyarakat untuk
berinvestasi di pasar modal, struktur modal telah menjadi salah satu faktor
pertimbangan yang cukup penting. Hal ini terkait dengan risiko dan expected return
yang akan dihadapi oleh calon investor dimasa yang akan datang. Dalam melihat
struktur modal, informasi keuangan merupakan informasi yang ditunggu–tunggu oleh
investor karena informasi tersebut dijadikan dasar untuk membuat keputusan
membeli, menjual, atau menahan investasi. Para investor akan melakukan berbagai
analisis terkait dengan keputusan untuk menanamkan modalnya pada perusahaan
melalui informasi yang salah satunya berasal dari laporan keuangan perusahaan.
Keputusan ini dibuat dengan mempertimbangkan return dan risiko yang akan
diterima.
Sedangkan bagi perusahaan, sesuai dengan mandat PSAK No. 1 tentang
penyajian laporan keuangan, laporan keuangan harus berguna untuk memberikan
informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat
bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan–
keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship)
manajemen atas penggunaan sumber–sumber daya yang dipercayakan kepada
pertimbangan didalam mencapai tujuan perusahaan dimana tujuan akhirnya adalah
mensejahterakan pemilik saham dan meningkatkan nilai perusahaan.
Kebijakan struktur modal merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk
menentukan komposisi pendanaan yang akan digunakan perusahaan. Komposisi
pendanaan ini berasal dari dua sumber yaitu sumber internal dan eksternal (Brigham
dan Houston, 2001). Sumber pendanaan internal berupa laba ditahan, pinjaman dari
pemilik perusahaan, dan keuntungan dari penyusutan aktiva tetap. Tetapi pinjaman
dari pemilik perusahaan sangat jarang terjadi karena pemilik perusahaan lebih
menyukai membeli saham yang dikeluarkan perusahaan dibandingkan memberikan
pinjaman. Sedangkan sumber pendanaan eksternal berasal dari hutang jangka panjang
atau obligasi dan saham yang dikeluarkan oleh perusahaan yang bersifat permanen.
Didalam memperoleh sumber pendanaan yang berasal dari eksternal,
perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang komprehensif baik keuangan
maupun nonkeuangan. Tujuannya untuk memberikan kepercayaan kepada publik agar
menanamkan modalnya pada perusahaan dan menarik perhatian investor potensial
untuk berinvestasi pada perusahaan. Hal ini terkait dengan semakin meningkatnya
minat dan pengetahuan investor dan masyarakat dibidang pasar modal, sehingga
investor didalam menanamkan modalnya terlebih dahulu melihat kondisi perusahaan.
Menurut pecking order theory perusahaan lebih memilih sumber pendanaan
yang berasal dari internal internal perusahaan dibandingkan dengan eskternal. Hal ini
terkait dengan risiko yang dihadapi perusahaan. Sedangkan menurut trade off theory,
perusahaan. Tetapi sekarang ini perusahaan membutuhkan dana yang besar untuk
menjalankan aktivitasnya. Sumber pendanaan yang berasal dari internal perusahaan
tidaklah cukup untuk membiayai aktivitas dan pertumbuhan perusahaan. Sedangkan
sumber pendanaan yang berasal dari eksternal yaitu penjualan saham juga tidaklah
cukup karena kondisi perekonomian yang tidak stabil. Oleh sebab itu perusahaan,
mengharapkan sumber pendanaan yang berasal dari eksternal perusahaan yaitu
hutang walaupun akan berakibat risiko yang besar bagi perusahaan.
Pada masa sekarang ini, perusahaan mengalami kesulitan didalam
menentukan pendanaan yang baik bagi perusahaan. Seperti peristiwa krisis global
yang dialami pada tahun 2008 yang menyebabkan harga saham untuk beberapa
perusahaan di Indonesia menjadi turun. Akibatnya perusahaan harus mencari sumber
pendanaan yang tepat.
Gambar 1.1
Perbandingan Antara Hutang dan Ekuitas
Jika kita lihat dari gambar diatas, tampak bahwa perusahaan pada tahun 2007–
2009 mayoritas memilih sumber pendanaan yang berasal dari ekuitas perusahaan.
yang berasal dari hutang. Walaupun pada tahun 2008 terjadi krisis, perusahaan tetap
memilih sumber pendanaan yang berasal dari ekuitas tanpa memperhatikan
dampaknya bagi perusahaan apabila harga sahamnya turun. Ini mengindikasikan
bahwa perusahaan yang mempunyai risiko yang besar tidak hanya banyak memiliki
hutang tetapi banyak mengambil pendanaan yang berasal dari ekuitas perusahaan. Hal
ini juga dapat kita lihat pada tabel lampiran struktur modal dimana merupakan hasil
berbandingan antara total kewajiban dan total ekuitas.
Tampak bahwa rata-rata perusahaan manufaktur lebih memilih sumber
pendanaan yang berasal dari ekuitas yang ditunjukkan dengan nilai rata-rata struktur
modal sebesar 0,6335 atau 63,35% artinya rata-rata perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia memiliki sumber pendanaan yang berasal dari
ekuitas perusahaan. Dari nilai tersebut dapat kita lihat bahwa walaupun pada kondisi
ekonomi yang tidak baik, perusahaan tetap lebih banyak mencari sumber pendanaan
yang berasal dari ekuitas perusahaan.
Disamping itu, pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang
menunjukkan penurunan pada saat krisis. Penurunan harga saham gabungan IHSG di
Bursa Efek Indonesia yang terkoreksi sangat tajam ke level 1.400-1.500
dibandingkan dengan puncaknya akhir tahun 2007 sebesar 2.800 (okezone.com, 23
Oktober 2008). Walaupun adanya penurunan harga saham gabungan,
perusahaan-perusahaan tersebut tetap mencari sumber pendanaan yang berasal dari penjualan
Dalam menentukan struktur modal yang tepat bagi perusahaan, sebaiknya
mempertimbangkan hal-hal seperti karakteristik perusahaan. Karakteristik perusahaan
merupakan ciri khas/spesifik perusahaan yang dapat mempengaruhi kinerja
perusahaan. Karakteristik perusahaan tersebut berupa pertumbuhan perusahaan dari
periode yang satu ke periode lainnya, Investment Opportunity Set (IOS),
profitabilitas, risiko bisnis, ukuran perusahaan, dan struktur aktiva (Pandey, 2001)
serta operating leverage (Nugroho, 2006). Setiap karakteristik tersebut mempunyai
pengaruh yang berbeda-beda didalam menentukan komposisi struktur modal yang
akan digunakan.
Berdasarkan penjelasan diatas pertumbuhan perusahaan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi perusahaan didalam menentukan struktur modal.
Pertumbuhan perusahaan ini mencakup pertumbuhan laba serta merupakan faktor
yang penting karena suatu perusahaan yang tumbuh memerlukan dana yang cukup
besar didalam menjalankan aktivitas operasinya.
Kebutuhan dana yang cukup besar tersebut menuntut perusahaan untuk
memilih sumber pendanaan yang tepat. Adanya pertumbuhan yang semakin besar
sumber pendanaan yang berasal dari laba ditahan tidaklah cukup, perusahaan harus
meminjam uang yang berasal dari eksternal perusahaan yaitu kreditur. Tetapi
peminjaman dana tersebut berdampak terhadap laba yang diperoleh perusahaan
karena harus membayar pokok dan bunganya sehingga diharapkan pertumbuhan
meningkat karena adanya hutang berdampak terhadap laba yang diperoleh
Menurut Pandey (2001), pertumbuhan penjualan yang cepat dibutuhkan untuk
memperbesar aset perusahaan. Pertumbuhan tersebut membutuhkan dana yang besar
sehingga dengan adanya kebutuhan dana yang besar tersebut diharapkan
pengembalian yang besar juga bagi perusahaan. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Baskin(1989) menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara pertumbuhan
dengan hutang. Sebaliknya pada penelitian yang dilakukan Titman dan Wessels
(1988) menunjukkan tidak terdapat hubungan antara pertumbuhan dengan hutang.
Faktor lain yang mempengaruhi struktur modal perusahaan adalah set
kesempatan investasi (Investment Opportunity Set) (Nasruddin, 2001). Konsep ini
pertama kali diungkapkan oleh Myers (1977), yang menyatakan bahwa set
kesempatan investasi muncul karena adanya pilihan pertumbuhan perusahaan dimasa
yang akan datang yang didukung oleh aset yang dimiliki sekarang ini.
Menurut Gaver dan Gaver (1993), Investment Opportunity Set (IOS) tidak
hanya ditunjukkan dengan adanya kegiatan riset dan pengembangan saja, tetapi juga
dengan kemampuan perusahaan dalam mengeksploitasi kesempatan dan mengambil
keuntungan dibandingkan dengan perusahaan lain dalam satu kelompok industri.
Kesempatan mengambil keuntungan ini dipergunakan oleh perusahaan dengan
melihat peluang-peluang untuk menghasilkan keuntungan dari kegiatan operasi
perusahaan. Karena adanya peluang tersebut, perusahaan dihadapkan pada pilihan
untuk mengalokasikan laba perusahaan apakah digunakan untuk membayar dividen
pada pemegang saham atau masuk ke dalam laba ditahan yang akan digunakan untuk
Disamping kedua faktor diatas terdapat faktor profitabilitas yang merupakan
faktor ketiga yang juga mempengaruhi kebijakan struktur modal perusahaan. Faktor
ini terkait dengan kemampuan perusahaan menghasilkan laba atau keuntungan
perusahaan. Suatu perusahaan didalam menjalankan aktivitas usahanya
mengharapkan keuntungan.
Didalam pecking order theory, yang menjelaskan perusahaan lebih memilih
sumber dana yang berasal dari internal perusahaan dibandingkan eksternal
perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan yang memperoleh laba yang semakin
besar akan lebih memilih dana yang berasal dari internal perusahaan untuk
membiayai aktivitas operasinya. Hal ini dikarenakan, perusahaan akan lebih banyak
menyimpan labanya sebagai laba ditahan yang akan digunakan untuk investasi atau
pendanaan bagi aktivitas operasinya dimasa yang akan datang (Myers, 1984). Tetapi
sekarang ini tidaklah cukup jika hanya mengandalkan sumber pendanaan yang
berasal dari internal. Adanya profitabilitas yang tinggi memberikan peluang kepada
perusahaan untuk meminjam uang dari kreditur. Hal ini berdampak terhadap
profitabilitas perusahaan yang akan mengakibatkan profitabilitas menurun
dikarenakan perusahaan harus membayar pokok dan bunga atas pinjaman tersebut
tepat waktu.
Faktor keempat yang mempengaruhi kebijakan struktur modal adalah risiko
bisnis. Didalam manjalankan aktivitas operasinya, perusahaan akan mengalami
berbagai peristiwa yang tidak menguntungkan bagi perusahaan seperti
inflasi, dan peristiwa – peristiwa yang tidak dapat diprediksi sebelumnya. Peristiwa
tersebut akan mempengaruhi kebijakan struktur modal. Perusahaan mendanai
aktivitas operasinya dengan menggunakan dana yang berasal dari internal perusahaan
dan eksternal perusahaan. Jika perusahaan lebih banyak mendanai aktivitas melalui
dana yang berasal dari eksternal perusahaan, maka akan mengakibatkan tingkat risiko
yang meningkat. Oleh sebab itu, semakin besar jumlah modal yang berasal dari luar
perusahaan, maka semakin besar pula risiko yang akan didapatkan oleh perusahaan.
Faktor ukuran perusahaan (size) merupakan faktor kelima yang
mempengaruhi kebijakan struktur modal. faktor ini terkait dengan jumlah aset yang
dimiliki perusahaan. Suatu perusahaan yang besar memerlukan dana yang lebih besar
didalam mengelola aktivitas operasinya dibandingkan dengan perusahaan yang kecil.
Hal ini dilihat dengan perusahaan yang besar membutuhkan banyak tenaga kerja
didalam menjalankan operasinya dibandingkan dengan perusahaan kecil. Perusahaan
yang besar dapat memberikan keyakinan kepada kreditur dan investor untuk
menanamkan uangnya diperusahaan. Hal ini dapat dibuktikan pada penelitian yang
dilakukan oleh Michaelas, dkk (1999); Titman dan Wessels (1988) menunjukkan
bahwa perusahaan yang kecil akan lebih memilih hutang jangka pendek dibandingkan
dengan hutang jangka panjang.
Faktor keenam yang mempengaruhi penentuan kebijakan struktur modal
perusahaan adalah struktur aktiva. Struktur aktiva dikaitkan dengan perbandingan
aktiva tetap perusahaan dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan. Menurut
modalnya tertanam dalam aktiva tetap (fixed assets), akan mengutamakan pemenuhan
modalnya dari modal yang permanen yaitu modal sendiri, sedang hutang sifatnya
sebagai pelengkap. Perusahaan yang sebagian besar dari aktivanya terdiri atas aktiva
lancar akan mengutamakan kebutuhan dananya dengan hutang. Jadi dapat dikatakan
bahwa struktur aktiva mempunyai pengaruh terhadap struktur modal.
Dan faktor terakhir yang mempengaruhi struktur modal perusahaan adalah
operating leverage. Operating leverage merupakan perbandingan antara perubahan
pendapatan perusahaan sebelum pajak dengan perubahan laba perusahaan. Dikatakan
operating leverage berpengaruh terhadap struktur modal yaitu semakin besar
operating leverage yang dihasilkan maka menunjukkan bahwa laba yang diperoleh
perusahaan semakin besar. Apabila operating leverage perusahaan kecil, maka
perusahaan akan mempunyai leverage yang besar. Artinya perusahaan akan lebih
banyak mendanai operasinya pada hutang.
Pada penelitian yang dilakukan Sriwardany (2006) yang meneliti tentang
pengaruh pertumbuhan terhadap kebijakan struktur modal, menunjukkan bahwa
faktor pertumbuhan berpengaruh negatif terhadap kebijakan struktur modal. Pengaruh
negatif tersebut terlihat pada perusahaan yang mengalami pertumbuhan, sehingga
pihak manajer akan lebih memilih kebijakan struktur modal yang berasal dari ekuitas
dibandingkan dengan hutang. Pada penelitian yang dilakukan oleh Marsh (1982)
mengenai ukuran perusahaan menjelaskan bahwa perusahaan yang besar lebih
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2006) tentang analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan property yang go publik
menunjukkan bahwa operating leverage, current rasio, pertumbuhan perusahaan,
PER dan ROA berpengaruh signifikan terhadap struktur modal sedangkan struktur
aktiva berpengaruh tidak signifikan terhadap struktur modal perusahaan.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai: “Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Struktur Modal (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2009)”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka permasalahan yang akan
dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah karakteristik perusahaan
(pertumbuhan perusahaan, Investment Opportunity Set, Profitabilitas, risiko bisnis,
ukuran perusahaan, struktur aktiva, dan operating leverage) berpengaruh terhadap
struktur modal secara simultan dan parsial?.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini untuk
memperoleh bukti empiris tentang: karakteristik perusahaan (pertumbuhan
perusahaan, struktur aktiva, dan operating leverage) berpengaruh terhadap struktur
modal secara simultan dan parsial.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Bagi pihak manajemen keuangan perusahaan, sebagai bahan pertimbangan
didalam melakukan analisis fundamental yang dilakukan untuk mengambil
kebijakan struktur modal, dengan memahami pengungkapan pertumbuhan
perusahaan, Investment Opportunity Set, profitabilitas, risiko bisnis, ukuran
perusahaan struktur aktiva dan operating leverage sebagai faktor – faktor
yang mempengaruhi struktur modal perusahaan.
2. Bagi akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi bagi
penelitian selanjutnya.
3. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam penelitian
tentang pengaruh karakteristik perusahaan terhadap struktur modal
1.5 Originalitas Penelitian
Penelitian ini menguji kembali penelitian yang telah dilakukan oleh Pandey
(2001), yang meneliti tentang Capital Structure and The Firm characteristics:
Evidence From An Emerging Market. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
pasar dari hutang. Sedangkan profitabilitas, Investment Opportunity Set, Tangibility,
dan risiko berpengaruh negatif terhadap rasio hutang.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Pandey, penelitian ini dilakukan
pada periode tahun 2007-2009, sedangkan pada penelitian terdahulu dilakukan pada
periode 1984-1999. Alasan peneliti menggunakan tahun 2007-2009 karena pada
periode tersebut terjadi krisis global sehingga peneliti ingin melihat apakah krisis
global tersebut berdampak terhadap struktur modal perusahaan. Selain itu penelitian
ini meneliti pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI), sedangkan pada penelitian sebelumnya meneliti pada perusahaan yang
terdaftar di Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE). Dan perbedaan lainnya adalah
adanya penambahan variabel lain yaitu operating leverage pada penelitian ini.
Penambahan variabel ini dilakukan dengan merujuk pada penelitian yang dilakukan
Nugroho (2006) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Struktur Modal
Salah satu kebijakan yang dibuat manajer keuangan dalam kaitannya dengan
keberlangsungan perusahaan (going concern) adalah kebijakan struktur modal.
Kebijakan tersebut antara lain kebijakan yang berkaitan dengan komposisi hutang,
saham preferen, dan saham biasa yang merupakan sumber pendanaan bagi
perusahaan untuk menjalankan operasinya (Susetyo, 2006). Struktur modal
merupakan faktor fundamental keberhasilan suatu perusahaan (Brigham dan Houston,
2001). Kebijakan tersebut merupakan kebijakan yang penting didalam menjalankan
aktivitas operasinya, mempertahankan, dan mengembangkan perusahaan.
Menurut Riyanto (2001), struktur modal adalah perimbangan atau
perbandingan antara modal asing dengan modal sendiri. Modal asing yang
dimaksudkan adalah hutang baik jangka panjang maupun jangka pendek, sedangkan
modal sendiri bisa terdiri dari laba ditahan (retained earning)dan bisa juga dengan
penyertaan kepemilikan perusahaan. Kebijakan struktur modal perusahaan antara lain
menyangkut dengan keputusan tentang bentuk dan komposisi pendanaan yang akan
dipergunakan oleh perusahaan. Kebijakan tersebut merupakan perimbangan tentang
jumlah hutang jangka pendek yang bersifat permanen, hutang jangka panjang, saham
Sedangkan menurut Frank dan Goyalm (2007) ada 3 sumber pendanaan bagi
perusahaan yaitu laba ditahan, hutang, dan ekuitas. Dari ketiga sumber tersebut yang
lebih aman didalam pemilihan sumber pendanaan adalah laba ditahan. Hal ini terkait
karena sumber pendanaan yang berasal dari laba ditahan mempunyai risiko yang kecil
dibandingkan sumber pendanaan yang berasal dari hutang dan ekuitas.
Tetapi jika dibandingkan antara tingkat hutang dan ekuitas, maka dari sudut
pandang investor, bahwa ekuitas mempunyai tingkat risiko yang lebih besar
dibandingkan dengan hutang walaupun kedua sumber pendanaan tersebut mempunyai
tingkat risiko yang besar bagi perusahaan. Oleh karena itu, investor lebih
mengharapkan suatu pengembalian yang besar dari ekuitas dibandingkan dengan
hutang. Sedangkan dari sudut pandang perusahaan, laba ditahan merupakan sumber
pendanaan yang lebih baik dibandingkan dengan pembiayaan yang berasal dari luar.
Jika laba ditahan tidak cukup, maka hutang yang akan digunakan untuk membiayai.
Sedangkan ekuitas merupakan jalan terakhir didalam membiayai pendanaan
perusahaan.
Ghosh, dkk (2000), mendefinisikan struktur modal sebagai perbandingan
antara hutang perusahaan (total debt) dan total aktiva (total asset). Perbandingan ini
dilihat dengan bagaimana distribusi aktiva perusahaan terhadap total kewajiban
perusaahaan. Disamping itu, Sartono (1999) juga menjelaskan bahwa suatu
perusahaan didalam menentukan struktur pendanaan terlebih dahulu menganalisa
sejumlah faktor-faktor yang mempengaruhinya dan kemudian menetapkan struktur
tetapi pada setiap manajemen perusahaan terdapat bayangan dari struktur modal yang
ditargetkan tersebut. Jika tingkat hutang yang sesungguhnya berada dibawah target,
mungkin perlu dilakukan ekspansi dengan melakukan pinjaman, sementara jika rasio
hutang sudah melampaui target, barangkali saham perlu dijual.
Kebijakan pendanaan atau struktur modal dikatakan optimal apabila terjadi
keseimbangan antara risiko dan pengembalian sehingga dapat memaksimalkan harga
saham (Brigham dan Houston, 2001)). Jika risiko lebih besar dibandingkan dengan
tingkat pengembalian maka struktur modal dikatakan kurang optimal dan sebaliknya.
Pada prinsipnya struktur modal dapat diperoleh dalam dua sumber (Brigham dan Houston, 2001), yaitu:
1. Sumber internal perusahaan
Dana yang berasal dari sumber internal perusahaan adalah dana yang dihasilkan sendiri didalam perusahaan, yaitu:
a. Laba ditahan
Yaitu dana yang berasal dari laba yang dihasilkan dari aktivitas operasi perusahaan periode sebelumnya yang tidak dibagikan kepada pemegang saham.
b. Pinjaman dari pemilik perusahaan (owner’s)
Yaitu hutang yang diberikan kepada pemilik perusahaan. Peristiwa ini jarang terjadi karena pemilik perusahaan lebih memilih membeli saham yang diterbitkan oleh perusahaan.
2. Sumber eksternal perusahaan
Dana yang berasal dari sumber eksternal perusahaan adalah dana yang dihasilkan yang berasal dari luar perusahaan, yaitu:
a. Hutang kepada kreditor
Yaitu pinjaman yang diberikan berupa hutang kepada perusahaan yang memiliki jatuh tempo.
b. Penerbitan surat berharga
Yaitu penerbitan surat berharga yang menunjukkan kepemilikan seseorang didalam suatu perusahaan.
Dengan demikian, kebijakan struktur modal merupakan kebijakan perusahaan
baik itu dengan menggunakan dana yang berasal dari dalam perusahaan maupun dana
yang berasal dari luar perusahaan. Disamping itu, hal tersebut merupakan tugas dari
manajer keuangan didalam menentukan kebijakan pendanaan yang optimal bagi
perusahaan.
Banyak model yang digunakan untuk menjelaskan mengenai perilaku
pendanaan perusahaan. Teori yang menjelaskan hal tersebut antara lain adalah teori
pecking order (Myers, 1984), dan teori trade-off (Modigliani dan Miller, 1963).
2.1.1 Pecking Order Theory
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Donaldson pada tahun 1961, akan tetapi penamaan Pecking Order Theory dilakukan oleh Stewart C. Myers tahun 1984 dalam Journal of Finance volume 39 dengan judul The Capital Structure Puzzle. Teori ini menyatakan bahwa ada semacam tata urutan (pecking order) bagi perusahaan dalam menggunakan modal. Teori tersebut juga menjelaskan bahwa perusahaan lebih mengutamakan pendanaan ekuitas internal (menggunakan laba yang ditahan) daripada pendanaan ekuitas eksternal (menerbitkan saham baru).
Berikut beberapa implikasi dari Myers (1984), terhadap perilaku pendanaan perusahaan didalam pecking order theory:
1. Perusahaan lebih menyukai sumber pendanaan internal (Laba Ditahan). Hal ini disebabkan penggunaan laba ditahan lebih murah dan tidak perlu mengungkapkan sejumlah informasi perusahaan (yang harus diungkapkan dalam prospektus saat menerbitkan obligasi dan saham baru);
2. Perusahaan menyesuaikan target rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio/DPR) kepada peluang investasi, meskipun dividen kaku (sticky) dan target rasio pembayaran hanya menyesuaikan secara bertahap terhadap pergeseran peluang investasi yang menguntungkan;
investasi. Jika arus kas internal kurang, perusahaan pertama kali mengurangi jumlah kas atau portofolio sekuritasnya;
4. Jika pendanaan eksternal diperlukan, perusahaan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu. Perusahaan memulai dari hutang, kemudian
hybrid securities seperti convertible bonds, kemudian ekuitas sebagai alternatif terakhir. Penerbitan saham baru menduduki urutan terakhir sebab penerbitan saham baru merupakan tanda atau sinyal bagi pemegang saham dan calon investor tentang kondisi perusahaan saat sekarang dan prospek mendatang yang tidak baik.
Myers (1984), didalam pecking order theory menyatakan bahwa
permasalahan utama keputusan struktur modal perusahaan adalah informasi yang
tidak simetris (asymmetric information) diantara manajer dan investor mengenai
kondisi internal perusahaan, serta argumentasi bahwa manajer berpihak kepada
pemegang saham lama. Kedua permasalahan tersebut menyebabkan perusahaan
memiliki hierarki pendanaan yang dimulai dari arus kas internal, hutang, kemudian
saham.
Shyam-Sunder dan Myers (1999), menguji teori ini dengan menganalisis
hubungan antara defisit pendanaan internal dengan perubahan tingkat hutang
perusahaan dan menemukan bahwa kedua variabel tersebut memiliki hubungan
satu-satu, yang menunjukkan bahwa defisit pendanaan internal akan selalu dibiayai
melalui hutang, dan saham bukan merupakan alternatif pendanaan eksternal yang
akan dipilih perusahaan.
2.1.2 Trade Off Theory
Teori ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1963 oleh Modigliani dan
Miller dalam sebuah artikel American Economic Review 53 (1963, June) yang
merupakan perbaikan model awal mereka yang sebelumnya memperhitungkan
adanya pajak perseroan (akan tetapi tetap mengabaikan pajak perorangan).
Selanjutnya model tersebut dikenal dengan sebutan model MM-2 atau model MM
dengan pajak perseroan (Brigham, and Ehrhardt, 2005:588-592). Dalam teori ini
menjelaskan ide bahwa berapa banyak hutang perusahaan dan berapa banyak ekuitas
perusahaan sehingga terjadinya keseimbangan antara biaya dan keuntungan. Teori ini
menyatakan bahwa suatu perusahaan memiliki tingkat hutang yang optimal dan
berusaha untuk menyesuaikan tingkat hutang aktualnya ke arah titik optimal, ketika
perusahaan tersebut berada pada tingkat hutang yang terlalu tinggi (overlevered) atau
terlalu rendah (underlevered). Pada kondisi yang stabil, perusahaan akan
menyesuaikan tingkat hutangnya kepada tingkat rata-rata hutangnya dalam jangka
panjang.
Dari model MM-2, dapat dipetik dua hal utama yang berbeda dengan model MM-1 sebelumnya adalah (Brigham, and Ehrhardt, 2005:588-592):
1. Dalam model pertama, struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Dalam kenyataan, struktur modal mempunyai pengaruh positif terhadap nilai perusahaan: bertambahnya penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan. Dengan kata lain, pajak memberi manfaat dalam pendanaan yang berasal dari hutang, sebesar: Manfaat pajak dari penggunaan hutang diperoleh dari beban biaya bunga hutang yang dapat diperhitungkan sebagai elemen biaya yang mengurangi besaran laba kena pajak, sedangkan pembayaran dividen tidak dapat diperhitungkan sebagai elemen biaya. Jadi, perusahaan (seperti) menerima subsidi dari pemerintah atas penggunaan hutang untuk menambah modal.
diperoleh perusahaan dari penggunaan hutang lebih besar daripada peningkatan biaya ekuitas.
Ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa menggunakan hutang
sebanyak banyaknya. Suatu hal yang terpenting adalah dengan semakin tingginya
hutang, akan semakin tinggi kemungkinan kebangkrutan. Biaya tersebut terdiri dari 2
(dua) hal (Brigham dan Houstan, 2001:610) , yaitu :
a. Biaya Langsung
Yaitu, biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya administrasi, atau biaya lainnya yang sejenis.
b. Biaya Tidak Langsung
Yaitu, biaya yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain tidak mau berhubungan dengan perusahaan secara normal. Misalnya Suplier tidak akan mau memasok barang karena mengkwatirkan kemungkinan tidak akan membayar.
Biaya lain dari peningkatan hutang adalah meningkatnya biaya keagenan
antara pemegang hutang dengan pemegang saham akan meningkat, karena potensi
kerugian yang dialami oleh pemegang hutang akan meningkatkan pengawasan
terhadap perusahaan. Pengawasan bisa dilakukan dalam bentuk biaya biaya
monitoring dan bisa dalam bentuk kenaikan tingkat bunga.
Setiap perusahaan memiliki tingkat hutang yang berbeda-beda, tergantung pada
jenis industrinya. Perusahaan perangkat lunak (software) memiliki target leverage
yang berbeda dengan perusahaan manufaktur karena karakteristik aset kedua
perusahaan ini berbeda. Perusahaan perangkat lunak memiliki proporsi aset tak
berwujud yang lebih besar dibandingkan perusahaan manufaktur dalam bentuk lisensi
atau paten, sehingga penilaian asetnya menjadi lebih sulit. Karena itu, umumnya
perusahaan manufaktur memiliki tingkat hutang yang lebih tinggi daripada
kasus lain, banyak perusahaan yang dibatasi oleh regulasi pemerintah dalam
menentukan tingkat hutangnya. Perusahaan yang bergerak di bidang perbankan
dibatasi oleh regulasi dalam menentukan tingkat hutangnya melalui penentuan CAR
(capital adequacy ratio) oleh bank sentral.
Di sisi lain, tingkat hutang yang terlalu tinggi menyebabkan perusahaan
memiliki risiko gagal bayar yang lebih tinggi. Permasalahan lain yang dapat timbul
adalah perilaku substitusi aset berisiko lebih rendah kepada aset-aset berisiko tinggi.
Perilaku ini timbul karena kerugian atas aset-aset berisiko tersebut berdampak lebih
besar terhadap debtholders, bukan pemegang saham. Underinvestment juga
merupakan perilaku yang mungkin timbul, dimana manajer akan melepaskan
peluang-peluang investasi menguntungkan yang dimilikinya karena keuntungan dari
investasi tersebut dinikmati lebih besar oleh debtholders, sehingga mengakibatkan
pengalihan kesejahteraan dari pemegang saham kepada debtholders. Ketiga masalah
ini menyebabkan biaya pendanaan yang lebih tinggi ketika perusahaan memiliki
tingkat hutang yang terlalu besar. Tingkat hutang yang optimal adalah ketika
keuntungan dari hutang sebanding dengan biaya yang ditimbulkannya.
2.2 Pertumbuhan Perusahaan
Salah satu faktor yang menentukan struktur modal perusahaan adalah
pertumbuhan perusahaan (Pandey, 2001). Hal ini dilihat bahwa perusahaan yang
perusahaan ini mencakup pertumbuhan penjualan, laba, dan aktiva. Pertumbuhan
perusahaan ini dilihat dengan semakin tinggi tingkat pertumbuhan suatu perusahaan
maka semakin baik juga perusahaan tersebut. Salah satu pengukuran pertumbuhan
perusahaan adalah penjualan. Hal ini dapat dilihat melalui peningkatan penjualan
perusahaan dari satu periode ke periode berikutnya. Adanya peningkatan penjualan
maka akan terjadi juga peningkatan atas laba yang diperoleh.
Pertumbuhan menurut Beaver, Ketter, dan Scholes (1970) didefinisikan
sebagai perubahan tahunan dari total aktiva. Perubahan tersebut dilihat melalui
peningkatan aktiva perusahaan dari setiap periodenya. Peningkatan aktiva tersebut
menyebabkan perusahaan membutuhkan dana yang besar. Karena kebutuhan dana
semakin besar maka perusahaan cenderung menahan sebagian besar pendapatannya.
Semakin besar pendapatan yang ditahan menyebabkan semakin kecil dividen yang
dibagikan kepada pemegang saham.
Disamping itu, Kallapur dan Trombley (2001) menjelaskan bahwa
pertumbuhan perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan
ukuran perusahaan melalui peningkatan aktiva. Tingkat pertumbuhan yang semakin
cepat mengindikasikan bahwa perusahaan sedang mengadakan ekspansi. Kegagalan
yang disebabkan oleh ekspansi akan meningkatkan beban perusahaan karena
perusahaan harus menutup pengembalian beban ekspansi. Hal ini menyebabkan
pembagian dividen kepada pemegang saham menurun. Kondisi tersebut dapat
menyebabkan investor tidak berminat lagi untuk menanamkan modalnya pada
Brigham dan Houston (2001), mendefinisikan pertumbuhan sebagai
perubahan aset tahunan dari total aktiva. Hal ini dapat dibuktikan melalui perusahaan
yang tumbuh dapat dilihat dari peningkatan aktiva untuk memperbesar ukuran
perusahaan. Konsep ini didasarkan pada dua argumentasi Pertama, pertumbuhan
aktiva berbeda dengan pertumbuhan penjualan yang setiap usaha yang dilakukan
secara langsung membawa implikasi pada penerimaan. Pertumbuhan aktiva
mencerminkan waktu yang lebih panjang dari pertumbuhan penjualan. Kedua,
investasi pada aktiva membutuhkan waktu sebelum dioperasikan, sehingga aktifitas
yang dilakukan tidak terkait dengan penerimaan (Kaaro, 2002).
Disamping itu perusahaan yang tumbuh cenderung memiliki leverage dan
kebijakan dividen yang lebih rendah dibandingkan perusahaan tidak tumbuh (Gaver
dan Gaver, 1993). Karena perusahaan yang tumbuh memerlukan banyak dana untuk
meningkatkan pertumbuhannya dibandingkan membayar dividen. Sedangkan
menurut Porter (1980) dalam Fijrijanti dan Hartono (2001) menyatakan bahwa
perusahaan yang tumbuh memiliki pertumbuhan laba dan penjualan yang tinggi.
Penelitian yang dilakukan Jogiyanto, dkk (2002), menunjukkan bahwa
pertumbuhan aset perusahaan merupakan suatu harapan yang diinginkan oleh pihak
internal perusahaan yaitu manajemen maupun eksternal perusahaan seperti investor
dan kreditor. Pertumbuhan ini diharapkan dapat memberikan aspek yang positif bagi
perusahaan seperti adanya suatu kesempatan berinvestasi di perusahaan tersebut.
Prospek perusahaan yang tumbuh bagi investor merupakan suatu prospek yang
return yang tinggi. Sejalan dengan Penelitian yang dilakukan Vogt (1997),
menunjukkan bahwa perusahaan yang bertumbuh akan direspon positif oleh pasar.
Disamping itu pada penelitian Porter (1980) dalam Fijrijanti dan Hartono
(2001), merumuskan bahwa perusahaan yang tumbuh merupakan perusahaan yang
memiliki pertumbuhan margin, laba dan penjualan yang tinggi. Kallapur dan
Trombely (1999), juga menyatakan bahwa pertumbuhan laba pada perusahaan yang
tumbuh lebih besar dibandingkan pada perusahaan tidak tumbuh, karena kesempatan
investasi pada periode berikutnya semakin besar.
Smith dan Watts (1992), menyatakan bahwa potensi pertumbuhan suatu
perusahaan akan mempengaruhi kebijakan yang dibuat oleh perusahaan (seperti
kebijakan pendanaan, dividen, dan kompensasi). Hal ini dapat dibuktikan pada
perusahaan yang berpotensi untuk tumbuh mempunyai rasio debt to equity yang lebih
rendah daripada perusahaan yang tidak tumbuh. Kecenderungan perusahaan
mempunyai rasio debt to equity yang rendah dilakukan untuk mengurangi masalah
agensi yang potensial berasosiasi dengan eksistensi hutang yang berisiko dalam
struktur modal (Sriwardany, 2006).
2.3 Investment Opportunity Set (IOS)
Kesempatan investasi (Investment Opportunity Set) merupakan faktor lain
yang juga mempengaruhi kebijakan struktur modal selain faktor pertumbuhan
merupakan opsi yang dilihat oleh suatu perusahaan dimasa depan yang akan
memberikan keuntungan bagi perusahaan. Pada faktor ini, perusahaan harus mampu
melihat kesempatan dibandingkan dengan perusahaan lain.
Konsep ini pertama sekali diperkenalkan oleh Myers (1977). Menurut Myers
(1977), Investment Opportunity Set merupakan kombinasi antara aset yang dimiliki
perusahaan (asset in place) yang sifatnya tangible dengan pilihan investasi dimasa
depan (future investment option) atau growth option yang sifatnya intangible. Future
investment option mencerminkan kesempatan investasi saat ini yang akan
menghasilkan keuntungan dimasa depan.
Menurut Hartono (1999), kesempatan investasi adalah tersedianya alternatif
investasi dimasa datang bagi perusahaan. Tersedianya alternatif investasi tersebut
menyebabkan perusahaan lebih baik menyimpan laba yang diperoleh dari hasil
operasi kedalam laba ditahan dibandingkan dengan membayar dividen.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Kole (1991), menjelaskan bahwa nilai
Investment Opportunity Set bergantung pada pengeluaran yang ditetapkan manajemen
di masa depan (future discretionary expenditure) yang pada saat ini merupakan
pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar
dari biaya modal (cost of equity) dan dapat menghasilkan keuntungan. Faktor ini juga
menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu
perusahaan, namun sangat tergantung pada pilihan pengeluaran perusahaan untuk
2.4 Profitabilitas
Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam kegiatan operasinya
merupakan fokus utama dalam penilaian prestasi perusahaan (analisis fundamental
perusahaan). Karena laba perusahaan selain merupakan indikator kemampuan
perusahaan memenuhi kewajiban bagi para penyandang dananya juga merupakan
elemen dalam penciptaan nilai perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan di
masa yang akan datang.
Laba adalah hasil dari suatu periode yang telah dicapai oleh perusahaan
sebagaimana disebutkan dalam Statement of Financial Accounting Standards (SFAS)
No. 1. Laba merupakan salah satu informasi potensial yang terkandung di dalam
laporan keuangan dan yang sangat penting bagi pihak internal maupun eksternal
perusahaan, untuk melakukan penaksiran earning power perusahaan dimasa yang
akan datang. Munawir (1999) dan Riyanto (2001) mendefinisikan profitabilitas
sebagai kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.
Sedangkan Chhim (1999), menyatakan profitabilitas merupakan tingkat keuntungan
bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasinya.
Disamping itu Machfoedz (1994) mendefinisikan profitabilitas sebagai suatu
indikator kinerja yang dilakukan manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan.
Menurut Weston, dkk (1987) dalam Hosana (2005) profitabilitas merupakan hasil
akhir bersih dari berbagai kebijaksanaan dan keputusan.
Profitabilitas diukur dengan membandingkan antara laba yang diperoleh
tersebut. Profitabilitas sering digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal
dalam suatu perusahaan dengan membandingkan antara modal yang dicapai dengan
laba operasi.
Rasio profitabilitas dimanfaatkan oleh investor untuk memprediksi seberapa
besar perubahan nilai atas saham yang dimiliki. Rasio profitabilitas akan memberikan
informasi bagi investor, misalnya, pemegang saham untuk melihat keuntungan yang
benar-benar akan diterima dalam bentuk deviden. Sedangkan bagi kreditor, rasio
profitabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar
pokok dan bunga pinjaman.
Tingkat profitabilitas yang tinggi pada perusahaan akan meningkatkan daya
saing antarperusahaan. Perusahaan yang memperoleh tingkat keuntungan yang tinggi
akan membuka lini atau cabang yang baru serta memperbesar investasi atau
membuka investasi baru terkait dengan perusahaan induknya. Tingkat profitabilitas
merupakan informasi tingkat keuntungan yang dicapai perusahaan. Informasi ini akan
memberikan informasi kepada pihak luar mengenai efektivitas operasional
perusahaan. Untuk mengukur profitabilitas digunakan Return On Asset (ROA).
2.5 Risiko Bisnis
Suatu perusahaan didalam menjalankan usahanya akan menanggung suatu
risiko yaitu suatu peristiwa yang dialami suatu perusahaan diluar jangkauan dan tidak
perusahaan memberikan tantangan untuk dapat berkembang dan menjadi perusahaan
besar. Semakin besar suatu perusahaan didalam menjalankan aktivitas operasinya
maka semakin besar juga risiko yang akan dialami (Susetyo, 2006). Risiko ini dilihat
dengan semakin besar perusahaan tersebut maka perusahaan akan membutuhkan dana
yang besar untuk menjalankan usahanya. Kebutuhan akan dana tersebut memberikan
pilihan bagi perusahaan untuk memperoleh dana yang berasal dari dalam perusahaan
maupun dari luar perusahaan. Sumber dana tersebut membawa risiko yang berbeda
bagi perusahaan. Jika perusahaan lebih banyak memilih sumber pendanaan yang
berasal dari eksternal perusahaan, maka semakin besar pula risiko bisnis yang terjadi
bagi perusahaan.
Brigham dan Houston (2001: 178), mendefinisikan risiko sebagai peluang
atau kemungkinan terjadinya beberapa peristiwa yang tidak menguntungkan. Risiko
bisnis merupakan ketidakpastian yang dihadapi perusahaan dalam menjalankan
kegiatan bisnisnya. Risiko bisnis tersebut menurut Hamada (dalam Moh'd, Perry dan
Rimbey, 1998) merupakan risiko yang mencakup intrinsic business risk, financial
leverage risk, dan operating leverage risk.
Beberapa pengukuran terhadap risiko bisnis yang digunakan dalam studi yang
berbeda. Seperti deviasi standar dari laba terhadap penjualan (Booth dkk, 2001),
deviasi standar terhadap perbedaan yang pertama dalam arus kas operasi dibagi
dengan total aktiva (Wald, 1999). Dalam penelitian ini, risiko bisnis diproxy dengan
2.6 Ukuran Perusahaan
Suatu perusahaan yang mapan dan besar memiliki akses yang lebih mudah ke
pasar modal, dibandingkan perusahaan kecil. Kemudahan aksesibilitas ke pasar
modal dapat diartikan adanya fleksibilitas dan kemampuan perusahaan untuk
menciptakan hutang atau memunculkan dana yang lebih besar dengan catatan
perusahaan tersebut memiliki rasio pembayaran dividen yang lebih tinggi daripada
perusahaan yang lain. Ukuran perusahaan mempunyai pengaruh penting terhadap
integrasi antar bagian dalam perusahaan. Hal ini disebabkan karena ukuran
perusahaan yang besar memiliki sumber daya pendukung yang lebih besar dibanding
perusahaan yang lebih kecil.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Chen dan Jiang, (2001) menjelaskan
bahwa perusahaan besar cenderung melakukan diversifikasi usaha lebih banyak
daripada perusahaan kecil. Oleh karena itu, kemungkinan kegagalan dalam
menjalankan usaha atau kebangkrutan akan lebih kecil. Ukuran perusahaan sering
dijadikan indikator bagi kemungkinan terjadinya kebangkrutan bagi suatu
perusahaan, dimana perusahaan dengan ukuran lebih besar dipandang lebih mampu
menghadapi krisis dalam menjalankan usahanya. Hal ini akan mempermudah
perusahaan dengan ukuran lebih besar untuk memperoleh pinjaman atau dana
eksternal. Pada penelitian yang dilakukan Machfoedz (1994), menunjukkan bahwa
penentuan ukuran perusahaan didasarkan pada total asset perusahaan. Semakin besar
Fama dan French (2002), menjelaskan bahwa perusahaan kecil sangat rentan
terhadap perubahan kondisi ekonomi dan cenderung kurang menguntungkan. Elton
dan Grubber dalam Damayanti (2000), juga menyatakan bahwa perusahaan dengan
ukuran yang lebih besar akan mudah mengakses ke pasar modal dibandingkan dengan
perusahaan dengan ukuran kecil. Di samping itu, saham perusahaan kecil tingkat
frekuensi perdagangannya tidak secepat dan semudah saham perusahaan besar.
Menurut Rajan dan Zingales (1995), perusahaan yang lebih besar cenderung untuk
mengungkapkan lebih banyak informasi kepada investor luar daripada perusahaan
kecil.
2.7 Struktur Aktiva
Berdasarkan cara dan lamanya perputaran, kekayaan suatu perusahaan dapat
dibedakan antara aktiva lancar dan aktiva tetap. Perbandingan atau perimbangan
antara kedua aktiva tersebut akan menentukan struktur kekayaan atau lebih dikenal
dengan struktur aktiva. Struktur aktiva menurut Riyanto ,(2001) adalah perimbangan
atau perbandingan baik dalam artian absolut maupun dalam artian relatif antara aktiva
lancar dengan aktiva tetap.
Sedangkan Ghosh, dkk (2000) mendefinisikan struktur aktiva sebagai
perbandingan antara hutang jangka panjang perusahaan (long term debt) dengan total
aktiva (total assets). Pengukuran struktur aktiva dilakukan dengan melakukan
Pemenuhan kebutuhan dana akan diutamakan dari modal sendiri jika
perusahaan menggunakan sumber pendanaan yang berasal dari dalam perusahaan
sedangkan modal asing hanya sebagai pelengkap (Mayangsari, 1996). Hal ini
disebabkan oleh penggunaan aktiva tetap akan menimbulkan adanya beban tetap yang
berupa fixed cost. Apabila perusahaan memakai modal asing, untuk membelanjakan
aktiva tetapnya maka cost tetap yang akan ditanggungnya juga akan besar.
(Mayangsari, 1996).
Haris dan Raviv (1991) menyatakan bahwa perusahaan dengan level fixed
assets yang rendah mempunyai lebih banyak masalah asymmetric information
dibandingkan perusahaan dengan level fixed asset yang tinggi. Perusahaan dengan
level fixed assets yang tinggi umumnya adalah perusahaan yang besar, yang dapat
menerbitkan saham dengan harga yang fair sehingga tidak menggunakan hutang
untuk mendanai investasinya. Dengan demikian diharapkan asset tangibility
berpengaruh terhadap leverage.
2.8 Operating Leverage
Leverage merupakan penggunaan assets dan sumber dana (sources of founds)
oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap (beban tetap) dengan maksud agar
meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham. Jika semua biaya bersifat
variabel, maka akan memberikan kepastian bagi perusahaan dalam menghasilkan
menghasilkan laba diperlukan tingkat penjualan minimum tertentu. Oleh sebab itu,
biaya-biaya yang ditanggung perusahaan dapat dibagi atas dua jenis, yaitu: biaya
tetap dan biaya variable. Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap atau tida
berubah dalam kisaran produksi tertentu. Sedangkan biaya variabel merupakan biaya
yang berubah berdasarkan jumlah output yang dihasilkan.
Operating leverage merupakan keadaan dimana perusahaan mempunyai biaya
tetap yang harus ditanggung oleh unit yang dihasilkan. Dengan kata lain bahwa
operating leverage terjadi ketika perusahaan harus menanggung biaya tetapnya
berdasarkan output yang dihasilkan (Husnan, 2001). Houston dan Brigham (2001),
menyatakan bahwa operating leverage menunjukkan seberapa besar biaya tetap
operasi perusahaan yang merupakan bagian dari biaya total operasi suatu perusahaan.
Sedangkan pada artikel yang ditulis oleh Bucicino dan Mckinley (1997)
mendefinisikan operating leverage sebagai dampak dari perubahan didalam
pendapatan dari keuntungan atau arus kas. Ketika suatu perusahaan dapat
meningkatkan pendapatannya tanpa suatu peningkatan proporsional didalam beban
operasi. Kas dialokasikan untuk meningkatkan pendapatan, seperti pemasaran dan
pengeluaran pengembangan bisnis yang cepat.
Perusahaan menggunakan operating leverage bertujuan agar keuntungan yang
diperoleh lebih besar daripada biaya assets dan sumber dananya, dengan demikian
akan meningkatkan keuangan pemegang saham. Disamping itu, leverage juga
mendapatkan keuntungan yang lebih rendah dari biaya tetapnya maka penggunaan
leverage akan menurunkan keuntungan pemegang saham.
Dengan menggunakan operating leverage, perusahaan berharap dengan adanya
perubahan penjualan akan mengakibatkan perubahan laba sebelum bunga dan pajak
yang lebih besar. Multiplier effect hasil penggunaan biaya operasi tetap terhadap laba
sebelum bunga dan pajak disebut dengan degree of operating leverage atau disingkat
menjadi DOL. Berdasarkan definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa operating
leverage terjadi pada saat adanya biaya tetap yang harus ditutupi oleh besarnya
volume yang dihasilkan.
2.9 Pertumbuhan Perusahaan dan Struktur Modal
Perusahaan yang tumbuh memerlukan banyak dana didalam menjalankan
aktivitas perusahaan. Hal ini dilihat melalui perusahaan yang terus-menerus tumbuh
akan lebih banyak membutuhkan dana didalam menjalankan aktivitas operasinya
untuk mencapai tujuan perusahaan. Menurut Kieso (2004) perusahaan dapat tumbuh
menjadi lebih besar dengan cara meminjam uang untuk diinvestasikan dalam proyek
baru. Demikian juga, perusahaan dapat menerbitkan saham baru untuk perluasan.
Bagi perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan penjualan dan laba yang
tinggi cenderung menggunakan utang sebagai sumber dana yang berasal dari
eksternal dibandingkan dengan perusahaan–perusahaan yang memiliki tingkat
dilakukan oleh Thies dan Klock (1992), yang menunjukkan bahwa pertumbuhan
penjualan perusahaan berpengaruh positif dan signifikan dengan leverage. Sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Baskin (1989) yang menemukan tingkat
pertumbuhan penjualan berhubungan positif dengan utang.
Menurut Sriwardany, (2006) tingkat pertumbuhan suatu perusahaan akan
menunjukkan sampai seberapa jauh perusahaan akan menggunakan hutang sebagai
sumber pembiayaannya. Dalam hubungannya dengan leverage, perusahaan dengan
tingkat pertumbuhan yang tinggi sebaiknya menggunakan ekuitas sebagai sumber
pembiayaannya agar tidak terjadi biaya keagenan (agency cost) antara pemegang
saham dengan manajemen perusahaan. Sebaliknya, perusahaan dengan tingkat
pertumbuhan yang rendah sebaiknya menggunakan hutang sebagai sumber
pembiayaannya karena penggunaan hutang akan mengharuskan perusahaan tersebut
membayar bunga secara teratur.
Sedangkan Myers (1977) menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan yang
tinggi memberikan lebih banyak pilihan yang riil untuk investasi dimasa yang akan
datang dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki pertumbuhan yang rendah.
Jika pertumbuhan suatu perusahaan tinggi maka memerlukan tambahan pembiayaan
pendanaan yang cukup tinggi untuk pembiayaan dimasa yang akan datang.
Perusahaan yang memiliki kesempatan pertumbuhan yang tinggi tidak
mungkin mengeluarkan utang pada tempat pertama, dan diharapkan berhubungan
negatif dengan kesempatan pertumbuhan. Pernyataan diatas didukung oleh penelitian
berkurangnya kesempatan pertumbuhan. Sebaliknya penelitian yang dilakukan
Pandey, (2001) menunjukkan bahwa pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif
terhadap kebijakan struktur modal. Ini berarti semakin besar pertumbuhan perusahaan
maka semakin besar pula perusahaan membutuhkan dana yang berasal dari hutang
untuk mendanai pertumbuhannya tersebut.
Hasil penelitian Mayangsari, (1996) menjelaskan bahwa perusahaan dengan
tingkat pertumbuhan penjualan dan laba yang tinggi cenderung menggunakan hutang
sebagai sumber dana eksternal yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan
yang tingkat pertumbuhan penjualannya rendah. Hasil ini konsisten dengan hasil
penelitian Baskin (1989) yang juga menemukan tingkat pertumbuhan penjualan
berpengaruh positif dengan hutang.
2.10 Investment Opportunity Set (IOS) dan Struktur Modal
Investment Opportunity Set (IOS) merupakan salah satu faktor lain yang
mempengaruhi struktur modal. Adanya harapan yang dimiliki oleh perusahaan untuk
tetap going concern merupakan salah satu faktor yang memotivasi perusahaan lebih
banyak melihat kesempatan dan peluang yang dapat diperoleh untuk memperoleh
keuntungan.
Kesempatan investasi telah terbukti memiliki hubungan dengan kebijakan
struktur modal dan kebijakan dividen melalui proksi-proksinya. Hasil penelitian